1
RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : TAHUN
2011
TENTANG PELESTARIAN WARISAN BUDAYA, SUMBER DAYA GENETIKA DAN
PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL PRODUK MASYARAKAT JAWA BARAT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang :
a. bahwa Jawa Barat memiliki berbagai khasanah budaya dan produk
yang merupakan hasil cipta, karsa dan karya masyarakat Jawa Barat
yang harus dilestarikan, dilindungi, dibina dan dikembangkan
sebagai jati diri masyarakat Jawa Barat serta aset nasional; b.
bahwa dalam upaya menjaga, memelihara dan melestarikan warisan
budaya dan produk masyarakat serta untuk melindungi dari pengakuan
oleh pihak lain, baik yang bersifat fisik maupun non fisik, perlu
dilakukan upaya strategis melalui perlindungan, konservasi dan
revitalisasi serta fasilitasi Hak Kekayaan Intelektual produk
masyarakat Jawa Barat, sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan b, perlu menetapkan Peraturan Daerah
Provinsi Jawa Barat tentang Pelestarian Warisan Budaya dan
Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual Produk Masyarakat Jawa
Barat;
Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan
Provinsi Jawa Barat (Berita Negara Republik Indonesia tanggal 4
Juli 1950) Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1950 tentang
Pemerintahan Jakarta Raya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1950 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
15) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan
Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4744)
dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi
Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 182,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4010); 2.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
2 3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan
Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan
Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3564); 4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3816); 5. Undang-Undang
Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 241, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4043); 6. Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 242, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4044); 7. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang
Desain Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor 243, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4045);
8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak
Sirkuit Terpadu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor 244 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4046);
9. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4130); 10. Undang-Undang Nomor 15 Tahun
2001 tentang Merek (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001
Nomor 110, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4131);
11. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 85, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4220); 12. Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali,
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 13.
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 14. Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2010 tentang Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5168); 15. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5234);
3 16. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang
Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3258) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5145); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2004
tentang Tata Cara Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 106, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4423); 18.Peraturan Pemerintah
Nomor 29 Tahun 2004 tentang Sarana Produksi Berteknologi Tinggi
untuk Cakram Optik (Optical Disc) (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4425); 19. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 20.
Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 115, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4763); 21. Peraturan
Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833); 22.
Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2007 tentang Pengesahan
Convention for the Safeguarding of the Intangible Cultural
Herritage (Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Takbenda)
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 81); 23.
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2003 tentang
Pelestarian dan Pengembangan Bahasa, Sastera dan Aksara Daerah
(Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 Nomor 5 Seri E);
24. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 7 Tahun 2003 tentang
Pengelolaan Kepurbakalaan, Kesejarahan, Nilai Tradisional dan
Museum (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 Nomor 7 Seri
E); 25. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 3 Tahun 2005
tentang Pembentukan Peraturan Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Jawa
Barat Tahun 2005 Nomor 13 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi
Jawa Barat Nomor 15) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2010 tentang Perubahan
atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 3 Tahun 2005
tentang Pembentukan Peraturan Daerah (Lembaran Daerah Provinsi Jawa
Barat Tahun 2010 Nomor 5 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi
Jawa Barat Nomor 71);
4 26. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2006
tentang Pengelolaan Kawasan Lindung (Lembaran Daerah Provinsi Jawa
Barat Tahun 2006 Nomor 1 Seri E, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi
Jawa Barat Nomor 2); 27. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor
10 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Provinsi Jawa Barat
(Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2008 Nomor 9 Seri D,
Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 46); 28.
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2010 tentang
Penyusunan dan Pengelolaan Program Legislasi Daerah (Lembaran
Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2010 Nomor 1 Seri E, Tambahan
Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 68); 29. Peraturan Daerah
Provinsi Jawa Barat Nomor 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi Jawa Barat Tahun 2009-2029 (Lembaran Daerah
Provinsi Jawa Barat Tahun 2010 Nomor 22 Seri E, Tambahan Lembaran
Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 86); Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA BARAT dan GUBERNUR
JAWA BARAT MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG
PELESTARIAN WARISAN BUDAYA DAN PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN
INTELEKTUAL PRODUK MASYARAKAT JAWA BARAT. BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan: 1. Daerah
adalah Provinsi Jawa Barat. 2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur
dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan
Daerah Provinsi Jawa Barat. 3. Pemerintah Kabupaten/Kota adalah
Bupati/Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah. 4. Gubernur adalah Gubernur Jawa Barat. 5.
Kabupaten/Kota adalah Kabupaten/Kota di Jawa Barat. 6. OPD adalah
Organisasi Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa
Barat yang terkait dengan tugas dan fungsi pelestarian warisan
budaya dan perlindungan Hak Kekayaan Intelektual produk masyarakat.
7. Kebudayaan Jawa Barat adalah hasil cipta, karsa dan karya
masyarakat yang hidup dan berkembang secara turun temurun dalam
lingkungan masyarakat di Jawa Barat.
5 8. Warisan Budaya adalah kebudayaan yang terdapat di Daerah
baik fisik maupun non fisik, berupa cagar budaya, sejarah dan
budaya, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu,
benda pusaka, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi,
permainan tradisional, karya seni lainnya dan pengetahuan
tradisional. 9. Pelestarian Warisan Budaya adalah upaya dinamis
untuk mempertahankan keberadaan warisan budaya dan nilainya dengan
cara melindungi, mengembangkan dan memanfaatkannya. 10. Cagar
Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa benda cagar
budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar
budaya, dan kawasan cagar budaya di darat dan/atau di air yang
perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi
sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama dan/atau kebudayaan
melalui proses penetapan. 11. Pengetahuan Tradisional adalah karya
intelektual di bidang pengetahuan dan teknologi yang mengandung
unsur karakteristik warisan tradisional yang dihasilkan,
dikembangkan, dan dipelihara oleh komunitas atau masyarakat
tertentu. 12. Ekspresi Budaya Tradisional (Folklore) adalah
sebagian kebudayaan kolektif yang tersebar dan diwariskan secara
turun temurun dengan berbagai macam jenis, secara tradisional dalam
versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang
disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat
(mnemonic device). 13. Produk Masyarakat adalah sesuatu yang
dihasilkan oleh masyarakat yang dapat ditawarkan ke pasar untuk
mendapatkan perhatian, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi dan dapat
memenuhi suatu keinginan atau kebutuhan, baik berupa barang maupun
jasa. 14. Hak Kekayaan Intelektual yang selanjutnya disebut HKI
adalah hak eksklusif yang diberikan oleh peraturan
perundangundangan kepada seseorang atau sekelompok orang atas karya
ciptanya, meliputi hak cipta, paten, merek, desain industri,
rahasia dagang, varietas tanaman dan desain tata letak sirkuit
terpadu. 15. Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau
penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau
memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan. 16. Pencipta adalah seorang atau beberapa orang
secara bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu ciptaan
berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan
atau keahlian, yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan
bersifat pribadi. 17. Paten adalah hak eksklusif yang diberikan
oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang
teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri
invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak
lain untuk melaksanakannya. 18. Merek adalah tanda berupa gambar,
nama, kata, hurufhuruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi
dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan
dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
6 19. Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan
tempat, wilayah tertentu atau daerah asal suatu barang, yang karena
faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia,
atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri,
karakteristik, reputasi atau kualitas tertentu pada barang yang
dihasilkan. 20. Indikasi Asal adalah adalah suatu tanda yang
memenuhi ketentuan tanda indikasi geografis yang tidak didaftarkan
atau semata-mata menunjukkan asal suatu barang atau jasa. 21.
Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi,
atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau
gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi
yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga
dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan
suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan.
22. Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum
di bidang teknologi dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena
berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh
pemilik rahasia dagang. 23. Varietas Tanaman adalah sekelompok
tanaman dari suatu jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk
tanaman, pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah, biji, dan ekspresi
karakteristik genotipe atau kombinasi genotipe yang dapat
membedakan dari jenis atau spesies yang sama oleh
sekurang-kurangnya satu sifat yang menentukan dan apabila
diperbanyak tidak mengalami perubahan. 24. Sirkuit Terpadu adalah
suatu produk dalam bentuk jadi atau setengah jadi, yang di dalamnya
terdapat berbagai elemen dan sekurang-kurangnya satu dari elemen
tersebut adalah elemen aktif, yang sebagian atau seluruhnya saling
berkaitan serta dibentuk secara terpadu di dalam sebuah bahan
semikonduktor yang dimaksudkan untuk menghasilkan fungsi
elektronik. 25. Desain Tata Letak adalah kreasi berupa rancangan
peletakan tiga dimensi dari berbagai elemen, sekurang-kurangnya
satu dari elemen tersebut adalah elemen aktif, serta sebagian atau
semua interkoneksi dalam suatu sirkuit terpadu dan peletakan tiga
dimensi tersebut dimaksudkan untuk persiapan pembuatan sirkuit
terpadu. 26. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh Pemegang HKI
kepada pihak lain untuk memanfaatkan Hak Kekayaan Intelektual
tersebut dengan persyaratan tertentu. 27. Hak Moral adalah hak yang
melekat pada diri pencipta atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan
atau dihapus dengan alasan apapun, walaupun hak cipta atau hak
terkait telah dialihkan. 28. Hak Ekonomi adalah hak untuk
mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan serta produk hak terkait.
29. Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut
Pejabat PPNS adalah Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan
Pemerintah Daerah yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya meliputi
pelestarian warisan budaya dan perlindungan Hak Kekayaan
Intelektual produk masyarakat.
7 30. Ekonomi Kreatif adalah kegiatan ekonomi berdasarkan pada
kreativitas, keterampilan dan bakat individu untuk menciptakan daya
kreasi dan daya cipta individu yang bernilai ekonomis dan
berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat. BAB II MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2 Maksud dan tujuan pelestarian warisan budaya dan
perlindungan HKI produk masyarakat Jawa Barat adalah : a. menjaga,
memelihara dan melestarikan warisan budaya sebagai jati diri
masyarakat Jawa Barat dan aset nasional; b. melindungi warisan
budaya, sumberdaya genetika untuk pangan dan pertanian (genetic
resources for food and agriculture), folklore dan produk masyarakat
Jawa Barat dari pengakuan oleh pihak lain baik yang bersifat fisik
maupun non fisik; c. memfasilitasi HKI terkait produk dan jasa
hasil industri dan perdagangan yang berkaitan dengan hasil ekonomi
kreatif; dan d. mendorong peningkatan kreativitas dan inovasi
masyarakat Jawa Barat melalui pendaftaran HKI. BAB III RUANG
LINGKUP Pasal 3 Ruang lingkup pelestarian warisan budaya dan
perlindungan HKI produk masyarakat Jawa Barat meliputi upaya : a.
pelestarian warisan budaya melalui perlindungan, pengembangan dan
pemanfaatan; b. perlindungan atas hasil karya cipta dan karsa yang
dituangkan dalam bentuk produk dan non produk dengan nilai seni
maupun nilai tambah ekonomi, dan bukan merupakan hasil duplikasi
milik orang lain; dan c. fasilitasi perolehan HKI produk masyarakat
Jawa Barat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB IV
PELESTARIAN WARISAN BUDAYA Bagian Kesatu Perlindungan Paragraf 1
Umum Pasal 4 (1) Pemerintah Daerah memberikan perlindungan atas
warisan budaya Daerah. (2) Perlindungan atas warisan budaya Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap : a. cagar
budaya, meliputi : 1. benda cagar budaya; 2. bangunan cagar budaya;
3. struktur cagar budaya;
8
4. situs cagar budaya; dan 5. kawasan cagar budaya. b. ekspresi
budaya tradisional (folklore), meliputi : 1. cerita rakyat dan
puisi rakyat; 2. lagu-lagu rakyat dan musik instrumen tradisional;
3. tarian-tarian rakyat dan permainan tradisional; 4. hasil seni
berupa lukisan, gambar, ukiran-ukiran, pahatan, mosaik, perhiasan,
kerajinan tangan, pakaian, instrumen musik dan tenun tradisional;
dan 5. karya seni lainnya. c. pengetahuan tradisional, meliputi :
1. pengetahuan medis dan lingkungan secara tradisional; 2.
pengetahuan bercocok tanam/pertanian tradisional; 3. pengetahuan
berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya genetik secara tradisional;
4. pengetahuan pemecahan masalah teknik secara tradisional; dan 5.
pengetahuan tradisional lainnya. d. sumberdaya genetik, meliputi :
1. sumberdaya tanaman; 2. sumberdaya hewan; 3. sumberdaya mikroba;
dan 4. sumberdaya lain yang berkaitan dengan fungsi-fungsi
genetika. Pasal 5 Perlindungan warisan budaya Daerah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 dilakukan dengan cara inventarisasi,
penyelamatan, pengamanan, zonasi, pemeliharaan dan pemugaran
warisan budaya serta nilai-nilai kebudayaan Daerah. Paragraf 2
Inventarisasi Pasal 6 (1) Pemerintah Daerah wajib melakukan
Inventarisasi warisan budaya sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan. (2) Inventarisasi warisan budaya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh OPD terkait. Paragraf 3
Penyelamatan Pasal 7 (1) Penyelamatan warisan budaya Daerah
dilakukan untuk : a. mencegah kerusakan karena faktor manusia
dan/atau alam yang mengakibatkan berubahnya keaslian dan
nilai-nilai yang menyertainya; dan b. mencegah pemindahan dan
beralihnya pemilikan dan/atau penguasaan warisan budaya Daerah yang
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
9 (2) Penyelamatan warisan budaya Daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dalam keadaan darurat dan keadaan biasa.
Pasal 8 (1) Cagar budaya Daerah yang terancam rusak, hancur atau
musnah, dapat dipindahkan ke tempat lain yang aman. (2) Pemerintah
Daerah wajib menjaga dan merawat cagar budaya Daerah dari
pencurian, pelapukan atau perusakan baru. Paragraf 4 Pengamanan
Pasal 9 (1) Pengamanan warisan budaya Daerah dilakukan untuk
menjaga dan mencegah warisan budaya agar tidak hilang, hancur atau
musnah. (2) Pengamanan warisan budaya Daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan kewajiban pemilik dan/atau pihak yang
menguasai benda warisan budaya Daerah. Pasal 10 (1) Pengamanan
warisan budaya Daerah harus memperhatikan pemanfaatannya bagi
kepentingan sosial, pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan,
agama, kebudayaan dan/atau pariwisata. (2) Pengamanan warisan
budaya Daerah dapat dilakukan dengan memberi pelindung, menyimpan
dan/atau menempatkannya pada tempat yang terhindar dari gangguan
alam dan manusia. Paragraf 5 Zonasi Pasal 11 (1) Perlindungan
warisan budaya Daerah dilakukan dengan menetapkan batas-batas
keluasannya dan pemanfaatan ruang melalui sistem zonasi berdasarkan
hasil kajian. (2) Sistem zonasi untuk warisan budaya Daerah dalam
bentuk cagar budaya Provinsi atau mencakup lebih dari 1 (satu)
Kabupaten/Kota, ditetapkan oleh Peraturan Gubernur. (3) Pemanfaatan
zona pada cagar budaya dapat dilakukan untuk tujuan rekreatif,
edukatif, apresiatif dan/atau religi. Pasal 12 (1) Sistem zonasi
mengatur fungsi ruang pada warisan budaya Daerah, baik vertikal
maupun horizontal. (2) Pengaturan zonasi secara vertikal dapat
dilakukan terhadap lingkungan alam di atas cagar budaya di darat
dan/atau di air. (3) Sistem zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat terdiri atas : a. zona inti; b. zona penyangga; c. zona
pengembangan; dan/atau d. zona penunjang.
10 (4) Penetapan luas, tata letak dan fungsi zona, ditentukan
berdasarkan hasil kajian, dengan mengutamakan peluang peningkatan
kesejahteraan rakyat. Paragraf 6 Pemeliharaan Pasal 13 (1) Setiap
orang wajib memelihara warisan budaya Daerah yang dimiliki dan/atau
dikuasainya. (2) Warisan budaya Daerah yang ditelantarkan oleh
pemilik dan/atau yang menguasainya, dapat dikuasai oleh Pemerintah
Daerah. Pasal 14 Pemeliharaan dilakukan dengan cara merawat warisan
budaya Daerah, untuk mencegah dan menanggulangi kerusakan akibat
pengaruh alam dan/atau perbuatan manusia. Pemeliharaan cagar budaya
Daerah dapat dilakukan di lokasi asli atau di tempat lain, setelah
terlebih dahulu didokumentasikan secara lengkap. Perawatan cagar
budaya dilakukan dengan pembersihan, pengawetan dan perbaikan atas
kerusakan dengan memperhatikan keaslian bentuk, tata letak, gaya,
bahan dan/atau teknologi cagar budaya. Perawatan cagar budaya yang
berasal dari air harus dilakukan sejak proses pengangkatan sampai
ke tempat penyimpanannya dengan tata cara khusus. Paragraf 7
Pemugaran Pasal 15 Pemugaran bangunan cagar budaya dan struktur
cagar budaya yang rusak dilakukan untuk mengembalikan kondisi fisik
dengan cara memperbaiki, memperkuat dan/atau mengawetkannya melalui
pekerjaan rekonstruksi, konsolidasi, rehabilitasi dan restorasi.
Pemugaran cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memperhatikan : a. keaslian bahan, bentuk, tata letak, gaya
dan/atau teknologi pengerjaan; b. kondisi semula dengan tingkat
perubahan sekecil mungkin; c. penggunaan teknik, metode dan bahan
yang tidak bersifat merusak; dan d. kompetensi pelaksana di bidang
pemugaran. Pemugaran harus memungkinkan dilakukannya penyesuaian
pada masa mendatang dengan tetap mempertimbangkan keamanan
masyarakat dan keselamatan cagar budaya. Pemugaran yang berpotensi
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan sosial dan
lingkungan fisik harus didahului analisis mengenai dampak
lingkungan, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemugaran bangunan cagar budaya dan struktur cagar budaya wajib
memperoleh izin Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai
kewenangan, berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(1)
(2)
(3)
(4)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
11
(1)
(2)
(3)
(4)
Bagian Kedua Pengembangan Paragraf 1 Umum Pasal 16 Pengembangan
cagar budaya dilakukan dengan memperhatikan prinsip kemanfaatan,
keamanan, keterawatan, keaslian dan nilai-nilai yang melekat
padanya. Setiap orang dapat melakukan pengembangan cagar budaya
setelah memperoleh : a. izin Pemerintah/Pemerintah Daerah; dan b.
izin pemilik dan/atau yang menguasai cagar budaya. Pengembangan
cagar budaya dapat diarahkan untuk memacu pengembangan ekonomi,
yang hasilnya digunakan untuk pemeliharaan cagar budaya dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Setiap kegiatan pengembangan
cagar budaya harus disertai dengan pendokumentasian. Paragraf 2
Penelitian Pasal 17 Penelitian dilakukan pada setiap rencana
pengembangan warisan budaya Daerah untuk menghimpun informasi serta
mengungkap, memperdalam dan menjelaskan nilai-nilai budaya.
Penelitian warisan budaya Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui : a. penelitian dasar untuk pengembangan ilmu
pengetahuan; dan b. penelitian terapan untuk pengembangan teknologi
atau tujuan praktis yang bersifat aplikatif. Penelitian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sebagai bagian dari analisis
mengenai dampak lingkungan atau berdiri sendiri. Proses dan hasil
penelitian warisan budaya Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan untuk kepentingan meningkatkan informasi dan promosi
warisan budaya Daerah. Pemerintah Daerah atau penyelenggara
penelitian menginformasikan dan mempublikasikan hasil penelitian
kepada masyarakat.
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Paragraf 3 Revitalisasi Pasal 18 (1) Revitalisasi potensi situs
cagar budaya dan kawasan cagar budaya wajib memperhatikan tata
ruang, tata letak, fungsi sosial dan/atau lanskap budaya asli
berdasarkan kajian. (2) Revitalisasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan dengan menata kembali fungsi tata ruang, nilai budaya
dan penguatan informasi tentang cagar budaya.
12 (3) Revitalisasi cagar budaya harus memberikan manfaat untuk
meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan mempertahankan ciri
budaya lokal. Pasal 19 Pemerintah Daerah melaksanakan revitalisasi
alat-alat dan kesenian Daerah yang memiliki nilai tinggi. Paragraf
4 Adaptasi Pasal 20 (1) Adaptasi terhadap bangunan cagar budaya dan
struktur cagar budaya dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan masa
kini, dengan tetap mempertahankan : a. ciri asli dan/atau muka
bangunan cagar budaya dan struktur cagar budaya; dan/atau b. ciri
asli lanskap budaya dan/atau permukaan tanah situs cagar budaya dan
kawasan cagar budaya sebelum dilakukan adaptasi. (2) Adaptasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara : a.
mempertahankan nilai-nilai yang melekat pada cagar budaya; dan b.
menambah fasilitas sesuai dengan kebutuhan; c. mengubah susunan
ruang secara terbatas; dan/atau d. mempertahankan gaya arsitektur,
konstruksi asli dan keharmonisan estetika lingkungan di
sekitarnya.
Pasal 21 Adaptasi terhadap ekspresi budaya tradisional
(folklore) dilakukan dengan cara : a. mempertahankan nilai-nilai
yang terkandung pada alat-alat musik dan tarian tradisional; b.
mempertahankan gaya/gerakan berdasarkan sejarah keasliannya. Bagian
Ketiga Pemanfaatan Pasal 22 (1) Pemerintah Daerah dan masyarakat
dapat memanfaatkan warisan budaya Daerah untuk kepentingan agama,
sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan dan
pariwisata. (2) Pemerintah Daerah memfasilitasi pemanfaatan dan
promosi warisan budaya Daerah yang dilakukan oleh masyarakat,
berupa : a. izin pemanfaatan; b. dukungan tenaga ahli pelestarian;
c. dukungan dana; d. sosialisasi; e. loka karya; dan/atau f.
pelatihan.
13 (3) Orang asing atau badan hukum asing atau badan hukum
Indonesia penanaman modal asing yang akan melakukan pemanfaatan,
wajib memiliki izin akses pemanfaatan dan perjanjian pemanfaatan.
(4) Pemanfaatan dapat dilakukan dalam bentuk: a. pengumuman; b.
perbanyakan; c. penyebarluasan; d. penyiaran; e. pengubahan; f.
pengalihwujudan; g. pengutipan; h. penyaduran; i. pengadaptasian;
j. pendistribusian; k. penyewaan; l. penjualan; m. penyediaan untuk
umum; dan n. komunikasi kepada publik. Pasal 23 Pemanfaatan yang
dapat menyebabkan terjadinya kerusakan, wajib didahului dengan
kajian, penelitian dan/atau analisis mengenai dampak lingkungan.
Pasal 24 (1) Cagar budaya yang pada saat ditemukan sudah tidak
berfungsi seperti semula, dapat dimanfaatkan untuk kepentingan
tertentu. (2) Pemanfaatan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dengan izin Pemerintah atau Pemerintah Daerah
sesuai dengan peringkat cagar budaya, dan/atau masyarakat hukum
adat yang memiliki dan/atau menguasainya. Pasal 25 Pemanfaatan
lokasi temuan yang telah ditetapkan sebagai situs cagar budaya,
wajib memperhatikan fungsi ruang dan perlindungannya. Pemerintah
Daerah dapat menghentikan pemanfaatan dan membatalkan izin
pemanfaatan cagar budaya, apabila pemilik dan/atau yang menguasai
terbukti melakukan perusakan atau menyebabkan rusaknya cagar
budaya. Cagar budaya yang tidak lagi dimanfaatkan, harus
dikembalikan seperti keadaan semula, sebelum dimanfaatkan. Biaya
pengembalian seperti keadaan semula, dibebankan kepada yang
memanfaatkan cagar budaya.
(1)
(2)
(3) (4)
Pasal 26 Pemanfaatan dengan cara perbanyakan benda cagar budaya
yang dimiliki dan/atau dikuasai masyarakat atau Pemerintah Daerah,
dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal
27 Pemanfaatan koleksi berupa cagar budaya di museum, dilakukan
untuk pengembangan pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan,
sosial, dan/atau pariwisata.
14 Bagian Keempat Hak Cipta atas Warisan Budaya Daerah Pasal 28
(1) Pemerintah Daerah memegang hak cipta atas cagar budaya,
folklore, produk sejarah dan budaya sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (2) yang tidak diketahui penciptanya dan/atau
ciptaannya belum diterbitkan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan. (2) Penguasaan hak cipta atas karya cagar
budaya, ekspresi budaya tradisional (folklore), produk sejarah dan
budaya oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat beralih kepada pihak yang dapat membuktikan keabsahan
klaimnya, dengan mekanisme sesuai ketentuan peraturan
perundangundangan. Pasal 29 (1) Hasil dari pemanfaatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4) yang berupa royalti disetorkan
sepenuhnya ke Kas Daerah Provinsi Jawa Barat. (2) Ketentuan lebih
lanjut mengenai izin pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
22 ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur. BAB V
FASILITASI HKI PRODUK MASYARAKAT Bagian Kesatu Umum Pasal 30 (1)
Pemerintah Daerah memfasilitasi pendaftaran perlindungan HKI produk
masyarakat sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. (2)
Fasilitasi pendaftaran perlindungan HKI produk masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi : a. Hak Cipta; b.
Paten; c. Merek; d. Desain Industri; e. Rahasia Dagang; f.
Perlindungan Varietas Tanaman; dan g. Desain Tata Letak Sirkuit
Terpadu. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitasi pendaftaran
HKI oleh Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
diatur dengan Peraturan Gubernur. Pasal 31 Fasilitasi perolehan HKI
produk masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 didasarkan
pada prinsip : a. keadilan, dengan pertimbangan seseorang atau
beberapa orang atau badan hukum yang menghasilkan suatu karya
berdasarkan kemampuan intelektualnya harus memperoleh imbalan yang
wajar berupa materi dan non materi, meliputi rasa aman karena
adanya perlindungan dan pengakuan atas hasil karyanya;
15 b. ekonomi, dengan pertimbangan HKI memiliki manfaat dan
nilai ekonomi yang merupakan bentuk kekayaan bagi pemiliknya untuk
mendapatkan royalti; c. kebudayaan, dengan pertimbangan pertumbuhan
dan perkembangan ilmu pengetahuan, seni dan sastera sangat besar
artinya bagi peningkatan taraf kehidupan, peradaban dan martabat
manusia, sehingga dapat membangkitkan motivasi untuk melahirkan
ciptaan baru; dan d. sosial, dengan pertimbangan perlindungan
kepada Pemegang HKI untuk keseimbangan kepentingan individu dan
masyarakat. Bagian Kedua Hak Cipta Pasal 32 (1) Hak Cipta merupakan
perlindungan atas karya di bidang ilmu pengetahuan, seni dan
sastra. (2) Karya di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastera yang
dilindungi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi : a. buku,
program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang
diterbitkan dan karya tulis lainnya; b. ceramah, kuliah, pidato dan
ciptaan lain yang sejenis; c. alat peraga yang dibuat untuk
kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan; d. lagu atau musik
dengan atau tanpa teks; e. drama atau drama musikal, tari,
koreografi, pewayangan dan pantomim; f. seni rupa dalam segala
bentuk, meliputi seni lukis, gambar, seni ukir, kaligrafi, seni
pahat, seni patung, kolase dan seni terapan; g. arsitektur; h.
peta; i. seni batik; j. fotografi; k. sinematografi; dan l.
terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database dan karya lain
dari hasil pengalihwujudan. Pasal 33 Manfaat dari Hak Cipta
meliputi : a. hak moral; dan b. hak ekonomi. Pasal 34 Pendaftaran
Hak Cipta dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
16
Bagian Ketiga Paten Pasal 35 (1) Paten merupakan perlindungan
atas invensi di bidang teknologi. (2) Invensi di bidang teknologi
yang dilindungi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a.
senyawa kimia; b. mesin; c. proses pembuatan; dan d. jenis mahluk
yang baru hasil rekayasa genetika. Pasal 36 Manfaat dari Paten
meliputi : a. lisensi, terdiri atas : 1. lisensi eksklusif, yaitu
hanya pemegang lisensi yang dapat menjalankan atau menggunakan
invensi yang dipatenkan; 2. lisensi tunggal, yaitu pemegang paten
mengalihkan patennya kepada pihak lain, tetapi pemegang paten dapat
menjalankan haknya sebagai pemegang paten; dan 3. lisensi non
ekslusif, yaitu pemegang paten mengalihkan kepemilikannya kepada
sejumlah pihak tetapi tetap berhak menjalankan atau menggunakan
patennya; b. lisensi wajib, yaitu peralihan kepemilikan paten
sebagai suatu kewajiban. Pasal 37 Pendaftaranan Paten dilaksanakan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Keempat
Paragraf 1 Merek Pasal 38 (1) Merek merupakan perlindungan atas
barang dan jasa yang diproduksi atau didistribusi oleh perusahaan
tertentu. (2) Fungsi pemakaian Merek adalah daya pembeda dengan
merek lain, melalui penggunaan berkelanjutan. (3) Merek
dipergunakan untuk mengidentifikasi barang dan jasa dalam bentuk :
a. gambar; b. nama; c. kata; d. huruf-huruf; e. angka-angka; f.
susunan warna; g. logo dan/atau simbol; dan/atau
17 h. kombinasi dari unsur-unsur sebagaimana dimaksud pada huruf
a sampai dengan huruf g yang memiliki daya pembeda dan digunakan
dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa. Paragraf 2 Indikasi
Geografis dan Indikasi Asal Pasal 39 (1) Masyarakat atau lembaga
yang diberi izin dapat menggunakan nama geografis untuk menunjukkan
asal dari barang atau jasa yang ditawarkan kepada publik
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Indikasi
geografis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkaitan dengan
kualitas, reputasi atau karakteristik lain, sesuai dengan asal
geografis barang atau jasa yang ditawarkan. Pasal 40 Pendaftaran
Merek dan Indikasi Geografis dilaksanakan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan. Bagian Kelima Desain Industri Pasal
41 (1) Desain Industri merupakan perlindungan atas perwujudan
secara visual dari produk-produk komersial dalam pola tiga atau dua
dimensi. (2) Desain Industri dipergunakan untuk menghasilan produk,
barang, komoditas industri dan kerajinan tangan, dalam bentuk
konfigurasi atau komposisi : a. garis atau warna; b. garis dan
warna; dan/atau c. gabungan dari huruf a dan b. Pasal 42 Manfaat
dari perlindungan Desain Industri adalah memberikan hak monopoli
kepada pemilik Desain Industri atas bentuk, konfigurasi, pola atau
ornamentasi tertentu dari sebuah desain. Pasal 43 Pendaftaran
Desain Industri dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan. Bagian Keenam Rahasia Dagang Pasal 44 Jenis
perlindungan hukum Rahasia Dagang meliputi: a. daftar pelanggan; b.
penelitian pasar; c. penelitian teknis;
18 d. resep masakan atau ramuan yang digunakan untuk
menghasilkan sebuah produk tertentu; e. sistem kerja tertentu yang
cukup menguntungkan; f. ide atau konsep yang mendasari promosi,
pengiklanan atau pemasaran; g. informasi keuangan atau daftar harga
yang menunjukkan marjin laba dari sebuah produk; dan h. cara untuk
mengubah atau menghasilkan sebuah produk dengan menggunakan bahan
kimia atau mesin. Pasal 45 Pendaftaran Rahasia Dagang peraturan
perundang-undangan. dilaksanakan sesuai ketentuan
Bagian Ketujuh Varietas Tanaman Pasal 46 (1) Perlindungan atas
Varietas Tanaman merupakan perlindungan atas varietas tanaman lokal
dan varietas tanaman yang baru dikembangkan, yang memiliki
keunggulan material dibandingkan dengan varietas tanaman yang telah
dikenal sebelumnya. (2) Perlindungan terhadap Varietas Tanaman
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pada sekelompok
tanaman dari jenis atau spesies yang ditandai oleh bentuk tanaman,
pertumbuhan tanaman, daun, bunga, buah, biji dan ekspresi
karakteristik genotipe atau kombinasi genotipe yang dapat
membedakan dari jenis atau spesies yang sama oleh paling kurang
satu sifat yang menentukan, dan apabila diperbanyak tidak mengalami
perubahan, yang memiliki : a. sifat kebaharuan; b. mengandung
langkah inventif; dan c. dapat diterapkan dalam industri. (3) Dalam
rangka perlindungan terhadap Varietas Tanaman sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), Pemerintah Daerah memberikan perlindungan terhadap
plasma nutfah. Pasal 47 Manfaat dan perlindungan atas Varietas
Tanaman adalah untuk mendorong para peneliti di bidang pemuliaan
tanaman, meningkatkan hasil penelitiannya sehingga dapat
meningkatkan pertumbuhan sektor pertanian di Daerah, yang memiliki
daya saing tinggi di pasar global. Pasal 48 Pendaftaran Varietas
Tanaman dilaksanakan di Kantor Perlindungan Varietas Tanaman
Kementerian Pertanian, sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
19 BAB VI PERANSERTA MASYARAKAT Pasal 49 Masyarakat berperan
serta dalam pelestarian Daerah dan perlindungan HKI produk
masyarakat. Pasal 50 (1) Peranserta masyarakat dalam pelestarian
warisan budaya Daerah dan perlindungan HKI produk masyarakat Jawa
Barat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 30 dilakukan
dengan menjaga, memelihara, merawat dan melestarikan nilainilai
kebudayaan Daerah serta memfasilitasi perolehan HKI atas produk
masyarakat. (2) Peranserta masyarakat sebagaimana pada ayat (1)
dilakukan dalam bentuk : a. penggalian; b. pelestarian cagar
budaya; c. penguatan kebudayaan asli; d. seleksi transformasi
kebudayaan luar; e. penyediaan informasi dan data; f. pelestarian;
g. peningkatan kegiatan dan kreativitas; h. bantuan proses
pendaftaran HKI; dan i. bentuk partisipasi lainnya. Pasal 51
Peranserta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 dapat
dilakukan secara mandiri oleh masyarakat atau difasilitasi oleh
Pemerintah Daerah. BAB VII PENGHARGAAN Pasal 52 (1) Pemerintah
Daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota memberikan penghargaan kepada
setiap orang, kelompok atau lembaga yang berjasa dalam upaya
perlindungan, konservasi dan revitalisasi warisan budaya dan
fasilitasi HKI produk masyarakat. (2) Penghargaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk penghargaan dan/atau
bantuan sosial yang disesuaikan dengan kemampuan keuangan Daerah.
Pasal 53 Syarat dan tata cara pemberian penghargaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 52 ditetapkan oleh Gubernur atau
Bupati/Walikota, sesuai kewenangan berdasarkan ketentuan peraturan
perundangundangan. warisan budaya
20 BAB VIII KOORDINASI Pasal 54 (1) Gubernur melaksanakan
koordinasi keterpaduan perlindungan warisan budaya dan HKI produk
masyarakat dengan Pemerintah dan Pemerintah Kabupaten/Kota. (2)
Koordinasi keterpaduan perlindungan warisan budaya dan HKI produk
masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara teknis
operasional, dilaksanakan oleh OPD terkait sesuai kewenangan
berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan. BAB IX SENGKETA
WARISAN BUDAYA DAN HKI Pasal 55 Penyelesaian sengketa Warisan
Budaya dan HKI dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan. BAB X LARANGAN Pasal 56 (1) Setiap orang
dilarang: a. melakukan pembiaran, penghilangan dan/atau perusakan
benda cagar budaya dan benda warisan budaya lainnya; b. menyediakan
informasi dan data palsu terkait dengan perlindungan, konservasi
dan revitaliasi kebudayaan Daerah; c. membantu pihak lain yang
mengklaim warisan budaya dan produk masyarakat Jawa Barat secara
tidak sah; d. mengalihkan kepemilikan cagar budaya peringkat
nasional, peringkat Provinsi, atau peringkat Kabupaten/Kota, baik
seluruh maupun bagian-bagiannya, kecuali dengan izin Menteri yang
membidangi kebudayaan, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan
tingkatannya; e. memindahkan cagar budaya peringkat nasional,
peringkat Provinsi, atau peringkat Kabupaten/Kota, baik seluruh
maupun bagian-bagiannya, kecuali dengan izin Menteri yang
membidangi kebudayaan, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan
tingkatannya; f. memisahkan cagar budaya peringkat nasional,
peringkat Provinsi, atau peringkat Kabupaten/Kota, baik seluruh
maupun bagian-bagiannya, kecuali dengan izin Menteri yang
membidangi kebudayaan, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan
tingkatannya;
g. mengubah fungsi ruang situs cagar budaya dan/atau kawasan
cagar budaya peringkat nasional, peringkat Provinsi, atau peringkat
Kabupaten/Kota, baik seluruh maupun bagianbagiannya, kecuali dengan
izin Menteri yang membidangi kebudayaan, Gubernur, atau
Bupati/Walikota sesuai dengan tingkatannya;
21 h. mendokumentasikan cagar budaya, baik seluruh maupun
bagian-bagiannya untuk kepentingan komersial tanpa seizin pemilik
dan/atau yang menguasainya; dan i. memanfaatkan cagar budaya
peringkat nasional, peringkat Provinsi, atau peringkat
Kabupaten/Kota, baik seluruh maupun bagian-bagiannya, dengan cara
perbanyakan, kecuali dengan izin Menteri yang membidangi
kebudayaan, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan
tingkatannya. sengaja dan tanpa hak
(2) Setiap orang dilarang dengan menggunakan HKI milik pihak
lain. BAB XI
PENYIDIKAN Pasal 57 (1) Selain oleh Penyidik Pejabat Kepolisian
Negara Republik Indonesia, Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil
(PPNS) dapat melakukan penyidikan tindak pidana sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan. (2) PPNS dalam melaksanakan tugas
penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berwenang : a.
melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian dan
melakukan pemeriksaan; b. menyuruh berhenti seorang tersangka dan
memeriksa tanda pengenal diri tersangka; c. melakukan penyitaan
benda atau surat; d. mengambil sidikjari dan memotret seseorang; e.
memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka
dan/atau saksi; f. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam
hubungannya dengan pemeriksaan perkara; g. mengadakan penghentian
penyidikan setelah mendapat petunjuk dari Penyidik Umum bahwa tidak
terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak
pidana dan selanjutnya melalui Penyidik Umum memberitahukan hal
tersebut kepada Penuntut Umum, tersangka atau keluarganya; dan h.
mengadakan tindakan hukum lain menurut hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan. (3) PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memberitahukan dimulainya penyidikan dan hasil penyidikannya kepada
Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia. (4) PPNS sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) menyampaikan hasil penyidikan kepada
Penuntut Umum melalui Penyidik Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
22 BAB XII KETENTUAN PIDANA Pasal 58 (1) Setiap orang yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1),
diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda
paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). (2) Tindak
pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. (3)
Dalam hal tindak pidana yang dilakukan diancam dengan pidana yang
lebih tinggi dari ancaman pidana dalam Peraturan Daerah ini,
dikenakan sanksi pidana yang lebih tinggi, sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan. (4) Denda sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan penerimaan Daerah dan disetorkan ke Kas Daerah
Provinsi Jawa Barat. BAB XIII PENEGAKAN HUKUM Pasal 59 Penegakan
hukum dalam pelaksanaan Peraturan Daerah ini dilaksanakan Satuan
Polisi Pamong Praja Provinsi Jawa Barat, sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan. BAB XIV PEMBIAYAAN Pasal 60 Pembiayaan atas
perlindungan warisan budaya dan fasilitasi HKI produk masyarakat,
dibebankan pada : a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Provinsi Jawa Barat; dan b. sumber lainnya yang sah dan tidak
mengikat. BAB XV PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN Pasal 61
(1) Gubernur melakukan pembinaan terhadap pengelola warisan budaya
dan masyarakat penghasil produk. (2) Gubernur melakukan
pengendalian terhadap pihak ketiga yang akan melakukan pemesanan
dan/atau pembelian produk masyarakat Jawa Barat yang akan dibawa ke
luar negeri. (3) Pembinaan dan pengendalian terhadap warisan budaya
dan produk masyarakat dilakukan melalui forum koordinasi dan
fasilitasi dengan OPD dan instansi terkait. (4) Tata cara pembinaan
dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan
ayat (3), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.
23 Pasal 62 (1) Gubernur melaksanakan pengawasan terhadap
perlindungan warisan budaya dan produk masyarakat yang dilakukan
oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai
pengawasan terhadap perlindungan warisan budaya dan produk
masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Gubernur. BAB XVI KETENTUAN PENUTUP Pasal 63 Petunjuk
Pelaksanaan Peraturan Daerah ini harus sudah ditetapkan paling
lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak berlakunya Peraturan Daerah
ini. Pasal 64 Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan
Daerah ini sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya, ditetapkan
lebih lanjut oleh Peraturan Gubernur. Pasal 65 Peraturan Daerah ini
mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat.
Ditetapkan di Bandung pada tanggal GUBERNUR JAWA BARAT,
AHMAD HERYAWAN Diundangkan di Bandung pada tanggal SEKRETARIS
DAERAH PROVINSI JAWA BARAT,
LEX LAKSAMANA
LEMBARAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2011 NOMOR...
SERI...