BAB IIDalam bab ini banyak definisi-definisi kebijakan publik
oleh beberapa ahli yang dijabarkan. Dalam penjabaran-penjabaran
tersebut dapat dinilai bahwa definisi yang mendekati benar
dibanding dari definisi lain berasal dari penjabaran dari James
Anderson. Menurut Anderson kebijakan merupakan arah tindakan yang
mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah
aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan. Konsep
kebijakan ini kita anggap tepat karena memusatkan perhatian pada
apa yang sebenarnya dilakukan dan bukan pada apa yang diusulkan
atau dimaksudkan. Selain itu, konsep ini juga membedakan kebijakan
dari keputusan yang merupakan pilihan di antara berbagai
alternative yang ada.Sifat kebijakan publik sebagai arah tindakan
dapat dipahami secara lebih baik bila dirinci menjadi beberapa
kategori. Kategori-kategori itu antara lain:1. Tuntutan-tuntutan
kebijakan (policy decisions) adalah tuntutan-tuntutan yang dibuat
oleh aktor-aktor swasta atau pemerintah, ditujukan kepada
pejabat-pejabat pemerintah dalam suatu sistem politik.2. Keputusan
kebijakan (policy demands) didefinisikan sebagai
keputusan-keputusan yang dibuat oleh pejabat-pejabat pemerintah
yang mengesahkan atau memberi arah dan substansi kepada
tindakan-tindakan kebijakan publik.3. Pernyataan-pernyataan
kebijakan (policy statements) adalah pernyataan-pernyataan resmi
atau artikulasi-artikulasi kebijakan public. Seperti undang-undang
legislative, perintah-perintah dan dekrit presiden,
peraturan-peraturan administrasi dan pengadilan, dan sebagainya.
Yang menunjukan maksud dan tujuan pemerintah dan apa yang akan
dilakukan untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.4. Hasil-hasil
kebijakan (policy output) lebih merujuk pada manifestasi nyata dari
kebijakan-kebijakan publik yaitu hal-hal yang sebenarnya dilakukan
menurut keputusan-keputusan dan pernyataan-pernyataan kebijakan.
Apa yang dilakukan oleh suatu pemerintah dan keberadaannya perlu
dibedakan dari apa yang dinyatakan oleh pemerintah untuk melakukan
sesuatu.5. Dampak-dampak kebijakan (policy outcomes) lebih merujuk
pada akibat-akibatnya bagi masyarakat, baik yang diinginkan atau
tidak diinginkan yang berasal dari tindakan atau tidak adanya
tindakan pemerintah.Bila kita ingin mengetahui apakah
kebijakan-kebijakan publik mencapai tujuan maka akan mengarah ke
tugas evaluasi kebijakan. Studi mengenai evaluasi kebijakan juga
semakin luas mendapat perhatian dari para ilmuan politik.
Studi-studi mengenai dampak kebijakan akan sangat berguna bagi para
perumus kebijakan untuk memperbaiki kebijakan publik yang akan
datang. Sementara itu, pihak-pihak yang menaruh minat untuk
mengkaji kebijakan publik (analisis kebijakan public) dapat
dibedakan menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama, adalah mereka
yang tidak terlibat dalam perumusan maupun pelaksanaan kebijakan
publik. Kelompok kedua, merupakan para perumus kebijakan publik,
dan kelompok ketiga adalah kelompok ilmuan yang berminat dalam
masalah kebijakan.Pada bab ini penulis membuat perbedaan antara
analisis kebijakan (policy analysis), kebijakan publik, dan anjuran
kebijakan (policy advocacy) , dengan tujuan semata-mata hanya
karena alasan konseptual bukan bermaksud untuk membuat garis
pembatas sehingga ketiganya tidak dapat dihubungkan satu dengan
yang lainnya. Kebijakan publik sebagaimana telah dijelaskan dalam
uraian sebelumnya merupakan arah tindakan yang dilakukan oleh
pemerintah yang mempunyai pengaruh terhadap kepentingan masyarakat
secara luas. Kebijakan public mencakup tahap-tahap perumusan
masalah kebijakan, implementasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan.
Sementara itu, analisis kebijakan berhubungan dengan penyelidikan
dan deskripsi sebab-sebab dan konsekuensi-konsekuensi kebijakan
publik. Sedangkan, anjuran kebijakan secara khusus berhubungan
dengan apa yang harus dilakukan oleh pemerintah dengan menganjurkan
kebijakan-kebijakan tertentu melalui diskusi, persuasi atau
aktifitas politik. Ada tiga hal pokokyang perlu diperhatikan dalam
analisis kebijakan publik yakni: pertama, fokusutmanya adalah
mengenai penjelasan kebijakan bukan mengenai anjuran kebijakan yang
pantas. Kedua, sebab-sebab dan konsekuensi-konsekuensi dari
kebijakan-kebijakan public diselidiki dengan teliti dengan
menggunakan metodologi ilmiah. Ketiga, analisis dilakukan dalam
rangka mengembangkan teori-teori umum yang dapat diandalkan tentang
kebijakan-kebijakan publik dan pembentukannya, sehingga dapat
diterapkan terhadap lembaga-lembaga dan bidang-bidang kebijakan
yang berbeda.Beberapa ahli politik yang menaruh minat mengkaji
kebijakan publik membagi proses-proses penyusunan kebijakan publik
ke dalam beberapa tahap, yaitu:1. Tahap Penyusunan AgendaPara
pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda
publik.2. Tahap Formulasi kebijakanMasalah yang telah masuk ke
agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan.3.
Tahap Adopsi kebijakanDari sekian banyak alternative kebijakan yang
ditawarkan oleh para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu
sari alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari
mayoritas legislatif, consensus antara direktur lembaga atau
keputusan peradilan.4. Tahap Implementasi KebijakanSuatu program
kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika program
tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, keputusan
program kebijakan yang telah diambil harus diimplentasikan.5. Tahap
Evaluasi KebijakanKebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau
dievaluasi, untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah
mampu memecahkan masalah.
BAB IIIPenggunaan model untuk mengkaji kebijakan publik akan
sangat besar sekali manfaatnya. Pertama, sifat model yang
menyederhanakan realitas akan sangat membantu dalam memahami
realitas akan sangat membantu dalam memahami realitas yang kompleks
tersebut. Kedua, sifat alamiah manusia yang tidak mampu memahami
realitas yang kompleks tanpa menyederhanakannya terlebih dahulu,
maka peran model dalam menjelaskan kebijakan publik akan semakin
berguna.Menurut Thomas Dye, ada kriteria yang dapat melihat
kegunaan model dalam mengkaji kebijakan publik. Pertama, bila model
yang ditawarkan nampak begitu sederhana sehingga mendorong
terjadinya kesalahan dalam memahami realitas atau sebaliknya, atau
model yang ditawarkan sangat kompleks sehingga membuat bingung,
maka model tersebut tidak terlalu banyak berguna dalam membantu
menjelaskan kebijakan publik. Kedua, model seharusnya memfokuskan
aspek-aspek yang paling menonjol dari fenomena politik dan tidak
ditujukan untuk variabel-variabel yang tidak penting atau kondisi
yang tidak signifikan. Pada hakikatnya, model seharusnya
mengarahkan perhatian kita kepada apa yang signifikan mengenai
kebijakan publik. Ketiga, apakah model kongruen (sama dan sebangun)
dengan realitas. Maksudnya, apakah model menghasilkan hubungan yang
kuat terhadap realitas atau sebaliknya. Model yang baik seharusnya
berhubungan dengan dunia nyata dan menjembatani pemahaman lebih
besar pada situasi atau proses kebijakan yang spesifik. Keempat,
jika model mengkomunikasikan konsep yang tidak dapat dipahami
bersama, kemudian model tersebut dinilai mempunyai sedikit hubungan
persetujuan, maka model tersebut tidak akan banyak membantu kita
dalam memahami fenomena. Kelima, model yang baik seharusnya
menyarankan sejumlah hubungan yang diuji (hipotesis), dapat
diamati, diukur dan diverifikasi. Keenam, model yang hanya
menggambarkan (describe) kebijakan publik tidak akan sama
bergunanya dengan model yang menjelaskan (explain) kebijakan
publik.Thomas Dye dan Harmon Ziegler dalam The Irony of Democracy
memberikan ringkasan pemikiran menyangkut model elit tersebut:1.
Masyarakat terbagi dalam suatu kelompok kecil yang mempunyai
kekuasaan (power) dan massa yang tidak mempunyai kekuasaan. Hanya
sekelompok kecil saja orang yang mengalokasikan nilai-nilai untuk
masyarakat sementara massa tidak memutuskan kebijakan.2. Kelompok
kecil yang memerintah itu bukan tipe massa yang dipengaruhi, para
elite tersebut (the rulling class) biasanya berasal dari lapisan
masyarakat yang ekonominya tinggi.3. Perpindahan dari kedudukan
non-elite ke elite sangat pelan dan berkeseimbangan untuk
memelihara stabilitas dan menghindari revolusi. Hanya kalangan
non-elite yang telah menerima konsensus elite yang mendasar dapat
diterima kedalam lingkaran yang memerintah.4. Elit memberikan
konsensus pada nilai-nilai dasar sistem sosial dan pemeliharaan
sistem.5. Kebiijakan publik tidak merefleksikan tuntutan-tuntutan
massa, tetapi nilai-nilai elit yang berlaku. Perubahan-perubahan
dalam kebijakan adalah secara inkremental, ketimbang secara
revolusioner.6. Para elite secara relatif memperoleh pengaruh
langsung yang kecil dari massa apatis. Sebaliknya, para elit
memengaruhi massa yang besar.
Model PluralisBerkebalikan dengan mode elit yang titik
perhatiannya lebih tertumpu pada elit politik politik, maka model
pluralis lebih percaya pad peran subsistem-subsistem yang berada
dalam sistem demokrasi. Di negara-negara berkembang model politis
akan cukup memadai untuk menjelaskan proses politik yang
berlangsung, namun akan kesulitan menjelaskan proses politik di
negara yang mendasrkan diri pada sistem demokrasi, terlebih
demokrasi pluralis seperti di Amerika Serikat.Robert Dahl dan David
Truman menyatakan panadangan pluralis sebagai berikut:1. Kekuasaan
adalah atribut individu dalam hubungannya dengan individu-individu
yang lain dalam proses pembuatan keputusan.2. Hubungan-hubungan
kekuasaan tidak perlu tetap berlangsung, namun hubungan-hubungan
kekuasaan lebih dibentuk untuk keputusan-keputusan khusus.3. Tidak
ada pembedaan yang tetap diantara elit dan massa. Individu-individu
yang berpartisipasi dalam perbuatan keputusan dalam suatu waktu
tidak dibutuhkan oleh individu yang sama berpartisipasi dalam waktu
yang lain. Individu masuk dn keluar dalam partisipasinya sebagai
pembuat kekputusan digolongkan menjadi aktif atau tidak aktif dalam
politik.4. Kepemimpinan bersifat cair dan mempunyai mobilitas yang
tinggi, kekayaan merupakan aset dalam politik, tetapi hanya
merupakan salah satu dari sekian banyak aset politik yang ada.5.
Terdapat banyak pusat kekuasaan di antara komunitas. Tidak ada
kelompok tunggal yang mendominasi pembuatan keputusan untuk semua
masalah kebijakan.6. Kompetisi apat dianggap berada di antara
pemimpin. Kebijakan publik lebih lanjut dipandak merefleksikan
tawar menawar atau kompromi yang dicapai diantara kompetisi
pemimpin politik.
Beberapa Pendekatan dalam Analisis Kebijakan Publik Pendekatan
KelompokSecara garis besar pendekatan ini menyatakan bahwa
pembentukan kebijakan pada dasarnya merupakan hasil dari perjuangan
antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Suatu kelompok merupakan
kumpulan individu-individu yang diikat oleh tingkah laku atau
kepentingan yang sama. Bila suatu kelompok gagal dalam mencapai
tujuannya melalui tindakannya sendiri, maka kelompok itu biasanya
menggunakan politik dan pembentukan kebijakan publik untuk
mempertahankan kepentingan kelompoknya.Pendekatan kelompok memiliki
anggapan dasar bahwa interaksi dan perjuangan antara
kelompok-kelompok merupakan kenyataan dari kehidupan politik. Dalam
pandangan kelompok, individu akan mempunyai arti penting hanya bila
ia merupakan partisan dalam atau wakil kelompok tertentu.
Pendekatan Kelembagaan (institusionalisme)Stuktur-struktur dan
lembaga-lembaga pemerintah telah lama merupakan fokus yang penting
dari ilmu politik. Kajian ilmu politk tradiasional memfokuskann
studi pada lembaga-lembag pemerintah. Dalam pandangan tradisional,
kegiatan-kegiatan politik secara umum berpusat di sekitar
lembaga-lembaga pemerintah tertentu, seperti kongres, kepresidenan,
pengadilan, pemerintah daerah, partai politik dan sebagainya.
Kegiatan individu dan kelompok diarahkan kepada lembaga pemerintah
dan kebijakan publik secara otoritatif ditentukan dan diaksanakan
oleh lembaga pemerintah. Pendekatan Peran serta WarganegaraTeori
peran serta warga negara didasarkan pada harapan yang tinggi
tentang kualitas warganegara dan keingian mereka untuk terlibat
dalam kehidupan publik. Menurut teori ini, dibutuhkan warganegara
yang memiliki struktur-struktur kepribadian yang sesuai dengan
nilai-nilai dan fungsi-fungsi demokrasi. Setiap wargan megara harus
memliliki cukup kebebasan untuk berperan serta dalam masalah
politik, mempunyai sikap kritis yang sehat dan harga diri yang
cukup juga mampu. Warganegara diupayakan tertarik secara politik
sehingga dapat terlibat menjadi bermakna.
Pendekatan PsikologisPokok pendekatan ini diberikan pada
hubungan antar pribadi dan daktor-faktor kejiwaan yang memengaruhi
tingkah laku orang-orang yang terlibat dalam proses pelaksanaan
kebijakan. Individu-individu selama dalam proses pelaksanaan
kebijakan tidak kehilangan diri, tetapi merka dianggap sebagai
peserta yang sangat penting dan berperan dalam pembentukan
kebijakan.
Pendekatan ProsesDalam pendekatan ini permasalahan masyarakat
pertama-tama diakui sebagi suatu isu untuk dilakukan tindakan dan
kemudian kebijakan ditetapkan diimplementasikan oleh pejabat agensi
dievaluasi dan akhirnya diterminasi atau diubah atas dasar
keberhasilan atau kekurangannya.
Pendekatan SubtantifBeberapa ilmuan berpendapat bahwa keahlian
dalam bidang subtantif sangat dibutuhkan dan memberikan kepada
seorang kredibilitas yang sangat besar, ketimbang seorang analis
kebijakan generic yang merupakan spesialis kebijakan kesejahteraan
bulanan dan spesialis kebijakan penanggulanagan kejahatan
selanjutnya. Beberapa ilmuan lainya berpendapat bahwa pengetahuan
subtantif relatif tidak diperlukan.
Pendekatan Logical-PositivistPendekatan ini sering disebut
pendekatan prilaku atau pendekatan keilmuan, menganjurkan
penggunaan teori yang berasal dari penelitian deduktif,
model-model, pengujian hipotesis, data keras, metode komparasi, dan
analisis statistik yang ketat.
Pendekatan EkonometrikPendekatan ekonometrik terkadang dinamakan
pendekatan pilihan publik atau pendektan ekonomi politik terutama
didasarkan pada teori ekonomi politik. Pendekatan ini menyatakan
bahwa sifat alami manusia diasumsikan rasional atau dimotivasi oleh
pencapaian secara pribadi murni. Pendekatan ini beranggapan bahwa
orang mengejar preferensi-preferensi merke yang berbobot tetap,
terlepas hasil kolektif.
Pendekatan Fenomologik (Postpositivist)Pendekatan ini menganggap
bahwa para analis perlu mengadopsi suatu respek bagi penggunaan
intuisi yang sehat secara tertib, yang dilahirkan dari pengalaman
yang tidak bisa direduksi ke model, hipotesis, kuantifikasi dan
data keras. Kritik terhadap pendekatan ini lebih dikaitkan kepada
kurang ketatnya dan bergerak menjauhi pendekatan keilmuan yang
dianjurkan oleh kelompok behavioralis dan kelompok ekonomi.
Pendekatan PartisipatoriPendekatan partisipatori dikaitkan
dengan pandangan Peter DeLeon, yang mempunyai kaitan erat dengan
tantangan postpositivist , dan mencakup inklusi perhatian yang
besar dan nilai-nilai dari berbagai stakeholders dalam proses
pembuatan keputusan kebijakan. Pendekatan ini mencakup dengar
pendapat terbuka secara ekstensif dengan sejumlah besar warga
negara yang mempunyai kepedulian, di mana dengar pendpat ini
disusun dalam suatu cara untuk mempercepat cara individu,
kelompok-kelompok kepentingan, dan para pejabat agensi memberikan
kontribusi mereka kepada pembuat design dan re-design
kebijakan.
Pendekatan Normatif atau PreskriptifDalam pendekatan ini analisi
perlu mendefininisikan tugasnya sebagai analisi kebijakan sama
seperti orang yang mendefinisikan end state dalm arti bahwa
preskripsi ini bisa diinginkan dan bisa dicapai.
Pendekatan IdeologikDalam pendekatan ini terbagi kedalam dua
perspektif yang bersaing yaitu visi yang dibatasi dan visi yang
tidak dibatasi. Visi yang dibatasi, merupakan suatu gambaran
manusia ogosentrik dengan keterbatasan moral. Visi yang tidak
dibatasi, memberikan suatu pandangan tentang sifat manusia di mana
pemahaman dan disposisi manusia adalah mampu untuk memeroleh
keuntungan-keuntungan sosial.
Pendekatan Historis/Sejarah Dalam pendekatan ini pneliti bisa
melihat pola-pola tertentu dalam bentuk kebijakan publik yang
sebelumnya yang tidak dikenali karena mengunakan analisis kerangka
waktu yang pendek. Hanya dengan meneliti kebijakan-kebijakan publik
dari titik pandng kurun waktu yang panajang analisis bisa
memperoleh perspektif yang jauh lebih baik tentang pola-pola yang
ada dalam pembuatan kebijakan publik, baik di negara maju maupun
berkembang.
BAB IVMenurut Marl E. Rushefky, ada dua proses penting dalam
mengidentifikasi masalah yaitu persepsi dan definisi. Persepsi
merupakan penerimaan dari suatu peristiwa yang mempunyai
konsekuensi terhadap orang atau kelompok, sedangkan definisi
merupakan interpretasi dari peristiwa-peristiwa tersebut memberinya
mkna dan membuatnya jelas. Menurut William Dunn dalam bukunya yang
berjudul Analisis Kebijakan Publik, mengemukakan setidaknya ada 4
ciri masalah pokok masalah kebijakan publik, yakni :1. Saling
ketergantungan, masalah kebijakan dalam satu bidang kadang
mempengaruhi masalah kebijkan dalam bidang lain.2. Subyektifitas,
masalah kebijakan adalah suatu hasil pemikiran yang dibuat pada
suatu lingkungan tertentu; masalah tersebut merupakan elemen dari
suatu situasi masalah yang diabstraksikan dari situasi tersebut
oleh analisis.3. Sifat buatan, masalah kebijakan merupakan hasil
penilaian subyektif manusia dan hanya mungkin ketika manusia
membuat penilaian mengenai keinginannya untuk mengubah beberapa
situasi masalah.4. Dinamika masalah kebijakan, ada banyak solusi
yang ditawarkan untuk memecahkan suatu masalah sebagaimana terdapat
banyak definisi terhadap masalah tersebut.Charles O. Jones membuat
dua tipe masalah kebijakan publik yakni : pertama, masalah-masalah
tersebut dikarakteristikan oleh adanya perhatian kelompok dan warga
kota yang terorganisasi dan bertujuan untuk melakukan tindakan.
Kedua, masalah-masalah tersebut tidak dapat dipecahkan secara
individual/pribadi tetapi kurang terorganisasi dan kurang mendapat
dukungan.BAB VIsu Kebijakan PublikIsu kebijakan tidak hanya
mengandung ketidaksepakatan mengenai arah tindakan aktual dan
potensial, tapi juga mencerminkan pertentangan pandangan mengenai
sifat masalah itu sendiri. Isu kebijakan merupakan hasil dari
perdebatan tentang definisi, eksplanasi dan evaluasi masalah. Isu
akan menjadi awal bagi munculnya masalah publik dan bila mendapat
perhatian yang memadai, maka masalah tersebut akan masuk dalam
agenda kebijakan.
Agenda KebijakanAgenda kebijakan didefinisikan sebagai
tuntutan-tuntutan agar para pembuat kebijakan memilih atau merasa
terdorong untuk melakukan tindakan tertentu. Cobb dan Elder
mendefinisikan agenda kebijakan sebagai a set of political
contoversies that will be viewed as falling within range of
legitimate concerns meriting attention by a decision making body.
Sementara itu, Barbara Nelson menyatakan bahwa proses agenda
kebijakan berlangsung ketika pejabat publik belajar mengenai
masalah baru, memutuskan untuk memberi perhatian secara personal
dan memobilisasi organisasi yang mereka miliki untuk merespon
masalah tersebut. Tidak semua masalah atau isu akan masuk dalam
agenda kebijakan.
Jenis-Jenis Agenda KebijakanRoger W. Cobb dan Charles D. Elder
mengidentifikasi dua macam agenda pokok, yakni agenda sistematik
dan lembaga/pemerintah. Agenda sistematik terdiri dari semua isu
yang menurut pandangan anggota-anggota masyarakat politik pantas
mendapat perhatian publik dan mencakup masalah-masalah yang berada
dalam yurisdiksi wewenang pemerintah yang secara sah. Agenda
sistematik merupakan agenda pembahasan, terdapat dalam setiap
sistem politik di tingkat nasional dan daerah. Agenda
lembaga/pemerintah terdiri dari masalah-masalah yang mendapat
perhatian dari pejabat pemerintah. Agend alembaga merupakan agenda
tingkatan yang mempunyaii sifat lebih khusus dan lebih konkret bila
dibandingkan dengan agenda sistematik. Pokok-pokok agenda lembaga
dapat dibedakan menjadi pokok-pokok agenda lama dan baru.
Pokok-pokok agenda baru timbul dari keadaan/kejadian tertentu
seperti pemogokan buruh, krisis kebijakan luar negeri dsb. Di sisi
lain, pokok-pokok agenda lama cenderung tidak mendapat prioritas
dari para pembuat kebijakan, alokasi waktu yang terbatas, dan
selalu sarat dengan masalah.
Bagaimana Masalah-Masalah Publik Dirumuskan?Merumuskan masalah
kebijakan merupakan salah satu tahap yang cukup krusial dalam
mengkaji kebijakan publik karena banyak para perumus kebijakan
gagal menyeleksi persoalan publik bukan karena salahnya cara yang
digunakan dalam menyelesaikan masalah, melainkan karena masalah
yang diselesaikan tidak tepat. Perumusan maslah publik tidak bisa
dilepaskan dari dua hal. Pertama, kelompok/individu yang merumuskan
masalah tersebut. Individu-individu dengan latar belakang berbeda
akan merumuskan masalah yang berbeda yang akan berdampak pada jenis
kebijakan yang akan diambil. Kedua, menyangkut kompleksitas dan
sifat masalah akan memerlukan perhatian yang lebih besar dibanding
dengan masalah yang sederhana. Kompleksitas masalah kebijakan dapat
dilihat dari pengaruh yang ditimbulkan oleh masalah tersebut,
seperti apakah maslah bersifat regional, nasional dan
internasional. Proses perumusan masalah akan menjadi semakin rumit
bila melibatkan banyak aktor karena menyangkut banyak kepentingan
yang mempunyai perspektif sendiri-sendiri dalam merumuskan
kebijakan publik.
BAB VIMerumuskan kebijakan lebih dahulu harus di pahami sifat
sifat semua pemeran serta,bagian atau peran apa yang mereka
lakukan,wewenang atau bentuk kekuasaan yang dimiliki dan bagaimana
saling berhubungan serta saling mengawasi.Perumusan kebijakan
merupakan proses yang rumit. Suatu metode yang populer membagi
perumusan kebijakan dalam tahap tahap dam kemudian menganalisis
masing masing tahap tersebut untuk mengetahui bagaimana proses
pembentukan dan perumusan kebijakan dengan cara apa yang mereka
mempengaruhi proses pembentukan kebijakan tersebut. Serta faktor
faktor yang mempengaruhi perilaku kebijakan dan bagaimana
lingkungan mempengaruhi perilaku kebijakan dan bagaimana lingkungan
mempengaruhi proses pembentukan dan perumusan kebijakan.Pembentukan
kebijakan dan perumusan kebijakan merupakan konsep yang mirip,namun
konsepnya berbeda walaupun keduanya tidak dapat dipisahkan secara
tegas. Proses pembentukan kebijakan publik,melibatkan aktivitas
pembuatan keputusan yang cenderung mempunyai percabangan yang
luas,mempunyai perspektif jangka panjang dan penggunaan sumber daya
yang kritis untuk meraih kesempatan yang diterima dalam kondisi
lingkungan yang berubah. Pembentukan kebijakan merupakan
keseluruhan tahap dalam kebijakan publik yang berupa rangkaian
keputusan.Model Sistem merupakan model deskriptif karena lebih
berusaha menggambarkan senyatanya yang terjadi dalam pembuatan
kebijakan, disusun hany berasal dari sudut pandang para pembuat
kebijakan.Dalam hal ini pembuat kebijakan dilihat peranya dalam
perencanaan dan pengkoordinasian untuk menemukan pemecahan masalah
yang akan menghitung kesempatan,memuaskan permintaan lingkungan dan
secara khusus memuaskan keinginan atau kepentingan para pembuat
kebijakan itu sendiri. Model ini mengasumsikan bahwa dalam
pembentukan kebijakan terjadi interaksi yang terbuka dan dinamis
antara para pembentuk kebijakan dengan lingkungannya,kebijakan
publik dipandang sebagai tanggapan dari suatu sistem politik
terhadap tuntutan tuntutan yang timbul dari lingkungan yang
merupakan kondisi atau keadaan yang berada diluar batas batas
sistem politik..Model Rasional komperhensif model ini pembentukan
kebijakan yang paling terkenal dan juga yang paling luas diterima
di kalangan pengkaji kebijakan publik. Model ini terdiri dari
beberapa elemen yakni pembuat keputusan dihadapkan pada suatu
masalah tertentu, tujuan tujuan atau sasaran yang mengarahkan
pembuat keputusan,berbagai alternatif untuk mengatasi masalah perlu
diselidiki, konsekuensi yang timbul dari pemilihan alternatif,
setiap alternatif dan konsekuensi menyertainya dapat dibandingkan
dengan alternatif alternatif lain. Keseluruhan proses tersebut akan
menghasilkan suatu keputusan yang efektif. Tahap tahap dalam
perumusan kebijakanTahap pertama : perumusan masalahMengenali dan
merumuskan masalah merupakan langkah yang paling fundamental dalam
perumusan kebijakan,masalah masalah publik harus dikenali dan
didefinisikan dengan baik pula.Tahap kedua : agenda kebijakan Tidak
semua masalah publik akan masuk kedalam agenda kebijakan,masalah
masalah tersebut saling berkompetisi antara satu dengan yang
lain,suatu masalah untuk masuk kedalam agenda kebijakan harus
memenuhi syarat tertentu,seperti misalanya apakah masalah tersebut
mempunyai dampak yang besar bagi masyarakat dan membutuhkan
penanganan yang harus segera dilakukan,masalah publik yang telah
masuk kedalam agenda kebijakan akan dibahas oleh para perumus
kebijakan.Tahap ketiga : pemilihan alternatif kebijakan untuk
memecahkan masalahDisini para perumus kebijakan akan berhadapan
dengan alternatif alternatif pilihan kebijakan yang dapat diambil
untuk memecahkan masalah tersebut,pada tahap ini para perumus
kebijakan akan dihadapkan pada pertarungan kepentingan antar
berbagai aktor yang terlibat dalam perumusan kebijakan.Tahap
keempat : tahap penetapan kebijakanTahap paling akhir dalam
pembentukan kebijakan adalah menetapkan kebijakan yang dipilih
tersebut sehingga mempunyai kekuatan hukum yang mengikat,penetapan
kebijakan dapat berbentuk berupa undang
undang,yurisprudensi,keputusan presiden.Aktor aktor dalam perumusan
kebijakanBadan badan administrasi Dalam masyarakat industri yang
mempunyai tingkat kompleksitas yang tinggi,badan badan administrasi
sering membuat banyak keputusan mempunyai konsekuensi politik dan
kebijakan yang luas,badan badan administrasi juga menjadi sumber
utama mengenai asal usul pembuatan undang undang dalam sistem
politik.Presiden (eksekutif)Keterlibatan presiden dalam perumusan
kebijakan dapat dilihat dalam komisi komisi presidensial,maupun
dalam rapat rapat kabinet,selain keterlibatan secara langsung yang
dilakukan presiden dalam merumuskan kebijakan publik kadangkala
presiden juga membentuk kelompok kelompok atau komisi komisi yang
ditujukan untuk menyelidiki kebijakan tertentu Lembaga
yudikatifLembaga ini memainkan peranan yang besar dalam pembentukan
kebijakan di amerika serikat,namun sejarah mana badan ini mempunyai
pengaruh didalam pembentukan kebijakan di indonesia tentunya
memerlukan telaah lebih lanjut,walaupun jika didasarkan pada undang
undang dasar badan ini mempunyai kekuasaan yang cukup besar untuk
mempengaruhi kebijakan publik melalui pengujian kembali undang
undang atau peraturan.Lembaga legislatifDi indonesia lembaga ini
sering kita sebut sebagai DPR,lembaga ini bersama dengan pihak
eksekutif memegang peran yang cukup krusila dalam perumusan
kebijakan,selain itu keterlibata lembaga legislatif dalam perumusan
kebijakan juga dapat dilihat dari mekanisme dengar
pendapat,penyelidikan penyelidikan dan kontak kontak yang mereka
lakukan dengan pejabat pejabat administrasi kelompok kelompok
kepentingan dan lain sebagainyaaPara pemeran serta tidak resmi
dalam perumusan kebijakan Kelompok kelompok kepentinganKelompok ini
merupakan pemeran serta tidak tidak resmi yang memainkan peranan
penting dalam pembentukan kebijakan dihampir semua negara,dalam
sistem politik demokratik kemlompok kepentingan akan lebih
memainkan peranan penting dengan kegiatan yang lebih terbuka
dibandingkan dengan sistem otoriter,disemua sistem kelompok
kelompok kepentingan menjalankan fungsi artikulasi kepentingan
yaitu mereka berfungsi menyatukan tuntutan tuntutan dan memeberikan
alternatif tindakan kebijakan.Partai partai politikDalam sistem
demokrasi partai politik digunakan sebagai alat untuk meraih
kekuasaan,dalam masarakat modern partai politik seringkali
melakukan agregasi kepentingan,partai tersebut berusaha untuk
mengubah tuntutan tertentu dari kelompok kepentingan menjadi
alternatif kebijakan.Warganegara individuDalam pembahasan mengenai
pemubuatan kebijakan warganegara individu sering diabakan dalam
hubungannya dengan legislatif,peran serta warganegara dalam sistem
politik sering dianggap mempunyai peran serta yang rendah,dinegara
demokratik pemilihan umum barangkali merupakan tanggapan tidak
langsung terhadap tuntutan tuntutan warga negara.Nilai nilai yang
berpengaruh dalam pembuatan keputusanNilai nilai politikPembuat
keputusan mungkin menilai alternatif alternatif kebijakan
berdasarkan pada kepentingan partai politiknya beserta
kelompoknya.Nilai organisasiOrganisasi seperti badan administrasi
menggunakan banyak imbalan dan sanksi dalam usahanya untuk
mempengaruhi anggotanya Nilai pribadiUsaha untuk melindungi dan
mengembangkan kepentingan ekonomi reputasi atau kedudukan sejarah
seseorang mungkin pula merupakan kriteria keputusanNilai
kebijakanPara pembuat keputusan mungkin bertindak dengan baik atas
dasar persepsi mereka tentang kepentingan masarakat mengenai apa
yang merupakan kebijakan publik secara moral benar atau pantasNilai
ideologiIdeologi merupaan seperangkat nilai nilai dan kepercayaan
kepercayaan yang berhubungan secara logis yang memberikan gambaran
dunia yang disederhanakan dan merupakan pedoman bagi rakyat untuk
melakukan tindakan
Konteks perumusan kebijakan publikBudaya politikBudaya masarakat
secara umum dapat dinamakan sebagai budaya politik yang menyangkut
nilai nilai kepercayaan kepercayaan dan tingkah laku yang dijadikan
pegangan secara luas,selain itu budaya juga menyangkut hubungan
antara warganegara dengan pemerintahannya.Kondisi sosial
ekonomiKondisi sosial ekonomi merupakan variabel yang penting dalam
proses perumusan kebijakan,oleh karena itu para aktor yang yang
terlibat dalam perumusan kebijakan tidak bisa dilepaskan begitu
saja dari situasi atau kondisi sosial ekonomi yang
melingkupinya,dalam masarakat modern sumber konflik yang terbesar
adalah sumber ekonomi atau kegiatan ekonomi,seperti di indonesia
anatara serikat buruh dengan pengusaha,para petani dengan penjual
pupuk,dan antar pengusaha itu sendiri.Bab VIIRipley dan Franklin
berpendapat bahwa implementasi adalah proses setelah UU dikeluarkan
dan memberikan otoritas kepada program, kebijakan, atau keuntunhgan
atas sebuah keluaran yang nyata. Menurut Grindle tugas implementasi
membentuk kaitan agars tujuan kebijakan bisa terwujud sebagai
dampak dari kegiatan pemerintah.Kerangka teoritik berawal dari
kebijakan itu sendiri dimana tujuan dan sasaran telah ditetapkan.
Implementasi akan berbeda pelaksanaannya tergantung karakteristik
dari kebijakan itu,van Meter dan van Horn mengatakan ada dua
karakteristik yang berbeda yaitu: jumlah perubahan yang terjadi dan
sejauh mana konsesnsus yang menyangkut tujuan antara pemeran serta
proses implementasi berlangsung. Dikatakan juga implementasi akan
berhasil jika para pejabat bawahan atau implementatros diikut
seertakan dalam pembuatan kebijakan karena mereka lah yang akan
mengimplemntasikan jadi harus diiukutkan dalam pembuatannya.Suatu
program kebijakan seingkali diperkasai oleh badan-badan legislatif
dan pembiayaan mengenai program tersebut diserahkan kepada
eksekutif. Akibatnya, para administrator kebijakan seringkali tidak
menerima dana yang memadai untuk membayar jumlah dan tipe personil
yang dibutuhkan guna melaksanakan kebijakan tersebut. Pengangkatan
pegawai yang tidak memadai merupakan masalah yang besar bagi
program-program yang baru.
INFORMASIInformasi merupakan sumber penting yang kedua dalam
implementsi kebijakan. Informasi mempunyai dua bentuk yaitu :1.
Informasi mengenai bagaimana melaksanakan suatu kebijakan. 2. Data
tentang ketaatan personil-personil lain terhadap
peraturan-peraturan aturan pemerintah.Informasi mengenai
program-program adalah penting terutama bagi kebijakan-kebijakan
yang melibatkan persoalan-persoalan teknis. Kurangnya pengetahuan
tentang bagaimana mengimplementasikan kebijakan mempunyai beberapa
konsekuensi secara langsung.1. Beberapa tanggungjawab secara
sungguh-sungguh tidak akan dapat dipenuhi atau tidak dapat dipenuhi
tepat pada waktunya.2. Ketidakefisienan.Selain itu implementasi
kebijakan seringkali membutuhkan informasi tentang ketaatan dari
organisasi-organisasi atau individu-individu dengan hukum. Akan
tetapi data tentang ketaatan biasanya sulit diperoleh. Hal ini
disebabkan kurangnya staf yang mampu memberikan informasi mengenai
ketidaktaatan hukum yang mungkin dilakukan.
WEWENANGSumber lain yang penting dalam pelaksanaan adalah
wewenang. Wewenang ini akan berbeda-beda dari suatu program ke
program yang lain serta mempunyai banyak bentuk yang berbeda,
seperti misalnya: hak untuk mengeluarkan surat panggilan untuk
datang ke pengadilan; mengajukan masalah-masalah ke pengadilan;
mengeluarkan perintah kepada para pejabat lain; menarik dana dari
suatu program; menyediakan dana, staf dan bantuanh teknis kepada
pemerintah daerah; membeli barang-barang dan jasa; atau memungut
pajak.
FASILITASFasilitas fisik bisa pula merupakan sumber-sumber
penting dalam implementasi. Suatu pertanyaan yang layak diajukan
menurut edwards adalah bagaimana para pelaksana mendapatkan
fasilitas dan perlengkapan yang mereka butuhkan. Walaupun
pertanyaan ini nampaknya sederhana, tetapi dalam kenyataannya
tidaklah mudah menjawabnya. Masyarakat yang dibebani dalam soal
keuangan pada umumnya tidak ingin pajak mereka dinaikkan untuk
membayar fasilitas-fasilitas baru. Di samping itu, orang seringkali
menentang penempatan fasilitas di lingkungan sekitar
mereka.KECENDERUNGAN-KECENDERUNGANKecenderungan dari para pelaksana
kebijakan merupakan faktor ketiga yang mempunyai konsekusensi
penting bagi implementasi kebijakan yang efektif. Jika para
pelaksana bersikap baik terhadap satu kebijakan tertentu, dan hal
ini berarti adanya dukungan, kemungkinan besar mereka melaksanakan
kebijakan sebagaimana yang diinginkan oleh para pembuat keputusan
awal demikian pula sebaliknya.
DAMPAK DARI KECENDERUNGAN-KECENDERUNGANMenurut edwards, banyak
kebijakan masuk dalam zona ketidak acuhan. Ada kebijakan yang
dilaksanakan secara efektif karena mendapat dukungan dari para
pelaksana kebijakan. Namun kebijakan-kebijakan lain mungkin akan
bertentangan secara langsung dengan pandangan-pandangan pelaksana
kebijakan atau kepentingan-kepentingan pribadi atau organisasidari
para pelaksana. Dalam kasus-kasus seperti ini maka para pelaksana
kegiatan akan menggunakan keleluasaan dan kadang-kadang dengan cara
yang halus untuk menghambat implementasi.Badan-badan birokrasi
pemerintah mempunyai beberapa karakteristik yang mungkin tidak
dimiliki badan swasta lainnya:1. Badan birokrasi pemerintah lebih
bersifat homogen.2. Berkembangnya pandangan parokial yang
meruipakan sifat badan pemerintah
PENGANGKATAN BIROKRATBiasanya presiden mengangkat birokrat
dengan menunjukkan perimbangan geografis, ideologi, kesukuan, seks,
dan karakteristik kependudukan lain yang menonjol pada suatu waktu.
Sebenarnya, dalam perekrutan pejabat-pejabat tinggi ini hanya ada
beberapa orang sahaja yang benar memenuhi syarat untuk pekerjaan
yang tersedia, tetapi karena kebutuhan politik maka presiden akan
mengangkat lebih banyak pejabat.
STRUKTUR BIROKRASIBirokrasi merupakan suatu badan yang paling
sering bahkan secara keseluruhan menjadi pelaksana kebijakan.
Birokrasi baik secara sadar atau tidak sadar memilih bentuk
organisasi untuk kesepakatan kolektif, dalam rangka memecahkan
masalah sosial dalam kehidupan modern. Menurut Ripley and Franklin
terdapat 6 karakteristik birokrasi:1. Birokrasi dimanapun berada,
dipilih sebagai instrumen sosial yang ditujukan untuk menangani
masalah-masalah yang didefinisikan sebagai urusan publik.2.
Birokrasi merupakan institusi yang dominan dalam pelaksanaan
program kebijakan, yang tingkat kepentingannya berbeda-beda untuk
masing-masing tahap3. Birokrasi mempunyai sejumlah tujuan yang
berbeda4. Fungsi birokrasi berada dalam lingkungan yang luas dan
kompleks5. Birokrasi jarang mati, naluri untuk bertahan hidup tidak
perlu dipertanayakan lagi6. Birokrasi bukan merupakan sesuatu yang
netral dalam pilihan-pilihan mereka, tidak juga msecara penuh
dikontrol oleh kekuatan dari luar dirinya.
PENGARUH STRUKTUR ORGANISASI BAGI IMPLEMENTASI (SOP)aspek
struktural yang paling dasar dari suatu organisasi adalah standar
operating prosedures (SOP). SOP sangat mungkin menghalangi
impelemntasi kebijakan baru yang membutuhkan cara kerja bru,
disamping itu semakin besar kebijakan membutuhkan perubahan dalam
cara-cara yang lazim dari suatu organisasi, semakin besar pula
probabilitas SOP menghambat implementasi. Namun demikian, SOP juga
mempunyai manfaat yaitu organisasi yang memiliki SOP yang luwes dan
kontrol yang besar atas program-programnya mungkin lebih dapat
menyesuaikan tanggungjawab baru ketimbang birokrasi tanpa mempunyai
ciri-ciri seperti ini.
FRAGMENTASISifat kedua dari struktur birokrasi yanhg berpengaruh
dalam pelaksanaan kebijakan adalah fragmentasi organisasi.
Tanggungjawab bagi suatu bidang kebijakan sering tersebar di antara
beberapa organisasi, seringkali pula terjadi desentralisasi
kekuasaan tersebut dilakukan secara radikal guna mencapai
tujuan-tujuan kebijakan. Selain itu kelompok-kelompok kepentingan
juga akan mempunyai pengaruh dalam mendorong fragmentasi. Sifat
multi dimensi dari banyak kebijakan juga ikut mendorong
fragmentasi.MASALAH DAN PROSPEKPelaksanaan keputusan-keputusan ini
mungkin mempunyai dampak yang besar pada hasil-hasil kebijakan.
Fragmentasi organisasi akan mempunyai pengaruh besar terhadap
implementasi kebijakan. Di samping secara langsung mempengaruhi
impelemntasi faktor fragmentasi ini juga secara tidak langsung
mempengaruhi implementasi kebijakan melalui dampak pada
masing-masing faktor. Sumber secara tidak langsung mempengaruhi
implementasi. Sumber mungkin memengaruhi peran kecenderungan dalam
implementasi. Kecenderunagn para pelaksana akan berpengaruh pada
bagaimana para pelaksana menafsrikan pesan komunikasi yang mereka
terima. Kecenderungan para pelaksana juga akan berpengaruh pada
penggunaan wewenang untuk melaksanakan suatu kebijakan. Sementara
itu struktur biorkrasi pemerintahan yang terpecah-pecah akan
meningkatkan probabilitas kegagalan komunikasi. Fragmentasi
mempengaruhi kecenderungan yaitu pertama, pembentukan banyak badan
dengan tanggungjawab yang sempit akan mendorong pengembangan
perilaku praokial. Kedua, semakin terbukanya askses bagi
kepentingan-kepentingn swasta.
KEBIJAKAN-KEBIJAKAN YANG CENDERUNG MENGHADAPI MASALAHAda 6 tipe
kebijakan yang mempunyai potensi untuk menimbulkan masalah1.
Kebijakan-kebijakan baru, sifat kebaruan dari tipe kebijakan ini
yang membuat kebijakan baru cenderung sukar dilaksanakan. Ada
beberapa alasan yang memperkuat statemen ini :a. Saluran komunikasi
yang maju belum dibangunb. Tujuan ditetapkan seringkali tidak
jelasc. Kebijakan baru cenderung menghadapi ketidakkonsistenan
dalam petunjuk pelaksanaannyad. Program-program baru mempunyai
kemungkinan besar menghadapi langkanya sumber-sumbere. Jika suatu
program baru dipandang tidak konsisten dengan misi utama bada
pelaksana saat ini, maka program tersebut akan cenderung mendapat
prioritas dan dapat sumber yang rendah dari para pelaksanaf.
Program baru sering membutuhkan tindakan yang tidak konsisten
dengan cara yang lazim dilakukang. Kebijakan baru mungkin diubah
oleh para pelaksana untuk menyesuaikan dengan SOP lama yang tidak
tepat.2. Kebijakan yang didesentralisasikan, kebijakan
desentralisasi terkadang mengalami permasalahan dalam
implementasinya karena melibatkan banyak orang. Sumber-sumber
merupakan faktor krusial dalam implementsi yang
didesentralisasikan. Semakin banyak pelaksana yang terlibat semakin
besar pula perilaku yang harus dipantau. Berdasarkan hal ini ada
dua masalah yang akan timbula. Persoalan komunikasib. Persoalan
pengawasan3. Kebijakan kontroversial, suatu kebijakan yang berasal
dari hasil perdebatan seringkali membutuhkan ketentuan yang kabur.
Kebijakan seperti ini harus nmengkompromikan banyak kepentingan
yang saling bersebrangan4. Kebijakan yang kompleks, mempunyai untuk
yang sama dengan dengan unsur kontroversial, kebijakan yang
kompleks biasanya mempunyai banyak tujuan karena kebijakannya
begitu rumit, akbiatnya undang-undangan yang menyangkut kebijakan
cdenderung kabur5. Kebijakan yang berhubungan dengan krisis, krisis
yang melibatkan negara lain menimbulkan beban khusus dalam
pelaksanaan kebijakan. Keadaan-keadaan krisis seringkali meminta
tindakan yang cepat dan luas, sedangkan pembatasan tindakan tidak
diinginkan.6. Kebijakan ditetapkan oleh pengadilan, keputusan
pengadilan cenderung untuk keliru dalam pelaksanannya hal ini
disebabkan formal untuk mentransmisikan keputusan pengadilan kurang
memadai, sedangkan saluran infromal sangat kurang dapat
dipercaya.
PROSPEK UNTUK MEMPERBAIKI IMPLEMENTASIMenurut Lester and Stewart
pelaku implementasi kebijakan meliputi birokrasi, legislatif,
lembaga pengadilan, kelompok penekan, dan komuniats organisasi.
Untuk memperbaiki implementasi kebijakan ada beberapa langkah yang
dapat dilakukan:1. Mengusulkan langkah-langkah perbaikan dengan
mengetahui hambatan-hambatan yang mungkin muncul dalam proses
implemtasi kebijakan dan mengapa hambatan tersebut timbul2. Perlu
mengubah keadaan-keadaan yang menghasilakn faktor ini.
BAB VIII James Anderson membagi evaluasi kebijakan ke dalam tiga
tipe : 1. Evaluasi kebijakan dipahami sebagai kegiatan fungsional.
Bila evaluasi kebijakan dipahami sebagai kegiatan fungsional, maka
evaluasi kebijakan dipandang sebagai kegiatan yang sama pentingnya
dengan kebijakan itu sendiri.
2. Tipe evaluasi yang memfokuskan pada bekerjanya kebijakan atau
program-program tertentu. Tipe evaluasi seperti ini berangkat dari
pertanyaan-pertanyaan dasar yang menyangkut: Apakah program
dilaksanakan dengan semestinya?; Berapa biayanya?; Siapa yang
menerima manfaat (pembayaran atau pelayanan), dan berapa
jumlahnya?; Apakah terdapat duplikasi atau kejenuhan dengan
program-program lain? Apakah ukuran-ukuran dasar dan prosedur
secara sah diikuti?
3. Tipe evaluasi kebijakan yang sistematis. Tipe ini secara
komparatif masih dianggap baru. Evaluasi sistematis melihat secara
objektif program-program kebijakan yang dijalankan untuk mengukur
dampaknya bagi masyarakat dan melihat sejauh mana tujuan-tujuan
yang telah dinyatakan tersebut tercapai.Carol Weiss mengatakan
bahwa para pembuat keputusan program melakukan evaluasi untuk
menunda keputusan; untuk membenarkan dan mengesahkan
keputusan-keputusan yang sudah dibuat ; untuk membebaskan diri dari
kontroversi tentang tujuan-tujuan masa depan dengan mengelakkan
tanggung jawab, mempertahanka program dalam pandangan pemilihnya,
pemeberi dana, atau masyarakat ; serta untuk memenuhi syarat-syarat
pemerintah atau yayasan dengan ritual evaluasi.Suchman mengemukakan
enam langkah dalam evaluasi kebijakan :1. Mengidentifikasi tujuan
program yang akan dievaluasi2. Analisis terhadap masalah3.
Deskripsi dan standardisasi kegiatan4. Pengukuran terhadap
tingkatan perubahan yang terjadi5. Menentukan apakah perubahan yang
diamati merupakan akibat dari kegiatan tersebut atau karena
penyebab yang lain6. Beberapa indikator untuk menentukan keberadaan
suatu dampakNamun demikian, evaluasi tentang dampak kebijakan pada
dasarnya hanya merupakan salah satu saja dari apa yang bisa
dilakukan oleh seorang evaluator dalam melakukan evaluasi
kebijakan. Setidaknya ada tiga hal yang dapat dilakukan oleh
seorang evaluator dalam melakukan evaluasi kebijakan publik.Ketiga
hal tersebut :1. Pertama, evaluasi kebijakan mungkin menjelaskan
keluaran-keluaran kebijakan, seperti misalnya pekerjaan, uang,
materi yang diproduksi, dan pelayanan yang disediakan. Pada saat
seorang evaluator menganalisis konsekuensi-konsekuensi yang
dihasilkan tersebut, maka seorang evaluator harus menjelaskan
bagaimana kebijakan ditampilkan dalam hubungannya dengan keadaan
yang dituju ;2. Kedua, evaluasi kebijakan barangkali mengenai
kemampuan kebijakan dalam memperbaiki masalah-masalah sosial,
seperti misalnya usaha untuk mengurangi kemacetan lalu lintas atau
mengurangi tingkat kriminalitas ;3. Ketiga, evaluasi kebijakan
barangkali menyangkut konsekuensi-konsekuensi kebijakan dalam
bentuk policy feedback, termasuk di dalamnya adalah reaksi dari
tindakan-tindakan pemerintah atau pernyataan dalam sistem pembuatan
kebijakan atau dalam beberapa pembuat keputusan.Anderson
mengidentifikasi bahwa setidaknya enam masalah yang akan dihadapi
dalam proses evaluasi kebijakan :1. Ketidakpastian atau
tujuan-tujuan kebijakan. Tujuan-tujuan program yang disusun untuk
menjalankan kebijakan seharusnya jelas. Bila tujuan-tujuan dari
suatu kebijakan tidak jelas atau tersebar, sebagaimana seringkali
terjadi, maka kesulitan yang timbul adalah menentukan sejauh mana
tujuan-tujuan tersebut tercapai. Dengan demikian, suatu penelitian
evaluasi dihadapkan pada suatu tugas yang berat karena harus
menentukan apa yang meruapakan tujuan-tujuan sebenarnya dari suatu
program kebijakan.2. Kausalitas. Variabel selanjutnya yang harus
mendapat perhatian dalam evaluasi kebijakan adalah variabel
kausalitas. Bila seorang evaluator menggunakan evaluasi sistemik
untuk melakukan evaluasi terhadap program-program kebijakan, maka
ia harus memastikan bahwa perubahan-perubahan yang terjadi dalam
kehidupan nyata harus disebabkan oleh tindakan-tindakan kebijakan.
Penentuan kausalitas antara tindakan-tindakan yang dilakukan
terutama dalam masalah-masalah sosial dan ekonomi yang kompleks
merupakan suatu tugas yang sulit3. Dampak kebijakan yang menyebar.
Pada waktu kita membahas dampak kebijakan di bagian lain bab ini,
kita mengenal apa yang dimaksud dengan eksternalitas atau dampak
yang melimpah (externalities or spillover effects) , yakni suatu
dampak yang ditimbulkan oleh kebijakan pada keadaan-keadaan atau
kelompok-kelompok selain mereka yang menjadi sasaran atau tujuan
kebijakan. 4. Kesulitan-kesulitan dalam memperoleh dana.
Sebagaimana telah dibicarakan sebelumnya, kekurangan data statistik
dan informasi-informasi lain yang relevan barangkali akan
menghalangi para evaluator untuk melakukan evaluasi kebijakan.
Model-model ekonometrik yang biasa digunakan untuk meramalkan
dampak dari pengurangan pajak pada kegiatan ekonomi dapat
dilakukan, tetapi data yang cocok untuk menunjukkan dampak yang
sebenarnya pada ekonomi sulit untuk diperoleh5. Resistensi pejabar.
Dalam suatu birokrasi, studi-studi evaluasi mungkin mendapat
dukungan sangat kuat dari pejabat-pejabat tinggi yang harus membuat
keputusan-keputusan mengenai alokasi sumber-sumber di antara
program-program. Evaluasi dilakukan untuk menjawab pertanyaan
apakah suatu kebijakan dilanjutkan atau tidak? Organisasi mungkin
merupakan hambatan terhadap evaluasi, bersama-sama dengan
bentuk-bentuk perlawanan yang lain yang lebih jelas.6. Evaluasi
mengurangi dampak. Berdasarkan alasan-alasan tertentu, suatu
evaluasi kebijakan yang telah dirampungkan mungkin diabaikan atau
dikritik sebagai evaluasi yang tidak meyakinkan. Dengan demikian,
bisa jadi suatu evaluasi kebijakan dikritik dengan alasan bahwa
evaluasi tersebut tidak direncanakan dengan baik, data yang
digunakan tidak memadai, atau penemuan-penemuannya tidak didukung
dengan bukti yang meyakinkan.
B. Guy Peters mengatakan perubahan kebijakan akan mengambil
bentuk sebagai berikut1. Linear. Bentuk peruahan ini mencakup
penggantian secara langsung suatu kebijakan oleh kebijakan lain
atau perubahan simpel terhadap suatu kebijakan yang ada2.
Consolidation. Beberapa perubahan kebijakan mencakup penggabungan
kebijakan-kebijakan sebelumnya ke dalam suatu kebijakan baru3.
Splitting. Beberapa badan/agensi (dan karenanya kebijakan-kebijakan
akhir dari badan-badan agensi) dipecah-pecah ke dalam dua atau
lebih komponen4. Nonlinear. Beberapa kebijakan adalah kompleks dan
mencakup unsur-unsur dari jenis perubahan lain.Sebagai suatu
konsep, terminasi kebijakan menjadi objek studi dalam pertengahan
tahun 1970-an pada waktu para sarjana memfokuskan pada terminasi
organisasi-organisasi sebagai suatu cara mengakhiri
kebijakan-kebijakan atau program-program yang telah usang atau
tidak memadai lagi. Terdapat beberapa tipe terminasi, mencakup
sebagai berikut: 1. Terminasi fungsional : menunjuk pada suatu
wilayah secara keseluruhan (misalnya, pemeliharaan kesehatan)2.
Terminasi organisasi : menunjuk kepada eliminasi suatu organisasi
secara keseluruhan3. Terminasi kebijakan : menunjuk kepada
eliminasi suatu kebijakan pada waktu teori yang mendasari atau
pendekatan tidak lagi dibutuhkan atau dipercayai benar4. Terminasi
program : menunjuk kepada eliminasi tindakan-tindakan khusus yang
dirancang untuk mengimplementasikan suatu kebijakan. Ini merupakan
tipe terminasi yang paling umum, karena jumlah konstituen yang
terbatas mengkarakteristikkan program-program spesifik.
BAB IXDalam bab ini mencoba untuk melihat praktik kebijakan
publik di negara-negara berkembang khususnya di dua negara Amerika
Latin, yaitu Kuba dan Brazil. Kuba merupakan negara sosialis di
bawah rezim Fidel Castro yang otoriter. Strategi kebijakan yang
dipilih bertumpu pada mobilisasi massa dengan penekanan besar pada
pemerataan. Sedangkan Brazil lebih menekankan pada kebijakan
pembangunan yang bertumpu pada akumulasi, ketimbang pemerataan.
Namun, walaupun strategi pembangunan yang dipilih bertolak
belakang, tetapi sebagaimana model kebijjakan yang dijalankan di
sebagian besar negara bekembang maka model kebijakan yang dibangun
lebih cenderung elitis ketimbang pluralistis. Akibatnya, isu-isu
kebijakan publik lebih berpusat pada elit politik ketimbang
masyarakat luas.
Permasalahan yang Dihadapi Kedua NegaraPembentukan kebijakan
publik, khususnya yang berkaitan dengan pembangunan di banyak
negara Amerika Latin mendasarkan pada asumsi bahwa pemerintah
mempunyai sumber-sumber yang terbatas sehingga pemerintah tidak
mampu mencapai tujuan-tujuan kebijakan publik yang diinginkan.
Dalam keadaan demikian, persoalan dalam pembentuka kebijakan publik
terletak pada penetapan pilihan dan setiap pilihan tentunya
membutuhkan penukar dan biaya peluang. Pembuat keputusan harus
menentukan pilihan apa dari sekian banyak tujuan yang bersaing
maupun sarana-sarana yang dapat memaksimalkan penciptaan tujuan
yang diinginkan.Kuba dan Brazil mempunyai komitmen terhadap
pembangunan yang merupakan upaya sangat krusial untuk menanggulangi
masalah-masalah keterbelakangan, kemiskinan, dan kesenjangan sosial
dan ekonomi yang dimana juga dapat meningkatkan legitimasi
pemerintah. Dalam konteks pencapaian tujuan-tujuan pembangunan,
Kuba dan Brazil menetapkan kebijakan publik yang sangat berbeda.
Brazil menetapkan kebijakan akumulasi yang memprioritaskan pada
pencapaian pertumbuhan ekonomi yang diukur dengan GNP, sementara
kurang memerhatikan akumulasi kekayaan untuk didistribusikan secara
merata.sementara itu, untuk mengefektifkan kebijakan akumulasi
tersebut, para pembuat kebijakan di Brazil melengkapinya dengan
pengembangan birokrasi yang mengarah kepada terciptanya suatu
birokrasi yang efisien yang sangat dibutuhkan bagi proses
modernisasi. Sedangkan Kuba menetapkan pilihan kebijakan distribusi
atau pemerataan yang memprioritaskan pada pemerataan pendapatan,
pemilihan dan pelayanan (seperti pendidikan dan kesehatan). Untuk
mengefektifkan kebijakan pemerataan tersebut, pemerintah Kuba
melengkapinya dengan kebijakan mobilisasi. Pilihan kebijakan ini
berkaitan dengan siapa yang diperkenankan dan mengartikulasikan
tuntutan-tuntutan vis-a-vis negara.
Model Pembangunan KubaModel Kuba pada masa kepemimpinan Fadel
Castro, membutuhkan suatu perubahan dari ekonomi swasta ke arah
ekonomi sosialis yang terencana. Hal ini dikarenakan sistem yang
disebutkan belakangan dipandang lebih mampu meningkatkan produksi
pemerataan atas akumulasi dan secara rasional lebih bermoral. Rezim
ini menekankan pemerataan atas akumulasi secara cepat telah
berhasil menghancurkan musuh-musuh politiknya dan kemudian
menciptakan suatu sistem di mana kebutuhan dasar menjadi perhatian
utamanya.Meskipun demikian, Kuba tidak berhasil sepenuhnya untuk
mengubah prioritas kebijakannya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
agar mempertahankan pemerataan sosial. Pertumbuhan dicapai melalui
investasi dalam pertanian, tetapi kurang berhasil karena
manajemennya lemah, produktivitas tenaga buruh rendah, dan blokade
Amerika Serikat yang berlangsung terus menerus. Sementara itu, gaya
mobilisasi yang diterapkan oleh Fadel Castro dalam mendorong
pelaksanaan kebijakan publik secara serius, telah memperbaiki
problem-problem yang ditangani. Usaha-usaha mobilisasi menjadi cara
yang efisien dalam mencapai tujuan-tujuan khusus, tujuan-tujuan
jangka pendek (seperti usaha vaksinasi), tetapi kurang berhasil
dalam mencapai tujuan jangka panjang seperti produktivitas
buruh.
Model Pembangunan BrazilPada awalnya para elit Brazil mempunyai
asumsi bahwa kebijakan umum harus sejalan dengan dorongan kemajuan
industrialisasi. Pertumbuhan pada akhirnya memberikan pilihan pada
pembangunan politik. Dengan kata lain, hanya ketika ekonomi
berkembang besar, maka kekayaan dapat didistribusikan untuk
menjamin setiap orang memperoleh standar hidup yang wajar dan pada
sata itulah negara siap mempraktikkan demokrasi. Jadi model
pembangunan ini menjaid bentangan urutan dari ekonomi ke sosial dan
akhirnya ke tahap politik. Model pembangunan Brazil dilihat dari
perspektif politik merupakan koalisi antara militer yang menyokong
kepemimpinan tingkat puncak dan memelihara tatanan yang ada, serta
para teknokrat yang menyumbangkan keahliannya dan investor luar
serta dalam negeri yang menyediakan modal dan teknologi. Sedangkan
dilihat dari perspektif ekonomi, model ini lebih tergantung pada
pilihan konsumsi yang mendasarkan pada mentalitas borjouis di mana
individu bekerja keras untuk memperoleh imbalan keuntungan. Namun
demikian, pembanguna Brazil mencatat berbagai macam persoalan,
yakni kurangnya suatu formula atau rumusan politik yang absah.
Komparasi Kebijakan di Kedua NegaraKegagalan terbesar dalam
kebijakan Kuba atau pemerintahan Castro adalah dalam bidang
pertumbuhan ekonomi sedangkan kegagalan terbesar di Brazil adalah
dalam pemerataan pembangunan. Kuba lebih menekankan pada pemerataan
sementara kurang menekankan pertumbuhan. Sementara lebih menekankan
pada pertumbuhan dan mengabaikan aspek pemerataan.
BAB XKebijakan pangan di Indonesia dihadapkan pada dua isu
penting. Isu yang pertama adalah Indonesia sebagai Negara agraris
terbesar di Asia Tenggara, tetapi sejak tahun 1998 hingga saat ini
Indonesia menjadi pengimpor bahan pangan terbesar di dunia,
walaupun pada pertengahan 1980-an Indonesia sempat swamsebada
beras. Isu yang kedua adalah angka kemiskinan suatu Negara yang
sangat berkaitan dengan keberhasilan suatu rezim atau pemerintahan.
Angka-angka kemiskinan itu sendiri sangat rentan terhadap fluktuasi
harga-harga kebutuhan pokok (Basri, 2008). Kerentanan ketahanan
pangan di Indonesia sekarang ini tidak bisa dilepaskan dari
kegagalan pembangunan pertanian secara keseluruhan yang
ditinggalkan oleh pemerintah orde baru. Salah satu program pada
masa orde baru adalah revolusi hijau. Dalam program revolusi hijau
terdapat kebijakan pangan murah yang diterapkan oleh pemerintah,
tetapi hal tersebut membuat kondisi petani kecil semakin buruk,
karena pada kenyataannya subsidi dan berbagai kemudahan yang
ditawarkan pada program revolusi hijau hanya dinikmati oleh para
tuan tanah, sedangkan petani kecil (gurem) tidak mendapatkan
keuntungan yang memadai.Masuknya IMF ke Indonesia (krisis ekonomi
dan moneter 1998 memaksa pemerintah miminjam dana dari IMF) selama
masa reformasi telah memberikan implikasi yang luas terhadap
perekonomian Indonesia, terutama di sektor pertanian. Salah satu
hasi Letter of Intens (LoI) adalah liberalisasi pertaniaan dan
reformasi BULOG. Melalui Letter of Intens (LoI), pada tahu 1998,
status BULOG sebagai state trading enterprise (STE) harus dicabut.
Monopoli komoditas strategis (beras, gula, kedelai, jagung, gandum,
dan minyak goreng) dihapuskan, dana murah KLBI dipangkas, dan
captive market (PNS dan TNI) dihapuskan.Melihat keseluruhan LoI
bidang pertanian, kebijakan pangan dan pembangunan sektor pertanian
di Indonesia pada masa-masa berikutnya didominasi kebijakan
neoliberal. Melalui IMF yang merupakan tempat bersemayam ideologi
neoliberal paling subur. Kebijakan neoliberal juga ditopang oleh
intelektual organis dalam bahasa Gramsci yang mendominasi
pemerintahan reformasi. Hal ini bisa dilihat dari dua indikasi,
yaitu konsistensi liberalisasi di sektor pertanian dan semakin
menguatnya dominasi swasta dalam pembangunan sektor
pertanian.Neoliberal adalah pendukung liberalisasi ekonomi yang
membela pentingnya pasar bebas dan prinsip laissez-faire. Ideologi
ini mulai menguat pada era tahun 1980-an ketika Margaret Thatcher
dan Ronald Reagan melakukan reformasi ekonomi. Kedua tokoh ini
percaya bahwa pasar merupakan mekanisme yang paling efisien dalam
mendistribusikan sumber-sumber ekonomi langka.Landasan
diberlakukannya perdagangan bebas adalah teori keunggulan
komparatif (comparative advantage) yang dikembangkan Adam Smith dan
David Ricardo. Menurut teori ini, suatu Negara hendaknya
mengkhususkan diri untuk memproduksi barang-barang yang mempunyai
ongkos paling rendah dibandingkan dengan Negara lain berdasarkan
keunggulan komparatifnya. Disempurnakan oleh Eli Heckscher dan
Bertil Ohlin, ekonom swedia dan Samuelson yaitu teori HOS
(Heckscher, Ohlin, dan Samuelson) percaya bahwa keunggulan
komparatif muncul terutama karena perbedaan internasional dalam
sumbangan relatif faktor produksi (modal dan tenaga kerja) bukan
karena perbedaan internasional dalam teknologi.Perdagangan bebas
menguntungkan semua Negara, terutama Negara miskin, karena
liberalisasi sektor pertanian akan mendorong efisiensi, bagi
Negara-negara Dunia ketiga jauh lebih baik jika mereka membuka
pasarnya dibandingkan dengan menutup diri karena penduduk di
Negara-negara Dunia ketiga akan mempunyai kesempatan lebih besar
guna mendapatkan produk-produk pertanian yang lebih murah, dan
Negara-negara Dunia ketiga akan semakin diuntungkan oleh terbukanya
pasar-pasar di Negara-negara maju. Persoalan yang dihadapi dalam
kerangka liberalisasi sektor pertanian di atas bahwa apa yang
diasumsikan oleh para pendukung neoliberalisme tidak membawa hasil
yang diharapkan, hal tersebut bisa saja terjadi karena teori
keunggulan komparatif yang menjadi landasan teori ekonomi
neoliberal di era globalisasi sekarang ini mengandung cacat dan
mulai dipersoalkan, perkembangan intelektual, ekonomi, dan politik,
termasuk di dalamnya pergeseran dari keunggulan komparatif menjadi
keunggulan kompetitif (a competitive advantage) sebagai basis
perdagangan dan perumusan teori perdagangan (strategis) baru
(Gilpin dan Gilpin, 2002: 85), dan perkembangan baru bentuk-bentuk
proteksionisme dalam perdagangan. Dampak LoI terhadap pertanian
pangan yaitu seperti ditunjukkan oleh Witoro, liberalisasi
perdagangan pangan pada gilirannya meningkatkan ketergantungan
Indonesia terhadap pangan impor. Selain itu di bidang industri
gula, LoI yang ditandatangi IMF dan Indonesia pada tahun 1998 yang
kemudian ditindaklanjuti dengan instruksi Presiden No.5/1998
tentang penghentian Program Tebu Rakyat Intensisfikasi (TRI) dan
Menteri Perindustrian dan Perdagangan melalui surat keputusan No.
717/MPP/Kep/12/199 tentang pencabutan tata niaga beras dan gula
telah menghancurkan kemampuan produksi gula dalam negeri dan LoI
juga telah menghapus keharusan petani untuk menanam tebu, selain
itu importer swasta boleh mengimpor gula dengan bea masuk 0% yang
mengakibatkan produksi gula nasional merosot. Kebijakan pembangunan
ekonomi nasional yang mengabaikan potensi pangan local dan
pemenuhan kebutuhan pangan penduduk mengakibatkan Indonesia secara
terus-menerus terperangkap dalam arus impor pangan.Revitalisasi
pertanian menurut mantan Menteri Pertanian, Anton Apriantono,
merupakan kesadaran untuk menempatkan kembali arti penting sektor
pertanian secara proporsional dan kontekstual, yang diartikan
menyegarkan kembali vitalitas, memberdayakan kemampuan, dan
meningkatkan kinerja pertanian dalam pembangunan nasional dengan
tidak mengabaikan sektor lain. Operasionalisasi revitalisasi sektor
pertanian ini mencakup tiga hal pokok, yakni program peningkatan
ketahanan pangan, program pengembangan agribisnis, dan program
peningkatan kesejahteraan petani. Ketahanan pangan bukan persoalam
produktivitas dan ketersediaan pangan semata, tetapi lebih pada
akses terhadap sumber daya tersebut. Revitalisasi ini merupakan
kebijakan pragmatis guna menambal difisit pangan nasional.
BAB XIPara pengkeritik yang lain menekankan bahwa globalisasi
tidak lebih dari suatu bentuk imperialism baru. Setelah serakhirnya
Perang Dunia Kedua, Negara-negara Eropa telah kehilangan control
terhadap Negara-negara jajahan yang sebagian besar berada di Asia
dan Afrika. Oleh karena itu, untuk mengukuhkan kembali control
mereka terhadap Negara-negara tersebut maka mereka membuat sebuah
mekanisme melalui globalisasi dan perdagangan bebas. Dengan
menggunakan mekanisme ini, Negara-negara industry maju akan tetap
mempunyai control terhadap Negara-negara Dunia Ketiga.Degradasi ini
kemudian sangat jelas termanifestasi dalam isu ketahanan pangan di
Negara-negara Dunia Ketiga, termasuk Indonesia. Isu mengenai
ketahanan pangan menjadi salah satu isu krusial dalam landscap
ekonomi politik Indonesia saat ini. Indonesia, yang menyandang
predikat sebagai Negara agraris dengan luas wilayah terbesar di
Asia Tenggara, menjelaskan bahwa sebagian besar masyarakat
Indonesia bekerja di sektor pertanian, dan sekaligus menjadi
tumpuan bagi kehidupan sosial ekonomi. Dengan kata lain, sektor
pertanian menjadi andalan utama bagi kehidupan mayoritas penduduk
Indonesia. Dalam kondisi harga pangan dunia yang cenderung
melambung naik, seharusnya penduduk pedesaan yang terlibat dalam
sektor pertanian menjadi andalan utama bagi kehidupan mayoritas
penduduk Indonesia. Dalam kondisi harga pangan dunia yang cenderung
melambung naik, seharusnya penduduk pedesaan yang terlibat dalam
sektor pertanian mendapatkan rejeki nomplok, seperti halnya harga
minyak dunia yang merambah naik, sangat menguntungkan Negara
pengekspor minyak, dan dampaknya meningkatkan kesejahteraan
penduduk Negara itu.Di masa Reformasi (1999-2004) dalam GBHN
menggambarkan arah kebijakannya mengenai masalah ketahana pangan,
yaitu dengan mengamanatkan agar ketahanan pangan dijaga dengan
mengutamakan keragaman sumber daya pangan, institusi dan budaya
lokal. Namun amanat ini justru diingkari dengan peningkatan impor
komoditas pangan dan pengurangan peran bulog. Pemerintah saat itu
merubah status bulog menjadi perum melalui PP No. 7 Tahun 2003. Hal
ini berarti perubahan fungsi bulog menjadi sebuah badan usaha yang
bergerak dengan orientasi profitKetahanan pangan juga tidak kian
membaik di periode pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf
Kalla. Pada periode ini, pemerintahan tidak lagi memiliki arahan
dalam implementasi kebijakan ketahanan pangan. Padahal Indonesia
sendiri dituntut siap untuk menghadapi AFTA (ASEAN Free Trade
Area). Hingga penghujung tahun 2007, pemerintah hanya berfokus pada
aspek ketersediaan, yang diperoleh baik melalui produksi domestic
maupun impor. Dua aspek lainnya, belum tersentuh secara optimal,
karenanya dapat ditemui kasus-kasus kelaparan dan gizi buruk yang
terjadi di berbagai daerah. Terlebih lagi dengan krisis pangan
dunia yang terjadi saat ini, bila terlalu bergantung pada produk
impor, maka ketahanan pangan Indonesia akan mengarah pada
food-trap.Pada tataran teori, Revolusi Hijau sebenarnya mampu untuk
menaikkan produktivitas dan kesejahteraan petani produsen. Hal ini
telah dibuktikan oleh Taiwan dan Jepang, dimana Revolusi Hijau
berjalan seiring dengan kebijakan pemerintah yang mendukung para
petaninya yang merupakan sektor utama pemerintah. Lain dengan kedua
Negara tersebut, di Indonesia para pemain dalam sektor ini malah
tidak memiliki suara yang kuat untuk memperjuangkan kepentingannya.
Lebih lagi dengan model top-down yang cenderung hanya meregulasi
sektor tanpa seolah mendengar kebutuhan/kepentingan apa yang
menjadi kebutuhan mendasar dalam sektor tersebut. Karenanya
Revolusi Hijau gagal mengatasi persoalan seperti pengangguran,
modernisasi pertanian, dan mendorong pada jenuhnya sektor
pertanian.Di masa pemerintahan Susilo Bambang Yodhoyono terjadi
perubahan dalam kebijakan pangan dimana revitalisasi pertanian
lebih gencar ditekankan. Revitalisasi pertanian menekankan pada
pencapaian swasembada beras maupun non beras. Komoditas jagung dan
singkong, misalnya, menjadi komoditas alternative yang diutamakan
selain beras. Kebijakan ini kemudia dilihat sebagai sinyal baik
karena juga diikuti dengan pengembangan pembangunan di sektor
agribisnis untuk menambah nilai tambah komoditas agribisnis yang
nantinya meningkatkan nilai pendapatan dan akses pangan.
BAB XIISejak kebijakan pembaruan digulirkan oleh Deng Xiaoping
pada tahun 1978 yang dikenal dengan a market socialism, proses
pembangunan di China berjalan sangat pesat dan fenomenal. Salah
satu penggerak utama kekuatan ekonomi dan perdagangan China adalah
investasi. Keterbukaan kepada investasi luar negeri ini juga
membuat ekonomi China secara fundamental berbeda dengan ekonomi
Jepang dan Korea Selatan selama masa tinggal landas mereka. Negara
ini mampu dan berhasil menangkap peluang globalisasi dan
liberalisasi ekonomi sehingga Negara ini menjadi sebuah kekuatan
besar dalam ekonomi dan perdagangan di dunia.Kunci keberhasilan
lain yaitu terletak pada peran Negara yang kuat, dengan didukung
oleh entrepreneurial bureaucracy lewat penataan kembali posisi
(repotitioning) birokrasi, mampu melakukan intervensi dalam menjaga
kebebasan pasar dan tingkat integrasi ekonomi nasional dan ekonomi
internasional bersifat relative, disesuaikan dengan kondisi
perkembangan pembangunan China. Dalam hal ini China memainkan peran
apa yang disebut sebagai capitalist developmental state.
Kerangka KonseptualDalam pengertian yang luas globalisasi
diartikan sebagai suatu proses yang menempatkan masyarakat dunia
bisa menjangkau satu sama lain atau saling berhubungan dalam semua
aspek kehidupan mereka, baik dalam budaya, ekonomi, politik,
teknologi, maupun lingkungan. Setidaknya ada tiga elemen utama yang
emmberikan kontribusi penting bagi berjalannya prosess globalisasi.
Pertama, revolusi di bidang teknologi komunikasi. Kedua, semakin
rendahnya biaya transportasi. Ketiga, kemunculan kembali kelompok
Kanan Baru (the New Right) di Inggris dan Amerika Serikat pada
decade 1970-an. Inilah yang diidentifikasi sebagai ciri utama dari
globalisasi, yakni integrasi, interdependensi, dan interlink.
Kemenangan The New RightFenomena globalisasi yang sekarang ini
banyak menarik perhatian tidak hanya ditopang katiga hal tersebut
di atas saja, tetapi juga didukung oleh ideologi yang menjadi
semacam the driving force dari proses tersebut, yang dalam hal ini
adalah neoliberalisme.Pada dasarnya, tatanan ekonomi internasional
pasca Perang Dunia Kedua muncul sebagai produk dari persaingan
antara dua orientasi kebijakan yang bertentangan, yakni antara
kelompok yang berorientasi internasionalisme liberal yang
menghendai sebuah perekonoman dunia yang terbuka (David Ricardo dan
Adam Smith) dengan kelompok kapitalisme nasional (Keynesian) yang
menuntut lebih banyak peran aktif Negara dalam mencapai
tujuan-tujuan social.
Peran Negara BangsaMenurut David Held, ada tiga aliran pemikiran
dalam mengkaji globalisasi, yakni aliran globalis, skeptis, dan
tranformasionalis. Bagi kaum hiperglobalis, globalisasi
didefinisikan sebagai sejarah baru kehidupan manusia dimana Negara
tradisional telah menjadi tidak relevan lagi. Globalisasi ekonomi
membawa serta gejala denasionalisasi ekonomi melalui pembentukan
jaringan-jaringan produksi transnasional (transnational network of
production), perdagangan dan keuangan.Kelompok Kedua (Hirst dan
Thompson) menganggap bahwa tesis kaum hiperglobalis secara
fundamental cacat dan secara politik adalah naf karena menganggap
lemah kekuatan pemerintahan nasional dalam mengatur kegiatan
ekonomi internasionalDiantara kedua kutub tersebut terdapat
kelompok transformasionalis (Robert Gilpin). Dalam konteks Negara
bangsa, inti pandangan kelompok ini adalah bahwa globalisais yang
tengah berlangsung saat ini menyusun kembali kekuasaan, fungsi dan
otoritas pemerintahan nasional. Pemerintah nasional diperlukan
namun hadir dalam bentuk yang berbeda.
Reposisi BirokrasiDalam konteks repotitioning birokrasi, peran
Negara diperlukan untuk melakukan intervensi secara selektif guna
menjamin pasar agar berfungsi dengan baik, efisien,dan efektif.
Intervensi Negara adalah krusial untuk mengatasi krisis moneter dan
krisis ekonomi. Dengan demikian, peran Negara dikatakan sebagai a
capitalist developmental state, yaitu menjaga agar kebebasan pasar
dan tingkat integrasi ekonomi nasional dan ekonomi internasional
bersifat relative, disesuaikan dengan situasi, kondisi, dan tempat
tertentu.Terdapat dua proses untuk membuat Negara lebih efektif.
Negara harus memfokuskan kapabilitas apa yang dimiliki dan kedua
meningkatkan kapabilitas Negara dengan menyegarkan kembali atau
reinvigorating lembaga-lembaga publik. Dengan demikian,
lembaga-lembaga Negara harus mempunyai daya saing yang lebih besar
untuk mengkatkan efisiensinya. Ini memberikan makna meningkatkan
kinerja lembaga Negara, memperbaiki upah dan insentif.Kebijakan
Pembangunan ChinaKeberhasilan kebijakan pembangunan China dilihat
dalam kerangka kombinasi peran Negara dan pasar yang saling
melengkapi guna mendapatkan kinerja dan efisiensi ekonomi tinggi.
Keberhasilan kebijakan pembangunan China terwujud karena Negara
mampu secara konsisten memberikan panduan selama proses reformasi
dan sekaligus melakukan kontrol atas mayoritas insustri dan
membongkar hambatan-hamabatan keuangan sektor-sektor publik yang
tidak efisien secara bertahap.
Pertumbuhan Ekonomi yang TinggiSejak China melakukan reformasi
kurang lebih tiga dekade lalu, Negara itu telah tumbuh dengan
cepat. Angka-angka yang beredar cukup beragam, dan banyak
diantaranya meragukan. Ini karena kebiasaan birokrasi China yang
senantiasa berusaha agar performance ekonomi tampak baik sehingga
angka-angka yang ada bisa jadi meragukan. Namun, menariknya
angka-angka resmi yang di-release oleh pemerintah justru diragukan
karena terlalu rendah dibandingkan dengan angka seharusnya.Beberapa
sumber mengatakan bahwa pertumbuhan sekonomi China berkisar di
antara 10% per tahun, ada pula yang mengatakan sekitar 9% per
tahun. Ketika Negara-negara Asia Timur mengalami krisis ekonomi dan
moneter yang dahsyat China tetap tumbuh dengan meyakinkan. PDB
China juga tumbuh dengan tajam, dan menariknya pertumbuhan ekonomi
tersebut terus berlangsung di tengah kelesuan ekonomi global yang
belum pulih pasca krisis ekonomi yang melanda Amerika Serikat pada
Penghujung tahun 2007. PDB China pada kuartal IV 2009, tumbuh
sebesar 10,7%. Pertumbuhan ini merupakan yang tercepat dalam dua
tahun terakhir.
Kunci Keberhasilan Ekonomi ChinaKebijakan ekonomi adalah
pragmatis yang didasarkan atas evaluasi pengalaman dalam
implementasi berbagai eksperimen program pembangunan yang mereka
sebut mencari kebenaran dari kenyataan konkret seperti system
tanggung jawab rumah tangga. China menerima investasi asing dalam
jumlah amat besar, jauh melebihi investasi asing ke Negara-negara
kawasan Asia-Pasifik lainnya (di luar Jepang).
BAB XIIISecara filosofis, landasan yang mendasari implementasi
kebijakan desentrallisasi dan otonomi daerah adalah otonomi
dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan publik, dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat melalui pemberian kewenangan yang lebih
besar kepada daerah. Dengan kata lain, melalui implementasi otonomi
daerah ini, pemerintah daerah diharapkan akan semakin mampu bekerja
secara efektif dan efisien dalam melayani dan merespons segala
tuntutan masyarakat dan dalam menyelesaikan permasalahan yang
ada.Dengan demikian, ada beberapa hal pokok yang perlu
digarisbawahi menyangkut pelaksanaan otonomi. Pertama, menyangkut
desentralisasi itu sendiri. Pada masa lampau, desentralisasi
administratif lebih dominan dibandingkan dengan desentralisasi
politik. Akibatnya, pemerintah daerah kurang mempunyai otoritas
dalam mengambil keputusan-keputusan politik menyangkut alokasi
sumberdaya pembangunan sesuai dengan kebutuhan dan potensi
daerahnya. Kuatnya pelaksanaan asas dekonsentrasi dibandingkan
dengan asas desentralisasi membuat daerah hanya menjadi pelaksanan
kebijakan pusat.Kedua, keterlibatan masyarakat (daerah) dalam
proses kebijakan pembangunan. Konsekuensi yang paling penting
sebagai akibat pelaksanaan desentralisasi politik adalah
keterlibatan masyarakat (daerah) dalam prosesn penngambilan
keputusan. Ketiga, perbaikan pelayanan birokrasi daerah melalui
penciptaan lembaga birokrasi yang lebih responsif. Sentralisme yang
dikembangkan padal masa pemerintahan Orde Baru telah membuat
pemerintah daerah tidak lagi responsif terhadap kebutuhan
masyarakat. Keempat, dalam skala yang lebih luas, pelaksanaan
otonomi daerah ini ditujukan untuk merangsang daerah-daerah agar
mengembangkan potensi yang dimilikinya guna menopang pembangunan
daerahnya masing-masing. Dengan kata lain, pemberlakuan
undang-undang ini diharapkan akan memacu daerah untuk secara
kreatig mengembangkan potensi yang dimiliki untuk secara mandiri
melakukan pembangunan daerah.Implementasinya di IndonesiaPertama,
strategi inti (the core strategy). Strategi ini menentukan tujuan
(purpose) sebuah sistem dan organisasi publik. Kedua, strategi
konsekuensi (the consequences strategy). Strategi ini menentukan
insentif-insentif yang dibangun ke dalam sistem publik. Ketiga,
strategi pelanggan (the customers strategy). Strategi ini terutama
memfokuskan pada pertanggungjawaban (accountability). Keempat, the
control strategy. Strategi ini menentukan dimana letak kekuasaan
pembuat keputusan itu diberikan. Kelima, the culture strategy.
Strategi ini menentukan budaya organisasi publik yang menyangkut
nilai, norma, tingkah laku, dan harapan-harapan para karyawan.Oleh
karena itu, adalah penting mendesentralisasikan keputusan kepada
pejabat-pejabat dan karyawan atau pegawai birokrasi di bawahnya
karena hal ini akan mendorong timbulnya rasa tanggung jawab
dikalangan para pegawai birokrasi, dan dalam konteks yang luas
mendorong keterlibatan masyarakat dalam proses implementasi
kebijakan.Birokrasi patrimonial menjadi ciri khas birokrasi di
Indonesia, dimana hubungan-hubungan yang dilakukan lebih mendasar
pada hubungan patron-klien, maka di bidang ekonomi pun muncul
fenomena rent-seeker. Para kapitasi yang muncul dari model
pembangunan yang dilakukan oleh birokrasi patrimonial juga bukan
kapitalis sejati yang lahir dari kemampuan wirausaha yang dimiliki,
tetapi lebih karena privilage yang diberikan pemerintah kepada
mereka. Akhirnya, lahirlah apa yang sering disebut sebagai
kapitasime semu (erzats capitalism).
BAB XIVBirokrasi sekarang justru telah menjadi simbol kemacetan,
ketidakefisienan, dan pemborosan yang terus menerus. Banyak
kegagalan kebijakan publik terutama di negara-negara berkembamg
terjadi karena kesalahan-kesalahan birokrasi. Singkatnya, birokrasi
telah menjadi biang kegagalan, jauh dari imaginasi, dan pandangan
Max Weber. Penyakit birokrasi itu muncul dari hasil interaksi
antara struktur birokrasi yang salah dan variabel-variabel
berinteraksi dengan budaya masyarakat yang paternalistis sehingga
memunculkan birokrasi paternalistis. Maka, berbagai agenda
reformasi politik dan pemerintah pun disusun, salah satunya adalah
otonomi daerah melalui UU No.22 tahun 1999 dan UU No.32 tahun 1999
yang memberikan kewenangan besar kepada daerah (kabupaten/kota dan
propinsi) untuk mengelola pemerintahan daerah. Dalam
perkembangannya, undang-undang ini dianggap tak lagi memadai dengan
spirit otonomi, maka dilakukanlah perubahan dengan menggunakan UU
No.32 dan UU No.33 tahun 2004. Otonomi daerah pada dasarnya
dilakukan guna mendekatkan pemerintah ke rakyat. Mengapa
Revitalisasi ?Dalam konteks Indonesia, ada lima sebab mengapa
revitalisasi birokrasi di daerah perlu dilakukan. Pertama, semangat
otonomi daerah. Kedua, desakan revitalisasi pada akhirnya harus
diletakkan dalam semangat demokratisasi politik saat ini. Ketiga,
meningkatnya daya kriti masyarakat. Keempat, perubahan lingkungan
global. Kelima, perubahan paradigma.
Merevitalisasi PeranTentu saja, untuk melakukan revitalisasi
peran, harus dilihat dulu kelemahan-kelemahan mendasar menyangkut
birokrasi di Indonesia untuk selanjutnya dirumuskan peran baru di
era otonomi daerah sekarang ini. Tidak bisa dipungkiri, birokrasi
yang ada sekarang ini merupakan warisan Belanda dan lebih jauh
warisan masa kerajaan. Birokrasi masa kerajaan mempunyai lima ciri
sebagaimana dikemukakan Suwarno, yakni (1) penguasa menggap dan
menggunakan administirasi publik sebagai urusan pribadi; (2)
administrasi adalah perluasan rumah tangga istana; (3) tugas
pelayanan ditujukkan kepada sang raja; (4) gaji dari raja kepada
pegawai kerajaan pada hakikatnya adalah anugerah yang juga dapat
ditarik sewaktu-waktu sekehendak raja; (5) para pejabat kerajaan
dapat bertindak sekehendak hatinya terhadap rakyat seperti halnya
yang dilakukan oleh raja. Gejala ini terus berlangsung pada masa
Orde Baru. Pada waktu itu, memang telah dilakukan serangkaian
reformasi, tetapi corak birokrasi patrimonial tidak pernah berubah.
Di era otonomi daerah dan globalisasi ekonomi, kita memerlukan
birokrasi yang efisien, adaptif, dan responsif terhadap dinamika
dan tuntutan masyarakat dalam suatu masyarakat demokratis.
Energizing Bureaucracy atau Reinventing Government ?Ada beberapa
hal yang mesti dilakukan, salah satu yang busa dilakukan adalah
memberikan energi baru bagi birokrasi (energizing bureaucracy) atau
menciptakan kembali birokrasi (reinvention). Energizing bureaucracy
merupakan suatu pengembangan kapasitas manajemen kewirasausahaan
dalam manajemen daerah, suatu kapasitas manajemen yang dilandasi
enterprise culture. Lebih jauh, reinvention berarti penggantian
sistem birokrasi dengan sistem wirausaha. Reinvention, dalam
pengertian ini, adalah menciptakan organisasi-organisasi dan sistem
publik yang terbiasa memperbarui, yang secara berkelanjutan
memperbaiki kualitasnya tanpa harus memperoleh dorongan dari luar.
Ada lima strategi yang disarankan Osborne dan Plastrik untuk
melakukan reinvention. Pertama, the core strategy, di mana
organisasi publik harus mampu merumuskan dengan jelas
tujuan-tujuannya. Kedua, the consequences strategy, suatu strategi
yang diorientasikan untuk membangun sistem insentif dalam lembaga
publik. Ketiga, strategi pelanggan. Strategi ini terutama
memfokuskan pada pertanggungjawaban. Keempat, the control strategy.
Strategi ini menentukan di mana letak pembuat keputusan. Kelima,
strategi budaya. Strategi ini menentukan budaya organisasi publik:
nilai, norma, tingkah laku, dan harapan-harapan dari para
karyawan.
KOMENTAR TERHADAP BUKU
Dinilai dari gaya kepenulisan Budi Winarno yang terstruktur dan
mudah dicerna, dapat dinilai bahwa beliau memiliki kemampuan
berpikir ilmiah dan sistematis disamping sebagai seorang penyampai
pesan yang handal. Maka sangat diharapkan buku ini mampu memudahkan
kalangan manapun yang ingin mengkaji Kebijakan Publik dengan
beragam studi analisis.Sedangkan dalam kelemahannya hanya dirasakan
bagi sebagian pembaca yang terkadang mendapati kendala dalam
penyampaian penulis yang sangat murni ilmiah sehingga sulit
diselami oleh sebagian kalangan. Dan juga penulis luput dalam hal
pembahasan mengenai kebijakan publik di Indonesia beserta sejarah
perkembangannya. Pembahasan kebijakan dalam buku ini dimulai dengan
mendefinisikan terlebih bahulu mengenai apakah kebijakan publik
tersebut. Bab kedua dalam buku ini akan secara khusus membahas
mengenai apakah yang dimaksud dengan kebijakan publik. Berbagai
defenisi mengenai kebijakan publik telah dipaparkan dalam bab ini.
Pemaparan ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman awal mengenai
kebjakan publik itu sendiri, sehingga kita dapat dengan mudah
membedakan kebijakan publik dengan bentuk-bentuk kebijakan yang
lain. Ada banyak defenisi mengenai kebijakan publik yang dikemukkan
oleh para ahli. Masing-masing defenisi memberi penekanan yang
berbeda beda dan cenderung disesuai kan dengan latar belakang
masing masing ilmuwan. Pada akhirnya defenisi, kebjakan publik yang
dikemukakan oleh James Anderson akan dijadikan rujukan atau
dianggap paling pas untuk mendefinisikan kebijakan publik. Selain
itu, bab kedua dalam buku ini juga berusaha untuk menelaah evolusi
dan domain kebijakan publik. Pembahasan mengenai domain, atau area
studi, dimaksudkan untuk memberi kerangka acuan bagi para peminat
kebijakan publik mengenai bidang apa saja yang dapat dikaji dalam
studi kebijakan publlik. Dengan demikian, para peminat studi
kebijakan publik dapat menentukan aspek-aspek apa saja yang menarik
untuk dikaji.Seperti dapat kita lihat nanti dalam pembahasan di bab
kedua buku ini, domain kebijakan publik telah berkembang seiring
dengan minat para ilmuan terhadap kebijakan publik. Pada awlanya
studi kebijakan publik terbatas pada hukum dan ketertiban, namun
area studi kebijakan publik telah melampaui bidang tersebut. Studi
ini telah mencakup berbagai bidang seperti misalnya pendidikan
kesehatan ,perumahan, pariwisata, industry, perdagangan
transportasi atau perhubungan. Para ilmuwan yang lebih cenderung
menggunakan pendekatan substansif biasanya mengkaji bentuk-bentuk
kbijakan seperti ini.Pembahasan pada bab berikutnya berkaitan
dengan model dan pendekatan yang biasa digunakan dalam analisis
kebijakan publik. Pada bab ini akan dipaparkan pendekatan yang
biasa digunakan oleh para ahli dalam menerapkan model-model dan
pendekatan-pendekatan analisis kebijakan. Pembahasan yang dilakukan
oleh James Anderson, James P.Lester dan Joseph Stewar akan
dijadikan acuan untuk mengupas model-model dan
pendekatan-pendekatan dalam analisis kebijakan. Beberapa kelebihan
yang dapat saya nilai dari buku ini, diantaranya;1. Defenisi
kebijakan publik dari berbagai Tinjauan pendekatan dan teori para
ilmuwan social.2. Model dan pendekatan dalam analisis kebijakan
publik,yang didalam buku ini dijabar kan secara lugas dan sekali
lagi sangat tersusun dan terarah menurut saya.3. bahasan lengkap
dalam penjelasan mengenai masalah publik,dan mana yang bukan
merupakan masalah public.4. Di dalam buku ini juga di konklusikan
mengenai Perencanaan kebijakan publik,tahap pertahap didalamnya
sangat dibahas dengan jelas dan adil.5. Di bagian bab selanjutnya,
buku ini mengetengahkan Perumusan kebijakan publik secara
teroganisir dan tersistematis.6. Hal yang menarik lagi kita akan
mengetahui tahap implementasi kebijakan publik yang merupakan
saduran langsung dari teori yang dijabarkan dalam bab bab awal.7.
Setelah tahap implementasi didalam buku ini juga dijelaskan
mengenai Evaluasi ,perubahan dan terminasi kebijakan publik.8.
Terakhir dalam buku ini terdapat bab terakhir yang membahas dan
mengkomparasi kan contoh luar biasa kebijakan publik di negara
Brazil dan Negara Kuba, dua negara besar yang menerapkan kebijakan
publik sebagai teknik mutahkir dalam tujuan memulihkan dan
membangun negaranya.