Top Banner
Nama: Johan Azhari NIM: 408422411533 Jurusan: S1/Akuntansi 1. MASALAH REGULASI AKUNTANSI TENTANG INVESTASI PADA OBLIGASI SYARIAH Artikel ini membahas tentang isu-isu tentang regulasi akuntansi dalam penerapannya pada investasi obligasi syariah atau sukuk. Masalah-masalah regulasi akuntansi yang berkaitan dalam sukuk ini meliputi proses pengakuan, pengungkapan, dan pengukurannya. Perkembangan pasar finansial syariah membutuhkan instrumen keuangan islam yang diatur dengan baik, dan salah satu kuncinya adalah regulasi akuntansi. Maka dari itu, pasar finansial syariah membutuhkan instrumen standar akuntansi dan pelaporan Islam yang memenuhi peraturan syariah dan relevan untuk dipraktekkan di zaman kita. Kebutuhan akan standar akuntansi syariah telah mendorong AAOIFI (Accounting and Auditing Organizations of Islamic Financial Institutions) untuk membuat Standar Akuntansi Keuangan No. 17 tentang investasi pada bursa efek. Kebutuhan untuk standar akuntansi Islam terutama berasal dari kebutuhan bahwa tujuan ,konsep, dan prinsip akuntansi Islam perlu dikembangkan sesuai kebutuhan Syariah. Namun, peraturan akuntansi Islam juga perlu beradaptasi dengan regulasi akuntansi modern untuk membuatnya relevan untuk dipraktekkan di zaman kita. Akuntansi syariah dibutuhkan untuk melayani prinsip yang berbeda dari instrumen keuangan sesuai dengan pandangan dunia Islam dan persyaratan syariah. Upaya AAOIFI untuk mengembangkan standar akuntansi lembaga keuangan Syariah dipuji sebagai kontribusi positif terhadap praktek akuntansi lembaga keuagan Islam. Standar yang dikembangkan oleh AAOIFI juga diharapkan dapat memfasilitasi kebutuhan pengguna informasi
22

rangkuman tentang obligasi syariah

Jul 03, 2015

Download

Documents

Johan Azhari
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: rangkuman tentang obligasi syariah

Nama: Johan Azhari

NIM: 408422411533

Jurusan: S1/Akuntansi

1. MASALAH REGULASI AKUNTANSI TENTANG INVESTASI PADA OBLIGASI

SYARIAH

Artikel ini membahas tentang isu-isu tentang regulasi akuntansi dalam penerapannya

pada investasi obligasi syariah atau sukuk. Masalah-masalah regulasi akuntansi yang berkaitan

dalam sukuk ini meliputi proses pengakuan, pengungkapan, dan pengukurannya. Perkembangan

pasar finansial syariah membutuhkan instrumen keuangan islam yang diatur dengan baik, dan

salah satu kuncinya adalah regulasi akuntansi. Maka dari itu, pasar finansial syariah

membutuhkan instrumen standar akuntansi dan pelaporan Islam yang memenuhi peraturan

syariah dan relevan untuk dipraktekkan di zaman kita.

Kebutuhan akan standar akuntansi syariah telah mendorong AAOIFI (Accounting and

Auditing Organizations of Islamic Financial Institutions) untuk membuat Standar Akuntansi

Keuangan No. 17 tentang investasi pada bursa efek. Kebutuhan untuk standar akuntansi Islam

terutama berasal dari kebutuhan bahwa tujuan ,konsep, dan prinsip akuntansi Islam perlu

dikembangkan sesuai kebutuhan Syariah. Namun, peraturan akuntansi Islam juga perlu

beradaptasi dengan regulasi akuntansi modern untuk membuatnya relevan untuk dipraktekkan di

zaman kita.

Akuntansi syariah dibutuhkan untuk melayani prinsip yang berbeda dari instrumen

keuangan sesuai dengan pandangan dunia Islam dan persyaratan syariah. Upaya AAOIFI

untuk mengembangkan standar akuntansi lembaga keuangan Syariah dipuji sebagai kontribusi

positif terhadap praktek akuntansi lembaga keuagan Islam.  Standar yang dikembangkan

oleh AAOIFI  juga diharapkan dapat memfasilitasi  kebutuhan pengguna informasi

akuntansi lembaga keuangan Islam yang, secara teori, membutuhkan informasi-informasi yang

berbeda. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menguji isu-isu akuntansi pada

peraturan obligasi syariah atau sukuk. Penelitian ini juga menyoroti dan membahas 

persyaratan yang dibuat oleh AAOIFI Standar Akuntansi Keuangan No.17 (FAS 17) 

tentang akuntansi untuk investasi pada obligasi syariah atau sukuk.

1.1 Islam dan akuntansi

Dalam masyarakat muslim, akuntansi dipengaruhi oleh bagaimana sebuah sistem

ekonomi diatur dan filosofi yang mendasari sistemnya. Jika kita meneliti kegiatan ekonomi

dalam Islam, maka kita akan mengambil filosofi bahwa apapun yang kita lakukan seharusnya

bertujuan untuk mendapatkan falah, keselamatan dunia dan akhirat. Falah adalah wujud nyata

untuk mencapai ridha Allah.

Untuk mencapai falah, kegiatan ekonomi harus diarahkan secara moral.Dalam setiap 

keputusan  ekonomi, termasuk pelaporan keuangan atas kegiatan ekonomi, nilai-nilai etika harus

Page 2: rangkuman tentang obligasi syariah

bertindak  sebagai norma dan hubungan ekonomi harus dianggap sebagai hubungan moral. 

Pencapaian falah tidak bergantung pada maksimisasi kekayaan dan besarnya perusahaan. Oleh

karena itu, perusahaan yang berorientasi profit harus beroperasi sebagai sarana bagi mereka

untuk berfungsi dalam perekonomian. Perusahaan tersebut harus menyediakan

layanan kepada masyarakat dengan membuat dan/atau  berdagang barang, laba kembali 

hanya bertujuan untuk memastikan bahwa mereka dapat beroperasi  dan tumbuh.

Fungsi akuntansi salah satunya adalah untuk melaksanakan akuntabilitas perusahaan

sebagai akibat dari pemisahan kepemilikan atau manajemen. Penggunanya antara lain

shareholder, kreditur, calon investor dan masyarakat.  Dalam masyarakat muslim, 

konsep akuntabilitas tertanam dalam dasar penciptaan Manusia sebagai khalifah Allah di

bumi. misi manusia di bumi adalah untuk memenuhi tujuan keberadaannya di alam

semesta. Manusia  dibuat sebagai wali dan bertanggung jawab untuk semua  tindakan

mereka (Abu-Sulaiman, 1994). Dalam Islam, akuntansi harus berfungsi tidak hanya sebagai 

kegiatan pelayanan yang menyediakan informasi keuangan bagi pengguna dan masyarakat pada

umumnya, tetapi yang lebih penting harus menggunakan akuntabilitas mereka dengan 

memberikan informasi kepada masyarakat agar mereka dapat mengikuti perintah-perintah Allah.

Kaum Muslim juga percaya bahwa manusia adalah khalifah dibumi dan secara langsung

bertanggung jawab untuk semua tindakan mereka karena mereka hanya wali Allah. Oleh karena

itu, dalam pengertian ini, akuntan harus bersifat independen untuk memastikan tanggung jawab 

dan transparansi prosedur internal organisasi, sehingga isu-isu kebijakan dan tata pemerintahan

dapat diperdebatkan dan dicatat sebagaimana mestinya, pada titik di mana masalah moral timbul

(Gambling  dan Karim, 1991).

Dalam pandangan dunia Islam, ada etika-etika yang mengasumsikan suatu makna lebih

luas dan lebih holistik untuk seorang akuntan. Dalam hal tanggung jawab, akuntan dalam Islam 

tidak hanya bertanggung jawab kepada atasan,manajemen / klien atau pemegang saham. Dia

adalah seorang hamba dan wali Allah dalam segala situasi, yang secara bersamaan bertanggung

jawab kepada  Allah, Pemilik dari jiwanya dan segala sumber daya yang dia memanfaatkan dan

kelola. Apabila lupa  atau mengabaikan aspek fundamental dari tanggung jawab ini sama

artinya dengan pengkhianatan  kepercayaan Allah dengan segala konsekuensi yang hadir di

dunia ini dan di akhirat(Hassan, 1995).

Akuntan dalam Islam tidak hanya diwajibkan untuk menjaga hubungan baik dengan 

atasan, klien atau manajemen, tetapi juga memelihara, meningkatkan dan memperkuat hubungan 

dengan Tuhan dengan memenuhi kewajiban agama. Bahkan hubungan dengan Allah  (Hablun 

Min'Allah) akan  menentukan hubungan dengan sesama manusia (Hablun  Min'AnNas)

(Hassan, 1995). 

Akuntan dalam Islam termotivasi untuk bekerja dan memberikan pelayanan yang

terbaik karena sebagai pemegang Amanah(wali Allah) di bumi dia harus mencari karunia Allah. 

Apa yang dikerjakannya adalah bentuk Amal Shalih (perbuatan kebajikan) yang kemudian

menjadi kunci untuk  mencapai Falah (kesuksesan sejati di dunia dan akhirat). Apa yang

dikerjakannya  juga merupakan  bentuk ibadah(penghambaan kepada Allah) selama hal ini

Page 3: rangkuman tentang obligasi syariah

sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai  Ilahi. Akuntan yang dijiwai dengan pandangan

dunia Tauhid (keesaan Allah) bukan berarti anti-profit atau anti duniawi dalam batas-batas yang

diberikan oleh agama. Visi keberhasilan dan kegagalannya terletak pada kehidupan di akhirat

nanti.

1.2 Perspektif Islam Terhadap Tujuan dan Konsep Akuntansi

Sesuai dengan akuntansi konvensional, tujuan dan konsep akuntansi diperlukan untuk 

menjadi dasar untuk praktek akuntansi yang ada, penentu praktik akuntansi di masa depan; 

dan mendefinisikan istilah kunci dan isu-isu dasar akuntansi (Miller, 1985). Menurut Pernyataan 

Akuntansi Keuangan No.1  AAOIFI (AAOIFI SFA 1), kebutuhan akan tujuan akuntansi untuk 

lembaga keuangan Islam berasal  dari  peran akuntansi. Karena peran akuntansi keuangan adalah

untuk memberikan informasi bagi pengguna  laporan keuangan bank syariah yang tergantung 

pada menilai ketaatan bank dengan ajaran syari'ah, maka agar lembaga keuangan Islam tersebut

menjalankan peran secara efektif, standar akuntansi perlu dikembangkan dan dipenuhi

oleh bank-bank Islam. Pengembangan standar tersebut harus didasarkan  pada tujuan akuntansi

keuangan yang jelas dan telah disepakati definisi konsepnya.

Selain memenuhi pertanggungjawaban akhir kepada Allah SWT, para pembuat 

informasi keuangan harus mengetahui informasi umum tentang kebutuhan pengguna laporan 

keuangan. Informasi umum tersebut biasanya terdiri dari kebutuhan informasi yang dapat

membantu dalam mengevaluasi  kemampuan entitas dalam menggunakan sumber daya ekonomi 

dan memenuhi kewajibannya. Dalam hal ini AAOIFI  SFA 1 telah memperluas  cakupan di luar

sektor ekonomi untuk mencakup informasi yang dapat membantu dalam mengevaluasi 

kepatuhan entitas dengan prinsip-prinsip syari'ah dan  kemampuannya untuk melaksanakan

tanggung jawab sosial yang ditentukan oleh Islam.

Beberapa ulama juga berargumen bahwa tujuan akuntansi dapat diperoleh, salah satu

jalannya adalah dari kewajiban berzakat (Adnan & Gaffikin, 1997). Adnan dan Gaffikin (1997)

menyatakan bahwa dengan membuat zakat tujuan utama, akuntan cenderung menghindari 

praktek-praktek yang tidak diinginkan seperti kecurangan atau 'window dressing' karena dia 

percaya bahwa akuntabilitas kepada Allah SWT adalah yang paling utama, karena Allah SWT

Maha Melihat. Di sisi lain, konsep-konsep akuntansi sering disebut sebagai prinsip-prinsip

,aksioma, postulat, asumsi dan aturan. Salah satu prinsip dasar akuntansi adalah penggunaan 

biaya historis untuk penilaian aset yang pada dasarnya  berasal  dari konsep konservatisme.

Banyak penulis akuntansi Islam (misalnya Gambling dan Karim, 1991 ;Adnan dan Gaffikin

, 1997) meragukan relevansi konsep konservatisme. Banyak yang mengacu pada  prinsip-

prinsip zakat di mana perdagangan aset yang dikenakan zakat  harus didasarkan pada nilai 

pasar saat ini (Qardawi, 1999) atau nilai setara kas (AAOIFIFAS 9). Ketaatan pada prinsip-

prinsip biaya  mengarah ke praktek akuntansi konvensional yang lebih rendah dari nilai 

biaya atau pasar. Hal ini akan  mengakibatkan understatement(penilaian terlalu rendah) pada

aset perdagangan yang akan dikenakan  zakat. Dengan demikian, konsep  biaya tidak

dapat diterima dalam Islam.

Page 4: rangkuman tentang obligasi syariah

Penyusunan informasi keuangan dalam Islam harus ditujukan antara lain untuk tujuan 

zakat.  Dengan demikian, tujuan untuk berzakat dapat menyebabkan kebutuhan asumsi 

periodisitas karena zakat hanya dibayarkan sekali setahun. Asumsi periodisitas telah

menyebabkan perkembangan  terhadap akuntansi akrual, dan prinsip-prinsip pengakuan 

pendapatan dan pencocokan. Oleh karena itu, laporan akuntansi menghitung periode zakat

tersebut, menunjukkan jumlah  yang akan  dikenakan zakat (Gambling danKarim, 1991).

1.3 Pengakuan, Pengukuran, dan Pengungkapan pada Teknik Akuntansi Syarah

Pengakuan dalam akuntansi mengacu pada pencatatan, elemen dasar dari laporan 

keuangan.  Konsep  pengakuan pada akuntansi mendefinisikan prinsip-prinsip dasar yang 

menentukan waktu  pengakuan pendapatan, biaya,keuntungan dan  kerugian dalam laporan laba

rug ientitas dan juga prinsip - prinsip  dasar yang menentukan waktu pengakuan aset dan 

kewajiban. AAOIFI SFA2  merekomendasikan bahwa "pendapatan harus diakui pada saat

terealisasi". Realisasi pendapatan  akan terjadi ketika salah satu dari tiga kondisi berikut

dipenuhi: (1) Entitas memiliki hak untuk menerima pendapatan,  (2) Ada kewajiban dari pihak

lain  untuk mengirimkan pendapatan dan (3) Jumlah pendapatan harus  diketahui dan diterima 

dengan tingkat kepastian yang wajar.

Rekomendasi di atas menunjukkan penggunaan dasar akuntansi akrual yang telah 

diklaim lebih baik dari basis akuntansi kas alternatif. Namun, dasar Akrual untuk pengakuan 

pendapatan tidak memenuhi persyaratan tujuan Islam untuk menentukan kekayaan suatu entitas

yang sesungguhnya. Berlawanan  dengan akuntansi kas, kemungkinan akuntansi akrual

memberikan penilaian kekayaan yang underestimate  sebagai pengakuan yang didasarkan 

pada kas aktual yang diterima dan dibayarkan.

Selain itu, sesuai dengan prinsip pencocokan, pengakuan beban direalisasikan baik 

karena biaya tersebut berhubungan langsung dengan penerimaan pendapatan atau karena hal ini

berkaitan dengan periode ketika biaya terjadi. Dari perspektif Islam, prinsip pencocokan yang 

mengalokasikan  biaya akun yang berhubungan dengan pendapatan mereka, memberikan 

kewajaran dan keadilan secara bersamaan untuk para shareholder dan stakeholder lainnya. (El-

Tegani, tanpa tanggal)

Pengukuran akuntansi konvensional didasarkan pada prinsip biaya yang mempertim-

bangkan biaya perolehan atau biaya historis sebagai dasar pengukuran yang sesuai.  Namun, 

prinsip ini dipertanyakan dari sudut pandang Islam karena hal itu bertentangan dengan  konsep 

kewajaran  dan keadilan. Dalam hal penentuan zakat, mayoritas ulama merekomendasikan

penggunaan harga saat ini pada tanggal jatuh tempo zakat(Al-Qardawi, 1999).  Argumen untuk 

penggunaan nilai pasar saat ini telah didasarkan pada kebutuhan untuk penilaian yang paling

akurat dari kekayaan yang akan  dikenakan zakat dalam rangka memberikan keadilan untuk 

penerima zakat dan wajib  zakat.

AAOIFI, bagaimanapun, menyatakan bahwa atribut pengukuran harus dipandu informasi

yang andal, relevan, dan dapat dipercaya oleh para pengguna laporan keuangan. AAOIFI telah

merekomendasikan penggunaan nilai setara kas yang menunjukkan nilai yang akan terwujud 

Page 5: rangkuman tentang obligasi syariah

jika terdapat aset yang akan dijual untuk memperoleh kas dalam kegiatan usaha normal pada 

tanggal laporan keuangan. Dalam rangka untuk menjamin kehandalan dan komparabilitas dari 

nilai setara kas, maka harus didukung dengan indikator objektif; metode penilaian logis dan 

relevan, konsistensi penggunaan metode penilaian, penilaian ahli, dan konservatisme dalam

proses penilaian (AAOIFI  SFA 1). AAOIFI juga merekomendasikan metode alternatif yaitu 

biaya historis yang mengacu pada nilai  wajarnya pada tanggal akuisisi, termasuk jumlah yang

dikeluarkan untuk membuatnya dapat digunakan  atau siap untuk disposisi.

Dalam hal pengungkapan informasi,Baydoun dan Willett berpendapat bahwa setidaknya

ada empat tujuan dari pengungkapan akuntansi untuk sebuah perusahaan Islam, dimana dua yang

pertama adalah persyaratan khusus yang ditetapkan oleh syari'ah bagi perusahaan untuk 

menghindari riba 'dan membayar zakat. Sedangkan dua tujuan terakhir adalah persyaratan 

umum yang dapat disebut 'akuntabilitas sosial' dan pengungkapan penuh '.

Sementara dua tujuan pertama yaitu larangan riba 'dan pembayaran zakat telah secara

ekstensif  telah ditutupi oleh banyak literatur masa lalu, kedua tujuan terakhir memerlukan 

perhatian khusus.  Baydoun dan Willett (1997) dilihat konsep akuntabilitas dalam Islam meliputi

akuntabilitas akhir terhadap Tuhan. Konsep dasar akuntabilitas Islam adalah di mana umat

Islam percaya bahwa semua sumber daya yang dibuat tersedia untuk dipercayakan kepada setiap

individu. Keberhasilan individu dalam  kehidupan akhirat bergantung pada kinerja mereka di

dunia ini.

Implikasi dari akuntabilitas Islam dalam akuntansi adalah bahwa pengelolaan dan 

penyedia  modal harus bertanggung jawab atas tindakan mereka baik di dalam dan di luar

perusahaan dengan menyediakan akuntansi dan pelaporan yang tepat. Dengan demikian, konsep 

akuntabilitas sosial dalam Islam  jelas bertolak dari sikap barat terhadap akuntabilitas yang lebih

menekankan pada akuntabilitas pribadi.

Konsep akuntabilitas sosial dalam Islam juga terkait dengan prinsip pengungkapan

penuh.  Menurut Baydoun dan Willett (1997) pengungkapan penuh bukan berarti harus 

mengungkapkan segala sesuatu sampai ke setiap menit detail transaksi. Ada kebutuhan bagi

akuntan untuk mengungkapkan  segala sesuatu yang diyakini penting bagi pengguna untuk

tujuan melayani Tuhan. Dalam kata lain,  Pernyataan AAOIFI's SFA 2 sangat jelas menyebutkan

bahwa konsep Islam tentang pengungkapan  berkisar tentang konsep pengungkapan 'yang

cukup'. Di sini, pengungkapan yang cukup berarti bahwa  laporan keuangan harus berisi semua

informasi material yang diperlukan dan bermanfaat bagi pengguna.

AAOIFI's SFA 2 menguraikan konsep pengungkapan yang cukup menjadi dua aspek 

yaitu agregasi optimal dan deskripsi klarifikasi yang tepat. Agregasi Optimal  berarti laporan 

keuangan harus memberikan rincian yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pengguna 

informasi. Namun, detail  terlalu banyak dapat menimbulkan kebingungan. Oleh karena itu 

diperlukan deskripsi yang tepat dan  klarifikasi untuk membuat informasi yang diberikan dapat

bermanfaat bagi pengguna dan juga diperlukan catatan tambahan yang cukup.

1.4 AAOIFI FAS 17 dan Masalah – Masalah Akuntansi dalam Investasi Pada Sekuritas Syariah

Page 6: rangkuman tentang obligasi syariah

AAOIFI FAS 17berlaku bagi lembaga investasi, baik dalam bentuk dana investasi 

langsung atau portofolio investasi, dalam sukuk (obligasi Islam), saham, dan real estate. Standar 

tersebut relatif  baru karena hanya akan efektif untuk periode akuntansi yang dimulai pada

1 Muharram 1424H atau 1 Januari 2003.Jadi, hal ini membuat pembahasan standar diperlukan 

terutama  bagi lembaga  yang  memiliki investasi pada instrumen pasar modal Islam. AAOIFI

FAS 17 mengklasifikasikan sukuk menjadi empat jenis, yaitu:

a. Obligasi mudharabah

Investasi ini mewakili kepemilikan dalam nilai yang sama dengan ekuitas

mudarabah dan yang terdaftar atas pemegang kepemilikan saham tidak terbagi pada

ekuitas mudharabah. Para pemilik obligasi tersebut adalah pemilik modal.

b. Obligasi musyaraka

Obligasi ini tidak jauh berbeda dengan obligasi mudharabah. Akan tetapi, dalam

obligasi musyaraka keputusan investasi dipegang oleh pemegang obligasi itu bukan

pemilik modal.

c. Obligasi ijarah

Obligasi ijarah meliputi kepemilikan saham atas perumahan real estate dengan

cara disewakan atau menggunakan secara pribadi. Obligasi ini memberikan hak untuk

memiliki rumah tersebut, menyewakan, serta menjual obligasi mereka dengan cara

tidak mempengaruhi hak lessee. Pemegang obligasi tersebut menanggung seluruh

biaya pemeliharaan dan kerusakan pada rumah real estate tersebut.

d. Obligasi salam atau istina’

Obligasi ini mewakili penjualan komiditi berdasarkan pengiriman yang ditangguhkan.

Subjek penjualan meliputi kewajiban produsen dalam kasus istina maupun salam.

Oelh karena itu, kedua obligasi ini tidak dapat dijual sebelum jatuh tempo.

Salah satu kontribusi penting dari AAOIFI FAS 17 adalah mengklasifikasikan investasi

di sukuk  menjadi tiga jenis yaitu: untuk tujuan diperdagangkan, tersedia untuk dijual dan 

dimiliki hingga jatuh tempo. Klasifikasi AAOIFI ini didasarkan pada klasifikasi syari'ah yang

sudah dikenal tentang komoditas  perdagangan untuk tujuan zakat. Sebagai contoh, ahli hukum 

Maliki School telah mengelompokkan aktiva perdagangan menjadi sebagai berikut:

(a) aset yang dimaksudkan untuk jual/beli, 

(b) aset yang  dimiliki untuk dijual dalam harapan membuat apresiasi harga untuk memperoleh

keuntungan di masa depan, dan

(c) aset yang diperoleh bukan untuk perdagangan,  tetapi untuk penggunaan pribadi.

Jika kita meneliti klasifikasi investasi konvensional dalam sekuritas, biasanya hanya 

digolongkan  menjadi 2 jenis yaitu jangka pendek, dan jangka panjang. Penggunaan klasifikasi 

AAOIFI tentang  investasi yang dibedakan menjadi tiga jenis akan lebih diinginkan dan 

bermanfaat bagi pengguna informasi akuntansi karena memberikan klasifikasi tambahan yang 

membedakan maksud atau tujuan  investasi. Namun, masalah utama dalam mengklasifikasikan 

Page 7: rangkuman tentang obligasi syariah

investasi adalah untuk menentukan maksud dan keinginan para investor yang juga dapat berubah

seiring dengan perubahan iklim ekonomi.

2. PENERAPAN BAY AL-INAH DAN BAY AL-DAYN PADA OBLIGASI SYARIAH

MALAYSIA: ANALISIS ISLAMI

kontrak finansial yang melibatkan penggunaan bay'al-Inah dan bay al-dayn telah banyak

digunakan dalam Obligasi syariah di Malaysia. Makalah ini berpendapat bahwa kedua

mekanisme ini tidak dapat diterima oleh mayoritas Islam, ulama dan mengusulkan penggunaan

pembiayaan berdasarkan Muqarada dan prinsip-prinsip Musharaka sebagai alternatif

untuk instrumen finansial yang mengandung bunga.

2.1. Rumusan Masalah

Modal adalah prasyarat pertumbuhan ekonomi yang merupakan unsur penting dalam

perjuangan untuk mencapai pertumbuhan positif Malaysia yang diproyeksikan mencapai sekitar

2% pada tahun 1999. Ketika modal dalam negeri tidak cukup untuk meningkatkan pertumbuhan,

perencana ekonomi memiliki dua pilihan, yaitu untuk lebih mengintensifkan tabungan,

memaksakan penghematan atau menarik  hutang dan ekuitas negara asing. Tetapi untuk

bergantung pada tabungan asing juga akan berdampak pada kemampuan untuk menangani

masalah yang berkaitan dengan arus modal jangka pendek, yang sayangnya sebagian besar

negara Asia telah gagal mengambil tindakan pencegahan dan mengarah pada serangkaian krisis

keuangan dan resesi ekonomi kita sangat menyadari hari ini. 

Upaya untuk menarik investasi portofolio asing ke negara ini tidak akan semudah dulu. 

Pengendalian modal, ditambah ketidakpastian ekonomi dan politik tampaknya meleset dari

perkiraan optimis dan tebakan yang dibuat oleh analis. Sebagai upaya untuk memobilisasi lebih

dari RM65 miliar yang dibutuhkan untuk rekapitalisasi sektor perbankan dan RM16 miliar lebih

untuk menyeimbangkan anggaran, kebutuhan modal asing tidak lagi menjadi pilihan. Karena

resesi ekonomi sudah tentu menguras pendapatan perusahaan dan pendapatan rumah tangga,

tabungan nasional yang lebih rendah akan menyebabkan modal yang relatif lebih rendah untuk

memacu pertumbuhan.

 Makalah ini akan melihat prospek untuk menarik  portofolio modal dari Timur

Tengah untuk  memasok modal yang sangat dibutuhkan oleh Malaysia. Diasumsikan bahwa pull

factor-nya  akan banyak bergantung kepada Penerbitan obligasi Syariah, sementara kebijakan

ekonomi dan ketidak pastian kondisi politik akan menempati peran sekunder. Berdasarkan

pada asumsi ini, penyediaan  modal oleh investor Timur Tengah diperkirakan akan lancar apabila

praktek bay al-inah dan bay al-dayn tidak ditemukan dalam kontrak finansial obligasi

syariah. Namun, tidak bisa dipungkiri faktor-faktor lain  berperan penting dalam menentukan

arus modal dari negara-negara timur tengah. Contohnya seperti  prospek fluktuasi mata

uang ketika pengendalian modal ditarik pada bulan September 1999,  menyebabkan

ketidakpastian pasar finansial dan kebijakan moneter dan fiskal  kurang dapat diprediksi.

Page 8: rangkuman tentang obligasi syariah

Karena obligasi Syariah yang diterbitkan Malaysia saat ini masih menggunakan bay al-

inah dan bay al-dayn dalam kontraknya, banyak investor timur-tengah yang menolak. Hal ini

dapat menyulitkan langkah untuk menarik modal dari investor timur tengah ketika sumber modal

dari negara barat sudah ‘kering’. Oleh karena itu penting untuk memahami proses yang

mendasari penerbitan obligasi Islam di Malaysia, dan sampai sejauh mana itu tidak sesuai

dengan pemikiran para ahli hukum timur-tengah. Hal ini penting untuk mengetahui 

langkah yang harus ditempuh oleh perusahaan Malaysia untuk ini sehingga mereka dapat

sumber modal yang sangat dibutuhkan dari investor timur-tengah.

Masalah yang terdapat pada Obligasi Islam Malaysia adalah prektek bay al-inah dan bay

al-dayn, yang tidak bisa diterima oleh para investor timur-tengah. bay al-inah dan bay al-dayn

mereka pandang sebagai sesuatu yang mirip riba. Hal ini tentu akan menimbulkan tantangan 

besar bagi perusahaan Malaysia yang mencari dana dari Timur Tengah melalui penerbitan

obligasi.

Makalah ini bermaksud untuk membahas beberapa isu penting pada penerbitan obligasi

syariah  di Malaysia. Makalah ini juga bermaksud untuk menelusuri alasan mengapa bay al-inah

dan bay al-dayn diharamkan oleh ahli hukum timur-tengah, agar terdapat titik temu untuk

menyelesaikan masalah ini. Apabila Malaysia dapat berhenti untuk menggunakan bay al-inah

dan bay al-dayn, maka sumber modal dari timur-tengah dapat membantu untuk memperbaiki

keadaan ekonomi di Malaysia. Sebagai gantinya, perusahaan-perusahaan di Malaysia dapat

mengganti sistemnya dengan Al-Murabahah, Al-istisna’ and Al-Ijarah. sistem yang digunakan

para investor di timur tengah.

2. Obligasi Syariah di Malaysia

Sejak tahun 1992, Rating Agency of Malaysia (RAM) and Malaysian Rating Agency

Corporation (MRAC) telah menilai 10 Islamic private debt securities (IPDS) yang diterbitkan

di  Malaysia.  Pada prinsipnya, sebagian besar

Obligasi diterbitkan dan diperdagangkan berdasarkan bay al-inah dan bay al-dayn. Sedangkan

yang lainnya, seperti Khazanah tanpa bunga dan wesel bayar juga berhubungan  dengan bay al-

inah dan bay al-dayn sebagai dasar perdagangan baik untuk likuiditas dan posisi penutup

pada saat obligasi jatuh tempo. Untuk lebih memahami peran  bay al-

dayn di pasar obligasi Syariah,bisa dilihat dari tiga langkah utama yang terlibat dalam penerbitan

obligasi, yaitu: 

Langkah 1: Sekuritisasi - Pembentukan aset bay al-inah

Langkah 2: Isu Obligasi - Penerbitan sertifikat utang- Shahdah al-dayn

Langkah 3: Perdagangan sertifikat utang - jual beli sertifikat utang di pasar sekunder dengan

menggunakan kontrak bay al-dayn

2.1. Langkah 1: Pembentukan Aset Bay Al-Inah

Page 9: rangkuman tentang obligasi syariah

Sekuritisasi Aset adalah inti dari penerbitan obligasi Syariah, yaitu sebuah ikatan  yang

harus menganggap peran al-mal atau properti sebagai objek untuk dijual. Sebuah objek

penjualan dalam hukum Islam harus mempunyai nilai. Ketika sertifikat obligasi didukung oleh 

aset yang dibuktikan melalui proses sekuritisasi, maka sertifikat obligasi tersebut berubah

menjadi obyek nilai dan memenuhi syarat menjadi obyek untuk diperdagangkan, dimana dapat 

dibeli dan dijual baik di pasar primer dan sekunder. Investor akan memiliki hak untuk menjual 

(haqq mali) obligasi tersebut. Di sekuritisasi bay al-inah, pemilik modal membeli aset dari 

penerbit dan menjualnya kembali ke pihak yang sama pada harga kredit. Perjanjian pembelian 

kembali akan memastikan bahwa penerbit akan menerima uang tunai sementara pemodal

akan dibayar sesuai jumlah diawal atau sesuai kontrak yang ada.Pembayaran hutang akan

dilakukan oleh angsuran melalui obligasi. Perbedaan antara kas dan harga mark-up akan 

mewakili keuntungan  pemodal tersebut.

Aset pokok tersebut sangat krusial untuk menentukan Islamisitas obligasi.  Dalam 

negara Malaysia, aset-aset ini termasuk pabrik, peralatan,  saham dan inventarisasi dan 

bahkan aset tidak berwujud. Tahap pertama ini sangat penting untuk menentukan tingkat

pengembalian. Perjanjian pembelian kembali menggunakan pendekatan penjualan  ditangguhkan

akan menunjukkan  bahwa terdapat penghasilan dengan nominal yang tetap sesuai yang tertera di

kontrak.

2.2. Langkah 2: Penerbitan sertifikat utang- Shahdah al-dayn

Hal ini biasanya terjadi di pasar primer dimana dalam menyelesaikan utang, perusahaan

akan menjual menerbitkansertifikat utang atau obligasi kepada investor. Seperti disebutkan di

atas, sertifikat hutang tersebut vaild hanya jika didukung oleh aset. Dengan kata lain, obligasi 

harus disekuritisasi. yang dimaksud sekuritas disini adalah BBA dan aset al-mudharabah. 

Namun, aset pokok tersebut tidak harus BBA dan Al-mudharabah sendiri. Jika tahap 1

melibatkan kontrak Ijarah, maka sertifikat utang disebut Sukuk al-Ijarah. Jika kontrak Istisna 

digunakan, kita bisa menyebutnya Sukuk al-Istisna'.

Isu-isu baru yang ada di Obligasi syariah saat ini dapat dikategorikan menjadi dua. Yaitu 

isu obligasi dengan kupon dan tanpa kupon atau yang selama ini dikenal sebagai  Obligasi 

Syariah dengan kupon dan Obligasi Syariah tanpa kupon.

2.2.1 Obligasi Syariah Dengan Kupon

Istilah "kupon" Istilah di sini menunjukkan bagian keuntungan dari penerbitan obligasi 

Islam al-murabahah notes issuance facility (MuNif) dan al-bai-bithaman ajil Islamic debt

securities (ABBA).Perbedaan antara MuNif dan ABBA terutama pada tanggal jatuh tempo 

masing-masing. Untuk kontrak jangka panjang, umumnya memakai ABBA, sedangkan untuk

kontrak jangka pendek dan menengah memakai MuNif.

Dalam Munif dan ABBA, ada dua jenis sertifikat hutang yang diterbitkan. Sertifikat 

yang  mewakili komponen modal disebut primari notes  sedangkan bagian labanya dikenal 

sebagai secondary notes atau coupon notes. Kupon bukan berarti bunga saja.  Dalam IDS, kupon

Page 10: rangkuman tentang obligasi syariah

juga mengacu pada  keuntungan atau bagian mark-up penjualan yang ditangguhkan. Jadi aman

untuk mengatakan  bahwa  versi Islam dari kupon obligasi konvensional adalah Munif dan 

ABBA.

2.2.2 Obligasi Syariah tanpa kupon

Kupon ini berarti obligasi yang dijual dengan harga diskon yang ditentukan melalui

proses tender. Proses ini memungkinkan harga sesuai dengan kekuatan permintaan dan

penawaran sehingga menghasilkan hasil yang didapat akan digunakan sebagai dasar untuk pasar

obligasi lokal. Obligasi ini menggunakan khazanah untuk menggambarkan beberapa masalah

yang bersangkutan. Berbeda dengan Munif dan ABBA, obligasi Khazanah dijamin oleh

pemerintah. Akan tetapi untuk tujuan perdagangan, penerbitan obligasi khazanah harus

memenuhi persyaratan yang melibatkan aset sekuritas khazanah.

2.3 Perdagangan sertifikat utang - jual beli sertifikat utang di pasar sekunder dengan

menggunakan kontrak bay al-dayn

Untuk memenuhi kebutuhan likuiditas, sangatlah penting memperdagangkan obligasi di

pasar sekunder. Namun, hampir semua obligasi Islam saat ini dibeli untuk investasi jangka

panjang. Kurangnya  pasar sekunder bukan berarti isu perdagangan tidak lagi penting. Salah

satu tujuan dalam penerbitan obligasi Khazanah adalah untuk menciptakan sebuah pasar

sekunder yang dinamis. hal ini perlu dibahas dalam pandangan Islam tentang perdagangan

obligasi di pasar sekunder.

Seperti disebutkan sebelumnya apabila sertifikat utang disekuritisasi, maka

menjadi properti (al-mal) yang juga merupakan pasal perdagangan. Obligasi dapat dijual 

oleh investor kepada penerbit atau  pihak ketiga jika pasar sekunder untuk obligasi Islam ada. 

Perdagangan jual beli sertifikat utang disebut  bay al-dayn. Di Malaysia, kontrak bay 'al dayn 

dengan harga diskon diterima, sementara Ulama Timur Tengah menganggap hal itu tidak dapat

diterima meskipun utang ini didukung oleh aset yang mendasari. Setiap keuntungan yang

diciptakan dari jual beli hutang adalah riba. Sebagai contoh Ali memegang obligasi senilai 

RM1000. Dia menjual obligasi ke Bakar senilai RM900.  Bakar membeli obligasi tersebut senilai

RM900 karena ia merasakanharga obligasi itu dapat naik. Dia akan menjual obligasi ketika

harga melebihi RM950 untuk mendapatkan profit RM50 yang menurut hukum Islam adalah riba.

3. Sekuritas Syariah di Negara Timur-Tengah

Instrumen keuangan untuk membiayai proyek di Timur Tengah telah banyak didominasi 

oleh Al-Murabahah dan Al-Ijarah. Pembiayaan proyek al-murabahah bagaimanapun, tidak

menggunakan instrumen obligasi karena melakukan hal itu akan berarti menerapkan al bay'

'inah untuk tujuan  sekuritisasi juga. Proses ini hanya melibatkan teknik al-murabahah biasa di

mana pemodal akan membeli bahan baku dan peralatan dari pemasok. Barang akan dijual 

kepada pelanggan dengan harga mark-up. Teknik jual beli ini telah terbukti cocok  karena

mempertahankan sebagian besar karakteristik  ditemukan dalam hutang tradisional seperti

Page 11: rangkuman tentang obligasi syariah

kebutuhan untuk agunan, surat hutang dan jaminan.  Dokumentasinya biasanya meliputi aset

kesepakatan jual beli antara pihak kontraktor sementara pembayaran angsurannya mengadopsi

prinsip amortisasi tradisional. Sedangkan untuk pembiayaan Al-Ijarah, menggunakan penerbitan

sertifikat laba yang disebut obligasi Al-Ijarah. Proses sekuritas ini berlaku saat aktiva Ijarah dari

arus kas yang dibuat untuk pembayaran sewa guna usaha.

4. Bay Al-Inah dan Proses Sekuritisasi Syariah

Obligasi seperti pinjaman. Dalam investasi obligasi, para investor secara efektif 

meminjamkan  uang kepada penerbit (pemerintah atau perusahaan) untuk jangka waktu yang

telah ditentukan.Sebagai gantinya, para investor memperoleh bunga.  Obligasi, jika dibandingkan

dengan ekuitas pada umumnya,  adalah instrumen yang lebih solid dan aman karena

pembayarannya tetap dan dapat diprediksi. Bunga  yang dibayarkan pertahun atau setiap

setengah tahun cenderung lebih tinggi  daripada bunga yang di peroleh dari deposito bank.

Dengan definisi konvensional seperti disebutkan di atas, maka Obligasi dapat dikatakan

sebagai riba, karena baik investor ataupun penerbit memperdagangkan hutang dan memperoleh

keuntungan dari transaksi tersebut. dan dengan demikian sifat obligasi tidak akan  berubah 

terlepas dari kenyataan bahwa saat ini obligasi tersebut menjadi sebagai suatu  instrumen untuk

menyediakan modal yang diperlukan untuk produksi.

Bay al-Inah umumnya dikenal sebagai penjualan berdasarkan transaksi Nasi'ah

(penundaan).  Debitur  menjual kepada kreditur beberapa obyek untuk kas yang akan

dibayarkan segera. Lalu debitur  membeli secara simultan objek yang sama dari kreditur dengan

nilai yang lebih besar di masa mendatang. Selisih antara kedua harga itulah yang menggantikan

bunga. Kontrak tersebut telah  berkembang sejak awal periode Islam dan ada untuk alasan 

mendasar bahwa pinjaman dengan bunga  dilarang karena sama dengan riba. Dalam kontrak 

ini, ada kepentingan ekonomi dari peminjam dan  pemberi pinjaman, dan pada saat yang

sama menghindari larangan riba. Masalah yang menjadi perhatian kita di sini, adalah bagaimana

hukum kontrak tersebut menurut pandangan Islam: apakah  diperbolehkan penjualan dengan

teknik prima facie, atau tidak dibolehkan karena motif di balik penjualan tersebut adalah

untuk melegalkan apa yang ilegal atau riba.

5. Pengertian Bay Al-Dayn

Al-Dayn berarti penjualan hutang debitur kepada pihak ketiga. Al-Dayn dapat berupa

moneter atau komoditas, makanan atau logam. Ini merupakan jenis penjualan yang

menggunakan pembayaran langsung atau pembayaran ditangguhkan. Menurut Hanafi dan ahli

hukum shafii, Al-Dayn tidak diperbolehkan dijual kepada non-debitur atau pihak ketiga.

Pendapat ini didasarkan pada penjualan terlarang, dan penjualan gharar karena larangan nabi

untuk jenis penjualan. Akan tetapi, menurut maliki, kreditur diperbolehkan menjual Al-Dayn ke

pihak ketiga. Karena kreditur berhak menjual kepada debitur, serta kreditur memiliki hak untuk

menjual kepada pihak ketiga yang disertakan peraturan-peraturan yang harus diperhatikan

meliputi:

Page 12: rangkuman tentang obligasi syariah

a. Pengonfirmasian hutang, kontrak harus dilakukan di tempat yang tidak 

ditangguhkan dalam rangka untuk menghindari hubungan dengan penjualan

utang dilarang oleh hukum islam. 

b. Debitur secara finansial mampu, harus menerima dan mengakui penjualan,

sehingga dia tidak akan menyangkal penjualan. Kondisi ini bertujuan untuk

menghindari sengketa antara para pihak, dan debitur harus mudah diakses

sehingga kreditur mengetahui apakah dia memiliki kemampuan untuk

membayar utang atau tidak.

c. penjualan tidak harus didasarkan pada menjual emas dengan perak atau

sebaliknya, karena, setiap pertukaran antara barang-barang ini membutuhkan

kepemilikan langsung, dan jika utang itu adalah uang, harga utang lain harus

sama dalam hal jumlah kuantitas.

6. Alternatif obligasi Muqarada bagi obligasi islam

Muqarada merupakan instrumen keuangan untuk meningkatkan modal ekuitas.

Obligasi muqarada mempunyai lima unsur meliputi:

a) Obligasi muqarada merupakan kepemilikan umum dan pemegang saham berhak di

proyek tertentu yang obligasi tersebut telah diterbitkan ditujukan dengan tujuan

pembiayaan.

b) Kontrak dalam obligasi muqarada berdasarkan pada pemberitahuan resmi penjualan

obligasi, yaitu propektus. Pemberitahuan resmi penjualan harus berisi semua kondisi

yang dibutuhkan oleh syariat muqarada dan informasi yang jelas mengenai proporsi

dan distribusi keuntungan yang sesuai dengan aturan syariah.

c) Berakhirnya obligasi muqarada ditentukan oleh pemegang obligasi yang diberikan

hak untuk mentransfer kepemilikan melalui penjualan.

d) Dalam pembagian keuntungan, yang harus diperhatikan:

a. Mudharib, orang yang telah menerima dana dan juga telah dibebankan dengan

tugas untuk menjalankan urusan dari proyek tertentu , menyadari keuntungan dari

investasi obligasi Muqarada akan didistribusikan antara mudharib dan investor

sesuai dengan perjanjian. 

b. Mudharib berbagi dengan investor, kepemilikan aset sesuai dengan partisipasi

kepada total nilai perusahaan / aset proyek. 

c. Hal ini tidak dibolehkan untuk menjamin dia tetap dibayar sekaligus keuntungan. 

Page 13: rangkuman tentang obligasi syariah

d. Penerbit memiliki hak untuk membeli obligasi yang ditawarkan untuk penjualan

oleh orang lain sesuai dengan harga yang menyatakan dari waktu ke waktu oleh

penerbit.

e. Mudharib ini dianggap sebagai penyimpan dana umum dan aset proyek

dipercayakan kepadanya. Jika ia lalai atau telah berkomitmen ketidakjujuran yang

mengarah ke kerugian, ia bertanggung jawab atas kerugian tersebut.

e) Dalam jaminan obligasi muqarada, yang harus diperhatikan:

a. Hal ini dibolehkan untuk pihak ketiga (pemerintah) berjanji untuk

mengkompensasi kerugian yang berkelanjutan pada proyek. Namun, jaminan ini

harus diselesaikan dalam kontrak yang terpisah dan tidak termasuk dalam kontrak

utama ikatan Muqarada antara penerbit dan investor. 

b. Hal ini tidak diperbolehkan bagi penerbit untuk menjamin Mudaraba (investor

tidak akan menanggung kerugian nilai obligasi) atau untuk menjamin investor

jumlah tetap dibayar sebagai keuntungan.

c. Hal ini sah untuk mudharib dan investor setuju untuk menyisihkan sebagian

spesifik atau tertentu dari laba sebagai cadangan untuk memberikan perlindungan

atau untuk memenuhi kerugian yang timbul selama pelaksanaan proyek.