BAB IPENDAHULUAN
Apendisitis merupakan peradangan yang terjadi pada appendix
vermiformis dan merupakan penyebab akut abdomen yang paling
sering.1,3 Appendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu
yang selama ini dikenal dan digunakan di masyarakat kurang tepat,
karena yang merupakan usus buntu sebenarnya adalah sekum. Sampai
saat ini belum diketahui secara pasti fungsi appendiks. Namun
demikian, organ ini sering sekali menimbulkan masalah
kesehatan.1-3Appendiks merupakan organ yang berbentuk tabung
panjang dan sempit. Panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3 15 cm)
dan berpangkal di sekum. Appendiks menghasilkan 1 - 2 ml lendir per
hari. Lendir itu secara normal disekresikan ke lumen untuk
selanjutnya dialirkan ke sekum. Adanya hambatan dalam pengaliran
tersebut, merupakan salah satu penyebab timbulnya apendisitis. Di
dalam appendiks juga didapatkan immunoglobulin sekretorik yang
merupakan zat pelindung efektif terhadap infeksi saluran pencernaan
(berperan dalam sistem imun). Immunoglobulin yang banyak terdapat
di dalam appendiks adalah IgA. Pengangkatan organ appendiks
(apendektomi) tidak mempengaruhi sistem pertahanan tubuh. Hal ini
dikarenakan jumlah jaringan limfoid yang terdapat pada appendiks
kecil sekali bila dibandingkan dengan jumlah yang ada pada saluran
cerna lain.2,3Apendisitis dapat mengenai semua umur, baik laki-laki
maupun perempuan. Namun lebih sering menyerang laki-laki berusia 10
- 30 tahun.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISIApendisitis adalah peradangan yang terjadi pada
appendix vermiformis, dan merupakan penyebab akut abdomen yang
paling sering.1 Apendisitis akut merupakan salah satu diferensial
diagnosis pada pasien yang mengeluh nyeri perut atau pasien yang
menunjukkan gejala iritasi peritoneal. Apendisitis akut juga
penyebab tersering nyeri perut progresif dan persisten pada remaja.
Gejalanya sering tidak spesifik karena akut abdomen sendiri
merupakan manifestasi klinis yang memerlukan diagnostik penunjang
dalam penentuan diagnosis akhirnya.2 Tidak ada cara untuk mencegah
perkembangan dari suatu apendisitis. Satu-satunya cara untuk
menurunkan morbiditas dan mencegah mortalitas adalah apendiktomi
sebelum perforasi ataupun terjadi gangrene.3
2.2. EPIDEMIOLOGIInsiden apendisitis akut di negara maju lebih
tinggi daripada di negara berkembang. Namun dalam tiga-empat
dasawarsa terakhir kejadiannya turun secara bermakna. Hal ini
diprediksikan karena meningkatnya konsumsi makanan berserat dalam
menu sehari-hari.4Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur,
hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insiden
tertinggi pada kelompok umur 20 - 30 tahun, kemudian menurun.
Insiden pada lelaki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada
umur 20-30 tahun, insiden lelaki lebih tinggi.4
2.3. INSIDENSIInsidensi apendisitis akut menurun antara tahun
1940 dan 1960, kemungkinan karena adanya penggunaan antibiotik
profilaksis secara luas. Saat ini apendiktomi merupakan salah satu
pilihan pembedahan. Apendisitis jarang terjadi pada bayi, menjadi
semakin sering pada masa anak-anak, dan insidensi tertinggi terjadi
pada umur belasan hingga 20 tahunan. Setelah insidensi apendisitis
menurun, meskipun masih hal-hal yang harus diteliti mengenai
apendisitis, tapi kenyataannya apendisitis jarang dilaporkan dalam
berbagai literatur sejak 50 tahun yang lalu. 3Ketika pertama kali
penyakit ini ditemukan pada abad ke-16, apendisitis disebut sebagai
perityphitis karena terjadi proses inflamasi yang menyebabkan
kematian dianggap berasal dari sekum. Sekarang jelas menunjukkan
bahwa yang dimaksud adalah apendisitis perforasi.3,5 Meskipun
Melier, pada tahun 1827, telah menunjukkan bahwa purulen iliac
tumor pada inflamasi appendiks, sudah tidak berlaku sejak tahun
1886 setelah Fitz mengemukakan bahwa apendisitis jelas terjadi pada
awal kasus yang sebelumnya dianggap sebagai perityphitis. Fitz
beranggapan bahwa apendiktomi penting untuk menyembuhkan
pasien.3,5Ahli bedah pertama yang mendiagnosa apendisitis akut yang
sebelumnya telah ruptur dan dilakukan apendiktomi, setelah itu
pasiennya sembuh dan peneilitian ini dilaporkan adalah Senn, pada
tahun 1889. Groves, seorang dokter di daerah peinggiran Kanada
telah berhasil melakukan apendiktomi 6 tahun sebelumnya, sayangnya
kasus ini tidak dipublikasikan sampai tahun 1961. Tahun 1889,
McBurney menjelaskan temuan klinis pada apendisitis akut yang
sebelumnya telah ruptur, termasuk gambaran abdominal tenderness
yang sekarang diberi nama sesuai dengan namanya. Irisan lapangan
operasi biasanya dikaitkan dengan McBurney sebenarnya dibuat oleh
McArthur. 3
2.4. ANATOMIAppendiks merupakan organ berbentuk cacing,
panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3 - 15 cm) dan berpangkal di
sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian
distal. Pada bayi, appendiks berbentuk kerucut, lebar pada
pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin
menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu. Pada 65%
kasus, appendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu
memungkinkan appendiks bergerak dan geraknya bergantung pada
panjang mesoappendiks penggantungnya.6Pada kasus selebihnya,
appendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di
belakang kolon asendens, atau ditepi lateral kolon asendens. Gejala
klinis apendisitis ditentukan oleh letak appendiks.7Persarafan
parasimpatis berasal dari cabang n. Vagus yang mengikuti a.
mesenterika superior dan a. appendikularis, sedangkan persarafan
simpatis berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri
visceral pada apendisitis bermula di sekitar umbilicus.Perdarahan
appendiks berasal dari a.appendikularis yang merupakan arteri
kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis
pada infeksi, appendiks akan mengalami gangrene.6
Gambar 1. Anatomi Appendiks8
Menurut letaknya, appendiks dibagi menjadi beberapa macam:8
Appendiks Preileal Appendiks Postileal Appendiks Subileal Appendiks
Pelvic Appendiks Subcecal Appendiks Paracecal Appendiks
Retrocecal
Adapun gambaran USG normal appendiks adalah berbentuk tabung
yang memanjang dengan lumen yang diameternya tidak lebih dari 6 mm
dan dapat dikompresi. Selain itu pada ujung akhir appendiks tidak
didapatkan adanya gambaran blind end tube.
Gambar 2. Potongan longitudinal USG Appendiks9
2.5. ETIOLOGIa. Obstruksi lumen appendiks yang disebabkan
oleh:91. Fekalit (feses yang mengeras) adalah penyebab tersering
yang mengakibatkan obstruksi2. Oleh karena sebab lain termasuk:a.
Limfoid hipertrofib. Benda asingc. Cacing di intestinald. Bariume.
Kanker sekumb. Sekresi mukosa appendiks yang persistent, distensi
yang bertahap dengan inflamasi pada appendiks, pertumbuhan bakteri
yang berlebihan, dan pada kondisi yang diikuti oleh progresivitas,
iskemia, gangrene, dan perforasi yang diikuti oleh obstruksi
lumen.6
2.6. PATOFISIOLOGIApendisitis disebabkan oleh obstruksi yang
diikuti oleh infeksi. Kira-kira 60% kasus berhubungan dengan
hiperplasia submukosa yaitu pada folikel limfoid, 35% menunjukkan
hubungan dengan adanya fekalit, 4% kaitannya dengan benda asing dan
1% kaitannya dengan stiktur atau tumor dinding appendiks ataupun
sekum. Hiperplasi jaringan limfoid penting pada obstruksi dengan
frekuensi terbanyak terjadi pada anak-anak, sedangkan limfoid
folikel adalah respon appendiks terhadap adanya infeksi. Obstruksi
karena fecalit lebih sering terjadi pada orang tua. Adanya fekalit
didukung oleh kebiasaan, seperti pada orang barat perkotaan yang
cenderung mengkonsumsi makanan rendah serat, dan tinggi karbohidrat
dalam diet mereka.3Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan
lumen appendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda
asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau
neoplasma.1Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi
mukosa mengalami pembendungan. Makin lama mukus tersebut makin
banyak, namun elastisitas dinding appendiks memiliki keterbatasan
sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang
meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan
edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah
terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri
epigastrium.1Bila sekresi mucus terus berlanjut, tekanan akan terus
meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema
bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang
timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan
nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut sebagai
apendisitis supuratif akut.1Bila kemudian aliran arteri terganggu
akan terjadi infark dinding appendiks yang diikuti dengan gangrene.
Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding
yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.1
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah appendiks hingga timbul suatu
massa lokal yang disebut infiltrat appendikularis. Peradangan
appendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.1Pada
anak-anak, karena omentum lebih pendek dan appendiks lebih panjang,
dinding appendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan
daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi.
Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada
gangguan pembuluh darah.1
2.7. GEJALAa. Gejala klasik yaitu nyeri sebagai gejala utama61.
Nyeri dimulai dari epigastrium, secara bertahap berpindah ke regio
umbilikal, dan akhirnya setelah 1-12 jam nyeri terlokalisir di
regio kuadran kanan bawah.2. Urutan nyeri bisa saja berbeda dari
deskripsi diatas, terutama pada anak muda atau pada seseorang yang
memiliki lokasi anatomi appendiks yang berbeda.3. Anoreksia adalah
gejala kedua yang menonjol dan biasanya selalu ada untuk beberapa
derajat kasus. Muntah terjadi kira-kira pada 75% pasien.6Urutan
gejala sangat penting untuk menegakkan diagnosis adalah adanya
anoreksia diikuti oleh nyeri kemudian muntah (jika terjadi) adalah
gejala klasik. Muntah sebelum nyeri harus ditanyakan untuk
kepentingan diagnosis.6
Tabel 1. Gambaran Klinis Apendisitis Akut2 Tanda awal nyeri
mulai di epigastrium atau regio umbilikalis disertai mual dan
anoreksia Nyeri pindah ke kanan bawah menunjukkan tanda rangsangan
peritoneum lokal dititik McBurney Nyeri tekan Nyeri lepas Defans
muskuler Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung Nyeri kanan
bawah pada tekanan kiri (Rovsing sign) Nyeri kanan bawah bila
tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg sign) Nyeri kanan
bawah bila peritoneum bergerak, seperti bernafas dalam, berjalan,
batuk, mengedan
2.8. PEMERIKSAAN FISIKPemeriksaan fisik yang ditemukan
tergantung dari tahapan penyakit dan lokasi dari appendiks.1. Suhu
dan nadi sedikit lebih tinggi pada awal penyakit. Suhu yang lebih
tinggi mengindikasikan adanya komplikasi seperti perforasi maupun
abses.2,62. Nyeri pada palpasi titik McBurney (dua pertiga jarak
dari umbilicus ke spina iliaca anterior) ditemukan bila lokasi
appendiks terletak di anterior. Jika lokasi appendiks pada pelvis,
pemeriksaan fisik abdomen sedikit ditemukan kelainan, dan hanya
pemeriksaan rectal toucher ditemukan gejala signifikan.2,63.
Tahanan otot dinding perut dan rebound tenderness mencerminkan
tahap perkembangan penyakit karena berhubungan dengan iritasi
peritoneum.2,64. Beberapa tanda, jika ada dapat membantu dalam
menegakkan diagnosisa. Rovsing sign nyeri pada kuadran kanan bawah
pada palpasi kuadran kiri bawah.2b. Psoas sign nyeri rangsangan
otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kanan, kemudian paha
kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel di m.psoas
mayor, tindakan tersebut akan menyebabkan nyeri.2c. Obturator sign
nyeri pada gerakan endotorsi dan fleksi sendi panggul kanan, pasien
dalam posisi terlentang.5
Gambar 3. Rovsing Sign9Gambar 4. Rectal Toucher2
Gambar 5. Psoas Sign9Gambar 6. Obturator Sign9
2.9. PEMERIKSAAN LABORATORIUM1. Leukositosis moderat/ sedang
(10.000-16.000 sel darah putih) dengan predominan neutrofil (shit
to the left). Jumlah normal sel darah putih tidak dapat
menyingkirkan adanya apendisitis.62. Urinalisis kadang menunjukkan
adanya sel darah merah.6
2.10. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS1. Foto polos abdomenGambaran x-foto
polos abdomen pada apendisitis dikategorikan sebagai 3 jenis yaitu
tampak normal, mungkin abnormal dan sugestif apendisitis.
Visualisasi dari appendicolith ataupun gas abses pada region
kuadran kanan bawah dapat dijadikan patokan diagnosis apendisitis.
Dari 138 kasus positif apendisitis, 99 diantaranya (72%) memiliki
gambaran sugestif apendisitis pada x-foto polos abdomen. Apabila
posisi appendiks ada di retrosekal, maka jarang tervisualisasikan
dengan baik pada film.10Beberapa gambaran radiologis dari
apendisitis pada x-foto polos abdomen antara lain adanya level
cairan terlokalisir pada caecum dan ileum terminalis, gambaran gas
terlokalisir pada ileum terminalis, peningkatan densitas soft
tissue pada kuadran kanan bawah, perselubungan pada regio flank
kanan dengan adanya garis radiolusen antara pre peritoneum fat line
dengan transversus abdominis, gambaran fekalit pada fossa illiaca
kanan, appendiks terisi gas, gas intraperitoneal dan deformitas
bayangan gas caecum karena massa serta perselubungan bayangan psoas
pada sisi kanan.10
Gambar 7. Fecalith radioopak11
2. Ultrasonografi AppendiksPemeriksaan appendiks dengan
menggunakan ultrasonografi merupakan pemeriksaan tanpa menggunakan
radiasi, dan pemeriksaan ini sangat terjangkau bagi pasien
penderita appendiks. Kelebihan lainnya adalah para dokter lebih
mudah mendiagnosis dengan menggunakan ultrasonografi dibandingkan
foto polos abdomen. Di samping itu, sensivitas dan spesifitasnya
cukup baik. USG juga tepat untuk digunakan pada kondisi-kondisi
emergensi yang menunjukkan akut abdomen seperti apendisitis dengan
tanda-tanda inflamasi peritoneal yang meluas.12Lokasi appendiks
berada pada kuadran bawah kanan. Dapat dilihat dengan menggunakan
probe beresolusi tinggi (7-15 mHz). Tranduser diletakkan dengan
posisi tranversal dan dengan mengkompresi abdomen kuadran bawah
kanan secara dalam untuk mendekatkan usus dengan probe. Dimulai
dari fleksura hepatik dan kemudian telusuri ke bawah sampai bertemu
caecum. Kemudian pasien diminta untuk menunjukkan lokasi di mana
yang sakit.Kelebihan 14 Non invasif, non trauma, non radiatif
Relatif cepat dan aman Nilai diagnostik cukup tinggi Tidak
memerlukan persiapan khusus, kecuali untuk pemeriksaan vesica felea
puasa 6 jam, dan pemeriksaan vesica urinaria harus penuh urin Tidak
ada kontraindikasi
Teknik Pemeriksaan141. Pasien dipersiapkan berbaring dengan
diselimuti hingga sebatas inguinal2. Probe atau transduser yang
digunakan disesuaikan organ yang akan dievaluasi, probe linear,
transversal dan linier.3. Gel dioleskan pada probe, kemudian probe
diposisikan secara linier maupun transversal sesuai jenis organ.4.
Organ yang dievaluasi meliputi hepar, vesica felea, pancreas,
aorta, ginjal kanan dan kiri, limpa, vesika urinaria, prostat dan
uterus.Pada kasus apendisitis dilakukan evaluasi secara transversal
dan linear. Secara transversal dievaluasi kompresibilitasnya dan
diameter lumen appendiks sementara secara linier dievaluasi adanya
gambaran blind end tube atau bila ada udara bebas/cairan pada
caecum. Untuk appendiks retrosekal sulit dilakukan evaluasi dengan
sonografi. Kriteria ultrasonografi pada kasus apendisitis akut
adalah appendiks tidak dapat dikompresi sehingga diameter lebih
dari 7 mm dengan tebal dinding lebih dari 2 mm, tipe eko pada lumen
adalah hipoekoik. Apabila appendiks terletak di retrocecal maka
sangat sulit untuk mendapatkan gambarannya.12,13
Gambar 8. Potongan tranversal pada USG Appendiks11
Gambar 9. Potongan longitudinal pada USG Appendiks11
3. AppendicogramMerupakan teknik pemeriksaan radiologi untuk
memvisualisasikan appediks dengan menggunakan kontras media positif
barium. Barium dapat membantu pada kasus sulit ketika akurasi
diagnosis sukar untuk ditegakkan. Barium akan mengisi defek pada
appendiks, hal ini adalah indikator yang sangat bisa dipercaya pada
diagnosis apendisitis. Appendicogram dapat dilakukan pada
apendisitis akut non perforasi ataupun apendisitis kronis, bila
kondisi pasien stabil dan tidak dicurigai adanya tanda-tanda
perforasi.12,13
Gambar 10. Gambaran normal appendiks dengan kontras barium11
Teknik Pemeriksaan Appendikografi merupakan pemeriksaan berupa
foto barium appendiks yang dapat membantu melihat terjadinya
sumbatan atau adanya kotoran (fekalit) di dalam lumen appendiks.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa hasil pemeriksaan
appendicogram memiliki hubungan yang signifikan terhadap hasil
pemeriksaan pasca-operasi atau hasil pemeriksaan patologi anatomik
(p =36,3 C1Leukositosis1Shift to the left0Skor total9
2. Pemeriksaan RadiologiUSG Abdomen (24 November 2014)
Deskripsi: Hepar: ukuran tak membesar, struktur parenkim normal,
ekogenitas baik, tak tampak nodul, vena porta tak melebar, vena
hepatika tak melebar. Duktus biliaris: intra dan ekstrahepatal tak
melebar. Vesica felea: ukuran normal, dinding tak menebal, tak
tampak batu, tak tampak sludge. Pankreas: parenkim homogen, tak
tampak massa, maupun kalsifikasi. Ginjal kanan: bentuk dan ukuran
normal, batas kortikomedularis jelas, tak tampak penipisan korteks,
tak tampak batu, pyelokaliks tak melebar, tampak kalsifikasi pada
pole bawah. Ginjal kiri: bentuk dan ukuran normal, batas
kortikomedularis jelas, tak tampak penipisan korteks, tak tampak
batu, pielokaliks tak melebar. Lien: tak membesar, parenkim normal.
Aorta: tak tampak pembesaran kelenjar limfe paraaorta. VU: dinding
tak menebal, permukaan rata, tak tampak batu, tak tampak massa.
Prostat: ukuran tak membesar (volume + 19.7 ml) tak tampak massa
maupun kalsifikasi. Tak tampak cairan bebas pada supradiafragma
kanan kiri. Tak tampak cairan bebas intraabdomen. Pada regio
mcburney tampak struktur blind end tube non compressible (ukuran +
0,75 cm).Kesan:Pada regio mcburney tampak struktur blind end tube
non compressible (ukuran + 0,75 cm)mendukung gambaran
apendisitisKalsifikasi pada pole bawah ginjal kanan
3. Pemeriksaan Patologi Anatomik (19 November 2014)Makroskopis1
potong jaringan appendiks ukuran 4cm, diameter 1,2 cm warna coklat
kemerahan, padatMikroskopispotongan jaringan appendiks, tampak
mukosa sebagian besar tidk utuh lagi dengan submukosa muskularis
dan lemak serosa sembab, hiperemis, bersebukan keras leukosit PMN,
limfosit, histiosit. Tampak pula daerah nekrosis dan perdarahan.
Tidak tampak tanda ganas Sesuai dengan: Apendisitis Akut
Phlegmonosa
3.3. Diagnosis Apendisitis akut
3.4. Terapi Pengawasan KU, TV, Nyeri perut Pembedahan
(Appendiktomi) Injeksi ceftriaxon 2g/24jam i.v Diet biasa
3.5. Edukasi1. Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit yang
dideritanya peradangan pada bagian usus dan untuk menunjang
diagnosis ini akan dilakukan pemeriksaan penunjang seperti
pemeriksaan laboratorium darah dan pemeriksaan USG.2. Menjelaskan
kepada pasien mengenai hasil pemeriksaan penunjang yang telah
dilakukan dan diagnosis penyakit pasien.3. Menjelaskan kepada
pasien dan keluarganya bahwa penyakit yang diderita pasiennya
memerlukan tindakan operatif sebagai penatalaksanaannya.
BAB IVPEMBAHASAN
Seorang laki-laki usia 44 tahun datang dengan nyeri perut kanan
bawah, dirasakan sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit yang
memberat sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Pada awalnya nyeri
dirasakan di sekitar pusar kemudian berpindah ke perut kanan bawah.
Nyeri seperti ditusuk dan terus menerus. Nyeri berkurang apabila
pasien minum obat anti nyeri. Nyeri terasa semakin berat apabila
bersin. Demam (+) sepanjang hari, mual (+), muntah (+) 2x makanan
yang dikonsumsi, nafsu makan menurun (+), nyeri kepala (-), flatus
(+), BAB dan BAK tidak ada keluhan.Pada pemeriksaan fisik abdomen
didapatkan nyeri tekan (+) di regio iliaca kanan dan dari
pemeriksaan rectal toucher tonus sfingter ani cukup, ampulla recti
tidak kolaps, mukosa licin, massa (-), prostat dbn, nyeri pada jam
9-11.Berdasarkan perhitungan Alvarado score didapatkan skor >=
7, ini berarti menurut skor Alvarado adalah cenderung apendisitis
akut. Hasil pemeriksaan USG didapatkan blind end tubular sesuai
dengan gambaran apendisitis akut. Pasien kemudian dilakukan
tindakan pembedahan dan diberikan injeksi ceftriaxon. Setelah itu
dilakukan pemeriksaan patologi anatomik didapatkan gambaran
apendisitis akut phlegmanosa.
BAB VKESIMPULAN
Apendisitis dapat terjadi pada semua umur. Insidensi tertinggi
pada kelompok umur 20 - 30 tahun, setelah itu menurun. Insiden pada
lelaki dan perempuan umumnya sebanding. Gejala klasik yaitu nyeri
sebagai gejala utama. Nyeri dimulai dari epigastrium, secara
bertahap berpindah ke regio umbilikal, dan akhirnya setelah 1-12
jam nyeri terlokalisir di regio kuadran kanan bawah. Pada laporan
kasus dituliskan seorang laki-laki usia 44 tahun datang dengan
nyeri perut kanan bawah, dirasakan sejak 7 hari sebelum masuk rumah
sakit yang memberat sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Pada
awalnya nyeri dirasakan di sekitar pusar kemudian berpindah ke
perut kanan bawah. Nyeri seperti ditusuk dan terus menerus. Nyeri
berkurang apabila pasien minum obat anti nyeri. Nyeri terasa
semakin berat apabila bersin. Demam (+) sepanjang hari, mual (+),
muntah (-) 2x makanan yang dikonsumsi, nafsu makan menurun (+),
nyeri kepala (-), flatus (+), BAB dan BAK tidak ada keluhan.Pada
pemeriksaan fisik abdomen didapatkan nyeri tekan (+) di regio
illiaca kanan dan dari pemeriksaan rectal toucher tonus sfingter
ani cukup, ampulla recti tidak kolaps, mukosa licin, massa (-),
prostat dbn, nyeri pada jam 9-11. Pasien juga telah menjalani USG
Abdomen, dan didapatkan gambaran blind end tubular sesuai dengan
gambaran apendisitis akut. Terapi yang dilakukan pada pasien ini
adalah pemberian injeksi ceftriaxon dan tindakan pembedahan
(apendiktomi).
DAFTAR PUSTAKA
1. Mansjoer, A., Suprohaita., Wardani, W.I., Setiowulan, W.,
editor., Bedah Digestif, dalam Kapita Selekta Kedokteran, Edisi
Ketiga, Jilid 2, Cetakan Kelima. Media Aesculapius, Jakarta, 2005,
hlm. 307-313.2. Sjamsuhidajat, R., Jong, W.D., editor., Usus Halus,
Appendiks, Kolon, Dan Anorektum, dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi
2. EGC, Jakarta, 2005,hlm.639-645.3. Sabiston. Textbook of surgery,
the biological basis of modern surgical practice fourteenth
edition. 1991. International edition; W.B. Saunders4. Price dan
Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Ed: Ke-6. Jakarta: EGC.5. Lawrence W.Way., editor., Current
surgical diagnosis & treatment international edition. Edition
9. 1990. Lange medical book.6. Jarrell, B. E and Carabasi R.A., the
national medical series for independent study 2nd edition Surgery.,
national medical series., Baltimore, Hong Kong, London, Sydney.7.
Indratni, Sri. 2004. Abdomen Et Situs Viscerum Abdominis.
Surakarta: Sebelas Maret University Press.8. O'Connor CE, Reed WP.
In Vivo location of the human vermiform appendix. Clinical Anatomy
Volume 7 Number 3. 19949. Grace P.A & Borley N.R., At a Glance
Ilmu Bedah edisi ketiga. 2005. Jakarta; Erlangga Medical Series.
10. G Rodrigues, L Kanniayan, M Gopashetty, S Rao, R Shenoy. Plain
X-Ray In Acute Appendicitis. The Internet Journal of Radiology.
2003 Volume 3 Number 2.11. Libermann, G. 2005. Radiologic
Diagnostic of Appendicitis. Boston; HMS12. Murtala, Bachtiar. 2013.
Diagnosa Apendisitis Akut dengan Ultrasound. 13. Patel, Pradip R.
2006. Lecture Notes Radiologi edisi kedua. Jakarta: Erlangga
Medical Series.14. Hasya MN, Elidar E. Reliabilitas Pemeriksaan
Appendicogram dalam Penegakan Diagnosis Apendisitis di RSUD Dr.
Pirngadi Medan Periode 2008-2011. Karya Tulis Ilmiah. FK USU
201215. Pambudy, Indra Maharddika, Vally Wulani. 2014. Radiologi
Abdomen. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran edisi ke-4. Jakarta:
Media Aesculapius.16. Rumack, Carol M. 2005. Diagnostic Ultrasound
Third Edition. Philadephia : Elsevier. 17. Schmidt, Guenter. 2006.
Differential Diagnosis in Ultrasound Imaging : a Teaching Atlas.
New York : Thieme
24