BAB IPENDAHULUAN
Stres adalah keadaan internal yang dapat diakibatkan oleh
tuntutan fisik dari tubuh (kondisi penyakit, latihan, dan
lain-lain) atau oleh kondisi lingkungan dan sosial yang dinilai
potensial membahayakan, tidak terkendali atau melebihi kemampuan
individu untuk melakukan coping. Coping merupakan proses dimana
individu melakukan usaha untuk mengatur (management) situasi yang
dipersepsikan adanya kesenjangan antara usaha (demands) dan
kemampuan (resources) yang dinilai sebagai penyebab munculnya
situasi stres.Jadi, stress merupakan usaha untuk penyesuaian diri.
Bila kita tidak dapat mengatasinya dengan baik, maka akan muncul
gangguan badani, perilaku tidak sehat atau pun gangguan
jiwa.Apabila stress yang muncul tidak dapat dikendalikan dengan
baik, maka akan dapat timbul gangguan penyesuaian. Gangguan
penyesuaian terjadi dalam satu bulan setelah stresor psikososial
dan berlangsung tidak lama dari enam bulan setelah stresor tersebut
(atau akibatnya) menghilang, kecuali pada kasus reaksi depresif
berkepanjangan.
BAB IIISI
A. Reaksi Terhadap Stres Berat dan Gangguan PenyesuaianA.1
Pengertian StresMenurut Lazarus & Folkman (dalam Nasution,
2008), stres adalah keadaan internal yang dapat diakibatkan oleh
tuntutan fisik dari tubuh (kondisi penyakit, latihan, dan
lain-lain) atau oleh kondisi lingkungan dan sosial yang dinilai
potensial membahayakan, tidak terkendali atau melebihi kemampuan
individu untuk melakukan coping. Coping merupakan proses dimana
individu melakukan usaha untuk mengatur (management) situasi yang
dipersepsikan adanya kesenjangan antara usaha (demands) dan
kemampuan (resources) yang dinilai sebagai penyebab munculnya
situasi stres.Jadi, stress merupakan usaha untuk penyesuaian diri.
Bila kita tidak dapat mengatasinya dengan baik, maka akan muncul
gangguan badani, perilaku tidak sehat atau pun gangguan jiwa. (
Maramis, 2009 )Semua organisme, termasuk manusia, dipacu oleh stres
untuk berusaha lebih keras, tetapi semua ada batasnya. Tergantung
pada kekuatan atau daya tahan stres kita, lekas atau lambat, pada
suatu waktu kita tidak dapat berfungsi lagi sebagaimana mestinya
bila stres itu besar, berlangsung lama atau spesifik.Stres
patologis adalah bila dalam usaha untuk mengatasinya kita sudah
tidak dapat berfungsi dengan baik lagi, mungkin sampai dengan
timbul gangguan jiwa ataupun badan (hipertensi, gangguan jantung
koroner, tukak lambung, dan sebagainya). Apakah seseorang akan
mengalami stres patologis tergantung dari daya tahan stresnya
(nilai ambang sresnya), dan dari besar, lama dan spesifiknya
stresor. (Maramis, 2009)
A.2 Sumber Stres PsikologisStresor dapat menimbulkan beberapa
keadaan yang dapat menjadi sumber stes, yaitu frustasi, konflik,
tekanan atau krisis.a. Frustasi timbul bila ada aral melintang
(stresor) antara kita dan tujuan kita, ada frustasi yang timbul
karena stresor dari luar, seperti bencana alam, kecelakaan,
kematian orang tercinta, norma-norma, adat-istiadat, peperangan,
keguncangan ekonomi dan lain-lain. Adapula stresor yang muncul dari
dalam misalnya cacat badaniah.b. Konflik terjadi bila kita tidak
dapat memilih antara dua atau lebiih macam kebutuhan atau tujuan.
Memilih yang satu berarti tidak tercapainya yang lain.c. Tekanan
juga dapat menimbulkan masalah penyesuaian. Tekanan sehari-hari,
biarpun kecil, tetapi bila bertumpuk-tumpuk dan berlangsung lama
(stresor jangka panjang), dapat menimbulkan stres yang hebat.d.
Krisis adalah keadaan karena stresor mendadak dan besar yang
menimbulkan stres pada seorang individu ataupun pada suatu
kelompok.(Maramis, 2009)
A.3 Daya Tahan StresDaya tahan stres atau nilai ambang stres
pada setiap orang berbeda-beda. Hal ini tergantung pada keadaan
somato-psiko-sosial orang itu. Ada orang yang peka terhadap stresor
tertentu, yang dianamakan stresor spesifik, karena pengalaman
dahulu yang menyakitkan tidak dapat diatasinya. Menurut teori,
setiap orang dapat saja terganggu jiwanya, asal saja stresor itu
cukup besar, cukup lama atau cukup spesifik, bagaimana stabil pun
kepribadian dan emosinya.Tiap orang metmpunyai cara sendiri untuk
penyesuaian diri terhadap stres, karena penilaian terhadap stressor
dan stres berbeda (faktor internal), dan karena tuntutan terhadap
tiap individu berbeda (faktor eksternal), itu antara lain
tergantung pada umur, sex, kepribadian, inteligensi, emosi, status
sosial dan pekerjaan individu.Maka dapat disimpulkan, makin besar
perubahan hidup dari beban stres, makin rendah daya tahan tubuh
terhadap penyakit dan makin besar penyakit yang timbul. (Maramis,
2009)
A.4 Respon Terhadap Stres1. respon emosi terhadap bahaya dan
ancaman akan berupa perasaan takut dan cemas, sedangkan terhadap
perpisahan dan kehilangan berupa depresi. 2. respon psikologis
berfungsi untuk mengurangi dampak pengalaman traumatik, dapat
berupa kesulitan mengingat kembali detail pengalaman itu atau
kehilangan persaan terhadap peristiwa tersebut.3. Strategi coping,
dimana tidak semua strategi ini bersifat adaptif, ada yang bahkan
bersifat maladaptif. Strategi coping adaptif akan mengurangi
distres jangka panjang, termasuk di sini penghindaran dari situasi
yang menimbulkan distres, memecahkan masalah, dan berdamai dengan
situasi.
A.5 Menghadapi StresLangkah pertama dalam menghadapi dan
mengatasi stres adalah mengakui sedang mengalami stres.Tanda-tanda
stres yang perlu diperhatikan :1. Merasa gelisah dan tidak dapat
bersantai2. Menjadi lekas marah dan seperti akan meledak bila ada
sesuatu yang berjalan tidak sesuai dengan kemauan.3. Ada
waktu-waktu dengan perasaan sangat lelah atau lelah yang
berkepanjangan.4. Sukar berkosentrasi5. Kehilangan minat terhadap
rekreasi yang sebelumnya dapat dinikmati dan sudah biasa
dilakukan.6. Menjadi khawatir mengenai hal-hal yang sebenarnya
tidak dapat diselesaikan dengan perasaan khawatir saja.7. Bekerja
berlebihan, biarpun tidak seluruhnya efektif.8. Makin lama makin
banyak pekerjaan yang dibawa pulang ke rumah.9. Makin banyak
merokok atau makin banyak memakai minuman keras dibandingkan dengan
sebelumnya.10. Berulang kali merasa kehilangan perspektif atau
merasa masa depan suram mengenai apa yang sebenarnya penting dalam
pekerjaan dan keluarga atau mungkin juga dalam hidup.Untuk mencegah
stres, yang paling baik adalah mengubah sikap terhadap stresor.
Makin penting stresor itu dianggap, makin besar stres yang timbul
sebagai akibatnya, makin santai dan relax stresor itu dihadapi,
makin banyak alternatif penyelesaian yang dilihat, makin ringan
stres itu. (Maramis, 2009)
A.6 Cara Penyesuaian Diri PsikologisStres psikologis menimbulkan
kecemasan, kekecewaan, ketegangan, rasa salah, dan sebagainya, yang
menimbulkan mekanisme penyesuaian psikologis. Bila kita merasa
mampu mengatasi stres, maka perilaku kita akan cenderung
berorientasi pada tugas (task oriental), yang tujuan utama adalah
menghadapi tuntutan keadaan yang menjadi stresor. Akan tetapi, bila
stres mengancam kemampuan dan harga diri kita, maka reaksi kita
akan condong berorientasi pada pembelaan ego (ego defense
oriented), yang tujuan utama adalah melindungi diri kita sendiri
terhadap devaluasi diri dan meringankan ketegangan serta kecemasan
yang menyakitkan. Dalam hal tuntutan yang secara terus-menerus
melampaui daya penyesuaian kita, maka kita akan mengalami
dekompensasi kepribadian dan perilaku kita akan makin menunjukkan
tanda-tanda disorganisasi dan disintegrasi. (Maramis, 2009)
F.43 Reaksi Tubuh Terhadap Stres Berat dan Gangguan
PenyesuaianKategori ini berbeda dengan kategori lainnya karena
mencakup gangguan-gangguan yang tidak hanya diidentifikasikan atas
dasar simtomatologi dan perjalanan penyakitnya, akan tetapi juga
atas dasar salah satu dari dua faktor pencetus, suatu stres
kehidupan yang luar biasa yang menyebabkan reaksi stres akut, atau
suatu perubahan penting dalam kehidupan yang menimbulkan situasi
yang tidak enak yang berakibat suatu gangguan penyesuaianMeskipun
setiap gejala yang membentuk reaksi stres akut dan gangguan
penyesuaian, secara iindividual dapat terjadi pada
gangguan-gangguan lain, ada beberapa ciri khusus dalam cara gejala
itu tampil yang membenarkan untuk memasukkan keadaan-keadaan ini
sebagai suatu gangguan klinis. (PPDGJ III, 1993)
F43.0 Reaksi Stres AkutIstilah ini menunjukkan reaksi abnomal
terhadap stres yang mendadak dan berlangsung (per definisi) maximal
satu bulan. Pada dasarnya mirip dengan reaksi normal namun sangat
hebat dan ada gejala tambahan. (Maramis dan Maramis, 2009)
Stresornya dapat berupa pengalaman traumatik yang luar biasa yang
dapat meliputi ancaman serius terhadap keamanan atau integritas
fisik dari individu atau orang-orang yang dicintainya (misalnya
bencana alam katastrofik, kecelakaan, peperangan, serangan tindakan
kriminal, pemerkosaan) atau perubahan mendadak yang tidak biasa dan
perubahan yang mengancam kedudukan sosial dan/atau jaringan relasi
dari yang bersangkutan seperti kedukaan yang bertubi-tubi atau
kebakaran. Resiko terjadinya gangguan ini makin bertambah apabila
ada kelelahan fisik atau faktor organik lain (misalnya usia
lanjut). (PPDGJ III, 1993)Respon emosi yang timbul berupa anxietas
yang parah, kegelisahan, insomnia, serangan panik, atau
depersonalisasi dan derealisasi. Respon emosi ini disertai
gejala-gejala somatik yang berupa palpitasi, berkeringat dan
tremor. Sebagai tambahan ada gejala disosiatif yang berupa mati
rasa (numbness) dan kesulitan mengingat kembali (recall)
Pedoman Diagnostik Harus ada kaitan waktu kejadian yang jelas
antara terjadinya pengalaman stresor luar biasa (fisik atau mental)
dengan onset dari gejala, biasanya setelah beberapa menit atau
segera setelah kejadian. Selain itu ditemukan gejala-gejala :a.
Terdapat gambaran gejala campuran yang biasanya berubah-ubah;
selain gejala permulaan berupa keadaan terpaku (daze), semua hal
berikut dapat terlihat: depresi, anxietas, kearahan, kecewa,
overaktif, dan penarikan diri. Akan tetapi tidak satupun dari
gejala tersebut yang mendominasi gambaran klinisnya dalam jangka
waktu yang lama.b. Pada kasus-kasus yang dapat dialihkan dari
lingkungan stresornya, gejala-gejala dapat menghilang dengan cepat
(dalam beberapa jam); dalam hal ini dimana stres menjadi
berkelanjutan atau tidak dapat dialihkan, gejala-gejala biasanya
baru dapat mereda setelah 2-8 jam dan biasanya hampir menghilang
setelah 3 hari. Diagnosis ini tidak boleh digunakan untuk keadaan
kambuhan mendadak dari gejala-gejala pada individu yang sudah
menunjukkan gangguan psikiatrik lainnya.(PPDGJ III, 2003)
TatalaksanaSebagian besar kasus gangguan stres akut dapat
ditangani oleh dokter umum maupun dokter keluarga. Langkah-langkah
yang dapat dilakukan antara lain :a. Mengurangi respon emosional :
dapat dilakukan dengan bercerita kepada keluarga atau teman. Jika
tidak ada keluarga, maka teman, dokter, perawat, atau pekerja
sosial dapat membantu. Apabila dinilai terdapat anxietas yang
berat, dapat diberikan obat anxiolitik untuk beberapa hari dan jika
insomnia hebat, dapat diberikan obat hipnotik untuk beberapa
hari.b. Mendorong pengingatan kembali : hal ini akan menuju pada
penerimaan akan peristiwa yang menimbulkan distres itu, namun
mungkin diperlukan bantuan mengingat dan mengintegrasikan peristiwa
itu ke dalam memori. Proses ini harus dilalui dengan suka rela dan
tidak boleh dipaksakan.c. Mengembangkan strategi coping yang lebih
efektif : sebagian orang memerlukan bantuan konseling untuk
mengubah reaksi maladaptif yang dapat berupa misalnya minum
berlebihan, perilaku agresif atau histrionik atau minum obat
overdosis.d. Menolong masalah residual : di samping masalah
psikologis, dapat juga terjadi dampak pada aspek fisik atau
psikososial lainnya dan sebagian orang perlu bantuan untuk
menyesuaikan diri dengan kondisi tersebut.
F.43.1 Gangguan Stres Pasca TraumaGangguan stres pascatrauma
(posttraumatic stress disorder PTSD) adalah suatu sindrom yang
timbul setelah seseorang melihat, terlibat di dalam, atau mendengar
stresor traumatik yang ekstrem. Seseorang tersebut bereaksi
terhadap pengalaman tersebut dengan rasa takut dan tidak berdaya,
secara menetap menghidupkan kembali peristiwa tersebut, dan mencoba
menghindari mengingat hal tersebut. (Saddock, 2010)Gangguan ini
biasanya timbul dalam waktu enam bulan setelah terjadinya peristiwa
traumatik. Alasan berubahnya diagnosis dari gangguan stres akut
menjadi gangguan stres pascatrauma adalah satu setelah satu bulan
adalah karena kasus yang berlangsung lebih dari satu bulan biasanya
menjadi kronis dan memerlukan pendekatan dan pengobatan yang
berbeda daripada gangguan stres akut. (Maramis dan Maramis,
2009)
Epidemiologi Prevalensi seumur hidup PTSD diperkirakan sekitar 8
% populasi umum walaupun tambahan 5-15% dapat mengalami bentuk
subklinis gangguan ini. Di antara kelompok risiko tinggi yang
anggotanya mengalami peristiwa traumatik, angka prevalensi seumur
hidupnya berkisar 5%-75%. Pada perempuan berkisar sekitar 10%-12%
dan 5%-6% pada laki-laki. Walaupun PTSD dapat terjadi pada usia
berapapun, gangguan ini sering terjadi pada dewasa muda karena
mereka cenderung lebih terpajan dengan situasi penginduksi.
Gejala klinisGejala utama PTSD adalah mengalami kembali secara
involunter peristiwa traumatik dalam bentuk mimpi atau bayangan
yang intrusif, yang menerobos masuk ke dalam kesadaran secara
tiba-tiba (kilas balik). Hal ini sering dipicu oleh hal-hal yang
mengingatkan penderita akan peristiwa traumatik yang pernah
dialami. Kelompok gejala yang lain adalah tanda-tanda meningkatnya
keterjagaan berupa anxietas yang hebat iritabilitas, insomnia, dan
kosentrasi yang buruk.Gejala-gejala disosiatif juga menyertai PTSD
yang terdiri dari kesulitan mengingat kembali bagian-bagian penting
dari peristiwa itu, ketidakmampuan untuk merasakan perasaan.
Kadang-kadang terjadi dipersonalisasi dan derealisasi. Perilaku
menghindar, maladaptif juga terdapat pada pasien dengan PTSD.
(Maramis dan Maramis, 2009)
Pedoman DiagnostikDiagnosis ditegakkan bilamana gangguan ini
timbul dalam kurun waktu 6 bulan setelah kejadian traumatik berat
(masa laten yang berkisar antara beberapa minggu sampai beberapa
bulan, jarang sampai melampaui 6 bulan). Kemungkinan diagnosis
masih dapat ditegakkan apabila tertundanya waktu mulai saat
kejadian dan onset gangguan melebihi waktu 6 bulan, asal saja
manifestasi klinisnya adalah khas dan tidak didapat alternatif
kategori gangguan lainnya. Sebagai bukti tambahan selain trauma,
harus didapatkan bayang-bayang atau mimpi-mimpi dari kejadian
traumatik tersebut secara berulang-ulang kembali (flashback).
Gangguan otonomik, gangguan afek, dan kelainan tingkah laku
semuanya dapat mewarnai diagnosis tetapi tidak khas.Suatu sequelae
menahun yang terjadi lambat setelah stres yang luar biasa, misalnya
beberapa puluh tahun setelah trauma, diklasifikasi dalam kategori
F62.0 (perubahan kepribadian yang berlangsung lama setelah
mengalami katastrofa). (PPDGJ-III, 1993)Tatalaksanaa.
Farmakoterapi1. Gejala depresi : SSRI (ada bukti yang cukup kuat
untuk fluoksetin, fluvoksamin, dan sertralin), trisiklik (
amitriptilin dan imipramin).2. Gejala anxietas ; benzodiazepine
(klonazepam, alprazolam) buspiron dan antidepresan.3. Gangguan
tidur dapat diperbaiki dengan penggunaan antidepresan yang sedatif
(misalnya trazodon), siproheptadin atau hipnotika.4. Pikiran
intrusif : karbamazepim, lithium, fluvoksamin5. Keterjagaan
berlebihan : SSRI, propanolol/klonidin, lithium, valproat.6.
Hostibilitas/impulsivitas : karbamazepin, valproat7. Gejala
psikotik/agresi atau agitasi yang hebat : antipsikotik
b. Psikoterapi Penanganan utama untuk PTSD adalah terapi
kognitif yang harus mencakup unsur-unsur : pendidikan tentang PTSD,
swa-pantau gejala-gejala, manajemen anxietas, pemaparan terhadap
ransangan yang mengakibatkan anxietas dalam suasana yang mendukung,
penataan kembali kognisi (cognitive restructuring) terutama untuk
trauma komplex, dan manajemen kemarahan.Eye movement desentisation
and reprocessing (EMDR) adalah penanganan baru yang menggunakan
gerakan bola mata bolak-balik secara volunter untuk mengurangi
anxietas yang berhubungan dengan pikiran yang mengganggu.
F42.0 Gangguan PenyesuaianGangguan penyesuaian terjadi dalam
satu bulan setelah stresor psikososial dan berlangsung tidak lama
dari enam bulan setelah stresor tersebut (atau akibatnya)
menghilang, kecuali pada kasus reaksi depresif berkepanjangan.
(Maramis dan Maramis, 2009)Menurut Diagnostic and Statistical
Manual of Mental (DSM-IV-TR), prevalensi gangguan ini diperkirakan
2%-8% dari populasi umum. Perempuan didiagnosis dua kali lebih
sering daripada laki-laki, dan perempuan lajang umumnya ditunjukkan
paling besar memiliki risiko. Pada anak remaja, baik anak laki-laki
maupun perempuan dapat mengalami gangguan penyesuaian. Gangguan ini
dapat terjadi di usia berapapun. Di antara anak remaja, stresor
pencetus yang paling lazim adalah masalah sekolah, penolakan orang
tua dan perceraian, serta penyalahgunaan zat. Di antara orang
dewasa, stresor pencetus yang paling lazim adalah masa pernikahan,
perceraian, pindah ke lingkungan baru, serta masalah keuangan.
Kriteria Diagnostik DSM-IV-IR Gangguan Penyesuaiana. Timbulnya
gejala emosional atau perilaku sebagai respons terhadap stresor
yang dapat diidentifikasi, terjadi dalam 3 bulan sejak onset
stresor.b. Gejala atau perilaku ini secar klinis bermakna seperti
berikut :1. Penderitaan yang nyata dan berlebihan dari apa yang
dapat diperkirakan terjadi akibat pajanan terhadap stresor2.
Hendaya bermakna fungsi sosial atau pekerjaan.c. Gangguan terkait
stres tidak memenuhi kriteria gangguan Aksis I spesifik lainnya dan
bukan hanya perburukan dari gangguan Aksis I dan II yang telah ada
sebelumnya.d. Gejala tidak menunjukkan berkabunge. Ketika stresor
berakhir; gejala tidak berlangsung selama lebih kurang dari 6 bulan
lagi.Tentukan jika:Akut : jika gangguan berlangsung kurang dari 6
bulanKronik : jika gangguan berlangsung lebih dari 6 bulanGangguan
penyesuaian diberi kode berdasarkan subtipenya, yang dipilih
menurut gejala yang dominan. Stresor yang spesifik dapat dirinci
pada Aksis IV.Dengan mood depresiDengan ansietasDengan cmpuran mood
depresi dan ansietasDengan gangguan tingkah lakuDengan gangguan
campuran emosi dan tingkah lakuTidak terinci. (Sadock, 2010)
TatalaksanaPenatalaksanaan utama pada dasarnya adalah
psikoterapi suportif untuk meningkatkan kemampuan coping terhadap
stresor yang tidak dapat dikurangi atau dihilangkan, dan untuk
memberikan dukungan yang cukup. Ventilasi atau verbalisasi perasaan
dapat berguna dalam mencegah perilaku maladptif seperti isolasi
sosial, perilaku destruktif, atau bunuh diri. Penggunaan
anxiolitika atau hipnotika dimungkinkan apabila gejala-gejala
menimbulkan distres dan persisten, misalnya depresi.
B. Gangguan Disosiatif (Konversi) F44Disosiasi psikologis adalah
perubahan kesadaran mendadak yang mempengaruhi memori dan
identitas. Para individu yang menderita gangguan disosiatif tidak
mampu mengingat berbagai peristiwa pribadi penting atau selama
beberapa saat lupa akan identitasnya atau bahkan membentuk
identitas baru.Secara umum gangguan disosiatif (dissociative
disorders) bisa didefinisikan sebagai adanya kehilangan (sebagian
atau seluruh) dari integrasi normal (di bawah kendali sadar) yang
meliputi ingatan masa lalu, kesadaran identitas dan peng-nderaanan
segera (awareness of identity andimmediate sensations), serta
kontrol terhadap gerak tubuh.
F44.0 Amnesia DisosiatifAmnesia disosiatif adalah diagnosis yang
sesuai ketika fenomena disosiatif terbatas pada amnesia. Gejala
khasnya adalah ketidakmampuan mengingat kembali informasi, biasanya
mengenai peristiwa yang penuh tekanan atau traumatik di dalam
kehidupan seseorang. Ketidakmampuan ini tidak dapat dijelaskan
dengan keadaan lupa yang biasa dan tidak terdapat bukti adanya
gangguan pada otak.
Epidemiologi dan EtiologiAmnesia disosiatif dianggap sebagai
gangguan disosiatif yang paling lazim ditemukan walaupun data
epidemiologis untuk semua gangguan disosiatif terbatas dan tidak
pasti. Gangguan ini sering terjadi pada perempuan dibandingkan
laki-laki dan lebih sering pada dewasa muda dibandingkan dewasa
yang lebih tua, tetapi gangguan ini dapat terjadi pada semua usia.
(Kaplan dan Sadock, 2010)Sebagian besar pasien dengan gangguan
disosiatif tidak dapat mengingat kembali kenangan yang menyakitkan
dari suatu peristiwa traumatik dan penuh tekanan sehingga kandungan
emosi terhadap kenangan tersebut menjadi dasar patofisiologi dan
penyebab gangguan ini.
Gambaran KlinisAdanya trauma emosi pencetus yang berisi emosi
menyakitkan serta konflik psikologis. Ekspresi impuls khayalan atau
sebenarnya yang tidak mampu dihadapi seseorang dapat juga berlaku
sebagai pencetus, dan amnesia dapat menyertai perilaku yang
dikemudian hari oleh orang tersebut dirasakan patut dicela secara
moral. (Sadock, 2010)
Pedoman DiagnostikCiri utama adalah hilangnya daya ingat,
biasanya mengenal kejadian penting yang baru terjadi, yang bukan
disebabkan oleh gangguan mental organik dan terlalu luas untuk
dapat dijelaskan atas dasar kelupaan yang umum terjadi.Diagnosis
pasti memerlukan :a. Amnesia, baik total atau parsial, mengenai
kejadian yang stressful atau traumatik yang baru terjadi (hal ini
mungkin hanya dapat dinyatakan bila ada saksi yang memberikan
informasi)b. Tidak ada gangguan mental organik, intoksikasi atau
kelelahan berlebihan
Yang paling sulit dibedakan adalah amnesia buatan yang
disebabkan oleh simulasi secara sadar. Untuk itu penilaian secara
rinci dan berulang mengenai kepribadian premorbid dan motivasi
diperlukan. Amnesia buatan (concious stimualting of amnesia)
biasanya berkaitan dengan problema yang jelas mengenai keuangan,
bahaya kematian dalam peperangan, atau kemungkinan hukuman penjara
atau hukuman mati.PenangananPenatalaksanaan pada gangguan ini
adalah dengan menerima gejala pasien sebagai hal yang nyata, tetapi
menjelaskan bahwa itu reversibel. Diupayakan untuk kembali ke
fungsi semula dengan bertahap. Hipnosis dapat digunakan terutama
sebagai suatu cara yang membuat pasien yang cukup santai sehingga
mereka dapat mengingat kembali hal yang telah mereka lupakan.
F44.1 Fugue DisosiatifFugue disosiatif adalah hilangnya memori
yang disertai dengan meninggalkan rumah dan menciptakan identitas
baru. Dalam fugue disosiatif, hilangnya memori lebih besar
dibanding dalam amnesia disosiatif. Orang yang mengalami fugue
disosiatif tidak hanya mengalami amnesia total, namun tiba-tiba
meninggalkan rumah dan beraktivitas dengan menggunakan identitas
baru.Pasien dengan fugue disosiatif telah berjalan jalan secara
fisik dari rumah dan situasi kerjanya dan tidak dapat mengingat
aspek penting identitas mereka sebelumnya (nama, keluarga,
pekerjaan). Pasien tersebut seringkali, tetapi tidak selalu,
mengambil identitas dan pekerjaan yang sepenuhnya baru, walaupun
identitas baru biasanya kurang lengkap dibandingkan kepribadian
ganda yang terlihat pada gangguan identitas disosiatif.
Epidemiologi dan EtiologiGangguan ini jarang ditemukan, dan
paling sering terjadi selama perang, setelah bencana alam, dan
akibat krisis pribadi dengan konflik internal yang berat. Menurut
DSM-IV-TR, terdapat angka prevalensi 0,2% di dalam populasi.
Berbagai stresor dan faktor pribadi dapat menjadi predisposisi bagi
orang-orang untuk mengalami fugue disosiatif. Faktor psikososial
mencakup stres perkawinan, keuangan, pekerjaan, dn stresor akibat
perang. Ciri predisposisi terkait mencakup depresi, upaya bunuh
diri, gangguan organik (terutama epilepsi), serta riwayat
penyalahgunaan zat. (Sadock, 2010)
Pedoman DiagnostikMenurut PPDGJ III (1993), untuk diagnosis
pasti harus ada :1. Ciri-ciri amnesia disosiatif2. Dengan sengaja
melakukan perjalanan tertentu melampaui jarak yang biasa
dilakukannya sehari-hari.3. Tetap memepertahankan kemampuan
mengurus diri dan bisa melakukan interaksi sosial sederhana dengan
orang-orang yang belum dikenalnya.PenangananPsikoterapi
diindikasikan untuk membantu pasien menyatukan stresor pencetus ke
dalam jiwa mereka dengan cara yang sehat dan terintegrasi. Pilihan
penanganan untuk gangguan ini adalah psikoterapi psikodinamik
ekspresif suportif.
F44.2 Stupor DisosiatifPerilaku individu memenuhi kriteria untuk
stupor, akan tetapi dari pemeriksaan tidak didapatkan adanya tanda
penyebab fisik. Seperti juga pada gangguan-gangguan disosiatif
lain, didapat bukti adanya penyebab psikogenik dalam bentuk
kejadian-kejadian yang penuh stress ataupun masalah sosial atau
interpersonal yang menonjol.Stupor disosiatif bisa didefinisikan
sebagai sangat berkurangnya atau hilangnya gerakan-gerakan
voulunter dan respon normal terhadap rangsangan luar seperti
cahaya, suara dan perabaan (sedangkan kesadaran dalam artian
fisiologis tidak hilang).Menurut PPDGJ III (1993), untuk diagnosis
pasti harus ada :1. Stupor, seperti yang sudah disebutkan tadi.2.
Tidak ditemukan adanya gangguan fisik atau gangguan psikiatrik lain
yang dapat menjelaskan keadaan stupor tersebut.3. Adanya masalah
atau kejadian-kejadian baru yang penuh stress.
F44.3 Gangguan Trans dan KesurupanMerupakan gangguan-gangguan
yang menunjukkan adanya kehilangan sementara penghayatan akan
identitas diri dan kesadaran terhadap lingkungannya, dalam beberapa
kejadian, individu tersebut berperilaku seakan-akan dikuasai oleh
kepribadian lain, kekuatan gaib atau malaikat. Gangguan trans yang
terjadi selama suatu keadaan skizofrenik atau psikosis akut
disertai halusinasi atau waham atau kepribadian multipel tidak
boleh dimasukkan dalam kelompok ini. (PPDGJ III, 1993)
F44.4-F44.7 Gangguan Disosiatif dari Gerakan dan PenginderaanDi
dalam gangguan ini terdapat kehilangan atau gangguan dari gerakan
ataupun kehilangan pengideraan. Oleh sebab itu pasien biasanya
mengeluh tentang adanya penyakit fisik, meskipun tidak ada kelainan
fisik yang dapat ditemukan untuk menjelaskan keadaan-keadaan itu.
Selain itu, penilaian status mental pasien dan situasi sosialnya
biasanya menunjukkan bahwa ketidakmampuan akibat kehilangan
fungsinya membantu pasien dalam upaya untuk menghindar dari konflik
yang kurang menyenangkan atau untuk menunjukkan ketergantungan atau
penolakan secara tidak langsung. Diagnosis harus ditegakkan dengan
sangat hati-hati apabila terdapat gangguan sistem saraf atau pada
individu yang tadinya menunjukkan kemampuan penyesuaian yang baik
dengan hubungan keluraga dan sosial yang normal.Untuk diagnosis
pasti :1. Tidak didapatkannya tanda kelainan fisik.2. Harus
diketahui secara memadai mengenai kondisi psikologis dan sosial
serta hubungan interpersonal dari pasien, agar memungkinkan
menyusun suatu formulasi yang meyakinkan perihal sebab gangguan itu
timbul.
F44.4 Gangguan Motorik DisosiatifBentuk yang paling lazim dari
gangguan ini adalah kehilangan kemampuan untuk menggerakkan seluruh
atau sebagian dari anggota gerak. Paralisis dapat bersifat parsial
dengan gerakan yang lemah atau lambat atau total. Berbagai bentuk
inkoordinasi dapat terjadi, khususnya pada kaki dengan akibat cara
jalan yang bizarre. Dapat juga terjadi gemetar atau bergoyang yang
berlebihan pada satu ekstremitas atau lebih, atau pada seluruh
badan. (PPDGJ III, 1993)
F44.5 Konvulsi DisosiatifDapat menyerupai kejang epileptic dalam
hal gerakannya akan tetapi jarang disertai lidah tergigit, luka
serius karena jatuh saat serangan dan inkontinensia urin, tidak
dijumpai kehilangan kesadaran tetapi diganti dengan keadaan seperti
stupor atau trans.
F.44.6 Anestesia dan Kehilangan Sensorik DisosiatifBagian kulit
yang mengalami anestesi sering kali mempunyai batas yang tegas yang
menjelaskan bahwa hal tersebut lebih berkaitan dengan pemikiran
pasien mengenai fungsi tubuhnya daripada dengan pengetahuan
kedokterannya. Dapat pula terjadi perbedaan antara hilangnya
perasaan pada berbagai jenis modalitas penginderaan yang tidak
mungkin disebabkan oleh kerusakan neurologis. Hilangnya perasaan
sensorik dapat disertai oleh keluhan parastesia.
F44.7 Gangguan Disosiatif campuranCampuran dari
gangguan-gangguan tersebut di atas (F44.0-F44.6) harus dimasukkan
dalam kategori ini.
F44.8 Gangguan Disosiatif lainnya Sindrom GanserCiri-ciri dari
gangguan ini adalah jawaban kira-kira, yang biasanya disertai
beberapa gejala disosiatif lainnya, sring kali dalam keadaan yang
menunjukkan kemungkinan adanya penyebab yang bersifat psikogenik
dan harus dimasukkan di sini.
F44.9 Gangguan Disosiatif lainnya YDT
C. Gangguan Kepribadian Khas F60C.1 Pengertian
KepribadianMenurut Kusumanto Setyonegoro, kepribadian adalah
ekspresi keluar dari pengetahuan dan perasaan yang dialami secara
subjektif oleh seseorang. Definisi lain memgemukakan bahwa
kepribadian adalah perilaku yang khas yang seseorang menyebabkan
orang itu dapat dikenal dan dibedakan dari orang lain karena pola
perilakunya. (Maramis dan Maramis, 2009)Terdapat tiga pengertian
kepribadian, yaitu pengertian populer, filsafat dan empriris.
Kepribadian dalam arti kata populer sama dengan kualitas seseorang
yang menyebabkan ia disenangi atau tidak disenangi orang lain.
Kepribadian dalam arti kata filsafat adalah sesuatu yang rasional
(dapat berpikir, mempunyai daya penalaran) dan individual
(merupakan kesatuan yang dapat berdiri sendiri, mempunyai ciri-ciri
khas). Kepribadian dalam arti kata empiris adalah jumlah perilaku
yang dapat diamati dan yang mempunyai ciri-ciri biologis,
psikologis, sosiologis, kultural dan moral yang khas baginya, yang
dapat membedakannya dari kepribadian lain. (Maramis dan Maramis,
2009)Gangguan kepribadian khas tidak berkaitan langsung dengan
kerusakan atau penyakit otak berat atau dengan gangguan jiwa lain.
Gejala-gejala gangguan ini sudah timbul pada masa kanak atau remaja
dan berlanjut sampai usia dewasa. Gangguan ini menjadi lebih nyata
dalam perjalanannya lebih lanjut serta mengakibatkan penderitaan
pada individu itu sendiri dan/atau orang lain. Jalan pikirannya
masih masuk akal atau realistik, hanya saja sudah di luar dari
keadaan dan lingkungan dimana ia berada. Karena itu ia mengalami
banyak kesulitan dalam relasi interpersonal dan mengalami banyak
stres, sehingga di samping gangguan kepribadiannya, ia sering
menderita juga gangguan jiwa lain yang timbul karena stres-stres
itu.
Pedoman Diagnostika. Sikap dan perilaku yang amat tak serasi
biasanya meliputi beberapa bidang fungsi, misalnya afek, kesiagaan,
pengendalian impuls, cara memandang dan berpikir, serta gaya
berhubungan dengan orang lain.b. Pola perilaku abnormal berlangsung
lama, berjangka panjang dan tidak terbatas pada episode gangguan
jiwa.c. Pola perilaku bersifat pervasif (mendalam) dan maladaptif
yang jelas terhadap berbagai keadaan pribadi dan sosial yang
luas.d. Manifestasi diatas akan selalu muncul pada masa kanak atau
dewasa dan berlanjut sampai usia dewasa.e. Gangguan ini menjurus
kepada penderitaan pribadi yang cukup berarti, tapi baru menjadi
nyata setelah perjalanan lanjut.f. Gangguan ini biasanya, tetapi
tidak selalu berkaitan secara bermakna dalam pekerjaan dan kinerja
sosial.Menurut PPDGJ III, gangguan kepribadian khas digolongkan
dalam diagnosis F60 :F60 Gangguan Kepribadian KhasF60.0 gangguan
kepribadian paranoidF60.1 Gangguan kepribadian skizoidF60.2
Gangguan kepribadian dissosialF60.3 Gangguan kepribadian emosional
tidak stabilF60.4 Gangguan kepribadian histrionikF60.5 Gangguan
kepribadian anakastikF60.6 Gangguan kepribadian cemasF60.7 Gangguan
kepribadian dependenF60.8 Gangguan kepribadian khas lainnyaF60.9
Gangguan kepribadian yang tak tergolongkan
F60.0 Gangguan Kepribadian ParanoidGangguan ini mempunyai sifat
curiga yang menonjol. Orang seperti ini mungkin agresif dan setiap
orang lain dilihat sebagai seorang agresor terhadapnya, ia harus
mempertahankan dirinya terhadap ancaman dari luar. Ia bersikap
sebagai pemberontak dan angkuh untuk untuk menjaga harga diri. Ia
cenderung merasa dirinya penting secara berlebihan dan sering
merujuk kepada dirinya sendiri.Dalam kepribadian paranoid kita
menemukan secara berlebihan kecendrungan yang sudah umum, yaitu
suka melemparkan kesalahan dan tanggung jawab kepada orang lain,
menolak a priori sifat-sifat orang lain yang tidak memenuhi ukuran
yang telah dibuatnya sendiri. Untuk memeprtahankan rasa harga diri,
dibuatnya keterangan yang tidak masuk akal tentang
kesalahan-kesalahannya, tetapi yang hanya memuaskan emosinya
sendiri. Sering diduganya bahwa orang lainlah yang tidak adil,
bermusuhan dan agresif. (Maramis dan Maramis, 2009)
Pedoman Diagnostik Gangguan kepribadian dengan ciri-ciri :a.
Kepekaan berlebihan terhadap kegagalan dan penolakanb. Kecendrungan
untuk tetap menyimpan dendam, misalnya menolak untuk memaafkan
suatu penghinaan dan luka hati atau masalah kecil.c. Kecurigaan dan
kecendrungan mendalam untuk mendistorsikan pengalaman dengan
menyalahartikan tindakan orang lain yang netral atau bersahabat
sebagai permusuhan.d. Perasaan bermusuhan dan ngotot tentang hak
pribadi tanpa memperhatikan situasi yang ada.e. Kecurigaan yang
berulang, tanpa dasar (justification), tentang kesetiaan seksual
dari pasangannya.f. Kecendrungan untuk merasa dirinya penting
secara berlebihan, yang bermanifestasi dalam sikap yang selalu
merujukke diri sendiri.g. Preokupasi dengan penjelasan-penjelasan
yang bersekogkol dan tidak substantif dari suatu peristiwa, baik
yang menyangkut diri sendiri maupun dunia pada
umumnya.PenangananPada sebagian besar kasus, agen ansietas seperti
diazepam sudah cukup, tetapi mungkin diperlukan penggunaan suatu
antipsikotik. Psikoterapi juga merupakan pilihan dalam kasus ini
dimana penanganans harus tegas menghadapi pasien gangguan
paranoid.
F60.1 Gangguan Kepribadian SkizoidGangguan ini didiagnosis pada
pasien yang menunjukkan pola penarikan dari dari kehidupan sosial
seumur hidup. Ketidanyamanan mereka dengan interaksi manusia,
ketertutupan mereka, serta afek mereka menyempit. Penderita
gangguan kepribadian skizoid sering dilihat oleh orang lain sebagai
orang yang eksentrik, terisolasi, atau kesepian.Ciri utama cara
menyesuaikan dan membela dirinya adalah menarik diri, mengasingkan
diri dan sering aneh (eksentrik). Terdapat juga cara pemikiran
autistik dan ia melamun berlebihan.
Pedoman Diagnostik Menurut PPDGJ III, gangguan kepribadian
skizoid memiliki ciri-ciri :a. Sedikit (bila ada) aktivitas yang
memberikan kesenangan.b. Emosi dingin, afek mendatar atau tak
perduli (detachment)c. Kurang mampu untuk mengekspresikan
kehangatan, kelembutan atau kemarahan terhadap orang laind. Tampak
nyata ketidakpedulian baik terhadap pujian atau kecamane. Kurang
tertarik untuk mengalami pengalaman seksual dengan orang lain
(perhitungkan usia penderita)f. Hampir selalu memlilih aktivitas
yang dilakukan sendirig. Preokupasi dengan fantasi dan introspeksi
yang berlebihanh. Tidak mempunyai teman dekat atau hubungan pribadi
yang akrab (kalau ada hanya satu) dan tidak ada keinginan untuk
menjalin hubungan seperti itu.i. Sangat tidak sensitif terhadap
norma dan kebiasaan sosial yang berlaku.Untuk diagnosis dibutuhkan
paling sedikit 3 dari diatas
PenangananPsikoterapi suportif, bimbingan dalam cara hidup,
anjuran untuk mengambil bagian dalam kegiatan sosial dan latihan
dapat mengadakan relasi interpersonal. Antipsikotik, antidepresan,
dan psikostimultan efektif bagi beberapa pasien.
F60.2 Gangguan Kepribadian DisosialIndvidu dengan gangguan
kepribadian dissosal pada dasarnya adalah orang yang tidak
tersosialisasi. Perilakunya berulang kali mengakibatkan konflik
dengan masyarakat dan ia tidak dapat belajar dari
pengalaman.Gejala-gejala gangguan kepribadian dissosial sudah mulai
kelihatan pada masa anak (sebelum umur 12-15 tahun). Seorang dewasa
dengan gangguan ini biasanya pada masa anak sudah menunjukkan
perilaku mencuri, tidak dapat dikoreksi, bolos sekolah dan
lain-lain. Gangguan kepribadian disosial jauh lebih banyak terdapat
pada kaum laki-laki, kira-kira 5-10 laki-laki terhadap satu
wanita.( Maramis dan Maramis, 2009)
Pedoman Diagnostika. Bersikap tidak perduli dengan perasaan
orang lainb. Sikap yang tidak bertanggung jawab dan berlangsung
terus menerus, serta tidak perduli terhadap norma, peraturan dan
kewajiban sosial.c. Tidak mampu memiliki suatu hubungan dalam waktu
lama, meskipun tidak ada kesulitan untuk mengembangkannya.d.
Toleransi terhadap frustasi yang rendah dn ambang yang rendah untuk
melampiaskan agresi, termasuk tindakan kekerasan.e. Tidak mampu
mengalami rasa salah dan menarik manfaat dari pengalaman, khususnya
dari hukuman.f. Sangat cendrung menyalahkan orang lain, atau
menawarkan rasionalisasi yang masuk akal, untuk perilaku yang
membuat pasien konflik dengan masyarakat.
PenangananBelum diketahui pengobatan yang optimal, tetapi dokter
dapat membantu penderita dan keluarganya dalam mengambil keputusan
dalam penanganan.
F60.3 Gangguan Kepribadian Emosional Tidak StabilIndividu dengan
gangguan ini memperilhatkan sifat yang lain dari perilakunya
sehari-hari, yaitu ledakan-ledakan amarah dan agresivitas terhadap
stres yang kecil saja tanpa mempertimbangkan akibatnya. Segera
sesudahnya ia menyesal atas kejadian itu, tapi hanya sebentar. Pada
waktu kejadian itu ia tidak dapat menguasai dirinya, sebab mungkin
karena ledakan afektif terjadi disorganisasi pada persepsi,
penilaian dan pemikirannya. Emosi sangat tidak stabil.
Pedoman Diagnostika. Terdapat kecendrungan yang mencolok untuk
bertindak secara impulsif tanpa mempertimbangkan konsekuensinya
bersamaan dengan ketidak-stabilan emosionalb. Dua varian yang khas
adalah berkaitan dengan impulsivitas dan kekurangan pengendalian
diri.PenangananIndividu ini sukar memahami bahwa perilakunya tidak
wajar, rasa menyesalnya hanya sepintas segera sesudah ledakan
amarah. Ia sering merasionalisasikan perilakunya dan menentang
campur tangan orang lain. Pada episode akut, bila perlu dimasukkan
rumah sakit kemudian diberikan bimbingan, anjuran, ventilasi,
nasihat serta SSRI dan obat anticemas. (Maramis dan Maramis,
2009)
F60.4 Gangguan Kepribadian HistrionikOrang dengan gangguan ini
biasanya egosentrik dan emosinya tidak stabil. Ia menarik perhatian
dengan ekspresi emosi yang dibuat-buat. Ia sugestif, cepat
tersinggung, tetapi dangkal. Ia terlalu perduli dengan daya tarik
fisiknya dan kelihatan provokatif. (Maramis dan Maramis, 2009)
Pedoman diagnostika. Ekspresi emosi yang dibuat-buat (self
dramatization) seperti bersandiwara (theatrically), yang
dibesar-besarkan.b. Bersifat sugestif, mudah dipengaruhi oleh orang
lain atau oleh keadaan.c. Keadaan afektif yang dangkal dan labild.
Terus menerus mencari kegairahan (excitement), penghargaan dari
orang lain, dan aktivitas dimana pasien menjadi pusat perhatiane.
Penampilan atau perilaku merangsang yang tidak memadaif. Terlalu
peduli dengan daya tarik fisikUntuk diagnosis dibutuhkan 3 dari
gejala diatas.
F60.4 Gangguan Kepribadian AnankastikPada gangguan ini, ciri
utama adalah perfeksionisme dan keteraturan. Pasien mungkin sering
atau berulang kali melakukan segala sesuatu atau aspek saja dari
lingkungannya, agar tertib. Hal ini mungkin memengaruhi apa yang
dilakukannya dengan baik atau mungkin tidak baik. Ia kaku, pemalu,
spontanitas berkurang dan mempunyai pengawasan diri yang tinggi.
(Maramis dan Maramis, 2009)
Pedoman Diagnostika. Yang perasaan ragu-ragu dan hati-hati yang
berlebihan;b. Preokupasi dengan hal-hal yang rinci (details),
peraturan, daftar, urutan, organisasi atau jadwal;c. Perfeksionisme
yang mempengaruhi penyelesaian tugasd. Ketelitian yang terlulu
berlebihan, terlalu hati-hati dan keterikatan yang tidak semestinya
pada produktivitas sampai mengabaikan kepuasan dan hubungan
interpersonal.e. Keterpakuan dan keterikatan yang berlebihan pada
kebiasaan sosialf. Kaku dan keras kepalag. Pemaksaan yang tak
beralasan agar orang lain mengikuti persis caranya mengerjakan
sesuatu, atau keengganan yang tak beralasan untuk mengizinkan orang
lain mengerjakan ssuatuh. Mencampur adukkan pikiran atau dorongan
yang memaksa dan yang engganUntuk diagnosis minimal ditemukan 3
dari gejala diatas
F60.5 Gangguan Kepribadian CemasIndividu dengan gangguan ini
terus menerus merasa tegang dan takut yang mendalam. Ia merasa
tidak mampu dalam segala hal dan dirinya tidak menarik atau lebih
rendah dari orang lain. Ia enggan melibatkan diri, kecuali bila
yakin akan disukai. Ia menghindari aktivitas sosial atau pekerjaan
yang mempunyai banyak kontak interpersonal karena takut dikritik,
tidak didukung atau ditolak.
Pedoman Diagnostika. Perasaan takut dan tegang yang menetap dan
perfasifb. Merasa dirinya tak mampu, tidak menarik, atau lebih
rendah dari orang lainc. Preokupasi yang berlebihan terhadap kritik
dan penolakan dalam situasi sosiald. Keengganan untuk terlibat
dengan orang kecuali merasa yakin akan disukaie. Pembatasan dalam
gaya hidup karena alasan keamanan fisik
F60.5 Gangguan Kepribadian DependenOrang dengan gangguan
kepribadian dependen, menempatkan kebutuhan mereka sendiri dibawah
kebutuhan orang lain. Meminta orang lain untuk mengambil tanggung
jawab untuk masalah besar dalam kehidupan mereka, tidak memiliki
kepercayaan diri dan mungkin mengalami rasa tidak nyaman yang kuat
jika sedang sendirian lebih dari suatu periode yang singkat.
Gangguan ini lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria,
dan lebih sering terjadi pada anak yang lebih kecil jika
dibandingkan yang lebih tua. (Sadock, 2010)
Pedoman Diagnostika. Mendorong atau membiarkan orang lain untuk
mengambil sebagian besar keputusan penting untuk dirinya.b.
Meletakkan kebutuhn sendiri lebih rendah dari orang lain kepada
siapa ia bergantung, dan kepatuhan yang tidak semestinya terhadap
keinginan mereka.c. Keengganan menutut secara layak kepada orang
tempat dia bergantungd. Perasaan tidak enak atau tidak berdaya
apabila sendirian karena ketakutan yang dibesar-besarkan tentang
ketidakmampuan mengurus diri sendirie. Preokupasi dengan ketakutan
akan ditinggalkan oleh orang yang dekat dengannya.f. Keterbatasan
membuat keputusan sehari-hari
F60.8 Gangguan Kepribadian Khas LainnyaF60.9 Gangguan
Kepribadian YTT
D. Gangguan Identitas Jenis Kelamin (Gender)Gangguan identitas
jenis kelamin (gender identity disorder) ditandai oleh perasaan
kegelisahan yang dimiliki seseorang terhadap jenis kelamin
biologisnya sendiri atau peran jenis kelamin seksnya sendiri.
Identitas jenis kelamin adalah keadaan psikologis ang mencerminkan
perasaan dalam (inner sense) diri seseorang sebagai laki-laki atau
wanita. Identitas jenis kelamin didasarkan pada sikap, pola
perilaku dan atribut lain yang ditentukan secara cultural yang
biasanya berhubungan dengan maskulinitas atau femininitas.
(Saddock, 2010)
Pembagian menurut PPDGJ III adalah sebagai berikut :
F.64.0 TransexualismeSeorang transexualisme menolak jenis
kelamin anatomisnya, tidak perduli ia dibesarkan sebagai pria
maupun wanita. identitas gendernya berlawanan dengan jenis kelamin
biologisnya, ada hasrat untuk hidup dan diterima sebagai salah satu
anggota dari kelompok lawan jenisnya. (Maramis dan Maramis,
2009)
Pedoman Diagnostika. Untuk menegakkan diagnostik, identitas
transeksual harus sudah menetap selama minimal 2 tahun dan harus
bukan merupakan gejala dari gangguan jiwa lain seperti skizofrenia,
atau berkaitan dengan kelainan interseks, genetik atau kromosom.b.
Gambaran identitas : Adanya hasrat untuk hidup dan diterima sebagai
anggota kelompok lawan jenisnya, biasanya disertai perasaan risih
atau ketidak-serasian, dengan anatomi seksualnya, dan Adanya
keinginan untuk mendapatkan terapi hormona dan pembedahan untuk
membuat tubuhnya semirip mungkin dengan jenis kelamin yang
diinginkan.
F64.1 Transvestisme Peran GandaOrang dengan gangguan ini
mengenakan pakaian lawan jenisnya sebagai bagian dari eksistensi
dirinya untuk menikmati sejenak pengalaman seabagai anggota lawan
jenisnya. Namun ia tidak mempunya hasrat untuk mengubah genitalnya
secara permanen dengan tindakan bedah. Ia tidak mempunyai ransangan
seksual bila menggunakan pakaian lawan jenisnya.
F64.2 Gangguan Identitas Jenis Kelamin Masa KanakManifestasi
pertama timbul pada usia prasekolah, gangguan sudah harus tampak
sebelum pubertas. Ada keinginan yang mendalam dan persisten untuk
menjadi jenis kelamin lawan jenisnya atau yakin bahwa ia adalah
jenis kelamin lawan jenisnya.
Pedoman Diagnostika. Keinginan anak yang mendalam dan menetap
untuk menjadi jenis kelamin lawan jenisnya.b. Yang khas adalah
bahwa manifestasi pertama timbul pada usia pra sekolah. Gangguan
harus sudah ada sebelum pubertas.c. Pada kedua jenis kelamin,
kemungkinan ada penyangkalan terhadap struktur anatomi jenis
kelaminnya sendiri.d. Ciri khas lain, anak dengan gangguan
identitas jenis kelamin menyangkal bahwa dirinya terganggu,
meskipun mereka mungkin tertekan oleh konflik dengan keinginan
orangtua atau kawan sebayanya dan oleh ejekan dan/atau penolakan
oleh orang-orang yang berhubungan dengan dirinya.F64.8 Gangguan
Identitas Jenis Kelamin LainnyaF64.9 Gangguan Identitas jenis
Kelamin YTTTatalaksana Gangguan Identitas KelaminTerapi gangguan
identitas gender rumit dan jarang berhasil jika tujuannya untuk
menyembuhkan gangguan. Sebagian besar orang dengan gangguan
identitas gender memiliki gagasan dan nilai yang terfiksasi dan
tidak ingin berubah. Terapi yang dapat diberikan meliputi
pembedahan ganti kelamin, terapi hormon, terapi keadaan interseks,
dan terapi perilaku memakai pakaian lawan jenis. (Kaplan dan
Sadock, 2010)
BAB IIIKESIMPULAN
Stres adalah keadaan internal yang dapat diakibatkan oleh
tuntutan fisik dari tubuh (kondisi penyakit, latihan, dan
lain-lain) atau oleh kondisi lingkungan dan sosial yang dinilai
potensial membahayakan, tidak terkendali atau melebihi kemampuan
individu untuk melakukan coping. Apabila tubuh tidak dapat
mengendalikan dan mengatur stress makan akan muncul gangguan
penyesuaian.Gangguan disosiatif ditandai dengan adanya kehilangan
(sebagian atau seluruh) dari integrasi normal (di bawah kendali
sadar) yang meliputi ingatan masa lalu, kesadaran identitas dan
peng-nderaanan segera (awareness of identity andimmediate
sensations), serta kontrol terhadap gerak tubuh. Kepribadian adalah
perilaku yang khas yang seseorang menyebabkan orang itu dapat
dikenal dan dibedakan dari orang lain karena pola perilakunya.
Gangguan kepribadian muncul apabila sifat kepribadian tidak
fleksibel dan maladaptif serta dapat menyebabkan gangguan
fungsional yang bermakna.Gangguan identitas jenis kelamin (gender
identity disorder) ditandai oleh perasaan kegelisahan yang dimiliki
seseorang terhadap jenis kelamin biologisnya sendiri atau peran
jenis kelamin seksnya sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Maramis,W.F dan Maramis, A.A., 2009, Ilmu Kedokteran Jiwa.
Airlangga University Press: Surabaya Maslim, R. 2004. Buku Saku
Diagnosis Gangguan JiwaNasution, I.K., 2008. Stres Pada Remaja.
Medan : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera UtaraSadock, B.J.,
dan Sadock, V.A. 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis edisi 2. EGC :
Jakarta
22