MODUL 2 Tumbuh Kembang anak
MALNUTRISI ENERGI PROTEIN
SKENARIO
Seorang anak laki-laki 1 tahun 11 bulan masuk rawat inap di
Rumah Sakit karena demam dan batuk berulang 6 terakhir. Sekarang
dengan sesak napas. Nafsu makan sangat kurang. Kaki, tungkai perut
membengkak secara berangsur satu bulan ini. Anak mencret berulang
dan berlanjut, kadang tinja disertai darah dan lendir. Kondisi
sosio-ekonomi kurang. Kontak TBC paru tidak jelas.Pemeriksaan
Fisik: Anak nampak sakit berat, gizi buruk, apati. BB 8,1 kg, PB 76
cm. nampak sesak, pernapasan cuping hidung, takhipnu, retraksi,
sianosis. Paru rhonki basah halus namun tidak jelas. Jantung dalam
batas normal. Nampak mula, telapak tangan dan kaki pucat. Hati 3 cm
b.a.c dan limpa Sl. Edema dorsum pedis dan pretibial serta tungkai
atas dan ascites, skor dehidrasi 10. KATA SULIT
Ascites : Efusi & pengumpulan cairan serosa di rongga
abdomen Retraksi : Gerakan tertarik ke belakang KATA/KALIMAT
KUNCI
- Anak laki-laki 1thn 11bln- Demam dan batuk brulang - Sesak,
anorexia- Edema pada kaki, tungkai dan perut berlansung 1 bulan -
Diare kdg di sertai darah dan lendir - Sosio-ekonomi kurangPemfis :
sakit berat, gizi buruk , apati, muka, telapak tangan dan kaki
pucat, pernapasan cuping hidung, takhipnu, retraksi sianosis,
hepatosplenomegali, skor dehidrasi 10.PERTANYAAN DAN JAWABAN
1. PENGERTIAN PEM
PEM adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan krn rendahnya
konsumsi energi dan protein shg tdk memenuhi AKG. (7)2.
Faktor-faktor yg mempengaruhi gizi buruk Sosioekonomi Ketidaktahuan
(ignorance) Tahyul / tabu / kepercayaan tentang makanan Kondisi
lokal dan musim Gangguan saluran pencernaan, dsb
(7)PATOFISIOLOGI
KEP adalah manifestasi dari kurangnya asupan protein dan energi,
dalam makanan sehari-hari yang tidak memenuhi angka kecukupan gizi
(AKG), dan biasanya juga diserta adanya kekurangan dari beberapa
nutrisi lainnya. Disebut malnutrisi primer bila kejadian KEP akibat
kekurangan asupan nutrisi, yang pada umumnya didasari oleh masalah
sosial ekonomi, pendidikan serta rendahnya pengetahuan dibidang
gizi.Malnutrisi sekunder bila kondisi masalah nutrisi seperti
diatas disebabkan karena adanya penyakit utama, seperti kelainan
bawaan, infeksi kronis ataupun kelainan pencernaan dan metabolik,
yang mengakibatkan kebutuhan nutrisi meningkat, penyerapan nutrisi
yang turun dan/meningkatnya kehilangan nutrisi.Makanan yang tidak
adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan makanan
untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai dengan
pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta
protein dengan melalui proses katabolik. Kalau terjadi stres
katabolik (infeksi) maka kebutuhan akan protein akan meningkat,
sehingga dapat menyebabkan defisiensi protein yang relatif, kalau
kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih diatas -3 SD
(-2SD--3SD), maka terjadilah kwashiorkor (malnutrisi
akut/decompensated malnutrition). Pada kondisi ini penting peranan
radikal bebas dan anti oksidan. Bila stres katabolik ini terjadi
pada saat status gizi dibawah -3 SD, maka akan terjadilah
marasmik-kwashiorkor. Kalau kondisi kekurangan ini terus dapat
teradaptasi sampai dibawah -3 SD maka akan terjadilah marasmik
(malnutrisikronik/compensated malnutrition). Dengan demikian pada
KEP dapat terjadi : gangguan pertumbuhan, atrofi otot, penurunan
kadar albumin serum, penurunan hemoglobin, penurunan sistem
kekebalan tubuh, penurunan berbagai sintesa enzim.
GEJALA KLINISSecara klinis KEP terdapat dalam 3 tipe yaitu :1.
Kwashiorkor, ditandai dengan : edema, yang dapat terjadi di seluruh
tubuh, wajah sembab dan membulat, mata sayu, rambut tipis,
kemerahan seperti rambut jagung, mudah dicabut dan rontok, cengeng,
rewel dan apatis, pembesaran hati, otot mengecil (hipotrofi),
bercak merah ke coklatan di kulit dan mudah terkelupas (crazy
pavement dermatosis), sering disertai penyakit infeksi terutama
akut, diare dan anemia.2. Marasmus, ditandai dengan : sangat kurus,
tampak tulang terbungkus kulit, wajah seperti orang tua, cengeng
dan rewel, kulit keriput, jaringan lemak sumkutan minimal/tidak
ada, perut cekung, iga gambang, sering disertai penyakit infeksi
dan diare.3. Marasmus kwashiorkor, campuran gejala klinis
kwashiorkor dan marasmus.3. PATOMEKANISME SEMUA GEJALA PADA
SKENARIO a. Demam dan Batuk
b. Diare:
Akibat terjadinya Dfeisiensi protein karna beberapa factor (
menyebabkan system Imunitas menurun karena tidak terbentuknya
globulin dari protein untuk pembentukan antibody ( dapat timbul
infeksi saluran cerna ( merusak lapisan Tunica mucosa dan Tunica
muscularis dari usus oleh karena invasi dari toksin mikroorganisme
( Tinja berdarah dan berlendir.
c. UDEM
akibat dari malnutrisi protein menyebabkan asam amino dalam
serum menurun yang juga dapat berakibat pada albumin menurun ( maka
dapat menyebebkan perubahan permeabilitas kapiler dimana tekenan
hidrostatik meningkat akabat tekanan osmotic yang menurun karena
albumin kurang, maka plasma atau cairan dari kapiler akan keluar ke
jaringan interstisiel.4. LANGKAH-LANGKAH PENEGAKAN
DIAGNOSISANAMNESIS
Keluhan Utama Keluhan Lain Kebiasaan/Keadaan anak sebelumnya
Riwayat penyakit sebelumnya Riwayat penyakit keluarga PEMERIKSAAN
FISIS
Antropometri, tnd vital Inspeksi :keadaan umum,stat.kesadaran,
palpasi : cek adanya nyeri,hepatoslenomegali dan pitting edema
auskultasi : bunyi pernapasan Pemeriksaan penunjang darah lengkap
Urin lengkap Feses lengkap Protein serum Elektrolit serum
Transferin Ferritin Profil lemak Tes faal hati Foto thoraks 5.
PENANGANAN AWAL PADA ANAK TERSEBUT
Fase Stabilisasi (hari 1-3 atau sampai hari 7)
merupakan fase untuk menstabilkan kondisi pasien dari
kondisi-kondisi yang mengancam jiwa, seperti syock, hipotermi, dan
hipogliemi. pada fase stabilisasi pasien mendapatkan:
1. energi sebanyak 80-100kkal/kgBB/hari.2. protein sebanyak
1-1,5 gram/kgBB/hari.3. cairan 130 ml/kgBB/hari atau 100
ml/kgBB/hari bila terdapat edema berat.4. vitamin A( 40 x/menit
pada anak usia 1 - 5 tahun.
Bukan bronkopenumonia :- Hanya batuk tanpa adanya tanda dan
gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi
antibiotika. Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi kuman
penyebab:
1. kultur sputum atau bilasan cairan lambung
2. kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab),
terutama virus
3. deteksi antigen bakteri
DIAGNOSA BANDING
Bronkiolitis
Aspirasi pneumonia
Tb paru primer
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan bronkopneumonia tergantung pada penyebab yang
sesuai dengan hasil dari pemeriksaan sputum,yang mencakup:
Anak dengan sesak nafas,memerlukan cairan IV dan oksigen
(1-2/menit)
Cairan sesuai dengan berat badan, kenaikan suhu dan status
dehidrasi
Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit
Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji
resistensi tetapi hal ini tidak dapat selalu dilakukan dan memakan
waktu yang cukup lama, maka dalam praktek diberikan pengobatan
polifarmasi seperti penisilin ditambah dengan kloramfenikol atau
diberi antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti
ampicilin.
KOMPLIKASI
Otitis media Bronkiektase Abses paru Empiema
PROGNOSIS
Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih
tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi
energi-protein dan datang terlambat untuk pengobatan.
Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama
diketahui. Infeksi berat dapat memperjelek keadaan melalui asupan
makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh.
Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya
tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka
malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang
lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan
malnutrisi apabila berdiri sendiri.
PENCEGAHAN
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak
dengan penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang
dapat menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini.
Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan
meningkatkan daya tahan tubuh kaita terhadap berbagai penyakit
saluran nafas seperti : cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan
teratur ,menjaga kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin
berolahraga, dll.
Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan
terinfeksi antara lain:
Vaksinasi Pneumokokus Vaksinasi H. influenza Vaksinasi Varisela
yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah Vaksin
influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit.
TUBERKULOSIS MILIER
PENDAHULUAN
Tuberkulosis merupakan penyakit yang sudah sangat lama dikenal
oleh manusia, walaupun begitu hingga saat ini TB masih merupakan
masalah kesehatan utama di seluruh dunia, terutama di negara-negara
yang sedang berkembang termasuk Indonesia, bahkan secara global
Indonesia menduduki peringkat ketiga sebagai penyumbang kasus TB
terbanyak di dunia.
Perbaikan yang mencolok dalam penanganan TB adalah sejak
ditemukannya obat anti-TB pertama yaitu Streptomicin pada tahun
1944 dan disusul oleh obat-obat lain seperti PAS, Isoniazid,
Etambutol, Kanamicin dan terakhir Rifampicin (1968) yang terkenal
sebagai revolusi terapi dalam pengobatan TB.Tetapi penanggulangan
TB terutama di negara-negara yang sedang berkembang masih belum
memuaskan, karena angka kesembuhan hanya mencapai 30% saja, masalah
ini disebabkan oleh berbagai hal, yaitu ;
1. Meningkatnya populasi TB sehubungan adanya letusan HIV.
2.Timbulnya resistensi terhadap beberapa obat anti-TB.
3. Kurangnya kesadaran akan pentingnya menyelesaikan jangka
waktu pengobatan TB tanpa putus.
4.Kurangnya biaya pengadaan obat anti-TB seperti Rifampicin dan
Pirazinamid yang relatif mahal.
5.Kurangnya perhatian aparat pemerintah terhadap besarnya
masalah TB ini dan kurang terpadunya penanggulangannya.Tuberkulosis
anak mempunyai permasalahan khusus yang berbeda dengan orang
dewasa. Pada TB anak permasalahan yang dihadapi adalah masalah
diagnosa, pengobatan, pencegahan, serta TB pada infeksi HIV dan
penurunan daya tahan tubuh. Berbeda dengan TB dewasa, gejala TB
pada anak seringkali tidak khas, sehingga sulit untuk
mendiagnosanya. TB milier pada anak termasuk salah satu bentuk TB
yang berat dan merupakan 3-7 % dari seluruh kasus TB dengan angka
kematian yang tinggi (dapat mencapai 25% pada bayi) yang bisa
timbul karena tidak terdiagnosisnya TB pada anak sehingga menjadi
berat, atau karena pengobatan yang tidak adekuat.(1)
EPIDEMIOLOGI
Sejak tahun 1990-an dilakukan deteksi terhadap berbagai penyakit
yang kembali muncul dan menjadi masalah (re-emerging disease),
terutama di negara maju, salah satunya adalah TB. WHO memperkirakan
bahwa sepertiga penduduk dunia (sekitar 2 miliar orang) telah
terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis, dengan angka tertinggi
di Afrika, Asia dan Amerika Latin. Tuberkulosis, terutama TB Paru
merupakan masalah yang timbul tidak hanya di negara berkembang
tetapi juga di negara maju. TB tetap merupakan salah satu penyebab
tingginya angka kesakitan dan kematian, baik pada orang dewasa
maupun anak-anak. Pada tahun 1989 WHO memperkirakan bahwa setiap
tahun terdapat 1,3 juta kasus baru TB anak dan 450.000 anak usia
dibawah 15 tahun meninggal dunia karena TB. TB anak merupakan
faktor penting di negara-negara berkembang karena jumlah anak
berusia di bawah dibawah 15 tahun adalah 40-50% dari seluruh jumlah
populasi.(1)
DEFINISI
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberkulosis, paling sering (sekitar 80%)
terjadi di paru.
TB Milier merupakan penyakit Limfo-Hematogen sistemik akibat
penyebaran kuman M. tuberkulosis dari kompleks primer yang biasanya
terjadi dalam waktu 2-6 bulan pertama setelah infeksi
awal.ETIOLOGI
Penyebab Tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberkulosis, kuman
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 mikrometer dan tebal
0,3-0,6 mikrometer. Mycobacterium tuberkulosis ditemukan pertama
kali oleh Robert Koch pada tahun 1882. Sebagian besar kuman terdiri
atas asam lemak (lipid) yang membuat kuman lebih tahan terhadap
asam sehingga disebut Basil Than Asam (BTA). Dan ia juga lebih
tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan hidup
pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan
bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman
berada dalam keadaan dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat
bangkit kembali dan menjadi tuberkulosis aktif lagi.
Dalam jaringan kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni
dalam sitoplasma makrofag, kuman ini bersifat aerob dengan demikian
lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya.(2)
PATOGENESIS
Sebagian besar kuman Mycobacterium tuberkulosis masuk ke
jaringan paru melalui airborne infeksion yang terhirup. Masuknya
kuman akan merangsang mekanisme imun nonspesifik, makrofag alveolus
akan memfagositosis kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan
sebagian besar kuman TB, dengan demikian masuknya kuman tidak
selalu menimbulkan penyakit, terjadinya infeksi dipengaruhi oleh
virulensi dan banyaknya kuman TB serta daya tahan tubuh yang
terkena. Jika virulensi kuman tinggi dan jumlah kuman banyakatau
daya tahan tubuh menurun maka makrofag tidak mampu menghancurkan
kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag tersebut. Kuman
TB yang terus berkembangbiak akan menyebabkan makrofag lisis, dan
kuman TB akan mmbentuk koloni di tempat tersebut yang disebut Fokus
Primer Ghon.
Dari Fokus Primer tersebut kuman TB dapat menyebar melalui
saluran limfe menuju ke kelenjar limfe regional yang akan
menyebbkan terjadinya iflamasi di saluran limfe (Limfangitis) dan
kelenjar limfe tersebut (Limfadenitis). Kompleks Primer merupakan
gabungan antara Fokus Primer. Limfangitis dan Limfadenitis
regional. Masa inkubasi yaitu sampai terbentuknya Kompleks Primer
biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu.
Apabila virulensi kuman rendah atau jumlah kuman sedikit atau
daya tahan tubuh yang baik Kompleks Primer akan mengalami resolusi
secara sempurna membentuk fibrosis dan kalsifikasi setelah
mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Begitu juga kelenjar
limfe regional akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi
resolusinya biasanya tidak sesempurna Fokus Primer di jaringan
paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun
dalam kelenjar ini (dormant).
Selain mengalami resolusi Kompleks Primer dapat juga mengalami
komplikasi dan dapat menyebar. Penyebaran dapat terjadi secara
bronkogen, limfogen dan hematogen.
Pada penyebaran limfogen kuman menyebar ke kelenjar limfe
regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran
hematogen kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke
seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan
TB disebut sebagai penyakit sitemik.
Penyebaran hematogen kuman TB dapat berupa ;
Occult hematogenic spread (penyebaran hematogenik tersamar).
Acute generalized hematogenic spread (penyebaran hematogenik
generalisata akut).
Protracted hematogenik spread (penyebaran hematogenik
berulang-ulang).
Tuberkulosis milier merupakan hasil dari penyebaran hematogenik
generalisata akut dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel
yang dihasilkan dari proses ini akan mempunyai ukuran yang lebih
kurang sama. Istilah milier berasal dari gambaran lesi diseminata
yang menyerupai butir padi-padian/jewawut (millet seed). Secara
patologi anatomi lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm yang
tersebar merata (difus) pada paru.
TB milier lebih sering terjadi pada bayi dan anak kecil,
terutama usia di bawah 2 tahun, karena imunitas seluler spesifik,
fungsi makrofag, dan mekanisme lokal pertahanan paru-nya belum
berkembang sempurna sehingga kuman TB mudah berkembangbiak dan
menyebar ke seluruh tubuh.
Terjadinya TB milier dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu kuman M.
tuberkulosis (jumlah dan virulensi), status imnologis penderita
(nonspesifik dan spesifik) dan faktor lingkungan (kurangnya paparan
sinar matahari, perumahan yang padat, polusi udara, merokok,
penggunaan alkohol, obat bius serta sosio ekonomi). Beberapa
kondisi yang menurunkan sistem imun juga dapat menyebabkan
timbulnya TB milier.GAMBARAN KLINIS
Manifestasi klinis TB milier dapat bermacam-macam, bergantung
pada banyaknya kuman dan jenis organ yang terkena. Gejala yang
sering dijumpai adalah keluhan konik yang tidak khas yaitu ;
Demam lama (lebih dari 2 minggu) dengan penyebab tidak
jelas.
Nafsu makan tidak ada (anoreksia).
Berat badan turun atau gagal tumbuh (dengan demam ringan atau
tanpa demam).
Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit dan
biasanya multiple.
Batuk lama lebih dari 3 minggu dan sesak napas.
TB milier dapat juga diawali dengan serangan akut berupa demam
tinggi yang sering hilang timbul (remittent). Gejala klinis
biasanya timbul akibat gangguan pada paru, yaitu gejala
respiratorik seperti batuk dan sesak napas disertai ronkhi atau
mengi.(1)
DIAGNOSIS
Diagnosis TB milier pada anak dibuat berdasarkan ;
Adanya riwayat kontak dengan pasien TB dewasa yang infeksius
(BTA positif).
Gambaran radiologis yang khas.
Gambaran klinis.
Uji tuberkulin yang positif.
Uji tuberkulin tetap merupakan alat bantu diagnosis TB yang
penting pada anak. Uji tuberkulin negatif belum tentu tidak ada
infeksi atau penyakit TB atau sebaliknya.(2)
Pemeriksaan sputum atau bilasan lambung dan kultur M.
tuberkulosis tetap penting dilakukan.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk membantu mendiagnosis penyakit TB milier dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang antara lain ;
1. Uji tuberkulin.
Disebut juga Mantoux Test, dilakukan dengan cara menyuntikkan
0,1 ml PPD-RT 23 2TU, PPD-S 5 TU atau OT 1/2000 secara intrakutan.
Pembacaan dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan dan diukur
diameter melintang dari indurasi yang terjadi. Indurasi 0-4 mm
negatif, indurasi 5-9 mm masih meragukan, diameter lebih dari 10 mm
jelas positif.
2. Pemeriksaan radiologis.
Gambaran radiologis TB milier sangat khas, berupa tuberkel halus
(millii) yabg tersebar merta (difus) di seluruh lapangan paru,
dengan bentuk yang khas dan ukuran yang hampir seragam (1-3 mm).3.
Pemeriksaan bakteriologis.
Penemuan kuman TB memastikan diagnosis TB, tetapi tidak
ditemukannya kuman TB bukan berarti tidak menderita TB. Pemeriksaan
bakteriologis terdiri dari 2 cara, yaitu pemeriksaan mikroskop
hapusan langsung untuk menemukan kuman TB dan pemeriksaan biakan
kuman.
4. Pemeriksaan patologi anatomi.
Pemeriksaan patologi anatomi tidak dilakukan secara rutin.
PENGOBATANPengobatan medikamentosa TB milier adalah pemberian
4-5 macam obat anti-TB selama 2 bulan pertama, dilanjutkan dengan
Isoniazid dan Rifampicin selama 4-6 bulan sesuai dengan
perkembangan klinis. Kortikosteroid (Prednisone) diberikan pada TB
milier, Prednisone biasanya diberikan dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari
selama 4-8 minggu kemudian diturunkan perlahan-lahan hingga 2-6
minggu kemudian.
Dengan pengobatan yang tepat, perbaikan TB milier biasanya
berjalan lambat. Respons keberhasilan terapi antara lain adalah
hilangnya demam setelah 2-3 minggu pengobatan, peningkatan nafsu
makan, perbaikan kualitas hidup sehari-hari, dan peningkatan berta
badan. (1)Nama ObatDosis harian
(mg/kgBB/hari)Dosis maksimal
(mg/hari)Efek samping
Isoniazid5-15300Hepatitis, neuritis perifer
Rifampicin10-20600Hepatitis
Pirazinamid15-302000Hepatotoksik, artralgia
Etambutol15-201250Neuritis optik
Strepomicin15-401000Ototoksik, nefrotoksik
PROGNOSIS
Prognosis dipengaruhi banyak faktor, yaitu ;
Umur anak.
Berapa lama telah mendapatkan infeksi.
Luasnya infeksi.
Keadaan gizi.
Sosio ekonomi.
Diagnosis dini.
Pengobatan adekuat.
Adanya infeksi lain.
PENCEGAHAN INFEKSI TB
Pencegahan ini meliputi ;
1. Terhadap infeksi TB.
Pencegahan sputum yang infeksius ; case finding (Foto thoraks,
Mantoux Test), isolasi dan pengobatan penderita, perbaiki
lingkungan (ventilasi harus baik, sinar matahari, kepadatan
penduduk dikurangi).
2. Meningkatkan daya tahan tubuh.
Memperbaiki standar hidup (makanan 4 sehat 5 sempurna, perumahan
dengan ventilasi cukup, istirahat cukup dan teratur, olahraga),
peningkatan kekebalan tubuh dengan vaksinasi BCG.
3. Pencegahan dengan mengobati penderita yang sakit dengan obat
anti TB.DIARE DISENTRIPENDAHULUANDisentri berasal dari bahasa
Yunani, yaitu dis (gangguan) dan enteron (usus), yang berarti
radang usus yang menimbulkan luka atau ulkus di colon ditandai
dengan gejala khas yang disebut sebagai sindroma disentri, yakni:
1) sakit di perut yang sering disertai dengan tenesmus, 2) diare,
dan 3) tinja mengandung darah dan lendir. 1Di dunia sekurangnya 200
juta kasus dan 650.000 kematian terjadi akibat disentri basiler
pada anak-anak di bawah umur 5 tahun. Kebanyakan kuman penyebab
disentri basiler ditemukan di negara berkembang dengan kesehatan
lingkungan yang masih kurang. Disentri amuba tersebar hampir ke
seluruh dunia terutama di negara yang sedang berkembang yang berada
di daerah tropis. Hal ini dikarenakan faktor kepadatan penduduk,
hygiene individu, sanitasi lingkungan dan kondisi sosial ekonomi
serta kultural yang menunjang. 2Akibat penting dari diare disentri
adalah penurunan berat badan, anoreksia dan kerusakan usus karena
bakteri invasif. Beberapa komplikasi lain juga dapat terjadi.
Penyebab utama disentri akut adalah Shigella, penyebab lain adalah
Campylobacter jejuni, E coli enteroinvasive, Salmonella dan
Entamuba histolytica. Aeromonas juga diketahui sebagai bakteri
penyebab diare disentri. Dalam satu studi pasien diare dengan
Aeromonas positif, gejala klinis yang muncul 30% diare berdarah,
37% muntah-muntah, dan 31% demam. 1DIAGNOSISGejala klinis Setelah
masa inkubasi yang pendek (1-3 hari) secara mendadak timbul nyeri
perut, demam, dan tinja encer. Tinja yang encer tersebut
berhubungan dengan kerja eksotoksin dalam usus halus. Sehari atau
beberapa hari kemudian, karena infeksi meliputi ileum dan kolon,
maka jumlah tinja meningkat, tinja kurang encer tapi sering
mengandung lendir dan darah. Tiap gerakan usus disertai dengan
mengedan dan tenesmus yang menyebabkan nyeri perut bagian bawah.
Demam dan diare sembuh secara spontan dalam 2-5 hari pada lebih
dari setengah kasus dewasa. Namun, pada anak-anak dan orang tua,
kehilangan air dan elektrolit dapat menyebabkan dehidrasi,
asidosis, dan bahkan kematian. Hal ini dikarenakan terdapat
hubungan perkembangan metabolisme cairan dan elektrolit sistem
gastrointestinal yang memiliki variasi usia. Pada bayi mukosa usus
cenderung lebih permeabel terhadap air. Sehingga pada bayi dampak
dari peningkatan osmolalitas lumen karena proses diare menghasilkan
kehilangan cairan dan elektrolit yang lebih besar daripada anak
yang lebih tua atau orang dewasa dengan proses yang sama. 9Disentri
Amuba Carrier (Cyst Passer) tidak menunjukkan gejala klinis sama
sekali. Hal ini disebabkan karena amuba yang berada dalam lumen
usus besar tidak mengadakan invasi ke dinding usus. Timbulnya
penyakit (onset penyakit) perlahan-lahan. Penderita biasanya
mengeluh perut kembung, kadang nyeri perut ringan yang bersifat
kejang (tenesmus). Dapat timbul diare ringan, 4-5 kali sehari,
dengan tinja berbau busuk. Kadang juga tinja bercampur darah dan
lendir. Terdapat sedikit nyeri tekan di daerah sigmoid, jarang
nyeri di daerah epigastrium. Keadaan tersebut bergantung pada
lokasi ulkusnya. Keadaan umum pasien biasanya baik, tanpa atau
sedikit demam ringan (subfebris). Kadang dijumpai hepatomegali yang
tidak atau sedikit nyeri tekan. 5LABORATORIUMDalam tinja pasien
dapat ditemukan bentuk trofozoit yang masih bergerak aktif seperti
keong dengan menggunakan pseudopodinya yang seperti kaca. Jika
tinja berdarah, akan tampak amoeba dengan eritrosit di dalamnya.
Bentik inti akan nampak jelas bila dibuat sediaan dengan larutan
eosin. Temuan adanya trofozoit sebagai diagnosis pasti amubiasis,
temuan adanya kista amuba beum cukup untuk mendiagnosis amuba.
Kista amubiasis berbentuk bulat dan berkilau seperti mutiara. Di
dalamnya terdapat badan-badan kromatoid yang berbentuk batang
dengan ujung tumpul, sedangkan inti tidak tampak. Untuk dapat
melihat intinya, dapat digunakan larutan lugol. Akan tetapi dengan
larutan lugol ini badan-badan kromatoid tidak tampak. Bila jumlah
kista sedikit, dapat dilakukan pemeriksaan menggunakan metode
konsentrasi dengan larutan seng sulfat dan eterformalin. Dengan
larutan seng sulfat kista akan terapung di permukaan sedangkan
dengan larutan eterformalin kista akan mengendap. 2
Gbr. 6 Pemeriksaan mikroskopis kista dan trofozoit amuba
(perbesaran 1000x). E dan F Kista amuba dalam pengecatan salin, G.
Kista amuba dengan pengecatan Iodine. H. Trofozoit amuba yang
menelan eritrosit dengan pengecatan salin. I. Trofozoit dengan
pengecatan trichrome 2KOMPLIKASI 1. Hipokalemi. Hal ini dapat
dicegah dengan pemberian oralit atau makanan kaya kalium seperti
pisang, air kelapa dan sayuran berdaun hijau.
2. Demam tinggi. Jika anak demam tinggi ( 39 C atau 102,2 F)
yang akan menyebabkan kesulitan, berikan parasetamol.
3. Prolaps rektum. Sedikit tekan kembali prolaps rektum
menggunakan sarung tangan bedah atau kain basah. Atau, siapkan
cairan yang hangat dari magnesium sulfat dan kompres dengan larutan
ini untuk mengurangi prolaps dengan mengurangi edema tersebut.
4. Kejang. Jika berlangsung lama atau berulang, maka berikan
antikonvulsi dengan daizepam intravena atau diazepam rektal.
5. Sindrom hemolitik-uremik. Bila pemeriksaan laboratorium tidak
dapat dilakukan, maka pikirkan kemungkinan sindrom hemolitik-uremik
(HUS) pada pasien dengan mudah memar, pucat, kesadaran menurun atau
tidak ada output urin.PENATALAKSANAANPrinsip tatalaksana diare
adalah : 9a. Mengatasi dehidrasi. Bila terjadi dehidrasi (terutama
pada anak), penderita harus segera dibawa ke petugas atau sarana
kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang cepat dan tepat, yaitu
dengan oralit. Bila terjadi dehidrasi berat, penderita harus segera
diberikan cairan intravena dengan ringer laktat sebelum dilanjutkan
terapi oral dengan memberikan minum lebih banyak dengan cairan
rumah tangga yang dianjurkan seperti air tajin , kuah sayur, air
sup.
b. Pemberian nutrisi. Berikan makanan selama diare untuk
memberikan gizi pada penderita terutama pada anak tetap kuat dan
tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Berikan cairan
termasuk oralit dan makanan sesuai yang dianjurkan. Anak yang masih
mimun ASI harus lebih sering diberi ASI. Anak yang minum susu
formula diberikan lebih sering dari biasanya. Anak Usia 6 bulan
atau lebih termasuk bayi yang telah mendapat makanan padat harus
diberikan makanan yang mudah dicerna sedikit sedikit tetapi sering.
Setelah diare berhenti pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2
minggu untuk membantu pemulihan berat badan anak.
c. Pemberian Zink. Pemberian Zink selama 10 hari untuk anak
dibawah usia 6 bulan 10 mg dan di atas 6 bulan 20 mg sekali sehari
terbukti dapat memperbaiki kerusakan vili usus pada diare sehingga
mempercepat penyembuhan diare, mengurangi frekuensi diare dan
mencegah terjadinya diare berikutnya.
d. Memberi edukasi pada orang tua. Memberi peringatan pada oran
tua mengenai cara pemberian cairan pengganti diare, mengenali tanda
tanda dehidrasi berat dan untuk tetap meneruskan makan dan minum
selama anak diare. Bila anak masih mendapat ASI, tetap
dilanjutkan
e. Pemberian antibiotik. Apabila ditemukan penderita diare
infeksi, maka diberikan pengobatan sesuai indikasi, dengan tetap
mengutamakan rehidrasi. Tidak ada obat yang aman dan efektif untuk
menghentikan diare. Pemberian antibiotik di indikasikan pada :
Pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi seperti feses lendir
dan berdarah, leukosit pada feses, kolera dan pasien
imunokompromis. Pemberian antibiotik secara empiris dapat dilakukan
tetapi terapi antibiotik spesifik diberikan berdasarkan kultur dan
resistensi kuman.
Anak gizi buruk dengan disentri, serta anak dibawah usia 2 bulan
dengan disentri harus dimondokkan di rumah sakit. Sebagai tambahan
anak yang kelihatan sangat sakit atau toksik, letargis, perut
kembung dan tegang serta kejang beresiko tinggi untuk mengalami
sepsis sehingga harus dimondokkan di rumah sakit juga. Selain dari
kelompok ini dapat dilakukan rawat jalan pada anak di rumah dengan
pemberian obat : 1. Antibiotik selama 5 hari. Antibiotik pilihan
adalah yang masih sensitif dengan Shigella di daerah tersebut.
Sebagai contoh adalah ciprofloxacin, pivmecillinam, atau
fluoroquinolones lain. Catatan : metronidazole, streptomisin,
tetrasiklin, kloramfenicol, sulfonamid, nitrofuran (cth :
nitrofurantoin, furazolidone), aminoglikosida (cth : gentamisin,
kanamisin), cephalosporins generasi pertama dan kedua (cth :
cephaleksin, cefamandole), dan amoksisilin tidak efektif untuk
Shigella. Kotrimoxazole dan ampisilin sekarang sudah tidak efektif
lagi oleh karena telah terjadi resistensi di hampir seluruh
dunia.
2. Evaluasi gejala klinis setelah pemberian antibiotik selama
dua hari, bila tidak ada perbaikan, hentikan pemberian antibiotik
pertama dan beri antibiotik lini kedua yang masih sensitif untuk
Shigella di daerah tersebut. Bila antibitik lini kedua masih tidak
memberi perbaikan klinis setelah dua hari maka pikirkan kemungkinan
diagnosis lain, rawat inap anak bila terdapat indikasi klinis atau
tatalaksana sebagai disentri amuba dan beri Metronidazole (50
mg/kgBB/hari, 3 kali perhari) selama 5 hari.3. Lakukan kultur feses
dan sensitivitas antibiotik bila memungkinkan.
4. Anak usia dibawah dua bulan dengan diare lendir darah,
pikirkan kemungkinan intususepsi dan rujuk ke dokter bedah bila
perlu. Bila tidak, maka beri antibiotik Ceftriaxon IV/IM 100
mg/kg/hari, single dose selama 5 hari.
5. Anak gizi buruk dengan diare disentri, pertama ditatalaksana
sebagai disentri Shigella bila tidak membaik ditatalaksana sebagai
disentri amuba. Tetapi bila fasilitas kesehatan tersedia
pemeriksaan mikroskopis tinja maka lakukan pemeriksaan trofozoit
pada tinja.
REFERENSI
1. Almatsier Sunita.Prinsip Dasar Ilmu Gizi.Jakarta:PT Gramedia
Pustaka Utama.2005, 77-1042. Nugroho Edi, Maulany RF. Mikrobiologi
Kedokteran.20th.ed.Jakarta:EGC.1996,146-2433. Newman W.A.2000.Kamus
Kedokteran Dorland.Terjemahan oleh Huriawati Hartanto,
dkk.2002.Jakarta:EGC4. Behrman, Kliegman, dkk.1996.Ilmu kesehatan
Anak.Terjemahan oleh Prof.Dr. dr.A. Samik Wahab,SpA(K)
,dkk.2000.Jakarta:EGC5. Schwartz M. William.Pedoman Klinis
Pediatri.2004.Jakarta:EGC 6. Heird WC. Food insecurity, hunger, and
undernutrition. In: Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE, Stanton BF.
editors. Nelson textbook of pediatrics. 18th ed. Philadelphia:
Saunders Elsevier; 2007. p.227-32.7. Slide Perkulihaan Malnutrisi8.
www.pediatrik.com