Refarat Retinopati Diabetik RETINOPATI DIABETIK I. Pendahuluan Retinopati diabetic merupakan penyebab kebutaan paling sering ditemukan pada usia dewasa, dimana pasien diabetes memiliki risiko 25 kali lebih mudah mengalami kebuataan disbanding nondiabetes. Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah.Diabetes mellitus dapat menyebabkan perubahan pada sebagian besar jaringan okuler.Perubahan ini meliputi kelainan pada kornea, glaukoma, palsi otot ekstraokuler, neuropati saraf optik dan retinopati.Diantara perubahan-perubahan yang terjadi pada struktur okuler ini yang paling sering menyebabkan komplikasi kebutaan yaitu retinopati diabetik.Hampir 100% pasien diabetes tipe 1 dan lebih dari 60% pasien diabetes tipe 2 berkembang menjadi retinopati diabetik selama dua decade pertama dari diabetes.Berbagai usaha telah dilakukan untuk mencegah atau menunda onset terjadinya kompilkasi kehilangan penglihatan pada pasien retinopati diabetik. Kontrol gula darah dan tekanan darah sebagaimana yang ditetapkan oleh Diabetes Control and Complications Trial (DCCT) dan Early Treatment DiabeticRetinopathy Study (ETDRS) dapat mencegah insidens maupun progresifitas dari retinopati diabetik. (1,2)
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Refarat Retinopati Diabetik
RETINOPATI DIABETIK
I. Pendahuluan
Retinopati diabetic merupakan penyebab kebutaan paling sering ditemukan pada usia
dewasa, dimana pasien diabetes memiliki risiko 25 kali lebih mudah mengalami kebuataan
disbanding nondiabetes. Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka
panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung,
dan pembuluh darah.Diabetes mellitus dapat menyebabkan perubahan pada sebagian besar
jaringan okuler.Perubahan ini meliputi kelainan pada kornea, glaukoma, palsi otot ekstraokuler,
neuropati saraf optik dan retinopati.Diantara perubahan-perubahan yang terjadi pada struktur
okuler ini yang paling sering menyebabkan komplikasi kebutaan yaitu retinopati diabetik.Hampir
100% pasien diabetes tipe 1 dan lebih dari 60% pasien diabetes tipe 2 berkembang menjadi
retinopati diabetik selama dua decade pertama dari diabetes.Berbagai usaha telah dilakukan
untuk mencegah atau menunda onset terjadinya kompilkasi kehilangan penglihatan pada pasien
retinopati diabetik. Kontrol gula darah dan tekanan darah sebagaimana yang ditetapkan oleh
Diabetes Control and Complications Trial (DCCT) dan Early Treatment DiabeticRetinopathy
Study (ETDRS) dapat mencegah insidens maupun progresifitas dari retinopati diabetik.(1,2)
II. Epidemiologi
Diabetes adalah penyakit yang umum terjadi pada negara maju dan menjadi masalah terbesar
di seluruh dunia. Insidens diabetes telah meningkat secara dramatis pada dekade terakhir ini dan
diperkirakan akan meningkat duakali lipat pada dekade berikutnya. Meningkatnya prevalensi
diabetes, mengakibatkan meningkat pula komplikasi jangka panjang dari diabetes seperti
retinopati, nefropati, dan neuropati, yang mempunyai dampak besar terhadap
pasien maupun masyarakat.(2)
Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan paling sering ditemukan pada usia dewasa
antara 20 sampai 74 tahun. Pasien diabetes memiliki resiko 25 kali lebih mudah mengalami
kebutaan dibanding nondiabetes.Resiko mengalami retinopati pada pasien diabetes meningkat
sejalan dengan lamanya diabetes.Pada waktu diagnosis diabetes tipe I ditegakkan, retinopati
diabetik hanya ditemukan pada <5% pasien. Setelah 10 tahun, prevalensi meningkat menjadi 40-
50% dan sesudah 20 tahun lebih dari 90% pasien sudah menderita rerinopati diabetik. Pada
diabetes tipe 2 ketika diagnosis ditegakkan, sekitar 25% sudah menderita retinopati diabetik non
proliferatif.Setelah 20 tahun, prevalensi retinopati diabetik meningkat menjadi lebih dari 60%
dalam berbagai derajat. Di Amerika Utara, 3,6% pasien diabetes tipe 1 dan 1,6% pasien diabetes
tipe 2 mengalami kebutaan total. Di Inggris dan Wales, sekitar 1000 pasien diabetes tercatat
mengalami kebutaan sebagian atau total setiap tahun.(1,2,3)
III. Definisi
Retinopati diabetik adalah kelainan retina (retinopati) yang ditemukan pada penderita
diabetes melitus. Retinopati ini tidak disebabkan oleh proses radang. Retinopati akibat diabetes
melitus lama berupa aneurisma, melebarnya vena, pedarahan dan eksudat lemak.Kelainan
patologik yang paling dini adalah penebalan membrane basal endotel kapiler dan penurunan
jumlah perisit.(4)
IV. Anatomi
Mata adalah organ penglihatan yang terletak dalam rongga orbita dengan struktur sferis
dengan diameter 2,5 cm berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan. Dari luar ke dalam,
lapisan–lapisan tersebut adalah : (1) sklera/kornea, (2) koroid/badan siliaris/iris, dan (3) retina.
Sebagian besar mata dilapisi oleh jaringan ikat yang protektif dan kuat di sebelah luar, sklera,
yang membentuk bagian putih mata. Di anterior (ke arah depan), lapisan luar terdiri atas kornea
transparan tempat lewatnya berkas–berkas cahaya ke interior mata. Lapisan tengah dibawah
sklera adalah koroid yang sangat berpigmen dan mengandung pembuluh-pembuluh darah untuk
memberi makan retina.Lapisan paling dalam dibawah koroid adalah retina, yang terdiri atas
lapisan yang sangat berpigmen di sebelah luar dan sebuah lapisan syaraf di dalam.Retina
mengandung sel batang dan sel kerucut, fotoreseptor yang mengubah energi cahaya menjadi
impuls saraf.
Gambar 1 : Anatomi Mata. (Dikutip dari kepustakaan 5)
Retina Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan multilapis yang
melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke depan
hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan berakhir di tepi ora serata. (4)
Retina dibentuk dari lapisan neuroektoderma sewaktu proses embriologi. Retina berasal
dari divertikulum otak bagian depan (proencephalon). Pertama-tama vesikel optic terbentuk
kemudian berinvaginasi membentuk struktur mangkuk berdinding ganda, yang disebut optic
cup. Dalam perkembangannya, dinding luar akan membentuk epitel pigmen sementara dinding
dalam akan membentuk sembilan lapisan retina lainnya. Retina akan terus melekat dengan
proencephalon sepanjang kehidupan melalui suatu struktur yang disebut traktus
10. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan kaca.
Gambar 3 : Foto Fundus: Retina Normal. Makula lutea terletak 3-4 mm kea rah temporal dan sedikit dibawah disk optik, Diameter vena 1,5 kali lebih besar dari arteri.(Dikutip dari
kepustakaan 7) Vaskularisasi Retina
Retina menerima darah dari dua sumber, yaitu arteri retina sentralis yang merupakan cabang
dari arteri oftalmika dan khoriokapilari yang berada tepat di luar membrana Bruch.Arteri retina
sentralis memvaskularisasi dua per tiga sebelah dalam dari lapisan retina (membran limitans
interna sampai lapisan inti dalam), sedangkan sepertiga bagian luar dari lapisan retina (lapisan
plexiform luar sampai epitel pigmen retina) mendapat nutrisi dari pembuluh darah di
koroid.Arteri retina sentralis masuk ke retina melalui nervus optik dan bercabang-cabang pada
permukaan dalam retina. Cabang-cabang dari arteri ini merupakan arteri terminalis tanpa
anastomose. Lapisan retina bagian luar tidak mengandung pembuluh-pembuluh kapiler sehingga
nutrisinya diperoleh melalui difusi yang secara primer berasal dari lapisan yang kaya pembuluh
darah pada koroid.6,7
Pembuluh darah retina memiliki lapisan endotel yang tidak berlubang, membentuk sawar
darah retina.Lapisan endotel pembuluh koroid dapat ditembus.Sawar darah retina sebelah luar
terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina.Fovea sentralis merupakan daerah avaskuler dan
sepenuhnya tergantung pada difusi sirkulasi koroid untuk nutrisinya. Jika retina mengalami
ablasi sampai mengenai fovea maka akan terjadi kerusakan yang irreversibel.6,7
Innervasi Retina
Neurosensoris pada retina tidak memberikan suplai sensibel.Kelainan-kelainan yang terjadi
pada retina tidak menimbulkan nyeri akibat tidak adanya saraf sensoris pada retina.Untuk
melihat fungsi retina maka dilakukan pemeriksaan subyektif retina seperti : tajam penglihatan,
penglihatan warna, dan lapangan pandang. Pemeriksaan obyektif adalah elektroretinogram
(ERG), elektro-okulogram (EOG), dan visual evoked respons (VER).Salah satu pemeriksaan
yang dilakukan untuk mengetahui keutuhan retina adalah pemeriksaan funduskopi.6,7
V. Faktor Resiko
Faktor resiko retinopati diabetik antara lain:1.3.10
1. Durasi diabetes, adalah hal yang paling penting. Pada pasien yang didiagnosa dengan DM
sebelum umur 30 tahun, insiden retinopati diabetic setelah 50 tahun sekitar 50% dan setelah 30
tahun mencpai 90%.
2. Kontrol glukosa darah yang buruk, berhubungan dengan perkembangan dan perburukan
retinopati diabetik.
3. Tipe Diabetes, dimana retinopati diabetik mengenai DM tipe 1 maupun tipe 2 dengan kejadian
hampir seluruh tipe 1 dan 75% tipe 2 setelah 15 tahun.
4. Kehamilan, biasanya dihubungkan dengan bertambah progresifnya retinopati diabetik, meliputi
kontrol diabetes prakehamilan yang buruk, kontrol ketat yang terlalu cepat pada masa awal
kehamilan, dan perkembangan dari preeklamsia serta ketidakseimbangan cairan.
5. Hipertensi yang tidak terkontrol, biasanya dikaitkan dengan bertambah beratnya retinopati
diabetik dan perkembangan retinopati diabetik proliferatif pada DM tipe I dan II
6. Nefropati, jika berat dapat mempengaruhi retinopati diabetik. Sebaliknya terapi penyakit ginjal
(contoh: transplantasi ginjal) dapat dihubungkan dengan perbaikan retinopati dan respon
terhadap fotokoagulasi yang lebih baik.
7. Faktor resiko yang lain meliputi merokok, obesitas,anemiadan hiperlipidemia.
VI. Diagnosis dan Klasifikasi Retinopati Diabetik
Diagnosis retinopati diabetik didasarkan atas hasil pemeriksaan funduskopi.Pemeriksaan
dengan fundal fluorescein angiography (FFA) merupakan metode diagnosis yang paling
dipercaya.Namun dalam klinik, pemeriksaan dengan oftalmoskopi masih dapat digunakan untuk
skrining.Ada banyak klasifikasi retinopati diabetik yang dibuat oleh para ahli. Pada umumnya
klasifikasi didasarkan atas beratnya perubahan mikrovaskular retina dan atau tidak adanya
pembentukan pembuluh darah baru di retina.(1)
Tabel 1 : Klasifikasi Retinopati Diabetik1,8,9
Tahap Deskripsi
Tidak ada Tidak ada tanda-tanda abnormal yang ditemukan pada retina.
retinopati Penglihatan normal.
Makulopati Eksudat dan perdarahan dalam area macula, dan/atau bukti edema
retina, dan/atau bukti iskemia retina. Penglihatan mungkin
berkurang; mengancam penglihatan.
Praproliferatif Bukti oklusi (cotton wool spot). Vena menjadi ireguler dan
mungkin terlihat membentuk lingkaran. Penglihatan normal.
Proliferatif Perubahan oklusi menyebabkan pelepasan substansi
vasoproliferatif dari retina yang menyebabkan pertumbuhan
pembuluh darah baru di lempeng optik (NVD) atau di tempat lain
pada retina (NVE). Penglihatan normal, mengancam penglihatan.
Tahap Deskripsi
Lanjut Perubahan proliferatif dapat menyebabkan perdarahan ke dalam
vitreus atau antara vitreus dan retina. Retina juga dapat tertarik
dari epitel pigmen di bawahnya oleh proliferasi fibrosa yang
berkaitan dengan pertumbuhan pembuluh darah baru. Penglihatan
berkurang, sering akut dengan perdarahan vitreus; mengancam
penglihatan.
Early Treatment Diabetik Retinopathy Study Research Group (ETDRS) membagi retinopati
diabetik atas nonproliferatif dan proliferatif.Retinopati diabetik digolongkan ke dalam retinopati
diabetik non proliferatif (RDNP) apabila hanya ditemukan perubahan mikrovaskular dalam
retina.Neovaskuler merupakan tanda khas retinopati diabetik proliferatif.1
Tabel 2 : Klasifikasi Retinopati Diabetik berdasarkan ETDRS1,8,9
Retinopati Diabetik Non-Proliferatif
1. Retinopati nonproliferatif minimal : terdapat ≥ 1 tanda berupa dilatasi vena,
mikroaneurisma, perdarahan intraretina yang kecil atau eksudat keras.
2. Retinopati nonproliferatif ringan sampai sedang : terdapat ≥ 1 tanda berupa
dilatasi vena derajat ringan, perdarahan, eksudar keras, eksudat lunak atau
IRMA.
3. Retinopati nonproliferatif berat : terdapat ≥ 1 tanda berupa perdarahan dan
mikroaneurisma pada 4 kuadran retina, dilatasi vena pada 2 kuadran, atau
IRMA pada 1 kuadran.
4. Retinopati nonproliferatif sangat berat : ditemukan ≥ 2 tanda pada retinopati
non proliferative berat.
Retinopati Diabetik Proliferatif
1. Retinopati proliferatif ringan (tanpa risiko tinggi) : bila ditemukan minimal
adanya neovaskular pada diskus (NVD) yang mencakup <1/4 dari daerah
diskus tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus, atau neovaskular
dimana saja di retina (NVE) tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus.
2. Retinopati proliferatif risiko tinggi : apabila ditemukan 3 atau 4 dari faktor
resiko sebagai berikut, a) ditemukan pembuluh darah baru dimana saja di
retina, b) ditemukan pembuluh darah baru pada atau dekat diskus optikus, c)
pembuluh darah baru yang tergolong sedang atau berat yang mencakup > ¼
daerah diskus, d) perdarahan vitreus. Adanya pembuluh darah baru yang jelas
pada diskus optikus atau setiap adanya pembuluh darah baru yang disertai
perdarahn, merupakan dua gambaran yang paling sering ditemukan pada
retinopati proliferatif dengan resiko tinggi.
Gambar 4 : Funduskopi pada NPDR. Mikroneurisma, hemorrhages intraretina (kepala panah terbuka), hard exudates merupakan deposit lipid pada retina (panah), cotton-wool spots menandakan infark serabut saraf dan eksudat halus (kepala panah hitam). (Dikutip dari
dibedakan menjadi dua yaitu gejala subjektif dan gejala obyektif.1,2,11
- Gejala Subjektif yang dapat dirasakan :
Kesulitan membaca
Penglihatan kabur disebabkan karena edema macula
Penglihatan ganda
Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
Melihat lingkaran-lingkaran cahaya jika telah terjadi perdarahan vitreus
Melihat bintik gelap & cahaya kelap-kelip - Gejala objektif pada retina yang dapat dilihat yaitu : Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah vena dengan bentuk
berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah terutama polus posterior.
Mikroaneurisma terletak pada lapisan nuclear dalam dan merupakan lesi awal yang dapat
dideteksi secara klinis. Mikroaneurisma berupa titik merah yang bulat dan kecil, awalnya tampak
pada temporal dari fovea. Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya
terletak dekat mikroaneurisma dipolus posterior.
Gambar 10 : Mikroaneurisma dan hemorrhages pada backround diabetic retinopathy
(Dikutip dari kepustakaan 10)
Gambar 11 :FA menunjukkan titik hiperlusen yang menunjukkan mikroaneurisma non-
trombosis.
(Dikutip dari kepustakaan 10)
Perubahan pembuluh darah berupa dilatasi pembuluh darah dengan lumennya ireguler dan
Stadium III Stadium II + perdarahan retina dan/atau eksudat
Stadium IV Stadium III + papilledema
Gambar 20 :A. Funduskopi mata kiri pasien,25 tahun, dengan renal hipertensi memperlihatkan white-cotton wool spot, deep focal intraretina periarteriolar transudat (FIPTs), B. Angiogram
mempelihatkan area non-perfusi. (Dikutip dari kepustakaan9 )
Berdasarkan penelitian, telah dibuat suatu tabel klasifikasi retinopati hipertensi tergantung
dari berat ringannya tanda-tanda yang kelihatan pada retina.(13)
Gambar 2.Mild Hypertensive Retinopathy. Nicking AV (panah putih) dan penyempitan focal arterioler (panah
hitam)
(A).
Terlihat
AV
nickhing
(panah
hitam)
dan
gambaran
copper
wiring
pada
arterioles
(panah
putih) (B).
(dikutip
dari
kepustakaan 13)
Gambar 3.Moderate Hypertensive Retinopathy.AV nicking (panah putih) dan cotton wool spot (panah hitam)
(A).Perdarahan retina (panah hitam) dan gambaran cotton wool spot (panah putih) (B). (dikutip dari kepustakaan
13)
Gambar 4. Multipel cotton wool spot (panah putih) dan perdarahan retina (panah hitam) dan papiledema. (dikutip
Karakteristik utama pada diabetik retinopati yaitu perubahan parenkim dan vaskuler retina
dimana pada retina ditemukan mikroaneurismata, perdarahannya dalam bentuk bercak dan titik
serta edema sirsinata, adanya edema retina dan gangguan fungsi makula serta vaskularisasi retina
dan badan kaca.. Sehingga dengan pemeriksaan laboratorium lengkap, funduskopi dan
Angiografi fluorescein akan ditemukan kelainan-kelainan pada retinopati diabetik yang berbeda
dengan retinopati hipertensif diantaranya pada retinopati hipertensif tidak ada
mikroaneurisma.Kelainan makula: pada retinopati hipertensif makula menjadi star-shaped,
sedangkan pada retinopati diabetik mengalami edema.Kapiler pada retinopati hipertensif
menipis, sedangkan retinopati diabetik menebal (beading).
XIII. Prognosis
Kontrol optimum glukosa darah (HbA1c < 7%) dapat mempertahankan atau menunda
retinopati.Hipertensi arterial tambahan juga harus diobati (dengan tekanan darah disesuaikan
<140/85 mmHg).Tanpa pengobatan, Detachment retinal tractional dan edema macula dapat
menyebabkan kegagalan visual yang berat atau kebutaan. Bagaimanapun juga, retinopati diabetik
dapat terjadi walaupun diberi terapi optimum.1,9,10,1
DAFTAR PUSTAKA1. Pandelaki K. Retinopati Diabetik. Sudoyo AW, Setyiohadi B, Alwi I, Simadibrata KM, Setiati
S, editors. Retinopati Diabetik. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta:
Penerbit Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2007. p.1857, 1889-1893.
2. Zing-Ma J, Sarah X-hang. Endogenous Angiogenic Inhibitors in Diabetic Retinopathy. In:
Ocular Angiogenesis Disease. Mew Jersey : Humana Press ; 2006. p 23-35.
3. Rema M, dan R. Pradeepa. Diabetic retinopathy: An Indian perspective. Madras Diabetes
Research Foundation &Dr Mohan’s Diabetes Specialities Centre, Chennai, India. Indian J Med
Res 125; March 2007. p 297-310.
4. Vaughan D. Oftalmologiumum: Retina dan tumor intraocular. Edisi 14. Jakarta :WidyaMedika;
2000. p. 13-4, 211-17.
5. Netter FH, Atlas of Neuroanatomy and Neurophysiology, 2002, Comtan: U.S.A. P. 82
6. Joussen A.M. Retinal Vascular Diseease. New York: Springer; 2007. p. 3-5, 66-70, 129-
132, ,228-31, 309, 291-331
7. Lang G. Ophtalmology a Short Textbook : Vascular Disorder. New York :Thieme; 2000. p.
299-301, 314-18.
8. Mitchell P.Guidelines for the Management of Diabetic Retinopathy : Diabetic Retinopathy.
Australia : National Health and Medical Research Council ; 2008. p 26-31,44-47,96-104.
9. Weiss J. Retina and Vitreous : Retinal Vascular Disease. Section 12 Chapter 5.Singapore:
American Academy of Ophtalmology; 2008. p 107-128
10. Kanski J. Retinal Vascular Disease. In :Clinical Ophthalmology. London:Butterworth-
Heinemann;2003. p.439-54,468-70.
11. Bhavsar A. Proliferative Retinopathy diabetic .Publish [ Oct06,2009 ] Cited on[ August 27, 2011]
available from URL: http://emedicine.medscape.com/article/1225122-print.
12. WHO. Prevention of Blindness from Diabetes Mellitus. Switzerland : WHO Library Publication
Data; 2005. p 8-14.
13. Wong TY, Mitchell P, editors. Current concept hypertensive retinopathy. The New England
Journal of Medicine 2004 351:2310-7 [Online]. 2004 Nov 25 [cited 2011August 27]: [8 screens].
Available from: URL:http://www.nejm.org/cgi/reprint/351/22/2310.pdf
Diabetes adalah kondisi dimana tubuh tidak memproduksi cukup insulin untuk merubah gula menjadi energi, menyebabkan penumpukan gula dalam darah. Ini mengakibatkan sejumlah masalah, termasuk Diabetes Retinopati – yang merupakan salah satu penyebab utama kebutaan pada orang dewasa di Singapura.
Apa itu Diabetes Retinopati?
Diabetes Retinopati adalah gangguan pembuluh darah di retina pada pasien yang mengidap diabetes mellitus. Ini merupakan penyebab utama kebutaan baru pada orang dewasa bekerja di negara-negara berkembang, termasuk Singapura.
DiabetiesRetinopati
Apa penyebab Diabetes Retinopati?
Diabetes Retinopati pertama kelihatan setelah berkembang secara perlahan-lahan selama beberapa tahun sebagai Retinopati Background, yang merupakan tahap awal diabetic retinopati. Pada tahap awal ini, bintik darah kecil atau kumpulan lemak tampak pada retina.
Retinopati proliferatif berkembang dari retinopati background dan merupakan penyebab dari sebagian besar kebutaan pada diabetik. Pada kondisi ini, pembuluh darah baru tumbuh pada permukaan retina dan saraf optik. Pembuluh darah baru ini cenderung untuk pecah dan darah mengalir ke dalam rongga mata. Luka pada jaringan pembuluh darah yang pecah dapat juga berkontraksi dan menarik retina, menyebabkan terlepasnya retina dan kebutaan. Pada beberapa kasus, pembuluh darah baru dapat juga tumbuh pada iris mata dan menyebabkan terbentuknya glaukoma, yang juga mengakibatkan kebutaan.
Bagaimana saya tahu jika saya mengalami Diabetes Retinopati?
Penglihatan anda mungkin memburam secara bertahap yang sering kali tidak disadari. Pada beberapa pasien, kebocoran pembuluh darah mengalir ke dalam makula mata, yaitu bagian retina yang bertanggung jawab untuk penglihatan sentral (pusat), menyebabkan hilangnya penglihatan. Dokter mata anda mungkin menyarankan prosedur pemeriksaan angiografi flouresein fundus (FFA) untuk membantu deteksi dini efek diabetic retinopati.
Pada retinopati proliferatif, anda mungkin mengalami penglihatan berkabut atau kebutaan ketika perdarahan terjadi. Walaupun anda mungkin tidak merasa nyeri sama sekali, bentuk diabetic retinopati parah ini membutuhkan perhatian medis secepatnya.
Apa yang membuat saya beresiko Diabetes Retinopati?
Resiko diabetes retinopati meningkat seiring lamanya penyakit diabetes anda. Sekitar 60% pasien dengan diabetes selama 15 tahun atau lebih mengalami kerusakan pembuluh darah pada mata mereka. Beberapa pasien ini memiliki resiko mengalami kebutaan.
Apa yang dapat saya lakukan untuk mencegah Diabetes Retinopati?
Jika anda diabetik, anda sebaiknya mengontrol kadar gula darah dan tekanan darah untuk mengurangi resiko diabetes retinopati. Sayangnya, meskipun kadar gula darah terkontrol dengan baik, resiko diabetes retinopati tidak sepenuhnya hilang.
Apa saja jenis pengobatan yang tersedia untuk Diabetes Retinopati?
Pengobatan laser digunakan untuk menutup atau mengangkat kebocoran pembuluh darah yang tidak normal. Pancaran kecil energi laser dapat menutup kebocoran pembuluh darah dan membentuk luka kecil di dalam mata. Luka ini mengurangi pertumbuhan pembuluh darah baru dan menyebabkan pembuluh darah muda yang ada mengkerut dan menutup. Pengobatan laser biasanya sebagai rawat jalan. Pengobatan ini tidak membutuhkan persiapan khusus atau rawat inap.
Namun, pengobatan laser tidak dapat digunakan pada setiap pasien. Prosedur yang disebut vitrektomi, bersamaan dengan prosedur operasi lainnya dibutuhkan untuk kasus-kasus kompleks dimana terjadi pendarahan vitreous ke dalam mata dan pembentukan jaringan luka. Deteksi dini melalui pemeriksaan mata dan perawatan yang sesuai adalah kunci kesuksesan pengobatan.
Mekanisme terjadinya glaukoma pada retinopati diabetik masih belum jelas. Beberapa literatur
menyebutkan bahwa glaukoma dapat terjadi pada retinopati diabetik sehubungan dengan
neovaskularisasi yang terbentuk sehingga menambah tekanan intraokular. 3, 9
PATOFISIOLOGI KATARAK DIABETIK
Katarak diabetik merupakan salah satu penyebab gangguan penglihatan yang utama pada pasien
diabetes melitus selain retinopati diabetik. Patofisiologi terjadinya katarak diabetik berhubungan
dengan akumulasi sorbitol di lensa dan terjadinya denaturasi protein lensa. 4, 10
Katararak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, atau akibat denaturasi protein lensa. Pada diabetes melitus terjadi
akumulasi sorbitol pada lensa yang akan meningkatkan tekanan osmotik dan menyebabkan
cairan bertambah dalam lensa. Sedangkan denaturasi protein terjadi karena stres oksidatif oleh
ROS yang mengoksidasi protein lensa (kristalin). 4, 10
Penulis Asli: dr. Ansari Rahman
Daftar Pustaka
1. Lubis, Rodiah Rahmawati. 2008. Diabetik Retinopati. Universitas Sumatra Utara: Medan.
2. Bhavsar AR & Drouilhet JH. 2009. Retinopathy, Diabetic, Background dalam http://emedicine.medscape.com/ (online). Diakses tanggal 26 Oktober 2010. Pemutakhiran data terakhir tanggal 6 Oktober 2009.
3. Pandelaki K. 2007. Retinopati Diabetik dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV Jilid III. Editor: Aru W. Sudoyo dkk. Departemen ilmu penyakit dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
4. Ilyas S. 2006. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
5. Mitchell PP & Foran S. 2008. Guidelines for the Management of Diabetic Retinopathy. Australian Diabetes Society for the Department of Health and Ageing: Australia.
6. Reddy GB, Satyanarayana A, Balakrishna N, Ayyagari R, Padma M, Viswanath K, Petrash JM. 2008. Erythrocyte Aldose Reductase Activity and Sorbitol Levels in Diabetic Retinopathy dalam www.molvis.org/molvis (online).Diakses tanggal 26 Oktober 2010. Pemutakhiran data terakhir tanggal 24 Maret 2008.
7. Roy MS. 2000. Diabetic Retinopathy in African Americans with Type 1 Diabetes dalam http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10636422 (online). Diakses tanggal 26 Oktober 2010. Pemutakhiran data terakhir Januari 2000.
8. Ciulla TA, Amador AG, Zinman B. 2003. Diabetic Retinopathy and Diabetic Macular Edema, Pathophysiology, Screening, and Novel Therapies dalam http://care.diabetesjournals.org/content (online). Diakses tanggal 26 Oktober 2010. Pemutakhiran data terakhir tanggal 11 Mei 2003.
9. James B dkk. 2006. Oftalmologi, Lecture Notes, Edisi ke-9. Erlangga: Jakarta.
10. Pollreisz A & Erfurth US. 2009. Diabetic Cataract-Pathogenesis, Epidemiology and Treatment dalam http://downloads.hindawi.com/journals (online). Diakses tanggal 26 Oktober 2010. Pemutakhiran data terakhir tanggal 11 Desember 2009.
Retinopati Diabetika adalah kerusakan pembuluh darah retina yang disebabkan oleh Diabetes Melitus. Retina adalah lapisan saraf yang melapisi dinding dalam bola mata yang berfungsi menerjemahkan apa yang dilihat oleh mata ke dalam otak.
Diabetes Melitus sendiri adalah kelainan yang terjadi dimana tingkat gula darah seseorang menjadi sangat tinggi karena tubuhnya tidak menghasilkan insulin yang cukup. Kekurangan insulin atau insulin kurang baik kerjanya bisa disebabkan beberapa hal, yaitu; genetis atau faktor lingkungan dan gaya hidup. Insulin sendiri adalah hormon yang dikeluarkan oleh pankreas yang berfungsi mengontrol gula darah.
Apa penyebab kerusakan pembuluh darah retina pada Retinopati Diabetika?
Kerusakan pembuluh darah retina disebabkan oleh tingginya kadar gula darah dalam waktu lama. Angka kejadian Retinopati Diabetika bergantung pada lamanya menderita diabetes. Faktanya 50% pasien yang menderita diabetes selama 10 tahun hampir bisa dipastikan akan menderita Retinopati Diabetika. Di seluruh dunia penyakit ini merupakan penyebab kebutaan kelima tertinggi setelah Katarak, Glaukoma, Age-related Macular Degeneration (AMD), dan kekeruhan kornea. Di Indonesia sendiri Retinopati Diabetika merupakan kelainan retina yang paling sering ditemukan di rumah sakit khusus mata.
Pertanyaan dari pasien.
1. Apakah gejala-gejala dari Retinopati Diabetika?2. Apakah penderita Retinopati Diabetika bisa disembuhkan?3. Apakah stroke mata juga disebabkan oleh Retinopati Diabetika?
Jawaban
1. Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah kaburnya penglihatan. Akan tetapi sebaiknya pasien diabetes menjalani pemeriksaan mata lengkap oleh dokter mata paling tidak satu tahun sekali, karena hanya dokter mata yang dapat menemukan tanda- tanda Retinopati Diabetika sekalipun belum ada gejala gangguan penglihatan.
2. Bisa tapi itu semua bergantung pada tingkat kerusakan pada pembuluh darah retina. Tapi yang paling penting bagi pasien adalah menjaga stabilitas kadar gula darah melalui diet dan
berolahraga secara teratur. Peran dokter mata sendiri adalah melakukan tindakan-tindakan seperti:
o Terapi Fotokoagulasi Argon LaserTerapi Fotokoagulasi Argon Laser adalah prosedur yang bisa dilakukan pada pasien yang mengalami kebocoran pembuluh darah akibat Retinopati Diabetika. Terapi ini sifatnya hanya seperti ‘menambal kebocoran’. Oleh karena itu kondisi pasien selanjutnya sangat bergantung pada disiplin pasien itu sendiri dalam menjaga kadar gula dalam darahnya.
o Operasi Vitrektomi Operasi Vitrektomi dilakukan pada saat kebocoran- kebocoran pembuluh darah mengakibatkan vitreous (cairan berbentuk gel yang mengisi bola mata) sudah terisi oleh darah, sehingga harus dibersihkan. Pada umumnya bila vitreous sudah terisi darah, pasien akan kehilangan penglihatannya. Oleh karena itu operasi ini sangat penting untuk mengembalikan penglihatan pasien dengan syarat bila kondisi tersebut segera mendapat penanganan. Keterlambatan penanganan dapat menyebebkan kebutaan permanen.
3. Stroke mata dan Retinopati Diabetika adalah dua hal yang berbeda. Akan tetapi penyebabnya bisa sama, yaitu salah satunya penyakit diabetes melitus. Penyebab lain adalah; darah tinggi, kolesterol tinggi dan penyakit gangguan pembuluh darah lainnya. Bila seorang terserang stroke mata, dia akan mengalamai penurunan penglihatan secara mendadak. Penglihatan bisa tiba-tiba menjadi gelap lalu kembali normal atau yang biasa disebut fase gelap terang. Faktanya 90 persen penderita “stroke” mata diderita pasien berusia diatas 50 tahun, tetapi tidak menutup kemungkinan menyerang pasien berusia muda. Stroke mata bisa ditangani dengan pengobatan dan pembedahan.
Retinopati Diabetika
Tanya jawab bersama :
Dr. Soedarman Sjamsoe.SpM
Retinopati Diabetika adalah kerusakan pembuluh darah retina yang disebabkan oleh Diabetes Melitus. Retina adalah lapisan saraf yang melapisi dinding dalam bola mata yang berfungsi menerjemahkan apa yang dilihat oleh mata ke dalam otak.
Diabetes Melitus sendiri adalah kelainan yang terjadi dimana tingkat gula darah seseorang menjadi sangat tinggi karena tubuhnya tidak menghasilkan insulin yang cukup. Kekurangan insulin atau insulin kurang baik kerjanya bisa disebabkan beberapa hal, yaitu; genetis atau faktor lingkungan dan gaya hidup. Insulin sendiri adalah hormon yang dikeluarkan oleh pankreas yang berfungsi mengontrol gula darah.
Apa penyebab kerusakan pembuluh darah retina pada Retinopati Diabetika?
Kerusakan pembuluh darah retina disebabkan oleh tingginya kadar gula darah dalam waktu lama. Angka kejadian Retinopati Diabetika bergantung pada lamanya menderita diabetes. Faktanya 50% pasien yang menderita diabetes selama 10 tahun hampir bisa dipastikan akan menderita Retinopati Diabetika. Di seluruh dunia penyakit ini merupakan penyebab kebutaan kelima tertinggi setelah Katarak, Glaukoma, Age-related Macular Degeneration (AMD), dan kekeruhan kornea. Di Indonesia sendiri Retinopati Diabetika merupakan kelainan retina yang paling sering ditemukan di rumah sakit khusus mata.
Pertanyaan dari pasien.
1. Apakah gejala-gejala dari Retinopati Diabetika?2. Apakah penderita Retinopati Diabetika bisa disembuhkan?3. Apakah stroke mata juga disebabkan oleh Retinopati Diabetika?
Jawaban
1. Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah kaburnya penglihatan. Akan tetapi sebaiknya pasien diabetes menjalani pemeriksaan mata lengkap oleh dokter mata paling tidak satu tahun sekali, karena hanya dokter mata yang dapat menemukan tanda- tanda Retinopati Diabetika sekalipun belum ada gejala gangguan penglihatan.
2. Bisa tapi itu semua bergantung pada tingkat kerusakan pada pembuluh darah retina. Tapi yang paling penting bagi pasien adalah menjaga stabilitas kadar gula darah melalui diet dan berolahraga secara teratur. Peran dokter mata sendiri adalah melakukan tindakan-tindakan seperti:
o Terapi Fotokoagulasi Argon LaserTerapi Fotokoagulasi Argon Laser adalah prosedur yang bisa dilakukan pada pasien yang mengalami kebocoran pembuluh darah akibat Retinopati Diabetika. Terapi ini sifatnya hanya seperti ‘menambal kebocoran’. Oleh karena itu kondisi pasien selanjutnya sangat bergantung pada disiplin pasien itu sendiri dalam menjaga kadar gula dalam darahnya.
o Operasi Vitrektomi Operasi Vitrektomi dilakukan pada saat kebocoran- kebocoran pembuluh darah mengakibatkan vitreous (cairan berbentuk gel yang mengisi bola mata) sudah terisi oleh darah, sehingga harus dibersihkan. Pada umumnya bila vitreous sudah terisi darah, pasien akan kehilangan penglihatannya. Oleh karena itu operasi ini sangat penting untuk mengembalikan penglihatan pasien dengan syarat bila kondisi tersebut segera mendapat penanganan. Keterlambatan penanganan dapat menyebebkan kebutaan permanen.
3. Stroke mata dan Retinopati Diabetika adalah dua hal yang berbeda. Akan tetapi penyebabnya bisa sama, yaitu salah satunya penyakit diabetes melitus. Penyebab lain adalah; darah tinggi, kolesterol tinggi dan penyakit gangguan pembuluh darah lainnya. Bila seorang terserang stroke mata, dia akan mengalamai penurunan penglihatan secara mendadak. Penglihatan bisa tiba-tiba menjadi gelap lalu kembali normal atau yang biasa disebut fase gelap terang. Faktanya 90 persen penderita “stroke” mata diderita pasien berusia diatas 50 tahun, tetapi tidak menutup kemungkinan menyerang pasien berusia muda. Stroke mata bisa ditangani dengan pengobatan dan pembedahan.
Retinopati Diabetika adalah kerusakan pembuluh darah retina yang disebabkan oleh Diabetes Melitus. Retina adalah lapisan saraf yang melapisi dinding dalam bola mata yang berfungsi menerjemahkan apa yang dilihat oleh mata ke dalam otak.
Diabetes Melitus sendiri adalah kelainan yang terjadi dimana tingkat gula darah seseorang menjadi sangat tinggi karena tubuhnya tidak menghasilkan insulin yang cukup. Kekurangan insulin atau insulin kurang baik kerjanya bisa disebabkan beberapa hal, yaitu; genetis atau faktor lingkungan dan gaya hidup. Insulin sendiri adalah hormon yang dikeluarkan oleh pankreas yang berfungsi mengontrol gula darah.
Apa penyebab kerusakan pembuluh darah retina pada Retinopati Diabetika?
Kerusakan pembuluh darah retina disebabkan oleh tingginya kadar gula darah dalam waktu lama. Angka kejadian Retinopati Diabetika bergantung pada lamanya menderita diabetes. Faktanya 50% pasien yang menderita diabetes selama 10 tahun hampir bisa dipastikan akan menderita Retinopati Diabetika. Di seluruh dunia penyakit ini merupakan penyebab kebutaan kelima tertinggi setelah Katarak, Glaukoma, Age-related Macular Degeneration (AMD), dan kekeruhan kornea. Di Indonesia sendiri Retinopati Diabetika merupakan kelainan retina yang paling sering ditemukan di rumah sakit khusus mata.
Pertanyaan dari pasien.
1. Apakah gejala-gejala dari Retinopati Diabetika?2. Apakah penderita Retinopati Diabetika bisa disembuhkan?3. Apakah stroke mata juga disebabkan oleh Retinopati Diabetika?
Jawaban
1. Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah kaburnya penglihatan. Akan tetapi sebaiknya pasien diabetes menjalani pemeriksaan mata lengkap oleh dokter mata paling tidak satu tahun sekali, karena hanya dokter mata yang dapat menemukan tanda- tanda Retinopati Diabetika sekalipun belum ada gejala gangguan penglihatan.
2. Bisa tapi itu semua bergantung pada tingkat kerusakan pada pembuluh darah retina. Tapi yang paling penting bagi pasien adalah menjaga stabilitas kadar gula darah melalui diet dan berolahraga secara teratur. Peran dokter mata sendiri adalah melakukan tindakan-tindakan seperti:
o Terapi Fotokoagulasi Argon LaserTerapi Fotokoagulasi Argon Laser adalah prosedur yang bisa dilakukan pada pasien yang mengalami kebocoran pembuluh darah akibat Retinopati Diabetika. Terapi ini sifatnya hanya seperti ‘menambal kebocoran’. Oleh karena itu kondisi pasien selanjutnya sangat bergantung pada disiplin pasien itu sendiri dalam menjaga kadar gula dalam darahnya.
o Operasi Vitrektomi Operasi Vitrektomi dilakukan pada saat kebocoran- kebocoran pembuluh darah mengakibatkan vitreous (cairan berbentuk gel yang mengisi bola mata) sudah terisi oleh darah, sehingga harus dibersihkan. Pada umumnya bila vitreous sudah terisi darah, pasien akan kehilangan penglihatannya. Oleh karena itu operasi ini sangat penting untuk mengembalikan penglihatan pasien dengan syarat bila kondisi tersebut segera mendapat penanganan. Keterlambatan penanganan dapat menyebebkan kebutaan permanen.
3. Stroke mata dan Retinopati Diabetika adalah dua hal yang berbeda. Akan tetapi penyebabnya bisa sama, yaitu salah satunya penyakit diabetes melitus. Penyebab lain adalah; darah tinggi, kolesterol tinggi dan penyakit gangguan pembuluh darah lainnya. Bila seorang terserang stroke mata, dia akan mengalamai penurunan penglihatan secara mendadak. Penglihatan bisa tiba-tiba menjadi gelap lalu kembali normal atau yang biasa disebut fase gelap terang. Faktanya 90 persen penderita “stroke” mata diderita pasien berusia diatas 50 tahun, tetapi tidak menutup kemungkinan menyerang pasien berusia muda. Stroke mata bisa ditangani dengan pengobatan dan pembedahan.
http://jec-online.com/retinopati-diabetika/
Retinopati Diabetes Pengobatan
Ada tiga pengobatan utama untuk retinopati diabetes, yang''''sangat efektif dalam mengurangi kehilangan penglihatan dari penyakit ini.
Pada kenyataannya, bahkan orang dengan retinopathy maju memiliki kesempatan 90 persen dari menjaga visi mereka ketika mereka mendapatkan perawatan sebelum retina rusak parah. Ketiga perawatan bedah laser, injeksi triamcinolone ke dalam mata dan vitrectomy.
Penting untuk dicatat bahwa meskipun pengobatan ini sangat sukses, mereka tidak menyembuhkan diabetes retinopati.
Perhatian harus dilakukan dalam perawatan dengan pembedahan laser karena menyebabkan hilangnya jaringan retina. Hal ini sering lebih bijaksana untuk menyuntik triamcinolone. Pada beberapa pasien itu menghasilkan peningkatan ditandai dari visi, terutama jika ada edema makula.
Menghindari penggunaan tembakau dan koreksi dari hipertensi terkait langkah-langkah terapi yang penting dalam pengelolaan diabetes retinopati.
Cara terbaik untuk menangani retinopati diabetik adalah untuk memonitor waspada.
Pada tahun 2008 ada obat lain (misalnya kinase inhibitor dan anti-VEGF) yang tersedia.
Laser photocoagulation
Laser photocoagulation dapat digunakan dalam dua skenario untuk perawatan retinopati diabetes. Hal ini banyak digunakan untuk tahap awal retinopati proliferatif.
Panretinal photocoagulation
Panretinal photocoagulation, atau PRP (juga disebut pencar perawatan laser), digunakan untuk mengobati diabetes retinopati proliferatif (PDR). Tujuannya adalah untuk menciptakan 1.000 - 2.000 luka bakar di retina dengan harapan mengurangi permintaan oksigen retina, dan karenanya kemungkinan iskemia. Dalam mengobati retinopati diabetes maju, luka bakar yang digunakan untuk menghancurkan pembuluh darah abnormal yang terbentuk di retina. Hal ini telah ditunjukkan untuk mengurangi resiko kehilangan penglihatan berat untuk mata pada risiko dengan 50%.
Sebelum laser, dokter mata pupil dan berlaku tetes anestesi untuk mematikan mata. Dalam beberapa kasus, dokter mungkin juga mati rasa daerah di belakang mata untuk mencegah ketidaknyamanan apapun. Pasien duduk menghadap mesin laser sementara dokter memegang lensa khusus untuk mata. Dokter dapat menggunakan laser titik tunggal atau laser memindai pola untuk dua pola dimensi seperti kotak, cincin dan busur. Selama prosedur, pasien dapat melihat kilatan cahaya. Ini berkedip akhirnya dapat menciptakan sensasi menyengat tidak nyaman bagi pasien. Setelah perawatan laser, pasien harus disarankan untuk tidak drive untuk beberapa jam
sementara murid-murid masih melebar. Visi mungkin tetap agak kabur untuk sisa hari itu, meskipun tidak boleh ada banyak kepedihan di mata.
Pasien mungkin kehilangan sebagian penglihatan periferal mereka setelah operasi ini, tetapi prosedurnya menyimpan sisa dari pandangan pasien. Operasi laser juga dapat sedikit mengurangi warna dan penglihatan pada malam hari.
Seseorang dengan retinopati proliferatif akan selalu berisiko untuk perdarahan baru, serta glaukoma, komplikasi dari pembuluh darah baru. Ini berarti bahwa beberapa perawatan mungkin diperlukan untuk melindungi penglihatan.
Intravitreal triamcinolone acetonide
Triamcinolone adalah persiapan yang panjang steroid akting. Ketika disuntikkan dalam rongga vitreous, itu mengurangi edema makula (penebalan retina pada makula) disebabkan karena maculopathy diabetes, dan hasil dalam peningkatan ketajaman visual. Efek dari triamcinolone bersifat sementara, yang berlangsung sampai tiga bulan, yang memerlukan suntikan berulang untuk menjaga efek yang menguntungkan. Komplikasi injeksi triamcinolone intravitreal termasuk katarak, glaukoma diinduksi steroid dan endophthalmitis.
Vitrectomy
Alih-alih operasi laser, beberapa orang membutuhkan operasi mata disebut vitrectomy untuk memulihkan penglihatan. Sebuah vitrectomy dilakukan ketika ada banyak darah di vitreous. Ini melibatkan menghapus vitreous keruh dan menggantinya dengan larutan garam.
Studi menunjukkan bahwa orang yang memiliki vitrectomy segera setelah perdarahan besar lebih mungkin untuk melindungi visi mereka dari seseorang yang menunggu untuk memiliki operasi.
Awal vitrectomy sangat efektif pada orang dengan insulin-dependent diabetes, yang mungkin berada pada risiko lebih besar kebutaan dari pendarahan ke dalam mata. Vitrectomy sering dilakukan dengan anestesi lokal.
Dokter membuat sayatan kecil di sclera, atau putih mata. Selanjutnya, alat kecil ditempatkan ke dalam mata untuk menghapus vitreous dan masukkan larutan garam ke dalam mata. Pasien mungkin dapat pulang segera setelah vitrectomy, atau mungkin diminta untuk tinggal di rumah sakit semalam. Setelah operasi, mata akan merah dan sensitif, dan pasien biasanya harus memakai penutup mata yang selama beberapa hari atau minggu untuk melindungi mata. Obat tetes mata juga diresepkan untuk melindungi terhadap infeksi
Diabetes mellitus (DM) is a major medical problem throughout the world. Diabetes causes an array of long-term systemic complications that have considerable impact on the patient as well as society, as the disease typically affects individuals in their most productive years.[1] An increasing prevalence of diabetes is occurring throughout the world.[2] In addition, this increase appears to be greater in developing countries. The etiology of this increase involves changes in diet, with higher fat intake, sedentary lifestyle changes, and decreased physical activity.[3, 4]
Diabetic retinopathy is the leading cause of new blindness in persons aged 25-74 years in the United States. Approximately 700,000 persons in the United States have proliferative diabetic retinopathy, with an annual incidence of 65,000. A recent estimate of the prevalence of diabetic retinopathy in the United States showed a high prevalence of 28.5% among those with diabetes aged 40 years and older.[5] (See Epidemiology.)
Patients with diabetes often develop ophthalmic complications, such as corneal abnormalities, glaucoma, iris neovascularization, cataracts, and neuropathies. The most common and potentially most blinding of these complications, however, is diabetic retinopathy.[6, 7]
In the initial stages of diabetic retinopathy, patients are generally asymptomatic, but in more advanced stages of the disease patients may experience symptoms that include floaters, distortion, and/or and blurred vision. Microaneurysms are the earliest clinical sign of diabetic retinopathy. (See Clinical Presentation.)
Workup for diabetic retinopathy includes fasting glucose and hemoglobin A1c measurements. (See Workup.)
Renal disease, as evidenced by proteinuria and elevated BUN/creatinine levels, is an excellent predictor of retinopathy; both conditions are caused by DM-related microangiopathies, and the presence and severity of one reflects that of the other. Aggressive treatment of the nephropathy may slow progression of diabetic retinopathy and neovascular glaucoma. (See Treatment and Management.)
According to The Diabetes Control and Complications Trial controlling diabetes and maintaining the HbA1c level in the 6-7% range can substantially reduce the progression of diabetic retinopathy. (See Treatment and Management.)
One of the most important aspects in the management of diabetic retinopathy is patient education. Inform patients that they play an integral role in their own eye care. (See Patient Education.)
For more information, see Type 1 Diabetes Mellitus and Type 2 Diabetes Mellitus.
Fundus photograph of early background diabetic retinopathy showing multiple microaneurysms.
The exact mechanism by which diabetes causes retinopathy remains unclear, but several theories have been postulated to explain the typical course and history of the disease.[8, 9]
Growth hormone
Growth hormone appears to play a causative role in the development and progression of diabetic retinopathy. Diabetic retinopathy has been shown to be reversible in women who had postpartum hemorrhagic necrosis of the pituitary gland (Sheehan syndrome). This led to the controversial practice of pituitary ablation to treat or prevent diabetic retinopathy in the 1950s. This technique has since been abandoned because of numerous systemic complications and the discovery of the effectiveness of laser treatment.
Platelets and blood viscosity
The variety of hematologic abnormalities seen in diabetes, such as increased erythrocyte aggregation, decreased red blood cell deformability, increased platelet aggregation, and adhesion, predispose the patient to sluggish circulation, endothelial damage, and focal capillary occlusion. This leads to retinal ischemia, which, in turn, contributes to the development of diabetic retinopathy.
Aldose reductase and vasoproliferative factors
Fundamentally, diabetes mellitus (DM) causes abnormal glucose metabolism as a result of decreased levels or activity of insulin. Increased levels of blood glucose are thought to have a structural and physiologic effect on retinal capillaries causing them to be both functionally and anatomically incompetent.
A persistent increase in blood glucose levels shunts excess glucose into the aldose reductase pathway in certain tissues, which converts sugars into alcohol (eg, glucose into sorbitol, galactose to dulcitol). Intramural pericytes of retinal capillaries seem to be affected by this increased level of sorbitol, eventually leading to the loss of their primary function (ie, autoregulation of retinal capillaries). This results in weakness and eventual saccular outpouching of capillary walls. These microaneurysms are the earliest detectable signs of DM retinopathy. (See the image below.)
Fundus photograph of early background diabetic retinopathy showing multiple microaneurysms.
Using nailfold video capillaroscopy, a high prevalence of capillary changes is detected in patients with diabetes, particularly those with retinal damage. This reflects a generalized microvessel involvement in both type 1 and type 2 diabetes.[10]
Ruptured microaneurysms result in retinal hemorrhages either superficially (flame-shaped hemorrhages) or in deeper layers of the retina (blot and dot hemorrhages). (See the image below.)
Retinal findings in background diabetic retinopathy, including blot hemorrhages (long arrow), microaneurysms (short arrow), and hard exudates (arrowhead).
Increased permeability of these vessels results in leakage of fluid and proteinaceous material, which clinically appears as retinal thickening and exudates. If the swelling and exudation involve the macula, a diminution in central vision may be experienced.
Macular edema
Macular edema is the most common cause of vision loss in patients with nonproliferative diabetic retinopathy (NPDR). However, it is not exclusively seen in patients with NPDR; it may also complicate cases of proliferative diabetic retinopathy.
Fluorescein angiogram demonstrating foveal dye leakage caused by
macular edema. Fundus photograph of clinically significant macular edema demonstrating retinal exudates within the fovea.
Another theory to explain the development of macular edema focuses on the increased levels of diacylglycerol from the shunting of excess glucose. This is thought to activate protein kinase C, which, in turn, affects retinal blood dynamics, especially permeability and flow, leading to fluid leakage and retinal thickening.
Hypoxia
As the disease progresses, eventual closure of the retinal capillaries occurs, leading to hypoxia. Infarction of the nerve fiber layer leads to the formation of cotton-wool spots, with associated stasis in axoplasmic flow.
More extensive retinal hypoxia triggers compensatory mechanisms in the eye to provide enough oxygen to tissues. Venous caliber abnormalities, such as venous beading, loops, and dilation, signify increasing hypoxia and almost always are seen bordering the areas of capillary nonperfusion. Intraretinal microvascular abnormalities represent either new vessel growth or remodeling of preexisting vessels through endothelial cell proliferation within the retinal tissues to act as shunts through areas of nonperfusion.
Neovascularization
Further increases in retinal ischemia trigger the production of vasoproliferative factors that stimulate new vessel formation. The extracellular matrix is broken down first by proteases, and new vessels arising mainly from the retinal venules penetrate the internal limiting membrane and form capillary networks between the inner surface of the retina and the posterior hyaloid face. (See the images below.)
New vessel formation on the surface of the retina (neovascularization
elsewhere) An area of neovascularization that leaks fluorescein on
angiography. Boat-shaped preretinal hemorrhage associated with neovascularization elsewhere.
In patients with proliferative diabetic retinopathy (PDR), nocturnal intermittent hypoxia/reoxygenation that results from sleep-disordered breathing may be a risk factor for iris and/or angle neovascularization.[11]
Neovascularization is most commonly observed at the borders of perfused and nonperfused retina and most commonly occurs along the vascular arcades and at the optic nerve head. The new vessels break through and grow along the surface of the retina and into the scaffold of the posterior hyaloid face. By themselves, these vessels rarely cause visual compromise, but they are fragile and highly permeable. These delicate vessels are disrupted easily by vitreous traction, which leads to hemorrhage into the vitreous cavity or the preretinal space.
These new blood vessels initially are associated with a small amount of fibroglial tissue formation. However, as the density of the neovascular frond increases, so does the degree of fibrous tissue formation.
In later stages, the vessels may regress, leaving only networks of avascular fibrous tissue adherent to both the retina and the posterior hyaloid face. As the vitreous contracts, it may exert tractional forces on the retina via these fibroglial connections. Traction may cause retinal edema,
retinal heterotropia, and both tractional retinal detachments and retinal tear formation with subsequent detachment.
Etiology
Duration of diabetes
In patients with type I diabetes, no clinically significant retinopathy can be seen in the first 5 years after the initial diagnosis of diabetes is made. After 10-15 years, 25-50% of patients show some signs of retinopathy. This prevalence increases to 75-95% after 15 years and approaches 100% after 30 years of diabetes. Proliferative diabetic retinopathy (PDR) is rare within the first decade of type I diabetes diagnosis but increases to 14-17% by 15 years, rising steadily thereafter.
In patients with type II diabetes, the incidence of diabetic retinopathy increases with the disease duration. Of patients with type II diabetes, 23% have nonproliferative diabetic retinopathy (NPDR) after 11-13 years, 41% have NPDR after 14-16 years, and 60% have NPDR after 16 years.
Hypertension and hyperlipidemia
Systemic hypertension, in the setting of diabetic nephropathy, correlates well with the presence of retinopathy. Independently, hypertension also may complicate diabetes in that it may result in hypertensive retinal vascular changes superimposed on the preexisting diabetic retinopathy, further compromising retinal blood flow.
Proper management of hyperlipidemia (elevated serum lipids) may result in less retinal vessel leakage and hard exudate formation, but the reason behind this is unclear.
Pregnancy
Pregnant women with proliferative diabetic retinopathy do poorly without treatment, but those who have had prior panretinal photocoagulation remain stable throughout pregnancy. Pregnant women without diabetic retinopathy run a 10% risk of developing NPDR during their pregnancy; of those with preexisting NPDR, 4% progress to the proliferative type.
For more information, see Diabetes Mellitus and Pregnancy.
Epidemiology
Of the approximately 16 million Americans with diabetes, 50% are unaware that they have it. Of those who know they have diabetes, only half receive appropriate eye care. Thus, it is not surprising that diabetic retinopathy is the leading cause of new blindness in persons aged 25-74 years in the United States.
Approximately 700,000 Americans have proliferative diabetic retinopathy, with an annual incidence of 65,000. Approximately 500,000 persons have clinically significant macular edema, with an annual incidence of 75,000.
Diabetes is responsible for approximately 8000 eyes becoming blinded each year, meaning that diabetes is responsible for 12% of blindness.[12] The rate is even higher among certain ethnic groups. An increased risk of diabetic retinopathy appears to exist in patients of Native American, Hispanic, and African American heritage.
With increasing duration of diabetes or with increasing age since its onset, there is a higher risk of developing diabetic retinopathy and its complications, including diabetic macular edema or proliferative diabetic retinopathy.
For more information, see Macular Edema.
Prognosis
Prognostic factors that are favorable for visual loss include the following:
Circinate exudates of recent onset Well-defined leakage Good perifoveal perfusion
Prognostic factors that are unfavorable for visual loss include the following:
Diffuse edema/multiple leaks Lipid deposition in the fovea Macular ischemia Cystoid macular edema Preoperative vision of less than 20/200 Hypertension
Approximately 8,000 eyes become blind yearly because of diabetes. The treatment of diabetic retinopathy entails tremendous costs, but it has been estimated that this represents only one eighth of the costs of Social Security payments for vision loss. This cost does not compare to the cost in terms of loss of productivity and quality of life.
The Early Treatment for Diabetic Retinopathy Study has found that laser surgery for macular edema reduces the incidence of moderate visual loss (doubling of visual angle or roughly a 2-line visual loss) from 30% to 15% over a 3-year period. The Diabetic Retinopathy Study has found that adequate scatter laser panretinal photocoagulation reduces the risk of severe visual loss (< 5/200) by more than 50%.[13, 14]
One of the most important aspects in the management of diabetic retinopathy is patient education. Inform patients that they play an integral role in their own eye care.
Excellent glucose control is beneficial in any stage of diabetic retinopathy. It delays the onset and slows down the progression of the diabetic complications in the eye.
The following symptoms and/or health concerns must be addressed in any patient education program for those with diabetic retinopathy:
Systemic problems (eg, hypertension, renal disease, and hyperlipidemia) may contribute to disease progression.
Smoking, although not directly proven to affect the course of the retinopathy, may further compromise oxygen delivery to the retina. Therefore, all efforts should be made in the reduction, if not outright cessation, of smoking.
Visual symptoms (eg, vision changes, floaters, distortion, redness, pain) could be manifestations of disease progression and should be reported immediately.
Diabetes mellitus, in general, and diabetic retinopathy, in particular, are progressive conditions, and regular follow-up care with a physician is crucial for detection of any changes that may benefit from treatment.
For excellent patient education resources, see eMedicineHealth's Diabetes Center. Also, visit eMedicineHealth's patient education article Diabetic Eye Disease.
Controlling diabetes and maintaining the HbA1c level in the 6-7% range are the goals in the optimal management of diabetes and diabetic retinopathy. If the levels are maintained, then the progression of diabetic retinopathy is reduced substantially, according to The Diabetes Control and Complications Trial.[18]
The Early Treatment for Diabetic Retinopathy Study[13] has found that laser surgery for macular edema reduces the incidence of moderate visual loss (doubling of visual angle or roughly a 2-line visual loss) from 30% to 15% over a 3-year period.
The Diabetic Retinopathy Clinical Research network (DRCR.net) Randomized Trial Evaluating Ranibizumab Plus Prompt or Deferred Laser or Triamcinolone Plus Prompt Laser for Diabetic Macular Edema, known as the Laser-Ranibizumab-Triamcinolone for DME Study 2-year results demonstrated that ranibizumab with prompt or deferred focal/grid laser achieved superior visual acuity and optical coherence tomography (OCT) outcomes compared with focal/grid laser treatment alone. In the ranibizumab groups, approximately 50% of eyes had substantial improvement (10 or more letters) and 30% gained 15 or more letters. Intravitreal triamcinolone combined with focal/grid laser did not result in superior visual acuity outcomes compared with laser alone, but did appear to have a visual acuity benefit similar to ranibizumab in pseudophakic eyes.[19]
The Diabetic Retinopathy Study has found that adequate scatter laser panretinal photocoagulation reduces the risk of severe visual loss (< 5/200) by more than 50%.[14]
Glucose Control
The Diabetes Control and Complications Trial has found that intensive glucose control in patients with insulin-dependent diabetes mellitus (IDDM) has decreased the incidence and progression of diabetic retinopathy.[18, 20, 21]
Although no similar clinical trials for patients with non-insulin-dependent diabetes mellitus (NIDDM) exist, it may be logical to assume that the same principles apply. In fact, the ADA has suggested that all patients with diabetes (NIDDM and IDDM) should strive to maintain glycosylated hemoglobin levels of less than 7% (reflecting long-term glucose levels) to prevent or at least minimize the long-term complications of DM, including DM retinopathy.
Aspirin Therapy
The Early Treatment for Diabetic Retinopathy Study found that 650 mg of aspirin daily did not offer any benefit in preventing the progression of diabetes mellitus retinopathy. Additionally, aspirin was not observed to influence the incidence of vitreous hemorrhage in patients who required it for cardiovascular disease or other conditions.[13, 22]
Ovine Hyaluronidase Therapy
In large phase III clinical trials, intravitreal injections of ovine hyaluronidase (Vitrase) have been shown to be safe and to have modest efficacy for the clearance of severe vitreous hemorrhage. More than 70% of subjects in these studies had diabetes, and the most frequent etiology of the vitreous hemorrhage was proliferative diabetic retinopathy.[23]
Bevacizumab Therapy
Bevacizumab (Avastin) has been used to treat vitreous hemorrhage. In addition, this agent has been used to treat optic nerve or retinal neovascularization as well as rubeosis.[24, 25]
Laser Photocoagulation
The advent of laser photocoagulation in the 1960s and early 1970s provided a noninvasive treatment modality that has a relatively low complication rate and a significant degree of success. This involves directing a high-focused beam of light energy to create a coagulative response in the target tissue. In nonproliferative diabetic retinopathy, laser treatment is indicated in the treatment of clinically significant macular edema. The strategy for treating macular edema depends on the type and extent of vessel leakage.
If the edema is due to leakage of specific microaneurysms, the leaking vessels are treated directly with focal laser photocoagulation.[26] In cases where the foci of leakage are nonspecific, a grid pattern of laser burns is applied. Medium intensity burns (100-200 µm) are placed 1 burn-size apart, covering the affected area. Other off-label potential treatments of diabetic macular edema include intravitreal triamcinolone acetonide (Kenalog) and bevacizumab; these medications can result in a substantial reduction or resolution of macular edema.
Level of Activity
Maintaining a healthful lifestyle with regular exercise is important, especially for individuals with diabetes. Exercise can assist in maintaining optimal weight and with peripheral glucose absorption. This can help with improved diabetes control, which, in turn, can help reduce the complications of diabetes and diabetic retinopathy.
Treatment of Proliferative Diabetic Retinopathy
Panretinal photocoagulation
Panretinal photocoagulation (PRP) is the preferred form of treatment of proliferative diabetic retinopathy (PDR).[22, 26] It involves applying laser burns over the entire retina, sparing the central macular area, and may be performed using a variety of delivery systems, including the slit lamp, an indirect ophthalmoscope, and the EndoProbe.
Application starts in a circumference of 500 µm from the disc and 2 disc diameters from the fovea to wall off the central retina. Moderate intensity burns of 200-500 µm (gray-white burns) are placed 1 spot-size apart, except in areas of neovascularization where the entire frond is treated if DRS criteria are used, but most specialists today avoid directly treating neovascularization. This procedure is continued peripherally to achieve a total of 1200-1600 applications in 2 to 3 sessions.
The presence of high-risk PDR is an indication for immediate treatment.
In cases where macular edema and PDR coexist, laser treatments are performed: first, laser treatment is used for the macular edema; then for PDR, the PRP is spread over 3 to 4 sessions. If it is necessary to complete the 2 procedures at the same time, the PRP is applied initially to the nasal third of the retina.
The strategy for treating macular edema depends on the type and extent of vessel leakage. If the edema is due to focal leakage, microaneurysms are treated directly with laser photocoagulation. In cases where the foci of leakage are nonspecific, a grid pattern of laser burns is applied. Burns (100-200 μm) are placed 1 burn-size apart, covering the affected area.
The exact mechanism by which PRP works is not entirely understood. One theory is that destroying the hypoxic retina decreases the production of vasoproliferative factors, such as VEGF, thus reducing the rate of neovascularization. Another theory is that PRP allows increased diffusion of oxygen from the choroid, supplementing retinal circulation. The enhanced oxygen delivery also down-regulates vasoproliferative factor production and subsequent neovascularization.
Vitrectomy
Vitrectomy may be necessary in cases of long-standing vitreous hemorrhage (where visualization of the status of the posterior pole is too difficult), tractional retinal detachment, and combined tractional and rhegmatogenous retinal detachment. More uncommon indications include epiretinal membrane formation and macular dragging.
According to The Diabetic Retinopathy Vitrectomy Study, vitrectomy is advisable for eyes with vitreous hemorrhage that fails to resolve spontaneously within 6 months.[27] Early vitrectomy (< 6 mo, mean of 4 mo) may result in a slightly greater recovery of vision in patients with type I diabetes.
When treatment is delayed, monitoring the status of the posterior segment by ultrasound is mandatory to watch for signs of macular detachment.
The purpose of surgery is to remove the blood to permit evaluation and possible treatment of the posterior pole, to release tractional forces that pull on the retina, to repair a retinal detachment, and to remove the scaffolding into which the neovascular complexes may grow. Laser photocoagulation through indirect delivery systems or through the EndoProbe can be performed as an adjunctive procedure during surgery to initiate or continue laser treatment.
Cryotherapy
When laser photocoagulation is precluded in the presence of an opaque media, such as in cases of cataracts and vitreous hemorrhage, cryotherapy may be applied instead.
The principles behind the treatment are basically the same—that is, to ablate retinal tissue for oxygen demand to be decreased and to induce a chorioretinal adhesion, which could increase oxygen supply to the retina in the hope of preventing or down-regulating the vasoproliferative response.
Prevention of Diabetic Retinopathy
The Diabetes Control and Complications Trial and United Kingdom Prospective Diabetes Study were large randomized clinical trials that demonstrated the importance of tight glucose control with respect to reducing the incidence and progression of diabetes complications, including diabetic retinopathy for both type I and type II diabetes.
All individuals with diabetes should be aware of the importance of regular dilated retinal examinations. Early diagnosis and treatment of diabetic retinopathy can help prevent blindness in more than 90% of cases. In spite of treatment, however, individuals can sometimes still lose vision.
Consultations
The patient, ophthalmologist or retina specialist, and internist or endocrinologist must work together as a team to optimize the diabetes control and help to reduce the risk of blindness.
Long-Term Monitoring
The frequency of follow-up care is dictated primarily by the baseline stage of the retinopathy and its rate of progression to proliferative diabetic retinopathy (PDR). Only 5% of patients with mild nonproliferative diabetic retinopathy (NPDR) would progress to PDR in 1 year without follow-up care, and thus, monitoring these patients every 6-12 months is appropriate. As many as 27% of patients with moderate NPDR would progress to PDR in 1 year; therefore, they should be seen every 4 to 8 months.
More than 50% of patients with severe NPDR (preproliferative stage) would progress to PDR in a year without follow-up care and 75% would develop high-risk characteristics within 5 years; thus, follow-up care as frequently as every 2 to 3 months is mandated to ensure prompt recognition and treatment.
Any stage associated with clinically significant macular edema should be treated promptly with laser panretinal photocoagulation and observed closely (every 1-2 mo) to monitor the status of the macula and decrease the chance of severe visual loss.
Diabetes mellitus, in general, and diabetic retinopathy, in particular, are progressive conditions, and regular follow-up care with a physician is crucial for detection of any changes that may benefit from treatment.