BAB 1PENDAHULUAN
Bila terjadi henti nafas, jantung dapat terus memompa darah
selama beberapa menit dan sisa O2 yang ada dalam paru dan darah
akan terus beredar ke otak dan organ vital lain. Penanganan dini
pada korban dengan henti napas atau sumbatan jalan napas dapat
mencegah henti jantung. Henti jantung dapat disertai oleh:
fibrilasi ventrikuler takikardi ventrikular, asistole ventrikular
atau disosiasi elektromekanis.
Penilaian terhadap bantuan hidup dasar sangat penting. Tindakan
resusitasi (yaitu posisi, pembukaanjalan napas, napas buatan dan
kompresi dada luar) dilakukan kalau memang betul dibutuhkan. Ini
ditentukan penilaian yang tepat. Setiap langkah ABC, resusitasi
jantung paru dimulai dengan penentuan tidak ada respon, tidak ada
napas, dan tidak ada nadi.
Pada korban yang tiba-tiba kolaps, kesadarannya harus segera
dihentikan dengan tindakan goncangan dan teriak yang terdiri dari
menggoncangkan korban dngan lembut dan memanggil dengan
keras-keras. Bila tidak dijumpai tanggapan, hendaknya korban
diletakkan dala posisi terlentang dan ABC bantuan hidup dasar
hendaknya dilakukan.BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI DAN FISIOLOGIA. LARING
Anatomi Laring
Laring merupakan bagian yang terbawah dari saluran napas bagian
atas dan terdapat sepanjang vertebra servikalis IV - VI. Bentuknya
menyerupai limas segitiga terpancung, dengan bagian atas lebih
besar daripada bagian bawah. Batas atas laring adalah aditus
laring, sedangkan batas bawahnya ialah batas kaudal kartilago
krikoid.2
Bangunan kerangka laring tersusun dari satu tulang, yaitu tulang
hioid, dan beberapa buah tulang rawan. Tulang hioid berbentuk
seperti huruf U, yang permukaan atasnya dihubungkan dengan lidah,
mandibula, dan tengkorak oleh tendo-tendo dan otot-otot. Tulang
rawan yang menyusun laring adalah kartilago epiglotis, kartilago
aritenoid, kartilago kornikulata, kartilago kuneiformis, dan
kartilago tritisea. Kartilago krikoid dihubungkan dengan kartilago
tiroid oleh ligamentum krikotiroid.2
Gambar 1. Anatomi Laring.2
Gambar 2. Kartilago tritisea.2
Batas atas rongga laring ialah aditus laring, batas bawahnya
ialah bidang yang melalui pinggir bawah kartilago krikoid. Batas
depannya ialah epiglotis, batas belakang ialah tuberkulum
kornikulata Santorini dan insisura interaritenoidea, batas
lateralnya adalah plika ariepiglotika dan tuberkulum
kuneiformis.2
Dengan adanya lipatan mukosa pada ligamentum vokale dan
ligamentum ventrikulare, maka terbentuklah plika vokalis (pita
suara asli) dan plika ventrikularis (pita suara palsu). Bidang
antara plika vokalis kiri dan kanan disebut rima glotis, sedangkan
antara kedua plika ventrikularis, disebut rima vestibuli. Plika
vokalis dan plika ventrikularis membagi rongga laring dalam 3
bagian, yaitu vestibulum laring, glotik, dan subglotik. Vestibulum
laring ialah rongga laring yang terdapat di atas plika
ventrikularis. Daerah ini disebut supraglotik. Antara plika vokalis
dan plika ventrikularis, pada tiap sisinya disebut ventrikulus
laring Morgagni. Daerah subglotik adalah rongga laring yang
terletak di bawah plika vokalis.2
Gambar 3. Aditus Laring, batas-batas laring; tampak dorsal2B.
Fisiologi Laring
Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi,
menelan, serta fonasi. Fungsi laring untuk proteksi ialah untuk
mencegah makanan dan benda asing masuk ke dalam trakea, dengan
jalan menutup aditus laring dan rima glotis secara bersamaan.
Penutupan rima glotis terjadi karena aduksi plika vokalis.
Kartilago aritenoid kiri dan kanan mendekat karena aduksi otot-otot
intrinsik. Sedangkan dengan refleks batuk, benda asing yang telah
masuk ke dalam trakea dapat dibatukkan keluar. 2
Fungsi respirasi dari laring ialah dengan mengatur besar
kecilnya rima glotis. Bila m.krikoaritenoid posterior berkontraksi
akan menyebabkan prosesus vokalis kartilago aritenoid bergerak ke
lateral, sehingga rima glotis terbuka (abduksi). Dengan terjadinya
perubahan tekanan udara di dalam traktus trakeo-bronkial akan dapat
mempengaruhi sirkulasi darah dari alveolus, sehingga mempengaruhi
sirkulasi darah tubuh. Dengan demikian laring berfungsi juga
sebagai alat pengatur sirkulasi darah.2
Fungsi laring dalam membantu proses menelan ialah dengan 3
mekanisme, yaitu gerakan laring bagian bawah ke atas, menutup
aditus laringis, dan mendorong bolus makanan turun ke hipofaring
dan tidak mungkin masuk ke dalam laring. Fungsi laring yang lain
ialah untuk fonasi, dengan membuat suara serta menentukan tinggi
rendahnya nada.2C. Obstruksi laring
Obstruksi laring adalah keadaan tersumbatnya laring yang dapat
disebabkan oleh radang, benda asing (korpus alienum), trauma, tumor
baik tumor jinak ataupun ganas, alergi (edema angioneurotik) dan
kelumpuhan nervus rekuren bilateral.2,5Obstruksi jalan napas yang
jelas di laringotrakea sangat berbeda dengan penyakit paru
obstruktif menahun. Obstruksi laringotrakea ditandai dengan
meningakatnya usaha ventilasi untuk mempertahankan batas normal
ventilasi alveolus sampai terjadi kelelahan. Pada pasien yang
lelah, kematian terjadi dalam beberapa menit atau jam setelah usaha
ventilasi maksimal tidak dapat mempertahankan ventilasi alveolus
yang normal.2,3D. Sumbatan jalan nafas dapat total atau
partial.
Tanda-tanda obstruksi partial:
1. Stridor (nafasnya berbunyi), terdengar seperti ngorok, bunyi
kumur-kumur atau melengking.
2. Retraksi otot dada kedalam didaerah supraclavicular,
suprasternal, sela iga dan epigastrium selama inspirasi
3. Nafas paradoksal (pada waktu inspirasi dinding dada menjadi
cekung/datar bukannya mengembang/ membesar).
4. Balon cadangan pada mesin anestesi kembang kempisnya
melemah.
5. Nafas makin berat dan sulit (kerja otot-otot nafas
meningkat).
6. Sianosis, merupakan tanda hipoksemia akibat obstruksi jalan
nafas yang lebih berat.
Tanda-tanda obstruksi total:Serupa dengan obstruksi partial,
akan tetapi gejalanya lebih hebat dan stridor justru menghilang
1. Retarksi lebih jelas
2. gerak paradoksal lebih jelas
3. Kerja otot nafas tambahan meningkat dan makin jelas.
4. Balon cadangan tidak kembang kempis lagi.5. Sianosis lebih
cepat timbul.Sumbatan total tidak berbunyi dan menyebabkan asfiksia
(hipoksemia ditambah hiperkarbia), henti nafas dan henti jantung
(jika tidak dikoreksi) dalam waktu 5 10 menit. Sumbatan partial
berisik dan harus pula dikoreksi segera, karena dapat menyebabkan
kerusakan otak hipoksik, sembab otak atau paru dan penyulit lain
serta dapat menyebabkan kepayahan, henti nafasdan henti jantung
sekunder.1E. Tindakan penguasaan jalan nafas darurat.
Letakkan pasien pada posisi terlentang pada alas keras ubin atau
selipkan papan kalau pasien diatas kasur. Jika tonus otot
menghilang, lidah akan menyumbat faring dan epiglotis akan
menyumbat laring. Lidah dan epiglotis penyebab utama tersumbatnya
jalan nafas pada pasien tidak sadar. Untuk menghindari hal ini
dilakukan beberapa tindakan, yaitu:
1. Perasat kepala tengadah-dagu diangkat (head tilt-chin lift
manuever)
Perasat ini dilakukan jika tidak ada trauma pada leher. Satu
tangan penolong mendorong dahi kebawah supaya kepala tengadah,
tangan lain mendorong dagu dengan hati-hati tengadah, sehingga
hidung menghadap keatas dan epiglotis terbuka, sniffing position,
posisi hitup.
2. Perasat dorong rahang bawah (jaw thrust manuever)
Pada pasien dengan trauma leher, rahang bawah diangakat didorong
kedepan pada sendinya tanpa menggerakkan kepala leher. Karena lidah
melekat pada rahang bawah, maka lidah ikut tertarik dan jalan nafas
terbuka.
Jika henti jantung terjadi diluar rumah sakit, letakkan pasien
dalam posisi terlentang, lakukan manuever triple airway (kepala
tengadah, rahang didorong kedepan, mulut dibuka) dan kalau rongga
mulut ada cairan, lendir atau benda asing lainnya, bersihkan dahulu
sebelum memberikan nafas buatan.
Pasien tidak sadar hendaknya diletakan horisontal, tetapi kalau
diperlukan pembersihan jalan nafas maka pasien dapat diletakkan
dengan posisi kepala dibawah (head down tilt) untuk mengeluarkan
benda asing cair oleh gravitasi. Jangan meletakkan pasien pada
posisi telungkup karena muka sukar dicapai, menyebabkan sumbatan
mekanis dan mengurang kekembungan dada.
Posisi lurus terlentang ditopang dianjurkan utnuk pasien koma
diawasi yang memerlukan resusitasi. Peninggian bahu dengan
meletakkan bantal atau handuk yang dilipat dibawahnya mempermudah
ekstensi kepala. Akan tetapi jangan sekali-kali meletakkan bantal
dibawah kepala pasienyang tidak sadar (dapat menyebabkan leher
fleksi sehingga menyebabkan sumbatan hipofaring) kecuali pada
intubasi trakea.
Pada kasus trauma pertahankanlah kepala-leher-dada pada satu
garis lurus. Ekstenskan kepala sedang, jangan maksimum. Jangan
memutar kepala korban kesamping, jangan memfleksikan kepalanya.
Jika korban harus dimiringkan untuk membersihkan jalan nafasnya,
pertahankanlah kepala-leher-dada tetap dalam satu garis lurus,
sementara penolong lain memiringkan korban
Posisi mantap dianjurkan utnuk pasien koma bernafas
spontanEtiologi1. Penyakit infeksi pada laring
Croup
Croup adalah suatu penyakit infeksi laring yang berkembang
cepat, menimbulkan stridor dan obstruksi jalan nafas. Croup dapat
dibedakan menjadi laringitis supraglotitis (epiglotitis) akut dan
laringitis subglotis akut.
Manifestasi Klinis
Secara klinis, kedua penyakitnya tampak serupa dimana pasien
gelisah, cemas, stridor, retraksi dan sianosis. Anak dengan
epiglotitis cenderung duduk dengan mulut terbuka dan dagu mengarah
ke depan, tidak serak dan cenderung tidak disertai dengan batuk,
namun kemungkinan besar mengalami disfagia. Karena nyeri untuk
menelan, maka anak cenderung mengiler. Disfagia pada epiglotitis
dapat merupakan pertanda kolaps. Kolaps merupakan akibat perluasan
inflamasi sepanjang mulut esofagus, dan berarti proses inflamasi
telah menyebabkan pembengkakan epiglotis yang nyata. Anak dengan
laringitis subglotis akut biasanya serak dengan batuk croupy
(menggonggong) dan kering.3,4Diagnosis
Diagnosis biasanya dibuat berdasarkan penemuan klinis dan
riwayat perjalanan penyakit. Pada epiglotitis, foto Rontgen
jaringan lunak leher dapat memperlihatkan pembengkakan yang khas
pada daerah supraglotik memenuhi saluran nafas. Sedangkan pada
laringitis subglotis akut foto Rontgen lateral leher akan
memperlihatkan penyempitan di infraglotik.3Penatalaksanaan
Pemberian cairan intravena dimulai untuk mencegah dehidrasi dan
pengeringan sekret. Udara dingin dan lembab juga perlu diberikan,
sebaiknya dengan uap air berukuran partikel terkecil. Terapi
antibiotik terhadap Haemophilus dan Staphylococcus dimulai sambil
menunggu hasil biakan. Antibiotik seharusnya tidak boleh ditunda,
karena secara klinis sulit untuk membedakan jenis croupy dan
perjalanan penyakit dapat sangat cepat.3 2. TRAUMA1. Trauma
laring
Trauma pada laring dapat berupa trauma tumpul atau trauma tajam
akibat luka sayat, luka tusuk,dan luka tembak. Trauma tumpul pada
daerah leher selain dapat merusak struktur laring juga menyebabkan
cedera pada jaringan lunak seperti otot, saraf, pembuluh
darah.5
Ballanger membagi penyebab trauma laring atas:51. Trauma mekanik
eksternal (trauma tumpul, trauma tajam, komplikasi trakeostomi atau
krikotirotomi) dan mekanik internal (akibat tindakan endoskopi,
intubasi endotrakea, atau pemasangan pipa nasogaster).2. Trauma
akibat luka bakar oleh panas (gas atau cairan yang panas) dan kimia
(cairan alkohol, amoniak, natrium hipoklorit, dan lisol) yang
terhirup.3. Trauma akibat radiasi pada pemberian radioterapi tumor
ganas leher.4. Trauma otogen akibat pemakaian suara yang berlebihan
(vokal abuse) misalnya akibat berteriak, menjerit keras, atau
bernyanyi dengan suara keras.5Patofisiologi
Trauma laring dapat menyebabkan edema dan hematoma di plika
ariepiglotika dan plika ventrikularis, oleh karena jaringan
submukosa di daerah ini mudah membengkak. Selain itu mukosa faring
dan laring mudah robek, yang akan diikuti dengan terbentuknya
emfisema subkutis di daerah leher. Infeksi sekunder melalui robekan
ini dapat menyebabkan selulitis, abses, atau fistel.
Tulang rawan laring dan persendiannya dapat mengalami fraktur
dan dislokasi. Kerusakan pada perikondrium dapat menyebabkan
hematoma, nekrosis tulang rawan, dan perikondritis yang
mengakibatkan penyempitan lumen laring dan trakea. Robekan mukosa
yang tidak dijahit dengan baik, yang diikuti oleh infeksi sekunder,
dapat menimbulkan terbentuknya jaringan granulasi, fibrosis, dan
akhirnya stenosis.2,9Gejala Klinik
Pasien trauma laring sebaiknya dirawat untuk observasi dalam 24
jam pertama. Timbulnya gejala stridor yang perlahan-lahan yang
makin menghebat atau timbul mendadak sesudah trauma merupakan tanda
adanya sumbatan jalan napas.2,3
Suara serak (disfoni) atau suara hilang (afoni) timbul bila
terdapat kelainan pita suara akibat trauma seperti edema, hematoma,
laserasi, atau parese pita suara. Emfisema subkutis terjadi bila
ada robekan mukosa laring atau trakea, atau fraktur tulang-tulang
rawan laring hingga mengakibatkan udara pernapasan akan keluar dan
masuk ke jaringan subkutis leher.2
Hemoptisis dan hematemesis dapat terjadi akibat laserasi mukosa
jalan napas dan bila jumlahnya banyak dapat menyumbat jalan napas.
Perdarahan ini biasanya terjadi akibat luka tusuk, luka sayat, luka
tembak, maupun luka tumpul. Disfagia (sulit menelan) dan odinofagia
(nyeri menelan) dapat timbul akibat ikut bergeraknya laring yang
mengalami cedera pada saat menelan.2,3
Gejala luka tertutup tergantung pada berat ringannya trauma.
Pada trauma ringan gejalanya dapat berupa nyeri pada waktu menelan,
waktu batuk, dan waktu bicara. Di samping itu mungkin terdapat
disfonia, tetapi belum terdapat sesak napas.Pada trauma berat dapat
terjadi fraktur dan dislokasi tulang rawan serta laserasi mukosa
laring. Sehingga menyebabkan gejala sumbatan jalan napas (stridor
dan dispnea), disfonia atau afonia, hemoptisis, hematemesis,
disfagia, odinofagia serta emfisema yang ditemukan di daerah leher,
muka, dada, dan mediastinum.7Diagnosis
Terdapatnya salah satu manifestasi klinik di atas merupakan
dasar perkiraan adanya trauma yang berat dan merupakan indikasi
untuk melakukan pemeriksaan laringoskopi tak langsung, laringoskopi
langsung dan bronkoskopi untuk menentukan adanya edema, hematoma,
mukosa dan tulang rawan yang bergeser dan paralisis pita suara.
Rontgen foto leher dan dada harus dilakukan untuk mendeteksi adanya
fraktur laring dan trauma trakea. Diagnosis luka terbuka di laring
dapat ditegakkan dengan adanya gelembung-gelembung udara pada
daerah luka, oleh karena udara yang keluar dari trakea. Berbeda
dengan luka terbuka, diagnosis luka tertutup pada laring lebih
sulit.2,3Penatalaksanaan
Sebagai terapi awal pada trauma laring akut ialah dengan
mempertahankan aliran udara adekuat, mungkin diperlukan tindakan
trakeostomi.2,3
Luka terbuka dapat disebabkan oleh trauma tajam pada leher
setinggi laring, misalnya oleh pisau, celurit, dan peluru.
Penatalaksanaan luka terbuka pada laring terutama ditujukan pada
perbaikan saluran napas dan mencegah aspirasi darah ke paru.
Tindakan yang segera harus dilakukan ialah trakeostomi dengan
menggunakan kanul trakea yang memakai balon, sehingga tidak terjadi
aspirasi darah. Setelah trakeostomi barulah dilakukan eksplorasi
untuk mencari dan mengikat pembuluh darah yang cedera serta
memperbaiki struktur laring dengan menjahit mukosa dan tulang rawan
yang robek.Untuk mencegah infeksi dan tetanus dapat diberikan
antibiotika dan serum anti tetanus.2,3Komplikasi
Komplikasi trauma laring dapat terjadi apabila penatalaksanaanya
kurang tepat dan cepat. Komplikasi yang dapat timbul antara lain:1.
Terbentuknya jaringan parut dan terjadinya stenosis laring
2. Paralisis nervus rekuren
3. Infeksi luka dengan akibat terjadinya perikondritis, jaringan
parut, dan stenosis laring dan trakea.2 3. Tumor
Tumor jinak laring tidak banyak ditemukan, karena hanya kurang
lebih 5% dari semua jenis tumor laring. Tumor jinak laring dapat
berupa papiloma laring, adenoma, kondroma, mioblastoma sel
granuler, hemangioma, lipoma dan neurofibroma. Papiloma laring
merupakan tumor jinak laring yang paling banyak frekuensinya.
Gejala khasnya berupa disfonia dan apabila papiloma telah menutup
rima glotis maka timbul sesak nafas dengan stridor yang dapat
bertambah hebat sampai terjadi sumbatan total jalan napas.2,8
Papiloma pada orang dewasa merupakan lanjutan dari papilomatosis
infantil atau tumbuh pada usia pertengahan. Kedua keadaan ini dapat
berubah jadi karsinoma sel skuamosa. Perubahan ke arah keganasan
terjadi khusus pada penderita yang sebelumnya pernah mendapat
radioterapi.5
Terapi
Ada 3 cara penanggulangan yang lazim dilakukan, yakni
pembedahan, radiasi, obat sitostatika ataupun kombinasinya
tergantung pada stadium penyakit dan keadaan umum pasien. Sebagai
patokan dapat dikatakan stadium 1 dikirim untuk mendapatkan
radiasi, stadium 2 dan 3 dikirim untuk dilakukan operasi, stadium 4
dilakukan operasi dengan rekonstruksi, bila masih memungkinkan atau
dikirim untuk mendapatkan radiasi. Jenis pembedahan adalah
laringektomi totalis ataupun parsial, tergantung lokasi dan
penjalaran tumor, yang sering dilakukan adalah laringektomi totalis
karena beberapa pertimbangan, sedangkan laringektomi parsial jarang
dilakukan, karena teknik sulit untuk mentukan batas tumor. Selain
itu dilakukan juga diseksi leher radikal bila terdapat penjalaran
ke kelenjar limfa leher.4. Korpus alienum
Benda asing di dalam suatu organ ialah benda yang berasal dari
luar tubuh atau dari dalam tubuh, yg dalam keadaan normal tidak
ada. Benda asing yang berasal dari luar tubuh, disebut benda asing
eksogen, biasanya masuk melalui hidung atau mulut. Sedangkan yang
berasal dari dalam tubuh, disebut benda asing endogen.
Benda asing eksogen terdiri dari benda padat, cair atau gas.
Benda asing eksogen padat terdiri dari zat organik, seperti
kacang-kacangan (yg berasal dari tumbuh-tumbuhan), tulang (yg
berasal dari kerangka binatang) dan zat anorganik seperti paku,
jarum, peniti, batu dan lain-lain. Benda asing eksogen cair dibagi
dalam benda cair yg bersifat iritatif, seperti zat kimia, dan benda
cair non-iritatif, yaitu cairan dengan pH 7,4.
Benda asing endogen dapat berupa sekret kental, darah atau
bekuan darah, nanah, krusta, perkijuan, membran difteri, bronkolit,
cairan amnion, mekonium dapat masuk ke dalam napas saluran bayi
pada saat proses persalinan. 2Etiologi & faktor
predisposisi
Faktor yang mempermudah terjadinya aspirasi benda asing kedalam
saluran napas antara lain, faktor personal (umur, jenis kelamin,
pekerjaan, kondisi sosial, tempat tinggal), kegagalan mekanisme
proteksi yang normal, (antara lain keadaan tidur, kesadaran
menurun, alkoholisme), proses menelan yg belum sempurna pada anak,
ukuran dan bentuk serta sifat benda asing. Faktor kecorobohan,
(antara lain meletakan benda asing dimulut, makan atau minum
tergesa-gesa, makan sambil bermain (pada anak), memberikan kacang
atau permen pada anak yang gigi molarnya belum lengkap.
2Diagnosis
Diagnosis klinis benda asing disaluran napas ditegakan
berdasarkan anamnesis adanya riwayat tersedak sesuatu, tiba-tiba
timbul choking (rasa tercekik), gejala, tanda, pemeriksaan fisik
dengan auskultasi, palpasi dan pemeriksaan radiologik sebagai
pemeriksaan penunjang. Diagnosis pasti benda asing disaluran napas
ditegakan setelah dilakukan tindakan endoskopi atas indikasi
diagnostik dan terapi.2Gejala dan tanda
Gejala sumbatan benda asing didalam saluran napas tergantung
pada lokasi benda asing, derajat sumbatan (total atau sebagian),
sifat, bentuk dan ukuran benda asing.
Benda asing di laring dapat menutup laring, tersangkut diantara
pita suara atau berada di subglotis. Gejala sumbatan laring
tergantung pada besar, bentuk dan letak (posisi) benda asing.
Sumbatan total di laring akan menimbulkan keadaan yang gawat
biasanya kematian mendadak karena terjadi asfiksia dalam waktu
singkat. Hal ini disebabkan oleh timbulnya spasme laring dengan
gejala antara lain disfonia sampai afonia, apne dan sianosis.
Sumbatan tidak total di laring dapat menyebabkan gejala suara
parau, disfonia sampai afonia, batuk yang disertai sesak (croupy
cough), odinofagia, mengi, sianosis, hemoptisis, dan rasa subyektif
dari benda asing (pasien akan menunjuk lehernya sesuai dengan letak
benda asing itu tersangkut) dan dispne dengan derajat
bervariasi.Penatalaksanaan
Pasien dengan benda asing di laring harus diberi pertolongan
dengan segera, karena asfiksia dapat terjadi dalam waktu hanya
dalam beberapa menit. Pada anak dengan sumbatan total pada laring,
dapat dicoba dengan menolongnya dengan memegang anak dengan posisi
terbalik, kepala ke bawah, kemudian daerah punggung/tengkuk
dipukul, sehingga diharapkan benda asing dapat dibatukkan ke
luar
Cara lain untuk mengeluarkan benda asing yang menyumbat laring
secara total ialah dengan cara perasat dari Heimlich (Heimlich
maneuver), dapat dilakukan pada anak maupun orang dewasa. Menurut
teori heimlich, benda asing masuk ke dalam laring ialah pada waktu
inspirasi.
Dengan demikian paru penuh oleh udara, diibaratkan sebagai botol
plastik yang tertutup, dengan menekan botol itu, maka sumbatnya
akan terlempar ke luar.5. AlergiEdema Angioneurotik
Edema angioneurotik mukosa laring adalah salah satu penyebab
obstruksi laring yang biasanya disebabkan oleh alergi. Edema laring
angioneurotik akuta dapat mengobstruksi saluran pernapasan setelah
respon imun humoral akut terhadap berbagai antigen seperti sengatan
lebah, suntikan antibiotika dan makanan. Gejalanya berupa suara
parau yang progresif setelah kontak. 5,6Penatalaksanaan
Diindikasikan suntikan epinefrin, oksigen dan selanjutnya
penyelidikan alergi tindak lanjut. Pada keadaan parah, diperlukan
krikotiroidotomi maupun trakeostomi untuk menyelamatkan jiwa.5,66.
Kelumpuhan nervus rekurens bilateral
Paralisis ini kebanyakan disebabkan oleh proses pembedahan
tiroid,terutama total tiroidektomi. Penyebab lainnya yang jarang
adalah karena pertumbuhan tumor tiroid yang malignan.
Paralisis bilateral n. Laringeus rekurens menyebabkan sesak
nafas sebab celah suara cukup sempit karena kedua pita suara tidak
dapat abduksi pada inspirasi sehingga menetap pada posisi
paramedian. Kadang pita suara cenderung bertaut pada inspirasi
sehingga penderita harus diselamatkan dengan intubasi dan
trakeostomi.5Manifestasi klinisGejala dan tanda sumbatan laring
adalah :
1. Suara serak (disfoni sampai afoni)
2. Sesak napas (dispnea)
3. Stridor (napas berbunyi) yang terdengan pada waktu
inspiras.
4. Cekungan yang terdapat pada waktu inspirasi di suprasternal,
epigastrium, supraklavikula dan interkostal. Cekungan itu terjadi
sebagai upaya dari otot-otot pernapasan untuk mendapatkan oksigen
yang adekuat.
5. Gelisah karena pasien haus udara (air hunger)
6. Warna muka pucat dan terakhir menjadi sianosis karena
hipoksia
Jackson membagi sumbatan laring yang progresif dalam 4 stadium
dengan tanda dan gejala:Stadium 1. Cekungan tampak pada waktu
inspirasi di suprasternal, stridor pada waktu inspirasi dan pasien
masih tenang.Stadium 2. Cekungan pada waktu inspirasi di daerah
suprasternal makin dalam, ditambah lagi dengan timbulnya cekungan
di daerah epigastrium. Pasien sudah mulai gelisah. Stridor
terdengar pada waktu inspirasi.Stadium 3. Cekungan selain di daerah
suprasternal, epigastrium juga terdapat di infraklavikuladan
sela-sela iga, pasien sangat gelisah dan dispnea. Stridor terdengar
pada waktu inspirasi dan ekspirasi.Stadium 4. Cekungan-cekungan
diatas bertambah jelas, pasien sangat gelisah, tampak sangat
ketakutan dan sianosis. Jika keadaan ini berlangsung terus maka
pasien maka akan kehabisan tenaga, pusat pernapasan paralitik
karena hiperkapnea. Pasien lemah dan tertidur, akhirnya meninggal
karena asfiksia.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan klinis dan
laringoskopi. Pada orang dewasa dilakukan laringoskopi tidak
langsung, dan pada anak laringoskopi langsung.2
Penanggulangan sumbatan laring
Prinsip penanggulangan sumbatan laring ialah menghilangkan
penyebab sumbatan dengan cepat atau membuat jalan napas baru yang
dapat menjamin ventilasi.
Dalam penanggulangan sumbatan laring pada prinsipnya diusahakan
supaya jalan napas lancar kembali. Tindakan konservatif dengan
pemberian antiinflamasi, antialergi, antibiotika, serta pemberian
oksigen intermitten dilakukan pada sumbatan laring stadium 1 yang
disebabkan peradangan. Tindakan operatif atau resusitasi untuk
membebaskan saluran napas ini dapat dengan cara memasukan pipa
endotrakea melalui mulut (intubasi orotrakea) atau melalui hidung
(intubasi nasotrakea), membuat trakeostomi atau melakukan
krikotirotomi.
Intubasi endotrakea dan trakeostomi dilakukan pada pasien dengan
sumbatan laring stadium 2 dan 3, sedangkan krikotirotomi dilakukan
pada sumbatan laring stadium 4.
Tindakan opertaif atau resusitasi dapat dilakukan berdasar
analisis gas darah (pemeriksaan Astrup). Bila fasilitas tersedia,
maka intubasi endotrakea merupakan pilihan pertama, sedangkan jika
ruangan perawatan intensif tidak tersedia sebaiknya dilakukan
trakeostomi.2Perasat heimilich
Dengan perasat Heimlich, dilakukan pada penekanan paru. Caranya
ialah, bila pasien masih dapat berdiri, maka penolong dapat berdiri
di belakang pasien, kepalan tangan penolong diletakkan di atas
prossesus xifoid, sedangkan tangan kirinya diletakkan diatasnya.
Kemudian dilakukan penekanan ke belakang dan keatas ke arah paru
pasien beberapa kali, sehingga benda asing akan terlempar ke luar
mulut.
Bila pasien sudah berbaring karena pingsan, maka penolong
bersetumpu pada lututnya di kedua sisi pasien, kepalan diletakkan
di bawah prosesus xifoid, kemudian dilakukan penekanan ke bawah dan
ke arah paru pasien beberapa kali, sehingga benda asing akan
terdorong melalui mulut. Pada tindakan ini posisi muka pasien harus
lurus, leher jangan ditekuk ke samping, supaya jalan napas
merupakan garis lurus.
Komplikasi perasat Heimich ialah kemungkinan terjadinya ruptur
lambung atau hati dan fraktur iga. Oleh karena itu pada anak
sebaiknya cara menolongnya tidak dengan menggunakan kepalan tangan,
tetapi cukup dengan menggunakan dua buah jari kiri dan
kanan.2Intubasi endrotrakea
Intubasi endotrakea adalah 1) untuk mengatasi sumbatan saluran
napas bagian atas, 2) membantu ventilasi, 3) memudahkan mengisap
sekret dari tarktus trakeo-bronkial, 4) mencegah aspirasi sekret
yang ada di rongga mulut atau yang berasal dari lambung. Intubasi
endotrakea merupakan cara yang paling cepat untuk memperbaik jalan
napas. Dapat dilakukan secara transnasal atau transoral.2,3
Pipa endotrakea yang dibuat dari bahan polyvinilchloride dengan
balon (cuff) pada ujungnya yang dapat diisi dengan udara,
diperkenalkan oleh Magill pertama kali tahun 1964, dan sampai
sekarang sering dipakai untuk intubasi. Ukuran pipa endotrakea ini
harus sesuai dengan ukuran trakea pasien dan umumnya untuk orang
dewasa dipakai yang diameter dalamnya 7-8,5 mm. Pipa endotrakea
yang dimasukkan melalui hidung dapat dipertahankan untuk beberapa
hari. Secara umum dapat dikatakan bahwa intubasi endotrakea jangan
melebihi 6 hari dan untuk selanjutnya sebaiknya dilakukan
trakeostomi.2Teknik Intubasi Endotrakea
Intubasi endotrakea merupakan tindakan penyelamat dan dapat
dilakukan tanpa atau dengan analgesia topikal dengan xylocain 10%.
Posisi pasien tidur terlentang, leher fleksi sedikit dan kepala
ekstensi. Laringoskop dengan spatel bengkok dipegang dengan tangan
kiri, dimasukkan melalui mulut sebelah kanan, sehingga lidah
terdorong ke kiri. Spatel diarahkan menelusuri pangkal lidah ke
valekula, lalu laringoskop diangkat ke atas, sehingga pita suara
dapat terlihat. Dengan tangan kanan pipa endotrakea dimasukkan
melalui mulut terus melalui celah antara kedua pita suara ke dalam
trakea. Pipa endotrakea dapat juga dimasukkan melalui salah satu
lubang hidung sampai rongga mulut dan dengan cunam Magill ujung
pipa endotrakea dimasukan ke dalam celah anatara kedua pita suara
sampai ke trakea.10
Kemudian balon diisi udara dan pipa endotrakea difiksasi dengan
baik. Apabila menggunakan spatel laringoskop yang lurus maka pasien
yang tidur terlentang itu, pundaknya harus diganjal dengan bantal
pasir, sehingga kepala mudah diekstensikan maksimal.10
Laringoskop dengan spatel yang lurus dipegang dengan tangan kiri
dan dimasukkan mengikuti dinding faring posterior dan epiglotis
diangkat horizontal ke atas bersama-sama sehingga laring jelas
terlihat. Pipa endotrakea dipegang dengan tangan kanan dan
dimasukan melalui celah pita suara sampai di trakea. Kemudia balon
diisi udara dan pipa endotrakea difiksasi dengan
plester.2Trakeostomi
Trakeostomi adalah tindakan membuat lubang pada dinding
depan/anterior trakea untuk bernapas.
Menurut letak stoma, trakeostomi dibedakan menjadi 1)
trakeostomi letak tinggi, yaitu di cincin trakea 2-3 dan 2)
trakeostomi letak rendah, setinggi cincin trakea 4-5. Berdasarkan
letak tinggi dan rendah kira-kira setinggi ismus kelenjar tiroid,
bila melakukan trakeostomi sebaiknya letak tinggi karena:
Letak trakea lebih superfisial
Dekat dengan bangunan pedoman yaitu kartilago tiroid atau
krikoid
Kanul tidak mudah lepas dan bila lepas mudah dikembalikan
Ismus atau timus pada anak tidak terganggu
Aman, karena jauh dari pembuluh darah besar.
Sedangkan mnurut waktu dilakukan tindakan maka trakeostomi
dibagi dalam 1) trakeostomi darurat dan segera dengan persiapan
sarana yang kurang dan 2) trakeostomi berencana (persiapan sarana
cukup) dan dapat dilakukan secara baik (lege artis).2Indikasi
Trakeostomi1. Mengatasi obstruksi laring2. Mengurangi ruang rugi
(dead air space) di saluran napas bagian atas seperti daerah rongga
mulut, sekitar lidah dan faring. Dengan adanya stoma maka seluruh
oksigen yang dihirupnya akan masuk ke dalam paru, tidak ada yang
tertinggal di ruang rugi itu. Hal ini berguna pada pasien dengan
kerusakan paru, yang kapasitas vitalnya berkurang.3. Mempermudah
pengisapan sekret dari bronkus pada pasien yang tidak dapat
mengeluarkan sekret secara fisiologik, misalnya pada pasien dalam
koma.4. Untuk memasang respirator (alat bantu pernapasan) 5. Untuk
mengambil benda asing dari subglotik, apabila tidak mempunyai
fasilitas bronkoskopi. 2
Untuk menghindari terjadinya komplikasi perlu diperhatikan
insisi kulit jangan terlalu pendek agar tidak sukar mencari trakea
dan mencegah terjadinya emfisema kulit. Ukuran kanul harus sesuai
dengan diameter lumen trakea. Bila kanul terlalu kecil, akan
menyebabkan kanul bergerak-gerak sehingga terjadi rangsangan pada
mukosa trakea dan mudah terlepas ke luar.2
Indikasi Krikotirotomi
Indikasi krikotirotomi antara lain ialah:
1. Perlengkapan dan alat-alat intubasi endotrakea atau
trakeostomi tidak memadai untuk mengatasi obstruksi jalan napas
yang berat.
2. Kebutuhan untuk mempertahankan jalan napas dilakukan oleh
tenaga yang tidak terlatih medis.
3. Keperluan untuk mempertahankan jalan napas pada obstruksi
laring karena tumor, sehingga seluruh bagian krikotiroid akan ikut
dikeluarkan pada saat operasi definitif. 3Teknik Krikotirotomi
Pasien tidur telentang dengan kepala ekstensi pada artikulasi
atlanto oksipitalis. Puncak tulang rawan (Adams apple) mudah
diidentifikasi difiksasi dengan jari tangan kiri. Dengan telunjuk
jari tangan kanan tulang rawan tiroid diraba ke bawah sampai
ditemukan kartilago krikoid. Membran krikotiroid terletak di antara
kedua tulang rawan ini. Daerah ini diinfiltrasi dengan anastetikum
kemudian dibuat sayatan horizontal pada kulit. Jaringan di bawah
sayatan dipisahkan tepat pada garis tengah. Setelah tepi bawah
kartilago tiroid terlihat, tusukkan pisau dengan arah ke bawah.
Kemudian, masukkan kanul bila tersedia. Jika tidak, dapat dipakai
pipa plastik untuk sementara. 2
BAB III
KESIMPULAN
Bila terjadi henti nafas penilaian terhadap bantuan hidup dasar
sangat penting. Tindakan resusitasi (yaitu posisi, pembukaanjalan
napas, napas buatan dan kompresi dada luar) dilakukan jika memang
betul dibutuhkan.
Ini ditentukan penilaian yang tepat. Setiap langkah ABC,
resusitasi jantung paru dimulai dengan penentuan tidak ada respon,
tidak ada napas, dan tidak ada nadi.
DAFTAR PUSTAKA1. Riyanto, Bambang Sigit, Barmawi Hisyam,dkk.
Manajemen Airways UNILA. Lampung: Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung. 2007.2. Soepardi, E.A, Iskandar, H.M. Telingan Hidung
Tenggorok Kepala Leher. Edisi 6. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2010.3. Ballenger, John Jacob. Insufisiensi
Pernapasan dan Trakeostomi. Dalam Buku Penyakit Telinga, Hidung,
Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi ke-13. Jakarta: Binarupa Aksara.
1994. Hal 441-63.
4. Banovetz, John D. Penyakit Infeksi Pada Laring. Dalam BOIES
Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Edisi ke-6. Jakarta: EGC. 1997. Hal
383-85.
5. Sjamsuhidajat, R, Jong, Wim de. Laring. Dalam Buku Ajar Ilmu
Bedah. Jakarta: EGC. 1997. Hal 488-97.6. Cody, Thane R, dkk. Edema
Angioneurotik. Dalam Penyakit, Telinga, Hidung dan Tenggorok.
Jakarta:EGC. 1991. Hal 365.
7. Herman B, Kartosoedirjo S.Disfonia. Dalam: Iskandar editor:
Buku ilmu kesehatan telinga tenggorok kepala dan leher. Edisi ke 6,
Jakarta: Balai Penerbit FK-UI. 2007:p.231-2368. Spector, Ogura JH.
Tumor Laring. Dalam, Ballanger JJ, Ed. Penyakit Telinga Hidung
Tenggorok, kepala dan Leher. Jilid I. Edisi ke-13. Jakarta:
Binarupa Aksara. 2000. h. 621-779. Price SA, Wilson LM. Sistem
respirasi. Konsep klinis proses-proses penyakit volume II edisi
keenam. Jakarta: EGC;2005.p.737.10. JV Divatia, K Bhowmick.
endotracheal intubation. and other airway management procedures.
Indian J. Anaesth. 2005; 49(4);308-18
Gambar 7. Papiloma Laring
Gambar 6. Epiglotitis
Gambar 5. Epiglotis normal
Interarytenoid Area
Gambar 12. Manuver Heimlich pada pasien tidak sadar
Gambar 11. Manuver Heimlich pada pasien sadar
Gambar 13. Teknik trakeostomi
Gambar 14. Memasang kanul
Gambar 15. Krikotirotomi
Gambar 9. Cara pengeluaran benda asing pada anak < 1
tahun
Gambar 10. Cara pengeluaran benda asing pada anak >1
tahun
Gambar 8. Karsinoma sel skuamosa pada laring
10