REAKSI ALERGI PADA ASMA BRONKIAL I. PENDAHULUAN Asma adalah penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di hampir semua negara di dunia, diderita oleh anak-anak sampai dewasa dengan derajat penyakit yang ringan sampai berat, bahkan dapat mematikan. Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas yang ditandai dengan mengi episodik, batuk, dan sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas. Asma merupakan penyebab utama penyakit kronis pada masa anak-anak, menyebabkan kehilangan hari-hari sekolah yang berarti. Asma merupakan gangguan saluran napas yang sangat kompleks, tidak memiliki sifat yang khas, baik gambaran klinis, faktor pencetus, proses perjalanan penyakit, maupun pola mekanisme terjadinya sangat bervariasi. Menurut Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) 2004, asma adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten (menetap) dengan karakteristik sebagai berikut: timbul secara episodik, cenderung pada malam/dini hari (nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
REAKSI ALERGI PADA ASMA BRONKIAL
I. PENDAHULUAN
Asma adalah penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat di hampir semua negara di dunia, diderita oleh anak-anak sampai
dewasa dengan derajat penyakit yang ringan sampai berat, bahkan dapat
mematikan. Asma merupakan penyakit inflamasi kronis saluran napas yang
ditandai dengan mengi episodik, batuk, dan sesak di dada akibat
penyumbatan saluran napas. Asma merupakan penyebab utama penyakit
kronis pada masa anak-anak, menyebabkan kehilangan hari-hari sekolah yang
berarti. Asma merupakan gangguan saluran napas yang sangat kompleks,
tidak memiliki sifat yang khas, baik gambaran klinis, faktor pencetus, proses
perjalanan penyakit, maupun pola mekanisme terjadinya sangat bervariasi.
Menurut Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) 2004, asma adalah
mengi berulang dan/atau batuk persisten (menetap) dengan karakteristik
sebagai berikut:
timbul secara episodik,
cenderung pada malam/dini hari (nokturnal),
musiman,
setelah aktivitas fisik,
ada riwayat asma atau atopi lain pada pasien dan/atau keluarganya. 6,7
Menerut GINA 2014 Asma merupakan sebuah penyakit kronik
saluran napas yang terdapat di seluruh dunia dengan kekerapan bervariasi
yang berhubungan dengan dengan peningkatan kepekaan saluran napas
sehingga memicu episode mengi berulang (wheezing), sesak napas
(breathlessness), dada rasa tertekan (chest tightness), dispnea, dan batuk
(cough) terutama pada malam atau dini hari. (1)
Asma pada anak mempunyai berbagai aspek khusus yang umumnya
berkaitan dengan proses tumbuh dan kembang seorang anak, baik pada masa
bayi, balita, maupun anak besar. Peran atopi pada asma anak sangat besar dan
1
merupakan faktor terpenting yang harus dipertimbangkan dengan baik untuk
diagnosis dan upaya penatalaksanaan. (2-4)
II. EPIDEMILOGIMenurut World Health Organization (WHO) memperkirakan 100-150
juta penduduk dunia menderita asma bronkial, jumlah ini diperkirakan akan
terus bertambah sebesar 180.000 orang setiap tahun. Jumlah penderita asma
bronkial semakin terlihat mengalami peningkatan pada negara - negara
berkembang. Lebih dari 250,000 orang meninggal akibat asma bronkial
setiap tahun terkait tatalaksananya yang tidak adekuat. (3) Di Indonesia,
prevalensi asma belum diketahui secara pasti. Hasil penelitian pada anak
sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner ISAAC Study on
Asthma and Allergy in Children) tahun 1995 melaporkan prevalensi asma
sebesar 2,1%, sedangkan padatahun 2003 meningkat menjadi 5,2%. Hasil
survey asma padaanak sekolah di beberapa kota di Indonesia
(Medan,Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Malang dan
Denpasar) menunjukkan prevalensi asma pada anak SD (6 sampai 12 tahun)
berkisar antara 3,7-6,4%, sedangkan pada anak SMP di Jakarta Pusat sebesar
5,8%. Berdasarkan gambaran tersebut, terlihat bahwa asma telah menjadi
masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapat perhatian serius. (4)
III. ETIOLOGI
Meskipun penyebab asma belum diketahui dengan pasti. Beberapa
penelitian mengimplikasikan adanya kombinasi dari paparan lingkungan dan
hubungannya dengan biologis dan genetika. Paparan dalam lingkungan
termasuk allergen, virus infeksi pernafasan, bahan kimia, dan polusi udara
seperti asap rokok. Kekebalan terhadap paparan dapat distimulus untuk
waktu yang lama termasuk pathogenesis inflamasi dan gangguan saluran
nafas. Bila terjadi proses pathogen pada paru-paru di awal kehidupan, dapat
memberikan dampak buruk terhadap perkembangan saluran pernafasan dan
diferensiasi sehingga saluran pernafasan terbentuk tidak sebagimana
mestinya diusia dewasa. Ketika asma muncul, paparan akan memberikan efek
2
yang lebih buruk dan penyakit dapat persisten dan meningkatkan eksaserbasi
parah. (5)
Reaksi alergi terjadi jika seseorang yang telah memproduksi antibodi
IgE akibat terpapar suatu antigen (alergen), terpapar kembali oleh antigen
yang sama. Alergen bisa berupa partikel debu, serbuk tanaman, obat atau
makanan yang bertindak sebagai antigen yang merangsang terjadinya respon
kekebalan.
Contoh alergen yang bisa menjadi pencetus alergi adalah :
Alergen yang teridentifikasi pada asma adalah debu rumah, human dander
dan tungau, serta kecoa. Alergen lain adalah dog dander dan alergen
makanan berupa coklat dan makanan laut
Indoor allergen banyak ditemui di sekeliling kita misalnya tungau, debu
rumah yang banyak terdapat pada karpet, atau tempat tidur (kasur, bantal).
Peran indoor allergen sebagai pemicu asma tidak terlepas dari hubungan
alergen dengan lingkungan, tidak sekedar dosis pajanan (kuantitatif ) atau
lama pajanan.
IV. FAKTOR RESIKO
Faktor resiko terjadinya asma bronchial berupa :
1. Faktor Genetik
a. Atopi/alergi
Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit
alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga alergi. Dengan
adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit
asma bronkial jika terpajan dengan faktor pencetus serta disfungsi
paru yang mempengaruhi aliran udara.
b. Hipereaktivitas bronkus
Adanya bermacam-macam factor pencetus dapat mengaktifkan sel
mast sehingga sel mast melepaskan mediator inflamasi yang akan
membuat epitel jalan nafas lebih permeabel dan memudahkan
3
allergen masuk ke dalam submukosa, sehingga memperbesar reaksi
yang terjadi. Keadaan ini menyebabkan terjadinya inflamasi yang
akhirnya menimbulkan hiperaktivitas bronkus.
c. Jenis kelamin
Pria merupakan risiko untuk asma pada anak. Sebelumusia 14 tahun,
prevalensi asma pada anak laki-laki adalah 1,5-2 kali dibanding anak
perempuan. Tetapi menjelang dewasa perbandingan tersebut lebih
kurang sama dan pada masa menopause perempuan lebih banyak.
d. Obesitas
Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI), merupakan faktor
risiko asma. Mediator tertentu seperti leptin dapat mempengaruhi
fungsi saluran napas dan meningkatkan kemungkinan terjadinya
asma. Meskipun mekanismenya belum jelas, penurunan berat badan
penderita obesitas dengan asma, dapat memperbaiki gejala fungsi
paru, morbiditas dan status kesehatan.
2. Faktor Lingkungan
a. Alergen dalam rumah (tungau debu rumah, spora jamur, kecoa,
serpihan kulit binatang seperti anjing, kucing, dan lain-lain).
b. Alergen luar rumah (serbuk sari, dan spora jamur).
4
3. Faktor lain
a. Alergen makanan contoh : seafood, telur, udang dan lain-lain
b. Allergen obat-obat tertentu contoh penicillin, sefalosporin analgesic,
antipiretik dan lai-lain
c. Bahan yag mengiritasi contoh parfum, household spray, dan lain-lain
d. Stress dan gangguan emosi
e. Asap rokok dan polusi udara
f. Perubahan cuaca
g. Status ekonomi (3, 4)
V. PATOFISIOLOGI
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara
lain alergen, virus, dan iritan yang dapat menginduksi respons inflamasi akut.
Asma dapat terjadi melalui 2 jalur, yaitu jalur imunologis dan saraf otonom.
Jalur imunologis didominasi oleh antibodi IgE, merupakan
reaksihipersensitivitas tipe I (tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan fase
lambat. Reaksi alergi timbul pada orang dengan kecenderungan untuk
membentuk sejumlah antibodi IgE abnormal dalam jumlah besar, golongan ini
disebut atopi. Pada asma alergi, antibodi IgE terutama melekat pada
permukaan sel mast pada interstisial paru, yang berhubungan erat dengan
bronkiolus dan bronkus kecil. Bila seseorang menghirup alergen, terjadi fase
sensitisasi, antibodi IgE orang tersebut meningkat. Alergen kemudian
berikatan dengan antibodi IgE yang melekat pada sel mast dan menyebabkan
sel ini berdegranulasi mengeluarkan berbagai macam mediator. Beberapa
mediator yang dikeluarkan adalah histamin, leukotrien, faktor kemotaktik
eosinofil dan bradikinin. Hal itu akan menimbulkan efek edema lokal pada
dinding bronkiolus kecil, sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkiolus,
dan spasme otot polos bronkiolus, sehingga menyebabkan inflamasi saluran
napas. Pada reaksi alergi fase cepat, obstruksi saluran napas terjadi segera
yaitu 10-15 menit setelah pajanan alergen. Spasme bronkus yang terjadi
5
merupakan respons terhadap mediator sel mast terutama histamin yang
bekerja langsung pada otot polos bronkus. Pada fase lambat, reaksi terjadi
setelah 6-8 jam pajanan alergen dan bertahan selama 16- 24 jam, bahkan
kadang-kadang sampai beberapa minggu. Sel-sel inflamasi seperti eosinofil,
sel T, sel mast dan Antigen Presenting Cell (APC) merupakan sel-sel kunci
dalam patogenesis asma. Pada jalur saraf otonom, inhalasi alergen akan
mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus dan
mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vagal menyebabkan refleks
bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan
makrofag akan membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan memudahkan
alergen masuk ke dalam submukosa, sehingga meningkatkan reaksi yang
terjadi. Kerusakan epitel bronkus oleh mediator yang dilepaskan pada
beberapa keadaan reaksi asma dapat terjadi tanpa melibatkan sel mast
misalnya pada hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap, kabut dan SO2. Pada
keadaan tersebut reaksi asma terjadi melalui refleks saraf. Ujung saraf eferen
vagal mukosa yang terangsa menyebabkan dilepasnya neuropeptid sensorik
senyawa P, neurokinin A dan Calcitonin Gene-Related Peptide (CGRP).
Neuropeptida itulah yang menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi, edema
bronkus, eksudasi plasma, hipersekresi lendir, dan aktivasi sel-sel inflamasi
Hipereaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma, besarnya hipereaktivitas
bronkus tersebut dapat diukur secara tidak langsung, yang merupakan
parameter objektif. (4, 5)
6
VI. DIAGNOSIS
Masalah penting pada morbiditas asma adalah kemampuan untuk
menegakkan diagnosis, dan seperti telah kita ketahui bahwa diagnosis asma
pada anak tidak selalu mudah untuk ditegakkan. Beberapa kriteria diagnosis
untuk itu selalu mempunyai berbagai kelemahan, tetapi umumnya disepakati
bahwa hiper reaktivitas bronkus tetap merupakan bukti objektif yang perlu
untuk diagnosis asma, termasuk untuk asma pada anak(2) Diagnosis asma
didasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang.
Diagnosis klinis asma sering ditegakkan oleh gejala berupa sesak episodik,
mengi, batuk dan dada sakit/sempit. Pengukuran fungsi paru digunakan untuk
menilai berat keterbatasan arus udara dan reversibilitas yang dapat membantu
diagnosis. Mengukur status alergi dapat membantu identifikasi faktor risiko.
Pada penderita dengan gejala konsisten tetapi fungsi paru normal, pengukuran
respons dapat membantu diagnosis. Asma diklasifikasikan menurut derajat
berat, namun hal itu dapat berubah dengan waktu. Untuk membantu
penanganan klinis, dianjurkan klasifikasi asma menurut ambang kontrol.
Untuk dapat mendiagnosis asma, diperlukan pengkajian kondisi klinis serta
pemeriksaan penunjang. . (4) (5)
Anamnesis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
7
1. Anamnesa(4) :
Riwayat pengulangan batuk mengi, sulit bernafas, atau berat dada yang
memburuk pada malam hari atau secara musiman.
Riwayat asma sebelumnya
Manifestasi atopik misalnya rhinitis alergika, yang bisa juga ada pada
keluarga
Keluhan timbul atau memburuk oleh infeksi pernafasan, rangsangan
bulu binatang, serbuk sari, asap, bahan kimia, perubahan suhu, debu