Top Banner
AUDIOMETRI SUBJEKTIF PADA ANAK REFERAT AUDIOLOGI Oleh : Muhamad Sidik Hasanudin 131421110005 Pembimbing Utama: dr. Sally Mahdiani, SpTHT-KL, M.Kes BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL
74

Referat Audiometri Subjektif Pada Anak - Sidik_kirim Email Dr.sally

Oct 01, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

AUDIOMETRI SUBJEKTIF PADA ANAK

REFERAT AUDIOLOGI

Oleh :Muhamad Sidik Hasanudin131421110005

Pembimbing Utama:dr. Sally Mahdiani, SpTHT-KL, M.Kes

BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KLFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARANRUMAH SAKIT DR. HASAN SADIKINBANDUNG2014DAFTAR ISI

DAFTAR ISIiDAFTAR GAMBARiiDAFTAR TABELiiibab i PENDAHULUAN1bab ii ANATOMI DAN FISIOLOGI PENDENGARAN42.1 Anatomi Telinga42.2 Fisiologi Pendengaran11bab iii PERKEMBANGAN FUNGSI PENDENGARAN DAN PEMERIKSAAN PENDENGARAN PADA ANAK153.1 Perkembangan Fungsi Pendengaran pada Anak153.2 Pemeriksaan Pendengaran pada Anak dan Bayi Baru Lahir203.3 Pemeriksaan Pendengaran Objektif dan Subjekif pada Anak22bab iv PEMERIKSAAN AUDIOMETRI SUBJEKTIF PADA ANAK254.1 Behavioral Observation Audiometry (BOA)264.2 Visual Reinforcement Audiometry (VRA)324.3 Conditioned Play Audiometry (CPA)344.4 Tes Daya Dengar (Modifikasi)35bab v KESIMPULAN40DAFTAR PUSTAKA41ii

iDAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Sistem Auditorius Perifer 5Gambar 2.2 Struktur Telinga Tengah 6Gambar 2.3 Tulang-tulang Pendengaran 8Gambar 2.4 Telinga Tengah Merupakan Transformator Impedans Serta Kompensasi Perbedaan Tekanan Tetap (Tekanan Udara) 8Gambar 2.5 Potongan Melalui Kokhlea. Sel Rambut Dalam Organ Korti Mengubah Energi Mekanik (Getaran) Menjadi Energi Listrik 9Gambar 2.6 Persarafan Telinga Dalam11Gambar 3.1 Peranan Fungsi Pendengaran Terhadap Proses Bicara16Gambar 3.2 Tes Pendengaran pada Anak23Gambar 4.1 Contoh Ruangan Pemeriksaan BOA27Gambar 4.2 Visual Reinforcement Audiometry (VRA)31Gambar 4.3 Contoh Pemeriksaan CPA3343

41

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kemampuan Bicara dan Bahasa pada Anak 19 Tabel 3.2 Pemeriksaan Pendengaran Objektif dan Subjektif pada Anak23Tabel 4.1 Kemampuan Auditorik pada Anak26Tabel 4.2 Index Tingkah Laku Auditori pada Bayi, Stimuls dan Level Respon27Tabel 4.3 Kuesioner Modikasi Tes Daya Dengar. Umur kurang atau sampai 3 bulan36Tabel 4.4 Kuesioner Modikasi Tes Daya Dengar. Umur lebih dari 3 bulan sampai 6 bulan36

BAB IPENDAHULUAN

Gangguan pada anak-anak usia dibawah 15 tahun dideskripsikan oleh World Health Organization (WHO) sebagai anak-anak yang mempunyai ambang pendengaran (telinga yang lebih baik, tanpa alat bantu dengar) 31 dbHL yang diukur menggunakan rata-rata ambang dengar nada murni pada frekuensi 500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz dan 4000 Hz.1Gangguan dengar terjadi pada 6% populasi dunia, diperkirakan oleh World Health Organization (WHO) sebanyak 62 juta orang usia 80 dBSL). Aksi ini bertujuan untuk melindungi telinga dalam (kokhlea) dari kerusakan, terutama pada frekuensi rendah.7-9 Otot stapedius dilekatkan ke bagian posterior dari leher stapes dan merupakan otot paling kecil dalam tubuh. Kontraksi refleks mengikuti stimulus suara akustik yang menyebabkan kaki stapes bergerak ke arah luar dan belakang dari tingkap lonjong. Aksi ini membatasi gerakan dari osikular dan melemahkan getaran dari kaki stapes, sehingga mengurangi gerakan cairan dalam telinga tengah (kokhlea). Aksi ini dianggap sebagai mekanisme melindungi telinga dalam dari kerusakan akibat suara keras, khususnya pada frekuensi rendah.7 Telinga tengah mengamplifikasi getaran suara dengan dua cara:7-91. Permukaan membran timpani yang luas dibandingkan dengan permukaan stapes yang kecil (14:1), memberikan peningkatan amplitudo getaran.2. Daya pengungkit dari lengan maleus dan inkus memberikan suatu peningkatan amplitudo getaran (1,3:1,0). Selanjutnya, terjadi peningkatan total antara 20-30 dB.

Sendi inkudomalearProsesus brevis inkusKorpus inkusProsesus longus inkusKepala stapesKrus posteriorLempeng kaki stapesKrus anteriorumboProsesus lateralProsesus brevis maleusKepala maleusLeher maleusProsesus anteriorManubrium maleusProsesus lentikularSendi inkudostapedialGambar 2.3 Tulang-tulang pendengaran.8

Refleksi > 99%Gelombang suaraTekanan negatif tetapGelombang suaraGambar 2.4 Telinga tengah merupakan transformator impedans serta kompensasi perbedaan tekanan tetap (tekanan udara). a) tanpa adanya tulang-tulang pendengaran pada telinga tengah, lebih dari 99% suara akan direfleksikan pada permukaan cairan di telinga dalam. b) impedans diubah oleh perbedaan luas area antara membran timpani dan kaki stapes. Dengan perubahan tekanan tetap sehingga menghasilkan tekanan negatif di telinga tengah (warna hitam pada b), hubungan tulang-tulang pendengaran ini memelihara fungsi alat konduksi suara dan proteksi telinga dalam.82.1.3. Telinga Dalam Telinga dalam terdiri dari labirin tulang dan labirin membranosa. Labirin tulang meliputi vestibulum, kanalis semisirkularis dan kokhlea. Labirin membranosa meliputi utrikulus, sakulus, duktus semisirkularis dan duktus kokhlearis.8, 9 Kokhlea berbentuk rumah siput yang terbenam dalam tulang temporal dengan dua tigaperempat (2 ) putaran dan panjang sekitar 31-33 mm. Kokhlea memiliki lebar pada basis sekitar 1 cm dengan puncak yang lebarnya 5 mm. Duktus kokhlearis terdiri dari 3 ruangan yang berisi 2 cairan berbeda, yaitu skala vestibuli, skala media dan skala timpani. Reseptor alat pendengaran pada kokhlea adalah organ korti dengan komponennya yaitu sel rambut luar dan dalam, sel penyangga, membran tektoria dan lamina retikularis.8, 9

Nervus auditoriusMembran tektoriaSel rambutOrgan kortiMembran basalisSkala mediaMembran ReissnerStria vaskularisSkala timpaniSkala timpaniCabang kokhlearis n. VIIIGambar 2.5 Potongan melalui kokhlea. Sel rambut dalam organ korti mengubah energi mekanik (getaran) menjadi energi listrik.8Transmisi energi akustik dari telinga tengah ke telinga dalam diawali oleh membran timpani menggerakkan tangkai maleus. Prosesus longus inkus dan tangkai maleus bergerak bersama-sama, karena sendi maleo-inkus terfiksasi. Sebaliknya sendi antara inkus dan stapes sangat fleksibel. Selanjutnya, karena stapes bagian postero-inferiomya melekat, maka gerakan membran timpani akan menyebabkan stapes menggerakkan fenestra ovalis ke luar-masuk, sehingga perilimfe pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfe, sehingga menimbulkan gerak relatif antara membran basalis dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan defleksi stereosilia sel-sel rambut sehingga kanal ion terbuka, terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan depolarisasi sel rambut yang melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius dilanjutkan ke nukleus auditorius.7-9 Pola pergeseran membran basilaris membentuk gelombang berjalan (traveling wave). Karena membran basalis lebih kaku di daerah basis daripada apeks dan kekakuan tersebut didistribusikan secara terus-menerus, maka traveling wave selalu bergerak dari basis ke apeks. Amplitudo maksimum membran basilaris yang dihasilkan oleh suara dengan frekuensi tinggi, amplitudo maksimumnya jatuh di dekat basal kokhlea, sedangkan gelombang akibat suara dengan frekuensi rendah amplitudonya maksimum jatuh di daerah apeks. Jadi setiap frekuensi suara menyebabkan corak gerakan yang tidak sama pada membran basalis sesuai dengan tonotopik organ korti dan ini cara untuk membedakan frekuensi.7-9

Gambar 2.6 Persarafan Telinga Dalam

2.2 Fisiologi PendengaranSistem pendengaran dapat dibagi dalam empat bagian, yaitu telinga luar, telinga tengah, telinga dalam dan sistem saraf pendengaran, disertai pusat pendengaran di otak.7-9Telinga luar berperan pasif tetapi sangat penting dalam proses pendengaran. Daun telinga berfungsi mengumpulkan suara dan mengetahui lokasi datangnya suara, sedangkan kanalis akustikus eksternus karena bentuk dan dimensinya bersifat resonator, sehingga dapat menambah intensitas bunyi dalamrentang frekuensi 2-4 kHz sebesar 10 - 15 dB.7-9Telinga tengah dengan tulang pendengarannya membentuk sistem pengungkit untuk menghantarkan suara dari membran timpani ke fenestra ovale. Transmisi energi suara melalui telinga tengah ke telinga dalam diawali dengan membran timpani yang menggerakkan maleus. Lengan maleus dan prosesus inkus bergerak bersama-sama karena sensi maleoinkus terfiksasi, sebaliknya sensi inkus stapes sangat fleksibel. Selanjutnya gerakan membran membran timpani akan menyebabkan stapes bergerak seperti piston di dalam fenestra ovale dan perubahan tekanan yang diakibatkannya akan dihantarkan melalui perilimfe ke sekat kohlea, kemudian keluar melalui fenestra rotundum. Transmisi tekanan mengakibatkan sekat kohlea menggelembung ke atas dan ke bawah, serta akan mengakibatkan sel rambut di dalam organ korti merangsang saraf auditorius.7-9Pola pergeseran membran basilaris membentuk gelombang berjalan (traveling wave). Karena membran basilaris lebih kaku di daerah basis daripada diapeks dan kekakuan tersebut didistribusikan secara terus-menerus, maka travelingwave selalu bergerak dari basis ke apeks. Amplitudo maksimum membran basilaris yang dihasilkan oleh suara dengan frekuensi tinggi, amplitudo maksimumnya jatuh di dekat basal kohlea, sedangkan gelombang akibat suara dengan frekuensi rendah amplitudo maksimumnya jatuh di daerah apeks. gelombang akibat suara frekuensi tinggi tidak dapat mencapai apeks kohlea, gelombang akibat suara frekuensi rendah dapat bergerak di sepanjang membran basilaris. Jadi setiap frekuensi suara menyebabkan corak gerakan yang tidak sama pada membran basilaris sesuai dengan tonotopik organ korti. Hal ini merupakan cara untuk membedakan frekuensi.7-9Stereosilia sel rambut sangat penting untuk proses mekanotransduksi. Stereosilia adalah berkas serabut aktin yang membentuk pipa dan masuk ke dalam kutikular. Membengkoknya stereosilia ke arah stereosilia yang lebih tinggi pada fase depolarisasi mengakibatkan terjadinya pembukaan pintu ion pada puncak stereosilia, menimbulkan aliran arus K+ ke dalam sel sensoris. Aliran kalium karena terdapat perbedaan potensial endokohlea +80 mV dan intraseluler negatif pada sel rambut, sel rambut dalam -45 m V dan sel rambut luar -70 mV. Hal tersebut menghasilkan depolarisasi intraselular yang menyebabkan kalium mengalir, termasuk kalsium ke dalam sel rambut kemudian pelepasan transmiter kimia dari ruang presinaps yang berada pada dasar sel ke ruang sinaps dan akan ditangkap oleh reseptor serabut aferen saraf kohlearis menuju nucleus kohlearis menghasilkan potensial aksi yang akan diteruskan ke serabut saraf kohlearis menuju nucleus kohlearis.7-9 Pada saat kohlea mendapat stimulus suara, maka akan terjadi perubahan gerakan stereosilia yang diakibatkan terjadinya proses traveling wave pada membran basilaris yang mengakibatkan terjadinya pergerakan sel rambut kohlea ke arah stereosilia yang paling tinggi (depolarisasi), yang diikuti oleh terbukanya ion serabut aktin pada puncak stereosilia, sehingga terjadi pemasukan kalium yang mengakibatkan perubahan potensial intraseluler. Hal ini tercatat sebagai cochlear microphonic dan summating potential. Kedua hal tersebut akan tercatat pada berbagai bagian kohlea yang mempunyai frekuensi yang berbeda, potensial maksimum yang terjadi akan dicatat pada setiap frekuensi yang mencapai titik maksimal amplitudo. Cochlear microphonic dan summating potential proses utamanya terjadi pada sel rambut luar. Stimulasi pergerakan stereosilia pada sel rambut dalam sebagian besar dipengaruhi oleh pergerakan cairan endolimfe yang diakibatkan oleh pergerakan sel rambut luar. Sedangkan pergerakan membran basilaris mempunyai pengaruh yang lebih kecil terhadap pergerakan sel rambut dalam. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa cochlear microphonic pada sel rambut luar dapat mencerminkan keadaan pada kohlea. Kerusakan pada sel rambut luar kohlea secara total akan membuat penurunan sekitar 60 dB, sehingga pada pemeriksaan OAE tidak akan respon.9Transmiter yang dilepaskan oleh sel rambut kohlea sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti jenisnya. Pada daerah aferen saraf kohlearis yang dengan sel rambut dalam diketahui adanya reseptor glutamat dalam yang banyak. Sedangkan pada daerah serabut saraf eferen yang berhubungan dengan sel rambut luar diketahui banyak mengandung asetilkolin. Diketahui pula bahwa banyak transmiter lain pada serabut eferen sel rambut luar berfungsi sebagai modulator terjadinya pelepasan asetilkolin.9

BAB IIIPERKEMBANGAN FUNGSI PENDENGARAN DAN PEMERIKSAAN PENDENGARAN PADA ANAK

3.1 Perkembangan Fungsi Pendengaran pada AnakFungsi pendengaran sangat berpengaruh terhadap perkembangan berbicara dan berbahasa sehingga timbul komunikasi verbal. Komunikasi dapat dilakukan melalui jalur auditorius dan jalur visual. Jalur auditorius ditandai dengan adanya bicara dan tanda-tanda akustik sedangkan jalur visual dilakukan melalui pembacaan bibir (lip reading) dan tanda pragmatik (mimik lawan bicara). Pada usia gestasi 9 minggu, mulai terbentuk ketiga lapisan pada gendang telinga, dan pada minggu ke-20 sudah terjadi pematangan koklea dengan fungsi menyamai dewasa dan dapat memberi respons terhadap suara. Pada saat yang sama, bentuk daun telinga sudah menyerupai daun telinga orang dewasa walaupun masih terus berkembang sampai usia 9 tahun. Pada usia gestasi 30 minggu terjadi pneumatisasi dari timpanum, demikian juga dengan liang telinga luar yang terus berkembang sampai usia 7 tahun. Perkembangan auditorik berhubungan erat dengan perkembangan otak. Neuron dibagian korteks mengalami pematangan dalam waktu 3 tahun pertama kehidupan dan masa 12 bulan pertama kehidupan terjadi perkembangan otak yang sangat cepat. Berdasarkan hal tersebut, maka upaya melakukan deteksi dini gangguan pendengaran sampai habilitasi dapat dimulai pada saat perkembangan otak masih berlangsung.4

Fungsi persepsi pendengaran meliputi:101. Kesadaran akan adanya suara dan kemampuan melakukan integrasi dengan rangsangan dari organ sensorik lainnya. 2. Kemampuan membandingkan atau membedakan, misalnya suara ibu, ayah atau suara yang berasal dari mainannya.Peranan fungsi pendengaran terhadap proses berbicara meliputi:101. Merupakan jalur masuk informasi pendengaran yang menyebabkan anak dapat mempelajari bahasa yang dipakai di lingkungannya.2. Merupakan jalur umpan balik suara (auditory feedback), yaitu terdengarnya suara yang diucapkan pembicara ke telinganya sendiri, dapat digunakan untuk memantau pola suara atau kata-kata yang diucapkannya dengan cara mengoreksi keadaan otot-otot bicara ketika anak sedang berbicara (motoric feedback).

Gambar 3.1 Peranan fungsi pendengaran terhadap proses bicara10

Perkembangan fungsi pendengaran pada anak meliputi :101. Frequency processing:a. Frequency selectivity, yaitu membedakan suara yang penting didengar dengan suara lainyang mengganggu (background noise).b. Frequency discrimination, yaitu membedakan 2 jenis frekuensi yang didengar dalam waktu yang berurutan.2. Temporal processing, yaitu memantau perubahan gelombang suara sepanjang waktu, seperti interupsi, fluktuasi energi dan perubahan lamanya suara.3. Binaural processing yang bertujuan untuk melokalisasi suara.4. Perceptual organizationof complex sound, yaitu mengenal dengan benar jenis, pola dan asal sumber suara.

Ambang dengar untuk proses perkembangan bicara pada anak adalah:101. 2. 0 15 dB : Normal3. 16 25 dB : Minimal 4. 26 40 dB : Ringan5. 41 55 dB : Sedang6. 56 70 dB : Sedang-Berat 7. 71 90 dB : Berat8. Diatas 90 dB : Sangat berat.

Mendengar suara tidak berarti memahami suara yang didengar. Hal ini berarti tes deteksi suara tidak menilai kemampuan pemahaman jenis suara atau arti kata-kata. Karena itu selain tes deteksi suara, diperlukan pula tes fungsi persepsi bicara. Terdapat 4 respon kemampuan persepsi bicara, yaitu :111. Deteksi, yaitu kemampuan untuk membedakan ada tidaknya stimulus bicara.2. Diskriminasi, yaitu kemampuan untuk menilai kesamaan dan perbedaan antara 2 atau lebih stimulus. Keterampilan yang didapat berbeda secara akustik, karakteristik, intensitas atau lamanya/durasi. Misalnya 2 kata ini sama atau berbeda : kuku dengan kaku3. Recognition, yaitu mengenal objek atau kata. Respon anak dapat berupa menunjuk, menulis atau mengulang kata-kata yang diberikan, misalnya dapat menunjukkan mana mata, rambut dan lain-lain.4. Pemahaman, yaitu kemampuan mengerti arti stimulus bicara berdasarkan ilmu bahasa. Untuk menunjukkan bahwa anak mengerti, anak tadi hanya mengulang kata akan tetapi harus ditunjukkan dengan tanda bahwa anak mengerti, misalnya dengan pertanyaan atau instruksi, misalnya, Apakah yang suka dimakan oleh kelinci? Menurut protokol ASHA, usia 5-24 bulan dapat dilakukan penilain perkembangan anak, skrining fungsi pendengaran, tes fungsi pendengaran. Pada masa tersebut merupakan awal berkembangnya bahasa dan fungsi mendengar. Maka pada umur tersebut dapat dilakukan auditory integration scale. Tes yang dapat dilakukan pada usia tersebut yaitu Audiometri tutur (untuk menilai ambang speech awareness atau speech reception threshold) dan speech reception test ( NU-CHIPS, WIPI, PSI).11

Tabel 3.1 Kemampuan bicara dan bahasa dan anak4Usia Kemampuan

Neonatus menangis ,suara mendengkur (cooing),suara berkumur (gurgles)

2 - 3 bulan tertawa dan mengoceh tanpa arti (babbling) : aaa, ooo

4 - 6 bulan mengeluarkan suara kombinasi vokal dan konsonan. - ocehan bermakna (true babling) atau lalling (pa..pa.., da..da) - memberi respons terhadap suara marah atau bersahabat - belajar menangis dengan suara yang bervariasi sesuai kebutuhan

7 - 11 bulan menggabungkan kata/suku kata yang tidak mengandung arti, seperti bahasa asing (jargon); usia 10 bulan : mampu meniru suara (echolalia) - mengerti kata perintah sederhana : kesini - mengerti nama obyek sederhana : sepatu, cangkir

12 - 18 bulan - menjawab pertanyaan sederhana - mengerti instruksi sederhana, menunjukkan bagian tubuh dan nama mainan

24 - 35 bulan - kata yang diucapkan antara 150 -300 kata - volume dan pitch suara belum terkontrol -mengenali warna, mengerti konsep besar - kecil, sekarang - nanti

36 - 47 bulan - jumlah kata yang diucapkan mencapai 900 1.200 kata -memberi respons pada 2 kalimat perintah yang tidak berhubungan seperti:ambil sepatu, letakkan gelas di atas meja - mulai bertanya kenapa dan bagaimana?

3.2 Pemeriksaan pendengaran pada anak dan bayi baru lahirSkrining pendengaran dilakukan dengan maksud membedakan populasi bayi menjadi kelompok yang tidak mempunyai masalah gangguan pendengaran (Pass/lulus) dengan kelompok bayi yang mungkin mengalami gangguan pendengaran (Refer/tidak lulus). Skrining pendengaran bukan diagnosis pasti karena selain kelompok Pass/lulus dan kelompok Refer/tidak lulus masih ada 2 kelompok lain, yaitu kelompok positif palsu (hasil refer namun sebenarnya pendengaran normal) dan negatif palsu (hasil pass tetapi sebenarnya ada gangguan pendengaran). Hasil skrining pendengaran harus diterangkan dengan jelas kepada pihak orang tua untuk mencegah kecemasan yang tidak perlu. Hasil skrining pendengaran yang telah dilakukan oleh suatu unit/kelompok masyarakat atau fasilitas kesehatan (RS, puskesmas, praktik dokter, klinik, balai kesehatan ibu dan anak/BKIA) harus dirujuk ke fasilitas kesehatan yang memiliki sarana pemeriksaan pendengaran yang lengkap dan mampu melaksanakan habilitasi pendengaran dan wicara.4

Berdasarkan fasilitas yang tersedia, skrining gangguan pendengaran dapat dikelompokkan menjadi:4 I. Skrining gangguan pendengaran di rumah sakit (hospital based hearing screening) II. Skrining gangguan pendengaran pada komunitas (community based hearing screening). Skrining pendengaran biasanya dilakukan pada saat bayi melakukan imunisasi di Puskesmas, klinik atau rumah sakit.

Skrining gangguan pendengaran di rumah sakit (hospital based hearing screening) dikelompokan menjadi : 1. Universal Newborn Hearing Screening (UNHS) 2. Targeted Newborn Hearing Screening

1. Universal Newborn Hearing Screening (UNHS)Dilakukan pada semua bayi baru lahir (dengan atau tanpa faktor risiko terhadap gangguan pendengaran). Skrining awal dilakukan dengan pemeriksaan Otoacoustic Emission (OAE) sebelum bayi keluar dari rumah sakit (usia 2 hari). Bila bayi lahir pada fasilitas kesehatan yang tidak memiliki sarana OAE, paling lambat pada usia 1 bulan telah melakukan pemeriksaan OAE di tempat lain. Bayi dengan hasil skrining Pass (lulus) maupun Refer (tidak lulus) harus menjalani pemeriksaan BERA (atau BERA otomatis) pada usia 1-3 bulan. Pada usia 3 bulan, diagnosis harus sudah dipastikan berdasarkan hasil pemeriksaan: OAE, BERA, timpanometri (menilai kondisi telinga tengah). Untuk bayi yang telah dipastikan mengalami gangguan pendengaran sensorineural, perlu dilakukan pemeriksaan ASSR (Auditory Steady State Response) atau BERA dengan stimulus tone burst, agar diperoleh informasi ambang dengar pada masing-masing frekuensi; hal ini akan membantu proses pengukuran alat bantu dengar yang optimal. Berdasarkan tahapan waktu tersebut di atas, habilitasi pendengaran sudah harus dimulai pada usia 6 bulan.4

Kriteria UNHS antara lain:41. Mudah dikerjakan serta memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi sehingga kejadian refer minimal. 2. Tersedia intervensi untuk habilitasi gangguan pendengaran. 3. Skrining, deteksi dan intervensi yang dilakukan secara dini akan menghasilkan outcome yang baik. 4. Cost-effective. Kriteria keberhasilan : cakupan (coverage) 95 %, nilai refferal : < 4 %

2. Targeted Newborn Hearing Screening Skrining pendengaran yang dilakukan hanya pada bayi yang mempunyai faktor risiko terhadap gangguan pendengaran. Kelemahan metode ini adalah sekitar 50 % bayi yang lahir tuli tidak mempunyai faktor risiko. Model ini biasanya dilakukan di NICU (Neonatal ICU) atau ruangan Perinatologi.4

3.3 Pemeriksaan Objektif dan Subjekif pada AnakPemeriksaan pendengaran terhadap anak untuk menilai pendengaran dapat dilakukan secara objektif dan subjektif. Jenis pemeriksan subjektif meliputi Behavioral Observation Audiometry (BOA), Visual Reinforcement Audiometry (VRA), Conditioned Play Auidometry (CPA) dan Tes Daya Dengar Modifikasi (TTD modifikasi). Tes objektif meliputi timpanometri, Otoacoustic Emission (OAE), Brain Evoked Response Audiometry (BERA) dan Audiometry Steady State Respons (ASSR). Tipe pemeriksaan yang digunakan tergantung dari usia yang akan diperiksa, tingkah laku dan kecurigaan diagnostik.5 Pemerikaan pendengaran harus disesuaikan dengan usia perkembangan anak. Untuk usia sekolah (5-18 tahun) atau usia 4 tahun hingga remaja, pemeriksaan pendengaran yang menjadi standar baku emas adalah audiometri nada murni yang dapat mengukur amang dengar mulai dari frekuensi 125 - 8.000 Hz dan mempunyai sensitivitas 92% dan spesifitas 94%.5Sampai saat ini pemeriksaan pendengaran yang terbaik adalah audiometri nada murni karena dapat memberikan informasi ambang pendengaran yang bersifat frekuens spesifik. Kelemahan pemeriksaan audiometri nada murni adalah besarnya faktor subjektif dan membutuhkan kerja sama (pasien kooperatif) dan membutuhkan respons yang dapat dipercaya dari pasien, akibatnya pemeriksaan audiometri tidak dapat dilakukan pada pasien berusia dibawah 5 tahun.4

Tabel 3.3 Pemeriksaan objektif dan subjektif pada anak4Pemeriksaan objektif (Elektrofisiologis) Pemeriksaan subjektif (Behavioral)

OAE (mulai 2 hari)BERA Timpanometri ASSRBehavioral Observation Test Behavioral Observation Audiometry (0 6 bulan) Visual Reinforcement Audiometry (7 -30 bulan) Conditioned Play Audiometry (30 bulan 5 tahun)

Tes Daya Dengar /TDD modifikasi

Gambar 3.2 Tes pendengaran pada anak10

BAB IVPEMERIKSAAN AUDIOMETRI SUBJEKTIF PADA ANAK

Pemeriksaan pendengaran harus disesuaikan dengan usia perkembangan deorang anak. Untuk usia sekolah (5-18 tahun) atau usia lebih dari 4 tahun sampai remaja, pemeriksaan pendengaran yang menjadi standar baku emas adalah audiometri nada muri yang dapat mengukur ambang dengar mulai dari 125 Hz 8000 Hz dan mempunyai snsitivitas 92% dan spesifitas 94%.5 Alat skrining pendengaran lain yang sederhana seperti kuisioner hanya dapat mendeteki 50% dari anak dengan gangguan dengar. Tes suara bisik hanya mempunyai sensitivitas 40% dan spesifitas 83%. Demikian pula dengan tes garputala 30% dan spesifitas 87%.12, 13Bila sarana pemeriksaan yang bersifat objektif atau elektrofisiologis tidak tersedia, dapat dilakukan pemeriksaan subjektif yang mengandalkan respons behavioral sebagai reaksi bayi terhadap stimulus bunyi, antara lain pemeriksaan Behavioral Observation Test (BOT) atau Behavioral Observation Audiometry (BOA), Visual Reinforcement Audiometry (VRA), Conditioned Play Audiometry (CPA) dan Tes Daya Dengar Modifikasi (TTD modifikasi). Namun bila memungkinkan, tetap dianjurkan untuk mengkonfirmasi hasilnya dengan pemeriksaan objektif.4 Pemeriksaan BOA, VRA & CPA dapat dilakukan dengan menggunakan earphones, bone conduction implants, alat bantu dengar atau implan koklea.14

4.1. Behavioral Observation Audiometry (BOA)Pemeriksaan pendengaran yang subjektif karena respon dari bayi dan anak tidak konsisten. Namun demikian pemeriksaan behavioral memiliki kemampuan frequency spesific. Tentu saja, nilai sensitivitas dan spesifitasnya kurang dibandingkan pemeriksaan objektif seperti OAE dan BERA. Idealnya dilakukan di ruang kedap suara, bila tidak tersedia dapat di ruangan biasa tetapi cukup tenang. Bila tidak tersedia sarana pemeriksaan yang lebih objektif, dapat dimanfaatkan untuk bayi dibawah 6 bulan misalnya pemeriksaan Behavioral Observation Test (BOT) atau Behavioral Observation Audiometry (BOA). Pada anak usia 6 bulan atau lebih pemeriksaan behavioral juga dapat dilakukan untuk konfirmasi pemeriksaan objektif yang telah dilakukan, terutama bila menghadapi kendala untuk memperoleh pemeriksaan yang bersifat frequency spesific.4

Tabel 4.1 Kemampuan auditorik pada anak4UsiaKemampuan Auditorik

0 - 4 bulanBila diberikan stimulus bunyi, respon mendengar yang terjadi masih bersifat refleks (behavioral responses) seperti: - Refleks auropalpebral (mengejapkan mata) - Heart rate meningkat - Eye widening (melebarkan mata) - Cessation (berhenti menyusu) - Grimacing (mengerutkan wajah)

4 - 7 bulan4 bulan : memutar kepala pada arah horizontal; masih lemah (belum konsisten) 7 bulan : memutar kepala pada arah horizontal dengan cepat; namun pada arah bawah masih lemah

7 - 9 bulanMemutar kepala dengan cepat; mengidentifikasi sumber bunyi dengan tepat

9 - 13 bulan12 bulan : keingintahuan terhadap bunyi lebih besar; mencari sumber bunyi yang berasal dari arah atas 13 bulan : dapat mengidentifikasi bunyi dari semua arah dengan cepat

Tabel 4.2 Indeks Tingkah Laku Auditori pada Bayi, Stimuls dan Level Respon14, 15UsiaNoise-makers(dB)Nada murni warbled (dBHL)Speech (dBHL)Respon

0-6 mgg50-707840-60- Eye widening (melebarkan mata)- Refleks auropalpebral (mengejapkan mata)- Bangun dari tidur- Terkejut

6 mgg - 4 bln50-607047Eye widening (melebarkan mata)Refleks auropalpebral (mengejapkan mata)Mata menolehBayi terdiam

4-7 bln40-505121memutar kepala pada arah horizontal; masih lemah (belum konsisten)

7-9 bln30-404515memutar kepala pada arah horizontal dengan cepat; namun pada arah bawah masih lemah

9-13 bln25-35388memutar kepala pada arah horizontal dan bawah dengan cepat; namun pada arah atas masih lemah

13-16 bln25-30325memutar kepala pada arah horizontal, bawah dan atas dengan cepat

16-21 bln25255memutar kepala pada arah horizontal, bawah dan atas dengan cepat

21-24 bln25263memutar kepala pada arah horizontal, bawah dan atas dengan cepat

Tujuan BOA yaitu menentukan ambang pendengaran berdasarkan unconditioned responses terhadap bunyi; misalnya refleks behavioral. Untuk menilai bayi/anak 0 - 6 bulan.

Persyaratan BOA:4 Pemeriksaan di ruang kedap suara Respon bayi dinilai oleh 2 orang pemeriksa Stimulus berjarak 1 meter dari dari telinga, di belakang garis lapang pandangan Stimulus : Audiometer + loud speaker Intensitas stimulus dikalibrasi dengan sound level meter

Langkah-langkah BOA:141. Anak duduk diantara 2 pengeras suara. Lebih baik pada ruangan yang kedap suara. Apabila anak tidak mau dipisahkan dari orang tuanya, anak dapat diletakan dipangkuan orang tuanya. Orang tua diintruksikan untuk tidak memicu anak untuk bergerak, akan lebih baik bila anak duduk di kursi kecil atau kursi tinggi untuk membatasi pergerakannya.2. Untuk menjaga ruang tes tetap sunyi, suara percakapan dan suara lain harus minimal. Anak dialihkan perhatiannya dengan melihat gambar atau bermain dengan mainan yang tidak bersuara. Audiologist mengarahkan aktifitas anak.3. Stimulus (tutur, warbled tone, atau nada sederhana) diperdengarkan pertama kali pada 0 dbHL. Apabila tidak ada respon (perubahan tingkah laku) yang terlihat, intensitas dinaikan setiap 10 dB hingga timbul respon. Prosedur ini diulang 2-3 kali. (misal terjadi respon pada 30 dB, maka pada 30 dB diulang 2-3 kali). Ketika menggunakan stimulus nada murni, digunakan 500 dan 2000 Hz untuk pertama kali. Apabila anak masih kooperatif, frekuensi pada 1000 dan 4000 Hz juga di tes pada anak tersebut.4. Perubahan perilaku termasuk menolehkan kepala atau melokalisasi smber bunyi, memulai aktifitas atau berhenti beraktifitas, melebarnya mata atau mengedip, meningkat / menurunan frekuensi menyusui, meningkatnya respirasi, mengeluarkan suara atau mencari sumber bunyi, Interval waktu antar stimulus harus bervariasi untuk menghindari pola. Penting untuk melihat anak antara stimulus untuk menentukan seberapa sering perubahan perilaku terjadi tanpa adanya stimulus. Apabila ragu anak tersebut berspon atau tidak, intensitas harus dinaikan dan perubahan perilaku lebih jelas apabila anak berespon.5. Untuk menghindari kelelahan, tes harus dilakukan secepat mungkin, apabila tidak ada respon ynag terlihat pada intensitas rendah, stimulus yang intens harus dilakukan untuk merangrang respon kaget.

Keterbatasan BOA yaitu tidak dapat menentukan threshold (ambang pendengaran). Prosedur Behavioral Obsevation Test sama dengan BOA, tetapi menggunakan stimulus yang tidak terukur frekuensi dan intensitasnya (misalnya bertepuk tangan).4

Gambar 4.1 Contoh ruangan pemeriksaan BOA

Tes Ewing, merupakan tes distraksi dengan mengamati respons anak berupa menolehnya kepala tanpa conditioning dengan menggunakan 6 jenis stimulus yang diberikan pada jarak 1 m di belakang anak :161. Bunyi : psss-psss untuk menggambarkan suara frekuensi tinggi2. Suara frekuensi rendah : uuh- uuh 3. Suara sendok dan cangkir (white noise )4. Suara remasan kertas ( frekuensi 6000 Hz )5. Suara bel (frekuensi puncak 2000 Hz )6. Mainan giring-giring ( frekuensi puncak 4000 Hz )Pada prinsipnya ada 4 jenis stimulus yang dipakai untuk refleks orientasi bayi terhadap suara:16 Suara manusia atau kata-kata (live voice ) Bunyi alat musik : perkusi ( genderang ) ,bel, triangle Alat tiup : 120-1900 Hz Suara-suara yang mudah dikenal : bunyi decak mulut, ketukan pintu, remasan kertas atau plastik

Noise maker sederhana yang dapat dipakai untuk tes BOA:16 Bola ping-pong diisi 6 butir beras panjang, 40 dB, 10 cm dibelakang telinga anak diberi tangkai untuk pegangan ; tangkai diputar2 secara perlahan Terompet 100 dB, 10 cm dibelakang telinga anak Plastik diremas-remas, 40 dB, 10 cm dibelakang telinga Menggesek tepi cangkir dengan sendok 4000 Hz Mengetuk dasar cangkir dengan sendok 900 Hz Suara mulut sssss 4000 Hz Suara mulut oe-oe-oe 250 Hz

Audiometri skrining medan bebasAudiometri skrining medan bebas mengadaptasi pada fungsi dasar BOA, dengan tambahan sesuai kebutuhan klinis di lapangan. Perbedaannya adalah alat ini meggunakan pengeras suara (speaker) terpisah yang diletakan statis di depan, kanan dan kiri pasien dengan azimut 45 derajat. Tujuannya agar membatasi reaksi dari pasien yang hanya akibat stimulus suara, bukan karena gangguan visual pergerakan alat atau pemeriksa.17Audiometri skrining medan bebas ini telah digunakan dalam penelitian Hartanto dkk pada 86 anak yang menderita otitis media. Pada hasil penelitian disebutkan bahwa tingkat ketepatan audiometri skrining medan bebas hampir sama dengan audiometri nada murni dalam mendeteksi gangguan dengar pada anak-anak sekolah dasar yang menderita otitis media.18Pada dasarnya sistem tersebut memberikan stimulus suara dengan frekuensi dan intensitas tertentu melalui pengeras suara kepada pasien bayi/balita, kemudian dokter/pemeriksa mengamati ada tidaknya reaksi pesien terhadap stimulus.17 Stimulus suara yang diberikan pada alat ini yaitu suara warble (modulasi frekuensi / FM). Suara warble dengan empat frekuensi penting yaitu 500, 1000, 2000 dan 4000 Hz ememiliki frekuensi spesifik dan merupakan stimulus utama dalam menetukan sensitivitas pendengaran. Masing-masing stimulus suara dapat dibunyikan di pengeras suara kanan atau kiri dan dalam dua pilihan intensitas yaitu 30 dB atau 60 dB.17Audiometri skining bebas ini memiliki kelemahan tidak dapat secara tepat memberikan intensitas dalam pemeriksaan. Faktor yang mempengaruhinya adalah posisi pasien, akustik ruang periksa, sampai bahan dan banyaknya perabot serat orang di dalam ruangan. Tes ini juga sulit menetukan secara terpisah sensitivitas teliga kanan atau kiri karena terjadi cross hearing pada pendengaran binaural. Walaupun terdapat banyak kendala dalam pemeriksaan medan bebas, namun harus dipastikn memiliki petunjuk kerja yang baik untuk mendekati keadaan ideal sebaik-baiknya.17Sistem audiometri skrining medan bebas merupakan suatu sistem dengan biaya terjangkau, sehingga dirancang memiliki bentuk yang sederhana, ringkas namun dapat diandalkan. Untuk memudahkan penggunaan, catu daya yang digunakan adalah 3 baterai AAA sehingga memiliki spesifikasi berdaya rendah agar pengoperasian alat dapat bertahan lama. Audiometer skrining bebas dikalibrasi keluaran intensitas suara dengan Sound Level Meter (SLM) kelas-1 merk RION tipe NL-31 di ruang emi Anechooic Laboratorium Bangunan dan Akustik Teknik Fisik FTI ITB. Posisi keika pengukuran adalah speaker alat audiometer diletakkan posisi 45O menghadap SLM dengan ketinggian yang sama dengan jarak satu meter. Pada titik acuan didapatkan intensitas yang dihasilkan alat ini adalah 60 dBHL (3 dB) dan 30 dBHL (3 dB). Alat ini mempunyai sensitivitas 90,9% dan spesifitas 68,4%.17

4.2 Visual Reinforcement Audiometry (VRA) VRA bertujuan untuk menentukan ambang pendengaran bayi 7-30 bulan dengan menilai conditioned response (respons yang telah dilatih terlebih dahulu). Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk menentukan ambang pendengaran. Keterbatasan : karena stimulus berasal dari pengeras suara (loudspeaker), maka ambang yang diperoleh menunjukkan kondisi telinga yang lebih baik.4Prosedur pemeriksaan yaitu, bayi dilatih terlebih dahulu untuk memberikan respons khusus (misal memutar kepala) terhadap stimulus bunyi dengan kekerasan bunyi (intensitas ambang dengar yaitu stimulus terkecil yang masih menghasilkan respons.4

Gambar 4.2 Visual Reinforcement Audiometry (VRA) Keterangan Gambar 8 S : Speaker; VR : Visual reinforcer; P : Orang tua( memangku bayi); I : Bayi; A : Pemeriksa; TA : Observer4

Langkah-langkah VRA :141. Ruangan tes diatur dengan meletakan speaker berwarna hitam di sudut ruangan. Di dalam speaker tersebut dapat muncul ilumiasi cahaya yang bergerak (misal pergerkan boneka menabuh gendang yang mengeluarkan cahaya dan suara).2. Anak didudukan sendirian pada kursi atau pangkuan orang tua diantara dua speaker. Anak dialihkan perhatiannya dengan melihat gambar atau bermain dengan mainan yang tidak bersuara.3. Stimulus (tutur, warbled tone, or nada sederhana) diperdengarkan pertama kali pada 70 dbHL diatas perkiraan ambang dengar anak dan kotak yang mengandung mainan diberikan cahaya. Perhatian anak dialihkan dengan melihat mainan tersebut. Kondisi ini berlanjut terus dan stimulus auditori berganti-ganti diantara speaker dengan stimulus auditori dan visual ditampilkan secara simultan untuk jangka waktu 3-4 detik.4. Apabila anak terkondisikan, stimulus auditori ditampilkan tanpa rangsang visual. Mainan yang bercahaya di dalam kotak pengeras suara, hanya sebagai hadiah untuk anak apabila terdapat rangsang. Prosedur ini terus berlangsung dengan intensitas stimulus semakin menurun hingga anak tidak berespon.

4.3 Conditioned Play Audiometry (CPA) VRA bertujuan untuk menilai ambang pendengaran berdasarkan respons yang telah dilatih (conditioned) melalui kegiatan bermain terhadap stimulus bunyi. Stimulus bunyi diberikan melalui ear phone sehingga dapat diperoleh ambang pada masing-masing frekuensi (frequency-specific) dan masing-masing telinga (ear specific). Dengan teknik ini, dapat ditentukan jenis dan derajat ganggguan pendengaran. Dilakukan untuk anak usia 30 bulan - 5 tahun.4 Prosedur Pemeriksaan yaitu, terlebih dahulu anak dilatih memberikan respons melalui kegiatan bermain, misalnya memasukkan sebuah balok ke dalam kotak; bila anak mendengar suara dengan intensitas (kekerasan bunyi) tertentu. Selanjutnya intensitas diturunkan sampai diperoleh intensitas terkecil di mana anak masih memberikan respons terhadap bunyi. Bila suara diganti dengan ucapan (kata-kata) dapat juga ditentukan speech reception threshold (SRT).4 Langkah-langkah CPA :141. Dengan bantuan pemeriksa, anak memegang benda misalnya balok, berdekatan dekat dengan telinga namun tidak sampai menyentuh.2. Stimulus auditori yang telah diketahui di atas ambang anak diberikan dan pemeriksa mengarahkan tangan anak untuk membuat respon seperti menjatuhkan balok dalam suatu kontainer. Pada awalnya stimulus dapat diberikan intensitas tinggi dari headset portabel. Hadiah diberikan bila anak dapat berespon.3. Kondisi ini berlanjut terus sampai anak memperlihatkan perilaku (jatuhnya balok pada kontainer atas keinginan sendiri). 4. Earphone digunakan pada anak dan tes dilanjutkan dengan 500 dan 2000 Hz untuk yang pertama, kemudian 1000 dan 4000 Hz untuk setiap telinga.

Gambar 4.3 Contoh pemeriksaan CPA.4.4 Tes Daya Dengar (Modifikasi) Tes daya dengar (TDD) merupakan pemeriksaan subjektif untuk deteksi dini gangguan pendengaran pada bayi dan anak dengan menggunakan kuesioner bersuaraan pertanyaan- pertanyaan ada tidaknya respons (daya dengar) bayi atau anak terhadap stimulus bunyi.19, 20Pertanyaan berbeda untuk setiap kelompok usia. Untuk tiap kelompok usia, daftar pertanyaan terbagi menjadi 3 kelompok penilaian kemampuan; (1) Ekspresif, (2) Reseptif dan (3) Visual; masing-masing terdiri dari 3 pertanyaan dengan jawaban Ya atau Tidak.4Anak dengan kode HTN, GTN, dan TN dicatat pada kemampuan mana anak tidak bisa mengerjakan; dan bila dilakukan tes dibawah kelompok usianya, sampai usia mana anak bisa mengerjakan tes tersebut.19, 20Stimulasi dini pada usia 0-3 bulan didapat bayi terutama melalui pendengaran. Kemampuan daya dengar harus diketahui sedini mungkin karena adanya gangguan pendengaran akan mempengaruhi perkembangan anak terutama kemampuan bicara dan bahasa. Deteksi dini dan intervensi segera sebelum bayi berusia 6 bulan akan memberikan hasil yang baik.19, 20Alat yang digunakan yaitu kuesioner modilkasi ttd dan alat tulis, alat peraga seperti bel (lonceng), sendok, cangkir, bola dan pensil berwarna.19, 20 Adapun cara melakukan tes daya dengar alah sebagai berikut:19, 20 Tes daya dengar ini menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang dipilih sesuai dengan umur anak. Jawaban yang sesuai dengan tes yaitu: Ya: anak dapat melakukannya dulu maupun sekarang. Tidak: anak tidak dapat melakukannya dulu maupun sekarang dan anda tidak yakin bahwa anak dapat melakukan hal tersebut.Cara menilai TDD modifikasi adalah sebagai berikut:19, 20 Tes Daya Dengar menilai kemampuan bicara anak dalam 3 bidang, yaitu kemampuan ekspresif, kemampuan reseptif dan kemampuan visual. Semua kemampuan tersebut dinilai dan diberi jawaban ya atau tidak. Anak harus bisa melakukan seluruh kemampuan tersebut, sesuai kelompok umur masing-masing. Bila anak tidak dapat melakukan sesuai kelompok umur maka coba menilai anak dengan tes sesuai kelompok umur di bawahnya, cari sampai diketahui anak masuk kelompok umur mana yang sesuai. Anak yang dicurigai menderita gangguan dengar, tidak dapat melakukan kemampuan ekspresif dan reseptif sesuai umur, tetapi kemampuan visualnya masih normal. Anak dengan retardasi mental atau autism tidak dapat melakukan seluruh tes sesuai umur. Tuliskan hasil tes daya dengar pada kartu data tumbuh kembang anak. Bila semua jawaban ya berarti tidak ditemukan kelainan pada daya dengar (kode N/Normal). Bila ada minimal satu jawaban tidak berarti hati-hati ada gangguan pada daya dengar anak (kode HTN/Hati-hati Tidak Normal) dan tes dapat diulang sebulan kemudian untuk dilihat kemajuannya. Bila semua jawaban tidak berarti mungkin terdapat gangguan lain dengan atau tanpa ada gangguan pada daya dengar anak (kode GTN)/ Ada Gangguan lain dan Tidak Normal. Bila semua jawaban pada kemampuan ekspresif dan reseptif adalah tidak dengan kemampuan visual masih normal berarti terdapat kelainan pada daya dengar (kode TN/ Tidak Normal). Anak dengan kode HTN, GTN dan TN tetap dicatat pada kemampuan mana anak tidak bisa mengerjakan, dan bila dilakukan tes di bawah usianya, sampai usia mana anak bisa mengerjakan tes tersebut.

Tabel 4.3 Kuesioner Modikasi TDD. Umur kurang atau sampai 3 bulan.19, 20NoDaftar pertanyaanYaTidak

1.Kemampuan ekspresif

Apakah bayi dapat mengatakan aaaaa, ooooo?Apakah bayi menatap wajah dan tampak mendengarkan anda, lalu berbicara saat anda diam?Apakah anda dapat seolah-olah berbicara dengan bayi anda?

2.Kemampuan reseptif

Apakah bayi kaget bila mendengar suara (seperti berkedip-kedip, napas lebih cepat)?Apakah bayi kelihatan menoleh bila anda berbicara disebelahnya?

3.Kemampuan visual

Apakah bayi anda tersenyum?Apakah bayi anda kenal dengan anda, seperti tersenyum lebih cepat pada anda dibandingkan orang lain

Tabel 4.4 Kuesioner Modikasi TDD. Umur lebih dari 3 bulan sampai 6 bulan.19, 20NoDaftar pertanyaanYaTidak

1.Kemampuan ekspresif

Apakah bayi dapat tertawa keras?Apakah bayi dapat bermain menggelembungkan mulut seperti meniup balon?

2.Kemampuan reseptif

Apakah bayi memberi respons tertentu, seperti menjadi lebih riang bila anda datang?Pemeriksa duduk menghadap bayi yang dipangku orang tuanya, bunyikan bel di samping tanpa terlihat bayi, apakah bayi menoleh ke samping?

3.Kemampuan visual

Pemeriksa menatap mata bayi sekitar 45 cm, lalu gunakan mainan untuk menarik pandangan bayi ke kiri, kanan, atas dan bawah. Apakah bayi dapat mengikutinya?Apakah bayi berkedip bila pemeriksa melakukan gerakan menusuk mata, lalu berhenti sekitar 3 cm tanpa menyentuh mata?

Bila anak menderita salah satu kelainan yang tersebut di bawah ini sebaiknya anak tersebut dirujuk ke pusat kesehatan yang memiliki alat pemeriksaan pendengaran objektif, seperti OAE (Otoacoustic Emission) dan BERA (Brain Evoked Response Audiometry). Kelainan tersebut antara lain kelainan anatomi kepala dan leher, sindrom tertentu, palsi serebral, retardasi mental dan autism. Anak dengan gangguan pendengaran pada umumnya menggunakan isyarat penglihatan lebih baik. Misalnya anak masih bisa bermain dengan teman sepermainan, masih dapat disuruh dengan menggunakan bahasa tubuh atau dengan peragaan sebelumnya. Hal ini dapat membedakannya dengan retardasi mental atau autism. Kelainan anatomi pada kepala serta leher serta kecurigaan terhadap sindrom tertentu dapat dilihat pada pemeriksaan sik.19, 20

BAB VKESIMPULAN

3.1 KesimpulanGangguan pendengaran pada anak bisa bisa merupakan suatu kelainan kongenital ataupun suatu kelainan yang didapat. Gangguan pendengaran pada anak ini jika tidak cepat dideteksi dan ditangani bisa mengakibatkan gangguan perkembangan pada anak khususnya perkembangan bicara dan belajarnya.Pemeriksaan gangguan pendengaran ini bisa dilakukan semenjak anak masih bayi, tidak perlu menunggu anak bisa bicara. Anak yang mengalami faktor resiko memiliki gangguan pendengaran serta keterlambatan dalam bicara dan belajar sapatutnya dicurigai memiliki gangguan pendengaran sehingga merupakan suatu indikasi untuk melakukan pemeriksaan pendengaran.Pada prinsipnya metode tes pendengaran pada anak dibedakan menjadi dua, yaitu jenis pemeriksan subjektif meliputi Behavioral Observation Audiometry (BOA), Visual Reinforcement Audiometry (VRA), Conditioned Play Auidometry (CPA) dan Pure tone Audiometry (PTA), tes objektif meliputi timpanometri, Otoacoustic Emission (OAE), Brain Evoked Response Audiometry (BERA) dan Audiometry Steady State Respons (ASSR). Tipe pemeriksaan yang digunakan tergantung dari usia yang akan diperiksa, tingkah laku dan kecurigaan diagnostik. Namun bila memungkinkan, tetap dianjurkan untuk mengkonfirmasi hasilnya dengan pemeriksaan objektif.

DAFTAR PUSTAKA

1.Olusanya BO, Somefun AO, Swanepoel DW. 2008. The Need for Standardization of Methods for Worldwide Infant Hearing Screening: A Systematic Review. The Laryngoscope.118(10):1830-6.2.World Health Organization. Regional Office for South East Asia. 2007. Situation review and update on Deafness, hearing loss and intervention programmes. Proposed plans of action for preveniion and alleviation of hearing impairement in countries of the south east asia region. New Delhi.3.Djaelantik B. 2000. Magnitude and Etiology of Hearing Impairement in The General Population of Bandung Area, Indonesia. Preliminary Report of a WHO-PDH Multicentre Study.4.Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Kementrian Kesehatan RI. 2010. Buku Panduan Tatalaksana Bayi Baru Lahir Di Rumah Sakit. Jakarta.5.Halloran DR, Hardin JM, Wall TC. 2009. Validity of pure-tone hearing screening at well-child visits. Arch Pediatr Adolesc Med.163(2):158-63.6.Harlor ADB, Bower C, Practice Co, Medicine A, OtolaryngologyHead tSo, Surgery N. 2009. Hearing Assessment in Infants and Children: Recommendations Beyond Neonatal Screening. Pediatrics.124(4):1252-63.7.Khariwala SS, Weber PC. 2014. Anatomy and Physiology of Hearing. Dalam: Johnson JT, Rosen CA, Bailey BJ, penyunting. Bailey's Head and Neck Surgery--otolaryngology.Edisi ke 5: Wolters Kluwer Health/Lippincott Williams & Wilkins.8.Probst R, Grevers G. 2006. Basic Otorhinolaryngology: A Step-by-Step Learning Guide.Edisi ke 2. New York: Thieme.9.Lee KJ. 2012. Essential Otolaryngology: Head and Neck Surgery, Tenth Edition.Edisi.: McGraw-Hill Education.10.Bashiruddin J. 2014. Perkembangan bicara dan bahasa pada anak. Pada Continuing Professional Development Program (CPDP IX) Course and Workshop. Penatalaksanaan Gangguan Pendengaran & Perkembangan Berbicara pada Anak. Kelompok Studi Neurotologi PP PERHATI-KL & departemen THT FKUI-RS DR. Cipto Mangunkusumo. Jakarta.11.Abiratno SF. 2014. Tes fungsi persepsi wicara pada anak. Pada Continuing Professional Development Program (CPDP IX) Course and Workshop. Penatalaksanaan Gangguan Pendengaran & Perkembangan Berbicara pada Anak. Kelompok Studi Neurotologi PP PERHATI-KL & departemen THT FKUI-RS DR. Cipto Mangunkusumo. Jakarta.12.Cunningham M, Cox EO. 2003. Hearing assessment in infants and children: recommendations beyond neonatal screening. Pediatrics.111(2):436-40.13.Boatman DF, Miglioretti DL, Eberwein C, Alidoost M, Reich SG. 2007. How accurate are bedside hearing tests? Neurology.68(16):1311-4.14.Shoup AG, Roeser RJ. 2007. Audilogic Evaluation of Special Populations. Dalam: Roeser RJ, Valente M, Hosford-Dunn H, penyunting. 2007. Audiology: Diagnosis.Edisi ke 2. New York: Thieme. h. 315-34.15.Gelfand SA. 2011. Assessment of Infant and Children. Dalam: Gelfand SA, penyunting. Essentials of Audiology.Edisi ke 3. New York: Thieme. h. 261-80.16.Faisa S. Deteksi Dini Gangguan Pendengaran Pada Anak. Melalui: http://hearing.kasoem.co.id/pendengaran/32-deteksi-dini-gangguan-pendengaran-pada-anak-1-?showall=1. Journal [serial on the Internet]. Date.17.Yusup PA. 2009. Perancangan dan implemetasi audiomter skrining bebas untuk anak balita. (tesis). Bandung. Institut Teknologi Bandung.18.Hartanto WW. 2011. Tingkat ketepatan audiometer skrining medan bebas untuk mendeteksi gangguan dengar pada ana-aak sekolah dasar yang menderita otitis media. (tesis). Bandung. Program pasca sarjana Universitas Padjadjaran.19.Andriani R, Sekartini R, Suwento R, Batubara JR. 2010. Peran Instrumen Modifikasi Tes Daya Dengar sebagai Alat Skrining Gangguan Pendengaran pada Bayi Beresiko Tinggi Usia 0-6 Bulan. Sari Pediatri.12(3):174-83.20.Fatmawaty. 2005. Tes daya dengar sebagai uji tapis terhadap kemungkinan gangguan pendengaran pada anak dengan keterlambatan bicara (disertasi). Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.