Top Banner
BAB I PENDAHULUAN Persalinan premature (persalinan kurang bulan/preterm labor) adalah persalinan sebelum usia kehamilan 37 minggu atau berat badan lahir 500-2499 gram. (1…buku patologi obgun hal 112) Prematuritas merupakan salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas neonates dan memiliki konsekuensi jangka panjang yang merugikan bagi kesehatan. Berdasarkan data dari WHO, diperkirakan 9,6% dari semua kelahiran di dunia pada tahun 2005 adalah prematur, yaitu sekitar 12,9 juta kelahiran. Sekitar 85% terkonsentrasi di Afrika dan Asia, dimana terdapat 10,9 juta kelahiran prematur. Sekitar 0,5 juta kelahiran prematur terjadi di Eropa dan jumlah yang sama terjadi di Amerika Utara, sementara 0,9 juta kasus terjadi di Amerika Latin dan Carribean (Beck, Wojdyla, Say, et al, 2010). Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskerdas) Departemen Kesehatan tahun 2007, prematuritas menjadi salah satu penyebab utama tingginya angka kematian perinatal, yaitu sebesar 32,4% di samping penyebab-penyebab lain seperti gangguan/ kelainan pernapasan (35,9%) dan sepsis (12,0%) (Direktorat Bina Kesehatan Anak, 2011). Di Indonesia sendiri angka kejadian prematur belum dapat dipastikan jumlahnya, namun berdasarkan data Riskerdas Departemen Kesehatan tahun 2007, proporsi BBLR mencapai 11,5%, meskipun angka BBLR tidak mutlak mewakili angka kejadian persalinan
40

refarat mey obgyan.docx

Jan 16, 2016

Download

Documents

Frank De'doctor
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: refarat mey obgyan.docx

BAB I

PENDAHULUAN

Persalinan premature (persalinan kurang bulan/preterm labor) adalah persalinan sebelum

usia kehamilan 37 minggu atau berat badan lahir 500-2499 gram. (1…buku patologi obgun hal

112)

Prematuritas merupakan salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas neonates

dan memiliki konsekuensi jangka panjang yang merugikan bagi kesehatan. Berdasarkan data dari

WHO, diperkirakan 9,6% dari semua kelahiran di dunia pada tahun 2005 adalah prematur, yaitu

sekitar 12,9 juta kelahiran. Sekitar 85% terkonsentrasi di Afrika dan Asia, dimana terdapat 10,9

juta kelahiran prematur. Sekitar 0,5 juta kelahiran prematur terjadi di Eropa dan jumlah yang

sama terjadi di Amerika Utara, sementara 0,9 juta kasus terjadi di Amerika Latin dan Carribean

(Beck, Wojdyla, Say, et al, 2010).

Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskerdas) Departemen Kesehatan tahun 2007,

prematuritas menjadi salah satu penyebab utama tingginya angka kematian perinatal, yaitu

sebesar 32,4% di samping penyebab-penyebab lain seperti gangguan/ kelainan pernapasan

(35,9%) dan sepsis (12,0%) (Direktorat Bina Kesehatan Anak, 2011).

Di Indonesia sendiri angka kejadian prematur belum dapat dipastikan jumlahnya, namun

berdasarkan data Riskerdas Departemen Kesehatan tahun 2007, proporsi BBLR mencapai

11,5%, meskipun angka BBLR tidak mutlak mewakili angka kejadian persalinan prematur

(Dirjen Bina Pelayanan Medik Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

Kejadian persalinan premature meningkat oleh beberapa factor predisposisi seperti :

Karakteristik pasien, adanya komplikasi kehamilan, distensi uterus yang berlebihan.

Tujuan pembuatan makalah ini adalah menjelaskan bagaimana mendiagnosis persalinan

preterm sedini mungkin, faktor yang mempengaruhi terjadinya persalinan preterm dan

pelaksanaan yang sebaik mungkin untuk persalinan preterm.

Page 2: refarat mey obgyan.docx

BAB II

http://www.mayoclinic.org/tests-procedures/cervical-cerclage/basics/definition/prc-20012949 (5)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kelahiran prematur didefinisikan sebagai kelahiran bayi pada usia kehamilan kurang dari

37 minggu. Secara legal, di Inggris, the 1992 Amendment to the Infant Life Preservation

Act,menetapkan batas viabilitas sebagai 24 minggu.(?)

Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1961 menambahkan usia gestasi sebagai satu

kriteria bayi prematur, yaitu bayi yang lahir pada usia gestasi 37 minggu atau kurang. Dibuat

pembedaan antara berat badan lahir rendah (2500 g atau kurang) dan prematuritas (37 minggu

atau kurang). (7)

2.2 Etiologi

Suatu spectrum luas penyebab dan faktor demographic telah dikaitkan dengan kelahiran

bayi preterm. (7)

Persalinan prematur bukanlah wujud satu penyakit, tetapi merupakan gejala atau

sindrome yang mungkin mempunyai 1 (satu) atau lebih sejumlah penyebab. Persalinan prematur

telah dikaitkan dengan inkompetensi cervix, kelainan haemostasis, infeksi dalam uterus, plasenta

abruption atau perdarahan desidua, janin atau stres ibu dan beberapa kehamilan. Dalam beberapa

kasus, beberapa dari faktor-faktor tersebut dapat bertindak bersama-sama untuk meningkatkan

kemungkinan kelahiran prematur atau untuk mempengaruhi usia kehamilan di mana kelahiran

prematur terjadi. Contohnya pada kehamilan ganda yang dilahirkan pada minggu 36

kehamilan. (15)

2.3.1Faktor Ibu

2.3.1.1 Infeksi Cairan Amnion dan Korioamnion

Page 3: refarat mey obgyan.docx

Terdapat korelasi yang kuat antara infeksi dalam uterus dan mulainya permulaan

persalinan preterm spontan. Infeksi pada selaput dan cairan amnionin disebabkan oleh berbagai

mikroorganisme dapat menyebabakan beberapa kasus seperti ketuban pecah, persalinan

prematur, atau keduanya. Infeksi dalam uterus memiliki potensi untuk mengaktivasi semua jalur

biokimia yang mengarah pada pematangan cervix dan kontraksi uterus. Infeksi dari darah dari

tempat lain jarang terjadi. (7),(15,(16)

Patogenesis

Telah diketahui bahwa kelemahan atau pendeknya cervix merupakan faktor utama

terjadinya risiko infeksi ascendens bakteri. Namun, terdapat kemungkinan juga bahwa dengan

jumlah patogen mematikan yang tinggi dalam vagina, bakteri dapat memperoleh akses menuju

daerah uterus yang lebih rendah melalui leher uterus yang berfungsi normal, di mana bakteri

tersebut mengaktifkan mediator inflamasi yang membuat cervix menjadi matang dan memendek.

Bakteri mungkin juga mendapatkan akses menuju rongga ketuban melalui penyebaran secara

hematogen atau melalui bersamaan dengan dilakukannya prosedur yang invasif. (15)

Produk-produk bakteri seperti endotoksin merangsang monosit desidua untuk

memproduksi sitokin, termasuk interleukin-1, faktor nekrosis tumor, dan interleukin-6, yang

pada gilirannya merangsang asam arakidonat dan kemudian memproduksi prostaglandin.

Prostaglandin E2 dan F2 bertindak sebagai parakrin untuk merangsang kontraksi miometrium. (7)

Faktor pengaktif trombosit juga ikut berperan dalam aktivasi jaringan sitokin, yang

ditemukan di dalam cairan amnion. Faktor pengaktif trombosit diperkirakan diproduksi di dalam

paru dan ginjal janin. Oleh karenanya, janin tampaknya memainkan suatu peran sinergistik untuk

inisiasi kelahiran preterm yang disebabkan oleh infeksi bakterial. Secara teleologis, hal ini

kemungkinan menguntungkan bagi janin yang ingin melepaskan dirinya dari lingkungan yang

terinfeksi. (7)

2.3.1.2 Vaginosis Bacterialis

Pada vaginosis bakterialis, produksi hydrogen peroksida, lactobacillus yang merupakan

flora normal vagina diganti dengan bakteri anaerob, termasuk Gardnella vaginalis, Mobiluncus

species, dan Mycoplasma hominis. Vaginosis bakterialis dihubungkan dengan aborsi spontan,

persalinan preterm, rupture ketuban premature, korioamnionitis, dan infeksi cairan amnion. (8)

Page 4: refarat mey obgyan.docx

Dari banyak penelitian, tidak ada keraguan bahwa vaginosis bacterialis berpengaruh pada

persalinan preterm. Sayangnya, samai saat ini, skrining dan pengobatan yang ada belum dapat

mencegah terjadinya pelahiran preterm. Malahan, resistensi antibiotik atau perubahan flora

vagina yang diinduksi antibiotik telah dilaporkan dari rejimen-rejimen pengobatan untuk

mengeliminasi vaginosis bacterialis.(8)

Penatalaksanaan

Meskipun ada bukti bahwa vaginosis bacterialis merupakan faktor risiko kelahiran

prematur, namun kurang jelas bahwa mengobati bakteri vaginosis dengan antibiotik itu

bermanfaat. Namun, mungkin juga mencerminkan suatu kenyataan bahwa antibiotik mungkin

tidak selalu menghasilkan pembentukan kembali flora normal bakteri. Dua antibiotik yang umum

digunakan dalam pengobatan vaginosis bacterialis ialah metronidazol diberikan per oral atau

klindamisin yang dapat diberikan baik per oral atau per vaginam. Klindamisin mungkin memiliki

keuntungan lebih daripada metronidazol karena memiliki kegiatan yang lebih baik terhadap

bakteri anaerob, Mycoplasma hominis dan Urea yang urealyticum yang sering dikaitkan dengan

vaginosis bakteri. Bukti terbaru adalah bahwa skrining ibu hamil dengan resiko tinggi persalinan

prematur didasarkan pada masa lalu mereka yaitu riwayat obstetrinya atau faktor-faktor lain dan

pengobatan bakteri vaginosis (BV) dapat dibenarkan, namun saat ini tidak ada bukti kuat untuk

merekomendasikan skrining rutin dan perawatan populasi kebidanan umum. (15)

2.3.1.3 Faktor Gaya Hidup

Faktor-faktor yang menyebabkan kelahiran prematur (terutama kelahiran prematur

spontan) masih belum diketahui dan diapahami dengan baik. Walaupun jalur yang tepat antara

merokok selama kehamilan dan kelahiran prematur tidak diketahui, para peneliti berteori bahwa

salah satu mekanisme yang dapat diperkirakan ialah gangguan aliran darah plasenta akibat

nikotin dan karbon monoksida, yang merupakan vasokonstriktor yang poten pada pembuluh

plasenta.(13)

Plasenta dari ibu yang perokok telah terbukti menjadi lebih besar, dengan meningkatnya

luas permukaan plasenta, dan memiliki karakteristik lesi-lesi sebagai akibat kurangnya perfusi

dari uterus. Suzuki et al berspekulasi bahwa merokok dapat menyebabkan perubahan sel

endotel yang kemudian menyebabkan vasokonstriksi dan kekakuan dinding arteriol, dengan

Page 5: refarat mey obgyan.docx

perfusi yang kurang dari plasenta. Hal ini, dapat mengakibatkan iskemia dari desidua basalis,

yang kemudian menjadi nekrosis dan terjadi perdarahan. (3)

Karbon monoksida dalam asap rokok dapat mengganggu oksigenasi janin dengan

membentuk carboxyhemoglobin, dan nikotin dapat meningkatkan tekanan darah ibu dan detak

jantung, juga menghambat aliran darah ke janin, sehingga pada ibu perokok sering dapat

membuat pertumbuhan janin terganggu dan melahirkan dengan berat badan bayi yang rendah. (13)

Komplikasi plasenta dapat berupa perdarahan, terutama plasenta abruption(solutio

plasenta) dan, yang lebih sedikit, ialah plasenta previa, merupakan faktor yang penting dalam

predisposisi kelahiran prematur dan bayi lahir mati pada ibu yang merokok selama kehamilan. (13)

Faktor-faktor ibu lain yaitu ibu terlalu muda atau lanjut usia; kemiskinan; penggunaan

alkohol, dan faktor-faktor seperti pekerjaan lama berjalan atau berdiri, kondisi kerja berat dan

panjang. Santiago dan rekan (2005) menemukan tidak ada peningkatan insidensi kelahiran

prematur berulang pada wanita dengan riwayat lahir prematur dan yang bekerja berada di luar

rumah atau memerlukan tenaga fisik selama kehamilan mereka saat ini. (7)

Pada ibu yang terlalu tua terjadi lesi sklerotik (proses ateriosklerosis) pada arteri miometrium

sehingga dapat menyebabkan perfusi yang kurang dari plasenta mengarah pada risiko yang lebih

tinggi pada hasil mortalitas dan morbiditas perinatal. Perfusi yang kurang dapat mengakibatkan

iskemia dari desidua basalis, yang kemudian menjadi nekrosis dan terjadi perdarahan. (3),(10)

Hipotesis bahwa adanya hubungan yang buruk antara usia ibu yang terlalu muda dan

pendarahan vagina pada awal kehamilan disebabkan adanya bagian ke ketidakdewasaan dari

sumbu hipothalamus-hipofisis-gonad saat menarche dan adanya hubungan ginekologis yang

terbalik antara usia dan kadar progesteron selama fase luteal dari ovulasi siklus menstruasi. Dan

terjadinya pendarahan vagina dikaitkan dengan peningkatan insiden kelahiran premature. (4)

2.3.1.4 Perdarahan

2.3.1.4.1 Abruptio Plasenta

Abruptio plasenta atau solutio plasenta dapat mengakibatkan terjadinya prematur

pelahiran. Ini terjadi melalui pengeluaran trombin yang merangsang kontraksi miometrium oleh

reseptor yang diaktivasi protease tetapi secara independen juga disebabkan sintesis dari

prostaglandin. Ini menjelaskan kesan klinis bahwa persalinan preterm berkaitan dengan

chorionamnionitis sering cepat sedangkan yang berhubungan dengan plasenta abruptio ialah

Page 6: refarat mey obgyan.docx

kurang begitu karena pada abruptio plasenta tidak ada proses kematangan (preripening) cervix

uterus. Pembentukan trombin mungkin juga mempunyai peran dalam persalinan prematur yang

disebabkan karena chorionamnionitis ketika dilepaskannya trombin sebagai akibat dari

perdarahan desidua.(Gambar 2.2) (15)

Penatalaksanaan

Menunda persalinan mungkin akan bermanfaat ketika janin belum matang. Bond dan

rekan (1989) meneliti 43 wanita dengan abruptio plasenta sebelum usia kehamilan 35 minggu,

dan 31 minggu dan mereka diberi terapi tokolitik. Rata-rata waktu untuk persalinan di semua 43

wanita adalah sekitar 12 hari dan tidak ada lahir mati. Kelahiran sectio sesaria dilakukan pada 75

persen dari semua kasus. (8)

Wanita dengan bukti-bukti abrupto plasenta yang sangat dini sering menjadi

Oligohidramnion, baik dengan atau tanpa terjadi ketuban pecah prematur. Elliott dan rekan

(1998) menggambarkan empat perempuan dengan rata-rata abruption pada usia kehamilan 20

minggu dan yang juga mengembang menjadi Oligohidramnion. Mereka yang bersalin pada rata-

rata usia 28 minggu. (8)

Kurangnya mengancam perlambatan tidak menjamin keselamatan lingkungan

intrauterine untuk jangka waktu. Plasenta mungkin lebih jauh terpisah pada setiap saat dan dapat

membunuh janin kecuali persalinan dilakukan dengan segera. Beberapa penyebab langsung fetal

distress diperlihatkan pada bagan 2.1. Hal ini penting bagi kesejahteraan fetal distress dimulai

dengan langkah-langkah segera untuk mengoreksi hipovolemia ibu, anemia dan hipoksia

sehingga untuk memulihkan dan mempertahankan fungsi dari setiap plasenta yang masih

tertanam. Sedikit yang dapat dilakukan untuk memodifikasi penyebab lain yang menyebabkan

fetal distress kecuali dengan mengeluarkan janin dengan persalinan. (8)

2.3.1.4.2 Plasenta Previae

Gejala yang merupakan ciri khas ialah perdarahan yang tidak nyeri, yang tidak muncul

sampai trimester II akhir atau setelahnya. Mekanismenya adalah sebagai berikut setelah bulan

ke-4 terjadi regangan pada dinding uterus karena isi uterus lebih cepat tumbuhnya dari uterus

sendiri, akibatnya ialah bahwa isthmus uteri tertarik menjadi dinding cavum uteri (Segemn

Bawah Uterus). Pada plasenta previa, ini tidak mungkin tanpa pergeseran antara plasenta dan

Page 7: refarat mey obgyan.docx

dinding uterus, saat perdarahan tergantung pada kekuatan insersi plasenta dan kekuatan tarikan

pada isthmus uteri. Jadi dalam kehamilan tidak perlu ada his untuk menimbulkan perdarahan tapi

sudah jelas dalam prsalinan his pembukaan menyebabkan perdarahan karena bagian plasenta di

atas akan terlepas pada dasarnya. Perdarahan pada plasenta previa bersifat terlepas pada

dasarnya. (8),(18)

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dengan janin preterm membutuhkan observasi yang ketat, namun

dengan syarat tidak adanya perdarahan yang terus-menerus. Bagi beberapa wanita, mungkin

dirawat di rumah sakit lama menjadi ideal, bagaimanapun, wanita biasanya lemas setelah

pendarahan telah berhenti dan janinnya dinilai tidak sehat. Wanita dan keluarganya harus

sepenuhnya memperhatikan dengan serius masalah plasenta previa dan harus siap sewaktu-waktu

untuk membawa ibu hamil ke rumah sakit dengan segera. Jika perdarahan banyak, pembukaan

kecil, nullipara dan tingkat pasenta previa yang berat mendorong kita melakukan SC, sebaliknya

perdarahan yang sedang, pembukaan yang sudah besar, multiparitas, dan tingkat plasenta previa

ringan dan anak yang mati mengarahkan pada usaha pemecahan ketuban. (8),(18)

2.3.2 Faktor Janin

2.3.2.1 Kehamilan Multipel

Di Amerika Serikat, jumlah dan frekuensi kehamilan kembar serta kehamilan multijanin

lainnya telah meningkat secara tidak terduga selama 25 tahun terakhir. Dari tahun 1980 sampai

tahun 2005, jumlah kehamilan kembar meningkat dari 18,9% menjadi 32,1 per 1000 kelahiran.

Pada waktu yang sama, jumlah kelahiran kembar meningkat sebanyak 50% dan jumlah

kehamilan multijanin meningkat sampai 400 %.(9)

Pelahiran sebelum aterm merupakan penyebab utama meningkatnya resiko kematian dan

morbiditas neonates pada kehamilan kembar. Gardner dkk (1995) mendapatkan bahwa kausa

pelahiran preterm berbeda antara janin kembar dan janin tunggal. Persalinan spontan lebih sering

terjadi pada kelahiran kembar sebelum 37 minggu daripada janin tunggal, sdangkan

kebalikannya berlaku pada ketuban pecah dini. Pada janin tunggal dan kembar yang lahir

premature, pelahiran atas indikasi terjadi sama banyaknya. Hipertensi ibu dan, pertumbuhan

Page 8: refarat mey obgyan.docx

janin terhambat, dan solusio plasenta merupakan indikasi utama pelahiran preterm pada janin

kembar. (9)

Patogenesis

Beberapa kehamilan mungkin mengarah pada kelahiran prematur melalui setidaknya dua

mekanisme. Over-distensi uterus mengarah ke regulasi prematur terkait dengan kontraksi yang

disebabkan oleh protein-protein dan faktor yang memediasi kematangan cervix, yang seluruhnya

menunjukkan adanya kepekaan terhadap regangan mekanis. Kehamilan kembar yang

berhubungan dengan jumlah beberapa plasenta sehingga terjadi peningkatan CRH yang lebih

awal dalam sirkulasi dibandingkan dengan janin yang tunggal. (15)

2.3.2.2 Stress Pada Ibu dan Janin

Ada bukti bahwa janin dan ibu yang stres mungkin menjadi faktor risiko persalinan

prematur. Janin stres mungkin timbul dalam hubungannya dengan terhambatanya pertumbuhann.

Ibu stres dapat disebabkan oleh faktor-faktor lingkungan. Pada kedua kasus tersebut

dipostulasikan bahwa sekresi berlebih dari kortisol menyebabkan meningkatnya regulasi dari

produksi CRH dalam plasenta.(15)

2.3.3 Faktor Lainnya

2.3.3.1 Genetik

Sifat keluarga, riwayat prematur dan sifat rasial kelahiran prematur telah diketahui bahwa

genetika mungkin memainkan peran dalam menyebabkan persalinan preterm. Gen untuk relaksin

desidua merupakan salah satu kandidat. Defek pada protein trifunctional mitokondria defek janin

atau polimorfisme dalam kompleks gen interleukin-1, reseptor 2-adrenergik, atau faktor nekrosis

tumor (TNF) mungkin juga terlibat dalam ruptur membran yang prematur.(7)

Untuk saat ini, hubungan antara polimorfisme dalam calon gen dan risiko kelahiran

prematur adalah moderat. Misalnya, variasi dalam reseptor progesteron telah terlibat sebagai

faktor risiko ibu dalam sebuah penelitian, tetapi tidak dalam penelitian lainnya. Demikian juga,

meskipun polimorfisme dalam gen yang mengkode sel inflamasi sitokin pada awalnya

diidentifikasi sebagai faktor risiko yang mungkin dapat terjadi, namun hubungan yang konsisten

dengan kelahiran prematur belum dapat ditentukan. studi asosiasi Genomewide sekarang sedang

berlangsung terus dan berjanji untuk membuat wawasan baru dalam waktu dekat. Untuk

Page 9: refarat mey obgyan.docx

menjelaskan interaksi antara gen-gen dan gen-lingkungan yang meningkatkan risiko kelahiran

prematur, kohort besar (> 10.000 objek penelitian) akan diperlukan, terutama jika tujuannya

adalah untuk menemukan varian dengan ukuran efek kecil yang bisa menjelaskan wawasan

fisiologis yang baru. (12)

2.4 Diagnosis

2.4.1 Gejala Pada Pasien

Diagnosis persalinan prematur yang akurat sulit diketahui sampai persalinan telah jelas

maju walaupun sudah menggunakan tokolitik. Dengan peringatan ini, persalinan prematur dapat

diklasifikasikan sebagai ancaman atau memang aktual. Dasar klasifikasi seperti ini mempunyai

perbedaan dalam prognosis. Sekitar 85% pasien dengan ancaman persalinan prematur

melahirkan setelah aterm, padahal hanya 40-50% pasien dengan persalinan preterm yang aktual

melahirkan aterm. (5)

The American Academy of Pediatrics and the American College of Obstetricians and

Gynecologists (1997) merumuskan criteria untuk membuktikan adanya persalinan preterm,

yaitu: (5)

1. Kontraksi 4 kali dalam 20 menit atau 8 kali dalam 60 menit ditambah perubahan progresif

pada cervix,

2. Dilatasi cervix > 1 cm

3. Pendataran cervix 80% atau lebih.

Adapun kriteria lainnya dari Ingemarsson's untuk mendiagnosis persalinan prematur: (5)

1. Kehamilan 28-36 minggu

2. Kontraksi uterus yang menyakitkan, teratur, yang terjadi pada interval kurang dari 10

menit, selama paling sedikit 30 menit, menggunakan tocography eksternal

3. Selaput utuh

4. Uterus mendatar atau hampir mendatar dan berdilatasi antara 1 dan 4 cm.

Sejumlah keluhan mungkin terdapat pada persalinan prematur (Tabel 2.1) tapi banyak

dari gejala-gejala ini sering terjadi pada kehamilan normal dan sering diabaikan oleh dokter atau

bidan yang melakukan perawatan prenatalSebuah studi yang membandingkan gejala ibu hamil

pada persalinan prematur dengan gejala normal ibu hamil menunjukkan bahwa gejalanya saling

melengkapi. Kontraksi seperti kram menstruasi sering kali menjadi keluhan yang paling

Page 10: refarat mey obgyan.docx

mencolok, dengan hanya 13% dari pasien persalinan prematur tidak terjadi gejala ini. Sekitar

10% dari wanita hamil normal mengeluh adanya kontraksi yang menyakitkan. (5)

Biasanya, pasien dengan persalinan prematur mengancam mempunyai respon yang baik

terhadap terapi konservatif sederhana (bedrest, hidrasi, obat penenang, atau dosis subkutan

terbatas terbutaline atau nifedipine). Jarang, infus kontinu dari obat tokolitik diperlukan untuk

aktivitas dan kontraksi uterus terus-menerus ada dan signifikan. Prognosis dari persalinan saat

aterm tampaknya meningkat jika persalinan prematur dimulai pada trimester ketiga bukan di

trimester kedua. (5)

Tabel 2.1 Gejala utama persalinan prematur. (5)

Sakit perut

Sakit punggung

Nyeri panggul

Kram menstruasi

Perdarahan vagina

Leukorea dengan pewarnaan merah muda

Tekanan pada panggul

Sering berkemih

2.4.2 Perubahan Cervix

2.4.2.1 Dilatasi Cervix

Dilatasi cervix setelah tengah usia kehamilan diduga sebagai faktor resiko untuk persalinan

preterm,meskipun beberapa klinisi mempertimbangkan adanya beberapa varian anatomi yang

normal, terutama pada wanita mulipara. Cook dan Ellwood (1996) mengevaluasi cervix pada

wanita nulipara dan multipara dengan usia kehamilan 18 dan 30 minggu menggunakan USG

transvaginal, menemukan bahwa panjang dan dilatasi uterus tetap identik pada keduanya selama

usia kehamilannya. (8)

Meskipun dilatasi dan penonjolan cervix pada trimester III meningkatkan resiko pelahiran

premature, namun deteksi dini tersebut tidak memberikan dampak dalam hasil kehamilannya. (8)

2.4.2.2 Panjang Cervix

Page 11: refarat mey obgyan.docx

lams dkk. (1996) menggunakan sonografi transvaginal untuk mengukur panjang cervix

2915 wanita pada usia gestasi sekitar 24 minggu dan sekali lagi pada 28 minggu yang tidak

mempunyai resiko dalamp persalinan preterm. Rata-rata panjang cervix pada minggu ke-24

adalah sekitar 35 mm, dan wanita yang mempunyai cervix yang memendek progresif mengalami

peningkatan angka kelahiran preterm. (8)

Pada wanita hamil dengan persalinan sebelumnya kurang dari 32 minggu, Owen dkk.

(2001) melaporkan hubungan yang signifikan dari panjang cervix pada usia gestasi 16 sampai 24

minggu dengan kelahiran preterm selanjutnya sebelum minggu ke-35. Dalam studi selanjutnya,

Owen dkk (2003) mengyimpulkan bahwa nilai panjang cervix untuk memprediksi persalinan

sebelum usia kehamilan 35 minggu hanya jelas pada ibu hamil resiko tinggi terhadap persalinan

preterm. (8)

2.4.3 Fibronectin Janin

Fibronektin adalah suatu glikoprotein yang diproduksi dalam 20 bentuk molekul yang

berbeda oleh berbagai jenis sel, termasuk hepatosit, sel ganas, fibroblas, sel endotel, dan amnion

janin. Glikoprotein ini terdapat dalam konsentrasi tinggi di darah ibu dan di cairan amnion, serta

dianggap memainkan peran pada adhesi antarsel dalam kaitannya terhadap implantasi serta

dalam mempertahankan adhesi plasenta ke desidua. Leeson dkk., (1996). Fibronektin janin dapat

dideteksi di dalam sekret servikovagina pada kehamilan normal dengan selaput ketuban utuh

aterm, dan tampaknya memperlihatkan remodeling stroma cervix sebelum persalinan. (8)

Lockwood dkk. (1991) melaporkan bahwa penemuan fibronektin janin pada sekret

servikovagina sebelum selaput ketuban pecah dapat menjadi suatu petanda adanya ancaman

persalinan preterm. Laporan ini telah merangsang minat yang cukup besar terhadap penggunaan

pemeriksaan fibronektin untuk meramalkan kelahiran preterm. Fibronektin janin diukur dengan

menggunakan enzyme linked immunosorbent assay dan nilai di atas 50 ng/mL dianggap sebagai

hasil positif. Kontaminasi sampel dengan cairan amnion dan darah ibu harus dihindari. (8)

2.5 Pencegahan Kelahiran Preterm

Pada wanita dengan primigravid yang tidak mempunyai faktor-faktor risiko yang

signifikan untuk kelahiran prematur, tidak terdapat metode efektif untuk memprediksi persalinan

prematur oleh karena itu penatalaksanaan hanya dapat ditetapkan pada saat muncul keluhan akut

seperti adanya kontraksi. Pada saat ini tidak ada terapi profilaksis yang telah terbukti bermanfaat

dalam mencegah timbulnya persalinan prematur pada populasi ibu hamil berisiko tinggi. Tidak

Page 12: refarat mey obgyan.docx

ada bukti bahwa obat beta-sympathomimetic oral mengurangi risiko persalianan prematur dan

penggunaannya secara umum telah ditinggalkan di praktek kebidanan Inggris. Terapi yang

umum digunakan ialah cervix cerclage, obat antiinflamasi non steroid dan baru-baru ini

penggunaan progesteron. (15)

2.5.1 Progesteron

Progesteron dianggap menghambat produksi sel proinflamasi sitokin dan prostaglandin

dalam uterus dan menghambat kontraktilitas miometrium. Pada tahun 2003, Da Fonseca et al.

melaporkan bahwa perempuan dengan risiko tinggi kelahiran prematur dan secara acak

menerima 100-mg progesteron supositoria vagina sehari antara 24 dan 33 minggu memiliki

jumlah persalinan prematur yang lebih rendah (13,8% pada 37 minggu, 2,8% sebelum 34

minggu) versus kelompok plasebo (28% sebelum 37 minggu, 18,6% sebelum 34 minggu).

Dalam studi serupa Mies et al. menggunakan suntikan mingguan dari 17 α hydroxyprogesterone

capruate (250 mg) pada ibu dengan usia kehamilan antara 16 dan 36 minggu, hasilnya ternyata

dapat mengurangi rata-rata persalinan prematur sebanyak 55-36% sebelum usia kehamilan 37

minggu dan 19-11% sebelum usia kehamilan 32 minggu. (8),(15)

2.5.2 Ligasi Cervix Cerclage

Kelainan fungsi cervix dapat menjadi faktor utama atau kontributor minor terhadap

kejadian biokimia dan mekanis yang dapat menyebabkan kelahiran prematur. Sudah jelas bahwa

pada wanita dengan riwayat cervix yang lemah, misalnya, pada wanita dengan dengan riwayat

operasi cervix atau mereka dengan episode berulang dari kehilangan janin trimester kedua tanpa

rasa sakit relatif cepat, cerclage cervix akan memperbaiki prospek dalam suksesnya kehamilan

berikutnya secara signifikan. (15)

Gambar 2.3 Cerclage cervix

Terdapat 3 kondisi diamana penggunaan cerclage cervix bermanfaat pada pencegahan

kelahiran preterm. Kesatu, cerclage dapat digunakan pada wanita dengan riwayat kelahiran

prematur pada tengah trimester ketiga yang berulang dan wanita yang didiagnosis memiliki

cervix yang inkompeten. Kondisi kedua, wanita yang memiliki cervix yang pendek saat

dilakukan USG. Ketiga, melakukan cerclage “penyelamatan/rescue”, pada saat cervix yang

inkompeten baru dikenali pada ibu dengan kelahiran preterm yang mengancam. Rescuecerclage

cervix dilakukan pada wanita dengan dilatasi cervix yang diam/silent dan menonjol dari

membran ke dalam vagina tetapi tidak disertai kontraksi uterus sebelumnya (gambar 2.3). (8)

Page 13: refarat mey obgyan.docx

2.5.3 Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)

Peran penting dari sel inflamasi prostaglandin dan sitokin dalam etiologi persalinan

prematur menunjukkan bahwa non-steroid anti-inflammatory drugs (NSAID) dapat bermanfaat

dalam mencegah kelahiran prematur. NSAID bekerja terutama dengan menginhibisi enzim

cyclo-oxygenase yang mengkatalisasi sintesis prostaglandin. Akan tetapi, berbagai OAINS juga

memiliki aksi mekanisme lain meliputi efek pada jalur sinyal intraselular dan pada faktor

transkripsi termasuk NF-kappa B. Ada dua isoform utama pada enzim cyclo-oxygenase disebut

COX-1 dan COX-2. COX-1 adalah secara konstitutif diekspresikan dalam sel mayoritas,

sedangkan COX-2 ialah bagian yang menginduksi dan mengkatalisis sintesis prostaglandin pada

tempat peradangan. COX-2 merupakan cyclo-oxyge nase utama yang terkait dengan

meningkatnya sintesis prostaglandin yang muncul saat terjadinya persalinan. (15)

Terdapat beberapa penelitian penggunaan OAINS dalam pengelolaan akut kelahiran

prematur, terdapat beberapa studi acak penggunaan OAINS sebagai profilaksis. OAINS

berhubungan dengan efek samping pada janin secara signifikan, khususnya oligohidramnios dan

penyempitan ductus arteriosus. (15)

Oligohidramnios terjadi pada 30% dari janin yang terkena indometasin. Efek ini

tergantung dosis dan mungkin terjadi baik dengan penggunaan jangka pendek maupun jangka

panjang. Penghentian terapi biasanya menghasilkan pergantian cepat janin normal urin output

dan resolusi dari oligohydramnion. (15)

Penyempitan terjadi ductus arteriosus hingga 50% janin terkena indometasin pada usia

kehamilan lebih besar dari 32 minggu. Ada hubungan antara dosis, durasi terapi dan usia

kehamilan. Duktus penyempitan terlihat jarang di bawah usia kehamilan 32 minggu dan lebih

jarang di bawah usia kehamilan 28 minggu. Terapi indometasin jangka panjang, terutama setelah

usia kehamilan 32 minggu berhubungan dengan risiko hipertensi paru bayi secara signifikan. (15)

Jika NSAID seperti indometasin harus digunakan, misalnya, sebagai terapi jangka pendek

dalam penggunaan cervix cerclage, maka penting bahwa harus ada USG untuk melihat produksi

urin janin atau indeks cairan ketuban dan dari ductus arteriosus dan terapi harus dihentikan

ketika muncul efek samping. (15)

2.6 Penatalaksanaan

2.6.1 Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini Dan Persalinan Preterm

Page 14: refarat mey obgyan.docx

Wanita yang diidentifikasi mempunyai resiko kelahiran prematur dan wanita dengan

gejala dan tanda persalinan preterm memiliki banyak inertevensi dengan tujuan untuk

mendapatkan hasil yang baik. Meskipun banyak intervensi yang dapat dilakukan namun tidak

semua dianjurkan. Beberapa intervensi memberikan perbaikan yang cukup baik, namun beberapa

lainnya masih belum terbukti. (8)

2.6.1.1 Riwayat Pecah Ketuban Preterm

Cox dkk. (1988b) melaporkan hasil kehamilan pada 298 wanita berturut-turut yang

melahirkan setelah pecah ketuban spontan pada usia gestasi antara 24 sampai 34 minggu.

Meskipun komplikasi ini hanya ditemukan pada 1,7 persen kehamilan, kondisi ini merupakan

penyebab 20 persen kematian perinatal selama periode waktu ini. Pada saat masuk, 75 persen

wanita sudah in partu, 5 persen melahirkan karena penyulit lain, dan 10 persen lainnya

melahirkan setelah persalinan spontan dalam 48 jam. Hanya terdapat 7 persen wanita yang

pelahirannya tertunda 48 jam atau lebih setelah pecah-nya ketuban. Namun, kelompok wanita

yang mengalami penundaan pelahiran ini tampaknya diuntungkan akibat lambatnya pelahiran

karena tidak terjadi kematian neonatal. Hal ini berlawanan dengan angka kematian neonatal 80

per 1000 pada bayi yang dilahirkan dalam 48 jam setelah pecah ketuban. Nelson dkk. (1994)

melaporkan hasil serupa. (8)

Periode waktu dari ketuban pecah preterm sampai pelahiran berbanding terbalik dengan

usia gestasi saat ketuban pecah (Carroll dkk., 1995a). Seperti diperlihatkan pada Gambar 2.4,

jika ketuban pecah pada trimester ketiga, hanya diperlukan beberapa hari saja hingga pelahiran

terjadi disbanding dengan trimester kedua. (8)

Gambar 2.4 Hubungan interval waktu antara ketuban pecah dini dan pelahiran pada 172

kehamilan tunggal. (Kotak = yang bertahan; lingkaran = kematian karena prematuritas; segitiga

= kematian akibat hipoplasia paru) (8)

2.6.1.2 Rawat Inap

Sebagian besar ahli kebidanan merawat inap wanita dengan kehamilan yang mengalami

penyulit pecah ketuban preterm. Keprihatinan tentang biaya perawatan rumah sakit yang lama

biasanya masih dapat diperdebatkan karena kebanyakan wanita memasuki persalinan dalam 1

minggu atau kurang setelah ketuban pecah. Carlan dkk. (1993) mengacak 67 kehamilan dengan

pecah ketuban yang dipilih secara cermat untuk menjalani penatalaksanaan di rumah versus di

rumah sakit. Tidak ada keuntungan yang ditemukan pada perawatan inap dan masa tinggal ibu di

Page 15: refarat mey obgyan.docx

rumah sakit berkurang 50 persen pada ibu yang dikirim pulang 14 menjadi 7 (hari). Yang

penting, para peneliti ini menekankan bahwa penelitian ini terlalu kecil untuk nenyimpulkan

bahwa penatalaksanaan di rumah aman-aman saja. (8)

2.6.1.3 Penatalaksanaan Menunggu

Meskipun ada banyak sekali literatur mengenai penatalaksanaan menunggu pada ketuban

pecah preterm, baru sedikit penelitian acak yang telah dilakukan. Dalam penelitian acak wanita

yang menerima tokolitik dan terapi menunggu. Peneliti menyimpulkan intervensi aktif tidak

memperbaiki hasil perinatal. (Garite dkk, 1981, 1987; Nelson dkk, 1985). (8)

2.6.1.4 Pelahiran Disengaja

Pelahiran secara sengaja banyak dipraktikkan sebelum tahun 1970-an karena ketakutan

akan terjadi sepsis. Telah dilakukan dua percobaan acak tentang pelahiran disengaja pada

kehamilan dengan penyulit pecah ketuban preterm. Mercer dkk. (1993) mengacak 93 kehamilan

dengan pecah ketuban pada usia gestasi antara 32 dan 36 minggu untuk melahirkan

dibandingkan dengan penatalaksanaan menunggu. Semua mencatat adanya pematangan paru

janin. Pelahiran secara sengaja mengurangi lama perawatan ibu di rumah sakit dan juga

menurunkan angka infeksi baik pada ibu maupun neonatus. Cox dan Leveno (1995) juga

mengacak 129 wanita dengan pecah ketuban pada usia gestasi antara 30 dan 34 minggu.

Terdapat satu kematian janin (akibat sepsis) pada kehamilan yang ditangani secara menunggu

dan tiga kematian neonatal (dua diantaranya karena sepsis dan satu karena hipoplasia paru). Pada

bayi yang dilahirkan dengan sengaja. Kedua pendekatan penatalaksanaan tersebut dirasa tidak

memuaskan.(8)

2.6.1.5 Korioamnionitis Nyata

Banyak peneliti yang beranggapan bahwa pecah ketuban yang lama berhubungan dengan

peningkatan mortalitas fetal dan maternal (Ho dkk, 2003). Jika terdiagnosis korioamnionitis,

perlu segera dimulai upaya untuk melahirkan janin-sebaiknya pervaginam. Sayangnya satu-

satunya indikator yang andal untuk menegakkan diagnosis ini hanyalah demam; suhu tubuh

38OC (100,4F) atau lebih yang menyertai pecah ketuban menandakan infeksi. Leukositosis ibu

saja dinyatakan tidak dapat diandalkan. Selama penatalaksanaan menunggu, observasi ibu dan

takikardi janin, lunaknya uterus, dan keluarnya cairan dari vaginam yang bau perlu dilakukan. (8)

Page 16: refarat mey obgyan.docx

Pada korioamnionitis, morbiditas janin dan neonatus meningkat secara nyata. Alexander

dkk. (1998) meneliti pengaruh korioamnionitis klinis pada 1367 bayi dengan berat lahir sangat

rendah yang dilahirkan di Parkland Hospital. Sekitar 7 persen bayi terpajan terhadap

korioamnionitis dan hasil akhir pada bayi-bayi ini dibandingkan dengan me.reka yang tidak

mengalami infeksi nyata. Disimpulkan bahwa bayi dengan berat lahir sangat rendah rentan

terhadap cedera neurologis yang menyertai korioamnionitis. (8)

2.6.1.6 Percepatan Pematangan Fungsi Paru

Glack (1979) menekankan bahwa produksi surfaktan kemungkinan dipercepat jauh

sebelum aterm pada kehamilan yang dipersulit oleh sejumlah kondisi dan stres pada ibu atau

janin. Contohnya antara lain penyakit ginjal atau kardiovaskular kronis, gangguan hipertensi

lama yang disebabkan oleh kehamilan, kecanduan heroin, pertumbuhan janin terhambat, infark

plasenta, korioamnionitis, atau ketuban pecah preterm. Pandangan ini dianut secara luas

meskipun data yang lebih baru menyangkal adanya hubungan ini. (8)

2.6.1.7 Terapi Antimikroba

Patogenesis mikrobiologis ketuban pecah preterm telah memacu penelitian-penelitian

mengenai berbagai macam antimikroba untuk mencegah pelahiran. Mercer dan Arheart (1995)

mengulas 13 penelitian acak tentang efektivitas terapi antimikroba dibandingkan dengan plasebo

untuk pecah ketuban pada usia gestasi di bawah 35 minggu. Total 10 hasil akhir kehamilan

menjalani metaanalisis dan hanya tiga yang menunjukkan kemungkinan efek menguntungkan

dari obat antimikroba: (1) lebih sedikit wanita yang mengalami korioamnionitis; (2) lebih sedikit

bayi yang mengalami sepsis, dan (3) kehamilan lebih sering memanjang 7 hari pada ibu yang

diberi antimikroba. Angka harapan hidup tidak dipengaruhi, demikian pula insiden enterokolitis

nekrofikans, gawat napas, atau perdarahan intracranial. (8)

Untuk meninjau masalah ini lebih jauh, the NICHD Maternal-Fetal Medicine Units

Network melaksanakan sebuah uji coba prospektif acak-terhadap penatalaksanaan menunggu

dikombinasikan dengan ampisilin atau amoksisilin plus eritromisin, atau placebo. Pada wanita

dengan ketuban pecah preterm pada usia gestasi antara 24 dan 32 minggu. Tokolisis, terapi

kortikosteroid, atau keduanya tidak diberikan pada uji coba ini. Lebih sedikit neonatus yang

mengalami sindrom gawat napas, enterokolitis nekrotikans, atau gabungan hasil simpang pada

kehamilan yang mendapatkan obat antimikroba. (Mercer dkk, 1997). (8)

Page 17: refarat mey obgyan.docx

Beberapa memprediksi terapi antimikroba lama pada kehamilan ini menimbulkan

konsekuensi yang tidak diinginkan. Carroll dkk. (1996) serta Mercer dkk. telah menyatakan

keprihatinan bahwa terapi seperti ini potensial meningkatkan risiko seleksi pathogen yang

resisten.(8)

2.6.1.8 Kortikosteroid

The National Institus of Health Consensus Development Confrence (2000) menganjurkan

pemberian tunggal kortikosteroid antenatal pada ibu dengan pecah ketuban preterm sebelum usia

kehamilan 32 minggu dan yang tidak ditemukan adanya korioamnionitis. Sejak saat itu, banyak

penelitian metanalisis yang dilakukan, dan berdasarkan the American College Obstetrics and

Gynecologist (2007), terapi kortikosteroid dosis tunggal dianjurkan pada usia kehamilan 24-32

minggu. Tidak ada consensus yang menyatakan terapi tersebut. Pemberian tidak dianjurkan pada

usia kehamilan sebelum 24 minggu. (8)

2.6.2 Persalinan Preterm Dengan Selaput Janin Utuh

Penatalaksanaan antepartum pada wanita dengan tanda-tanda dan gejala persalinan

preterm serta selaput ketuban intak kurang lebih sama dengan yang telah diuraikan untuk

kehamilan dengan pecah ketuban preterm. Yaitu, patokan terapi adalah menghindari pelahiran

sebelum usia gestasi 34 minggu bila mungkin. Obat-obat yang ditujukan untuk menghentikan

atau menekan kontraksi uterus sering diberikan, dan hal ini akan dibahas kemudian. (8)

2.6.2.1 Amniosentesis untuk Mendeteksi Infeksi

Romero dan rekannya (1993) mencoba mengevaluasi nilai diagnostic dari cairan amnion dengan

leukositosis, kadar gula yang rendah, konsentrasi interleukin-6 yang tinggi, atau adanya bakteri

gram positif pada 120 wanita dengan kelahiran prematur dan membrane yang utuh. Hasil

investigasi ini menemukan bahwa tidak ditemukan bakteri pada cairan amnion pada 99% wanita.

Konsentrasi interleukin-6 sebanyak 82% spesifik untuk mendeteksi cairan amnion yang

mengandung bakteri. The American College Obstetrics and Ginecology (2003) menyimpulkan

bahwa tidak ada bukti melakukan amniocentesis rutin untuk mengidentifikasi suatu infeksi. (8)

2.6.2.2 Terapi Kortikosteroid Kematangan Paru Janin

Glukokortikoid dapat mempercepat maturasi paru-paru pada domba yang preterm namun

kemudian Liggins dan Howie (1972) mencobanya pada wanita. Terapi kortikosteroid efektif

dalam menurunkan insidensi dari respiratory distressdan angka kematian neonatal jika kelahiran

dapat ditunda setelah pemberian awal betametason. Bayi baru lahir yang terekspose terapi ini

Page 18: refarat mey obgyan.docx

tidak mendapatkan penyakit sampai usia 31 tahun. Penelitian Liggins dan Howie (1972)

merangsang lebih dari 35 tahun penelitian paru-paru janin lainnya. Dan pada tahun 1995,

National Institute of Health Consensus Development merekomendasikan penggunaan

kortikosteoid untuk pematangan paru-paru janin yang terancam kelahiran preterm. (8)

2.6.2.3 Metode-Metode Untuk Menghambat Persalinan Preterm

Banyak sekali obat dan intervensi lain yang telah digunakan untuk menghambat

persalinan preterm, tetapi sayangnya, tidak ada yang benar-benar efektif. The American College

Obstetrics and Gynecologist (2007) menyimpulkan bahwa obat tokolitik tidak secara jelas

memperlama gestasi, namun dapat menunda persalinan pada wanita selama 48 jam. Fungsi ini

dapat memfasilitasi transportasi pengiriman ibu ke RS pusat atau memberikan waktu untuk

pemasukan kortikosteroid. (8)

2.6.2.3.1Tirah Baring

Regimen terapi yang paling sering digunakan adalah tirah baring selama kehamilan. Pada

tahun 1994, Goldenberg dkk. telah mengulas tirah baring yang digunakan untuk merawat

berbagai macam komplikasi kehamilan dan tidak menemukan bukti konklusif bahwa tirah baring

dapat membantu mencegah kelahiran preterm. Baru-baru ini, Sosa dkk. (2004) meneliti secara

acak manfaat tirah baring di rumah dan di rumah sakit. Mereka menyimpulkan tidak adanya

bukti bahwa tirah baring dapat mencegah kelahiran prematur, begitu pula dengan hasil yang

diteliti oleh Goulet dkk (2001) dan Yost dan kolega-koleganya. (8)

2.6.2.3.2 Hidrasi Dan Sedasi

Helfgott dkk. (1994) melakukan percobaan hidrasi dan sedasi pertama secara acak yang

dibandingkan dengan tirah baring saja dalam perawatan 119 wanita yang sedang dalam

persalinan preterm. Wanita yang diacak untuk mendapatkan terapi menerima 500 mL larutan

Ringer Laktat secara intravena dalam 30 menit dan 8 sampai 12 mg morfin sulfat intramuskular.

Terapi seperti ini ternyata tidak lebih menguntungkan daripada tirah baring saja. (8)

2.6.2.3.3 Agonis Reseptor Beta Adrenegik

Banyak senyawa bereaksi dengan reseptor β-adrenergik untuk mengurangi kadar ion

kalsium intraseluler dan mencegah protein yang mengaktivasi kontraksi miometrium. Dalam

kondisi yang akut, obat-obatan dapat diberikan secara intravena (ritodrine dan terbutaline) atau

secara subkutan (terbutaline). Dosis ditingkatkan sampai uterus ibu menjadi tenang atau

terjadinya efek samping yang mencegah dari meningkatkan dosis lebih lanjut. Terjadinya

Page 19: refarat mey obgyan.docx

tachyphylaxis terjadi dengan cepat. Di Amerika Serikat, ritodrine dan terbutaline telah digunakan

dalam obstetri, namun hanya ritodrin hidroklorida yang telah diakui oleh Food and Drug

Administration untuk mengobati persalinan preterm. (8),(16)

Ritodrine

Dalam sebuah studi multisentra di Amerika Serikat, bayi-bayi yang ibunya diterapi

dengan ritodrin atas dugaan persalinan preterm mempunyai angka kematian yang lebih rendah,

lebih jarang mengalami gawat napas, dan lebih sering mencapai usia gestasi 36 minggu atau

berat lahir 2500 g daripada bayi-bayi yang ibunya tidak diberi terapi (Merkatz dkk., 1980). (8)

Infus ritodrin, juga agonis (3-adrenergik lainnya sering kali mengakibatkan efek samping

dan kadang- kadang efek samping tersebut serius, seperti edema paru. Tokolitik merupakan

penyebab ketiga dari acute respiratory distress dan kematian pada ibu hamil selama 14 tahun

terakhir di Mississippi (Perry dkk, 1996). Penyebab edema paru adalah multifaktorial, dan faktor

resiko meliputi terapi tokolitik dengan β-agonis, kehamilan multijanin, terapi kortikosteroid yang

berbarengan, tokolitik > 24 jam, dan infuse kristoloid dalam jumlah besar. Disebabkan β-agonis

dapat menyebabkan retensi natrium dan air, pemberian selama waktu 24-48 jam dapat membuat

volume overload (Hankins dkk, 1988).(8)

Kini hanya ritodrin parenteral yang tersedia di Amerika Serikat sejak pabriknya

menghentikan distribusi tablet pada tahun 1995. Berdasarkan Federa Register, ritodrin ditarik

dari peredaran pada tahun 2003 oleh pabriknya sendiri dan sudah tidak tersedia lagi di Amerika

Serikat. (8)

Terbutaline

Agonis-β ini umumnya digunakan untuk mencegah persalinan preterm, namun, seperti

ritodrin, toksisitasnya khususnya edema paru (Angel dkk., 1988). Lam dkk. (1988) melaporkan

pemberian terbutalin dosis rendah secara subkutan jangka panjang dengan menggunakan pompa

portabel pada sembilan kehamilan. Tokos Corporation segera memasarkan pendekatan ini, dan

antara tahun 1987 sampai 1993 telah menggunakan pompa ini pada hamper 25.000 wanita

dengan persalinan preterm (Perry dkk., 1995). Laporan lain yang ada mengenai pompa terbutalin

antara lain kematian ibu mendadak dan laporan nekrosis miokardium neonatus setelah ibu

menggunakan pompa tersebut selama 12 minggu (Fletcher dkk., 1991; Hudgens dan Conradi,

1993). (8)

Page 20: refarat mey obgyan.docx

Dua percobaan acak prospektif belum menemukan manfaat apapun dari terapi pompa

terbutalin. Wenstrom dkk. (1997) mengacak 42 wanita untuk mendapatkan terapi dengan pompa

terbutalin pompa salin, atau terbutalin oral. Guinn dkk. (1998). Dalam sebuah percobaan

tersamar ganda, mengacak 52 wanita untuk mendapatkan terapi pompa terbutalin atau pompa

salin. Terapi pompa terbutalin tidak secara signifikan memperpanjang kehamilan, mencegah

pelahiran preterm, atau memperbaiki hasil akhir neonates pada kedua studi ini. (8)

Terapi terbutalin oral pernah dilaporkan tidak efektif oleh beberapa kelompok (How dkk.,

1995; Parilla dkk., 1993): Pada sebuah percobaan tersamar ganda, Lewis dkk. (1996) mengacak

203 wanita yang mengalami persalinan preterm setelah tokolisis intravena yang berhasil pada

usia gestasi 24 sampai 34 minggu, untuk mendapatkan 5 mg terbutalin oral setiap 4 jam atau

plasebo. Pelahiran dalam waktu satu minggu setara pada kedua kelompok demikian juga median

masa laten, rerata usia gestasi saat pelahiran, dan insiden persalinan preterm berulang. (8)

Ikhtisar Tentang Obat β-Adrenergik Untuk Menghambat Persalinan Preterm

Sejumlah meta-analisis mengenai agonis-β parenteral yang diberikan untuk mencegah

kelahiran preterm secara konsisten mengkonfirmasi bahwa agen-agen ini menunda pelahiran

selama tidak lebih dari 48 jam (Canadian Preterm Labor Group, 1992). Lebih lanjut, penundaan

ini belum terbukti menguntungkan. Macones dkk. (1995) menggunakan studi meta-analisis untuk

menilai data tentang kemanjuran terapi β-agonis oral yang tersedia dan tidak menemukan adanya

manfaat. Keirse (1995b) menyatakan bahwa penundaan pelahiran singkat yang dihasilkannya

bermanfaat untuk mempermudah transportasi ibu ke pusat perawatan tersier, dan juga cukup

menunda pelahiran hingga menghasilkan pematangan janin dengan glukokortikoid. Sayangnya,

tidak ada data yang menyokong dari sudut pandang ini. (8)

2.6.2.3.4 Magnesium Sulfat

Magnesium ionik dalam konsentrasi yang cukup tinggi dapat mengubah kontraktilitas

miometrium in vivo dan in vitro. Perannya diperkirakan sebagai antagonis kalsium. Steer dan

Petrie (1977) menyimpulkan bahwa magnesium sulfat yang diberikan secara intravena, 4 g

diberikan sebagai dosis awal diikuti dengan infuse kontinu 2 g/jam, biasanya akan menghentikan

persalinan. Ibu yang diberikan magnesium sulfat harus diobservasi karena adanya bahaya

hipermagnesemia. (8)

Hanya ada dua studi berkontrol acak tentang khasiat tokolitik magnesium sulfat pada

manusia. Cotton dkk. (1984) membandingkan magnesium sulfat dengan ritodrin serta dengan

Page 21: refarat mey obgyan.docx

plasebo, dan mereka hanya menemukan perbedaan kecil pada hasil akhirnya. Cox dkk. (1990)

mengacak 156 wanita dalam persalinan preterm dengan selaput ketuban utuh untuk mendapatkan

infus magnesium 5ulfat atau saline normal. Wanita-wanita ini menjadi berisiko dan hanya sedikit

yang mencapai usia kehailan 33 minggu. Tidak ditemukan keuntungan dan terapi seperti ini dan

metode tokolisis ini ditolak di Parkland Hospital. Grimes dan Nanda (2006) mengkaji ulang

penggunaan magnesium sulfat sebagai tokolitik dan menyimpulkan “saatnya berhenti”

menggunakan terapi ini disebabkan tidak efektif dan timbulnya bahaya yang potensial pada

janin. (8)

Magnesium sulfat juga memberikan efek janin dan bayi baru lahir secara signifikan.

Magnesium sulfat melintasi plasenta dan berakumulasi dalam janin. Akibatnya, dapat

mempengaruhi parameter biofisik janin (terutama aktivitas pernapasan janin) dan penurunan

variabilitas detak jantung janin. Neonatus yang lahir dengan konsentrasi magnesium sulfat tali

lebih dari 4 mg per 100 mL mungkin menunjukkan tanda-tanda depresi, termasuk penurunan

otot, mengantuk, usaha pernapasan yang buruk, dan skor Apgar yang rendah. Kasus bayi

osteoporosis dengan patah tulang terkait telah dilaporkan pada seorang wanita diterapi dengan

tokolitik jangka panjang dengan magnesium sulfat. (16)

2.6.2.3.5 Inhibitor Prostaglandin

Senyawa-senyawa yang menghambat prostaglandin telah menjadi subjek perhatian yang

cukup besar karena prostaglandin dianggap terlibat erat dalam kontraksi miometrium pada

persalinan normal. Obat antiprostaglandin mungkin bekerja dengan menghambat sintesis

prostaglandin atau menghalangi kerja prostaglandin pada organ target. Sekelompok enzim yang

disebut prostaglandin sintase bertanggung jawab atas konversi asam arakhidonat bebas menjadi

prostaglandin. Beberapa obat diketahui menyekat sistem ini, antara lain aspirin dan salisilat lain

dan indometasin. (8)

Indometasin adalah obat yang digunakan pertama kali oleh Zuckerman dan rekannya

pada tahun 1974, dengan hasil indometasin menghentikan kontraksi dan menunda kelahiran.

Indometasin dapat digunaka secara per oral atau per rectal. (8)

Indometasin merupakan kontraindikasi pada pasien dengan gangguan hematologi,

penyakit ulkus peptikum, dan diketahui alergi dan tampaknya dapat meningkatkan waktu

pendarahan. Kontraindikasi relatif pada penyakit ginjal ibu. Indometasin tidak secara signifikan

mempengaruhi perfusi uteroplacental atau nilai Apgar. (5)

Page 22: refarat mey obgyan.docx

Komplikasi pada janin paling signifikan berhubungan dengan penutupan ductus

arteriosus yang prematur, gagal jantung kanan, dan kematian janin. Jenis prostaglandin E

memungkinkan ductus arteriosus tetap paten, sedangkan indometasin cenderung membuat ductus

menutup, lebih cenderung menutup duktus reversibel setelah beberapa minggu. Penutupan

duktus yang ireversibel dapat terjadi pada usia kehamilan lebih tua, lebih dekat dengan waktu

penutupan fisiologis, namun ada laporan kasus terjadinya kematian janin diakibatkan penutupan

duktus yang lengkap. (5)

2.6.2.3.6 Obat Penyekat Saluran Kalsium

Aktivitas otot polos, termasuk miometrium, secara langsung berhubungan dengan

kalsium bebas di dalam sitoplasma, dan penurunan konsentrasi kalsium akan menghambat

kontraksi. Obat penyekat kalsium beraksi dengan menghambat, dengan berbagai

mekanisme, pintu masuk saluran kalsium pada membran sel. Meskipun obat ini digunakan

sebagai terapi penyakit hipertensi, namun obat penyekat saluran kalsium dapat diaplikasikan

dalam terapi persalinan preterm sebagai subjek sejak akhir tahun 1970-an. (8)

Nifedipine telah digunakan sebagai obat tokolitik. Banyak protokol untuk nifedipine.

Umumnya, 10 mg nifedipine diberikan peroral. Jika kontraksi tetap ada, dosis dapat diulang

setiap 20 menit untuk total 30 mg dalam 1 jam. Hipotensi maternal dapat terjadi secara relatif

umum. Jika terjadi hipotensi berkembang, nifedipine dosis tambahan harus diberikan. Sekali

kontraksi menurun, pasien dapat menerima 10 mg setiap 6 jam nifedipine per oral atau menerima

30-60 mg nifedipine sustainde release per hari. Nicardipine, yaitu relaksan uterus yang kuat,

dapat diberikan sebanyak 40-mg dalam 2 jam dengan dosis maksimum 80 mg jika kontraksi

rahim tidak mereda. Dapat dilanjutkan dengan pemberian nicardipine 45 mg sustained-release

setiap 12 jam. (16)

Kombinasi nifedipin dan magnesium sebagai tokolisis kemungkinan berbahaya. Ben-Ami

dkk. (1994) serta Kurtzman dkk. (1993) melaporkan bahwa nifedipin meningkatkan toksisitas

magnesium untuk menimbulkan blokade neuromuskular yang dapat mengganggu fungsi paru

maupun jantung. How dan rekannya (2006) mengacak 54 wanita dengan usia kehamilan 32 dan

34 minggu dengan memberikan magnesium sulfat ditambah nifedipine atau tanpa tokolitik

menemukan tidak terdapat adanya manfaat maupun bahayanya. (8)

2.6.2.3.7 Ikhtisar Penggunaan Tokolitik Untuk Kelahiran Preterm

Page 23: refarat mey obgyan.docx

Pada banyak wanita, tokolitik dapat menghentikan kontraksi sementara, namun jarang

mencegah dari persalinan preterm. Dalam metaanalisis terapi tokolitik, Gyetvai dan koleganya

(1999) menyimpulkan meskipun persalinan dapat ditunda untuk pemberian kortikosteroid,

pengobatan tidak memperbaiki hasil perinatal. Berkman dan rekannya (2003) meninjau ulang 60

laporan dan menyimpulkan bahwa tokolitik dapat memperlama gestasi, tetapi Agonis-β tidak

lebih baik dari obat-obat lainnya, malahan dapat berbahaya buat ibunya. Mereka juga

menyimpulkan bahwa tidak terdapat manfaat dari terapi tokolitik pemeliharaan. (8)

Merujuk kepada aturan secara umum jika diberikan tokolitik, maka kortikosteroid harus

juga seiring diberikan. Rentang usia kehamilan untuk diberikannya obat ini masih diperdebatkan,

namun karena kortikosteroid tidak umum digunakan setelah usia kehamilan 33 minggu dan

karena hasil perinatal pada umumnya baik setelah usia kehamilan 33 minggu, maka kebanyakan

dokter tidak menggunakan tokolitik dan kortikosteroid pada usia kehamilan 33 minggu atau

lebih. (8)

2.6.3 Penatalaksanaan Intrapartum

Secara umum, semakin imatur janinnya, semakin besar risiko akibat persalinan dan

pelahiran.

2.6.3.1 Persalinan

Apakah persalinan diinduksi atau spontan, kelainan frekuensi denyut jantung janin dan

kontraksi uterus harus dicari, lebih baik dengan pemantau elektronik .kontinu. Takikardia janin

terutama bila terjadi pecah ketuban,menandakan adanya sepsis. Terdapat beberapa bukti terbaru

bahwa asidemia intrapartum dapat memperberat beberapa komplikasi neonatal yang biasanya

hanya ditimbulkan oleh prematuritas. Misalnya, Low dkk. (1995) mengamati bahwa asidosis

intrapartum pH darah arteri umbilikalis kurang dari 7,0 memainkan peran penting pada

komplikasi neonatal. Demikian pula, Kimberlin dkk. (1996b) menemukan bahwa peningkatan

asidemia darah arteri umbilikalis berhubungan dengan penyakit pernapasan yang lebih berat

pada neonatus preterm meski tidak ditemukan efek pada hasil neurologis jangka pendek yang

meliputi perdarahan intrakranial. (8)

Infeksi streptokokus grup B sering terjadi dan berbahaya pada neonatus preterm,

sehingga terapi profilaksis sebaiknya diberikan. (8)

2.6.3.2 Pelahiran

Page 24: refarat mey obgyan.docx

Bila mulut vagina tidak relaks, episiotomi untuk pelahiran mungkin dapat bermanfaat

begitu kepala janin mencapai perineum. Hasil perinatal tidak menganjurkan penggunaan forceps

untuk melindungi “kepala janin preterm yangfragile (mudah pecah)”. Seorang dokter dan staf

yang terampil dalam teknik resusitasi serta berorientasi penuh pada masalah spesifik kasus ini

harus hadir pada saat pelahiran. Pentingnya ketersediaan personel dan fasilitas khusus pada kasus

bayi preterm ditekankan oleh membaiknya angka ketahanan hidup bayi-bayi ini jika mereka

dilahirkan di pusat perawatan tersier. (8)

2.6.3.3 Pencegahan Perdarahan Intrakranial Neonatal

Bayi-bayi preterm sering mengalami perdarahan matriks germinal yang dapat meluas

menjadi perdarahan intraventrikel yang lebih serius. Dihipotesiskan bahwa seksio sesarea untuk

meniadakan trauma persalinan dan pelahiran pervaginam mungkin dapat mencegah komplikasi

ini. Observasi-obsevasi awal ini belum disahkan oleh sebagian besar studi yang dilakukan

setelahnya. Dalam studi terbesar, Malloy dkk. (1991) menganalisis 1765 bayi dengan berat lahir

kurang dari 1500 g dan menemukan bahwa seksio sesarea tidak menurunkan risiko kematian

serta perdarahan intrakranial. Perdarahan ini berhubungan dengan apakah janinnya telah

mengalami fase aktif persalinan atau belum. Menghindari fase aktif persalinan sudah tidak

mungkin pada kebanyakan kelahiran preterm karena jalur pelahiran tidak ditetapkan sampai

persalinan

benar-benar telah pasti berlangsung. (8)

BAB III

KESIMPULAN

Page 25: refarat mey obgyan.docx

Jumlah kelahiran prematur terus meningkat setiap tahunnya, baik di Amerika Serikat

maupun di Indonesia, dimana jumlah kelahiran prematur di Indonesia 16-18% dari seluruh

kelahiran hidup.

Pada wanita dengan persalinan prematur episode akut, tokolitik dapat diberikan dengan

kortikosteroid antenatal. Namun obat-obatan tokolitik mempunyai potensi yang berbahaya dan

harus digunakan dengan hati-hati dan harus terawasi. Saat ini, tidak ada data yang mendukung

bahwa penggunaan tokolitik sebagai terapi pemeliharaan pada wanita dengan persalinan

prematur berhasil dicegah total. Pencegahan kelahiran prematur belum memberikan hasil yang

diharapkan, walaupun data saat ini mendukung menggunakan progesteron sebagai upaya

pencegahan. Wanita yang dalam persalinan prematur sebaiknya diberikan kortikosteoid antenatal

berdasarkan guideline ACOG (American College Obstetrics and Gynecology) tahun 2002.

Dengan adanya upaya penelitian-penelitian lebih lanjut diharapkan dapat lebih

menjelaskan biologi kelahiran dan kelahiran yang tidak normal untuk dapat lebih

mengembangkan terapi yang lebih efektif.