BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Pada dekade terakhir ini pengobatan gagal jantung mengalami banyak perubahan. Pengobatan tidak hanya bertujuan hanya meringankan gejala tetapi sudah mengarah pada mencegah timbulnya gejala gagal jantung serta mencegah progresivitas gagal jantung. Dengan demikian akan menurunkan angka kematian. Masalah gagal jantung tidak hanya menyangkut jantung itu sendiri tetapi reaksi atau tanggapan dari tubuh penderita akibat menurunnya fungsi jantung. Tanggapan dari tubuh antara lain menurunnya aliran darah tepi, tidak normalnya struktur dan fungsi otot rangka, perubahan fungsi paru, retensi air dan natrium. Aktivitas neuroendokrin dan sitokinin merupakan mata rantai untuk terjadinya gagal jantung yang akan mempengaruhi kondisi klinis dan prognosisnya. Jadi perhatian yang perlu pada penderita gagal jantung tidak hanya untuk 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
Pendahuluan
I.1 Latar Belakang
Pada dekade terakhir ini pengobatan gagal jantung mengalami banyak
perubahan. Pengobatan tidak hanya bertujuan hanya meringankan gejala tetapi
sudah mengarah pada mencegah timbulnya gejala gagal jantung serta
mencegah progresivitas gagal jantung. Dengan demikian akan menurunkan
angka kematian. Masalah gagal jantung tidak hanya menyangkut jantung itu
sendiri tetapi reaksi atau tanggapan dari tubuh penderita akibat menurunnya
fungsi jantung. Tanggapan dari tubuh antara lain menurunnya aliran darah
tepi, tidak normalnya struktur dan fungsi otot rangka, perubahan fungsi paru,
retensi air dan natrium. Aktivitas neuroendokrin dan sitokinin merupakan
mata rantai untuk terjadinya gagal jantung yang akan mempengaruhi kondisi
klinis dan prognosisnya. Jadi perhatian yang perlu pada penderita gagal
jantung tidak hanya untuk meningkatkan daya guna jantung. pengeluaran
garam dan air saja tetapi juga membatasi kerja atau pengaruh neuroendokrin
dan sitokinin serta memperbaiki kondisi organ di luar jantung yang menjadi
tidak normal. Pengobatan secara medis saat ini tujuannya adalah menurunkan
semua atau sebagian gejala akibat gagalnya fungsi jantung agar hidup menjadi
lebih lama. Pada beberapa penderita dengan menghilangkan penyebabnya
akan menormalkan kembali fungsi jantung. Sebagian kecil penderita
memerlukan transplantasi jantung. Penanganan gagal jantung sangat
tergantung pada diagnosis yang tepat. Untuk mendapatkan diagnosis yang
1
tepat diperlukan beberapa prasyarat yang menyangkut pengenalan yang tepat
akan adanya gagal jantung, penilaian kondisi fisiologis yang abnormal,
penyebab dasarnya dan penyakit lain yang menyertai. Jadi terdapat variasi
yang luas dalam pengobatan gagal jantung.
Pengobatan gagal jantung beraneka ragam yaitu menyangkut tindakan
umum, pengobatan farmakologis, penggunaan alat mekanik dan operasi.
Akibat yang merugikan dan pengaruh timbal balik antara bentuk pengobatan
dapat mengurangi optimalisasi pengobatan gagal jantung. Memburuknya
kondisi klinis penderita baik secara episodik atau progresif memerlukan
modifikasi cara pengobatan. Bahkan dikatakan tidak ada cara pengobatan
yang sama untuk setiap penderita gagal jantung; semua disesuaikan dengan
kondisi atau penyebabnya.1,2
I.2 Manfaat Penulisan
Untuk mengetehui definisi gagal jantung, penyebab gagal jantung, bentuk
gagal jantung, Manifestasi klinis, Penatalaksanaan gagal jantung, Kesimpulan.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Gagal jantung adalah suatu kondisi serius dimana jumlah darah yang
dipompa oleh jantung setiap menit ( cardiac output, curah jantung) tidak
mencukupi kebutuhan oksigen dan nutrisi tubuh.3
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi
jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau
disertai peninggian volume diastolic secara berlebihan.4
Gagal jantung merupakan suatu keadaan abnormalitas fungsi jantung
bertanggung jawab atas ketidakmampuan jantung untuk memompa darah pada
kecepatan sesuai dengan kebutuhan jaringan yang bermetabolisme dan/ atau
hanya dapat melakukan nya dari volume diastolic ventrikel yang meningkat secara
abnormal.3,4,5
Mekanisme kompensasi
Tubuh memiliki beberapa mekanisme kompensasi untuk mengatasi gagal
jantung,yaitu :
1. Mekanisme respon darurat yang pertama berlaku untuk jangka pendek
(beberapa menit sampai beberapa jam), yaitu reaksi Flight-or-flight. Reaksi
terjadi akibat dari pelepasan adrenalin ( epinefrin ) dan noradrenalin
( norepenefrin ) dari kelenjar adrenal kedalam aliran darah ,norafrenalijuga
dilepaskan dari syaraf .
3
Adrenalin dan noradrenalin merupakan system pertahanan tubuh yang pertama
muncul setiap kali terjadi stres mendadak.Pada gadaljantung, adrenalin dan
nonadrenalin menyebabkan jantung bekerja lebih keras,untuk membantu
meningkatkan curah jantung dan mengatasi gangguan pompa jantung sampai
derajat tertentu.curah jantung bisa kembali normal,tetapi biasanya disertai
dengan meningkatnya denyut jantung dan bertabah kuatnya denyut jantung.
Pada seseorang yang tidak mempunyai kelainan jantung dan memerlukan
peningkatan fungsi jantung jangka pendek, respon seperti ini sangat
menguntungkan, tetapi pada penderita gagal jantung kronis, respon ini bisa
menyebabkan peningkatan kebutuhan jangka panjang terhadap system
kardiovaskuler yang sebelumnya sudah mengalami kerusakan.Lama-lama
peningkatan kebutuhan ini bisa menyebabkan menurunnya fungsi jantung.
2. Mekanisme perbaikan lainnya adalah penahan garam (natrium) oleh ginjal.
Penambahan air ini menyebabkan bertambahnya volume darah dalam sirkulasi
dan pada awalnya memperbaiki kerja jantung. Salah satu akibat dari
penimbuinan cairan ini adalah peregangan otot jantung karena bertambahnya
volume darah.
Otot yang teregang berkontraksi lebih kuat, hal ini merupakan mekanisme
jantung yang utama untuk meningkatkan kinerjanya dalam gagal
jantung.Tetapi sejalan dengan memburuknya gagal jantung, kelebihan cairan
akan dilepaskan dari sirkulasi dan berkumpul diberbagai bagian tubuh ,
menyebabkan pembengkakan ( edema ). Lokasi penimbunan cairan inim
tergantung kepada banyaknya cairan di dalam tubuh dan pengaruh gaya
4
gravitasi.Jika penderita berdiri, cairan akan terkumpul pada tungkai dan kaki.
Jika penderita berbaring, cairan akan terkumpul pada punggung dan perut.
3. Mekanisme utama lainnya adalah pembesaran otot jantung ( hipertrofi).
Otot jantung yang membesar akan memiliki kekuatan yang lebih besar, tetapi
pada akhirnya bisa terjadi kelainan fungsi dan menyebabkan semakin
memburuknya gagal jantung.
II.2 Penyebab Gagal Jantung
Dalam menilai pasien gagal jantung, penting unuk mengenali tidak saja
penyebab yang mendasari penyakit jantung tetapi juga penyebab yang memicu
timbulnya gagal jantung. Kelainan jantung akibat lesi bawaan atau didapat seperti
stenosis katup aorta dapat menetap selama bertahun-tahun dan tidak menimbulkan
gangguan klinis. Namun demikian, seringkali penampakan klinis gagal jantung
muncul pertama kali selama kejadian beberapa gangguan akut yang memberikan
beban tambahan pada miokard yang sudah mendapat beban berlebih dalam waktu
lama.
Penyebab pemicu :
1. Emboli paru.
Pasien tidak aktif secara fisis dengan curah jantung rendah mempunyai resiko
tinggimembentuk thrombus dalam vena dan tungkai bawah atau
panggul.Emboli paru dapat berasal dari peningkatan lebih lanjut tekanan arteri
pulmonalis,yang sebaliknya dapat menyebabkan atau memperkuat kegagalan
ventrikel. Dengan adanya bendungan pembuluh darah paru, emboli paru juga
bisa menyebabkan infark paru.
5
2. Infeksi.
Pasien dengan bendungan pembuluh darah paru juga lebih rentan terhadap
infeksi paru; infeksi apapun dapat memicu terjadinya gagal jantung. Demam,
takikardi, dan hipoksemia yang terjadi serta kebutuhan metabolic yang
meningkat akan memberikan tambahan beban pada miokard yang sudah
kelebihan beban meskipun masih terkompensasi pada pasien dengan penyakit
jantung kronik.
3. Anemia.
Pada keadaan anemia, kebutuhan oksigen jaringan yang melakukan
metabolisme hanya dapat dipenuhi dengan meningkatkan curah jantung.
Meskipun peningkatan curah jantung seperti ini dapat di pertahnkan oleh
jantung normal, tetapi jantung yang sakit, kelebihan beban kecuali masih
terkompensasi, tidak dapat meningkatkan volume darah yang cukup untuk di
alirkan ke perifer.pada keadaan ini, kombinasi anemia dan penyakit jantung
terkompensasi sebelumnya dapat menyebabkan penghantaran oksigen yang
tidak memadai ke perifer dan memicu gagal jantung.
4. Tirotoksikosis dan kehamilan.
Seperti pada anemia dan demam, pada tirotoksikosis dan kehamilan, perfusi
jaringan yang memadaimembutuhkan peningkatan curah jantung.
5. Aritmia.
Pada pasien dengan penyakit jantung terkompensasi,aritmia merupakan
penyebab pemicu gagal jantung yang paling sering.Aritmia menimbulkan efek
yang mengganggu dengan sejumlah alasan yaitu:A) takitaritmia mengurangi
6
waktu yang tersedia untuk pengisian.B) pemisahan yang terjadi antara
kontraksi atrium dan ventrikel yang khas pada banyak aritmia menyebabkan
hilangnya mekanisme pompa penguat atrium karena meningkatnya tekanan
atrium.C) pada aritmia yang disertai dengan abnormalitas konduksi
intraventrikel, kemampuan miokard dapat lebih tergaganggu karena hilangnya
keslarasan kontraksi ventrikel yang normal.d)bradikardi yang nyata disertai
blok atrioventrikel komplit atau bradiaritmia berat lainnya akan mengurangi
curah jantung kecuali volume sekuncup meningkat.
6. Reumatik dan bentuk miokarditis lainnya.
Demam rematik akut dan sejumlah proses infeksi atau peradangan lainnya
mengenai miokard dapat mengganggu fungsi miokard pada pasien dengan
atau tanpa penyakit jantung sebelumnya.
7. Endokarditis infektif.
Kerusakan katup tambahan, anemia, demam, dan miokarditis yang sering kali
muncul sebagai akibat endokarditis infektif dapat, sendiri atau bersama-sama,
memicu gagal jantung.
8. Beban fisis, makanan, cairan, lingkungan dan emosional yang berlebihan.
Penambahan asupan sodium, penghentian obat gagal jantung yang tidak tepat,
transfusi darah, kegiatan fisis yang terlalu berat, kelembaban atau panas
lingkungan yang berlebihan dan krisis emosional dapat memacu gagal jantung
pada pasien dengan penyakit jantung yang sebelumnya masih dapat
terkompensasi.
7
9. Hipertensi sistemik.
Peningkatan tekanan arteri yang cepat , seperti yang terjadi pada beberapa
hipertensi yang berasal dari ginjal atau karerna penghentian obat anti
hipertensi, dapat menyebabkan dekompensasi jantung.
10. Infark miokard.
Pada pasien dengan penyakit jantung iskemik kronik tetapi terkompensasi,
selain tidak ada gejala klinis (tenang), kadamg-kadang infark baru yang terjadi
dapat lebih mengganggu fungsi ventrikel dan memicu gagal jantung.
II.3 BENTUK GAGAL JANTUNG
GAGAL JANTUNG CURAH TINGGI VERSUS CURAH RENDAH
Gagal jantung curah rendah yaitu pasien dengan gagal jantung menjadi curah
rendah sedangkan gagal jantung curah tingi yaitu pasien dengan gagal jantung
menjadi curah meningkat.gagal jantung curah rendah terjadi sekunder terhadap
penyakit jantung iskemik, hipertensi, kardiomiopati dilatasi, penyakit katup dan
perikard.gagal jantung curah tinggi terjadi pada pasien dengan gagal jantung dan
hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula arteri venosa, beri-beri dan penyakit
pagets.
Komponen fisiologik integral dari gagal jantung sisitolik adalah temuan bahwa
jantung tidak menghantarkan kuantitas oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan
yang bermetabolisme. Mekanisme yang bertangung jawab untuk perkembangan
gagal jantung pada pasien yang curah jantungnya pada awalnya tinggi adalah
kompleks dan tergantung pada proses penyakit yang mendasari.
8
GAGAL JANTUNG KRONIK VEERSUS AKUT
Prototip gagal jantung akut adalah pasien yang secara keseluruhan sehat
sebelumnya, tetapi mendadak mengalami infeksi miokard besar atau rupture katup
jantung. Gagal jantung secara khas diamati pada pasien dengan kardiomiopati
dilatasi atau penyakit jantung multiple yang berkembang secara lambat. Gagal
jantung akut biasanya adalah sistolik, dan penurunan mendadak pada curah
jantung sering menimbulkan hipotensi sistemik tanpa adanya edem
perifer.Walaupun tamapk perbedaan yang mencolok dari manifestasi klinis antara
gagal jantung kronis dan gagal jantung kronik tapi dalam kenyataannya tidak ada
perbedaan yang mendasar antara gagal jantung bentuk akut dan bentuk kronis.
GAGAL JANTUNG KIRI VERSUS KANAN
Ventrikel kiri secar mekanis mengalami kelebihan beban ( misalnya stenosis aorta
) atau melemah ( misalnya sesudah infark miokard ) mengalami dispnea, ortopnea
sebagai akibat dari kongesti paru, keaadan yang dirujuk sebagai gagal jantung kiri.
II.4 Manifestasi klinis
NYERI
Pada saat otot tidak mendapat suplai darah dalam jumlah yang
cukup(Iskemia), kekurangan oksigen dan sisa-sisa metabolisme dalam jumlah
banyak akan menyebabkan kram. Bila otot jantung tidak mendapat cukup darah,
akan terjadi angina, rasa ketat atau seperti diperas di dada. Tingkat dan jenis
nyeri atau rasa tidak nyaman ini akan berbeda pada setiap orang.
9
Pericarditis, kondisi inflamasi atau perlukaan di kantung yang
membungkus jantung akan menimbulkan nyeri, yang bertambah hebat pada saat
penderita berbaring dan berkurang pada posisi duduk dan membungkuk ke depan.
Aktivitas berlebihan tidak menambah nyeri. Menarik atau menghembuskan nafas
bisa menambah atau mengurangi nyeri tergantung terjadi atau tidaknya pleuritis
(inflamasi membran yang menyellimuti paru-paru).
Bila arteri robek atau ruptur, seseorang akan merasakan nyeri hebat yang
datang dan pergi secara cepat. Nyeri ini tidak dipengaruhi aktivitas fisik.
Kadang-kadang arteri-arteru yang lebih besar terutama aorta akan mengalami
kerusakan.
SESAK NAPAS
Sesak napas merupakan gejala umum gagal jantung. Hal ini terjadi karena
masuknya cairan ke dalam ruang udara di paru-paru, yang disebut kongesti paru
atau edema paru.
Pada tahap awal sesak biasanya timbul pada saat aktivitas fisik yang berat.
Bersamaan bertambah beratnya penyakit sesak akan timbul pada aktivitas yang
semakin ringan sampai akhirnya tidak hilang pada saat istirahat.
Sesak napas akan lebih berat pada posisi berbaring dan berkurang bila
penderita duduk. Nocturnal dyspnea adalah sesak yang timbul pada saat penderita
tidur malam hari.
RASA PENAT
Bila jantung tidak memompa secara efisien, aliran darah ke otot tidak
mencukupi kebutuhan. Pada saat berolahraga kondisi ini mengakibatkan
10
penderita merasa lemas dan letih. Gejala ini biasanya tidak terlalu diperhatikan,
dan diatasi dengan mengurangi aktivitas atau dianggap sebagai akibat penuaan.
JANTUNG BERDEBAR
Dalam keadaan normal, orang tidak memperhatikan denyut jantungnya.
Tapi pada keadaan-keadaan tertentu denyut ini dapat dirasakan, misalnya pada
orang sehat yang berolahraga berat atau menghadapi kondisi emosional tertentu.
Denyut jantung dapat dirasakan kuat, cepat atau iramanya tidak beraturan.
Dokter akan memeriksa keluhan ini dengan meraba nadi dan
mendengarkan denyut jantung menggunakan stetoskop.
Jantung berdebar diikuti keluhan lain seperti sesak napas, nyeri, rasa lemas
dan penat atau kehilangan kesadaran, biasanya disebabkan irama jantung yang
abnormal atau penyakit serius lainnya.
PUSING DAN KEHILANGAN KESADARAN
Aliran darah yang tidak adekuat akibat gangguan denyut atau irama
jantung, atau akibat jeleknya daya pompa jantung dapat berakibat pusing atau
kehilangan kesadaran. Tapi gejala ini juga bisa timbul oleh penyebab lain seperti
penyakit-penyakit otak dan spinal cord, terlalu lama berdiri, nyeri yang hebat atau
emosi yang kuat.
II.5 PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan gagal jantung.
Tujuan pengobatan gagal jantung adalah untuk mencegah gangguan fungsi
jantung dan progresivitas lebih lanjut, memperbaiki kualitas hidup penderita gagal
jantung serta, mempertahankan hidup lebih lama.
11
Banyak penyebab yang merusak otot jantung. Penyebab tersebut dapat
diobati/dicegah untuk mencegah kerusakan otot jantung lebih lanjut. Misalnya
pengobatan infark jantung, hipertensi, beberapa penyakit jantung yang spesifik,
mencegah infark berulang, mengurangi atau mengubah faktor risiko guna
mencegah terjadinya penyakit jantung koroner dan tidak terlambat memperbaiki
atau mengganti katup jantung yang terganggu. Apabila telah terjadi gangguan
fungsi jantung maka sasaran utama adalah menghilangkan penyakit dasarnya bila
memungkinkan seperti meniadakan penyebab iskemia, menghindari bahan toksik,
alkohol, obat tertentu dan penyakit kelenjar tiroid Sasaran berikutnya adalah
pengobatan secara mutakhir untuk mencegah gangguan fungsi jantung yang
belum memperlihatkan gejala.
Penanganan gagal jantung menahun
Pengobatan gagal jantung menahun dengan gangguan fungsi sistolik (systolic
cardiac dysfunction) dimulai dengan langkah-langkah umum, pengobatan
farmakologi, penggunaan alat mekanik dan operasi. Penanganannya mencakup
dua hal utama yaitu: Petunjuk umum dan langkah-langkah umum.
Penatalaksanaan gagal jantung pada kelompok lain seperti penatalaksanaan
gagal jantung usia lanjut atau gagal jantung karena gangguan fungsi diastolik
mempunyai petunjuk tersendiri. Selain itu untuk pengobatan gagal jantung akut,
edema paru, syok kardiogenik merupakan topik tersendiri yang tidak dibahas
disini.
Petunjuk umum
1. Memberitahu penderita dan keluarganya untuk mewaspadai kemungkinan
12
gagal jantung seperti berat badan yang bertambah, sesak napas, cepat lelah,
kaki bengkak dan sebagainya. Berat badan yang tiba-tiba meningkat lebih
dari 2 kg dalam 1- 3 hari harus menjadi perhatian utama.
2. Aktivitas sosial dan pekerjaan
Penderita tidak perlu diisolasi tetapi Ia harus menghindari aktivitas sosialnya.
Kalau dapat penderita tetap pada pekerjaannya sehari-hari tetapi harus
menyesuaikan diri dengan kapasitas fisiknya.
3. Perjalanan
Penderita diberi petunjuk bila melakukan perjalanan udara, berada di tempat
yang tinggi, daerah dengan suhu yang tinggi dan lembab. Untuk jarak dekat
hindarkan transportasi melalui udara. Pada penerbangan yang lama dapat
timbul dehidrasi, edema kaki, dan dapat terjadi trombosis vena terutama pada
gagal jantung yang berat(NYHA III dan IV). Untuk penderita gagal jantung
berat yang terpaksa harus melakukan perjalanan udara dianjurkan untuk
minum yang cukup, dan sedikit mobilitas dalam perjalanan. Semua penderita
gagal jantung harus diberitahu akibat dan perubahan diet selama perjalanan,
keseimbangan minum dan pengeluaran cairan tubuh serta pemakaian diuretik.
4. Vaksinasi
Sebaiknya semua penderita gagal jantung harus diberitahu untuk vaksinasi
terhadap influenza dan penyakit yang disebabkan oleh Pneumococcus.
5. Kontrasepsi
Pada penderita gagal jantung lanjut risiko kesakitan dan kematian ibu adalah
tinggi. Kehamilan harus dihindari sekalipun gagal jantungnya masih ringan.
13
Kontrasepsi hormonal yang aman dapat dipakai . Dosis rendah estrogen dan
generasi ke-3 derivat progesteron risikonya kecil untuk terjadi trombogenesis
dan hipertensi. Alat kontrasepsi intra-uterin merupakan pilihan terbaik
kecuali pada gagal jantung karena gangguan katup di mana infeksi dan atau
pengobatan koagulan dapat menimbulkan masalah. Data-data mendukung
kuat bahwa terapi hormon pengganti pada perempuan menopause akan
mengurangi kelainan koroner. Gagal jantung memang lebih banyak terdapat
pada perempuan usia lanjut.4,5
Langkah-langkah umum
1. Diet
Tujuan utama diet adalah mengurangi kegemukan dan pembatasan
penggunaan garam. Pada gagal jantung ringan sedikit penggunaan garam
dapat dipertimbangkan. Minum/pemakaian cairan perlu dibatasi 1 - 1,5 liter
dalam 24 jam pada gagal jantung berat yang bersamaan atau tanpa
hiponatremia kecuali pada iklim panas.
2. Merokok
Menokok memang dilarang pada semua penderita gagal jantung.
3. Alkohol
Apabila ada dugaaan miokardiopatia karena alkohol maka alkohol harus
dilarang. Pada semua penderita tidak boleh minum alkohol lebih dari 40
g/hari untuk laki-laki dan pada perempuan 30 g/hari.
4. Olah raga
Akibat gagal jantung akan terjadi perubahan dalam metabolisme otot.
14
Aktivitas yang dianjurkan adalah yang ringan seperti jalan kaki. Hindari olah
raga isometrik (seperti angkat berat, push up dan sebagainya). Dianjurkan
aktivitas aerobik yang dinamik seperti jalan 3 — 5 kali selama 20 — 30
menit dalam satu minggu atau naik sepeda selama 20 mnenit lima kali
seminggu dengan perhitungan denyut jantung tidak melebihi 70 — 80%
denyut jantung maksimal yang diperbolehkan.
5. Istirahat
Tidak diharuskan untuk penderita gagal jantung menahun yang stabil. Pada
penderita gagal jantung akut atau kambuh secara akut maka istirahat
merupakan keharusan.4-6
Pengobatan farmakologi
Diuretik perlu untuk pengobatan gagal jantunig disertai timbunan cairan
dengan manifestasi bendungan pada paru atau edema perifer. Pemberian diuretik
harus dikombinasi dengan penghambat ACE. Apabila memungkinkan loop
diuretic (furosemid, bumetanid, asam etakrinat); tiazid (hidnokiorotiazid) dan
metolazon digunakan pada berbagai tingkat gagal jantung. Pada gagal jantung
sedang dapat dipakai tiazid tetapi pada gagal jantung yang memburuk diperlukan
loop diuretic. Tiazid kurang efektif kalau filtrasi glomerulus kurang baik atau di
bawah 30 ml/menit, seperti pada gagal jantung usia lanjut. Pada gagal jantung
berat tiazid dikombinasi dengan loop diuretic yang kerjanya sinergik. Jangan me-
naikkan dosis loop diuretic karena akan berakibat buruk. Metolazon merupakan
diuretik yang kuat dan dipakai sebagai usaha terakhir dan dikombinasi dengan
diuretik lain.
15
Diuretik potassium-sparing
Hampir semua penderita gagal jantung diberi diuretik yang dikombinasi
dengan penghambat ACE Diuretik potassium-sparing (spironolakton, triamteren,
amilorid) pada umumnya tidak dipakai dalam kombinasi dengan penghambat
ACE. Namun pada penelitian akhir-akhir ini dengan dosis rendah spironolakton,
kurang dari 50 mg/hari, dapat dikombinasi dengan penghambat ACE dan loop
diuretic. Kombinasi tersebut tidak menimbulkan hiperkalemia, sehingga aman
pada gagal jantung. Apabila tetap terjadi hipokalemia dengan atau tanpa
penghambat ACE, maka diuretik potassium—sparing tetap diberikan untuk
mencegah atau menghilangkan pengaruh diuretik yang membuat hipokalemia.
Perlu diingatkan bahwa penambahan kalium peroral adalah kurang efektif untuk
mempertahankan kadar kalium darah selama pengobatan dengan diuretik.4
Kalau penderita tidak mendapat penghambat ACE, diuretik potassium -
sparing dapat dipakai untuk mencegah hipokalemia karena kerjanya sinergik
dengan loop diuretic. Kombinasi diuretik, penghambat ACE dan diuretik
potassium-sparing sering dipakai untuk mengatasi hipokalemia yang lama. Pada
gagal jantung yang berat penambahan dosis rendah diuretik potassium-sparing
pada penghambat ACE tetap bermanfaat sekalipun tidak ada hipokalemia. Apabila
diuretik potassium-Sparing dipakai untuk penderita gagal jantung maka kreatinin
dan kalium darah perlu sering diperiksa. Dalam praktek perlu diperiksa kadar
kreatinin dan kalium tiap 5 - 7 hari sekali. Apabila keadaan stabil dipantau setiap
3 bulan dan akhirnya tiap 6 bulan. Hindari diuretik potassium—sparing dosis
tinggi. Efek samping loop diuretic adalah hipokalemia, hipomagnesemia,
5. Gogia H, Mehra A. Parikh . Prevention of tolerance to hemodynamic effect of nitrates with concomitant use of hydralasine in patients with chronic heart failure. L Am Coll Cardiol 1995;26: 1575-80
6. The RALES Investigators. Effectiveness of spironolactone added to an angiotensin converting enzyme inhibitor and a loop diuretic for severe chronic congestive heart failure (the randomized aldactone evaluation study (RALES). Am J Cardiol 1996;78:902-7.
7. Cohn JN, Johnson G. Ziesche S. A comparison of enalapril with hydralazine-isorbide dinitrate in the treatment of chronic congestive heart failure. N Engi J Med 1991:325:303-10.
8. Coats AJS, Adamopoulos S, Radeaelli A. Controlled trial of physical training in chronic heart failure. Exercise performance, hemodynamics, ventilation and autonomic function. Circulation 1992;85 :2119-31
9. Van Vliet AA, Donker AJM, Nauta JJP. Spironolactone in congestive heart failure refractory to high-dose loop diuretic and low-dose angiotensin-converting enzyme inhibitor. Am J Cardiol 1993; 71:21 A—28A.
10. Jungman S. Kjekshus J. Swedberg K for CONSENSUS Trial Group. Renal function in severe congestive heart failure during treatment with enalapril. Am J Cardiol 1992;70:479-87.
11. Preffer MA, Braunwald E, Moye LA. for the SAVE Investigators. Effect of captopril on mortality and morbidity in patients with left ventriculer dysfunction and myocardial infarction. Results of the survival and ventricular enlargement trial. N Engl Med 1992;327:669-77.
12. Kober L, Torp-Pederson C, Carlsen JE. For the TRACE Study Group. A clinical trial of the angiotensin-converting enzyme inhibitor trandolapril in patients with left ventricular dysfunction after myocardial infarction. N EngI
42
Med 1995;333: 1670-6.
13. John JN, Archibald DG, Zieshe S. Effect of vasodilator therapy on mortality in chronic congestive heart failure. Results of a veterans administration cooperation study. N EngI J Med 1986:314:1547-52.
14. Packer M, Gheorghiade M. Young JR. Withdrawal of digoxin from patients with chronic heart failure treated with angiotensin-converting-enzyme inhibitors. N Engl J Med 1993:3:1-7.
15. Rapundalo ST, Lathrop DA, Harrison SA, Beavo JA, Schwartz A. Cyclic AMP-dependent and cyclic AMP-independent actions of a novel cardiotonic agent, OPC-8212. Nauny Schmiedebergs Arch Pharmacol 1988;338:692-8.
16. Ware JA, Snow F, Luchi JM, Luchi RJ. Effect of digoxin on ejection fraction in elderly patents with congestive heart failure. J Am Geriartr Soc 1984;32:631-5.
17. Cohn JN, Fowler MB, Bristow MA. For the carvedilol heart failure study group. Effect of carvedilol in severe chronic heart failure (Abstr). J Am CoIl Cardiol 1996;27:(Suppl A): 169A.
18. Packer M, Lee WH, Kessler PD. Prevention of reversal of nitrate tolerance in patients with congestive heart failure. N EngI J Med 1987:317:799-804.
19. Englemeier RS, O ^Connell JB. Walsh R, Rad N, Scanlon P. Gunnar RM. Improvement symptoms and exercise tolerance by metoprolol in patients with dilated cardiomyopathy : a double-blind, randomized, placebo-controlled trial. Circulation 1985 ;72:536-46.
20. Lechat P. Jaillon P. Fountaine ML. A randomized trial of beta blokade in heart failure: he cardiac insufficiency hisoprolol study (CIBIS). Circulation 1994:90:1765-73.
21. Anderson JL, Lutz JR, Gilbert EM. A randomized trial of low-dose beta-blokage therapy for idiopathic dilated cardiomyopthy. Am J Cardiol 1985:55:471—5.
22. Van Veldhuisen DJ, Man in ^t Veld AJ, Dunselman PH. Double-blind placebo controlled study of ibopamine and digoxin in patients with mild to moderate heart failure: results of the Dutch Ibopamine Multicenter Trial. J Am Coll Cardiol 1993:22:1564-73.
infusions in patients with severe congestive heart failure. Am heart J 1986:112:787—91.
24. Cleland JGF. Bulpitt CJ, Falk RH. Is aspirin safe for patients with heart failure? Br Hert J 1995:74:215-19.
25. Channer KS, McLean KA, Lawson-Mathew P, Richardson M. Combination diuretic treatment in severe heart failure. A randomized controlled trial. Br Hert J 1994:71:146-50.
26. Gosselink ATM, Crijns HJGM, Van Gelder IC, Hillige H, Wiesfeld ACP, Lie KI. Low-dose amiodarone for maintenance of sinus rhythm after cardioversion or a trial fibrilation or flutter. J Am Med Assoc 1992:267:3289-93.
27. Haque WA, Boehmer J, Clemson BS, Leuenberger UA, Silber DH, Sinoway LI. Hemodynamic effects of supplemental oxygen administration in congestive heart failure. I Am CoIl Cardiol 1996:27:353-7.
28. Alpert MA, Curtiss JJ, Sanfelippo JF. Comparative survival after permanent ventricular and dual-chamber pacing for patients with and without chronic high degree atrioventricular block with and without pre-existing congestive heart failure. J Am Coll Cardiol l986;7:925-32
29. Brethardt G. Camm AJ, Campbell RWF. Guidelinea for the use of implantable cardioverter defibrillators. Eur heart J 1992;13: 1304-10.
30. Rimondini A, Cipolla CM. Della P. Hemofiltration as short-term treatment for refractory congestive heart failure. Am J Med l987;83:43-8.
31. Paris W, Woodbury A, Thompson S. Returning to work after transplantation. J Heart Lung Transplant 1993;12:46-54.
32. EIsner D, Muntze A, Kromer EP, Riegger GAJ. Effectiveness of endopeptidase inhibition (candoxatril) in congestive heart failure. Am J Cardiol 1992;82: 196-201.
33. Remme WJ, Kruijssen HACM, Van Hoogenhuyse DCA. Hemodynamic, neurobumoral and myocardial energetic effects of pimobendan, a novel calcium-sensitizing compound in patients with mild to moderate heart failure. J Cardiovasc Pharmacol 1994:24:730-9.
34. Mancini M, Rengo F, Lingetti M, Sorrentino GP, Nofle G. Controlled study on the therapeutic efficacy of propionyl-L-carnitine in patients with congestive heart failure. Arzneimittelforsch 1992:42:1101-4.
44
35. Anderson JL. Hemodynamic and clinical benefis with intravenous milrinone in severe heart failure: Results of a multicenter study in the United States. Am Heart J 1991:121: 1965-64.
36. Regitz V, Shug AL, Flek E. Defective myocardial carnitine metabolism in congestive heart failure secondary to dilated cardiomyopathy and to coronary, hypertensive and valvular heart diseases. Am J Cardiol 1990:6S :755-60.
45
REFERAT
DECOMPENSASIO CORDIS
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat MengikutiUjian Kepaniteraan Klinik Di Bagian Dalam
RSUD TIDAR MAGELANG
Disusun oleh:
Auliya Lutfil Adib
20030310102
Diajukan kepada:
Dr. Wartoto, Sp.PD
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
46
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
RSUD TIDAR MAGELANG2009
HALAMAN PENGESAHAN
REFERAT
DECOMPENSASI CORDIS
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat MengikutiUjian Kepaniteraan Klinik Di Bagian Dalam
RSUD Tidar Magelang
Disusun oleh:
Auliya Lutfil Adib
20030310102
Disetujui dan disyahkan pada tanggal: Desember 2009
Mengetahui
Dokter Pembimbing
47
dr. Wartoto, Sp.PD
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
Rahmat-Nya serta Karunia-Nya, sehingga syukur alhamdulillah Penulis dapat
menyelesaikan Referat dengan judul “Dekompensasi Cordis”. Referat ini disusun
sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan stase Ko-Assisten bagian Ilmu
Penyakit Dalam di RSUD Tidar Magelang.
Penulis menyadari bahwa referat ini dapat selesai berkat bantuan dan
kerjasama dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis
menghaturkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. dr. Suharjono, Sp.PD selaku Kepala bagian SMF Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Tidar Magelang yang telah meluangkan waktunya untuk
membimbing dan mengarahkan penulis dalam melaksanakan stase Ko-
assisten dibagian Ilmu Penyakit Dalam.
2. dr. Wartoto, Sp.PD selaku Dokter pembimbing refrat yang telah
meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis
dalam melaksanakan stase Ko-assisten dibagian Ilmu Penyakit Dalam.
48
3. dr. Tri Maria, Sp. PD selaku Dokter pembimbing yang telah meluangkan
waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam
melaksanakan stase Ko-assisten dibagian Ilmu Penyakit Dalam.
4. Seluruh tenaga medis dan para medis yang telah banyak membantu penulis
selama menjalani kegiat stase penyakit dalam di RSUD Tidar Magelang.
5. Teman se-profesi dan se-perjuangan dalam menjalankan Ko-assisten
bersama penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan referat ini masih jauh dari
kesempurnaan, banyak kekurangan, untuk itu saran dan kritik yang bersifat
membangun sangat diharapkan penulis.
Akhirnya semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan setiap