Top Banner

of 48

Rado Thttt

Oct 10, 2015

Download

Documents

Jan Morado

ne lg
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangHidung adalah saluran udara yang pertama mempunyai dua lubang (kavum nasi),dipisahkan oleh sekat hidung(septum nasi) ( Drs.H.Syaifuddin,2006).Polip adalah masa lunak,berwarna putih atau keabu-abuan (Subhan, S.Kep.,2003). Jadi polip hidung adalah pembengkakan mukosa hidung yang terisi cairan interselular yang terdorng ke dalam rongga hidung oleh gaya berat (R. Pracy,1983). Penyebab : polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat hipersensitifitas atau reaksi alergi pada mukosa hidung, polip biasanya di temukan pada orang dewasa dan jarang terjadi pada anak anak (Subhan,S.Kep.,2003). Penatalaksanaan:polip yang masih kecil dapat diobati kortikosteroid baik local maupun sistemik. Pada polip yang cukup besar dan persisten di lakukan tindakan operatif berupa pengangkatan polip (polippectomy) (Subhan,S.Kep.,2003).

1.2 Rumusan MasalahDari latar belakang di atas,maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:1. Bagaimana anatomi fisiologi dari polip?2. Apa pengertian dari polip ?3. Bagaimana etiologi dari polip ?4. Bagaimana klasifikasi dari polip ?5. Bagaimana manifestasi klinis dari polip ?6. Bagaimana patofisiologi dari polip?7. Bagaimana pohon masalah dari polip?8. Bagaimana insiden di dunia dari polip?9. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari poilp?10. Bagaimana komplikasi dari polip?11. Bagaimana penatalaksanaan dari polip ?12. Bagaimana konsep asuhan keperawatan dari polip?

1.3 TujuanDari rumusan masalah diatas,maka dapat ditentukan tujuan sebagai berikut:1. Agar mahasiswa kesehatan mengetahui anatomi fisiologi dari polip hidung.2. Agar mahasiswa kesehatan mengetahui pengertian dari polip hidung.3. Agar mahasiswa kesehatan mengetahui etiologi dari polip hidung.4. Agar mahasiswa kesehatan mengetahui klasifikasi dari polip.5. Agar mahasiswa kesehatan mengetahui manifestasi klinis dari polip.6. Agar mahasiswa kesehatan mengetahui patofisiologi dari polip.7. Agar mahasiswa kesehatan mengetahui pohon masalah dari polip8. Agar mahasiswa kesehatan mengetahui insiden polip hidung di dunia.9. Agar mahasiswa kesehatan mengetahui pemeriksaan penunjang dari polip hidung.10. Agar mahasiswa kesehatan mengetahui komplikasi dari polip.11. Agar mahasiswa kesehatan mengetahui penatalaksanaan dari polip.12. Agar mahasiswa mengetahui konsep asuhan keperawatan dari polip hidung.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi fisiologi

Menurut Drs.H.Syaifuddin hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama,mempunyai dua lubang (kavum nasi),dipisahkan oleh sekat hidung(septum nasi).Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara ,debu dan kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung.Bagian-bagian dari hidung adalah sebagai berikut:1. Bagian luar dinding terdiri dari kulit.2. Lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan.3. Lapisan dalam terdiri dari selaput lendir yang berlipat lipat yang dinamakan karang hidung (konka nasalis),yang berjumlah 3 buah:a. Konka nasalis inferior (karang hidung bagian bawah)b. Konka nasalis media (karang hidung bagian tengah)c. Konka nasalis superior (karang hidung bagian atas)Di antara konka ini terdapat 3 buah lekukan meatus yaitu:a. Meatus superior (lekukan bagian atas)b. Meatus medialis (lekukan bagian tengah)c. Meatus inferior (lekukan bagian bawah).Meatus-meatus inilah yang dilewati oleh udara pernafasan ,sebelah dalam terdapat lubang yang berhubungan tekak,lubang ini di sebut kaona.Fungsi dari hindung yaitu sebagai berikut:1. Bekerja sebagai saluran udara pernafasan.2. Sebagai penyaring udara pernafasan yang dilakukan oleh bulu-bulu hidung.3. Dapat menghangatkan udara pernafasan oleh mukosa.4. Membunuh kuman yang masuk ,bersama udara pernafasan oleh leukosit yang terdapat dalam selapu lendir (mukosa) atau hidung. (Drs.H.Syaifuddin,2006)

2.2 Definisi1.Definisi Hidung menurut SyaifuddinHidung adalah saluran udara yang pertama mempunyai dua lubang (kavum nasi),dipisahkan oleh sekat hidung(septum nasi) (Syaifuddin,2006).2. Definisi Polip menurut SubhanPolip adalah masa lunak,berwarna putih atau keabu-abuan (Subhan, S.Kep.,2003).3. Definisi polip hidung SubhanPolip adalah masa lunak,berwarna putih atau keabu-abuan (Subhan, S.Kep.,2003).

2.3 Etiologia) Faktor HerediterSeperti :Rhinitis alergika,Asma serta Sinusitis kronisb) Faktor Non HerediterSeperti karena: peradangan mukosa hidung , edema, iritasi,reaksi hipersensitifitas.

2.4 Klasifikasi PolipMenurut Subhan Polip hidung terbagi menjadi 2 jenis yaitu:1. Polip hidung tunggal adalah jumlah polipnya hanya satu, berasal dari sel-sel permukaan dinding sinus tulang pipi.2. Polip hidung Multiple adalah jumlah polip lebih dari satu berasal dari permukaan dinding rongga tulang hidung bagian atas (etmoid).

2.5 Manifestasi Klinis1. Ingusan2. Hidung tersumbat terus menerus3. Hilang atau berkurangnya indera penciuman4. Nyeri kepala5. Mengorok6. Suara bindeng

2.6 Patofisiologi Polip berasal dari pembengkakan mukosa hidung yang terdiri atas cairan interseluler dan kemudian terdorong ke dalam rongga hidung dan gaya berat.Polip dapat timbul dari bagian mukosa hidung atau sinus paranasal dan seringkali bilateral. Polip hidung paling sering berasal dari sinus maksila (antrum) dapat keluar melalui ostium sinus maksilla dan masuk ke ronga hidung dan membesar di koana dan nasopharing. Polip ini disebut polip koana.Secara makroskopik polip terlihat sebagai massa yang lunak berwarna putih atau keabu-abuan. Sedangkan secara mikroskopik tampak submukosa hipertropi dan sembab. Sel tidak bertambah banyak dan terutama terdiri dari sel eosinofil, limfosit dan sel plasma sedangkan letaknya berjauhan dipisahkan oleh cairan interseluler. Pembuluh darah, syaraf dan kelenjar sangat sedikit dalam polip dan dilapisi oleh epitel throrak berlapis semu.

2.7 Pohon MasalahFaktor Non Herediter

Proses Infeksi/ Inflamasi

Pelepasan medioator kimiawi bradikinin dan histamin

Nyeri waktu menelan

Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan

Gangguan mekanisme umpan balik / keinginan makan

Penurunan berat badan

Ketidakseimbangan saraf vasomotor

Gangguan bersihan jalan nafas tidak efektif

Faktor Herediter

Gen

Kelainan pada kromosom dan autosom yang mungkin menurun

Proses autoimun

Penyakit Rhinitis alergika

Polip HIdung

Peningkatan permeabilitas kapiler

Gangguan regulasi vaskuler yang menyebabkan dilepasnya sitokin-sitokin dari sel mast

Mukosa yang sembab

Gangguan pernafasan/ Dipnea

Edema

Peradangan mukosa hidung

2.8 Insiden di duniaDi Amerika insiden polip nasi pada anak adalah 0,1%, namun insiden ini meningkat pada anak-anak dengan fibrosis kistik yaitu 6-48%. Insiden pada orang dewasa adalah 1-4% dengan rentang 0,2-28%. Insiden di seluruh dunia tidak jauh berbeda dengan insiden di Amerika Polip nasi terjadi pada semua ras dan kelas ekonomi. Walaupun ratio pried an wanita pada dewasa 2-4: 1, ratio pada anak anak tidak dilaporkan. Dilaporkan prevalensinya sebanding dengan pasien dengan asma.Angka mortalitas polip nasi tidaklah signifikan, namun polip nasi dihubungkan dengan turunnya kualitas hidup seseorang. Tidak ada perbedaan insiden polip nasi yang nyata diantara bangsa-bangsa di dunia dan diantara jenis kelamin. Polip multipel yang jinak biasanya timbul setelah usia 20 tahun dan lebih sering pada usia diatas 40 tahun. Polip nasi jarang ditemukan pada anak usia dibawah 10 tahun.

2.9 Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada polip adalah:1. Endoskopi. Untuk melihat polip yang masih kecil dan belum keluar dari kompleks osteomeatal. Memberikan gambaran yang baik dari polip, khususnya polip berukuran kecil di meatus media. Polip stadium 1 dan 2 kadang-kadang tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior tetapi tampak dengan pemeriksan naso-endoskopi. Pada kasus polip koanal juga dapat dilihat tangkai polip yang berasal dari ostium asesorius sinus maksila. Dengan naso-endoskopi dapat juga dilakukan biopsi pada layanan rawat jalan tanpa harus ke meja operasi.2. Foto polos rontgen &CT-scan. Untuk mendeteksi sinusitis.Foto polos sinus paranasal (posisi water, AP, caldwell, dan lateral) dapat memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara dan cairan di dalam sinus, tetapi pemeriksaan ini kurang bermanfaat pada pada kasus polip. Pemeriksaan CT scan sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah ada kelainan anatomi, polip, atau sumbatan pada komplek osteomeatal. CT scan terutama diindikasikan pada kasus polip yang gagal diterapi dengan medikamentosa.3. Biopsi. Kita anjurkan jika terdapat massa unilateral pada pasien berusia lanjut, menyerupai keganasan pada penampakan makroskopis dan ada gambaran erosi tulang pada foto polos rontgen.

2.10 Komplikasi1. Satu buah polip jarang menyebabkan komplikasi,tapi jika dalam ukuran besar atau dalam jumlah banyak dapat mengarah pada akut atau infeksi sinusitis kronis,mengorok dan bahkan sesak nafas saat tidur.2. Pada penderita polip yang berukuran besar dan menganggu pernafasan dapat dilakukan tindakan pengangkatan polip dengan operasi Polipektomi dan Etmoidektomi.

2.11 Penatalaksanaan1. Medisa. Bila polip masih kecil dapat diobati secara konservatif dengan kortikosteroid sistemik atau oral ,missalnya prednisone 50 mg/hari atau deksametason selama 10 hari kemudian diturunkan perlahan.b. Secara local dapat disuntikan ke dalam polip,misalnya triasinolon asetenoid atau prednisolon 0,5 ml tiap 5-7 hari sekali sampai hilang.c. Dapat memaki obat secara topical sebagai semprot hidung misalnya beklometason dipropinoat.d. Tindakan operasi diambil jika polip tidak bisa diobati dan terus membesar serta menganggu jalannya pernafasan yaitu operasi polipektomi atau juga bisa operasi etmoidektomi.

2. Keperawatana. Vocational RehabilitationRehabilitasi yang dilakukan untuk memberikan pendidikan pasca operasi karena akan ada bekas luka dalam hidung sehingga harus diajari cara membuang ingus yang tidak membuat pasien kesakitan.b. Social RehabilitationRehabilitasi yang bertujuan untuk adaptasi awal terhadap perubahan tubuh sebagai bukti dengan partisipasi dalam aktivitas perawatan diri dan interaksi positif dengan orang lain bertujuan untuk tidak menarik diri dari kontak social.

2.12 Konsep Asuhan KeperawatanI. Pengkajian KeperawatanA. Identitas Klien:B. Riwayat KeperawatanKeluhan Utama:hidung terasa tersumbat,sering mengeluarkan lendir(pilek sulit berhenti).Riwayat kesehatan dahulu:tidak ada riwayat penyakit jantung,paru,kencing manis,gondok dan penyakit kanker serta penyakit tekanan darah tinggi dan ginjal.

II. Pengkajian Fisik dan FungsiA. Aktivitas/IstirahatGejala:Kelelahan dan kelemahanTanda:Penurunan kekuatan,menunjukan kelelahanB. SirkulasiGejala:Lelah,pucat dan tidak ada tanda sama sekaliTanda:Takikardi,disritmia,pucat,diaphoresis dan keringat malamC. Integritas EgoGejala Masalah finansial:biaya rumah sakit, pengobatanTanda Berbagai perilaku ,misalnya marah ,menarik diri , pasifD. Makanan/CairanGejala:Anoreksi/kehilangan nafsu makan Adanya penurunan berat badan 10% atau lebih dari berat badan dalam 6 bulan sebelumnya tanpa dengan usaha diet.Tanda:-E. Nyeri/KenyamanaanGejala:Nyeri tekan/nyeri pada daerah hidungTanda:Fokus pada diri sendiri , perilaku berhati hatiF. PernafasanGejala:DipsneaTanda:Dipsnea,Takikardi,pernafasan mulut,sianosis,terdapat pembesaran polip.G. IstirahatSelama indikasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek.H. SensorikDaya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus menerus(baik purulen,serous,mukopurulen).

III. Diagnosa Keperawatan1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan seringnya ingusanBatasan karakteristik:Dipsnea,kedalaman pernafasan,penggunaan otot aksesori penafasan,sianosisTujuan:Pernafasan normalKriteria hasil:Bebas Dipsnea,sianosis,kedalaman nafas normal.2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan gangguan mekanisme umpan balik, keinginan makan, rasa dan bau karena adanya polip. Batasan karakteristik: Penurunan nafsu makan,gangguan sensasi penciuman,kurang tertarik pada makanan, penurunan berat badan. Tujuan: Menunjukan peningkatan nafsu makan. Kriteria Hasil: Peningkatan nafsu makan dan tidak ada penurunan berat badab lebih lanjut.IV. Intervensi1. Intervensi diagnosa pertama.

INTERVENSIRASIONAL

Mandiri

Kaji/awasi prekuensi pernapasan, kedalaman, irama. Perhatikan laporan dispnea dan/atau penggunaan otot bantu pernapasan cuping hidung, gangguan pengembangan dada .Perubahan (seperti takipnea, dispnea, penggunaan otot aksesori) dapat mengindikasikan berlanjutnya keterlibatan/ pengaruh pernapasan yang membutuhkan upaya intervensi.

Beri posisi dan bantu ubah posisi secara periodikMeningkatkan aerasi semua segmen paru dan memobilisasikaan sekresi

Anjurkan/bantu dengan tehnik napas dalam dan/atau pernapasan bibiratauMembantu meningkatkan difusi gas dan ekspansi jalan napas kecil, memberikan

pernapasan diagfragmatik abdomen bila diindikasikanpasien beberapa kontrol terhadap pernapasan, membantu menurunkan ansietas

Awasi/evaluasi warna kulit, perhatikan pucat, terjadinya sianosis (khususnya pada dasar kulit, daun telinga,dan bibir)Proliferasi SDP dapat menurunkan kapasitas pembawa oksigen darah, menimbulkan hipoksemia.

Kaji respon pernapasan terhadap aktivitas. Perhatikan keluhan dispnea/lapar udara meningkatkan kelelahan. Jadwalkaan periode istirahat antara aktivitas.Penurunan oksigen seluler menurunkan toleransi aktivitas. Istirahat menurunkan kebutuhan oksigen dan mencegah kelelahandan dispnea

Identifikasi/dorong tehnik penghematan energi mis : periode istirahat sebelum dan setelah makan, gunakan mandi dengan kursi, duduk sebelum perawatanMembantu menurunkan kelelahan dan dispnea dan menyimpan energi untuk regenerasi selulerdan fungsi pernapasan

Tingkatkan tirah baring dan berikan perawatan sesuai indikasi selama eksaserbasi akut/panjangMemburuknya keterlibatan pernapasan/ hipoksia dapat mengindikasikan penghentian aktivitas untuk mencegah pengaruh pernapasan lebih serius

Berikan lingkungan tenangMeningkatkan relaksasi, penyimpanan energi dan menurunkan kebutuhan oksigen

Observasi distensi vena leher, sakit kepala, pusing, edema periorbital/fasial, dispnea,dan stridorPasien non-Hodgkin pada resiko sindrom vena kava superior dan obstruksi jalan napas, menunjukkan kedaruratan onkologis.

Kolaborasi

Berikan tambahan oksigenMemaksimalkan ketersediaan untuk untuk kebutuhan sirkulasi, membantu menurunkan hipoksemia

Awasi pemeriksaan laboratorium, mis : GDA, oksimetriMengukur keadekuatan fungsi pernapasan dan keefektifan terapi.

2. Intervensi diagnosa ke dua.

INTERVENSIRASIONAL

Mandiri

Pastikan pola diit biasa pasien, yang disukai atau tidak disukaiMembantu klien untuk mengembalikan nafsu makan

Awasi masukan dan pengeluaran dan berat badan secara periodik.Berguna dalam pemenuhan nutrisi dan pengembalian berat badan

BAB IIIPENUTUP

3.1 KesimpulanHidung adalah saluran udara yang pertama mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi) ( Drs.H.Syaifuddin,2006).Polip adalah masa lunak,berwarna putih atau keabu-abuan (Subhan, S.Kep.,2003). Jadi polip hidung adalah pembengkakan mukosa hidung yang terisi cairan interselular yang terdorng ke dalam rongga hidung oleh gaya berat (R. Pracy,1983).Penyebab: polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat hipersensitifitas atau reaksi alergi pada mukosa hidung, polip biasanya di temukan pada orang dewasa dan jarang terjadi pada anak anak (Subhan,S.Kep.,2003).Penatalaksanaan:polip yang masih kecil dapat diobati kortikosteroid baik local maupun sistemik. Tapi,Pada pasien dengan polip yang cukup besar dan persisten baru akan di lakukan tindakan operatif berupa pengangkatan polip (polippectomy). Jadi, untuk penatalaksanaan pada pasien harus menyesuaikan dengan situasi dan kondisi agar penangannya bisa tepat.

3.2 SaranSaran dari kelompok kami sebaiknya untuk penanganan pada pasien dengan polip hidung harus dilakukan secara tepat. Karena, penatalaksanaan tindakan untuk setiap pasien yang menderita penyakit polip hidung berbeda-beda tergantung dengan tingkat keparahan penyakit polipnya. polip yang masih kecil dapat diobati kortikosteroid baik local maupun sistemik. Tapi, Pada pasien dengan polip yang cukup besar dan persisten baru akan di lakukan tindakan operatif berupa pengangkatan polip (polippectomy). Jadi, untuk penatalaksanaan pada pasien harus menyesuaikan dengan situasi dan kondisi agar penangannya bisa tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Andrianto, Petrus. 1986 .Penyakit Telinga,Hidung Dan Tenggorokan. Jakarta: EGC.

Pracy R dkk. 1989. Pelajaran Singkat Telinga,Hidung Dan Tenggorok. Jakarta: Gramedia.

Subhan. 2006. ASKEP: Pasien dengan Polip Hidung. Surabaya: UNAIR Press.

Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi Edisi 3. Jakarta: EGC.

Tambayong, Jan. 2001. Anatomi Fisiologi. Jakarta: EGC. www.eMedicine .com- Nasal Polyps Article by John E McClay GOOD.htm/, (Online) (diakses 26 Maret 2012).

BAB IPENDAHULUANPolip nasi merupakan salah satu penyakit yang cukup sering ditemukan di bagian THT. Keluhan pasien yang datang dapat berupa sumbatan pada hidung yang makin lama semakin berat. Kemudian pasien juga mengeluhkan adanya gangguan penciuman dan sakit kepala. Untuk mengetahui massa di rongga hidung merupakan polip atau bukan selain perlu dikuasai anatomi hidung juga perlu dikuasai cara pemeriksaan yang dapat menyingkirkan kemungkinan diagnosa lain. Di dalam referat ini akan dijelaskan mengenai anatomi, fisiologi hidung serta patofisiologi, gejala klinis, pemeriksaan dan penatalaksanaan pada polip nasi.Gambar 1: Pasien dengan Polip Nasi pada hidung sebelah kiri.(Sumber: Nasal polypectomy: Article by Kevin T Kavanagh, All Rights Reserved http://www.ent-usa.com)Gambar 2 : close up view of the right nasal cavity and polyp #5 in a 5-month-old infant. The obstructing reddish polyp is visible. This is an intranasal glioma that was arising from the attachment of the inferior turbinate anteriorly; it was removed transnasally.Sumber: http://www.eMedicine Nasal Polyps Article by John E McClay GOOD.htmBAB IIPEMBAHASAN1. I. Latar Belakang Sumbatan hidung adalah salah satu yang paling sering dikeluhkan ke dokter pada pelayanan primer. Ini adalah gejala bukan diagnosis, banyak faktor dan kondisi anatomi yang dapat menyebabkan sumbatan hidung. Pasien juga sering mengeluhkan sakit kepala dan napas yang lebih sulit dan sensasi penuh pada wajah. Penyebab dari sumbatan hidung dapat struktur maupun sistemik. Yang disebabkan struktur termasuk perubahan jaringan, trauma, gangguan congenital. Yang disebabkan sistemik terkait dengan perubahan fisiologis dan patologis. Polip merupakan salah satu dari penyebab rasa hidung tersumbat.Polip nasal adalah masa polipoidal yang biasanya berasal dari membran mukosa dari hidung dan sinus paranasal. Polip tumbuh melebihi dari mukosa yang sering berhubungan rhinitis alergi.Patogenesis polip nasal adalah tidak diketahui, Polip hidung paling sering bersamaan dengan rhinitis alergi dan kadang dengan fibrosis kistik, walaupun pada dewasa terdapat angka yang siqnifikan di kaitkan dengannon alergi. Polip ini tidak ada hubungan dengan colonic atau polip uteri. Polip yang irregular unilateral yang dikaitkan dengan sakit dan berdarah akan memerlukan investigasi penting mungkin mereka presentasi dari sebuah tumor intra nasal.1. Anatomi dan FisiologiHidung LuarHidung luar berbentuk piramid dengan bagian bagiannya dari atas ke bawah :1. Pangkal hidung (bridge)2. Dorsum nasi3. Puncak hidung4. Ala nasi5. Kolumela6. Lubang hidung (nares anterior)Gambar 3: Anatomy hidung.Sumber: Anatomy SobotaHidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yaitu M. Nasalis pars transversa dan M. Nasalis pars allaris. Kerja otot otot tersebut menyebabkan nares dapat melebar dan menyempit. Batas atas nasi eksternus melekat pada os frontal sebagai radiks (akar), antara radiks sampai apeks (puncak) disebut dorsum nasi. Lubang yang terdapat pada bagian inferior disebut nares, yang dibatasi oleh :- Superior: os frontal, os nasal, os maksila- Inferior : kartilago septi nasi, kartilago nasi lateralis, kartilago alaris mayor dan kartilago alaris minorDengan adanya kartilago tersebut maka nasi eksternus bagian inferior menjadi fleksibel.Perdarahan : 1. A. Nasalis anterior (cabang A. Etmoidalis yang merupakan cabang dari A. Oftalmika, cabang dari a. Karotis interna).2. A. Nasalis posterior (cabang A.Sfenopalatinum, cabang dari A. Maksilaris interna, cabang dari A. Karotis interna)3. A. Angularis (cabang dari A. Fasialis)Persarafan : 1. Cabang dari N. Oftalmikus (N. Supratroklearis, N. Infratroklearis)2. Cabang dari N. Maksilaris (ramus eksternus N. Etmoidalis anterior)Kavum NasiDengan adanya septum nasi maka kavum nasi dibagi menjadi dua ruangan yang membentang dari nares sampai koana (apertura posterior). Kavum nasi ini berhubungan dengan sinus frontal, sinus sfenoid, fossa kranial anterior dan fossa kranial media. Batas batas kavum nasi:Posterior : berhubungan dengan nasofaringAtap : os nasal, os frontal, lamina kribriformis etmoidale, korpus sfenoidale dansebagian os vomerLantai : merupakan bagian yang lunak, kedudukannya hampir horisontal, bentuknyakonkaf dan bagian dasar ini lebih lebar daripada bagian atap. Bagian inidipisahkan dengan kavum oris oleh palatum durum.Medial : septum nasi yang membagi kavum nasi menjadi dua ruangan (dekstra dansinistra), pada bagian bawah apeks nasi, septum nasi dilapisi oleh kulit,jaringan subkutan dan kartilago alaris mayor. Bagian dari septum yangterdiri dari kartilago ini disebut sebagai septum pars membranosa =kolumna = kolumela.Lateral : dibentuk oleh bagian dari os medial, os maksila, os lakrima, os etmoid,konka nasalis inferior, palatum dan os sfenoid.Konka nasalis suprema, superior dan media merupakan tonjolan dari tulang etmoid. Sedangkan konka nasalis inferior merupakan tulang yang terpisah. Ruangan di atas dan belakang konka nasalis superior adalah resesus sfeno-etmoid yang berhubungan dengan sinis sfenoid. Kadang kadang konka nasalis suprema dan meatus nasi suprema terletak di bagian ini.Gambar 4: Anatomy hidung.Sumber: Anatomy SobotaPerdarahan : Arteri yang paling penting pada perdarahan kavum nasi adalah A.sfenopalatina yang merupakan cabang dari A.maksilaris dan A. Etmoidale anterior yang merupakan cabang dari A. Oftalmika. Vena tampak sebagai pleksus yang terletak submukosa yang berjalan bersama sama arteri.Persarafan : 1. Anterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari N. Trigeminus yaitu N. Etmoidalis anterior2. Posterior kavum nasi dipersarafi oleh serabut saraf dari ganglion pterigopalatinum masuk melalui foramen sfenopalatina kemudian menjadi N. Palatina mayor menjadi N. Sfenopalatinus.Gambar 5: Anatomy hidung.Sumber: Anatomy SobotaTempat asalTumbuhnya polip terutama di bagian-bagian sempit di bagian atas hidung, di bagian lateral konka media, dan sekitar muara sinus maksila dan sinus etmoid. Di tempat inilah mukosa hidung saling berdekatan. Bila ada fasilitas pemeriksaan dengan endoskop, mungkin tempat asal tangkai polip dapat dilihat. Dari penelitian Stammberger didapati 80% polip nasi berasal dari celah antara prosesus unsinatus, konka media dan infundibulum.Mukosa Hidung Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional dibagi atas mukosa pernafasan dan mukosa penghidu. Mukosa pernafasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu yang mempunyai silia dan diantaranya terdapat sel-sel goblet. Pada bagian yang lebih terkena aliran udara mukosanya lebih tebal dan kadang-kadang terjadi metaplasia menjadi sel epital skuamosa. Dalam keadaan normal mukosa berwarna merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir (mucous blanket) pada permukaannya. Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar mukosa dan sel goblet.Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang penting. Dengan gerakan silia yang teratur, palut lendir di dalam kavum nasi akan didorong ke arah nasofaring. Dengan demikian mukosa mempunyai daya untuk membersihkan dirinya sendiri dan juga untuk mengeluarkan benda asing yang masuk ke dalam rongga hidung. Gangguan pada fungsi silia akan menyebabkan banyak sekret terkumpul dan menimbulkan keluhan hidung tersumbat. Gangguan gerakan silia dapat disebabkan oleh pengeringan udara yang berlebihan, radang, sekret kental dan obat-obatan.Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis semu dan tidak bersilia (pseudostratified columnar non ciliated epithelium). Epitelnya dibentuk oleh tiga macam sel, yaitu sel penunjang, sel basal dan sel reseptor penghidu. Daerah mukosa penghidu berwarna coklat kekuningan.Fisiologi hidung 1. Sebagai jalan nafasPada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, sehingga aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi, udara masuk melalui koana dan kemudian mengikuti jalan yang sama seperti udara inspirasi. Akan tetapi di bagian depan aliran udara memecah, sebagian lain kembali ke belakang membentuk pusaran dan bergabung dengan aliran dari nasofaring.2. Pengatur kondisi udara (air conditioning)Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan udara yang akan masuk ke dalam alveolus. Fungsi ini dilakukan dengan cara:a. Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir. Pada musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini sedikit, sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya.b. Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas, sehingga radiasi dapat berlangsung secara optimal. Dengan demikian suhu udara setelah melalui hidung kurang lebih 37o C.3. Sebagai penyaring dan pelindungFungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri dan dilakukan oleh:1. Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi2. Silia 1. Palut lendir (mucous blanket). Debu dan bakteri akan melekat pada palut lendir dan partikel partikel yang besar akan dikeluarkan dengan refleks bersin. Palut lendir ini akan dialirkan ke nasofaring oleh gerakan silia.2. Enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri disebut lysozime.4. Indra PenghiduHidung juga bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila menarik nafas dengan kuat.5. Resonansi suaraPenting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar suara sengau.6. Proses bicaraMembantu proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m,n,ng) dimana rongga mulut tertutup dan rongga hidung terbuka, palatum molle turun untuk aliran udara.1. Refleks nasalMukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh: iritasi mukosa hidung menyebabkan refleks bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau tertentu menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.1. III. Definisi Polip NasiPolip nasi merupakan kelainan mukosa hidung berupa massa lunak yang bertangkai, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabuan, dengan permukaan licin dan agak bening karena mengandung banyak cairan. Polip nasi bukan merupakan penyakit tersendiri tapi merupakan manifestasi klinik dari berbagai macam penyakit dan sering dihubungkan dengan sinusitis, rhinitis alergi, fibrosis kistik dan asma.Gambar 6: Polip pada hidungPolip yang multipel dapat timbul pada anak-anak dengan sinusitis kronik, rhinitis alergi, fibrosis kistik atau sinuisitis jamur alergi. Polip sangat bervariasi pada setiap individu, polip dapat berupa polip antro-koanal, polip jinak yang besar ataupun polip multipel yang dapat merupakan lesi jinak atau merupakan suatu keganasan seperti: glioma, hemangioma, papiloma, limfoma, neuroblastoma, sarcoma,karsinoma nasofaring dan papiloma inverted.Kita harus mewaspadai setiap anak dengan polip jinak yang multipel yang dihubungkan dengan fibrosis kistik dan asma.

Gambar 7: gambaran polip nasi(Sumber: Nasal polyps: Article by Bechara Y Ghorayeb, www.otolaryngology Houston.htm)Gambar 8: Endoskopik Polip Nasi.(Sumber: Nasal polypectomy: Article by Kevin T Kavanagh, All Rights Reserved www.ent-usa.com)Gambar 9: The pictures shown to the right are of a patients CT Scan (far right) and of her polyps in the left (middle picture) and right (far left picture) nasal cavities. The CT Scan shows polyps * and opacified maxillary sinus MS and an opacified posterior ethmoid sinus ES.(Sumber: Nasal polyp: Article by Kevin T Kavanagh, All Rights Reserved http://www.ent-usa.com)Gambar 10: The nasal polyps on the right are from a 65 year old patient who has had four previous sinus operations. The last one was twelve years ago. The polyps fill his nasal cavity. On CT Scan there was erosion of the posterior table of the frontal sinus and intracranial air.(Sumber: Nasal polyp: Article by Kevin T Kavanagh, All Rights Reserved www.ent-usa.com)Gambar 11: Rigid endoscopic view of the left nasal cavity, showing the septum on the left. Polyps with some blood and hemorrhage are on top of them in the center portion. The rim of white from 1 oclock to 4 oclock indicates the lateral nasal wall vestibule. The polyps cover the inferior turbinate, which is partially visible at 4 and 5 oclock.Sumber: http://www.eMedicine Nasal Polyps Article by John E McClay GOOD.htm1. IV. EpidemiologiDi Amerika insiden polip nasi pada anak adalah 0,1%, namun insiden ini meningkat pada anak-anak dengan fibrosis kistik yaitu 6-48%.Insiden pada orang dewasa adalah 1-4% dengan rentang 0,2-28%. Insiden di seluruh dunia tidak jauh berbeda dengan insiden di AmerikaPolip nasi terjadi pada semua ras dan kelas ekonomi. Walaupun ratio pried an wanita pada dewasa 2-4: 1, ratio pada anak anak tidak dilaporkan. Dilaporkan prevalensinya sebanding dengan pasien dengan asma.Angka mortalitas polip nasi tidaklah signifikan, namun polip nasi dihubungkan dengan turunnya kualitas hidup seseorang. Tidak ada perbedaan insiden polip nasi yang nyata diantarabangsa-bangsa di dunia dan diantara jenis kelamin. Polip multipel yang jinakbiasanya timbul setelah usia 20 tahun dan lebih sering pada usia diatas 40 tahun. Polip nasi jarang ditemukan pada anak usia dibawah 10 tahun1. ETIOLOGIPolip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitif atau reaksi alergi pada mukosa hidung. Peranan infeksi pada pembentukan polip hidung belum diketahui dengan pasti tetapi ada keragu-raguan bahwa infeksi dalam hidung atau sinus paranasal seringkali ditemukan bersamaan dengan adanya polip. Polip berasal dari pembengkakan lapisan permukaan mukosa hidung atau sinus, yang kemudian menonjol dan turun ke dalam rongga hidung oleh gaya berat. Polip banyak mengandung cairan interseluler dan sel radang (neutrofil dan eosinofil) dan tidak mempunyai ujung saraf atau pembuluh darah. Polip biasanya ditemukan pada orang dewasa dan jarang pada anak anak. Pada anak anak, polip mungkin merupakan gejala dari kistik fibrosis.Yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya polip antara lain :1. Alergi terutama rinitis alergi.2. Sinusitis kronik.3. Iritasi.4. Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum dan hipertrofi konkaGambar 11: gambaran polip nasi(Sumber: Nasal polyps: Article by Bechara Y Ghorayeb, www.otolaryngology Houston.htm)Etiologi yang pasti belum diketahui tetapi ada 3 faktor penting pada terjadinya polip, yaitu :1. Adanya peradangan kronik yang berulang pada mukosa hidung dan sinus.2. Adanya gangguan keseimbangan vasomotor.3. Adanya peningkatan tekanan cairan interstitial dan edema mukosa hidung.Fenomena Bernoulli menyatakan bahwa udara yang mengalir melalui tempat yang sempit akan mengakibatkan tekanan negatif pada daerah sekitarnya. Jaringan yang lemah akan terhisap oleh tekanan negatif ini sehingga mengakibatkan edema mukosa dan pembentukan polip. Fenomena ini menjelaskan mengapa polip kebanyakan berasal dari daerah yang sempit di kompleks ostiomeatal (KOM) di meatus medius. Walaupun demikian polip juga dapat timbul dari tiap bagian mukosa hidung atau sinus paranasal dan seringkali bilateral dan multipel.Selain dari fenomena Bernouli terdapat beberapa hipotesa lainnya.1. Perubahan Polisakaridadi postulatkan pada 1971 oleh Jackson dan Arihood.2. InfeksiInfeksi berulang pada sinus predisposisi padamukosa menjadi perubahanpolipoid.3. Alergialergi telah di implikasikan sebagai penyebab, sejak sekresi hidung mengandung eosinofil dan pasien mempunyai gejala alergi, sering dikaitkan dengan asma dan atopi.4. Teori vasomotorGangguan keseimbangan otonomik di duga mungkin sebagai penyebab pada individu non atopi. Juga di kaitkan dengan mediator inflamasi, faktor anatomi lokal, dan tumor. Predisposisi genetik diketahui sebagai penyebab polipoid pada fibrosis kistik.VI. PatofisiologiPada awalnya ditemukan edema mukosa yang timbul karena suatu peradangan kronik yang berulang, kebanyakan terjadi di daerah meatus medius. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan interseluler sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses ini berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian turun kedalam rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga terjadilah polip.Banyak faktor yang mempengaruhi pembentukan polip nasi. Kerusakan epitel merupakan patogenesa dari polip. Sel-sel epitel teraktivasi oleh alergen, polutan dan agen infeksius. Sel melepaskan berbagai faktor yang berperan dalam respon inflamasi dan perbaikan. Epitel polip menunjukan hiperplasia sel goblet dan hipersekresi mukus yang berperan dalam obstruksi hidung dan rinorea.Polip dapat timbul pada hidung yang tidak terinfeksi kemudian menyebabkan sumbatan yang mengakibatkan sinusitis, tetapi polip dapat juga timbul akibat iritasi kronis yang disebabkan oleh infeksi hidung dan sinus.Gambar 12: Fifteen year-old adolescent boy with allergic fungal sinusitis causing right proptosis, telecanthus, and malar flattening; position of his eyes is asymmetrical, and his nasal ala on the right is pushed inferiorly compared to the left.Sumber: Nasal Polyps Article by John E McClay GOOD.htmGambar 13: gambaran endoskopi polip nasi(Sumber: Nasal polyps: Article by Bechara Y Ghorayeb, www.otolaryngology Houston.htm)VII. Gejala KlinisGejala utama yang ditimbulkan oleh polip hidung adalah rasa sumbatan di hidung. Sumbatan ini tidak hilang timbul dan makin lama semakin berat keluhannya. Pada sumbatan yang hebat dapat menyebabkan gejala hiposmia atau anosmia. Bila polip ini menyumbat sinus paranasal, maka sebagai komplikasinya akan terjadi sinusitis dengan keluhan nyeri kepala dan rinore.Bila penyebabnya adalah alergi, maka gejala yang utama ialah bersin dan iritasi di hidung. Pasien dengan polip yang masif biasanya mengalami sumbatan hidung yang meningkat, hiposmia sampai anosmia, perubahan pengecapan, dan drainase post nasal persisten. Sakit kepala dan nyeri pada muka jarang ditemukan dan biasanya pada daerah periorbita dan sinus maksila. Pasien polip dengan sumbatan total rongga hidung atau polip tunggal yang besar memperlihatkan gejala sleep apnea obstruktif dan pernafasan lewat mulut yang kronik.Pasien dengan polip soliter seringkali hanya memperlihatkan gejala obstruktif hidung yang dapat berubah dengan perubahan posisi. Walaupun satu atau lebih polip yang muncul, pasien mungkin memperlihatkan gejala akut, rekuren, atau rinosinusitis bila polip menyumbat ostium sinus. Beberapa polip dapat timbul berdekatan dengan muara sinus, sehingga aliran udara tidak terganggu, tetapi mukus bisa terperangkap dalam sinus. Dalam hal ini dapat timbul perasaan penuh di kepala, penurunan penciuman, dan mungkin sakit kepala. Mukus yang terperangkap tadi cenderung terinfeksi, sehingga menimbulkan nyeri, demam, dan mungkin perdarahan pada hidung.Manifestasi polip nasi tergantung pada ukuran polip. Polip yang kecil mungkin tidak menimbulkan gejala dan mungkin teridentifikasi sewaktu pemeriksaan rutin. Polip yang terletak posterior biasanya tidak teridenfikasi pada waktu pemeriksaan rutin rinoskopi posterior. Polip yang kecil pada daerah dimana polip biasanya tumbuh dapat menimbulkan gejala dan menghambat aliran saluran sinus, menyebabkan gejala-gejala sinusitis akut atau rekuren.Gejala Subjektif:v Hidung terasa tersumbatv Hiposmia atau Anosmia (gangguan penciuman)v Nyeri kepalav Rhinorev Bersinv Iritasi di hidung (terasa gatal)v Post nasal dripv Nyeri mukav Suara bindengv Telinga terasa penuhv Mendengkurv Gangguan tidurv Penurunan kualitas hidupGejala Objektif:v Oedema mukosa hidungv Submukosa hipertropi dan tampak sembabv Terlihat masa lunak yang berwarna putih ataukebiruanv BertangkaiGambar 14 : pada beberapa kasus, karena tersumbat, terinfeksi bakteri terjadi dan secret hidung yang hijau dapat terlihat disekitar polip.(Sumber: Nasal polyps: Article by Bechara Y Ghorayeb, www.otolaryngology Houston.htm)VIII. DiagnosisAnamnesaPada anamnesa kasus polip, keluhan utama biasanya ialah hidung tersumbat. Sumbatan ini menetap, tidak hilang dan semakin lama semakin berat. Pasien sering mengeluhkan terasa ada massa di dalam hidung dan sukar membuang ingus. Gejala lain adalah gangguan penciuman. Gejalasekunder dapat terjadi bila sudah disertai kelainan organ didekatnya berupa: adanya post nasal drip, sakit kepala, nyeri muka, suara nasal (bindeng), telinga terasa penuh, mendengkur, gangguantidur dan penurunan kualitas hidup.Selain itu juga harus di tanyakan riwayat rhinitis alergi, asma, intoleransi terhadap aspirin dan alergi obat serta makanan.Pemeriksaan Fisik1. InspeksiPolip yang masif sering sudah menyebabkan deformitas hidung luar. Dapat dijumpai pelebaran kavum nasi terutama polip yang berasal dari sel-sel etmoid.Gambar 15: Deformitas hidung(Sumber: Nasal polyps: Article by Bechara Y Ghorayeb, www.otolaryngology Houston.htm)2. Rinoskopi AnteriorGambar 16 : gambaran rinoskopi anterior polip nasi(Sumber: Nasal polyps: Article by Bechara Y Ghorayeb, www.otolaryngology Houston.htm)Memperlihatkan massa translusen pada rongga hidung. Deformitas septum membuat pemeriksaan menjadi lebih sulit. Tampak sekret mukus dan polip multipel atau soliter. Polip kadang perlu dibedakan dengan konka nasi inferior, yakni dengan cara memasukan kapas yang dibasahi dengan larutan efedrin 1% (vasokonstriktor), konka nasi yang berisi banyak pembuluh darah akan mengecil, sedangkan polip tidak mengecil. Polip dapat diobservasi berasal dari daerah sinus etmoidalis, ostium sinus maksilaris atau dari septum.3. Rinoskopi PosteriorKadang-kadang dapat dijumpai polip koanal. Sekret mukopurulen ada kalanya berasal dari daerah etmoid atau rongga hidung bagian superior, yang menandakan adanya rinosinusitis.1. Naso endoskopiAdanya fasilitas nasoendoskopi akan sangat membantu diagnosis kasus baru. Polip stadium awal tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior tetapi tampak dengan pemeriksaannasoendoskopi. Pada kasus polip koanal juga sering dapat terlihat tangkai polip yang berasal dari ostium assesorius sinus maksila.Gambar 17: gambaran endoskopik pada nasalPicture of an Ethmoid Polyp in the Left Middle MeatusThis picture was taken during endoscopic sinus surgery with a straight (0 degree) telescope.1. Pemeriksaan RadiologiFoto polos sinus paranasal (posisi waters, lateral, Caldwell dan AP) dapat memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara cairan di dalam sinus, tetapi sebenarnya kurang bermanfaat pada kasus polip nasi karena dapat memberikan kesan positif palsu atau negative palsu dan tidak dapat memberikan informasi mengenai keadaan dinding lateral hidung dan variasi anatomis di daerah kompleks osteomeatal. Pemeriksaan tomografi computer sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah adaproses radang, kelainan anatomi, polip atau sumbatan pada kompleks osteomeatal.Terutama pada kasus polip yang gagal diobati dengan terapi medikamentosa, jikaada komplikasi dari sinusitis dan pada perencanaan tindakan bedah terutamabedah endoskopi. Biasanya untuk tujuan penapisan dipakai potongan koronal,sedangkan polip yang rekuren juga diperlukan potongan aksial.Gambar 18 : potongan koronal CT Scan menampakanopaksifikasi yang lengkap pada sinus dan rongga hidumg dengan ekspansi pada ethmoid yang berasal dari polip hidung sumber : www.emedicine.comGambar 19: Gambaran radiologi Polip Nasi(Sumber:Radiology: Article by Kevin T Kavanagh, All Rights Reserved http://www.ent-usa.com)6. Tes alergiEvaluasi alergi sebaiknya dipertimbangkan pada pasien dengan riwayat alergi lingkungan atau riwayat alergi pada keluarganya.7. LaboratoriumUntuk membedakan sinusitis alergi atau non alergi. Pada sinusitis alergi ditemukan eosinofil pada swab hidung, sedang pada non alergi ditemukannya neutrofil yang menandakan adanya sinusitis kronis.8. Temuan histologis Pseudostratified ciliated columnar epithelium Epithelial basement membrane yang menebal Oedematous stromaGambar 20: Gambaran HistologisSumber: Article by Bechara Y Ghorayeb, www.otolaryngology Houston.htm)IX. Diagnosis BandingPolip didiagnosa bandingkan dengan konka polipoid, yang ciri cirinya sebagai berikut:- Tidak bertangkai- Sukar digerakkan- Nyeri bila ditekan dengan pinset- Mudah berdarah- Dapat mengecil pada pemakaian vasokonstriktor (kapas adrenalin).Pada pemeriksaan rinoskopi anterior cukup mudah untuk membedakan polip dan konka polipoid, terutama dengan pemberian vasokonstriktor yang juga harus hati hati pemberiannya pada pasien dengan penyakit kardiovaskuler karena bisa menyebabkan vasokonstriksi sistemik, maningkatkan tekanan darah yang berbahaya pada pasien dengan hipertensi dan dengan penyakit jantung lainnya.Polip Polipoid mukosa

Bertangkai, dapat digerakkan Tidak bertangkai, sukar digerakkan

Konsistensi lunak Konsistensi keras

Tidak nyeri bila ditekan Nyeri pada penekanan

Tidak mudah berdarah Mudah berdarah

Berwarna putih kebiruan Berwarna merah muda

Tidak mengecil pada pemberian vasokonstriktor (adrenalin) Mengecil pada pemberian vasokonstriktor

Tabel 1.X. PenatalaksanaanKarena etiologi yang mendasari pada polip nasi adalah reaksi inflamasi, maka penatalaksanaan medis ditujukan untuk pengobatan yang tidak spesifik. Pada terapi medikamentosa dapat diberikan kortikosteroid. Kortikosteroid dapat diberikan secara sistemik ataupun intranasal.Pemberian kortikosteroid sistemik diberikan dengan dosis tinggi dalam waktu yang singkat, dan pemberiannya perlu memperhatikan efek samping dan kontraindikasi.Kortikosteroid oral adalah pengobatan paling efektif untuk pengobatan jangka pendek dari polip nasi, dan kortikosteroid oral memiliki efektivitas paling baik dalam mengurangi inflamasi polip.Kortikosteroid juga dapat diberikan secara intranasal dalam bentuk spray steroid, yang dapat mengurangi atau menurunkan pertumbuhan polip nasi yang kecil, tetapi secara relatif tidakefektif untuk polip yang masif. Steroid intranasal paling efektif pada periodepost operatif untuk mencegah atau mengurangi relaps.Pengobatan juga dapat ditujukan untuk mengurangi reaksi alergi pada polip yang dihubungkan dengan rhinitis alergi. Pada penderita dapat diberikan antihistamin oral untuk mengurangi reaksi inflamasi yang terjadi. Bila telah terjadi infeksi yang ditandai dengan adanya sekret yang mukopurulen maka dapat diberikan antibiotik.Pengobatan Medis sebagai berikut : Steroid oral dan topikal di berikan pada pengobatan pertama pada nasal polip.Antihistamin, dekongestan dan sodium cromolyn memberikan sedikit keuntungan. Imunoterapi mungkin dapat berguna untuk pengobatan rhinitis alergi, tapi bila di gunakan sendirian, tak dapat berguna pada polip yang telah ada, pemberian antibiotik bila terjadi superimposed infeksi bakteri. Kortikosteroid adalah pengobatan pilihan, baik secara topikal maupun sistemik. Injeksi langsung pada polip tidak dibenarkan oleh Food and Drug Administration karena dilaporkan terdapat 3 pasien dengan kehilangan penglihatan unilateral setelah injeksi intranasal langsung dengan kenalog. Keamanan mungkin tergantung pada ukuran spesifik partikel. Berat molekuler yang besar seperti Aristocort lebih aman dan sepertinya sedikit yang di pindahkan ke area intrakranial. Hindari injeksi langsung ke dalam pembuluh darah. Steroid oral paling efektif pada pengobatan medis untuk nasal polipoid. Pada dewasa penulis banyak menggunakan prednison (30-60mg) selama 4-7 hari dan diturunkan selama 1-3 minggu. Variasi dosis pada anak-anak, tetapi maksimum biasanya 1mg/kb/hari selama 5-7 hari dan diturunkan selama 1-3 minggu.Respon dengan kortikosteroid tergambar dari ada atau tidaknya eosinofilia, jadi pasien dengan polip dan rhinitis alergi atau asma seharusnya respon dengan pengobatan ini. Pasien dengan polip yang sedikir eosinofil mungkin tidak respon terhadap steroids. Penggunaan steroid oral jangka panjang tidak direkomendasikan karena efek sampingnya yang merugikan ( seperti gangguan pertumbuhan, Diabetes Melitus, hipertensi, gangguan psikis, gangguan pencernaan, katarak, glukoma, osteoporosis) Pemberian topikal kortikosteroid di berikan secara umum karena lebih sedikit efek yang merugikan dibandingkan pemberian sistemik karena bioavaibilitasnya yang terbatas. Pemberian jangka panjang khususnya dosis tinggi dan kombinasi dengan kortikosteroid inhalasi, terdapat resiko penekanan hipotalamus-pituari-adrenal aksis, pembentukan katarak, gangguan pertumbuhan, perdarahan hidung, dan pada jarang kasus terjadi perforasi septum.Pembedahan dilakukan jika: 1. Polip menghalangi saluran nafas2. Polip menghalangi drainase dari sinus sehingga sering terjadi infeksi sinus3. Polip berhubungan dengan tumor4. Pada anak-anak dengan multipel polip atau kronik rhinosinusitis yang gagal pengobatan maksimum dengan obat- obatan.Tindakan pengangkatan polip atau polipektomi dapat dilakukan dengan menggunakan senar polip dengan anestesi lokal, untuk polip yang besar tetapi belum memadati rongga hidung. Polipektomisederhana cukup efektif untuk memperbaiki gejala pada hidung, khususnya padakasus polip yang tersembunyi atau polip yang sedikit. Bedah sinus endoskopik(Endoscopic Sinus Surgery) merupakan teknik yang lebih baik yang tidak hanyamembuang polip tapi juga membuka celah di meatus media, yang merupakan tempatasal polip yang tersering sehingga akan membantu mengurangi angka kekambuhan. Surgical micro debridement merupakan prosedur yang lebih aman dan cepat, pemotongan jaringan lebih akurat dan mengurangi perdarahan dengan visualisasi yang lebih baik.Gambar 21: Nasal Polypectomy: microderbrider memasuki meatus media kiri(Sumber: Nasal polypectomy: Article by Kevin T Kavanagh, All Rights Reserved http://www.ent-usa.com)Gambar 22: Nasal Polypectomy: Nasal polyp. Stalk attached to medial maxillary wall.(Sumber: Nasal polyps: Article by Kevin T Kavanagh, All Rights Reserved www.ent-usa.com)XI. PrognosisPolip nasi dapat muncul kembali selama iritasi alergi masih tetap berlanjut. Rekurensi dari polip umumnya terjadi bila adanya polip yang multipel. Polip tunggal yang besar seperti polip antral-koanal jarang terjadi relaps.Polip hidung sering tumbuh kembali, oleh karena itu pengobatannya juga perlu ditujukan kepada penyebabnya, misalnya alergi. Terapi yang paling ideal pada rinitis alergi adalah menghindari kontak dengan alergen penyebab dan eliminasi.Secara medikamentosa, dapat diberikan antihistamin dengan atau tanpa dekongestan yang berbentuk tetes hidung yang bisa mengandung kortikosteroid atau tidak. Dan untuk alergi inhalan dengan gejala yang berat dan sudah berlangsung lama dapat dilakukan imunoterapi dengan cara desensitisasi dan hiposensitisasi, yang menjadi pilihan apabila pengobatan cara lain tidak memberikan hasil yang memuaskan.BAB IIIKESIMPULAN1. Polip nasi merupakan salah satu penyakit THT yang memberikan keluhan sumbatan pada hidung yang menetap dan semakin lama semakin berat dirasakan.2. Etiologi polip di literatur terbanyak merupakan akibat reaksi hipersensitivitas yaitu pada proses alergi, sehingga banyak didapatkan bersamaan dengan adanya rinitis alergi.3. Pada anamnesis pasien, didapatkan keluhan obstruksi hidung, anosmia, adanya riwayat rinitis alergi, keluhan sakit kepala daerah frontal atau sekitar mata, adanya sekret hidung.4. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior ditemukan massa yang lunak, bertangkai, mudah digerakkan, tidak ada nyeri tekan dan tidak mengecil pada pemberian vasokonstriktor lokal.5. Penatalaksanaan untuk polip nasi ini bisa secara konservatif maupun operatif, yang biasanya dipilih dengan melihat ukuran polip itu sendiri dan keluhan dari pasien sendiri.6. Pada pasien dengan riwayat rinitis alergi, polip nasi mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk rekuren. Sehingga kemungkinan pasien harus menjalani polipektomi beberapa kali dalam hidupnya.DAFTAR PUSTAKA1. Soepardi, Efiaty. Iskandar, Nurbaiti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok edisi IV cetakan I. Balai Penerbit FK-UI, Jakarta 20001. Soepardi, Efiaty. Hadjat, Fachri. Iskandar, Nurbaiti. Penatalaksanaan dan Kelainan Telinga Hidung Tenggorok edisi II. Balai Penerbit FK-UI, Jakarta 20001. Kapita Selekta Kedokteran edisi III jilid I hal. 113 114. Penerbit Media Aesculapius FK-UI 20001. Adams, George. Boies, Lawrence. Higler, Peter. Buku Ajar Penyakit Telinga Hidung Tenggorok. W.B. Saunders, Philadelphia 19891. Ballenger, John Jacob. Diseaes of The Nose Throat Ear Head and Neck. Lea & Febiger 14th edition. Philadelphia 19911. www.ent-usa.com1. www.otolaryngology Houston.htm1. www.eMedicine .com- Nasal Polyps Article by John E McClay GOOD.htm1. Ear, Nose & Throat Journal, August, 2000 by Ken Yanagisawa, Steven Y. Ho, Eiji Yanagisawa

Polip nasi ialah massa lunak yang bertangkai di dalam rongga hidung yang terjadi akibat inflamasi mukosa. Permukaannya licin, berwarna putih keabu-abuan dan agak bening karena mengandung banyak cairan. Bentuknya dapat bulat atau lonjong, tunggal atau multipel, unilateral atau bilateral. Polip dapat timbul pada penderita laki-laki maupun perempuan, dari usia anak-anak sampai usia lanjut. Bila ada polip pada anak di bawah usia 2 tahun, harus disingkirkan kemungkinan meningokel atau meningoensefalokel.

Dulu diduga predisposisi timbulnya polip nasi ialah adanya rinitis alergi atau penyakit atopi, tetapi makin banyak penelitian yang tidak mendukung teori ini dan para ahli sampai saat ini menyatakan bahwa etiologi polip nasi masih belum diketahui dengan pasti.

Histopatologi polip nasi

Secara makroskopik polip merupakan massa dengan permukaan licin, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna pucat keabu-abuan, lobular, dapat tunggal atau multipel dan tidak sensitif (bila ditekan/ditusuk tidak terasa sakit). Warna polip yang pucat tersebut disebabkan oleh sedikitnya aliran darah ke polip. Bila terjadi iritasi kronis atau proses peradangan warna polip dapat berubah menjadi kemerah-merahan dan polip yang sudah menahun warnanya dapat menjadi kekuning-kuningan karena banyak mengandung jaringan ikat.

Tempat asal tumbuhnya polip terutama dari tempat yang sempit di bagian atas hidung, di bagian lateral konka media dan sekitar muara sinus maksila dan sinus etmoid. Di tempat-tempat ini mukosa hidung saling berdekatan. Bila ada fasilitas pemeriksaan dengan endoskop, mungkin tempat asal tangkai polip dapat dilihat. Dari penelitian Stammberger didapati 80% polip nasi berasal dari celah antara prosesus unsinatus, konka media dan infundibulum.

Ada polip yang tumbuh ke arah belakang dan membesar di nasofaring, disebut polip koana. Polip koana kebanyakan berasal dari dalam sinus maksila dan disebut juga polip antro-koana. Menurut Stammberger polip antrokoana biasanya berasal dari kista yang terdapat pada dinding sinus maksila. Ada juga sebagian kecil polip koana yang berasal dari sinus etmoid posterior atau resesus sfenoetmoid.

Diagnosis Polip NasiAnamnesis

Keluhan utama penderita polip nasi ialah hidung rasa tersumbat dari yang ringan sampai berat, rinore mulai yang jernih sampai purulen, hiposmia atau anosmia. Mungkin disertai bersin-bersin, rasa nyeri pada hidung disertai sakit kepala di daerah frontal. Bila disertai infeksi sekunder mungkin didapati post nasal drip dan rinore purulen. Gejala sekunder yang dapat timbul ialah bernafas melalui mulut, suara sengau, halitosis, gangguan tidur dan penurunan kualitas hidup.Gejala pada saluran napas bawah didapati pada kurang lebih sepertiga kasus polip, dapat berupa batuk kronik dan mengi, terutama pada penderita polip nasi dengan asma.

Selain itu harus ditanyakan riwayat rintis alergi, asma, intoleransi terhadap aspirin dan alergi obat lainnya serta alergi makanan.Pemeriksaan Fisik

Polip nasi yang masif dapat menyebabkan deformitas hidung luar sehingga hidung tampak mekar karena pelebaran batang hidung. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior terlihat sebagai massa yang berwarna pucat yang berasal dari meatus medius dan mudah digerakkan.

Untuk kepentingan penelitian agar hasil pemeriksaan dan pengobatan dapat dilaporkan dengan standar yang sama, Mackay dan Lund pada tahun 1997 membuat pembagian stadium polip sebagai berikut, stadium 0 : tidak ada polip, stadium 1 : polip masih terbatas di meatus medius, stadium 2: polip sudah keluar dari meatus medius, tampak di rongga hidung tapi belum memenuhi rongga hidung, stadium 3: polip yang masif.

Naso-endoskopi

Adanya fasilitas endoskop (teleskop) akan sangat membantu diagnosis kasus polip yang baru. Polip stadium 2 kadang-kadang tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior tetapi tampak dengan pemeriksaan nasoendoskopi.

Pada kasus polip koanal juga sering dapat dilihat tangkai polip yang berasal dari ostium asesorius sinus maksila.

Pemeriksaan Radiologi

Foto polos sinus paranasal (posisi Waters, AP, Caldwell dan lateral) dapat memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara-cairan di dalam sinus, tetapi sebenarnya kurang bermafaat pada kasus polip nasi karena dapat memberikan kesan positif palsu atau negatif palsu, dan tidak dapat memberikan informasi mengenai keadaan dinding lateral hidung dan variasi anatomis di daerah kompleks ostio-meatal. Pemeriksaan tomografi komputer (TK, CT scan) sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah ada proses radang, kelainan anatomi, polip atau sumbatan pada kompleks ostiomeatal. TK terutama diindikasikan pada kasus polip yang gagal diobati dengan terapi medikamentosa, jika ada komplikasi dari sinusitis dan pada perencanaan tindakan bedah terutama bedah endoskopi. Biasanya untuk tujuan penapisan dipakai potongan koronal, sedangkan pada polip yang rekuren diperlukan juga potongan aksial.

Penatalaksanaan

Tujuan utama pengobatan pada kasus polip nasi ialah menghilangkan keluhan-keluhan yang dirasakan oleh pasien. Selain itu juga diusahakan agar frekuensi infeksi berkurang, mengurangi/menghilangkan keluhan pernapasan pada pasien yang disertai asma, mencegah komplikasi dan mencegah rekurensi polip.

Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut juga polipektomi medikamentosa. Untuk polip stadium 1 dan 2, sebaiknya diberikan kortikosteroid intranasal selama 4-6 minggu. Bila reaksinya baik, pengobatan ini diteruskan sampai polip atau gejalanya hilang. Bila reaksinya terbatas atau tidak ada perbaikan maka diberikan juga kortikosteroid sistemik. Perlu diperhatikan bahwa kortikosteroid intranasal mungkin harganya mahal dan tidak terjangkau oleh sebagian pasien, sehingga dalam keadaan demikian langsung diberikan kortikosteroid oral. Dosis kortikosteroid saat ini belum ada ketentuan yang baku, pemberian masih secara empirik misalnya diberikan Prednison 30 mg per hari selama seminggu dilanjutkan dengan 15 mg per hari selama seminggu.Menurut van Camp dan Clement dikutip dari Mygind dan, Lidholdt untuk polip dapat diberikan prednisolon dengan dosis total 570 mg yang dibagi dalam beberapa dosis, yaitu 60 mg/hari selama 4 hari, kemudian dilakukan tapering off 5 mg per hari. Menurut Naclerio pemberian kortikosteroid tidak boleh lebih dari 4 kali dalam setahun. Pemberian suntikan kortikosteroid intrapolip sekarang tidak dianjurkan lagi mengingat bahayanya dapat menyebabkan kebutaan akibat emboli. Kalau ada tanda-tanda infeksi harus diberikan juga antibiotik. Pemberian antibiotik pada kasus polip dengan sinusitis sekurang-kurangnya selama 10-14 hari.

Kasus polip yang tidak membaik dengan terapi medikamentosa atau polip yang sangat masif dipertimbangkan untuk terapi bedah. Terapi bedah yang dipilih tergantung dari luasnya penyakit (besarnya polip dan adanya sinusitis yang menyertainya), fasilitas alat yang tersedia dan kemampuan dokter yang menangani. Macamnya operasi mulai dari polipektomi intranasal menggunakan jerat (snare) kawat dan/ polipektomi intranasal dengan cunam (forseps) yang dapat dilakukan di ruang tindakan unit rawat jalan dengan analgesi lokal; etmoidektomi intranasal atau etmoidektomi ekstranasal untuk polip etmoid; operasi Caldwell-Luc untuk sinus maksila. Yang terbaik ialah bila tersedia fasilitas endoskop maka dapat dilakukan tindakan endoskopi untuk polipektomi saja, atau disertai unsinektomi atau lebih luas lagi disertai pengangkatan bula etmoid sampai Bedah Sinus Endoskopik Fungsional lengkap.27-28,31 Alat mutakhir untuk membantu operasi polipektomi endoskopik ialah microdebrider (powered instrument) yaitu alat yang dapat menghancurkan dan mengisap jaringan polip sehingga operasi dapat berlangsung cepat dengan trauma yang minimal.27

Untuk persiapan prabedah, sebaiknya lebih dulu diberikan antibiotik dan kortikosteroid untuk meredakan inflamasi sehingga pembengkakan dan perdarahan berkurang, dengan demikian lapang-pandang operasi lebih baik dan kemungkinan trauma dapat dihindari.

Pasca bedah perlu kontrol yang baik dan teratur mengunakan endoskop, dan telah terbukti bahwa pemberian kortikosteroid intranasal dapat menurunkan kekambuhan.

Sumber : medlinux

Polip Nasi atau biasa disebut Polip Hidung adalah kelainan mukosa hidung dan sinus paranasal terutama pada kompleks osteomeatal (KOM) di meatus nasi medius berupa massa lunak yang bertangkai (tonjolan pada jaringan permukaan mukosa), bentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabu-abuan (bentuknya mirip dengan buah anggur bening lonjong bertangkai). Permukaannya licin dan agak bening karena banyak mengandung cairan. Sering bilateral dan multipel.

Orang yang menderita Polip hidung merasa terganggu akibat tonjolan di dalam hidungnya sehingga tidak leluasa untuk bernafas (buntu) dan pilek berkepanjangan. Perlu diingat bahwa jika seseorang mengalami pilek dan hidung berasa mampet.

JENIS POLIP HIDUNG

Polip Hidung terbagi menjadi 2 jenis, yaitu :

Polip hidung Tunggal. Jumlah polip hanya sebuah. Berasal dari sel-sel permukaan dinding sinus tulang pipi (maxilla).Polip Hidung Multiple. Jumlah polip lebih dari satu. Dapat timbul di kedua sisi rongga hidung. Pada umumnya berasal dari permukaan dinding rongga tulang hidung bagian atas (etmoid).

PENYEBAB POLIP HIDUNG

Penyebab Polip hidung belum diketahui secara pasti. Namun ada 3 faktor yang berperan dalam terjadinya polip nasi, yaitu :

1. Peradangan. Peradangan mukosa hidung dan sinus paranasal yang kronik dan berulang.2. Vasomotor. Gangguan keseimbangan vasomotor.3. Edema. Peningkatan tekanan cairan interstitial sehingga timbul edema mukosa hidung. Terjadinya edema ini dapat dijelaskan oleh fenomena Bernoulli.

Fenomena Bernoulli yang dimaksud yaitu udara yang mengalir melalui tempat yang sempit akan menimbulkan tekanan negatif pada daerah sekitarnya sehingga jaringan yang lemah ikatannya akan terisap oleh tekanan negatif tersebut. Akibatnya timbullah edema mukosa. Keadaan ini terus berlangsung hingga terjadilah polip hidung.Ada juga bentuk variasi polip hidung yang disebut polip koana (polip antrum koana).

Polip Hidung Polip hidung biasanya tumbuh di daerah dimana selaput lendir membengkak akibat penimbunan cairan, seperti daerah di sekitar lubang sinus pada rongga hidung.

PATOFISIOLOGI POLIP HIDUNG

Polip berasal dari pembengkakan mukosa hidung yang terdiri atas cairan interseluler dan kemudian terdorong ke dalam rongga hidung dan gaya berat.Polip dapat timbul dari bagian mukosa hidung atau sinus paranasal dan seringkali bilateral. Polip hidung paling sering berasal dari sinus maksila (antrum) dapat keluar melalui ostium sinus maksilla dan masuk ke ronga hidung dan membesar di koana dan nasopharing. Polip ini disebut polip koana.Secara makroskopik polip tershat sebagai massa yang lunak berwarna putih atau keabu-abuan. Sedangkan secara mikroskopik tampak submukosa hipertropi dan sembab. Sel tidak bertambah banyak dan terutama terdiri dari sel eosinofil, limfosit dan sel plasma sedangkan letaknya berjauhan dipisahkan oleh cairan interseluler. Pembuluh darah, syaraf dan kelenjar sangat sedikit dalam polip dan dilapisi oleh epitel throrak berlapis semu.Mekanisme patogenesis yang bertanggungjawab terhadap pertumbuhan polip hidung sulit ditentukan. Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan polip, antara lain:

Proses inflamasi yang disebabkan penyebab multifaktorial termasuk familiar dan faktor herediterAktivasi respon imun lokalHiperaktivitas dari persarafan parasimpatis.

Semua jenis imunoglobulin dapat ditemui pada polip nasi, tapi peningkatan IgE merupakan jenis yang paling tinggi ditemukan bahkan apabila dibandingkan dengan tonsil dan serum sekalipun. Kadar IgG, IgA, IgM terdapat dalam jumlah bervariasi, dimana peningkatan jumlah memperlihatkan adanya infeksi pada saluran napas.

Beberapa mediator inflamasi juga dapat ditemukan di dalam polip. Histamin merupakan mediator terbesar yang konsentrasinya di dalam stroma polip 100-1000 konsentrasi serum. Mediator kimia lain yang ikut dalam patogenesis dari nasal polip adalah Gamma Interferon (IFN-) dan Tumour Growth Factor (TGF-). IFN- menyebabkan migrasi dan aktivasi eosinofil yang melalui pelepasan toksiknya bertanggungjawab atas kerusakan epitel dan sintesis kolagen oleh fibroblas . TGF- yang umumnya tidak ditemukan dalam mukosa normal merupakan faktor paling kuat dalam menarik fibroblas dan meransang sintesis matrik ekstraseluler. Peningkatan mediator ini pada akhirnya akan merusak mukosa rinosinusal yang akan menyebabkan peningkatan permeabilitas terhadap natrium sehingga mencetuskan terjadinya edema submukosa pada polip nasi.

Fenomena bernouli menyatakan bahwa udara yang mengalir melalui celah yang sempit akan mengakibatkan tekanan negatif pada daerah sekitarnya, sehingga jaringan yang lemah akan terhisap oleh tekanan negatif ini sehingga menyebabkan polip, fenomena ini dapat menjelaskan mengapa polip banyak terjadi pada area yang sempit di kompleks osteomatal.

Patogenesis polip pada awalnya ditemukan bengkak selaput permukaan yang kebanyakan terdapat pada meatus medius, kemudian stroma akan terisi oleh cairan interseluler sehingga selaput permukaan yang sembab menjadi berbenjol-benjol. Bila proses terus membesar dan kemudian turun ke dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai sehingga terjadi Polip

HISTOPATOLOGI POLIP HIDUNG

Epitel normal dari kavum nasi adalah epitel kolumnar bertingkat semu bersilia. Epitel permukaan dari sinus lebih tipis, memiliki sel goblet dan silia yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan kavum nasi.

Berdasarkan histologisnya terdapat 4 tipe dari polip nasi:

Eosinofilik edematous.Tipe ini merupakan jenis yang paling banyak ditemui yang meliputi kira-kira 85% kasus. Tipe ini ditandai dengan adanya stroma yang edema, peningkatan sel goblet dalam jumlah normal, jumlah eosinofil yang meningkat tinggi, sel mast dalam stroma, dan penebalan membran basement.

Polip inflamasi kronik. Tipe ini hanya terdapat kurang dari 10% kasus polip nasi. Tipe ini ditandai dengan tidak ditemukannya edema stroma dan penurunan jumlah dari sel goblet. Penebalan dari membran basement tidak nyata. Tanda dari respon inflamasi mungkin dapat ditemukan walaupun yang dominan adalah limfosit. Stroma terdiri atas fibroblas.

Polip dengan hiperplasia dari glandula seromusinous. Tipe ini hanya terdapat kurang dari 5% dari seluruh kasus. Gambaran utama dari tipe ini adalah adanya glandula dan duktus dalam jumlah yang banyak.

Polip dengan atipia stromal.Tipe ini merupakan jenis yang jarang ditemui dan dapat mengalami misdiagnosis dengan neoplasma. Sel stroma abnormal atau menunjukkan gambaran atipikal, tetapi tidak memenuhi syarat untuk disebut sebagai suatu neoplasma.

Pada polip nasi, tapi peningkatan IgE merupakan jenis yang paling tinggi ditemukan bahkan apabila dibandingkan dengan tonsil dan serum sekalipun. Kadar IgG, IgA, IgM terdapat dalam jumlah bervariasi, dimana peningkatan jumlah memperlihatkan adanya infeksi pada saluran napas.

Beberapa mediator inflamasi juga dapat ditemukan di dalam polip. Histamin merupakan mediator terbesar yang konsentrasinya di dalam stroma polip 100-1000 konsentrasi serum. Mediator kimia lain yang ikut dalam patogenesis dari nasal polip adalah Gamma Interferon (IFN-) dan Tumour Growth Factor (TGF-). IFN- menyebabkan migrasi dan aktivasi eosinofil yang melalui pelepasan toksiknya bertanggungjawab atas kerusakan epitel dan sintesis kolagen oleh fibroblas . TGF- yang umumnya tidak ditemukan dalam mukosa normal merupakan faktor paling kuat dalam menarik fibroblas dan meransang sintesis matrik ekstraseluler. Peningkatan mediator ini pada akhirnya akan merusak mukosa rinosinusal yang akan menyebabkan peningkatan permeabilitas terhadap natrium sehingga mencetuskan terjadinya edema submukosa pada polip nasi.

GEJALA POLIP HIDUNG

Gejala Polip Hidung Ketika baru terbentuk, sebuah polip tampak seperti air mata dan jika telah matang, bentuknya menyerupai buah anggur yang berwarna keabu-abuan. Penderita biasanya mengeluhkan hidung tersumbat, penurunan indra penciuman, dan gangguan pernafasan. Akibatnya penderita bersuara sengau.

Polip hidung juga bisa menyebabkan penyumbatan pada drainase lendir dari sinus ke hidung. Penyumbatan ini menyebabkan tertimbunnya lendir di dalam sinus. Lendir yang terlalu lama berada di dalam sinus bisa mengalami infeksi dan akhirnya terjadi sinusitis.

Pengobatan Polip Hidung Tujuan utama pengobatan adalah mengatasi polip dan menghindari penyebab atau faktor pemicu terjadinya polip. Obat semprot hidung yang mengandung corticosteroid kadang bisa memperkecil ukuran polip hidung atau bahkan menghilangkan polip. Operasi dilakukan jika polip mengganggu pernafasan atau berhubungan dengan tumor.

DIAGNOSIS POLIP HIDUNG

Cara menegakkan diagnosa polip hidung, yaitu dengan :

Anamnesis

Hidung tersumbat.Terasa ada massa didalam hidung.Sukar membuang ingus.Gangguan penciuman : anosmia & hiposmia.Gejala sekunder. Bila disertai kelainan jaringan & organ di sekitarnya seperti post nasal drip, sakit kepala, nyeri muka, suara nasal (bindeng), telinga rasa penuh, mendengkur, gangguan tidur dan penurunan kualitas hidup.

Pemeriksaan fisik. Terlihat deformitas hidung luar.Rinoskopi anterior. Mudah melihat polip yang sudah masuk ke dalam rongga hidung.Dengan pemeriksaan rhinoskopi anterior biasanya polip sudah dapat dilihat, polip yang masif seringkali menciptakan kelainan pada hidung bagian luar. Pemeriksaan Rontgen dan CT scan dapat dilakukan untuk

Polip biasanya tumbuh di daerah dimana selaput lendir membengkak akibat penimbunan cairan, seperti daerah di sekitar lubang sinus pada rongga hidung. Ketika baru terbentuk, sebuah polip tampak seperti air mata dan jika telah matang, bentuknya menyerupai buah anggur yang berwarna keabu-abuan.

Polip nasi yang masif dapat menyebabkan deformitas hidung luar sehingga hidung tampak mekar karena pelebaran batang hidung. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior dapat terlihat adanya massa yang berwarna pucat yang berasal dari meatus medius dan mudah digerakkan.1

Pembagian polip nasi polip/ hidung

Grade 0 : Tidak ada polipGrade 1 : Polip terbatas pada meatus mediaGrade 2 : Polip sudah keluar dari meatus media, tampak di rongga hidung tapi belum menyebabkan obstruksi totalGrade 3 : Polip sudah menyebabkan obstruksi totalEndoskopi. Untuk melihat polip yang masih kecil dan belum keluar dari kompleks osteomeatal.memberikan gambaran yang baik dari polip, khususnya polip berukuran kecil di meatus media. Polip stadium 1 dan 2 kadang-kadang tidak terlihat pada pemeriksaan rinoskopi anterior tetapi tampak dengan pemeriksan naso-endoskopi. Pada kasus polip koanal juga dapat dilihat tangkai polip yang berasal dari ostium asesorius sinus maksila. Dengan naso-endoskopi dapat juga dilakukan biopsi pada layanan rawat jalan tanpa harus ke meja operasi.Foto polos rontgen &CT-scan. Untuk mendeteksi sinusitis.Foto polos sinus paranasal (posisi water, AP, caldwell, dan lateral) dapat memperlihatkan penebalan mukosa dan adanya batas udara dan cairan di dalam sinus, tetapi pemeriksaan ini kurang bermanfaat pada pada kasus polip. Pemeriksaan CT scan sangat bermanfaat untuk melihat dengan jelas keadaan di hidung dan sinus paranasal apakah ada kelainan anatomi, polip, atau sumbatan pada komplek osteomeatal. CT scan terutama diindikasikan pada kasus polip yang gagal diterapi dengan medikamentosa.Biopsi. Kita anjurkan jika terdapat massa unilateral pada pasien berusia lanjut, menyerupai keganasan pada penampakan makroskopis dan ada gambaran erosi tulang pada foto polos rontgen.

PENATALAKSANAAN POLIP HIDUNG

Tujuan utama pengobatan pada kasus polip nasi ialah menghilangkan keluhan-keluhan yang dirasakan oleh pasien. Selain itu juga diusahakan agar frekuensi infeksi berkurang, mengurangi/menghilangkan keluhan pernapasan pada pasien yang disertai asma, mencegah komplikasi dan mencegah rekurensi polip.

Medikamentosa : kortikosteroid, antibiotik &anti alergi.Operasi : polipektomi & etmoidektomi.Kombinasi : medikamentosa & operasi.Berikan kortikosteroid pada polip yang masih kecil dan belum memasuki rongga hidung. Caranya bisa sistemik, intranasal atau kombinasi keduanya. Gunakan kortikosteroid sistemik dosis tinggi dan dalam jangka waktu singkat. Berikan antibiotik jika ada tanda infeksi. Berikan anti alergi jika pemicunya dianggap alergi.

Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut juga polipektomi medikamentosa. Untuk polip stadium 1 dan 2, sebaiknya diberikan kortikosteroid intranasal selama 4-6 minggu. Bila reaksinya baik, pengobatan ini diteruskan sampai polip atau gejalanya hilang. Bila reaksinya terbatas atau tidak ada perbaikan maka diberikan juga kortikosteroid sistemik. Perlu diperhatikan bahwa kortikosteroid intranasal mungkin harganya mahal dan tidak terjangkau oleh sebagian pasien, sehingga dalam keadaan demikian langsung diberikan kortikosteroid oral. Dosis kortikosteroid saat ini belum ada ketentuan yang baku, pemberian masih secara empirik misalnya diberikan Prednison 30 mg per hari selama seminggu dilanjutkan dengan 15 mg per hari selama seminggu.Menurut van Camp dan Clement dikutip dari Mygind dan, Lidholdt untuk polip dapat diberikan prednisolon dengan dosis total 570 mg yang dibagi dalam beberapa dosis, yaitu 60 mg/hari selama 4 hari, kemudian dilakukan tapering off 5 mg per hari. Menurut Naclerio pemberian kortikosteroid tidak boleh lebih dari 4 kali dalam setahun. Pemberian suntikan kortikosteroid intrapolip sekarang tidak dianjurkan lagi mengingat bahayanya dapat menyebabkan kebutaan akibat emboli. Kalau ada tanda-tanda infeksi harus diberikan juga antibiotik. Pemberian antibiotik pada kasus polip dengan sinusitis sekurang-kurangnya selama 10-14 hari.

Kasus polip yang tidak membaik dengan terapi medikamentosa atau polip yang sangat masif dipertimbangkan untuk terapi bedah. Terapi bedah yang dipilih tergantung dari luasnya penyakit (besarnya polip dan adanya sinusitis yang menyertainya), fasilitas alat yang tersedia dan kemampuan dokter yang menangani. Macamnya operasi mulai dari polipektomi intranasal menggunakan jerat (snare) kawat dan/ polipektomi intranasal dengan cunam (forseps) yang dapat dilakukan di ruang tindakan unit rawat jalan dengan analgesi lokal; etmoidektomi intranasal atau etmoidektomi ekstranasal untuk polip etmoid; operasi Caldwell-Luc untuk sinus maksila. Yang terbaik ialah bila tersedia fasilitas endoskop maka dapat dilakukan tindakan endoskopi untuk polipektomi saja, atau disertai unsinektomi atau lebih luas lagi disertai pengangkatan bula etmoid sampai Bedah Sinus Endoskopik Fungsional lengkap. Alat mutakhir untuk membantu operasi polipektomi endoskopik ialah microdebrider (powered instrument) yaitu alat yang dapat menghancurkan dan mengisap jaringan polip sehingga operasi dapat berlangsung cepat dengan trauma yang minimal.

Polipektomi merupakan tindakan pengangkatan polip menggunakan senar polip dengan bantuan anestesi lokal. Kategori polip yang diangkat adalah polip yang besar namun belum memadati rongga hidung.

Etmoidektomi atau bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS) merupakan tindakan pengangkatan polip sekaligus operasi sinus. Kriteria polip yang diangkat adalah polip yang sangat besar, berulang, dan jelas terdapat kelainan di kompleks osteomeatal.

Antibiotik sebagai terapi kombinasi pada polip hidung bisa kita berikan sebelum dan sesudah operasi. Berikan antibiotik bila ada tanda infeksi dan untuk langkah profilaksis pasca operasi.baca lebih lengkap disiniDAFTAR PUSTAKANuty W. Nizar & Endang Mangunkusumo. Polip Hidung dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-5. dr. H. Efiaty Arsyad Soepardi, Sp.THT & Prof. dr. H. Nurbaiti Iskandar, Sp.THT (editor). Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006.

http://childrenallergyclinic.wordpress.com/2010/09/05/polip-hidung/

Polip hidung adalah kelainan mukosa hidung dan sinus paranasal terutama kompleks osteomeatal (KOM) di meatus nasi medius berupa massa lunak yang bertangkai, bentuk bulat atau lonjong, berwarna putih keabu-abuan. Permukaannya licin dan agak bening karena banyak mengandung cairan. Sering bilateral dan multipel. Polip merupakan manifestasi dari berbagai penyakit dan sering dihubungkan dengan sinusitis, rinitis alergi, asma, dan lain-lain.Etiologi Polip HidungEtiologi polip hidung belum diketahui secara pasti. Namun ada 3 faktor yang berperan dalam terjadinya polip nasi, yaitu : Peradangan. Peradangan mukosa hidung dan sinus paranasal yang kronik dan berulang. Vasomotor. Gangguan keseimbangan vasomotor. Edema. Peningkatan tekanan cairan interstitial sehingga timbul edema mukosa hidung. Terjadinya edema ini dapat dijelaskan oleh fenomena Bernoulli.Fenomena Bernoulli merupakan penjelasan dari hukum sunnatullah yaitu udara yang mengalir melalui tempat yang sempit akan menimbulkan tekanan negatif pada daerah sekitarnya sehingga jaringan yang lemah ikatannya akan terisap oleh tekanan negatif tersebut. Akibatnya timbullah edema mukosa. Keadaan ini terus berlangsung hingga terjadilah polip hidung.Ada juga bentuk variasi polip hidung yang disebut polip koana (polip antrum koana).

Polip koana (polip antrum koana) adalah polip yang besar dalam nasofaring dan berasal dari antrum sinus maksila. Polip ini keluar melalui ostium sinus maksila dan ostium asesorisnya lalu masuk ke dalam rongga hidung kemudian lanjut ke koana dan membesar dalam nasofaring.Diagnosis Polip HidungCara menegakkan diagnosa polip hidung, yaitu : Anamnesis. Pemeriksaan fisik. Terlihat deformitas hidung luar. Rinoskopi anterior. Mudah melihat polip yang sudah masuk ke dalam rongga hidung. Endoskopi. Untuk melihat polip yang masih kecil dan belum keluar dari kompleks osteomeatal. Foto polos rontgen & CT-scan. Untuk mendeteksi sinusitis. Biopsi. Kita anjurkan jika terdapat massa unilateral pada pasien berusia lanjut, menyerupai keganasan pada penampakan makroskopis dan ada gambaran erosi tulang pada foto polos rontgen.Anamnesis untuk diagnosis polip hidung : Hidung tersumbat. Terasa ada massa didalam hidung. Sukar membuang ingus. Gangguan penciuman : anosmia & hiposmia.Gejala sekunder. Bila disertai kelainan jaringan & organ di sekitarnya seperti post nasal drip, sakit kepala, nyeri muka, suara nasal (bindeng), telinga rasa penuh, mendengkur, gangguan tidur dan penurunan kualitas hidup.Terapi Polip HidungAda 3 macam terapi polip hidung, yaitu :Medikamentosa : kortikosteroid, antibiotik & anti alergi.Operasi : polipektomi & etmoidektomi.Kombinasi : medikamentosa & operasi.Berikan kortikosteroid pada polip yang masih kecil dan belum memasuki rongga hidung. Caranya bisa sistemik, intranasal atau kombinasi keduanya. Gunakan kortikosteroid sistemik dosis tinggi dan dalam jangka waktu singkat. Berikan antibiotik jika ada tanda infeksi. Berikan anti alergi jika pemicunya dianggap alergi.Polipektomi merupakan tindakan pengangkatan polip menggunakan senar polip dengan bantuan anestesi lokal. Kategori polip yang diangkat adalah polip yang besar namun belum memadati rongga hidung.

Etmoidektomi atau bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS) merupakan tindakan pengangkatan polip sekaligus operasi sinus. Kriteria polip yang diangkat adalah polip yang sangat besar, berulang, dan jelas terdapat kelainan di kompleks osteomeatal.Antibiotik sebagai terapi kombinasi pada polip hidung bisa kita berikan sebelum dan sesudah operasi. Berikan antibiotik bila ada tanda infeksi dan untuk langkah profilaksis pasca operasi.Daftar PustakaNuty W. Nizar & Endang Mangunkusumo. Polip Hidung dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-5. dr. H. Efiaty Arsyad Soepardi, Sp.THT & Prof. dr. H. Nurbaiti Iskandar, Sp.THT (editor). Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006.Juvenile nasopharyngeal angiofibroma (JNA) merupakan satu di antara tumor jinak rongga hidung (benign nasal cavity tumors) yang paling umum dialami oleh remaja pria.SinonimSebutan lain untuk angiofibroma di dalam literatur antara lain: juvenile angiofibroma, juvenile nasopharyngeal angiofibroma, JNA, nasal cavity tumor, nasal tumor, benign nasal tumor, tumor hidung (nose tumor), nasopharyngeal tumor, angiofibroma nasofaring belia.Di dalam artikel ilmiah ini digunakan istilah JNA.DefinisiJNA merupakan tumor jinak pembuluh darah di nasofaring yang secara histologis jinak namun secara klinis bersifat ganas karena berkemampuan merusak tulang dan meluas ke jaringan di sekitarnya, misalnya: ke sinus paranasal, pipi, rongga mata atau tengkorak (cranial vault), sangat mudah berdarah dan sulit dihentikan.Penyebab (Etiology)Penyebab pastinya belum dapat ditentukan. Namun teori yang paling dapat diterima adalah bahwa JNA berasal dari sex steroid-stimulated hamartomatous tissue yang terletak di turbinate cartilage. Pengaruh hormonal yang dikemukakan ini dapat menjelaskan mengapa beberapa JNA jarang terjadi (ber-involute) setelah masa remaja (puberty).Riset terkini oleh Bretani berhasil membuktikan adanya reseptor estrogen dan progesteron pada JNA, namun kadar gonadotropin di semua pasien normal.Teori lainnya yang diajukan adalah tumor berasal dari embryonal chondrocartilage yang berada di occipital plate.Selain itu, ada juga teori tentang respon desmoplastic dari nasopharyngeal periosteum atau embryonic fibrocartilage antara basiocciput dan basisphenoid.Teori tentang penyebab dari sel-sel paraganglionik nonkromafin dari cabang terminal arteri maksilaris juga dipostulasikan.Hasil analisis hibridisasi genomik komparatif dari tumor ini juga berhasil mengungkapkan delesi kromosom 17, termasuk daerah untuk tumor suppressor gene p53 sama seperti Her-2/neu oncogene.EpidemiologiJNA banyak dialami terutama remaja putra berusia 14-18 tahun. Jika remaja putri didiagnosis JNA, maka sebaiknya menjalani pemeriksaan kromosom atau diagnosis JNA akan terus dipertanyakan. Umumnya JNA terjadi pada dekade kedua kehidupan, tepatnya pada rentang usia 7-19 tahun. JNA jarang terjadi setelah usia 25 tahun.Insiden JNA adalah 1 dari 5000-60.000 kasus THT dan dilaporkan 0,5% dari semua tumor kepala dan leher. Dilaporkan insiden JNA banyak terjadi di Mesir dan India.Patofisiologi Menurut Mansfield E (2006), asal mula JNA terletak di sepanjang dinding posterior-lateral di atap nasofaring, biasanya di daerah margin superior foramen sfenopalatina dan aspek posterior dari middle turbinate. Histologi janin mengkonfirmasikan luasnya area jaringan endotel di daerah ini.Bukannya menyerbu jaringan disekitarnya, namun tumor ini berpindah dan berubah menyandarkan diri pada tekanan sel-sel yang telah mati (necrosis) untuk merusak dan menekan melalui perbatasan yang banyak tulangnya.Pada 10-20% kasus, terjadi perluasan intrakranial.Menurut Tewfik TL (2007), tumor mulai tumbuh di dekat foramen sfenopalatina. Tumor-tumor yang besar seringkali memiliki dua lobus (bilobed) atau dumbbell-shaped, dengan satu bagian tumor mengisi nasofaring dan bagian yang lainnya meluas ke fossa pterigopalatina.Pertumbuhan anterior terjadi pada membran mukosa nasofaring, memindahkannya ke anterior dan inferior menuju ke ruang postnasal. Pada akhirnya, rongga hidung terisi pada satu sisinya, dan septumnya berdeviasi (bengkok) ke sisi lainnya.Pertumbuhan superior langsung menuju sinus sfenoid, yang dapat juga terjadi erosi (eroded). Cekungan sinus (cavernous sinus) dapat diserbu atau diinvasi juga jika tumor berkembang lebih lanjut.Penyebaran lateral langsung menuju fossa pterigopalatina, mendesak dinding posterior sinus maksila. Lalu, fossa infratemporal dimasuki atau diinvasi.Adakalanya, bagian sfenoid yang lebih besar (the greater wing of the sphenoid) dapat ter-erosi, membuka middle fossa dura. Terjadi proptosis dan atrofi nervus optikus jika fissura orbita didesak oleh tumor.Kejadian angiofibroma ekstranasofaring sangatlah jarang dan cenderung terjadi pada pasien yang lebih tua, terutama pada wanita, namun tumor jenis ini lebih sedikit melibatkan pembuluh darah (less vascular) dan kurang agresif (less aggressive) jika dibandingkan dengan JNA.Manifestasi KlinisGejala1. Obstruksi nasal (80-90%) dan ingus (rhinorrhea). Ini merupakan gejala yang paling sering, terutama pada permulaan penyakit.2. Sering mimisen (epistaxis) atau keluar cairan dari hidung yang berwarna darah (blood-tinged nasal discharge). Mimisen, yang berkisar 45-60% ini, biasanya satu sisi (unilateral) dan berulang (recurrent).3. Sakit kepala (25%), khususnya jika sinus paranasal terhalang.4. Pembengkakan di wajah (facial swelling), kejadiannya sekitar 10-18%.5. Tuli konduktif (conductive hearing loss) dari obstruksi tuba eustachius.6. Melihat dobel (diplopia), yang terjadi sekunder terhadap erosi menuju ke rongga kranial dan tekanan pada kiasma optik.7. Gejala lainnya yang bisa juga terjadi misalnya: keluar ingus satu sisi (unilateral rhinorrhea), tidak dapat membau (anosmia), berkurangnya sensitivitas terhadap bau (hyposmia), recurrent otitis media, nyeri mata (eye pain), tuli (deafness), nyeri telinga (otalgia), pembengkakan langit-langit mulut (swelling of the palate), kelainan bentuk pipi (deformity of the cheek), dan rhinolalia.Tanda 1. Tampak massa merah keabu-abuan yang terlihat jelas di faring nasal posterior; nonencapsulated dan seringkali berlobus (lobulated); dapat tidak bertangkai (sessile) atau bertangkai (pedunculated). Angka kejadian massa di hidung (nasal mass) ini mencapai 80%.2. Mata menonjol (proptosis), langit-langit mulut yang membengkak (a bulging palate), terdapat massa mukosa pipi intraoral (an intraoral buccal mucosa mass), massa di pipi (cheek mass), atau pembengkakan zygoma (umumnya disertai dengan perluasan setempat). Angka kejadian massa di rongga mata (orbital mass) ini sekitar 15%, sedangkan angka kejadian untuk mata menonjol (proptosis) sekitar 10-15%.3. Tanda lainnya termasuk: otitis serosa karena terhalangnya tuba eustachius, pembengkakan zygomaticus, dan trismus (kejang otot rahang) yang merupakan tanda bahwa tumor telah menyebar ke fossa infratemporal. Juga terdapat penurunan penglihatan yang dikarenakan optic nerve tenting, namun hal ini jarang terjadi.Diagnosis Diagnosis angiofibroma ditegakkan melalui pemeriksaan radiologi konvensional, CT scan, MRI, dan angiography.Pada pemeriksaan radiologi konvensional (foto kepala potongan anteroposterior, lateral, dan posisi Waters) akan tampak gambaran klasik tanda Holman Miller yaitu pendorongan prosesus pterigoideus ke belakang, sehingga fisura pterigopalatina melebar.Pada pemeriksaan CT scan dengan zat kontras akan tampak perluasan massa tumor dan destruksi tulang ke jaringan di sekitarnya. Juga tampak perluasan ke sinus sfenoid, erosi dari greater sphenoidal wing, atau invasi fossa infratemporal dan pterigomaksilaris.Pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI) diindikasikan untuk menetapkan batas tumor, terutama jika telah meluas ke intrakranial.Angiography menunjukkan cabang-cabang sistem karotid eksterna yang menjadi penyuplai makanan utama (primary feeders).Penemuan Histologis Pada pemeriksaan histologis, ditemukan jaringan serabut yang telah dewasa/matang (mature fibrous tissue) yang mengandung bermacam-macam pembuluh darah yang berdinding tipis. Pembuluh-pembuluh darah ini dilapisi dengan endothelium, namun mereka kekurangan elemen-elemen otot yang dapat berkontraksi secara normal. Inilah yang dapat menjelaskan tentang kecenderungan terjadi perdarahan.Stadium Untuk menentukan derajat atau stadium tumor, umumnya digunakan klasifikasi Session dan Fisch.Klasifikasi Menurut Sessions Stadium IA Tumor terbatas di nares posterior dan atau ruang nasofaring.Stadium IB Tumor meliputi nares posterior dan atau ruang nasofaring dengan keterlibatan sedikitnya satu sinus paranasal.Stadium IIA Tumor sedikit meluas ke lateral menuju pterygomaxillary fossa.Stadium IIB Tumor memenuhi pterygomaxillary fossa dengan atau tanpa erosi superior dari tulang-tulang orbita.Stadium IIIA Tumor mengerosi dasar tengkorak (yakni: middle cranial fossa/pterygoid base); perluasan intrakranial minimal.Stadium IIIB Tumor telah meluas ke intrakranial dengan atau tanpa perluasan ke sinus kavernosus.Klasifikasi Menurut Fisch Stadium I Tumor terbatas di rongga hidung dan nasofaring tanpa kerusakan tulang.Stadium II Tumor menginvasi fossa pterigomaksilaris, sinus paranasal dengan kerusakan tulang.Stadium III Tumor menginvasi fossa infratemporal, orbita dan atau regio parasellar; sisanya di lateral sinus kavernosus.Stadium IV Tumors menginvasi sinus kavernosus, regio kiasma optik, dan atau fossa pituitari.PenatalaksanaanPada prinsipnya dipakai dua pendekatan sebagai penatalaksanaan JNA, yakni terapi medis dan terapi pembedahan.A. Terapi Medis *Terapi hormonal dan kemoterapiFlutamide hormonal, suatu nonsteroidal androgen blocker atau testosterone receptor blocker, efektif untuk mengurangi ukuran tumor pada stadium I dan II hingga 44%.Terapi hormonal dengan diethylstilbestrol (5 mg PO tid untuk 6 minggu) sebelum eksisi dapat mengurangi vascularity JNA namun terkait dengan efek samping memiliki sifat kewanitaan (feminizing side effects).Doxorubicin dan dacarbazine disiapkan jika JNA berulang atau kambuh.Schuon, et.al. (2006) melaporkan analisis immunohistochemical dari mekanisme pertumbuhan JNA. Mereka berkesimpulan bahwa pertumbuhan dan vaskularisasi JNA dikendalikan oleh faktor-faktor yang dibebaskan dari stromal fibroblasts. Oleh karena itu, dihambatnya faktor-faktor ini dapat bermanfaat untuk terapi JNA yang tidak dapat dioperasi (inoperable).* Radioterapi Beberapa center telah melaporkan rata-rata kesembuhan 80% dengan terapi radiasi.Radioterapi stereotactic (yakni: pisau Gamma) mengirimkan dosis radiasi yang lebih rendah ke jaringan di sekitarnya. Para ahli telah menyediakan radioterapi untuk penyakit intrakranial atau kasus yang berulang.Radioterapi three-dimensional conformal untuk JNA yang luas (extensive) atau penyebaran hingga intrakranial memberikan suatu alternatif yang baik untuk radioterapi konvensional berkaitan dengan pengendalian penyakit dan morbiditas akibat radiasi (radiation morbidity).External beam irradiation, paling sering digunakan untuk penyakit intrakranial yang tidak dapat dibedah (unresectable), atau kambuhan (recurrent). Digunakan dosis yang bervariasi dari 30-46 Gy. Sisa tumor seringkali muncul dua tahun setelah terapi. Perhatian utama termasuk kulit sekunder, tulang, jaringan lunak, keganasan tiroid, dan hambatan perkembangan tulang wajah.B. Terapi Pembedahan Beberapa pendekatan yang digunakan tergantung dari lokasi dan perluasan JNA.* Rute rinotomi lateral, transpalatal, transmaksila, atau sphenoethmoidal digunakan untuk tumor-tumor yang kecil (Klasifikasi Fisch stadium I atau II).* Pendekatan fossa infratemporal digunakan ketika tumor telah meluas ke lateral.* Pendekatan midfacial degloving, dengan atau tanpa osteotomi LeFort, memperbaiki akses posterior terhadap tumor.* Pendekatan translokasi wajah dikombinasikan dengan insisi Weber-Ferguson dan perluasan koronal untuk kraniotomi frontotemporal dengan midface osteotomies untuk jalan masuk.* Pendekatan extended anterior subcranial memudahkan pemotongan tumor sekaligus (en bloc), dekompresi saraf mata, dan pembukaan sinus kavernosus.* Intranasal endoscopic surgery dipersiapkan untuk tumor yang terbatas pada rongga hidung dan sinus p