BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara Pluralisme memiliki berbagai macam suku,bahasa dan ras yang memiliki keterkaitan peraturan yang berbeda dalam pelaksanaanya karena itu perlunya sosiologi hukum dalam setiap pengambilan keputusan para penegak hukum agar tercipta suatu keadilan bagi masyarakat, tidak sedikit dari masyarakat, baik masyarakat terdidik maupun masyarakat tidak terdidik bahkan masyarakat yang sehari-harinya menggeluti dunia hukum khususnya di Indonesia, mereka yang terheran-heran ketika mereka memahami hukum adalah sebagai panglima untuk menjawab, memutuskan, ataupun menyelesaikan suatu perkara atau kasus, ternyata tidak sedikit peraturan perundangan sebagai hukum tersebut mandul tidak melahirkan apa yang diharapkan masyarakat itu sendiri. Dalam bidang hukum para penegak hukum mengiginkan Republik Indonesia sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang dasar 1945 dan produk hukum 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia sebagai negara Pluralisme memiliki berbagai macam suku,bahasa dan
ras yang memiliki keterkaitan peraturan yang berbeda dalam pelaksanaanya karena itu
perlunya sosiologi hukum dalam setiap pengambilan keputusan para penegak hukum
agar tercipta suatu keadilan bagi masyarakat, tidak sedikit dari masyarakat, baik
masyarakat terdidik maupun masyarakat tidak terdidik bahkan masyarakat yang sehari-
harinya menggeluti dunia hukum khususnya di Indonesia, mereka yang terheran-heran
ketika mereka memahami hukum adalah sebagai panglima untuk menjawab,
memutuskan, ataupun menyelesaikan suatu perkara atau kasus, ternyata tidak sedikit
peraturan perundangan sebagai hukum tersebut mandul tidak melahirkan apa yang
diharapkan masyarakat itu sendiri.
Dalam bidang hukum para penegak hukum mengiginkan Republik Indonesia
sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang dasar 1945 dan
produk hukum lainya yang bertujuan mewujudkan tata kehidupan berbangsa yang
aman,tertib dan berkeadilan.Untuk Mewujudkan tujuan itu ternyata,negara kita
memerlukan para penegak hukum baik polisi,jaksa,hakim,pengacara yang
bebasa,mandiri dan bertanggung jawab atas terselengaranya suatu peradilan yang
jujur,adil dan memiliki kepastian hukum bagi semua pencari keadilan dalam menegakan
hukum,kebenaran,keadilan,dan hak asasi manusia namun harus pandai.1
1 Soetomo,Hitamnya Perdilan ruwetnya mencari Keadilan Hukum Di Indonesia,(:PT.Nice World, Jakarta Timur),hlm.2
1
Secara jujur saja kita harus katakan bahwa sebuah hukum yang demokratis
adalah selalu membesut dari bumi. Artinya, ia merupakan perwujudan dari nilai-nilai
yang melembaga didalam masyarakat yang menjadi sasarannya, kemudian untuk
dengan arif menata dan menyinergikan persilangan kepentingan yang juga harus
dipelihara, senyatanya terjadi dalam tabel hidup dimasyarakat. Lebih dari itu, terutama
didunia modren, hukum bahkan kemudian meluaskan fungsinya untuk melakukan
social engineering, rekayasa sosial, menciptakan sebuah masyarakat yang menjadi cita-
cita sebuah bangsa yang menamakan dirinya sebagai negara hukum. Hukum adalah
hasil ciptaan masyarakat, tetapi sekaligus ia juga menciptakan masyarakat. Sehingga
konsep dalam berhukum seyogyanya adalah sejalan dengan perkembangan
masyarakatnya.
Hukum harus di tempatkan pada marfah yang sesunguhnya untuk melayani
masyarakat dan menciptaan keadilan dimasyarakat untuk mencapai tujuan ini di
perlukan beberapa persayaratan di antaranya:
1) Kaidah-kaidah Hukum,serta penerapanya sebanyak mungkin mendekati citra
masyarakat.
2) Pelaksanaan penegak hukum dapat mengemban tugas sesuai tujuan dan keinginan
hukum.
3) Masyarakat dimana hukum itu berlaku,taat dan sadar akan pentingnya hukum bagi
keadilan dan kesejahteraan serta menghayati akan keinginan hukum demi keadilan
dalam usaha memenuhi syarat-syarat tersebut demi tercapainya keserasian itu fungsi
hukumpun berkembang.hukum berfungsi sebagai sarana pendorongpembangunan dan
sebagai sarana kritis sosial.2
2 Soedjono dirdjosisworo,Pengantar Ilmu Hukum,( PT RAJAGRAFINDO PERSADA ,Jakarta:,2010),hlm.18
2
Kalau kita mau melihat bagaimana bangunan hukum, maka bagian yang tidak
terpisahkan adalah penegakan hukum (law enforcement), bagaimana penegakan hukum
kita, paling tidak ada penegakan hukum dalam arti luas dan ada pula dalam arti sempit.
Dalam arti luas adalah melingkupi pelaksanaan dan penerapan hukum terhadap setiap
pelanggaran atau penyimpangan hukum yang dilakukan oleh subyek hukum, kalau
dalam artian sempit adalah kegiatan penindakan terhadap setiap pelanggaran atau
penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan.
Dalam hal penegakan hukum, yang paling pokok disamping yang lain adalah
bagaimana meningkatkan kualitas proses pembudayaan hukum sesuai dengan budaya
masing-masing tempat, pemasyarakatan sehingga sistem komunikasi dan sosialisasi
menjadi yang utama, dan tidak kalah pentingnya adalah pendidikan hukum (law
socialization and law education) sehingga dengan pendidikan hukum tersebut
menjadikan proses pendewasaan dalam berhukum termasuk pendidikan politik
kaitannya dengan hukum.
Oleh karenanya politik adalah juga aktivitas memilih tujuan tertentu.dalam
hukum dijumpai keadaan sama.Hukum yang berusaha memilih tujuan dan cara
mencapai tujuan tersebut adalah termasuk bidang politik hukum.Jelaslah bahwa politik
hukum adalah disiplin hukum yang menghususkan dirinya pada usaha memerankan
hukum dalam mencapai tujuan yang dicita-citakanya oleh masyarakat tertentu.3
Untuk menuntut bagaimana tahapan-tahapan evolusi bangsa Indonesia dalam
berhukum terutama kaitannya dengan ketertiban sosial politik hukum sejak zaman
3 Ibid
3
kolonial sampai kemerdekaan telah melalui beberapa tahapan, namun kita harus
mengakui bahwa pada zaman kolonial dengan tidak mengabaikan kejahatan dari arti
penjajahan itu sendiri, sesungguhnya dalam hal penegakan hukum adalah sangat baik
karena cara berhukumnya pada saat itu mengikuti karakteristik perkembangan
masyarakatnya, yaitu bagi golongan Eropa dihormati berlakunya hukum Eropa dan bagi
bangsa Indonesia (pribumi) dihormati diberlakukannya juga hukum sebagaimana
karakteristik budaya, adat setempat, dan sangat memelihara (walau tidak sama dengan
menghargai) nilai-nilai agama sehingga kebijakan dualisme tersebut membuat tegaknya
bangunan hukum relatif mampu mengelola bukan saja berbagai kepentingan tetapi juga
berabad-abad lamanya mampu mencengkramkan jajahannya di Indonesia Raya ini.
Indonesia sebagai jajahan belanda ikut terlibat atau beradaptasi dengan hukum yang
dibawah oleh belanda dengan faham hukum Eropa continental yang berasal dari Francis
hal ini berakibat dengan tata hukum indonesia yang mempunyai banyak kesamaan
dengan hukum belanda.
Ada polemik atau ketidakwajaran yang kita rasakan, hal itu sangat berdasar dan
beralasan. Dalam bukunya (Bernad L.Tanya,Teori Hukum Srategi Tertib Manusia
Lintas Ruang dan Generasi 185) Nonet dan Selznick yang secara tegas mengatakan
bahwa:
“Thus a distinctive feature of responsive law is the search of implicit values in rules and policies a more flexible interpreatation that sees rules as bound to specific problems and contexts,and undertakes to identify the values at stake in procedural protection” “Jadi ciri khas hukum responsif adalah mencari nilai-nilai yang tersirat dalam peraturan dan kebijakan yang interpretasi lebih fleksibel yang melihat aturan sebagai terikat untuk masalah tertentu dan konteks , dan bertujuan untuk mengidentifikasi nilai-nilai yang dipertaruhkan dalam perlindungan prosedural”
Pemikiran Philipe Nonet dan Philip Selznick dalam konsep berhukum,
membedakan tiga jenis hukum yaitu: hukum represif, hukum otonom dan hukum
4
responsif.4 Dari bingkai pemikiran hukum yang lebih responsive untuk keadilan sosial
yang membumi digagas oleh Nonit san Selznick tersebut diatas, kaitan dengan
penegakan pembangunan hukum di Indonesia, dengan problematika dan solusi yang
ada.
Menelisik tiga jenis hukum (Hukum Represif, Hukum Otonom, dan Hukum
responsive) sebagai optik melihat wajah penegakan hukum di Indonesia, yang dikonsep
oleh Nonet dan Selznick, maka secara umum penegakkan hukum di Indonesia setelah
penulis membuka kembali pengamatan di lapangan, sebenarnya yang paling cocok
untuk menghadapi globalisasi hukum, seharusnya kedepan posisi Indonesia tidak pada
karakteristik tunggal, yaitu ketiga jenis hukum tersebut ada pada posisi Indonesia.
Namun bagian-bagian tertentu sangat dominan ketimbang jenis hukum represiflah yang
sangat dominant kemudian terdapat juga jenis hukum otonom dan sebagian kecil jenis
hukum responsif.
Penegakan Hukum dengan produk hukum, walaupun saling keterkaitan bahkan
saling menentukan dalam cara berhukumnya, namun produk hukum dan penegakan
hukum mempunyai masalahnya masing-masing. Dalam hal penegakan hukum adalah
mencakup setidaknya ada persoalan, yaitu peraturan perundang-undangannya, aparat
penegak hukum dan budaya masyarakatnya itu sendiri.
Penegakan hukum harus kita maknai secara universal artinya mencakup
keseluruhan tanpa membedakan ras,agama dan budaya akan tetapi dalam realisme
penegakan hukum konteporer hukum di tempatkan hanya sebagai barang dagangan
yang di perjualbelikan oleh oknum-oknum tertentu yang menciderai rasa keadilan
masyarakat.Marwah hukum sebagai pelayan masyarakat telah menjadi melayani pejabat
4 http://syafrihariansah.blogspot.co.id/2014/06/tipe-hukum-philippe-nonet-dan-philip.html di akses tanggal 13,pukul 10.00.WITA.
melaksanakan atau menerapkan peraturan- peraturan hukum. Hal itu dapat disebut
pengkajian hukum melalui pendekatan yridis normatif.
Menurut pandangan saya pendekatan normatif juga dapat disebut dengan
pendekatan atau pandangan positivistik karena merupakan sebuah model pemikiran
yang mendominasi pengkajian-pengkajian terhadap hukum di abad pertengahan. Di
mana pada abad-abad ini, ilmu hukum banyak memusatkan perhatiannya pada
penelaahan mengenai tertib logis dari tatanan peraturan yang berlaku. Ia juga banyak
menaruh minat pada pemahaman dan pendefinisian istilah-istilah yang dipakai dalam
tatanan tersebut.
Adanya pandangan positivistik tentang hukum ini, mencari sandarannya pada
toeri pragmatik tentang kebenaran, yang menyatakan suatu teori adalah benar, jika teori
itu berfungsi secara memuaskan. Hal ini akan ditentukan berdasarkan persetujuan dari
kelompok orang-orang terhadap siapa teori itu ditujukan. Jika teori itu di kalangan
orang-orang itu memperoleh cukup persetujuan, maka teori itu akan dianggap benar.
Inti di dalam ilmu menurut pandangan ini adalah hubungan antara subyek
dengan subyek. Teori yang berhasil memperoleh persetujuan yang cukup, menghasilkan
sebagai akibatnya pengetahuan inter-subjektif. Ilmuannya bekerja dari suatu perspektif
internal, artinya bahwa ia mendekati gejala-gejala yang hendak dipelajarinya sebagai
soerang partisipan, yang langsung terkait pada gejala yang dipelajari, yang kedalamnya
ia sesungguhnya terlibat.
Sosiologi hukum bersama ilmu empiris lainnya akan menempatkan
kembali konstruksi hukum kedalam struktur sosial yang ada, sehingga hukum menjadi
lembaga yang utuh dan realistis. Pendidikan hukum yang bersipat sociological model
yang terdiri atas :
7
(1). Social structure
(2). Behavior
(3). Variable
(4). Observer
(5). Scientific
b. Perbandingan Yuridis Empiris Dengan Yuridis Normatif.
Untuk membedakan pendekatan sosiologis atau pendekatan yuridis empiris (pendekatan
kenyataan hukum dalam masarakat) dengan pendekatan yuridis normatif, perlu
diuraikan lebih dahulu yang dimaksud yuridis empiris atau ilmu kanyataan hukum
dalam masarakat yang disertai dengan contoh masing – masing. Hal itu akan diuraikan
sebagai berikut.
1) . sosiologi hukum adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara hukum
dengan gejala – gejala sosial lainnya secara empiris analitis. Sebagai conth hdapat
disebut pasal 40 peraturan pemerintah No. 9 tahun 1975 yang menyebutkan,’’ apabila
seorang suami bermaksud untuk beristri lebih dari seorang, maka ia wajib mengajukan
permohonan secara tertulis kepada pengadilan’’. Peraturan dimaksud, tidak efektif.
Sebab, ada beberapa orang laki – laki atau suami yang beristri lebih dari satu seorang
dikota palu tanpa mendapatkan izin dari pengadilan.
2). Antropologi hukum adalah ilmu yang mempelajari pola – pola, sengketa dan bagaimana
penyelesaian pada masarakat sederhana pada masarakat moderm. Pada masarakat
sederhana misalnya dengan adanya putusan ketua dewan masyarakat adat. Namun pada
masyarakat modern dapat disebut dengan adanya putusan hakim melalui pengadilan.
8
3). Psikologi hukum adalah ilmu yang mempelajari perwujudan dari jiwa manusia. Sebagai
contoh dapat dikemukakan bahwa perwujudannya adallah di taati dan di langgarnya
hukum-hukum yang berlaku dalam masarakat.
Model Kemasarakatan ( Sociological Model)
Model kemasarakatan adalah bentuk – bentuk interaksi sosial yang terjadi
didalam kehidupan bermasarakat. Hal dimaksud mempunyai beberapa istilah yang
sering digunakan dalam kajian sosiologi,yaitu
(1) . interaksi sosial
(2) . sistem sosial
(3) . perubahn sosial
1. Interaksi Sosial
Bila menyimak pendapat soejono soekanto tersebut, dapat dipahami interaksi
sosial merupakan proses individu dalam melakukan hubangan sepanjang ia hidup
sebagai anggota masyarakat, sehingga individu akan merasa menjadi bagian masarakat
secara keseluruhan. Oleh karena itu, interaksi sosial merupakan suatu wadah yang
berpungsi sebagai perekat dalam kehidupan sosial, baik dalam konteks kehidupan
pranata keluarga maupun dalam kehidupan masarakat secara keseluruhan.
2. Sistem Sosial
Sistem sosial dapat diartikan secara umum sebagai keseluruhan elemen atau bagian –
bagian yang saling tergantung satu sama lain, sehingga terbentuk satu kesatuan dan
kesinambungan. Kesinambungan ini senantiasa harus dijaga dan dipelihara demi
9
menjaga keutuhan sistem. Apabila satu bagian sistem tidak fungsional terhadap yang
lainnya.
Menurut. Munandar soelaeman mengungkapkan pandangan struktur pungsional
bahwa masarakat merupakan suatu sistem yang terdiri dari bagian – bagian atau elemen
yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam kesinambungan. Perubahan yang terjadi
dalam satu bagian akan membawa pula terhadap bagian yang lain. Teori ini berasumsi
bahwa setiap elemen (struktur) dalam sistem sosial adalah fungsional terhadap yang
lain.6
3. Perubahan sosial
Perubahan sosial merupakan suatu variasi dari cara – cara hidup yang diterima yang
disebabkan baik karena perubahan – perubahan kondisi geografis, kebuyaan materil,
komposisi penduduk, idiologi maupun adanya difusi ataupun penemuan – penemuan
baru dalam masarakat tertentu.
Selosoemarjan mengemukakan seperti yang dikutip oleh soerjono soekanto: bahwa
perubahan – perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembaga kemasarakatan
didalam suatu masarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk didalam nilai
– nilai, sikap – sikap, dan pola perikelakuan diantara kelompok dalam masarakat
10
C. Rumusan masalah
1. Bagaimana melakukan pembaharuan penegakan hukum melalui peraturan perundang-
undangan?
2. Bagaimana melakukan pembaharuan penegakan hukum melalui aparat penegak hukum?
3. Bagaimana melakukan pembaharuan penegakan hukum melalui budaya hukum
masyarakat?
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini :
1. Untuk Mengetahui dan menganalisis pembaharuan penegakan hukum melalui peraturan
perundang-undangan;
2. Untuk mengtahui dan menganalisis kendala yang dihadapi dalam penegakan hukum
3. Untuk mengetahui hubungan sosiologi hukum dan penegakan hukum di indonesia
E. Manfaat Penelitian
penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik dari segi akademis maupun
praktis yaitu:
1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu
pengetahuan dan reformasi bagi dunia akademis dibidang Hukum Tata Negara,
khususnya dalam hal pembaharuan penegakan hukum;
11
2. Secara Praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pihak-pihak
yang berkepentingan dalam masalah penelitian ini, yaitu penegakan hukum ketika
merealisasikan hukum.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pembaharuan Penegakan Hukum Melalui Peraturan Perundang-Undangan
Sebagaimana dijelaskan diatas, pada dasarnya materi peraturan
perundang-undangan yang kita gunakan selama ini, terutama yang banyak difungsikan
untuk kepentingan atau hajat hidup orang banyak seperti BW, WVS dan lain
sebagainya, dalam proses pembuatannya sangat jauh dari partisipasi masyarakat (nir-
sosiologis) tidak memerhatikan simbol-simbol kritik yang tampak di masyarakat,
walaupun materinya relative terstruktur dengan baik, namun hanyalah berlaku secara
rinci dan sistemik bagi masyarakat biasa, dan sangat lemah bagi pembuat hukumnya itu
sendiri (apalagi bagi pihak-pihak tertentu memengaruhi atas kepentingannya dengan
berbagai macam kompensasi).
Dalam upaya penataan sistem hukum,hendaknya hukum dapat dipahami
dan di kembangkan sebagai satu kesatuan sistem.Dalam Hukum sebagai satu kesatuan
sistem,terdapat 3 unsur sistem hukum yaitu unsur kelembagaan,unsur aturan dan nunsur
perilaku subjek hukum.Ketiga unsur tersebut mencakup kegiataan pembuatan hukum
(law Making);pelaksanaan dan penerapan hukum (Law administarting);peradilan atas
pelanggar hukum yang biasa disebut penegakan hukum dalam arti sempit (Law
12
enforcement);pemasyarakaan dan pendidikan hukum (Law socialization and
education);dan pengelolaan informasi hukum (Law information management).7
Tujuan pembuatan peraturan perundangan adalah untuk ketertiban dan
legitimasi yang juga mempertimbangkan kompetensi. Secara legitimasi, kita harus akui
disamping sebagai ketahanan sosial sebagai tujuan negara (daerah-daerah tertentu),
tetapi juga sudah mencapai legitimasi prosedural, walaupun belum kepada substantif.
Dalam pembuatan peraturan perundangan hendaknya harus melahirkan
alternatif-alternatif yang mampu bertahan secara memadai, seperti dicontohkan Nonet
dan Selznick (dari Gemeinschaft ke Geselschaft). Untuk di Indonesia, sebagai contoh
kecil tentang pasal-pasal pencurian dalam WVS masih sangat kental sanksi-sanksi yang
seharusnya tidak lagi memberikan sanksi bagi pencuri-pencuri kelas kecil, namun harus
diberikan pembinaan sehingga memenuhi rasa keadilan sebagaimana konsepsi yang
diabstraksikan dengan baik oleh Nonet dan Selznick yaitu dari kekerasan ke keadilan.
Hal ini sangat penting, karena dinegara-negara maju seperti Jepang tidak mengangap
pencuri kelas-kelas kecil itu sebagai penjahat, tetapi dibina sebagaimana penulis
paparkan di muka.
7 Pendidikan Kesadaran Berkonstitusi,Ibid,Hlm.45
13
B. Pembaharuan Penegakan Hukum Melalui Aparat Penegak Hukum.
Mendung pekat masih menggelayuti atmosfer penegakan hukum
kita.keberdayaan unsur pranata dan kualitas penegak hukum dalam jihad melawan
kejahatan terjungkal oleh serangan dan syahwat gemerlap rupiah.Pada saat bersamaan
hukum tampil garang pada rakyat kecil.pencuri sandal jepit,pisang dan kakao diadili
secara serius layaknya perkara besar.sedangkan perkara besar yang melibatkan
pemegang tampuk kekuasaan diadili dalam panggung kepura-puraan inilah potret
buram supermasi hukum.
Berbicara aparat penegak hukum di Indonesia sangat memprihatikan
sebagaimana disebutkan di muka, betapa tidak, kita sudah mafhum kalau mafia
peradilan kita sudah sebegitu buruknya dan para aparat penegak hukum itulah yang
berperan utama atas kerusakan hukum di Indonesia. Sebagus apapun materi peraturan
perundang-undangan, kalau aparatnya rusak, maka hukum pun juga bagaikan
menegakkan benang basah, dengan tidak mengabaikan ada juga beberapa
keberhasilannya, tetapi hanya mampu memproses penjahat kelas-kelas kecil, seperti;
orang-orang miskin dan bodoh yang tak punya akses pembelaan di pengadilan dan
mereka ini (ribuan orang) yang memenuhi rumah tahanan dan lembaga
14
permasyarakatan diseluruh penjuru tanah air.Sedangkan para kasus korupsi yang
digolongkan oleh kaum elit menjadi mandul di depan hukum dalam hal ini budayawan
radhar panca dahana (Achmad Fauzi,Korupsi dan Penguatan Daulat Hukum,26)
mengatakan;
“Proses dekedensi moral kaum elite terjadi akibat infiltrasi budaya luar yang masuk secara cepat dan menghancurkan local genius yang ada.Orang bukan hanya tampil transparan secara fisik,mode dan pemikiran,tapi juga telanjang dalam perilaku sebagai karakter populer.akibatnya meski ada indikasi kuat melakukan kejahatan korupsi,kaum elite tetap merasa suci,pura-pura tidak tahu,dan berusaha membela diri dihadapan media sebelum dinyatakan bersalah oleh pengadilan. “
Penyelewengan atau inkonsistensi di Indonesia berlangsung lama bertahun-
tahun hingga sekarang, sehingga bagi masyarakat Indonesia ini merupakan rahasia
umum, hukum yang dibuat berbeda dengan hukum yang dijalankan, contoh paling dekat
dengan lingkungan adalah, penilangan penegemudi kendaraan yang melanggar tata
tertib lalu lintas. Mereka yang melanggar tata tertib lalu lintas tidak jarang ingin
berdamai di tempat atau menyelewengkan hukum, kemudian seharusnya aparat yang
menegakkan hukum tersebut dapat menangi secara hukum yang berlaku di Indonesia,
namun tidak jarang penegak hukum tersebut justru mengambil kesempatan yang tidak
terpuji itu untuk menambah pundi-pundi uangnya.
Hal ini berakibat rapuhnya penegakan hukum di indonesia sebagai akibat kaum
elite yang di istimewakan dalam penegakan hukum,masih segar diingatan bagaimana
seorang nenek mengambil kakao 3 buah dan anak kecil di makassar yang mengambil
sandal jepit di ancam di hukum.8 hal ini berbanding terlurus dengan para terpidana
koruptor sebut saja mantan wakil mentri ESDM yang akhirnya bebas lewat Praperadilan
dengan dalil penanganan kasus tidak sesuai prosedur undang-undang dengan
mengatakan kejaksanaan tidak dilibatkan dalam proses penyidikan dan penyelidikan