This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Molase dari tebu dapat dibedakan menjadi 3 jenis. Molase kelas 1, kelas
2 dan “black strap”. Molase kelas 1 didapatkan saat pertama kali jus tebu
dikristalisasi. Saat dikristalisasi terdapat sisa jus yang tidak mengkristal
dan berwarna bening. Maka sisa jus ini langsung diambil sebagai molase kelas
1. Kemudian molase kelas 2 atau biasa disebut dengan “Dark” diperoleh saat
proseskristalisasi kedua. Warnanya agak kecoklatan sehingga sering disebut
juga denganistilah “Dark”. Dan molase kelas terakhir, ”Black Strap” diperoleh
dari kristalisas terakhir. Warna “black strap” ini memang mendekati hitam
(coklat tua) sehingga tidak salah jika diberi nama “Black Strap” sesuai
dengan warnanya. “Black strap” ternyata memiliki kandungan zat yang
berguna. Zat-zat tersebut antara lain kalsium, magnesium, potasium, dan
besi. “Black strip” memiliki kandungan kalori yang cukup tinggi, karena
terdiri dari glukosa dan fruktosa (Simanjuntak, 2009).
F. Gambaran Umum Silase
Silase merupakan pengawetan bahan pakan melalui fermentasi yang
menghasilkan kadar air yang tinggi yang biasa digunakan pada hijauan sebagai
pakan ruminansia atau pakan yang berasal dari tanaman serealia yang
penggunaannya sebagai biofuel. Bahan untuk pembuatan silase adalah segala
macam hijauan dan bahan dari tumbuhan lainnya yang disukai oleh ternak
ruminansia, seperti rumput, sorghum, jagung, biji - bijian kecil, tanaman tebu,
tongkol gandum, pucuk tebu dan jerami padi, dan lain-lain (Jaya, 2012).
Silase adalah pakan yang telah diawetkan yang di proses dari bahan
baku yang berupa tanaman hijauan , limbah industri pertanian, serta bahan
pakan alami lainya, dengan kandungan air pada tingkat tertentu kemudian di
masukan dalam sebuah tempat yang tertutup rapat kedap udara yang biasa
disebut dengan Silo, selama sekitar tiga minggu. Didalam silo tersebut tersebut
akan terjadi beberapa tahap proses anaerob (proses tanpa udara/oksigen),
dimana “bakteri asam laktat akan mengkonsumsi zat gula yang terdapat pada
bahan baku, sehingga terjadilah proses fermentasi. Silase yang terbentuk karena
proses fermentasi ini dapat di simpan untuk jangka waktu yang lama tanpa
banyak mengurangi kandungan nutrisi dari bahan bakunya (Jaya, 2012).
Tujuan utama pembuatan silase adalah untuk memaksimumkan
pengawetan kandungan nutrisi yang terdapat pada hijauan atau bahan pakan
ternak lainnya, agar bisa di disimpan dalam kurun waktu yang lama, untuk
kemudian di berikan sebagai pakan bagi ternak, sehingga dapat mengatasi
kesulitan dalam mendapatkan pakan hijauan pada musim kemarau. Sayangnya
fermentasi yang terjadi didalam silo (tempat pembuatan silase), sangat tidak
terkontrol prosesnya, akibatnya kandungan nutrisi pada bahan yang di awetkan
menjadi berkurang jumlahnya. Maka untuk memperbaiki berkurangnya nutrisi
tersebut, beberapa jenis zat tambahan (additive) harus digunakan agar
kandungan nutrisi dalam silase tidak berkurang secara drastis, bahkan bisa
meningkatkan pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi ternak yang memakannya.
Pembuatan silase dapat juga menggunakan bahan tambahan, yang kegunaannya
tergantung dari ahan tambahan yang akan di pergunakan. Adapun penggunaan
bahan tambahan sangat tergantung dari kebutuhan hasil yang ingin di capai
(Jaya, 2012).
Silase merupakan salah satu teknik pengawetan hijauan pakan
ternak untuk mengatasi kekurangan pakan di musim kering. Segala macam
hijauan dapat digunakan sebagai silase baik itu berupa rumput segar (rumput
lapangan dan rumput unggul) maupun limbah pertanian. Berbagai macam
pengawet juga dapat dimanfaatkan dalam pembuatan silase, yaitu molases, gula
merah, dedak maupun limbah agroindustri lainnya (Jaya, 2012).
BAB IIIHASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan Hasil Praktikum Pembuatan Silase yang telah dilakukan
maka diperolah hasil pengujian pembuatan silase yaitu sebagai berikut:
Tabel 4. Hasil Pengujian Pembuatan SilaseWaktu Hasil
Bau Khas AmoniasiWarna Coklat mudaTekstur HaluspH AsamJamur Ada
Sumber: Data Hasil Praktikum Ransum Ruminansia, 2014
Berdasarkan tabel 4 dapat dilihat bahwa hasil pengujian pada pembuatan
silase yang dihasilkan dilihat dari parameter bau bahwa silase yang dihasilkan
berbau khas yaitu memiliki bau atau aroma amoniak. Bau atau aroma amoniak
yang timbul dari silase yang telah dibuat dapat disebabkan karena adanya
penambahan zat-zat aditif seperti urea. Dimana urea dapat diurai menjadi
amoniak. Hal ini sesuai dengan pendapat Yuni (2009) yang menyatakan bahwa
ada tiga sumber amoniak yang dapat dipergunakan dalam proses amoniasi yaitu:
NH3 dalam bentuk gas cair, NH4OH dalam bentuk larutan, dan urea dalam
bentuk padat.
Berdasarkan hasil pengujian pada pembuatan silase yang dihasilkan
dilihat dari parameter warna bahwa silase yang dihasilkan berwarna coklat
muda. Warna pada silase ini dipengaruhi oleh warna dari bahan yang digunakan.
Dari warna yang dihasilkan maka dapat diketahui bahwa silase tersebut
memiliki kualitas baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Febrisiantosa (2007)
yang menyatakan bahwa silase yang berkualitas baik mempunyai ciri-ciri
teksturnya tidak berubah, tidak menggumpal, berwarna coklat seperti daun
direbus, berbau dan berasa asam. Hal ini juga didukung oleh
pernyataan Susetyo (1980) yang menyatakan bahwa silase yang baik memiliki
warna yang tidak jauh berbeda dengan warna bahan dasar itu sendiri, memiliki
pH rendah dan baunya asam.
Berdasarkan hasil pengujian pada pembuatan silase yang dihasilkan
dilihat dari parameter tekstur dapat diketahui bahwa silase yang dihasilkan
bertekstur lembut dan masih utuh. Dari tekstur silase yang dihasilkan dapat
disimpulkan bahwa silase yang dihasilkan merupakan silase yang memiliki
kualitas yang baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Zailzar dkk (2011) bahwa
ciri-ciri silase yang baik yaitu berbau harum dan bertekstur remah atau halus
dan lembut, serta tekstur segar, berwarna kehijau-hijauan dan tidak
menggumpal.
Berdasarkan hasil pengujian pada pembuatan silase yang dihasilkan
diliat dari parameter pH dapat diketahui bahwa silase yang dihasilkan memiliki
pH yang asam. Silase yang baik itu harus dalam suasana/kondisi asam karena
terjadi proses fermentasi. Hal ini sesuai dengan pendapat pendapat Siregar
(1996) yang menyatakan bahwa pada pembuatan silase perlu ditambahkan
bahan pengawet agar terbentuk suasana asam dengan derajat keasaman optimal.
Rasa asam dapat dijadikan sebagai indikator untuk melihat keberhasilan proses
ensilase, sebab untuk keberhasilan proses ensilase harus dalam suasana asam.
Diperkuat oleh pernyataan Hal ini sependapat dengan Zailzar dkk (2011) bahwa
ciri-ciri silase yang baik yaitu memiliki pH antara 4 sampai 4,5.
Berdasarkan hasil pengujian pada pembuatan silase yang dihasilkan
dilihat dari pertumbuhan jamur dapat diketahui bahwa silase yang dihasilkan
ditumbuhi oleh jamur. Silase yang telah dibuat berkualitas rendah karena silase
tersebut ditumbuhi jamur. Pertumbuhan jamur pada silase ini dapat disebabkan
karena kondisi lingkungan yang mempunyai kelembapan tinggi, adanya aliran
udara didalam silo, dan kadar air yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat
Kartadisastra (2004) bahwa silase yang baik mempunyai tekstur segar, berwarna
kehijau-hijauan dan tidak menggumpal. Tetapi silase yang dihasilkan sedikit
berjamur pada bagian permukaan silase. Hal ini disebabkan karena tidak
kuatnya ikatan atau masih memungkinkan udara masuk. Sehingga perlu
diperhatikan pada saat mengikat atau menutup silase harus benar-benar
dipastikan bahwa udara tidak masuk sehingga tercipta suasana yang benar-benar
hampa udara.
BAB IVPENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan Praktikum Pembuatan Silase yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa dalam pembuatan silase dengan perbandingan jerami plus
dan konsentrat (60:40) diperlukan 2,04 kg jerami plus dan 0,96 kg konsentrat.
Pada hasil uji kualitas silase yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa silase
memiliki bau yang khas berupa aroma amoniak, dengan warna coklat muda
sedangkan dari segi tekstur bertekstur halus dengan pH asam namun ditumbuhi
jamur. Sedangkan secara umum didapatkan hasil dari segi warna, bau, dan
tekstur silase maupun ada tidaknya jamur menunjukkan kualitas silase tidak
bagus.
B. Saran
Sebaiknya pada praktikum pembuatan silase selanjutnya dilakukan
pengukuran pH agar dapat diketahui apakah silase yang dihasilkan benar-benar
berkualitas baik.
DAFTAR PUSTAKA
Auda, Haris Yoyo. 2010. Bab I Pendahuluan. http://bagasvanirawan.files. wordpress.com/2010/08/biomass-wes-ringkes.doc. Diakses tanggal 4 Juni 2014.
Febrisantosa, S. 2007. Silase Komplit Untuk Pakan Ternak. http://jiwocore. wordpress.com. Diakses pada tanggal 3 juni 2014.
Haryanti, Nina Woro. 2009. Kualitas Pakan Dan Kecukupan Nutrisi Sapi Simental di Peternakan Mitra Tani Andini, Kelurahan Gunung Pati, Kota Semarang. Laporan Praktek Kerja Lapangan. Jurusan Nutrisi Dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang.
Has, H., V. D. Yunianto, B. Sukamto. 2013. Kecukupan energi pakan yang menggunakan daun murbei (Morus alba) fermentasi melalui pengukuran glukosa, lemak abdominal dan konsumsi ransum. JITP Vol. 3 No. 1, Juli 2013.
Jaya, Irvan. 2012. Pengaruh Penambahan Tepung Daun Murbei (Morus Alba) Dengan Level Yang Berbeda Terhadap Kualitas Silase Limbah Organik Pasar. Makalah Hasil Penelitian. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin. Makassar.
Kartadisastra. 2004. Penyediaan dan Pengolahan Pakan Ternak Ruminansia. Kanisius. Yogyakarta.
Laras, Mandiri. 2013. Urea Sebagai Pakan Ternak ?. mandirilaras.blogspot. com/2013/01/urea-sebagai-pakan-ternak.html. Diakses tanggal 4 Juni 2014.
Simanjuntak, R. 2009. Studi Pembuatan Etanol Dari Limbah Gula (Molase). Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.
Siregar, S.B. 1996. Pengawetan Pakan Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta.
Susetyo, S. 1980. Padang Penggembalaan Departemen Makanan Ternak Fapet. IPB Press. Bogor.
Syahrir, S., K. G. Wiryawan, A. Parakkasi, Winugroho dan W. Ramdania. 2009. Daya hambat hidrolisis karbohidrat oleh ekstrak daun murbei. Agripet Vol 9, No. 2, Oktober 2009.
Trisnadewi, A. A. A. S., N. L. G. Sumardani, B. R. Tanamaputri, I G. L. O. Cakra, Dani G. A. I. Aryani. Peningkatan kualitas jerami padi melalui penerapan teknologi amoniasi urea sebagai pakan sapi
berkualitas di desa bebalang kabupaten bangli. Udayana Mengabdi Volume 10 Nomor 2 Tahun 2011.
Yuni, D. 2009. Laporan Praktikum Pembuatan Silase. http://wwwyunidedare lombok.blogspot.com . Diakses pada tanggal 3 Juni 2014.
Zailzar, L., Sujono, Suyatno dan A. Yani. 2011. Peningkatan Kualitas Dan Ketersediaan Pakan Untuk Mengatasi Kesulitan di Musim Kemarau Pada Kelompok Peternak Sapi Perah. Jurnal Dedikasi Vol. 8.
LAMPIRAN
Perhitungan
Bahan yang digunakan:
a. Jerami plus : 60 %
b. Konsentrat : 40 %
Kadar Bahan
Bahan Kadar BK Kadar Air
Jerami Plus 40% 60%
Konsentrat 85% 15%
Nilai Keuntungan/ Koefisien Bahan
a. Jerami plus :
b. Konsentrat :
Σ Koefisien Bahan : 125 + 58,8
: 183,8
Jumlah bahan yang digunakan berdasarkan kondisi dilapangan
a. Jerami plus :
b. Konsentrat :
Jadi, untuk membuat silase dengan berat 3 Kg diperlukan 2,04 Kg jerami plus,