This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN PENGAMATAN
Pusat Penyelamatan Satwa Jogja (PPSJ)
Desa Sendang Sari, Kulon Progo, Jogjakarta
Disusun Oleh :
KELOMPOK 1
1. Kurnia Suanda (B04061325)
2. Ivone Noor Arifin (B04061466)
3. Ady Wibowo (B04061514)
4. Adkhilni Utami (B04062849)
5. Bakhtiar Hidayat Harahap (B04062864)
6. Nurussifa Rahma (B04062986)
7. Khoirun Nisa’ (B04063319)
8. Fitri Amaliah (B04063353)
9. Ikrar Trisnaning Hardi Utami (B04063461)
10. Candrani Khoirinaya (B04063491)
11. Isnia Nurulazmy (B04063533)
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
1. Program Kesehatan Satwa Liar yang terdapat di pusat penyelamatan
satwa jogja (PPSJ)
Program kesehatan satwa liar dibagi menjadi dua tindakan, yaitu: program
preventif dan promotif, serta program curativ.
Beberapa tindakan program preventif dan promotif adalah
a. Kesehatan petugas/perawat satwa
Kesehatan petugas perlu diperhatikan karena dapat menjadi sumber
infeksi dan faktor penularan agen patogen. Adapun salah satu
contohnya yaitu, ketika perawat satwa mengidap penyakit TBC, lalu
berinteraksi dengan hewan misalnya primata, maka penyakit tersebut
dapat menular. Di PPSJ kegiatan ini telah dilakukan. Terbukti dengan
adanya pemeriksaan petugas satwa setahun sekali. Adapun
pemeriksaan yang dilakukan antara lain penyakit yang bersifat
zoonosis yaitu hepatitis.
b. Karantina
Beberapa kegiatan yang dilakukan di karantina adalah:
a. Pemeriksaan fisik umum satwa liar
b. Vaksinasi, TBC test, deworming
c. Screening penyakit: pemeriksaan darah dan urin
d. Monitoring kesehatan hewan
Dari hasil pengamatan yang dilakukan di PPSJ, data yang
diperoleh menunjukkan bahwa kandang karantina yang ada kurang
terawat karena hewan yang diserahkan ke PPSJ sedikit.
Menurut informasi hasil wawancara dengan petugas kandang
diperoleh data bahwa ketika hewan masuk, hewan tersebut akan
dimasukkan ke kandang karantina. Hal ini dilakukan agar gangguan
kesehatan pada hewan yang baru masuk tidak menular ke hewan lain.
Setelah itu dilakukan pemeriksaan fisik untuk mengetahui penyebab
gangguan kesehatan. Hasil diagnosa yang diperoleh akan menjadi
landasan untuk menentukan langkah dan jenis pengobatan yang akan
diberikan. Tidak diperoleh informasi tentang proses screening
penyakit karena narasumber adalah penjaga kandang bukan teknisi
kesehatan.
Kandang karantina dibagi menjadi 3 kelas yaitu kandang kelas 1
(ketika satwa liar dari luar masuk ke PPSJ), kandang kelas 2 (ketika
kesehatan hewan sudah membaik), dan kelas 3 (ketika satwa liar sudah
kembali menunjukkan sifat alaminya dan akan kembali dilepasliarkan
dari lembaga konservasi ke habitat alami/ reintroduksi). Monitoring
kesehatan hewan yang dilakukan oleh PPSJ bertujuan untuk melihat
perkembangan kesehatan hewan. Kegiatan monitoring yang dilakukan
seperti pemeriksaan fisik kesehatan.
Pemberian vitamin oleh petugas PPSJ dilakukan sekali dalam
seminggu. Vaksinasi dilakukan sesuai dengan periode pemberian
vaksin. Informasi mengenai macam-macam vaksinasi yang dilakukan
tidak diperoleh karena petugas kandang kurang mengerti tentang
program kesehatan hewan yang ada di PPSJ.
c. Sanitasi kandang dan lingkungan
Sanitasi kandang di PPSJ dinilai cukup baik, hal ini terbukti
dengan adanya jadwal piket yang dibentuk oleh pihak PPSJ dan
adanya program pergantian petugas ketika petugas berhalangan hadir.
Namun, hasil pengamatan yang dilakukan pada hari Minggu, 24
Januari 2009 menunjukkan keadaan kandang yang tidak begitu bersih.
Hal ini terbukti dengan banyaknya sampah daun-daun kering yang
berserakan di kandang.
Kandang hewan yang ada di PPSJ sebagian besar telah berkarat.
Hal ini sebenarnya dapat menjadi sumber kontaminan dan distribusi
agen penyakit. Kandang berkarat ini kemungkinan dikarenakan
sedikitnya hewan yang masuk ke PPSJ. Akibatnya kandang yang ada
tidak terisi hewan, sehingga tidak ada program perawatan kandang
yang dilakukan oleh petugas kandang. Faktor pendukung lainnya yaitu
hanya tersedia 1 orang penjaga kandang setiap 1 area.
Program sanitasi dan disinfeksi telah dipikirkan, terbukti dengan
adanya tempat kolam disinfeksi sebelum masuk ke kandang karantina
burung dan beberapa kandang primata. Namun, kolam tersebut kering
dan tidak berisi desinfektan, hal ini menjadi bukti bahwa program
disinfeksi belum dilaksanakan dengan baik.
d. Pemberian pakan/ makanan
Minuman yang diberikan ke satwa yang ada di PPSJ bersifat ad
libitum dengan memfungsikan kran air yang akan mengeluarkan air
ketika mulut primata diletakkan di bibir kran. Sumber air adalah dari
sungai yang mengalir di sekitar PPSJ. Sebelum digunakan sebagai
minum, terlebih dahulu air sungai tersebut dilakukan proses
penyulingan dan penyaringan.
Program kesehatan veteriner lain yang terdapat di PPSJ yaitu curative
medicine. Curative medicine adalah salah satu program kesehatan veteriner yang
diberikan kepada hewan yang terserang penyakit tertentu melalui pengobatan
secara medis. Curative medicine diberikan setelah dilakukan pemeriksaan fisik
secara rutin atau ketika hewan telah menunjukkan gejala klinis yang mengacu
pada suatu penyakit. Teknik pemeriksaan tersebut meliputi pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan laboratorium (feses, urin, darah, sputum, kultur dan resistensi obat,
serta nekropsi).
Hewan-hewan yang berada di Pusat Penyelamatan Satwa Jogjakarta (PPSJ)
umumnya merupakan hewan yang kurang sejahtera termasuk dari segi
kesehatannya. Ada hewan yang masuk PPSJ dalam kondisi luka akibat tusukan
atau tembakan pemburu, luka karena trauma dari kandang yang tidak sesuai
dengan habitatnya, berpenyakit seperti TBC pada primata, dan banyak lagi kasus
lainnya.
Program kesehatan veteriner di PPSJ dikontrol langsung oleh seorang dokter
hewan yang dibantu oleh seorang paramedis. Dokter hewan melakukan
pemeriksaan secara rutin setiap satu minggu sekali, tetapi apabila sewaktu-waktu
ditemui abnormalitas pada hewan ataupun gejala klinis penyakit tertentu, dokter
hewan dapat dihubungi untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Curative medicine yang dilakukan di PPSJ antara lain pemberian obat yang
sesuai dengan kausa penyakit seperti antibiotik untuk penyakit yang disebabkan
oleh bakteri atau antiparasit untuk penyakit yang disebabkan oleh parasit,
antijamur untuk penyakit yang disebabkan oleh jamur. Selain itu tidak ada lagi
informasi mengenai curative medicine yang dilakukan di PPSJ karena informasi
yang diperoleh bukan dari dokter hewan langsung melainkan diperoleh dari
keeper. Fasilitas penunjang untuk curative medicine yang ada di PPSJ antara lain
laboratorium parasitologi dan ruangan klinik untuk pemeriksaan hewan.
Program curative medicine di PPSJ masih tergolong minimalis karena
tenaga kesehatan (dokter hewan dan paramedis) masih kurang. Dengan jumlah
dan jenis hewan yang ada di PPSJ yang cukup banyak, seharusnya tenaga
kesehatan yang ada jauh lebih banyak. Begitu pula dengan fasilitas penunjang
program kesehatan, hal ini ditunjukkan dari laboratorium pemeriksaan yang masih
kurang lengkap (tidak ada laboratorium untuk pemeriksaan darah). Sementara itu,
fasilitas yang ada di ruang klinik yang biasanya digunakan sebagai tempat
pemeriksaan hewan yang sakit, tidak dapat diketahui dengan pasti karena saat
kunjungan kemarin ruang tersebut dikunci.
Sebenarnya dari fasilitas yang dapat diamati ada sedikit penyimpangan bila
dikaitkan dengan data jumlah hewan yang berhasil diselamatkan. Sebab dengan
fasilitas yang sangat terbatas, ternyata dari data yang ada, diketahui sudah banyak
hewan yang berhasil disembuhkan dan akhirnya berhasil dilepaskan ke habitat
aslinya. Penyimpangan ini mungkin disebabkan karena informasi yang diperoleh
mengenai fasilitas kesehatan masih sangat terbatas karena dokter hewan yang tahu
lebih banyak mengenai program kesehatan hewan di PPSJ, saat itu tidak hadir.
2. Program kesehatan yang paling berkembang menurut kelompok kami
Program kesehatan yang dijalankan secara umum terdiri atas program
kesehatan curative dan preventif. Dari kedua program kesehatan ini, menurut
kelompok kami, baik program preventif ataupun kuratif sama-sama masih jauh
dari optimal. Namun berdasarkan hasil diskusi, kelompok kami memandang
program kesehatan curative lebih berkembang daripada program preventif. Hal ini
didasarkan rekam medik yang menunjukkan bahwa sebagian besar hewan yang
masuk dalam kondisi sakit dapat disembuhkan. Sebagai contoh pada tahun 2008
mulai dari bulan januari hingga agustus, jumlah satwa yang masuk dalam kondisi
sakit yaitu 21 ekor. Dari jumlah tersebut, jumlah hewan yang bisa disembuhkan
16 ekor sementara yang mati 5 ekor. Ada beberapa faktor yang berpengaruh
dalam hal ini, banyaknya hewan yang bisa disembuhkan bisa saja dikarenakan
variasi penyakit dari hewan-hewan tersebut memang tidak terlalu parah. Namun
bisa juga karena keterampilan dari tenaga kesehatan yang bekerja di PPSJ.
Sementara itu, sarana untuk pengobatan memang masih sangat terbatas. PPSJ
hanya memiliki satu klinik kecil dan satu orang tenaga dokter hewan. Tidak ada
tenaga paramedik yang berpendidikan khusus, pekerjaan paramedik dirangkap
oleh petugas kandang. Di PPSJ juga terdapat laboratorium parasitologi serta
terdapat ruang nekropsi untuk mendukung hasil diagnosa.
Selain itu, pernyataan di atas didukung dengan hasil observasi yang
menunjukkan bahwa program kesehatan preventif masih memiliki banyak
kekurangan. Mengingat kembali program kesehatan preventif yang dilakukan