Page 1
Peran Posyandu, Puskesmas, dan Masyarakat terhadap
Masalah GiziRatna Tri Permata (102010265)
Blok 26 – Kelompok A4
[email protected]
Pendahuluan
Selama 10 tahun terakhir penanganan gizi masyarakat Indonesia tak kunjung
hentinya terkhusus untuk gizi anak dan balita. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa
masalah gizi di Indonesia semakin meningkat. Menurut PERSAGI (Persatuan Ahli Gizi
Indonesia) sejak tahun 2006 hingga sekarang masalah kurang gizi anak seperti penyakit
anemia, kurang vitamin A, dan kurang vitamin D menjadi perhatian bagi pemerintah.
Penyebab utama masalah kurang gizi diataranya karena faktor kemiskinan, pendidikan
rendah, ketersediaan pangan yang kurang, kesempatan bekerja yang tak pasti serta
pelayanan kesehatan yang kurang memadai.
Masalah ini tentunya menjadi perhatian semua pihak dan multisektoral. dibutuhkan
kerjasama dan keinginan kuat untuk menuntaskan masalah ini. Kesadaran akan saling
membangun dan memotivasi perlu diterapkan pada semua elemen masyarakat.
Gizi Masyarakat
Gizi masyarakat adalah gizi yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat. Gizi
masyarakat berkaitan dengan gangguan gizi pada kelompok masyarakat yang lebih
ditekankan pada pencegahan (prevensi) dan peningkatan (promosi) kesehatan. Gizi
masyarakat yang berurutan gangguan gizi pada masyarakat, dimana masyarakat mempunyai
aspek sangat luas, maka penanganannya harus secara multisektor dan multidisiplin.1
Penanganan gizi masyarakat tidak cukup dengan upaya terapi para penderita saja,
karena apabila setelah mereka sembuh mereka akan kembali ke masyarakat. Oleh karena itu
terapi penderita gangguan gizi masyarakat harus ditujukan kepada seluruh masyarakat. 1
Masalah gizi masyarakat bukan menyangkut aspek kesehatan saja, melainkan aspek-
aspek terkait yang lain, seperti ekonomi, sosial-budaya, pendidikan, kependudukan, dan
1
Page 2
sebagainya. Oleh sebab itu penanganan atau perbaikan gizi tidak hanya diarahkan kepada
gangguan gizi atau kesehatan saja, melainkan juga ke arah bidang-bidang yang lain. Misalnya
penyakit gizi KKP (kekurangan kalori dan protein) pada anak-anak balita, tidak cukup dengan
hanya pemberian makanan tambahan saja (PMT) tetapi juga dilakukan perbaikan ekonomi
keluarga, peningkatan pengetahuan, dan sebagainya. 1
Penyakit Gizi
Konsumsi gizi makanan pada seseorang dapat menentukan tercapainya tingkat
kesehatan atau status gizi. Apabila konsumsi gizi makanan pada seseorang tidak seimbang
dengan kebutuhan tubuh, maka akan terjadi kesalahan akibat gizi (malnutrition).
Penyakit-penyakit kesehatan akibat dari kelebihan atau kekurangan zat gizi, dan yang
telah menjadi masalah kesehatan masyarakat khususnya di Indonesia, antara lain sebagai
berikut:
1. Penyakit Kurang Kalori Protein (KKP)
KKP adalah penyakit karena ketidak seimbangan antara konsumsi kalori atau
karbohidrat dan protein dengan kebutuhan energi, atau terjadinya defisiensi atau defisit
energi dan protein. Pada umumnya penyakit ini terjadi pada anak balita, karena pada umur
tersebut anak mengalami pertumbuhan yang pesat. Penyakit ini dibagi dalam tingkat-
tingkat, yakni: 1
a. KKP ringan: berat badan anak mencapai antara 84%-95% dari berat badan menurut
standar Harvard
b. KKP sedang: berat badan anak mencapai antara 60%-84% dari berat badan menurut
standar Harvard
c. KKP berat (gizi buruk): berat badan anak kurang dari 60% dari berat badan menurut
standar Harvard
Penyakit KKP pada orang dewasa memberikan tanda-tanda klinis: oedema atau
honger oedema (H.O) atau juga disebut penyakit kurang makan, kelaparan. Oedema pada
penderita biasanya tampak pada daerah kaki.
2. Penyakit Kegemukan (Obesitas)
Penyakit ini terjadi karena ketidakseimbangan antara konsumsi kalori dan kebutuhan
energi, yakni konsumsi kalori terlalu berlebih dibandingkan dengan kebutuhan atau
2
Page 3
pemakaian energi. Akibat dari penyakit obesitas ini para penderitanya cenderung menderita
penyakit kardio-vaskuler, hipertensi, dan diabetes melitus. 1
3. Anemia
Penyakit ini terjadi karena konsumsi zat besi (Fe) pada tubuh tidak seimbang atau
kurang dari kebutuhan tubuh. Zat besi merupakan micro elemen yang esensial bagi tubuh,
yang sangat diperlukan dalam pembentukan dara, yakni dalam hemoglobin (Hb). Fe juga
diperlukan enzim sebagai penggiat. Kebutuhan Fe pada wanita dewasa lebih banyak
dibandingkan dengan pria, karena wanita dewasa ekskresi Fe lebih banyak melalui
menstrusasi. Pada wanita hamil kebutuhan Fe meningkat karena bayi yang dikandung juga
memerlukan ini. Defisiensi Fe atau anemia besi di Indonesia jumlahnya besar sehingga sudah
menjadi masalah kesehatan masyarakat.
4. Xerophtalmia
Penyakit ini disebabkan karena karena kekurangan konsumsi vitamin A di dalam
tubuh. Gejala penyakit ini adalah kekeringan ephitel biji mata dan kornea, karena glandula
lacrimalis menurun. Terlihat selaput bolamata keriput dan kusam bila biji mata bergerak.
Fungsi mata berkurang menjadi hemeralopia atau nictalpia, yang oleh awam disebut buta
senja atau buta ayam, tidak sanggup melihat pada cahaya remang-remang. Pada stadium
lanjut akan mengoreng, karena sel-selnya menjadi lunak yang disebut keratomalacia dan
dapat menimbulkan kebutaan. Fungsi vitamin A sebenarnya mencakup 3 fungsi, yakni: fungsi
dalam proses melihat, dalam proses metabolisme, dan proses reproduksi. Penanggulangan
defisiensi kekurangan vitamin A yang penting ditujukan kepada pencegahan kebutaan pada
anak balita.
5. Penyakit Gondok
Kekurangan zat Iodium ini berakibat kondisi hypothyroidisme (kekurangan Iodium)
dan tubuh mencoba untuk mengkonpensasi dengan menambah jaringan kelenjar gondok.
Akibatnya terjadi hypertrophi (membesarnya kelenjar thyroid) yang kemudian disebut
penyakit gondok. Apabila kelebihan zat Iodium maka akan mengakibatkan gejala-gejala pada
kulit yang disebut Iodium dermatis. Penyakit gondok di Indonesia palling banyak terjadi di
daerah pegunungan yang air minumnya kekurangan zat Iodium. Kekurangan Iodium juga
dapat menyebabkan gangguan kesehatan lain, yakni Cretinnisma. Penanggulangan penyakit
akibat kekurangan Iodium dalam rangka peningkatan kesehatan masyarakat dapat dilakukan
3
Page 4
melalui program Iodiumisasi, yaitu dengan penyediaan garam dapur yang diperkaya dengan
Iodium. 1
Kelompok Rentan Gizi
Kelompok rentan gizi adalah suatu kelompok di masyarakat yang paling mudah
menderita gangguan kesehatannya atau rentan karena kekurangan gizi. Kelompok ini terdiri
dari kelompok umur tertentu dalam siklus kehidupan manusia. Apabila kekurangan zat gizi
maka akan terjadi gangguan gizi atau kesehatannya. Kelompok-kelompok rentan gizi ini
terdiri dari:
a. Kelompok bayi, umur 0-1 tahun
Di dalam siklus kehidupan manusia, bayi berada di dalam masa pertumbuhan dan
perkembangan yang paling pesat. Bayi yang dilahirkan dengan sehat pada umur 6 bulan akan
mencapai pertumbuhan atau berat badan 2 kali lipat dari berat badan pada waktu
dilahirkan. Zat-zat gizi yang dibutuhkan untuk bayi ialah protein, calsium, vitamin D, A, K dan
Fe. Secara alamiah zat-zat gizi tersebut sudah terkandung di dalam ASI (Air Susu Ibu). 1
b. Kelompok di bawah lima tahun (balita), umur 1-5 tahun
Anak balita juga merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit.
Kelompok ini yang merupakan kelompok umur yang paling menderita akibat gizi (KKP) dan
jumlahnya dalam populasi besar. Yang menyebabkan anak balita rawan gizi dan rawan
kesehatan antara lain sebagai berikut:
Anak balita baru berada dalam masa transisi dari makanan bayi ke makanan orang
dewasa.
Biasanya anak balita ini sudah mempunyai adik, atau ibunya sudah bekerja penuh,
sehingga perhatian ibu sudah berkurang.
Anak balita sudah mulai main di tanah dan sudah dapat main di luar rumahnya sendiri,
sehingga lebih terpapar dengan lingkungan yang kotor dan kondisi yang
memungkinkan untuk terinfeksi dengan berbagai macam penyakit.
Anak balita belum dapat mengurus dirinya sendiri, termasuk dalam memilih makanan.
Di pihak lain ibunya sudah tidak begitu memperhatikan lagi makanan anak balita,
karena dianggap sudah dapat makan sendiri.
4
Page 5
c. Kelompok anak sekolah, umur 6-12 tahun
Masalah yang timbul pada kelompok ini antara lain; berat badan rendah, defisiensi Fe
(kurang darah), dan defisiensi vitamin E. Masalah ini timbul karena pada umur-umur ini anak
sangat aktif bermain dan banyak kegiatan, baik disekolah maupun di lingkungan rumah
tangganya. Kadang-kadang nafsu makan mereka menurun, sehingga konsumsi makanan
tidak seimbang dengan kalori yang diperlukan. 1
d. Kelompok remaja, umur 13-20 tahun
Perumbuhan anak remaja pada umur ini juga sangat pesat kemudian juga kegiatan-
kegiatan jasmani termasuk olah raga juga pada kondisi puncaknya. Apabila konsumsi
makanan tidak seimbang dengan kebutuhan kalori untuk pertumbuhan dan kegiatan-
kegiatannya, maka akan terjadi defisiensi yang akhirnya dapat menghambat
pertumbuhannya. Pada anak remaja putri mulai terjadi menarche (awal menstruasi), yang
berarti mulai terjadi pembuangan Fe. 1
e. Kelompok ibu hamil dan menyusui
Ibu hamil juga berhubungan dengan proses pertumbuhan, yaitu pertumbuhan janin
yang dikandungnya dan pertumbuhan berbagai organ tubuhnya sebagai pendukung proses
kehamilan tersebut, misalnya mammae. Untuk mendukung berbagai proses pertumbuhan
ini, maka kebutuhan makanan sebagai sumber energi juga meningkat. Apabila kebutuhan
kalori, protein, vitamin, dan mineral yang meningkat ini tidak dapat dipenuhi melalui
konsumsi makanan oleh ibu hamil, akan terjadi kekurangan gizi. Kekurangan gizi pada ibu
hamil dapat berakibat:
Berat badan bayi pada waktu lahir rendah atau sering disebut Berat Badan Bayi Lahir
Rendah (BBLR).
Kelahiran prematur (lahir belum cukup umur kehamilan).
Lahir dengan berbagai kesulitan, dan lahir mati. 1
ASI adalah makanan utama bayi oleh sebab itu untuk menjamin kecukupan ASI bagi
bayi, makanan ibu yang sedang menyusui harus diperhatikan. Apabila konsumsi
makanan ibu tidak mencukupi, zat-zat di dalam ASI akan terpegaruh. Khusus untuk
5
Page 6
protein, meskipun konsumsi ibu tidak mencukupi, ASI akan tetap memberikan jatah
yang diperlukan oleh anaknya dengan mengambil jaringan ibunya, akibatnya ibunya
menjadi kurus. Bila konsumsi Ca ibu yang berkurang, Ca akan diambil cadangan Ca
jaringan ibunya, sehungga memberikan osteoporosis dan kerusakan gigi (caries dentis).
f. Kelompok usia lanjut
Keperluan energi pada Usila sudah menurun, oleh sebab itu, konsumsi makanan
untuk Usila secara kuantitas tidak sama dengan pada kelompok rentan yang lain. Yang
penting kualitas makanan dalam arti keseimbangan zat gizi harus dijaga. Kegemukan pada
Usila sangat merugikan bagi Usila itu sendiri, karena merupakan risiko untuk berbagai
penyakit seperti, kardio vaskuler, diabetes melitus, hipertensi, dan sebagainya.1
Alat Ukur Pemantauan Status Gizi
Kita mengenal alat ukur yang digunakan untuk keperluan mengetahui dan memantau
status gizi di Indonesia antara lain dengan pengukuran status gizi melalui kegiatan Posyandu
dengan Kartu Menuju Sehat (KMS). Sebagai alat ukur dan deteksi dini untuk memantau
tingkat perkembangan keadaan gizi pada Balita, secara umum kita mengenalnya dengan
kegiatan pemantauan status gizi. Dari pemantauan dan pengukuran ini didapatkan status gizi
balita masuk kategori gizi lebih, gizi kurang, stunting, atau bahkan gizi buruk.2
Secara klasik istilah gizi hanya dikaitkan dengan kesehatan, penyediaan energi,
membangun dan memelihara jaringan tubuh, serta mengatur proses-proses kehidupan
dalam tubuh. Namun pada dasarnya pengertian gizi secara lebih luas akan terkait dengan
potensi ekonomi seseorang karena gizi berkaitan dengan perkembangan otak, kemampuan
belajar dan produktivitas kerja. 2
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan
zat-zat gizi. Dibedakan antara status gizi kurang, baik dan lebih. Status gizi juga merupakan
ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari
nutriture dalam bentuk variabel tertentu. Sementara menurut Jahari, status gizi adalah
keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara jumlah asupan zat gizi dengan jumlah
kebutuhan zat gizi oleh tubuh untuk berbagai proses biologis. 2
Indikator status gizi
6
Page 7
Menurut Gibson, untuk pengukuran status gizi dengan indikator berat badan
menurut umur (BB/U) merupakan salah satu indeks antropometri yang memberikan
gambaran massa tubuh seseorang. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan yang
mendadak seperti terkena penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya
jumlah makanan yang dikonsumsi. 2,3
Indikator berat badan sering digunakan untuk menentukan status gizi karena caranya
mudah, sehingga dapat dikerjakan oleh orang tua atau anak, tidak harus oleh tenaga
kesehatan. Pengukuran berat badan yang dilakukan berulang-ulang dapat menggambarkan
pertumbuhan anak. Alat yang digunakan tidak selalu mudah karena harus memenuhi syarat,
kokoh, kuat, murah, mudah dibawa.
Sedangkan Depkes RI mengatakan bahwa dalam keadaan normal dan keadaan
kesehatan baik, keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin maka berat
badan berkembang mengikuti bertambahnya umur. Dalam keadaan abnormal ada dua
kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu berkembang cepat atau lebih lambat dari
keadaan normal. Berdasarkan karakteristik berat badan ini menurut umur dapat digunakan
sebagai salah satu cara untuk mengukur status gizi saat ini.
Selain BB/U ada indikator status gizi yang juga sering digunakan, yaitu indikator berat
badan terhadap tinggi badan (BB/TB). Indikator BB/TB adalah merupakan indikator yang
terbaik digunakan untuk menggambarkan status gizi saat kini jika umur yang akurat sulit
diperoleh dan lebih sensitif serta spesifik sebagai indikator defisit massa tubuh yang dapat
terjadi dalam waktu singkat atau dalam periode waktu yang cukup lama sebagai akibat
kekurangan makan atau terserang penyakit infeksi. 2
Pemantauan status gizi
Terdapat metode pemantauan status gizi, diantaranya menggunakan antropometri.
Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan
komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Ukuran tubuh seperti berat
badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak di bawah kulit. Sementara
Soekirman, mengatakan bahwa interpretasi dari keadaan gizi anak dengan indikator BB/U,
TB/U dan BB/TB yang digunakan pada survei khusus, akan menjadikan kesimpulan lebih
tajam. Beberapa indikator status gizi sebagai hasil kesimpulan dari penilaian status gizi
tersebut dikategorian sebagai berikut : 2
7
Page 8
1. BB/U, TB/U rendah, BB/TB normal; kesimpulannya keadaan gizi anak saat ini baik,
tetapi anak tersebut mengalami masalah gizi kronis.
2. BB/U normal; TB/U rendah; BB/TB lebih; kesimpulannya anak mengalami masalah
gizi kronis dan pada saat ini menderita kegemukan (overweight) karena berat badan
lebih dari proporsional terhadap tinggi badan.
3. BB/U, TB/U, BB/TB rendah ; anak mengalami kurang gizi berat dan kronis. Artinya
pada saat ini keadaan gizi anak tidak baik dan riwayat masa lalunya juga tidak baik
4. BB/U, TB/U, BB/TB normal ; kesimpulannya keadaan gizi anak pada saat ini dan masa
lalu baik.
5. BB/U rendah; TB/U normal; BB/TB rendah; kesimpulannya anak mengalami kurang
gizi yang berat (kurus), keadaan gizi anak secara umum baik tetapi berat badannya
kurang proporsional terhadap tinggi badannya karena tubuh anak tinggi.
Untuk pemantauan status gizi standar penentuan yang digunakan adalah baku
antropometri menurut standar World Health Organization-National Center for Health
Statistics.
Tabel 1. Klasifikasi Status Gizi menurut WHO-NCHS2
8
INDEKS STATUS GIZI KETERANGAN
BB/U Gizi Lebih
Gizi Baik
Gizi Kurang
Gizi Buruk
≥ +2 SD
-2 sampai +2 SD
< -2 sampai -3 SD
< -3 SD
TB/U Normal
Pendek (Stunted)
-2 sampai +2 SD
< -2 SD
BB/TB Gemuk
Normal
Kurus (Wasted)
Sangat kurus
≥ +2 SD
-2 sampai +2 SD
< -2 sampai -3 SD
< -3 SD
Page 9
Penyebab Masalah Gizi
Salah satu masalah gizi yang menjadi perhatian utama saat ini adalah masih tingginya
anak balita pendek (stunting) di negara kita. Dari 10 orang anak sekitar 3-4 orang anak balita
mengalami stunting. Anak balita stunting tidak disebabkan oleh keturunan, tetapi lebih
banyak disebabkan oleh rendahnya asupan gizi dan penyakit berulang yang didasari oleh
lingkungan yang tidak sehat. Apabila janin dalam kandungan mendapatkan gizi yang cukup,
maka ketika lahir berat dan panjang badannya akan normal. Keadaan ini akan berlanjut
apabila bayi sampai dengan usia 6 bulan mendapatkan ASI saja (ASI Eksklusif). Untuk
mempertahankan hal tersebut, maka pemberian MP-ASI sejak usia 6 bulan dan melanjutkan
pemberian ASI sampai usia 2 tahun merupakan cara efektif untuk mencapai berat badan dan
panjang badan yang normal.4
9
Page 10
Gambar 1. Kerangka penyebab masalah Gizi3
Anak balita stunting selain mengalami gangguan pertumbuhan, umumnya memiliki
kecerdasan yang lebih rendah dari anak balita normal. Selain itu, anak balita stunting ketika
dewasa lebih mudah menderita penyakit tidak menular dan produktifitas kerja yang lebih
rendah. Dengan demikian menanggulangi stunting pada anak balita berarti meningkatkan
sumber daya manusia. Periode yang paling kritis dalam penanggulangan stunting dimulai
sejak janin dalam kandungan sampai anak berusia 2 tahun yang disebut dengan periode
emas (seribu hari pertama kehidupan). Oleh karena itu perbaikan gizi diprioritaskan pada
usia seribu hari pertama kehidupan yaitu 270 hari selama kehamilannya dan 730 hari pada
kehidupan pertama bayi yang dilahirkannya.4
Secara langsung masalah gizi disebabkan oleh rendahnya asupan gizi dan masalah
kesehatan. Selain itu asupan gizi dan masalah kesehatan merupakan dua hal yang saling
mempengaruhi. Adapun pengaruh tidak langsung adalah ketersediaan makanan, pola asuh
dan ketersediaan air minum bersih, sanitasi dan pelayanan kesehatan. Seluruh faktor
10
Page 11
penyebab ini dipengaruhi oleh beberapa akar masalah yaitu kelembagaan, politik dan
ideologi, kebijakan ekonomi, dan sumberdaya, lingkungan, teknologi, serta kependudukan.4
Berdasarkan faktor penyebab masalah gizi tersebut, maka perbaikan gizi dilakukan
dengan dua pendekatan yaitu secara langsung (kegiatan spesifik) dan secara tidak langsung
(kegiatan sensitif). Kegiatan spesifik umumnya dilakukan oleh sektor kesehatan seperti PMT
ibu hamil KEK, pemberian tablet tambah darah, pemeriksaan kehamilan, imunisasi TT,
pemberian vitamin A pada ibu nifas. Untuk bayi dan balita dimulai dengan Inisiasi Menyusu
Dini (IMD), ASI eksklusif, pemberian vitamin A, pemantauan pertumbuhan, imunisasi dasar,
pemberian MP-ASI. Sedangkan kegiatan yang sensitif melibatkan sektor terkait seperti
penanggulangan kemiskinan, penyediaan pangan, penyediaan lapangan kerja, perbaikan
infrastruktur (perbaikan jalan, pasar), dll. 4
Kegiatan perbaikan gizi dimaksudkan untuk mencapai pertumbuhan yang optimal.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Multicentre Growth Reference Study (MGRS) Tahun
2005 yang kemudian menjadi dasar standar pertumbuhan internasional, pertumbuhan anak
sangat ditentukan oleh kondisi sosial ekonomi, riwayat kesehatan, pemberian ASI dan MP-
ASI. Untuk mencapai pertumbuhan optimal maka seorang anak perlu mendapat asupan gizi
yang baik dan diikuti oleh dukungan kesehatan lingkungan. 4
Gizi dan infeksi memiliki keterkaitan yang erat seperti halnya lingkaran setan. Orang
yang kurang gizi tanggapan kekebalannya kurang baik, sehingga lebih rentan terhadap
penyakit infeksi. Infeksi kemudian mengarah pada peradangan dan keadaan gizi yang
memburuk, yang memperburuk sistem kekebalan. Buruknya sistem imunitas tubuh
berbanding lurus dengan menurunnya fungsi pertahanan pada sistem pencernaan, kulit,
serta menurunnya fungsi otot pernafasan. 5
POSYANDU
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya
Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk, dan bersama
masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan
masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan
kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi.6,7
Penyelenggaraan Posyandu pada hakekatnya dilaksanakan dalam satu bulan
kegiatan, baik pada hari buka Posyandu maupun di luar hari buka Posyandu. Hari buka 11
Page 12
Posyandu sekurang-kurangya satu hari dalam sebulan. Hari dan waktu yang dipilih sesuai
dengan hasil kesepakatan. Apabila diperlukan, hari buka Posyandu dapat lebih dari satu kali
dalam sebulan. Satu buah Posyandu mencangkup 100 anak balita. 6
Sasaran
Sasaran posyandu adalah seluruh masyarakat, terutama:
1. Bayi
2. Anak Balita
3. Ibu hamil, ibu melahirkan, ibu nifas, dan ibu menyusui
4. Pasangan Usia Subur (PUS)
Fungsi
1. Sebagai wadah pemberdayaan masyarakat dalam alih informasi dan keterampilan dari
petugas kepada masyarakat dalam rangka mempercepat penurunan AKI dan AKB.
2. Sebagai wadah untuk mendekatkan pelayanan kesehatan dasar, terutama berkaitan
dengan penurunan AKI dan AKB.
Manfaat
1. Masyarakat
a. Memperoleh kemudahan untuk mendapatkan informasi dan pelayanan kesehatan
dasar, terutama berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB
b. Memperoleh bantuan secara profesional dalam pemecahan masalah kesehatan
terutama terkait kesehatan ibu dan anak
c. Efisiensi dalam mendapatkan pelayanan terpadu kesehatan dan sektor lain terkait
2. Kader, pengurus Posyandu dan tokoh masyarakat
a. Memperoleh informasi terdahulu tentang upaya kesehatan yang terkait dengan
penurunan AKI dan AKB
b. Dapat mewujudkan aktualisasi dirinya dalam membantu masyarakat menyelesaikan
masalah kesehatan terkait dengan penurunan AKI dan AKB
3. Puskesmas
a. Optimalisasi fungsi Puskesmas sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan
kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, pusat pelayanan kesehatan strata
pertama.
12
Page 13
b. Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan masalah kesehatan
sesuai kondisi setempat.
c. meningkatkan efisiensi waktu, tenaga, dan dana melalui pemberian pelayanan secara
terpadu.
4. Sektor lain
a. Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan masalah sektor terkait,
utamanya yang terkait dengan upaya penurunan AKI dan AKB sesuai kondisi
setempat.
b. Meningkatkan efisiensi melalui pemberian pelayanan secara terpadu sesuai dengan
tupoksi masing-masing sektor.
Kegiatan Posyandu terdiri dari kegiatan utama dan kegiatan pengembangan/pilihan.
Secara rinci kegiatan Posyandu adalah sebagai berikut:
Kegiatan Utama
1. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
a. Ibu Hamil
Pelayanan yang diselenggarakan untuk ibu hamil mencakup:
1. Penimbangan berat badan dan pemberian tablet besi yang dilakukan oleh kader
kesehatan. Jika ada petugas Puskesmas ditambah dengan pengukuran tekanan
darah dan pemberian imunisasi Tetanus Toksoid. Bila tersedia ruang pemeriksaan,
ditambah dengan tinggi fundus/usia kehamilan. Apabila ditemukan kelainan, segera
dirujuk ke Puskesmas. 6
2. Untuk lebih meningkatkan kesehatan ibu hamil, perlu diselenggarakan Kelompok
Ibu Hamil pada setiap hari buka Posyandu atau pada hari lain sesuai dengan
kesepakatan. Kegiatan Kelompok Ibu Hamil antara lain sebagai berikut:
a. Penyuluhan: tanda bahaya pada ibu hamil, persiapan persalinan, persiapan
menyusui, KB dan gizi
b. Perawatan payudara dan pemberian ASI
c. Peragaan pola makan ibu hamil
d. Peragaan perawatan bayi baru lahir
e. Senam ibu hamil
13
Page 14
b. Ibu Nifas dan Menyusui
Pelayanan yang diselenggarakan untuk ibu nifas dan menyusui mencakup:
1) Penyuluhan kesehatan, KB, ASI dan gizi, ibu nifas, perawatan kebersihan jalan
lahir (vagina).
2) Pemberian vitamin A dan tablet besi.
3) Perawatan payudara.
4) Senam ibu nifas.
5) Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas dan tersedia ruangan, dilakukan
pemerikasaan kesehatan umum, pemeriksaan payudara, pemeriksaan tinggi
14
1. PENDAFTARAN OLEH KADER
3. PENGISIAN KMS OLEH KADER
4. PENYULUHAN OLEH KADER
5. PELAYANAN KESEHATAN OLEH PETUGAS
Gambar 2. ALUR KEGIATAN POSYANDU8
Page 15
fundus dan pemeriksaan lochia. Apabila ditemukan kelainan, segera dirujuk ke
Puskesmas. 6
c. Bayi dan Anak Balita
Jenis pelayanan yang diselenggarakan Posyandu untuk balita mencakup:
1. Penimbangan berat badan.
2. Penentuan status pertumbuhan.
3. Penyuluhan.
4. Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas dilakukan pemeriksaan kesehatan,
imunisasi dan deteksi dini tumbuh kembang. Apabila ditemukan kelainan,
segera merujuk ke Puskesmas.
2. Keluarga Berencana
Pelayanan KB di Posyandu yang dapat diselenggarakan oleh kader adalah pemberian
kondom dan pil ulangan. Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas dilakukan suntikan KB,
dan konseling KB. Apabila tersedia ruangan dan peralatan yang menunjang dilakukan
pemasangan IUD.
3. Imunisasi
Pelayanan imunisasi di Posyandu hanya dilaksanakan apabila ada petugas Puskesmas.
Jenis imunisasi yang diberikan disesuaikan dengan program, baik terhadap bayi dan
balita maupun ibu hamil. 6
4. Gizi
Pelayanan gizi di Posyandu dilakukan oleh kader. Sasarannya adalah bayi, balita, ibu
hamil, dan WUS. Jenis pelayanan yang diberikan meliputi penimbangan berat badan,
deteksi dini gangguan pertumbuhan, penyuluhan gizi, pemberian PMT, pemberian
vitamin A dan pemberian sirup Fe. Khusus untuk ibu hamil dan nifas ditambah dengan
pemberian tablet besi serta kapsul yodium untuk yang bertempat tinggal di daerah
gondok endemik. Apabila setelah 2 kali penimbangan tidak ada kenaikan berat badan,
segera dirujuk ke Puskesmas. 6
5. Pencegahan dan Penanggulangan Diare
Pencegahan diare di Posyandu dilakukan antara lain dengan Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS). Penanggulangan diare di Posyandu dilakukan antara lain penyuluhan,
15
Page 16
pemberian larutan gula garam yang dapat dibuat sendiri oleh masyarakat atau
pemberian oralit yang disediakan.
Kegiatan Pengembangan/Tambahan
Kegiatan tambahan dapat dilakukan apabila 5 kegiatan utama telah dilaksanakan
dengan baik dalam arti cakupannya 50%, serta sumber daya yang mendukung.6
Kartu Menuju Sehat (KMS)
KMS adalah suatu pencatatan lengkap tentang kesehatan seorang anak. KMS harus
dibawa ibu setiap kali ibu menimbang anaknya atau memeriksa kesehatan anak dengan
demikian pada tingkat keluarga KMS merupakan laporan lengkap bagi anak yang
bersangkutan, sedangkan pada lingkungan kelurahan bentuk pelaporan tersebut dikenal
dengan SKDN. SKDN adalah data untuk memantau pertumbuhan balita SKDN sendiri
mempunyai singkatan yaitu sebagai berikut:7
S= adalah jumlah balita yang ada diwilayah Posyandu
K =jumlah balita yang terdaftar dan yang memiliki KMS
D= jumlah balita yang datang ditimbang bulan ini
N= jumlah balita yang naik berat badannya
Pencatatan dan pelaporan data SKDN untuk melihat kiinerja output disini meliputi
cakupan hasil program gizi di Posyandu yang dapat dilihat dalam bentuk persentase cakupan
yang berhasil dicapai oleh suatu Posyandu, yaitu cakupan kegiatan penimbangan (K/S),
kesinambungan kegiatan penimbangan posyandu (D/K), tingkat partisipasi masyarakat
dalam kegiatan (D/S), kecenderungan status gizi (N/D), efektifitas kegiatan (N/S). Adapun
cakupan hasil program gizi di Posyandu tersebut adalah sebagai berikut :
Cakupan Program (K/S)
Cakupan program (K/S) adalah Jumlah Balita yang memiliki Kartu Menuju Sehat
(KMS) dibagi dengan jumlah balita yang ada di wilayah Posyandu kemudian dikali 100%.
Persentase K/S disini, menggambarkan berapa jumlah balita diwilayah tersebut yang telah
memiliki KMS atau berapa besar cakupan program di daerah tersebut telah tercapai.
Cakupan Partisipasi Masyarakat (D/S)
Cakupan partisipasi masyarakat (D/S) adalah Jumlah Balita yang ditimbang di
Posyandu dibagi dengan jumlah balita yang ada di wilayah kerja Posyandu kemudian dikali
16
Page 17
100 %. Persentase D/S disini, menggambarkan berapa besar jumlah partisipasi masyarakat di
dareah tersebut yang telah tercapai.
Cakupan Kelangsungan Penimbangan (D/K)
Cakupan kelangsungan penimbangan (D/K) adalah Jumlah Balita yang ditimbang di
Posyandu dalam dibagi dengan jumlah balita yang telah memiliki KMS kemudian dikali 100%.
Persentase D/K disini, menggambarkan berapa besar kelangsungan penimbangan di daerah
tersebut yang telah tercapai.
Cakupan Hasil Penimbangan (N/D)
Cakupan Hasil Penimbangan (N/D) adalah : Rata – rata jumlah Balita yang naik berat
badan (BB) nya dibagi dengan jumlah balita yang ditimbang di Posyandu kemudian dikali
100%. Persentase N/D disini, menggambarkan berapa besar hasil penimbangan di daerah
tersebut yang telah tercapai.
Perhitungan SKDN
Pemantauan status gizi dilakukan dengan memanfaatkan data hasil penimbangan
bulanan posyandu yang didasarkan pada indikator SKDN tersebut. Indikator yang dipakai
adalah N/D. Dilakukan dengan mengamati kecenderungan N/D dan D/S setiap bulan pada
wilayah masing-masing wilayah kecamatan. Pematauan status gizi dilaporkan setiap bulan
dengan mempergunakan format laporan yang telah ada. 7
Pengolahan SKDN
Analisinya terdiri dari:
Tingkat partisipasi Masyarakat dalam Penimbangan Balita Yaitu jumlah balita yang
ditimbang dibagi dengan jumlah balita yang ada di wilayah kerja Posyandu atau dengan
menggunakan rumus (D/Sx 100%), hasilnya minimal harus mencapai 80%, apabila dibawah
80% maka dikatakan partisipasi masyarakat untuk kegiatan pemantauan pertumbuhan dan
perkembangan berat badan sangatlah rendah. Hal ini akan berakibat pada balita tidak akan
terpantau oleh petugas kesehatan ataupun kader Posyandu akan memungkinkan balita ini
tidak diketahui pertumbuhan berat badannya atau pola pertumbuhan baerat badannya.
Tingkat Liputan Program Yaitu jumlah balita yang mempunyai KMS dibagi dengan
jumlah seluruh balita yang ada diwilayah Posyandu atau dengan menggunakan rumus (K/S x
17
Page 18
100%). Hasil yang didapat harus 100%. Alasannya balita–balita yang telah mempunyai KMS
telah mempunyai alat instrument untuk memantau berat badannya dan data pelayanan
kesehatan lainnya. Apabila tidak digunakan atau tidak dapat KMS makan pada dasarnya
program POSYANDU tersebut mempunyai liputan yang sangat rendah atau bisa juga
dikatakan balita tersebut. Khusus untuk Tingkat Kehilangan Kesempatan ini menggunakan
rumus (S-K)/S x 100%), yaitu jumlah balita yang ada diwilayah Posyandu dikurangi Jumlah
balita yang mempunyai KMS, hasilnya dibagi dengan jumlah balita yang ada diwilayah
Posyandu tersebut. Semakin tinggi Presentasi Kehilangan kesempatan, maka semakin
rendah kemauan orang tua balita untuk dapat memanfaatkan KMS. Padahal KMS sangat baik
untuk memantau pertumbuhan berat badan balita atau juga pola pertumbuhan berat badan
balita. 7
Indikator lainnya adalah (N/D x 100%) yaitu jumlah balita yang naik berat badannya
dibandingkan dengan jumlah seluruh balita yang ditimbang. Sebaiknya semua balita yang
ditimbang harus mengalami peningkatan berat badan.
Indikator selanjutnya dalam SKDN adalah indikator Drop-Out, yaitu balita yang sudah
mempunyai KMS dan pernah datang menimbang berat badannya tetapi kemudian tidak
pernah datang lagi di Posyandu untuk selalu mendapatkan pelayanan kesehatan. Rumusnya
yaitu jumlah balita yang telah mendapatkan KMS dikurangi dengan jumlah balitayang
ditimbang, dan hasilnya dibagi dengan balita yang mempunyai KMS ((K-D)/K x 100%).
Indikator terkhir dalam SKDN adalah indikator perbandingan antara jumlah balita
yang status gizinya berada di Bawah Garis Merah (BGM) dibagi dengan banyaknya jumlah
balita yang ditimbang pada bulan penimbangan (D). Rumusnya adalah (BGM/D x 100%).
Fungsi KMS
1. Fungsi utama KMS : alat untuk pemantauan pertumbuhan anak, catatan pelayanan
kesehatan anak 8
2. Grafik pertumbuhan normal anak sesuai umurnya pada KMS dapat digunakan untuk
menentukan apakah seorang anak tumbuh normal, memiliki risiko gangguan
pertumbuhan atau kelebihan gizi.
3. Bila grafik berat badan :
• mengikuti grafik pertumbuhan pada KMS, artinya anak tumbuh baik
18
Page 19
• Tidak sesuai dengan grafik pertumbuhan normal, anak kemungkinan berisiko
mengalami gangguan pertumbuhan atau kelebihan gizi.
Tindak Lanjut Hasil Penimbangan
• Berat badan naik (N):
Berikan pujian kepada ibu yang telah membawa balita ke Posyandu
Jelaskan arti garis pertumbuhan yang tertera pada KMS bahwa berat badan anak naik
danpertumbuhannya baik
Anjurkan kepada ibu untuk mempertahankan kondisi anak dan berikan nasihat
tentangpemberian makan anak sesuai golongan umurnya.
Anjurkan untuk datang pada penimbangan berikutnya.
19
Page 20
Gambar 3. Keterangan KMS8
20
Page 21
Gambar 4. Cara pengisian KMS8
21
Page 22
2. Berat badan tidak naik 1 kali (T1)
• Berikan pujian kepada ibu yang telah membawa balita ke Posyandu
• Jelaskan arti garis pertumbuhan yang tertera pada KMS bahwa berat badan
anak masih kurang dari kenaikan berat badan minimum, dan mungkin anak
mengalami gangguan pertumbuhan
• Tanyakan dan catat keadaan anak bila ada keluhan (batuk, diare, panas,
rewel, dll) dan kebiasaan makan anak
• Berikan penjelasan tentang kemungkinan penyebab berat badan tidak naik
tanpa menyalahkan ibu.
• Berikan nasehat kepada ibu tentang anjuran pemberian makan anak sesuai
golongan umurnya
• Anjurkan untuk datang pada penimbangan berikutnya
3. Berat badan tidak naik 2 kali (T2) atau berada di Bawah Garis Merah (BGM)
• Berikan pujian kepada ibu yang telah membawa balita ke Posyandu dan
anjurkan untuk datang kembali bulan berikutnya.
• Jelaskan arti garis pertumbuhan yang tertera pada KMS bahwa berat badan
anak sudah tidak naik dua kali berturut-turut, dan anak mengalami gangguan
pertumbuhan.
• Tanyakan dan catat keadaan anak bila ada keluhan (batuk, diare, panas,
rewel, dll) dan kebiasaan makan anak
• Berikan penjelasan tentang kemungkinan penyebab berat badan tidak naik
tanpa menyalahkan ibu.
• Berikan nasehat kepada ibu tentang anjuran pemberian makan anak sesuai
golongan umurnya
• Rujuk anak ke Puskesmas/ Poskesdes
4. Risiko gemuk
• Berikan pujian kepada ibu yang telah membawa balita ke Posyandu
• Jelaskan arti garis pertumbuhan yang tertera pada KMS bahwa anak sudah
kelebihan berat badan sehingga berisiko gemuk
22
Page 23
• Tanyakan kepada ibu kebiasaan makan, aktivitas anak.
• Berikan nasihat sesuai golongan umurnya
• Anjurkan untuk datang pada penimbangan berikutnya
Imunisasi
Imunisasi adalah suatu tindakan untuk memberikan kekebalan dengan cara
memasukkan vaksin ke dalam tubuh manusia. Imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka
kematian dan kesakitan serta mencegah akibat buruk lebih lanjut dari penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi. Sasaran imunisasi adalah bayi (0-11 bulan), ibu hamil, anak dan
calon pengantin wanita.
Tabel 2. Imunisasi Wajib yang Diberikan pada Bayi (0-11 bulan)9
Vaksin Pemberian Selang Waktu
Pemberian
(Minimal)
Umur Penyakit yang Bisa Dicegah
HB 0 1 kali - 0-7 hari Mencegah kerusakan hati
BCG 1 kali - 0-11 bulan Mencegah TBC
HB 1,2,3 3 kali 4 minggu 2-11 bulan Mencegah kerusakan hati
DPT 1,2,3 3 kali 4 minggu 2-11 bulan Mencegah:
Difteri (penyumbatan jalan
napas)
Pertusis (batuk rejan/batuk 100
hari)
Tetanus
Polio
1,2,3
3 kali 4 minggu 2-11 bulan Mencegah polio (lumpuh layu pada
tungkai kaki & lengan tangan)
Campak 1 kali - 9-11 bulan Mencegah campak (radang paru,
radang otak, & kebutaan)
Tabel 3. Imunisasi pada Anak Sekolah Dasar Kelas I-VI, Calon Pengantin dan Ibu Hamil9,10
Vaksin Pemberian Selang Waktu
Pemberian
Umur Penyakit yang Bisa Dicegah
23
Page 24
(Minimal)
DT 2 kali 4 minggu Anak SD
Kelas I
Mencegah:
Difteri (penyumbatan jalan napas)
Tetanus
TT 2 kali 4 minggu Anak SD
Kelas VI
(wanita)
Mencegah tetanus toksoid
TT (Calon
pengantin)
2 kali 4 minggu Sebelum
menikah
Mencegah tetanus toksoid
TT (Ibu
hamil)
2 kali 4 minggu Mencegah tetanus toksoid
PUSKESMAS
Pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) adalah suatu kesatuan organisasi
kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang
juga membina peran serta masyarakat di samping memberikan pelayanan serta menyeluruh
dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.
Puskesmas juga dapat didefinisikan sebagai unit pelaksana teknis dinas kesehatan
kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di
suatu wilayah kerja (Depkes RI, 2004). Puskesmas mempunyai wewenang dan tanggung
jawab atas pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya.
Wilayah kerja puskesmas meliputi satu kecamatan atau sebagian dari kecamatan.
Puskesmas merupakan daerah tingkat II, sehingga pembagian wilayah kerja puskesmas
ditetapkan oleh bupati atau walikota, dengan saran teknis dari kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota. Sasaran penduduk yang dilayani oleh sebuah puskesmas rata-rata 300.000
penduduk setiap puskesmas.
Dalam urutan hierarki pelayanan kesehatan, sesuai SKN maka puskesmas
berkedudukan pada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama, sedangkan dalam hal
pengembangan kesehatan pelayanan, puskesmas dapat meningkatkan dan mengembangkan
diri ke arah modernisasi sistem pelayanan kesehatan di semua lini baik promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif.
24
Page 25
Pelayanan kesehatan yang diberikan puskesmas merupakan pelayanan kesehatan
yang menyeluruh yang meliputi pelayanan promotif (peningkatan kesehatan), preventif
(upaya pencegahan), kuratif (pengobatan), rehabilitatif (pemulihan kesehatan). Pelayanan
tersebut ditujukan kepada semua penduduk, dengan tidak membedakan jenis kelamin dan
golongan umur, sejak pembuahan dalam kandungan sampai tutup usia.
Berikut ini merupakan fungsi-fungsi puskesmas beserta proses dalam melaksanakan
fungsi tersebut:
Sebagai pusat pembangunan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya.
Membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka meningkatkan
kemampuan untuk hidup sehat.
Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada
masyarakat di wilayah kerjanya.
Proses dalam melaksanakan fungsi dilaksanakan dengan cara sebagai berikut:
Merangsang masyarakat termasuk swasta untuk melaksanakan kegiatan dalam
rangka menolong dirinya sendiri.
Memberikan petunjuk kepada masyarakat tentang bagaimana menggali dan
menggunakan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien.
Memeberikan bantuan yang bersifat bimbingan teknis materi dan rujukan medis
maupun rujukan kesehatan kepada masyarakat dengan ketentuan bantuan tersebut
tidak menimbulkan ketergantungan.
Memberikan pelayanan kesehatan langsung kepada masyarakat.
Bekerja sama dengan sektor-sektor yang bersangkutan dalam melaksanakan program
puskesmas.
Program pokok puskesmas dilaksanakan sesuai kemampuan tenaga maupun
fasilitasnya karenanya program pokok di setiap puskesmas dapat berbeda-beda. Program
pokok puskesmas yang berhubungan dengan masalah gizi adalah sebagai berikut:11
1. Kesehatan ibu dan anak
a. Pemeliharaan kesehatan ibu hamil, melahirkan dan menyusui, serta bayi, anak
balita dan anak prasekolah.
25
Page 26
b. Memberikan nasehat tentang makanan guna mencegah gizi buruk karena
kekurangan protein dan kalori dan kekurangan lain-lain, serta bila ada pemberian
makanan vitamin dan mineral.
c. Pemberian nasehat tentang perkembangan anak dan stimulasinya.
d. Imunisasi tetanus toksoid 2 kali pada ibu hamil dan HB 4x, BCG, DPT 3x, polio 4x,
dan campak 1x pada bayi.
e. Penyuluhan kesehatan meliputi berbagai aspek dalam mencapai tujuan program KIA
f. Pengobatan bagi ibu, bayi, anak balita dan anak prasekolah untuk macam-macam
penyakit ringan.
g. Kunjungan rumah untuk mencari ibu dan anak yang memerlukan pemeliharaan,
memberikan penerangan dan pendidikan tentang kesehatan, dan untuk
mengadakan pemantauan pada mereka yang lalai mengunjungi puskesmas dan
meminta mereka agar datang ke puskesmas lagi.
h. Pengawasan dan bimbingan kepada taman kanak-kanak dan para dukun bayi.
2. Usaha peningkatan gizi
a. Mengenali penderita-penderita kekurangan gizi dan mengobati mereka.
b. Mempelajari keadaan gizi masyarakat dan mengembangkan program perbaikan gizi.
c. Memberikan pendidikan gizi kepada masyarakat dan secara perseorangan kepada
mereka yang membutuhkan, terutama dalam rangka program KIA.
d. Melaksanakan program-program:
Program perbaikan gizi keluarga (suatu program yang menyeluruh mencakup
pembangunan masyarakat) melalui kelompok-kelompok penimbangan pos
pelayanan terpadu.
Memberikan makanan tambahan yang mengandung protein dan kalori yang
cukup kepada anak-anak bawah umur 5 tahun dan kepada ibu yang menyusui.
Memberikan vitamin A kepada anak-anak di bawah umur 5 tahun.
3. Upaya pengobatan termasuk pelayanan darurat kecelakaan
a. Melaksanakan diagnosa sedini mungkin melalui:
mendapatkan riwayat penyakit
mengadakan pemeriksaan fisik
mengadakan pemeriksaan laboratorium
26
Page 27
membuat diagnosa
b. Melaksanakan tindakan pengobatan
c. Melakukan upaya rujukan bila dipandang perlu, rujukan tersebut
dapat berupa:
rujukan diagnostik
rujukan pengobatan/rehabilitasi
rujukan lain
4. Penyuluhan kesehatan masyarakat
a. Penyuluhan kesehatan masyarakat merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
tiap-tiap program puskesmas. Kegiatan penyuluhan kesehatan dilakukan pada
setiap kesempatan oleh petugas, apakah di klinik, rumah dan kelompok-kelompok
masyarakat
b. Di tingkat puskesmas tidak ada petugas penyuluhan tersendiri, tetapi di tingkat
kabupaten diadakan tenaga-tenaga koordinator penyuluhan kesehatan.
Koordinator membantu para petugas puskesmas dalam mengembangkan teknik
dan materi penyuluhan di Puskesmas.
Surveilans Gizi
Kegiatan surveilans gizi meliputi kegiatan pengumpulan dan pengolahan data,
penyajian serta diseminasi informasi bagi pemangku kepentingan. Informasi ini
dimanfaatkan oleh para pemangku kepentingan untuk melakukan tindakan segera maupun
untuk perencanaan program jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang serta untuk
perumusan kebijakan.12
1. Pengumpulan data
a. Kegiatan rutin yaitu penimbangan bulanan, pemantauan dan pelaporan kasus
gizi buruk, pendistribusian tablet Fe ibu hamil, pendistribusian kapsul vitamin A
balita, dan pemberian ASI Eksklusif.
b. Kegiatan survey khusus yang dilakukan berdasarkan kebutuhan seperti konsumsi
garam beriodium, pendistribusian MP-ASI dan PMT, pemantauan status gizi anak
dan ibu hamil serta wanita usia subur risiko KEK, atau studi yang berkaitan
dengan masalah gizi lainnya.
27
Page 28
Dalam pelaksanaan pengumpulan data, bila ada Puskesmas yang tidak melapor atau
melapor tidak tepat waktu, data laporan tidak lengkap dan atau tidak akurat maka
petugas DINKES Kabupaten/Kota perlu melakukan pembinaan secara aktif untuk
melengkapi data dengan melalui telepon, SMS, atau kunjungan langsung ke
Puskesmas.
• Pengolahan Data dan Penyajian Informasi
Pengolahan data dapat dilakukan secara deskriptif maupun analitik, disajukan dalam
bentuk narasi, tabel, grafik, peta, dan sebagainya.
• Diseminasi Informasi
Diseminasi informasi dilakukan untuk menyebarluaskan informasi surveilans gizi
kepada pemangku kepentingan. Kegiatan ini dapat dilakukan dalam bentuk
pemberian umpan balik, sosialisasi, atau advokasi.
Umpan balik merupakan respon tertulis mengenai informasi surveilans gizi yang
dikirimkan kepada pemangku kepentingan pada berbagai kesempatan baik
pertemuan lintas program maupun lintas sektoral.
Sosialisai merupakan penyajian hasil surveilans gizi dalam forum koordinasi atau
forum lainnya sedangkan advokasi merupakan penyajian hasil surveilans gizi dengan
harapan memperoleh dukungan dari pemangku kepentingan.
Indikator keberhasilan kegiatan surveilans gizi adalah:
• Indikator Input
- Adanya tenaga manajemen data gizi yang meliputi pengumpul data dari laporan
rutin atau survey khusus, pengolah dan analisis data serta penyaji informasi
- Tersedianya instrument pengumpulan dan pengolahan data
- Tersedianya sarana dan prasarana pengolahan data
- Tersedianya biaya operasional surveilans gizi
• Indikator Proses
- adanya proses pengumpulan data
- Adanya proses editing dan pengolahan data
- Adnya proses pembuatan laporan dan umpan balik hasil surveilans gizi
- Adanya proses sosialisasi atau advokasi hasil surveilans gizi
28
Page 29
• Indikator Output
- tersedianya informasi gizi buruk yang mendapat perawatan
- Tersedianya informasi balita yang ditimbang berat badannya (D/S)
- Tersedianya informasi bayi usia 0-6 bulan mendapat ASI Eksklusif
- Tersedianya informasi rumah tangga yang menonsumsi garam beriodium
- Tersedianya informasi balita 6-59 bulan yang mendapat kapsul vitamin A
- Tersedianya informasi ibu hamil mendapat 90 tablet Fe
- Tersedianya informasi kabupaten/kota yang melaksanakan surveilans gizi
- Tersedianya informasi penyediaan bufferstock MP-ASI untuk daerah bencana
- Tersedianya informasi data terkait lainnya (sesuai kondisi dan situasi daerah)
Promosi Kesehatan
Bayi
Lingkup promosi kesehatan terhadap bayi meliputi Air Susu ibu (ASI), Gizi/Nutrisi,
pertumbuhan, perkembangan, imunisasi, keamanan, kebersihan. Petugas harus memberikan
promosi kesehatan bayi kepada ibu, ayah atau keluarga bayi. Pemberian ASI harus
dianjurkan kepada setiap ibu karena kolostrum mengandung zar antibodi yang dapat
mencegah infeksi pada bayi, sehingga jarang mengalami gastroenteritis, lemak dan protein
ASI mudah dicerna, dapat mengeratkan hubungan ibu dan bayi, serta ASI merupakan susu
buatan alam yang lebih baik, bersih, segar, murah, tersedia setiap waktu.
Anak Balita
Lingkup promosi kesehatan terhadap anak balita meliputi ASI, gizi /nutrisi,
pertumbuhan, perkembangan, interaksi, imunisasi, sosialisasi dan keamanan. Puskesmas,
puskesmas pembantu, polindes, memiliki data tentang anak balita di wilayah kerjanya. Data
tersebut diperlukan untuk digunakan dalam pelaksanaan pembinaan kesehatan anak balita
baik dilakukan oleh bidan maupun tenaga kesehatan lainnya khususnya dalam promosi
kesehatan. Dengan promosi kesehatan pada balita, bidan diharapkan mampu memberikan
penyuluhan kepada orang tua menyangkut perbaikan gizi, perbaikan kesehatan lingkungan,
pengawasan tumbuh dan kembang anak. Anggota keluarga, guru, taman kanak-kanak atau
pengasuh anak diikutsertakan dalam kegiatan pembinaan kesehatan. Semua kegiatan dicatat
dan dilaporkan ke puskesmas. Kegiatan pelayanan dan pembinaan kesehatan anak balita
29
Page 30
akan berhasil dengan baik jika didukung oleh pemerintah desa, pemimpin dan orang
terkemuka di masyarakat, termasuk dukun. Para ibu juga perlu didorong untuk
memeriksakan kesehatan anaknya.
Ibu Hamil
Lingkup promosi kesehatan terhadap ibu hamil meliputi lingkup fisik dan psikologis.
Lingkup fisik meliputi gizi (Fe, asam folat, tinggi protein pada masa awal kehamilan), oksigen,
personal hygiene, pakaian, sexual, mobilisasi, exercise/senam hamil, istirahat, imunisasi,
traveling, persiapan laktasi, persiapan persalinan dan kelahiran, kesejahteraan janin,
ketidaknyamanan, pendidikan kesehatan dan pekerjaan. Lingkup psikologis meliputi support
keluarga, support tenaga kesehatan, rasa aman dan nyaman, persiapan menjadi orang tua.
Ibu Menyusui
Pendidikan ibu menyusui lebih baik diberikan sebelum ibu bersalin, sehingga ibu
dapat melakukan persiapan-persiapan ibu menyusui. Lingkup promosi kesehatan yang
diberikan kepada ibu menyusui meliputi kebersihan diri, istirahat, sexual, pemberian ASI,
nutrisi bagi bayi, pendidikan kesehatan gizi (tinggi protein, Fe) dan meyakinkan pada ibu
menyusui bahwa tidak ada pantangan makan selama menyusui. protein tinggi melalui
promosi kesehatan.
Peran Serta Masyarakat
UPGK
UPGK merupakan usaha keluarga untuk memperbaiki gizi seluruh anggota keluarga,
dilaksanakan oleh keluarga dan masyarakat dengan kader sebagai penggerak masyarakat,
merupakan bagian dari kehidupan keluarga sehari-hari dan secara operasional adalah
rangkaian kegiatan yang saling mendukung untuk melaksanakan alih teknologi sederhana
kepada keluarga/masyarakat.
Tujuan umum dari UPGK adalah untuk meningkatkan dan membina keadaan gizi
anggota masyarakat, melalui pembinaan keluarga agar peningkatan gizi menjadi bagian dari
pola kehidupan sehari-hari. Secara operasional tujuan ini diperinci menjadi tujuan khusus,
yaitu partisipasi dan pemerataan kegiatan, perubahan sikap dan perilaku yang mendukung
tercapainya perbaikan gizi, serta perbaikan gizi anak balita. Keluarga dibina menjadi Keluarga
Sadar Gizi (Kadarzi).
30
Page 31
Di Posyandu diperkenalkan berbagai inovasi yang berkenaan dengan pemeliharaan
kesehatan dan keadaan gizi balita, ibu hamil dan menyusui. Adapun kegiatannya adalah
penimbangan anak balita, pemberian paket pertolongan gizi (yang berisi Vitamin A dosis
tinggi, pil zat besi dan oralit), pemberian makanan tambahan, imunisasi, pemeriksaan ibu
hamil, pelayanan KB dan penyuluhan gizi.
Penyuluhan Gizi dalam Upaya Meningkatkan Pengetahuan Gizi Ibu
Proses penyuluhan mempunyai tahapan – tahapan sebagai berikut:
- menarik perhatian
- menggugah hati, yaitu menimbulkan perasaan terbuka pada sasaran untuk sesuatu
yang baru disadarinya tadi.
- membangkitkan keinginan, yaitu menumbuhkan kengininan untuk memperoleh
atau mengerjakan cara baru yang dianjurkan itu
- meyakinkan, yaitu menghilangkan rasa ragu – ragu pada sasaran, sehingga terjadi
keyakinan akan kebaikan dan manfaat hal baru itu.
- menggerakkan, yaitu mengusahakan agar anjuran yang telah diberikan itu sekarang
oleh sasaran dilaksanakan atau dipraktekkan secara luas dan kontinyu
Sasaran utama dalam pendidikan gizi adalah ibu – ibu rumah tangga. Hasil dari
penyuluhan gizi diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan ibu –
ibu rumah tangga dalam mencukupi kebutuhan gizi keluarganya melalui konsumsi makanan
yang memenuhi kebutuhan – kebutuhan zat – zat gizi anggota keluarganya, yang pada
gilirannya tampak pada status gizinya.
Kecukupan pangan dan gizi masyarakat ditentukan oleh taraf pengetahuannya
terhadap pangan. Kemampuan berdaya beli tidak selalu diimbangi oleh pengertian akan gizi
yang baik. Akibatnya meskipun daya beli terjangkau, penyakit gizi seperti kekurangan kalori
dan protein akan tetap menjadi masalah. Salah satu hal yang turut mempengaruhi adalah
pengetahuan dalam hal memilih dan menyediakan makanan bergizi tinggi. Kurangnya
pengetahuan dan salah konsepsi tentang kebutuhan pangan adalah umum di setiap Negara.
Sebab lain dari gangguan gizi adalah kurangnya kemampuan untuk menerapkan informasi
tersebut kedalam kehidupan sehari – hari.
Faktor–faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Pangan
31
Page 32
Konsumsi pangan dipengaruhi banyak factor, pemilihan jenis maupun banyaknya
pangan yang dimakan dapat berlainan dari setiap individu atau masyarakat. Faktor-faktor
yang nampaknya sangat mempengaruhi konsumsi pangan dimana saja di dunia adalah jenis
dan banyaknya pangan yang di produksi dan tersedia, tingkat pendapatan dan tingkat
pendidikan gizi.
Kebiasaan makan adalah cara individu atau sekelompok individu dalam memilih,
mengkonsumsi dan menggunakan pangan yang tersedia berdasarkan faktor social dan
budaya dimana mereka hidup. Kebiasaan makan juga merupakan gejala sosial yang dapat
member gambaran perilaku niali – nilai yang di anut seseorang atau kelompok masyarakat.
Dalam hal memberi dan mengatur makan anak, tidak jarang dipengaruhi kebiasaan
orang tua. Bagi yang baru mempunyai anak, kebijaksanaan dalam hal menentukan makanan
seringkali ditentukan oleh nenek atau orang yang dianggap tua dalam keluarga karena
dianggap lebih berpengalaman. Tidak heran bila adat dan kebiasaan makan yang dianut oleh
orang tua menurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Seperti pantang dan tabu
terhadap makanan tertentu adalah warisan dari generasi sebelumnya. Itulah sebabnya
mengapa kebiasaan dan susunan hidangan sangat kuat bertahan terhadap berbagai
pengaruh yang mungkin dapat merubahnya. Kebiasaan makan seseorang merupakan
kebiasaan makan keluarga karena individu tersebut selama tinggal didalam keluarganya,
terus mengalami proses belajar seumur hidupnya dari keluarga tersebut.
Hal lain yang mempengaruhi jumlah makanan yang dikonsumsi individu dan keluarga
adalah susunan anggota keluarga. Jumlah anggota keluarga yang semakin besar
menyebabkan semakin sulit mengatur pembagian makanan secara merata. Konsumsi
pangan keluarga dapat diketahui dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Secara
kuantitatif, dapat didekati dari jumlah pangan yang dikonsumsi, sedangkan secara kualitatif
dapat didekati dari pola pangannya. Pola pangan seseorang atau sekelompok orang
diketahui dari jenis – jenis pangan tertentu yang dikonsumsi dan frekuensi penggunannya
Pendapatan merupakan factor yang secara tidak langsung mempengaruhi konsumsi
pangan, tetapi termasuk penentu utama baik buruknya keadaan gizi seseorang, atau
sekelompok orang. Pendapatan yang rendah mengakibatkan daya beli untuk konsumsi
makanan rendah. Rendahnya pendapatan diduga membawa akibat pada pemberian
makanan yang kurang banyak dan kurang bermutu.
32
Page 33
Faktor–faktor yang Mempengaruhi Status Gizi
Status gizi adalah keadaan fisik tubuh yang merupakan akibat konsumsi, absorpsi dan
penggunaan zat – zat gizi oleh tubuh. Jumlah makanan yang tidak memenuhi kebutuhan
sehari–hari secara langsung akan menimbulkan masalah gizi kurang. Konsumsi makanan
yang tidak memadai sesuai dengan kebutuhan tubuh baik kuantitas maupun kualitas akan
menimbulkan masalah gizi. Selain konsumsi pangan, factor lain yang berperan sangat
penting terhadap keadaan gizi adalah penyakit infeksi. Konsumsi makanan dan penyakit
infeksi keduanya merupakan penyebab langsung konsumsi energi dan protein.
Pemberian Makanan Tambahan (PMT)
Usia balita merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan yang sangat
pesat dan rawan terhadap kekurangan gizi sehingga mendapat perhatian khusus. Untuk
mengatasi kekurangan gizi yang terjadi pada kelompok balita perlu diselenggarakan PMT
Pemulihan bagi anak usia 6-59 bulan guna sebagai tambahan (bukan pengganti) makanan
utama sehari-hari. PMT Pemulihan berbasis makanan local dengan menu khas daerah yang
disesuaikan dengan kondisi setempat.13
Sejak 2011 Kementerian Kesehatan RI menyediakan anggaran untuk kegiatan
PMT Penyuluhan dan PMT Pemulihan melalui dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK).
Dengan adanya BOK di setiap Puskesmas diharapkan kepala Puskesmas dan jajarannya dapat
mendukung kegiatan ini.
Sasaran program ini meliputi balita gizi kurang atau kurus usia 6-59 bulan
termasuk balita dengan Bawah Garis Merah (BGM) dan keluarga miskin. Cara penentuan
sasaran melalui hasil penimbangan bulanan di Posyandu dengan urutan prioritas dan kriteria
sebagai berikut:
1. Balita dalam masa pemulihan pasca perawatan gizi buruk di TFC/Pusat Pemulihan
Gizi/ Puskesmas Perawatan atau RS
2. Balita kurus dan BB tidak naik 2x berturut-turut (2 T)
3. Balita kurus
4. Balita Bawah Garis Merah (BGM)
Makanan tambahan balita diutamakan berupa sumber protein hewani maupun
nabati (telur,ikan,daging,ayam,kacang-kacangan) serta sumber vitamin dan mineral yang
33
Page 34
berasal dari sayuran dan buah-buahan. Makanan tambahan diberikan sekali sehari selama
90 hari berturut-turut, disebut Hari Makan Anak (HMA). Makanan tambahan pemulihan
dibagi menjadi MP-ASI (untuk bayi dan balita 6-23 bulan) dan makanan keluarga (anak balita
24-59 bulan). 13
Penyelenggaraan PMT Pemuihan local perlu didukung dengan penyuluhan PHBS
oleh tenaga kesehatan dan kader kepada keluarga sasaran. Beberapa alternative cara
penyelenggaraan kegiatan PMT Pemulihan yang dapat dipilih sesuai kondisi setempat antara
lain masak bersama setiap hari, masak bersama 2x seminggu, atau masak bersama 1x
seminggu. Untuk kegiatan memasak yang tidak dilakukan setiap hari, hari-hari lain selain
masak bersama dapat diberikan bahan makanan yang kering untuk dibawa pulang seperti
telur, abon, peyek kacang, teri kering, biscuit, susu kotak, buah-buahan kering (pisang, jeruk,
alpukat), dan lainnya. Pemantauan program melalui pemantauan berat badan setiap bulan,
sedangkan tinggi/panjang badan hanya pada awal dan akhir pelaksanaan PMT Pemulihan.
Pemantauan dan bimbingan teknis dilakukan oleh Kepala Puskesmas, Tenaga Pelaksana Gizi
(TPG) puskesmas, atau bidan desa kepada ibu kader pelaksana PMT Pemulihan.13
Anemia pada Ibu Hamil dan Menyusui
Anemia gizi merupakan masalah yang berperan sebagai tingginya Angka Kematian
Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB), produktivitas kerja, prestasi belajar dan olahraga. Oleh
karena itu penanggulangan anemia gizi menjadi salah satu program Puskesmas untuk
meningkatkan kualitas SDM. Wanita hamil merupakan salah satu golongan yang rentan akan
anemia gizi akibat kekurangan Fe. Anemia pada ibu hamil dapat menyebabkan pendarahan
postpartum, bila terjadi sejak awal kehamilan dapat menyebabkan terjadi persalinan
prematur.
Penyebab terbesar anemia gizi adalah berkurangnya asupan gizi yang berhubungan
dengan pola makan yang tidak baik akibat ketidaktahuan dan ketidakmampuan. Pola makan
yang salah pada ibu hamil memberi dampak terhadap terjadinya gangguan gizi antara lain
anemia. Pola makan ibu hamil terkait dengan perubahan perilaku yang sangat dipengaruhi
oleh pengetahuan yang merupakan hal penting. Salah satu program harian Puskesmas adalah
pemberian 90 tablet besi pada ibu hamil diminum selama masa kehamilan. 14
34
Page 35
Pemantauan Wilayah Setempat (PWS)
Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA) adalah alat
manajemen untuk melakukan pemantauan program KIA disuatu wilayah kerja secara terus
menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat. Program KIA yang
dimaksud meliputi pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengan komplikasi
kebidanan, keluarga berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir dengan komplikasi, bayi, dan
balita. Dengan manajemen PWS KIA diharapkan cakupan pelayanan dapat menjangkau
seluruh sasaran di suatu wilayah kerja sehingga kasus dengan risiko/komplikasi kebidanan
dapat ditemukan sedini mungkin untuk dapat memperoleh penanganan yang memadai.
Penyajian PWS KIA juga dapat dipakai sebagai alat motivasi, informasi dan
komunikasi kepada sektor terkait, khususnya aparat setempat yang berperan dalam
pendataan dan penggerakan sasaran maupun membantu dalam memecahkan masalah non
teknis misalnya: bumil KEK, rujukan kasus dengan risiko. Pelaksanaan PWS KIA baru berarti
bila dilengkapi dengan tindak lanjut berupa perbaikan dalam pelaksanaan pelayanan KIA.
PWS KIA dikembangkan untuk intensifikasi manajemen program. Walaupun demikian, hasil
rekapitulasinya di tingkat puskesmas dan kabupaten dapat dipakai untuk menentukan
puskesmas dan desa/kelurahan yang rawan. Demikian pula rekapitulasi PWS KIA di tingkat
propinsi dapat dipakai untuk menentukan kabupaten yang rawan.
Kesimpulan
Masalah gizi masyarakat masih cukup tinngi di Indonesia. Anak balita, ibu hamil dan
menyusui menjadi golongan rentan gangguan gizi. Peran dan kerjasama dari masyarakat,
Puskesmas, dan Posyandu dibutuhkan dalam menanggulangi masalah ini.
35
Page 36
Daftar Pustaka
1. Notoatmodjo S. Ilmu kesehatan masyarakat. Edisi ke-2. Jakarta: Rineka Cipta,
2009.h.223-30, 246-59, 282-4.
2. The Indonesian Public Health Portal. http://www.indonesian-publichealth.com/2013/
03/pemantauan-status-gizi.html. Diakses pada 30 Juni 2013.
3. Mubarak WI, Chayatin N. Ilmu kesehatan masyarakat: teori dan aplikasi. Jakarta:
Salemba Medika, 2009.h.98-106.
4. Departemen Kesehatan RI. http://gizi.depkes.go.id/1000-hari-mengubah-hidup-
mengubah-masa-depan. Diakses pada 30 Juni 2013.
5. Gibney, Michael J. Gizi kesehatan masyarakat. Jakarta: EGC, 2008.h.224-5.
6. Departemen Kesehatan RI. Pedoman umum pengelolaan posyandu. Departemen
Kesehatan RI, Jakarta 2006.h.1-59.
7. Departemen Kesehatan RI. gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2012/05/ped-ops-
Kadarzi.pdf. Diakses pada 30 Juni 2013.
8. Departemen Kesehatan RI. gizi.depkes.go.id/Temu_kader2009/KMS-Baru.ppt. Diakses
pada 30 Juni 2013.
9. Departemen Kesehatan RI. Buku kesehatan ibu dan anak. Departemen Kesehatan RI dan
Japan International Cooperation Agency, Jakarta 2009.h.1-47.
10. Departemen Kesehatan RI. Pedoman kerja puskesmas jilid III. Departemen Kesehatan RI,
Jakarta 1990.
11. Efendi F, Makhfudli. Keperawatan kesehatan komunitas teori dan praktik dalam
keperawatan. Jakarta: Salemba Medika, 2009.h. 275-82.
12. Kementerian Kesehatan RI. Petunjuk pelaksanaan surveilans gizi. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI, 2011.h.7-22.
13. Kementerian Kesehatan RI. Panduan penyelenggaraan pemberian makanan tambahan
pemulihan bagi balita gizi kurang (bantuan operasional). Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI, 2011.h.1-15.
14. Suryadi, MA. Gambaran anemia gizi dan kaitannya dengan asupan serta pola makan
pada tenaga kerja wanita di Tangerang. Jurnal kedokteran Yarsi 2009: 17(1),h.31-9.
15. Departemen Kesehatan RI. Tatalaksana anak gizi buruk. Jakarta: Departemen Kesehatan,
2003.h.iii,1-2.
36