RASIO TEPUNG TAPIOKA, LABU SIAM TERHADAP KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA, ORGANOLEPTIK KERUPUK LABU SIAM (Sechium edule) SKRIPSI Program Studi S-1 Teknologi Hasil Pertanian Diajukan oleh: Betty Maria Miami D.111.15.0025 JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS SEMARANG 2019
107
Embed
RASIO TEPUNG TAPIOKA, LABU SIAM TERHADAP ......sayur lodeh, gudeg, sayur asem dll. Labu siam termasuk salah satu sayuran yang banyak mengandung zat gizi bagi tubuh, oleh karena itu
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
RASIO TEPUNG TAPIOKA, LABU SIAM TERHADAP
KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA, ORGANOLEPTIK KERUPUK LABU
SIAM (Sechium edule)
SKRIPSI
Program Studi S-1
Teknologi Hasil Pertanian
Diajukan oleh:
Betty Maria Miami
D.111.15.0025
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS SEMARANG
2019
v
RINGKASAN
Kerupuk adalah makanan ringan yang pada umumnya dibuat dari adonantepung tapioka. Komposisinya lebih dominan karbohidrat dan lemak karenamengikat lemak saat proses penggorengan. Modifikasi untuk meningkatkan nilaigizi kerupuk biasanya dicampur dengan bahan perasa seperti udang dan ikan,namun kandungan seratnya hanya sedikit. Sehingga perlu penambahan sayuran labusiam pada pembuatan kerupuk, karena labu siam memiliki kandungan serat 4,5%.Permasalahan yang muncul yaitu belum diketahui apakah perbedaan ratio antaratepung tapioka dengan labu siam akan mempengaruhi karakteristik fisikokimia danorganoleptik kerupuk labu siam. Diduga bahwa perbedaan ratio tepung tapioka danlabu siam dapat mempengaruhi karakteristik fisikokimia dan organoleptik kerupuklabu siam.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuipengaruh ratio tepung tapioka danlabu siam terhadap karakteristik fisik, kimia dan organoleptik pada kerupuk labusiam yang akan dihasilkan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November –Desember 2018 di Laboratorium Rekayasa Pangan, Laboratorium kimia,Laboratorium Uji Indrawi Fakultas Teknologi Hasil Pertanian UniversitasSemarang.
Metode penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK)dengan menggunakan satu faktor yaitu perbedaan ratio tepung tapioka dan labusiam (P1= 90:10, P2= 80:20, P3= 70:30, P4= 60:40, P5= 50:50, P6= 40:60).Variabel yang diamati adalah kadar air sebelum digoreng, kadar air setelahdigoreng, kadar serat kasar, kadar lemak, tekstur, daya kembang, warna, rasa,aroma dan kerenyahan. Apabila terjadi pengaruh yang nyata dilanjutkan denganBNJ pada taraf 5%.
Berbagai ratio tepung tapioka dan labu siam berpengaruh terhadap kadar airsebelum digoreng, kadar serat kasar, kadar lemak, tekstur, warna, rasa, aroma, dankerenyahan, tetapi tidak berpengaruh terhadap kadar air setelah digoreng dan dayakembang. Ratio tepung tapioka dan labu siam yang terbaik adalah 50:50 (P3).Menghasilkan kerupuk labu siam dengan karakteristik sebagai berikut Kadar airsebelum digoreng 8,148% ; kadar air setelah digoreng 3.813% ; kadar serat kasar2,1339% ; kadar lemak 17,5393% ; tekstur 2091,6 (gf) ; daya kembang 101,8% danuji organoleptik hedonik kesukaan terhadap parameter warna dengan skor 5 (suka),rasa dengan skor 6,5 (amat suka), aroma dengan skor 6 (amat suka), serta uji mutuhedonik kerenyahan dengan skor 4,0 (agak renyah).
Kata kunci: Labu siam, kerupuk, ratio tepung tapioka dan labu siam.
vi
SUMMARY
Kerupuk (Crakers) is a snack that ussually made from tapioca flour. Thedominant compotitions are carbohydrate and fat because when the cracker fried itbonded with fat. Ussually modification to improve nutrient values of cracker is mixthe dough with the other ingredients like prawn and fish, but the fiber content islow.So chayote is added into proccess of making the cracker, because chayote have4,5 % fiber content. The problem is wether the ratio between tapioca flour andchayote will affect the physicochemical and organoleptic characteristics of chayotecrackers. It is assumed that the difference in ratio betwen tapioca flour and chayotecan affect the physicochemical and organoleptic characteristics of chayote crackers.
The aim of this research is to know the effect of ratio between tapioca flour andchayote on characteristics physic, chemical and organoleptic crackers. Thisresearch conducted from November – December 2018 at Indrawi Food EngineeringTest Laboratory in Agricultural Department of Semarang University.
This Research using Complete Randomized Block Design (CRBD) based onratio between tapioca flour and chayote as main factor (P1= 90:10, P2= 80:20, P3=70:30, P4= 60:40, P5= 50:50, P6= 40:60). The variable are water content beforefried, water content after fried, fiber content, fat content, texture, puff size , color,taste, aroma and crispiness. If there is any significant effect, will be continued withHSD 5% level.
Several ratio between tapioca flour and chayote affect the water content beforefried, fiber content, fat content, texture, puff size, color, taste, aroma andcrunchiness, but it is non significant different on water content after fried and puffsize. The best ratio between tapioca flour and chayote is 50:50 (P3). Chayotecracker have a characteristic water content before fried (8,138%); water contentafter fried (3,813%); fiber content (2,1339%); fat content (17,5393%); texture(2091,6 (gf) ), puff size (101,8%) and organoleptic hedonic test color with score(5) (like it), taste with score (6,5) (really like it) , aroma with score (6) (really likeit) and crispiness with score (4,0) (rather crunchy).
Keyword ; chayote, cracker, tapioca flour and chayote ratio
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas Rahmat dan
Karunia-Nya penulisdapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Pengaruh Ratio
Tepung Tapioka dan Labu Siam terhadap Karakteristik Sifat Fisik, Kimia, dan
Organoleptik Kerupuk Labu Siam (Sechium edule)”
Laporan Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat dalam mencapai derajat
sarjana S-1 di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian
Universitas Semarang (USM).
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ir. Haslina, M.Si., sebagai Dekan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas
Semarang yang telah memberi kesempatan dan fasilitas dalam
pelaksanaanskripsi.
2. Ir. Sri Haryati, M.Si., selaku Ketua Jurusan Fakultas Teknologi
PertanianUniversitas Semarang
3. Ir. Endang Bekti K, M.P., selaku Dosen Pembimbing I yang telah member
kesempatan bimbingan selama penulisan laporan ini.
4. Ir. Dewi Larasati, M.Si., selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberi
kesempatan bimbingan selama penulisan laporan ini.
Bau, rasa, warna - Normal NormalBenda asing %b/b Tidak nyata Tidak nyataAbu %b/b Maks 2 Maks 2Air %b/b Maks 12 Maks 12Protein %b/b - Min 5Sumber: SNI 01-0222-1999
Menurut Amertaningtyas, dkk, 2010 kriteria untuk menentukan
kualitas kerupuk meliputi penampakan, pengembangan, dan kerenyahan.
Serta ditentukan dengan analisis kimia meliputi kadar air, kadar protein,
kadar lemak serta pengujian organoleptik.erupuk merupakan jenis makanan
ringan yang mengalami pengembangan volume, membentuk produk yang
berongga dan mempunyai densitas rendah. Formulasi bahan untuk pembuatan
kerupuk menurut Rosida (2009) dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Formulasi Dasar Bahan Untuk Pembuatan KerupukBahan Berat (gram)Tepung Tapioka 500Air 140Garam 10Bawang Putih 2,5Sumber: Rosida, 2009
Pembuatankerupuk labu siam menggunakan model adonan dingin.
Menurut (Wiriano, 1984) proses dingin adalah proses yang semua bahan
dicampur dalam keadaan dingin. Bumbu yang telah disiapkan dilarutkan
dengan air dan diaduk sampai tercampur rata, dan tepung ditambahkan sedikit
D. Tahapan Proses Pembuatan Kerupuk
10
demi sedikit sampai kalis, kemudian adonan diuli sampai kalis.Tahapan
pembuatan kerupuk sebagai berikut:
1. Pembuatan Adonan
Tahap pembuatan adonan merupakan tahap awal yang sangat penting.
Faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan adonan adalah
kehomogenan adonan. Pengadonan berpengaruh terhadap daya kembang
kerupuk , yaitu berhubungan dengan udara dan gas.
2. Pencetakan
Setelah adonan jadi kemudian masuk ke dalam proses pencetakan.
Pencetakan adonan kerupuk dimaksudkan untuk memperoleh bentuk dan
ukuran yang seragam. Keseragaman ukuran penting untuk memperoleh
penampakan dan penetrasi panas yang merata sehingga memudahkan
proses penggorengan dan menghasilkan kerupuk goreng dengan warna
yang seragam.
3. Pengukusan
Pengukusan sering diartikan sebagai pemasakan yang dilakukan melalui
media uap panas dengan suhu pemanasan sekitar 100˚C selama 15 menit.
Pengukusan merupakan tahap penting karena pada tahap ini terjadi proses
gelatinisasi pati yang berkaitan erat dengan pengembangan kerupuk saat
digoreng. Pengukusan yang terlalu lama akan menyebabkan air yang
terperangkap oleh gel pati terlalu banyak, sehingga proses pengeringan
dan penggorengan menjadi tidak sempurna. Adonan yang telah masak
ditandai dengan seluruh bagian berwarna bening serta teksturnya kenyal.
11
4. Pendinginan
Kerupuk yang sudah dikukus kemudian dilakukan pendinginan sebelum
dilakukan pemotongan. Pendinginan kerupuk dengan waktu 24 jam yang
bertujuan supaya kerupuk mudah untuk dipotong. Dengan kerupuk
didinginkan ini teksturnya lebih keras, tidak lembek dan proses
pengeringan akan menjadi lebih cepat.
5. Pemotongan
Kerupuk yang sudah didinginkan selama 24 jam kemudian masuk ke
proses selanjutnya yaitu pemotongan kerupuk. Dengan pemotongan
kerupuk ini bertujuan untuk menyeragamkan bentuk kerupuk.
6. Pengeringan
Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan
sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan sebagian air
melalui penggunaan energi panas. Pengeringan dapat dilakukan dengan
menggunakan cabinet dryer (alat pengering) atau dengan sun drying
(penjemuran) yaitu pengeringan dengan menggunakan sinar matahari.
Proses pengeringan kerupuk mentah bertujuan untuk menghasilkan bahan
dengan kadar air tertentu. Kadar air yang terkandung dalam kerupuk
mentah akan mempengaruhi kualitas dan kapasitas pengembangan
kerupuk dalam proses penggorengan selanjutnya. Tingkat kekeringan
tertentu diperlukan kerupuk mentah untuk menghasilkan tekanan uap yang
maksimum pada proses penggorengan sehingga gel pati kerupuk bisa
mengembang (Koswara, 2009).
12
7. Penggorengan
Menggoreng adalah suatu proses untuk memasak bahan pangan dengan
menggunakan lemak atau minyak pangan. Penggorengan kerupuk
bertujuan untuk menghasilkan kerupuk goreng yang mengembang dan
renyah. Pada proses penggorengan kerupuk mentah, kerupuk akan
mengalami pemanasan pada suhu tinggi sehingga molekul air yang masih
terikat pada struktur kerupuk menguap dan menghasilkan tekanan uap
yang mengembangkan struktur kerupuk (Nurhayati, 2007).
Secara umum cara penggorengan kerupuk ada dua macam, yaitu
penggorengan langsung dalam minyak yang telah dipanaskan dan
penggorengan dengan mencelupkan terlebih dahulu kerupuk mentah yang
akan digoreng dalam minyak dingin atau hangat, baru kemudian digoreng
dalam minyak yang telah dipanaskan untuk mendapatkan pengembangan
kerupuk.
Kerupuk bertekstur garing dan sering dijadikan pelengkap untuk
berbagai makanan. Kerupuk memiliki tekstur berongga dan renyah, hal ini
merupakan salah satu mutu dari kerupuk. Sifat renyah pada tekstur kerupuk
dan crachersdipengaruhi oleh kadar air dan kadar seratpada bahan yang
digunakan (Koswara, 2009).
E. Tekstur
13
Terjadinya pengembangan kerupuk dapat disebabkan oleh
terbentuknys rongga-rongga udara pada kerupuk yang telah digoreng karena
pengaruh suhu, menyebabkan air yang terikat dalam gel menguap. Tekanan
uap ini berperan mendesak gel pati, hingga membentuk produk yang
mengembang. Faktor-faktor yang menyebabkan volume pengembangan
diantaranya adalah sumber pati yang digunakan, kandungan dan jenis protein,
kadar air, suhu penggoregan dan penggunaan bahan pengembang (Lavlinesia,
1995).
Suhu penggorengan berpengaruh terhadap daya kembang kerupuk.
Penggorengan kerupuk dalam minyak yang kurang panas dalam waktu yang
lama akan menghasilkan pengembangan yang kurang baik, sedangkan bila
suhu penggorengan terlalu panas walaupun waktu yang dibutuhkan untuk
mengembang lebih cepat maka kerupuk akan mudah hangus. Kandungan air
pada kerupuk mentah (belum digoreng) juga berpengaruh terhadap daya
kembang kerupuk. Jumlah air yang terdapat pada bahan ditentukan oleh
lamanya pengeringan, suhu penggorengan, kecepatan aliran udara, kondisi
bahan dan penambahan air sewaktu pembuatan adonan pada proses
gelatinisasi pati. Kandungan air yang tidak merata pada kerupuk mentah
dapat menyebabkan volume pengembangan kerupuk tidak merata dimana
pada satu sisi kerupuk lebih mengembang dibandingkan sisi lainnya
(Lavlinesia, 1995)
F. Daya Kembang Kerupuk
14
Kadar air merupakan banyaknya air yang tergantung dalam bahan
yang dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang
sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi
penampakan, tekstur, dan cita rasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan
pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut,
Kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir
untuk berkembangbiak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan
(Winarno, 1997).
Kadar air yang terikat dalam kerupuk sebelum digoreng saat
menentukan volume pengembangan kerupuk matang. Jumlah air yang terikat
dalam bahan pangan akan menentukan banyaknya letusan yang menguap
selama penggorengan.jumlah uap air yang terdapat pada bahan pangan
ditentukan oleh lamanya pengeringan, suhu penggorengan, kecepatan aliran
udara, kondisi bahan dan cara penumpukan serta penambahan air sewaktu
pembuatan adonan pada proses gelatinisasi pati (Lavlinesia, 1995).
Serat kasar merupakan residu dari bahan makanan atau hasil pertanian
setelah diperlakukan dengan asam atau alkali mendidih, dan terdiri dari
selulosa, dengan sedikit lignin dan pentosa. Komponen dari serat kasar ini
tidak mempunyai nilai gizi akan tetapi serat ini sangat penting untuk proses
memudahkan dalam pencernaan di dalam tubuh agar proses pencernaan
tersebut lancar (Hermayanti, dkk, 2006).
G. Kadar Air
H. Kadar Serat Kasar
15
Analisis kadar serat kasar adalah usaha untuk mengetahui kadar serat
kasar bahan baku pakan. Banyaknya serat pada suatu bahan akan sangat
berpengaruh terhadap tekstur atau mutu sensori kerenyahan dari suatu
produk.
Lemak sangat berperan dalam menentukan tekstur pada suatu bahan
pangan. lemak dalam bahan pangan juga berfungsi untuk memperbaiki
penampilan dan struktur fisik bahan pangan, meningkatkan nilai gizi dan
kalori serta memberikan cita rasa yang gurih pada bahan pangan. (Sudarmadji
dkk, 1984).
Berdasarkan SNI 01-2346-2006, jumlah minimal panelis standar
dalam satu kali pengujian adalah 6 orang. Panelis standar orang yang
mempunyai kemampuan dan kepekaan tinggi terhadap spesifikasi mutu
produk serta mempunyai pengetahuan dan pengalaman tentang cara-cara
menilai organoleptik/sensori dan lulus dalam seleksi pembentukan panelis
standar. Pengujian organoleptik penting dilakukan mengingat kerupuk adalah
produk pangan yang harus melewati pengujian sensori. Pengujian
organoleptik/sensori merupakan cara pengujian menggunakan indera manusia
sebagai alat utama untuk menilai mutu produk. Penilaian menggunakan alat
indera ini meliputi spesifikasi mutu kenampakan, bau, rasa dan
konsistensi/tekstur serta beberapa faktor lain yang diperlukan untuk menilai
I. Kadar Lemak
J. Uji organoleptik
16
produk tersebut. Pengujian organoleptik/sensori ini mempunyai peranan yang
penting sebagai pendeteksian awal dalam menilai mutu untuk mengetahui
penyimpangan dan perubahan dalam produk. Pelaksanaan uji
organoleptik/sensori dapat dilakukan dengan cepat dan langsung serta
kadang-kadang penilaian ini dapat memberi hasil penilaian yang sangat teliti.
Dalam beberapa hal, penilaian dengan indera bahkan melebihi ketelitian alat
yang paling sensitif. Oleh karena sifat pengujiannya yang subyektif, maka
diperlukan suatu standar dalam melakukan penilaian organoleptik/sensori.
17
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2018 – Desember
2018 di Laboratorium Rekayasa Pangan, Laboratorium Kimia, dan
Laboratorium Uji Inderawi Fakultas Teknologi Pertanian Universitas
Semarang.
1. Alat
Alat yang digunakan untuk pembuatan kerupuk labu siam ini: peralatan
untuk pembuatan krupuk labu siam, timbangan digital, mesin
pengering,peralatan gelas untuk analisis, Texture Analyzer untuk mengukur
teksture.
2. Bahan
Bahan yang digunakan untuk pembuatan kerupuk labu siam ini: labu siam,
tepung tapioka, air, garam dan berbagai reagent untuk uji kimia.
C. Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK)
dengan perlakuan ratio tepung tapioka dengan labu siam sebanyak 6 macam
ratio yang diuji coba dan diulang 4 kali, formulasi yang ditetapkan didapat
dari pra penelitian. Adapun perlakuan dan formulasi tersebut adalah:
P1= Tepung Tapioka 90% : Labu Siam 10%
A. Waktu dan Tempat Penelitian
B. Alat dan Bahan Penelitian
18
P2= Tepung Tapioka 80% : Labu Siam 20%
P3= Tepung Tapioka 70% : Labu Siam 30%
P4= Tepung Tapioka 60% : Labu Siam 40%
P5= Tepung Tapioka 50% : Labu Siam 50%
P6= Tepung Tapioka 40% : Labu Siam 60%
Tabel 5. Formulasi Penelitian
Sumber: Data Primer
Penelitian tersebut diulang sebanyak 4 kali dan setiap data yang diperoleh
dihitung dengan perhitungan rancangan percobaan (RAK) secara manual, apabila
ada perbedaan nyata antar perlakuan dilanjutkan dengan uji BNJ (Beda Nyata
Jujur) pada taraf kepercayaan (α = 5 %). Setelah dilakukan pengujian fisik, kimia,
dan organoleptik dengan perhitungan rancangan percobaan (RAK), diperoleh satu
perlakuan terbaik.
Bahan P1 P2 P3 P4 P5 P6Labu siam 25 g 50 g 75 g 100 g 125 g 150 gTapioka 225 g 200 g 175 g 150 g 125 g 100 gGaram 5 g 5 g 5 g 5 g 5 g 5 gAir 250 ml 250 ml 250 ml 250 ml 250 ml 250 mlBaking soda 2 g 2 g 2 g 2 g 2 g 2 g
19
Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Kerupuk Labu siamSumber : Data Primer
Penimbanganadonan
Blansing 5 menit
PencucianAir
Pengecilan Ukuran
Limbah Cair
Labu Siam
Penghancuran
Puree LabuSiam
PencampuranPuree Labu SiamTepung TapiokaGaram 5 gAir 250 mlBaking soda 2 g(Sesuaiperlakuanmasing-masing )
Pencetakan
Pengukusan 90˚C,± 5 menit
Pendinginan 1 hari
Pengeringan 2-3 hari
Kerupuk LabuSiamSiam
ANALISIS :1. Kadar Air2. Kadar Serat Kasar3. Kadar Lemak4. Tekstur5. Daya Kembang6. Organoleptik
(kesukaan dankerenyahan)
Penimbangan
Pemotongan
Kerupuk Labu SiamMentah
Digoreng
ANALISIS :Kadar Air
D. Prosedur Penelitian
20
Tahap pertama yang dilakukan pada analisis kadar air adalah
dengan mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105˚C
selama 30 menit. Cawan tersebut kemudian diletakkan ke dalam
desikator selama 15 menit dan dibiarkan sampai suhu ruang kemudian
ditimbang. Sampel sebanyak 2 g ditimbang setelah terlebih dahulu
dihaluskan dengan mortar. Cawan yang telah diisi sampel dikeringkan
dalam oven pada suhu 105˚C selama 3 jam. Cawan beserta isinya
kemudian didinginkan sampai suhu ruang dalam desikator (30 menit)
kemudian ditimbang. Perhitungan kadar air dapat dilihat sebagai
berikut:
B-CKadar air (%) = x 100%
B-A
Keterangan :
A = berat cawan kosong (g)
B = berat cawan dengan sampel awal (g)
C = berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (g)
1) Ditimbang 4 gram bahan kering, dimasukkan ke dalam thimble
(kertas saring pembungkus) kemudian dimasukkan ke dalam alat
soxhlet,
E. Prosedur Analisis
1. Uji Sifat Kimia
a. Uji kadar air (SNI 1992-01-2891)
b. Uji Kadar Serat Kasar (Sudarmadji, dkk., 1984)
21
2) Dipasang pendingin balik pada alat soklet, kemudian dihubungkan
dengan labu alas bulat 250 ml yang telah berisi 100 ml n-heksan,
selanjutnya dialirkan air sebagai pendingin. Ekstraksi dilakukan
lebih kurang selama 4 jam, sampai pelarut yang turun kembali ke
dalam labu alas bulat berwarna jernih.
3) Kemudian dikeringkan di oven pada suhu 50°C sampai berat
konstan. Dipindahkan ke dalam erlenmeyer 500 ml, ditambahkan
200 ml larutan H2SO4 0,2 N dihubungkan dengan pendingin balik,
dididihkan selama 30 menit,
4) Disaring dan dicuci residu dalam kertas saring dengan akuades
panas (suhu 80-90˚C) sampai air cucian tidak bersifat asam lagi
(diperiksa dengan indikator universal),
5) Dipindahkan residu ke dalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan
larutan NaOH 0,3 N sebanyak 200 ml, dihubungkan dengan
pendingin balik, dididihkan selama 30 menit,
6) Disaring dengan kertas saring kering yang diketahui beratnya,
residu dicuci dengan 25 ml larutan K2SO4 10% .
7) Dicuci lagi residu dengan 15 ml akuades panas (suhu 80- 90˚C),
kemudian dengan 15 ml alkohol 95%. Dikeringkan kertas saring
dengan isinya dalam oven pada suhu 105˚C, didinginkan dalam
desikator dan ditimbang sampai berat konstan.
22
Sebanyak 2 g sampel disebar di atas kapas yang beralas kertas
saring dan digulung membentuk thimble, kemudian dimasukkan ke
dalam labu soxhlet. Sampel diekstraksi selama 6 jam dengan pelarut
lemak berupa heksan sebanyak 150 mL. Lemak yang terekstrak
dikeringkan dalam oven pada suhu 100˚C selama 1 jam. Kadar lemak
dihitung dengan rumus:
Kadar lemak (%) =
Keterangan:
W1 = Bobot sampel (g)
W2 = Bobot labu (g)
W3 = Bobot labu + lemak (g)
Pengujian tekstur dapat dilihat dengan instrument Texture
Analyzer, merek Brookfield, tipe CT-03. Proses pelaksanaan
pengujian tekstur adalah kabel data dari Texture Analyzer dipastikan
tersambung ke CPU komputer yang telah dinyalakan. Jarum penusuk
sampel (probe) dipasang dan diatur posisinya sampai mendekati
sampel, kemudian program dari komputer dioperasikan untuk
menjalankan probe, sebelumnya dipastikan bahwa nilai yang ada pada
monitor nol. Kemudian pilih menu start test pada komputer sehingga
probe akan bergerak sampai menusuk sampel kerupuk labu siam.
c. Kadar lemak (SNI 1992-01-2891)
2. Uji Sifat Fisik
a. Uji Tekstur (Kusnadi, 2012)
23
Pengujian selesai apabila probe kembali keposisi semula. Hasil uji
akan terlihat dalam bentuk grafik dan nilai angka dinyatakan dalam
satuan gram force (gf). Nilai kerenyahan atau kekerasan dapat dilihat
pada angka yang ditunjukan oleh meter petunjuk. Semakin kecil angka
yang didapatkan, maka tingkat kerenyahannya semakin besar
Pengukuran pengembangan kerupuk dilakukan dengan cara
menghitung luas kerupuk labu siam yang masih mentah. Sampel
diukur panjang dan lebarnya kemudian dihitung luas kerupuk. Luas
kerupuk ditentukan dengan rumus:
Luas kerupuk = p x l
Keterangan:
P= panjang l= lebar
Selisih luas kerupuk goreng dengan luas kerupuk mentah
merupakan hasil pengembangan kerupuk, uji pengembangan dapat
dilakukan dengan cara menghitung berdasarkan presentase daya
kembang. Menghitung daya kembang yaitu dengan rumus:
P2-P1x 100%
P1
Keterangan:
P1 = Luas kerupuk mentah
P2 = Luas kerupuk goreng
b. Uji Daya Kembang (Zalviani, 1992)
24
Uji kesukaan juga disebut uji hedonik, panelis diminta
tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau ketidak sukaan. Skala
hedonic dapat direntangkan atau diciutkan menurut rentangan skala
yang dikehendaki. Skala hedonic dapat juga diubah menjadi skala
numerik dengan angka mutu menurut tingkat kesukaan, dengan data
numerik dapat dilakukan analisa secara statistik. Jumlah panelis pada
pengujian sebanyak 10 orang panelis dan setiap panelis diminta
menentukan tingkat kesukaan sampel. Kuisioner penilaian dapat
dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Kuisioner Penilaian Uji Kesukaan
Uji kerenyahan kerupuk labu siam merupakan uji mutu
hedonik. Pengujian dilakukan oleh 10 orang panelis agak terlatih.
Masing-masing panelis disajikan 6 sampel dan kuisioner yang berisi
skala uji mutu hedonik terhadap kerenyahan. Setiap panelis diberi
1. Ratio tepung tapioka dan labu siam berpengaruh terhadap kadar air
sebelum digoreng, kadar serat kasar, kadar lemak, tekstur, warna, rasa,
aroma, kerenyahan dan tidak berpengaruh terhadap kadar air setelah
digoreng, daya kembang.
2. Ratio tepung tapioka dan labu siam terbaik adalah P5(50:50),
menghasilkan kerupuk labu siam dengan karakteristik sebagai berikut:
Kadar air sebelum digoreng 8,148% ; kadar air setelah digoreng 3.813% ;
kadar serat kasar 2,1339% ; kadar lemak 17,5393% ; tekstur 2091,6 (gf) ;
daya kembang 101,8% dan uji organoleptik hedonik kesukaan terhadap
parameter warna dengan skor 5 (suka), rasa dengan skor 6,5 (amat suka),
aroma dengan skor 6 (amat suka), serta uji mutu hedonik kerenyahan
dengan skor 4,0 (agak renyah)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut menggunakan ratio tepung tapioka dan labu siam pada kerupuk
labu siam dan perlu diperhatikan rendemennya.
A. Kesimpulan
B. Saran
51
Amertaningtyas, D., Masdiana Ch. P., Manik E S., Abdul M, and Khothibul U.2010. Kualitas organoleptik (kerenyahan dan rasa) kerupuk kerupuk kulitkelinci pada teknik buang bulu yang berbeda. Fakultas Peternakan.Universitas Brawijaya Malang.Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak(JITEK). Volume 5 Nomor 1 (18-22).
Badan Pusat Statistik, 2013. Statistik Pertanian 2013. Jakarta: BPS. Desember2013
Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan (BKPP). (2012). Data Kandungan GiziBahan Pangan Pokok dan Penggantinya. Provinsi DIY. Diakses 28November 2018.http://bkppp.bantulkab.go.id/documents/20120725142651-data kandungan-gizibahan-pangan-dan-olahan.pdf
De Man, J.M. 1997. Principle of Food Chemistry. Penerjemah : KosasihPadmawinata. Institut Teknologi Bandung : Bandung.
Garayo, J. (2002). Vacuum fraying of potato chips. Journal of Food Engineerin.55:181-191.
Heliani, L. 2008. Teknologi Pengawetan Pangan. Alfabeta. Bandung.
Hermayanti, Yeni., G. Eli. 2006. Modul Analisa Proksimat. Padang : SMAK 3Padang.
Huda N. , Ang L. L., Chung X. Y. and Herpandi. 2010. Chemical Composition,Colour and Linear Expansion Properties of Malaysian Commercial FishCracker (Keropok). Asian Journal of Food and Agro-Industry 3(05), 473-482 ISSN 1906-3040.
Koswara, S. 2009. Pengolahan Aneka Kerupuk. Ebookpangan.com.
Lathifah, U. N. 2015. Pengaruh Penambahan Tepung Tapioka SebagaiPengganti“Bleng” (Boraks) Dalam PembuatanKerupuk Terhadap TingkatPengembanganDan Daya Terima Kerupuk Karak. [Skripsi]. UniversitasMuhammadiyah Surakarta. Surakarta.
Lavlinesia. 1995. Kajian Beberapa Faktor Pengembangan Volumetrik danKerenyahan Kerupuk Ikan. Tesis. Institute Pertanian Bogor. Bogor
DAFTAR PUSTAKA
52
Leach, H.M. 1965. Gelatinization of starch. In: R.L. Wisier dan E.F. Paschall(Eds). Starch Chemistry and Technology. Vol. I Academic Press, NewYork.
Mohamed S., N. Abdullah, dan M.K. Muthu. 1989. Physical Properties ofKeropok (Fried Crisps) in Relation to the Amylopectin Content of theStarch Flour. J sc. Food Agri 1989 (49):369-317.
Mulyana, Wahono, dan Indria. 2014. Pengaruh Proporsi (Tepung TempeSemangit: Tepung Tapioka) dan Penambahan Air terhadap KarakteristikKerupuk Tempe Semangit. Jurnal Pangan dan Agroindustri 2(4):113–120.
Nanin, Wahyuningtiyas. 2011. Produksi Pembuatan Kerupuk DenganSubstitusiPisang KepokKuning. Karya Tulis Ilmiah.Surakarta : UniversitasSebelasMaret.
Nugraheni, D, Ambarsari, I, dan Setiani, C, 2011. Kajian mutu dodol wortel danlabu siam. Prosiding Semiloka Nasional Dukungan Agro-Inovasi untukPemberdayaan Petani, 909 Kerjasama UNDIP. BPTP Jateng.
Nurhayati A. 2007. Sifat Kimia Kerupuk Goreng Yang Diberi PenambahanTepung Daging Sapi dan Perubahan Bilangan Tba Selama Penyimpanan.Skripsi. IPB. Bogor.
Prawitasari, I. Dan Estiningdriati,(2012). Kecernaan protein Kasar dan serat Kasarserta Laju Digesta pada Ayam Arab yang Diberi Ramsum dengan BerbagaiLevel Azolla Microphylla. Animal Agriculture Journal, 1: 417-83.
Putri, O.B. 2012. Pengaruh Pemberian Ekstrak Buah Labu Siam (Secheum edule)Terhadap penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus Wistar yang DiinduksiAloksan [skripsi]. UNDIP : Semarang
Rosida.2009. Evaluasi Nilai Gizi Pati Resisten Pada Produkdari Empat Jenis Pati.Jurusan Teknologi danI ndustri Pangan, Vol XX No. 1 Th. 2009.UPNVeteran. Jawa Timur.
Saade, R. L. (1996). Chayote. Sechium edule (Jacq.) Sw. Institut Sumber DayaGenetik Tanaman Internasional , 8-46.
[SNI] Standar Nasional Indonesia.1992. SNI 01-2891-1992: Cara Uji Makanandan Minuman. Jakarta (ID): Dewan Standardisasi Nasional.
53
Soekarto, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik. Bharata Karya Akasara : Jakarta.
Standar Nasional Indonesia. 1999. SNI 01-0222-1999. Syarat Mutu Kerupuk.Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.
Sudarmadji, S., dkk, 1984. Prosedur Analisa Untuk Makanan dan Pertanian.Liberti, Yogyakarta.
Suryani, D. A. L. 2001. Kualitas Kerupuk Rambak Kulit KambingPeranakanEtawah (PE) dan Peranakan Boer(PB) Ditinjau dari Kadar Air,DayaKembang, Rasa, dan Kerenyahan.Skripsi S-1, FakultasPeternakanUniversitas Brawijaya, Malang.
Tahir S. 1985. Mempelajari pembuatan dan karakteristik kerupuk tepung sagu(Metroxylon sago R) [skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian,Institut Pertanian Bogor.
Tarwiyah, K. 2001. Kerupuk. Dewan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, danIndustri Sumatera Barat, Teknologi dan Industri, Sumatra Barat.
Theodora, D. 2013. Pengaruh Proporsi Tapioka Dan Terigu TerhadapSifatFisikokimia Dan Organoleptik Kerupuk Berseledri [Skripsi].Universitas Katolik Widya Mandala. Surabaya
Tofan. 2008. Sifat Fisik dan Organoleptik Kerupuk yang Diberi PenambahanTepung Daging Sapi Selama Penyimpanan.Skripsi. Program StudiTeknologi Hasil Ternak. Fakultas Perternakan, Institut Pertanian. Bogor
USDA. 2013. Nutrien Values ad Weights are for Edible Portion of Chayote.National Database for Standare Reference Declease.
Whistler, R. C., E. F. Paschall, I. N. Bemiller, and H. I. Robert. 1984. Starch,Chemistry and Technology. Vol.11. Academic Press. New York.
Widati, Aris., Eny Sri Widyastuti., Rulita and Muhammad Sholehul Zenny. 2014.The effect of addition tapioca starch on quality of chicken meatball chipswith vacuum frying method. Jurnal Ilmu-ilmu Peternakan 21 (2): 11 - 27
Winarno, F. G., D. Fardiaz dan S. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan.PT. Gramedia, Jakarta.
Winarno, F. G. 1997. Pangan Gizi Teknologi dan Konsumsi. PT. GramediaPustaka Utama. Jakarta
Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta.
54
Winarno, F. G. 2010. Enzim Pangan. Bogor : M-Brio Press.Wiriano, H. 1984. Mekanisme Teknologi Pembuatan Kerupuk. Balai
Pengembangan Makanan Phytokimia, Badan Penelitian dan PengembanganIndustri, Departemen Perindustrian, Jakarta.
Zulviani, R. 1992. Mempelajari Pengaruh Berbagai Tingkat Suhu PenggorenganTerhadap Pengembangan Kerupuk Goreng. Bogor: Institut PertanianBogor.
55
Hasil perhitungan kadar air pada kerupuk labu sebelum digoreng