Top Banner
www.bravosradio.com Teknik Dasar Peny iaran Radio dan Telev isi Ir. M. Sukarna, Telev ision & Radio Engineering Consultant +62 21 8008606, +62818 162856 Page | 1 XII. TRANSMISI DIGITAL DVB (Digital Video Broadcast) 12.1. VIDEO DAN AUDIO KOMPRESI MPEG-1, Penggunaan untuk compact disc (bit rate 1,5-2,0 Mbits/s) MPEG-1 dapat mensuport 525 dan 625 struktur signal video dalam progressive scaning 204/228 line per frame, sequential-scan frame rates 29,97 dan 25 per second, dan 352 pixel per line. Untuk coding signal video yang bergerak cepat, tidak menghasilkan hasil yang baik, kualitas output video secara gradual menurun. Keseluruhan rasio pengurangan (kompresi) bit rate dicapai kurang lebih 6:1 dengan bit rate 6 Mbits/s dan 200:1 untuk 1,5Mbits/s. Sistem MPEG-1 tidak simetris; proses sisi kompesi sangat komplek dan mahal dibandingkan sisi dekompresi. MPEG-2, Seperti halnya MPEG-1 perbedaannya dapat menghasilkan hasil yang baik untuk coding signal video yang bergerak cepat. MPEG-2 sudah di rekomendasikan oleh ITU-R Rec.601. untuk penggunaan professional dan broadcast, dan sudah dipilih sebagai standar system untuk ATSC DTV (amerika) dan DVB (Eropa). MPEG-3, sama halnya dengan MPEG-2, setelah dilakukan modifikasi target aw alnya untuk kompresi HD (high definition), kemudian beberapa spesifikasi teknisnya di masukan kedalam MPEG-2, maka MPEG-3 tidak digunakan lagi. MPEG-4, standar ini mengunakan bit rate yang sangat rendah untuk teleconference dan penggunaan yang berhubungan dengan efisiensi bit rate yang tinggi. Seperti halnya MPEG-2, MPEG-4 adalah gabungan alat (tools) dalam bentuk dan tingkat untuk aplikasi video yang berbeda. Range video coding struktur dari tingkat very low bit rate ratio (VLBF), termasuk algoritma dan alat (tools) untuk data rate 5 kbits/s dan 64 kbits/s sampai dengan kualitas video 2 Mbits/s (ITU- R Rec. 601). MPEG-4 tidak melakukan error correction untuk spesifik channel seperti halnya sellular, tetapi lebih kepada perbaikan kepada cara payload bit yang disusun lebih baik, hal ini memungkinkan error correction akan lebih baik. 12.2. VIDEO KOMPRESI Kebutuhan real time video kompresi untuk saluran transmisi adalah standar MPEG-2, ditetapkan oleh Internasional Standard Organization (ISO, Recommendation ITU/T H.262,1995 E) [21], sementara Inggris sudah melakukan penelitian dan perngembangan standar MPEG-4 untuk penggunaan video kompresi untuk saluran transmisi video digital. MPEG-2 adalah salah satu dari sekian banyak bentuk kompresi yang berdasar kepada discrete cosine transform (DCT), yaitu area gambar dibagi dalam blok dari 8 data baris x 8 data kolom. Spektrum data dalam masing-masing blok di analisa dengan bantuan fast fourier transform (FFT). Hasilnya dalam 2 dimensi spectrum analisis masing-masing blok. Frekuensi vertikal dan horizontal, keduanya dibagi dalam 8 range dan disimpan didalam array dari 64 bins. Ilustrasi dapat dilihat pada gambar 12.1. 1 64 LOW MAX HORIZONTAL SPATIAL FREQUENCY AVERAGE SIGNAL LEVEL HIGHEST DIAGONAL FREQUENCY VERTICAL SPATIAL FREQUENCY LOW MAX Gambar 12.1 Spektrum 2 dimensi discrete cosine transform (DCT). Bin no 1 berisi average intensitas blok, yaitu video dc level, turun kebaw ah di bagian kiri gambar vertical spatial frequency semakin tinggi tingkat dc level nya semuanya di simpan dalam memory data, pada bagian mendatar sisi atas gambar semakin ke kanan horizontal spatial frequency semakin tinggi tingkat dc levelnya semuanya disimpan dalam memory data. Pada sisi kanan baw ah adalah spatial horizontal dan vertical frequency yang tingkat dc levelnya paling tinggi semuanya disimpan dalam memory data. Proses scaning menghasilkan amplitude tinggi pada low spatial frequency dan sebaliknya high spatial frequency menghasilkan amplitude Fourier component yang rendah. Hal ini w ajar, oleh karena komponen low frequency (dekat bagian kiri atas gambar) mempunyai level amplitude yang tinggi dan harus mendapat porsi bit rate yang besar, sementara komponen diagonal high frequency pada bin (kanan baw ah gambar) umumnya levelnya rendah maka mendapat porsi bit rate yang kecil. 12.3 DIGITAL TELEVISION (DTV) Blok diagram dasar yang merepresentasikan system DTV dapat dilihat pada gambar 12.2, digital television terdiri dari 3 sub system: Source coding dan compression Service multiplex dan transport RF/Transmission
20

R I C AVERAGE A L HORIZONTAL SPATIAL FREQUENCY S …bravosradio.com/wp-content/uploads/2017/09/TRANSMISI-DIGITAL-DVB.pdf Teknik Dasar Penyiaran Radio dan Televisi Ir. M. Sukarna, Television

Aug 08, 2019

Download

Documents

buithu
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: R I C AVERAGE A L HORIZONTAL SPATIAL FREQUENCY S …bravosradio.com/wp-content/uploads/2017/09/TRANSMISI-DIGITAL-DVB.pdf Teknik Dasar Penyiaran Radio dan Televisi Ir. M. Sukarna, Television

www.bravosradio.com

Teknik Dasar Penyiaran Radio dan Telev isi

Ir. M. Sukarna, Telev ision & Radio Engineering Consultant +62 21 8008606, +62818 162856

Page | 1

XII. TRANSMISI DIGITAL DVB (Digital Video Broadcast) 12.1. VIDEO DAN AUDIO KOMPRESI

MPEG-1, Penggunaan untuk compact disc (bit rate 1,5-2,0 Mbits/s) MPEG-1 dapat mensuport 525 dan 625 struktur signal video dalam progressive scaning 204/228 line per frame, sequential-scan frame rates 29,97 dan 25 per second, dan 352 pixel per line. Untuk coding signal video yang bergerak cepat, tidak menghasilkan hasil yang baik, kualitas output video secara gradual menurun. Keseluruhan rasio pengurangan (kompresi) bit rate dicapai kurang lebih 6:1 dengan bit rate 6 Mbits/s dan 200:1 untuk 1,5Mbits/s. Sistem MPEG-1 tidak simetris; proses sisi kompesi sangat komplek dan mahal dibandingkan sisi dekompresi.

MPEG-2, Seperti halnya MPEG-1 perbedaannya dapat menghasilkan hasil yang baik untuk coding signal video yang bergerak cepat. MPEG-2 sudah di rekomendasikan oleh ITU-R Rec.601. untuk penggunaan professional dan broadcast, dan sudah dipilih sebagai standar system untuk ATSC DTV (amerika) dan DVB (Eropa).

MPEG-3, sama halnya dengan MPEG-2, setelah dilakukan modif ikasi target aw alnya untuk kompresi HD (high definition), kemudian beberapa spesif ikasi teknisnya di masukan kedalam MPEG-2, maka MPEG-3 tidak digunakan lagi.

MPEG-4, standar ini mengunakan bit rate yang sangat rendah untuk teleconference dan penggunaan yang berhubungan dengan efisiensi bit rate yang tinggi. Seperti halnya MPEG-2, MPEG-4 adalah gabungan alat (tools) dalam bentuk dan tingkat untuk aplikasi video yang berbeda. Range video coding struktur dari tingkat very low bit rate ratio (VLBF), termasuk algoritma dan alat (tools) untuk data rate 5 kbits/s dan 64 kbits/s sampai dengan kualitas video 2 Mbits/s (ITU-R Rec. 601). MPEG-4 tidak melakukan error correction untuk spesif ik channel seperti halnya sellular, tetapi lebih kepada perbaikan kepada cara payload bit yang disusun lebih baik, hal ini memungkinkan error correction akan lebih baik.

12.2. VIDEO KOMPRESI Kebutuhan real time video kompresi untuk saluran transmisi adalah standar MPEG-2, ditetapkan oleh Internasional Standard Organization (ISO, Recommendation ITU/T H.262,1995 E) [21], sementara Inggris sudah melakukan penelitian dan perngembangan standar MPEG-4 untuk penggunaan video kompresi untuk saluran transmisi video digital. MPEG-2 adalah salah satu dari sekian banyak bentuk kompresi yang berdasar kepada discrete cosine transform (DCT), yaitu area gambar dibagi dalam blok dari 8 data baris x 8 data kolom. Spektrum data dalam masing-masing blok di analisa dengan bantuan fast fourier transform (FFT). Hasilnya dalam 2 dimensi spectrum analisis masing-masing blok. Frekuensi vertikal dan horizontal, keduanya dibagi dalam 8 range dan disimpan didalam array dari 64 bins. Ilustrasi dapat dilihat pada gambar 12.1.

1

64

LOW MAX

HORIZONTAL SPATIAL FREQUENCYAVERAGE SIGNAL LEVEL

HIGHEST DIAGONAL FREQUENCY

VE

RTIC

AL S

PA

TIAL FR

EQ

UE

NC

Y

LOW

MA

X

Gambar 12.1 Spektrum 2 dimensi discrete cosine transform (DCT).

Bin no 1 berisi average intensitas blok, yaitu video dc level, turun kebaw ah di bagian kiri gambar vertical spatial frequency semakin tinggi tingkat dc level nya semuanya di simpan dalam memory data, pada bagian mendatar sisi atas gambar semakin ke kanan horizontal spatial frequency semakin tinggi tingkat dc levelnya semuanya disimpan dalam memory data. Pada sisi kanan baw ah adalah spatial horizontal dan vertical frequency yang tingkat dc levelnya paling tinggi semuanya disimpan dalam memory data. Proses scaning menghasilkan amplitude tinggi pada low spatial frequency dan sebaliknya high spatial frequency menghasilkan amplitude Fourier component yang rendah. Hal ini w ajar, oleh karena komponen low frequency (dekat bagian kiri atas gambar) mempunyai level amplitude yang tinggi dan harus mendapat porsi bit rate yang besar, sementara komponen diagonal high frequency pada bin (kanan baw ah gambar) umumnya levelnya rendah maka mendapat porsi bit rate yang kecil. 12.3 DIGITAL TELEVISION (DTV) Blok diagram dasar yang merepresentasikan system DTV dapat dilihat pada gambar 12.2, digital television terdiri dari 3 sub system:

Source coding dan compression Service multiplex dan transport RF/Transmission

Page 2: R I C AVERAGE A L HORIZONTAL SPATIAL FREQUENCY S …bravosradio.com/wp-content/uploads/2017/09/TRANSMISI-DIGITAL-DVB.pdf Teknik Dasar Penyiaran Radio dan Televisi Ir. M. Sukarna, Television

www.bravosradio.com

Teknik Dasar Penyiaran Radio dan Telev isi

Ir. M. Sukarna, Telev ision & Radio Engineering Consultant +62 21 8008606, +62818 162856

Page | 2

Source coding and compression adalah bagian untuk pengurangan bit rate (data compression) yang disediakan untuk aplikasi video, audio dan digital data stream meliputi beberapa fungsi dibaw ah ini:

Control data Conditional acces (CA) control data Data layanan program audio dan video

Ancillary data adalah layanan program independen. Tujuan dari Coder ini adalah meminimalisir jumlah bits yang dibutuhkan untuk mepresentasikan informasi audio dan video. Service multiplex and transport adalah membagi digital data stream menjadi packet information, mengidentif ikasi masing-masing paket atau tipe paket. Metode multipleksing paket video data stream, paket audio data stream, dan paket ancillary data stream menjadi single data stream. Dalam pengembangannya mekanisme transport, interoperability antar media digital seperti terrestrial broadcasting, cable distribution, satellite distribution, recording media, dan computer interface menjadi perhatian yang utama. Sistem DTV menggunakan MPEG-2 transport stream syntax untuk paketisasi dan multipleksing audio, video, dan data signal untuk system digital broadcasting. MPEG-2 transport stream syntax dikembangkan untuk aplikasi dimana kapasitas saluran bandw idth atau media recording yang terbatas, dan kebutuhan untuk efisiensi mekanisme transport yang besar . MPEG-2 transport stream juga di disain untuk memfasilitasi interoperability (dapat di operasikan) dengan asynchronous transfer mode (ATM) transport stream. RF/transmission adalah channel coding dan modulation. Channel coder mengambil data bit stream dan menambahkan dengan informasi tambahan yang dapat digunakan oleh receiver (penerima) untuk merekonstruksi data signal yang diterima, karena kerugian-kerugian akibat transmisi akan memungkinkan tidak akurat merepresentasikan signal yang ditransmisikan. Modulasi (atau physical layer) dipakai sebagai informasi digital data stream untuk memodulasi signal transmisi: 8-VSB, 16-VSB (system Amerika) atau OFDM (system Eropa)

Video Source Coding and Compression

Audio Source Coding and Compression

Video Subsystem

Audii Subsystem Service Multiplex

Video

Audio

Transport Channel Coding

Modulation

Ancillary data

Control data

Service Multiplex and Transport RF/ Transmission system

Gambar 12.2, Digital Terrestrial Television Broadcasting (DTV Handbook) 12.4. HIGH LEVEL DTV ENCODING Gambar 12.3 (High Level DTV Encoding) adalah ilustrasi hubungan frekuensi clock didalam encoder, terdapat 2 domain didalam encoder dimana frequency set berkaitan dengan source coding domain dan channel coding domain. Source coding domain merepresentasikan secara skematik video, audio dan transport encoder, menggunakan frekuensi pada 27 MHz clock (f27 MHz). Clock ini digunakan untuk membangkitkan 42 bit sample frekuensi, yang dipisahkan kedalam dua elemen spesif ikasi MPEG-2:

33-bit program clock reference base 9-bit program clock reference extension

33-bit program clock reference base adalah ekivalen dari clock sample 90 kHz yang dikunci pada clock frekuensi 27 MHz, dan digunakan oleh audio dan video source encoder ketika meng “encode” presentation time stamp (PTS) dan meng “decode” time stamp (DTS).

Page 3: R I C AVERAGE A L HORIZONTAL SPATIAL FREQUENCY S …bravosradio.com/wp-content/uploads/2017/09/TRANSMISI-DIGITAL-DVB.pdf Teknik Dasar Penyiaran Radio dan Televisi Ir. M. Sukarna, Television

www.bravosradio.com

Teknik Dasar Penyiaran Radio dan Telev isi

Ir. M. Sukarna, Telev ision & Radio Engineering Consultant +62 21 8008606, +62818 162856

Page | 3 Frequency

Divider Network

Program Clock

Reference

Adaptation Header Encoder

Video Encoder

Audio Encoder

A/D

A/D

Transport Encoder

FEC and Sync

Insertion

Modulator(VSB or OFDM)

f 27MHz

Video In

Audio In

Program clock reference base

Program clock reference extension9

33

f TP f sym RF Out

Gambar 12.3, High Level DTV Encoding (DTV Handbook) 12.5. KARAKTERISTIK TRANSPORT SYSTEM 12.5.1. Transport Stream MPEG Transport Stream (TS) adalah gabungan dari beberapa saluran program (keluaran dari multiplexer) yang ditumpangkan pada saluran signal komunikasi. MPEG Transport Stream (MPEG-TS) dapat disebut juga dengan multi program transport stream (MPTS). MPEG-TS menggunakan ukuran panjang paket tetap (fixed length packet size) dan paket identif ikasi (packet identifier) untuk mengidentif ikasi masing-masing paket transport didalam transport stream. Paket identif ikasi system MPEG mengidentif ikasi packetized elementary streams (PES) dari program channel (saluran program), program televisi biasanya terdiri dari beberapa saluran PES (video dan audio). MPEG-TS membaw a beberapa program, untuk mengidentif ikasi program tersebut secara periodik di transmisikan program allocation tabel dan program mapping tabel yang menyediakan daftar program didalam MPEG-TS. program allocation tabel menyediakan daftar program dan PID (packet identifier) untuk program spesif ik, yang memungkinkan penerima MPEG (decoder) memilih dan meng “decode” paket yang benar dari program spesif ik. Ukuran MPEG transport packets adalah tetap 188 bytes, dimulai dengan 4 byte header. Porsi MPEG-TS adalah 184 bytes (188-4 byte). Transport packet diawali dengan synchronization byte yang memungkinkan penerima menentukan w aktu aw al (start) paket. Kemudian di ikuti oleh bit error indication (EI) yang akan memberikan indikasi apabila terjadi kesalahan pada proses transmisi. payload unit start indicator (PUSI), berjaga (flag alert) di penerima (receiver) apabila paket berisi aw al (start) dari PES yang baru. transport priority indicator mengidentif ikasi apabila paket di indikasikan prioritas rendah atau prioritas tinggi. 13 bit packet identifier (PID) digunakan untuk menentukan PES didalam paket. scrambling control flag mengidentif ikasi apabila data di acak. adaptation field menentukan/mengontrol apabila adaptation field dipakai didalam payload transport packet dan menghitung indeks antara urutan paket. Gambar 12.4 menunjukan diagram struktur MPEG transport stream dan a transport packet. Ukuran paket MPEG-TS adalah 188 bytes termasuk header 4 byte. Header terdiri dari bermacam field termasuk aw al field sinkronisasi, aliran control bits, packet identifier (PES stream berada didalam payload), dan format tambahan.

Page 4: R I C AVERAGE A L HORIZONTAL SPATIAL FREQUENCY S …bravosradio.com/wp-content/uploads/2017/09/TRANSMISI-DIGITAL-DVB.pdf Teknik Dasar Penyiaran Radio dan Televisi Ir. M. Sukarna, Television

www.bravosradio.com

Teknik Dasar Penyiaran Radio dan Telev isi

Ir. M. Sukarna, Telev ision & Radio Engineering Consultant +62 21 8008606, +62818 162856

Page | 4

S TPR

PUSI

EI PID SCR AF CC DATA PAYLOAD

4 bite header 184 bytes

188 bytes

Optional Adaptation Field

MPEG Transport Stream

Transport Packet

S- SyncTPR-Transport PriorityPUSI-Payload StartEI-Error Indicator

PID-Packet Identifier (stream ID)SCR-Scrambling ControlAF-Adaptation FieldCC-Continuity Check Index

Gambar 12.4 Diagram MPEG Transport Stream

Format transport dan protocol untuk standar DTV kompatibel dengan spesif ikasi system MPEG-2. Berdasar kepada pendekatan fixed length packet transport stream. Tabel 12.1. Standar Video Input Format (DTV Handbook)

Video Standard Active Lines Active Samples/Line SMPTE 274M-1995 SMPTE 295M-1997 (50Hz)

1080 1920

SMPTE 296M-1997 720 1280 ITU-R Rec.601-4 SMPTE 293M-1996 (59,94,P) SMPTE 294M-1997 (59,94,P)

483 720

Tabel 12.2. ATSC DTV Compression Format (DTV Handbook) Vertical Size Value

Horizontal Size Value

Aspect Ratio Information

Frame Rate Code Progressive Sequence

1080¹ 1920 16:9 square pixels 1,2,4,5 Progressive 4,5 Interlaced

720 1280 16:9 square pixels 1,2,4,5,7,8 Progressive 480 704 4:3 ; 16:9 1,2,4,5,7,8 Progressive

4,5 Interlaced 640 4:3, square pixel 1,2,4,5,7,8 Progressive

4,5 Interlaced Frame-rate code:1=23,976Hz,2=24Hz,4=29,87Hz,5=30Hz, 7=59,94Hz,8=60Hz ¹) Note that 1088 lines actually are coded in order to satisfy the MPEG-2 requirement that the coded vertical size be a multiple of 16 (progressive scan) or 32 (interlaced scan) Ilustrasi pada Gambar 12.5, adalah aplikasi fungsi transport stream (audio atau video) fungsi encoding, decoding dan transmission subsystem. Encoder transport subsystem bertanggung jaw ab untuk memformat coded elementary streams dan multiplexing layanan program yang berbeda untuk kebutuhan transmisi. Pada sisi penerima (receiver) bertanggung jaw ab untuk mendapatkan kembali elementary streams untuk aplikasi individual decoders dan untuk error signaling. Transport subsystem bergabung dengan higher-protocol-layer yang berfungsi hubungannya dengan sinkronisasi di sisi penerima. Secara keseluruhan system multiplexing dapat dibayangkan sebagai kombinasi dari dua layer yang berbeda. Didalam layer pertama, sebuah program transport streams dibentuk oleh multiplexing transport packets dari satu atau beberapa packetized elementary stream (PES). Didalam layer kedua, lebih dari satu single program transport bit streams di gabungkan untuk membentuk system programs. Program-specific information (PSI) streams terdiri dari informasi yang berhubungan dengan identif ikasi program dan komponen masing-masing program. Tidak ditunjukan dalam gambar secara eksplisit, tetapi sangat esensi dalam implementasi standar ini, adalah control sys tem yang mengatur pemindahan (transfer) dan pemprosesan elementary streams dari aplikasi encoder. Control system tidak diatur dalam standar tetapi harus menyatu dalam standar MPEG-2.

Page 5: R I C AVERAGE A L HORIZONTAL SPATIAL FREQUENCY S …bravosradio.com/wp-content/uploads/2017/09/TRANSMISI-DIGITAL-DVB.pdf Teknik Dasar Penyiaran Radio dan Televisi Ir. M. Sukarna, Television

www.bravosradio.com

Teknik Dasar Penyiaran Radio dan Telev isi

Ir. M. Sukarna, Telev ision & Radio Engineering Consultant +62 21 8008606, +62818 162856

Page | 5 Application Encoder

Application Decoder

Transport packetization and

multiplexxing

Transport depacketization

and demultiplexxing

Modem

Modem

Clock control

Presentation

So

urc

e fo

r e

nco

din

g(v

ide

o, a

ud

io,

da

ta,

etc

)Transmitter

Elementary bit streams Transport

bit streamsT

ran

sm

issio

n fo

rma

t

Transport bit streamsWith error signaling

Elementary bit streams with error signaling

clock

clock

Receiver

Gambar 12.5. Fungsi dan pengorganisasian pemancar dan penerima DTV (DTV Handbook)

12.6. DVB-T System DVB-T (“digital video broadcast terrestrial”) adalah standar system transmisi digital terrestrial yang sudah disetujui oleh DVB Steering Board pada desember 1995. DVB-T, menggunakan OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing), skematik OFDM adalah jumlah orthogonal yang sangat banyak, overlapping, narrow band sub-channel atau subcarrier, ditansmisikan secara parallel yang terbagi dalam bandw idth transmisi. Pemisahan jarak antar subcarrier secara teori harus minimal agar efisien dalam penggunaan spectrum frekuensi. Keunggulan OFDM yang utama adalah untuk menangani multipath interference di sisi penerima. Multipath akan membangkitkan dua pengaruh: frequency selective fading dan intersymbol interference (ISI). Dapat dimengerti hasil dari Narrow-band channel adalah spektrum amplitude yang rata (flatness) menghindari perubahan bentuk dan modulasi (menggunakan symbol rate yang sangat rendah),akan membuat symbol lebih panjang daripada respon channel impulse. Menggunakan koreksi error code bersama dengan time dan frequency interleaving akan menghasilkan robustness terhadap frequency selective fading dan dengan menyisipkan tambahan guard interval antara simbol OFDM akan mengurangi pengaruh dari intersymbol interference (ISI). dengan demikian equalizer di sisi penerima tidak diperlukan. Terdapat dua hal yang kurang baik dari OFDM adalah : Signal dynamic range yang luas (lebar) dan sangat sensitive terhadap kesalahan frekuensi (frequency error). DVB-T menggunakan audio dan video coding MPEG-2 untuk payload, termasuk spesif ikasi teknik antara lain:

Skema transmisi berdasar kepada orthogonal frequency division multiplexing (OFDM), yang memungkinkan untuk penggunaan 1705 carriers (2k) atau 6817 carriers (8k), berikut penggunaan error correction. Mode 2k cocok untuk digunakan untuk single transmitter dan untuk area SFN yang tidak luas dan daya pemancar yang terbatas (daya rendah). Mode 8k cocok untuk digunakan untuk single transmitter dan untuk SFN dengan area yang luas, dalam hal ini harus dipilih guard interval yang sesuai.

Page 6: R I C AVERAGE A L HORIZONTAL SPATIAL FREQUENCY S …bravosradio.com/wp-content/uploads/2017/09/TRANSMISI-DIGITAL-DVB.pdf Teknik Dasar Penyiaran Radio dan Televisi Ir. M. Sukarna, Television

www.bravosradio.com

Teknik Dasar Penyiaran Radio dan Telev isi

Ir. M. Sukarna, Telev ision & Radio Engineering Consultant +62 21 8008606, +62818 162856

Page | 6

Reed-Solomon outer coding dan outer convolutional interlaving Inner coding (punctured convolutional) Data carrier didalam coded orthoghonal frequency division multiplexing (COFDM), frame dapat menggunakan QPSK

dan QAM modulation dengan level yang berbeda dan code rate untuk mengoperasikan bits. Dua tingkat hierarchical channel coding dan modulation, tetapi hierarchical source coding tidak digunakan, ini tidak

diperlukan karena kegunaannya tidak menjustif ikasi kerumitan di sisi penerima (receiver). Sistem modulasi adalah kombinasi OFDM dengan QPSK/QAM. OFDM menggunakan jumlah carrier yang sangat

banyak, keunggulan OFDM adalah tahan terhadap kerugian akibat multipath. Sistem DVB-T memberikan kebebasan untuk mengimplementasikan dari banyak macam pilihan layanan penyiaran; Dengan menggabungkan kombinasi dari pilihan: sistem modulasi, system kompresi, code rates, FFT modes, guard interval , model penerimaan, kualitas cakupan, jaringan, dsb, dari gabungan ini akan diperoleh kualitas cakupan yang sempurna. 12.7. DVB-T2 Seperti standar DVB-T, spesif ikasi DVB-T2 menggunakan modulasi OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplex) , tambahan untuk standar DVB-T2 adalah mode 256 QAM yang mampu untuk untuk menambah jumlah bits yang dibaw a dan memperbaiki FEC (Forward Error Correction). Inner dan outer error-control coding, standar DVB-T berdasar kepada convolutional dan Reed-Solomon codes. DVB-T2 menggunakan LDPC/BCH coding, seperti digunakan pada DVB-S2. Coding ini akan memberikan kepastian proteksi yang baik, memungkinkan lebih banyak data yang dibaw a dalam saluran, juga meningkatkan C/N dalam hubungannya dengan BER yang mendekati kondisi ideal. (Gambar 12.6).

Gambar 12.6 Perbandingan Error Control Coding DVB-T dan DVB-T2 (DVB Blue Book Document A133) Seperti halnya DVB-S2, spesif ikasi DVB-T2 menggunakan code LPDC (Lowdensity Parity Check) di gabungkan dengan BCH (Bose Chaudhuri Hocquengham) untuk proteksi terhadap noise dan interferensi. Di bandingkan dengan standar DVB-T yang menggunakan Convolutional Coding dan Reed-Solomon, standar DVB-T2 menambahkan 2 mode code rates. Seperti DVB-T, standar DVB-T2 menggunakan Scattered Pilot Patterns untuk digunakan oleh penerima (receiver) untuk mengkompensasi perubahan channel (channel variation) sebagai hasil dari w aktu (time) dan frekuensi. Spesif ikasi DVB-T2 menambahkan kemudahan untuk memilih 8 (delapan) Scattered Pilot Patterns yang dapat dipilih berdasarkan kepada mode FFT (fast fourir transform) dan GI (guard interval) untuk memaksimumkan data payload. Spesif ikasi DVB-T2, memberikan pilihan bermacam tingkat robustness (ketahanan terhadap noise) dan proteksi untuk masing-masing layanan terpisah didalam transport stream yang dibaw a oleh signal dalam sebuah saluran (channel). Hal ini memungkinkan masing-masing layanan memiliki mode modulasi yang berbeda (unique) yang tergantung kepada kebutuhan robustness, dengan menggunakan Physical Layer Pipe (PLP). Standar DVB-T2, dengan rotasi konstalasi (rotated constallation) akan memperbaiki robustness terhadap kehilangan data cell, data yang hilang dalam satu channel akan diperbaiki oleh komponen channel yang lain. 12.8. DVB-T2 SISTEM ARSITEKTUR (DVB Blue Book Document A133)

Pada Gambar 12.7 (Blok digram DVB-T2) dapat dilihat system arsitektur DVB-T2 yang dapat dibagi dalam tiga dasar sub system pada sisi jaringan (SS1,SS2, dan SS3) dan dua sub system pada sisi penerima (receiver) (SS4 dan SS5), yang berhubungan interface dengan sisi jaringan (A dan B), dan satu receiver internal interface (D). RF interface (C) adalah kesatuan jaringan dan penerima.

Page 7: R I C AVERAGE A L HORIZONTAL SPATIAL FREQUENCY S …bravosradio.com/wp-content/uploads/2017/09/TRANSMISI-DIGITAL-DVB.pdf Teknik Dasar Penyiaran Radio dan Televisi Ir. M. Sukarna, Television

www.bravosradio.com

Teknik Dasar Penyiaran Radio dan Telev isi

Ir. M. Sukarna, Telev ision & Radio Engineering Consultant +62 21 8008606, +62818 162856

Page | 7

Gambar 12.7 Blok diagram DVB-T2 (DVB Blue Book Document A133)

JARINGAN 3 SUB SYSTEM SS1: sub-system Coding dan multiplexing.

Pada SS1 terdapat rangkaian pembangkit MPEG-2 Transport Streams dan/atau Generic Streams, (contoh. GSE), untuk layanan video, termasuk video/audio encoding berikut keseluruhan PSI/SI, atau signalling Layer 2. Tipikal dari video coding (dan juga audio coding) dibentuk dari variabel bitrate dengan satu control untuk menjaga total bit rate konstan (kecuali NULL packets), untuk keseluruhan stream diambil bersama-sama. Sub system coding dan multipleksing berhubungan dengan T2-Gateway melalui interface A (tipikal satu atau lebih MPEG-2 TS melalui ASI), apabila DVB-T2 menggunakan PLP, SS1(sub system 1) bertanggung jaw ab untuk mengatur keluaran TS yang sesuai dengan kebutuhan. Apabila konvensional statmux yang membangkitkan TS tunggal (single), dipakai dalam hubungannya dengan multiple PLP yang akan membaw a masing-masing satu TS. Dalam SS1, termasuk didalamnya beberapa fungsi remultiplexing seperti PSI/SI handling dan PCR restamping. Catatan 1: Apabila di butuhkan statistical multiplexing antar PLP dengan modulation atau coding yang berbeda, mungkin diperlukan mengganti (merubah) konstan bit rate untuk statistical video (dan juga audio) multiplexing, dengan data cell rate yang konstan. SS2: sub-system Basic T2-Gateway. - Basic T2-, output interface (B) "T2-MI" stream: sekuen (urutan) dari packet T2-MI, masing-masing berisi apakah itu :

Baseband frame, IQ vector data untuk bermacam auxiliary streams, atau signaling information (L1 atau SFN). - Basic T2-Gateway mengirimkan keluarannya T2-MI stream yang berisi seluruh informasi yang dibutuhkan untuk

menjelaskan w aktu (timing) pada content (isi) dan emission dari T2-frames, dan single T2-MI stream yang di masukan ke satu atau banyak modulator dalam jaringan (netw ork).

- Performa operasional Basic T2-Gateway termasuk seluruh bagian spesif ikasi physical-layer, disini tidak sepenuhnya menjelaskan seperti scheduling dan allocation. Hal ini harus diselesaikan terpusat pada SFN (single frequency network), untuk menjamin signal yang sama di bangkitkan oleh semua/seluruh modulator.

SS3: sub-system DVB-T2 Modulator DVB-T2 modulators menggunakan perintah Baseband frames dan T2-frame assembly yang dibaw a didalam T2-MI stream untuk membuat DVB-T2 frames dan menyebarkan pada w aktu yang tepat untuk sinkronisasi SFN yang benar. Hubungan modulator dengan penerima (receiver) melalui C interface (signal transmisi DVB-T2). Catatan 2: Jaringan sederhana untuk sub-system coding dan multiplexing dapat dihubungkan langsung melalui Transport Stream interface. Dalam hal ini fungsi modulator harus termasuk fungsi seperti fungsi yang diterangkan dalam spesif ikasi DVB-T2 physical layer, termasuk beberapa bentuk formal operasional Basic T2-gateway, apabila operasional ini tidak sepenuhnya membantu, pengaturan ini tidak dapat dipakai untuk Single Frequency Network (SFN), kecuali dalam hal yang diterangkan pada catatan 3. Catatan 3: Untuk pengaturan alternative, Stasiun SFN memerima signal dari Stasiun Induk dengan frekuensi yang berbeda. Dalam hal ini modulator Stasiun Induk harus menghimpun signal T2 untuk broadcast, apakah itu dari T2-MI stream atau TS input.

SS4: sub-system DVB-T2 demodulator SS4- sub-system menerima signal RF dari satu (SFN) atau beberapa pemancar dalam jaringan dan ( transport stream). SS4 berhubungan dengan SS5 melalui D interface, membaw a satu atau lebih layanan transport stream yang benar

Page 8: R I C AVERAGE A L HORIZONTAL SPATIAL FREQUENCY S …bravosradio.com/wp-content/uploads/2017/09/TRANSMISI-DIGITAL-DVB.pdf Teknik Dasar Penyiaran Radio dan Televisi Ir. M. Sukarna, Television

www.bravosradio.com

Teknik Dasar Penyiaran Radio dan Telev isi

Ir. M. Sukarna, Telev ision & Radio Engineering Consultant +62 21 8008606, +62818 162856

Page | 8

seperti halnya signal bersama yang keluar dari PLP. Stream yang melew ati B interface identik dengan yang melew ati D interface.

SS5: sub-system Stream decoder SS5: sub-system menerima transport stream dan keluaran decoded video dan audio. Ketika interface D adalah transport stream yang benar, maka sub-system ini secara esensial sama seperti standar DVB yang lain, kecuali untuk elemen signaling L2 sudah ditentukan untuk DVB-T2. Catatan 4: Dalam hal generic streams, interface D dapat mengambil bentuk lain dan signal bersama (common signaling) dapat dibaw a terpisah dari layanan stream.

Gambar 12.8. Menunjukan secara sederhana protocol. Bagian atas garis merah horizontal menunjukan satu atau lebih TS (transport stream) yang di bangkitkan oleh SS1 melew ati SS2, SS3 dan SS4 (TS yang sama semuanya memungkinkan dalam interface A-D). Layer T2-M1 termasuk seluruh layer protocol antara MPEG-2 TS dan physical layer . Bagian baw ah garis hitam horizontal mengidentif ikasi physical layer bagian dari signal on air T2 (interface C) dan physical layer untuk interface A dan B

Gambar 12.8: Reference protocol untuk DVB-T2 (MPEG-2 TS case) (DVB Blue Book Document A133) Perbedaan utama antara sistem DVB-T dan DVB-T2 adalah multiplekser dapat dihubungkan ke T2 gateway. Gateway menerima satu atau beberapa multiplek dan membungkus data-data ini kedalam Base Band Frame, kemudian output dari Gateway dikirimkan ke DVB-T2 modulator melalui protocol T2-MI (T2 Modulator Interface Protocol). DVB-T2 dapat menggunakan konsep PLP (Physical Layer Pipe) yang aw alnya digunakan untuk spesif ikasi sistem DVB-S2. PLP adalah sebuah Logical Channel yang dapat membaw a satu atau beberapa layanan. Masing-masing PLP dapat memiliki bit rate dan error correction yang berbeda. Menggunakan PLP memungkinkan memisahkan layanan SD dan HD dalam satu PLP. Demikian pula standar untuk New Generation Handheld (DVB-NGH) akan berdasar kepada Multiple PLP agar memungkinkan menyiarkan TV mobile melalui DVB-T2. 12.9. PERBEDAAN KAPASITAS ANTARA DVB-T dan DVB-T2

Pada Tabel 12.3 dan Tabel 12.4, dapat dilihat perbandingan penggunaan mode SFN untuk penerimaan tetap antara DVB-T dengan DVB-T2, terdapat penambahan kapasitas bit rate 86% untuk DVB-T2 dengan modulation 256-QAM dan penambahan bit rate 88% untuk DVB-T2 dengan modulation 64-QAM. Tabel 12.3.Potensi kapasitas bertambah 86% untuk mode SFN penerimaan tetap DVB-T2 DVB-T DVB-T2 Modulation 64-QAM 256-QAM FFT Size 8k 32k Guard Interval ¼ 1/16 Code Rate 2/3 2/3 Carrier Mode Normal Extended Capacity 19,9 Mbit/s 37,0 Mbit/s Number of Program (MPEG4) 9 SD

2 HD 20 SD 4 HD

Emin (500MHz; 10m) 52,5 dBuV/m 51.6 dBuV/m Tabel 12.4. Potensi kapasitas bertambah 88% untuk mode SFN penerimaan tetap DVB-T2 DVB-T DVB-T2

Page 9: R I C AVERAGE A L HORIZONTAL SPATIAL FREQUENCY S …bravosradio.com/wp-content/uploads/2017/09/TRANSMISI-DIGITAL-DVB.pdf Teknik Dasar Penyiaran Radio dan Televisi Ir. M. Sukarna, Television

www.bravosradio.com

Teknik Dasar Penyiaran Radio dan Telev isi

Ir. M. Sukarna, Telev ision & Radio Engineering Consultant +62 21 8008606, +62818 162856

Page | 9

Modulation 16-QAM 64-QAM FFT Size 8k 16k Guard Interval ¼ 1/8 Code Rate 2/3 2/3 Carrier Mode Normal Extended Capacity 13,3 Mbit/s 25,0 Mbit/s Number of Program (MPEG4) 6 SD

1 HD 14 SD 2 HD

Emin (500MHz; 1,5m) 56,4 dBuV/m 56.8 dBuV/m Dalam kanal 8 MHz (standar kanal yang dipakai di Indonesia), data rate tertinggi yang dapat dicapai dengan 32 K, GI=1/128, mode extended-carrier dan tidak ada tempat untuk tone, untuk pilot-pattern, PP7 yang biasa selalu dipakai. Dapat dilihat pada kolom pertama tabel 2-1, bit rate maksimum yang dapat dicapai untuk masing-masing kombinasi constellation dan code-rate, bersama-sama dengan frame length (LF) dan jumlah total FEC blocks per frame. Frame length memberikan maksimum variasi bit rate dengan constellation menghasilkan dummy cells. Pada prakteknya direkomendasikan menggunakan sedikit lebih pendek frame length,akan memberikan bit rate yang rendah, akan tetapi memberikan w aktu yang panjang interleaving, nilai yang di rekomendasikan dapat dilihat pada kolom kanan tabel 12.5. dan gambar 12.9.

Modulation Code rate

Absolute maximum bit-rate Recommended configuration Bitrate Mbit/s

Frame length Lf

FEC blocks per frame

Bitrate Mbit/s Frame length Lf

FEC blocks per frame

QPSK

½ 7,49255

62 52

7,4442731

60 50

3/5 9,003747 8,9457325 2/3 10,01867 9,9541201 ¾ 11,27054 1,197922 4/5 12,02614 11,948651 5/6 2,53733 2,456553

16-QAM

½ 15,03743

60 101

15,037432

60 101

3/5 18,07038 18,07038 2/3 20,10732 20,107323 ¾ 22,6198 22,619802 4/5 24,13628 24,136276 5/6 25,16224 25,162236

64-QAM

½ 22,51994

46 116

22,481705

60 151

3/5 27,06206 27,016112 2/3 30,11257 30,061443 ¾ 33,87524 33,817724 4/5 36,1463 36,084927 5/6 37,68277 37,618789

256-QAM

½ 30,08728

68 229

30,074863

60 202

3/5 36,15568 36,140759 2/3 40,23124 40,214645 ¾ 45,25828 45,239604 4/5 48,29248 48,272552 5/6 50,34524 50,324472

Tabel 12.5: Maksimum konfigurasi rekomendasi bit-rate configurations untuk 8 MHz, 32 K 1/128, PP7 (DVB Blue Book Document A133)

Catatan: Dalam profil T2-lite, terdapat sedikit perbedaan seting code rate yang tersedia dan maksimum bit rate untuk PLP yang tersedia (plus common PLP, apabila ada) dibatasi s/d 4Mbit/s.

Page 10: R I C AVERAGE A L HORIZONTAL SPATIAL FREQUENCY S …bravosradio.com/wp-content/uploads/2017/09/TRANSMISI-DIGITAL-DVB.pdf Teknik Dasar Penyiaran Radio dan Televisi Ir. M. Sukarna, Television

www.bravosradio.com

Teknik Dasar Penyiaran Radio dan Telev isi

Ir. M. Sukarna, Telev ision & Radio Engineering Consultant +62 21 8008606, +62818 162856

Page | 10

Bit

rat

e (M

bit

/s)

60

50

40

30

20

10

1/2 3/5 2/3 3/4 4/5 5/6 1/2 3/5 2/3 3/4 4/5 5/6 1/2 3/5 2/3 3/4 4/5 5/6 1/2 3/5 2/3 3/4 4/5 5/6

4 - QAM 16 - QAM 64 - QAM 256 - QAM

RecommendedMaximum

Constellation and code rateGambar 12.9: Maksimum

konfigurasi rekomendasi bit-rate configurations untuk 8 MHz, 32 K 1/128, PP7 (DVB Blue Book Document A133) 12.10. SPESIFIKASI PHYSICAL LAYER

Model umum physical layer (T2) untuk DVB-T2 di representasikan pada Gambar 12.10.System input, satu atau lebih Transport Stream dan/atau satu atau lebih Generic Stream. Yang sudah dimodif ikasi oleh proses aw al di dalam T2 Gatew ay, seperti masukan stream mempunyai hubungan yang sesuai dengan data channel di dalam modulator, disebut dengan Physical-Layer Pipes (PLPs).. Spesif ikasi physical-layer berhubungan dengan kombinasi Basic T2-Gateway (SS2) dan modulator (SS3) reference architecture (gambar 12.7). Pembagian rangkaian signal menjadi dua sub system dan interface T2-MI antara keduanya tidak penting untuk mendefinisikan signal di udara. Keluaran dari T2 physical layer adalah saluran RF tunggal. Sebagai pilihan, keluaran dapat dipisah menjadi keluaran signal kedua, disalurkan ke antenna ke dua, untuk mode transmisi MISO (multiple input single output), menggunakan modif ikasi bentuk Alamouti encoding. Apabila hanya satu PLP akan hanya ada satu continuous data channel di udara. Walaupun demikian ketika lebih dari satu PLP, data channel akan f leksibel melakukan time-sliced pada physical layer, menyediakan area untuk mengijinkan pilihan parameter untuk time diversity dan receiver power-saving.

Gambar 12.10. Blok diagram High level T2 (DVB Blue Book Document A133) Multiple PLP dan time-slicing dipakai oleh T2 memungkinkan untuk tingkat kedalaman yang berbeda dari coding, modulation dan time interleaving untuk dimasukan ke PLP yang berbeda, menghasilkan variable robustness. Konsentrasi fungsi penerima (receiver) adalah men “decode” sumber dari satu PLP yang berisi data yang dibutuhkan. Jumlah memori didalam penerima didedikasikan untuk time deinterleaving (ketahanan terhadap impulsive interference) yang dapat dipakai untuk kedalaman interleaving yang besar, dibandingkan dengan mode PLP tunggal, ketika rangkaian (deinterleaver) hanya memproses data untuk kebutuhan PLP. Dengan PLP tunggal, kedalaman w aktu interleaving sekitar 70ms, dimana dengan multiple PLP dapat diperluas menjadi durasi full frame (150ms s/d 250ms), atau untuk layanan data rate dapat diperluas melew ati multiple frame. Proses input data dan FEC sudah dipilih agar kompatibel dengan mekanisme yang sama seperti dipakai didalam DVB-S2, meskipun DVB-T2 telah menambahkan ekstra f itur untuk kebutuhan efisiensi. Dengan demikian struktur baseband-frame dan

Page 11: R I C AVERAGE A L HORIZONTAL SPATIAL FREQUENCY S …bravosradio.com/wp-content/uploads/2017/09/TRANSMISI-DIGITAL-DVB.pdf Teknik Dasar Penyiaran Radio dan Televisi Ir. M. Sukarna, Television

www.bravosradio.com

Teknik Dasar Penyiaran Radio dan Telev isi

Ir. M. Sukarna, Telev ision & Radio Engineering Consultant +62 21 8008606, +62818 162856

Page | 11

baseband-header yang sama dari S2, berikut mekanisme null-packet deletion dan stream-synchronisation, sudah diduplikasi, seperti yang terdapat pada LDPC/BCH FEC. Walaupun demikian, untuk menyelenggarakan untuk kebutuhan modulasi terrestrial, yang mana berdasar kepada teknik guard-interval COFDM yang dipakai DVB-T, teknik baru bit-interleaving dan constellation-mapping sudah termasuk dalam T2. Standar parameter COFDM sudah diperluas dibandingkan dengan DVB-T, antara lain:

FFT sizes: 1 K, 2 K, 4 K, 8 K, 16 K, 32 K. Guard-interval fractions: 1/128, 1/32, 1/16, 19/256, 1/8, 19/128, 1/4. Scattered-pilot patterns: 8 versi berbeda, yang sesuai dengan guard interval, agar memberikan range untuk efisiensi. Continual pilots, mirip dengan DVB-T tetapi dengan perbaikan untuk mengurangi overhead. Carrier mode yang diperluas, agar pemakaian saluran bandw idth optimum, bersama dengan FFT sizes yang tinggi.

Apabila pilihan ini dipakai (8 K, 16 K dan 32 K FFT) spasi carrier akan sama seperti carrier normal yang dipakai, akan tetapi carrier tambahan di tempatkan dikedua ujung spektrum.

Interleaving yang diperluas, termasuk bit, cell, time dan frequency interleavers. Perluasan range parameter COFDM, memberikan pengurangan overhead yang sangat signif ikan yang dicapai oleh DVB-T2 dibandingkan dengan DVB-T, berikut perbaikan error-correction coding yang memberikan penambahan kapasitas s/d 50% yang akan dicapai dalam operasional MFN dan akan lebih dari 50% untuk operasional SFN.

Sistem T2 memberikan beberapa f itur baru untuk memperbaiki beberapa hal antara lain:

Struktur frame yang berisi identification symbol (yang pendek), dipakai untuk scanning dan akusisi saluran dengan cepat, juga untuk beberapa signal dasar parameter frame-structure; rotated constellations, yang memberikan bentuk modulasi yang beragam, untuk membantu penerimaan signal code-rate yang tinggi, yang dibutuhkan untuk transmisi saluran.

Spesial teknik untuk mengurangi peak-to-average ratio sigal yang ditransmisikan.

Gambar 12.11. Elemen DVB-T2 encoder

4 fungsi blok diagram coding dan modulation generasi kedua system DVB-T2, berbeda dengan generasi pertama DVB-T hanya menggunakan encoder dan modulasi OFDM. T2-Gatew ay adalah titik masuk ke jaringan T2 broadcast: memproses layanan penyiaran multipleks melalui format transport stream (MPEG data stream) atau format generic stream, yang akan di distribusikan ke pemancar menggunakan T2-Modulator interface (T2-MI- ETSI TS 102773) T2 Channel Encoder adalah “Robustness Generator”: yang menyediakan proteksi (FEC encoding) dan diversity. T2 Frame builder adalah “Resources Optimizer,”: pembentukan PLPs melalui transmission frame. T2 OFDM Modulator adalah “Wave Generator”: membentuk multicarrier w aveform, melengkapi carrier dengan data dan menyisipkan signal yang diperlukan untuk sinkronisasi, pensignalan dan pengukuran (synchronization, signalling and sounding (SSS). 12.11. CHANNEL CODING Generasi pertama standar DVB ditujukan untuk siaran terrestrial (DVB-T, H, SH) memiliki parameter transmisi yang memungkinkan membangun variasi infrastruktur siaran dengan target penerima antenna tetap, atau bergerak, tetapi dengan tingkat robustness yang dipilih untuk seluruh jaringan siaran, masing-masing layanan (siaran) adalah sama, tetapi memiliki atribut yang unik terhadap kerugian akibat transmisi. Didalam standar generasi kedua (DVB-S2, T2, C2), DVB memperkenalkan PLPs, masing-masing memiliki proses channel encoding yang spesif ik, yang kemudian di tandai dengan tingkat robustness yang spesif ik. Sementara standar siaran yang lain memiliki dua layer (ATSC), atau tiga layer (ISDB-T) untuk keperluan channel encoding, DVB-T2 memperluas kapasitas layer protection sampai dengan 256 PLPs, yang menyediakan penyedia siaran lebih f leksibel untuk memisahkan sumber transmisi (siaran) menjadi setiap PLP membaw a komponen televisi, atau per populasi penerima (tingkat robustness yang spesif ik untuk antenna tetap, portabel, penerima bergerak), atau per layanan (HDTV, SDTV,LDTV).

Page 12: R I C AVERAGE A L HORIZONTAL SPATIAL FREQUENCY S …bravosradio.com/wp-content/uploads/2017/09/TRANSMISI-DIGITAL-DVB.pdf Teknik Dasar Penyiaran Radio dan Televisi Ir. M. Sukarna, Television

www.bravosradio.com

Teknik Dasar Penyiaran Radio dan Telev isi

Ir. M. Sukarna, Telev ision & Radio Engineering Consultant +62 21 8008606, +62818 162856

Page | 12

Diluar f leksibilitas diatas, disain channel encoding, implementasi untuk DVB-T2 tidak hanya inner code LPDC dan outer code (BCH) untuk FEC, tetapi juga untuk menambah kemampuan koreksi dengan interleavers. Proses bit interleaved code modulation (BICM) dan w aktu dan frekuensi interleaver mampu untuk mengacak distribusi bits informasi didalam gelombang modulasi T2. ROBUSTNESS MENDEKATI BATAS KAPASITAS SHANNON

Gambar 12.12. Transfer capacity 8MHz channel

FEC dan memaksimumkan “perbedaan–perbedaan” yang memungkinkan channel encoder DVB-T2 menghasilkan performa transmisi mendekati batas Shannon. Jaringan digital terrestrial generasi pertama (DVB-T) sudah direncanakan hanya mengirimkan 24Mb/s untuk meliput area yang terliput oleh pemancar DVB-T, dimana C/N (carrier to noise) diatas 17dB. Dengan operasional DVB-T titik kerja (variant) sama dengan modulasi 64QAM dan FEC code rate 2/3. Di Inggris, dimana DVB-T2 meningkatkan jaringan DVB-T (C/N =17dB), dua titik kerja (variant) sudah dipilih: 256QAM, code rate 3/5, memberikan kapasitas 36Mb/s pada threshold 16dB C/N dan 256QAM, code rate 2/3, memberikan kapasitas 40Mb/s pada theshold18dB C/N. Variant terakhir yang dipilih, meningkatkan keseluruhan penyiaran menjadi 66% tanpa merubah daya pancar (ERP). Apabila dipilih titik kerja (variant) 64 QAM, code rate 3/5, jaringan DVB-T2 akan memberikan kapasitas 26Mb/s pada threshold 12dB C/N (gain bit rate lebih kecil tetapi besar dalam gain robustness +5dB), yang akan memperbaiki layanan untuk penerima portabel (tidak memberikan keuntungan gain untuk rooftop antenna) Performa Gain (keuntungan) yang disediakan oleh DVB-T2 menaw arkan kepada lembaga penyiaran peluang baru untuk mengoptimalkan penyiaran terrestrial seperti pengurangan pow er radiasi (Capex rendah), penambahan layanan program TV (Opex rendah) dan/atau memperbaiki indoor coverage. Berikutnya beberapa PLPs masing-masing focus kepada populasi penerima yang memiliki kebutuhan spesif ik (tetap/bergerak, HDTV/SDTV). 12.12. MULTICARRIER WAVEFORM Seperti pada generasi pertama (DVB-T), DVB-T2 menghasilkan w aveform multicarrier disusun dalam signal OFDM, kepadatan subcarrier di maksimalkan dengan memperbaiki spasi intersubcarrier yang nilainya sama dengan kebalikan symbol duration, hal ini akan menghindari interferensi antar subcarrier.

Page 13: R I C AVERAGE A L HORIZONTAL SPATIAL FREQUENCY S …bravosradio.com/wp-content/uploads/2017/09/TRANSMISI-DIGITAL-DVB.pdf Teknik Dasar Penyiaran Radio dan Televisi Ir. M. Sukarna, Television

www.bravosradio.com

Teknik Dasar Penyiaran Radio dan Telev isi

Ir. M. Sukarna, Telev ision & Radio Engineering Consultant +62 21 8008606, +62818 162856

Page | 13

Kemudian, agar tahan terhadap multipath propagasi, masing-masing OFDM symbol diperlebar dengan cyclic prefix, yang dimuat pada saat aw al dengan men duplikasi akhir dari symbol sample. Interferensi symbol dipengaruhi oleh delay sample akhir dari symbol OFDM sebelumnya, terjadi pada aw al masing-masing OFDM symbol. Ini adalah “Guard Interval”, yang menyediakan proteksi terhadap “echoes”, sepanjang durasi nya lebih lama dari delay maksimum echoes. DVB-T2, dengan menggunakan parameter untuk men drive COFDM memperluas kegunaan :

Saluran bandw idth yang baru, 30Mhz s/d 3GHz (seluruh VHF dan UHF) Ukuran FFT dan Guard Interval yang baru untuk ukuran transmisi Cell, 3km s/d 300km. Pilot Pattern yang di perlebar, untuk penyesuaian overhead dari 1% s/d 10% (lihat tabel 12.4). Parameter dengan range yang lebar, memungkinkan keleluasaan untuk membangun system (dari aspek gelombang,

C/N dan RF)

Tabel 12.6. Parameter yang berbeda untuk COFDM w aveform. 12.13. EXTENDED CARRIER MODE (8 K, 16 K, 32 K) DVB-T2 memungkinkan untuk memperlebar jumlah penggunaan carrier mode 8k, 16k and 32k mode, pada saat yang sama menjaga limit bandw idth saluran RF. Mode ini dinamakan Extended Carrier Mode. Gambar 12.9 menunjukan spectral density extended carrier mode untuk berbagai macam mode FFT. Untuk FFT dengan size yang besar, bagian persegi dari spektrum menurun lebih cepat, sisi luar signal spectrum OFDM dapat diperluas, maka lebih banyak sub-carriers per symbol dapat dipakai untuk transport data. Penambahan (gain) dicapai antara 1,4 % (8 K) dan 2,1 % (32 K). Gambar 12.13. adalah perbandingan untuk carrier mode: 2 K, 32 K (normal) dan 32 K (extended), didalam bentuk normal spektrum.

Gambar 12.13: Pow er-spectral-density roll-off pada sisi band untuk 2 K and 32 K. (DVB Blue Book Document A133)

Page 14: R I C AVERAGE A L HORIZONTAL SPATIAL FREQUENCY S …bravosradio.com/wp-content/uploads/2017/09/TRANSMISI-DIGITAL-DVB.pdf Teknik Dasar Penyiaran Radio dan Televisi Ir. M. Sukarna, Television

www.bravosradio.com

Teknik Dasar Penyiaran Radio dan Telev isi

Ir. M. Sukarna, Telev ision & Radio Engineering Consultant +62 21 8008606, +62818 162856

Page | 14

Gambar 12.14: Pow er-spectral-density untuk berbagai mode FFT (EBU TECH 3348 Frequency and netw ork planning)

Akibat dari penggunaan jumlah usable carrier yang di perlebar (extended) menyebabkan kapasitas data bertambah. Tabel 12.7. menunjukan penambahan kapasitas data untuk mode FFT yang berbeda.

Carrier Mode FFT Normal Extended Size Carriers Carriers Gain 1k 853 - 0.00% 2k 1705 - 0.00% 4k 3409 - 0.00% 8k 6817 6913 1.41% 16k 13633 13921 2.11% 32k 27265 27841 2.11%

Tabel 12.7. Penambahan kapasitas data untuk mode FFT yang berbeda. (EBU TECH 3348 Frequency and netw ork planning)

12.13.1. ROTATED CONSTELLATION

Perbaikan performa dalam DVB-T2 adalah dengan rotasi konstalasi (Rotated constellation), dalam modulasi DVB-T2, informasi Frame di encode melalui binary outer Forward Error Correcting (FEC) code, kemudian diproses oleh bit interleaver dan hasilnya adalah urutan pemetaan simbol-simbol complex channel. channel symbol terdiri dari komponen phase (I) dan quadrature (Q), direpresentasikan dalam diagram konstalasi (Gambar 12.15). Symbol carries m bits sesuai dengan pemilihan karakteristik konstalasi 2m-array. Dalam QPSK symbol membaw a 2 bits, dalam 16-QAM membaw a 4 bits, dalam 64-QAM membaw a 8 bits, dst.

Gambar 12.15. diagram konstalasi 16 QAM. (EBU TECH 3348 Frequency and netw ork planning)

Page 15: R I C AVERAGE A L HORIZONTAL SPATIAL FREQUENCY S …bravosradio.com/wp-content/uploads/2017/09/TRANSMISI-DIGITAL-DVB.pdf Teknik Dasar Penyiaran Radio dan Televisi Ir. M. Sukarna, Television

www.bravosradio.com

Teknik Dasar Penyiaran Radio dan Telev isi

Ir. M. Sukarna, Telev ision & Radio Engineering Consultant +62 21 8008606, +62818 162856

Page | 15

12.13.2. DIAGRAM ROTASI KONSTALASI

Didalam Gray mapping (Gambar 12.16) digambarkan komponen symbol I dan Q yang bebas (independent) , masing-masing hanya membaw a 4 nilai U1 dan U2. Konsekuensinya, seluruh titik konstalasi membutuhkan kedua komponen I dan Q untuk di identif ikasi, I tidak mengandung informasi tentang Q, demikian pula sebaliknya. Salah satu cara untuk menghindari ketergantungan adalah diagram rotasi konstalasi seperti pada gambar 12.12. masing-masing m-bit tunggal memiliki individual komponen I dan Q, masing-masing membaw a 16 nilai U1 dan U2. Dengan demikian hanya dibutuhkan satu komponen I atau Q untuk di identif ikasi.

(x,y)

Gambar 12.16. diagram rotasi konstalasi 16 QAM. (EBU TECH 3348 Frequency and netw ork planning)

12.13.3. SUDUT ROTASI

Dalam menentukan sudut rotasi beberapa aspek harus diperhatikan. Umumnya proyekssi titik konstalasi pada satu sumbu harus mempunyai jarak yang sama untuk agar performa bertambah baik. Tabel 12.8 menunjukan sudut rotasi yang memperikan performa yang baik.

Tabel 12.8

Values of the rotation angle Constellation Rotation angle (in degree)

QPSK 29.0

16-QAM 16.8

64-QAM 8.6

256-QAM 3.6

12.13.4. TIME DELAY ANTARA I dan Q

Rotasi konstalasi akan memberikan perbaikan yang berarti jika signal I dan Q mengalami loss (kerugian) akibat saluran yang fading, untuk menghindari hal ini menggunakan Q-delay, dengan delay nilai Q tidak ditransmisikan menggukanan cell yang sama dengan I, tetapi di geser (didelay) menggunakan sel (cell) yang berbeda. Frekuensi dan time interleaving akan mengikuti setelah modulator meyakini bahw a nilai I dan Q di transmisikan dengan benar dengan cara memisahkan dalam time dan frequency. Seperti ditunjukan pada Gambar 12.17.

Page 16: R I C AVERAGE A L HORIZONTAL SPATIAL FREQUENCY S …bravosradio.com/wp-content/uploads/2017/09/TRANSMISI-DIGITAL-DVB.pdf Teknik Dasar Penyiaran Radio dan Televisi Ir. M. Sukarna, Television

www.bravosradio.com

Teknik Dasar Penyiaran Radio dan Telev isi

Ir. M. Sukarna, Telev ision & Radio Engineering Consultant +62 21 8008606, +62818 162856

Page | 16

n Bits

Mapping

Constellation PointsCell

Rotation

Cell k Cell k+1

Cell 4 Cell 5 Cell 6 Cell

I Q I Q I Q I Q

I

Q Q

I

Gambar 12.17. Struktur bit interleave coded modulation dengan rotasi QAM mapper dan delay (EBU Tech 3348)

Sel adalah hasil dari pemetaan carrier yang terakhir. Dalam DVB-T, pemetaan tidak dilakukan setelah seluruh proses interleaving tetapi pada saat aw al, setelah error protection dan setelah bit interleaver. Walaupun demikian, hal ini masih di ikuti dengan cell interleaver, time interleaver dan frequency interleaver. 12.13.5. PERBAIKAN PERFORMA

Untuk modulasi 16-QAM, code rate 4/5 dan 64800-bit frames, simulasi diagram rotasi konstalasi memberikan perbaikan performa sekitar 0,5 dB untuk flat fading Rayleigh channel (tanpa erasure) relevan untuk MFN, dalam hal ini perbaikan tidak cukup berarti, w alaupun demikian untuk flat fading Rayleigh channel (dengan erasure perkiraan 15%) relevan untuk SFN, perbaikan sekitar 6 dB dalam hal ini perbaikan cukup berarti. (lihat Tabel 12.9) Tabel 12.9 Perbaikan Performa Improvement of performance w ith rotated constellation diagram, time delay and iterative demapping for 16-QAM, code rate 4/5, 64800-bit frame Channel

Rotated constellation

diagram and time delay

Iterative demapping

Sum

Flat fading Rayleight channel w ithout erasures (MFN cases)

0,5dB 0,4dB 0,9dB

Flat fading Rayleight channel w ith erasures (15%) (SFN cases)

6,0dB 12dB 7,2dB

12.14. KONSEP SYSTEM T2

Konsep system T2 adalah satu set transmisi dengan sinkronisasi frame structure, menggunakan physical parameter yang sama (contoh bandw idth, FFT size), membaw a jumlah dan tipe PLP yang sama, memakai physical parameter untuk masing-masing PLP yang ditransmisikan. Pensignalan L1, oleh karenanya akan identik dengan seluruh transmisi dalam T2, kecuali untul bentuk Cell akan berbeda. Dengan demikian, DVB-T2 memungkinkan untuk insersi muatan local (local break), jadi system T2 yang sama dapat membaw a Transport stream (dan/atau Generic stream) yang berbeda, dan menggunakan frekuensi transmisi yang berbeda dalam area geografi yang berbeda. Transmisi system T2, diaw ali dari single T2-gateway, membentuk original T2-MI stream, jadi framing structure and schedulling, ditentukan dalam satu tempat dan dipakai bersama untuk seluruh transmisi. T2-MI (modulator interface) akan menyebar melalui jaringan distribusi.

Page 17: R I C AVERAGE A L HORIZONTAL SPATIAL FREQUENCY S …bravosradio.com/wp-content/uploads/2017/09/TRANSMISI-DIGITAL-DVB.pdf Teknik Dasar Penyiaran Radio dan Televisi Ir. M. Sukarna, Television

www.bravosradio.com

Teknik Dasar Penyiaran Radio dan Telev isi

Ir. M. Sukarna, Telev ision & Radio Engineering Consultant +62 21 8008606, +62818 162856

Page | 17

Secara prinsip, seluruh konten (isi/muatan) PLP dapat saja diganti (dirubah) setiap saat selama w aktu transmisi, meskipun pada prakteknya beberapa konten yang sama untuk seluruh transmisi. (Gambar 12.18, contoh jaringan distribusi).

Gambar 12.18, Jaringan distribusi (DVB Blue Book Document A133)

12.15. DISTRIBUSI LEWAT UDARA Pemancar Induk berfungsi sebagai mekanisme ditributor untuk SFN yang terpisah, dengan frekuensi yang sama (lihat Gambar 12.19). seluruh informasi yang dibutuhkan untuk membangkitkan w aktu yang identik pada signal SFN.

Gambar 12.19. Pemancar induk berfungsi sebagai distributor untun SFN relay (DVB Blue Book Document A133)

Didalam DVB-T, Sinkronisasi informasi ada didalam Transport Streams sebagai Megaframe Initialisation Packets (MIPs). Pendekatan ini dipakai dalam T2, dimana konstruksi PLP dan w aktu informasi dibaw a dalam paket TS, dengan sinkronisasi baru (Id value, Untuk membedakan seperti yang dipakai dalam DVB-T. T2 MIP berisi seluruh informasi yang dibutuhkan oleh masing-masing modulator untuk menjamin bahw a pembentukan broadcast stream dilakukan dengan cara yang sama, dan keluaran stream pada w aktu yang benar.

Page 18: R I C AVERAGE A L HORIZONTAL SPATIAL FREQUENCY S …bravosradio.com/wp-content/uploads/2017/09/TRANSMISI-DIGITAL-DVB.pdf Teknik Dasar Penyiaran Radio dan Televisi Ir. M. Sukarna, Television

www.bravosradio.com

Teknik Dasar Penyiaran Radio dan Telev isi

Ir. M. Sukarna, Telev ision & Radio Engineering Consultant +62 21 8008606, +62818 162856

Page | 18

Gambar 12.20. Implementasi SFN, penerimaan pow er bertambah pada area overlap (TeamCast technical seminar on

DVB-S2 and DVB-T2) . Pada dasarnya system COFDM mampu untuk berfungsi w alaupun dengan adanya “echoues” (implementasi SFN), yang mana echoes tersebut dihasilkan oleh beberapa pemancar, masing-masing pemancar meradiasikan sampel digital yang identik, untuk menaikan daya yang di transmisikan, khususnya untuk penerima dilokasi dimana coverage nya overlaps (lihat Gambar 12.20). DVB-T2, memperkenalkan kemungkinan penggunaan teknik multiple input single output (MISO) untuk menaikan signal diversity (bermacam) di udara. Pengganti dari pemancar SFN yang meradiasikan sampel digital yang identik, Pemancar MISO-SFN meradiasikan variasi dari beberapa sampel digital. Untuk membentuk dua variasi signal, coding Alamouti di implementasikan menjadi sepasang adjacent subcarrier (a, b): Pemancar-pemancar yang termasuk ke group A, peta (a) dan (b) ke adjacent subcarrier dan membangkitkan pilot pattern regular; Pemancar-pemancar yang termasuk ke group B. peta complex conjugate (-a) dan (b*) pada adjacent subcarrier identik dan satu pilot di invert (di-balik) setelah melew ati dua pilot didalam pilot pattern. Apapun yang diterima A atau B, penerima akan mampu untuk melakukan proses demodulasi, dibantu oleh pilot pattern yang akan mengidentif ikasi tipe signal variant. Gain sesungguhnya yang diperoleh dengan coding MISO akan tampak jika kedua A dan B diterima oleh penerima. Dalam hal ini perbedaan signal yang dibuat oleh Alamouti signal encoding memberikan kontribusi menurunkan selektif itas frekuensi “0dB echo”, sifat dari transmisi SFN (subcarrier yang dikirim dari pemancar-pemancar harus se-phase atau kebalikan phase di titik penerima) 12.16. ARSITEKTUR REGIONAL / LOKAL KONTEN

Regional atau layanan lokal dapat di sisipkan dengan cara distribusi setelah output T2 gatew ay, dapat dilihat pada Gambar 12.21.

Page 19: R I C AVERAGE A L HORIZONTAL SPATIAL FREQUENCY S …bravosradio.com/wp-content/uploads/2017/09/TRANSMISI-DIGITAL-DVB.pdf Teknik Dasar Penyiaran Radio dan Televisi Ir. M. Sukarna, Television

www.bravosradio.com

Teknik Dasar Penyiaran Radio dan Telev isi

Ir. M. Sukarna, Telev ision & Radio Engineering Consultant +62 21 8008606, +62818 162856

Page | 19

Gambar 12.21. Contoh distribusi layanan video melalui T2 gatew ay dan T2 MI interface. (DVB Blue Book Document A133) 12.17. ARSITEKTUR KONVERGENSI

MOVIES

PEMIRSA

IKLAN LAYANAN

PUBLIK

MULTIPLEXERLEMBAGA MULTIPLEKSING

SERIES NEWS SPORTSNASIONAL PROGRAM

MUSICS

LEMBAGA PENYIARAN

REGIONAL PROGRAM

PENYEDIA INTERNET

KONVERGENSI

KERJASAMA PLATFORM

CORE NETWORK

CELL BASE STATION

DISTRIBUSILEMBAGA MULTIPLEKSING

Gambar 12.22. menunjukan sistem arsitektur konvergensi infrastruktur digital, konten program termasuk iklan layanan publik dapat terhubung langsung dengan multiplekser, siaran televisiakan dapat diterima oleh penerima celluler (smart phone) yang dilengkapi dengan RF tuner untuk menerima siaran televisi dan smart TV beredar di masyarakat untuk menggantikan konvensional tv, dengan demikian maka siaran televisi dapat dilakukan secara interaktif. 12.18. ARSITEKTUR DISTRIBUSI PROGRAM

Page 20: R I C AVERAGE A L HORIZONTAL SPATIAL FREQUENCY S …bravosradio.com/wp-content/uploads/2017/09/TRANSMISI-DIGITAL-DVB.pdf Teknik Dasar Penyiaran Radio dan Televisi Ir. M. Sukarna, Television

www.bravosradio.com

Teknik Dasar Penyiaran Radio dan Telev isi

Ir. M. Sukarna, Telev ision & Radio Engineering Consultant +62 21 8008606, +62818 162856

Page | 20

SS3T2 MODULATOR

SS3T2 MODULATOR

SS5MPEG DECODER

SS1VIDEO/AUDIO CODER

DAN STATISTICAL MULTIPLEXER

SS2BASIC T2

GATEWAY

SS4T2 DEMODULATOR

SS5MPEG DECODER

“TS” “T2-MI” “DVB-T2” “TS”

JARINGAN DISTRIBUSI KANAL RF

SENTRALISASICODING MULTIPLEXING DAN

DISSTRIBUSI

INPUT PROGRAM

REGIONALOUTPUT PROGRAM

SS6S2 MODULATOR

SS7S2 DEMODULATOR

SS8MPEG DECODER

SS7S2 DEMODULATOR

SS8MPEG DECODER

NASIONAL OUTPUT PROGRAM

PEMIRSA

INTERNASIONAL OUTPUT PROGRAM

SS6S2 MODULATOR

REGIONALOUTPUT PROGRAM

SS4T2 DEMODULATOR

“DVB-S2”“S2-MI”

Gambar 12.23, menunjukan sistem arsitektur distribusi konten program regional, nasional dan internasional, yang diaw ali dengan melakukan sentralisasi coding multipleksing dan distribusi berupa transport stream (TS) keluaran dari sub sistem 1 (SS1) dan sub system 2 (SS2), di salurkan ke jaringan distribusi regional SS3 (kanal RF DVB-T2) menggunakan T2 modulator interface (T2-MI). Untuk distribusi nasional dan internasional di salurkan ke SS6 (kanal RF DVB-S2) menggunakan S2 modulator interface (S2-MI), setelah melalui sistem demodulasi dan decoding (SS4 dan SS5) output program sampai kehadapan pemirsa.