BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangKrisis keuangan 2007 2008
banyak dianggap oleh para ahli ekonomi sebagai krisis keuangan
terburuk sejak terjadinya Great Depression pada tahun 1930. Banyak
lembaga keuangan jatuh karena dampak yang ditimbulkan dari krisis
keuangan tersebut. Sektor properti di berbagai area juga menjadi
korban dari krisis tersebut, harga rumah di berbagai daerah di
Amerika jatuh dan banyak terjadi penyitaan rumah. Di Amerika
Serikat, rasio pengangguran meningkat dari 5% pada tahun 2008
menjadi 10% pada akhir tahun 2009. Jumlah pengangguran meningkat
dari 7 juta orang pada tahun 2008 menjadi 15 juta orang pada akhir
tahun 2009. International Labour Organization (ILO) memprediksikan
terdapat 20 juta orang yang akan kehilangan pekerjaannya pada akhir
tahun 2009 karena terjadinya krisis keuangan. Menurut ILO, angka
pengangguran tersebut akan bertambah menjadi 50 juta orang seiring
dengan memburuknya krisis keuangan pada tahun 2009.Negara-negara di
Eropa juga terkena dampak yang ditimbulkan dari krisis keuangan di
Amerika Serikat. Terus meningkatnya angka pengangguran, terutama
pengangguran usia muda, merupakan konsekuensi dari krisis yang
berkepanjangan di zona Eropa, contohnya Spanyol yang tingkat
penganggurannya mencapai 18,7% pada Mei 2009. Ada beberapa faktor
yang menjadi penyebab terjadinya krisis keuangan di Amerika
Serikat, yaitu, pemberian pinjaman dengan risiko tinggi yang
dilakukan oleh lembaga-lembaga keuangan Amerika Serikat, gagalnya
peran regulasi, credit rating yang dinyatakan terlalu tinggi, dan
produk keuangan berkualitas buruk dan berisiko tinggi yang didesain
dan dijual oleh beberapa bank investasi. Faktor-faktor tersebut
berkaitan satu sama lain dalam menciptakan krisis keuangan.Krisis
ini diawali dengan terjadinya gelembung ekonomi di bidang
perumahan, di mana harga-harga properti di Amerika Serikat terus
meningkat hingga mencapai puncaknya di awal tahun 2006. Melihat
harga rumah yang terus meningkat, banyak orang yang memanfaatkan
kesempatan ini untuk membeli rumah. Para pembeli rumah kemudian
mencari pinjaman untuk mendanai pembelian rumah tersebut. Bank
memberikan pinjaman hipotek kepada peminjam yang memiliki kemampuan
untuk membayar kembali pinjaman tersebut. Bank investasi kemudian
membeli hipotek tersebut dari bank pemberi pinjaman, dan
menggabungkan hipotek tersebut dengan pinjaman-pinjaman lain
seperti pinjaman mobil, pinjaman rumah, hutang kartu kredit, dan
lain-lain untuk menciptakan Collateralized Debt Obligation (CDO).
Badan pemberi rating menilai CDO yang akan dijual bank investasi
kepada investor, peringkat paling tinggi yang dapat diberikan
adalah AAA. Semakin tinggi rating yang diberikan, maka semakin
kecil risiko terjadinya kredit macet. Biasanya, investasi dengan
rating AAA memiliki kemungkinan gagal kurang dari 1%. Bank
investasi kemudian menjual CDO kepada investor-investor di seluruh
dunia. Jadi, saat peminjam membayar utangnya, uang tersebut akan
mengalir kepada investor, bukan kepada pemberi pinjaman.Untuk
memaksimalkan volume pemberian pinjaman, maka bank pemberi pinjaman
mempermudah syarat-syarat yang diperlukan seseorang untuk
memperoleh pinjaman. Bahkan orang-orang dengan kemampuan membayar
pinjaman yang rendah juga bisa mendapatkan pinjaman. Pinjaman
hipotek yang diberikan kepada peminjam dengan kemampuan membayar
yang rendah disebut subprime mortgage. Salah satu bank yang banyak
memberikan pinjaman dengan risiko tinggi adalah Washington Mutual
Bank. Untuk meningkatkan pertumbuhan dan profitnya, Washington
Mutual Bank memberikan ratusan miliar dollar pinjaman berisiko
tinggi dan menerbitkan sekuritas dengan kualitas rendah yang
mengakibatkan kerugian bagi investor dan bank, dan merusak sistem
keuangan Amerika Serikat. Dalam empat tahun, pemberian pinjaman
berisiko tinggi yang dilakukan Washington Mutual Bank mengalami
peningkatan dari 19% dari seluruh pemberian pinjaman pada tahun
2003 menjadi 55% di tahun 2006, sementara itu, pemberian pinjaman
dengan risiko rendah turun dari 64% menjadi 25%. Kemudahan dalam
memperoleh pinjaman mengakibatkan pinjaman masyarakat meningkat
dengan pesat. Pada tahun 2003, jumlah subprime mortgage kurang dari
1 untuk setiap 12 hipotek. Dalam dua tahun, angka tersebut
meningkat menjadi 1 subprime mortgage dari setiap 5 hipotek.
Kemudahan untuk mendapatkan pinjaman juga mengakibatkan
meningkatnya permintaan terhadap rumah. Semakin tinggi permintaan,
maka harga rumah juga semakin meningkat hingga menyebabkan
terjadinya gelembung di sektor perumahan. Gelembung perumahan
mencapai puncaknya pada awal tahun 2006, dan terus mengalami
penurunan pada tahun 2006 dan 2007, hingga mencapai titik terendah
pada tahun 2012. Gelembung perumahan mengakibatkan harga rumah yang
relatif stabil sejak tahun 1890 hingga tahun 1997 berakhir.
Kenaikan harga rumah pada periode tersebut hanya sebesar 2%. Ketika
harga rumah mencapai puncaknya pada tahun 2006, nilainya menjadi
dua kali lipat harga rumah rata-rata 1890-1997. Roubini telah
memperingatkan terdapat banyak bukti yang menunjukkan bahwa
gelembung aset yang telah beberapa kali terjadi dapat menyebabkan
kerusakan dan instabilitas pada ekonomi baik sektor riil maupun
sektor finansial.Bank pemberi pinjaman menjual Subprime mortgage
kepada bank investasi. Bank investasi kemudian membuat CDO yang
berasal dari subprime mortgage yang berisiko tinggi. Namun badan
pemberi rating tetap memberikan rating AAA, yang merupakan rating
paling tinggi. Bank investasi juga tidak peduli jika peminjam tidak
mampu membayar, semakin banyak CDO yang mereka jual, semakin besar
keuntungan yang mereka dapat.Rating AAA yang diberikan untuk CDO
mengakibatkan semakin banyak investor yang tertarik untuk
berinvestasi dalam bentuk CDO. Para investor tidak hanya
mempertaruhkan uang mereka dengan membeli investasi yang berisiko
tinggi, tetapi juga memperbesar risiko tersebut melalui angka rasio
pengungkit yang tinggi. Pengungkit merupakan strategi yang umum
digunakan oleh bank dan investor-investor besar untuk meningkatkan
ukuran investasi dengan cara meminjam uang agar laba (rugi) yang
didapat dari investasi tersebut semakin besar. Sebagai contoh,
investor ingin menginvestasikan uangnya sebesar $1 juta pada CDO,
dengan tingkat pengembalian tiap tahunnya sebesar 5%, maka pada
akhir tahun investor akan mendapatkan $50,000. Tapi dengan
menggunakan pengungkit, investor dapat meminjam $100 juta dengan
tingkat bunga 2% tiap tahun, maka investor dapat berinvestasi
sebesar $101 juta. Dan pada akhir tahun, investor akan mendapatkan
$5 juta dan memiliki utang bunga sebesar $2 juta. Dengan
menggunakan pengungkit, investor bisa mendapatkan $3 juta.
Keuntungan besar yang mungkin didapat dengan menggunakan pengungkit
terbukti dapat menarik banyak investor untuk berinvestasi. Pada
tahun 2004, SEC melonggarkan peraturan mengenai batas rasio
pengungkit yang mengakibatkan bank-bank dapat meningkatkan
perbandingan antara liabilitas dan ekuitasnya, semakin besar rasio
pengungkit, semakin besar liabilitas suatu perusahaan dibandingkan
dengan ekuitas. Sejak tahun 2002 hingga tahun 2007, rasio
pengungkit bank investasi meningkat sebesar dua kali
lipat.Peningkatan rasio pengungkit menunjukkan kepercayaan investor
yang terlalu tinggi terhadap investasi yang mereka lakukan. Karena
investor percaya bahwa nilai CDO akan terus meningkat, mereka
berani untuk mempertaruhkan lebih banyak uang. Pertaruhan tersebut
mungkin bisa membuat investor mendapat keuntungan yang sangat
besar. Namun, ketika investasi mengalami penurunan, maka kerugian
yang akan ditanggung investor semakin besar.Saat perusahaan yang
memiliki rasio pengungkit tinggi mengalami kerugian, maka dampaknya
juga dirasakan oleh perusahaan lain. Perusahaan tersebut akan
kesulitan membayar utangnya kepada pemberi pinjaman. Jika
perusahaan tersebut mengalami kebangrutan dan tidak bisa membayar
utangnya, maka perusahaan pemberi pinjaman akan kehilangan
investasinya. Ketika perusahaan pemberi pinjaman juga memiliki
rasio pengungkit yang tinggi, hal ini dapat mendorong terjadinya
kredit macet kepada bank ketiga yang mendanai pemberi pinjaman. Hal
ini dapat menciptakan efek domino, di mana kegagalan sebuah lembaga
keuangan akan mengakibatkan rantai kegagalan dan kebangkrutan
lembaga lain.Tiga dari lima perusahaan terbesar di Wall Street yang
mengalami kebangkrutan, yaitu, Merrill Lynch, Lehmann Brothers, dan
Bear Sterns. Selain dari ketiga perusahaan tersebut, banyak
perusahaan lain mengalami keadaan yang sama. Hal tersebut memaksa
pemerintah Amerika Serikat pada saat itu untuk mengeluarkan bailout
untuk mencegah kebangkrutan perusahaan yang lebih luas. Pada saat
terjadinya krisis, perusahaan dengan kinerja yang baik seharusnya
dapat bertahan dan perusahaan dengan kinerja buruk memiliki risiko
bangkrut yang lebih besar. Untuk menilai kinerja suatu perusahaan,
dapat digunakan rasio profitabilitas. Rasio ini menunjukkan
kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba.Berdasarkan pemaparan
latar belakang di atas, penulis memutuskan untuk melakukan
penelitian dengan judul Analisis Diskriminan Terhadap Rasio
Keuangan Lembaga Keuangan Di Amerika Serikat Tahun 200420071.2
Perumusan Masalah1. Apakah rasio pengungkit dan rasio
profitabiltias dapat digunakan untuk mengidentifikasi perusahaan
yang bangkrut atau diakuisisi dan perusahaan yang bertahan pada
saat krisis keuangan global?1.3 Tujuan Penelitian1. Untuk
mengetahui apakah rasio pengungkit dan rasio profitabilitas dapat
digunakan untuk mengidentifikasi perusahaan yang bangkrut atau
diakuisisi dan perusahaan yang bertahan pada saat krisis keuangan
global.1.4 Manfaat Penelitian1. Bagi PenulisHasil penelitian ini
bermanfaat untuk menambah wawasan penulis mengenai krisis keuangan
dan penyebabnya serta dampaknya terhadap lembaga keuangan di AS. 2.
Bagi Lembaga KeuanganLembaga-lembaga keuangan besar diharapkan
mampu membatasi tingkat rasio pengungkit agar krisis kuangan yang
sama tidak terjadi lagi di masa yang akan datang.3. Bagi Peneliti
SelanjutnyaHasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber
informasi bagi peneliti selanjutnya.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 Lembaga KeuanganPerusahaan terbagi
dua, yaitu, perusahaan non-keuangan dan perusahaan keuangan, atau
biasa disebut lembaga keuangan. Perusahaan non-keuangan menjalankan
usahanya dengan membuat produk seperti, mobil, komputer, dan
lain-lain, dan menyediakan jasa seperti, jasa transportasi, jasa
pengiriman, dan lain-lain. Lembaga keuangan adalah perusahaan yang
menyediakan jasa-jasa keuangan kepada individu yang meliki
penghasilan lebih tinggi dari pengeluarannya dan kepada individu
yang pengeluarannya melebihi penghasilannya. Di dalam Fabozzi et
al. (2009), lembaga keuangan menyediakan salah satu atau lebih jasa
di bawah ini:1. Mengubah aset keuangan yang diperoleh dari pasar
dan membuat aset-aset tersebut menjadi aset keuangan dengan jenis
yang berbeda dan lebih disukai2. Melakukan pertukaran aset keuangan
atas nama pelanggan3. Melakukan pertukaran aset keuangan untuk
lembaga itu sendiri4. Memberikan bantuan dalam menciptakan aset
keuangan untuk pelanggannya, dan kemudian menjual aset tersebut
kepada anggota pasar lainnya5. Memberikan saran dalam berinvestasi
kepada anggota pasar lainnya6. Mengatur portofolio milik anggota
pasar lainnyaBurton et al. mengklasifikasikan lembaga keuangan
sebagai berikut:1. Commercial BanksBank merupakan salah satu jenis
perantara keuangan yang terbesar dan memiliki peranan penting dalam
menjadi penyalur dana dari pemberi pinjaman kepada para peminjam.
Bank meminjam dana dan kemudian membayar bunga atas pinjaman
tersebut. Dana yang telah dipinjam tadi disalurkan bank kembali
dalam bentuk pinjaman dan mengenakan bunga yang lebih tinggi kepada
para peminjam untu mendapatkan laba. Sebagai perantara, bank
komersial membuat keputusan-keputusan, seperti: 1) tingkat bunga
yang akan dibayar oleh bank untuk dana yang dipinjamnya dari
depositor, 2) jenis deposito yang akan mereka tawarkan ke publik,
3) bunga yang akan mereka bebankan kepada para peminjam dana, 4)
jenis pinjaman yang akan mereka berikan, dan 5) jenis sekuritas
yang akan mereka beli.2. Savings AssociationsBurton et al.
mengklasifikasikan saving associations ke dalam dua jenis, yaitu
savings banks dan savings and loan associations. a. Savings
BanksKonsep saving banks dicetuskan oleh penulis Inggris, Daniel
DeFoe. Namun, saving banks pertama didirikan oleh Henry Duncan pada
tahun 1810. Tujuan pembentukannya adalah untuk mendorong
orang-orang miskin dan para pekerja untuk menabung sehingga
kemiskinan dapat berkurang.Di Amerika Serikat, saving banks mulai
muncul tahun 1816 dengan dimulainya operasi The Philadelphia
Savings Fund Society sebagai mutual saving banks. Mutual saving
banks adalah saving banks yang tidak memiliki pemegang saham yang
mana asetnya dikelola demi keuntungan para pemiliknya. Bentuk lain
dari saving banks di Amerika Serikat adalah stock saving banks,
yaitu saving banks yang menjual sahamnya kepada publik.b. Savings
and Loan Associations (S&L)Tujuan dibentuknya S&L adalah
mengumpulkan dana simpanan dari penduduk lokal untuk mendanai
mereka dalam membeli rumah. S&L pertama didirikan pada tahun
1831 di Frankfort, Pennsylvania. Untuk menjamin kualitas pinjaman,
keanggotaan dan pinjaman dibatasi secara geografis dalam radius 5
mil atau 8 km. Pada awal masa pembentukannya, S&L mendorong
para pemegang sahamnya untuk meninggalkan dananya di lembaga
tersebut hingga semua anggotanya mampu membeli sebuah rumah. Untuk
mengambil dana lebih awal, pemilik dana harus mengajukan
pemberitahuan satu bulan sebelumnya dan akan dikenakan denda
sebesar 5%. Setelah seluruh anggota dapat membeli rumah, maka
asosiasi tersebut dibubarkan.
3. Credit UnionsCredit unions merupakan lembaga penyimpanan
kooperatif, nirlaba, milik anggota, dan bebas pajak yang beroperasi
untuk keuntungan anggotanya, baik yang menabung atau yang meminjam
dana, yang memiliki ikatan yang sama. Tidak seperti savings
associations, yang mengadakan pinjaman rumah jangka panjang, credit
unions mengkhususkan pinjaman jangka pendek dalam jumlah kecil. Hal
lain yang membedakan credit unions dengan savings associations
adalah keanggotannya, masyarakat umum tidak bisa mengikuti credit
unions. Berdasarkan hukum, anggota credit unions harus memiliki
kesamaan atau ikaatan yang sama, seperti pegawai, serikat pekerja,
atau wilayah geografis.4. Insurance Companies (Perusahaan
Asuransi)Insurance cimpanies (perusahaan asuransi) adalah jenis
perantara keuangan berjenis kontraktual yang menawarkan proteksi
kepada masyarakat akan biaya-biaya berkaitan dengan kehilangan
nyawa, kesehatan, atau kepemilikan. Sebagai bayarannya, yang
disebut premium, perusahaan asuransi setuju untuk melakukan
pembayaran terhadap terjadinya peristiwa tertentu yang belum pasti.
Premium digunakan untuk membeli aset keuangan hingga pemegang polis
melakukan klaim. Selama perusahaan mampu menghasilkan pendapatan
melalui premium dan penghasilan dari investasi lebih tinggi
daripada klaim asuransi yang dilakukan, perusahaan akan mendapatkan
laba. 5. Pension Plans (Dana Pensiun)Pension plans pertama di
Amerika Serikat didirikan unutk menyediakan penghasilan bagi
veteran perang yang cacat karena Perang Revolusi. Pemerintah
federal terus menjad salah satu penyedia utama dana pensiun untuk
para veteran dan pegawai pemerintah yang sudah pensiun melalui
program-programnya. Untuk membantu para pekerja dan orang-orang
yang akan segera memasuki masa pensiun, dana pensiun dibuat untuk
menyediakan penghasilan kepada pekerja atau pasangan mereka setelah
pekerja tersebut pensiun, menjadi cacat, atau meninggal. 6. Finance
Companies (Perusahaan Pembiayaan)Perusahaan pembiayaan merupakan
salah satu perantara keuangan yang meminjamkan dana 1) kepada rumah
tangga yang digunakan untuk konsumsi mereka, 2) kepada perusahaan
untuk mendanai pembelian mesin atau peralatan, dan 3) kepada
konsumen dan perusahaan untuk pinjaman real estate. Berbeda dari
bank komersial, perusahaan pembiayaan tidak menyediakan jasa
penyimpanan uang. Dana yang didapat oleh perusahaan pembiayaan
berasal dari penerbitan obligasi, atau meminjam dalam jumlah besar
dari bank komersial. Dana tersebut kemudian dibuat untuk membuat
pinjaman konsumsi, bisnis, dan real estate yang relatif kecil.
Sebagai kompensasi atas risiko kredit macet yang lebih besar,
tingkat bunga yang dibebankan oleh perusahaan pembiayaan lebih
tinggi daripada bank-bank umumnya.
7. Securities Firms (Perusahaan Sekuritas)Perusahaan sekuritas
membantu sistem keuangan berjalan dengan baik. Dua fungsi utama
perusahaan sekuritas adalah investment banking dan membeli serta
menjual sekuritas yang diterbitkan. Investment banking bertugas
memasarkan sekuritas yang baru diterbitkan ke dalam pasar utama.
Broker dan dealer membantu pemasaran sekuritas tersebut ke pasar
sekunder. Pada tahun 1990-an, perusahaan sekuritas mengalami
pertumbuhan pesat dengan volume perdagangan harian rata-rata
sekuritas di Amerika Serikat meningkat sebesar 512%. Industri ini
mengalami penurunan pada awal 2000-an, dan naik kembali mulai tahun
2003 hingga tahun 2007. Namun, tren tersebut berhenti di tahun 2008
ketika krisis keuangan terjadi.8. Investment Companies (Perusahaan
Investasi)Perusahaan investasi dapat berbentuk open-end atau
closed-end. Perushaan berbentuk open-end terus-menerus menjual
saham baru kepada publik atau membeli kembali saham yang beredar di
publik. Mayoritas perusahaan investasi yang berbentuk open-end
disebut mutual funds. Mutual funds adalah perusahaan investasi yang
mengumpulkan dana dari banyak investor kecil dengan cara menjual
saham. Ketika permintaan meningkat, saham yang diterbitkan juga
akan lebih banyak. Karena mutual funds hanya menjual dan membeli
saham milik mereka sendiri, maka sahamnya tidak diperdagangkan di
bursa saham. Perusahaan yang memiliki bentuk closed-end juga
menjual saham seperti perusahaan lainnya, namun tidak membeli
kembali saham-saham tersebut.9. Financial ConglomeratesFinancial
conglomerates adalah perusahaan yang memiliki dan mengoperasikan
beberapa jenis perusahaan perantara keuangan dan lembaga keuangan
yang berbeda. Financial conglomerates biasanya lahir dari merger
antara beberapa perusahaan. sebagai contoh, sebuah financial
conglomerates dapat memiliki bank komersial, dana pensiun,
perusahaan sekuritas, dan perusahaan asuransi.Lembaga keuangan yang
memiliki peranan paling penting adalah perantara keuangan, yaitu
lembaga yang menyediakan jembatan penghubung antara pihak yang
memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana. Lembaga
keuangan merupakan bagian dari sistem keuangan yang memiliki fungsi
dan struktur yang kompleks.Karena sistem keuangan merupakan hal
vital untuk ekonomi yang sehat, pemerintah membuat regulasi dan
mengawasi kegiatannya. Aturan-aturan tersebut dibuat dengan tujuan
untuk meningkatkan dan mengefisienkan sistem keuangan. Dengan
membuat dan memberlakukan regulasi pada pasar keuangan dan lembaga
keuangan, regulator berusaha untuk meningkatkan kompetisi dan
efisiensi dengan tetap mempertahankan keamanan dan kekuatan
sistem.2.2 Krisis KeuanganSeiring berjalannya waktu, cara-cara baru
untuk mengumpulkan dan menggunakan dana semakin berkembang. Karena
inovasi keuangan yang terjadi dan beberapa faktor lainnya, badan
regulator di Amerika Serikat mulai mempertimbangkan kembali manfaat
dari beberapa regulasi. Beberapa regulasi dihapus karena
peraturan-peraturan tersebut dianggap tidak lagi efektif karena
terdapat celah-celah yang dapat dimanfaatkan perusahaan. Pada tahun
2008, terjadi krisis keuangan yang dianggap para analis bahwa
deregulasi yang dilakukan merupakan sebagian sebabnya.Teori
instabilitas keuangan Minsky menyatakan kecenderungan suatu sistem
keuangan untuk mengalami periode krisis dan kebangkrutan. Krisis
keuangan yang mengakibatkan merosotnya perekonomian terjadi karena
kondisi perusahaan yang bergantung pada pinjaman untuk menjalankan
kegiatan mereka semakin memburuk. Selama ekonomi dalam keadaan
stabil, pemberi pinjaman terlalu yakin bahwa pinjaman yang mereka
berikan akan dibayar, hal ini menyebabkan krisis keuangan dapat
terjadi. Keyakinan yang berlebihan tersebut menyebabkan kreditor
memberikan pinjaman berisiko, yang mana akan menghasilkan kredit
macet, berkurangnya penyaluran kredit, dan berakibat buruk pada
sistem keuangan secara menyeluruh.Minsky berpendapat bahwa ekonomi
terdiri dari tiga unit pengeluaran, yaitu:1. Hedge Spending
UnitPada unit ini, pendapatan (arus masuk) yang diantisipasi lebih
besar daripada pembayaran kewajiban (arus keluar). Sebagai contoh,
perusahaan yang penjualannya dapat dengan mudah menutup semua
pengeluaran, termasuk pembayaran pinjaman ke bank, gaji, sewa, dan
berbagai pengeluaran lainnya, kondisi seperti ini diharapkan akan
terus bertahan hingga masa depan. Kemungkinan terjadinya kredit
macet atau kebangkrutan pada unit ini sangat kecil, kecuali terjadi
penurunan arus masuk yang tiba-tiba.2. Speculative Spending
UnitPada unit ini, arus keluar berpotensi lebih besar daripada arus
masuk ketika terjadi kenaikan pada tingkat suku bunga. Speculative
unit memiliki ketidakpastian yang lebih besar daripada hedge unit.
Ketika terjadi kenaikan tingkat suku bunga, perusahaan hedge unit
dapat bertahan dengan arus kas masuk yang ada, sedangkan perusahaan
speculative unit harus mencari dana lain, misalnya dengan
menerbitkan obligasi baru, agar arus kas masuk bisa menutupi arus
kas keluar.3. Ponzi Spending UnitPada unit ini, arus masuk ke
perusahaan tidak dapat digunakan untuk membayar baik kewajiban
maupun bunganya. Dengan kondisi seperti itu, perusahaan harus
meminjam lebih banyak dana atau menjual aset-asetnya guna membayar
kewajiban yang telah jatuh tempo. Menurut Minsky, ketiga unit
tersebut digunakan untuk menentukan kesehatan sistem keuangan. Jika
perekonomian didominasi oleh hedge spending unit, maka perekonomian
berada dalam keadaan sehat, kecil kemungkinan terjadi kredit macet
dan krisis keuangan. Ketika perekonomian didominasi oleh
speculative spending unit, sistem keuangan menjadi lebih rapuh dan
memiliki ketergantungan lebih tinggi terhadap dana pinjaman.
Terjadinya kebangkrutan atau kenaikan pada tingkat suku bunga dapat
mengakibatkan meluasnya kegagalan membayar pinjaman, hingga
menyebabkan kebangkrutan yang lebih luas pada perekonomian. Jika
yang mendominasi perekonomian adalah ponzi spending unit,
kebangkrutan akan segera terjadi jika perusahaan tidak dapat
meningkatkan pinjamannya untuk menutupi pinjaman sebelumnya.
Tingkat rasio pengungkit perusahaan menjadi sangat tinggi. Jika
perusahaan gagal untuk mendapatkan pinjaman tambahan, maka
perusahaan tidak dapat membayar utangnya, mengakibatkan kredit
macet yang lebih jauh dan luas. Semakin besar ketergantungan ini,
potensi terjadinya krisis keuangan semakin besar. Ketika
perekonomian sedang berada dalam kondisi yang baik, perusahaan
meningkatkan rasio utang terhadap laba mereka. Perekonomian berada
dalam kondisi yang berbahaya dan rapuh. Kebangkrutan suatu bank
menjadi berbahaya karena dapat menyebabkan efek domino ketika
tingkat pengungkit tinggi. Selama terjadi penurunan dalam
perkenomian seperti yang terjadi saat Great Depression,
kebangkrutan meluas dan terjadi deflasi pada nilai aset. Kreditor
menjadi berhati-hati dalam memberi pinjaman. Utang-utang perusahaan
semakin berkurang dibandingkan saat terjadinya krisis. Kreditor dan
debitor enggan untuk meningkatkan pinjaman mereka. Perusahaan tidak
lagi memiliki tingkat pengungkit yang tinggi untuk menjaga agar
arus keluar tidak lebih tinggi daripada arus masuk. Mishkins dan
Eakins (2012) membagi krisis keuangan yang terjadi di Amerika
Serikat ke dalam tiga tahap.1. Inisiasi Krisis KeuanganKrisis
keuangan dapat diawali dengan beberapa cara, yaitu: Inovasi dan
kebebasan keuangan dengan manajemen yang salahKrisis keuangan
terjadi ketika suatu negara menganut kebebasan keuangan,
penghapusan beberapa larangan dalam pasar dan lembaga keuangan,
atau munculnya bentuk pinjaman dengan jenis yang baru atau produk
keuangan yang baru. Kebebasan keuangan memiliki kekurangan, yaitu
dapat mendorong lembaga keuangan mengeluarkan lebih banyak
pinjaman, yang disebut credit boom. Namun, pemberi pinjaman tidak
memiliki keahlian untuk mengelola risiko yang akan dihadapi dengan
baik. Bahkan dengan manajemen yang baik, credit boom pada akhirnya
akan mengalahkan kemampuan lembaga tersebut untuk memantau risiko
kredit, yang akan membawa lembaga tersebut memberikan pinjaman
dengan risiko yang tinggi. Harga aset yang meningkat pesat dan
turun tiba-tibaHarga aset seperti saham dapat meningkat dari nilai
fundamentalnya berdasarkan psikologi investor. Peningkatan harga
aset tersebut disebut gelembung harga aset (asset-price bubble).
Gelembung harga aset sering juga diakibatkan karena ledakan kredit,
di mana peningkatan pinjaman yang besar digunakan untuk mendanai
pembelian aset, sehingga harga aset menjadi naik.Ketika gelembung
itu pecah, maka harga aset akan kembali sejajar dengan nilai
fundamentalnya, harga saham jatuh, dan net worth perusahaan akan
turun. Turunnya harga aset juga mengakibatkan neraca perusahaan
terlihat semakin buruk, memaksa mereka untuk menurunkan tingkat
rasio pengungkit, dan menyebabkan aktivitas ekonomi menurun.
Tingkat suku bunga yang naikSuku bunga yang meningkat juga menjadi
sebab terjadinya krisis keuangan melalui dampaknya terhadap arus
kas. Arus kas yang cukup berarti perusahaan dapat mendanai kegiatan
usahanya. Peningkatan suku bunga yang terjadi dapat mengakibatkan
arus kas perusahaan menurun. Berkurangnya arus kas membuat
perusahaan harus mendapatkan dana dari sumber eksternal, dari bank
misalnya. Ketidakpastian yang meningkatKrisis keuangan di AS
biasanya dimulai pada periode di mana tingkat ketidakpastian
tinggi, seperti pada awal resesi, jatuhnya pasar saham, atau
kegagalan lembaga keuangan besar. Di mana informasi sulit didapat,
masalahmasalah pilihan yang merugikan (adverse selection) dan
bahaya moral (moral hazard) semakin meningkat, sehingga mengurangi
pemberian pinjaman dan aktivitas ekonomi.2. Krisis
PerbankanMemburuknya neraca perusahaan dan kondisi bisnis yang
semakin keras memaksa sebagian lembaga keuangan ke arah insolvensi,
ketika net worth menjadi negatif. Ketidakmampuan bank dalam
membayar nasabah dan para kreditor menyebabkan bank menjadi
bangkrut. Jika kondisi tersebut cukup parah, hal ini dapat memicu
kepanikan bank, di mana banyak bank mengalami kegagalan secara
bersamaan. Semakin sedikit bank yang beroperasi, informasi mengenai
kelayakan kredit para peminjam menjadi hilang. Masalah adverse
selection dan moral hazard semakin parah, dan perekonomian jatuh
semakin dalam. Pada akhirnya, pihak berwenang memeriksa sistem
perbankan, menutup perusahaan yang insolven dan menjualnya atau
melikuidasi mereka. Ketidakpastian dalam pasar keuangan menurun,
pasar saham membaik, dan tingkat suku bunga menurun. Masalah
adverse selection dan moral hazard menghilang, krisis keuangan
mereda, dan perekonomian kembali pulih.3. Deflasi UtangKetika
merosotnya perkekonomian menyebabkan harga-harga menurun dengan
tajam, proses pemulihan ekonomi akan berbeda. Dalam kondisi ini,
terjadi proses deflasi utang, di mana terjadi penurunan yang tak
diduga pada tingkat harga, menyebabkan net worth perusahaan semakin
buruk karena bertambahnya tanggungan utang. Aktivitas perekonomian
juga semakin menurun.2.3 Rasio PengungkitMenurut Kasmir dan Jakfar
(2003: 126), rasio pengungkit adalah rasio yang digunakan untuk
mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai dengan utang. Rasio
ini juga mengukur kemampuan perusahaan untuk menjaga
keberlangsungan operasinya dengan membandingkan tingkat utang
dengan ekuitas dan aset perusahaan. Dengan kata lain, rasio ini
menilai going-concerns perusahaan dan kemampuannya membayar
kewajiban dalam jangka panjang. 2.3.1 Debt to Asset RatioDebt atau
kewajiban merupakan kemungkinan pengorbanan masa depan dari manfaat
ekonomi yang timbul dari kewajiban sekarang dari kesatuan tertentu
untuk mentransfer aktiva atau jasa produktif ke kesatuan lain
dimasa depan sebagai hasil dari transaksi masa lalu. Kewajiban
dikelompokkan berdasarkan jatuh temponya, yaitu:1. Kewajiban Jangka
Pendek2. Kewajiban Jangka PanjangMenurut FASB Statement of
Financial Accounting Concepts No. 3 Aset adalah keuntungan ekonomis
masa depan yang mungkin akan diperoleh atau dikendalikan perusahaan
tertentu sebagai hasil transaksi atau peristiwa masa lalu. Aset
perusahaan dapat memiliki wujud fisik, seperti kas dan persediaan,
atau tidak memiliki wujud, seperti paten dan goodwill.Untuk melihat
porsi utang yang terdapat di dalam aset perusahaan, dapat digunakan
debt to asset ratio atau yang dikenal juga sebagai debt ratio.
Rasio ini digunakan untuk mengukur perbandingan antara total utang
dengan total aset. Total utang yang optimal pada satu perusahaan
dapat berbeda dengan perusahaan lainnya. Pada umumya, utang yang
rendah mengindikasikan risiko yang lebih rendah bagi para
investor2.3.2 Debt to Equity RatioSetiap perusahaan membutuhkan
dana untuk menjalankan setiap aktivitasnya. Dana yang digunakan
perusahaan berasal dari utang dan dari modal pemilik. Pada laporan
posisi keuangan, struktur kepemilikan perusahaan dapat dilihat pada
bagian ekuitas. Ekuitas adalah hak residual pemilik dalam
perusahaan yaitu selisih antara aset dengan liabilitas perusahaan.
Debt to equity ratio digunakan untuk melihat perbandingan seberapa
banyak perusahaan didanai melalui utang dan modal pemilik. Debt to
equity ratio digunakan untuk mengukur perbandingan antara total
utang dengan total ekuitas. Perusahaan yang memiliki jumlah utang
yang tinggi akan memiliki Debt to equity ratio yang tinggi,
sebaliknya, perusahaan dengan ekuitas yang tinggi memiliki Debt to
equity ratio yang rendah. 2.4 Rasio ProfitabilitasRasio
profitabilitas adalah rasio yang digunakan untuk menilai kemampuan
perusahaan dalam mendapatkan laba. Tingkat profitabilitas yang
tinggi menunjukkan bahwa manajemen perushaan mampu menghasilkan
laba secara efektif. Rasio profitabilitas yang digunakan pada
penelitian ini adalah Profit Margin. Rasio ini membandingkan
operating income perusahaan dengan net sales. Operating income juga
disebut EBIT. Pengukuran terhadap profitabilitas perusahaan
merupakan hal yang penting bagi investor dan manajer. 2.5 Tinjauan
Penelitian TerdahuluPenelitian mengenai kondisi rasio pengungkit
pada saat sebelum dan ketika terjadi krisis keuangan telah beberapa
kali dilakukan. Kalemli-Ozcan et al. meneliti rasio pengungkit
perusahaan-perusahaan di dunia untuk tahun 2000-2009. Data yang
digunakan pada penelitian tersebut bersumber dari database ORBIS
yang disediakan Bureau van Dijk Electronic Publishing antara tahun
2000-2009. Sampel yang digunakan pada penelitian ini hanya bank /
perusahaan jasa keuangan dan perusahaan non-keuangan besar karena
perusahaan non-keuangan yang kecil tidak memiliki peran dalam
krisis keuangan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa hanya terdapat
perbedaan antara rasio pengungkit perusahaan non-keuangan dan bank
komersial di dunia dengan rasio pengungkit bank komersial di
Amerika Serikat dan bank investasi di seluruh dunia. Pada awal
2000-an, terdapat peningkatan rasio pengungkit pada bank investasi
dan perusahaan keuangan. Peningkatan rasio pengungkit tidak
terlihat pada bank komersial dan perusahaan non-keuangan. Bank-bank
yang beroperasi pada pasar yang memiliki regulasi bank ketat dan
perlindungan investor yang lebih kuat menujukkan penurunan rasio
pengungkit yang lebih rendah secara signifikan.Penelitian lain
dilakukan oleh Altunok dan Oduncu. Penelitian dilakukan terhadap
perusahaan non-keuangan untuk periode 2003-2009. Data-data yang
diperlukan diperoleh dari Borsa Istanbul. Hasil yang diperoleh dari
penelitian ini menunjukkan pertumbuhan penjualan perusahaan
non-keuangan yang kurang baik seiring dengan meningkatnya rasio
pengungkit perusahaan.Tabel 2.1 Penelitian TerdahuluNama
PenelitiJudul PenelitianAnalisis PenelitianHasil Penelitian
Fatih Altunok dan Arif OduncuFirm Leverage and Financial
CrisisPeneltitan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari
Borsa IstanbulPertumbuhan penjualan yang kurang baik berkaitan
dengan meningkatnya rasio pengungkit perusahaan sebelum krisis
keuangan global.
Sebnem Kalemli-Ozcan, Bent Sorensen, dan Sevcan YesiltasLeverage
Across Firms, Banks, and CountriesMenggunakan data sekunder yang
diperoleh dari database ORBIS.Data-data dari beberapa negara
kemudian dibandingkan.Pada penilitian ini ditemukan: 1) terdapat
peningkatan rasio pengungkit pada bank investasi sebelum krisis
sub-prime; 2) tidak nampak peningkatn rasio pengungkit pada bank
komersial dan perusahaan non-keuangan.
2.6 Kerangka KonseptualDalam menjalankan kegiatannya, perusahaan
membutuhkan dana, yang berasal dari pemilik perusahaan itu sendiri
atau berasal dari utang. Untuk mendapatkan tambahan dana,
perusahaan menerbitkan saham dan obligasi. saham termasuk ke dalam
ekuitas dan obligasi termasuk ke dalam utang perusahaan. Jumlah
utang dan ekuitas suatu perusahaan yang digunakan untuk mendanai
kegiatannya dapat dibandingkan dengan menggunakan debt to equity
ratio. Semakin besar nilai rasio tersebut, semakin besar perusahaan
didanai oleh utang. Perusahaan yang sebagian besar kegiatannya
didanai melalui utang, maka perusahaan tersebut akan memiliki debt
to asset ratio yang besar.Teori Minsky mengatakan terdapat tiga
spending unit, yaitu hedge spending unit, speculative spending
unit, dan ponzi spending unit. Masing-masing unit memiliki risiko
kebangkrutan yang berbeda-beda. Unit yang memiliki risiko
kebangrutan yang paling rendah adalah hedge spending unit dan unit
yang paling berisiko mengalami kebangkrutan adalah ponzi spending
unit.Risiko yang tinggi pada ponzi spending unit disebabkan karena
penggunaan utang yang berlebihan sehingga arus masuk perusahaan
menjadi lebih kecil daripada arus keluar. Perusahaan yang meminjam
terlalu banyak dana dapat mengalami kebangkrutan ketika dunia usaha
mengalami penurunan, sedangkan perusahaan dengan rasio pengungkit
yang rendah dapat bertahan. Arus masuk yang menjadi semakin kecil
karena meningkatnya arus keluar menjadikan profitabilitas
perusahaan semakin menurun, menyebabkan risiko perusahaan mengalami
kebangkrutan semakin besar. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat
diasumsikan bahwa perusahaan yang mengalami kebangkrutan dan
perusahaan yang bertahan menghadapi krisis keuangan 2008 memiliki
rasio pengungkit yang berbeda.
Debt to Asset RatioDebt to Equity RatioProfit MarginDebt to
Asset RatioDebt to Equity RatioProfit MarginPerusahaan jasa
keuangan yang bangkrut atau diakuisisi.Perusahaan jasa keuangan
yang bertahan pada saat krisis keuanganGambar 2.1Kerangka
Konseptual2.7 Hipotesis PenelitianMenurut Sarwono (2006 : 26)
hipotesis adalah jawaban sementara dari persoalan yang kita teliti.
Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah, landasan teori
dan kerangka konseptual, maka hipotesis penelitian ini adalah
sebagai berikut:1. H1: rasio pengungkit dapat digunakan untuk
mengidentifikasi perusahaan yang bangkrut atau diakuisis dan
perusahaan yang bertahan pada saat krisis keuangan global.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN3.1 Jenis PenelitianPenelitian ini
menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif. Menurut Sugiono
(2003:14) penelitian kuantitatif adalah penelitian dengan
memperoleh data yang berbentuk angka atau data kualitatif yang
diangkakan. Jenis penelitian ini adalah penelitian komparatif.
Sifat dari penelitian komparatif adalah membandingkan. Penelitian
ini dilakukan dengan cara membandingkan persamaan dan perbedaan dua
atau lebih fakta-fakta dan sifat-sifat objek yang di teliti
berdasarkan kerangka pemikiran tertentu. Jenis penelitian ini
digunakan untuk membandingkan antara dua kelompok atau lebih dari
suatu variabel tertentu. 3.2 Definisi Operasional VariabelVariabel
penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang,
obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Variabel merupakan suatu konsep yang dapat diukur dengan
menggunakan salah satu dari empat skala pengukuran. Variabel juga
dapat berarti sarana untuk memperoleh pemahaman terhadap masalah
yang sedang diteliti secara benar. Peneliti menggunakan
variabel-variabel yang telah ditentukannya untuk menguji benar atau
tidaknya asumsi dan rumusan masalah yang sudah dibuat sebelumnya.
Variabel memiliki posisi penting dalam penelitian, yaitu sebagai
objek penelitian. Untuk memudahkan peneliti dalam mengukur dan
mencari hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya,
peneliti perlu mendefinisikan variabel secara operasional. Menurut
Sarwono (2006), operasionalisasi variabel bermanfaat untuk: 1)
mengidentifikasi kriteria yang dapat diobservasi yang sedang
didefinisikan; 2) menunjukkan bahwa suatu konsep atau objek mungkin
mempunyai lebih dari satu definisi operasional; 3) mengetahui bahwa
definisi operasional bersifat unik dalam situasi di mana definisi
tersebut harus digunakan.Penelitian ini menggunakan dua variabel,
yaitu:a. Variabel IndependenMenurut Kumar (2011), variabel
independen adalah penyebab yang dapat mengubah suatu situasi atau
fenomena. Variabel ini sering disebut sebagai variable bebas,
variabel perlakuan, variabel pengaruh, variabel kausa, atau
variabel stimulusb. Variabel DependenVariabel dependen adalah
variabel yang menunjukkan hasil atau akibat dari perubahaan yang
terjadi pada variabel independen. Variabel ini sering disebut
sebagai variabel output, konsekuen, variabel terpengaruh, atau
variabel terikat.3.2.1 Variabel Independen3.2.1.1 Debt to Asset
Ratio (X1)Aset dan debt (kewajiban) merupakan komponen dari laporan
keuangan yang harus diungkapkan perusahaan. Aset adalah tiap sumber
daya yang dimiliki oleh perusahaan. Aset tersebut diperoleh
perusahaan melalui dana yang didapat melalui utang atau modal
pemilik.Debt atau utang merupakan kewajiban perusahaan kepada
entitas lain akibat dari transaksi yang terjadi di masa lalu.
Kewajiban yang dimaksud meliputi seluruh kewajiban perusahaan yang
diungkapkan di laporan keuangan pada bagian liabilitas, baik
kewajiban jangka panjang maupun kewajiban jangka pendek.. Rasio ini
dapat dihitung dengan membagi total liabilitas dengan total aset.
Rumus debt ratio adalah:
3.2.1.2 Debt to Equity Ratio (X2)Ekuitas adalah hak pemilik
terhadap aset perusahaan. Pada laporan keuangan, ekuitas disajikan
dibawah liabilitas. Jumlah total ekuitas dan total liabilitas harus
sama dengan jumlah total aset. Ekuitas menunjukkan jumlah dana
perusahaan yang diperoleh dari pemilik. Debt to equity ratio dapat
digunakan untuk melihat perbandingan antara dana yang diperoleh
dari kreditor dan pemilik. Rasio ini dapat dihitung dengan membagi
total liabilitas dengan total ekuitas, dengan rumus sebagai
berikut:
3.2.1.3 Profit Margin (X3)Profit margin merupakan rasio salah
satu rasio profitabilitas, yaitu rasio yang digunakan untuk menilai
efektivitas kinerja suatu perusahaan. Rasio ini digunakan untuk
membandingkan operating income dengan net sales. Jumlah operating
income dan net sales perusahaan dapat dilihat pada laporan laba
rugi. Rasio ini dihitung dengan cara membagi jumlah operating
income dengan net sales. Rumus Profit Margin:
3.2.2 Variabel Dependen (Y) Variabel yang digunakan pada
penelitian ini adalah lembaga keuangan di Amerika Serikat. Lembaga
keuangan yang dimaksud adalah perusahaan jasa keuangan, yaitu
perusahaan di industri keuangan yang menyediakan jasa-jasa keuangan
seperti melakukan pengelolaan dana. Pada saat terjadi krisis
keuangan di Amerika Serikat, banyak lembaga keuangan yang mengalami
kebangkrutan dan diakuisisi. Tidak sedikit juga lembaga keuangan
yang dapat bertahan menghadapi krisis tersebut. Maka, pada
penelitian ini variabel dependen dibagi ke dalam dua kelompok,
yaitu: 1) lembaga keuangan yang bangkrut atau diakuisisi dan;2)
lembaga keuangan yang bertahan pada saat terjadi krisis keuangan
2007-2008.3.3 Skala Pengukuran VariabelVariabel penelitian dapat
diukur dengan menggunakan empat skala, yaitu:a. Skala NominalSkala
nominal merupakan sistem pengukuran yang memberikan simbol angka
kepada peristiwa-peristiwa untuk memberikan tanda pada tiap
peristiwa tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengidentifikasi tiap
peristiwa yang berbeda. Skala nominal mampu mengklasifikasikan
individual dan objek berdasarkan karakteristik yang sama.
Objek-objek tersebut dibagi ke dalam beberapa subgrup yang mana
subgrup-subgrup tersebut memiliki ciri yang sama.b. Skala
OrdinalSkala ordinal memiliki semua sifat yang dimiliki skala
nominal. Selain mengkategorikan objek penelitian kedalam beberapa
kategori, skala ordinal juga mengurutkan kategori tersebut.c. Skala
IntervalSkala ini memiliki ciri seperti skala ordinal, yaitu
memiliki subkategori dan mengurutkannya baik dari urutan terbesar
ke terkecil atau sebaliknya. Skala interval juga menggunakan skala
pengukuran yang menempatkan objek penelitian ke dalam suatu
interval. d. Skala RasioSkala rasio memiliki sifat dari ketiga
skala lainnya dengan kelebihan skala ini memiliki nilao nol (0)
absolut. Pengukuran skala rasio biasanya dalam bentuk perbandingan
antara satu individu atau objek dengan yang lainnya.Variabel pada
penelitian ini diukur dengan menggunakan skala nominal dan skala
rasio. Skala nominal digunakan untuk mengukur variabel dependen dan
skala rasio digunakan untuk mengukur variabel independen. Tabel
3.1Definisi Operasional dan Skala Pengukuran
VariabelVariabelDefinisi OperasionalParameterSkala Pengukuran
Debt to Asset ratio (X1)Perbandingan antara total liabilitas
dengan total aset perusahaanRasio
Debt to Equity Ratio (X2)Perbandingan antara total liabilitas
dengan total ekuitas perusahaanRasio
Profit Margin(X3)Perbandingan antara operating income panjang
dengan net salesRasio
Lembaga Keuangan (Y)Perusahaan yang memberikan jasa-jasa
keuangan.Perusahaan yang beroperasi di industri keuangan yang
menyediakan jasa-jasa dan produk-produk keuangan.Nominal
3.4 Populasi dan Sampel PenelitianSarwono (2006: 111)
mendefinisikan populasi sebagai seperangkat unit analisis yang
lengkap yang sedang diteliti. Populasi dari penelitian ini adalah
lembaga keuangan di Amerika Serikat yang menerbitkan laporan
keuangan dari tahun 2004-2007. Lembaga keuangan dipilih sebagai
populasi dikarenakan krisis keuangan yang terjadi diakibatkan oleh
lembaga keuangan yang memiliki rasio pengungkit tinggi.Setelah
menentukan populasi, langkah selanjutnya adalah menetapkan sampel
penelitian. Menurut Sarwono (2006: 111) sampel adalah sub dari
seperangkat elemen yang dipilih untuk dipelajari. Sampel pada
penelitian ini dipilih dengan menggunakan metode purposive
sampling. Untuk itu, ditetapkan kriteria sampel sebagai berikut:1.
Memiliki aset minimal sebesar $ 150 miliar pada tahun 2006.2.
Menerbitkan laporan keuangan untuk tahun 2004 - 2007.3. Masuk ke
dalam daftar Forbes 2000 tahun 2007.Tabel 3.2Daftar Sampel
Penelitian Untuk Perusahaan yang BertahanNo.PeringkatNama
PerusahaanIndustriAset (miliar $)
1.1CitigroupBanking1,884.32
2.2Bank of AmericaBanking1,459.74
3.5JPMorgan ChaseBanking1,120.65
4.16Berkshire HathawayDiversified Financials1,020.93
5.25Morgan StanleyDiversified Financials979.41
6.25Goldman Sachs GroupDiversified Financials841.3
7.34Wells FargoBanking527.72
8.62MetLifeInsurance707.12
9.88Prudential FinancialInsurance346.29
10.91LoewsInsurance157.55
11.99AllstateInsurance350.43
12.102American ExpressDiversified Financials326.71
13.109US BancorpBanking178.49
14.135Travelers CosInsurance199.95
15.140Hartford Financial ServiceInsurance248.44
Tabel 3.3Daftar Sampel Penelitian Untuk Perusahaan yang Bangkrut
atau DiakuisisiNo.PeringkatCompanyIndustryAset (miliar $)
1.6AIGInsurance1,351.52
2.32Merrill LynchDiversified Financials838.2
3.35WachoviaBanking503.55
4.57Fannie MaeDiversified Financials752.25
5.83Lehman Bros HoldingsDiversified Financials482
6.104Freddie MacDiversified Financials446.9
7.110Washington MutualBanking219.23
8.168Countrywide FinancialDiversified Financials182.2
9.202Bear Stearns CosDiversified Financials150
3.5 Jenis DataPenelitian ini menggunakan data sekunder. Menurut
Sarwono (2006:123), data sekunder adalah data yang sudah tersedia
sehingga peneliti tinggal mencari dan mengumpulkan data tersebut.
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari
laporan keuangan tahunan lembaga keuangan di Amerika Serikat pada
tahun 2004-2007. Laporan keuangan diperoleh melalui situs Stock and
Exchange Commission atau dari sumber lain untuk periode pengamatan
yang dibutuhkan. 3.6 Metode Pengumpulan DataMetode pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumentasi.
Menurut Indrawan dan Yaniawati (2014: 139), teknik pengumpulan data
melalui studi dokumentasi diartikan sebagai upaya untuk memperoleh
data dan informasi berupa catatan tertulis/gambar yang tersimpan
berkaitan dengan masalah yang diteliti. Kajian dokumen dilakukan
dengan cara menelaah data yang telah diperoleh dari dokumen,
catatan, file, dan sumber-sumber lain yang sudah
didokumentasikan.
3.7 Metode Analisis3.2.1 Uji Asumsi dalam Analisis
DiskriminanAda dua asumsi utama yang harus dipenuhi dalam analisis
diskriminan, yaitu:a. Uji NormalitasUji Normalitas adalah sebuah
pengujian yang dilakukan untuk mengecek apakah data yang sedang
diteliti mempunyai sebaran normal atau tidak . Uji statistik yang
dapat digunakan dalam uji normalitas adalah Uji Kolmogorov Smirnov.
Di lihat melalui grafik, data yang terdistribusi secara normal akan
menyebar di garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal.
Sedangkan data yang menyebar jauh dari diagonalnya dan atau tidak
mengikuti arah garis diagonal tidak menunjukkan pola distribusi
normal, maka asumsi normalitas tidak terpenuhi.Data yang
berdistribusi normal ditunjukkan dengan nilai signifikansi diatas
0,05. Uji K-S dilakukan dengan membuat hipotesis:Ho = Data
berdistribusi normalH1 = Data tidak berdistribusi normalBesar taraf
signifikansi, yaitu sebesar 0,05.Dasar pengambilan keputusan dalam
uji K-S adalah sebagai berikut:a. Apabila Asymp sig (2 tailed) <
0,05, maka Ho ditolak, yang berarti data berdistribusi tidak
normal.b. Apabila Asymp sig (2 tailed) > 0,05, maka Ho diterima,
yang berarti data berdistibusi normal.b. Uji Kesamaan VarianUji
Kesamaan Varian dilakukan untuk melihat apakah matriks
varian-kovarian dalam kelompok sama atau berbeda. Jika covariance
kedua kelompok tidak sama, maka proses analisis tidak dapat
dilanjutkan. Untuk melakukan pengujian terhadap asumsi ini
dilakukan melalui Boxs Test of Equality of Covariance Matrices.
Covariance matrices kedua kelompok dapat dikatakan sama, jika
memenuhi kriteria sebagai berikut:a. Jika nilai signifikansi pada
Boxs M < 0,05, maka dikatakan kovarian kedua kelompok berbeda,
dan proses analisis diskriminan tidak bisa dilakukan.b. Jika nilai
signifikansi pada Boxs M > 0,05, maka dikatakan kovarian kedua
kelompok sama, dan proses analisis diskriminan dapat
dilanjutkan.3.2.2 Uji Hipotesis3.2.1.1 Uji PerbedaanUji Perbedaan
dilakukan untuk melihat apakah terdaat perbedaan dalam rasio
pengungkit lembaga keuangan yang bertahan dan lembaga keuangan yang
bangkrut atau diakuisisi. Pengujian dapat dilakukan dengan
menggunakan uji Independent sample t Test. Uji Independent sample t
Test dilakukan terhadap data yang terdistribusi normal, dan
menggunakan alat uji Mann Whitney Test jika data terdistribusi
tidak normal.Dasar pengambilan keputusan uji Independent sample t
Test adalah sebagai berikut:1. Apabila nilai asymp. Sig (2-tailed)
> 05 atau probabilitas variabel bebas > 0,05 maka rasio
keuangan antara lembaga keuangan yang bertahan dan yang bangkrut
tidak terdapat perbedaan.2. Apabila nilai asymp. Sig (2-tailed)
< 05 atau probabilitasnya < 0,05 maka terdapat perbedaan
rasio keuangan lembaga keuangan yang bertahan dan yang
bangkrut.3.2.1.2 Analisis DiskriminanMenurut Indrawan dan Yaniawati
(2014:179) analisis diskriminan adalah salah satu teknik yang
digunakan untuk menjelaskan atau memprediksi variabel terikat
berdasarkan dua atau lebih kelompok variabel bebas dengan
mengklasifikasikan objek beberapa kelompok. Analisis diskriminan
digunakan untuk mengetahui apakah antarkelompok variabel dependen
terdapat perbedaan yang jelas. Pengujian yang dilakukan akan
menggunakan Multiple Discriminant Analysis (MDA). Metode stepwise
digunakan untuk menguji dan menyeleksi variabel independen sehingga
model prediksi yang paling tepat untuk memprediksi status
perusahaan bisa diperoleh. Model prediksi yang diperoleh dengan
menggunakan MDA:
D1 = d0 + d1X1 + d2X2 +.+ dpXpDi mana:D1= skor dari fungsi
diskriminand1 = koefisien pembobotd0 = konstantaX =
variabel-variabel diskriminan yang digunakan dalam analisis
Dengan membandingkan skor fungsi diskriminan dengan nilai
optimum cutting score (Zcu), perusahaan dapat diklasifikasikan ke
dalam perusahaan yang bertahan atau perusahaan yang bangkrut.
DAFTAR PUSTAKAKasmir dan Jakfar, 2003. Studi Kelayakan Bisnis,
Perpustakaan Nasional, Jakarta.Subramanyam, K.R. dan John J. Wild,
2010. Analisis Laporan Keuangan Buku 1, Salemba Empat,
Jakarta.Indrawan, R. dan Poppy Yaniawati, 2014. Metodologi
Penelitian, Refika Aditama, Bandung.Sarwono, Jonathan, 2006. Metode
Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Graha Ilmu,
Yogyakarta.Kothari, C.R., 2004. Research Methodology: Methods and
Techniques, New Age International, New Delhi.Burton, M., Reynold
Nesiba dan Bruce Brown, 2015. An Introduction to Financial Markets
and Institutions 2nd Edition, Routledge, New York.Mishkin, F.S. dan
Stanley G. Eakins, 2012. Financial Markets and Institutions 7th
Edition, Pearson Education, Boston.Fabozzi, F.J., Franco Modigliani
dan Frank F. Jones, 2010. Foundation of Financial Markets and
Institutions 4th Edition, Pearson Education, Boston.Rist, M. dan
Albert J. Pizzica, 2015. Financial Ratio for Executives, Apress,
New York.Kumar, R., 2011. Research Methodology: a Step-by-Step
Guide for Beginners, Sage, London.Tuanakotta, T.M., 1986. Teori
Akuntansi Buku Dua, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, Jakarta.Hendriksen, E.S., 1982. Teori Akuntansi Edisi
Keempat, Penerbit Erlangga, Jakarta.Reeve, J.M., Carl S. Warren dan
Jonathan E. Duchac, 2007. Principles of Accounting 22nd Edition,
Thompson South-Western, Mason.
Committee on Homeland and Governmental Affairs. 2011. Wall
Street and The Financial Crisis: Anatomy of A Financial Collapse.
http://
www.hsgac.senate.gov/public/_files/Financial_Crisis/FinancialCrisisReport.pdf
(11 April 2015)Roubini, Nouriel. 2006. Why Central Banks Should
Burst Bubbles. http://www.iie.com/publications/wp/wp06-1.pdf (11
April 2015)Beachy, Ben. 2012. A Financial Crisis Manual: Causes,
Consequences, and Lessons of the Financial Crisis.
http://www.ase.tufts.edu/gdae/Pubs/wp/12-06BeachyFinancialCrisis.pdf
(15 April 2015)
6