Top Banner
Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia Menuju terciptanya pekerjaan yang lebih baik dan jaminan perlindungan bagi para pekerja Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized Public Disclosure Authorized
245

Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

Mar 08, 2019

Download

Documents

lexuyen
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Menuju terciptanya pekerjaan yang lebih baik dan jaminan perlindungan bagi para pekerja

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

Pub

lic D

iscl

osur

e A

utho

rized

wb350881
Typewritten Text
56348 v2
Page 2: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

KANTOR BANK DUNIA, JAKARTA

Gedung Bursa Efek Indonesia Tower II/Lantai12

Jl. Jend. Sudirman Kav. 52-53

Jakarta 12910

Tel: (6221) 5299-3000

Faks: (6221) 5299-3111

Situs web: www.worldbank.org/id

BANK DUNIA

1818 H Street N.W.

Washington, D.C. 20433, U.S.A.

Tel: (202) 458-1876

Fax: (202) 522-1557/1560

Situs web: www.worldbank.org

Dicetak Juni 2010

Desain sampul dan buku: Hasbi Aisuke ([email protected])

Foto sampul dan bab oleh: Copyright © JiwaFoto Agency di halaman 73, 131, dan 173 (Sinartus Sosrodjojo), halaman 43 dan 117

(Josh Estey), halaman 143 (Roy Rubianto), dan halaman 101 (Toto Santiko Budi). Foto di halaman 27 dan 55 oleh Josh Estey, dan telah

diizinkan untuk digunakan oleh Mercy Corps. Foto di halaman 159 dan 11 (Kristen Thompson), serta halaman 89 berasal dari koleksi foto

MDF/JRS Bank Dunia. Semua hak dilindungi undang-undang.

Laporan Lapangan Kerja Indonesia dibuat oleh staf Bank Dunia. Temuan, penafsiran, dan kesimpulan yang disampaikan di dalamnya

tidak mencerminkan pandangan Dewan Direksi Bank Dunia ataupun Pemerintah yang diwakili Bank Dunia.

Bank Dunia tidak menjamin keakuratan data dalam laporan ini. Perbatasan, warna, denominasi, dan informasi lain yang ditampilkan

pada peta apa pun dalam laporan ini tidak menyiratkan penilaian apa pun dari Bank Dunia mengenai status hukum teritori mana pun,

atau dukungan atau penerimaan terhadap perbatasan tersebut.

Jika ada pertanyaan apa pun mengenai laporan ini, silakan hubungi Vivi Alatas ([email protected]), David Newhouse (dnewhouse@

worldbank.org), dan Edgar Janz ([email protected]).

Page 3: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Menuju terciptanya pekerjaan yang lebih baik dan jaminan perlindungan bagi para pekerja

Page 4: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

ii Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Kata Pengantar

Kata Pengantar

Selama empat puluh tahun terakhir, Indonesia telah menikmati manfaat demografi s seiring pertumbuhan populasi usia kerja yang lebih cepat daripada kenaikan populasi anak-anak dan lanjut usia. Hal ini merupakan peluang besar bagi pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan, asalkan seiring dengan diciptakan pekerjaan yang lebih banyak – dan lebih baik – untuk mempekerjakan angkatan kerja yang akan bertambah kira-kira 20 juta orang dalam sepuluh tahun berikutnya. Sayangnya, peluang demografi s ini akan tertutup dalam kurun waktu sepuluh tahun ke depan karena pertumbuhan populasi lanjut usia mulai melampaui pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. Inilah sebabnya mengapa sepuluh tahun ke depan adalah masa yang kritis bagi Indonesia untuk mendorong penciptaan lapangan kerja dan memanfaatkan sebaik-baiknya peluang ini.

Saat ini, pembuat kebijakan di Indonesia menghadapi tantangan strategis dalam mengidentifi kasi kebijakan dan program yang dapat mendorong penciptaan pekerjaan yang baik dan secara bersamaan memastikan para pekerja memperoleh perlindungan yang lebih baik terhadap berbagai risiko yang mengancam jaminan penghasilan mereka. Keputusan mengenai kebijakan ketenagakerjaan sangat sulit diambil karena keputusan ini berpengaruh langsung terhadap kesejahteraan pekerja, baik formal maupun informal, dan terhadap perusahaan yang menjadi mesin utama pertumbuhan lapangan kerja. Persaingan di antara berbagai kepentingan yang berbeda tersebut turut berperan menimbulkan kebuntuan yang saat ini menjebak pekerja dan perusahaan dalam keadaan “sama-sama rugi”.

Data empiris yang kuat dapat memberikan masukan bagi perdebatan di seputar reformasi ketenagakerjaan. Laporan Lapangan Kerja Indonesia, yang disusun oleh Bank Dunia melalui kerja sama dengan Pemerintah Indonesia dan mitra peneliti lokal, merupakan kajian yang paling lengkap dalam sepuluh tahun terakhir mengenai pasar tenaga kerja di Indonesia. Laporan ini menggunakan data terkini untuk mengkaji kinerja pasar tenaga kerja, perubahan pasokan pekerja, dan pengaruh dari kebijakan ketenagakerjaan. Berbagai temuan yang diperoleh dapat menjadi masukan bagi arah kebijakan masa depan, dan membantu dalam pengambilan keputusan berbasis pembuktian.

Untuk mendorong pertumbuhan pekerjaan yang lebih baik, pendekatan dari berbagai segi sangat diperlukan. Laporan ini merekomendasikan beberapa reformasi penting terhadap program dan kebijakan ketenagakerjaan. Tetapi di samping itu, yang tidak kalah penting adalah reformasi untuk mempercepat penciptaan lapangan kerja melalui perbaikan infrastruktur dan iklim investasi, bersamaan dengan reformasi untuk meningkatkan mutu pendidikan. Keberhasilan akan bergantung pada kemitraan antara pemerintah, asosiasi pemberi kerja, serikat pekerja, dan kelompok masyarakat madani lainnya, dengan dukungan dari lembaga penelitian di Indonesia dan mitra pembangunan internasional.

Kami berharap dengan sepenuh hati bahwa laporan ini akan membantu membangkitkan kembali dialog mengenai penciptaan lapangan kerja dan jaminan bagi pekerja. Dengan belajar dari pengalaman serta praktik-praktik terbaik internasional, Indonesia akan lebih siap mencari jalan untuk memperoleh solusi “sama-sama untung” yang dapat mempercepat penciptaan pekerjaan yang lebih baik tanpa mengorbankan perlindungan yang memadai bagi pekerja.

Joachim von Amsberg

Direktur Bank Dunia untuk Indonesia

Page 5: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

iii

Ucapan Terima Kasih

Ucapan Terima Kasih

Laporan Lapangan Kerja Indonesia dibuat oleh Poverty Team, sebuah unit di bawah kelompok Poverty

Reduction and Economic Management (PREM) dari kantor Bank Dunia Jakarta. Tim yang dipimpin Vivi Alatas

ini memberikan nasihat teknis dan kebijakan berdasarkan riset empiris dan analisis yang mendalam kepada

Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya sasaran pengurangan kemiskinan nasional. Dukungan

yang sangat bernilai bagi pembuatan laporan ini telah diberikan oleh Bank Dunia dan Kedutaan Besar

Kerajaan Belanda di Indonesia.

Laporan ini disusun oleh tim inti yang dipimpin oleh Vivi Alatas (Ekonom Senior, EASPR) dan David Newhouse

(Ekonom Ketenagakerjaan, HDNSP). Manajemen proyek harian dipimpin oleh Edgar Janz. Tim penulis

yang turut berkontribusi dalam pembuatan laporan ini termasuk: Vivi Alatas, Vera Brusentsev, Emanuela

Di Gropello, Edgar Janz, Lina Marliani, David Newhouse, Ari Perdana, Maria Laura Sanchez-Puerta, Kurnya

Roesad, Ramya Sundaram, Daniel Suryadarma, dan Wayne Vroman. Milda Irhamni dan Peter Milne turut

memberikan kontribusi tambahan.

Makalah latar belakang yang sangat bagus juga berkontribusi dalam persiapan pembuatan laporan. Armida

Alisjahbana menyusun empat makalah penelitian mengenai undang-undang perlindungan kerja dan

fl eksibilitas pasar, ketidakcocokan antara pendidikan dan keahlian, pemberian pelatihan oleh sektor swasta

dan publik, serta pendidikan kejuruan dan teknis. Hari Nugroho menulis makalah mengenai penyelesaian

perselisihan melalui sistem pengadilan hubungan industrial. Makalah oleh Ana Revenga dan Jamele Rigolini,

serta makalah oleh Wayne Vroman, mendiskusikan tentang reformasi pembayaran pesangon di Indonesia

dan pengalaman internasional. Emanuela Di Gropello dan Berly Martawardaya memberikan temuan

awalnya dari publikasi Bank Dunia yang akan datang, yaitu Survei Keahlian Indonesia. Kami juga berterima

kasih kepada Sean Granville-Ross dari Mercy Corps yang telah memberikan izin untuk menggunakan kisah

dan foto dari buku Nineteen yang bercerita tentang kehidupan pekerja di sektor informal Indonesia.

Riset dan analisis data yang sangat bernilai telah diberikan oleh: Peter Brummund, Fitria Fitrani, Milda

Irhamni, Lina Marliani, David Newhouse, Ari Perdana, Ririn Salwa Purnamasari, Ramya Sundaram, dan Daniel

Suryadarma. Bantuan analisis tambahan juga diberikan oleh: Amri Illma dan Hendratno Tuhiman.

Laporan ini semakin disempurnakan berkat masukan yang bernilai dari Kajian Rekanan Sebaya (Peer Review)

oleh: Gordon Betcherman (University of Ottawa), Chris Manning (Australia National University), dan Pierella

Paci (Manajer Sektor, PREM-GR).

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah berbaik hati memberikan

masukannya selama pembuatan laporan ini. Dari Pemerintah Indonesia, masukan dan wawasan yang

sangat bermanfaat diberikan oleh: Myra Hanartani (Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial

dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi), Rahma Iryanti (Direktur

Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja, Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan

Nasional), Bambang Widianto (Deputi Wakil Presiden Bidang Kesejahteraan Masyarakat) dan Prasetijono

Widjojo (Deputi Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas Bidang Kemiskinan, Ketenagakerjaan, dan Usaha

Kecil Menengah, Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional). Selain itu, kami juga berterima

kasih kepada pribadi berikut atas masukannya yang berharga: Wiebe Anema, Shubham Chaudhuri, Dandan

Chen, John Giles, Javier Luque, Peter Rosner, William Wallace, dan Matthew Pierre Zurstrassen.

Laporan ini mendapatkan manfaat besar dari penyuntingan yang dipimpin oleh Edgar Janz dan dibantu

oleh Mia Hyun, Peter Milne, dan Marcellinus Jerry Winata. Bantuan logistik dan produk yang sangat berarti

Page 6: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

iv Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Ucapan Terima Kasih

juga diberikan oleh Deviana Djalil, Myra Fitrianti, dan Dinni Prihandayani. Kami pun mengucapkan terima

kasih kepada Hendrayatna Tafi anoto yang telah menerjemahkan laporan dari bahasa Inggris ke bahasa

Indonesia, dan Hasbi Akhir yang telah merancang tata letak laporan akhir.

Laporan ini dibuat di bawah panduan umum dari: Vikram Nehru (Direktur Sektor, EASPR), Shubham Chaudhuri

(Ekonom Kepala, EASPR) dan William Wallace (Penasihat Senior, EASPR). Panduan strategis dan masukan

kunci juga diberikan oleh Joachim von Amsberg, Direktur Negara Bank Dunia untuk Indonesia.

Page 7: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

v

Daftar Isi

Daftar Isi

Kata Pengantar iiUcapan Terima Kasih iiiDaftar Isi vSingkatan dan Akronim x

Ringkasan Eksekutif 13 I. Menegosiasikan Kesepakatan Besar 16 II. Mengembangkan Strategi Pelatihan Keahlian yang Menyeluruh 20 III. Memperluas Jaring Pengaman Tenaga Kerja 24 IV. Mendukung Pembuatan Kebijakan Berbasis Bukti 27

Bab 1 Tren Pasar Tenaga Kerja di Indonesia 31 I. Pendahuluan 32 II. 1990-1997: Bertumbuh Pesat 34 III. 1997-1999: Jatuh dan Bertahan di Tengah Krisis 40 IV. 1999-2003: Pertumbuhan Ekonomi tanpa Peningkatan Lapangan Kerja (Jobless Growth) 42 V. 2003-2007: Pemulihan Lapangan Kerja 44 VI. 2007-08: Tanda-tanda optimisme 47 VII. Kesimpulan 47

Bab 2 Pertumbuhan Ekonomi Tanpa Peningkatan Lapangan Kerja di Indonesia 49 I. Pendahuluan 50 II. Pertumbuhan ekonomi dan penciptaan pekerjaan: Membandingkan Indonesia dengan tetangganya di Asia Timur 52 III. Pertumbuhan jobless growth: Memahami lemahnya penciptaan lapangan non-pertanian selepas krisis keuangan 1997 54 IV. Pemulihan parsial: Mengapa transformasi struktural kembali terjadi, namun dengan laju yang lebih lambat selama 2003-2007? 58 V. Kesimpulan 61

Bab 3 Segmentasi Pasar Tenaga Kerja 63 I. Pendahuluan 65 II. Segmentasi di Sektor Formal 66 III. Sektor Informal 69 III. Kesimpulan 80

Bab 4 Peraturan Perekrutan & Pemberhentian 83 I. Pendahuluan 85 II. Kekakuan dalam Peraturan Perekrutan dan Pemberhentian 86 III. Kekakuan Peraturan dan Penciptaan Lapangan Kerja 90 IV. Perlindungan Karyawan 92 V. Rekomendasi 94

Bab 5 Upah Minimum 101 I. Pendahuluan 102 II. Pendekatan internasional terhadap upah minimum 103 III. Tren upah minimum dan perubahan kebijakan 105 IV. Efek upah minimum terhadap pasar tenaga kerja 107 V. Rekomendasi 113

Page 8: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

vi Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Daftar Isi

Bab 6 Perundingan Bersama & Penyelesaian Sengketa 115 I. Pendahuluan 116 II. Serikat Pekerja 117 III. Perundingan Bersama 120 IV. Penyelesaian Sengketa dan Pengadilan Tenaga Kerja 121 V. Sistem P4D/P4P 123 VI. Sistem Penyelesaian Sengketa yang Telah Direformasi 124 VII. Mengkaji Sistem Penyelesaian Sengketa yang telah Direformasi 127 VIII. Rekomendasi 131

Bab 7 Pasar Tenaga Kerja Berkeahlian 133 I. Pendahuluan 135 II. Memperbesar Jumlah Pekerja yang Berpendidikan lebih Tinggi 135 III. Premium Upah Pekerja yang Berpendidikan lebih Tinggi 138 IV. Memahami Premium Upah yang Masih Tetap Tinggi 140 V. Mutu Pendidikan & Persoalan Ketidaksesuaian 142

Bab 8 Membangun Angkatan Kerja yang Memiliki Keahlian (Bagian I) 149 I. Pendahuluan 150 II. Pendidikan Menengah Atas di Indonesia 151 III. Kebijakan Ekspansi Pendidikan Kejuruan 152 IV. Mengkaji Keberhasilan Lulusan di Pasar Tenaga Kerja 155 V. Rekomendasi 158

Bab 9 Membangun Angkatan Kerja yang Memiliki Keahlian(Bagian II) 163 I. Pendahuluan 164 II. Pelatihan di Indonesia 166 III. Program Pelatihan Keahlian 168 IV. Kerangka Kerja Kualifi kasi Nasional 175 V. Rekomendasi 179

Bab 10 Memperluas Jaring Pengaman Tenaga Kerja 181 I. Pendahuluan 183 II. Mendeteksi Guncangan dan Memahami Bagaimana Guncangan Tersebut Mempengaruhi Pekerja 184 III. Kebijakan dan Program untuk Melindungi Pekerja dari Guncangan 187 IV. Rekomendasi 194

Lampiran 197

Referensi 235

GambarGambar 1: Komposisi angkatan kerja aktif menurut sektor, 2007 14

Gambar 2: Pangsa lapangan kerja di sektor formal dan non-tani (persen) 14

Gambar 3: Tingkat pesangon, 1996-2003 16

Gambar 4: Biaya memberhentikan (dalam gaji mingguan) 16

Gambar 5: Penerimaan uang pesangon sesuai laporan pekerja 18

Gambar 6: Pekerja yang memenuhi syarat namun melaporkan tidak menerima pesangon (persen) 18

Gambar 7: Segmentasi – Distribusi angkatan kerja aktif menurut status pekerjaan 19

Gambar 8: Perbandingan upah bulanan (rata-rata log) menurut status pekerjaan 19

Gambar 9: Pendaftaran sekolah kejuruan, 1992-2007 20

Gambar 10: Pendaftaran ke sekolah menengah atas menurut jenisnya 20

Page 9: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

vii

Daftar Isi

Gambar 11: Biaya pendidikan kejuruan negeri (Rp) 21

Gambar 12: Biaya yang dikeluarkan sendiri untuk pendidikan (Rp) 21

Gambar 13: Pilihan jurusan SMK menurut jenis kelamin 22

Gambar 14: Pekerja yang lulus SMA atau lebih tinggi, menurut sektor (juta) 22

Gambar 15: Upah riil median (Rp) 24

Gambar 16: Jobless growth - pangsa pekerjaan non-tani (persen) 24

Gambar 17: Upah minimum dan lapangan kerja formal 25

Gambar 18: Upah minimum dan ketidakpatuhan 25

Gambar 1.1 Indikator tren tenaga kerja, menurut periode 36

Gambar 1.2 Pangsa lapangan kerja non-pertanian vs. upah karyawan rata-rata 43

Gambar 1.3 Tingkat pertumbuhan pangsa lapangan kerja non-pertanian (persen), 1993-2004 44

Gambar 1.4 Tingkat pertumbuhan pangsa lapangan kerja formal (persen), 2004-2007 46

Gambar 2.1 Pertumbuhan PDB dan Perubahan Lapangan Kerja Non-Tani 51

Gambar 2.2 Pertumbuhan PDB dan Perubahan Lapangan Kerja Non-Tani 51

Gambar 2.3 Pertumbuhan PDB dan Perubahan Lapangan Kerja 51

Gambar 2.4 Pertumbuhan PDB dan Perubahan Lapangan Kerja 51

Gambar 2.5 Pangsa pekerjaan non-pertanian, menurut negara (1990-2004)) 52

Gambar 2.6 Elastisitas lapangan kerja sektor jasa 58

Gambar 2.7 Rata-rata perubahan upah per tahun 58

Gambar 2.8 Elastisitas lapangan kerja sektor jasa di Indonesia 59

Gambar 2.9 Rata-rata perubahan upah per tahun di Indonesia 59

Gambar 3.1 Distribusi pekerja menurut sektor 65

Gambar 3.2 Persentase pekerja yang memiliki usaha sendiri dan pekerja keluarga di berbagai Negara 65

Gambar 3.3 Distribusi pekerja aktif menurut status pekerjaan 66

Gambar 3.4 Rata-rata penghasilan bulanan pekerja menurut status pekerjaan 66

Gambar 3.5 Distribusi karyawan menurut status kontrak 67

Gambar 3.6 Tunjangan non-upah yang diterima sesuai laporan karyawan, menurut status kontrak 67

Gambar 3.7 Perbedaan perkotaan-pedesaan dalam distribusi pekerjaan informal 69

Gambar 3.8 Persentase populasi dalam jenis pekerjaan menurut usia 71

Gambar 3.9 Tingkat penghasilan menurut jenis pekerja (Rp/jam) 72

Gambar 3.10 Status kesejahteraan pekerja informal menurut sektor 72

Gambar 3.11 Akses terhadap asuransi dan pensiun 75

Gambar 3.12 Tingkat ketidakpuasan yang dilaporkan sendiri menurut jenis pekerja (persen) 76

Gambar 3.13 Status saat ini bagi pekerja formal yang telah diberhentikan 79

Gambar 4.1 Indeks kesulitan mempekerjakan dan memberhentikan karyawan, perbandingan

berbagai negara 85

Gambar 4.2 Tingkat pesangon, 1996-2003 87

Gambar 4.3 Pajak Perekrutan (dalam gaji mingguan) 87

Gambar 4.4 Peraturan mengenai pesangon dan uang penghargaan masa kerja 89

Gambar 4.5 Penerimaan uang pesangon, sesuai laporan pekerja yang diberhentikan 92

Gambar 4.6 Pekerja yang memenuhi syarat namun melaporkan tidak menerima pesangon (persen) 92

Gambar 4.7 Lamanya FTC, sesuai laporan karyawan 94

Gambar 5.1 Rata-rata upah minimum bulanan dan rata-rata upah penerima gaji (2007 Rp) 105

Gambar 5.2 Upah minimum dan ketidakpatuhan 108

Gambar 5.3 Upah minimum dan lapangan kerja 109

Gambar 5.4 Upah minimum dan lapangan kerja industri 110

Gambar 5.5 Upah minimum dan lapangan kerja formal 111

Gambar 5.6 Ketidakpatuhan terhadap upah minimum 112

Gambar 6.1 Jumlah serikat pekerja di Indonesia (1996-2006) 118

Gambar 6.2 Keanggotaan serikat pekerja menurut negara 119

Page 10: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

viii Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Daftar Isi

Gambar 6.3 Jumlah pekerja penerima tunjangan non-upah menurut keanggotaan serikat pekerja 120

Gambar 6.4 Distribusi pekerja menurut ukuran perusahaan 120

Gambar 6.5 Mekanisme Penyelesaian Sengketa Pekerja Melalui P4D/P4P 125

Gambar 6.6 Mekanisme Penyelesaian Sengketa Hubungan Industrial hasil Reformasi 126

Gambar 6.7 Lamanya Waktu Proses Pengadilan di PHI Jakarta (n=100)

Gambar 6.8 Hasil keputusan dalam kasus yang diajukan pemberi kerja dan karyawan 130

Gambar 7.1 Investasi pendidikan di negara yang sekawasan 136

Gambar 7.2 Tingkat partisipasi pendidikan tinggi di kawasan (persen) 137

Gambar 7.3 Populasi pekerja menurut tingkat pendidikan 137

Gambar 7.4 Premium upah pekerja yang berpendidikan lebih tinggi (SMA ke atas) menurut

jenis kelamin 139

Gambar 7.5 Premium upah pekerja yang berpendidikan lebih tinggi (SMA ke atas) menurut

lokasi di perkotaan atau pedesaan 139

Gambar 7.6 Jumlah pekerja yang berpendidikan lebih tinggi (SMA ke atas) menurut sektor

(dalam juta) 141

Gambar 7.7 Apakah persyaratan keahlian di perusahaan Anda telah meningkat dalam

2 tahun terakhir? 142

Gambar 7.8 Apakah persyaratan keahlian di perusahaan Anda masih akan meningkat

dalam sepuluh tahun ke depan? 142

Gambar 7.9 Premium upah menurut sektor 142

Gambar 7.10 Skor kinerja matematika dan ilmu pengetahuan (TIMSS) dari berbagai negara 143

Gambar 7.11a Persentase Ketidaksesuaian Pekerjaan Lulusan Universitas, Dibandingkan dengan

Keseluruhan Pekerja 144

Gambar 7.11b Persentase Ketidaksesuaian Pekerjaan di antara Lulusan Diploma 1997-2006 144

Gambar 8.1 Sekolah menengah atas menurut jenisnya 152

Gambar 8.2 Partisipasi ke sekolah menengah atas menurut jenisnya 152

Gambar 8.3 Partisipasi sekolah kejuruan, 1992-2007 153

Gambar 8.4 Efek pendidikan kejuruan negeri terhadap upah 157

Gambar 8.5 Pilihan jurusan kejuruan 157

Gambar 8.6 Biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk pendidikan (Rp) 159

Gambar 8.7 Biaya yang dikeluarkan sendiri untuk pendidikan (Rp) 159

Gambar 9.1 Tingkat pendidikan tertinggi yang pernah diikuti, usia 16-18 menurut kuintil

penghasilan 165

Gambar 9.2 Profi l peserta pelatihan menurut status pekerjaan 167

Gambar 10.1 Perubahan kuartalan dalam kondisi pasar tenaga kerja dan kesukaran rumah tangga,

menurut provinsi 185

Gambar 10.2 Perubahan jam kerja mingguan (kepala rumah tangga) 186

Gambar 10.3 Kesulitan memenuhi biaya konsumsi yang dilaporkan (persentase responden survei) 186

TabelTabel 1.1 Indikator tren tenaga kerja, pertumbuhan menurut periode 37

Tabel 1.2 Ringkasan Survei Sakernas 38

Tabel 1.3 Ringkasan Survei IFLS 39

Tabel 2.1 Kinerja dan pertumbuhan upah non-pertanian menurut negara (1999-2003) 53

Tabel 2.2 Pemilahan lapangan kerja non-pertanian di Indonesia, 1999-2003 56

Tabel 2.3 Kinerja dan pertumbuhan upah non-pertanian menurut negara (2003-06) 59

Tabel 2.4 Pemilahan lapangan kerja non-pertanian di Indonesia, 2003-07 60

Tabel 3.1 Defi nisi BPS untuk sektor formal dan informal 70

Tabel 3.2 Defi nisi yang disederhanakan, sektor formal dan informal 70

Page 11: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

ix

Daftar Isi

Tabel 3.4 Jam kerja dan tingkat setengah pengangguran menurut gender dan sektor pekerjaan 76

Tabel 3.5 Tingkat peralihan ke pekerjaan formal tahunan, 2000-2007 77

Tabel 3.6 Mobilitas dari sektor informal ke formal 79

Tabel 4.1 Peraturan kontrak dengan jangka waktu tertentu di negara Asia Timur 88

Tabel 4.2 Opsi reformasi pembayaran pesangon 96

Tabel 5.1 Upah minimum dan PDB per kapita dalam dolar Amerika yang telah disesuaikan dengan

paritas daya beli (2002/2004) 104

Tabel 5.2 Perbandingan efek upah minimum terhadap lapangan kerja dengan perubahan saat krisis 112

Tabel 6.1 Jumlah Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama 121

Tabel 6.2 Kasus sengketa pekerja dan pemutusan hubungan kerja, 2001 – 2006 122

Table 6.3 Komposisi kasus yang ditangani oleh Pengadilan Hubungan Industrial di Jakarta 127

Tabel 7.1 Tingkat partisipasi bersih sekolah (persen) 137

Tabel 7.3 Status pekerjaan populasi orang dewasa menurut tingkat pendidikan 140

Tabel 8.1 Peta langkah pengembangan pendidikan teknik kejuruan 153

Tabel 8.2 RRasio aplikasi versus yang diterima 154

BoxesKotak 1: Opsi Reformasi Pesangon 18

Kotak 2: Program Jóvenes: Praktik terbaik dalam pelatihan keahlian 23

Kotak 1.1 Apa indikator terbaik untuk kinerja pasar tenaga kerja? 33

Kotak 1.2: Sumber data tenaga kerja di Indonesia 38

Kotak 1.3 Para pekerja bertahan menghadapi krisis ekonomi 41

Kotak 2.1 Apa yang dimaksud dengan ‘jobless growth’? 51

Box 2.2 Mencari biang keladi jobless growth 56

Kotak 3.1 Mendefi nisikan sektor informal 70

Kotak 3.2 Terjebak dalam Informalitas 75

Kotak 3.3 Memilih Informalitas 77

Kotak 3.4 Menapaki Jenjang Informal 78

Kotak 4.1 Bantuan Pengangguran di Estonia 98

Kotak 5.1 Perkembangan hukum utama mengenai kebijakan upah minimum 107

Kotak 6.1 Pemogokan pekerja 122

Kotak 6.2 Justica do Trabalho: Pengadilan Tenaga Kerja di Brasil 130

Kotak 7.1 Inovasi Mengatasi Ketidaksesuaian 145

Kotak 7.1 Lanjutan 146

Kotak 8.1 Pengalaman Korea Selatan: perluasan pendidikan kejuruan mungkin bukan

jawaban yang tepat 154

Kotak 8.1 Lanjutan 155

Kotak 8.2 SMK yang Boleh Menjadi Contoh: Sekolah Kejuruan Analis Kimia di Bogor 161

Kotak 9.1 Rencana Nasional untuk Pendidikan Profesi, PLANFOR (Brasil) 169

Kotak 9.2 Menjalin Hubungan (Make a Connection - MAC) di 17 negara di seluruh dunia 171

Kotak 9.3 Program Jóvenes (kawasan Amerika Latin) 172

Kotak 9.3 Lanjutan 173

Kotak 9.4 ALMP yang inovatif: Subsidi upah terarah bagi pekerja muda (Afrika Selatan) 174

Kotak 9.5 Belajar dan Berlatih Seumur Hidup (Argentina) 177

Kotak 10.1 Memperbaiki Sistem Pemantauan Guncangan: Indonesia dan Krisis Keuangan Global 185

Kotak 10.1 Lanjutan 186

Kotak 10.2 Pekerjaan Umum: Belajar dari Afrika Selatan 188

Kotak 10.3 Belajar dari Pengalaman Indonesia dengan Pekerjaan Umum 189

Kotak 10.4 Menargetkan Mereka yang Paling Membutuhkan melalui Pekerjaan Umum 191

Page 12: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

x Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Singkatan dan Akronim

Singkatan dan Akronim

BAN-PNF Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Non Formal

BAPPENAS Badan Perencanaan Dan Pembangunan Nasional

BLK Balai Latihan Kerja

BNSP Badan Nasional Sertifi kasi Profesi

BPPD Balai Pengembangan Produktivitas Daerah

BPS Badan Pusat Statistik

CDD Community Driven Development (Pembangunan Berbasis Masyarakat)

CLA Collective Labor Agreement (Kesepakatan Kerja Bersama)

CMRS Crisis Monitoring and Response System (Sistem Pemantauan dan Respon terhadap

Krisis)

CPI Consumer Price Index (Indeks Harga Konsumen)

CR Company Regulations (Peraturan Perusahaan)

Depnaker Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Disnaker Departemen Tenaga Kerja

DJSN Dewan Jaminan Sosial Nasional

EPL Employment Protection Legislation (Perundangan Perlindungan Pekerja)

FTC Fixed-Term Contract (Kontrak dengan Jangka Waktu Tertentu)

GDP Gross Domestic Product (Produk Domestik Bruto)

IFLS Indonesia Family Life Survey (Survei Aspek Kehidupan Rumah Tangga)

ILO International Labour Organization

IRC Industrial Relations Courts (Pengadilan Hubungan Keindustrian)

Jamsostek Jaminan Sosial Tenaga Kerja

JPS Jaring Pengaman Sosial

KFM Kebutuhan Fisik Minimum

KHL Kebutuhan Hidup Layak

KHM Kebutuhan Hidup Minimum

LDS Labour Dispute Settlement (Penyelesaian Sengketa Pekerja)

LSP Lembaga Sertifi kasi Profesi

MoMT Ministry of Manpower & Transmigration (Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi)

MoNE Ministry of National Education (Kementrian Pendidikan Nasional)

NGO Non-Government Organization (Lembaga Swadaya Masyarakat)

NQF National Qualifi cation Frameworks (Kerangka Kualifi kasi Nasional)

NSS National Social Security (Sistem Jaminan Sosial Nasional)

Page 13: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

xi

Singkatan dan Akronim

OECD Organisation for Economic Co-operation and Development

P4D Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah

P4P Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat

PK Padat Karya

PKH Program Keluarga Harapan

PNPM-

Mandiri

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri

Podes Potensi Desa

PPK Pusat Peluang Karya

PPP Purchasing Power Parity (Tetap tidak diterjemah kan)

PT ASKES Asuransi Kesehatan

Sakernas Survei Angkatan Kerja Nasional

SD Sekolah Dasar

SJSN Sistem Jaminan Sosial Nasional

SKKNI Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia

SMA Sekolah Menengah Atas

SME Small and Medium Enterprise

SMK Sekolah Menengah Kejuruan

SMP Sekolah Menengah Pertama

STM Sekolah Teknik Menengah

Susenas Survei Sosial Ekonomi Nasional

UI Universitas Indonesia

VHS Vocational High Schools (Sekolah Menengah Kejuruan)

Page 14: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya
Page 15: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

Ringkasan Eksekutif

Page 16: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

14 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Gambar 1: Komposisi angkatan kerja

aktif menurut sektor, 2007

Gambar 2: Pangsa lapangan kerja di sektor formal

dan non-tani (persen)

7%

37%

23%

17%

4%

12%

IndustriInformal

JasaFormal

JasaInformal

PertanianFormal

PertanianInformal

IndustriFormal

30

35

40

45

50

55

60

1990 1992 1994 1997 1999 2001 2003 2005 2007

1990 -1997 1997 -1999 1999 -2003 2003 -2008

Lapangan kerja non-tani

Lapangan kerja formal (lama)

Lapangan kerja formal (baru)

Sumber: Sakernas Sumber: Sakernas

Indonesia belum menciptakan pekerjaan yang baik dalam jumlah memadai agar para pekerja

dapat merasakan sepenuhnya manfaat pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Pekerjaan adalah

salah satu dari sedikit aset yang dimiliki kalangan miskin. Jika mereka memperoleh pekerjaan yang baik,

maka mereka akan berkesempatan mendapatkan penghasilan yang cukup untuk keluar dari kemiskinan.

Sayangnya, Indonesia mengalami jobless growth yang signifi kan dari tahun 1999 sampai 2003, hal lain

yang juga memberikan kontribusi terhadap keadaan saat ini, adalah dari 104,5 juta populasi Indonesia

yang bekerja, mayoritas masih bekerja di sektor informal dan pertanian (Gambar 1).1 Meskipun terjadi

pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, penurunan kemiskinan berlangsung lebih lambat daripada yang

diharapkan, sebagian karena kurangnya peluang bagi pekerja miskin untuk pindah ke pekerjaan yang lebih

baik di sektor formal dan non-tani (Gambar 2). Guncangan ekonomi juga dapat mengurangi laju penciptaan

lapangan kerja dan, jika guncangan tersebut cukup serius, dapat menjadi ancaman yang mendorong

Indonesia kembali ke masa jobless growth.

Peraturan ketenagakerjaan yang kaku telah menghambat penciptaan lapangan kerja dan gagal

memberikan perlindungan bagi pekerja, terutama pekerja yang paling rentan. Peraturan perekrutan

dan pemberhentiandi Indonesia telah diperketat tahun 2003 dengan disahkannya Undang-Undang

Ketenagakerjaan (No. 13/2003) yang bertujuan meningkatkan perlindungan pekerja. Kebijakan ini tidak

memberikan manfaat baik bagi pemberi kerja maupun mayoritas pekerja sehingga keduanya terjebak

dalam keadaan “sama-sama rugi”. Peraturan yang ketat menghambat penciptaan lapangan kerja dengan

mengurangi minat investasi dan menghambat produktivitas, serta membatasi kemampuan pemberi kerja

untuk mengurangi karyawan demi bertahan selama kemerosotan ekonomi. Namun, berlawanan dengan

tujuannya, berbagai peraturan ini hanya memberikan sedikit perlindungan nyata bagi pekerja formal yang

dikontrak. Karyawan yang paling rentan – mereka yang berupah rendah dan pekerja perempuan – berpeluang

paling kecil untuk mendapat manfaat dari peraturan yang ada saat ini. Hal yang juga memprihatinkan adalah

bahwa kebijakan saat ini menyisihkan mayoritas pekerja “luar” yang terdiri atas karyawan yang bekerja tanpa

kontrak dan mereka yang bekerja di sektor informal. Mereka sama sekali tidak dilindungi oleh peraturan yang

ada saat ini dan sulit menemukan pekerjaan yang lebih baik. Pada saat yang bersamaan, hanya ada sedikit

program tenaga kerja aktif yang dirancang untuk mendorong penciptaan lapangan kerja dan memberi

kesempatan bagi pekerja informal dan pekerja yang menganggur.

Upaya reformasi ketenagakerjaan telah menemui kebuntuan dan menghambat kemampuan

Indonesia untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi tantangan masa depan. Perdebatan

seputar reformasi undang-undang ketenagakerjaan sangat sengit dan terutama terfokus pada peraturan

1 Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), Februari 2009.

Page 17: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

15

Ringkasan Eksekutif

perekrutan dan pemberhentianyang kontroversial. Demi meningkatkan fl eksibilitas pasar tenaga kerja,

pemerintah telah berupaya mereformasi peraturan tersebut pada tahun 2006 dan 2007, namun keduanya

gagal. Akibatnya, peraturan ketenagakerjaan Indonesia masih merupakan salah satu yang paling kaku di

kawasannya. Kebuntuan ini menghambat kemampuan Indonesia untuk mempercepat laju penciptaan

pekerjaan yang ‘baik’ dan laju pengurangan kemiskinan.

Setelah memperoleh mandat politik yang baru, pemerintah saat ini berkesempatan untuk memecah

kebuntuan reformasi kebijakan ketenagakerjaan yang saat ini merugikan pekerja dan pemberi kerja.

Kebijakan dan program ketenagakerjaan Indonesia dapat dirancang dengan lebih baik untuk mendorong

pertumbuhan lapangan kerja, sekaligus melindungi pekerja yang rentan. Pemerintah baru berkesempatan

menggunakan waktu lima tahun ke depan untuk memperkenalkan kebijakan dan program baru yang

menguntungkan pekerja dan pemberi kerja, terfokus pada empat prioritas berikut ini.

Yang pertama, menegosiasikan kesepakatan besar mengenai reformasi peraturan. Kebuntuan

reformasi pesangon saat ini telah merusak daya saing pasar tenaga kerja Indonesia dan hanya menawarkan

sedikit perlindungan bagi sebagian besar pekerja. Perlu diupayakan pemecahan yang “sama-sama untung”

dengan menyederhanakan dan mengurangi tingkat pesangon yang terlalu tinggi, dan pada saat yang

bersamaan, memberikan tunjangan pengangguran untuk melindungi pekerja formal dengan lebih efektif.

Sistem tunjangan pengangguran adalah komponen inti dari sistem Jaminan Sosial Nasional di masa depan,

sebuah institusi kunci di banyak negara lain yang berpenghasilan menengah.

Yang kedua, mengembangkan strategi pelatihan keahlian menyeluruh untuk melengkapi pekerja

supaya dapat memperoleh pekerjaan yang lebih baik. Perlindungan pekerja tidak cukup hanya dengan

mengandalkan peraturan ketenagakerjaan. Sebagian besar peraturan tersebut tidak relevan bagi pekerja

informal yang merupakan angkatan kerja mayoritas. Pemerintah dapat membantu lebih banyak pekerja

dengan menerapkan sejumlah strategi, baik formal maupun informal, untuk pengembangan keahlian. Dalam

hal pendekatan formal, membatalkan moratorium pembangunan sekolah menengah atas umum akan

membantu memenuhi permintaan. Selanjutnya, perluasan sekolah menengah atas kejuruan seharusnya

adalah untuk menanggapi permintaan pasar tenaga kerja sesungguhnya, bukan sekadar memenuhi

kuota. Memperbaiki mutu pendidikan kejuruan untuk memenuhi permintaan yang besar akan pekerja

berpendidikan lebih tinggi. Pada saat bersamaan, memperkenalkan strategi pelatihan keahlian non-formal

sebagai pelengkap untuk menargetkan mayoritas pekerja di Indonesia yang tidak mampu mengakses

pendidikan formal.

Yang ketiga, meluncurkan program tenaga kerja aktif yang dirancang untuk melindungi mereka

yang paling rentan. Para pekerja sering menjadi korban dalam guncangan, seperti yang terjadi ketika

krisis keuangan 1997. Tanpa adanya jaring pengaman, para pekerja umumnya bertahan dengan mencari

kerja di sektor informal dan pertanian. Ancaman krisis keuangan global baru-baru ini telah menyoroti

betapa perlunya Indonesia mempersiapkan diri dengan lebih baik untuk menghadapi guncangan di masa

depan. Indonesia dapat bersiap menghadapi guncangan lapangan kerja dan upah di masa depan dengan

memperkenalkan program jaring pengaman tenaga kerja demi melindungi pekerja yang paling rentan.

Persiapan dapat diawali dengan pekerjaan umum yang merupakan jaring pengaman penting yang dapat

dipakai secara efektif untuk menargetkan pekerja miskin dan berupah rendah.

Yang terakhir, berinvestasi dalam riset untuk mendukung pembuatan kebijakan berbasis bukti.

Banyak perdebatan mengenai kebijakan dan program pasar tenaga kerja yang tidak didasarkan pada bukti

empiris. Diperlukan peningkatan mutu dan pendalaman riset kebijakan ketenagakerjaan untuk membantu

pemerintah baru dalam menjalankan agenda reformasi yang didukung hasil analisis dan bukti kuat. Fasilitas

penelitian, think tank lokal, dan Biro Pusat Statistik, semuanya berperan penting menghasilkan data dan

melakukan riset tenaga kerja bermutu untuk memenuhi kebutuhan pembuat kebijakan.

Page 18: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

16 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

I. Menegosiasikan Kesepakatan Besar

Meningkatkan tunjangan pengangguran dan menyetujui penurunan

tingkat pesangon

Undang-Undang Ketenagakerjaan telah menjadikan peraturan ketenagakerjaan Indonesia sangat

kaku. Undang-undang tersebut menaikkan nilai pesangon bagi pekerja dengan masa kerja tiga tahun

atau lebih dan menambah lagi pembayaran sebesar 15 persen sebagai uang pengganti hak (Gambar 3).

Dengan kenaikan ini, uang pesangon diperkirakan setara dengan “pajak perekrutan” (hiring tax) senilai kira-

kira sepertiga dari upah tahunan pekerja.2 Selain menyebabkan pemberi kerja lebih sulit memberhentikan

atau melakukan realokasi karyawan, undang-undang tersebut juga memperketat penggunaan karyawan

sementara oleh perusahaan. Penggunaan kontrak dengan jangka waktu tertentu (Fixed-Term Contracts

– FTC) dan layanan alih daya dibatasi hanya untuk posisi non-inti dan batas maksimum untuk kontrak

sementara dikurangi dari lima menjadi tiga tahun. Undang-undang tersebut juga membawa beberapa

perubahan baik. Proses penetapan upah minimum diperbaiki dengan mereformasi penggunaan survei

harga dan memperkuat peran dewan pengupahan lokal.

Peraturan perekrutan dan pemberhentiandi Indonesia saat ini adalah salah satu yang paling kaku

di Asia Timur dan di dunia. Dalam sebuah survei tahun 2009 yang membandingkan kekakuan peraturan

ketenagakerjaan di berbagai negara, Indonesia menempati urutan ke-157 dari 181 negara di dunia. Jika

dibandingkan dengan negara tetangga yang menjadi pesaing di kawasan Asia Timur dan Pasifi k, Indonesia

menempati urutan ke-23 dari 24 negara.3 Tidak ada negara sekawasan lain yang biaya memberhentikan

karyawannya setinggi biaya di Indonesia (Gambar 4). Meskipun kebanyakan ekonomi Asia membatasi

penggunaan FTChanya bagi kegiatan tertentu dan menentukan baik lamanya kontrak maupun persyaratan

untuk perpanjangan kontrak, Indonesia, bersama-sama dengan Kamboja, Filipina, dan Vietnam, termasuk

kelompok negara yang mengatur FTCdengan lebih ketat.4

Gambar 3: Tingkat pesangon, 1996-2003 Gambar 4: Biaya memberhentikan (dalam gaji

mingguan)

UU 1996

UU 2000

UU 2003

0

5

10

15

20

25

30

< 1 3 5 10 20 Max

Nila

i pes

ango

n da

lam

bul

an g

aji

Masa kerja (dalam tahun)Cina Filipina

0

20

40

60

80

100

120

Sumber: UNPAD, 2004 Sumber: Doing Business, 2009

2 Berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan, nilai pesangon diperkirakan setara dengan “pajak perekrutan” sebesar 4,1 bulan upah, meningkat dari rata-rata 2 bulan pada tahun 1996 dan 3,4 bulan pada 2000. (Laboratorium Penelitian, Pengabdian Pada Masyarakat dan Pengkajian Ekonomi (LP3E), Fakultas Ekonomi, Universitas Padjadjaran. “Indonesia’s Employment Protection Legislation: Swimming Against the Tide?” 2004. Disusun untuk GIAT, proyek USAID/Pemerintah Indonesia).

3 Bank Dunia 2009a Doing Business .. Catatan: Laporan ini didasarkan pada temuan survei yang mengukur secara kuantitatif berbagai peraturan mempekerjakan pekerja di 181 ekonomi. Untuk perincian, lihat www.doingbusiness.org.

4 Berdasarkan peraturan yang spesifi k pada setiap ekonomi Asia, yang diperoleh dari ILO (pangkalan data on-line LABORSTA, 2008) mengenai jangka waktu kontrak sementara dan dalam kondisi apa kontrak sementara diperbolehkan.

Page 19: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

17

Ringkasan Eksekutif

Negara berkembang dengan peraturan ketenagakerjaan yang kaku menghadapi kesulitan lebih

besar dalam menciptakan pekerjaan sehingga memperburuk kondisi ketenagakerjaan bagi pekerja.

Bukti empiris mengenai dampak semakin kakunya penciptaan lapangan kerja belum tersedia di Indonesia

karena data mengenai pembayaran pesangon dan status kontrak belum dikumpulkan secara konsisten.

Tetapi, penelitian internasional secara konsisten mendapati bahwa negara berkembang yang peraturan

ketenagakerjaan sangat memberatkan juga mengalami tingkat investasi, produktivitas, dan investasi dalam

manufaktur yang lebih rendah.5 Peraturan ketenagakerjaan yang kaku menghambat pertumbuhan lapangan

kerja dengan membatasi manfaat keterbukaan perdagangan dan mengurangi minat para pengusaha

wiraswasta untuk memulai bisnis baru. Hal ini berdampak langsung dan negatif terhadap pekerja. Negara

berkembang dengan peraturan ketenagakerjaan yang kaku berpeluang lebih besar mengalami keikutsertaan

(laki-laki) dalam angkatan kerja yang lebih rendah, tingkat lapangan kerja yang lebih rendah, dan tingkat

pengangguran yang tinggi – terutama di antara perempuan dan kaum muda.6 Sebuah studi terhadap 74

negara menyimpulkan bahwa jika Indonesia memaksimalkan fl eksibilitas peraturan ketenagakerjaannya,

tingkat pengangguran akan menurun 2,1 persen, sedangkan tingkat pengangguran kaum muda akan

menurun 5,8 persen.7

Kebuntuan saat ini menjebak para pekerja dan pemberi kerja dalam keadaan “sama-sama rugi”

yang menghambat penciptaan lapangan kerja dan tidak memberi perlindungan yang cukup bagi

karyawan. Tingginya tingkat pesangon yang diwajibkan secara hukum di Indonesia telah menghalangi

investasi asing dan mengurangi minat para pengusaha wiraswasta untuk menciptakan usaha baru. Aturan

yang rumit mengenai perhitungan pesangon dan sistem “pasca bayar” saat ini menimbulkan masalah

tambahan karena menyulitkan perusahaan untuk memperkirakan biaya tenaga kerja. Tingkat pesangon

yang tinggi tidak hanya merugikan pemberi kerja, tetapi juga karyawan. Peraturan tersebut tidak efektif

melindungi karyawan yang diberhentikan dan menghadapi pengangguran. Dari antara semua karyawan

yang diberhentikan dalam dua tahun terakhir dan memenuhi syarat untuk menerima pesangon, hanya

34.4 persen yang menerima uang pesangon (Gambar 5). Dari antara karyawan yang menerima uang

pesangon, 78.4 persen menerima pesangon lebih kecil daripada nilai yang menjadi hak mereka secara

hukum. Ketidakpatuhan terhadap peraturan tersebut justru paling banyak dialami oleh pekerja yang paling

membutuhkan perlindungan penghasilan: perempuan, staf sementara, dan karyawan berupah rendah

(Gambar 6). Perusahaan kecil mempunyai kemungkinan lebih tinggi untuk tidak patuh karena berukuran

terlalu kecil untuk membentuk serikat pekerja dan berada di bawah ambang batas pengawasan inspektur

tenaga kerja.

Dengan menegosiasikan kesepakatan besar – menurunkan tingkat pesangon, dan sebagai gantinya,

memperkenalkan tunjangan pengangguran – pemerintah dapat meningkatkan fl eksibilitas

pasar tenaga kerja sambil meningkatkan perlindungan bagi karyawan. Masih ada harapan untuk

menemukan jalan keluar “sama-sama untung” yang dapat diterima oleh pemberi kerja maupun karyawan.

Pertama-tama, penyederhanaan perhitungan pesangon dan penurunan nilainya akan menyetarakan

Indonesia dengan standar regional, meningkatkan fl eksibilitas pasar tenaga kerja, dan daya saing global.

Pada saat yang bersamaan, memperkenalkan sistem tunjangan pengangguran untuk melengkapi tingkat

perlindungan bagi karyawan yang diberhentikan. Beralih menggunakan pendekatan “pendekatan

kontribusi bulanan” – yaitu kontribusi bulanan oleh perusahaan ke sebuah rekening yang dikelola secara

terpusat dengan pengawasan pemerintah – akan meningkatkan kemudahan untuk memperkirakan biaya

tenaga kerja tanpa mempengaruhi keputusan perekrutan dan pemberhentian perusahaan. Hal ini juga akan

meningkatkan kepatuhan pemberi kerja sehingga dapat mengurangi ketergantungan terhadap Pengadilan

5 Djankov, Simeon, dan Rita Ramalho. 2008.

6 Ibid.

7 Feldmann, 2008.

Page 20: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

18 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Hubungan Industrial yang kini menghadapi kasus pemberhentian kerja yang kian menumpuk.8 Hal ini akan

membebaskan karyawan dan pemberi kerja dari proses penyelesaian perselisihan yang berbiaya tinggi dan

sangat menghabiskan waktu.

Terdapat serangkaian sistem tunjangan pengangguran yang dapat dipertimbangkan dan dikaji

untuk dimasukkan dalam sistem Jaminan Sosial Nasional di masa depan. Indonesia telah siap mengikuti

langkah negara berpenghasilan menengah lain untuk menerapkan sistem tunjangan pengangguran.

Terdapat serangkaian opsi reformasi yang dapat meningkatkan kemudahan untuk memperkirakan biaya

tenaga kerja dan memberikan kompensasi tingkat pesangon yang lebih rendah bagi pekerja. Opsi ini

termasuk dana bersama (pooled fund) yang dapat ditarik oleh karyawan yang diberhentikan, sistem pesangon

dengan rekening individual, atau program bantuan pengangguran berupa tunjangan tetap (Kotak 1). Setiap

opsi memiliki kelebihan dan kekurangan, serta memiliki tingkat kerumitan kelembagaan yang beragam

dalam mengelola program.

Gambar 5: Penerimaan uang pesangon

sesuai laporan pekerja

Gambar 6: Pekerja yang memenuhi syarat

namun melaporkan tidak menerima

pesangon (persen)

66%

27%

7%

Tidak patuh:

Karyawan sama sekali tidak menerima pesangon Patuh:

Karyawan menerima nilai penuh sesuai haknya atau lebih besar

Kepatuhan parsial:

Karyawan menerima nilai lebih kecil dari pada haknya

0102030405060708090

100

<250 250 -500 500 -1,000

1,000 -15,000

>15,000

Upah Bulanan (dalam ribuan Rupiah)

Laki-laki Perempuan

Jenis kelamin

Sumber: Sakernas 2008 Sumber: Sakernas 2008

Kotak 1: Opsi Reformasi Pesangon

Opsi Satu: Dana Pesangon: Perusahaan menyetorkan pembayaran pesangon secara rutin ke dalam sebuah

dana bersama yang dikelola oleh lembaga pemerintahan pusat atau oleh perusahaan swasta. Karyawan yang

diberhentikan menerima pesangon sesuai lamanya masa kerja. Dapat dibuat satu dana bersama untuk satu

perusahaan, atau satu dana bersama yang dapat dipakai oleh semua perusahaan yang berkontribusi.

Opsi Kedua: Rekening individual: Pemberi kerja dan karyawan secara rutin menyetorkan kontribusi ke rekening

individual yang dikelola dan disalurkan oleh lembaga pusat. Kontributor yang menganggur dapat menarik dana

dari rekening mereka sendiri setelah status penganggurannya terkonfi rmasi.

Opsi Ketiga: Bantuan pengangguran berupa tunjangan tetap: Menciptakan dana yang dapat ditarik oleh

pekerja yang memenuhi syarat, yang sedang menganggur. Dana tersebut dikelola dan disalurkan oleh lembaga

yang ditunjuk, bukan oleh pemberi kerja. Pekerja yang menganggur memperoleh tunjangan kecil untuk jangka

waktu tertentu yang diambil dari dana bersama. Pekerja memenuhi syarat atau tidak ditentukan berdasarkan

keaktifan mencari kerja dan ketersediaan pekerjaan yang cocok. Dimungkinkan untuk menguji terlebih dahulu

(means test) apakah penghasilan keluarga membutuhkan bantuan pengangguran.

Sumber: Revenga dan Rigolini, 2007, serta Vroman, 2007.

8 Nugroho, 2008.

Page 21: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

19

Ringkasan Eksekutif

Proses reformasi dapat dimulai dengan melakukan analisis yang diperlukan guna mengidentifi kasi opsi apa

yang paling cocok bagi Indonesia. Studi simulasi diperlukan untuk mengkaji dampak yang diperkirakan

akan terjadi akibat sistem alternatif dan implikasi serta kebutuhan kelembagaan yang terkait dengan

masing-masing opsi reformasi. Berdasarkan model yang paling cocok, diperlukan peta langkah reformasi

sebagai dasar bagi sistem di masa depan yang selayaknya dikaitkan dengan masa depan sistem jaminan

sosial nasional yang diwajibkan oleh Undang-Undang No. 41/2004.

Kebuntuan saat ini paling merugikan pekerja informal dan pekerja tanpa kontrak. Reformasi

diperlukan untuk meningkatkan peluang mereka memperoleh pekerjaan yang lebih baik. Reformasi

peraturan saja belum cukup untuk menjangkau mayoritas angkatan kerja Indonesia yang sangat informal.

Pasar tenaga kerja Indonesia sangat tersegmentasi berdasarkan sektor dan status kontrak. Peraturan

ketenagakerjaan saat ini paling menguntungkan karyawan yang memiliki kontrak permanen (di bawah 3

persen dari angkatan kerja) dan karyawan anggota serikat pekerja (11,2 persen dari karyawan penerima

upah). Sayangnya, peraturan tersebut tidak relevan bagi 92,1 persen dari keseluruhan pekerja, baik yang

dipekerjakan tanpa kontrak, maupun yang bekerja di sektor informal (Gambar 7).

Mengurangi kekakuan peraturan saat ini akan menguntungkan para pekerja “luar” melalui

penciptaan lebih banyak peluang kerja di sektor formal. Jika berhasil memperoleh pekerjaan yang lebih

baik di sektor formal, mereka akan berpenghasilan 20 persen lebih besar dan akan lebih berpeluang menerima

tunjangan non-upah seperti tunjangan kesehatan (Gambar 8). Namun demikian, tetap saja masih banyak

pekerja yang terjebak di sektor informal dan hanya mempunyai sedikit peluang untuk meningkatkan status

pekerjaan mereka dalam beberapa waktu ke depan. Karena alasan inilah, reformasi peraturan saja belumlah

cukup untuk memperbaiki prospek kebanyakan pekerja di Indonesia. Diperlukan strategi tambahan untuk

memberdayakan dan melindungi para pekerja Indonesia yang rentan dan tersisih.

Gambar 7: Segmentasi – Distribusi angkatan

kerja aktif menurut status

pekerjaan

Gambar 8: Perbandingan upah bulanan

(rata-rata log) menurut status

pekerjaan

2%

3%

3%

Pemberi kerjaKaryawan

kontrakpermanen

Karyawankontrakjangka

waktu tetap

Karyawan tanpa

kontrak38%

Non-tani informal

27%

Pertanian informal

27%

7

7,2

7,4

7,6

7,8

8

8,2

Karyawan permanen & Pemberi kerja

Karyawan kontrak jangka

waktu tetap

Karyawan tanpa kontrak

Non-tani informal

Pertanian informal

Sumber: Sakernas 2008 Sumber: IFLS 2007

Page 22: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

20 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

II. Mengembangkan Strategi Pelatihan Keahlian yang

Menyeluruh

Gambar 9: Pendaftaran sekolah kejuruan,

1992-2007

Gambar 10: Pendaftaran ke sekolah

menengah atas menurut jenisnya

1,700,000

1,600,000

1,500,000

1,400,000

1,300,000

1,200,000

1,100,000

3836343230282624222018

1299

31

99 1499

51

99 16997

199

81

99

91

990

200

12

00

22

003

200

42

005

200 2

600

72

00

Sumbu kiriJumlah siswa sekolah kejuruan

Sumbu kananPersentase siswa sekolah kejuruan terhadap keseluruhan siswa menengah atas

1,000,000

2002/2003 2003/2004 2004/2005 2005/2006 2006/2007

0

2,000,000

3,000,000

4,000,000

5,000,000

6,000,000

7,000,000Siswa SMK swasta

Siswa SMA swasta

Siswa SMK negeri

Siswa SMA negeri

Sumber: Newhouse dan Suryadarma, 2009 (berdasarkan Susenas) Sumber: Sakernas dan perhitungan Bank Dunia

Melengkapi pekerja yang rentan dengan keahlian yang mereka

perlukan agar dapat berhasil di pasar tenaga kerja

Strategi utama pemerintah untuk meningkatkan keahlian angkatan kerja adalah melalui perluasan

sekolah menengah atas kejuruan, baik negeri maupun swasta. Pada tahun 2005, Kementerian

Pendidikan Nasional meluncurkan kebijakan “70:30” yang kontroversial dengan tujuan agar pada tahun

2015, 70 persen dari semua siswa sekolah menengah atas terdaftar di SMK negeri maupun swasta.9 Angka

tersebut jauh lebih tinggi daripada angka saat ini, yaitu 46 persen dari siswa sekolah menengah atas terdaftar

di sekolah kejuruan pada tahun ajaran 2008-09 (Gambar 9). Pemerintah menggunakan tiga strategi umum

guna meraih target rasio tersebut: membekukan pembangunan SMA baru, mempercepat pembangunan

SMK baru, dan mengubah sekolah umum yang telah ada menjadi sekolah kejuruan. Proses perubahan ini

telah dimulai. Dari 2006-07 sampai 2008-09, telah dibangun 1.211 sekolah kejuruan baru, sedangkan 375

sekolah umum telah ditutup.10 Perluasan tersebut telah membuat siswa yang belajar di SMK saat ini lebih

banyak hampir 1,2 juta orang daripada di tahun 2002-03 (Gambar 10). Kebijakan ini bertujuan menurunkan

angka pengangguran kaum muda dengan memberikan keahlian spesifi k terkait pekerjaan bagi siswa

sekolah menengah atas.

Namun demikian, pendidikan di sekolah menengah kejuruan tidak memberi keunggulan yang jelas

bagi lulusannya saat memasuki angkatan kerja. Berlawanan dengan tujuan kebijakan “70:30”, pendidikan

kejuruan negeri ternyata tidak lebih baik daripada sekolah umum negeri dalam hal meningkatkan peluang

lulusannya untuk memperoleh pekerjaan. Pendidikan kejuruan telah meningkatkan prospek lulusan laki-laki

untuk memperoleh pekerjaan formal, namun keunggulan ini tak lagi terlihat pada kelompok lulusan baru-

baru ini. Meskipun lulusan perempuan SMK negeri menikmati upah premium, hal ini pun semakin berkurang

seiring waktu. Keadaan ini semakin parah bagi laki-laki yang baru saja lulus dari SMK negeri karena mereka

menghadapi penalti upah yang terus meningkat sampai 30 persen tahun 2000 dan 43 persen tahun 2007.11

9 Kementerian Pendidikan Nasional, 2006a. Catatan: sekolah kejuruan pada tingkat menengah atas disebut Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Sekolah menengah atas umum disebut SMA. Jenis sekolah ketiga pada tingkat menengah atas, sekolah Islam Madrasah Aaliyah, tidak dimasukkan dalam analisis bab ini. Hal ini karena jumlah siswa menengah atas yang terdaftar pada sekolah Islam sangat kecil jika dibandingkan dengan SMK atau SMA.

10 Kemendiknas, www.depdiknas.go.id.

11 Newhouse, David, dan Daniel Suryadarma, 2009.

Page 23: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

21

Ringkasan Eksekutif

Laki-laki yang berprestasi tinggi di sekolah akan menghadapi penalti upah besar jika tidak memiliki ijazah

SMA negeri. Merekalah yang paling dirugikan akibat kebijakan pemerintah untuk memperluas sekolah

kejuruan. Sekolah kejuruan, terutama sekolah kejuruan swasta, berperan penting dalam melayani siswa

berprestasi akademis rendah karena golongan siswa ini akan memperoleh tingkat upah yang sama saja

meski mereka lulus dari sekolah umum.

Tanpa adanya perbaikan kondisi ketenagakerjaan secara jelas, ekspansi sekolah kejuruan yang

dilakukan secara meluas saat ini tidak akan hemat biaya, baik bagi pemerintah maupun para orang

tua. Biaya pengoperasian dan juga biaya untuk belajar di sekolah kejuruan, lebih mahal daripada di sekolah

umum. Mengingat biaya tahunan per siswa untuk SMK negeri diperkirakan 37 persen lebih tinggi daripada

SMA negeri, kebijakan 70:30 akan membutuhkan tambahan anggaran kira-kira Rp 5 triliun per tahun pada

saat target telah tercapai (Gambar 11). Sekolah kejuruan juga mahal bagi orang tua. Biaya yang dikeluarkan

sendiri oleh orang tua lebih tinggi 36,9 persen untuk SMK negeri jika dibandingkan dengan SMA negeri.

Sementara itu, SMK swasta biayanya lebih tinggi 31,4 persen daripada biaya untuk SMA swasta (Gambar

12).

Gambar 11: Biaya pendidikan kejuruan negeri

(Rp)

Gambar 12: Biaya yang dikeluarkan sendiri

untuk pendidikan (Rp)

Sumber: Ghozali dan World Bank Sumber: Susenas, 2006

Pendidikan menengah atas semestinya diperluas untuk memenuhi permintaan yang besar akan

pekerja berpendidikan lebih tinggi, sambil mengamati sinyal dari pasar tenaga kerja untuk

menentukan komposisi jenis sekolah yang tepat. Permintaan akan pekerja yang berpendidikan lebih

tinggi masih tetap besar meskipun jumlah pekerja seperti itu di Indonesia sudah jauh lebih banyak. Akses

terhadap sekolah menengah atas perlu diperluas untuk memenuhi permintaan angkatan kerja dan

memungkinkan lebih banyak lulusan memperoleh manfaat dari besarnya premium upah bagi pekerja

yang berpendidikan lebih tinggi. Membatalkan pembekuan pendirian SMA negeri baru tidak hanya

merupakan cara yang hemat biaya untuk memperluas akses, tetapi juga dapat memastikan bahwa para

siswa berprestasi akademis akan berada di posisi terbaik untuk memperoleh pekerjaan berupah tinggi.

Meskipun pendidikan kejuruan berperan penting untuk memperluas jumlah pekerja yang berpendidikan

lebih tinggi, terutama bagi siswa yang lemah secara akademis, tidak semestinya ditetapkan kuota untuk

meningkatkan pendaftaran ke sekolah kejuruan. Sebaliknya, pasokan SMK seharusnya fl eksibel agar dapat

menanggapi perubahan permintaan dari pemberi kerja dengan lebih baik. Saat ini sedang terjadi peralihan

menuju keahlian yang lebih berorientasi jasa daripada keahlian teknis dan industri. Hal ini menguntungkan

bagi lulusan perempuan yang cenderung memilih jurusan di sektor jasa yang sedang berkembang (Gambar

13 dan 14). Untuk mencari komposisi yang tepat di masa depan, perubahan jenis keahlian yang dibutuhkan

pemberi kerja perlu dipantau dan ditanggapi dengan kebijakan pendidikan yang sesuai.

Page 24: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

22 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Gambar 13: Pilihan jurusan SMK menurut jenis

kelamin

Gambar 14: Pekerja yang lulus SMA atau lebih

tinggi, menurut sektor (juta)

63,84

3,71

15,56

56,04

16,68

28,93

3,92

11,32

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Laki-laki

Perempuan

Teknis dan industri Manajemen bisnis Pariwisata Lain-lain0

5

10

15

20

25

30

2003 2004 2005 2006 2007

Pertanian Industri Jasa

Sumber: Susenas, 2006 Sumber: Susenas, 2006

Peningkatan mutu sekolah negeri umum maupun kejuruan dapat membantu untuk memenuhi

permintaan akan pekerja yang berpendidikan lebih tinggi. Keberhasilan dalam menambah jumlah

pekerja yang berpendidikan lebih tinggi belum diikuti dengan bertambahnya mutu pendidikan. Kinerja

pendidikan di Indonesia masih tetap tertinggal dari negara lain sekawasan. Keadaan ini kemungkinan

turut menyebabkan bertambahnya kesenjangan upah antara siswa yang berprestasi akademis dan siswa

yang lemah secara akademis. Saat ini, sebagian besar SMK berada di bawah standar nasional sehingga

untuk memperbaiki mutu pendidikan kejuruan, sebuah standar minimum bagi SMK perlu dibuat dan

ditegakkan. Hal penting lainnya yang juga perlu dilakukan untuk memperbaiki hasil pendidikan kejuruan

adalah membangun hubungan yang lebih kuat dengan pemberi kerja, memastikan tersedianya sumber

daya keuangan yang memadai, dan meningkatkan mutu pengajar.12 Meskipun semakin berkurang,

ketidaksesuaian masih menjadi masalah; hampir seperempat dari lulusan pendidikan tinggi bekerja pada

bidang di luar bidang keahlian mereka. Program pencocokan yang inovatif, seperti yang dipakai di sekolah

kejuruan dan universitas terkemuka, dapat membantu lulusannya melewati masa peralihan dari pendidikan

ke angkatan kerja.

Pelatihan keahlian sebagai pelengkap dibutuhkan untuk memberi kesempatan kedua bagi pekerja

yang tidak dapat mengakses pendidikan menengah atas. Mengingat baru seperempat dari angkatan

kerja yang telah lulus SMA – angka yang rendah, bahkan menurut standar kawasan – maka strategi

keahlian yang hanya berfokus pada pendidikan formal belum cukup. Strategi pelengkap dibutuhkan untuk

membangun keahlian para pekerja tak terdidik melalui pelatihan non-formal. Sayangnya, Balai Latihan Kerja

(BLK) tidak siap memenuhi permintaan ini.Hanya terdapat sekitar 162 BLK di seluruh Indonesia yang melatih

pekerja dalam jumlah kecil (42.500 orang pada tahun 2003-04).13 Meskipun sesungguhnya ditargetkan bagi

pencari kerja dan wiraswasta di bidang usaha kecil dan pertanian, sebagian besar BLK justru menawarkan

layanan pelatihan bagi pekerja yang telah dipekerjakan oleh perusahaan klien. Kementerian Tenaga Kerja

dan Transmigrasi telah mengkaji kondisi BLK pada 2004 dan 2006, dan mendapati bahwa kira-kira 60 persen

dari BLK berada dalam kondisi yang buruk dari segi fasilitas, peralatan, dan sumber daya manusia.14

Perlu diperkenalkan program pelatihan keahlian nasional yang menyeluruh dan dirancang dengan

baik demi meningkatkan kondisi ketenagakerjaan pekerja yang rentan. Masih terdapat kekurangan

dalam upaya memberikan keahlian bagi para penganggur atau pekerja yang baru memasuki pasar tenaga

12 Wicaksono, 2008.

13 Alisjahbana et al., 2008.

14 Ibid.

Page 25: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

23

Ringkasan Eksekutif

kerja. Pengalaman internasional memperlihatkan bahwa intervensi melalui pelatihan, seperti program

Jóvenes di Amerika Latin (Kotak 2), telah berhasil meningkatkan kondisi ketenagakerjaan bagi peserta

pelatihan.15 Berbagai program tersebut tak sekadar memberikan pelajaran berbasis ruang kelas, tetapi juga

serangkaian layanan lebih luas yang mencakup: magang, bantuan pencarian kerja atau pelatihan sambil

bekerja, serta subsidi upah. Kurikulumnya tidak sekadar mencakup pelatihan keahlian teknis, tetapi juga

keterampilan sosial dan keterampilan hidup yang semakin diperlukan calon pemberi kerja di Indonesia.

Kotak 2: Program Jóvenes: Praktik terbaik dalam pelatihan keahlian

Program Jóvenes memberikan pelatihan bagi kaum muda dan miskin dalam hal keahlian profesi dan keterampilan

hidup yang disusul dengan magang di tempat kerja. Didasarkan pada proyek percontohan di Cile pada awal 90-an,

pelatihan dengan pendekatan menyeluruh ini telah menyebar ke seluruh kawasan Amerika Latin dan masing-

masing negara menyesuaikan program dengan kebutuhannya. Kaum muda yang mengalami ketertinggalan

diidentifi kasi dengan cara-cara seperti statistik pengangguran, data sosioekonomi, dan pemetaan kemiskinan.

Perusahaan swasta, LSM, lembaga publik, dan lembaga pelatihan non-formal yang memenuhi persyaratan

berkompetisi untuk memberikan pelatihan. Penyedia pelatihan diharuskan untuk mengatur magang bagi peserta

pelatihan dan memastikan keahlian seperti apa yang dibutuhkan pemberi kerja lokal sebelum menerima dana untuk

mengadakan pelatihan. Dengan cara ini, kegiatan magang akan memberikan informasi mengenai keahlian yang

sedang dibutuhkan. Pelatihan keterampilan hidup secara intensif berfokus terutama pada keahlian memecahkan

masalah, perilaku tempat kerja yang benar, mengelola konfl ik, teknik pencarian kerja, dan membangun kepercayaan

diri.

Programa Jóvenes en Acción. Uji coba versi Kolombia dari program ini dimulai pada bulan Mei 2001 dengan

menawarkan kursus pelatihan pekerjaan bagi 100.000 laki-laki dan perempuan yang menganggur dan menempati

dua tingkat pendapatan terendah. Program dilaksanakan di tujuh kota dengan investasi keseluruhan senilai 17,6

juta dolar Amerika. Program pelatihan ini adalah bagian dari Jaringan Dukungan Sosial (Red de Apoyo Social) yang

juga mencakup pekerjaan umum secara darurat untuk menciptakan penghasilan dan pendidikan keluarga serta

tunjangan kesehatan untuk keluarga pedesaan miskin. Kaum muda berusia antara 18 dan 25 tahun menerima

tunjangan dan voucher pelatihan yang dapat mereka gunakan untuk mendaftar pada kursus pelatihan pilihan

mereka dari daftar penyedia pelatihan yang dipilih secara kompetitif. Pelatihan pekerjaan berlangsung sekitar

tiga bulan dan diikuti dengan magang tiga bulan di sebuah perusahaan atau organisasi. Penerima manfaat juga

menerima tunjangan makan dan transportasi. Program ini dikelola oleh kelompok yang terdiri atas lembaga

pemerintah, organisasi nirlaba, dan perusahaan swasta.

Evaluasi terhadap program Jovenes en Acción memperlihatkan hasil mengesankan berikut ini:

Tingkat lapangan kerja yang lebih tinggi: Bagi perempuan, pelatihan telah meningkatkan peluang mereka

untuk memperoleh pekerjaan, lamanya hari dan jam bekerja, serta peluang untuk memperoleh pekerjaan

dengan kontrak tertulis. Dampak yang serupa, namun lebih terbatas juga dirasakan laki-laki.

Kenaikan upah: Dampak yang paling signifi kan dari program ini adalah peningkatan besar pada upah: upah

perempuan meningkat 35 persen, sementara upah laki-laki meningkat 18 persen.

Hemat biaya: Program ini menciptakan perolehan bersih yang besar, terutama bagi perempuan. Bahkan

dengan menggunakan perhitungan efektivitas biaya yang paling konservatif sekalipun, ada isyarat bahwa

manfaat bersih dari program ini lebih dari cukup untuk menjustifi kasi pelaksanaannya dan kemungkinan

perluasannya. Tingkat pengembalian investasi (IRR) terendah adalah 13,5% untuk perempuan dan 4,5% untuk

laki-laki.

Sumber: Attanasio, Orazio, Adriana Kugler, dan Costas Meghir. 2007.

Indonesia memerlukan program pelatihan keahlian yang baru dan memiliki cakupan memadai

untuk menjangkau mereka yang tidak memiliki akses terhadap pendidikan formal atau fasilitas

pelatihan publik. Program pelatihan menyeluruh yang baru ini dapat menjadi komponen kedua dalam

15 Puerto dan Fares, 2008.

Page 26: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

24 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

strategi nasional untuk melengkapi pekerja dengan keahlian yang relevan bagi pekerjaannya. Berbeda

dengan BLK yang ada saat ini, program masa depan tersebut harus membantu para pekerja yang rentan

dan kurang beruntung, terutama para pekerja informal yang berusia muda dan miskin, yang akan

memperoleh manfaat paling besar dari kesempatan kedua. Penyedia layanan yang dikontrak (baik dari

sektor swasta maupun LSM) dapat dipakai untuk mengujicobakan program. Kementerian Tenaga Kerja

sebaiknya memimpin di depan dalam perencanaan strategis dan pemantauan kinerja lembaga pelaksana.

Dukungan bagi kemitraan swasta-publik akan membantu terbangunnya hubungan dengan calon pemberi

kerja dan memastikan bahwa penyedia pelatihan telah melakukan survei terhadap pemberi kerja lokal guna

memastikan kebutuhan pasar tenaga kerja lokal. Namun, pelatihan saja tidak dapat melindungi pekerja yang

rentan dari risiko yang mereka hadapi. Diperlukan upaya tambahan untuk melindungi mereka jika terjadi

guncangan lapangan kerja dan upah.

III. Memperluas Jaring Pengaman Tenaga Kerja

Melindungi pekerja yang rentan terhadap guncangan lapangan kerja

dan upah

Tanpa adanya sistem perlindungan sosial bagi pekerja, pasar tenaga kerja informal dan pertanian

berfungsi sebagai jaring pengaman selama terjadinya guncangan lapangan kerja dan upah. Krisis

keuangan Asia Timur tahun 1997 berdampak sangat berat bagi pekerja Indonesia. Upah riil median anjlok

sampai 31 persen dalam satu tahun dan banyak pekerja sektor formal yang kehilangan pekerjaannya (Gambar

15). Tingkat lapangan kerja yang stabil menyembunyikan realokasi pekerja secara besar-besaran ke sektor

informal dan pertanian yang berfungsi sebagai jaring pengaman karena tidak adanya sistem perlindungan

dari pemerintah. Pembalikan transformasi struktural ini merupakan langkah mundur bagi banyak pekerja

dan juga bagi pembangunan Indonesia.

Gambar 15: Upah riil median (Rp) Gambar 16: Jobless growth - pangsa

pekerjaan non-tani (persen)

2500

3000

3500

4000

4500

5000

1990 1993 1995 1997 1999 2001 2003 2005 2006 2007

20

30

40

50

60

70

80

90

1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004

Indonesia CinaMalaysia FilipinaThailand Vietnam

Masa pemulihanpascakrisis

(1999-2003)

Sumber: Sakernas Sumber: Sakernas

Tanggapan pemerintah berupa kebijakan untuk meningkatkan upah minimum besar-besaran,

gagal melindungi pekerja berupah rendah setelah krisis dan menyebabkan semakin tersisihnya

pekerja informal. Selepas krisis keuangan 1997 dan peralihan Indonesia menuju demokrasi, upah minimum

di Indonesia meningkat pesat untuk membantu karyawan pulih dari krisis upah. Upah minimum yang tinggi

digunakan sebagai mekanisme penentu upah bagi pekerja tanpa keahlian dan turut menimbulkan kenaikan

Page 27: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

25

Ringkasan Eksekutif

upah rata-rata.16 Kenaikan upah minimum menimbulkan akibat yang tidak diharapkan, yaitu berkurangnya

ketersediaan pekerjaan formal dan non-tani (Gambar 17). Keadaan ini terutama mempengaruhi sektor jasa

yang sedang berkembang sehingga sektor ini menjadi tak lagi sepadat karya dahulu akibat kenaikan upah

pesat selama periode pemulihan krisis tahun 1999-2003. Indonesia adalah satu-satunya negara di kawasan

yang mengalami jobless growth selama periode tersebut dan gagal memperluas peluang kerja di sektor

formal dan non-tani (Gambar 16).

Gambar 17: Upah minimum dan lapangan

kerja formal

Gambar 18: Upah minimum dan

ketidakpatuhan

0

1.000

2.000

3.000

4.000

20

30

40

50

60

0991

1991

2991

39 91

4991

6991

79 91

8991

99 91

0002

1002

20 02

3002

40 02

5002

6002

70 02

Pangsa lapangan kerja formal (%, sumbu kiri)Rata-rata upah minimum per jam (Rp, sumbu kanan)

60

50

40

30

20

10

0Terbawah Kedua Ketiga Keempat Teratas

Pers

enta

se k

arya

wan

pene

rima

gaji

Kuintil Perkiraan Konsumsi Per Kapita

Sumber: Sakernas 2006 dan Bank Dunia Sumber: Sakernas 2006 dan Bank Dunia

Selain itu, kebijakan untuk meningkatkan upah minimum juga gagal memberikan jaring pengaman yang

efektif bagi pekerja berupah rendah. Karyawan miskin menarik manfaat paling kecil dari kenaikan upah

minimum karena mereka berpeluang lebih besar untuk bekerja pada pemberi kerja yang tidak patuh

terhadap aturan upah minimum, yang cenderung merupakan usaha kecil dan menengah yang berada di

bawah ambang batas pengawasan inspektur tenaga kerja (Gambar 18).

Selama terjadinya kemerosotan ekonomi, pekerja yang berisiko kehilangan pekerjaannya hanya

memiliki sedikit jaring pengaman yang dapat diandalkan. Meskipun Indonesia berhasil melewati

kemerosotan ekonomi global yang terjadi baru-baru ini, banyak yang mempertanyakan kesiapan

pemerintah untuk melindungi pekerja yang diberhentikan dan membutuhkan penghasilan stabil untuk

membiayai keluarganya. Uang pesangon dan dana pensiun tidak memberikan perlindungan yang efektif

bagi pekerja yang kehilangan pekerjaannya.17 Peningkatan upah minimum pekerja pun sama sekali tidak

akan membantu pekerja yang telah kehilangan pekerjaan. Bahkan sebaliknya, menaikkan biaya tenaga

kerja selama terjadinya krisis dapat membuat Indonesia jatuh kembali dalam jobless growth. Tanpa adanya

sistem perlindungan sosial bagi pekerja, mereka akan kembali ke pekerjaan di sektor informal dan pertanian

skala kecil sebagai jaring pengaman, meskipun pekerjaan tersebut hanya memberikan upah kecil dan tidak

memberikan jaminan penghasilan.

Meningkatkan frekuensi pengumpulan dan menambah kelengkapan data ketenagakerjaan dapat

membantu mendeteksi guncangan dengan cepat dan mengetahui dengan akurat pekerja yang

terpengaruh. Untuk melindungi pekerja dari guncangan, diperlukan pengumpulan informasi terkini

dan penentuan dengan tepat daerah dan rumah tangga yang paling terkena dampaknya. Saat ini, survei

tenaga kerja hanya dilakukan dua kali setahun dengan ukuran sampel yang besar. BPS dapat meningkatkan

keterkinian data dan sekaligus mengurangi biaya dengan menerapkan pendekatan survey kuartalan atau

16 Saget, 2006.

17 Vroman, 2007.

Page 28: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

26 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

terus-menerus yang dapat menghasilkan data ketenagakerjaan per kuartal atau per bulan. Selain itu, ada

pula kebutuhan untuk memperluas pertanyaan survei untuk memantau dengan lebih baik kerentanan di

antara para pekerja. Fasilitas penelitian dan think tank lokal, yang didukung dengan bantuan teknis dan

pembangunan kapasitas, dapat menggunakan data ini untuk melacak perubahan di pasar tenaga kerja

dan mendiagnosis bagaimana guncangan dirasakan oleh pekerja sehingga mekanisme tanggapan dapat

dirancang dengan lebih baik. Keterlambatan penyaluran tanggapan program dapat berdampak sangat

mahal bagi para pekerja yang rentan dan keluarga mereka.

Data ini dapat dimasukkan ke dalam sistem pemantauan yang mampu mendeteksi guncangan di

masa depan, termasuk guncangan upah dan lapangan kerja. Jaring pengaman darurat tidak akan efektif

atau tepat waktu jika tidak disertai dengan sistem pemantauan dan tim siaga yang bertanggung jawab

memeriksa data yang tersedia (termasuk laporan dari lapangan) untuk mendeteksi krisis yang sudah di

depan mata. Sistem Pemantauan dan Respon terhadap Krisis (Crisis Monitoring and Response System - CMRS)

bertindak sebagai prototipe bagi sistem pemantauan dan tanggapan masa depan yang dapat dibuat

berkesinambungan sehingga guncangan di masa depan dapat dipantau dan diatasi begitu muncul.

Informasi yang diperoleh melalui pemantauan dapat menjadi masukan bagi rancangan sistem

tanggap darurat di masa depan, yang mengatur kapan dan bagaimana jaring pengaman bagi

pekerja akan disalurkan untuk mengantisipasi serangkaian kemungkinan guncangan. Sistem harus

mengidentifi kasi pemicu yang dapat membenarkan penyaluran bantuan sementara melalui berbagai jalur

program. Untuk mengembangkan sistem ini, perlu disiapkan terlebih dahulu pedoman yang mengantisipasi

tanggapan terhadap skenario tertentu, termasuk rincian mengenai identifi kasi penerima, besarnya dan

jenis paket bantuan (misalnya tunai atau berupa barang, pekerjaan umum), dan kapan bantuan diakhiri.

Rancangan sistem tanggapan juga harus menjelaskan bagaimana berbagai lembaga akan bekerja sama

untuk melakukan perancangan, aktivasi, pembiayaan, dan penyaluran demi tersedianya bantuan dengan

secepat dan seefi sien mungkin.

Salah satu pilar sistem nasional untuk menanggapi guncangan semestinya berupa kerangka

kerja pekerjaan umum. Kerangka kerja ini mengatur kapan, di mana, dan bagaimana proyek penciptaan

lapangan kerja akan disalurkan untuk mengantisipasi serangkaian kemungkinan guncangan. Hal ini

termasuk mengidentifi kasi pemicu yang akan meluncurkan proyek pekerjaan umum atau meningkatkan

alokasi bagi program padat karya yang sudah ada. Sebagai contoh, PNPM-Mandiri dapat menyalurkan

dana untuk mendukung proyek pembangunan padat karya yang telah diidentifi kasi masyarakat setempat

di area pedesaan, sebuah langkah yang telah berhasil mengurangi angka pengangguran. Selain itu, perlu

diidentifi kasi proyek atau jalur untuk memberikan bantuan sementara kepada pekerja di area perkotaan saat

dibutuhkan. Pada saat bersamaan, sistem tanggapan dapat diisi daftar siaga mengenai proyek infrastruktur

yang sedang direncanakan dan sudah berjalan, yang dapat dengan cepat menyerap pekerja selama

terjadinya guncangan baik di area pedesaan maupun perkotaan.

Belajar dari masa lalu dan berpegang pada “praktik terbaik” internasional akan memastikan

bahwa bantuan dapat menjangkau pekerja yang paling memerlukannya. Berbagai praktik terbaik

tersebut mencakup: menunjuk satu lembaga di tingkat pusat yang bertanggung jawab memimpin strategi

keseluruhan dan memantau pelaksanaan program; menggunakan penetapan target geografi s secara

sistematis untuk menentukan lokasi program; menetapkan upah di bawah tingkat pasaran bagi pekerja

tanpa keahlian sehingga para pekerja tersebut akan terseleksi mandiri ke dalam program; mendorong

keikutsertaan perempuan dengan mengubah elemen rancangan program; dan memilih proyek padat karya

yang telah diidentifi kasi oleh masyarakat atau mendukung proyek infrastruktur yang telah dimasukkan dalam

strategi pengembangan akan membantu memastikan bahwa proyek pekerjaan umum dapat berguna dan

produktif.

Page 29: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

27

Ringkasan Eksekutif

IV. Mendukung Pembuatan Kebijakan Berbasis Bukti

Mendorong kemajuan dengan mengisi kekurangan pengetahuan di

pasar tenaga kerja

Membangun basis empiris bagi perdebatan sengit di seputar kebijakan ketenagakerjaan. Meskipun

peningkatan frekuensi pengumpulan data dapat membantu pembuat kebijakan untuk memberi tanggapan

“tepat waktu”, perlu diperhatikan juga jenis data seperti apa yang dikumpulkan. Sakernas semestinya

dirancang untuk mengumpulkan data yang dapat menjawab pertanyaan paling mendesak dari para

pembuat kebijakan. Sebagai contoh, modul mengenai pesangon perlu dilanjutkan untuk mengetahui

dampak peraturan pesangon terhadap kondisi ketenagakerjaan para pekerja. Pengumpulan data mengenai

status kontrak sangatlah penting untuk melacak seberapa jauh telah terjadi segmentasi di pasar tenaga

kerja. Upaya ini akan menjadi masukan saat menentukan kebijakan dan program apa yang diperlukan

untuk menargetkan sub-kelompok pekerja tertentu. Dapat pula dipertimbangkan untuk melaksanakan

studi pelacakan kondisi ketenagakerjaan yang terkait dengan perbedaan pendidikan dan pengalaman

pelatihan.

Memantau dan mengevaluasi dengan ketat program dan lembaga yang sudah ada untuk

mempelajari mana yang memberikan hasil dan mana yang tidak berguna. Tidak banyak yang

diketahui mengenai kinerja berbagai lembaga ketenagakerjaan yang sudah ada karena berbagai lembaga

tersebut tidak dipantau atau dievaluasi dengan teliti. Kajian kualitatif dan kuantitatif dapat mengidentifi kasi

jenis SMK negeri mana dan pusat pelatihan non-formal mana yang memberikan hasil lebih baik. Memantau

dan mengkaji kinerja proses penyelesaian perselisihan dan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) yang baru

dibentuk untuk memperoleh data yang diperlukan guna memperbaiki tingkat keberhasilan mekanisme

penyelesaian pra-sidang dan mengurangi kemacetan di PHI sehingga meningkatkan kecepatan dan

menghemat biaya proses penyelesaian.

Membuat dasar bagi arah yang baru dengan melakukan uji coba terhadap pendekatan baru.Masih

banyak pekerjaan yang perlu dilakukan untuk mengkaji sistem alternatif yang dapat memberikan tunjangan

pengangguran, seperti misalnya simulasi dan kajian kelembagaan. Berinvestasi dalam analisis menyeluruh

dan belajar dari pengalaman negara lain yang berpenghasilan menengah sebagai masukan bagi rancangan

mekanisme jaminan sosial masa depan agar terhindar dari kesalahan yang mahal. Demikian pula perlu

dilakukan pengujian terhadap program baru, seperti program pelatihan keahlian menyeluruh, dengan

melakukan uji coba pendekatan tersebut pada area tertentu sebelum diperluas ke skala nasional. Untuk

program yang berpotensi menjadi besar dan ambisius dari segi fi skal, perlu memasukkan pengacakan

(randomization) dalam rancangan proyek untuk mengukur dampak dan penghematan biaya secara lebih

akurat. Melakukan evaluasi dampak yang ketat terhadap program pelatihan dan pekerjaan umum di masa

depan untuk mengetahui apakah pendekatan yang diambil sudah hemat biaya dan dapat meningkatkan

kondisi ketenagakerjaan bagi pekerja.

Memperkuat jaringan fasilitas riset dan lembaga penelitian (think tank) di Indonesia. Pembuat

kebijakan dan lembaga pemerintah yang bertanggung jawab atas program ketenagakerjaan sangat

bergantung pada analisis yang tepat untuk mengambil keputusan. Hal ini membutuhkan berfungsinya tiga

komponen yang saling berkaitan. Yang pertama, Kementerian Tenaga Kerja harus memastikan tersedianya

data tenaga kerja paling baru secara umum. Yang kedua, lembaga pemerintah perlu memahami cara

mengajukan pertanyaan yang tepat dan mengadakan proyek riset yang dapat memberikan jawabannya.

Yang terakhir, membangun kemampuan teknis peneliti di berbagai think tank dan fasilitas riset universitas

untuk melaksanakan riset kebijakan ketenagakerjaan yang dapat dipertanggungjawabkan secara teknis.

Page 30: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

28 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Laporan Lapangan Kerja Indonesia: Matriks Ringkasan Rekomendasi

Kebijakan

Bidang

Kebijakan

Persoalan & Hambatan

Utama

Langkah Spesifi k Jangka Waktu & Urutan

Pelaksanaan

Re

form

asi

Pe

ratu

ran

Pembayaran pesangon dengan

nilai kecil menyebabkan

kebanyakan karyawan

tidak terlindungi dalam hal

pemberhentian kerja.

Memperkenalkan sistem

tunjangan pengangguran (dana

pesangon bersama, sistem

rekening pesangon individual,

atau bantuan pengangguran

berbentuk tunjangan tetap)

sebagai pelengkap sistem

Jaminan Sosial Nasional.

Jangka pendek: Memulai

proses reformasi dengan

mengadakan studi simulasi

mengenai sistem alternatif

dan mengadakan kajian

untuk menentukan sistem

mana yang paling cocok

dalam konteks kelembagaan

Indonesia.

Jangka menengah:

Memfasilitasi negosiasi multi

pihak untuk mengurangi

tingkat pesangon

dan, sebagai gantinya,

menerapkan sistem

tunjangan pengangguran

terpilih. Mengembangkan

peta langkah reformasi yang

terkait dengan reformasi

sistem Jaminan Sosial

Nasional.

Sistem “post-pay” menciptakan

ketidakpastian bagi pemberi

kerja dan mengurangi peluang

pekerja yang diberhentikan

untuk menerima pesangon.

Mengadopsi sistem pendekatan

kontribusi bulanan agar

perusahaan memberikan

kontribusi pesangon bulanan ke

sebuah rekening yang dikelola

oleh pihak ketiga.

Aturan yang rumit dan

tingkat pesangon tinggi yang

diwajibkan secara hukum akan

mengurangi minat wiraswasta

untuk memulai bisnis baru dan

menghambat potensi investasi

asing.

Menyederhanakan aturan

penentuan uang pesangon dan

uang penghargaan masa kerja.

Menurunkan tingkat pesangon

agar sesuai dengan standar

kawasan.

Pe

lati

ha

n K

ea

hli

an

Permintaan akan pekerja

berpendidikan lebih

tinggi masih besar, tetapi

pembangunan sekolah

menengah atas umum telah

dibekukan.

Menghapus kebijakan untuk

membekukan pembangunan

sekolah menengah atas umum.

Jangka pendek: Melakukan

studi pelacakan kondisi

ketenagakerjaan siswa dari

berbagai jenis sekolah.

Meneliti berbagai opsi untuk

program pelatihan keahlian

non-formal. Melakukan

kunjungan pertukaran ke

berbagai program Jovenes

di negara Amerika Latin

tertentu.

Jangka menengah:

Mendukung sekolah

kejuruan untuk mengadakan

survei terhadap pemberi

kerja di daerah mereka untuk

mengidentifi kasi keahlian

yang dibutuhkan. Melakukan

percontohan dan uji coba

sebuah program pelatihan

keahlian menyeluruh non-

formal di area terpilih dengan

peserta acak.

Target saat ini untuk perluasan

SMK tidak memberikan

perbaikan yang jelas terhadap

kondisi ketenagakerjaan dan

tidak hemat biaya.

Mengganti kebijakan “70:30”

dengan pendekatan berbasis

pasar untuk menentukan

komposisi sekolah kejuruan

dan sekolah umum yang tepat.

Mengembangkan strategi untuk

memperbaiki mutu sekolah

kejuruan dan mendorong

hubungan yang lebih kuat

dengan calon pemberi kerja.

Pusat pelatihan publik tidak

cukup untuk memenuhi

permintaan dan umumnya

hanya memberi manfaat bagi

pekerja yang telah memiliki

pekerjaan.

Memperkenalkan program

pelatihan keahlian nasional yang

menyeluruh untuk menargetkan

pekerja muda, miskin, dan

informal. Mengimplementasi

program melalui penyedia

layanan swasta dan NGO,

dengan pengawasan dari

pemerintah.

Page 31: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

29

Ringkasan Eksekutif

Jari

ng

Pe

ng

am

an

ba

gi

Pe

ke

rja

Tanpa adanya data terbaru,

sulit menentukan daerah

dan kelompok pekerja yang

mengalami dampak guncangan

lapangan kerja dan upah agar

dapat dibuatkan program

tanggapan.

Mengkonversi Survei Angkatan

Kerja Nasional (Sakernas)

menjadi pendekatan terus-

menerus sehingga dapat

memberikan data tiap bulan

atau tiap triwulan sambil tetap

menghemat biaya.

Jangka pendek: Menentukan

ukuran sampel yang optimal

untuk melakukan Sakernas

triwulan dan implikasi

anggarannya.

Jangka menengah:

Membentuk tim teknis untuk

mengembangkan rencana

strategis bagi terciptanya

program pekerjaan umum

permanen. Hal yang perlu

dimasukkan: tujuan, fi tur

rancangan, mekanisme

penyaluran, pengaturan

kelembagaan, dan peta

langkah demi langkah.

Tidak ada jaring pengaman

yang dapat digunakan secara

efektif untuk melindungi

pekerja miskin dan berupah

rendah selama terjadinya

guncangan lapangan kerja dan

upah.

Mengembangkan program

pekerjaan umum nasional

untuk menargetkan kaum

miskin yang bersedia bekerja

dan membayarkan upah di

bawah harga pasar bagi pekerja

tanpa keahlian. Menggunakan

program seperti PNPM sebagai

mekanisme untuk pendaftaran

peserta dan menyalurkan dana

bagi proyek padat karya.

Ris

et

Ke

bij

ak

an

Ke

ten

ag

ak

erj

aa

n

Data yang dikumpulkan dalam

Survei Angkatan Kerja Nasional

(Sakernas) belum cukup

untuk menjawab pertanyaan

mendesak mengenai kebijakan.

Memperluas pengumpulan

data yang terkait dengan

pertanyaan kunci mengenai

kebijakan. Melanjutkan modul

pesangon dalam Sakernas dan

mengumpulkan data mengenai

status kontrak.

Jangka pendek: Mengadakan

lokakarya bersama

Kementerian Tenaga

Kerja, BPS, dan Bappenas

untuk mengidentifi kasi

data ketenagakerjaan

yang dibutuhkan dan

mengusulkan perubahan

terhadap Sakernas.

Mengembangkan perangkat

yang dapat digunakan

peneliti untuk melacak

dan menganalisis tren

ketenagakerjaan.

Jangka menengah:

Mengembangkan dan

mendukung program

pelatihan bagi peneliti

ketenagakerjaan.

Memberikan bantuan

keuangan bagi jaringan

peneliti kebijakan

ketenagakerjaan.

Belum ada cukup banyak riset

kebijakan ketenagakerjaan

bermutu tinggi, terutama studi

kuantitatif, sebagai masukan

bagi pengembangan kebijakan.

Memastikan bahwa Biro Pusat

Statistik dapat menyediakan

data pasar tenaga kerja kepada

masyarakat umum secara tepat

waktu.

Membangun kapasitas lembaga

pemerintah untuk merumuskan

pertanyaan riset dan memulai

proyek. Meningkatkan kapasitas

teknis berbagai lembaga

penelitian untuk mengadakan

riset kebijakan ketenagakerjaan

kuantitatif.

Page 32: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya
Page 33: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

Bab 1

Tren Pasar Tenaga Kerja di

Indonesia

Dari 1990 sampai 2008

Page 34: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

32 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Bab 1 Ringkasan

Pengamatan terhadap evolusi pasar tenaga kerja Indonesia akan membantu kita untuk lebih memahami situasi

ketenagakerjaan saat ini. Selama dua puluh tahun terakhir, Indonesia telah merasakan guncangan dan penyesuaian

ekonomi besar, mengalami perubahan politik secara radikal, dan memperbarui kebijakan ketenagakerjaan

nasionalnya.

1990 – 1997: Pertumbuhan Pesat. Sebelum terjadinya krisis keuangan, kombinasi dari pertumbuhan ekonomi

yang kuat, meningkatnya lapangan kerja perkotaan, dan angkatan kerja yang berpendidikan lebih tinggi telah

memperkuat pasar tenaga kerja Indonesia. Semakin banyak pekerja yang memperoleh pekerjaan lebih baik

dengan upah lebih tinggi. Ketimpangan upah pun berkurang seiring banyaknya pekerja – terutama pekerja dari

pedesaan dan pekerja berpendidikan lebih rendah – yang meninggalkan pertanian dan memperoleh pekerjaan

di sektor industri dan jasa yang sedang tumbuh pesat. Pekerja miskin juga meninggalkan pekerjaan pertanian dan

masuk ke sektor formal, sehingga turut mengurangi kemiskinan dalam jumlah berarti.

1997 – 1999: Bertahan di Tengah Krisis. Meskipun Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product(GDP)

riil menurun tajam, jumlah pekerjaan secara mengejutkan tetap stabil selama krisis. Sektor pertanian dan informal

mampu menyerap pekerja yang diberhentikan dan kaum perempuan memasuki angkatan kerja dalam jumlah

besar. Namun demikian, para pekerja tetap merasakan pahitnya krisis akibat pemotongan upah yang menyebabkan

banyak pekerja hampir miskin (near-poor) jatuh kembali dalam kemiskinan. Meskipun semua pekerja merasakan

akibat krisis, penurunan upah di antara petani pedesaan yang memiliki lahan sendiri dapat diredam oleh kenaikan

harga beras yang tinggi.

1999 – 2003: Pertumbuhan tanpa penciptaan Pekerjaan. Bersamaan dengan peralihan menuju demokrasi,

terjadi pula pembaruan legislatif, termasuk pemberlakuan dua undang-undang penting: Undang-Undang Serikat

Pekerja (No. 21/2000) dan Undang-Undang Ketenagakerjaan (No. 21/2000). Pekerja yang menerima gaji – terutama

pekerja di perkotaan dan pekerja tidak miskin – diuntungkan karena kenaikan upah yang besar dan pesangon

yang diwajibkan undang-undang selama masa pemulihan ekonomi, demokratisasi, dan reformasi legislatif ini.

Ketersediaan pekerjaan formal menurun karena peningkatan upah dan pengurangan besar-besaran jumlah

Pegawai Negeri Sipil. Masih ada pekerja yang terpaksa kembali ke pertanian, namun hal ini terjadi pada laju yang

lebih rendah daripada periode krisis. Pekerja yang miskin, berada di pedesaan, dan berpendidikan lebih rendah

adalah yang paling rentan terdesak ke pekerjaan informal dan pertanian.

2003-2008: Pemulihan Lapangan Kerja. Secara riil, upah menurun drastis tahun 2005 dan stagnan sampai

sekarang, kecuali untuk pekerja dengan upah tinggi. Penurunan upah ini membuka jalan bagi penciptaan lapangan

kerja yang lebih banyak. Semakin banyak pekerja yang memperoleh pekerjaan formal dan semakin banyak pula

pekerja, terutama pekerja miskin, yang mendapatkan pekerjaan di luar pertanian. Data pasar tenaga kerja terbaru

memperlihatkan tanda-tanda positif bagi periode 2007-08. Lapangan kerja terus bertambah dan semakin banyak

perempuan mendapatkan pekerjaan. Semakin banyak pekerja yang meninggalkan sektor pertanian dan memasuki

pasar tenaga kerja formal, terutama di kalangan laki-laki dari pedesaan. Upah mulai naik kembali, namun hal ini

lebih dirasakan oleh pekerja berpenghasilan besar dan kaum perempuan, terutama mereka yang berpendidikan

lebih tinggi dan tinggal di wilayah perkotaan.

I. Pendahuluan

Dengan melihat evolusi pasar tenaga kerja Indonesia, kita dapat lebih memahami situasi saat ini.

Selama dua puluh tahun terakhir, Indonesia telah merasakan guncangan dan penyesuaian ekonomi besar,

mengalami perubahan politik secara radikal, dan memperbarui kebijakan ketenagakerjaan nasionalnya.

Setiap fenomena ini mengubah jalannya pasar tenaga kerja menjadi lebih baik maupun lebih buruk.

Dengan mengkaji secara saksama sejarah pasar tenaga kerja selama dua puluh tahun terakhir, dapat

ditemukan sejumlah faktor yang telah memperkuat, maupun memperlemah, kemampuan Indonesia untuk

menghasilkan lapangan kerja lebih baik bagi angkatan kerja yang terus bertambah.

Page 35: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

33

Bab 1

Tren Pasar Tenaga Kerja di Indonesia

Bab 1 mengkaji tren pasar tenaga kerja di Indonesia sejak 1990. Untuk mengkaji tren dalam tiga

indikator inti pasar tenaga kerja – lapangan kerja, struktur tenaga kerja, dan upah (Kotak 1.1) – periode waktu

tersebut dapat dibagi menjadi empat era. Masing-masing era memiliki kombinasi unik antara pertumbuhan

ekonomi, pengurangan kemiskinan, dan pengembangan kebijakan ketenagakerjaan sehingga ada yang

diuntungkan maupun dirugikan. Bab ini mengkaji masing-masing aspek tersebut dalam empat era:

Yang pertama mencakup periode 1990-97 pada masa-masa akhir Orde Baru sebelum terjadinya krisis

keuangan.

Yang kedua mengkaji pengaruh krisis keuangan di Asia terhadap pasar tenaga kerja Indonesia pada

1997-99.

Yang ketiga berfokus pada periode pascakrisis, 1999-2003, saat ekonomi mulai tumbuh lagi tetapi hanya

menciptakan sedikit lapangan kerja.

Yang keempat menelaah periode 2003-2007 ketika lapangan kerja formal mulai tumbuh lagi.

Bagian kelima dan terakhir memberikan informasi terkini mengenai pasar tenaga kerja dengan

menggunakan data terbaru dari 2007-08. Meskipun belum diketahui dengan jelas apakah hal ini

merupakan kelanjutan era sebelumnya atau merupakan awal yang baru, namun tampak tanda-tanda

masa depan yang lebih baik.

Kotak 1.1 Apa indikator terbaik untuk kinerja pasar tenaga kerja?

Meskipun tingkat pengangguran dan setengah pengangguran sering kali digunakan, keduanya dapat

menyesatkan jika dipakai sebagai indikator kesehatan pasar tenaga kerja. Media dan politisi biasanya

menggunakan tingkat pengangguran untuk menilai kinerja pasar tenaga kerja. Istilah ‘penganggur’ mencakup

dua kelompok orang: mereka yang tidak punya pekerjaan, tetapi masih aktif mencari kerja (80 persen dari jumlah

penganggur tahun 2007); dan pekerja patah semangat (discouraged worker) yang tidak lagi berharap untuk

mendapatkan pekerjaan. Pengangguran terbuka (under employment) juga merupakan indikator populer yang

mengukur proporsi populasi yang bekerja kurang dari 35 jam seminggu dan bersedia menerima pekerjaan lain.

Namun, pengangguran dan pengangguran terbuka tak hanya ditentukan oleh ketersediaan pekerjaan. Kedua

indikator ini juga bergantung pada faktor sosioekonomi rumah tangga termasuk: tingkat penghasilan anggota

rumah tangga yang lain; bantuan non-pasar yang diterima oleh rumah tangga tersebut; status si pekerja dalam

rumah tangga tersebut (kepala rumah tangga akan merasakan tekanan lebih kuat untuk mengambil pekerjaan

informal); preferensi mengenai keikutsertaan perempuan dalam angkatan kerja; dan beda upah antara sektor

formal dan informal. Berbagai faktor sosioekonomi rumah tangga tersebut menyebabkan sulitnya menafsirkan

perubahan tingkat pengangguran dan pengangguran terbuka.

Tingkat pengangguran dan pengangguran terbuka telah terbukti kurang dapat diandalkan sebagai sinyal

kinerja pasar tenaga kerja di Indonesia. Pengkajian sejarah pasar tenaga kerja di Indonesia memperlihatkan

ketidakcocokan antara tingkat pengangguran dan kinerja pasar tenaga kerja. Sebagai contoh, naiknya

pengangguran pada 1990-97 bukan merupakan indikasi atas pasar yang memburuk. Kenaikan ini lebih disebabkan

karena bertambahnya jumlah pekerja berpendidikan (yang sedang mencari pekerjaan), sementara pertumbuhan

ekonomi yang kuat menyebabkan pengangguran tidak terlalu memberatkan. Demikian pula saat krisis keuangan

Asia, tingkat pengangguran secara mengejutkan tetap stabil. Banyak pekerja perkotaan yang memiliki keahlian

harus kehilangan pekerjaannya, namun hal ini tidak tercermin dalam tingkat pengangguran karena perempuan

miskin mulai memasuki angkatan kerja dalam jumlah besar.

Page 36: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

34 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Laporan Lapangan Kerja Indonesia bergantung pada tiga jenis indikator untuk menilai kinerja pasar

tenaga kerja.

a. Lapangan kerja: Populasi orang dewasa usia kerja terbagi menjadi dua kategori: mereka yang berada di

dalam angkatan kerja dan mereka yang berada di luar angkatan kerja. Indikator primer lapangan kerja adalah

rasio lapangan kerja, yang didefi nisikan sebagai perubahan persentase orang dewasa di dalam angkatan kerja

yang memiliki pekerjaan. Indikator sekunder mencatat bahwa mereka yang berada di dalam angkatan kerja,

namun tidak memiliki pekerjaan, termasuk pekerja yang menganggur dan pekerja patah semangat. Meskipun

tingkat pengangguran paling banyak mendapat perhatian, rasio lapangan kerja dapat dipandang sebagai

indikator yang lebih andal karena berbagai alasan yang telah dijelaskan sebelumnya.

b. Struktur pasar tenaga kerja: Kinerja pasar tenaga kerja juga dapat diukur dengan menelaah jenis-jenis

pekerjaan yang dimiliki para pekerja. Dua indikator utama yang dipakai untuk melacak perubahan struktural

pasar tenaga kerja adalah:

Pangsa lapangan kerja non-pertanian: Pangsa lapangan kerja sektoral (pertanian, industri, atau jasa)

adalah indikator penting karena mudah diukur, dapat dibandingkan antar negara, dan memberikan

informasi mengenai produktivitas pekerja dan status pekerjaan. Secara umum, pekerjaan non-pertanian

relatif lebih disukai dibandingkan dengan pekerjaan pertanian karena sektor pertanian dinilai kurang

produktif, mempekerjakan lebih banyak pekerja tak dibayar atau pekerja lepas, dan memiliki persentase

terendah dalam mempekerjakan pekerja berpendidikan . Indikator ini diukur dalam perubahan persentase

pangsa pekerja yang bekerja di bidang non-pertanian (misalnya pekerjaan sektor industri dan jasa).

Pangsa lapangan kerja formal: Indikator yang lain adalah perubahan persentase dalam pangsa pekerja

yang memiliki pekerjaan formal. Pekerja di sektor formal menerima gaji berkala dan berhak memperoleh

tunjangan sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13/2003. Secara umum, pekerjaan di

sektor formal relatif lebih disukai daripada pekerjaan di sektor informal.18

c. Upah rata-ratadan kesetaraan upah: Dari sudut pandang pekerja, hal terpenting yang menentukan

kualitas pekerjaan yang mereka miliki mungkin adalah kompensasi total yang mereka peroleh untuk jerih

payah mereka, yaitu nilai upah ditambah tunjangan. Perubahan persentase upah dinyatakan secara riil dan

perubahan distribusi pekerja dikategorikan melalui kuintil upah. Sayangnya, sumber data tidak lengkap, serta

tidak ada data mengenai nilai tunjangan yang diterima oleh semua pekerja dan data mengenai laba yang

diperoleh sebagian besar pekerjan wiraswasta.

Perubahan ketiga jenis indikator ini memberikan gambaran jelas mengenai kekuatan dan kelemahan dalam pasar

tenaga kerja. Selama periode pertumbuhan pesat (1990-97) keempat indikator di atas meningkat sesuai dengan

harapan, sementara selama krisis ekonomi (1997-98) semuanya menurun. Karena alasan inilah beberapa indikator

tersebut lebih dapat diandalkan daripada hanya bergantung pada tingkat pengangguran dan pengangguran

terbuka.

II. 1990-1997: Bertumbuh Pesat 18

Pertumbuhan Ekonomi dan Pengurangan Kemiskinan

Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan yang besar dari tahun 1990

sampai 1997. PDB riil tumbuh pesat pada tingkat 7 persen per tahun. Pertumbuhan ini dengan cepat

18 Lihat Bab 3 untuk mendapat penjelasan mengapa pekerjaan sektor formal lebih disukai daripada pekerjaan sektor informal.

Page 37: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

35

Bab 1

Tren Pasar Tenaga Kerja di Indonesia

menurunkan tingkat kemiskinan sebanyak 0,5 persen per tahun sehingga tinggal 11,3 persen tahun

199619. Tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi meningkatkan kondisi lapangan kerja bagi pekerja di

Indonesia.

Perubahan Politik dan Kebijakan

Kebijakan tenaga kerja selama periode ini dicirikan oleh upaya perbaikan penghasilan angkatan kerja secara

proaktif. Diciptakannya program Jaminan Sosial Tenaga Kerja, atau Jamsostek, yaitu dana pensiun yang

wajib diikuti dan dikelola negara bagi pekerja di sektor formal, menandai perubahan ini. Ditetapkannya upah

minimum provinsi pada awal tahun 90-an bahkan dapat dikatakan sebagai perubahan yang lebih penting

lagi. Upah minimum naik drastis pada tahun 1993-95 sebagai tanggapan terhadap tiga perkembangan

utama.20 Yang pertama, lonjakan manufaktur non-migas yang dimulai pada pertengahan 80-an telah

mendorong permintaan akan angkatan kerja yang lebih besar dan berpendidikan lebih tinggi, yang

terkonsentrasi pada sektor industri di sekeliling Jakarta dan Bandung. Yang kedua, upah riil telah stagnan

sejak tahun 80-an sehingga memicu aksi protes buruh yang sering terjadi pada paruh pertama tahun 90-

an. Yang ketiga, deregulasi ekonomi juga disertai dengan keterbukaan politik sehingga media dan aktivis

buruh dapat menyoroti nasib para pekerja dalam industri manufaktur ‘baru’. Indonesia juga mendapat

tekanan internasional saat pemerintah Amerika Serikat mengumumkan bahwa hak GSP (General System of

Preferences) untuk Indonesia akan diperbarui dengan syarat terjadi kemajuan dalam penegakan hak buruh

di Indonesia.

Meskipun rezim Suharto mendorong dilakukannya perjanjian buruh kolektif, pelaksanaannya masih terbatas

dan hubungan buruh masih represif. Pekerja hanya dapat bergabung dengan satu organisasi serikat

pekerja yang dikendalikan dengan ketat oleh pemerintah. Sengketa perburuhan ditekan, biasanya dengan

keputusan yang menguntungkan perusahaan dan dilaksanakan dengan keras, dengan bantuan militer dan

polisi.

Lapangan kerja

Jika dilihat di permukaan saja, secara keseluruhan lapangan kerja tidak berubah banyak selama tahun-tahun

tersebut. Hanya ada kenaikan kecil dalam pengangguran yang bertambah sedikit demi sedikit sebesar 0,1

persen per tahun (Tabel 1.1).21 Hal ini menimbulkan penurunan rasio lapangan kerja — yang didefi nisikan

sebagai persentase orang dewasa yang memiliki pekerjaan — sebesar 0,2 persen per tahun, dari angka

64,6 persen tahun 1990 yang turun menjadi 63,2 persen tahun 1997. Namun demikian, perubahan agregat

yang kecil ini menyamarkan perluasan lapangan kerja yang signifi kan di area perkotaan, yang menyebabkan

rasio lapangan kerja naik sampai 0,5 persen per tahun bagi laki-laki maupun perempuan. Kontras dengan

data tersebut, lapangan kerja bagi laki-laki di area pedesaan mengalami sedikit penurunan, sementara

perempuan di pedesaan beramai-ramai meninggalkan angkatan kerja.

19 Pada tahun 1996 Badan Pusat Statistik (BPS) merubah metodologi pengukuran tingkat kemiskinan. Laporan Lapangan Pekerjaan Indonesia (Indonesia Jobs Report) menggunakan tingkat kemiskinan untuk periode tahun 1990-97 yang dihitung dengan menggunakan metode pengukuran lama. Periode berikutnya menggunakan tingkat kemiskinan yang dihitung dengan menggunakan

20 Manning, 1998.

21 Lihat Lampiran I.1 untuk rangkuman indikator tren menurut sub-kelompok. Catatan: laporan ini menggunakan defi nisi ‘lama’ mengenai pengangguran inti yang dipakai secara resmi sampai 2001. Defi nisi yang ‘baru’ dan lebih luas mengenai pengangguran, yang dipakai secara resmi sejak 2001, mencakup pekerja patah semangat (bagian dari populasi yang tidak lagi bekerja dan tidak lagi berharap memperoleh pekerjaan), sedangkan laporan ini membahasnya secara terpisah. Angka pengangguran tahun 1992 sampai 1997 diambil dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) karena Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) sebelum tahun 1994 menggunakan masa referensi pencarian kerja yang lebih pendek. Kecuali bila dinyatakan lain, data yang disampaikan dalam Bab 1 didasarkan pada Sakernas.

Page 38: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

36 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Gambar 1.1 Indikator tren tenaga kerja, menurut periode

58

59

60

61

62

63

64

65

1990 1991 1992 1993 1994 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

Tingkat Lapangan Kerja,

Persen

Tingkat Pengangguran,

Persen

Pangsa Lapangan

Kerja Non-Tani,

Persen

Pangsa Lapangan

Kerja Sektor Formal,

Upah Karyawan

Median per Jam,

1990 -1997 1997 -1999 1999 -2003 2003 -2007

0

1

2

3

4

5

6

7

8

1990 1991 1992 1993 1994 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

Pengangguran (data Susenas)

Pengangguran inti

40

45

50

55

60

65

1990 1991 1992 1993 1994 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

30

35

40

45

50

1990 1991 1992 1993 1994 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

2000

2500

3000

3500

4000

4500

1990 1991 1992 1993 1994 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

Persen

Persen

Sumber: Sakernas; Susenas untuk tingkat pengangguran 1992-97.

Page 39: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

37

Bab 1

Tren Pasar Tenaga Kerja di Indonesia

Tabel 1.1 Indikator tren tenaga kerja, pertumbuhan menurut periode

Indikator Inti 1990-97 1997-99 1999-2003 2003-07

Lapangan

Kerja

Rasio pertumbuhan lapangan kerja -0,2 -0,1 -0,4 -0,1

Pertumbuhan pengangguran 0,1 0,8 -0,2 0,5

Struktur

Tenaga Kerja

Pertumbuhan pangsa lapangan kerja non-

pertanian2,1 -1,3 -0,8 1,3

Pertumbuhan pangsa lapangan kerja formal 1,5 -0,9 -0,3 1,2

Upah Pertumbuhan upah rata-rata 7,1 -11,0 8,9 -3,8

Sumber: Sakernas; Susenas untuk tingkat pengangguran 1992-97.

Struktur Tenaga Kerja

Urbanisasi angkatan kerja telah ikut membantu terjadinya peningkatan dramatis kualitas pekerjaan yang

tersedia. Perubahan struktural yang cepat telah menarik para pekerja dari pertanian untuk pindah ke

pekerjaan sektor formal yang lebih produktif. Pangsa lapangan kerja di bidang pertanian turun dari 55

menjadi 41 persen dalam jangka tujuh tahun. Semakin banyak pekerja pertanian tertarik pada sektor jasa

sehingga pangsa lapangan kerja di sektor tersebut bertambah 1,3 persen per tahun, dari 30,9 persen tahun

1990 menjadi 40,3 persen tahun 1997. Sektor industri juga tumbuh 0,8 persen per tahun dan mencapai

19,1 persen dari angkatan kerja tahun di 1997. Akibat perubahan struktural ini, lapangan kerja sektor formal

melonjak 1,5 persen per tahun selama periode ini (dari 34,7 persen tahun 1990 menjadi 44,9 persen tahun

1997).

Upah

Para pekerja tidak hanya berpindah ke pekerjaan yang lebih formal, tetapi gaji karyawan pun lebih tinggi.

Upah riil rata-rata karyawan, , tumbuh pesat sebesar 7,1 persen per tahun.22 Peningkatan upah tersebut juga

disertai dengan penurunan dramatis dalam ketimpangan upah. Rasio persentil ke-90 terhadap persentil

ke-10 dari upah— ukuran yang kerap dipakai untuk menghitung ketimpangan — turun dari 7,8 menjadi

6,5 karena upah buruh pada desil terbawah tumbuh 50 persen lebih cepat daripada karyawan pada desil

teratas.23

Banyak kemajuan dalam kondisi ketenagakerjaan yang terjadi karena perubahan komposisi angkatan

kerja. Pekerja yang memasuki pasar tenaga kerja semakin tinggi pendidikannya (pangsa pekerja yang telah

tamat Sekolah Menengah Atas meningkat dari 13 menjadi 20 persen) dan tinggal di perkotaan (pangsa

pekerja perkotaan meningkat dari 31 menjadi 39 persen). Empat puluh persen dari kenaikan upah rata-rata

ditimbulkan oleh perubahan karakteristik pekerja, sedangkan 60 persen sisanya disebabkan oleh perubahan

dalam kondisi pasar tenaga kerja yang mereka hadapi. Demikian pula, meningkatnya taraf pendidikan dan

urbanisasi angkatan kerja juga telah menyebabkan turunnya lapangan kerja bidang pertanian sampai 60

persen.24

Yang Diuntungkan dan Dirugikan

Pekerja pedesaan dan buruh kasar memperoleh manfaat terbesar dari perluasan sektor formal. Lapangan

kerja di sektor formal bagi buruh kasar meningkat 1,1 persen per tahun, sementara bagi pekerja yang

22 Catatan: Upah hanya dicatat untuk karyawan penerima gaji, yang jumlahnya kurang dari sepertiga angkatan kerja.

23 Perhitungan staf Bank Dunia berdasarkan Susenas dan Sakernas.

24 Perhitungan staf Bank Dunia.

Page 40: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

38 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

memiliki keahlian, jumlah lapangan kerja formal masih tetap sama. Pekerja pedesaan juga menikmati

kenaikan pangsa lapangan kerja formal sebesar 1,2 persen per tahun, sementara pekerja perkotaan hanya

menikmati tingkat kenaikan 0,4 persen.

Pekerja miskin juga diuntungkan karena memperoleh pekerjaan yang lebih baik, seiring pergerakan

cepat mereka dari pekerjaan pertanian ke sektor formal. 25 Karena penghasilan rumah tangga meningkat,

anggota keluarga rumah tangga miskin yang terpaksa bekerja pun berkurang jumlahnya. Konsekuensinya,

perempuan miskin meninggalkan angkatan kerja dengan laju 2 persen per tahun dari 1994 sampai 1997.

Meskipun semakin banyak pekerja miskin dapat memperoleh pekerjaan formal, mereka yang sebelumnya

telah bekerja di sektor formal tidak mendapatkan banyak manfaat. Pekerja miskin di sektor formal tidak

menerima kenaikan upah yang signifi kan, sementara upah pekerja tidak miskin tumbuh lebih dari 10 persen

per tahun.

Kotak 1.2: Sumber data tenaga kerja di Indonesia

Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) adalah survei pasar tenaga kerja dan penghasilan nasional yang

dilakukan oleh BPS. Sejak diadakan pertama kalinya tahun 1976, survei tersebut telah mengalami serangkaian

perubahan yang mempengaruhi cakupan, frekuensi pelaksanaan survei, jumlah rumah tangga yang dijadikan

sampel, dan jenis informasi yang dikumpulkan. Sakernas adalah sumber data lapangan kerja terbesar dan paling

mewakili di Indonesia.

Sebuah modul khusus ditambahkan pada tahun 2007 untuk mengajukan pertanyaan mengenai pencarian

kerja, pelatihan, keanggotaan serikat pekerja, pekerja kontrak, dan pembayaran pesangon, demi mendapatkan

pemahaman lebih jelas mengenai penghambat utama dalam penciptaan lapangan kerja.

Tabel 1.2 Ringkasan Survei Sakernas

Periode Cakupan Frekuensi Ukuran survei

Rumah tangga Individu

1976 Nasional Tahunan 95.400 290.000

1977-78 Nasional Tahunan 71.550 250.000

1986-93 Nasional Tahunan 65.490 200.000

1994-97 Provinsi Tahunan 70.000 250.000

1998-2001 Provinsi Tahunan 40.000 150.000

2002-04 Provinsi Tahunan 70.000 200.000

2005-06 Provinsi Enam bulanan (Februari dan Agustus) 68.000 200.000

2007-08 Provinsi Februari 68.000 220.000

Kabupaten Agustus 286.000 900.000

25 Catatan: Data konsumsi rumah tangga tidak dikumpulkan dalam Sakernas. Untuk laporan ini, rumah tangga miskin dan hampir miskin ditentukan berdasarkan perkiraan konsumsi per kapita. Rumah tangga pada kuintil terbawah perkiraan konsumsi per kapita dianggap sebagai rumah tangga miskin; yang berada pada kuintil kedua perkiraan konsumsi per kapita dianggap hampir miskin. Rumah tangga pada kuintil ketiga, keempat, dan kuintil terkaya diklasifi kasikan sebagai tidak miskin. Konsumsi per kapita diperkirakan dalam Susenas dengan menggunakan variabel demografi yang lazim dipakai dalam kedua survei tersebut: besarnya rumah tangga; pendidikan kepala rumah tangga dan pasangannya; umur, jenis kelamin, dan status pernikahan kepala rumah tangga, dan; peubah boneka (dummy variable) untuk wilayah pedesaan dan perkotaan di setiap kabupaten. Hasil regresi kemudian digunakan untuk menyusun perkiraan konsumsi per kapita dalam Susenas. Setiap tahun, regresi yang dipakai sebagai perkiraan dapat menjelaskan antara 55 dan 65 persen variasi dalam log konsumsi per kapita, sehingga memastikan bahwa perkiraan konsumsi tersebut dapat menjadi indikator yang berarti mengenai status ekonomi sebuah rumah tangga.

Page 41: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

39

Bab 1

Tren Pasar Tenaga Kerja di Indonesia

Survey Aspek Kehidupan Rumah Tangga (Indonesia Family Life Survey - IFLS) adalah survei rumah tangga

longitudinal yang mengumpulkan informasi terperinci mengenai individu dan rumah tangga, termasuk mengenai

kondisi ketenagakerjaan dan migrasi. Survei telah dilakukan empat kali: 1993, 1997, 2000, dan 2008. Pada tahun

1998, dilakukan sub-survei terhadap seperempat dari rumah tangga yang pernah disurvei untuk mendapat

gambaran mengenai pengaruh krisis ekonomi Indonesia dengan mengumpulkan data mengenai siapa saja yang

terpengaruh krisis dan strategi yang diambil untuk mengurangi dampak krisis.

Survei gelombang pertama mewawancarai kira-kira 7.200 rumah tangga di 13 provinsi dari keseluruhan 27

provinsi, mewakili sekitar 83 persen dari populasi Indonesia. Pada gelombang keempat, jumlah rumah tangga

yang disurvei telah bertambah sampai kira-kira 13.000 seiring upaya survei untuk mewawancarai kembali peserta

survei sebelumnya yang telah membentuk atau bergabung dengan rumah tangga baru. Secara umum, 87,6

persen dari rumah tangga yang ikut serta dalam gelombang pertama dapat diwawancarai kembali dalam ketiga

gelombang survei berikutnya. Tingkat keberhasilan dihubungi kembali ini sama tinggi, atau lebih tinggi, daripada

studi longitudinal di Amerika Serikat atau Eropa, sehingga ikut mendukung kualitas data dengan mengurangi risiko

bias akibat perubahan populasi survei secara takacak (nonrandom attrition).

Laporan Lapangan Kerja Indonesia bergantung pada Sakernas untuk data tenaga kerja manakala mungkin. Namun

dalam beberapa kasus, sumber data yang lebih disukai adalah IFLS. Sebagai contoh, IFLS digunakan sebagai sumber

data utama pada Bab 3 karena, tidak seperti Sakernas yang hanya mengajukan pertanyaan mengenai penghasilan

di sektor formal yang berupa upah atau gaji, IFLS juga mengajukan pertanyaan mengenai penghasilan mereka

yang berwiraswasta. IFLS juga mengumpulkan informasi terperinci mengenai karakteristik responden dan rumah

tangga yang berguna untuk mengontrol karakteristik tersebut dalam analisis regresi.

Tabel 1.3 Ringkasan Survei IFLS

Gelombang Periode

Survei

Ukuran Survei Pelaksana Tingkat Keberhasilan

Dihubungi/Dihubungi Kembali

Rumah

Tangga

Individu

1 Agustus

1993 – Juni

2004

7.224 +30.000 RAND, Lembaga

Demografi

(Universitas

Indonesia).

93% dari rumah tangga terpiliih

dapat dihubungi.

2 Juni –

November

1997

7.619 33.934 RAND, UCLA,

Lembaga

Demografi

(Universitas

Indonesia).

94% dari rumah tangga IFLS1

dapat dihubungi kembali.

2+ Akhir 1998 2.066

(25% sub-

sampel di

7 provinsi)

94% dari individu yang tidak ikut

IFLS2; 96% dari responden IFLS2.

3 Juni –

November

2000

10.435 43.649 RAND, Pusat

Penelitian

Kependudukan

(UGM).

95,3% dari rumah tangga IFLS1

dapat dihubungi kembali.

4 November

2007 –

April 2008

13.535 44.103 RAND, Pusat Studi

Kependudukan dan

Kebijakan (UGM),

Survei METRE.

93,6% dari rumah tangga IFLS1

dapat dihubungi kembali.

Sumber: Rand Corporation, Family Life Surveys (www.rand.org/labor/FLS/IFLS)

Page 42: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

40 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

III. 1997-1999: Jatuh dan Bertahan di Tengah Krisis

Pertumbuhan dan Pengurangan Kemiskinan

Ekonomi Indonesia mengalami kemunduran luar biasa selama krisis keuangan Asia. Pada tahun 1998, nilai

tukar jatuh sampai empat kali lipat dan PDB riil terpangkas 13 persen. Meskipun PDB naik sedikit pada tahun

1999, kemiskinan bertambah rata-rata 2 persen per tahun antara 1996 sampai 1999, dan mencapai angka

tertingginya pada 23 persen dari populasi Indonesia.

Perubahan Politik dan Kebijakan

Pergerakan buruh sebagai kekuatan politik mulai bangkit kembali di tengah krisis ekonomi dan politik. Hal

ini mencapai puncaknya dengan ratifi kasi empat konvensi ILO inti pada periode ini: Konvensi 87 mengenai

Kebebasan Berserikat (diratifi kasi tahun 1998), Konvensi 105 mengenai Penghapusan Kerja Paksa (1999),

Konvensi 111 mengenai Diskriminasi (1999), dan Konvensi 138 mengenai Usia Minimum (1999).26 Berbagai

serikat pekerja pun bermunculan di tingkat nasional, regional, dan pabrik pada periode ini.

Lapangan kerja

Tingkat lapangan kerja secara mengejutkan tetap stabil selama krisis. Rasio lapangan kerja hanya turun

0,1 persen per tahun. Lapangan kerja untuk orang dewasa berusia 25 tahun ke atas naik sedikit karena

perempuan dari pedesaan — terutama yang miskin — memasuki kembali angkatan kerja dalam jumlah

besar (lihat Kotak 1.3). Ketersediaan pekerjaan di area pedesaan telah membantu mencegah memburuknya

pengangguran. Pengangguran meningkat 0,8 persen per tahun, dan setengah dari kenaikan ini diakibatkan

oleh melonjaknya pengangguran di kalangan muda, yang meningkat dari 15,5 persen tahun 1997 menjadi

19,8 persen tahun 1999.

Struktur Tenaga Kerja

Pergeseran struktural Indonesia menjauhi sektor pertanian menjadi berbalik karena krisis memaksa pekerja

formal untuk kembali ke sektor pertanian dan informal. Pada tahun 1998, pangsa pekerja di sektor formal

turun drastis, dengan penurunan sampai 3,2 persen per tahun, sebelum akhirnya membaik sedikit pada

tahun 1999 dengan pangsa 43,2 persen. Selama periode yang sama, lapangan kerja di sektor jasa turun

sampai 0,7 persen per tahun. Para pekerja di sektor industri kehilangan pekerjaan mereka pada tingkat yang

hampir sama. Yang berbeda hanya di sektor manufaktur: setelah turun tajam sebesar 1,5 persen pada tahun

1998, pangsa pekerja di sektor manufaktur pulih kembali ke tingkat pra-krisis pada tahun 1999.

Pekerja sektor formal yang kehilangan pekerjaannya terpaksa kembali ke pertanian sehingga pangsa

lapangan kerja pertanian naik 1,3 persen per tahun antara 1997 dan 1999. Pekerja tidak miskin, dan laki-laki

muda usia serta berpendidikan lebih rendah, adalah kelompok yang memiliki kemungkinan terbesar untuk

pindah ke pekerjaan pertanian.

26 Pada tahun 2000, konvensi inti terakhir ILO – No. 182 mengenai Bentuk Terburuk dari Buruh Anak – diratifi kasi oleh Indonesia. Dengan demikian, Indonesia menjadi negara pertama di Asia yang telah meratifi kasi seluruh konvensi inti ILO yang jumlahnya delapan. (ILO, 2004).

Page 43: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

41

Bab 1

Tren Pasar Tenaga Kerja di Indonesia

Kotak 1.3 Para pekerja bertahan menghadapi krisis ekonomi

Sampai dengan April 1998, 2 juta pekerja telah kehilangan pekerjaan mereka karena krisis ekonomi. Saat itu diperkirakan bahwa masih ada 4-6 juta pekerja lagi yang akan kehilangan pekerjaannya sebelum akhir tahun.29 Ternyata perkiraan ini terlalu pesimis karena rasio lapangan kerja masih relatif stabil. Turunnya penghasilan keluarga pun tidak seekstrim yang diperkirakan. Meskipun upah sektor formal turun drastis sampai 60 persen di area pedesaan dan 55 persen di area perkotaan, rata-rata penghasilan rumah tangga termasuk produksi sendiri (home production) turun 21 persen dan 43 persen, masing-masing di area pedesaan dan perkotaan — penurunan yang serius, namun tidak separah krisis upah.

Mengapa tingkat lapangan kerja tetap stabil selama krisis ekonomi dan hal apakah yang mencegah penghasilan rumah tangga turun lebih dalam lagi?

Meskipun banyak pekerja kehilangan pekerjaannya selama krisis, banyak pula orang yang memasuki lapangan kerja dalam bentuk baru. Lebih dari 3 pekerja di antara 10 pekerja laki-laki, dan hampir 4 pekerja di antara 10 pekerja perempuan, berganti sektor antara tahun 1997 dan 1998. Sebagian besar dari pekerja tersebut diserap oleh pertanian. Para petani pemilik lahan tertolong oleh kenaikan relatif harga beras dan hasil panen untuk ekspor lainnya sehingga penghasilan riil rata-rata mereka hanya turun sedikit.

Laki-laki mulai banyak yang berwiraswasta dan, dalam taraf yang lebih kecil, bekerja di lahan pertanian milik keluarga. Namun, perubahan terbesar terjadi pada lapangan kerja perempuan. Baik di area perkotaan maupun pedesaan, terjadi kenaikan besar dalam pangsa tenaga kerja perempuan yang memasuki angkatan kerja sebagai pekerja tak dibayar dalam usaha dan pertanian milik keluarga (3,8 persen), atau sebagai wiraswasta (3,9 persen). Karena perempuan yang berpendidikan lebih tinggi kebanyakan bekerja di sektor formal dan mengalami penurunan lapangan kerja sebanyak 4,2 persen, naiknya lapangan kerja perempuan ini didorong oleh para perempuan yang berpendidikan lebih rendah. Keikutsertaan perempuan miskin dalam angkatan kerja melonjak dari 52 menjadi 59 persen antara tahun 1997 dan 1999. Mereka memainkan peran kunci dalam menambah penghasilan keluarga supaya tidak tergerus lebih jauh oleh penurunan gaji.

Yang terakhir, para anggota keluarga saling membantu untuk meringankan dampak krisis. Ukuran rumah tangga rata-rata meningkat 5 persen, menandakan bahwa anggota keluarga memutuskan untuk tinggal bersama supaya dapat memanfaatkan skala keekonomian dan meningkatkan penghasilan rumah tangga.

Sumber: Smith et al, 2000; Thomas et al, 2000.

27

Upah

Dampak krisis terbesar yang dirasakan para pekerja adalah anjloknya upah riil. Upah riil rata-rata terpangkas

sampai 31 persen antara tahun 1997 dan 1999. Namun demikian, penurunan upah di kalangan para pekerja

di pedesaan dan yang berusaha sendiri sedikit lebih baik. Kelompok ini lebih terlindung dari penurunan

upah karena devaluasi rupiah yang dramatis telah meningkatkan nilai ekspor pertanian dan kekeringan

yang terjadi saat itu telah menaikkan harga beras. Kondisi ini relatif menguntungkan para penghasil dan

eksportir beras, yang cenderung merupakan pekerja pedesaan hampir miskin dan petani pemilik lahan.

Yang Diuntungkan dan Dirugikan

Tidak ada yang diuntungkan selama krisis. Semua jenis pekerja merasakan akibat dari anjloknya upah,

berkurangnya kesempatan bekerja di sektor formal, dan turunnya lapangan kerja sektor industri dan jasa.

Pekerja perempuan miskin mengalami kenaikan lapangan kerja yang besar — mencapai 3,5 persen per

tahun — tetapi hal ini terjadi karena mereka terpaksa mencari tambahan demi menambal penghasilan

rumah tangga yang menurun. Pekerja miskin dan hampir miskin juga tak lepas dari pengaruh krisis. Meskipun

27 Bank Dunia, 1998.

Page 44: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

42 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

demikian, upah riil mereka turun lebih sedikit daripada kelompok yang lain (masing-masing -10,8 dan -9,4

persen untuk kelompok miskin dan hampir miskin, dibandingkan -11,9 persen untuk kelompok tidak miskin)

karena kelompok miskin dan hampir miskin mencakup juga pekerja pedesaan yang memiliki lahan sendiri

sehingga penurunan upah dapat tertolong oleh kenaikan harga beras.

IV. 1999-2003: Pertumbuhan Ekonomi tanpa

Peningkatan Lapangan Kerja (Jobless Growth)

Pertumbuhan dan Pengurangan Kemiskinan

Setelah peralihan menuju demokrasi yang penuh gejolak, ekonomi Indonesia pulih dengan cukup baik.

Pertumbuhan PDB tahunan kembali terjadi tahun 2000 dengan rata-rata sebesar 4,7 persen antara 1999 dan

2003. Kemiskinan turun dengan cepat sebesar 1,5 persen per tahun seiring pulihnya rumah tangga dari

tekanan krisis.

Perubahan Politik dan Kebijakan

Bersamaan dengan peralihan menuju demokrasi, terjadi pula pembaruan legislatif, termasuk pemberlakuan

dua undang-undang penting: Undang-Undang Serikat Pekerja (No. 21/2000) dan Undang-Undang

Ketenagakerjaan (No. 13/2003). Undang-Undang Ketenagakerjaan merupakan perubahan besar dalam

kebijakan tenaga kerja karena menjabarkan perlindungan dan hak pekerja dengan lengkap, serta memberikan

pedoman mengenai perjanjian kerja bersama. Beberapa aspek dari Undang-Undang Ketenagakerjaan ini

menimbulkan kekhawatiran di kalangan pengusaha, terutama pasal-pasal mengenai pesangon, kontrak

jangka waktu tetap, dan pengalihdayaan (outsourcing). Bersamaan dengan kenaikan upah minimum yang

sangat cepat saat itu, berbagai aturan tersebut dipandang semakin meningkatkan biaya tenaga kerja,

terutama di sektor manufaktur yang sedang mengalami kesulitan.

Lapangan kerja

Pemulihan ekonomi tidak disertai dengan penciptaan lapangan kerja. Pangsa pekerja yang memiliki

pekerjaan turun sebesar 0,4 persen per tahun, dari 62,9 persen tahun 1999 menjadi 61,3 persen tahun 2003.

Turunnya lapangan kerja ini seluruhnya disebabkan oleh turunnya keikutsertaan dalam angkatan kerja; di

sisi lain, pengangguran turun sedikit, yaitu 0,2 persen. Turunnya keikutsertaan dalam angkatan kerja antara

tahun 2001 dan 2003 disebabkan oleh naiknya jumlah pekerja patah semangat.

Perempuan, terutama perempuan miskin, keluar dari angkatan kerja dalam jumlah besar seiring ekonomi yang

mulai membaik. Keikutsertaan dalam angkatan kerja turun 1 persen per tahun untuk perempuan, sementara

untuk laki-laki, secara umum masih konstan.28 Keluarnya perempuan dari angkatan kerja tampaknya terjadi

secara sukarela karena tren dalam indikator pengangguran inti dan pekerja patah semangat tampak serupa

bagi laki-laki maupun perempuan. Hal ini mungkin disebabkan oleh efek pemulihan: perempuan yang

membantu menambah pemasukan saat krisis dapat keluar lagi dari angkatan kerja karena peningkatan

upah yang besar telah mengangkat taraf penghasilan rumah tangga.

28 Keikutsertaan dalam angkatan kerja didasarkan pada defi nisi pengangguran pra-2001 yang tidak memperhitungkan para pekerja patah semangat dalam angkatan kerja.

Page 45: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

43

Bab 1

Tren Pasar Tenaga Kerja di Indonesia

Gambar 1.2 Pangsa lapangan kerja non-pertanian vs. upah

karyawan rata-rata

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

50

52

54

56

58

60

1999 2000 2001 2002 2003

Rp/ja

m

Pers

en

Pangsa lapangan kerja non-tani

Upah Karyawan Median

Sumber: Sakernas

Struktur Tenaga Kerja

Semakin banyak pekerja yang

terpaksa memasuki sektor

pertanian. Lapangan kerja di sektor

jasa — yang menjadi penggerak

ekspansi pra-krisis — mengalami

kontraksi 0,8 persen per tahun.

Lapangan kerja pertanian juga

meningkat sebesar 0,8 persen,

laju yang lebih rendah daripada

yang terjadi selama krisis. Sampai

dengan tahun 2003, 46,4 persen

angkatan kerja bekerja di pertanian,

angka yang setara dengan kondisi

tahun 1994. Tetapi, para pekerja

memasuki sektor pertanian bukan

karena gaji dan keuntungan yang lebih tinggi. Meskipun karyawan di sektor industri dan jasa menikmati

kenaikan upah yang besar, upah dan keuntungan bagi karyawan sektor pertanian tumbuh pada tingkat

yang konstan selama periode ini (Gambar 1.2). Kondisi ini mengisyaratkan bahwa para pekerja mengambil

pekerjaan pertanian bukan karena tertarik, tetapi karena terpaksa.

Lapangan kerja formal sedikit menurun, rata-rata sebesar 0,3 persen per tahun, dari 43,2 persen tahun 1999

menjadi 42 persen tahun 2003.29 Penurunan ini akan lebih parah lagi jika saja tidak diimbangi dengan

masuknya pekerja perkotaan yang berpendidikan lebih tinggi ke dalam angkatan kerja. Jika karakteristik

pekerja tetap konstan, maka lapangan kerja formal akan turun sampai 0,7 persen per tahun. Penurunan

lapangan kerja formal ini kemungkinan besar disebabkan oleh pengurangan signifi kan di sektor publik yang

terutama memangkas pekerjaan pegawai negeri sipil dengan keahlian rendah. Akibatnya, pangsa lapangan

kerja di sektor publik turun 0,5 persen per tahun, angka yang cukup besar untuk menjelaskan penurunan

lapangan kerja formal selama periode ini.

Upah

Upah riil untuk karyawan penerima gaji meningkat pesat. Karyawan merasakan kenaikan upah riil rata-rata

sebesar hampir 9 persen per tahun yang lebih besar daripada kenaikan 7 persen per tahun pada periode

pra-krisis. Kenaikan ini terjadi secara seragam di seluruh distribusi upah karena ketimpangan upah hanya

naik sedikit di antara pekerja penerima gaji.30 Perubahan karakteristik pekerja memainkan peran penting,

meskipun tidak dominan, dalam kenaikan upah; sekitar 25 persen dari kenaikan upah rata-rata dapat

dijelaskan melalui perubahan karakteristik pekerja menjadi lebih ahli dan tinggal di perkotaan.

Semua pekerja yang masih dipekerjakan sebagai karyawan penerima gaji mendapat manfaat dari besarnya

kenaikan upah, meskipun pekerja berupah tinggi memperoleh kenaikan yang sedikit lebih besar. Kenaikan

upah yang merata ini, dikombinasikan dengan transfer informal di antara keluarga dan masyarakat untuk

berbagi risiko, menjadi penjelasan sebagian mengapa kemiskinan terus menurun drastis.

29 Pada tahun 2001, Sakernas memperkenalkan dua kategori baru dalam status pekerjaan: pekerja lepas pertanian dan pekerja lepas non-pertanian. Sebelum tahun 2001, pekerja lepas di bidang pertanian dan pekerja lepas di industri konstruksi diklasifi kasikan sebagai pekerja yang dipekerjakan dan menerima gaji sehingga termasuk dalam sektor formal. Supaya konsisten, kami mempertahankan defi nisi lama ini saat membahas perubahan upah dan sektor formal antara 1999 dan 2003.

30 Lihat Bab 5 untuk diskusi mengenai mengapa kenaikan upah minimum tidak hanya berpengaruh bagi pekerja berupah rendah, tetapi juga bagi seluruh distribusi upah.

Page 46: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

44 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Gambar 1.3 Tingkat pertumbuhan pangsa lapangan kerja non-

pertanian (persen), 1993-2004

0,81

1,54

2,21

0,24

1,12

0,30

0

1

2

3Pe

rkot

aan

Pede

saan

Mis

kin

Tida

k m

iski

n

Berp

endi

dika

n le

bih

rend

ah

Berp

endi

dika

n le

bih

tingg

i

Lokasi Kekayaan Pendidikan

Sumber: Sakernas

Yang Diuntungkan dan

Dirugikan

Semua pekerja penerima gaji

menerima manfaat dari besarnya

kenaikan upah; karyawan

perkotaan dan yang lebih

berkecukupan memperoleh

kenaikan terbesar. Kenaikan upah

mencapai rata-rata 9,3 persen per

tahun untuk karyawan tidak miskin

dan hanya 6 persen per tahun

untuk karyawan miskin dan hampir

miskin. Namun, pekerja semakin

sulit mendapatkan pekerjaan yang

layak. Berkurangnya pekerjaan

formal terjadi paling besar di

kalangan pekerja pedesaan, tanpa

keahlian, dan miskin. Yang paling

mencolok adalah meningkatnya pekerjaan pertanian di kalangan para pekerja yang kurang beruntung

ini. Di antara para pekerja miskin, pangsa lapangan kerja di pertanian meningkat pesat, sementara pangsa

lapangan kerja di sektor industri anjlok. Hal serupa juga terjadi pada pekerja pedesaan dan tanpa keahlian

yang semakin terdesak keluar dari industri ke pertanian. Di sisi lain, kebanyakan pekerja tidak miskin aman

dari desakan kembali ke pertanian. Bagi kalangan ini, pekerjaan pertanian hanya meningkat sedikit,

sedangkan pekerjaan di sektor industri meningkat dua setengah kali.

V. 2003-2007: Pemulihan Lapangan Kerja

Pertumbuhan dan Pengurangan Kemiskinan

Pertumbuhan ekonomi terus melaju. Pertumbuhan PDB tahunan masih cukup kuat dengan rata-rata 6,3

persen antara 2003 dan 2007, meskipun masih di bawah tingkat pertumbuhan pra-krisis. Tingkat kemiskinan

naik dari 16 menjadi 17,8 persen pada tahun 2006, terutama akibat kenaikan harga beras, sebelum turun

kembali tahun 2007.

Perubahan Politik dan Kebijakan

Tiga undang-undang ketenagakerjaan yang penting disahkan selama periode ini, yaitu: Undang-Undang

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial 2/2004, Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional

40/2004, dan Undang-Undang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri 39/2004.

Dua hukum yang pertama menambah kekhawatiran investor mengenai naiknya biaya mempekerjakan dan

memecat karyawan. Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial memperkenalkan

pengadilan hubungan industrial di semua provinsi sebagai mekanisme baru untuk menyelesaikan

perselisihan tenaga kerja. Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional 40/2004 memandatkan

disatukannya skema asuransi sosial yang ada saat itu di bawah lembaga jaminan sosial nasional yang

baru, yaitu Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). Selain itu, undang-undang tersebut juga bertujuan

memperluas asuransi sosial yang bersifat wajib termasuk untuk pekerja sektor informal. Namun, undang-

undang tersebut tidak menjelaskan dengan spesifi k mengenai aspek tata kelola dan pembiayaan sistem

Page 47: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

45

Bab 1

Tren Pasar Tenaga Kerja di Indonesia

baru sehingga menimbulkan kekhawatiran mengenai keberlanjutan fi skal dan potensi biaya tambahan bagi

perusahaan untuk mempekerjakan karyawan.

Keprihatinan mengenai penciptaan lapangan kerja formal yang berjalan lambat, terutama di manufaktur –

yang disuarakan oleh sektor swasta dan terlihat dalam survei iklim investasi – mendorong pemerintah untuk

mengutamakan reformasi hukum ketenagakerjaan dalam agenda politiknya. Pada awal 2006, pemerintah

mengedarkan daftar proposal untuk merevisi Undang-Undang Ketenagakerjaan dengan fokus pada masalah

pesangon, kontrak jangka waktu tetap, upah minimum, dan outsourcing. Tetapi berbagai serikat pekerja

menentang perubahan ini dan mengadakan demonstrasi skala besar selama bulan April-Mei 2006 sehingga

pemerintah terpaksa menghentikan upaya reformasi tersebut.

Lapangan kerja

Meskipun terdapat tanda-tanda positif, lapangan kerja secara keseluruhan stagnan selama periode ini.

Rasio lapangan kerja turun 0,1 persen per tahun. Tingkat pengangguran inti tidak berubah, sementara

semakin tersedianya pekerjaan formal menyebabkan turunnya jumlah pekerja patah semangat. Kontras

dengan periode sebelumnya, lapangan kerja berkurang untuk laki-laki dan bertambah untuk perempuan.

Berkurangnya lapangan kerja terjadi paling besar bagi laki-laki pedesaan dan bertambahnya lapangan kerja

terjadi paling besar bagi perempuan perkotaan. Hal ini mencerminkan fakta bahwa perempuan memasuki

kembali angkatan kerja sebagai tanggapan atas semakin banyaknya kesempatan kerja di luar pertanian dan

mungkin pula karena turunnya penghasilan rumah tangga akibat upah yang lebih rendah.

Pengangguran Terbuka (persentase pekerja yang bekerja kurang dari 35 jam seminggu dan bersedia

menerima pekerjaan lain jika ada tawaran) yang angkanya relatif konstan pada periode sebelumnya,

meningkat dari 14,6 persen menjadi 17,4 persen. Angka ini meningkat bukan karena semakin banyak pekerja

yang bekerja kurang dari 35 jam, melainkan karena semakin banyak pekerja yang memang sudah tergolong

menganggur terbuka bersedia menambah lagi dengan pekerjaan lain. Hal ini mungkin dapat dijelaskan oleh

meningkatnya kesempatan kerja di sektor formal bersamaan dengan mandeknya pertumbuhan upah.

Struktur Tenaga Kerja

Meskipun lapangan kerja secara keseluruhan tidak meningkat, kualitas pekerjaan mengalami kemajuan dan

telah pulih ke tingkat pra-krisis. Lapangan kerja di sektor pertanian turun tajam. Para pekerja meninggalkan

pertanian rata-rata 1,3 persen per tahun selama periode ini dan lapangan kerja pertanian turun sampai 41,2

persen tahun 2007, tingkat terendah sejak 1997. Perbaikan lapangan kerja non-pertanian ini tidak banyak

berhubungan — kaitannya hanya kurang dari sepertiga — dengan terus meningkatnya taraf pendidikan

para pekerja.

Lapangan kerja formal dan non-pertanian bertambah dengan cepat selama periode ini. Lapangan kerja

formal tumbuh sebesar 1,2 persen per tahun — hanya sedikit lebih rendah daripada tingkat pertumbuhan

pra-krisis yang mencapai 1,5 persen per tahun. Dengan menggunakan defi nisi baru yang lebih akurat

pun lapangan kerja formal masih tumbuh cukup kuat sebesar 0,8 persen per tahun.31 Tetapi, peningkatan

lapangan kerja formal ini belum menyentuh pekerjaan yang kualitasnya paling rendah. Persentase pekerja

yang merupakan pekerja lepas harian justru meningkat, dari 8,5 persen tahun 2003 menjadi 10,4 persen

tahun 2007.

31 Hal ini merujuk pada tingkat pertumbuhan dengan menggunakan defi nisi resmi yang baru, yang mengklasifi kasikan dengan tepat pekerja lepas di pertanian dan konstruksi sebagai informal.

Page 48: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

46 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Upah

Untuk pertama kalinya sejak krisis, terjadi penurunan upah riil rata-rata. Upah karyawan selama periode ini

turun 14,2 persen — rata-rata sebesar 3,8 persen per tahun. Penurunan upah ini seluruhnya dapat dijelaskan

dengan anjloknya upah sejak Agustus 2004 sampai November 2005, ketika upah rata-rata turun sampai 14

persen.32 Semua jenis pekerja mengalami penurunan upah riil yang tajam pada tahun 2005, tetapi pekerja

berupah tinggi telah pulih sepenuhnya sejak 2007. Upah di persentil ke-90 tumbuh sedikit antara tahun 2003

dan 2007, sedangkan upah di persentil ke-10 dan ke-50 turun lebih dari 3,5 persen per tahun, kemungkinan

karena masuknya pekerja berpendidikan lebih rendah.

Yang Diuntungkan dan Dirugikan

Pekerja pedesaan dan berpendidikan lebih rendah memiliki kemungkinan tertinggi untuk meninggalkan

lapangan kerja pertanian dan mengambil pekerjaan di sektor formal. Lapangan kerja sektor formal meningkat

sampai 1,3 persen per tahun di area pedesaan dibandingkan dengan peningkatan di area perkotaan yang

hanya 0,2 persen.33 Pekerja yang berpendidikan lebih rendah juga mengalami kenaikan serupa. Mereka

menikmati kenaikan lapangan kerja formal hampir 1 persen per tahun, sementara lapangan kerja formal

bagi pekerja yang berpendidikan lebih tinggi malah turun sedikit.

Gambar 1.4 Tingkat pertumbuhan pangsa lapangan kerja

formal (persen), 2004-2007

Perk

otaa

n

Pede

saan

Mis

kin

Tida

k m

iski

n

Berp

endi

dika

n le

bih

rend

ah

Berp

endi

dika

n le

bih

tingg

i

0.881.11

2.49

0.630.87

0.68

0

1

2

3

Sumber: Sakernas

Meskipun pekerja miskin juga

meninggalkan pertanian, mereka

kurang berhasil dalam memasuki

sektor formal. Lapangan kerja

pertanian di antara kalangan

miskin melaju turun dengan cepat

— hampir 4 persen per tahun —

dari angka 69 persen pada tahun

2003 menjadi 58 persen tahun

2006. Angka ini kontras dengan

lapangan kerja pertanian bagi

kalangan hampir miskin yang

hanya turun 1,3 persen per tahun

dan konstan bagi kalangan tidak

miskin. Namun demikian, dari

antara kalangan miskin yang

meninggalkan pertanian, hanya

sebagian kecil yang memperoleh pekerjaan di sektor formal. Walaupun mereka berbondong-bondong

meninggalkan pertanian, lapangan kerja sektor formal bagi kalangan miskin hanya naik 0,8 persen dan

konstan bagi kalangan hampir miskin.34 Hal ini menandakan bahwa, tidak seperti pada masa pra-krisis,

pekerja miskin dan hampir miskin cenderung keluar dari pekerjaan pertanian untuk mengambil pekerjaan

informal.

32 Akibat kenaikan tajam harga bahan bakar tahun 2005, Sakernas ditunda sampai bulan November tahun itu. Karena itu, tidak mungkin untuk membedakan dengan akurat antara pengaruh pengumpulan data pada bulan yang berbeda dan tren yang memang terjadi saat membandingkan tahun 2005 dengan 2004 atau 2006.

33 Ini adalah defi nisi baru yang lebih benar karena tidak memperhitungkan pekerja lepas di pertanian dan konstruksi.

34 Berdasarkan defi nisi baru mengenai lapangan kerja sektor formal.

Page 49: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

47

Bab 1

Tren Pasar Tenaga Kerja di Indonesia

VI. 2007-08: Tanda-tanda optimisme

Lapangan kerja

Antara bulan Februari 2007 dan Februari 2008, rasio lapangan kerja meningkat 1,7 persen untuk perempuan

dan hanya meningkat sedikit untuk laki-laki. Peningkatan lapangan kerja ini berasal dari penurunan tajam

persentase perempuan yang masuk kategori pekerja patah semangat, dan juga kenaikan jumlah perempuan

yang memasuki angkatan kerja.

Struktur Tenaga Kerja

Kualitas pekerjaan juga terus membaik. Tingkat lapangan kerja formal masih terus tumbuh dengan kuat

selepas periode 2003-07 dan mengalami kenaikan satu persen antara 2007 dan 2008. Laki-laki pedesaan

mendapatkan manfaat terbesar dari meningkatnya kualitas pekerjaan. Tingkat lapangan kerja formal

melonjak 1,6 persen untuk laki-laki, dibandingkan hanya 0,7 persen untuk perempuan. Hal ini dipicu oleh

kenaikan besar di area pedesaan. Keadaan ini terjadi bersamaan dengan semakin banyaknya pekerja yang

meninggalkan pertanian sehingga persentase lapangan kerja pertanian turun hampir 2 persen antara 2007

dan 2008.

Upah

Membaiknya lapangan kerja ini terjadi di tengah peningkatan kecil upah rata-rata. Peningkatan upah ini

terpusat pada bagian atas distribusi upah; upah meningkat 7 persen bagi mereka yang berpenghasilan

paling besar di persentil ke-90, sementara upah turun 5 persen bagi mereka yang berpenghasilan paling

kecil di persentil ke-10. Meskipun upah rata-rata bagi perempuan meningkat 5 persen, kenaikan upah ini

terjadi paling besar bagi perempuan berpendidikan lebih tinggi dan tinggal di perkotaan.

VII. Kesimpulan

Indonesia belum menciptakan sejumlah memadai pekerjaan yang layak agar para pekerja dapat

merasakan sepenuhnya manfaat pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Tenaga adalah satu dari sedikit

sumber daya produktif yang dimiliki kalangan miskin. Jika mereka memperoleh pekerjaan yang baik, mereka

akan berkesempatan mendapatkan penghasilan yang cukup untuk keluar dari kemiskinan. Sayangnya,

Indonesia mengalami pertumbuhan tanpa penciptaan pekerjaan yang signifi kan dari tahun 1999 sampai

2003, hal yang turut berkontribusi terhadap keadaan saat ini, yaitu dari 104,5 juta populasi Indonesia yang

bekerja, mayoritas masih bekerja di sektor informal dan pertanian.1 Meskipun terjadi pertumbuhan ekonomi

berkelanjutan, penurunan kemiskinan berlangsung lebih lambat daripada yang diharapkan, sebagian karena

kurangnya peluang bagi pekerja miskin untuk pindah ke pekerjaan formal dan non-pertanian yang “lebih

baik”.

Sepanjang sepuluh tahun terakhir, para pembuat kebijakan di Indonesia terpaksa harus mengambil

pilihan sulit antara meningkatkan upah dan memperbanyak pekerjaan yang baik. Sebelum terjadinya

krisis keuangan, pasar tenaga kerja Indonesia menyediakan lebih banyak pekerjaan dengan upah lebih

tinggi bagi pekerja. Kualitas pekerjaan meningkat seiring semakin banyaknya pekerja yang meninggalkan

pertanian untuk mengambil pekerjaan formal dan non-pertanian. Selepas krisis, tren pasar tenaga kerja

bergantian antara peningkatan upah dan pertambahan pekerjaan. Para pembuat kebijakan terpaksa

Page 50: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

48 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

mengambil pilihan sulit. Selama periode 1999-2003, upah meningkat tetapi sektor formal mengalami

kontraksi sehingga memaksa semakin banyak pekerja untuk kembali ke pekerjaan pertanian. Kemudian,

selama 2003-07, lapangan kerja formal dan non-pertanian bertambah, namun upah tidak lagi meningkat.

Sejak terjadinya krisis, kualitas pekerjaan menjadi sangat sensitif terhadap perubahan upah, terutama bagi

pekerja miskin yang paling terkena dampak perubahan tersebut.

Mengapa pasar tenaga kerja Indonesia tidak mampu menciptakan lebih banyak pekerjaan berkualitas

dan meningkatkan upah secara bersamaan? Sejauh ini, kinerja Indonesia masih mengecewakan dalam

menciptakan pekerjaan berkualitas sesudah pulih dari krisis keuangan Asia 1997. Bab berikutnya akan

mengkaji perubahan hakikat pertumbuhan ekonomi Indonesia, bagaimana perubahan tersebut telah

mempengaruhi penciptaan lapangan kerja, dan apakah perubahan tersebut hanya terjadi di Indonesia atau

merupakan karakteristik tren di kawasan asia timur yang lebih luas.

Page 51: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

49

Bab 2

Pertumbuhan Ekonomi Tanpa Peningkatan Lapangan Kerja

di IndonesiaBelajar dari Masa Lampau untuk

Mempromosikan Pertumbuhan melalui Lapangan Kerja

Page 52: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

50 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Bab 2 Ringkasan

Sebelum krisis 1997, Indonesia mampu mengalihkan pekerjanya ke pekerjaan non-pertanian dengan laju lebih cepat daripada negara tetangga. Tetapi, krisis keuangan 1997-1998 menghantam Indonesia lebih berat daripada negara lain dan memaksa banyak pekerja untuk kembali ke sektor pertanian. Sementara negara lain telah pulih selama 1999-2003, Indonesia menjadi satu-satunya negara yang mengalami pertumbuhan ekonomi tanpa peningkatan lapangan kerja atau dikenal juga dengan istilah jobless growth. Sejak 2003, pertumbuhan lapangan kerja non-pertanian di Indonesia telah pulih, namun masih tertinggal jauh dari Cina dan Vietnam yang tumbuh pesat.

Indonesia adalah satu-satunya negara di kawasannya yang mengalami jobless growth selama periode pemulihan pasca krisis keuangan yang mendesak para pekerja terdesak kembali ke sektor pertanian. Dua per tiga dari penyebab lambatnya penciptaan pekerjaan non-pertanian adalah sektor jasa yang gagal menciptakan pekerjaan antara tahun 1999 sampai 2003, padahal pertumbuhan ekonomi cukup kuat. Indonesia menjadi satu-satunya negara di kawasannya yang pertumbuhan sektor jasanya tidak lagi padat karya sehingga kurang berhasil menciptakan pekerjaan. Hal ini kemungkinan besar diakibatkan oleh kenaikan upah yang sangat cepat sehingga mengurangi elastisitas sektor jasa, mirip dengan apa yang terjadi di Cina, tetapi jauh lebih terasa di Indonesia.

Meskipun telah mengalami pemulihan yang mengagumkan, pertumbuhan lapangan kerja non-pertanian di Indonesia masih belum kembali ke taraf seperti periode tahun 1990-97. Hal ini terutama disebabkan oleh sektor jasa – terlebih di bidang jasa perdagangan – yang tidak lagi sepadat karya dahulu sehingga hanya mampu menciptakan lebih sedikit pekerjaan. Keadaaan ini bukanlah sesuatu yang hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga dialami negara tetangga lainnya.

I. Pendahuluan

Mengapa Indonesia mengalami ‘jobless growth’ setelah krisis keuangan 1997 dan mengapa pertumbuhan lapangan kerja non-pertanian belum benar-benar pulih? Penciptaan pekerjaan non-pertanian adalah salah satu indikator utama pasar tenaga kerja yang sehat.35 Tetapi, laju penciptaan pekerjaan non-pertanian di Indonesia masih terus menurun selama periode pemulihan 1999-2003 meskipun pertumbuhan ekonomi cukup baik, sehingga menciptakan keadaan ‘jobless growth’ (Kotak 2.1). Sejak 2003, Indonesia telah pulih dari jobless growth, tetapi lapangan kerja non-pertanian belum sepenuhnya pulih ke taraf tahun 90-an. Dengan memahami faktor penghambat yang menyebabkan jobless growth setelah krisis 1997 dan menyulitkan penciptaan lapangan kerja non-pertanian sejak saat itu, maka kita akan dapat mengidentifi kasi kebijakan tenaga kerja mana saja yang akan menunjang penciptaan lebih banyak pekerjaan berkualitas.

Bab 2 ditujukan untuk memahami berbagai faktor penyebab melambatnya pertumbuhan lapangan kerja non-pertanian di Indonesia. Bab ini terdiri atas empat bagian: Bagian pertama membandingkan kinerja pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja di

Indonesia dengan lima negara tetangga di Asia Timur – Cina, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam – untuk mengetahui apakah perlambatan pertumbuhan lapangan kerja adalah fenomena regional atau hanya dialami oleh Indonesia.

Bagian kedua mengkaji berbagai kemungkinan yang menyebabkan lemahnya penciptaan lapangan kerja non-pertanian di Indonesia sejak 1999 sampai 2003.

Bagian ketiga menyelidiki mengapa penciptaan lapangan kerja non-pertanian sejak tahun 2003 tidak mampu pulih kembali ke taraf sebelum krisis keuangan.

Bagian keempat dan terakhir memaparkan kesimpulan bab ini.

35 Sektor non-tani merujuk pada sektor industri maupun jasa. Masing-masing sektor tersebut selanjutnya dibagi lagi menjadi beberapa subsektor yang mencakup berbagai pekerjaan non-tani seperti:

Industri: pertambangan dan penggalian; industri (manufaktur); kelistrikan, gas dan air; konstruksi. Jasa: perdagangan, rumah makan dan perhotelan; transportasi, pergudangan, dan komunikasi; lembaga keuangan, real estat,

usaha penyewaan dan jasa perusahaan; jasa masyarakat, sosial, dan individual.

Page 53: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

51

Bab 2

Pertumbuhan Ekonomi Tanpa Peningkatan Lapangan Kerja di Indonesia

Kotak 2.1 Apa yang dimaksud dengan ‘jobless growth’?

Jobless growth, sesuai defi nisi dalam Laporan ini, merujuk pada pertumbuhan ekonomi yang gagal menciptakan lapangan kerja non-pertanian. Lapangan kerja non-pertanian biasanya meningkat seiring pertumbuhan ekonomi. Tingkat lapangan kerja non-pertanian yang lebih tinggi berkaitan positif dengan pertumbuhan PDB, baik di Indonesia (Gambar 2.1) maupun di tingkat kawasan (Gambar 2.2). Tetapi dalam kasus tertentu, pertumbuhan bisa saja gagal menciptakan pekerjaan dengan upah lebih tinggi, yang umumnya merupakan pekerjaan di sektor non-pertanian. Hal ini terlihat dari menurunnya elastisitas lapangan kerja non-pertanian (persentase perubahan lapangan kerja non-pertanian yang berkaitan dengan satu persen perubahan pertumbuhan PDB) – sebuah ciri dari jobless growth.

Gambar 2.1 Pertumbuhan PDB dan Perubahan

Lapangan Kerja Non-Tani

Gambar 2.2 Pertumbuhan PDB dan Perubahan

Lapangan Kerja Non-Tani

-4

-2

0

2

4

Peru

baha

n La

pang

an K

erja

(per

sent

ase)

-2 0 2 4 6 8 10 12 14Pertumbuhan PDB

Negara: Indonesia

-4

-2

0

2

4

Peru

baha

n La

pang

an K

erja

(per

sent

ase)

-2 0 2 4 6 8 10 12 14Pertumbuhan PDB

Mendefi nisikan jobless growth berdasarkan lapangan kerja non-pertanian lebih disukai daripada defi nisi berdasarkan lapangan kerja keseluruhan. Meskipun jobless growth adalah istilah yang sering dipakai, istilah ini jarang didefi nisikan dengan jelas. Biasanya istilah ini merujuk pada pertumbuhan ekonomi yang gagal menambah jumlah pekerjaan secara keseluruhan atau persentase orang dewasa yang bekerja. Hal ini menimbulkan masalah karena pertumbuhan ekonomi sering memungkinkan pekerja untuk meninggalkan pekerjaan berkualitas rendah dan keluar dari angkatan kerja. Sebagai contoh, selama periode pertumbuhan pesat dari 1990 sampai 1997, rasio lapangan kerja di Indonesia justru menurun 0,2 persen per tahun karena perempuan di pedesaan sudah cukup mampu meninggalkan pekerjaan berkualitas rendah dan keluar dari angkatan kerja. Berfokus pada lapangan kerja keseluruhan akan menghasilkan kesimpulan yang salah bahwa keadaan tersebut adalah jobless growth, padahal banyak pekerjaan non-pertanian yang diciptakan pada periode tersebut.

Pertumbuhan sering kali gagal meningkatkan lapangan kerja keseluruhan. Hubungan antara pertumbuhan PDB dan perubahan rasio lapangan kerja dari 1990 sampai 2006 (kecuali pada tahun utama krisis, 1998) terbilang lemah dan tidak konsisten, baik di Indonesia (Gambar 2.3) maupun di negara sekawasan yang menjadi pembanding (Gambar 2.4). Pertumbuhan ekonomi yang pesat antara 8 sampai 10 persen justru sering terkait dengan pertumbuhan lapangan kerja keseluruhan yang kecil atau malah stagnan. Karena alasan inilah, Laporan Lapangan Kerja Indonesia berfokus pada ketidakmampuan menciptakan pekerjaan yang relatif lebih baik, yaitu di sektor non-pertanian.

Gambar 2.3 Pertumbuhan PDB dan

Perubahan Lapangan Kerja

Gambar 2.4 Pertumbuhan PDB dan Perubahan

Lapangan Kerja

-4

-2

0

2

4

Peru

baha

n La

pang

an K

erja

(P

erse

ntas

e)

-2 0 2 4 6 8 10 12 14Pertumbuhan PDB

Negara: Indonesia

-4

-2

0

2

4

Peru

baha

n La

pang

an K

erja

(P

erse

ntas

e)

-2 0 2 4 6 8 10 12 14Pertumbuhan PDB

Sumber: Perhitungan staf Bank Dunia dari Neraca Nasional, Sakernas, CEIC

Page 54: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

52 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

II. Pertumbuhan ekonomi dan penciptaan pekerjaan:

Membandingkan Indonesia dengan tetangganya

di Asia Timur

Gambar 2.5 Pangsa pekerjaan non-pertanian, menurut negara

(1990-2004))

20

30

40

50

60

70

80

90

1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004

Indonesia Masa pemulihanpascakrisis

(1999-2003)

CinaMalaysiaFilipinaThailandVietnam

Lapa

ngan

ker

ja d

i sek

tor i

ndus

tri d

an ja

sa (p

erse

n)

Sumber: Sakernas, Indikator Pembangunan Duni (World Development Indicatorts - WDI), CEIC

Sebelum krisis, pertumbuhan

ekonomi yang diikuti perluasan

lapangan kerja non-pertanian

terjadi di seluruh kawasan Asia

Timur. Dari awal sampai

pertengahan 90-an, kawasan ini

mengalami pertumbuhan pesat

dengan rata-rata 7,5 persen per

tahun untuk Indonesia dan lima

negara tetangga utamanya.36 Efek

pertumbuhan ini kurang terlihat

jika diamati melalui perubahan

lapangan kerja secara keseluruhan.

Lapangan kerja total, yang diukur

sebagai persentase dari orang

dewasa usia kerja, turun rata-rata

0,2 persen per tahun di keenam

negara tersebut. Pertumbuhan di

kawasan ini, terutama di Indonesia,

justru tercermin dari perluasan

lapangan kerja non-pertanian.

Meskipun tingkat pertumbuhan

Indonesia masih kalah pesat

dibandingkan dengan Cina,

Malaysia, dan Vietnam, lapangan

kerja non-pertanian di Indonesia

bertambah 2,1 persen per tahun

– lebih cepat dari kelima negara

tetangganya.

Indonesia dan Thailand merasakan akibat terparah dari krisis keuangan 1997, namun pengaruh

krisis terhadap pasar tenaga kerja kedua negara tersebut sangat berbeda. Selama krisis antara 1997

sampai 1999, hanya dua dari enam negara yang diperbandingkan yang mengalami perlambatan ekonomi.

PDB Indonesia mengalami kontraksi 6,4 persen per tahun, sedangkan Thailand mengerut 3,3 persen per

tahun. Meskipun tingkat lapangan kerja total di Thailand juga ikut mengalami kontraksi, tingkat lapangan

kerja di Indonesia tetap stabil karena sektor pertanian dan informal mampu menyerap lebih banyak pekerja.

Sesungguhnya, jika dibandingkan dengan negara lain, Indonesia adalah negara dengan persentase pekerja

terbesar yang terpaksa kembali ke pertanian akibat krisis. Di Thailand, lapangan kerja non-pertanian sempat

turun tipis pada 1998 sebelum pulih kembali tahun 1999 seiring membaiknya ekonomi. Malaysia juga

mengalami kenaikan lapangan kerja pertanian sebagai akibat dari krisis, namun besarnya tidak sebanding

dengan taraf pembalikan transformasi struktural yang terjadi di Indonesia.

36 Lampiran II.1.

Page 55: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

53

Bab 2

Pertumbuhan Ekonomi Tanpa Peningkatan Lapangan Kerja di Indonesia

Tabel 2.1 Kinerja dan pertumbuhan upah non-pertanian menurut negara (1999-2003)

Tingkat rata-rata Indonesia Cina Malaysia Filipina Thailand Vietnam

Pertumbuhan PDB 4,7 8,9 4,8 4,5 4,3 7,0

Pertumbuhan upah 11,2 13,6 N/A -0,1 -5,7 4,6

Perubahan tahunan pada

lapangan kerja non-pertanian

total

-0,1 1,6 4,1 3,5 3,7 7,0

Sektor

industri

Pertumbuhan

lapangan kerja

-0,1 -0,4 0,1 -0,1 0,6 1,8

Pertumbuhan PDB 4,2 10,1 5,2 3,5 5,9 10,1

Elastisitas 0,3 -0,1 0,6 0,7 0,9 1,6

Sektor jasa Pertumbuhan

lapangan kerja

-0,7 3,2 4,7 3,9 3,0 2,3

Pertumbuhan PDB 5,4 10,0 4,5 5,0 3,5 6,1

Elastisitas -0,1 0,3 1,1 0,8 0,8 0,4

Sumber: Sakernas, CEIC, WDI.

Selama periode pemulihan 1999-2003, hanya Indonesia yang mengalami fenomena jobless growth.

Antara 1999 sampai 2003, pertumbuhan PDB Indonesia telah pulih dengan tingkat rata-rata 4,7 persen per

tahun. Tingkat pertumbuhan ini relatif lemah, sedikit di atas Thailand dan Filipina, tetapi masih kalah dari

Malaysia, Vietnam, dan Cina (Tabel 2.1). Selain itu, pertumbuhan lapangan kerja non-pertanian di Indonesia

juga mengecewakan. Bahkan setelah pulih dari krisis pun, para pekerja di Indonesia masih terus kembali

ke pekerjaan pertanian sehingga lapangan kerja pertanian tumbuh 0,8 persen per tahun, hampir sama

dengan tingkat pertumbuhan lapangan kerja non-pertanian pada periode krisis moneter. Keadaan ini

sangat bertolak belakang dengan negara lainnya yang telah kembali mengalami transformasi struktural dan

mengalami peningkatan pesat lapangan kerja non-pertanian.

Sejak 2003, penciptaan lapangan kerja non-pertanian di Indonesia telah meningkat, namun masih

belum mencapai taraf periode sebelum krisis. Tingkat pertumbuhan PDB tahunan Indonesia sebesar 5,4

persen antara 2003 sampai 2006 sedikit lebih tinggi daripada Thailand, tetapi masih tertinggal dari Cina dan

Vietnam. Meskipun pertumbuhan ekonominya hanya sedang saja, tetapi catatan lapangan kerja Indonesia

lebih baik dari kebanyakan negara tetangganya. Lapangan kerja total sedikit menurun; hanya Cina dan

Malaysia yang mengalami penurunan lebih besar. Namun, yang mencolok adalah pertumbuhan lapangan

kerja non-pertanian di Indonesia. Jumlah pekerja yang memiliki pekerjaan non-pertanian melonjak sampai

3,5 persen per tahun. Walaupun pertumbuhan lapangan kerja non-pertanian ini lebih baik dari beberapa

negara tetangganya, laju pertumbuhannya belumlah sebanding dengan tingkat pertumbuhan 6,3 persen

per tahun pada masa sebelum krisis.

Perbandingan riwayat lapangan kerja terkini Indonesia dengan negara tetangganya menimbulkan

dua pertanyaan. Yang pertama, mengapa Indonesia mengalami jobless growth yang jauh lebih parah

daripada negara tetangganya? Yang kedua, mengapa sejak 2003 transformasi struktural Indonesia

meninggalkan sektor pertanian masih tetap terjadi dalam taraf yang lebih rendah daripada sebelum krisis?

Bagian berikut ini akan meninjau beberapa kemungkinan penjelasan terhadap kedua pertanyaan tersebut

berdasarkan perbandingan antara Indonesia dan negara tetangga sekawasan.

Page 56: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

54 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

III. Pertumbuhan jobless growth: Memahami

lemahnya penciptaan lapangan non-pertanian

selepas krisis keuangan 1997

Ada dua penjelasan umum mengenai jobless growth pada tahun 1999-2003. Yang pertama, rendahnya

pertumbuhan PDB telah membatasi penciptaan pekerjaan non-pertanian. Yang kedua, turunnya tingkat

pertumbuhan sektor industri, terutama manufaktur, telah memperlambat penciptaan lapangan kerja non-

pertanian. Bagian ini akan mengkaji dan menilai kedua teori tersebut, kemudian mengusulkan penjelasan

alternatif.

Apakah melambatnya pertumbuhan PDB Indonesia menyebabkan

jobless growth?

Pertumbuhan ekonomi umumnya mendorong penciptaan lapangan kerja non-pertanian, tetapi

hubungan ini bergantung pada banyak faktor. Faktor-faktor tersebut mencakup seberapa besar

pertumbuhan yang terjadi pada sektor padat karya, biaya mempekerjakan pekerja, lembaga dan peraturan

yang mengatur bagaimana mempekerjakan dan memberhentikan pekerja, serta preferensi dan karakteristik

pekerja yang masih menganggur. Berbagai faktor tersebut dapat sangat bervariasi dari negara ke negara, dan

bahkan pada periode yang berbeda di satu negara. Hal ini menyebabkan hubungan yang sangat bervariasi

antara pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan pekerjaan non-pertanian, baik di Indonesia maupun di

kawasan.37

Pertumbuhan yang melambat hanya menjelaskan sebagian kecil dari anjloknya pertumbuhan

lapangan kerja non-pertanian di Indonesia. Sejak 1999 sampai 2003, pertumbuhan PDB tahunan pulih

ke 4,7 persen, angka yang masih cukup jauh dari 7,4 persen yang dinikmati Indonesia dari 1990 sampai 1997.

Hubungan yang terbatas, namun teramati antara pertumbuhan PDB dan lapangan kerja non-pertanian seperti

terlihat dari (Gambar 2.1 dan 2.2) memberikan perkiraan kasar mengenai efek melambatnya pertumbuhan.

Data tersebut menyiratkan bahwa naiknya pertumbuhan PDB Indonesia dari tingkat 4,5 persen yang dicapai

tahun 1999-2003 menjadi 7,5 persen seperti pada masa sebelum krisis kemungkinan dapat meningkatkan

lapangan kerja non-pertanian antara 0,5 sampai 1 persen per tahun. Perkiraan ini memang hanya angka kasar

saja, apalagi jika mempertimbangkan beragamnya pengalaman masing-masing negara, namun angka ini

mungkin saja betul. Namun demikian, meskipun kenaikan lapangan kerja non-pertanian sebesar 0,5 sampai

1 persen merupakan kenaikan yang cukup besar, pangsa lapangan kerja non-pertanian tumbuh 2,1 persen

per tahun selama 1990-1997 dan turun 0,8 persen selama 1999-2003. Karenanya, pertumbuhan ekonomi

yang melambat tampaknya hanya menjelaskan sebagian kecil dari penurunan pertumbuhan lapangan kerja

non-pertanian di Indonesia yang secara keseluruhan mencapai tiga persen.

Selain itu, hanya berpegang pada pertumbuhan ekonomi yang melambat saja tidak dapat

menjelaskan mengapa pertumbuhan lapangan kerja non-pertanian di Indonesia jauh lebih buruk

daripada di Malaysia dan Thailand. Seperti halnya Indonesia, pertumbuhan PDB Malaysia dan Thailand

antara 1999 dan 2003 turun drastis jika dibandingkan dengan sebelum krisis. Pertumbuhan PDB tahunan

Indonesia jatuh dari 7,4 persen per tahun selama 1990-1997 menjadi 4,7 persen per tahun selama 1999-

2003. Sementara itu, pertumbuhan Thailand turun dari 7,3 menjadi 4,3 persen per tahun dan Malaysia

37 Lihat Gambar 2.1 dan 2.2. Bervariasinya hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan lapangan kerja non-tani terlihat dari besarnya dispersi di sekitar kurva.

Page 57: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

55

Bab 2

Pertumbuhan Ekonomi Tanpa Peningkatan Lapangan Kerja di Indonesia

terpuruk dari 9,2 menjadi 4,8 persen. Meskipun demikian, anjloknya pertumbuhan lapangan kerja non-

pertanian di Indonesia jauh lebih parah daripada kedua negara tetangganya. Pertumbuhan lapangan kerja

non-pertanian di Indonesia anjlok 3 persen per tahun, dari yang tadinya naik 2,1 persen per tahun menjadi

turun 0,8 persen per tahun. Thailand hanya mengalami penurunan pangsa lapangan kerja non-pertanian

sebesar 1 persen dan Malaysia bahkan mengalami peningkatan. Karena itu, tampaknya ada sesuatu yang

unik di Indonesia – bukannya penurunan pertumbuhan ekonomi – yang mendorong penurunan dramatis

lapangan kerja non-pertanian selama masa tersebut.

Peranan pertumbuhan ekonomi yang terbatas juga terlihat saat membandingkan Vietnam dengan

Malaysia dan Thailand. Antara 1999 sampai 2003, Vietnam mampu terus tumbuh 7 persen per tahun,

sementara Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Filipina hanya tumbuh kurang dari 5 persen per tahun.

Pertumbuhan ekonomi pesat Vietnam mempunyai efek yang kentara walau terbatas pada lapangan kerja

non-pertanian seiring naiknya pangsa lapangan kerja non-pertanian Vietnam hanya sebesar 1,3 persen per

tahun. Tetapi, angka ini hanya sedikit lebih besar daripada pertumbuhan serupa di Malaysia dan Thailand

yang masing-masing tumbuh 1,0 dan 0,8 persen per tahun.

Apakah melambatnya pertumbuhan industri menyebabkan jobless

growth?

Ada persepsi bahwa jobless growth setelah krisis terutama disebabkan oleh melambatnya

pertumbuhan di sektor industri. Dari tahun 1999 sampai 2003, sektor industri di Indonesia hanya tumbuh

5 persen per tahun setelah sebelumnya tumbuh 9,3 persen per tahun dari 1990 sampai 1997. Hal ini

terjadi persis pada saat yang sama ketika pangsa lapangan kerja pertanian melonjak seiring mandeknya

pertumbuhan lapangan kerja formal dan non-pertanian. Karena alasan inilah pertumbuhan industri yang

melambat sering dikutip sebagai penyebab terjadinya jobless growth di Indonesia.

Pertumbuhan industri yang melambat bukanlah faktor utama di balik jobless growth di Indonesia

pada masa tersebut. Agar jobless growth pada masa tersebut dapat lebih dipahami, maka perlambatan

hebat pada pertumbuhan lapangan kerja non-pertanian, dari periode 1990-1997 sampai 1999-2003, dipilah-

pilah ke dalam dua sektor utama – industri dan jasa – untuk melihat sektor manakah yang bertanggung

jawab memperlambat pertumbuhan lapangan kerja (Kotak 2.2). Di dalam dua sektor tersebut, pertumbuhan

lapangan kerja yang lebih lambat dapat terjadi akibat pertumbuhan sektor yang menurun, atau karena

lapangan kerja di sektor tersebut tidak lagi begitu tanggap terhadap pertumbuhan. Hanya 28 persen dari

perubahan ini berkaitan dengan sektor industri (Table 2.2). Pertumbuhan industri yang melambat hanya

bertanggung jawab atas 12 persen dari penurunan pertumbuhan non-pertanian di Indonesia, sedangkan

16 persen sisanya dapat dijelaskan oleh menurunnya kemampuan sektor industri untuk mengubah

pertumbuhan menjadi penciptaan lapangan kerja.

Biang keladi utama di balik melambatnya penciptaan pekerjaan non-pertanian adalah sektor

jasa yang tidak lagi begitu padat karya. Sebagian besar penurunan pertumbuhan lapangan kerja non-

pertanian – 72 persen – berasal dari melambatnya pertumbuhan lapangan kerja sektor jasa. Meskipun

sektor jasa tumbuh 5,4 persen per tahun selama 1999-2003, jumlah total pekerja sektor jasa justru turun

tipis, sedangkan pangsa lapangan kerja sektor jasa turun drastis. Hasilnya, elastisitas lapangan kerja sektor

jasa di Indonesia menjadi negatif pada masa ini. Di antara enam negara dan tiga periode non-krisis, inilah

satu-satunya kasus dimana elastisitas lapangan kerja sektor jasa menjadi negatif.

Page 58: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

56 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Box 2.2 Mencari biang keladi jobless growth

Untuk menganalisis pertumbuhan lapangan kerja non-pertanian, bab ini memperkenalkan sebuah kerangka

kerja guna membantu memahami bagaimana pertumbuhan jobless growth dapat terjadi. Kerangka kerja ini

menganalisis perbedaan tingkat pertumbuhan lapangan kerja non-pertanian di antara dua periode. Pekerjaan non-

pertanian menjadi fokus karena alasan yang telah dijelaskan pada Kotak 2.1. Kerangka kerja ini mengkaji peranan

dari perubahan pertumbuhan lapangan kerja, dibandingkan dengan perubahan dalam elastisitas lapangan kerja,

baik di sektor jasa maupun industri.

Langkah pertama yang dilakukan adalah memilah-milah pertumbuhan lapangan kerja non-pertanian menurut

dua sektor non-pertanian utama: industri dan jasa. Dengan demikian, akan diketahui berapa persen dari perubahan

pertumbuhan lapangan kerja non-pertanian berasal dari sektor industri dan berapa persen dari sektor jasa. Langkah

kedua adalah memilah-milah lagi pertumbuhan lapangan kerja pada masing-masing sektor menjadi bagian yang

diakibatkan perubahan tingkat pertumbuhan sektor tersebut dan bagian yang diakibatkan perubahan elastisitas

lapangan kerja sektor tersebut. Setelah melaksanakan kedua langkah di atas, kita dapat memilah-milah perubahan

dalam penciptaan lapangan kerja non-pertanian ke dalam bagian-bagian yang diakibatkan oleh perubahan empat

komponen: pertumbuhan sektor jasa, elastisitas lapangan kerja sektor jasa, pertumbuhan sektor industri, elastisitas

lapangan kerja sektor industri.

Membandingkan temuan tersebut (Tabel 2.2) untuk periode yang berbeda dan di antara negara tetangga regional

dapat menjelaskan mengapa penciptaan pekerjaan non-pertanian di Indonesia sulit dilakukan sejak krisis keuangan

1997 dan masih terus ketinggalan jika dibandingkan dengan sejumlah negara tetangganya yang tumbuh cepat.

Tabel 2.2 Pemilahan lapangan kerja non-pertanian di Indonesia, 1999-2003

Indonesia

(1990-97)

Cina Malaysia Filipina Thailand Vietnam

A. Pertumbuhan tahunan lapangan kerja non-pertanian (persen)

Negara pembanding 6,3 1,6 4,1 3,5 3,7 7,0

Indonesia (1999-2003) -0,1 -0,1 -0,1 -0,1 -0,1 -0,1

Selisih 6,4 1,7 4,2 3,6 3,8 7,1

B. Persentase selisih yang disebabkan oleh:

Pertumbuhan industri 12% 14% 4% -2% 9% 28%

Elastisitas industri 16% -49% 15% 9% 28% 47%

Pertumbuhan jasa 6% 15% -6% -3% -11% 1%

Elastisitas jasa 66% 120% 87% 96% 73% 24%

Sumber: Perhitungan Bank Dunia

Di sisi lain, lapangan kerja non-pertanian di Malaysia, Thailand, dan Filipina tumbuh lebih cepat

karena sektor jasa di negara tersebut mampu menciptakan pekerjaan. Pertumbuhan PDB Indonesia

mirip dengan Malaysia, Thailand, dan Filipina. Tetapi, ketiga negara itu memiliki pertumbuhan lapangan kerja

non-pertanian yang jauh lebih tinggi daripada Indonesia. Jumlah karyawan yang bekerja di luar pertanian

tumbuh hampir 4 persen di ketiga negara tersebut, sementara di Indonesia malah turun tipis. Sebagian

besar selisih pada pertumbuhan lapangan kerja non-pertanian diakibatkan oleh elastisitas sektor jasa yang

bervariasi antara 0,8 sampai 1,1 di antara negara-negara tersebut, sementara di Indonesia nilainya hanya

Page 59: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

57

Bab 2

Pertumbuhan Ekonomi Tanpa Peningkatan Lapangan Kerja di Indonesia

-0,1.38 Rendahnya elastisitas sektor jasa di Indonesia menjadi penyebab terbesar pertumbuhan lapangan

kerja non-pertanian yang mengecewakan jika dibandingkan dengan ketiga negara tersebut: 87 persen jika

dibandingkan dengan Malaysia, 73 persen jika dibandingkan dengan Thailand, 96 persen jika dibandingkan

dengan Filipina.

Demikian pula dengan lapangan kerja non-pertanian di Cina yang tumbuh karena sektor jasa

mampu menciptakan lebih banyak pekerjaan bersamaan dengan pertumbuhan ekonomi yang

meningkat. Tingkat pertumbuhan Cina meningkat pesat pada periode ini dan mencapai 9 persen per tahun.

Meskipun tingkat pertumbuhan sektor industrinya sangat pesat, tidak ada pekerjaan baru yang diciptakan

oleh sektor industri Cina menurut indikator pembangunan dunia dari Bank Dunia. Elastisitas lapangan kerja

industrinya sangat rendah, hanya -0,05 saja pada periode ini. Bila elastisitas lapangan kerja sektor industri di

Cina dapat sampai setinggi 0,3 seperti di Indonesia, keunggulan Cina dalam penciptaan lapangan kerja non-

pertanian dapat meningkat sampai 50 persen. Namun secara keseluruhan, Cina diuntungkan oleh sektor

jasa yang mampu menciptakan pekerjaan sehingga dapat menutupi ketidakmampuan sektor industri untuk

menciptakan pekerjaan. Elastisitas lapangan kerja sektor jasa di Cina yang besarnya 0,3 jauh lebih besar

daripada Indonesia yang hanya -0,1. Hal ini adalah faktor utama yang dapat menjelaskan lajunya tingkat

pertumbuhan lapangan kerja non-pertanian di Cina.

Vietnam adalah satu-satunya negara yang diuntungkan oleh pertumbuhan sektor industri dan

meningkatnya pekerjaan padat karya di sektor ini. Selama periode tersebut, Vietnam menikmati

pertumbuhan PDB tahunan sebesar 7 persen dan mampu mengalihkan pekerja ke pekerjaan non-pertanian

sebesar 1,3 persen per tahun, angka yang bahkan lebih cepat daripada periode sebelum krisis. Sektor

industri Vietnam yang sedang tumbuh pesat menjadi faktor penting dengan pertumbuhan 10,1 persen

per tahun, lebih dari dua kali lipat pertumbuhan Indonesia yang hanya 4,2 persen. Perbedaan ini saja sudah

menyebabkan 31 persen dari perbedaan pertumbuhan lapangan kerja non-pertanian di antara kedua negara.

Namun, faktor yang lebih besar lagi adalah kemampuan Vietnam untuk mengubah pertumbuhan industri

menjadi pekerjaan. Pada periode tersebut, elastisitas lapangan kerja Indonesia di sektor industri hanya 0,3,

sedangkan Vietnam mencapai 1,6. Selisih elastisitas lapangan kerja yang begitu besar ini menyebabkan

Indonesia tertinggal 47 persen jika dibandingkan dengan Vietnam dalam hal pertumbuhan lapangan kerja

non-pertanian.

Mengapa sektor jasa tidak lagi sepadat karya dahulu?

Kenaikan upah di Indonesia dan Cina tampaknya telah menghambat kemampuan sektor jasa untuk

mengubah pertumbuhan menjadi pekerjaan. Dari 1999 sampai 2003, upah riil rata-rata meningkat

sampai 11 persen per tahun di Indonesia karena upah minimum riil naik 10 persen per tahun (Tabel 2.1).

Hanya Cina yang mengalami pertumbuhan upah lebih besar lagi sampai 15 persen per tahun. Keadaan ini

bertolak belakang dengan upah riil rata-rata di Thailand yang turun tipis pada periode tersebut, sementara

upah di Filipina tetap konstan. Sektor jasa di Indonesia tidak mampu menciptakan pekerjaan sehingga

lapangan kerja di sektor tersebut menurun, padahal pertumbuhannya cukup bagus. Sektor jasa juga sulit

menciptakan pekerjaan di Cina karena elastisitas lapangan kerjanya relatif rendah. Tetapi, sektor jasa di

Thailand dan Filipina yang tidak mengalami kenaikan upah lebih berhasil menciptakan pekerjaan.

38 Lampiran II.2.

Page 60: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

58 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Gambar 2.6 Elastisitas lapangan kerja sektor

jasa

Gambar 2.7 Rata-rata perubahan upah per

tahun

0.87

- 0.13

0.62

0.320.44

1.051.21

0.780.89 0.84

1.39

0.37

- 0.40

- 0.20

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

1.20

1.40

1.60

1990-1997 1999-2003

Cina Malaysia Filipina Thailand Vietnam

4.38

11.90

4.95

12.22

5.34

3.18

-0.41 -2.05

10.03 10.07

- 4

-2

0

2

4

6

8

10

12

14

1990-1997 1999-2003

%

Indonesia

Sumber: Sakernas, WDI, CEIC Sumber: Sakernas, WDI, CEIC

Perbandingan antara tren di Indonesia dan di Thailand juga mengisyaratkan bahwa pertumbuhan

upah di Indonesia telah mengurangi lapangan kerja sektor jasa. Membandingkan Indonesia dengan

Thailand memberikan pelajaran penting karena kedua negara mengalami tren pertumbuhan ekonomi yang

mirip, tetapi tren upah yang sangat berbeda. Di kedua negara, pertumbuhan PDB menurun dari sekitar 7

sebelum krisis menjadi sekitar 4,5 persen dari 1999 sampai 2003. Pertumbuhan upah tahunan rata-rata di

Indonesia melaju dari pertumbuhan sebesar 3 persen sebelum krisis menjadi 11 persen dari 1999 sampai

2003. Sementara itu, pertumbuhan upah di Thailand malah terbalik – setelah tumbuh 3,5 persen sebelum

krisis, upah malah turun 5,5 persen selama 1999-2003. Bertolak belakangnya pertumbuhan upah kedua

negara tercermin pada elastisitas sektor jasa. Di Indonesia, elastisitas sektor jasa turun tajam, sementara di

Thailand angkanya nyaris konstan.

IV. Pemulihan parsial: Mengapa transformasi

struktural kembali terjadi, namun dengan laju

yang lebih lambat selama 2003-2007?

Sama seperti negara lain di kawasannya, Indonesia belum mampu mencapai kembali tingkat

pertumbuhan lapangan kerja non-pertanian seperti sebelum krisis keuangan 1997. Sejak 2003,

pangsa lapangan kerja non-pertanian di Indonesia telah tumbuh cepat sebesar 1,3 persen per tahun seiring

turunnya upah rata-rata sampai 3,8 persen per tahun (Tabel 2.3). Namun demikian, meski terjadi penurunan

upah dan semakin banyak pekerja keluar dari pertanian, pertumbuhan lapangan kerja non-pertanian sejak

2003 masih saja jauh di bawah tingkat sebelum krisis 1997, ketika pertumbuhannya mencapai 2,1 persen

per tahun. Ketidakmampuan Indonesia untuk pulih kembali ke taraf pertumbuhan lapangan kerja non-

pertanian sebelum krisis sebetulnya serupa dengan masalah yang dialami Malaysia, Filipina, dan Thailand.

Pangsa lapangan kerja non-pertanian nyaris tidak berubah di Malaysia dan Filipina antara 2003 sampai 2007,

sedangkan di Thailand tumbuh 1,2 persen per tahun. Hanya Vietnam dan Cina, yang laju pertumbuhan

ekonominya tetap kencang, yang mampu menumbuhkan lapangan kerja non-pertanian di atas tingkat

pertumbuhan sebelum krisis.

Page 61: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

59

Bab 2

Pertumbuhan Ekonomi Tanpa Peningkatan Lapangan Kerja di Indonesia

Gambar 2.8 Elastisitas lapangan kerja sektor

jasa di Indonesia

Gambar 2.9 Rata-rata perubahan upah per

tahun di Indonesia

0.87

- 0.01 - 0.13

0.51

- 0.20

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

1990-1997 1997-1998 1999-2003 2003-2006

4.38

-15.17

11.90

-2.57

-20.00

-15.00

-10.00

-5.00

0.00

5.00

10.00

15.00

1990-1997 1997-1999 1999-2003 2003-2006

Sumber: Neraca Nasional, Sakernas

Tabel 2.3 Kinerja dan pertumbuhan upah non-pertanian menurut negara (2003-06)

Tingkat pertumbuhan rata-rata Indonesia Cina Malaysia Filipina Thailand Vietnam

Pertumbuhan PDB 5,4 10,3 6,1 5,5 5,2 8,1

Pertumbuhan upah -2,0 11,7 N/A -1,8 -1,8 0,4

Lapangan kerja non-pertanian 1,3 2,1 -0,1 0,1 1,2 1,6

Sektor industri Pertumbuhan

lapangan kerja

0,4 1,2 N/A -0,4 0,3 N/A

Pertumbuhan PDB 4,5 11,8 7,8 4,5 6,6 10,2

Elastisitas 0,6 0,5 -0,3 -0,1 0,5 0,9

Sektor jasa Pertumbuhan

lapangan kerja

1,1 1,0 N/A 0,5 0,9 N/A

Pertumbuhan PDB 7,8 10,3 6,2 7,3 5,9 7,3

Elastisitas 0,5 0,4 0,2 0,4 0,8 0,9

Sumber: Sakernas

Pemulihan parsial diakibatkan oleh berlanjutnya ketidakmampuan sektor jasa untuk mengubah

pertumbuhan menjadi pekerjaan. Pemilahan yang dilakukan sebelumnya diterapkan pula pada periode

2003-07 untuk memeriksa dengan lebih saksama mengapa pertumbuhan lapangan kerja non-pertanian

masih tertinggal jauh jika dibandingkan dengan transformasi struktural yang sangat pesat selama 1990-

97 (Tabel 2.4). Pertumbuhan lapangan kerja yang lebih rendah di sektor industri dan jasa masing-masing

menyumbangkan sekitar setengah dari total ketertinggalan pertumbuhan lapangan kerja. Sektor jasa

tumbuh lebih cepat selama 2003-06 daripada selama periode 1990-97. Tetapi, elastisitas lapangan kerja

sektor jasa masih tetap berada di bawah tingkat sebelum 1997 meskipun telah lebih banyak dari periode

1999-2003. Karena sektor jasa mempekerjakan lebih dari dua kali lipat jumlah pekerja di sektor industri, maka

ketertinggalan yang moderat dalam elastisitas lapangan kerja ini pun tetap saja berpengaruh besar dan

menjadi penyebab 69 persen dari total ketertinggalan dalam lapangan kerja non-pertanian.

Page 62: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

60 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Tabel 2.4 Pemilahan lapangan kerja non-pertanian di Indonesia, 2003-07

Indonesia (1990-97) Malaysia Filipina Thailand Vietnam

A. Pertumbuhan tahunan lapangan kerja non-pertanian (persen)

Negara 6,3 1,2 2,2 4,4 7,3

Indonesia (2003-2006) 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5

Selisih 2,8 -2,3 -1,3 0,9 3,8

B. Persentase selisih yang disebabkan oleh:

Pertumbuhan industri 32% -6% 0% -34% 21%

Elastisitas industri 14% 72% 241% 4% 12%

Pertumbuhan jasa -16% 8% -12% 80% -12%

Elastisitas jasa 69% 26% -128% 50% 79%

Sumber: Perhitungan staf Bank Dunia

Penurunan elastisitas sektor jasa terutama diakibatkan oleh subsektor perdagangan, sebuah

fenomena yang terjadi di seluruh kawasan. Elastisitas perdagangan menurun dari 0,45 sebelum krisis

menjadi 0,3 pada periode 2003-07. Hal ini berarti kenaikan 10 persen pada pertumbuhan perdagangan

hanya akan meningkatkan lapangan kerja sebesar 3 persen, bukannya 4,5 persen. Penurunan elastisitas pada

sektor jasa publik dan swasta juga cukup berarti sampai sebesar 28 persen, tetapi sektor jasa transpor dan

keuangan mengalami penurunan elastisitas yang jauh lebih kecil. Situasi ini tak hanya terjadi di Indonesia.

Sektor jasa di seluruh kawasan tidak lagi sepadat karya sebelumnya sehingga hanya menciptakan lebih

sedikit pekerjaan. Selama periode 1999-2003, elastisitas sektor jasa yang negatif di Indonesia merupakan

yang terendah di antara negara tetangganya, namun elastisitas sektor jasa di Indonesia telah pulih sehingga

kini berada di posisi tengah. Ketidakmampuan elastisitas sektor jasa untuk mencapai kembali taraf 1990-

97 terjadi di seluruh kawasan. Berbeda dengan periode sebelumnya, pertumbuhan upah tidak dapat

menjelaskan lambatnya pertumbuhan lapangan kerja sektor jasa. Selama 2003-07, pertumbuhan upah rata-

rata bahkan turun 2 persen di Indonesia dan 1,8 persen di Malaysia dan Filipina (Tabel 2.3). Sesungguhnya,

elastisitas lapangan kerja sektor jasa mengalami penurunan di seluruh kawasan. Sebuah kemungkinan

penjelasan untuk penurunan yang terjadi secara universal ini adalah bahwa perbaikan pada teknologi

informasi dan komunikasi telah membuat sektor jasa tidak lagi sepadat karya sebelumnya.

Pertumbuhan ekonomi sektor industri yang lebih lambat juga merupakan faktor penting yang

dapat menjelaskan melambatnya pertumbuhan lapangan kerja non-pertanian, baik di Indonesia

maupun negara tetangganya. Sepertiga dari ketertinggalan ini, jika dibandingkan dengan era sebelum

krisis, dapat dijelaskan oleh pertumbuhan lapangan kerja industri yang lebih lambat, yang anjlok dari tingkat

pertumbuhan 9 persen per tahun sebelum krisis menjadi hanya 4,5 persen selama 2003-07. Kira-kira setengah

dari penurunan pertumbuhan industri diakibatkan oleh subsektor manufaktur yang pertumbuhannya

melambat dari tingkat 5,4 persen sebelum krisis menjadi 3,1 persen pascakrisis. Pertumbuhan konstruksi

dan pertambangan juga turun cukup besar dan menyumbangkan setengah lagi dari penurunan

pertumbuhan industri. Meskipun pertumbuhan sektor industri Indonesia mengalami penurunan paling

parah, dari 9 menjadi 4,5 persen per tahun, kebanyakan negara juga tidak mampu mencapai kembali tingkat

pertumbuhan industri sebelum krisis. Sebagai contoh, pertumbuhan industri di Malaysia melambat dari 11

menjadi 7,8 persen, sedangkan pertumbuhan industri di Vietnam turun dari 8,8 menjadi 6,6 persen. Cina

dan Vietnam yang sedang berkembang pesat pun mengalami penurunan pertumbuhan industri, meskipun

penurunannya terjadi dari posisi yang sebelumnya sangat tinggi.

Meskipun demikian, Indonesia berhasil menghindari anjloknya pertumbuhan lapangan kerja

industri yang menjadi masalah besar di Malaysia dan Filipina. Indonesia dan Filipina mempunyai

Page 63: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

61

Bab 2

Pertumbuhan Ekonomi Tanpa Peningkatan Lapangan Kerja di Indonesia

tingkat pertumbuhan industri yang paling rendah di kawasannya, yaitu sebesar 4,5 persen per tahun,

sedangkan tetangga yang lain mengalami tingkat pertumbuhan sektor industri yang bervariasi antara 6,5

sampai 11 persen. Meskipun demikian, elastisitas lapangan kerja sektor industri di Indonesia masih lebih

tinggi daripada negara tetangganya dan hanya kalah dari Vietnam. Hal ini mengisyaratkan bahwa sektor

industri di Indonesia mampu menciptakan pekerjaan dengan cukup cepat, terutama jika dibandingkan

dengan Malaysia dan Filipina yang elastisitas lapangan kerja sektor industrinya negatif.

V. Kesimpulan

Indonesia telah pulih dari jobless growth, tetapi kenaikan tinggi pada biaya tenaga kerja formal,

terutama selama 1999-2003, telah menghambat penciptaan pekerjaan non-pertanian. Masa

terburuk jobless growth terjadi pada periode 1999-2003. Keadaan ini didorong oleh penurunan drastis pada

elastisitas lapangan kerja sektor jasa, kondisi yang hanya terjadi di Indonesia. Pada saat bersamaan, upah di

Indonesia meningkat lebih cepat daripada negara tetangganya meski pertumbuhan ekonominya sedang

saja, sehingga menyebabkan terhambatnya penciptaan pekerjaan non-pertanian.

Pertumbuhan lapangan kerja non-pertanian di Indonesia belum mampu mencapai tingkat sebelum

krisis karena perubahan teknologi di sektor jasa dan persaingan industri dari Cina dan Vietnam.

Pertumbuhan pekerjaan non-pertanian telah pulih sebagian pada periode 2003-07 seiring melambatnya

pertumbuhan upah, namun belum sampai ke taraf sebelum krisis. Dua per tiga dari ketinggalan ini disebabkan

oleh elastisitas sektor jasa yang lebih rendah, sebuah fenomena yang melanda kawasan dan kemungkinan

diakibatkan oleh perubahan teknologi. Faktor utama lain yang dapat menjelaskan ketertinggalan ini adalah

pertumbuhan industri yang lebih lambat karena produksi beralih ke Cina dan Vietnam yang sedang tumbuh

pesat. Keberhasilan mereka menghindari turunnya pertumbuhan industri telah memungkinkan mereka

untuk mempertahankan tingkat pertumbuhan lapangan kerja non-pertanian sama seperti sebelum krisis.

Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami penghambat penciptaan pekerjaan non-

pertanian, terutama faktor yang menurunkan elastisitas lapangan kerja di sektor jasa yang sedang

tumbuh. Bab ini mengemukakan pemikiran bahwa kenaikan tinggi pada upah kemungkinan menjadi

faktor kunci yang mempengaruhi pemberi kerja di sektor jasa untuk mempekerjakan lebih sedikit pekerja

sehingga sektor ini hanya mampu menciptakan sedikit pekerjaan baru. Studi lebih lanjut dapat mengkaji

dampak perubahan pada peraturan tenaga kerja, upah, dan lembaga hukum dalam menarik investasi asing

ke sektor industri dan jasa demi menciptakan pekerjaan non-pertanian. Riset juga dapat memperdalam

pemahaman kita mengenai perubahan sektor jasa yang sedang terjadi di kawasan ini, yang menyebabkan

sektor jasa tidak lagi sepadat karya dahulu.

Bab selanjutnya akan mengkaji salah satu akibat dari lambatnya pertumbuhan pekerjaan non-

pertanian: pasar tenaga kerja yang sangat tersegmentasi. Bab ini mengkaji pertumbuhan lapangan kerja

non-pertanian di seluruh kawasan, bukan tingkat formalitas, karena lapangan kerja pertanian didefi nisikan

dengan konsisten dan datanya mudah diperoleh untuk berbagai negara di kawasan ini. Tren pada lapangan

kerja non-pertanian, seperti yang tampak pada Bab 1, umumnya sama dengan tren pada lapangan kerja

sektor formal. Karena itu, kebijakan yang mengurangi pertumbuhan lapangan kerja non-pertanian juga

akan mengurangi peluang bagi pekerja untuk bekerja di sektor formal. Bab 3 mengamati bagaimana

penjatahan pekerjaan di sektor formal dan non-pertanian semakin mengkotak-kotakkan angkatan kerja dan

menciptakan kelompok-kelompok ‘orang dalam’ dan ‘orang luar’ yang diuntungkan ataupun dirugikan oleh

kebijakan dan peraturan ketenagakerjaan saat ini.

Page 64: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya
Page 65: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

Bab 3

Segmentasi Pasar Tenaga

Kerja

Di Sektor Formal dan Informal

Page 66: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

64 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Bab 3 Ringkasan & Rekomendasi

Meskipun akhir-akhir ini tren tenaga kerja telah membaik, sebagian besar penduduk Indonesia masih

banyak yang bekerja di sektor informal. Sejak tahun 2003, tren ketenagakerjaan di pasar tenaga kerja Indonesia

perlahan-lahan telah mengalami perkembangan positif. Namun demikian, angkatan kerjanya masih banyak di

sector informal. Hampir seperempat dari angkatan kerja aktif bekerja secara informal di sektor jasa dan industri,

sedangkan lebih dari sepertiganya bekerja secara informal di pertanian. Tingkat informalitas di Indonesia mencapai

63 persen, jauh melebihi negara lain yang sekawasan.

Meskipun sebagian orang lebih menyukai pekerjaan informal, namun penghasilan pekerja sektor informal

lebih kecil dan mereka tidak memperoleh tunjangan yang layak dikaitkan dengan pekerjaan di sektor

formal. Berwiraswasta di sektor informal memang memungkinkan sejumlah pekerja – terutama pekerja yang

berpendidikan lebih tinggi dan lebih berpengalaman –memperoleh penghasilan lebih besar daripada di sektor

formal. Hal lainnya, terutama perempuan, mungkin lebih menyukai pekerjaan informal karena lebih fl eksibel. Tetapi

secara rata-rata, pekerja di sektor informal menerima penghasilan jauh lebih kecil daripada pemberi kerja atau

karyawan di sektor formal. Mereka pun tidak menerima tunjangan non-upah yang biasanya diterima pekerja formal,

seperti tunjangan kesehatan, transpor, atau akses terhadap kredit. Mengingat peralihan dari pekerjaan informal ke

pekerjaan formal bukanlah hal yang umum, informalitas tampaknya lebih merupakan perangkap daripada batu

loncatan menuju pekerjaan yang lebih baik.

Walaupun demikian, pekerjaan di sektor formal tidak selalu lebih baik daripada pekerjaan di sektor

informal. Terdapat tiga kategori karyawan di sektor formal: i) karyawan dengan kontrak permanen, ii) mereka yang

dipekerjakan untuk sementara dengan kontrak jangka waktu tetap, dan iii) mereka yang bekerja di sektor formal

tanpa kontrak. Karyawan permanen lebih terjamin penghasilannya daripada pekerja sementara. Namun, karyawan

tanpa kontrak (81 persen dari angkatan kerja formal), mengalami kondisi terburuk dan hanya memperoleh

penghasilan yang kurang lebih sama dengan pekerja pertanian atau non-tani di sektor informal. Mereka memiliki

peluang lebih kecil untuk menerima tunjangan non-upah yang lazim diperoleh pekerja sektor formal, termasuk

uang pesangon, pensiun, kredit, dan tunjangan transpor. Jika terjadi perselisihan dengan pemberi kerja, karyawan

tanpa kontrak juga berada dalam posisi yang dirugikan. Tanpa adanya dokumentasi kerja yang dapat digunakan

sebagai bukti pekerjaan, mereka akan kesulitan mengakses jalur penyelesaian perselisihan di pengadilan hubungan

industrial.

Rekomendasi

Dengan angkatan kerja yang tersegmentasi seperti di Indonesia, pembuat kebijakan harus berfokus untuk

mempercepat penciptaan pekerjaan yang ‘lebih baik’ sambil tetap melindungi pekerja yang rentan. Tanpa

adanya peningkatan kesempatan di sektor formal dan sector non-pertanian, mayoritas pekerja Indonesia akan

tetap menjadi pekerja informal. Karena pekerja informal cenderung lebih miskin, pertumbuhan lapangan kerja

formal yang stagnan juga akan memperlambat laju pengurangan kemiskinan di Indonesia. Sebab itu, tantangan

yang dihadapi pemerintah baru adalah mengidentifi kasi dan mendukung kebijakan bagi kepentingan mayoritas

pekerja yang mencari pekerjaan lebih baik, sambil memastikan bahwa pekerja yang telah memiliki kontrak kerja

tetap terlindungi. Masih diperlukan upaya lebih lanjut untuk mendalami pilihan kebijakan di area berikut:

Memahami bagaimana meningkatkan akses kredit bagi pengusaha mikro dan usaha kecil menengah (UKM),

serta mengurangi hambatan birokrasi bagi kelompok tersebut demi merangsang penciptaan lapangan kerja.

Membuka akses informasi sehingga pekerja informal dapat mencari pekerjaan yang lebih baik, dan mendalami

strategi untuk menghubungkan pekerja informal dan karyawan tanpa kontrak dengan calon pemberi kerja.

Mengidentifi kasi layanan pelatihan, serta tunjangan seperti tunjangan kesehatan dan sistem pensiun, yang

dapat dirancang untuk mendukung dan melindungi pekerja informal.

Page 67: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

65

Bab 3

Segmentasi Pasar Tenaga Kerja

I. Pendahuluan

Gambar 3.1 Distribusi pekerja menurut sektor Gambar 3.2 Persentase pekerja yang memiliki

usaha sendiri dan pekerja

keluarga di berbagai Negara

PertanianFormal; 4,1%

IndustriFormal;12,2%

Jasa Formal;22,5%

PertanianInformal;37,2%

Industri Informal; 6,6%

JasaInformal;17,5%

Formal

38.7%Informal

61.3%

05

1015202530354045

aisenodnI

aisyalaM

Filip

ina dn ali ahT Vi

etna

m ni tneg rA

a liz arB

Cile ocix e

M

Asia Timur Amerika Latin

Usaha sendiriPekerja keluarga

Sumber: Sakernas, 2007 Sumber: ILO LABORSTA

Penciptaan lapangan kerja yang lambat semakin mengukuhkan angkatan kerja yang sebagian besar

diisi pekerja informal dan pertanian. Tren ketenagakerjaan di pasar tenaga kerja Indonesia perlahan-

lahan mengalami perkembangan positif sejak berakhirnya periode jobless growth pada tahun 2003. Meski

demikian, mayoritas angkatan kerja aktif di Indonesia – sekitar 100 juta pekerja – masih tetap bergantung

pada pekerjaan di sektor informal dan pertanian (Gambar 3.1). Tingkat informalitas Indonesia yang mencapai

63 persen dari angkatan kerja yang memiliki pekerjaan, jauh lebih tinggi daripada kebanyakan negara

tetangganya dan negara berkembang lain yang menjadi pembanding (Gambar 3.2).39

Akibatnya, angkatan kerja Indonesia sangat tersegmentasi dan kebanyakan pekerja tidak memiliki

jaminan penghasilan. Status kontrak adalah faktor kunci yang mempengaruhi jaminan penghasilan para

pekerja di sektor formal. Pemberi kerja dan karyawan yang memiliki kontrak permanen (baik di sektor swasta

maupun publik) memiliki penghasilan terbesar. Tetapi, persentase mereka kira-kira hanya 5 persen dari

angkatan kerja aktif (Gambar 3.3). Karyawan sementara dengan kontrak jangka waktu tetap memperoleh

penghasilan yang jauh lebih sedikit, namun jumlah mereka tetap saja hanya 3 persen dari angkatan kerja.

Mayoritas pekerja selain kedua kategori di atas menghadapi ketidakpastian penghasilan yang jauh lebih

besar. Kalangan ini termasuk karyawan sektor formal yang bekerja tanpa kontrak (38 persen dari angkatan

kerja), dan pekerja yang memiliki usaha sendiri serta pekerja keluarga yang tidak dibayar (54 persen) di

sektor pertanian dan non-tani yang informal. Para pekerja ini rata-rata berpenghasilan lebih rendah daripada

pekerja kontrak di sektor formal dan tidak mendapatkan tunjangan non-upah yang lazim diperoleh jika

memiliki kontrak (Gambar 3.4). Pada saat yang sama, undang-undang dan peraturan ketenagakerjaan

cenderung tidak melindungi para pekerja ini sehingga mereka terpaksa berjuang sendirian.

39 Karena defi nisi tingkat informalitas berlainan di berbagai negara, dua kategori pekerja, pekerja yang memiliki usaha sendiri (baik dengan atau tanpa dibantu pekerja lain) dan pekerja keluarga, digunakan untuk mewakili tingkat informalitas. Perwakilan seperti ini cukup akurat. Analisis data Sakernas (2008) mendapati bahwa dari antara keseluruhan pekerja informal, lebih dari setengahnya merupakan pekerja yang memiliki usaha sendiri, dengan 32 persen di sektor pertanian dan 24 persen di sektor non-tani. Sekitar seperempatnya bekerja sebagai pekerja yang tidak dibayar dalam bisnis keluarga dan sisanya merupakan pekerja lepas.

Page 68: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

66 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Gambar 3.3 Distribusi pekerja

aktif menurut status

pekerjaan

Gambar 3.4 Rata-rata penghasilan bulanan pekerja

menurut status pekerjaan

2%

3%

3%

Pemberi kerjaKaryawan

kontrakpermanen

Karyawankontrakjangka

waktu tetap

Karyawan tanpa

kontrak38%

Non-tani informal

27%

Pertanian informal

27%

0

50.000

100.000

150.000

200.000

250.000

300.000

350.000

400.000

ui

Rh

pa

Karyawan permanen & Pemberi kerja

Karyawan kontrak jangka

waktu tetap

Karyawan tanpa kontrak

Non-tani informal

Pertanian informal

Sumber: IFLS, 2007 Sumber: IFLS, 2007

Keberhasilan seseorang di pasar tenaga kerja tidak seluruhnya ditentukan oleh keikutsertaannya

di sektor formal atau status pekerjaannya. Kategori agregat menutupi beragamnya pengalaman pekerja

Indonesia. Tidak semua pekerjaan di sektor informal merupakan pekerjaan yang ‘jelek’. Bahkan sejumlah

pekerja lebih sejahtera di sektor informal daripada di sektor formal. Demikian pula tidak semua pekerjaan di

sektor formal dapat dianggap sebagai pekerjaan yang ‘bagus’.

Bab 3 mengkaji segmentasi di pasar tenaga kerja Indonesia dengan mengamati situasi pekerja di

sektor formal dan informal. Para pembuat kebijakan di sebuah negara dengan pasar tenaga kerja yang

sangat tersegmentasi menghadapi tantangan unik. Mereka tak hanya perlu memperkuat perlindungan

bagi pekerja yang memiliki kontrak kerja dan tercakup dalam peraturan ketenagakerjaan, tetapi juga perlu

mendorong penciptaan lapangan kerja agar semakin banyak pekerja informal dan tanpa kontrak dapat

memiliki jaminan penghasilan dan akses terhadap tunjangan non-upah. Karena itu, sangatlah penting bagi

para pembuat kebijakan untuk tak sekadar memahami segmentasi secara umum di pasar tenaga kerja,

tetapi sekaligus memahami segmentasi di berbagai sektor formal dan informal. Bab ini dibagi menjadi tiga

bagian:

Yang pertama mendalami mengenai segmentasi di sektor formal berdasarkan status kontrak

karyawan.

Yang kedua mengamati tingkat informalitas di Indonesia dan mengkaji empat kemungkinan yang menjadi alasan mengapa orang bekerja di sektor informal: pilihan kerja, terjebak, batu loncatan, atau

jaring pengaman.

Bagian terakhir mengidentifi kasi tantangan yang saat ini dihadapi pembuat kebijakan dalam upaya mereka mempercepat laju penciptaan pekerjaan yang “lebih baik”.

II. Segmentasi di Sektor Formal

Kualitas pekerjaan di sektor formal sangat bergantung pada status kontrak. Terdapat tiga jenis

kesepakatan kerja di sektor formal. Kesepakatan tersebut adalah sebagai berikut:

Kontrak tanpa batas waktu yang mempekerjakan pekerja secara permanen. Kontrak jangka waktu tertentu yang mempekerjakan pekerja untuk jangka waktu tertentu. Termasuk

Page 69: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

67

Bab 3

Segmentasi Pasar Tenaga Kerja

dalam kategori ini adalah jasa yang dialihdayakan (outsourced), yaitu pekerja yang dipekerjakan oleh

agensi penempatan kerja untuk memberikan pelayanan bagi perusahaan klien.

Tidak ada kontrak resmi yang mendefi nisikan hubungan ketenagakerjaan. 40

Walaupun sekitar sepersepuluh karyawan di Indonesia melaporkan bahwa mereka bekerja dengan

kontrak jangka waktu tetap, mayoritas melaporkan bahwa mereka tidak memiliki kontrak kerja.

Hanya sekitar 20 persen dari pekerja di sektor formal yang mengatakan bahwa mereka mempunyai kontrak

kerja. Sekitar 8,7 persen dari karyawan penerima upah dan gaji di sektor formal dipekerjakan secara permanen

dan sekitar 10,2 persen memiliki kontrak jangka waktu tetap.41 Perbandingan regional tidak tersedia, namun

kejadian kontrak jangka waktu tetap di Indonesia berada dalam rentang negara OECD, yaitu antara 5 sampai

17,5 persen.42 Mayoritas karyawan sektor formal bekerja tanpa kontrak resmi. Terdapat indikasi bahwa

persentase karyawan dengan kontrak di Indonesia berada di bawah negara lain dengan tingkat penghasilan

serupa.43

Pekerja dengan kontrak jangka waktu tetap berusia lebih muda dan berpendidikan lebih tinggi;

mereka cenderung bekerja di perusahaan yang lebih besar, terutama di bidang manufaktur. Usia

rata-rata karyawan dengan kontrak jangka waktu tetap adalah 28,9 tahun, jauh lebih muda daripada

karyawan permanen (35,6 tahun) atau pekerja tanpa kontrak (34,2 tahun).44 Karyawan yang minimal telah

tamat SMA mencapai 80,7 persen dari karyawan permanen dan 81,0 persen dari karyawan dengan kontrak

jangka waktu tetap, jauh tinggi daripada karyawan tanpa kontrak resmi yang hanya 52,6 persen. Perusahaan

yang lebih besar di area yang lebih maju cenderung banyak menggunakan kontrak jangka waktu tetap,

kemungkinan sebagai proses penyaringan karyawan baru. Mereka sering kali bekerja di sektor manufaktur

dan jasa sosial, serta cenderung terkonsentrasi di kawasan industri: Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur.

Gambar 3.5 Distribusi karyawan menurut

status kontrak

Gambar 3.6 Tunjangan non-upah yang diterima

sesuai laporan karyawan, menurut

status kontrak

9%

10%

81%

Karyawan permanen

Kontrak jangka waktu tetap(karyawan langsung atau alih daya)

Karyawan tanpa kontrak resmi

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

Pesangon Pensiun Kesehatan Kredit Transpor Makan

Kontrak permanen/Pemberi kerjaKontrak jangka waktu tetapTanpa kontrak

Sumber: IFLS, 2007 Sumber: IFLS, 2007

40 Kategori karyawan yang demikian disebut sebagai karyawan tanpa kontrak dalam laporan ini.

41 IFLS, 2007. Kecuali jika dinyatakan lain, IFLS (2007) adalah sumber data semua statistik dan analisis deskriptif mengenai status kontrak. Pertanyaan terkait yang diajukan kepada pekerja adalah “Apakah Anda mempunyai kontrak kerja?” Tiga kemungkinan jawabannya adalah “Tidak”, “Ya, tanpa jangka waktu”, dan “Ya, dengan jangka waktu”

42 OECD, 2007b.

43 Berdasarkan perkiraan komparatif Bank Dunia menggunakan data dari Indikator Pembangunan Dunia (WDI) untuk populasi dan PDB riil per kapita, serta data pangsa upah dan gaji pekerjaan dari Eurostat, ILO, dan OECD.

44 Lampiran III.1 memberikan profi l lengkap karyawan, pekerjaan, dan karakteristik kualitas pekerjaan menurut status kontrak.

Page 70: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

68 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Pekerja dengan kontrak jangka waktu tetap menghadapi ketidakpastian penghasilan yang lebih

besar daripada pekerja permanen. Hal ini karena mereka yang dipekerjakan dengan kontrak sementara

untuk memperoleh upah lebih rendah daripada pekerja permanen (Gambar 3.4) dan jumlah minggu kerja

per tahunnya lebih sedikit.45 Mereka pun melaporkan bahwa mereka mendapatkan lebih sedikit tunjangan

daripada pekerja permanen, termasuk dalam hal tunjangan kesehatan, pensiun, dan uang pesangon. Selain

itu, pekerja dengan kontrak jangka waktu tetap memiliki kemungkinan lebih kecil untuk berserikat sehingga

lebih jarang menikmati manfaat yang diperoleh anggota serikat pekerja.46

Tetapi, karyawan yang bekerja tanpa kontrak-lah yang menghadapi ketidakpastian terbesar. Tidak

adanya kesepakatan dalam bentuk kontrak di sektor formal mungkin merupakan masalah yang lebih

serius daripada pemakaian kontrak jangka waktu tetap. Bekerja sebagai karyawan di sektor formal tanpa

adanya kontrak akan merugikan pekerja karena empat hal berikut. Yang pertama, karyawan tanpa kontrak

menghadapi ketidakpastian penghasilan yang lebih besar daripada karyawan permanen atau sementara.

Meskipun secara rata-rata jumlah minggu kerja per tahun mereka lebih tinggi daripada staf sementara,

mereka menerima upah yang paling rendah: 25 persen lebih rendah daripada karyawan dengan kontrak

permanen dan 11 persen lebih rendah daripada staf dengan kontrak jangka waktu tetap. Yang kedua,

meskipun karyawan tanpa kontrak menjalani pekerjaan yang paling menuntut kemampuan fi sik dan rawan

cedera, mereka berpeluang paling kecil untuk mendapatkan tunjangan kesehatan dari pemberi kerja.

Yang ketiga, mereka pun berpeluang paling kecil untuk memperoleh pelatihan. Yang terakhir, karyawan

tanpa kontrak akan dirugikan saat mengakses lembaga pengadilan formal – seperti pengadilan hubungan

industrial – karena mereka tidak memiliki dokumentasi pekerjaan yang dapat dipakai sebagai bukti.

Kondisi ini banyak dirasakan karyawan yang lebih tua dan berpendidikan lebih rendah, yang bekerja

di perusahaan yang lebih kecil, karena merekalah yang mempunyai kemungkinan paling besar untuk

bekerja tanpa kontrak. Rata-rata karyawan tanpa kontrak berusia lebih tua daripada karyawan dengan

kontrak jangka waktu tetap, namun berusia sama dengan karyawan permanen.47 Karyawan tanpa kontrak

resmi juga menempuh masa pendidikan formal yang lebih singkat. Meskipun lebih dari setengahnya telah

lulus SMA, hanya 19,8 persen yang telah menyelesaikan pendidikan tinggi, lebih rendah bila dibandingkan

dengan 38,4 persen untuk karyawan permanen dan 27,5 persen untuk karyawan dengan kontrak jangka

waktu tetap. Karyawan tanpa kontrak memiliki kemungkinan lebih besar untuk bekerja di perusahaan

dengan karyawan di bawah 20 orang jika dibandingkan dengan karyawan permanen maupun karyawan

kontrak jangka waktu tetap. Mereka terkonsentrasi di sektor jasa: sekitar sepertiganya bekerja di sektor jasa

sosial, seperempatnya bekerja di sektor manufaktur, dan seperlimanya di sektor perdagangan. Karyawan

tanpa kontrak paling banyak berada di kawasan Indonesia yang tingkat industrialisasinya masih rendah.

Keadaan pekerja tanpa kontrak layak mendapat perhatian lebih besar dalam implementasi

kebijakan. Meskipun karyawan tanpa kontrak mendominasi sektor formal, namun mereka tidak mampu

bersuara banyak untuk mempengaruhi kebijakan dan peraturan ketenagakerjaan. Pembuat kebijakan

di Indonesia dihadapkan pada tantangan untuk mewakili perhatian dan minat para pekerja ini melalui

perbaikan prospek pekerjaan dan jaminan penghasilan mereka. Tetapi pada saat yang sama, para pembuat

kebijakan pun harus memperhatikan mayoritas angkatan kerja – bagi mereka yang terkonsentrasi di sektor

informal. Bagian berikutnya menjelaskan siapa saja yang termasuk pekerja informal dan mendalami alasan

mengapa mereka bekerja di sektor informal.

45 Lampiran III.2. Lampiran tersebut memperlihatkan perbandingan kondisi ketenagakerjaan (intensitas kerja, upah, dan tunjangan non-upah) antara karyawan permanen dan karyawan kontrak jangka waktu tetap dengan karyawan yang bekerja tanpa kontrak. Telah dilakukan kontrol terhadap serangkaian luas karakteristik, termasuk jenis kelamin, usia, tingkat pencapaian pendidikan, ukuran perusahaan, sektor pekerjaan (dua digit) dan lokasi geografi s menurut kawasan.

46 Lihat diskusi mengenai keuntungan menjadi anggota serikat pekerja pada Bab 6.

47 Lampiran III.1.

Page 71: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

69

Bab 3

Segmentasi Pasar Tenaga Kerja

III. Sektor Informal

Siapa saja yang termasuk pekerja informal?

Mayoritas pekerja informal tinggal di area pedesaan; mereka cenderung miskin dan umumnya

memiliki usaha sendiri. Dari antara semua pekerja informal, lebih dari 70 persen tinggal di area pedesaan.

Enam puluh tiga persen dari pekerja informal pedesaan ini tergolong miskin atau hampir miskin, dan 73

persen hanya memiliki pendidikan setingkat SD atau kurang.48 Kebanyakan pekerja informal memiliki usaha

sendiri. Sebagian besar pekerja informal di pedesaan merupakan pekerja yang memiliki usaha sendiri sebagai

petani, nelayan, dan peternak. Meskipun mayoritas tinggal di Jawa dan Sumatera, mereka terkonsentrasi di

area terpencil yang lebih sedikit menjadi tempat operasi perusahaan dan sumber penghidupan utamanya

adalah pertanian. Pekerja di Indonesia timur berpeluang 2,3 kali lebih besar untuk menjadi pekerja informal

daripada pekerja dengan karakteristik serupa di kawasan barat Indonesia.

Pekerja informal di area perkotaan cenderung berpendidikan lebih tinggi, tidak begitu miskin,

dan umumnya bekerja di bidang penjualan dan transpor. Pekerja informal perkotaan sangat berbeda

dengan pekerja informal di area pedesaan. Sebagian besar pekerja pedesaan bergantung pada pertanian,

sedangkan pekerja informal di area perkotaan yang bergantung pada sektor pertanian tidak sampai 25 persen

(Gambar 3.6). Mayoritas bekerja di bidang penjualan, transportasi, jasa domestik, dan buruh bangunan.

Pekerja informal perkotaan juga berpendidikan lebih tinggi: 25 persen berpendidikan SMA atau lebih tinggi;

bandingkan dengan di area pedesaan yang hanya 9 persen.49 Karena berbagai alasan tersebut, mereka pun

memiliki penghasilan lebih tinggi. Lebih dari 82 persen pekerja informal perkotaan dapat digolongkan tidak

miskin.

Gambar 3.7 Perbedaan perkotaan-pedesaan dalam distribusi pekerjaan informal

0% 9%

2%

76%

13%

Profesional

Pedesaan Perkotaan

Tenaga penjualanJasa Pekerja pertanianBuruh

1% 35%

7%

23%

34%

Sumber: Sakernas, 2008.

48 Sakernas 2008

49 Sakernas 2008

Page 72: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

70 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Kotak 3.1 Mendefi nisikan sektor informal

Tidak ada defi nisi standar baku untuk sektor informal. Defi nisi yang umum merujuk pada kegiatan ekonomi yang berada di luar aturan dan lembaga legal sebuah negara. Di negara maju, hal ini sering kali merujuk pada bisnis tak terdaftar yang tidak membayar pajak atau memberikan tunjangan bagi pekerjanya. Pendekatan tersebut kemungkinan tidak cocok bagi negara berkembang yang masih lemah dalam hal pencatatan kegiatan bisnis dan kepatuhan hukum. Sebuah defi nisi alternatif, yang juga dipakai di Indonesia, didasarkan pada status pekerjaan – sebuah kondisi yang mewakili jaminan penghasilan dan defi nisi pertama.

Defi nisi resmi mengenai kegiatan sektor formal dan informal yang diterapkan oleh BPS pada 2001 menggunakan kombinasi antara status pekerjaan dan jenis pekerjaan utama (Tabel 3.1). Semua karyawan dan pemberi kerja yang mempekerjakan karyawan permanen didefi nisikan sebagai formal. Demikian pula semua kalangan profesional atau pekerja di posisi manajer dianggap sebagai pekerja formal, kecuali bagi mereka yang diklasifi kasikan sebagai pekerja keluarga, namun jumlah golongan terakhir ini sangat sedikit. Semua kombinasi yang lain dianggap informal, kecuali mereka yang memiliki usaha sendiri dengan pekerja dari keluarga.

Defi nisi yang disederhanakan akan dipakai saat menangani data yang tidak mempunyai informasi mengenai

jenis pekerjaan utama, sebuah informasi yang dibutuhkan pada defi nisi resmi (Tabel 3.2). Dalam kondisi tersebut,

defi nisi alternatif menggunakan kombinasi status pekerjaan dan klasifi kasi pertanian/non-tani. Menurut defi nisi

ini, semua pekerja keluarga dan pekerja yang memiliki usaha sendiri tanpa dibantu pekerja keluarga, merupakan

pekerja informal. Sementara itu, mereka yang memiliki usaha sendiri dengan dibantu pekerja keluarga dianggap

formal jika bekerja di bidang non-tani, tetapi dianggap informal jika bekerja di bidang pertanian. Semua pemberi

kerja dan karyawan dianggap formal. Versi yang disederhanakan ini sesuai dengan defi nisi resmi untuk lebih dari

99 persen pekerja.

Laporan Ketenagakerjaan Indonesia menggunakan kedua defi nisi ini tergantung pada data yang tersedia. Laporan ini menggunakan defi nisi resmi BPS manakala memungkinkan. Defi nisi alternatif yang disederhanakan hanya digunakan jika data mengenai kategori pekerjaan tidak tersedia atau bermasalah. Kondisi ini terjadi saat menganalisis data Sakernas periode 1990-93 dan 2000, serta semua data IFLS. Karena kesesuaian antara kedua

defi nisi ini sangat baik, pemakaian keduanya tidak menimbulkan masalah serius dalam hal akurasi atau keandalan.

Tabel 3.1 Defi nisi BPS untuk sektor formal dan informal

Status Jenis pekerjaan

Profesional,

Direktur, Manajer

Penjual,

Buruh

Pekerja

Pertanian

Produksi, Transpor,

Tak ahli

Lainnya

Memiliki usaha sendiri Formal Informal Informal Informal Informal

Memiliki usaha sendiri dengan

pekerja keluarga

Formal Formal Informal Formal Informal

Pemberi kerja dengan pekerja

permanen

Formal Formal Formal Formal Formal

Karyawan Formal Formal Formal Formal Formal

Karyawan lepas, pertanian Formal Informal Informal Informal Informal

Karyawan lepas, non-tani Formal Informal Informal Informal Informal

Pekerja keluarga Informal Informal Informal Informal Informal

Tabel 3.2 Defi nisi yang disederhanakan, sektor formal dan informal

Status Industri

Non-Tani Pertanian

Pekerja keluarga Informal Informal

Memiliki usaha sendiri Informal Informal

Memiliki usaha sendiri dengan pekerja sementara Formal Informal

Pemberi kerja atau karyawan Formal Formal

Page 73: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

71

Bab 3

Segmentasi Pasar Tenaga Kerja

Gambar 3.8 Persentase populasi dalam jenis pekerjaan menurut usia

0

20

40

60

80

100

15-18 19-24 25-34 35-49 50-64 >=65

% p

opul

asi b

erus

ia 1

5 ta

hun

ke a

tas

Informal Formal Tidak bekerja

0

20

40

60

80

100

15-18 19-24 25-34 35-49 50-64 >=65

% p

opul

asi b

erus

ia 1

5 ta

hun

ke a

tas

Usaha sendiri, pertanian Usaha sendiri, non-tani

Pekerja lepas Pekerja tak dibayar

Sumber: Sakernas, 2008.

Pekerja informal berpendidikan lebih rendah; semakin lama orang bersekolah, semakin besar

peluang mereka untuk mendapatkan pekerjaan formal. Dari antara semua pekerja informal, 91 persennya

belum menyelesaikan SMA.50 Analisisa multivariat memperlihatkan bahwa tingkat pendidikan berperan

penting dalam menentukan sektor mana yang akan dimasuki pekerja. Jika dua orang pekerja mempunyai

karakteristik serupa kecuali pada tingkat pendidikan mereka, pekerja yang lulus dari SMP berpeluang dua

kali lebih besar untuk memiliki pekerjaan formal daripada pekerja yang hanya lulus SD. Menamatkan SMA

akan meningkatkan lagi peluang ini sampai lebih dari dua kali lipat. Mereka yang memiliki gelar universitas

atau diploma kejuruan mempunyai kemungkinan paling kecil untuk bekerja di sektor informal51.

Mereka yang berusia muda menggunakan sektor informal sebagai titik awal, sementara pekerja

yang lebih tua mempunyai kemungkinan lebih besar memasuki sektor informal demi menjalankan

usahanya sendiri. Banyak pekerja beralih masuk dan keluar dari pasar tenaga kerja, serta masuk dan keluar

dari sektor informal. Kebanyakan pemuda tidak memiliki pengalaman atau pendidikan yang diperlukan

untuk memperoleh pekerjaan formal. Karena itu, mereka umumnya memasuki pasar tenaga kerja dengan

bekerja secara informal, baik dengan bekerja tanpa bayaran pada usaha keluarga atau bekerja sebagai pekerja

lepas (Gambar 3.7, Panel a). Setelah mengumpulkan pengalaman dan aset, para pekerja di usia produktifnya

memiliki peluang lebih besar untuk memasuki sektor formal atau menjadi wiraswasta. Pekerja yang berusia

di atas 50 tahun mempunyai peluang jauh lebih besar untuk memiliki usaha non-tani sendiri, sebuah

keadaan yang mengisyaratkan bahwa beberapa pekerja informal mampu meningkatkan kesejahteraannya

sambil tetap berada di sektor informal.

Perempuan berpeluang lebih besar untuk menjadi pekerja informal daripada laki-laki. Peluang

perempuan untuk bekerja di sector informal 24 persen lebih besar daripada laki-laki.52 baik perempuan

maupun laki-laki dengan pekerjaan informal terkonsentrasi pada pekerjaan pertanian. Di luar pertanian,

kebanyakan laki-laki yang bekerja informal mempunyai pekerjaan di bidang transportasi, sedangkan 60

persen dari perempuan yang bekerja informal mengambil bidang eceran rumah tangga dan pedagang

bahan pangan.

50 Sakernas 2008

51 Lampiran III.3.

52 Lampiran III.3.

Page 74: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

72 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Gambar 3.9 Tingkat penghasilan menurut

jenis pekerja (Rp/jam)

Gambar 3.10 Status kesejahteraan pekerja

informal menurut sektor

2.000

3.000

4.000

5.000

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

Formal Non-tani informal Pertanian informal

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

Miskin Hampir Miskin Tidak Miskin

Non-tani informal Pertanian informal

Sumber: Sakernas, berbagai tahun Sumber: Sakernas, 2006

Terdapat kesenjangan penghasilan yang besar antara pekerja formal dan informal. Pada 2001, upah

median pekerja formal 14 persen lebih tinggi daripada penghasilan per jam rata-rata untuk pekerja informal.

Kesenjangan ini bertambah menjadi 33 persen pada 2003, namun mulai berkurang sedikit pada 2006

(Gambar 3.9). Kesenjangan ini semakin besar bagi pekerja informal di sektor pertanian dan tinggal di area

pedesaan. Mereka tak hanya memperoleh penghasilan lebih kecil daripada pekerja informal di sektor non-

tani, tetapi juga cenderung lebih miskin (Gambar 3.10). Bahkan kenyataannya, setengah dari pekerja informal

pedesaan berasal dari rumah tangga miskin atau hampir miskin, sementara pekerja informal perkotaan yang

berasal dari rumah tangga serupa hanya 18 persen.

Mengapa orang bekerja di sektor informal?

Terdapat empat kemungkinan yang menjadi alasan mengapa orang bekerja secara informal. Pekerja

informal cenderung miskin, tanpa keahlian, dan terkonsentrasi pada pekerjaan pertanian di pedesaan. Tetapi,

tidak begitu jelas apakah mereka memilih sendiri untuk bekerja informal ataukah mereka tersisih dari pasar

tenaga kerja formal. Bagian ini berusaha mengungkap alasan mengapa pekerja tetap bertahan di sektor

informal dan mengapa mereka berpindah dari dan ke pekerjaan formal dan informal. Meskipun motivasi

dan pilihan orang berbeda-beda dan mungkin pula tumpang tindih, pekerja informal terbagi dalam empat

kategori besar.

Pekerja yang terjebak di sektor informal. i) Informalitas sering dipandang sebagai perangkap

bagi mereka yang tidak dapat memperoleh pekerjaan formal dan terpaksa bekerja secara informal

tanpa gaji teratur dan tunjangan. Pasar tenaga kerja tersegmentasi menjadi sektor informal yang

‘kurang menguntungkan’ dan sektor formal yang ‘lebih disukai’ karena pekerja memperoleh upah

lebih tinggi dan tunjangan yang lebih baik. Meskipun ingin beralih ke sektor formal, para pekerja

ini tidak sanggup keluar dari informalitas.

Pekerja yang lebih menyukai pekerjaan informal.ii) Ketika dihadapkan pada sebuah kesempatan,

para pekerja akan berhitung untung rugi terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk beralih

ke sektor formal. Keputusan akan diambil berdasarkan upah, tunjangan, jam kerja, lokasi, dan

lingkungan kerja. Setelah mempertimbangkan kelebihan dan kekurangannya, sebagian orang

lebih memilih pekerjaan sektor informal. Beberapa orang memperoleh penghasilan lebih besar di

sektor informal, sementara yang lain bersedia melepaskan penghasilan lebih besar demi jam kerja

lebih fl eksibel yang dapat diperoleh melalui pekerjaan di sector informal.

Page 75: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

73

Bab 3

Segmentasi Pasar Tenaga Kerja

Pekerja yang menggunakan informalitas sebagai batu loncatan ke pekerjaan yang lebih iii)

baik. Pekerjaan di sector informal kemungkinan menjadi titik awal bagi mereka yang ingin meraih

pekerjaan lebih baik. Kaum muda terutama memandang pekerjaan di sektor informal sebagai cara

memperoleh pengalaman dan membangun jaringan yang akhirnya mengarah ke pekerjaan sektor

formal. Pekerja yang memiliki pengalaman juga dapat menggunakan pekerjaan informal sebagai

cara mengumpulkan aset supaya kelak dapat memulai usahanya sendiri. Beberapa pekerja informal

yang lain terus bekerja demi memperoleh pekerjaan informal yang lebih baik.

Pekerja yang menghadapi guncangan dengan memanfaatkan sektor informal sebagai jaring iv)

pengaman. Pekerjaan informal sering dipakai sebagai mekanisme untuk menghadapi guncangan,

seperti misalnya diberhentikan dari pekerjaan formal. Hal ini dapat terjadi dalam skala besar ketika

terjadi guncangan makroekonomi atau resesi yang mengakibatkan perusahaan gulung tikar atau

mengurangi jumlah karyawan demi mempertahankan kelangsungan usaha.

Apakah orang ingin bekerja di sektor informal?

Pekerja informal menghadapi penalti upah lebih dari 30 persen bila dibandingkan dengan pekerja

di sektor formal. Jika dua orang memiliki kualifi kasi dan karakteristik serupa (tingkat pendidikan, usia, jenis

kelamin, dan lokasi yang sama), dan hanya berbeda pada sektor pekerjaan mereka, orang yang bekerja di

sektor formal akan memiliki penghasilan 31 persen lebih besar daripada orang yang bekerja informal.53 Upah

yang lebih besar, dan juga jaminan pekerjaan yang lebih baik serta tunjangan sektor formal menyebabkan

kebanyakan pekerja informal lebih menyukai pekerjaan sektor formal. Pekerja informal yang berhasil beralih

ke sektor formal antara 2000 sampai 2007 memperoleh penghasilan 23,4 persen lebih besar daripada mereka

yang tetap bekerja di sektor informal.54

Sektor informal lebih banyak menjadi perangkap bagi pekerja Indonesia. Pendekatan lain untuk

menjawab pertanyaan tersebut adalah dengan membandingkan upah sesungguhnya pekerja informal

dengan upah yang dapat mereka peroleh pada pekerjaan formal berdasarkan kualifi kasi dan karakteristik

mereka. Dengan asumsi bahwa preferensi pekerjaan didasarkan pada upah potensial, dapat diperkirakan

berapa banyak pekerja yang lebih suka tetap di sektor informal dan berapa banyak yang lebih menginginkan

pekerjaan formal. Pekerja dianggap terjebak dalam informalitas jika penghasilan aktual mereka lebih

kecil daripada upah yang diperkirakan dapat mereka peroleh di sektor formal berdasarkan kualifi kasi dan

karakteristik mereka. Dengan defi nisi tersebut, saat ini 44,3 persen pekerja yang berada di sektor informal

antara 2000 sampai 2007 dapat dikategorikan terjebak dan akan memperoleh penghasilan lebih banyak

jika mereka mendapatkan pekerjaan formal (Table 3.3). Keadaan ini berbeda dengan pada 90-an ketika

informalitas tidak menjadi perangkap dan kebanyakan pekerja informal bertahan di sektor informal karena

mereka dapat memperoleh penghasilan lebih besar.

53 Lampiran III.4. Berdasarkan analisis regresi upah standar menggunakan data IFLS4 dan setelah dilakukan kontrol terhadap jenis kelamin, lokasi, usia, pendidikan, dan wilayah. Penalti upah bahkan lebih besar lagi bagi pekerja informal yang berpendidikan minimal sekolah menengah; mereka memperoleh penghasilan 62 persen lebih kecil daripada pekerja dengan karakteristik identik di sektor formal.

54 Marcouiller, Ruiz de Castilla, dan Woodruff (1995), mendapati bahwa premium untuk sektor formal besarnya sekitar 30% di El Salvador dan 20% di Peru. Perlu dicatat bahwa para penulis menggunakan metode yang sedikit berbeda, yaitu dekomposisi Oaxaca (Oaxaca decomposition), dan defi nisi informalitas yang dipakai juga kemungkinan berbeda dengan di Indonesia. Namun demikian, angka yang diperoleh dapat memberikan perbandingan kasar mengenai premium upah yang terkait dengan sektor formal.

Page 76: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

74 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Tabel 3.3 Kategori pekerja formal dan informal55

1993-2000 2000-2007

Awalnya Informal

Tetap Informal Terjebak 30,5% 44,3%

Hasil yang diharapkan 41,4% 30,1%

Beralih ke Formal Batu loncatan 13,0% 15,8%

Tidak beruntung 15,2% 9,8%

Total 100,0% 100,0%

Awalnya Formal

Tetap Formal Tidak optimal 28,2% 15,7%

Hasil yang diharapkan 44,6% 49,1%

Beralih ke Informal Batu loncatan 14,1% 13,7%

Jaring pengaman 13,1% 21,5%

Total 100,0% 100,0%

Sumber: IFLS 1993, IFLS 2000, IFLS 2007.

Pekerja informal tidak hanya berupah lebih kecil, tetapi juga hanya sedikit mendapatkan asuransi,

uang pensiun, dan pelatihan. Sekitar seperlima dari pekerja formal mempunyai akses terhadap asuransi

kesehatan atau jiwa.56 Tetapi, hanya 2,3 persen dari pekerja informal yang mempunyai asuransi sendiri atau

memiliki akses terhadap asuransi kesehatan atau jiwa melalui anggota keluarganya. Begitu pula dalam hal

tunjangan pensiun karena 8 persen dari pekerja formal memiliki tunjangan semacam itu, namun hanya

2,5 persen dari pekerja informal yang memilikinya. Selain itu, kurang dari 3 persen pekerja informal pernah

menerima pelatihan formal, sedangkan angka ini mencapai 10 persen untuk pekerja formal. Kurangnya akses

terhadap pelatihan formal kemungkinan menjadi penghambat lain bagi pekerja informal untuk memasuki

pasar tenaga kerja formal. Pekerja informal di sektor pertanian cenderung mengalami kondisi yang paling

buruk (Gambar 3.11).

55 Kategori pekerja formal dan informal yang digunakan dalam ringkasan ini adalah: a) Pekerja yang terjebak adalah mereka yang tetap menjalani pekerjaan informal, namun berdasarkan kualifi kasi dan karakteristik mereka, penghasilan mereka akan lebih besar jika bekerja di sektor formal; b) Hasil yang diharapkan merujuk pada pekerja di sektor formal atau informal yang memperoleh penghasilan terbanyak sesuai harapan mereka; c) Pekerja yang menggunakan batu loncatan telah beralih dari pekerjaan berupah rendah di satu sektor ke pekerjaan dengan upah lebih tinggi di sektor lain; d) Tidak beruntung adalah pekerja sektor informal yang berhasil mendapatkan pekerjaan formal namun akan memperoleh penghasilan lebih besar kalau saja mereka tetap berada di sektor informal; e) Terakhir, pekerja sektor formal yang beralih ke pekerjaan informal sebagai jaring pengaman dan mengalami penurunan upah sebagai akibatnya. Angkanya berbeda dengan Tabel 4 karena sampel orang-orang yang beralih di Tabel 6 dipilah-pilah menjadi mereka yang awalnya berada di sektor formal dan sektor informal.

56 Pegawai negeri tercakup dalam ASKES yang diberikan pemerintah, sedangkan sebagian karyawan swasta tercakup dalam Jamsostek atau asuransi swasta lain yang diberikan oleh perusahaan, sebagian lagi mempunyai akses terhadap asuransi kesehatan swasta karena inisiatif mereka sendiri atau anggota keluarganya.

Page 77: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

75

Bab 3

Segmentasi Pasar Tenaga Kerja

Gambar 3.11 Akses terhadap asuransi dan pensiun

0%

10%

20%

30%

Punya asuransi Punya pensiun

Forma Non-tani informal Pertanian informal

Sumber: Sakernas, 2008

Pekerja informal mempunyai kemungkinan

lebih kecil untuk merasa puas dengan

pekerjaannya daripada pekerja formal.

Kemungkinan pekerja informal untuk merasa

tidak puas dengan pekerjaannya 3,3 persen

lebih besar daripada pekerja formal.57

Ketidakpuasan mereka tampaknya dipicu

oleh upah lebih rendah yang mereka peroleh;

begitu kami melakukan kontrol terhadap

upah, tidak tampak lagi adanya perbedaan

antara pekerja formal dan informal dalam

memandang pekerjaannya. Jika

dikombinasikan dengan perbandingan upah

yang telah dilakukan sebelumnya, keadaan ini

mengisyaratkan bahwa mayoritas pekerja

sektor informal lebih menyukai pekerjaan di

sektor formal.

Kotak 3.2 Terjebak dalam Informalitas

Kebanyakan pekerja informal memperoleh penghasilan lebih kecil dan mendapatkan tunjangan lebih sedikit daripada jika mereka bekerja di sektor formal. Sejumlah pekerja, seperti Dasuki, merasa terjebak dalam pekerjaan informal. Mereka lebih menginginkan pekerjaan formal, tetapi kesulitan mendapatkannya di tengah kerasnya persaingan pasar tenaga kerja dengan pekerja yang lebih ahli dan peluang yang semakin sedikit.

Dasuki awalnya datang ke Jakarta tahun 1992 dengan ijazah SMA dan diploma ilmu komputer. Ia memperoleh pekerjaan pertamanya sebagai pengajar komputer di sebuah SMP dan kemudian bekerja sebagai operator mesin di pabrik. “Dulu, cari kerja itu jauh lebih gampang. Cuma lulus SD saja bisa dapat kerja di pabrik.” Dasuki kehilangan pekerjaannya. Kini ia dan istrinya, Della, berjualan gado-gado dan nasi uduk di warungnya di Jakarta. Keuntungan bersih bulanan mereka sekitar Rp 800.000, hanya cukup untuk membayar kebutuhan dasar mereka.

“Sekarang makin banyak orang berijazah SMA, padahal pekerjaan makin sedikit,” kata Dasuki. “Umur saya sudah 33 tahun, terlalu tua untuk kerja di pabrik. Nggak ada yang mau terima, kecuali kalau saya punya keahlian khusus. Sekarang ini kalau sampai di-PHK, susah dapat pekerjaan baru.”

Sumber: Mercy Corps. 2008

Pekerja lepas mengalami ketidakpuasan terbesar dari antara semua pekerja informal. Meskipun

pekerja lepas memperoleh penghasilan 42 persen lebih tinggi daripada pekerja pertanian yang memiliki

usaha sendiri dan hampir sama besar dengan pekerja non-tani yang memiliki usaha sendiri, para pekerja

lepas ini tidak puas dengan keadaan mereka (Gambar 3.12). Hal ini kemungkinan karena buruh lepas

mempunyai ciri-ciri jaminan kerja yang rendah, hanya memperoleh sedikit atau malah tidak mendapat

tunjangan, serta status sosial yang rendah. Meski pekerja lepas memperoleh bayaran tinggi jika dihitung

per jam, penghasilan mereka dapat berfl uktuasi sangat besar sepanjang tahun, kondisi yang menggerus

keuntungan upah tinggi tersebut. Jika punya kesempatan, kebanyakan pekerja lepas lebih suka beralih ke

posisi formal atau pekerjaan informal yang lebih baik.

57 Untuk menganalisis tingkat kepuasan kerja, kami menggunakan multinomial logit terhadap kepuasan individual dengan data IFLS 2007 dan kontrol terhadap jenis kelamin, lokasi, usia, pendidikan, wilayah, dan beberapa informasi terkait dengan pekerjaan sebelumnya.

Page 78: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

76 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Gambar 3.12 Tingkat ketidakpuasan yang dilaporkan

sendiri menurut jenis pekerja (persen)

0

5

10

15

20

25

30

35

Tani Non-tani Tani Non-taniSemua pekerja formal

Semua pekerja informal

Pekerja keluarga

tak dibayar

Usaha sendiri Pekerja lepas

Sumber: IFLS2007

Namun demikian, tidak semua pekerja

informal merasa terjebak; pekerja

pertanian yang memiliki usaha sendiri

mempunyai kepuasan kerja yang serupa

dengan pekerja formal. Jika dibandingkan

dengan pekerja formal, pekerja informal yang

memiliki usaha sendiri di luar pertanian dan

pekerja lepas menghadapi penalti upah

masing-masing sebesar 28 persen dan 25

persen. Penalti ini bahkan lebih tinggi lagi

untuk pekerja informal yang memiliki usaha

sendiri di bidang pertanian, yaitu 57 persen.

Walaupun demikian, ketika ditanya, pekerja

pertanian yang memiliki usaha sendiri

mempunyai kepuasan kerja yang sama seperti

dengan pekerja formal.58 Semua pekerja

informal yang lain memiliki kepuasan kerja lebih rendah daripada pekerja formal, bahkan jika tingkat

penghasilan yang dilaporkan dipertahankan konstan.

Beberapa faktor dapat menjelaskan mengapa pekerja pertanian yang memiliki usaha sendiri puas

dengan pekerjaannya. Mengapa petani, tak seperti pekerja informal yang lain, merasa puas dengan

pekerjaan mereka meskipun penghasilannya lebih kecil daripada yang dapat mereka peroleh di pekerjaan

formal? Kebanyakan petani dilahirkan di tengah masyarakat pertanian dan tumbuh besar di lingkungan

pertanian, sebuah tren yang cenderung konstan dari generasi ke generasi. Mereka mewarisi keahlian bertani

yang lebih cocok untuk pekerjaan tani daripada pekerjaan di sektor lain. Mereka mungkin juga memperoleh

penghasilan lebih besar daripada yang mereka perkirakan atau laporkan, atau mereka sangat menghargai

manfaat non-upah seperti jam kerja yang fl eksibel atau mempertahankan jaringan sosial dengan tinggal di

tengah masyarakat asal mereka. Terakhir, petani mungkin hanya memiliki informasi terbatas mengenai pasar

tenaga kerja di bidang lain dan merasa puas dengan satu-satunya penghidupan yang mereka pahami.

Tabel 3.4 Jam kerja dan tingkat setengah

pengangguran menurut gender dan

sektor pekerjaan

Laki-laki Perempuan

FormalJam kerja median 48 45

Setengah pengangguran 0,82% 0,79%

InformalJam kerja median 41 30

Setengah pengangguran 2,26% 0,76%

Sumber: Sakernas, 2007

Beberapa kelompok pekerja berpeluang

lebih besar untuk memperoleh upah

lebih tinggi di sektor informal daripada

di sektor formal. Termasuk dalam

kelompok ini adalah pekerja berusia

separuh baya antara 35-64 tahun. Pekerja

yang lebih tua mungkin telah

mengumpulkan modal dan jaringan untuk

memulai usaha informal dan mereka

kemungkinan akan lebih sejahtera dengan

memiliki usahanya sendiri. Kelompok lain

termasuk pekerja bergelar pendidikan

tinggi yang mampu memperoleh gaji lebih besar daripada mereka yang berpendidikan lebih rendah, yang

secara positif mengambil pilihan untuk bekerja di sektor informal. Selain itu, ada pula para pekerja sektor

konstruksi, perdagangan, dan transportasi, serta pekerja lepas non-tani.

58 Berdasarkan hasil multinomial logit terhadap kepuasan individual menggunakan data IFLS 2007 seperti di atas.

Page 79: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

77

Bab 3

Segmentasi Pasar Tenaga Kerja

Kotak 3.3 Memilih Informalitas

Tidak semua pekerja berusaha mendapatkan pekerjaan sektor formal. Sebagian memilih pekerjaan informal yang

menawarkan gaji lebih baik daripada yang dapat mereka peroleh di sektor formal. Pekerja yang lain lagi, seperti

halnya Eni, tertarik karena manfaat non-upah seperti jam kerja yang lebih pendek atau lebih fl eksibel.

Eni menjajakan jamu kepada para pekerja di sekitar galangan kapal dan dermaga di Sunda Kelapa, Jakarta Utara.

Jika sedang mujur, ia mampu menjual 50-100 bungkus jamu dan 20-30 butir telur dengan penghasilan Rp 200.000-

300.000 untuk pekerjaan selama empat jam. Dalam sebulan, ia mampu memperoleh penghasilan sampai Rp 2,2

juta. Sebelumnya, ia bekerja di pabrik pengolahan ikan sebagai operator mesin. “Penghasilannya lumayan juga,”

kata Eni. “Tak beda jauh dengan penghasilan dari berjualan jamu, tapi saya harus kerja dari pagi sampai malam.”

Eni memilih pekerjaan ini karena lebih fl eksibel dan ia tidak sendiri. “Hampir semua penjual jamu sudah punya

anak,” kata Eni. “Nyaris semuanya ganti kerja berjualan jamu setelah menikah supaya punya lebih banyak waktu

untuk keluarga. Banyak juga yang tadinya punya pekerjaan bagus di kantor. Saya kenal beberapa penjual jamu

yang sudah sarjana dan pernah kerja di perusahaan besar di kota. Perempuan berjualan jamu supaya lebih fl eksibel

mengurus suami dan anak, bukan karena tidak mampu melakukan yang lain.”

Sumber: Mercy Corps. 2008

Perempuan mungkin lebih menyukai pekerjaan informal karena menawarkan fl eksibilitas. Laki-

laki yang bekerja secara informal mempunyai kemungkinan 5 persen lebih besar untuk merasa tidak puas

dibandingkan dengan laki-laki yang menjadi pekerja formal. Hal ini berbeda dengan perempuan yang lebih

betah di sektor informal; tingkat ketidakpuasan mereka hanya 1 persen lebih tinggi daripada rekannya yang

bekerja di sektor formal. Hal ini mungkin karena perempuan lebih menyukai jam kerja fl eksibel pekerjaan

informal yang memungkinkan mereka untuk bekerja sambil tetap merawat anak-anak dan orang tua yang

lanjut usia. Selain itu, perempuan mungkin memiliki harapan yang lebih rendah, baik pada pekerjaan

sektor formal maupun informal. Perempuan yang bekerja formal memiliki jam kerja per minggu yang sama

banyaknya dengan laki-laki, sedangkan perempuan yang bekerja di sektor informal memiliki jam kerja

20 persen lebih sedikit. Mereka pun lebih mungkin merasa puas bekerja dengan jam kerja lebih singkat.

Perempuan di sektor formal mempunyai kemungkinan tiga kali lebih kecil daripada laki-laki untuk mencari

pekerjaan baru atau bersedia menerima pekerjaan baru (Tabel 3.4).59

Tabel 3.5 Tingkat peralihan ke pekerjaan formal

tahunan, 2000-2007

Usaha sendiri

di pertanian

Usaha sendiri

non-tani

Pekerja

keluarga tak

dibayar

Total 1,4 3,8 1,9

Perkotaan 2,6 4,3 3,3

Pedesaan 1,3 3,2 1,4

Laki-laki 1,6 4,5 3,4

Perempuan 1,0 3,1 1,3

Muda 0,0 7,9 3,4

Dewasa 1,5 3,7 1,7

Sumber: IFLS 4 [2007]

Apakah informalitas

merupakan batu loncatan

atau perangkap?Beberapa pekerjaan di sektor

informal berfungsi sebagai batu

loncatan menuju pekerjaan

formal bagi mereka yang ingin

meningkatkan penghasilan. Petani

yang memiliki usaha sendiri dan

pekerja keluarga yang tidak dibayar

kemungkinan besar akan tetap bekerja

informal. Di sisi lain, pekerja yang

memiliki usaha sendiri di sektor non-

tani mempunyai kemungkinan dua kali

59 Setengah pengangguran didefi nisikan sebagai mereka yang bekerja selama 35 jam atau kurang per minggu, dan sedang mencari pekerjaan atau bersedia menerima pekerjaan baru.

Page 80: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

78 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

lebih besar untuk beralih ke sektor formal (Tabel 3.5). Pekerja berusia muda memanfaatkan jalan ini untuk

meraih pekerjaan yang lebih baik: mereka mempunyai kemungkinan dua kali lebih besar untuk pindah

dari usaha sendiri non-tani ke pekerjaan formal bila dibandingkan dengan pekerja dewasa yang lebih tua.

Mereka umumnya keluar dari informalitas demi memperoleh upah yang lebih besar. Saat ditanya mengapa

mereka beralih ke pekerjaan formal, banyak pekerja menjawab bahwa motivasi mereka adalah karena alasan

keluarga dan bisnis yang gagal. Namun, yang menjadi alasan utama tampaknya adalah urusan keuangan.

Jika dibandingkan dengan pekerja informal yang bertahan dalam informalitas, mereka yang beralih ke sektor

formal antara 2000 sampai 2007 menerima kenaikan upah cukup besar sampai sekitar 24 persen, tanpa

memandang alasan melakukan peralihan dan setelah dilakukan kontrol terhadap karakteristik pekerja.

Kotak 3.4 Menapaki Jenjang Informal

Pekerjaan informal terkadang memberi peluang bagi pekerja untuk memperbaiki kehidupan mereka. Mereka menggunakan pekerjaan informal untuk memperoleh pengalaman dan mengumpulkan modal agar mereka kelak dapat memperoleh pekerjaan yang lebih menghasilkan. Beberapa di antara mereka, seperti Heri Sianto, menggunakan pekerjaannya sebagai batu loncatan untuk mendapatkan pekerjaan informal yang lebih baik. Jika berhasil, ia mungkin dapat memasuki sektor formal di kemudian hari dengan berekspansi dan mempekerjakan karyawan.

Heri Sianto dulunya berjualan tahu dan susu kedelai di pasar, kemudian bekerja di Bakmie Raos, perusahaan waralaba yang menjual bakmi dengan gerobak dorong di seluruh Indonesia. “Kalau kita bekerja dengan sistem komisi, semua kebutuhan kita disediakan perusahaan. Mereka memasang harga satu mangkuk mie Rp 6.000 dan komisi yang kita dapat Rp 1.500 per mangkuk.” Ia mampu menjual sekitar 50 mangkuk mie dalam sehari dan mempunyai penghasilan Rp 1,65 juta per bulan. “Saya salah satu penjual yang paling sukses,” kata Heri.

“Saya baru saja mengambil kemitraan (skema waralaba selain komisi). Kita harus membeli sendiri semuanya: bahan mentah, BBM, gerobaknya, pokoknya semua. Kita bisa dapat lebih banyak uang dari kemitraan, tapi risikonya juga lebih besar.” Heri kini mampu memperoleh penghasilan sampai Rp 2,75 juta per bulan.

“Sejak mulai menjual Bakmie Raos, saya pindah dari rumah orang tua supaya bisa lebih dekat tempat kerja. Sekarang saya punya uang untuk mencari tempat tinggal yang lebih besar. Saya akan tetap berjualan Bakmie Raos sampai menemukan peluang usaha yang lebih baik.”

Sumber: Mercy Corps. 2008

Meskipun ada iming-iming jaminan penghasilan, setiap tahunnya hanya ada kurang dari 3 persen

pekerja informal yang beralih ke sektor formal. Antara 1993 dan 2000, hanya ada 2,6 persen pekerja

informal yang beralih ke sektor formal setiap tahun. Angka tersebut menurun menjadi 2,2 persen per tahun

pada periode 2000-07 (Tabel 3.6). Pertumbuhan sektor formal yang lambat telah membatasi ketersediaan

pekerjaan. Pendatang baru di pasar tenaga kerja cenderung berpendidikan lebih tinggi dan lebih banyak

tinggal di perkotaan. Pekerja informal yang berusia muda, tinggal di perkotaan, dan berjenis kelamin laki-laki

adalah golongan yang paling berhasil dalam memasuki pasar tenaga kerja formal. Yang lebih umum terjadi

adalah pekerja formal yang beralih ke pekerjaan informal. Dari 2000 sampai 2007, rata-rata 4,4 persen pekerja

formal beralih ke pekerjaan informal setiap tahun, lebih tinggi daripada tingkat peralihan pada 1993-2000.

Pekerja formal di area pedesaan yang berpendidikan lebih rendah mempunyai kemungkinan lebih besar

untuk beralih ke sektor informal daripada mereka yang tinggal di perkotaan dan berpendidikan lebih tinggi.

Perempuan memiliki peluang yang jauh lebih besar untuk bekerja di sektor informal, sedangkan laki-laki

memiliki peluang sedikit lebih besar untuk beralih dari pekerjaan formal ke informal.

Beralih ke pekerjaan formal tidak selalu merupakan pilihan yang tepat. Antara 2000 dan 2007,

hanya 15,8 persen dari pekerja informal yang berhasil memperoleh upah lebih tinggi dengan beralih ke

pekerjaan formal, sedikit lebih baik daripada periode sebelumnya (Tabel 3.3). Namun, 10 persen pekerja

informal lain yang beralih ke pekerjaan formal mendapati bahwa pekerjaan lama mereka ternyata lebih

baik (dikategorikan sebagai pekerja “tidak beruntung”). Peralihan yang paling umum terjadi adalah pekerja

formal yang memasuki sektor informal dan mengalami penurunan penghasilan, sebuah tren yang terus

berkembang dan kini mencakup lebih dari seperlima dari semua pekerja formal pada 2000-07.

Page 81: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

79

Bab 3

Segmentasi Pasar Tenaga Kerja

Tabel 3.6 Mobilitas dari sektor informal ke formal

1993-2000 2000-2007

>7 tahun per tahun >7 tahun per tahun

Total 19,8 2,6 16,4 2,2

Perkotaan 29,3 3,7 26,3 3,4

Pedesaan 17,8 2,4 12,3 1,7

Laki-laki 20,0 2,6 19,0 2,5

Perempuan 13,8 1,9 13,5 1,8

Muda 23,3 3,0 24,8 3,2

Dewasa 16,7 2,2 16,1 2,2

Sumber: IFLS1, IFLS 3 & IFLS 4

Apakah informalitas merupakan jaring pengaman bagi pekerja

formal?

Sementara banyak orang kehilangan pekerjaannya selama krisis, banyak pekerja formal yang mampu

bertahan dari guncangan dengan beralih ke pekerjaan informal. Lebih dari 3 di antara 10 pekerja laki-

laki berganti sektor antara tahun 1997 dan 1998, sedangkan hampir 4 di antara 10 pekerja perempuan juga

berganti sektor. Kebanyakan pekerja ini diserap oleh sektor pertanian. Bagi laki-laki, terjadi peningkatan

pekerjaan usaha sendiri dan, dalam jumlah yang lebih kecil, pekerjaan di pertanian milik keluarga. Baik

di area perkotaan maupun pedesaan, terjadi kenaikan besar dalam pangsa tenaga kerja perempuan yang

memasuki angkatan kerja sebagai pekerja tak dibayar dalam usaha dan pertanian milik keluarga (3,8 persen),

atau sebagai wiraswasta (3,9 persen). Keikutsertaan perempuan miskin dalam angkatan kerja melonjak dari

52 menjadi 59 persen antara tahun 1997 dan 1999. Para perempuan ini berperan penting dalam menambah

penghasilan keluarga supaya tidak tergerus lebih jauh oleh penurunan penghasilan rumah tangga.

Gambar 3.13 Status saat ini bagi pekerja formal yang

telah diberhentikan

51.5%

19.6%

8.2%

20.6%

Formal

Non-taniinformal

Pertanianinformal

Tidak bekerja

Sumber: IFLS 4

Kebanyakan karyawan yang beralih dari

sektor formal menggunakan informalitas

sebagai jaring pengaman setelah

kehilangan pekerjaannya. Antara 2000 dan

2007, pekerja beralih ke pekerjaan informal

karena berbagai alasan. Sebagian berdalih

karena alasan keluarga (14 persen), yang lain

karena mencari upah lebih tinggi (14 persen),

sedangkan sebagian lagi menginginkan

lingkungan kerja yang lebih baik (4 persen).

Tetapi, 43 persen dari antara karyawan yang

beralih dari pekerjaan formal ke informal

dalam periode tersebut kehilangan pekerjaan

sektor formalnya tidak secara sukarela.

Informalitas hanya menawarkan jaminan

parsial bagi pekerja yang meninggalkan

pekerjaan formal. Antara 2000 dan 2007, bila dibandingkan dengan pekerja formal yang masih tetap di

sektor formal, mereka yang beralih ke sektor informal menghadapi penurunan upah 32 persen, setelah

dilakukan kontrol terhadap karakteristik pekerja. Dua puluh delapan persen dari antara pekerja formal

yang diberhentikan memilih untuk mengambil pekerjaan informal (Gambar 3.12). Dengan mengambil

Page 82: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

80 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

jalan ini, mereka menghadapi penurunan upah 20 persen. Namun demikian, sebagian besar pekerja sektor

formal yang diberhentikan cenderung mencari pekerjaan formal pula sebagai pengganti. Kenyataannya,

kebanyakan berhasil memperoleh pekerjaan dengan penghasilan lebih besar, rata-rata 11 persen lebih

besar daripada pekerjaan formal yang lama.

III. Kesimpulan

Dengan angkatan kerja yang tersegmentasi seperti di Indonesia, pembuat kebijakan harus berfokus

untuk mempercepat penciptaan pekerjaan yang ‘lebih baik’ sambil tetap melindungi pekerja yang

rentan. Tanpa adanya peningkatan kesempatan di sektor formal dan non-tani yang lebih disukai, mayoritas

pekerja Indonesia akan tetap menjadi pekerja informal. Karena pekerja informal cenderung lebih miskin,

pertumbuhan lapangan kerja formal yang stagnan juga akan memperlambat laju pengurangan kemiskinan

di Indonesia. Sebab itu, tantangan yang dihadapi pemerintah baru adalah untuk mengidentifi kasi dan

mendukung kebijakan yang memperluas kesempatan kerja di sektor formal, sambil memperbaiki cakupan

kebijakan bagi pekerja informal dan karyawan tanpa kontrak.

Memperluas manfaat perlindungan sosial dapat mengurangi kerentanan yang dikaitkan dengan

informalitas. Karena tunjangan seperti perawatan kesehatan dan pensiun sering kali disediakan melalui

pemberi kerja, para pekerja informal dan karyawan tanpa kontrak umumnya tidak tercakup. Indonesia

telah mengambil langkah awal untuk memperluas cakupan medis dengan meluncurkan Askes (Asuransi

Kesehatan) yang nantinya akan diperluas lagi. Di sisi lain, skema pensiun, hanya mencakup karyawan sektor

formal dan pegawai negeri. Meskipun Undang-Undang No. 40/2004 mengenai Sistem Jaminan Sosial

Nasional telah menjabarkan aspirasi nasional untuk memberikan cakupan jaminan sosial yang universal,

belum ada rencana yang jelas mengenai cara membangun sistem nasional yang selaras dan dapat

dijalankan. Banyak pekerjaan yang masih harus dilakukan untuk mengembangkan program asuransi sosial

generasi kedua yang dapat dipertanggungjawabkan secara fi skal. Pembuat kebijakan pertama-tama harus

mengkaji implikasi dari cakupan yang lebih luas dan menjelaskan reformasi kelembagaan yang diperlukan

demi memberikan program asuransi sosial. Reformasi tersebut harus dilakukan secara bertahap guna

memastikan bahwa sistem asuransi sosial yang diperluas merupakan sistem yang jelas, dapat dijalankan,

dan terjangkau.

Tantangan utama yang dihadapi pemerintah adalah mengidentifi kasi dan mendukung kebijakan

yang akan memberikan kesempatan lebih banyak bagi pekerja untuk mendapatkan pekerjaan yang

“lebih baik”. Ekspansi sektor formal akan memberikan lebih banyak peluang bagi pekerja untuk beralih ke

pekerjaan yang menawarkan jaminan penghasilan lebih tinggi dan cakupan tunjangan yang lebih baik.

Namun, masih banyak upaya yang perlu dilakukan untuk mencari cara meningkatkan penciptaan lapangan

kerja dan menghubungkan pekerja dengan calon pemberi kerja yang menawarkan pekerjaan. Bidang yang

perlu menjadi fokus termasuk:

Memahami cara memperbaiki akses terhadap kredit bagi pengusaha mikro dan usaha kecil menengah (UKM), serta mengurangi hambatan birokrasi bagi kelompok tersebut demi merangsang penciptaan

pekerjaan.

Memperbaiki aliran informasi sehingga pekerja informal dapat mencari pekerjaan yang lebih baik, dan mendalami strategi untuk menghubungkan pekerja informal dan karyawan tanpa kontrak dengan

calon pemberi kerja.

Mengidentifi kasi layanan pelatihan yang dapat meningkatkan keahlian pekerja informal dan pekerja tanpa kontrak supaya mereka dapat lebih memenuhi syarat untuk pekerjaan yang membutuhkan

keahlian khusus.

Page 83: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

81

Bab 3

Segmentasi Pasar Tenaga Kerja

Pada saat yang sama, reformasi kebijakan dapat mendorong penciptaan lapangan kerja di sektor

formal. Di tengah perdebatan saat ini mengenai reformasi ketenagakerjaan, berbagai serikat pekerja berfokus

pada perbaikan kesejahteraan pekerja melalui penegakan peraturan mempekerjakan dan memberhentikan

karyawan. Diperkuatnya penegakan aturan tersebut akan memberikan jaminan penghasilan yang lebih

baik bagi pekerja dengan kontrak permanen atau sementara, yang memang lebih berpeluang memperoleh

tunjangan seperti uang pesangon dan pensiun. Tetapi, pekerja informal dan karyawan tanpa kontrak akan

lebih memperoleh manfaat dari kebijakan yang mendorong penciptaan lapangan kerja di sektor formal

dan non-tani. Sebagai contoh, pemberi kerja kemungkinan akan dapat mempekerjakan lebih banyak

pekerja kontrak permanen jika reformasi ketenagakerjaan memangkas biaya untuk mempekerjakan atau

memberhentikan karyawan. Pembuat kebijakan harus menyeimbangkan antara kepentingan kalangan

kecil dan kepentingan sebagian besar pekerja yang tidak mampu bersuara banyak untuk mempengaruhi

kebijakan dan peraturan ketenagakerjaan. Bab berikutnya akan memberikan rekomendasi lebih lanjut

mengenai bagaimana kebijakan, lembaga, dan program ketenagakerjaan dapat mendorong penciptaan

lapangan kerja dan dapat menyiapkan pekerja yang tertinggal dengan lebih baik agar berhasil di pasar

tenaga kerja.

Page 84: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya
Page 85: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

Bab 4

Peraturan Perekrutan & Pemberhentian

Menyeimbangkan Penciptaan Lapangan Kerja dan

Perlindungan Karyawan

Page 86: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

84 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Bab 4 Ringkasan & Rekomendasi

Undang-Undang Ketenagakerjaan (No. 13/2003) telah menjadikan peraturan ketenagakerjaan Indonesia

sangat kaku dan merupakan salah satu peraturan yang paling ketat di kawasan Asia Timur. Undang-undang

tersebut menaikkan nilai pesangon bagi pekerja dengan masa kerja tiga tahun atau lebih dan ditambah dengan

pembayaran sebesar 15 persen sebagai kompensasi. Dengan kenaikan ini, uang pesangon diperkirakan setara

dengan “pajak perekrutan” (hiring tax) senilai kira-kira sepertiga dari upah tahunan pekerja. Biaya pemberhentian

pekerja di Indonesia lebih tinggi dari semua Negara sekawasan. . Meskipun kebanyakan perekonomian di kawasan

Asia membatasi penggunaan kontrak dengan jangka waktu tertentu (Fixed-Term Contracts – FTC) hanya bagi

kegiatan tertentu dan menentukan baik lamanya kontrak maupun persyaratan untuk perpanjangan kontrak,

Indonesia termasuk kelompok negara yang mengatur kontrak jangka waktu tetap dengan lebih ketat.

Upaya untuk mereformasi peraturan perekrutan dan pemberhentian terus mengalami kebuntuan

sehingga menghambat kemampuan Indonesia untuk menciptakan lapangan kerja di sektor formal.

Perdebatan seputar reformasi undang-undang ketenagakerjaan sangat sengit dan terfokus pada peraturan

perekrutan dan pemberhentian yang kontroversial. Demi meningkatkan fl eksibilitas pasar tenaga kerja, pemerintah

telah berupaya mereformasi peraturan tersebut pada tahun 2006 dan 2007, namun keduanya gagal. Kebuntuan ini

menghambat kemampuan Indonesia untuk mempercepat laju penciptaan pekerjaan yang ‘baik’. Hal ini selanjutnya

menghambat pencapaian target nasional pengurangan kemiskinan karena terbatasnya peluang bagi kaum miskin

untuk memperoleh penghasilan yang dapat membantu mereka keluar dari kemiskinan.

Kebuntuan saat ini menjebak para pekerja dan pemberi kerja dalam keadaan “sama-sama rugi” yang

menghambat penciptaan lapangan kerja dan tidak memberi perlindungan yang cukup bagi karyawan.

Tingginya tingkat pesangon yang diwajibkan secara hukum di Indonesia telah menghalangi investasi asing dan

mengurangi minat para pengusaha untuk menciptakan usaha baru. Aturan yang rumit mengenai perhitungan

pesangon dan sistem “pasca-bayar” saat ini menimbulkan masalah tambahan karena menyulitkan perusahaan untuk

memperkirakan biaya tenaga kerja. Tingkat pesangon yang tinggi tidak hanya merugikan pemberi kerja, tetapi

juga karyawan. Peraturan tersebut tidak efektif dalam melindungi karyawan yang diberhentikan dan menghadapi

pengangguran. Diantara semua karyawan yang diberhentikan dalam dua tahun terakhir dan memenuhi syarat

untuk menerima pesangon, hanya 34 persen yang menerima uang pesangon. Diantara karyawan yang menerima

uang pesangon, 78,4 persen menerima pesangon lebih kecil daripada nilai yang menjadi hak mereka secara hukum.

Ketidakpatuhan terhadap peraturan tersebut justru paling banyak dialami oleh pekerja yang paling membutuhkan

perlindungan penghasilan: perempuan, staf sementara, dan karyawan berupah rendah.

Rekomendasi

Berupaya mencari pemecahan “sama-sama untung” dengan menegosiasikan kesepakatan besar –

menurunkan tingkat pesangon dan, sebagai gantinya, memperkenalkan tunjangan pengangguran.

Pertama-tama, penyederhanaan kerumitan hukum dalam peraturan pesangon saat ini dan penurunan nilai

pesangon akan menyetarakan Indonesia dengan standar kawasan. Hal ini akan meningkatkan fl eksibilitas pasar

tenaga kerja dan daya saing global. Pada saat bersamaan, memperkenalkan sistem tunjangan pengangguran dapat

memberikan perlindungan yang lebih baik bagi karyawan yang diberhentikan. Dengan menggunakan pendekatan

kontribusi bulanan akan mempermudah perusahaan untuk memperkirakan biaya tenaga kerja dan memisahkan

pembayaran tunjangan dari keputusan pemberi kerja dalam menerima dan memberhentikan pekerja. Hal ini juga

akan meningkatkan kepatuhan pemberi kerja sehingga dapat mengurangi ketergantungan terhadap Pengadilan

Hubungan Industrial yang menghadapi kasus pemberhentian kerja yang kian menumpuk.

Proses reformasi dapat dimulai dengan melakukan analisis yang diperlukan guna mengidentifi kasi opsi

apa yang paling cocok bagi Indonesia. Studi simulasi diperlukan untuk mengkaji dampak yang diperkirakan

akan terjadi akibat sistem alternatif dan implikasi serta kebutuhan kelembagaan yang terkait dengan masing-

masing opsi reformasi. Berdasarkan model yang paling cocok, diperlukan peta langkah reformasi sebagai dasar

bagi sistem di masa depan yang selayaknya dikaitkan dengan masa depan Sistem Jaminan Sosial Nasional yang

diwajibkan oleh Undang-Undang No. 40/2004.

Page 87: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

85

Bab 4

Peraturan Perekrutan & Pemberhentian

I. Pendahuluan

Gambar 4.1 Indeks kesulitan mempekerjakan

dan memberhentikan karyawan,

perbandingan berbagai negara

0

20

40

60

80

100

120

140

Cina Indonesia Malaysia Filipina Thailand Vietnam

Indeks Kesulitan Memberhentikan

Indeks Kesulitan Mempekerjakan

Sumber: World Bank. 2009a. Doing Business.61

Hukum tentang perekrutan dan pemberhentian pekerja di Indonesia telah diperketat tahun 2003 dengan disahkannya Undang-Undang Ketenagakerjaan (No. 13/2003). Undang-undang tersebut menjadi inti dari Perundangan Perlindungan Pekerja (Employee Protection Legislation - EPL /) di Indonesia yang mengatur praktik perekrutan dan pemberhentian karyawan, serta penetapan upah minimum. Selain itu, undang-undang tersebut juga mencakup serangkaian persoalan ketenagakerjaan lainnya termasuk peluang yang sama (equal opportunity), pelatihan, perencanaan dan penempatan tenaga kerja, pedoman dasar bagi perjanjian kerja bersama, tenaga kerja anak, dan kondisi kerja.60 Melalui undang-undang ini, para wakil rakyat bermaksud meningkatkan perlindungan karyawan dengan memperbesar

pesangon bagi karyawan yang diberhentikan dan memperketat penggunaan kontrak dengan jangka waktu tertentu ( FTC) oleh pemberi kerja. 61

Peraturan perekrutan dan pemberhentian di Indonesia adalah salah satu yang paling kaku di antara

Asia Timur dan di dunia. Dalam sebuah survei yang membandingkan kekakuan peraturan ketenagakerjaan

di berbagai negara, Indonesia menempati urutan ke-157 dari 181 negara di dunia. Jika dibandingkan dengan

negara tetangga yang menjadi pesaing di kawasan Asia Timur dan Pasifi k, Indonesia menempati urutan ke-

23 dari 24 negara.62 Tidak ada negara sekawasan yang memiliki biaya pemberhentian karyawannya setinggi

Indonesia (Gambar 4.1). Nilai pesangon di Indonesia merupakan yang tertinggi di kawasan (Gambar 4.2),

sedangkan peraturan penggunaan kontrak sementara juga merupakan salah satu yang paling ketat. Karena

berbagai alasan tersebut, survei iklim investasi mengidentifi kasi kekakuan peraturan ketenagakerjaan

sebagai salah satu penghambat terbesar untuk meningkatkan investasi di Indonesia.63

Upaya mereformasi peraturan perekrutan dan pemberhentian terus mengalami kebuntuan

sehingga menghambat kemampuan Indonesia untuk menciptakan lapangan kerja di sektor formal.

Perdebatan seputar reformasi undang-undang ketenagakerjaan sangat sengit dan terutama difokuskan

60 Undang-undang tersebut berisi 18 bab, 193 pasal, dan sekitar 500 ketentuan. Selain itu, berbagai petunjuk pelaksanaan (juklak) telah diterbitkan sejak disahkannya undang-undang tersebut pada tahun 2003. Undang-undang ini, bersamaan dengan empat undang-undang lainnya yang juga terkait dengan ketenagakerjaan, mengatur pasar tenaga kerja di Indonesia: Undang-Undang Serikat Pekerja (No. 21/2000), Undang-Undang Mengenai Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (No. 2/2004), Undang-Undang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (No. 39/2004), dan Undang-Undang Jaminan Sosial (No. 40/2004).

61 Indeks kekakuan ketenagakerjaan adalah rata-rata dari 3 sub-indeks: indeks kesulitan mempekerjakan, indeks kekakuan jam kerja, dan indeks kesulitan memberhentikan. Nilai semua sub-indeks berkisar dari 0 sampai 100, nilai yang semakin tinggi menunjukkan peraturan yang semakin kaku. LIhat www.doingbusiness.org untuk perincian lebih lanjut.

62 Doing Business, 2009a. Laporan yang dikompilasi oleh Bank Dunia ini didasarkan pada temuan survei yang mengukur secara kuantitatif berbagai peraturan mempekerjakan pekerja di 181 ekonomi.

63 Survei investasi termasuk “Investment Climate Survey” (Bank Pembangunan Asia dan Bank Dunia, 2005) dan berbagai survei yang dilakukan oleh Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM), Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Survei oleh LPEM terdiri atas tiga babak survei antara tahun 2005 sampai 2007 yang merupakan proyek pemantauan iklim investasi. Hasil survei memperlihatkan bahwa persentase perusahaan yang melaporkan turunnya daya saing akibat peraturan ketenagakerjaan telah meningkat selama periode tersebut dari 30 menjadi 35 persen. Hanya sepertiga dari perusahaan yang disurvei menganggap peraturan ketenagakerjaan bukan hambatan serius.

Page 88: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

86 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

pada peraturan perekrutan dan pemberhentianyang kontroversial. Demi meningkatkan fl eksibilitas pasar

tenaga kerja, pemerintah telah berupaya mereformasi peraturan tersebut pada tahun 2006 dan 2007,

namun keduanya gagal. Akibatnya, peraturan ketenagakerjaan Indonesia masih merupakan salah satu yang

paling kaku di kawasannya. Kebuntuan ini menghambat kemampuan Indonesia untuk mempercepat laju

penciptaan pekerjaan yang ‘baik’. Hal ini selanjutnya menghambat pencapaian target nasional pengurangan

kemiskinan karena terbatasnya peluang bagi kaum miskin untuk memperoleh penghasilan yang dapat

membantu mereka keluar dari kemiskinan.

Bab 4 mengkaji sejauh mana peraturan perekrutan dan pemberhentian karyawan dapat memberi

perlindungan nyata bagi karyawan dan pengaruhnya terhadap penciptaan lapangan kerja.

Perdebatan seputar peraturan perekrutan dan pemberhentian karyawan belum didasarkan pada bukti

empiris mengenai seberapa baik peraturan tersebut melindungi pekerja dan berdampak terhadap penciptaan

lapangan kerja. Keadaan ini telah menghalangi terjadinya kemajuan nyata untuk memecah kebuntuan

dalam dialog kebijakan. Bab ini dimaksudkan untuk memberikan bukti empiris kepada pemerintah, serikat

pekerja, dan perusahaan guna memulai kembali dan mendasari negosiasi tripartit mengenai reformasi

hukum ketenagakerjaan. Bab ini terdiri atas empat bagian:

Yang pertama mengamati perubahan dalamperaturan perekrutan dan pemberhentian di Indonesia, seperti yang tercantum dalam Hukum Ketenagakerjaan.

Yang kedua mengkaji pengaruh meningkatnya kekakuan terhadap penciptaan lapangan kerja di sektor formal.

Yang ketiga mengamati seberapa baik peraturan perekrutan dan pemberhentian saat ini dalam memberikan perlindungan nyata bagi karyawan.

Bagian terakhir memberikan rekomendasi bagi reformasi kebijakan untuk mencari pemecahan “sama- sama untung” yang dapat mendorong penciptaan lapangan kerja di sektor formal, dan sekaligus

meningkatkan perlindungan bagi karyawan.

II. Kekakuan dalam Peraturan Perekrutan dan

Pemberhentian

Tingkat pesangon di Indonesia yang dulunya rendah, mulai meningkat sejak pertengahan 90-an.

Hampir sepanjang era Orde Baru, biaya mempekerjakan dan memberhentikan – termasuk uang pesangon

– relatif rendah jika dibandingkan dengan standar internasional. Biaya tersebut tetap terhitung rendah

meskipun terjadi kenaikan sampai lebih dari 50 persen pada tahun 1996. Kecilnya nilai pesangon dan

kepatuhan yang rendah menghasilkan pasar tenaga kerja yang sangat fl eksibel. Tetapi, di bawah rezim

politik yang represif, fl eksibilitas ini sering kali mengorbankan kondisi kerja dan hak para pekerja.64 Keadaan

berubah setelah 1998 ketika pemerintah yang pro-reformasi dan serikat pekerja yang semakin berani

bersuara, meningkatkan tekanan kepada perusahaan untuk patuh pada hukum ketenagakerjaan. Nilai

pesangon bagi pekerja dengan masa kerja 10 tahun atau lebih telah dinaikkan pada tahun 2000, bersamaan

dengan uang penghargaan masa kerja bagi semua pekerja yang mengundurkan diri secara sukarela.

Tingkat pesangon Indonesia saat ini terhitung tinggi, baik menurut standar regional maupun

internasional. Undang-Undang Ketenagakerjaan semakin memperbesar nilai pesangon bagi pekerja

dengan masa kerja 3 tahun atau lebih dan menambahkan uang pengganti hak senilai 15 persen dari semua

pembayaran pesangon dan uang penghargaan masa kerja sebagai kompensasi atas hilangnya tunjangan

perumahan dan perawatan kesehatan.65 Akibat kenaikan tersebut, uang pesangon diperkirakan setara

64 Manning 1998, Suryahadi, Widyanti, dan Sumarto 2003.

65 Lampiran IV.1. Peraturan yang terkait dengan tingkat pesangon adalah: Peraturan Menteri No. 4/1986, Peraturan Menteri No. 3/1996, Keputusan Menteri No. 150/2000, dan Pasal 156 – 172 Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13/2003 (LP3E FE UNPAD dan GIAT, 2004).

Page 89: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

87

Bab 4

Peraturan Perekrutan & Pemberhentian

dengan “pajak perekrutan” senilai 4,1 bulan gaji per karyawan atau 34 persen dari upah tahunan pekerja. Nilai

“biaya mempekerjakan” ini meningkat dari rata-rata 2 bulan pada tahun 1996 dan 3,4 bulan pada 2000.66

Uang pesangon maksimum dalam hal PHK akibat alasan ekonomi kini mendekati 30 bulan gaji (Gambar

4.2).67 Setelah kenaikan tersebut, tingkat pesangon di Indonesia kini terhitung tinggi menurut standar

internasional dan menjadi salah satu yang tertinggi di Asia Timur (Gambar 5.5).68

Kerumitan dalam penentuan pesangon dan uang penghargaan masa kerja menyebabkan biaya untuk

mempekerjakan pekerja di Indonesia tidak dapat diperkirakan. Undang-Undang Ketenagakerjaan

menggunakan serangkaian aturan yang rumit untuk menentukan apakah pekerja yang diberhentikan akan

menerima kompensasi dan berapa nilai yang berhak mereka peroleh, berdasarkan alasan pemberhentian

(Gambar 4.4). Banyaknya variasi paket total yang berhak diperoleh pekerja yang diberhentikan menyulitkan

pemberi kerja untuk mengantisipasi semua biaya staf. Sebagai contoh, pemberhentian kerja akibat masalah

ekonomi di luar kendali karyawan akan berakibat mahal bagi pemberi kerja: paket kompensasinya bernilai

dua kali biaya pesangon berdasarkan lamanya masa kerja, ditambah dengan uang penghargaan masa

kerja. Variasi ini dapat mempengaruhi keputusan bisnis pemberi kerja. Jika sebuah perusahaan terpaksa

mengurangi jumlah staf ketika terjadi kemerosotan ekonomi, perusahaan kemungkinan akan lebih

menghemat biaya dengan menyatakan diri bangkrut dan tutup, daripada mengurangi karyawan dan harus

membayar pesangon dua kali lipat bagi setiap pekerja yang diberhentikan. Pemberi kerja juga diwajibkan

memberikan pembayaran tambahan untuk tunjangan kesehatan, medis, dan perumahan, serta tunjangan

lain dengan merujuk pada kontrak karyawan.

Gambar 4.2 Tingkat pesangon, 1996-2003 Gambar 4.3 Pajak Perekrutan (dalam gaji

mingguan)

0

5

10

15

20

25

30

< 1 3 5 10 20 Max

UU 1996

UU 2000

UU 2003

Nila

i pes

ango

n da

lam

bul

an g

aji

Masa kerja (dalam tahun)Cina Filipina

Sumber: LP3E, 2004 Sumber: Doing Business, 2009a

66 LP3E FE UNPAD dan GIAT, 2004. Pajak Perekrutan (hiring tax) mengukur diskonto perkiraan biaya, pada saat mulai mempekerjakan seorang pekerja, yang akan dikeluarkan di masa depan untuk memberhentikan pekerja atau jika pekerja mengundurkan diri. Biaya ini memperlihatkan nilai pesangon yang diperkirakan harus dibayar oleh pemberi kerja di masa depan jika ia mempekerjakan seorang pekerja baru. Perhitungan ini didasarkan pada probabilitas pekerja baru untuk berhenti pada tahun tertentu dan penyebab pemberhentian, karena penyebab pemberhentian yang berbeda mempunyai nilai pesangon yang berlainan (mengundurkan diri, diberhentikan karena pelanggaran ringan, atau akibat masalah ekonomi). Lihat pula Alihsjahbana, 2007.

67 Tingkat pembayaran pesangon maksimum mengacu pada pesangon yang dibayarkan kepada pekerja dengan masa kerja lebih dari 24 tahun. Rumus dasarnya adalah dua kali pesangon ditambah uang penghargaan masa kerja.

68 Doing Business, 2009a. Laporan yang dikompilasi oleh Bank Dunia ini menggunakan indikator biaya perampingan karyawan yang mengukur biaya persyaratan pemberitahuan di muka, uang pesangon, dan penalti yang perlu dibayar ketika memberhentikan pekerja yang terkena perampingan dan telah bekerja di perusahaan selama 20 tahun. OECD juga membuat peringkat kekakuan hukum perlindungan tenaga kerja dengan skala angka yang berkisar dari nol (yang paling tidak kaku) sampai 6 (yang paling kaku). Skala Perundangan Perlindungan Pekerja (Employment Protection Legislation – EPL) EPLuntuk uang pesangon didasarkan pada terpenuhinya persyaratan untuk tiga tingkat masa kerja: sembilan bulan, empat tahun, dan 20 tahun. Indeks untuk uang pesangon di Indonesia adalah 4,33, serupa dengan indeks untuk Bangladesh (4,67), Korea (4,00), Nepal (4,67), Filipina (4,67), dan Republik Rakyat Cina (4,67).

Page 90: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

88 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Pada saat bersamaan, Undang-Undang Ketenagakerjaan juga memperketat penggunaan

kontrak sementara. Sebelumnya, kontrak sementara atau kontrak dengan jangka waktu sementara

(FTC) diperbolehkan untuk maksimum lima tahun. Hal ini berubah dengan disahkannya Undang-

Undang Ketenagakerjaan yang membatasi kesepakatan tenaga kerja dan menghambat keputusan untuk

mempekerjakan.69 Di bawah undang-undang tersebut, FTC hanya diperbolehkan untuk pekerjaan yang:

bersifat sementara, dengan waktu terbatas (misalnya pekerjaan yang dapat diselesaikan dalam tiga tahun),

bersifat pekerjaan musiman atau eksperimental.70 Namun, masih tersisa kerancuan mengenai posisi apa saja

yang termasuk dalam kategori tersebut. Demikian pula pengalihdayaan (outsourcing) dibatasi hanya untuk

kegiatan non-inti di sebuah perusahaan.71 Dalam kedua kasus, kontrak sementara dibatasi maksimum tiga

tahun.

Peraturan untuk FTC di Indonesia lebih kaku jika dibandingkan dengan negara tetangganya.

Kebanyakan negara Asia membatasi penggunaan FTC hanya bagi kegiatan tertentu dan menentukan baik

lamanya kontrak maupun persyaratan untuk perpanjangan kontrak. Jepang, Korea, Malaysia, dan Thailand

mempunyai peraturan kontrak jangka waktu tetap yang paling fl eksibel di kawasan. Indonesia termasuk

dalam kelompok negara yang mengatur FTC dengan lebih ketat, sama seperti Kamboja, Filipina, dan Vietnam

(Tabel 4.1).

Tabel 4.1 Peraturan kontrak dengan jangka waktu tertentu di negara Asia Timur

Negara Peraturan

Paling

fl eksibel

Jepang Jangka waktu dibatasi (3 tahun; 5 tahun untuk karyawan dengan pekerjaan yang

sangat khusus); dapat diperpanjang beberapa kali; pengecualian diperbolehkan

untuk proyek tertentu.

Korea Jangka waktu dibatasi (2 tahun); pengecualian diperbolehkan untuk proyek atau

tugas tertentu.

Malaysia Jangka waktu tidak dibatasi; kontrak harus tertulis jika jangka waktunya lebih lama

daripada satu bulan.

Thailand Tidak ada pembatasan; peraturan mencakup semua perusahaan yang

mempekerjakan setidaknya 20 orang karyawan.

Sedang

Singapura Pekerjaannya atau jangka waktunya harus tertentu.

Cina Hampir semua hubungan kerja bersifat permanen; kontrak untuk tugas yang telah

ditentukan harus tertulis.

Paling ketat

Kamboja Jangka waktu dibatasi (2 tahun); tugas telah ditentukan; kontrak harus tertulis.

Indonesia Jangka waktu dibatasi (3 tahun); tidak ada perpanjangan; hanya untuk pekerjaan

sementara.

Filipina Hanya untuk proyek khusus; jangka waktu dibatasi tergantung pada kategori yang

telah ditetapkan; tidak ada perpanjangan.

Vietnam Jangka waktu dibatasi (1-3 tahun); dapat diperpanjang 36 bulan; hanya untuk

pekerjaan tertentu atau musiman.

Sumber: Berdasarkan ILO, 200772

69 FTC diatur dalam pasal 59-60 Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13/2003 dan Keputusan Menteri No. 100/2004. Peraturan sebelumnya didasarkan pada Peraturan Menteri yang dikeluarkan tahun 1993.

70 Alisjahbana, 2007.

71 Pengalihdayaan atau subkontrak mengacu pada tiga jenis kegiatan. Yang pertama, sebuah perusahaan dapat mengalihdayakan komponen produksi tertentu. Yang kedua, sebuah perusahaan dapat menyewa jasa khusus seperti jasa boga atau jasa kebersihan. Yang ketiga, pengalihdayaan dapat mencakup pengalihdayaan tenaga kerja dan kegiatan agensi penempatan kerja (Manning dan Roesad, 2007).

72 Tabel 4.1 meringkaskan peraturan yang spesifi k pada setiap ekonomi Asia dengan informasi dari ILO (pangkalan data on-line LABORSTA, 2008) mengenai jangka waktu kontrak sementara dan dalam kondisi apa kontrak sementara diperbolehkan.

Page 91: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

89

Bab 4

Peraturan Perekrutan & Pemberhentian

Ga

mb

ar

4.4

P

era

tura

n m

en

ge

na

i p

esa

ng

on

da

n u

an

g p

en

gh

arg

aa

n m

asa

ke

rja

Me

ng

un

du

rka

n d

iri a

tau

ga

nti

ke

rja

sela

ma

2 t

ah

un

te

rakh

ir

Ya

T

idak

Me

ng

un

du

rka

n d

iri

D

ipe

ca

t/d

ibe

rhe

nti

kan

Pe

rusa

haa

n m

en

ga

lam

i

me

rge

r/ak

uis

isi/

pe

rub

ah

an

pe

mili

k?

Ya

Pas

al 1

63

(1

)

Tid

ak

Ala

san

pe

ng

un

du

ran

dir

i:

Cac

at p

erm

an

en

aki

ba

t

kece

laka

an

di t

em

pa

t ke

rja

Pa

sal 1

72

Sak

it b

erk

ep

an

jan

ga

n

Pa

sal 1

72

Pe

nsi

un

da

n p

eru

sah

aan

be

rko

ntr

ibu

si b

agi d

an

a

pe

nsi

un

ST

OP

Lain

-la

in: P

erl

aku

an

bu

ruk

da

ri p

em

be

ri k

erj

a,

tid

ak

dib

aya

r, k

erj

a d

i lu

ar

kon

tra

k, p

eke

rjaa

n

be

rba

ha

ya y

an

g t

idak

dip

erk

irak

an

se

be

lum

nya

P

asa

l 16

9

Pe

rusa

haa

n d

itu

tup

?

Ya

T

idak

Ala

san

pe

nu

tup

an

:

Ala

san

pe

mb

erh

en

tia

n:

Me

rge

r/ak

uis

isi/

pe

rub

ah

an

pe

mili

k

Pas

al 1

63

(2

)

Pe

kerj

a m

ela

kuka

n p

ela

ng

gar

an

be

rat

di t

em

pa

t ke

rja

Pas

al 1

58

Pas

al 1

64

(3

)

Pe

lan

gg

ara

n k

rim

ina

l ya

ng

dila

kuka

n d

i lu

ar t

em

pat

ke

rja

ata

u

dila

po

rka

n o

leh

pe

rusa

haa

n

Pa

sal

16

0 (

3 &

5)

Pe

kerj

a m

ela

kuka

n p

ela

ng

gar

an

rin

ga

n/b

erk

ine

rja

bu

ruk

Pa

sal 1

61

& 1

68

(3

)

1 x

Pe

san

go

n

1 x

UP

MK

2 x

Pe

san

go

n

2 x

UP

MK

2 x

Pe

san

go

n

2 x

UP

MK

Dip

aili

tka

n

Pa

sal 1

65

Fo

rce

maj

eu

r

Pas

al 1

64

(1

)

Ru

gi 2

ta

hu

n b

ert

uru

t-tu

rut

P

asal

16

4 (

1)

Ras

ion

alis

asi

pe

rusa

haa

n

Pas

al 1

64

(3

)

2 x

Pe

san

go

n

1 x

UP

MK

1 x

Pe

san

go

n

1 x

UP

MK

1 x

Pe

san

go

n

1 x

UP

MK

1 x

Pe

san

go

n

1 x

UP

MK

2 x

Pe

san

go

n

1 x

UP

MK

2 x

Pe

san

go

n

1 x

UP

MK

0 x

Pe

san

go

n

0 x

UP

MK

0 x

Pe

san

go

n

1 x

UP

MK

0 x

Pe

san

go

n

1 x

UP

MK

Pe

nsi

un

da

n p

eru

sah

aan

tid

ak b

erk

on

trib

usi

bag

i

da

na

pe

nsi

un

Pa

sal 1

67

0 x

Pe

san

go

n

0 x

UP

MK

2 x

Pe

san

go

n

1 x

UP

MK

2 x

Pe

san

go

n

1 x

UP

MK

Sum

ber

: Un

da

ng

-Un

da

ng

Ke

ten

ag

ake

rja

an

(N

o. 1

3/2

00

3).

Ca

tata

n: U

PM

K m

eru

juk

pa

da

ua

ng

pe

ng

ha

rga

an

ma

sa k

erj

a. S

ela

in m

en

eri

ma

pe

san

ga

n d

an

/ata

u u

an

g p

en

gh

arg

aa

n m

asa

ke

rja

, pe

kerj

a j

ug

a

be

rha

k m

en

eri

ma

pe

mb

aya

ran

un

tuk

cuti

ta

hu

na

n y

an

g b

elu

m d

iam

bil,

bia

ya t

ran

spo

rta

si k

e t

em

pa

t p

ere

kru

tan

, ko

mp

en

sasi

ata

s h

ilan

gn

ya t

un

jan

ga

n p

eru

ma

ha

n, t

un

jan

ga

n m

ed

is d

an

ke

seh

ata

n, s

ert

a

kom

pe

nsa

si la

in y

an

g t

ela

h d

ite

ntu

kan

da

lam

ko

ntr

ak

(Pa

sal 1

56

).

Page 92: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

90 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Tanpa memandang adanya perubahan kondisi apa pun, banyak perusahaan yang belum mengubah

persepsinya mengenai berusaha di Indonesia. Kenyataannya, indeks kekakuan Perundangan Perlindungan

Pekerja (Employment Protection Legislation – EPL) EPLyang dibuat OECD memperlihatkan bahwa peringkat

Indonesia tidak berubah, meskipun telah terjadi perubahan batas waktu maksimum FTC dari 72 menjadi 36

bulan.73

III. Kekakuan Peraturan dan Penciptaan Lapangan

Kerja

Tingkat pesangon yang tinggi dan peraturan yang kaku mengenai penggunaan kontrak sementara

telah memicu perdebatan mengenai perlindungan pekerja versus efi siensi ekonomi. EPL, termasuk

mengenai uang pesangon dan peraturan kontrak sementara, diperkenalkan demi melindungi karyawan

dengan meningkatkan jaminan pekerjaan dan mempertahankan kestabilan penghasilan bagi karyawan yang

telah diberhentikan dan keluarga mereka. Tetapi, EPL juga menimbulkan biaya ekonomi. Beban tambahan

dalam bentuk kenaikan biaya mempekerjakan dan memberhentikan dapat menyebabkan perusahaan

membatasi jumlah staf yang dipekerjakan, terutama dengan kontrak permanen. Perbedaan pandangan

mengenai efi siensi ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan perlindungan karyawan telah memicu

perdebatan panjang di seputar aturan perlindungan karyawan dalam hukum ketenagakerjaan. Bagian ini

mengkaji sejauh mana peraturan perekrutan dan pemberhentian telah memberikan perlindungan nyata

bagi pekerja atau menghambat penciptaan lapangan kerja.

Tingginya tingkat pesangon yang diwajibkan secara hukum di Indonesia telah menghalangi

investasi asing dan mengurangi minat para wiraswasta untuk menciptakan usaha baru. Pemberi

kerja mengkhawatirkan biaya tinggi untuk berbisnis di Indonesia dan kondisi ini mengurangi minat berbagai

perusahaan untuk mempekerjakan pekerja secara permanen.74 Masyarakat bisnis di Indonesia berpendapat

bahwa peraturan nilai pesangon yang terlalu besar telah membatasi penciptaan lapangan kerja karena

memperburuk iklim investasi dan mengurangi minat untuk menciptakan bisnis baru, terutama di sektor

yang padat karya. Tingkat pesangon yang tinggi juga mempengaruhi keputusan pemberhentian untuk

menanggapi kondisi perekonomian, terutama ketika terjadi kemerosotan. Demikian pula, aturan yang rumit

mengenai perhitungan pesangon dan sistem “pasca bayar” saat ini menimbulkan masalah tambahan karena

menyulitkan perusahaan untuk memperkirakan biaya tenaga kerja.

Tingkat pesangon yang tinggi mengurangi minat perusahaan untuk mempekerjakan karyawan baru

secara permanen. Untuk mencegah terjadinya biaya tinggi akibat pemberhentian karyawan permanen,

berbagai perusahaan semakin mengandalkan FTC, termasuk staf sementara dan karyawan alih daya yang

berpeluang kecil untuk memenuhi syarat memperoleh uang pesangon dan pensiun dari pemberi kerja.

Sebuah survei tahun 2004 terhadap 86 perusahaan di perkotaan besar melaporkan bahwa telah terjadi

kenaikan penggunaan kontrak jangka waktu tetap sebesar 8 persen sebagai bagian dari upaya restrukturisasi

perusahaan.75 Selain itu, juga ada persepsi kuat dalam masyarakat bahwa pekerjaan sementara merupakan

73 OECD memanfaatkan berbagai komponen EPL untuk membuat skala angka yang berkisar dari nol (yang paling tidak kaku) sampai 6 (yang paling kaku). Dalam konteks ini, EPL merujuk pada segala jenis langkah perlindungan karyawan, baik yang ditentukan melalui undang-undang, keputusan pengadilan, perjanjian kerja bersama hasil perundingan bersama, atau praktik yang telah umum (OECD, 1999: 50).

74 LP3E FE UNPAD dan GIAT, 2004. “Di tengah kondisi bisnis yang penuh gejolak dan tidak menentu, banyak perusahaan merasa bahwa peraturan pesangon yang berlebihan semakin menambah tekanan [bagi pemberi kerja]… untuk mengurangi jumlah pekerja dan [telah] mengurangi minat perusahaan untuk memperkerjakan pekerja secara permanen," (hal. viii).

75 LP3E FE UNPAD dan GIAT, 2004. Lihat Gambar 5.5. Perlu diperhatikan bahwa mayoritas perusahaan yang ikut serta dalam studi ini melakukan kegiatan manufaktur.

Page 93: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

91

Bab 4

Peraturan Perekrutan & Pemberhentian

hal yang umum di Indonesia dan semakin banyak terjadi. Kondisi ini merupakan bagian dari tren global

peningkatan pemakaian kontrak sementara, yang porsinya masih kecil dalam hubungan ketenagakerjaan di

seluruh dunia, namun semakin umum dilakukan. Penggunaan kontrak sementara perlahan-lahan semakin

meningkat pada dua per tiga negara anggota OECD; angka rata-ratanya meningkat tipis dari 13,9 persen

tahun 2000 menjadi 14,6 persen tahun 2007.76

Namun demikian, pembatasan penggunaan kontrak sementara berpeluang semakin membatasi

penciptaan lapangan kerja di sektor formal. Meskipun biaya pemberhentian yang tinggi mengurangi

minat perusahaan untuk mempekerjakan staf permanen, peraturan FTC yang kaku juga turut mengurangi

minat perusahaan untuk mempekerjakan staf sementara. Para pelaku bisnis beralasan bahwa pembatasan

penggunaan kontrak jangka waktu tetap telah mengurangi fl eksibilitas mereka dalam proses produksi

dan menghalangi mereka untuk menanggapi fl uktuasi permintaan produk. Semakin kakunya peraturan

mempekerjakan karyawan mengurangi kemampuan perusahaan untuk menyediakan peluang kerja

formal bagi pekerja yang tadinya dipekerjakan tanpa kontrak atau berada di sektor informal. Perusahaan

berpendapat bahwa penggunaan FTC dapat mendorong kenaikan efi siensi dengan memungkinkan

kecocokan yang lebih baik antara pekerja dan perusahaan, serta dengan memberikan insentif yang lebih

besar bagi pekerja sementara untuk bekerja keras saat masih di bawah kontrak.77

Negara berkembang dengan peraturan ketenagakerjaan yang kaku menghadapi kesulitan lebih

besar dalam menciptakan pekerjaan sehingga memperburuk kondisi ketenagakerjaan bagi peker-

ja. Bukti empiris mengenai dampak meningkatnya kekakuan terhadap penciptaan lapangan kerja, belum

tersedia di Indonesia karena data mengenai pembayaran pesangon dan status kontrak belum dikumpulkan

secara konsisten. Tetapi, riset internasional secara konsisten mendapati bahwa negara berkembang yang

peraturan ketenagakerjaan sangat memberatkan juga mengalami tingkat investasi, produktivitas, dan in-

vestasi dalam manufaktur yang lebih rendah.78 Peraturan ketenagakerjaan yang kaku menghambat pertum-

buhan lapangan kerja dengan membatasi manfaat keterbukaan perdagangan dan mengurangi minat para

wiraswasta untuk memulai bisnis baru. Hal ini berdampak langsung dan negatif terhadap pekerja. Negara

berkembang dengan peraturan ketenagakerjaan yang kaku berpeluang lebih besar mengalami keikutser-

taan (laki-laki) dalam angkatan kerja yang lebih rendah, tingkat pengerjaan yang lebih rendah, dan tingkat

pengangguran yang tinggi – terutama di antara perempuan dan kaum muda.79 Sebuah studi terhadap 74

negara menyimpulkan bahwa jika Indonesia memaksimalkan fl eksibilitas peraturan ketenagakerjaannya,

tingkat pengangguran akan menurun 2,1 persen, sedangkan tingkat pengangguran kaum muda akan

menurun 5,8 persen.80

76 OECD.Stat, 2008. Lihat http://stats.oecd.org/wbos/default.aspx. Hanya sedikit data yang tersedia mengenai status kontrak di Indonesia atau di negara berkembang lain di Asia.

77 Meskipun teori ekonomi dasar berfokus pada peroleh efi siensi melalui penggunaan kontrak jangka waktu tetap, teori yang lebih canggih mengenali potensi kehilangan efi siensi. Efi siensi ekonomi dapat terganggu apabila perusahaan kurang berinvestasi dalam melatih pekerja kontrak, atau jika pekerja tidak dapat memperkirakan dengan akurat peluang mereka untuk dipekerjakan kembali saat memutuskan untuk mengambil pekerjaan dengan kontrak jangka waktu tetap.

78 Djankov, Simeon, dan Rita Ramalho. 2008.

79 Ibid. Masih ada kontroversi mengenai persoalan ini. Ringkasan 24 studi empiris mengenai pengaruh EPL terhadap lapangan kerja dan pengangguran mendapati hasil yang ambigu atau tidak pasti. Tetapi, studi tersebut hanya terbatas pada negara maju yang menjadi anggota OECD serta negara Amerika Selatan yang lebih maju sehingga dan program pesangon pun sudah lebih lazim (Addison and Teixeira, 2001). Dua studi yang lain mengkonfi rmasikan bahwa kekakuan berpengaruh negatif terhadap komposisi lapangan kerja. Studi tersebut mendapati bahwa peraturan jaminan pekerjaan mempunyai kaitan dengan lapangan pekerjaan yang lebih rendah bagi pekerja kaum muda, perempuan, dan pekerja tanpa keahlian (Pagés dan Montenegro, 1999; Montenegro dan Pagés, 2004).

80 Feldmann, 2008.

Page 94: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

92 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

IV. Perlindungan Karyawan

Serikat pekerja berpendapat bahwa peraturan perlindungan ketenagakerjaan yang kuat perlu

ditegakkan demi melindungi karyawan dan memastikan perlakuan yang adil. Uang pesangon

melindungi karyawan terhadap pemberhentian sewenang-wenang dan memberikan jaminan penghasilan

kepada karyawan. Serikat pekerja juga berpendapat bahwa karena pekerjaan permanen adalah kesepakatan

standar di sektor formal, maka pemberi kerja tidak semestinya terus-menerus menggunakan kontrak

sementara sebagai celah untuk menghindari biaya yang terkait dengan karyawan permanen. Namun

demikian, salah satu kekhawatiran terbesar adalah tingginya tingkat ketidakpatuhan perusahaan yang

merusak tujuan awal Undang-Undang Ketenagakerjaan. Bagian ini mengkaji apakah peraturan yang ada

saat ini sudah efektif dalam melindungi karyawan dan memberikan jaminan penghasilan bagi mereka.

Dua per tiga dari semua karyawan yang diberhentikan dan memenuhi syarat untuk menerima

pesangon, melaporkan bahwa mereka tidak mendapatkannya. Kebanyakan perusahaan tidak

mematuhi peraturan pesangon. 14,6 persen dari antara karyawan yang diberhentikan dari pekerjaannya

memenuhi kriteria untuk menerima uang pesangon. Dari jumlah tersebut, 65,6 persen melaporkan bahwa

mereka sama sekali tidak menerima uang pesangon dari pihak pemberi kerja (Gambar 4.5).81 Karyawan yang

paling rentan mengalami dampak terburuk dari ketidakpatuhan tersebut. 69,97 persen dari perempuan yang

memenuhi syarat tidak memperoleh pesangon jika dibandingkan dengan 63,22 persen dari laki-laki yang

memenuhi syarat (Gambar 4.6). Para pekerja yang muda (di bawah usia 25 tahun), mempunyai masa kerja

pendek (kurang dari 4 tahun), dan karyawan berupah rendah (dengan nilai di bawah Rp 1 juta per bulan)

juga berpeluang lebih kecil untuk menerima pesangon. Ironisnya, nilai pesangon mereka sebetulnya lebih

kecil daripada rekan kerja yang sudah bekerja lebih lama dan berupah lebih tinggi, yang lebih berpeluang

menerima uang pesangon. Perusahaan menengah dan besar (yang mempekerjakan lebih dari 20 orang)

lebih berpeluang untuk mematuhi aturan daripada perusahaan kecil.

Gambar 4.5 Penerimaan uang pesangon,

sesuai laporan pekerja yang

diberhentikan

Gambar 4.6 Pekerja yang memenuhi syarat

namun melaporkan tidak

menerima pesangon (persen)

66%

27%

7%Patuh:

Karyawan menerima nilai penuh sesuai haknya atau lebih besar

Kepatuhan parsial:

Karyawan menerima nilai lebih kecil daripada haknya

Tidak patuh:

Karyawan sama sekali tidak menerima pesangon

0102030405060708090

100

Laki-laki Perempuan 500 -1,000

1,000 -15,000

>15,000

Jenis kelamin Upah bulanan (dalam ribuan Rupiah)

250-500<250

Sumber: Sakernas, 2008 Sumber: Sakernas, 2008

81 Lampiran IV.2. Catatan: semua analisis mengenai uang pesangon berdasarkan Sakernas (2008) dan IFLS (2007). Bab ini menyampaikan temuan hanya dengan data Sakernas mengenai penerimaan uang pesangon, yang hanya didasarkan pada pekerja penerima gaji yang mengalami pemberhentian kerja 2 tahun sebelum survei. Temuan dari IFLS secara umum konsisten dengan Sakernas.

Page 95: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

93

Bab 4

Peraturan Perekrutan & Pemberhentian

Kebanyakan pekerja yang diberhentikan dan menerima pesangon melaporkan bahwa mereka

menerima nilai lebih kecil daripada hak mereka. 78,4 persen karyawan yang menerima pesangon

melaporkan bahwa mereka tidak memperoleh nilai penuh sesuai hak mereka secara hukum.82 Pemberi kerja

yang membayarkan pesangon rata-rata hanya membayarkan 69,6 persen dari nilai yang berhak diterima

karyawan.83 Dari antara pekerja yang menerima pesangon lebih kecil dari haknya, perempuan menerima

persentase nilai pembayaran yang lebih besar daripada laki-laki, meskipun perempuan juga berpeluang lebih

besar untuk tidak memperoleh pesangon sama sekali. Walaupun karyawan berupah rendah berpeluang lebih

besar untuk tidak memperoleh pesangon sama sekali, tetapi jika pemberi kerja membayarkan pesangon,

mereka berpeluang lebih besar untuk menerima pesangon secara penuh. Perusahaan menengah dan besar

dengan kepatuhan parsial rata-rata membayar masing-masing 61,7 dan 87,7 persen dari nilai yang menjadi

hak karyawan. Kepatuhan merupakan masalah yang jauh lebih besar di antara perusahaan kecil yang hanya

membayarkan 23,2 persen dari nilai yang menjadi hak karyawan, jika dibayarkan.

Banyaknya ketidakpatuhan kemungkinan dapat menjelaskan mengenai kenaikan uang pesangon

tidak menyebabkan kekakuan pekerjaan. Tren tingkat pengangguran dan pemberhentian kerja –

keduanya merupakan indikator kekakuan pekerjaan – tampaknya tidak terpengaruh oleh kenaikan besar

dalam nilai pesangon yang diperkenalkan tahun 2000 dan sekali lagi pada tahun 2003. Pengaruh perubahan

nilai pesangon kemungkinan tidak begitu besar karena hanya sedikit orang yang terpengaruh, atau karena

perubahan yang telah diundangkan tidak diterapkan di lapangan.

Peraturan pesangon saat ini tidak melindungi pekerja yang paling merasakan ketidakpastian

penghasilan. Kira-kira 8 persen dari angkatan kerja Indonesia melaporkan bahwa mereka pernah mengalami

pemberhentian dalam dua tahun terakhir.84 Dari antara pekerja tersebut, lebih dari seperempatnya (27,9

persen) mengalami pemberhentian bukan atas keinginan sendiri namun akibat pengurangan karyawan

dan kebangkrutan usaha. Para pekerja inilah yang paling membutuhkan perlindungan penghasilan tingkat

dasar sampai mereka mendapatkan pekerjaan baru. Namun demikian, dari antara mereka yang mengalami

pemberhentian kerja, hanya 47,1 persen yang merupakan pekerja penerima upah dan gaji (karyawan formal).

Mayoritas dari pekerja yang diberhentikan – 64,2 persen – bekerja tanpa kontrak resmi dan merupakan

pekerja yang paling rentan di sektor formal.85

Karyawan melaporkan bahwa sejumlah perusahaan tidak mematuhi pembatasan dalam

penggunaan FTC. Sebagai tanggapan terhadap tingginya biaya pemberhentian, para pemberi kerja beralih

mempekerjakan lebih banyak staf sementara (atau alih daya). Namun, sejumlah perusahaan kemungkinan

memanfaatkan penegakan aturan yang masih lemah dan mempekerjakan staf dengan FTC secara terus-

menerus untuk menghindari membayar pekerja sesuai hak mereka. Kira-kira 15 persen dari karyawan

sementara telah berada di posisinya lebih lama daripada 3 tahun, batas maksimum yang diperbolehkan

oleh undang-undang bagi FTC (Gambar 4.7).86

82 Lampiran IV.2.

83 Lampiran IV.2.

84 Sakernas, 2008.

85 Lihat Bab 3.

86 Data mengenai status kontrak dikumpulkan dalam skala besar untuk pertama kali di Indonesia pada tahun 2007. IFLS mengajukan pertanyaan kepada responsen mengenai status kontrak untuk pertama kali pada tahun 2007. Meskipun data ini belum cukup untuk menganalisis tren status kontrak, temuan yang diperoleh dapat memberikan pemahaman mengenai penggunaan kontrak – sementara maupun permanen – di Indonesia.

Page 96: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

94 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Gambar 4.7 Lamanya FTC, sesuai laporan

karyawan

36%

35%

9%

5%

15%

< 1 tahun 1 tahun 2 tahun

3 tahun > 3 tahun (tidak patuh)

Sumber: IFLS, 2007

Kerumitan dan ambiguitas dalam Undang-

Undang Ketenagakerjaan kemungkinan turut

menyebabkan ketidakpatuhan dan

menyulitkan karyawan yang ingin mengetahui

nilai yang menjadi hak mereka. Kerumitan

Undang-Undang Ketenagakerjaan dalam

menentukan nilai pesangon dan uang

penghargaan masa kerja menyulitkan karyawan

untuk memahami berapa sesungguhnya nilai

yang menjadi hak mereka. Ketika diminta untuk

mengidentifi kasi tunjangan yang diberikan oleh

pemberi kerjanya, hanya 14,8 persen dari antara

karyawan sektor publik dan swasta yang

menyatakan bahwa uang pesangon merupakan

salah satu tunjangan yang ditawarkan oleh

pemberi kerja.87 Keadaan ini semakin diperparah

kenyataan bahwa banyak kontrak resmi tidak

menyatakan secara eksplisit persyaratan dan

ketentuan pekerjaan. Selain itu, terjadi pula

ambiguitas mengenai jenis pekerjaan apa yang

tidak termasuk pekerjaan inti dan dapat

dialihdayakan atau diisi oleh pekerja dengan kontrak sementara, serta pekerjaan apa yang dianggap inti dan

harus diisi oleh pekerja dengan kontrak permanen.

V. Rekomendasi

Kebuntuan reformasi peraturan pesangon saat ini mencerminkan keberatan baik dari pemberi kerja

maupun pekerja. Beberapa negosiasi mengenai uang pesangon belakangan ini telah gagal atau menemui

jalan buntu. Serikat pekerja dan karyawan tidak bersedia mendukung penurunan tingkat pesangon karena

mereka akan kehilangan satu-satunya sumber perlindungan penghasilan saat menganggur. Tetapi, tanpa

adanya fl eksibilitas, perusahaan beralasan bahwa mereka kesulitan menanggapi fl uktuasi pasar sehingga

akan kehilangan efi siensi. Akibatnya, perusahaan lebih memilih untuk mempekerjakan lebih sedikit karyawan

atau beralih dari kontrak permanen ke FTC. Dalam banyak kasus, perusahaan tidak membayarkan pesangon

kepada karyawan yang telah diberhentikan sesuai hak mereka, kondisi yang semakin mengurangi jaminan

penghasilan para pekerja.

Upaya reformasi perlu difokuskan pada jalan keluar “sama-sama untung” bagi perusahaan dan

serikat pekerja, sambil memastikan bahwa pekerja yang rentan terlindung dengan lebih baik.

Masih ada harapan untuk menemukan jalan keluar “sama-sama untung” yang dapat diterima pemberi

kerja maupun karyawan. Bagian ini menyampaikan opsi reformasi yang dapat dipertimbangkan dalam

upaya mencapai kesepakatan yang mendamaikan pemberi kerja dan karyawan. Berbagai opsi reformasi

ini disampaikan tak hanya dari kacamata kepentingan pemberi kerja dan serikat pekerja, tetapi juga suara

para pekerja yang rentan, yang tersisih dari perdebatan ini. Meskipun pekerja miskin dan berpenghasilan

rendah – terutama mereka yang bekerja di perusahaan kecil – merupakan yang paling rentan terhadap

guncangan akibat pengangguran, merekalah yang berpeluang paling kecil dilindungi oleh sistem saat ini.

Asosiasi pemberi kerja dan serikat pekerja mewakili para anggotanya di meja perundingan, namun kedua

87 Sakernas, 2008.

Page 97: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

95

Bab 4

Peraturan Perekrutan & Pemberhentian

organisasi itu belum mewakili para pekerja informal dan karyawan tanpa kontrak yang akan memperoleh

manfaat dari kebijakan yang memperluas penciptaan lapangan kerja di sektor formal.

Dengan menegosiasikan kesepakatan besar – menurunkan tingkat pesangon, dansebagai ganti-

nya, memperkenalkan tunjangan pengangguran – pemerintah dapat meningkatkan fl eksibilitas

pasar tenaga kerja sambil meningkatkan perlindungan bagi karyawan. Yang pertama, penyederha-

naan kerumitan hukum dalam peraturan pesangon saat ini dan penurunan nilai pesangon akan menyetara-

kan Indonesia dengan standar regional. Hal ini tak hanya meningkatkan fl eksibilitas pasar tenaga kerja, tetapi

juga akan memperbaiki iklim investasi di Indonesia dan daya saing global. Pada saat yang sama, perlu pula

upaya untuk menyederhanakan perhitungan pesangon demi mempermudah karyawan untuk memahami

nilai yang menjadi hak mereka dan mempermudah perusahaan untuk mengetahui nilai pembayaran yang

menjadi tanggung jawabnya. Tetapi, masih diperlukan program baru sebagai pelengkap untuk memberikan

perlindungan efektif sebagai kompensasi berkurangnya tingkat pesangon bagi pekerja sektor formal yang

menganggur.

Terdapat serangkaian sistem tunjangan pengangguran yang dapat dipertimbangkan dan dikaji

untuk dimasukkan dalam sistem Jaminan Sosial Nasional di masa depan. Indonesia telah siap mengikuti

langkah negara berpenghasilan menengah yang lain untuk menerapkan sistem tunjangan pengangguran.

Terdapat serangkaian opsi reformasi yang dapat meningkatkan kemudahan untuk memperkirakan biaya

tenaga kerja dan mengkompensasikan tingkat pesangon yang lebih rendah bagi pekerja. Opsi ini termasuk

dana bersama (pooled fund) yang dapat ditarik oleh karyawan yang diberhentikan, sistem pesangon dengan

rekening individual, atau program bantuan pengangguran berupa tunjangan tetap. Suatu hari nanti,

Indonesia akhirnya akan dapat beralih menuju program asuransi pengangguran secara penuh, seperti

yang ada di negara maju saat ini. Setiap opsi memiliki kelebihan dan kekurangan, serta bervariasi dalam

hal tingkat kerumitan kelembagaan dalam mengelola program (Tabel 4.2). Rancangan sistem tunjangan

pengangguran dapat mengacu pada daftar pertimbangan berikut ini.88

88 Rekomendasi diadaptasi dari Revenga dan Rigolini, 2007; serta Vroman, 2007.

Page 98: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

96 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Tabel 4.2 Opsi reformasi pembayaran pesangon89 90

Opsi Reformasi Kelebihan Kekurangan

Mengurangi tingkat pesangon:

Mempertahankan sistem saat ini berupa

pembayaran pesangon oleh pemberi kerja,

tetapi mengurangi besarnya pesangon yang

terhitung tinggi di kawasan (tetapi tidak

tinggi jika dilihat dari standar internasional).

Investasi lebih besar:

Penurunan tingkat pesangon

dapat menarik lebih banyak

investor ke Indonesia.

Peningkatan produktivitas:

Karena penyesuaian

angkatan kerja dapat lebih

fl eksibel, perusahaan dapat

meningkatkan produktivitas.

Kepatuhan yang lebih

baik: Perusahaan yang tidak

mengalami kendala likuiditas

memiliki kemungkinan lebih

besar untuk membayar jika

nilainya lebih rendah.

Penegakan yang lemah: Jika

pemerintah tidak memperbaiki

penegakan aturan, tidak ada insentif

bagi perusahaan untuk patuh,

sekalipun nilainya lebih rendah.

Risiko ketidakpatuhan: Pembayaran

bergantung pada kesediaan dan

kemampuan perusahaan untuk

membayar pesangon. Perusahaan yang

mengalami kendala likuiditas tetap

berpeluang kecil untuk membayar.

Dana bersama:

Memodifi kasi

dana

pensiun atau

menciptakan

dana

pesangon yang

mengumpulkan

pembayaran dari

perusahaan dan

memberikannya

kepada

pekerja yang

diberhentikan.

Memodifi kasi

Jamsostek:

Memperingan

ketentuan bagi

penarikan dini dalam

kasus pengangguran

(saat ini terbatas bagi

pekerja yang sudah

memberikan kontribusi

selama lima tahun dan

telah menganggur lebih

dari enam bulan).

Kemudahan kelembagaan:

Tidak perlu menciptakan

lembaga baru karena

Jamsostek sudah ada.90 Hanya

diperlukan modifi kasi.

Preseden regional: Dana

pensiun di Singapura, Sri

Lanka, dan Thailand memiliki

ketentuan untuk penarikan

dini yang dapat digunakan

saat menganggur.

Cakupan yang rendah: 60 persen

pekerja penerima upah dan gaji tidak

berkontribusi secara aktif ke Jamsostek.

Jaminan penghasilan yang lemah:

Tingkat kontribusi gabungan dari

pemberi kerja/karyawan hanya 5,7

persen selama 2000-04, jauh di bawah

negara lain yang sekawasan dengan

rentang dari 20,0 sampai 33,8 persen.

Bahaya moral/penipuan: Perlu

memverifi kasi keadaan menganggur;

jika tidak, dapat timbul risiko

kontributor yang menarik dana untuk

alasan lain.

Menciptakan dana

pesangon: Perusahaan

menyetorkan

pembayaran pesangon

secara rutin ke dalam

sebuah dana bersama

yang dikelola oleh

lembaga pemerintahan

pusat atau oleh

perusahaan swasta.

Efi siensi yang lebih baik:

Keputusan perusahaan

untuk mengurangi karyawan

tidak lagi terkait dengan

pembayaran pesangon.

Kepatuhan yang lebih

baik: Mengurangi insentif

bagi perusahaan untuk

menghindari pembayaran

karena pembayaran

tidak dilakukan sekaligus

dan perusahaan tidak

bertanggung jawab

menyalurkan pesangon.

Tuntutan kelembagaan: Jika tidak

mengontrak perusahaan swasta

sebagai pengelola, maka perlu

dibentuk lembaga baru.

Risiko kepatuhan yang rendah:

Sistem ini masih bergantung pada

kepatuhan perusahaan untuk mengirim

pembayaran pesangon secara

rutin kepada lembaga/perusahaan

pengelola.

Kekurangan dana: Perusahaan

kemungkinan akan lebih sering

mengurangi pekerja yang dapat

menyebabkan kekurangan dana.

Mungkin membutuhkan bantuan

pembiayaan dari pemerintah.

89 Berdasarkan Revenga dan Rigolini, 2007, serta Vroman, 2007.

90 Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja) adalah program perlindungan sosial bagi sektor swasta yang tujuan utamanya adalah memberikan bantuan penghasilan bagi orang yang telah pensiun.

Page 99: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

97

Bab 4

Peraturan Perekrutan & Pemberhentian

Opsi Reformasi Kelebihan Kekurangan

Bantuan pengangguran: Menciptakan

dana yang dapat ditarik oleh pekerja

yang memenuhi syarat, yang sedang

menganggur. Dana tersebut dikelola dan

disalurkan oleh lembaga yang ditunjuk,

bukan oleh pemberi kerja. Pekerja yang

menganggur memperoleh tunjangan kecil

untuk jangka waktu tertentu yang diambil

dari dana bersama. Pekerja memenuhi

syarat atau tidak ditentukan berdasarkan

keaktifan mencari kerja dan ketersediaan

pekerjaan yang cocok. Dimungkinkan untuk

menguji terlebih dahulu (means test) apakah

penghasilan keluarga membutuhkan

bantuan pengangguran.

Penentuan target yang

pro-rakyat miskin: Kondisi

pemenuhan syarat dan

tunjangan bernilai kecil dapat

meningkatkan cakupan bagi

pekerja yang miskin dan

berupah rendah.

Perbaikan jaminan

penghasilan: Tidak

bergantung pada perusahaan

untuk membiayai pesangon

karena dana bantuan

pengangguran bertanggung

jawab menyalurkan

pembayaran pesangon.

Meningkatkan efi siensi

perusahaan: Karena

perusahaan telah membayar,

maka keputusan untuk

mengurangi karyawan tidak

lagi dibayang-bayangi urusan

pesangon.

Biaya administrasi tinggi: Akibat

tingginya tingkat pergantian dan

besarnya volume keputusan per kasus,

biaya per rupiah pembayaran manfaat

akan lebih tinggi daripada sistem

berbasis pensiun.

Tantangan keuangan: Membutuhkan

pembiayaan dari penghasilan pajak

secara umum, pajak upah secara

khusus, atau kombinasi keduanya.

Tuntutan kelembagaan: Memerlukan

kantor tenaga kerja yang berfungsi baik

untuk memantau kegiatan pencarian

kerja dan pembayaran tunjangan.

Rekening individual: Pemberi

kerja dan karyawan secara rutin

menyetorkan kontribusi ke rekening

individual yang dikelola dan disalurkan

oleh lembaga pusat. Kontributor yang

menganggur dapat menarik dana dari

rekening mereka sendiri.

Peningkatan jaminan

penghasilan: Tidak

bergantung pada

perusahaan untuk

membiayai pengurangan

karyawan; pihak dana

bertanggung jawab

menyalurkan pembayaran

pesangon.

Lebih transparan: Setiap

pekerja tahu pasti berapa

banyak yang telah ia

kontribusikan dan berapa

banyak yang dapat ia

terima.

Pembiayaan mandiri:

Didanai sepenuhnya

oleh kontribusi dari

pemberi kerja dan pekerja;

tidak rawan masalah

kekurangan dana karena

pembayaran dilakukan

sebelum pemberhentian.

Biaya administrasi tinggi: Lebih

tinggi daripada sistem pensiun

dengan rekening individual saat ini.

Kerumitan kelembagaan:

Lembaga pengelola harus memiliki

kemampuan untuk melacak

kontribusi, saldo rekening, dan

pembayaran tunjangan individual

pada tingkat mikro.

Cakupan yang rendah:

Berdasarkan pengalaman dengan

Jamsostek, tingkat kontribusi

kemungkinan akan rendah

sehingga banyak pekerja penerima

upah dan gaji yang tetap tidak

terlindungi.

Asuransi pengangguran: Memberikan

pembayaran sebagai bantuan bagi

orang yang ingin bekerja namun

tidak dapat memperoleh pekerjaan.

Pembayaran dikaitkan dengan tingkat

penghasilan orang yang bersangkutan

sebelum ia menganggur.

Jaminan penghasilan:

Karena pembayaran

dikaitkan dengan tingkat

penghasilan, maka peserta

akan memperoleh jaminan

penghasilan terbesar.

Kerumitan kelembagaan: Gaji

harus dilacak untuk dikaitkan

dengan pembayaran.

Pemakaian sumber daya yang

intensif: Skema berbiaya mahal

yang tidak cocok bagi tingkat

perkembangan ekonomi Indonesia.

Page 100: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

98 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

“Tunjangan pemberhentian kerja” dapat memberikan perlindungan penghasilan yang lebih

besar daripada pembayaran pesangon yang dilakukan secara sekaligus oleh pemberi kerja.

Proposal untuk menurunkan tingkat pesangon akan dapat lebih diterima jika dibuat sebuah sistem baru

untuk memperbaiki jaminan penghasilan bagi karyawan. Mempertahankan tingkat pesangon yang

tinggi dalam sistem saat ini tidak diharapkan jika kepatuhan tetap rendah dan hanya sedikit karyawan

yang memperoleh jaminan penghasilan. Estonia memberikan contoh bagaimana program bantuan

pengangguran yang memberikan tunjangan tetap dapat memberikan jaminan penghasilan bagi lebih

banyak pekerja (Kotak 4.1).

Kotak 4.1 Bantuan Pengangguran di Estonia

Pengangguran merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi Estonia setelah memperoleh kemerdekaannya dari Uni Soviet pada tahun 1991. Rata-rata tingkat pengangguran selama tahun 90-an adalah 10,6 persen; rata-rata pengangguran yang tercatat berkisar antara 25 sampai 72 persen dari total pengangguran, seperti yang diperkirakan oleh survei angkatan kerja.

Antara 1991 sampai 2002, Estonia menerapkan sistem kompensasi pengangguran yang memberikan tunjangan tetap. Agar memenuhi syarat untuk memperoleh tunjangan, orang yang mengajukan klaim harus mendaftar ke kantor tenaga kerja lokal dan harus pernah bekerja sekurangnya enam bulan dalam 12 bulan terakhir. Si pendaftar juga harus memberikan bukti bahwa penyebab pemberhentiannya memenuhi persyaratan untuk menerima bantuan (misalnya, ia bukan mengundurkan diri atau bukan dipecat karena pelanggaran).

Meskipun sistem tunjangan tetap ini hanya memberikan tunjangan bernilai kecil, sistem ini berhasil melayani cukup banyak penganggur di Estonia. Sistem ini membayarkan tunjangan bernilai kecil kepada pekerja penganggur yang memenuhi syarat sampai paling lama enam bulan. Secara rata-rata, antara 1994 sampai 2002, tunjangan ini setara dengan 6-10 persen dari gaji bulanan pekerja dalam periode 4,2 dan 5 bulan. Kira-kira 29 persen dari semua penganggur telah menerima tunjangan. Pembayaran tunjangan yang dibiayai melalui anggaran umum rata-rata mencapai 0,25 persen dari pengeluaran negara untuk gaji.

Sistem tunjangan tetap dapat dimodifi kasi untuk ditargetkan pada pekerja berupah rendah yang rentan. Persyaratan untuk menerima tunjangan dapat dipatok pada penghasilan keluarga, namun memerlukan kemampuan penentuan target yang akurat oleh kantor tenaga kerja. Sebagai alternatif, dengan mempertahankan nilai tunjangan yang rendah, calon peserta dapat menentukan sendiri apakah mereka akan mendaftar untuk mendapatkan tunjangan atau tidak.

Sumber: Vroman, 2007.

Beralih menggunakan pendekatan kontribusi bulanan yaitu kontribusi bulanan oleh perusahaan

ke sebuah rekening yang dikelola secara terpusat dengan pengawasan pemerintah. Pemindahan tang-

gung jawab pembayaran pesangon dari pemberi kerja ke lembaga pusat dapat meningkatkan peluang

pekerja untuk menerima hak mereka setelah diberhentikan. Pembayaran akan lebih berpeluang ter-

jadi jika perusahaan bertanggung jawab memberikan kontribusi pesangon rutin, alih-alih pembayaran

penuh secara sekaligus. Jika perusahaan membayar secara rutin ke dalam dana (secara efektif merupa-

kan penundaan keputusan), perusahaan nantinya tidak akan terbebani oleh pembayaran pesangon

pada saat betul-betul harus mengurangi karyawan sehingga dapat meningkatkan kemudahan untuk

memperkirakan biaya operasi perusahaan. Namun demikian, cara ini dapat mengakibatkan semakin

banyaknya pemberhentian, bahkan pemberhentian karyawan yang terlalu banyak (over-fi ring), dan

beban yang lebih tinggi. Kelemahan ini dapat diatasi dengan menerapkan tambahan “pajak pember-

hentian” yang kecil atau meningkatkan jumlah yang harus dibayar perusahaan kepada dana pesangon.

Kepatuhan yang lebih baik oleh pemberi kerja juga dapat mengurangi ketergantungan terhadap Pen-

Page 101: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

99

Bab 4

Peraturan Perekrutan & Pemberhentian

gadilan Hubungan Industrial yang kini menghadapi bertumpuknya kasus pemberhentian kerja.91 Hal ini

akan membebaskan karyawan dan pemberi kerja dari proses penyelesaian perselisihan yang berbiaya

tinggi dan sangat menghabiskan waktu.

Memastikan perlindungan lebih besar bagi pekerja yang rentan tanpa menyisihkan pekerja

bergaji tinggi. Pekerja yang rentan – perempuan, kaum muda, dan pekerja jangka pendek serta berupah

rendah – tersisih dari manfaat yang diberikan sistem saat ini dan paling terpengaruh oleh hilangnya

penghasilan akibat pemberhentian. Meningkatkan biaya pemberhentian dapat menyebabkan mereka

semakin tersisih. Demikian pula skema yang menyisihkan pekerja bergaji tinggi dapat mengakibatkan

efek negatif karena naiknya biaya pekerja bergaji rendah dan selanjutnya menyebabkan turunnya

lapangan kerja formal.

Menyiapkan strategi peralihan dengan teliti dan menerapkan reformasi secara bertahap. Akan

timbul kesenjangan antara sistem saat ini dan sistem masa depan yang telah direformasi, terutama

dalam hal tanggung jawab mengenai beban pesangon masa lalu dan meningkatnya pemberhentian

pekerja yang dapat mengakibatkan kekurangan dana pada skema jaminan penghasilan. Karena

Indonesia memiliki sektor formal yang kecil serta tingkat pengangguran dan pekerjaan informal yang

tinggi, sistem bantuan penghasilan apa pun berpeluang menimbulkan biaya tinggi sehingga perlu

diterapkan secara bertahap.

Program percobaan dapat diperkenalkan dan dievaluasi. Seperti rekomendasi sebelumnya,

program percobaan bantuan pengangguran harus dipantau dengan teliti, serta dievaluasi efi siensi

dan efektivitasnya. Selain itu, pembelajaran dari negara dengan lembaga dan tingkat pembangunan

yang serupa dapat membantu untuk merancang sistem yang paling cocok bagi konteks Indonesia.

Pengalaman negara lain, seperti Barbados, memberikan contoh bagaimana dana bersama

mengumpulkan pembayaran dari karyawan dan menyalurkan pembayaran pesangon kepada pekerja.

Proses reformasi dapat dimulai dengan melakukan analisis yang diperlukan guna mengidentifi ka-

si opsi apa yang paling cocok bagi Indonesia. Studi simulasi diperlukan untuk mengkaji dampak yang

diperkirakan akan terjadi akibat sistem alternatif dan implikasi serta kebutuhan kelembagaan yang terkait

dengan masing-masing opsi reformasi. Berdasarkan model yang paling cocok, diperlukan peta langkah re-

formasi sebagai pondasi bagi sistem di masa depan yang selayaknya dikaitkan dengan masa depan sistem

Jaminan Sosial Nasional yang diwajibkan oleh Undang-Undang No. 40/2004.

Pada saat bersamaan, mendorong penggunaan kontrak resmi untuk memastikan bahwa karyawan

menyadari hak-haknya dan dapat menerima pesangon serta tunjangan pengangguran. Karyawan

tanpa kontrak adalah pekerja sektor formal yang paling rentan dan mereka kebanyakan bekerja di

perusahaan dengan jumlah karyawan kurang dari 20 orang. Memformalkan kesepakatan kerja mereka akan

menghasilkan perbaikan langsung jika disertai dengan peningkatan pengetahuan mengenai hak karyawan

di bawah Undang-Undang Ketenagakerjaan. Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) lokal dan pemangku kepentingan

yang relevan dapat bekerja sama untuk menyediakan sejumlah perangkat bagi UKM, seperti misalnya

contoh kontrak bagi staf, demi mendorong penggunaan kontrak. Pada saat bersamaan, Disnaker dan

pemangku kepentingan lainnya dapat mempertimbangkan untuk meluncurkan kampanye media bersama,

yang terutama ditargetkan bagi karyawan UKM, mengenai kontrak, manfaat kontrak, dan bagaimana cara

meminta bantuan untuk memformalkan kesepakatan kerja jika tidak ada serikat pekerja tingkat pabrik.

91 Nugroho, 2008.

Page 102: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

100 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Pengumpulan data dan riset lebih jauh diperlukan untuk mengkaji dampak pesangon, program

bantuan pengangguran di masa depan, dan penggunaan kontrak sementara. Data yang tersedia

mengenai pesangon dan penggunaan kontrak sementara di Indonesia, masih terbatas. IFLS mengumpulkan

data mengenai pesangon untuk pertama kali tahun 2007, sedangkan Survei Angkatan Kerja Nasional

(Sakernas) mengumpulkan data pesangon untuk pertama kali tahun 2008. Karena data tidak dikumpulkan

secara sistematis setelah 2007, analisis terhadap tren atau dampak pesangon tidak mungkin dilakukan.

Demikian pula data survei mengenai status kontrak dikumpulkan untuk pertama kali di Indonesia melalui

IFLS. Meskipun pemberi kerja diwajibkan untuk melaporkan jumlah staf dan jenis kontrak ke Disnaker melalui

laporan perencanaan tenaga kerja rutin, pertanyaan mengenai status kontrak belum dimasukkan ke dalam

Sakernas. Pertanyaan mengenai pesangon dan status kontrak semestinya dimasukkan ke dalam survei

pasar tenaga kerja rutin supaya peneliti dapat memiliki data yang diperlukan untuk melakukan riset empiris

lebih jauh mengenai persoalan tersebut. Dengan analisis tersebut, pembuat kebijakan akan berada dalam

posisi yang lebih kuat untuk memahami untung-rugi dalam perdebatan reformasi ketenagakerjaan dan

mengidentifi kasi kebijakan yang dapat memaksimalkan penciptaan lapangan kerja tanpa mengorbankan

perlindungan karyawan.

Mengurangi kekakuan peraturan saat ini dapat mendorong penciptaan lapangan kerja di sektor

formal, tetapi strategi pelengkap masih diperlukan. Bahkan jika dilakukan reformasi peraturan ketena-

gakerjaan besar-besaran, masih tetap banyak pekerja yang dipekerjakan tanpa kontrak resmi atau berada

di sektor informal untuk beberapa waktu ke depan. Karena alasan inilah, meski reformasi peraturan perlu

dilakukan, reformasi saja belumlah cukup untuk memperbaiki prospek kebanyakan pekerja di Indonesia.

Sebab itu, diperlukan strategi tambahan untuk memberdayakan dan melindungi para pekerja Indonesia

yang rentan dan tersisih. Tiga bab berikutnya mengkaji pasokan pekerja di Indonesia dan cara meningkat-

kan keahlian mereka agar mereka dapat mengakses pekerjaan yang lebih baik dan meningkatkan jaminan

penghasilan mereka.

Page 103: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

Bab 5

Upah Minimum

Laporan Ketenagakerjaan Indonesia

Page 104: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

102 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Bab 5 Ringkasan & Rekomendasi

Secara internasional, ada tiga pendekatan utama terhadap kebijakan upah minimum. Yang pertama adalah

memanfaatkan upah minimum sebagai jaring pengaman untuk melindungi pekerja yang rentan. Pendekatan

yang kedua adalah mengaitkan batas upah terendah dengan tunjangan perlindungan sosial lainnya. Pendekatan

yang ketiga adalah memanfaatkan upah minimum sebagai mekanisme penentu upah untuk meningkatkan

kesejahteraan semua pekerja yang hanya memiliki sedikit saluran untuk bernegosiasi. Upah minimum yang relatif

tinggi mengisyaratkan bahwa Indonesia cenderung mengikuti pendekatan ketiga.

Tren upah minimum terbagi dalam empat periode, masing-masing dipengaruhi oleh lembaga yang dominan dan

konteks politik pada periode tersebut. Upah minimum riil yang relatif rendah mulai meningkat selama Orde Baru

karena pertumbuhan ekonomi dan desakan politik, tetapi anjlok kembali ketika terjadi krisis keuangan. Demokratisasi

dan menjamurnya serikat pekerja membuat upah minimum tumbuh lagi dengan pesat dari tahun 1999 sampai

2003. Setelah reformasi ketenagakerjaan tahun 2003, pertumbuhan upah minimum riil mulai melambat dan kini

malah menurun.

Upah karyawan akan meningkat jika upah minimum dinaikkan, tetapi secara bersamaan, ketidakpatuhan terhadap

aturan upah minimum pun akan ikut naik sehingga mengurangi manfaat yang diharapkan. Meskipun kenaikan upah

minimum tampaknya tidak mempengaruhi tingkat lapangan kerja secara keseluruhan, namun kenaikan tersebut

mempengaruhi keputusan pemberi kerja sektor formal untuk mempekerjakan lebih banyak pekerja. Kenaikan upah

minimum mengakibatkan realokasi pekerja, terutama pekerja perempuan, dari sektor industri ke pertanian yang

terjadi secara perlahan-lahan, namun dalam jumlah besar. Kenaikan upah minimum juga mengakibatkan semakin

banyak pekerja di semua tingkatan yang beralih menjadi pekerja sektor informal.

Kaum miskin cenderung menjadi pekerja informal atau bekerja pada pemberi kerja yang tidak mengikuti aturan

upah minimum sehingga mereka sering kali tidak merasakan manfaat kenaikan upah minimum. Kenaikan upah

minimum sering dikaitkan dengan kenaikan upah yang besar, baik bagi pekerja dengan upah rendah maupun

tinggi, sehingga terkesan bahwa di Indonesia, upah minimum digunakan sebagai mekanisme penentu upah,

bukan sebagai jaring pengaman sosial.

Upah minimum semestinya murni dijalankan sebagai jaring pengaman bagi mereka yang berupah rendah.

Perusahaan dan serikat pekerja lebih baik mengandalkan negosiasi di tingkat pabrik untuk menetapkan upah bagi

pekerja, daripada bergantung pada kenaikan upah minimum sebagai mekanisme penentu upah. Berbagai dewan

pengupahan sebaiknya tetap berhati-hati dalam menaikkan upah minimum untuk menghindari sejumlah masalah

yang terkait dengan kebijakan penetapan upah minimum yang tinggi. Penegakan aturan upah minimum yang

telah berlaku harus diperkuat lagi untuk meningkatkan jaminan penghasilan bagi mereka yang berupah rendah.

I. Pendahuluan

Upah minimum adalah permasalahan yang pelik karena mengharuskan pembuat kebijakan untuk

mencari keseimbangan antara keadilan dan efi siensi. Perdebatan mengenai kebijakan upah minimum

tidak berbeda jauh dengan perdebatan mengenai peraturan perekrutan dan pemberhentian.92 Serikat

pekerja berpendapat bahwa pembuat kebijakan semestinya memanfaatkan upah minimum sebagai

sarana untuk meningkatkan upah dan memperbaiki kesejahteraan pekerja di sektor formal. Sementara itu,

prioritas utama perusahaan adalah menghasilkan laba yang kemungkinan akan turun jika biaya tenaga

kerja meningkat. Dalam hal ini, pembuat kebijakan perlu memperhatikan bagaimana upah minimum

mempengaruhi keadilan dan efi siensi bagi semua orang. Efi siensi akan menjadi permasalahan penting jika

kenaikan upah minimum mendorong upah pekerja jauh di atas harga pasar sehingga perusahaan bereaksi

92 Lihat Bab 4 untuk diskusi mengenai peraturan mempekerjakan dan memecat.

Page 105: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

103

Bab 5

Upah Minimum

dengan mempekerjakan lebih sedikit pekerja. Hal ini tak hanya mengurangi keuntungan perusahaan, tetapi

juga merugikan pekerja tanpa keahlian dan pekerja informal karena menambah lagi hambatan bagi mereka

untuk memasuki sektor formal. Pemerintah menghadapi tantangan dalam mencapai keseimbangan antara

kepentingan pekerja sektor informal dan karyawan yang menerima gaji, dan sasaran untuk mempertahankan

pertumbuhan ekonomi.

Efek upah minimum yang lebih tinggi terhadap keadilan dan efi siensi di Indonesia belum sepenuhnya

dipahami. Pemahaman yang lebih baik mengenai bagaimana kenaikan upah minimum mempengaruhi

kondisi ketenagakerjaan dan jenis rumah tangga yang diuntungkan oleh kenaikan upah minimum, dapat

membantu pembuat keputusan dalam mencari keseimbangan antara keadilan dan efi siensi. Cukup banyak

penelitian telah dilakukan mengenai efek upah minimum di Indonesia. Tetapi, berbagai penelitian tersebut

menggunakan sumber daya dan pendekatan metodologi yang berbeda-beda. Akibatnya, penelitian yang

telah dilakukan tersebut tidak memberikan jawaban yang jelas untuk sejumlah pertanyaan mendasar seperti

efek kenaikan upah minimum terhadap lapangan kerja dan jenis lapangan kerja.

Bab 5 meninjau perubahan tingkat upah minimum dan mengkaji efek perubahan tersebut

terhadap kondisi ketenagakerjaan. Siapakah yang diuntungkan dan yang dirugikan karena kenaikan

upah minimum? Perdebatan yang mengikuti pertanyaan ini sering kali berfokus pada kepentingan pemberi

kerja maupun serikat pekerja. Bab ini memberikan perhatian khusus untuk kepentingan pekerja miskin

dan informal yang cenderung terlupakan dalam debat mengenai kebijakan upah minimum, namun tetap

merasakan pengaruh perubahan kebijakan. Bab ini dibagi dalam empat bagian.

Bagian pertama menyoroti dasar pemikiran kebijakan upah minimum dari sudut pandang teoritis

maupun internasional.

Yang kedua mengkaji tren upah minimum dalam konteks kebijakan Indonesia.

Yang ketiga menilai efek kebijakan upah minimum terhadap upah dan lapangan kerja.

Bagian keempat yang merupakan penutup memberikan rekomendasi mengenai kebijakan upah

minimum dan proses penetapan upah.

II. Pendekatan internasional terhadap upah

minimum

Sejumlah negara berkembang memanfaatkan kebijakan upah minimum untuk menetapkan batas

upah terendah demi melindungi pekerja yang rentan. Dengan pendekatan ini, upah minimum yang

sangat rendah berfungsi sebagai jaring pengaman sosial. Tujuannya adalah untuk melindungi kelompok

yang paling rentan, misalnya pekerja tanpa keahlian, pensiunan lanjut usia, atau difabel, dan menjamin

penghasilan mereka pada tingkat paling dasar.

Sebuah pendekatan alternatif yang mengaitkan batas upah terendah dengan tunjangan

perlindungan sosial dapat berpengaruh buruk terhadap kondisi fi skal. Sejumlah negara mengaitkan

upah minimum dengan berbagai tunjangan seperti tunjangan keluarga, tunjangan pengangguran,

tunjangan lanjut usia, dan tunjangan kesehatan, yang dibayarkan sebagai persentase dari upah minimum

rendah yang lazim.93 Banyak negara Amerika Latin yang menerapkan praktik ini pada tahun 80-an dan 90-

an. Berdasarkan model ini, sejumlah negara mengaitkan upah dan tunjangan sektor publik dengan upah

minimum sehingga menimbulkan tekanan fi skal terhadap anggaran negara ketika infl asi sedang tinggi.

Akibat keterbatasan fi skal, tingkat upah minimum terpaksa ditetapkan sangat rendah. Misalnya saja, upah

93 Saget, 2008.

Page 106: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

104 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

minimum di Uruguay ditetapkan pada tingkat yang relatif rendah, yaitu 21 persen dari upah rata-rata tahun

2003. Berbagai reformasi telah dilakukan dengan fokus untuk memutus kaitan tersebut dan menetapkan

kembali upah minimum murni sebagai jaring pengaman untuk melindungi pekerja yang paling rentan.

Konsekuensinya, pendanaan bagi tunjangan perlindungan sosial lainnya dilakukan melalui sistem jaminan

sosial yang terpisah dengan perhitungan dasar yang berbeda.94

Pendekatan lain lagi adalah memanfaatkan upah minimum sebagai mekanisme utama dalam

penetapan upah antara serikat pekerja dan perusahaan. Di berbagai negara dengan sistem perundingan

bersama (collective bargaining) yang lemah, pembuat kebijakan dan serikat pekerja memandang kebijakan

upah minimum sebagai salah satu dari sedikit jalur yang tersedia untuk memperbaiki kesejahteraan semua

pekerja. Upah minimum yang relatif tinggi (jika dibandingkan dengan upah rata-rata) dinegosiasikan supaya

mencakup sebanyak mungkin pekerja sektor formal, bukan hanya mereka yang berupah rendah. Kenaikan

upah diterapkan merata bagi semua pekerja tanpa menghiraukan tingkat upah mereka. Sebagai contoh,

Filipina menetapkan upah minimum yang nilainya cukup dekat dengan upah rata-rata.95 Tetapi, upah

minimum yang tinggi berisiko meningkatkan ketidakpatuhan terhadap aturan tersebut karena pemberi

kerja semakin enggan membayar sesuai ketetapan upah minimum. Lagipula, kebijakan tersebut dapat

menimbulkan inefi siensi dengan menghambat pekerja informal yang ingin masuk ke sektor formal karena

perusahaan tidak mampu atau tidak bersedia membayar upah minimum lebih tinggi sesuai aturan, padahal

para pekerja tersebut bersedia menerima upah lebih rendah.

Tabel 5.1 Upah minimum dan PDB per kapita dalam dolar Amerika yang telah disesuaikan

dengan paritas daya beli (2002/2004)96

Negara Upah minimum bulanan PDB per kapita per bulan Rasio

Indonesia 184,42 280,37 0,66

Negara tetangga

Malaysia 103,40 808,00 0,13

Thailand 259,95 631,69 0,41

Cina 227,50 416,27 0,55

Vietnam 153,14 207,49 0,74

Filipina 322,45 360,09 0,90

Negara dengan tingkat PDB per kapita serupa

Honduras 55,07 221,52 0,25

Sri Lanka 89,84 314,71 0,29

Ekuador 173,36 306,96 0,56

Bolivia 136,43 212,21 0,64

Mesir 227,94 329,15 0,69

India 177,06 242,41 0,73

Maroko 392,82 334,32 1,17

Lesotho 386,88 220,45 1,75

Sumber:Saget, 2008.

94 Ibid.

95 Ibid.

96 Catatan:Upah minimum dalam dolar Amerika yang telah disesuaikan dengan PPP. PDB per kapita dalam dolar Amerika yang telah disesuaikan dengan PPP, diambil dari Indikator Bank Dunia tahun 2003.

Page 107: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

105

Bab 5

Upah Minimum

Upah minimum yang relatif tinggi mengisyaratkan bahwa upah minimum di Indonesia lebih

dimanfaatkan sebagai mekanisme penentu upah daripada untuk melindungi mereka yang paling

rentan. Salah satu cara membandingkan tingkat upah minimum dari berbagai negara adalah dengan

menghitung rasio upah minimum terhadap PDB per kapita. Dengan menggunakan metode ini untuk

membuat peringkat negara berupah minimum rendah dan tinggi, ditemukan bahwa Indonesia termasuk

negara dengan rasio upah minimum terhadap PDB per kapita yang relatif tinggi di Asia (Tabel 5.1), sebuah

isyarat bahwa upah minimum dimanfaatkan sebagai mekanisme penentu upah bagi semua karyawan.97

Namun demikian, rasio ini tidak sampai berlebihan jika dibandingkan dengan negara lain yang mempunyai

tingkat PDB per kapita serupa.

III. Tren upah minimum dan perubahan kebijakan

Meskipun para pembuat kebijakan pada periode sebelum krisis ekonomi 1997-1998 telah

memperlihatkan kehati-hatian dalam memanfaatkan upah minimum sebagai alat kebijakan

penting, upah minimum mengalami peningkatan seiring pertumbuhan ekonomi. Sebelum tahun

90-an, kebijakan upah minimum jarang dilaksanakan walaupun aturannya telah dibuat. Akibatnya, upah

sangatlah rendah dan berada di bawah titik keseimbangan pasar.98 Pemerintah tidak campur tangan dalam

kebijakan upah; tekanan oleh serikat pekerja pun tidak banyak karena hanya ada satu serikat pekerja yang

diizinkan untuk beroperasi secara legal. Pada awal 90-an, pemerintah mulai menanggapi desakan dari

dalam negeri dan internasional yang meminta diperbolehkannya partisipasi gerakan buruh yang lebih

besar dan kenaikan upah minimum demi meningkatkan standar hidup para pekerja. Dari tahun 1990-1996,

bersamaan dengan pesatnya pertumbuhan ekonomi, upah minimum riil meningkat rata-rata 20 persen per

tahun (Gambar 5.1). Upah rata-rata pun meningkat meskipun lajunya tidak secepat upah minimum.

Gambar 5.1 Rata-rata upah minimum bulanan dan rata-rata

upah penerima gaji (2007 Rp)

0

5,00

1000

1,500

2,000

2,500

3,000

3,500

0

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

7,000

1991

3991

4991

5991

6991

7991

8 991

9 991

00 02

1 002

20 02

30 02

40 02

50 02

60 02

7002

Rata

-rat

a up

ah m

inim

um (2

007

Rp)

Rata

-rat

a up

ah k

arya

wan

(200

7 Rp

)

Rata-rata upah Rata-rata upah minimum

Sumber:Perkiraan Bank Dunia berdasarkan Sakernas.

Selama tahun-tahun krisis pada

1997-99, kejatuhan ekonomi

dan lonjakan infl asi

menyebabkan anjloknya upah

minimum. Krisis keuangan Asia

berdampak besar terhadap

Indonesia karena menimbulkan

kejatuhan ekonomi dan lonjakan

infl asi. Lonjakan ini didorong oleh

ambruknya nilai Rupiah dan

suntikan modal demi

menyelamatkan sejumlah bank.

Lonjakan infl asi kemudian

menyebabkan anjloknya upah

minimum riil dan upah riil;

keduanya turun sampai sekitar 30

persen. Anjloknya upah riil

bersamaan dengan realokasi pekerja ke pertanian memungkinkan angka lapangan kerja total bertahan

relatif stabil.

97 PDB per kapita dibandingkan berdasarkan Purchasing Power Parity (PPP. Analisis tersebut juga menggunakan PDB per pekerja dan upah rata-rata untuk dibandingkan dengan upah minimum. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan ketiga indikator tersebut, lihat Saget (2008): hal 28.

98 Rama, 1996.

Page 108: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

106 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Upah minimum kembali meningkat dan tumbuh dengan cepat selama tahun 1999-2003 bersamaan

dengan pulihnya demokrasi dan menjamurnya serikat pekerja. Dari tahun 1999 sampai 2003, upah

minimum riil tumbuh rata-rata 9,6 persen per tahun. Hal ini mencerminkan reformasi demokrasi dan diakuinya

hak kebebasan berserikat sehingga serikat buruh berkembang pesat, dan selanjutnya meningkatkan

tekanan politik untuk menaikkan tingkat upah minimum.99 Seiring naiknya daya tawar serikat pekerja, naik

pula upah minimum riil. Tuntutan upah juga mencerminkan upaya para pekerja untuk memperoleh kembali

tingkat upah mereka sebelum krisis, yang tercapai pada tahun 2002. Upah minimum masih terus meningkat

dengan laju yang sedikit lebih tinggi daripada upah rata-rata, sampai tahun 2005.

Kenaikan upah minimum mulai melambat setelah pengesahan Undang-Undang Ketenagakerjaan

(No. 13/2003) dan sejak tahun 2005, upah minimum tumbuh lebih lambat daripada upah rata-

rata. Pada tahun 2003, Pemerintah Indonesia mengubah proses penetapan upah minimum melalui

Undang-Undang Ketenagakerjaan (lihat Kotak 5.1). Menyusul langkah ini, pertumbuhan upah minimum

riil melambat sampai rata-rata 1,9 persen per tahun selama 2004-2007. Perlambatan ini kemungkinan tidak

sepenuhnya terkait dengan pengesahan undang-undang baru. Dewan pengupahan, yang telah dibentuk

sejak 2001, kemungkinan berperan lebih besar dalam membatasi pertumbuhan upah minimum riil dengan

menegosiasikan kenaikan upah minimum yang kecil berdasarkan survei harga, bukan perundingan. Selain

itu, pihak yang terlibat dalam diskusi tripartit tampaknya telah belajar dari pengalaman sehingga para pihak

dapat merundingkan upah minimum secara lebih konstruktif dengan mempertimbangkan kepentingan

ekonomi yang lebih luas.

Perdebatan saat ini berfokus pada aspek kelembagaan dan teknis kerangka kerja penetapan upah

minimum. Pada tingkat teknis, pengukuran standar hidup yang layak telah menjadi pusat perhatian dalam

diskusi antara serikat pekerja dan asosiasi bisnis. Serikat pekerja menginginkan supaya tingkat upah minimum

setidaknya dapat memenuhi kriteria Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan pertumbuhannya sebanding dengan

infl asi. Sementara itu, pemberi kerja berpendapat bahwa pembuat kebijakan menjalankan upah minimum

bukan sebagai batas upah terendah atau jaring pengaman sosial, tetapi lebih sebagai proses penetapan

upah yang menetapkan upah awal relatif tinggi pada perusahaan besar sehingga tidak mewakili biaya bagi

semua pekerja. Pemberi kerja beralasan bahwa pengukuran dan survei KHL yang mendasari negosiasi upah

sesungguhnya menghasilkan perkiraan harga makanan dan non-makanan yang terlalu tinggi.100

Intervensi lewat kebijakan yang dilakukan baru-baru ini bertujuan memberi kelonggaran bagi

pemerintah lokal untuk membatasi upah minimum demi menghadapi turunnya permintaan yang

diperkirakan akan terjadi akibat krisis ekonomi global. Pada bulan Oktober 2008, Kementerian Dalam

Negeri, Perdagangan, Perindustrian, dan Tenaga Kerja mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB)

yang mengimbau pemerintah lokal dan propinsi untuk membatasi kenaikan upah minimum agar tidak

memberatkan kemampuan keuangan perusahaan dan menjaga agar kenaikannya sebanding dengan

tingkat pertumbuhan ekonomi nasional. Selain itu, SKB tersebut juga mengimbau forum tripartit dan

dewan pengupahan tingkat nasional dan daerah untuk menetapkan kenaikan upah minimum dengan

mempertimbangkan kondisi ekonomi keseluruhan yang sedang mengalami kesulitan. Terjadi sejumlah

demonstrasi pekerja yang memprotes SKB tersebut dan menuntut agar kenaikan upah minimum mengikuti

pedoman KHL dan setidaknya sebanding dengan tingkat infl asi.101

99 Lihat Bab 6 untuk diskusi lebih jauh mengenai pertambahan jumlah serikat pekerja selama proses demokratisasi di Indonesia.

100 Sebagai contoh, pada tahun 2005, Bappenas mengadakan survei terhadap perusahaan, asosiasi pemberi kerja, serikat pekerja, dan pekerja di Banten, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Bappenas mendapati bahwa sekitar 70 persen perusahaan meyakini bahwa upah minimum sebesar Rp 500.000 – 700.000 yang saat itu berlaku di ketiga propinsi tersebut sudah cukup. Tetapi, para pekerja dalam jumlah persentase yang sama menjawab bahwa nilai upah tersebut tidak mencukupi. Demikian pula sejumlah besar perusahaan berpandangan bahwa KHL bukanlah ukuran yang cocok untuk menetapkan upah minimum, sementara kebanyakan serikat pekerja dan pekerja justru meyakini hal yang sebaliknya (Bappenas, 2006).

101 Lihat Keputusan Bersama Empat Menteri mengenai Pemeliharaan Momentum Pertumbuhan Ekonomi Nasional Dalam Mengantisipasi Perkembangan Perekonomian Global yang dikeluarkan tanggal 27 Oktober 2008

Page 109: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

107

Bab 5

Upah Minimum

Kotak 5.1 Perkembangan hukum utama mengenai kebijakan upah minimum

Sebelum tahun 1998, dewan pengupahan propinsi memberi rekomendasi upah minimum kepada

gubernur. Gubernur kemudian memberi rekomendasi upah minimum propinsi kepada Menteri Tenaga Kerja yang

selanjutnya mengambil keputusan akhir mengenai penetapan upah minimum setiap propinsi. Sebelum tahun

1995, dasar untuk berbagai rekomendasi tersebut adalah Kebutuhan Fisik Minimum (KFM), sebuah daftar barang

konsumsi, baik makanan maupun non-makanan, yang ditentukan oleh Kementerian Tenaga Kerja (Keputusan

Menaker No. 81/1995) dan dipandang penting bagi penghidupan seorang pekerja. Sebuah peraturan dari

Kementerian Tenaga Kerja (No. 1/1999) memperluas daftar ini dan mengganti namanya menjadi Kebutuhan Hidup

Minimum (KHM).

Pada tahun 2000, penetapan upah minimum didesentralisasikan ke tingkat propinsi. Menteri Tenaga Kerja

menerbitkan keputusan (No. 226/2000) yang memberi wewenang kepada gubernur, walikota, dan bupati untuk

menetapkan tingkat upah minimum. Penetapan tersebut akan didasarkan pada rekomendasi dari forum tripartit

lokal dan propinsi, serta dewan pengupahan.

Undang-Undang Ketenagakerjaan (No. 13/2003) adalah undang-undang pertama yang membentuk

kerangka kerja komprehensif bagi penetapan upah minimum. Undang-undang ini memasukkan sebagian

besar substansi dan arah kebijakan dari keputusan dan peraturan sebelumnya, sekaligus menambahkan prinsip

pemandu secara umum. Elemen utama proses penetapan upah minimum adalah:

Propinsi dan kabupaten menetapkan upah minimum secara tahunan. Gubernur menetapkan upah minimum

setelah mempertimbangkan rekomendasi dari dewan pengupahan propinsi dan kabupaten (Peraturan No.

107/2004), serta bupati dan walikota. Upah minimum juga dapat ditetapkan berdasarkan sektor.

Dewan pengupahan mendasarkan rekomendasi mereka mengenai tingkat upah minimum pada Kebutuhan

Hidup Layak (KHL). KHL, yang diwajibkan oleh keputusan menteri (No. 17/2005), biasanya ditentukan melalui

survei yang dilakukan di pasar tradisional oleh dewan pengupahan tripartit terhadap harga 49 barang dalam

daftar KHL. Dalam dewan pengupahan juga termasuk perwakilan dari kantor lokal Biro Pusat Statistik (BPS).

Upah minimum berfungsi sebagai batas upah terendah sehingga upah minimum kabupaten atau kota tidak

boleh lebih rendah dari tingkat yang telah ditentukan di propinsi. Tetapi berlawanan dengan prinsip tersebut,

keputusan menteri selanjutnya (No. 231/103 pasal 90) secara tersirat mengakui bahwa upah minimum

bukanlah batas upah terendah karena keputusan tersebut memungkinkan perusahaan yang tidak mampu

segera menerapkan upah minimum untuk menunda pembayaran penuh selama jangka waktu tertentu dan/

atau menyesuaikan upah dengan standar KHL dengan mengikuti prosedur tertentu.

Tetapi, perdebatan kebijakan ini tidak memberi kejelasan mengenai siapa saja yang diuntungkan

dan dirugikan oleh kebijakan upah minimum. Meskipun perdebatan yang terjadi belakangan ini berfokus

pada aspek teknis proses penetapan upah minimum, masih ada sejumlah perbedaan mendasar dalam

pendekatan terhadap upah minimum. Permasalahan utama berkisar pada siapa saja yang diuntungkan dan

dirugikan ketika upah minimum meningkat. Sementara serikat pekerja dan asosiasi bisnis dapat mewakili

kepentingan mereka sendiri, para pekerja miskin dan informal tak mampu bersuara banyak secara politis

dan tidak terwakili dalam perdebatan saat ini. Bagian selanjutnya memeriksa bukti empiris mengenai efek

upah minimum terhadap pekerja dengan penekanan khusus pada pekerja miskin dan informal.

IV. Efek upah minimum terhadap pasar tenaga kerja

Efek upah minimum terhadap upah

Upah karyawan akan meningkat jika upah minimum dinaikkan. Upah minimum memiliki hubungan

yang positif, namun terbatas, dengan upah karyawan. Analisis regresi berdasarkan variasi perubahan upah

minimum propinsi memperlihatkan bahwa kenaikan upah minimum sebesar 10 persen berkaitan dengan

Page 110: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

108 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

kenaikan upah rata-rata sebesar 3 persen pada tahun yang sama.102 Efeknya masih tetap positif sampai

setidaknya dua tahun setelah kenaikan, namun arah hubungan sebab akibatnya tidak jelas. Upah karyawan

mungkin saja terdongkrak oleh pesatnya pertumbuhan ekonomi dan keadaan ini kemudian memicu

kenaikan upah minimum.

Karyawan tidak memperoleh manfaat penuh dari kenaikan upah minimum akibat tren

ketidakpatuhan yang semakin meningkat. Ketidakpatuhan (didefi nisikan sebagai persentase pekerja

yang melaporkan penghasilan lebih rendah daripada upah minimum yang berlaku) kini semakin meningkat

di Indonesia. Pada tahun 1991, tingkat ketidakpatuhan adalah 22 persen, tetapi pada tahun 2007, angkanya

mencapai 40 persen. Tampaknya tren ketidakpatuhan ini mengikuti pola upah minimum, tetapi ada sedikit

jeda (Gambar 5.2). Analisis regresi berdasarkan data yang mencakup periode dari tahun 1991 sampai 1997

memperlihatkan bahwa kenaikan 10 persen berkaitan dengan naiknya tingkat ketidakpatuhan sebesar 2,6

persen pada tahun berikutnya.

Gambar 5.2 Upah minimum dan ketidakpatuhan

0

1,000

2,000

3,000

4,000

0

10

20

30

40

50

0991

1991

3991

4991

5991

6991

7991

8991

9991

0002

1002

2002

3002

4002

5002

6002

7002

Tingkat ketidakpatuhan (%, sumbu kiri) Rata-rata upah minimum per jam (Rp, sumbu kanan)

Sumber:Perhitungan Bank Dunia berdasarkan Sakernas

Efek upah minimum

terhadap lapangan

kerja

Penelitian sebelumnya

mengenai efek upah minimum

terhadap lapangan kerja tidak

menghasilkan kesimpulan yang

pasti, tetapi mengisyaratkan

adanya efek negatif terhadap

lapangan kerja formal. Dua

penelitian mengkaji efek kenaikan

upah minimum terhadap

lapangan kerja di perusahaan

menengah dan besar pada

tahun 90-an.103 Masing-masing

menemukan bahwa kenaikan upah minimum sebesar 10 persen mengurangi lapangan kerja sampai

1,5 persen, meskipun perkiraannya tidak selalu benar. Studi berbasis perusahaan itu juga menemukan

bahwa efek tersebut lebih kuat pada perusahaan yang lebih kecil dan pekerja produksi tanpa keahlian.

Beberapa penelitian yang lain menggunakan data rumah tangga untuk mengkaji hubungan antara kondisi

ketenagakerjaan dan upah minimum di tingkat propinsi. Penelitian awal memperlihatkan adanya efek

negatif, meskipun kecil, terhadap lapangan kerja perkotaan dengan elastisitas antara 0 sampai -0,07.104 Studi

yang lain lagi menemukan efek yang lebih besar, terutama terhadap pekerja yang muda, tanpa keahlian, dan

perempuan, baik pada masa sebelum maupun sesudah krisis.105 Penelitian baru-baru ini mendapati bahwa

102 Lihat Lampiran V.1. Dalam regresi tersebut, dilakukan kontrol terhadap karakteristik kabupaten yang tertinggal dan karakteristik pekerja yang telah ditentukan (predetermined worker characteristic) Karakteristik kabupaten tertinggal termasuk: Karakteristik kapupaten tertinggal termasuk upah minimum propinsi, pangsa penduduk pada dua kuintil terbawah untuk perkiraan konsumsi, dan rata-rata kabupaten untuk indikator pasar tenaga kerja berikut: Upah karyawan, persentase lapangan kerja di bidang pertanian dan industri, persentase lapangan kerja menurut jenis pekerjaan, dan tingkat pekerjaan serta pengangguran. Karakteristik pekerja pratertentu termasuk: Jenis kelamin; umur dan kuadratnya, tingkat pencapaian pendidikan, keikutsertaan pada pendidikan kejuruan, lokasi (kota/desa), dan tahun.

103 Alatas dan Cameron, 2003, serta Harrison dan Scorse, 2004.

104 Rama, 1996

105 Suryahadi et al, 2003.

Page 111: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

109

Bab 5

Upah Minimum

upah minimum mempunyai efek yang lebih kecil terhadap lapangan kerja.106 Cukup banyak dari antara

penelitian tersebut juga mempertimbangkan efek upah minimum terhadap lapangan kerja formal, dan

hasilnya lagi-lagi kurang pasti. Satu studi tidak berhasil menemukan dampak negatif yang berarti dari upah

minimum terhadap lapangan kerja formal.107 Tetapi, tiga studi lain yang dilakukan kemudian mendapati

bahwa kenaikan upah minimum berkaitan dengan naiknya tingkat informalitas.108 Lampiran V.4 meninjau

sumber data dan kesimpulan dari sebagian besar studi tersebut.

Laporan ini menyampaikan perkiraan baru mengenai efek upah minimum yang mungkin dapat

memperbaiki studi sebelumnya. Perkiraan apa pun mengenai efek upah minimum terhadap kondisi

ketenagakerjaan harus mengatasi dahulu sebuah masalah mendasar, yaitu bagaimana memisahkan antara

efek kenaikan upah minimum dan efek kondisi ekonomi lokal yang dapat menimbulkan kenaikan upah

minimum. Kerumitan ini terjadi karena sulitnya mengidentifi kasi berbagai faktor yang digunakan dewan

pengupahan propinsi dan para pemimpin kabupaten ketika menegosiasikan upah minimum. Sebagai

contoh, propinsi akan lebih mungkin menaikkan upah minimum ketika terjadi pertumbuhan ekonomi.

Tetapi, pertumbuhan ekonomi yang pesat dapat menutupi efek negatif upah minimum terhadap lapangan

kerja. Karena permasalahan ini, dan juga karena kesimpulan yang tidak pasti dari studi sebelumnya, kami

menghitung kembali perkiraan efek kenaikan upah minimum terhadap pasar tenaga kerja. Meskipun

metodologi yang dipakai dalam Laporan Lapangan Kerja gagal memisahkan efek kenaikan upah

minimum dengan efek kondisi ekonomi lokal, metodologi ini menggunakan dua inovasi yang mungkin

dapat mengurangi masalah tersebut. Yang pertama, efek kenaikan upah minimum propinsi dikaji pada

tingkat individu, bukan tingkat propinsi, sambil melakukan kontrol terhadap karakteristik individu seperti

pendidikan dan usia. Yang kedua, perkiraan tersebut mengkaji efek kenaikan upah minimum terhadap

kondisi ketenagakerjaan pada tahun berikutnya. Hal ini akan merekam efek kenaikan upah minimum

dengan lebih baik jika perusahaan melakukan penyesuaian praktik mempekerjakan karyawan dalam jangka

waktu beberapa bulan.

Gambar 5.3 Upah minimum dan lapangan kerja

0

1,000

2,000

3,000

4,000

55

60

65

70

0991

1991

2991

3991

4991

6991

7991

89 91

9991

0002

1002

2002

3002

4002

5002

6002

7002

Tingkat lapangan kerja (%, sumbu kiri) Rata-rata upah minimum per jam (Rp, sumbu kanan)

Sumber:Perhitungan Bank Dunia berdasarkan Sakernas

Kenaikan upah minimum tidak

menimbulkan efek yang nyata

terhadap tingkat pekerjaan dan

pengangguran secara

keseluruhan. Perbandingan tren

upah minimum dengan tingkat

pekerjaan agregat sejak tahun

1999 mengisyaratkan bahwa

kenaikan upah minimum

kemungkinan dapat menurunkan

lapangan kerja (Gambar 5.3).

Tetapi, hal ini tidak didukung oleh

analisis regresi berdasarkan variasi

kenaikan upah minimum dari

berbagai propinsi. Kenaikan upah

minimum pada tahun tertentu

tidak menimbulkan efek yang

tampak jelas terhadap kondisi

lapangan kerja pada tahun

106 Pratomo, 2008

107 Islam dan Nazara, 2000.

108 Bird dan Manning, 2002, Comola dan de Mello, 2008, serta Pratomo, 2008

Page 112: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

110 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

berikutnya. Meskipun demikian, perkiraan ini bukanlah hal yang pasti dan tidak menafi kan kemungkinan

adanya efek yang substansial.109 Dalam beberapa kasus, upah minimum yang lebih tinggi berkaitan dengan

penurunan kecil dalam tingkat pengangguran satu atau dua tahun kemudian. Tetapi, efek ini tidak signifi kan

secara statistik dan diperkirakan relatif kecil karena kenaikan upah minimum riil 10 persen hanya terkait

dengan turunnya pengangguran 0,2 persen dua tahun kemudian. Hal ini terjadi untuk semua pekerja, tanpa

memandang jenis kelamin, tingkat pendidikan, atau lokasi.110

Kenaikan upah minimum berkaitan dengan pergeseran substansial dari pekerjaan industri menjadi

pekerjaan pertanian. Bab 2 laporan ini mengidentifi kasi kenaikan pesat tingkat upah sebagai faktor

penting yang berpeluang ikut menyebabkan pertumbuhan tanpa pekerjaan (pertumbuhan ekonomi

yang tidak disertai tumbuhnya lapangan kerja sektor formal atau non-pertanian) pada periode 1999-2003

di Indonesia. Perbandingan tren antara upah minimum dan struktur tenaga kerja tidak memperlihatkan

adanya hubungan yang jelas antara upah minimum dan lapangan kerja industri (Gambar 5.4). Namun,

hal yang berbeda ditemui melalui pengamatan terhadap efek kenaikan upah minimum yang bervariasi

menurut propinsi, dalam satu kesatuan model regresi. Perkiraan tersebut mengisyaratkan bahwa kenaikan

10 persen pada upah minimum tahun sebelumnya berkaitan dengan penurunan 1 persen pada lapangan

kerja industri dan kenaikan 0,6 persen pada pertanian.111 Berbagai efek tersebut tidak tampak jelas jika dilihat

pada tahun yang sama dengan tahun dinaikkannya upah minimum, tetapi akan menjadi jelas saat dilihat

pada tahun berikutnya.

Gambar 5.4 Upah minimum dan lapangan kerja industri

0

1,000

2,000

3,000

4,000

0

10

20

30

0991

1991

299 1

399 1

49 91

69 91

799 1

89 91

999 1

00 02

10 02

20 02

30 02

400 2

50 02

600 2

700 2

Pangsa pekerja sektor industri (%, sumbu kiri) Rata-rata upah minimum per jam (Rp, sumbu kanan))

Sumber:Perhitungan Bank Dunia berdasarkan Sakernas 2006

Kenaikan upah minimum

tampaknya memiliki

kemungkinan lebih besar untuk

mendesak perempuan ke

pekerjaan pertanian dan

pekerja yang memiliki keahlian

untuk keluar dari industri. Jika

dibandingkan dengan laki-laki,

upah minimum memiliki efek

yang lebih besar terhadap peluang

perempuan untuk bekerja di

sektor industri. Selain itu,

perempuan juga memiliki

kemungkinan lebih besar untuk

pindah ke pekerjaan pertanian

menyusul kenaikan upah

minimum. Bagi perempuan,

kenaikan 10 persen pada upah

minimum tampaknya mengakibatkan penurunan lapangan kerja industri sebesar 1,2 persen pada tahun

berikutnya, dan kenaikan lapangan kerja pertanian 1 persen. Sebaliknya bagi laki-laki, kenaikan yang sama

mengakibatkan penurunan lapangan kerja industri sebesar 0,9 persen dan kenaikan lapangan kerja pertanian

0,5 persen. Sementara itu, kenaikan 10 persen pada upah minimum meningkatkan kemungkinan pekerja

yang memiliki keahlian untuk masuk ke sektor pertanian sampai 1 persen, sementara kemungkinan tersebut

hanya meningkat 0,5 persen untuk pekerja tanpa keahlian. Kenyataan bahwa upah minimum menyebabkan

109 Lihat Lampiran V.2.

110 Tidak adalah sub-kelompok pekerja – dikategorikan berdasarkan pendidikan, gender, atau desa/kota – yang mengalami penurunan lapangan kerja atau kenaikan pengangguran setelah upah minimum meningkat. Variabel kontrol sama seperti yang tertulis pada lampiran V.1 dan catatan kaki 9.

111 Lampiran V.2

Page 113: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

111

Bab 5

Upah Minimum

penurunan lapangan kerja industri yang lebih berat bagi pekerja yang memiliki keahlian daripada pekerja

tanpa keahlian, mencerminkan peran upah minimum sebagai mekanisme penentu upah di seluruh bagian

distribusi upah.

Gambar 5.5 Upah minimum dan lapangan kerja formal

0

1,000

2,000

3,000

4,000

20

30

40

50

60

0991

1991

2991

3 99 1

4991

6 99 1

7991

8 99 1

9991

000 2

1 00 2

2002

3 00 2

4002

5 00 2

6 00 2

7 00 2

Pangsa lapangan kerja formal (%, sumbu kiri) Rata-rata upah minimum per jam (Rp, sumbu kanan)

Sumber:Perhitungan Bank Dunia berdasarkan Sakernas

Perubahan dalam struktur

tenaga kerja akibat kenaikan

upah minimum menyebabkan

ekspansi sektor informal. Tren

yang terjadi mengisyaratkan

bahwa upah minimum dan tingkat

informalitas memiliki keterkaitan.

Seiring meningkatnya upah

minimum riil, terutama dari tahun

1999 sampai 2003, pangsa pekerja

yang dipekerjakan di sektor formal

mengalami kontraksi (Gambar

5.5). Hasil regresi

mengkonfi rmasikan hal ini dan

memperlihatkan bahwa, secara

rata-rata, kenaikan 10 persen pada

upah minimum mengakibatkan

penurunan 1 persen, baik untuk pekerjaan formal maupun industri, pada tahun berikutnya. Efek ini memang

telah diduga akan terjadi karena pergeseran keluar dari sektor industri ke pertanian adalah pergeseran yang

tipikal dari pekerjaan formal ke informal. Sama seperti efek terhadap lapangan kerja pertanian dan industri,

efek tersebut hanya dirasakan pada tahun berikutnya menyusul kenaikan upah minimum.

Kenaikan upah minimum ternyata tidak memiliki efek yang jauh lebih berat terhadap pekerja yang

muda, berada di perkotaan, atau miskin. Meskipun para pekerja yang muda, berada di perkotaan, dan

miskin terkadang dipandang sebagai yang paling rentan terhadap kenaikan upah minimum, ternyata

kelompok ini tidak lebih terpengaruh daripada keseluruhan pekerja terhadap efek dari kenaikan upah

minimum pada kedua sektor pekerjaan dan kerja formal. Selain itu, kenaikan upah minimum mengurangi

peluang mendapat pekerjaan formal secara sama rata untuk semua jenis pekerja, termasuk perempuan dan

pekerja yang memiliki keahlian.

Efek kenaikan upah minimum terhadap jenis pekerjaan sangat kuat setelah satu tahun, tetapi jauh

lebih lemah setelah dua tahun. Kenaikan 10 persen pada upah minimum berkaitan dengan penurunan

1 persen pada lapangan kerja industri dan formal, serta kenaikan 0,6 persen pada pertanian setahun

kemudian. Tabel 5.2 membandingkan berbagai nilai tersebut dengan perubahan yang dialami Indonesia

pada masa terburuk krisis keuangan dari tahun 1997 sampai 1998. Efek dari kenaikan 10 persen pada upah

minimum terhadap struktur tenaga kerja sangatlah besar, dengan rentang antara 15 sampai 35 persen dari

perubahan yang dialami selama krisis. Tetapi, efek upah minimum ini jauh lebih lemah setelah dua tahun.

Efek upah minimum terhadap lapangan kerja sektoral hilang sepenuhnya setelah dua tahun, dan efeknya

terhadap kerja formal berkurang sampai setengah. Salah satu penjelasan yang mungkin untuk hal ini adalah

bahwa kenaikan upah minimum cenderung terjadi pada propinsi yang prospek pertumbuhan jangka

menengahnya kuat. Setelah dua tahun, pertumbuhan jangka menengah yang kuat dapat menghapus efek

negatif sementara dari kenaikan upah minimum.

Page 114: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

112 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Tabel 5.2 Perbandingan efek upah minimum terhadap lapangan kerja dengan perubahan saat

krisis

Perubahan pangsa lapangan kerja

(dalam persentase)

Tahun krisis

(1997-1998)

Kenaikan upah minimum 10 persen

Tahun berikutnya Dua tahun kemudian

Formal -3,3 -1,0 -0,5

Pertanian 4,2 0,6 0,0

Industri -2,8 -1,0 -0,2

Sumber:Sakernas

Efek upah minimum terhadap distribusi

Rumah tangga yang lebih miskin hanya memperoleh manfaat yang relatif kecil dari kenaikan upah

minimum. Hal ini terjadi karena dua alasan:

Yang pertama, kebanyakan pekerja miskin tidak bekerja di bidang yang membayarkan gaji dan upah

sehingga mereka tidak memperoleh manfaat dari aturan upah minimum. Dari semua pekerja yang

menerima gaji, hanya 22 persen saja yang berada di dua kuintil pengeluaran konsumsi terendah,

sedangkan hampir 62 persen yang lain berada di kuintil atas.

Kedua, kalau pun pekerja miskin memiliki pekerjaan yang membayarkan gaji, mayoritas bekerja

dengan bayaran di bawah upah minimum. Hampir 55 persen dari pekerja penerima upah dan gaji

yang berada di kuintil termiskin perkiraan konsumsi per kapita, melaporkan bahwa penghasilan mereka

lebih kecil dari upah minimum (Gambar 5.6).112 Karena banyak pekerja miskin mempunyai pekerjaan

yang membayar di bawah upah minimum, maka penghasilan tersebut menjadi bagian besar dari

penghasilan rumah tangga. Dari keseluruhan penghasilan rumah tangga miskin yang berasal dari gaji,

lebih dari setengahnya berasal dari gaji pekerjaan di bawah upah minimum (Gambar 5.7). Hal ini kontras

dengan penghasilan dari pekerjaan di atas upah minimum (100-150 persen dari upah minimum) yang

hanya menyumbangkan 26 persen terhadap keseluruhan penghasilan rumah tangga miskin pada

tahun 2006.

Gambar 5.6 Ketidakpatuhan terhadap upah minimum

0

10

20

30

40

50

60

Bawah Kedua Ketiga Keempat Atas

Pers

enta

se k

arya

wan

pe

nerim

a ga

ji

Kuintil Perkiraan Konsumsi Per Kapita

Sumber:Sakernas tahun?

Upah minimum di Indonesia

tampaknya lebih dipakai

sebagai mekanisme penentu

upah daripada jaring pengaman

sosial. Upah minimum bukanlah

jaring pengaman yang efektif bagi

pekerja miskin dan berupah

rendah karena mereka cenderung

tidak merasakan manfaat

perubahan kebijakan. Tingkat

upah minimum cukup dekat

dengan upah rata-rata karyawan,

sebuah isyarat bahwa kebijakan

upah minimum dimanfaatkan

sebagai mekanisme penentu

112 Penghasilan dari upah bisa jadi dilaporkan lebih rendah dalam survei rumah tangga sehingga mengakibatkan tingkat ketidakpatuhan ditaksir terlalu tinggi. Meski demikian, ketidakpatuhan kemungkinan tetaplah besar.

Page 115: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

113

Bab 5

Upah Minimum

upah dengan memberikan sinyal tingkat upah yang diharapkan bagi semua pekerja sektor formal. Dugaan

ini diperkuat oleh masalah lain yang berkaitan dengan pemanfaatan upah minimum sebagai mekanisme

penentu upah: turunnya tingkat kepatuhan, pertambahan pekerjaan sektor formal yang lebih lambat, dan

manfaat upah yang hanya dirasakan secara terbatas oleh pekerja miskin. Kenaikan upah minimum

menimbulkan masalah terutama dalam konteks penetapan upah karena kenaikan ini tak hanya meningkatkan

upah bagi mereka yang bayarannya paling kecil, tetapi juga bagi semua pekerja dalam spektrum upah

sehingga mengakibatkan pemberi kerja untuk mempekerjakan lebih sedikit pekerja.

V. Rekomendasi

Memanfaatkan upah minimum murni sebagai jaring pengaman bagi mereka yang berupah rendah,

bukan sebagai mekanisme penentu upah. Perundingan bersama seharusnya tetap lebih fokus pada infl asi

(indeks harga konsumen, IHK) sebagai rujukan utama bagi negosiasi upah dan mengurangi penggunaan

aturan upah minimum sebagai rujukan utama bagi negosiasi gaji. Selain IHK, sistem perundingan bersama

yang lebih kuat juga dapat memanfaatkan informasi mengenai upah pekerja yang setara, dan informasi

terbuka mengenai keuntungan perusahaan. Hal ini akan memungkinkan kenaikan upah masing-masing

pekerja untuk mencerminkan perubahan pada nilai pekerjaan mereka, bukannya menggunakan hasil

perkiraan komite teknis untuk kenaikan Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

Negosiasi dua pihak di tingkat pabrik seharusnya menjadi mekanisme pilihan bagi penetapan

upah. Perbaikan koordinasi tawar-menawar antara pemberi kerja dan pekerja seharusnya difokuskan pada

mekanisme negosiasi dua pihak, bukannya pada tingkat daerah atau propinsi berdasarkan upah minimum.

Untuk dapat melakukan negosiasi upah dua pihak dengan baik, diperlukan hubungan yang kuat dengan

perusahaan. Pertemuan dua pihak yang saat ini dilakukan antara asosiasi pemberi kerja dan serikat pekerja

untuk menyelesaikan perselisihan dan persoalan tenaga kerja, dapat menjadi langkah pertama ke arah

tersebut.

Tetap bersikap hati-hati dalam menaikkan upah minimum untuk menghindari sejumlah masalah

yang terkait dengan kebijakan penetapan upah minimum yang tinggi. Beberapa masalah ini sudah

tampak di Indonesia: tingkat ketidakpatuhan yang tinggi, pertambahan pekerjaan formal yang lambat ketika

upah minimum naik, dan pekerja miskin yang tidak beranjak dari ekonomi informal. Sejak 2003, dewan

pengupahan propinsi telah memperlihatkan kehatian-hatian dengan menaikkan upah minimum pelan-

pelan. Kenaikan upah minimum yang melebihi tingkat infl asi IHK sebaiknya tetap dihindari karena berbagai

alasan berikut:

Pekerja informal memperoleh penghasilan tiga puluh persen lebih kecil daripada pekerja formal, tetapi

upah mereka akan naik senilai itu pula begitu mereka pindah ke pekerjaan formal.113 Penjelasan yang

paling mungkin atas hal ini adalah bahwa upah minimum telah ditentukan di atas tingkat upah pasaran

sehingga merugikan pekerja informal yang tersisih dari sektor formal.

Kebanyakan karyawan yang menerima upah sama dengan atau di atas upah minimum bukanlah

kaum miskin, baik karena karyawan yang menerima upah cenderung tidak miskin, dan juga karena

ketidakpatuhan terhadap aturan upah minimum masih tinggi.

Kenaikan upah minimum tampaknya terkait dengan realokasi dari industri ke pertanian yang cukup

besar, namun sementara saja, serta dampak yang bertahan lebih lama berupa penurunan tingkat

formalitas.

113 Lihat Bab 3.

Page 116: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

114 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Menanggapi kemerosotan ekonomi melalui penurunan upah seperti yang dilakukan Indonesia tahun

1998, alih-alih melalui pengurangan lapangan kerja, dapat membantu supaya dampaknya ditanggung

lebih banyak orang dan dapat mempertahankan efi siensi. Pemulihan Indonesia yang terjadi relatif

cepat, paling dari sisi indikator sosial, mengisyaratkan bahwa efek penurunan upah drastis pada tahun

1998 tidak menimbulkan akibat buruk dalam jangka panjang.

Pada akhirnya, jika kenaikan upah minimum dibatasi, pertumbuhan ekonomi dapat lebih tinggi

sehingga menyebabkan kenaikan upah rata-rata dan menjadikan upah minimum lebih sebagai

batas upah terendah. Hal ini tak hanya akan memperbaiki kepatuhan secara mekanisme, tetapi juga

mendorong timbulnya kepatuhan dari berbagai perusahaan yang kemungkinan tidak akan patuh pada

tingkat upah minimum lebih tinggi.

Memperkuat penegakan aturan upah minimum yang telah ada melalui perbaikan pemantauan oleh

kantor Dinas Tenaga Kerja lokal dan pemangku kepentingan yang relevan. Pekerja berpenghasilan

rendah akan lebih diuntungkan oleh penegakan aturan upah minimum yang telah ada dengan lebih tegas,

daripada menaikkan lagi upah minimum. Hal ini dapat dilakukan melalui perbaikan sistem perundingan

bersama dan meningkatkan sumber daya Dinas Tenaga Kerja untuk memantau dan menegakkan

kepatuhan.

Page 117: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

Bab 6

Perundingan Bersama &

Penyelesaian Sengketa

Serikat Buruh dan Pengadilan Hubungan Industri

Page 118: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

116 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Bab 6 Ringkasan & Rekomendasi

Setelah Indonesia mengalami redemokratisasi dan kebebasan berserikat diakui, jumlah serikat pekerja di tingkat

pabrik dan nasional terus bertambah. Serikat Pekerja kini mewakili sepersepuluh dari semua pekerja, angka yang

cukup tinggi jika dibandingkan dengan standar regional. Anggota serikat pekerja cenderung bekerja di perusahaan

besar dan berasal dari rumah tangga yang mampu. Mereka menikmati upah yang nilainya 18 persen lebih tinggi

dan berpeluang lebih besar untuk memperoleh tunjangan non-upah daripada pekerja non-anggota.

Sebagian besar perusahaan di Indonesia tidak mendokumentasikan syarat dan ketentuan pekerjaan, baik melalui

peraturan perusahaan maupun perjanjian bersama, seperti yang diwajibkan oleh Undang-undang Ketenagakerjaan.

Sementara itu, perusahaan yang patuh cenderung mengandalkan peraturan perusahaan yang dibuat secara

sepihak daripada menegosiasikan perjanjian kerja bersama dengan serikat pekerja. Hal ini kemungkinan besar

karena keanggotaan serikat pekerja yang terbatas, lemahnya keahlian negosiasi serikat pekerja tingkat pabrik, dan

preferensi perusahaan.

Indonesia melakukan reformasi sistem penyelesaian sengketa industri pada tahun 2004. Negosiasi tiga pihak masih

diwajibkan jika negosiasi dua pihak gagal menghasilkan kesepakatan, namun negosiasi tiga pihak tetap saja tidak

efektif untuk menyelesaikan sengketa. Berbagai sengketa, yang umumnya berkaitan dengan pemutusan hubungan

kerja, sering kali dibawa ke pengadilan hubungan industrial (PHI) yang baru dibentuk.

Pengkajian awal atas sejumlah contoh kasus di PHI yang berpusat di Jakarta memperlihatkan bahwa keterlambatan

dan penumpukan kasus telah memperlambat proses penyelesaian sengketa dan menciptakan ketidakpastian bagi

pemberi kerja maupun karyawan. Masalah ini kemungkinan besar terjadi akibat terbatasnya kapasitas dan sumber

daya manusia pada sistem pengadilan. Meskipun tidak ada bukti bahwa pengadilan memiliki bias sistematis, para

pekerja mengalami kesulitan dalam membiayai proses litigasi dan memahami kerumitan sistem hukum.

Rekomendasi:

Memperkuat perundingan bersama dan penyelesaian sengketa dua pihak pada tingkat pabrik untuk

menghindari proses penyelesaian yang panjang dan mahal melalui PHI. Sebuah pedoman perilaku atau

perangkat perundingan bersama yang baku dapat menjadi titik awal.

Meningkatkan kesadaran hukum pekerja serta keahlian hukum dan negosiasi serikat pekerja.

Memantau kinerja dan efektivitas serikat pekerja dan PHI melalui pengumpulan dan analisis data

yang lebih baik. Menggunakan informasi ini untuk menunjang perbaikan berkelanjutan di pengadilan

hubungan industrial.

I. Pendahuluan

Lembaga ketenagakerjaan memainkan peran kunci untuk memastikan bahwa kesepakatan kerja

antara pemberi kerja dan karyawan mengikuti standar aturan yang telah ditetapkan. Lembaga

semacam ini termasuk serikat pekerja yang memantau kepatuhan terhadap aturan tenaga kerja, seperti

aturan mempekerjakan dan memberhentikan, serta aturan upah minimum. Namun, serikat pekerja juga

berperan lebih luas dalam berhubungan dengan pemberi kerja atas nama anggotanya untuk menegosiasikan

upah dan tunjangan di atas batas minimum yang ditetapkan peraturan. Jika upah minimum dijadikan

jaring pengaman bagi mereka yang berupah paling rendah sesuai rekomendasi pada Bab 5, dan bukannya

dijadikan mekanisme penentu upah bagi semua karyawan, maka sangatlah penting untuk memperbaiki

efektivitas negosiasi dua pihak antara serikat pekerja tingkat pabrik dan perusahaan.

Lembaga penengah diperlukan ketika standar tenaga kerja minimum tidak diikuti dan negosiasi

dua pihak gagal menyelesaikan sengketa. Di Indonesia, lembaga utama yang bertanggung jawab

Page 119: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

117

Bab 6

Perundingan Bersama & Penyelesaian Sengketa

menyelesaikan sengketa tenaga kerja adalah Dinas Tenaga Kerja lokal dan Pengadilan Hubungan Industrial

(PHI). Kedua lembaga ini telah mengalami perubahan besar dalam sepuluh tahun terakhir. Dinas tenaga

kerja telah didesentralisasikan dan kini tak lagi berada di bawah Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi,

sedangkan pengadilan tenaga kerja yang baru didirikan tahun 2004 telah menggantikan proses penyelesaian

sengketa yang dulunya dikendalikan Departemen Tenaga Kerja.

Bab 6 mengkaji bagaimana hubungan pemberi kerja-karyawan dikelola melalui kedua lembaga

penengah tenaga kerja ini: serikat pekerja dan pengadilan tenaga kerja. Bab ini dibagi menjadi tiga

bagian.

Yang pertama mengamati cakupan keanggotaan serikat pekerja di Indonesia dan memberi gambaran

profi l anggota serikat pekerja.

Yang kedua mendiskusikan perundingan bersama di Indonesia dan kelebihan yang dinikmati anggota

serikat pekerja jika dibandingkan dengan pekerja non-anggota serikat pekerja.

Yang ketiga menjelaskan mekanisme penyelesaian sengketa sebelumnya dan saat ini, serta

menyampaikan temuan dari kajian awal mengenai pengadilan tenaga kerja di Jakarta.

Bagian keempat dan terakhir memberikan rekomendasi untuk memperkuat hubungan pemberi kerja-

karyawan melalui perbaikan perundingan bersama dan penyelesaian sengketa.

II. Serikat Pekerja

Para pekerja merasakan kebebasan yang lebih besar untuk berserikat sejak redemokratisasi

Indonesia. Meskipun Indonesia telah meratifi kasi Konvensi ILO No. 98 mengenai Hak Berserikat dan

Perundingan Bersama pada tahun 1956, kebebasan berserikat selama tahun 90-an hanya terjadi di atas

kertas. Selama masa Orde Baru, pemerintah mengendalikan satu-satunya serikat pekerja yang diizinkan

berdiri. Negara beserta aparat militernya mencampuri semua aspek hubungan industrial dan penyelesaian

sengketa, tanpa menyisakan ruang untuk perundingan bersama secara terbuka antara perusahaan dan

pekerja. Hal ini berubah seiring jatuhnya Orde Baru dan proses demokrasi yang membuka jalan bagi

reformasi hubungan industrial. Pemerintah meratifi kasi Konvensi ILO No. 87 mengenai Kebebasan Berserikat

dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi, yang diikuti dengan pengesahan tiga undang-undang utama

yang mengatur hubungan industrial: Undang-Undang No. 21/2000 mengenai Serikat Pekerja, Undang-

Undang Ketenagakerjaan (No. 13/2003), dan Undang-Undang No. 2/2004 mengenai Penyelesaian Sengketa

Hubungan Industrial.

Undang-Undang Serikat Pekerja mendefi nisikan peran serikat pekerja dan menetapkan aturan

pembentukannya. Menurut Undang-Undang No. 21/2000, serikat pekerja mewakili pekerja yang menjadi

anggotanya dalam tiga peran utama: menyuarakan kepentingan pekerja, menyusun perjanjian bersama,

dan menyelesaikan sengketa industrial, termasuk mengatur pemogokan kerja. Terdapat tiga tingkatan

serikat pekerja:

Serikat pekerja tingkat pabrik dapat dibentuk oleh paling sedikit sepuluh pekerja dalam sebuah

perusahaan. Perannya adalah menyampaikan hal yang menjadi sorotan anggotanya kepada pimpinan

perusahaan dan mewakili anggotanya dalam negosiasi dua pihak.114

Sebuah federasi serikat pekerja dapat dibentuk oleh paling sedikit lima serikat pekerja. Federasi biasanya

dibentuk berdasarkan sektor atau jenis pekerjaan (misalnya Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia

atau Federasi Serikat Pekerja Badan Usaha Milik Negara), tetapi kadang-kadang dapat pula berdasarkan

114 Simanjuntak, 2004.

Page 120: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

118 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

ideologi atau minat politik (misalnya Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia). Federasi tersebut dapat

memberikan bantuan hukum atau bantuan jenis lain kepada anggota serikat pekerja tingkat pabrik.

Sebuah konfederasi serikat pekerja dapat dibentuk oleh paling sedikit tiga federasi.115 Peran utama

konfederasi adalah mewakili anggotanya dalam forum dan negosiasi tiga pihak, di tingkat daerah

maupun nasional.

Gambar 6.1 Jumlah serikat pekerja di Indonesia (1996-2006)

a. Tingkat nasional b. Tingkat pabrik

11

21

36

6066

83 86 87 90

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

2,839

6,309

11,464

15,750

15,750

16,347

18,35218.352

11,444

0

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

12,000

14,000

16,000

18,000

20,000

1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

Sumber : ILO, 2006

Jumlah serikat pekerja, baik di tingkat pabrik maupun nasional, tumbuh pesat sejak demokratisasi.

Sejak dilaksanakannya kebebasan berserikat pada tahun 1998, segera terbentuk sepuluh serikat pekerja

tingkat nasional yang baru, beriringan dengan satu serikat pekerja yang memang telah ada sejak Orde

Baru. Pertumbuhan serikat pekerja baru, baik di tingkat pabrik maupun nasional, mencapai puncaknya pada

tahun 2001, dan kemudian mulai melambat sampai tahun 2005 (Gambar 6.1). Terjadi penurunan drastis

jumlah serikat pekerja tingkat pabrik pada tahun 2006 yang kemungkinan terkait dengan naiknya kasus

pemberhentian karyawan selama 2005-2006.116 Fragmentasi serikat pekerja di tingkat pabrik jarang menjadi

masalah di Indonesia.117

Serikat pekerja mewakili kira-kira sepersepuluh dari semua karyawan di Indonesia, angka yang

cukup tinggi jika dibandingkan dengan negara tetangga. Meskipun terjadi kenaikan jumlah serikat

pekerja dengan cepat, hanya 3,2 juta pekerja yang mengaku sebagai anggota serikat pekerja pada tahun

2007, sebuah angka yang mewakili 11,2 persen dari keseluruhan pekerja.118 Angka ini jauh lebih rendah

daripada klaim serikat pekerja dalam bentuk jumlah anggota yang tercatat, yaitu 8,2 juta pekerja pada tahun

2002 (30 persen dari keseluruhan karyawan), yang juga menjadi angka resmi yang dipublikasikan oleh

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Keanggotaan serikat pekerja di Indonesia sebenarnya sedang

saja jika dilihat dari standar internasional, tetapi angka ini cukup tinggi untuk ukuran kawasan. (Gambar 6.2).

Kurangnya data yang berasal dari survei menyebabkan tren keanggotaan serikat pekerja seiring waktu tidak

115 Saat ini ada tiga konfederasi yang mewakili pekerja di forum tiga pihak nasional: Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), dan Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSPSI).

116 Nugroho, 2008.

117 Fragmentasi serikat pekerja adalah keberadaan lebih dari satu serikat pekerja di satu perusahaan. Perwakilan APINDO menyatakan bahwa serikat pekerja berganda hanya terjadi di sekitar 9.000 dari seluruhnya 110.000 perusahaan (berdasarkan wawancara dengan Bank Dunia). Laporan penelitian yang lain menyatakan bahwa dari 47 perusahaan yang diteliti di wilayah Jabodetabek, 39 memiliki serikat pekerja dan hanya 3 yang melaporkan keberadaan lebih dari satu serikat pekerja (Rahayu dan Sumarto, 2003).

118 Sakernas, 2007. Karyawan didefi nisikan sebagai pekerja penerima upah dan gaji yang dipekerjakan oleh perusahaan swasta atau pemerintah. Angka ini sedikit lebih rendah daripada perkiraan IFLS tahun 2007 (16 persen dari semua karyawan) atau Laporan Daya Saing Global tahun 2005 dari Forum Ekonomi Dunia (14 persen).

Page 121: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

119

Bab 6

Perundingan Bersama & Penyelesaian Sengketa

dapat dipastikan. Namun, ada kekhawatiran bahwa tingkat keanggotaan serikat pekerja mungkin sedang

menurun akibat semakin tingginya ketergantungan pada pekerja kontrak jangka tetap dan pekerja alih daya

(outsourced worker).119

Serikat pekerja berhasil menegosiasikan upah yang lebih tinggi dan tunjangan lainnya bagi anggota

mereka. Karyawan anggota serikat pekerja memperoleh upah yang lebih tinggi daripada non-anggota.

Secara rata-rata, anggota serikat pekerja mendapat upah lebih tinggi 18 persen daripada non-anggota.120

Para anggota pun berpeluang lebih besar untuk menerima tunjangan non-upah seperti uang pesangon,

pelatihan, uang pensiun, tunjangan kesehatan, , jika dibandingkan dengan non-anggota (Gambar 6.3).

Serikat pekerja cenderung mewakili pekerja di perusahaan besar, sementara karyawan yang

bekerja di perusahaan kecil dan berasal dari rumah tangga miskin memiliki kemungkinan terbesar

untuk tidak menjadi anggota serikat pekerja.121 Keanggotaan serikat pekerja terkonsentrasi secara

tidak seimbang di perusahaan besar. Dari seluruh anggota serikat pekerja, 43 persen di antaranya bekerja

di perusahaan besar (perusahaan dengan jumlah karyawan di atas 100 orang), namun jumlah tersebut

hanya mencapai kurang dari 15 persen total karyawan non-pemerintah. Undang-Undang mengenai Serikat

Pekerja (No. 21/2000) yang mewajibkan paling sedikit 10 pekerja agar dapat membentuk serikat pekerja,

secara otomatis telah menutup peluang 26 persen dari total pekerja untuk berserikat karena mereka bekerja

di perusahaan kecil yang mempekerjakan terlalu sedikit staf untuk memenuhi syarat (Gambar 6.4). Karyawan

dari rumah tangga miskin juga berpeluang lebih kecil untuk bergabung dengan serikat pekerja. Meskipun

34 persen dari semua karyawan berasal dari rumah tangga pada dua kuintil terbawah, hanya 26 persen

anggota serikat pekerja yang berasal dari kategori ini.122 Hal ini kemungkinan besar karena pekerja yang

lebih miskin cenderung bekerja di perusahaan kecil.

Gambar 6.2 Keanggotaan serikat pekerja menurut negara

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

Sumber: Forum Ekonomi Dunia, Indeks Daya Saing Global, 2008.

119 Survei bulan Agustus 2007 bertanya kepada responden yang mengaku sebagai pekerja penerima upah dan gaji tentang apakah mereka menjadi anggota serikat pekerja. Ini adalah pertama kalinya survei mengajukan pertanyaan mengenai keanggotaan serikat pekerja. Tetapi, karena survei Sakernas berikutnya tidak lagi mengajukan pertanyaan tersebut, maka tren keanggotaan serikat pekerja tidak tersedia untuk Indonesia.

120 Berdasarkan regresi logistik upah per jam menggunakan data IFLS 2007 terhadap karakteristik individu, ukuran perusahaan, sektor, upah sebelumnya, dan kegiatan pasar tenaga kerja sebelumnya. Lihat Lampiran VI.2. Sebagai perbandingan, koefi sien untuk upah yang lebih besar bagi anggota serikat pekerja di Brazil bervariasi dari 15 sampai 20 persen antara 1986 dan 1999 (Bank Dunia, 2002).

121 Berdasarkan data dari IFLS 2007

122 Lihat Lampiran VI.1 untuk regresi determinan keanggotaan serikat pekerja, dan Lampiran VI.2 untuk distribusi keanggotaan serikat pekerja menurut karakteristik.

Page 122: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

120 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Gambar 6.3 Jumlah pekerja penerima tunjangan non-

upah menurut keanggotaan serikat pekerja

Gambar 6.4 Distribusi pekerja

menurut ukuran

perusahaan

0% 10% 20% 30% 40%0%

20%

40%

60%

80%

100%

Semua karyawan Anggota serikat pekerja

< 20 pekerja 20 -100 pekerja 100+ pekerja

Pelatihan

Tunjangan kesehahatan

Makan di tempat kerja

Tunjangan transpor

Pensiun

Uang pesangon

Anggota Serikat Pekerja Non-anggota

Sumber: IFLS, 2007. Sumber: IFLS, 2007.

III. Perundingan Bersama

Syarat dan ketentuan pekerjaan dijelaskan dalam peraturan perusahaan atau perjanjian kerja

bersama (PKB). Sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan, setiap perusahaan yang paling sedikit

memiliki sepuluh pekerja harus menetapkan syarat dan ketentuan pekerjaan, termasuk hak dan kewajiban

pemberi kerja dan pekerja, melalui peraturan perusahaan atau PKB. Kedua dokumen tersebut sama-sama

menjelaskan syarat dan ketentuan yang biasanya termasuk gaji, hari libur, ketentuan pensiun, jam kerja,

serta lembur pada akhir pekan dan hari kerja. Tetapi, kedua dokumen tersebut tercipta melalui proses yang

berbeda. Pemberi kerja biasanya membuat peraturan perusahaan secara sepihak, meskipun Undang-

Undang Ketenagakerjaan menyarankan untuk mempertimbangkan pula rekomendasi dari pekerja. Di sisi

lain, PKB adalah produk dari kesepakatan antara pemberi kerja dan serikat pekerja, dan terikat waktu selama

dua atau tiga tahun. Hanya diperbolehkan satu PKB untuk satu perusahaan dan PKB harus dinegosiasikan

oleh serikat pekerja yang mewakili mayoritas pekerja atau didukung oleh lebih dari 50 persen karyawan

anggota maupun non-anggota.

Banyak perusahaan cenderung mengandalkan peraturan perusahaan daripada menegosiasikan

perjanjian kerja bersama. Sebagian besar perusahaan tidak mematuhi Undang-Undang Ketenagakerjaan

dan sama sekali tidak mengeluarkan peraturan perusahaan atau menegosiasikan PKB.123 Hanya sejumlah

kecil perusahaan yang mengeluarkan peraturan perusahaan; kira-kira 36.000 peraturan semacam itu

didaftarkan setiap tahun, dari tahun 2001 sampai 2006 (Tabel 6.1). Jumlah perusahaan yang menegosiasikan

PKB dengan serikat pekerja bahkan lebih kecil lagi. Setiap tahun, hanya ada sekitar 9.000 perusahaan yang

menegosiasikan PKB dengan serikat pekerja. Meskipun jumlah PKB sejak 2001 meningkat setiap tahun

karena naiknya jumlah serikat pekerja, pemakaian peraturan perusahaan berkembang lebih cepat.124

123 Pada tahun 2006 hanya ada 45.878 peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama (PKB) yang didaftarkan dan dilaporkan ke Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Namun pada tahun yang sama, Sensus Ekonomi 2006 mencatat keberadaan 166.000 perusahaan dengan karyawan di atas 20 orang. Setiap perusahaan ini memiliki kewajiban hukum untuk membuat peraturan perusahaan atau PKB. Jumlah perusahaan yang tidak patuh sebenarnya lebih tinggi lagi karena aturan hukum tersebut diwajibkan bagi perusahaan dengan karyawan di atas 10 orang.

124 Nugroho (2008)

Page 123: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

121

Bab 6

Perundingan Bersama & Penyelesaian Sengketa

Tabel 6.1 Jumlah Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama

Tahun Peraturan Perusahaan Perjanjian Kerja Bersama

2001 36.030 8.997

2002 36.152 9.081

2003 36.174 9.102

2004 36.339 9.131

2005 36.483 9.154

2006 36.710 9.168

Sumber: Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, 2007, disalin dari Palmer, 2008.

Perundingan bersama di tingkat pabrik masih lemah karena terbatasnya cakupan serikat pekerja,

lemahnya keahlian negosiasi, dan preferensi perusahaan. Ada tiga alasan mengapa perusahaan yang

mematuhi peraturan lebih mungkin mengeluarkan peraturan perusahaan daripada menegosiasikan PKB

dengan serikat pekerja. Yang pertama, terbatasnya cakupan serikat pekerja menyebabkan jumlah serikat

pekerja tidak memadai untuk menegosiasikan PKB di semua perusahaan menengah dan besar. Sebagai

contoh pada tahun 2006, dari 166.000 perusahaan, hanya ada kurang dari 20.000 perusahaan yang memiliki

serikat pekerja.125 Kedua, daya tawar serikat pekerja tingkat pabrik mungkin terbatas karena lemahnya

keahlian negosiasi atau asimetri kekuatan. Studi sebelumnya memperlihatkan bahwa PKB sering kali hanya

menyebutkan kembali tunjangan yang telah ditetapkan dalam undang-undang ketenagakerjaan, sebuah

tanda lemahnya negosiasi dengan perusahaan.126 Ketiga, banyak pemberi kerja lebih suka mengeluarkan

peraturan perusahaan secara sepihak daripada bernegosiasi dengan serikat pekerja. Peraturan perusahaan

biasanya telah disiapkan terlebih dahulu dan cukup diserahkan kepada perwakilan pekerja untuk

ditandatangani. Sejumlah serikat pekerja telah mengungkapkan kekhawatiran mereka mengenai komitmen

dan itikad baik pihak perusahaan dalam menegosiasikan PKB.127

IV. Penyelesaian Sengketa dan Pengadilan Tenaga

Kerja

Sengketa terjadi saat proses dua pihak gagal menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima

perusahaan dan pekerja. Cakupan serikat pekerja yang rendah dan rendahnya keahlian negosiasi di

tingkat pabrik membatasi kemampuan menyelesaikan sengketa melalui proses perundingan bersama dan

negosiasi dua pihak. Hal ini terlihat dari laporan jumlah sengketa pekerja yang meningkat, terutama selama

2001-07 (Tabel 6.2), bersamaan dengan berkurangnya jumlah serikat pekerja tingkat pabrik. Kebanyakan

sengketa pekerja yang dilaporkan ke Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi terkait dengan kasus

pemutusan hubungan kerja. Jika mekanisme dua pihak gagal menyelesaikan konfl ik semacam ini, ada

risiko bahwa pekerja yang berserikat akan mogok kerja (lihat Kotak 6.1). Jika itu tidak terjadi, pemberi kerja

dan karyawan memiliki jalan keluar lain melalui lembaga penengah yang diciptakan untuk menyelesaikan

sengketa industrial.

125 Sensus Ekonomi, 2006; Sakernas, 2007. Total perusahaan mencakup perusahaan dengan karyawan di atas 20 orang.

126 Quinn, 2003. Penelitiannya menganalisis sampel berupa 109 PKB dari lima provinsi. Analisis ini membandingkan PKB dengan standar hukum dasar mengenai enam hal: gaji, hari libur, Jamsostek, jam kerja, dan lembur pada akhir pekan dan hari kerja. Pada setiap topik kecuali Jamsostek, lebih dari setengah PKB berisi ketentuan yang sama dengan standar hukum. Kira-kira 60 persen dari PKB berisi ketentuan mengenai uang transpor dan uang makan yang tidak ditentukan secara hukum, tetapi biasanya tercakup dalam negosiasi.

127 Palmer, 2008.

Page 124: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

122 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Tabel 6.2 Kasus sengketa pekerja dan pemutusan hubungan kerja, 2001 – 2006128

Tahun Kasus pemutusan hubungan kerja Sengketa jenis lain

Jumlah kasus Jumlah pekerja

2001 2.160 85.989 81

2002 2.445 114.933 101

2003 2.394 128.191 105

2004 2.386 123.929 63

2005* 1.784 66.604 92

2006 5.615 67.782 188

2007 3.252 28.317 190

Sumber: ILO dan Kementerian Tenaga Kerja dan TransmigrasiCatatan: *Sampai dengan Oktober 2005

Kotak 6.1 Pemogokan pekerja129130

Mogok kerja masih menjadi salah satu cara

pekerja dalam upaya mereka mengubah syarat

dan ketentuan pekerjaan, atau tindakan tidak

adil dari pemberi kerja. Terjadi tren penurunan

perlahan-lahan dalam jumlah pemogokan di

Indonesia dari tahun 2000 sampai 2005. Tren

ini bisa jadi mengisyaratkan adanya perbaikan

karena dilembagakannya penyelesaian

sengketa melalui perundingan bersama

menyusul semakin berkembangnya serikat

pekerja.129 Tetapi, taktik pemogokan dapat

langsung dipakai kembali saat diperlukan.

Misalnya saja, terjadi lonjakan insiden

pemogokan pada tahun 2006 sampai ke tingkat

tertinggi dalam 10 tahun terakhir sebagai

tanggapan terhadap rencana pemerintah

merevisi Undang-Undang Ketenagakerjaan.130

0

50

10 0

15 0

20 0

25 0

30 0

0

100

79918991

99910002

10022002

30024002

50026002

7002

200

300

400

500

600

700

Workers involved (000 workers); left axisNo. of strikes, right axis

Sumber: ILO 1997-2007

Jumlah Peristiwa Mogok Kerja di Indonesia (1990-2006)

Panitia Penyelesaian Sengketa Perburuhan dulunya merupakan lembaga utama yang bertanggung

jawab menyelesaikan sengketa pekerja. Panitia ini ada di tingkat kabupaten (P4D) dan nasional (P4P).

Tetapi sistem ini banyak dikritik karena dua alasan utama. Yang pertama, proses tersebut tidak efi sien

dalam menyelesaikan sengketa dengan cepat. Kedua, proses tersebut dipandang tidak imparsial karena

128 Perlu dicatat bahwa klasifi kasi data dibuat secara resmi oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mengikuti klasifi kasi dalam Undang-Undang No. 2/2004. Undang-undang tersebut mengkategorikan pemutusan hubungan kerja sebagai sengketa khusus yang berbeda dengan sengketa pekerja lainnya, termasuk sengketa mengenai hak, kepentingan, dan sengketa antar serikat pekerja.

129 Bertambahnya pelaksanaan perundingan bersama juga berkaitan dengan bertambahnya serikat pekerja. Jumlah serikat pekerja dan perjanjian kerja bersama, dua indikator penanda kemajuan dalam perundingan bersama, mengalami kenaikan tajam setelah disahkannya kebebasan berserikat melalui Undang-Undang No. 21/2000.

130 Kenaikan drastis pemogokan kerja pada tahun 2006 terjadi sebagai reaksi atas meningkatnya pemutusan hubungan kerja, pemakaian pekerja kontrak dan alih daya (outsource), serta tanggapan terhadap rencana revisi Undang-Undang No. 13/2003. Pemogokan terbanyak terjadi pada bulan April dan Mei 2006. (Kompas, 6 April 2006; 27 April 2006; Kompas, 2 Mei 2006; 4 Mei 2006; Nugroho, 2007).

Page 125: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

123

Bab 6

Perundingan Bersama & Penyelesaian Sengketa

berbagai panitia itu adalah bagian dari birokrasi pemerintah dan bertanggung jawab kepada dinas tenaga

kerja di daerah dan Kementerian Tenaga Kerja. Dengan demikian, pemerintah dapat campur tangan dan

menguntungkan salah satu pihak dalam proses penyelesaian sengketa.131

Dewan Perwakilan Rakyat memperkenalkan mekanisme baru pada tahun 2004 untuk menyelesaikan

sengketa industrial dengan menciptakan sistem pengadilan hubungan industrial (PHI). Undang-

undang mengenai penyelesaian sengketa hubungan industrial (No. 2/2004) dirancang untuk memperbaiki

lembaga dan mekanisme penyelesaian sengketa antara pemberi kerja dan karyawan. Hal terpenting dari

reformasi tersebut adalah diciptakannya pengadilan hubungan industrial yang independen dan berada

di bawah cabang yudikatif. Serikat pekerja mengkhawatirkan bahwa mekanisme penyelesaian sengketa

berdasarkan pengadilan akan sulit diakses, mudah terimbas masalah korupsi dalam sistem pengadilan,

dan tidak memiliki kapasitas untuk menangani bertumpuknya kasus. Di sisi lain, asosiasi pemberi kerja

memandang sistem baru ini lebih dapat diandalkan dan memberikan kepastian dalam menyelesaikan

sengketa industrial antara pemberi kerja dan karyawan.

V. Sistem P4D/P4P

Pada sistem sebelumnya, Dinas Tenaga Kerja akan berusaha menyelesaikan konfl ik melalui arbitrasi

dan mediasi jika negosiasi dua pihak gagal. Dalam proses penyelesaian sengketa yang lama (Gambar

6.5), salah satu atau kedua pihak yang berselisih dapat mengajukan kasus tersebut kepada Disnaker jika

negosiasi dua pihak gagal.132 Hal ini akan memulai mekanisme tiga pihak; Dinas Tenaga Kerja pertama-

tama akan menawarkan opsi arbitrasi oleh arbiter pihak ketiga yang berlisensi, dengan keputusan yang

fi nal dan mengikat secara hukum. Jika salah satu atau kedua pihak tidak setuju mengikuti arbitrasi, maka

prosesnya otomatis berubah menjadi mediasi.133 Mediator yang ditunjuk oleh pejabat Dinas Tenaga Kerja

akan membantu mencarikan solusi yang dapat diterima kedua belah pihak dan memberikan rekomendasi

yang tidak mengikat. Jika kedua pihak menerima keputusan mediator, maka rekomendasi tersebut akan

tercermin dalam kesepakatan bersama.

Jika mekanisme tiga pihak gagal, kasus tersebut akan diajukan ke Panitia Penyelesaian Perselisihan

Perburuhan Daerah (P4D). Jika kasus tidak dapat diselesaikan melalui mediasi atau salah satu pihak

mengajukan banding, maka kasus akan dikirim ke P4D yang berada di kantor Dinas Tenaga Kerja tingkat

kabupaten atau kota. Keputusan P4D mengikat secara hukum, tetapi salah satu pihak dapat mengajukan

banding kepada Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P) di Jakarta. Untuk kasus yang

melibatkan lebih dari sembilan orang atau perusahaan yang berlokasi di lebih dari satu daerah, maka kasus

tersebut dapat langsung dibawa ke P4P. Sistem ini tidak menentukan berapa lama (dalam hari) waktu

maksimum untuk penyelesaian kasus.

Sistem P4D/P sering dikritik karena tidak efi sien. Diperlukan waktu berbulan-bulan, bahkan bertahun-

tahun, untuk menyelesaikan sengketa melalui sistem P4D/P karena tidak ada ketentuan batas waktu untuk

setiap tahapan proses.134 Negosiasi biasanya memerlukan rapat mingguan minimal tiga kali. Tetapi, jika

pemberi kerja tidak kooperatif atau kantor Dinas Tenaga Kerja tidak mempunyai kinerja optimal, negosiasi

dapat berlangsung jauh lebih lama. Meskipun keputusan P4D/P mengikat secara hukum dan harus

dilaksanakan dalam 14 hari, prosesnya dapat berlangsung sangat panjang, terutama jika diajukan banding

131 Palmer, 2008.

132 Berdasarkan Undang-Undang No. 22/1957 dan No. 12/1964.

133 Simanjuntak, 2004.

134 Nugroho, 2008, berdasarkan wawancara dengan perwakilan pekerja dan pemberi kerja.

Page 126: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

124 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terhadap keputusan P4D atau P4P. Sistem ini juga mengandung

ketidakpastian hukum karena Menteri dapat memveto keputusan panitia.135

VI. Sistem Penyelesaian Sengketa yang Telah

Direformasi

Proses penyelesaian sengketa yang telah direformasi masih dimulai dengan mekanisme tiga pihak.

Dalam sistem yang telah direformasi (Gambar 6.5), para pihak yang berselisih dirujuk ke salah satu dari dua

mekanisme awal tiga pihak: a) arbitrasi pihak ketiga yang menghasilkan keputusan yang mengikat secara

hukum, atau b) langkah ciptaan baru berupa konsiliasi pihak ketiga yang mengeluarkan rekomendasi tidak

mengikat. Pilihan mekanisme yang akan dipakai sebagian tergantung pada jenis sengketa pekerja yang

disampaikan. Jika salah satu atau kedua pihak menolak arbitrasi atau konsiliasi, maka secara otomatis mereka

memasuki proses mediasi. Si mediator, pejabat Dinas Tenaga Kerja dengan mandat khusus untuk melakukan

mediasi sengketa, dapat menangani jenis sengketa apa pun, tetapi sama seperti konsiliator, rekomendasinya

tidak mengikat.

Kasus yang tidak dapat diselesaikan melalui mekanisme tiga pihak akan diteruskan ke pengadilan

hubungan industrial yang baru diciptakan. Pihak eksekutif tidak lagi memegang kendali penuh atas

proses penyelesaian sengketa. Setelah negosiasi tiga pihak, pihak yang berselisih tak lagi dibawa ke P4D atau

P4P (keduanya telah dibubarkan), tetapi diserahkan ke PHI. Lembaga bentukan baru ini berada di setiap ibu

kota provinsi dan berupa pengadilan khusus yang menggunakan prosedur sama seperti pengadilan perdata.

Pihak yang berselisih akan menyampaikan bukti sesuai prosedur administratif kepada majelis hakim yang

kemudian memberikan putusannya. Masing-masing pihak dibantu oleh penasihat hukum, bisa pengacara

atau perwakilan serikat buruh, yang bertanggung jawab membantu pendaftaran dan pembelaan klaim.136

Salah satu pihak kemudian dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.137 Berbeda dengan sistem

sebelumnya, hukum yang baru menetapkan batas waktu yang jelas pada setiap tahap proses penyelesaian

sengketa.

135 Peraturan ini memungkinkan Menteri Tenaga Kerja untuk menunda atau membatalkan sebuah keputusan karena “alasan yang berkaitan dengan mempertahankan ketertiban umum atau melindungi kepentingan Negara” (Quinn, 2003:21).

136 Undang-Undang juga menyebutkan bahwa serikat pekerja dapat bertindak sebagai penasihat hukum.

137 Kasasi adalah pembatalan keputusan yang dibuat oleh pengadilan di tingkat lebih rendah.

Page 127: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

125

Bab 6

Perundingan Bersama & Penyelesaian Sengketa

Gambar 6.5 Mekanisme Penyelesaian Sengketa Pekerja Melalui P4D/P4P

Berdasarkan Undang-Undang No. 22/1957 dan Undang-Undang No.12/1964

Sengketa Pekerja

Negosiasi Dua pihak

P4P Kasus yang melibatkan lebih dari 9

orang dapat langsung diajukan ke P4P

P4D

Banding ke PTUN

Kasasi ke Mahkamah Agung

14 hari setelah terima keputusan di P4D

7 hari setelah terima pemberitahuan Selisih

Selesai

Selisih Selesai

Selisih Selesai

Selisih Selesai

Selisih Selesai

Negosiasi Tiga pihak : Mediasi/Konsiliasi/Arbitrasi

Veto oleh Menteri Tenaga Kerja

3 bulan setelah terima keputusan dari P4P

Selisih Selesai

Sumber: Nugroho, 2008

Page 128: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

126 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Gambar 6.6 Mekanisme Penyelesaian Sengketa Hubungan Industrial hasil Reformasi

Berdasarkan Undang-Undang No. 2/2004

Kesepakatan Bersama

Sengketa Hubungan Industrial Selisih tentang Hak

Selisih tentang Kepentingan Selisih tentang PHK

Selisih antar Serikat Pekerja

Negosiasi Dua pihak (ma ks. 30 hari )

Negosiasi Berhasil

Mediasi

(maks. 30 hari kerja)

Selisih tentang Hak

Selisih tentang Kepentingan

Selisih tentang PHK

Selisih antar Serikat Pekerja

Pengadilan Hubungan Industrial ( 50 hari kerja )

Kasasi ke Mahkamah Agung

Hanya untuk

Selisih tentang Hak

Selisih tentang PHK

Jika gagal, kasus diajukan ke Dinas Tenaga Kerja lokal (maks. 14 hari)

Tawaran pertama dari mekanisme

penyelesaian (diberikan oleh Disnaker lokal)

Konsiliasi (maks. 30 hari kerja)

Selisih tentang Kepentingan Selisih tentang PHK Selisih antar Serikat Pekerja

Arbitrasi (maks. 30 hari kerja)

Selisih tentang Kepentingan Selisih antar Serikat Pekerja

Sengketa

Selesai

Kesepakatan Bersama

Pendaftaran ke Pengadilan

Pendaftaran

Kasasi diajukan maks. dalam 14 hari kerja

Putusan maks. 30 hari

Putusan

Tawaran kedua dari mekanisme penyelesaian jika tawaran pertama tidak ditanggapi (dalam 7 hari)

Sumber: Nugroho, 2008

Kebanyakan kasus yang diajukan ke Pengadilan Hubungan Industri berkaitan dengan pemutusan

hubungan kerja. Dari sampel berbagai kasus di pengadilan tenaga kerja di Jakarta, 84 persen kasus

yang diajukan berhubungan dengan pemutusan hubungan kerja (Tabel 6.3). Pengadilan daerah juga

memperlihatkan kecenderungan yang sama. Pengadilan Hubungan Industrial Jawa Barat pada tahun 2007

Page 129: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

127

Bab 6

Perundingan Bersama & Penyelesaian Sengketa

menangani total 196 kasus, 88,8 persen di antaranya adalah kasus pemutusan hubungan kerja.138 Karena

PHK sering terjadi akibat sengketa yang sudah ada sebelumnya, kebanyakan kasus PHK mungkin diawali

oleh persoalan lain seperti masalah kebebasan berserikat atau pelanggaran hak.

Table 6.3 Komposisi kasus yang ditangani oleh Pengadilan Hubungan Industrial di Jakarta

Jenis Kasus Jumlah %

Sengketa hak: Sengketa akibat tidak dipenuhinya hak dasar sesuai ketentuan

hukum akibat perbedaan pelaksanaan atau penafsiran undang-undang, perjanjian

kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

21 5,55

Pemutusan Hubungan Kerja: Sengketa akibat ketidaksetujuan dari salah satu pihak

mengenai PHK.

318 84,13

Gabungan sengketa hak dan pemutusan hubungan kerja 5 1,32

Sengketa mengenai kepentingan: Sengketa dalam hal hubungan pekerja akibat

ketidaksetujuan dalam pembuatan dan/atau pengubahan aturan kerja sesuai

ketentuan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

16 4,24

Jenis sengketa yang lain 18 4,76

Total 378 100,0

Sumber: Nugroho, 2008.

VII. Mengkaji Sistem Penyelesaian Sengketa yang

telah Direformasi

Mekanisme tiga pihak dari pihak ketiga yang berupa arbitrasi dan konsiliasi jarang dipakai. Ketika

sebuah kasus diajukan ke kantor Dinas Tenaga Kerja, para pihak yang berselisih ditawarkan opsi untuk

menyelesaikan sengketa melalui arbitrasi dan konsiliasi. Opsi ini jarang diambil. Sebagai contoh, di Jakarta

Pusat dan Serang (Jawa Barat), tidak ada satu pun kasus yang diajukan ke kantor Disnaker pada tahun 2007

dirujuk kepada arbiter atau konsiliator.139 Hal ini mungkin hanya mencerminkan tidak adanya kesepahaman

di antara kedua belah pihak, sehingga mediasi menjadi pilihan satu-satunya. Selain itu, para pihak yang

berselisih mungkin kekurangan informasi mengenai opsi alternatif selain mediasi atau tidak yakin bahwa

arbitrasi dan konsiliasi akan menghasilkan solusi yang dapat diterima para pihak.

Mekanisme mediasi tiga pihak pun tidak berhasil dalam menyelesaikan sengketa pada tahapan

sebelum masuk pengadilan. Sebagai contoh adalah kantor Disnaker Jakarta Pusat yang menangani 20-

30 kasus setiap bulan selama 2008. Berbagai kasus ini terdiri dari kasus baru dan juga kasus lama yang

dilanjutkan dari bulan sebelumnya. Mediator telah memberikan rekomendasi untuk sekitar setengah dari

kasus yang ada setiap bulan. Tetapi, rekomendasi tersebut hanya diterima dalam tidak lebih dari tiga kasus per

bulan; terkadang malah tidak ada rekomendasi yang diterima.140 Tingkat keberhasilan mediasi yang rendah

mungkin bukan akibat rendahnya kapasitas mediator, atau dalam kasus ini, kantor Disnaker. Wawancara

dengan perwakilan dari konfederasi serikat pekerja dan juga asosiasi pemberi kerja mengisyaratkan bahwa,

dalam kebanyakan kasus, para pihak yang berselisih memandang tahap tiga pihak sebagai formalitas belaka

yang harus dijalani supaya kasusnya dapat diajukan ke PHI.

138 Pengadilan Hubungan Industrial Jawa Barat, 2007, sesuai kutipan dalam Nugroho, 2008.

139 Berdasarkan wawancara Bank Dunia dengan Disnaker di Jakarta Pusat dan Serang.

140 Jika kedua belah pihak menerima rekomendasi tersebut, maka rekomendasinya dapat dijadikan Perjanjian Kerja Bersama, namun hal ini tidak selalu dilakukan.

Page 130: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

128 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Gambar 6.7 Lamanya Waktu Proses Pengadilan di PHI Jakarta

(n=100)144

46%

16%

38% Tepat waktu (< 51 hari)Lambat (51-90 hari)Sangat lambat (> 90 hari)

Sumber: PHI Jakarta (2007), dikutip dari Nugroho (2008).

PHI didirikan untuk memberikan

layanan hukum yang tepat

waktu, adil, sesuai, dan hemat

biaya. Keempat dimensi tersebut

menentukan mutu layanan hukum

yang ditawarkan pengadilan.

Namun, tanpa indikator yang jelas

atau pengumpulan data yang

sistematis, kinerja PHI tidak

mungkin dinilai. Penelitian

terhadap 100 sampel kasus dari

lima pengadilan tenaga kerja di

Jakarta memberikan tinjauan awal

terhadap kinerja pengadilan.

Temuan ini tidak mewakili kinerja

pengadilan di luar Jakarta.

PHI tidak berjalan tepat waktu dan memerlukan waktu rata-rata lebih dari dua bulan sebelum

menyampaikan putusan. Menurut undang-undang, putusan harus disampaikan dalam waktu kurang dari

lima puluh hari. Namun dalam praktiknya, putusan jarang disampaikan tepat waktu. Berdasarkan sampel di

Jakarta, pengadilan memerlukan waktu rata-rata 77 hari untuk menyelesaikan satu kasus (Gambar 6.7).141

Kasus yang dapat diselesaikan tepat waktu hanya 16 persen, sedangkan mayoritas kasus diselesaikan

antara 51 sampai 90 hari. Lebih dari sepertiga kasus memerlukan waktu di atas tiga bulan untuk mencapai

putusan. Sebagian besar keterlambatan ini diakibatkan oleh proses litigasi yang panjang, yang memerlukan

dokumentasi terperinci dan prosedur rumit yang terutama menyulitkan pekerja dan serikat pekerja karena

mereka cenderung kurang terbiasa dengan proses hukum jika dibandingkan dengan penasihat hukum

pemberi kerja.142 Sebagian juga mengeluhkan bahwa prosesnya semakin lambat akibat keterlambatan

administratif dalam menerbitkan surat keputusan.143 144

Tumpukan kasus kasasi di Mahkamah Agung menambah ketidakpastian dan biaya. Untuk kasus yang

berkaitan dengan sengketa mengenai hak dan pemutusan hubungan kerja, salah satu pihak yang berselisih

dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, namun hal ini tidak sering dilakukan. Pada sampel dari

Jakarta, sekitar 8 persen dari semua putusan PHI diajukan ke Mahkamah Agung pada tahun 2007.145 Proses

kasasi di Mahkamah Agung telah menuai keluhan mengenai proses yang panjang dan tanpa kepastian.146

Bagi pemberi kerja, hal ini menciptakan ketidakpastian dalam rencana produksi, terutama jika kasusnya

melibatkan pekerja dalam jumlah besar. Bagi pekerja, keterlambatan dapat menciptakan ketidakpastian

mengenai status pekerjaan, kestabilan penghasilan, dan biaya urusan hukum yang semakin besar.

141 Lamanya waktu proses pengadilan hanya merujuk pada periode antara penyerahan klaim dan putusan akhir. Masih ada langkah lanjutan, yaitu penerbitan surat keputusan dan penyampaian surat keputusan kepada para pihak yang berselisih. Pedoman untuk proses ini tidak dirinci dalam undang-undang. Serikat pekerja menyoroti bahwa penyampaian surat keputusan tersebut kepada pihak yang berselisih dapat memakan waktu sampai berbulan-bulan, terutama jika perusahaan berada di daerah terpencil.

142 Pengadilan Hubungan Industrial Jakarta pada tahun 2007 menangani 271 kasus sengketa yang melibatkan 4.834 pekerja dan 84,13% di antaranya merupakan kasus pemutusan hubungan kerja (lihat Tabel 6.3 dan 6.4).

143 Namun, tidak ada data yang tersedia untuk mengkonfi rmasi atau menyangkal berbagai keluhan tersebut.

144 Lamanya waktu merujuk pada masa sejak penyerahan klaim sampai tanggal keputusan akhir.

145 Nugroho, 2008.

146 Pangaribuan, 2008. Dan juga wawancara Bank Dunia dengan dua hakim ad hoc pada tanggal 13 Mei 2008 & 27 Mei 2008, serta wawancara dengan pejabat OPSI dan SPKEP Bekasi pada tanggal 16 April 2008.

Page 131: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

129

Bab 6

Perundingan Bersama & Penyelesaian Sengketa

Penyelesaian sengketa melalui PHI ditengarai berbiaya tinggi, terutama bagi pekerja. Proses litigasi

lebih menekankan pada pemberian bukti hukum seperti kontrak atau daftar gaji karyawan. Semua bukti yang

diserahkan harus dilegalisir, sebuah proses yang membutuhkan biaya. Bagi pekerja yang tidak mempunyai

dukungan keuangan, seperti misalnya pekerja bergaji rendah atau mereka yang telah mengalami PHK,

biaya tersebut nilainya cukup berarti. Transportasi menambah lagi biaya yang ditanggung pekerja. Sistem

P4D/P berada di kantor kabupaten dan kota terdekat, sedangkan PHI berada di ibu kota provinsi yang

bisa jadi sangat jauh dari lokasi sengketa sehingga biaya transportasi dapat menjadi pengeluaran yang

cukup besar bagi pekerja yang datang dari tempat jauh. Keterlambatan dalam proses, akibat salah satu

pihak tidak siap atau tidak hadirnya perwakilan dari pemberi kerja atau hakim, akan semakin menambah

biaya transportasi.147 Proses ini juga berbiaya tinggi bagi pemberi kerja, meskipun hal ini terutama terkait

dengan biaya jasa pengacara yang akan meningkat tajam dalam kasus rumit atau yang berurusan dengan

pemutusan hubungan kerja besar-besaran.

Hasil keputusan tidak mengisyaratkan adanya bias sistematis terhadap salah satu pihak, tetapi

mungkin akan merugikan pekerja yang memiliki perwakilan hukum lemah. Dilihat dari komposisi kasus

menurut pihak yang mengajukan kasus dan putusannya, tidak ada pola sistematis yang mengisyaratkan bias

mendukung atau melawan pemberi kerja atau karyawan (Gambar 6.8).148 Sebagian besar petisi yang diajukan

pekerja di Jakarta menghasilkan keputusan yang memenangkan mereka. Namun, seperlima dari kasus yang

dilaporkan akhirnya dibatalkan karena berhasil dinegosiasikan atau buktinya tidak memadai. Hal ini bisa

jadi menandakan kesulitan yang dihadapi pekerja dalam PHI, yaitu bahwa sistem hukum kemungkinan

mempunyai bias melawan pihak yang tidak memiliki akses (atau tidak dapat membayar) penasihat hukum,

atau tidak memahami cara mengumpulkan bukti hukum dan menyampaikan kasus mereka dengan

meyakinkan di pengadilan. Jika serikat pekerja yang mewakili pekerja tidak memiliki anggota dengan latar

belakang dan/atau pengalaman hukum, maka pekerja akan lebih sulit menang saat menghadapi pengacara

profesional yang mewakili pemberi kerja.

Keterlambatan dan masalah lainnya kemungkinan diakibatkan oleh masalah kapasitas dan pasokan

sumber daya manusia bagi PHI. Ada tiga hakim yang bertugas di setiap pengadilan hubungan industrial;

satu orang hakim karir dan dua hakim ad hoc yang mewakili dan diusulkan oleh asosiasi pemberi kerja

dan serikat pekerja. Hakim karir memiliki pengalaman bertugas di pengadilan umum, tetapi mereka belum

tentu memahami kasus sengketa industrial. Pasokan hakim juga menjadi masalah. Sebagai contoh, hanya

ada empat hakim karir di PHI Jakarta yang bertanggung jawab menangani tumpukan kasus sengketa

industrial yang telah menggunung, tetapi mereka masih diwajibkan untuk menangani tugas lain di

pengadilan umum. Karena itu, hakim ad hoc-lah, bukan hakim karir, yang mengambil peran strategis dalam

proses dengan mempelajari substansi kasus. Selain itu, beberapa hakim mengklaim bahwa batas waktu

50 hari untuk memproses satu kasus menimbulkan kesulitan bagi hakim karena tidak memberikan waktu

yang cukup untuk mengumpulkan informasi valid dan objektif demi memberikan putusan yang adil dan

objektif.149 Dalam sistem P4D/P4P, panel mempunyai waktu lebih banyak untuk mengajukan pertanyaan,

serta mengumpulkan informasi dan bukti yang diperlukan untuk memberikan putusan.

147 Biaya penyelesaian sengketa di pengadilan tenaga kerja sesungguhnya jauh lebih murah jika dibandingkan dengan sistem P4. Namun akan menjadi lebih mahal apabila proses memakan waktu panjang atau klaim yang diajukan melibatkan banyak pekerja (Nugroho, 2008, wawancara dengan hakim ad hoc pada tanggal 27 Mei 2008).

148 Kebanyakan kasus diajukan oleh karyawan, bukan pemberi kerja. Ada beberapa alasan mengapa demikian. Yang pertama, jumlah pelanggaran hukum ketenagakerjaan oleh pemberi kerja masih tinggi seperti yang tampak pada bab sebelumnya terkait tingkat kepatuhan yang rendah dalam pembayaran uang pesangon dan upah minimum. Kedua, pemberi kerja masih enggan menggunakan pengadilan tenaga kerja untuk menyelesaikan sengketa karena biayanya dan rumitnya proses penyelesaian sengketa, sehingga lebih menyukai negosiasi dua pihak (Nugroho, 2008, wawancara dengan hakim ad hoc yang diajukan oleh asosiasi pemberi kerja pada tanggal 13 dan 27 Mei 2008).

149 Wawancara Bank Dunia dengan hakim ad hoc pada tanggal 27 Mei 2008.

Page 132: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

130 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Gambar 6.8 Hasil keputusan dalam kasus yang diajukan pemberi kerja dan karyawan

Diajukan pekerja (92 kasus)

Petisi dibatalkan21%

Dimenangkanpekerja 38%

Dimenangkanpemberi kerja

62%

Dimenangkanpemberi

kerja 37%

Dimenangkanpekerja 42%

Diajukan pemberi kerja (8 kasus)

Sumber: PHI Jakarta (2007), dikutip dari Nugroho (2008).

Kotak 6.2 Justica do Trabalho: Pengadilan Tenaga Kerja di Brasil

Justica do Trabalho adalah sistem pengadilan tenaga kerja di Brasil. Pengadilan di Brasil memberikan konsiliasi,

arbitrasi, dan keputusan hukum, berbeda dengan Indonesia yang membagi-bagi peran tersebut kepada kantor

Disnaker lokal dan PHI. Kebanyakan kasus berkaitan dengan sengketa mengenai hak, biasanya mengenai uang

lembur, gaji ke-13, dan uang pesangon setelah pemutusan hubungan kerja. Pekerja dapat mengajukan lebih dari

satu klaim, dan biasanya memang mengajukan lebih dari satu klaim, dan mereka dapat mengajukan kasus dalam

jangka waktu sampai lima tahun setelah PHK.

Karena pekerja hanya perlu mengeluarkan biaya yang relatif rendah untuk membawa sengketa ke pengadilan,

Justica do Trabalho menjadi salah satu pengadilan tenaga kerja yang paling sibuk di dunia. Setiap tahun, pekerja

dari seluruh Brasil mengajukan sekitar 2 juta tuntutan hukum terhadap pemberi kerjanya saat ini atau sebelumnya.

Sekitar 6 persen dari semua karyawan yang menerima gaji mengajukan kasus ke pengadilan setiap tahunnya.

Selama sepuluh tahun terakhir, tuntutan hukum yang terkait dengan masalah tenaga kerja telah meningkat 60

persen. Pekerja menerima rata-rata 40 persen dari nilai klaim mereka.

Seringnya tuntutan telah mendorong pekerja dan pemberi kerja untuk mengambil tindakan strategis. Karena

biayanya relatif kecil bagi pekerja, mereka mendapat insentif untuk melakukan tuntutan sesering mungkin dan

menggelembungkan klaim mereka karena menyadari bahwa mereka akan menerima sebagian dari jumlah yang

diklaim. Di sisi lain, pemberi kerja mendapat insentif untuk tidak membayarkan hak pekerja pada saat pemutusan

hubungan kerja dan menunggu sampai diperintah pengadilan untuk membayar.

Pada akhirnya pekerja dan pemberi kerja mencapai keseimbangan yang tidak optimal. Pemberi kerja berhati-hati

dalam mempekerjakan pekerja baru karena biaya yang tidak dapat dipastikan untuk membayar gaji, denda, dan

biaya hukum di masa depan. Pemberi kerja pun akan meningkatkan upaya penyaringan untuk menghindari

mempekerjakan pekerja yang lebih berpeluang menuntut mereka. Meskipun tidak ada bukti sistematis yang

tersedia, sejumlah pihak beranggapan bahwa kondisi ini menjadi penyebab meningkatnya pengangguran,

tingkat informalitas, dan kesepakatan kontrak tidak resmi.

Sumber: Bank Dunia (2002), “Brazil Jobs Report – Volume I and II” (Report No. 24408-BR), Washington, D.C.

Page 133: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

131

Bab 6

Perundingan Bersama & Penyelesaian Sengketa

VIII. Rekomendasi

Mencari cara untuk memperkuat perundingan bersama dan penyelesaian sengketa dua pihak di

tingkat pabrik. Negosiasi yang lebih kuat antara pemberi kerja dan karyawan di masing-masing perusahaan

diperlukan untuk menghindari ketergantungan terhadap upah minimum yang dipakai sebagai penentu

upah (lihat Bab 5) dan menghindari penyelesaian sengketa yang panjang dan mahal melalui PHI.150 Berikut

adalah beberapa gagasan yang dapat ditindaklanjuti dalam diskusi antara pemerintah, perusahaan, dan

serikat pekerja:

Pedoman perilaku. Dasar bagi perundingan bersama adalah saling percaya. Sejumlah serikat pekerja

telah memperkenalkan gagasan pedoman perilaku sukarela untuk membantu membangun budaya

saling percaya antara pemberi kerja dan pekerja.

Perangkat perundingan bersama yang baku. Hal ini dapat membantu pekerja dan pemberi kerja

menghindari negosiasi berkepanjangan atas berbagai klausul dalam perjanjian kerja bersama (PKB).

Perangkat semacam ini pun dapat berguna terutama bagi serikat pekerja yang baru terbentuk atau

serikat pekerja yang belum pernah menegosiasikan PKB dengan pemberi kerja.

Bekerja sama untuk mendorong kesadaran hukum para pekerja dan kapasitas serikat pekerja

tingkat pabrik. Supaya mutu negosiasi dua pihak dapat ditingkatkan dan penyelesaian sengketa melalui

PHI dapat lebih adil, diperlukan informasi yang lebih baik dan keahlian yang lebih tinggi.

Para pekerja memerlukan lebih banyak informasi mengenai hak dan opsi penyelesaian sengketa.

Karena terbatasnya cakupan serikat pekerja, akses terhadap informasi bagi pekerja perlu ditingkatkan

lagi. Sebagian besar pekerja berada dalam posisi rentan dan tidak menguntungkan selama penyelesaian

sengketa karena mereka tidak memiliki kontrak dan tidak diwakili oleh serikat pekerja. Para pekerja ini

membutuhkan lebih banyak informasi mengenai hak mereka agar dapat memantau dan melaporkan

ketidakpatuhan. Mereka perlu memahami persyaratan yang diwajibkan PHI, serta cara mengakses dan

memelihara dokumen, demi memperkuat posisi mereka jika terjadi tuntutan hukum. LSM kemungkinan

ada di posisi terbaik untuk memberikan layanan informasi karena pekerja mungkin enggan berurusan

langsung dengan pemerintah dan donor. Kantor Disnaker dapat menawarkan pelatihan dan informasi

bagi LSM yang menangani para pekerja tak terwakili.

Membangun kapasitas serikat pekerja tingkat pabrik. Perbaikan kapasitas dapat membantu proses

negosiasi supaya lebih seimbang, tidak hanya pada saat tahap awal penyelesaian sengketa, tetapi

terutama di PHI. Bidang yang membutuhkan keahlian antara lain adalah teknik negosiasi, pemahaman

dasar mengenai bahasa hukum dan perusahaan, serta keahlian organisasi.

Mulai memantau dan mengkaji Pengadilan Hubungan Industrial untuk meningkatkan kinerjanya.

Kinerja PHI sulit dikaji karena lemahnya pengelolaan data. Selain itu, untuk saat ini masih terlalu awal untuk

mengkaji efektivitas PHI karena sistem dan pemangku kepentingannya masih dalam periode peralihan.

Saat ini, PHI harus menangani banyak kasus dengan sumber daya terbatas sehingga mengalami tumpukan

kasus dan membutuhkan waktu lebih lama untuk menyelesaikan kasus daripada ketentuan undang-

undang. Pemantauan kinerja pengadilan dapat mengidentifi kasi tahap yang mengalami kemacetan dan

memperbaikinya sehingga pengadilan semakin cepat selesai dan semakin tanggap terhadap kebutuhan

pekerja dan pemberi kerja.

Memperbaiki pengumpulan data di bidang yang terkait dengan perundingan bersama dan

penyelesaian sengketa. Data yang tersedia mengenai kedua topik tersebut hanya sedikit sehingga

150 Untuk mempelajari Pengadilan Tenaga Kerja Brazil, lihat Bank Dunia (2002: vol. I:27-8, 37-8; vol. II:120-30).

Page 134: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

132 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

membatasi dalamnya dan luasnya cakupan analisis. Tiga langkah yang perlu segera dilakukan untuk

memperbaiki masalah tersebut:

Di tingkat nasional, BPS harus terus mengumpulkan informasi mengenai keanggotaan serikat pekerja dari responden survei Sakernas. Hal ini akan membantu meningkatkan pemahaman kita mengenai

tren keikutsertaan dalam serikat pekerja dan pengaruhnya. Data tambahan dapat juga diperoleh dari

laporan wajib seperti yang diminta oleh Compulsory Workforce Report Act (No. 7/1981) dan the Undang

Undang Ketenagakerjaan (No. 21/2000).

Di tingkat lokal, dibutuhkan data untuk melacak berapa banyak negosiasi dua pihak tingkat pabrik dan bagaimana hasilnya. Hal ini memerlukan penelitian kuantitatif dan kualitatif untuk mengkaji model

negosiasi dua pihak yang efektif. Mewajibkan pemberi kerja untuk melaporkan hasil negosiasi dua

pihak kepada kantor Disnaker lokal dapat menjadi langkah pertama.

Pengadilan Hubungan Industrial memerlukan sistem terkomputerisasi untuk pengumpulan data. Kajian yang benar mengenai efektivitas dan efi siensi PHI tak akan dapat dilakukan tanpa adanya data

mengenai jumlah kasus, jenis kasus, hasil keputusan, biaya, dan waktu proses. Pengumpulan data dan

sistem pengelolaan yang baik sangatlah penting jika kinerja PHI memang menjadi perhatian serius

Mahkamah Agung.

Page 135: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

Bab 7

Pasar Tenaga Kerja

Berkeahlian

Laporan Lapangan Kerja Indonesia

Page 136: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

134 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Bab 7 Ringkasan & Rekomendasi

Penduduk usia kerja di Indonesia akan bertambah sekitar 20 juta orang selama sepuluh tahun ke depan atau sekitar

2 juta orang per tahun. Untuk memanfaatkan semaksimal mungkin peluang demografi yang jangka waktunya

terbatas ini, Indonesia perlu memastikan bahwa para pekerjanya memiliki kemampuan agar dapat berhasil di

pasar tenaga kerja.

Peningkatan investasi publik selama tiga puluh tahun terakhir membuat Indonesia memiliki semakin banyak sekolah

dengan tingkat partisipasi yang lebih tinggi. Hal ini menyebabkan bertambahnya jumlah orang dewasa terdidik

dan mendorong terbentuknya angkatan kerja yang berpendidikan lebih tinggi. Peningkatan taraf pendidikan

pekerja yang paling besar terjadi di area pedesaan dan di antara perempuan. Meskipun jumlah pekerja Indonesia

yang lulus SMA dan lulus pendidikan tinggi terus bertambah, Indonesia masih kalah jika dibandingkan dengan

negara tetangga sekawasan. Masih banyak yang perlu dilakukan untuk melanjutkan perbaikan tingkat pendidikan

di seluruh angkatan kerja.

Pekerja yang berpendidikan lebih tinggi – mereka yang paling tidak lulus SMA – secara rata-rata memperoleh

penghasilan 66 persen lebih besar daripada pekerja yang berpendidikan lebih rendah. Premium penghasilan ini

semakin mencolok bagi pekerja yang lulus pendidikan tinggi, yaitu sampai 105 persen.

Meskipun pasokannya terus bertambah, pekerja yang berpendidikan lebih tinggi mengalami kenaikan premium

upah dari 2003 sampai 2007. Permintaan akan pekerja yang berpendidikan lebih tinggi terus bertambah, terutama

di sektor jasa yang sangat memerlukan pekerja dengan tingkat keahlian lebih tinggi, sampai-sampai mendorong

kenaikan premium upah. Namun demikian, pertambahan pasokan ini juga diimbangi dengan makin banyaknya

persentase pekerja yang berpendidikan lebih tinggi, terutama laki-laki, yang keluar dari angkatan kerja untuk

tinggal di rumah atau melanjutkan sekolah.

Meskipun jumlah pekerja yang berpendidikan lebih tinggi terus meningkat di Indonesia, masih ada keprihatinan

mengenai mutu pendidikan mereka. Standar mutu pendidikan belum banyak meningkat dibandingkan dengan

negara lain dan kondisi ini mungkin merupakan penyebab semakin besarnya ketimpangan upah di antara para

pekerja yang berpendidikan lebih tinggi. Selain itu, permintaan akan pekerja yang tak hanya berpendidikan lebih

tinggi, namun juga terdidik dengan lebih baik, tampaknya semakin besar.

Masalah ketidaksesuaian, yaitu kesulitan mendapatkan pekerjaan yang cocok dengan latar belakang pendidikan,

masih terus menjadi persoalan bagi pekerja yang berpendidikan lebih tinggi sehingga menimbulkan inefi siensi di

pasar tenaga kerja berkeahlian. Bagaimanapun, masalah ketidaksesuaian ini semakin berkurang dan kini terdapat

banyak jalur bagi pemberi kerja untuk mencari pekerja dengan latar belakang pendidikan dan keahlian yang

tepat.

Rekomendasi:

Karena permintaan akan pekerja yang berpendidikan lebih tinggi masih tetap besar, maka peluang

masih terbuka untuk menambah pasokannya agar perusahaan dapat memperoleh keahlian yang mereka

perlukan dan semakin banyak pekerja dapat memetik manfaat dari premium upah yang tinggi. Hal ini

dapat dicapai dengan melanjutkan ekspansi pendidikan formal, terutama di tingkat SMA dan pendidikan

tinggi.

Melakukan riset untuk mengidentifi kasi penyebab ketidaksesuaian dan mengidentifi kasi cara agar pekerja

dapat dicocokkan dengan calon pemberi kerja secara lebih efi sien. Mencari strategi untuk mendorong

mobilitas pencari kerja dan memberi mereka informasi mengenai pekerjaan yang tersedia sesuai keahlian

dan pengalaman mereka.

Memperkuat fokus terhadap mutu pendidikan demi meningkatkan daya saing Indonesia di kawasannya,

terutama di sektor jasa dan manufaktur.

Page 137: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

135

Bab 7

Pasar Tenaga Kerja Berkeahlian

I. Pendahuluan

Pasar tenaga kerja di Indonesia bergantung pada pekerja dan keahlian yang mereka tawarkan bagi

pasaran. Beberapa bab terdahulu telah mengkaji kebijakan dan lembaga ketenagakerjaan Indonesia, serta

cara menyeimbangkan efi siensi ekonomi dengan perlindungan sosial bagi pekerja. Tiga bab berikutnya

akan berfokus pada pekerja – tulang punggung pasar tenaga kerja. Penduduk usia kerja di Indonesia akan

bertambah sekitar 20 juta orang selama sepuluh tahun ke depan atau sekitar 2 juta orang per tahun.151 Untuk

memanfaatkan semaksimal mungkin peluang demografi yang jangka waktunya terbatas ini, Indonesia perlu

memastikan bahwa para pekerjanya memiliki kemampuan untuk berhasil di pasar tenaga kerja. Tingkat

pendidikan dan keahlian para pekerja di Indonesia terus meningkat setelah investasi publik selama sepuluh

tahun. Pemahaman mengenai bagaimana perbaikan ini dapat mempengaruhi kondisi ketenagakerjaan para

pekerja akan membantu mengarahkan kebijakan pendidikan formal dan non-formal di masa depan supaya

semakin banyak pekerja dapat mengakses pekerjaan yang lebih baik dan pemberi kerja dapat menemukan

keahlian yang mereka cari.

Bab ini memberikan garis besar mengenai pasar pekerja berkeahlian melalui kajian tren, baik dari

segi pasokan maupun permintaan akan pekerja yang berpendidikan lebih tinggi.

Bab ini dibagi menjadi empat bagian.

Yang pertama mengkaji bagaimana investasi pada sektor pendidikan telah memberikan sumbangsih

terhadap perbaikan tingkat pendidikan angkatan kerja Indonesia.

Yang kedua menyelidiki tren premium upah pekerja yang berpendidikan lebih tinggi jika dibandingkan

dengan rekan mereka yang pendidikannya lebih rendah.152

Yang ketiga mempelajari alasan di balik peningkatan premium upah pekerja yang berpendidikan lebih

tinggi, meskipun pasokannya terus bertambah selama 2003-2007.

Bagian keempat dan terakhir mengkaji bagaimana perubahan ekonomi telah menciptakan permintaan

yang lebih besar akan pendidikan bermutu tinggi.

II. Memperbesar Jumlah Pekerja yang Berpendidikan

lebih Tinggi

Investasi yang lebih tinggi di bidang pendidikan telah meningkatkan jumlah sekolah negeri,

terutama di area perkotaan. Fokus pada perbaikan tingkat pendidikan dimulai sejak akhir 70-an,

saat Pemerintah Indonesia meluncurkan program besar yang menghasilkan pembangunan lebih dari

60.000 sekolah dasar. Perluasan dan peningkatan pendidikan masih merupakan sasaran penting strategi

pembangunan pemerintah. Pada tahun 2003, DPR telah mengesahkan undang-undang pendidikan yang

mewajibkan belanja pendidikan untuk mencapai setidaknya 20 persen dari keseluruhan pengeluaran

pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah.153 Langkah ini telah meningkatkan belanja nasional riil

151 Bank Dunia. 2009c. “Menembus Badai,” Perkembangan Triwulanan Perekonomian Indonesia. Juni 2009.

152 Dalam sistem pendidikan di Indonesia, tingkat Sekolah Dasar (SD) mencakup tahun pertama sampai keenam. Tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) mencakup tahun ketujuh sampai kesembilan, sedangkan Sekolah Menengah Atas (SMA) mencakup tahun kesepuluh sampai kedua belas. Bab ini merujuk pada ketiga tingkat pendidikan tersebut masing-masing dengan akronim SD, SMP, dan SMA. “Berpendidikan lebih tinggi” adalah istilah yang digunakan dalam laporan ini untuk merujuk pada orang dewasa yang paling tidak telah lulus SMA. “Berpendidikan lebih rendah” merujuk pada orang dewasa yang tingkat pendidikannya di bawah SMA.

153 Lihat Bank Dunia (2007) untuk diskusi mengenai aturan 20 persen tersebut.

Page 138: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

136 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

di bidang pendidikan dari Rp 42 triliun pada tahun 2001 menjadi Rp 78 triliun pada 2007. Meski demikian,

tingkat pengeluaran ini masih kalah jika dibandingkan dengan negara tetangga (Gambar 7.1).154

Walau bagaimanapun, kenaikan belanja pendidikan telah meningkatkan jumlah sekolah negeri. Dari tahun

2000 sampai 2005, jumlah SMP negeri bertambah 35,4 persen dan jumlah SMA negeri naik 66,6 persen.155

Pertambahan ini lebih terkonsentrasi di area perkotaan.

Gambar 7.1 Investasi pendidikan di negara yang sekawasan

2527

1416

0

5

10

15

20

25

30

Malaysia Thailand Indonesia Filipina

Pers

en d

ari B

elan

ja P

emer

inta

h

Sumber: EdStats. Semua data untuk 2003, kecuali Thailand yang untuk 2005

Perluasan jangkauan sekolah

telah memperbaiki tingkat

partisipasi, terutama bagi

perempuan dan kaum muda

yang tinggal di pedesaan.

Antara 1995 sampai 2005, tingkat

partisipasi bersih SMP melonjak

dari 51 menjadi 63 persen,

sedangkan tingkat partisipasi

bersih SMA meningkat lebih

pelan dari 33 menjadi 41 persen,

dan tingkat partisipasi pendidikan

tinggi naik tipis dari 6 menjadi 8

persen.156 Meskipun

pembangunan sekolah terpusat di area perkotaan, partisipasi sekolah melonjak jauh lebih tinggi di area

pedesaan. Partisipasi SMP di pedesaan naik lima kali lipat lebih cepat daripada di area perkotaan dan

partisipasi SMA di pedesaan naik tiga kali lebih cepat (Tabel 7.1). Tingkat partisipasi perempuan naik lebih

cepat daripada laki-laki. Pada tahun 1995, tingkat partisipasi bersih SMP, baik perempuan maupun laki-laki,

adalah sekitar 51 persen. Namun pada 2005, tingkat partisipasi bersih perempuan telah naik menjadi 64

persen, sedangkan laki-laki hanya pada 61 persen. Hal serupa juga terjadi pada tingkat partisipasi bersih

SMA. Tahun 1995, tingkat partisipasi bersih laki-laki adalah 34 persen, lebih tinggi daripada perempuan yang

32 persen. Tetapi tahun 2005, tingkat partisipasi bersih SMA sama-sama sebesar 41 persen.157

Tabel 7.1 Tingkat partisipasi bersih sekolah (persen)

SMP SMA Pendidikan Tinggi

1995 2005 1995 2005 1995 2005

Perkotaan 66,5 70,1 50,0 52,8 13,1 13,3

Pedesaan 42,7 57,5 20,8 30,8 1,3 2,4

Perempuan 51,2 64,1 31,7 40,6 5,9 7,9

Laki-laki 50,7 61,3 33,5 40,7 6,7 7,5

Total 51,0 62,7 32,6 40,7 6,3 7,7

Sumber: Perkiraan staf Bank Dunia berdasarkan Susenas.

154 Tetapi di sisi global, kinerja Indonesia semakin meningkat. Dalam sebuah perbandingan lebih luas yang mencakup 23 negara berkembang, peringkat Indonesia telah meningkat dari posisi ke-13 pada tahun 2003 menjadi posisi kelima pada 2008 seiring naiknya porsi belanja pendidikan dalam pengeluaran total pemerintah dari 16 menjadi 20 persen. Perbaikan peringkat ini mengasumsikan bahwa 22 negara berkembang yang lain masih mempertahankan persentase pengeluaran pendidikan terhadap pengeluaran total pada tingkat tahun 2003. Lihat Bank Dunia, 2007 (hal. 11, Gambar 2.2) untuk mengetahui daftar semua negara berkembang yang diperbandingkan.

155 Sumber: Data Podes dari berbagai tahun. Lihat Lampiran VII.1.

156 Sumber: Susenas.

157 Selain tingkat partisipasi yang semakin tinggi, tingkat transisi dari SMP ke SMA pun ikut naik. Sekitar 30 persen dari kohor (cohort) yang masuk kelas 1 SD tahun 1986/1987, lulus SMP pada tahun ajaran 1994/1995 (MoNE, 2007). Tetapi, hanya sekitar 25 persen dari kohor (cohort) tersebut yang mendaftar ke SMA, yang berarti sekitar 83 persen dari lulusan SMP melanjutkan ke SMA. Menurut Susenas, dari antara mereka yang masuk kelas 1 SD tahun 1997/1998, tingkat kelanjutan dari SMP ke SMA mencapai 94 persen.

Page 139: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

137

Bab 7

Pasar Tenaga Kerja Berkeahlian

Gambar 7.2 Tingkat partisipasi pendidikan tinggi di kawasan (persen)

2117

28

46

0

10

20

30

40

50

Sumber: EdStats, 2006.

Tetapi secara keseluruhan, tingkat partisipasi bersih pendidikan menengah di Indonesia masih

tertinggal jika dibandingkan dengan negara lain yang sekawasan. Secara keseluruhan, tingkat

partisipasi bersih pendidikan menengah di Indonesia adalah 59 persen pada 2006, dibandingkan dengan

60 persen di Filipina pada 2006, 61 persen di Vietnam pada 2000, 69 persen di Malaysia pada 2005, dan 71

persen di Thailand pada 2006. Tingkat partisipasi pendidikan tinggi pun masih rendah jika dibandingkan

secara kawasan dan jauh tertinggal di belakang Filipina dan Thailand (Gambar 7.2).

Tingkat partisipasi yang lebih tinggi telah menghasilkan kenaikan mengesankan dan konsisten

pada jumlah orang dewasa yang berpendidikan lebih tinggi. Meski demikian, masih banyak

perbaikan yang dapat dilakukan. Partisipasi sekolah yang semakin tinggi telah menambah jumlah pelajar

yang menyelesaikan pendidikan pada taraf yang lebih tinggi. Jumlah orang dewasa yang berpendidikan

lebih rendah meningkat secara stabil dan perlahan selama 17 tahun terakhir dengan kenaikan rata-rata 1

persen per tahun selama 2003-07 (Gambar 7.3). Sebaliknya, jumlah orang dewasa yang berpendidikan lebih

tinggi meningkat pesat, rata-rata 7 persen per tahun pada periode yang sama. Tetapi secara keseluruhan,

komposisi angkatan kerja masih didominasi oleh pekerja dengan tingkat pendidikan di bawah SMA. Masih

banyak yang perlu dilakukan untuk membalik rasio tersebut.

Gambar 7.3 Populasi pekerja menurut tingkat pendidikan

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

1990 1993 1995 1997 1999 2001 2003 2005 2007

Juta

Orang dewasa berpendidikan SMA atau lebih tinggiOrang dewasa berpendidikan di bawah SMA

Sumber: Sakernas, 1990-2007

Page 140: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

138 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Tabel 7.2 Tingkat pendidikan tertinggi di antara pekerja (persen)

SMP SMA Pendidikan Tinggi

1990 2007 1990 2007 1990 2007

Perkotaan 15,79 21,23 27,44 33,53 5,99 11,27

Pedesaan 8,12 20,13 6,03 11,80 0,58 2,71

Perempuan 6,86 18,38 8,84 17,65 1,50 7,21

Laki-laki 12,13 21,86 13,19 22,55 2,26 5,67

Total 10,08 20,59 11,50 20,75 1,97 6,23

Sumber: Perkiraan staf Bank Dunia berdasarkan Sakernas.

Pasokan yang semakin besar telah menghasilkan angkatan kerja yang berpendidikan lebih tinggi,

terutama bagi pekerja perempuan dan pekerja di pedesaan. Persentase pekerja yang lulus SMP, SMA,

dan perguruan tinggi telah meningkat pesat sejak 1990. Pekerja yang lulus SMA telah berlipat ganda dari

12,3 persen tahun 1990 menjadi 24,7 persen tahun 2007 (Tabel 7.2). Meskipun angka ini masih terhitung

rendah, persentase pekerja yang lulus pendidikan tinggi berlipat tiga dari 2,1 persen tahun 1990 menjadi

6,2 persen tahun 2007.158 Kenaikan jumlah pekerja yang berpendidikan lebih tinggi terjadi secara dramatis

di area pedesaan dengan peningkatan persentase pekerja yang lulus SMP dan SMA hampir dua kali lipat

antara 1990 sampai 2007. Sementara itu, kenaikan jumlah pekerja yang berpendidikan tinggi bahkan

lebih hebat lagi – sampai lima kali lipat pada periode yang sama. Kenaikan ini terjadi lebih besar di antara

perempuan, terutama pada tingkat pendidikan tinggi. Persentase pekerja laki-laki yang lulus pendidikan

tinggi meningkat dari 2 menjadi 6 persen, sedangkan perempuan yang lulus pendidikan tinggi melonjak

lebih dari lima kali lipat dari 1,4 menjadi 7,2 persen.

III. Premium Upah Pekerja yang Berpendidikan lebih

Tinggi

Premium upah pekerja yang berpendidikan lebih tinggi nilainya cukup besar dan terus meningkat

sejak 2003.159 Tingkat pendidikan pekerja berdampak besar terhadap penghasilannya di masa depan.

Pekerja yang paling tidak telah lulus SMA secara konsisten mendapatkan upah lebih tinggi daripada mereka

yang pendidikannya lebih rendah. Pada 2007, sebagai contoh, pekerja lulusan SMA memiliki penghasilan

yang rata-rata lebih besar 67 persen daripada pekerja dengan berpendidikan lebih rendah.160 Premium

upah ini sedikit menurun pada periode tahun 1990-2003 seiring bertambahnya pasokan pekerja yang

berpendidikan lebih tinggi. Namun secara mengejutkan, premium upah ini meningkat 2 persen per tahun

selama 2003-07 meski pasokan pekerja yang berpendidikan lebih tinggi masih terus bertambah.

Premium tersebut semakin besar bagi perempuan dan pekerja di perkotaan yang berpendidikan

lebih tinggi. Pekerja perempuan yang minimal telah lulus SMA menikmati premium upah tertinggi.

Selama 1990-2007, rata-rata penghasilan mereka mencapai dua kali lipat penghasilan perempuan yang

berpendidikan lebih rendah, padahal laki-laki yang berpendidikan lebih tinggi rata-rata hanya menikmati

premium 57 persen dibandingkan laki-laki yang berpendidikan lebih rendah. Namun demikian, premium

158 Sumber: Sakernas.

159 Premium upah pekerja yang berpendidikan lebih tinggi adalah ukuran seberapa besar penghasilan pekerja dengan tingkat pendidikan minimal SMA relatif terhadap pekerja dengan tingkat pendidikan di bawah SMA, jika karakteristik yang lain dipertahankan konstan.

160 Sumber: Perkiraan staf Bank Dunia berdasarkan Sakernas, 2007. Lihat Lampiran VII.2.

Page 141: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

139

Bab 7

Pasar Tenaga Kerja Berkeahlian

untuk laki-laki yang berpendidikan lebih tinggi tumbuh 1,9 persen per tahun selama 2003-07, lebih dari

empat kali lipat pertumbuhan premium perempuan yang hanya 0,4 persen per tahun (Gambar 7.4). Selama

1990-2007, pekerja yang berpendidikan lebih tinggi di perkotaan menikmati premium 75 persen, sementara

di pedesaan premiumnya hanya 67 persen, meskipun tingkat pertumbuhan premium di pedesaan lebih

cepat daripada di perkotaan (Gambar 7.5).

Kenaikan premium upah yang terjadi beberapa tahun belakangan sangat dirasakan oleh lulusan

pendidikan tinggi. Pada tahun 2003, pekerja lulusan SMA berpenghasilan 47 persen lebih besar daripada

pekerja yang berpendidikan lebih rendah. Sampai 2007, premium upah tersebut masih besar meskipun

tidak bertambah. Hal ini berbeda dengan premium upah pekerja lulusan pendidikan tinggi yang naik dari 97

persen menjadi 105 persen lebih besar jika dibandingkan dengan upah pekerja yang berpendidikan lebih

rendah.

Gambar 7.4 Premium upah pekerja yang berpendidikan lebih tinggi (SMA ke atas) menurut jenis

kelamin

0,4

0,5

0,6

0,7

0,8

0,9

1,0

1,1

1,2

1,3

1990 1993 1996 1998 2000 2002 2004 2006

Pers

en SemuaLaki-lakiPerempuan

Sumber: Perkiraan staf Bank Dunia berdasarkan Sakernas.

Gambar 7.5 Premium upah pekerja yang berpendidikan lebih tinggi (SMA ke atas) menurut

lokasi di perkotaan atau pedesaan

0,5

0,7

0,9

1,1

1,3

1,5

1,7

1990 1993 1996 1998 2000 2002 2004 2006

Pers

en

Pedesaan

Perkotaan

Sumber: Perkiraan staf Bank Dunia berdasarkan Sakernas.

Page 142: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

140 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

IV. Memahami Premium Upah yang Masih Tetap

Tinggi

Tabel 7.3 Status pekerjaan populasi orang dewasa menurut tingkat pendidikan

SMA ke atas SMP ke bawah

2003 2007 2003 2007

angkatan kerja Bekerja 61,9 58,5 61,1 61,7

Tidak kerja & sedang cari kerja 9,1 10,9 2,2 3,0

Pekerja patah semangat 1,8 0,6 2,3 0,8

Lain-lain 0,5 0,4 0,6 0,2

bukan angkatan

kerja Sekolah 8,4 10,0 7,4 7,9

Pekerjaan rumah tangga 14,9 16,1 21,0 20,7

Lain-lain 3,5 3,5 5,3 5,7

Total 100,0 100,0 100,0 100,0

Meningkatnya premium pekerja berkeahlian antara tahun 2003 sampai 2007 merupakan hal yang

mengherankan. Secara umum, naik-turunnya upah dan peluang kerja bagi para pekerja yang berpendidikan

lebih tinggi semestinya mencerminkan interaksi antara pasokan dan permintaan akan pekerja berkeahlian.

Pasokan pekerja yang berpendidikan lebih tinggi – persentase orang dewasa dengan tingkat pendidikan

minimal SMA – terus meningkat dengan pesat. Peningkatan ini semestinya menurunkan premium bagi

pekerja berkeahlian seiring naiknya jumlah pekerja berkeahlian yang memiliki pekerjaan, namun yang

terjadi malah sebaliknya. Premium bagi pekerja berkeahlian justru naik dari 60 persen pada 2003 menjadi 67

persen pada 2007. Bagian ini berupaya mengungkap berbagai faktor dari sisi pasokan dan permintaan yang

turut memberikan sumbangsih terhadap tren meningkatnya premium upah pekerja yang berpendidikan

lebih tinggi.

Pasokan Pekerja yang Berpendidikan lebih Tinggi

Meskipun pasokan pekerja yang berpendidikan lebih tinggi terus meningkat, akibat dari kenaikan

pasokan ini teredam karena bertambahnya persentase pekerja dari kalangan ini yang tidak bekerja.

Antara 2003 sampai 2007, jumlah orang dewasa yang berpendidikan lebih tinggi meningkat dengan cepat.

Namun demikian, persentase orang dewasa dari kalangan ini yang kegiatan utamanya adalah bekerja, justru

menurun (Tabel 7.3). Penurunan ini diakibatkan oleh semakin banyaknya pekerja yang berpendidikan lebih

tinggi yang melakukan pekerjaan rumah tangga dan melanjutkan sekolah. Secara mengejutkan, penurunan

ini tampak paling jelas di kalangan laki-laki berkeahlian. Penurunan rasio lapangan kerja laki-laki berkeahlian

(dari 74 menjadi 40 persen) lebih cepat daripada laki-laki tanpa keahlian (dari 76,6 menjadi 74,9 persen) atau

perempuan berkeahlian (dari 38,8 menjadi 37,4 persen). Persentase laki-laki berpendidikan lebih tinggi yang

kegiatan utamanya adalah pekerjaan rumah tangga melonjak dari 1,5 menjadi 3,5 persen – tingkat tertinggi

selama periode 1990-2007.

Tampaknya laki-laki yang berpendidikan lebih tinggi bukan tersisih dari angkatan kerja, melainkan

menarik diri secara sukarela. Menurunnya rasio lapangan kerja bagi laki-laki yang lebih ahli menimbulkan

kekhawatiran bahwa mereka tersisih dari angkatan kerja karena berkurangnya ketersediaan pekerjaan

pada tingkat upah saat ini. Namun, penurunan jumlah pekerja patah semangat mengisyaratkan bahwa

Page 143: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

141

Bab 7

Pasar Tenaga Kerja Berkeahlian

mereka bukanlah tersisih.161 Antara 2003 sampai 2007, persentase pekerja yang patah semangat turun dari

2,2 persen menjadi 0,8 persen.162 Kelompok laki-laki berkeahlian juga mengalami penurunan persentase

pekerja patah semangat dari 1,7 menjadi 0,8 persen yang mengisyaratkan bahwa kelompok ini pun tertarik

memasuki kembali angkatan kerja karena ketersediaan pekerjaan yang meningkat. Bertolak belakang

dengan penurunan jumlah pekerja patah semangat, tingkat pengangguran inti mengalami peningkatan.163

Tetapi, seperti halnya tingkat pekerja patah semangat, kenaikan ini sama besarnya untuk laki-laki berkeahlian

dengan kelompok yang lain.

Permintaan akan Pekerja yang Berpendidikan lebih Tinggi

Permintaan akan pekerja yang berpendidikan lebih tinggi masih terus meningkat. Walaupun

peningkatan pasokan orang dewasa yang berpendidikan lebih tinggi dalam angkatan kerja agak terhambat,

hal ini tidak dapat menjelaskan mengapa premium upah masih tetap besar. Tampaknya, permintaan akan

pekerja dengan tingkat pendidikan dan keahlian yang lebih tinggi kini telah melebihi pasokan sehingga

premium upah yang dinikmati oleh pekerja yang berpendidikan lebih tinggi masih tetap besar.

Gambar 7.6 Jumlah pekerja yang berpendidikan lebih tinggi (SMA ke atas) menurut sektor

(dalam juta)

0

5

10

15

20

25

30

2003 2004 2005 2006 2007

Jasa Industri Pertanian

Juta

Sumber: Sakernas, 2003-07.

Persyaratan keahlian pekerja terus meningkat, terutama di sektor jasa, dan tren ini diperkirakan

masih berlanjut. Pemberi kerja di sektor manufaktur, dan terutama di sektor jasa, kini mempekerjakan

semakin banyak pekerja dengan tingkat keahlian yang lebih tinggi daripada sebelumnya (Gambar 7.6), serta

melaporkan bahwa persyaratan keahlian yang mereka tentukan telah meningkat selama dua tahun terakhir

(Gambar 7.7).164 82 persen dari perusahaan yang disurvei baru-baru ini mengklaim bahwa persyaratan

161 Pekerja patah semangat (discouraged worker) adalah mereka yang tidak bekerja dan tidak lagi berharap untuk mendapatkan pekerjaan.

162 Sumber: Sakernas.

163 Tingkat pengangguran inti didefi nisikan sebagai persentase orang yang berada dalam angkatan kerja yang tidak bekerja dan aktif mencari pekerjaan.

164 Bank Dunia, Employer Skill Survey, 2008. Survei ini dilaksanakan oleh Human Development unit dari Bank Dunia di 500 perusahaan berukuran sedang dan besar, serta terhadap 200 orang karyawan di sektor manufaktur dan jasa di Indonesia, dengan tujuan memastikan tren dalam hal permintaan keahlian pada tingkat pemberi kerja dan karyawan, serta faktor pendorongnya. Survei ini difokuskan pada lima provinsi yang menjadi pusat pembangunan ekonomi, dan di dalam lima provinsi tersebut, pada sampel yang mewakili perusahaan manufaktur dan jasa pada tingkat signifi kansi 5%.

Page 144: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

142 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

keahlian pekerja di perusahaan mereka terus naik karena standar mutu produk dan jasa juga semakin

tinggi. 76 persen mengatakan bahwa persyaratan keahlian terus meningkat karena lingkungan bisnis yang

semakin bersaing.165 Tren ini kemungkinan akan terus berlanjut. 80 persen dari perusahaan yang disurvei

memperkirakan bahwa tren naiknya persyaratan keahlian akan terus terjadi, baik di sektor manufaktur

maupun jasa (Gambar 7.8).

Gambar 7.7 Apakah persyaratan keahlian

di perusahaan Anda telah

meningkat dalam 2 tahun

terakhir?

Gambar 7.8 Apakah persyaratan keahlian di

perusahaan Anda masih akan

meningkat dalam sepuluh tahun

ke depan?

0

10

20

30

40

50

60

Ya Tidak Tidak tahu Ya Tidak Tidak tahu

Manufakturing

JasaManufakturing

Jasa

Pers

en d

ari p

erus

ahaa

n ya

ng d

isur

vei

Pers

en d

ari p

erus

ahaa

n ya

ng d

isur

vei

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Sumber: Indonesia Skills Survey (Akan datang) Sumber: Indonesia Skills Survey (Akan datang)

Gambar 7.9 Premium upah menurut sektor

0,20

0,30

0,40

0,50

0,60

0,70

0,80

0,90

1990 1993 1996 1998 2000 2002 2004 2006

PertanianIndustriJasaPe

rsen

Sumber: Perhitungan staf Bank Dunia berdasarkan Sakernas.

Meningkatnya persyaratan

keahlian telah

mempertahankan besarnya

premium upah yang diminta

oleh pekerja yang

berpendidikan lebih tinggi,

terutama di sektor jasa. Dari sisi

premium upah, para pekerja

sektor jasa yang berpendidikan

lebih tinggi jauh mengalahkan

mereka yang bekerja di sektor

industri atau pertanian. Selama

2003-07, premium upah rata-rata

bagi pekerja sektor pertanian dan

industri yang berpendidikan

lebih tinggi berturut-turut adalah 32,4 persen dan 44,1 persen (Gambar 7.9). Bandingkan dengan premium

di sektor jasa yang mencapai 73,6 persen.

V. Mutu Pendidikan & Persoalan Ketidaksesuaian

Keberhasilan menambah jumlah orang dewasa yang berpendidikan lebih tinggi belum disertai

dengan peningkatan mutu. Standar mutu pendidikan masih tertinggal dari negara tetangga. Dari 38 dan

45 negara yang ikut serta dalam penilaian untuk perbandingan internasional, berturut-turut pada tahun

165 Lampiran VII.3.

Page 145: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

143

Bab 7

Pasar Tenaga Kerja Berkeahlian

1999 dan 2003, Indonesia berada di peringkat ke-34 pada kedua kesempatan tersebut.166 Meskipun penilaian

bidang matematika meningkat, kinerja Indonesia di bidang ilmu pengetahuan menurun dua tingkat antara

1999 dan 2003, dari posisi 32 menjadi 34.

Gambar 7.10 Skor kinerja matematika dan ilmu pengetahuan (TIMSS) dari berbagai negara

0

100

200

300

400

500

6001999 2003

Indo

nesi

a

Mal

aysi

a

Filip

ina

Thai

land

Rata

-rat

a In

tern

asio

nal

Indo

nesi

a

Mal

aysi

a

Filip

ina

Thai

land

Rata

-rat

a In

tern

asio

nal

TIMSS Matematika TIMSS Sains

Sumber: International Association for the Evaluation of Educational Assessment

Pentingnya mutu pendidikan dapat tercermin dari meningkatnya ketimpangan upah di antara

pekerja yang berpendidikan lebih tinggi. Sebuah pertanda semakin pentingnya mutu pendidikan

adalah meningkatnya ketimpangan penghasilan yang tampak paling jelas di antara pekerja berkeahlian.

Bagi pekerja yang berpendidikan lebih rendah, upah di bagian atas distribusi turun tipis 0,3 persen per

tahun, sementara mereka yang berada di bagian bawah distribusi turun 5,6 persen.167 Namun, perbedaan

lebih besar terjadi pada upah pekerja yang berpendidikan lebih tinggi karena upah di bagian atas distribusi

naik tipis 1,6 persen, sedangkan upah di bagian bawah distribusi mengalami penurunan berarti sampai 6,1

persen per tahun.

Meningkatnya ketimpangan upah di antara pekerja yang berpendidikan lebih tinggi mungkin

disebabkan sebagian oleh variasi mutu pendidikan. Sejak 2003, lingkungan bisnis di Indonesia makin

bersaing; ekonomi semakin digerakkan oleh sektor jasa dan bergantung pada teknologi. Berbagai faktor

tersebut kemungkinan mendorong kenaikan pendapatan sehingga mereka yang berpenghasilan tinggi kini

pendapatannya semakin besar dibandingkan dahulu. Tetapi, ada pula kemungkinan bahwa meningkatnya

perbedaan pendapatan diakibatkan oleh variasi mutu pendidikan: sejumlah pekerja yang berpendidikan

lebih tinggi menerima gaji lebih besar karena mereka lulus dari sekolah yang lebih baik dan lebih unggul

daripada siswa yang lain. Namun demikian, upaya untuk memilah-milah perbedaan akibat kedua penjelasan

ini akan menemui hambatan karena sulitnya mengamati mutu pendidikan secara langsung.

166 Studi Tren Matematika dan Ilmu Pengetahuan Internasional (The Trends in International Mathematics and Science Study – TIMSS) adalah penilaian internasional terhadap kinerja matematika dan ilmu pengetahuan siswa kelas 4 dan kelas 8 (kelas 2 SMP) dari seluruh dunia. TIMSS dikembangkan oleh Asosiasi Internasional untuk Evaluasi Pencapaian Pendidikan (International Association for the Evaluation of Educational Achievement – IEA).

167 Perhitungan staf Bank Dunia.

Page 146: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

144 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Gambar 7.11a Persentase Ketidaksesuaian

Pekerjaan Lulusan Universitas,

Dibandingkan dengan

Keseluruhan Pekerja

Gambar 7.11b Persentase Ketidaksesuaian

Pekerjaan di antara Lulusan

Diploma 1997-2006

32,7 31,633,5

28,3

32,5

2528,1

26,323,1

0

5

10

15

20

25

30

35

40

1997 1998 1999 2001 2002 2003 2004 2005 2006

3134

2931 32 33 33

31

27

0

5

10

15

20

25

30

35

40

1997 1998 1999 2001 2002 2003 2004 2005 2006

Sumber: Alisjahbana 2008, berdasarkan Sakernas.

Permintaan akan siswa bermutu tinggi dan berpendidikan lebih tinggi masih terus meningkat.

Semua siswa di Indonesia mengikuti ujian nasional setelah lulus SD dan setelah lulus SMP. Siswa

diklasifi kasikan sebagai berkinerja tinggi jika nilai ujian SMP mereka berada di posisi sepertiga teratas tahun

tersebut, berkinerja rata-rata jika berada di posisi sepertiga kedua, dan berkinerja rendah jika berada di posisi

sepertiga terbawah. Sejak tahun 2000, premium upah yang diperoleh siswa berkinerja tinggi setelah mereka

mengikuti pendidikan yang lebih tinggi meningkat dari 53 menjadi 75 persen. Sementara itu, premium

upah yang diperoleh siswa berkinerja rata-rata turun dari 57 menjadi 42 persen dan premium upah yang

diperoleh siswa berkinerja rendah masih sama. Peningkatan premium pendidikan yang terjadi sejak tahun

2000 ini juga dirasakan lulusan SMA dan perguruan tinggi yang berkinerja tinggi.

Di samping mutu pendidikan, masih ada tantangan lain, yaitu menyesuaikan lulusan pendidikan

tinggi dengan pemberi kerja yang memerlukan keahlian mereka. Ketidaksesuaian pekerjaan

didefi nisikan sebagai perbedaan antara latar belakang pendidikan pekerja dengan spesifi kasi pekerjaan

mereka. Ketidaksesuaian mengisyaratkan bahwa perusahaan mengalami kesulitan mencari pekerja yang

memiliki keahlian yang dibutuhkan. Hal ini juga menjadi masalah bagi lulusan baru yang semestinya

memiliki keunggulan komparatif jika mereka dapat memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan bidang

keahlian mereka. Riset baru-baru ini mengisyaratkan bahwa masalah ketidaksesuaian bagi pekerja yang

lulus pendidikan tinggi masih saja tinggi, terutama bagi laki-laki.168 Dampak masalah ini lebih dirasakan oleh

lulusan bergelar diploma kejuruan daripada lulusan universitas (Gambar 7.11a dan b).169

Masalah ketidaksesuaian semakin berkurang sehingga upah semakin membaik. Jumlah lulusan

pendidikan tinggi yang pekerjaannya tidak sesuai telah menurun dari 32,7 persen pada tahun 1997 menjadi

23,1 persen pada 2006.170 Hal ini mungkin karena bertambahnya peluang kerja atau karena inovasi yang

dilakukan lembaga pendidikan dan pemberi kerja untuk menyesuaikan lulusan dengan pekerjaan yang

tepat. Tren ini menguntungkan pemberi kerja yang membutuhkan keahlian tertentu. Hal tersebut juga

menguntungkan lulusan yang sedang mencari pekerjaan yang sesuai dengan bidang studi mereka. Dari

tahun 1999 sampai 2006, lulusan yang bekerja di bidang yang tidak sesuai memperoleh upah nominal sedikit

168 Berdasarkan “Education and Skills Mismatch,” sebuah laporan yang ditulis oleh Armida Alisjahbana (2008a). Riset ini membuat indikator ketidaksesuaian dengan menggunakan matriks yang memperlihatkan sembilan kategori jurusan bagi pekerja bergelar universitas dan diploma kejuruan, serta 63 kategori yang menghubungkan sektor bisnis dengan jenis pekerjaan. Ketidaksesuaian teridentifi kasi jika jenis pekerjaan maupun sektor bisnis tidak sesuai dengan jurusan yang dipelajari di universitas atau pendidikan diploma kejuruan.

169 Alisjahbana, 2008a.

170 Ibid.

Page 147: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

145

Bab 7

Pasar Tenaga Kerja Berkeahlian

lebih tinggi daripada lulusan yang bekerja di bidang yang sesuai. Namun saat ini, lulusan yang bekerja di

bidang yang sesuai memperoleh upah nominal lebih besar hampir di setiap sektor bisnis.171 172

Kotak 7.1 Inovasi Mengatasi Ketidaksesuaian

Perusahaan yang Melakukan Penjangkauan kepada Mahasiswa: PT Astra International

Didirikan pada tahun 1957, PT Astra International (Astra) memiliki catatan prestasi dalam memperkenalkan

berbagai praktik keorganisasian dan manajemen, baik gaya Jepang maupun Barat, serta dalam melatih kader

manajer profesional. Hasilnya, perusahaan ini sering disebut-sebut sebagai salah satu perusahaan Indonesia yang

pengelolaannya paling baik.172 Kebijakan inovatif ini telah memungkinkan Astra untuk berkembang dari perusahaan

dagang kecil menjadi kelompok usaha terdiversifi kasi yang mempunyai enam bisnis inti: otomotif, jasa keuangan,

peralatan berat, agribisnis, teknologi informasi, dan infrastruktur. Kelompok usaha terdiversifi kasi ini kini memiliki

lebih dari 130 anak perusahaan yang mempekerjakan sekitar 120.000 staf.

Kelompok usaha ini menyerap sekitar 1.000 orang lulusan baru setiap tahun melalui Recruitment and Career

Development yang mengelola perekrutan dan kebijakan pengembangan sumber daya manusia. Program ini disebut

Astra goes to Campus (AGTC) dan menggunakan serangkaian strategi perekrutan untuk membantu mengurangi

ketidaksesuaian.

Pameran/Bursa Kerja: Astra turut serta dalam bursa kerja yang diselenggarakan pihak universitas dan juga

mengadakan sendiri bursa kerja universitas yang disebut “Astra Days”. Astra Days memungkinkan perusahaan

untuk menjangkau pemirsa sasarannya, yaitu mahasiswa S1 dan S2 yang sedang mencari kerja. Kegiatan kampus

yang dilakukan Astra merupakan bagian terpenting dari strategi perekrutannya yang telah menghasilkan 39

persen dari keseluruhan karyawan baru pada 2008.

Astra Workshop Program (AWP): Program lokakarya ini dirancang untuk mengembangkan perangkat keahlian

para mahasiswa yang diseleksi dari universitas terpilih berdasarkan prestasi mereka. Lokakarya tiga hari ini berisi

pengembangan keterampilan sosial seperti kerja sama tim dan kepemimpinan, serta kegiatan pembimbingan

dan konseling. Peserta yang berhasil dapat mengikuti rekrutmen jalur cepat di Astra setelah mereka lulus

universitas.

Magang: Program ini terdiri atas tiga jenis magang yang memberi kesempatan bagi mahasiswa tingkat akhir

untuk memperoleh pengalaman kerja secara langsung. (i) Di tingkat korporat, mahasiswa universitas diberi

kesempatan magang untuk posisi tertentu. (ii) Mahasiswa universitas mendapat kesempatan magang secara

umum untuk mendapat pengalaman memanfaatkan pengetahuan mereka dalam lingkungan kerja sungguhan.

(iii) Kesempatan magang bagi pelajar sekolah kejuruan, biasanya oleh anak perusahaan yang bergerak di

bidang manufaktur seperti PT. Astra Honda Motor dan PT. Toyota Astra Motor. Magang kejuruan ini lebih sering

diselenggarakan dan melibatkan kelompok besar (antara 30-50 pelajar per kelompok).

Pada saat bersamaan, Astra memberikan masukan dan sinyal kepada lembaga penyedia pendidikan mengenai mutu

dan perangkat keahlian yang diperlukan para lulusan. Kegiatan ini termasuk:

Lokakarya bagi dosen: Lokakarya bagi dosen dimaksudkan untuk memperkaya materi kuliah yang diberikan

oleh dosen universitas. Para dosen dari sejumlah universitas terkemuka diundang untuk ikut serta dalam

lokakarya tersebut dan belajar mengenai aspek teknis atau manajemen produksi. Mereka juga akan mendapat

materi yang kelak dapat digunakan saat memberi kuliah.

Kuliah tamu: Kegiatan ini dimaksudkan sebagai program penjangkauan melalui kuliah tamu oleh staf Astra di

universitas mengenai berbagai topik, mulai dari praktik manajemen hingga proses perekrutan.

Kunjungan perusahaan: Kegiatan ini ditujukan supaya mahasiswa dapat memahami operasi Astra. Program ini

menyesuaikan jadwal kunjungan untuk berbagai jurusan. Tergantung pada fokusnya, mahasiswa mungkin akan

mengunjungi pabrik untuk mempelajari berbagai mesinnya atau berdiskusi dengan manajer senior mengenai

praktik terbaik manajemen.

171 Ibid. Penulis melaporkan adanya pengecualian di antara lulusan dari jurusan pendidikan, matematika, dan komputer karena upah nominal bagi lulusan yang bidang kerja tidak sesuai justru tumbuh lebih cepat daripada lulusan yang bidang kerjanya sesuai.

172 Sebagai contoh, The Wall Street Journal, 9-11 Mei 2008.

Page 148: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

146 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Kotak 7.1 Lanjutan

Layanan Karir dari Universitas: Menghubungkan Pencari Kerja dengan Pemberi Kerja

Universitas Indonesia (UI) adalah salah satu universitas paling bergengsi di Indonesia yang mempunyai 12 fakultas

dan setiap tahunnya mewisuda sampai 2.000 orang lulusan baru. UI mendirikan Career Development Center (CDC

UI) pada tahun 2005 sebagai perantara yang menghubungkan pemberi kerja dengan lulusan S1 dan S2 yang

sedang mencari kerja, sehingga membantu mahasiswa agar dapat berhasil di tengah persaingan pasar tenaga

kerja yang semakin berat.

Dulunya, sebuah lembaga informal, Pusat Peluang Karya (PPK), mengisi peran sebagai perantara sebelum kemudian

digabungkan dengan CDC UI. Selain CDC UI di tingkat pusat, beberapa fakultas juga memiliki CDC-nya sendiri.

Meskipun ada kerja sama antara CDC pusat dan fakultas, CDC fakultas difokuskan pada pasar tenaga kerja yang

khusus bagi lulusan fakultas tersebut. Saat ini CDC UI mempunyai sekitar 4.000 orang anggota, baik mahasiswa

S1 maupun S2, yang membayar iuran Rp 50,000 untuk bergabung dengan CDC UI selama satu semester dan

mengambil manfaat dari tiga layanan intinya, yaitu:

Penyelenggaraan UI Career Expo: CDC mengundang calon pemberi kerja untuk ikut serta dalam sebuah pameran

yang diadakan dua kali dalam setahun. Berbagai perusahaan menyewa tempat di lokasi pameran di kampus untuk

mencari lulusan baru guna mengisi lowongan yang tersedia. Acara tersebut kini semakin dikenal dan menarik

sehingga semakin banyak diikuti oleh pemberi kerja dan mahasiswa. Career Expo pertama yang diadakan tahun

2006 diikuti 10 perusahaan dan 500 mahasiswa pencari kerja, namun sampai Career Expo yang diadakan tahun

2008, keikutsertaan telah meningkat menjadi 58 perusahaan dan 6.500 pencari kerja. Menurut CDC, 20-30 persen

dari mahasiswa yang menghadiri acara tersebut berhasil memperoleh pekerjaan.

Number of companies participating ini UI Career Expo (2006-2008)

70

60

50

40

30

20

10

0Career Expo I

(2006)Career Expo II

(2006)Career Expo III

(2007)Career Expo IV

(2007)Career Expo V

(2008)

Number of participating ini UI Career Expo (2006-2008)

10.000

9.000

8.000

7.000

6.000

5.000

4.000

3.000

2.000

1.000

0Career Expo I

(2006)Career Expo II

(2006)Career Expo III

(2007)Career Expo IV

(2007)Career Expo V

(2008)

Mengadakan Proses Perekrutan: Proses perekrutan perusahaan dilakukan setidaknya satu kali sebulan,

tergantung pada permintaan dari perusahaan yang menjadi mitra. Selain itu, tergantung pada jenis kerja samanya,

CDC UI dapat melakukan penyaringan awal kandidat dan mengadakan wawancara jika dibutuhkan.

Menyelenggarakan Seminar/Pelatihan: Seminar dan pelatihan diadakan setidaknya dua kali dalam sebulan

dan ditujukan untuk membantu lulusan UI agar dapat bersaing dengan lebih efektif di pasar tenaga kerja. Setiap

seminar/pelatihan dihadiri oleh 50-100 orang peserta, sedangkan fokusnya tergantung pada keahlian yang

menjadi sorotan berbagai perusahaan karena dianggap kurang dimiliki pencari kerja. Yang sering ditekankan

dalam pelatihan adalah keterampilan sosial seperti kerja sama tim dan kepemimpinan. Dalam beberapa kasus,

perusahaan mengadakan pelatihan sebagai bagian dari proses perekrutan sehingga para peserta yang berhasil

lulus dan memenuhi syarat akan direkrut. Kebanyakan pelatihan diberikan cuma-cuma kepada anggota CDC UI,

tetapi non-anggota juga dapat mengikuti pelatihan dengan membayar.

Page 149: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

147

Bab 7

Pasar Tenaga Kerja Berkeahlian

VI. Rekomendasi

Meneruskan alokasi sumber daya untuk memperbanyak SMA dan lembaga pendidikan tinggi. Karena

premium bagi pekerja yang lulus SMA masih tinggi, pasar masih mampu menyerap lebih banyak lagi pekerja

lulusan SMA dan pendidikan tinggi. Penambahan SMA diperlukan untuk memenuhi permintaan akan pekerja

yang berpendidikan lebih tinggi. Namun demikian, premium masih terus meningkat untuk pekerja lulusan

pendidikan tinggi. Investasi untuk menambah lembaga pendidikan tinggi dapat menghasilkan manfaat

yang lebih luas dan juga memenuhi permintaan yang terus meningkat akan pekerja berkeahlian tinggi.

Mengadakan riset untuk mengidentifi kasi penyebab ketidaksesuaian dan bagaimana caranya

supaya pekerja dapat dicocokkan dengan calon pemberi kerja dengan lebih efi sien. Upaya dari

pemberi kerja dan universitas untuk mencari kecocokan antara lulusan baru dan calon pemberi kerja

merupakan hal yang menggembirakan dan perlu dilanjutkan lebih jauh. Namun, masih terdapat banyak

penghambat yang menyulitkan pekerja untuk mencari pekerjaan yang sesuai dengan bidang keahlian

mereka atau pekerja yang terkena PHK untuk mencari pemberi kerja lain yang sesuai. Perlu dikaji sejumlah

strategi untuk mendorong mobilitas pencari kerja dan memberi mereka informasi mengenai pekerjaan

yang tersedia, sesuai dengan keahlian dan kemampuan mereka.

Secara bersamaan, perlu pula dilakukan berbagai langkah untuk memperbaiki mutu pendidikan

pada setiap tingkatan. Pasar tenaga kerja menuntut tingkat keahlian yang semakin tinggi karena

lingkungan bisnis yang semakin bersaing. Perbaikan mutu pendidikan juga dapat disertai dengan sejumlah

langkah untuk meningkatkan keahlian pekerja melalui program pelatihan publik, topik yang akan dibahas

dalam Bab 9.

Rekomendasi ini menimbulkan pertanyaan: bagaimana pemerintah semestinya memperluas

pasokan pekerja yang berkeahlian dan berpendidikan lebih tinggi untuk memenuhi permintaan

yang terus meningkat dari para pemberi kerja? Ada beberapa jenis SMA dan lembaga pendidikan tinggi

yang dapat ditingkatkan dalam reformasi untuk memperluas pendidikan. Bab berikutnya akan mengkaji

perdebatan kebijakan saat ini mengenai apakah SMA ataukah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang

dapat memastikan supaya angkatan kerja masa depan berada di posisi terbaik untuk mendapat manfaat

dari permintaan akan pekerja yang berpendidikan lebih tinggi.

Page 150: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya
Page 151: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

Bab 8

Membangun Angkatan Kerja

yang Memiliki Keahlian

(Bagian I)

Melengkapi Pekerja Masa Depan Melalui

Pendidikan Formal

Page 152: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

150 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Bab 8 Ringkasan & Rekomendasi

Sistem pendidikan menengah atas di Indonesia terbagi menjadi empat jenis sekolah: umum negeri, kejuruan

negeri, umum swasta, dan kejuruan swasta. Tingkat partisipasi sekolah terus naik karena pertambahan jumlah

sekolah umum negeri. Keadaan ini mulai berubah setelah diluncurkannya kebijakan pertambahan sekolah kejuruan

oleh Kementerian Pendidikan Nasional dengan sasaran membalikkan rasio sekolah kejuruan terhadap sekolah

menengah atas umum menjadi 70:30 pada tahun 2015. Telah dilakukan moratorium pembangunan sekolah umum,

sementara sekolah kejuruan kini berkembang pesat dan menyerap lebih banyak siswa. Sampai dengan 2007, kira-

kira seperempat dari semua siswa terdaftar di sekolah kejuruan, angka yang masih jauh dari target kuota.

Dilihat dari kinerja beberapa generasi lulusannya, jalur pendidikan kejuruan dan umum menghasilkan kondisi

ketenagakerjaan yang sama, kecuali dalam hal tingkat formalitas laki-laki yang lebih tinggi. Keberhasilan lebih

bergantung pada apakah lulusan yang bersangkutan memiliki ijazah sekolah negeri daripada apakah lulusan

yang bersangkutan belajar di sekolah umum atau kejuruan. Namun demikian, kinerja lulusan laki-laki dari sekolah

kejuruan terus menurun seiring waktu dan kini mereka dihadapkan pada penalti upah yang ketat. Persoalan ini

mungkin disebabkan oleh kecenderungan laki-laki memilih jurusan teknik dan industri yang kini semakin tidak

relevan di pasar tenaga kerja karena pergeseran ke sektor jasa. Sementara itu, perempuan lebih memilih jurusan

yang berorientasi pelayanan dan kini menikmati kondisi yang lebih baik.

Siswa dengan kemampuan akademis lebih tinggi akan terkena dampak terbesar pelaksanaan kebijakan “70:30”.

Akses yang semakin kecil terhadap sekolah umum negeri akan memaksa lebih banyak siswa untuk belajar di sekolah

kejuruan. Siswa laki-laki yang berprestasi secara akademis akan menghadapi penalti upah besar jika mereka lulus

dari sekolah kejuruan daripada sekolah umum negeri. Meski demikian, sekolah kejuruan sebetulnya efektif untuk

membantu siswa laki-laki yang lebih lemah secara akademis dalam memasuki pasar tenaga kerja.

Tanpa adanya perbaikan kondisi ketenagakerjaan atau pengurangan tingkat pengangguran secara jelas, kebijakan

“70:30” tidak dapat menjustifi kasi biaya pendidikan kejuruan yang lebih tinggi yang akan dibebankan kepada

negara dan juga orang tua melalui biaya sendiri yang lebih besar. Pembatalan moratorium sekolah umum negeri

dapat membantu memenuhi kebutuhan akan pekerja berpendidikan lebih tinggi yang efektif dari segi biaya.

Sekolah kejuruan masih berperan dalam mendidik pekerja masa depan, tetapi diperlukan perbaikan mutu dan

relevansi keahlian yang diajarkan. Hal ini dapat dilakukan dengan membina hubungan yang lebih kuat dengan

calon pemberi kerja, serta mengadopsi dan menerapkan standar layanan minimum. Perbandingan jenis sekolah

yang tepat dapat dicari dengan mengikuti permintaan akan keahlian di pasar tenaga kerja, bukannya dengan

memasang target tertentu.

I. Pendahuluan

Pekerja dengan tingkat pendidikan dan keahlian kerja spesifi k yang lebih tinggi sangat dibutuhkan

oleh pemberi kerja. Permintaan yang besar ini menyebabkan premium upah pekerja yang berpendidikan

lebih tinggi tetap mahal, meskipun jumlah pekerja dari golongan ini bertambah dengan cepat. Meskipun

tingkat partisipasi SD sudah hampir 100 persen di Indonesia, persentase angkatan kerja yang memiliki tingkat

pendidikan lebih tinggi masih sangat rendah. Pada 2007, sekitar seperlima dari pekerja adalah lulusan SMA,

dan hanya sekitar 6 persen yang lulus pendidikan tinggi.173 Karena itu, untuk memenuhi permintaan pasar

tenaga kerja, sangat dibutuhkan penambahan jumlah pekerja yang berpendidikan lebih tinggi. Pendidikan

para pekerja masa depan dimulai dengan perluasan akses terhadap pendidikan formal, terutama sekolah

menengah pertama dan sekolah menengah atas.

173 Sakernas. Lihat Bab 7, Tabel 7.2.

Page 153: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

151

Bab 8

Membangun Angkatan Kerja yang Memiliki Keahlian

Tantangan yang dihadapi para pembuat kebijakan saat ini adalah mengidentifi kasi cara terbaik

untuk meningkatkan pasokan pekerja berkeahlian di masa depan. Perhatian para pembuat kebijakan

terfokus pada perluasan kesempatan belajar di sekolah menengah atas. Namun, perencanaan perluasan ini

menjadi rumit karena adanya berbagai jenis sekolah menengah di Indonesia: umum dan kejuruan, negeri

dan swasta, sekuler dan berbasis agama. Kementerian Pendidikan Nasional memilih untuk memprioritaskan

penambahan sekolah menengah kejuruan (SMK) supaya pekerja masa depan memiliki keahlian kerja spesifi k.

Kebijakan ini telah menimbulkan perdebatan mengenai pendidikan menengah atas manakah yang paling

baik untuk menyiapkan siswa supaya berhasil di pasar tenaga kerja saat ini.

Bab 8 mengkaji jenis sekolah menengah atas manakah yang paling baik menyiapkan lulusannya

agar berhasil di pasar tenaga kerja. Sejauh ini, perdebatan mengenai kebijakan untuk memperluas

pendidikan menengah atas berlangsung tanpa disertai analisis menyeluruh. Riset baru-baru ini mengenai

efek jenis sekolah terhadap kondisi ketenagakerjaan yang disampaikan dalam bab ini, dapat mendukung

pembuatan kebijakan berbasis bukti dan mendorong kebijakan yang akan membantu lulusan di masa

depan supaya berhasil di pasar tenaga kerja. Bab ini terdiri atas empat bagian:

Yang pertama menjelaskan sistem pendidikan menengah atas di Indonesia.

Yang kedua menjelaskan kebijakan pemerintah baru-baru ini untuk mendorong pendidikan kejuruan di

tingkat menengah atas dan dampaknya terhadap pendaftaran siswa.

Yang ketiga mengkaji kondisi ketenagakerjaan lulusan menengah atas untuk menilai jenis sekolah

manakah yang memberi kesempatan terbaik bagi siswa agar berhasil mendapat pekerjaan.

Bagian yang keempat dan terakhir memberikan rekomendasi untuk memperluas pendidikan menengah

atas dan memperbaiki mutu pendidikan.

II. Pendidikan Menengah Atas di Indonesia

Sistem pendidikan menengah atas di Indonesia, baik di sekolah negeri maupun swasta, dibagi

menjadi jalur umum dan kejuruan. Sistem pendidikan menengah di Indonesia dibagi menjadi sekolah

menengah pertama dan sekolah menengah atas, masing-masing diikuti selama tiga tahun sebelum lulus.

Indonesia juga memiliki dua sistem sekolah yang berbeda, yaitu sekuler dan Islam, meskipun kurang dari

10 persen anak usia sekolah belajar di sekolah Islam.174 Dalam sistem sekolah sekuler, siswa yang lulus dari

sekolah menengah pertama memiliki pilihan untuk mendaftar ke Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) atau

Sekolah Menengah Atas (SMA).175 Berbagai sekolah tersebut dibagi lagi berdasarkan kepemilikan, yaitu

sekolah negeri atau sekolah swasta.

Hanya ada sedikit kesamaan di antara jalur pendidikan kejuruan dan jalur pendidikan umum.

Kurikulum kedua jenis sekolah menengah atas ini sangat berbeda dan mata pelajaran yang sama hanya

sedikit, seperti bahasa Inggris dan Indonesia. SMA umumnya tidak menawarkan subjek kejuruan seperti

pertukangan kayu atau permesinan, sedangkan sekolah kejuruan hampir hanya berfokus pada keahlian

pekerjaan dan dibagi menurut jenis jurusan yang mencakup: manajemen bisnis; keahlian teknis seperti

permesinan dan teknologi informasi; pertanian dan kehutanan; kesejahteraan masyarakat; pariwisata;

kesenian dan kerajinan; kesehatan, dan kelautan. Selain itu, terdapat pula SMK kejuruan yang sangat khusus

174 Newhouse dan Suryadarma, 2009. Pada tahun 2007, Susenas memperlihatkan bahwa hanya 8,4% anak usia sekolah terdaftar pada sistem sekolah Islam. Karena alasan tersebut, diskusi dan analisis Bab 8 hanya mengkaji sistem sekolah sekuler.

175 Bab ini menggunakan istilah SMK dan SMA, berturut-turut untuk merujuk pada sekolah menengah atas kejuruan dan sekolah menengah atas umum. Jenis sekolah ketiga pada tingkat menengah atas, sekolah Islam Madrasah Aaliyah, tidak dimasukkan dalam analisis bab ini. Hal ini karena jumlah siswa menengah atas yang terdaftar pada sekolah Islam sangat kecil jika dibandingkan dengan SMK atau SMA. Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2007, hanya 8,4 persen anak usia sekolah yang terdaftar pada sistem sekolah Islam.

Page 154: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

152 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

yang berfokus pada penerbangan atau pembuatan kapal. Bidang yang paling diminati adalah manajemen

bisnis dan teknis/industri karena mencakup 88 persen dari semua SMK yang ada.176

Kenaikan tingkat partisipasi terutama didorong ekspansi sekolah umum negeri. Akses terhadap

sekolah menengah atas semakin baik sehingga tingkat partisipasipun meningkat. Tren ini terutama didorong

oleh pembangunan lebih banyak sekolah negeri sehingga kaum muda memiliki kesempatan lebih besar

untuk sekolah (Gambar 8.1 dan 8.2).177 Sebelumnya, jumlah siswa yang belajar di sekolah swasta lebih banyak

daripada di sekolah negeri, tetapi sejak tahun 2006-07, pembagiannya sudah berimbang antara sekolah

negeri dan swasta. Antara tahun 2002 sampai 2007, sekolah umum yang dibangun setiap tahunnya lebih

banyak daripada sekolah kejuruan sehingga mampu menyerap mayoritas siswa baru setiap tahun.

Gambar 8.1 Sekolah menengah atas menurut

jenisnya

Gambar 8.2 Partisipasi ke sekolah menengah

atas menurut jenisnya

0

5,000

10,000

15,000

20,000

002/2002 3 002/3002 4 002/4002 5 002/5002 6 002/6002 7 002/2002 3 002/3002 4 002/4002 5 002/5002 6 002/6002 7

Private SMK Schools Private SMA Schools Public SMK Schools

0

2,000,000

4,000,000

6,000,000

8,000,000

Sumber: Kemendiknas, www.depdiknas.go.id

III. Kebijakan Ekspansi Pendidikan Kejuruan

Pemerintah meluncurkan rencana ekspansi sekolah kejuruan demi memotong tingkat pengangguran

kaum muda. Sesuai rencana strategis 2005-09, Kementerian Pendidikan Nasional berencana menempatkan

70 persen siswa menengah atas di sekolah kejuruan dan 30 persen sisanya di sekolah umum pada tahun

2015.178 Kebijakan “70:30” ini dimaksudkan untuk mengurangi pengangguran kaum muda dan menyiapkan

lulusan supaya dapat segera bekerja dengan dibekali keahlian siap pakai.179 Justifi kasi untuk kebijakan ini

adalah keyakinan bahwa lulusan SMK lebih berpeluang diserap pasar tenaga kerja, sebab secara historis

tingkat pengangguran lulusan SMK kurang dari setengah tingkat pengangguran lulusan SMA.180

Untuk mencapai target ini, pihak kementerian membangun banyak sekolah kejuruan dan telah

menetapkan moratorium pembangunan sekolah umum baru. Target kebijakan Kementerian

176 Sekolah menengah atas kejuruan untuk bidang bisnis dan manajemen dikenal sebagai Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA), sedangkan untuk bidang teknik dan industri dikenal sebagai Sekolah Teknik Menengah (STM). Pada 2005-06, dari keseluruhan 6.025 SMK, 39 persen di antaranya merupakan STM dan 49 persen yang lain adalah SMEA. (Alisjahbana, 2008c).

177 Lampiran VIII.1.

178 Alisjahbana, 2008c; Rencana Strategis Departemen Pendidikan National Tahun 2005-2009 (Kementerian Pendidikan Nasional, 2006a). Kebijakan “70:30” bertujuan meningkatkan jumlah SMK, baik negeri maupun swasta.

179 Alisjahbana, 2008c.

180 Kementerian Pendidikan Nasional, 2006b.

Page 155: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

153

Bab 8

Membangun Angkatan Kerja yang Memiliki Keahlian

Pendidikan Nasional adalah mencapai rasio 50:50 dalam perbandingan sekolah kejuruan dengan sekolah

umum pada tahun 2010 (Tabel 8.1) dan mencapai rasio 70:30 pada tahun 2015. Kementerian menggunakan

tiga strategi umum guna mencapai rasio tersebut: membekukan pembangunan SMA baru, mempercepat

pembangunan SMK baru, dan mengubah sekolah umum yang telah ada menjadi sekolah kejuruan. Rencana

kementerian juga menguraikan tiga tujuan tambahan yang berkaitan dengan pendidikan kejuruan, yaitu

pendirian 441 SMK internasional sampai dengan tahun 2010; revitalisasi peralatan pendidikan di SMK, dan;

pengembangan program kewirausahaan bagi siswa kejuruan.181

Tabel 8.1 Peta langkah pengembangan pendidikan teknik kejuruan

Target 2005/06 2006/07 2007/08 2008/09 2009/10

Rasio siswa: SMK terhadap SMA 35:65 37:63 38:62 43:57 50:50

Jumlah SMK 6.000 6.150 6.300 6.500 6.600

Jumlah siswa SMK (juta) 2,1 2,4 2,9 3,5 4,3

Jumlah guru SMK 94.000 110.000 138.000 174.000 216.000

Sumber: Kementerian Pendidikan Nasional182

Kebijakan ini sudah berjalan dan kini semakin banyak siswa mendaftar ke sekolah kejuruan. 1.211

sekolah kejuruan tambahan telah didirikan dari 2006-07 sampai 2008-09. Dalam periode yang sama, 375

sekolah umum ditutup.183 Keadaan ini membalikkan tren penurunan jangka panjang dalam pendaftaran

sekolah kejuruan (Gambar 8.3). Sampai dengan 2007, semakin banyak siswa telah mendaftar di sekolah

kejuruan. Sebagian besar dari peningkatan tersebut merupakan pendaftaran di sekolah kejuruan swasta

yang menyerap lebih banyak siswa laki-laki daripada perempuan.184 Meskipun terjadi pertambahan, kecil

kemungkinan bahwa Kementerian dapat mencapai target 50:50 pada 2010 atau target 70:30 lima tahun

kemudian. Pada tahun 2007 saja, siswa SMK baru mencapai 24 persen dari total siswa menengah atas, jauh

dari target yang ditetapkan dalam peta langkah.

Gambar 8.3 Partisipasi sekolah kejuruan, 1992-2007

18

20

22

24

26

28

30

32

34

36

38

1,100,000

1,200,000

1,300,000

1,400,000

1,500,000

1,600,000

1,700,000

1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006

Sumbu Kiri Jumlah siswa sekolah kejuruanSumbu Kanan Persentase siswa sekolah kejuruan terhadap keseluruhan siswa menengah atas (%)

Sumber: Newhouse dan Suryadarma, 2009 (berdasarkan Susenas)

181 Ibid.

182 Alisjahbana, 2008c.

183 Lampiran VIII.1.

184 Newhouse dan Suryadarma, 2009.

Page 156: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

154 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Tabel 8.2 RRasio aplikasi versus yang

diterima

Jenis sekolah Rasio

Umum (SMA) 1,44

Negeri 1,57

Swasta 1,22

Kejuruan (SMK) 1,26

Negeri 1,53

Swasta 1,13

Sumber: Kementerian Pendidikan Nasional

Namun demikian, pergeseran ini tidak sesuai dengan

keinginan orang tua. SMK merupakan pilihan kedua bagi

sebagian besar orang tua. Keinginan orang tua, yang

diukur melalui rasio aplikasi versus yang diterima, sedikit

lebih tinggi untuk SMA daripada SMK, tanpa memandang

apakah sekolah tersebut merupakan sekolah swasta atau

negeri (Tabel 8.2).185 Preferensi ini bahkan lebih kuat lagi

pada orang tua yang berpendidikan lebih tinggi; kecil

kemungkinan bahwa mereka bersedia mendaftarkan anak

mereka ke sekolah kejuruan, apalagi di SMK swasta.186

Kebijakan “70:30” dijalankan tanpa analisis empiris

menyeluruh. Bukti internasional tentang manfaat

pendidikan kejuruan masih belum pasti. Beberapa

studi mendapati bahwa lulusan kejuruan memperoleh upah lebih tinggi, tetapi studi yang lain tidak

menemukan perbedaan, baik dari sisi kondisi ketenagakerjaan maupun upah, jika dibandingkan dengan

lulusan umum.187 Korea Selatan pernah berusaha melaksanakan kebijakan ekspansi kejuruan pada tahun

90-an untuk meningkatkan ketersediaan pekerja berkeahlian. Namun, kebijakan tersebut gagal dan tingkat

partispasi sekolah menengah kejuruan justru menurun antara 1995 sampai 2005 (Lihat Kotak 8.1). Meski

demikian, kebijakan “70:30” ini tetap diluncurkan tanpa adanya bukti empiris kuat yang dapat menjustifi kasi

kebijakan. Baru setelah kebijakan diluncurkan, dilakukan sejumlah studi untuk mengkaji hasil yang diperoleh

lulusan sekolah kejuruan di Indonesia.188 Bagian berikutnya mengisi kekurangan bukti tersebut dan mengkaji

seberapa baik kinerja berbagai jenis pendidikan menengah atas dalam menyiapkan lulusan agar berhasil di

pasar tenaga kerja.

Kotak 8.1 Pengalaman Korea Selatan: perluasan pendidikan kejuruan mungkin bukan

jawaban yang tepat

Mengingat pemerintah Indonesia berminat memperluas pendidikan kejuruan, pengamatan terhadap pengalaman

negara lain yang telah menjalankan kebijakan serupa di masa lalu akan sangat membantu. Salah satu contohnya

adalah Korea Selatan yang menerapkan kebijakan ekspansi kejuruan pada awal 90-an.

Penurunan pendidikan kejuruan. Pertumbuhan ekonomi yang pesat di Korea Selatan pada tahun 60-an dan

70-an telah mendorong permintaan terhadap pekerja dan teknisi berkeahlian. Rasio partisipasi ke sekolah kejuruan

terhadap sekolah umum meningkat dari 40 persen pada 1965, menjadi 45 persen pada 1980. Namun sejak tahun

80-an, persentase siswa kejuruan mulai menurun, dari tingkat tertinggi sebesar 45 persen pada 1980, menjadi hanya

35 persen pada 1990. Penurunan ini disebabkan oleh kenaikan pesat tingkat partisipasi ke pendidikan tinggi.

185 Luque, 2009.

186 Newhouse dan Suryadarma, 2009.

187 Ibid.

188 Bank Dunia baru-baru ini menghasilkan tiga laporan mengenai efek pendidikan kejuruan. Lihat Chen (2009) dan Luque (2009). Bab 8 didasarkan pada temuan Newhouse dan Suryadharma (2009) yang memperkirakan efek keberagaman jenis sekolah pada berbagai kelompok kemampuan skolastik, usia, dan latar belakang keluarga, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Mereka menggunakan panel rumah tangga yang mencakup jangka waktu 14 tahun sehingga memungkinkan mereka untuk membedakan antara efek usia dan efek kohor, serta mengkaji perubahan pada hasil yang diperoleh dari pendidikan kejuruan seiring berjalannya waktu. Kalaupun timbul bias akibat adanya karakteristik yang berpengaruh namun tidak teramati, asalkan bias tersebut konstan sepanjang waktu, maka hal ini tetap akan memberikan perkiraan yang akurat mengenai perubahan pada hasil yang diperoleh seiring berjalannya waktu.

Page 157: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

155

Bab 8

Membangun Angkatan Kerja yang Memiliki Keahlian

Kotak 8.1 Lanjutan

Kebijakan “50:50” untuk perluasan kejuruan. Pemerintah Korea Selatan berpandangan bahwa pendidikan

kejuruan harus diperluas untuk mengatasi kekurangan pekerja berkeahlian dan mengurangi permintaan

berlebihan akan pendidikan tinggi. Karena itu, pada awal 90-an, pemerintah Korea Selatan mengadopsi “Kebijakan

50:50” untuk meningkatkan persentase siswa sekolah menengah kejuruan sampai 50 persen pada tahun 1998.

Pemerintah segera bertindak mengubah sekolah menengah atas umum menjadi sekolah menengah kejuruan dan

membangun sekolah kejuruan baru untuk mendorong kenaikan tingkat pendaftaran. Tetapi, kebijakan tersebut

gagal: meskipun pendaftaran sekolah kejuruan sempat meningkat sampai 42 persen pada tahun 1995, rasionya

kemudian terus menurun sampai akhinya tinggal 29 persen pada tahun 2005 – jauh di bawah target awal.

Mengapa kebijakan tersebut gagal. Terdapat dua alasan utama yang menyebabkan kegagalan itu. Yang

pertama, orang tua tidak percaya bahwa siswa lulusan sekolah menengah atas umum dan lulusan pendidikan

tinggi akan menghadapi peluang kerja yang lebih buruk, dan karenanya, menolak kebijakan tersebut. Yang kedua,

bertolak belakang dengan analisis pemerintah, kebutuhan akan pekerja berkeahlian tidak harus dipenuhi dengan

menambah siswa sekolah menengah kejuruan. Teknologi penghemat tenaga kerja (seperti mesin otomatis) telah

menggantikan banyak pekerjaan repetitif dan berulang yang tadinya dilakukan oleh lulusan sekolah kejuruan.

Penelitian juga mendukung pandangan orang tua bahwa pendidikan umum lebih baik. Penelitian baru-

baru ini sepertinya membenarkan pandangan orang tua bahwa hasil pendidikan di sekolah menengah atas

umum akan lebih baik daripada pendidikan di sekolah menengah atas kejuruan. Analisis data panel untuk 2001-

06 mendapati bahwa tidak ada perbedaan signifi kan antara kondisi ketenagakerjaan lulusan sekolah menengah

umum dibandingkan dengan lulusan sekolah menengah kejuruan, sedangkan upah bulanan rata-rata lulusan

sekolah menengah umum sekitar 10 persen lebih tinggi daripada lulusan sekolah kejuruan. 189

Pelajaran yang dapat ditarik bagi pengembangan sekolah kejuruan di Indonesia. Pengalaman Korea Selatan

mengisyaratkan dua hal. Yang pertama, kebijakan ekspansi sekolah kejuruan akan gagal, kecuali jika kebijakan

tersebut mampu menjawab permintaan yang belum terpenuhi dan sesuai dengan perkembangan kondisi

pasar. Yang kedua, riset mendalam perlu dilakukan dahulu untuk menguji hipotesis yang mendasari ekspansi

sekolah. Kajian mengenai perubahan jangka panjang dalam hal kebutuhan akan keahlian dan perbedaan kondisi

ketenagakerjaan antara lulusan sekolah umum dan kejuruan, serta analisis lebih baik mengenai kebutuhan sosial

akan pendidikan umum dan pendidikan tinggi haruslah dilakukan dulu sebelum kebijakan ekspansi dapat diterima

dan dilaksanakan.

Sumber: “VET Provision and Expansion: Korean Experiences,” oleh Sung Joon Paik, Spesialis Senior Bank Dunia bidang Pendidikan, yang dipresentasikan tanggal 16 Mei 2008 dalam lokakarya ESA di Bogor, Indonesia.

189

IV. Mengkaji Keberhasilan Lulusan di Pasar Tenaga

Kerja

Berdasarkan kinerja lulusan selama dua puluh tahun terakhir, jalur pendidikan kejuruan maupun

umum menghasilkan kondisi ketenagakerjaan yang hampir sama. Perempuan lulusan sekolah

189 Korea Research Institute for Vocational Education and Training (KRIVET), 2008. Data ini merupakan hasil perbandingan antara lulusan pendidikan diploma yang sebelumnya lulus dari sekolah umum dan yang sebelumnya lulus dari sekolah kejuruan, dan hasil tersebut tidak memperlihatkan perbedaan yang signifi kan secara statistik. Tidak ada perbedaan upah antara lulusan umum dan kejuruan yang segera memasuki pasar tenaga kerja setelah lulus sekolah menengah atas. Akhirnya perlu diingat bahwa hasil studi ini mungkin mengalami bias seleksi dalam pemilihan jenis sekolah menengah atas.

Page 158: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

156 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

kejuruan memiliki kondisi ketenagakerjaan yang sama dengan perempuan lulusan sekolah umum negeri.190

Penghasilan, tingkat pengangguran, dan tingkat lapangan kerja formal, tidak berbeda antara lulusan SMK

(negeri maupun swasta) dan lulusan SMA negeri. Demikian pula laki-laki yang lulus dari sekolah kejuruan

mempunyai peluang yang sama seperti lulusan sekolah umum untuk menjadi penganggur, dan jika bekerja,

tingkat penghasilan mereka pun akan serupa.191 Namun, ada keuntungan bagi laki-laki yang lulus dari SMK

negeri karena mereka lebih berpeluang untuk mendapat pekerjaan di sektor formal.

Keberhasilan lulusan lebih bergantung pada apakah mereka lulusan sekolah negeri daripada apakah

mereka belajar di sekolah umum atau kejuruan. Perbedaan kondisi ketenagakerjaan antara lulusan

sekolah negeri dan sekolah swasta tampak lebih jelas. Laki-laki yang lulus dari sekolah swasta mempunyai

penghasilan jauh di bawah lulusan sekolah negeri. Hal ini terjadi merata tanpa memandang apakah mereka

lulus dari sekolah umum negeri atau dari sekolah kejuruan negeri. Kondisi serupa juga dialami perempuan

yang lulus dari sekolah umum swasta karena keikutsertaan mereka dalam angkatan kerja lebih rendah dan

tingkat lapangan kerja formal mereka juga berada di bawah lulusan tiga jenis sekolah menengah atas yang

lain.

Siswa berlatar belakang kurang beruntung yang belajar di sekolah swasta memiliki peluang kerja

yang buruk. Tingkat pendidikan ayah dapat mewakili latar belakang keluarga; mereka yang ayahnya

berpendidikan paling tinggi sekolah menengah pertama dikategorikan ‘kurang beruntung’, sedangkan

mereka yang ayahnya berpendidikan minimal sekolah menengah atas dikategorikan ‘beruntung’. Di antara

para pekerja laki-laki yang kurang beruntung, mereka yang lulus dari sekolah swasta memiliki peluang kerja

paling buruk dan penalti upah yang relatif besar jika dibandingkan dengan lulusan sekolah negeri.192 Karena

itu, laki-laki dari latar belakang kurang beruntung akan memperoleh manfaat terbesar dari pendidikan

kejuruan di sekolah negeri dan menghadapi penalti upah terbesar jika belajar di sekolah swasta. Efek ini

pun terjadi pada perempuan. Di antara para pekerja perempuan yang kurang beruntung, lulusan sekolah

umum swasta mengalami dampak paling buruk karena merekalah yang keikutsertaannya paling kecil dalam

angkatan kerja dan mempunyai tingkat formalitas kerja terendah.

Tetapi baru-baru ini, kinerja lulusan laki-laki dari sekolah kejuruan negeri pun telah menurun dan

kini menjadi penalti. Laki-laki yang baru saja lulus dari SMK negeri kini tak lagi mempunyai peluang lebih

besar untuk dipekerjakan di sektor formal.193 Yang lebih memprihatinkan lagi, telah terjadi penurunan upah

secara dramatis di antara kaum muda laki-laki yang baru lulus dari SMK negeri. Dulunya, laki-laki berusia 25

tahun lulusan SMK negeri akan memperoleh upah yang besar, namun mereka kini menghadapi penurunan

upah yang besar dan bertambah terus seiring waktu (Gambar 8.4a). Perkiraan penurunan upah bagi

kelompok laki-laki termuda mencapai 30 persen pada tahun 2000 dan 43 persen pada 2007.

190 Lampiran VIII.3 dan Lampiran VIII.4. Lampiran VIII.3 memperlihatkan kondisi ketenagakerjaan pada berbagai subkelompok lulusan sekolah menengah atas. Tetapi, seleksi non-acak dalam pekerjaan dapat menimbulkan bias pada perkiraan efek jenis sekolah terhadap tingkat formalitas dan upah jika determinan tak teramati pada jenis sekolah berkaitan dengan peluang berbagai jenis lulusan memperoleh pekerjaan yang dipilihnya. Karena itu, perlu dilakukan kontrol terhadap sebanyak mungkin karakteristik pratertentu (predetermined) atau eksogen. Lampiran VIII.4 memperlihatkan kondisi ketenagakerjaan setelah dilakukan kontrol terhadap sebanyak mungkin karakteristik teramati untuk mengisolasi efek dari berbagai jenis sekolah menengah atas. Berbagai variabel tersebut termasuk: pendidikan orang tua, baik orang tua yang tinggal bersama maupun yang tidak tinggal bersama; tinggi badan; luas tempat tinggal yang dilaporkan sendiri pada usia 12 tahun; pengulangan kelas saat SD atau SMP; tingkat kehadiran saat SMP; bekerja saat bersekolah di SD atau SMP, dan tahun wawancara. Selain itu, efek tetap dari daerah kelulusan SMP perlu memperhatikan keragaman pasokan pendidikan, karakteristik masyarakat, dan efek rekan sebaya di berbagai daerah.

191 Upah individu yang menjadi wiraswastawan dihitung menggunakan keuntungan per jam rata-rata. Indeks harga perkotaan dari Statistik Indonesia digunakan untuk mengurangi upah tahun 1993, sedangkan indeks harga IFLS digunakan untuk tahun-tahun selanjutnya (Newhouse dan Suryadarma, 2009).

192 Lampiran VIII.5.

193 Lampiran VIII.7.

Page 159: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

157

Bab 8

Membangun Angkatan Kerja yang Memiliki Keahlian

Gambar 8.4 Efek pendidikan kejuruan negeri terhadap upah194

a. Laki-laki b. Perempuan

-0.60

-0.40

-0.20

0.00

0.20

0.40

0.60

20 30 40 50 60Usia rata-rata Usia rata-rata

Kohor tua Kohor tengah Kohor muda

-0.50-0.40-0.30-0.20-0.100.000.100.200.300.400.500.60

20 30 40 50 60

Kohor tua Kohor tengah Kohor muda

Sumber: Perhitungan Bank Dunia, berdasarkan IFLS 1993, 1997, 2000, 2007

Turunnya kinerja lulusan laki-laki dari sekolah kejuruan kemungkinan diakibatkan oleh perubahan

struktur ekonomi. Sejak krisis keuangan 1998, ekonomi semakin bergantung pada sektor jasa untuk

menghasilkan pertumbuhan.195 Pertumbuhan tahunan sektor industri menurun drastis, sementara

pertumbuhan tahunan sektor jasa masih tetap kuat. Dari 2003 sampai 2007, lapangan kerja sektor jasa

tumbuh lebih cepat daripada lapangan kerja sektor industri. Perubahan struktur ini kemungkinan berdampak

negatif terhadap lulusan laki-laki dari sekolah kejuruan karena mereka cenderung memilih jurusan teknik

dan industri daripada jurusan yang berorientasi jasa (Gambar 8.5).

Gambar 8.5 Pilihan jurusan kejuruan

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Laki-laki

Perempuan

Teknik dan industri Manajemen bisnis Pariwisata Lain-lain

Sumber: Perhitungan staf Bank Dunia berdasarkan Susenas, 2006

Di sisi lain, perempuan

cenderung memilih

jurusan yang berorientasi

jasa di sekolah kejuruan

dan kini meraih hasil yang

lebih baik. Perempuan

cenderung memilih jurusan

yang sesuai dengan sektor

jasa sehingga diuntungkan

karena nilai upah yang lebih

tinggi.196 56 persen

perempuan mengambil

jurusan manajemen bisnis

dan 28,9 persen mempelajari

pariwisata (Gambar 8.5).

Karena mereka mengambil

sektor jasa, perempuan dari

194 Newhouse dan Suryadarma, 2009. Untuk mengkaji efek usia, sampel dibagi menjadi tiga kohor: tua (mereka yang lahir antara 1940 sampai 1962), sedang (1963-1972), dan muda (1973-1980). Catatan: Setiap titik memperlihatkan efek yang diperkirakan dari sekolah kejuruan relatif terhadap sekolah umum untuk kohor dan tahun tertentu. Sumbu horizontal menunjukkan usia rata-rata kohor yang bersangkutan pada tahun tersebut.

195 Lihat Bab 2 untuk diskusi mengenai perubahan ekonomi dan efek yang ditimbulkan terhadap penciptaan lapangan kerja sektoral.

196 Lihat Bab 7 untuk informasi lebih jauh mengenai hasil dari pendidikan jika dipilah menurut sektor lapangan kerja.

Page 160: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

158 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

sekolah kejuruan kemungkinan akan memperoleh hasil yang lebih baik. Terdapat indikasi awal bahwa hal ini

telah terjadi. Kelompok termuda dari perempuan yang lulus dari SMK negeri kemungkinan akan mengalami

peningkatan upah, mulai pada usia 30 tahun (Gambar 8.4b).197

Pelaksanaan kebijakan “70:30” kemungkinan akan berdampak negatif bagi siswa dengan

kemampuan akademis lebih tinggi. Siswa yang unggul secara akademis, yang berada di sepertiga

peringkat teratas ujian terstandardisasi, memiliki kemungkinan jauh lebih besar untuk belajar di sekolah

umum.198 Kebijakan ekspansi kejuruan – dan penutupan sekolah umum untuk diubah menjadi sekolah

kejuruan – akan memaksa lebih banyak siswa berprestasi akademis untuk memasuki jalur kejuruan. Mereka

inilah yang paling terancam dirugikan akibat investasi dalam pendidikan kejuruan ketika kondisi ekonomi

justru semakin menghargai pekerja berpendidikan umum dan mempunyai keahlian kognitif. Mereka akan

menghadapi penurunan upah 41 persen dengan belajar di sekolah kejuruan negeri dan 49 persen jika belajar

di sekolah kejuruan swasta.199 Seperti halnya laki-laki, perempuan berprestasi akademis juga mengalami

penurunan besar jika bersekolah di SMK. Perempuan berprestasi akademis yang lulus dari sekolah kejuruan

negeri dan swasta, berturut-turut mengalami penurunan upah 16 dan 32 persen.

Namun demikian, sekolah kejuruan sama efektifnya dengan sekolah umum dalam menyiapkan

siswa laki-laki dengan kemampuan akademis lebih rendah untuk memasuki pasar tenaga kerja.

Siswa dengan orang tua yang berpendidikan lebih rendah dan siswa yang kemampuan akademisnya lebih

rendah mempunyai kemungkinan jauh lebih besar untuk mendaftar di SMK swasta.200 Meskipun belajar di

SMK swasta membawa penurunan upah besar bagi siswa berprestasi akademis, siswa yang kemampuan

akademisnya lebih rendah mengalami kondisi yang lebih baik. Laki-laki dan perempuan berkemampuan

akademis lebih rendah yang belajar di sekolah kejuruan swasta akan meraih pendapatan serupa dengan

yang belajar di sekolah umum atau sekolah kejuruan negeri.201 Tetapi, perempuan yang lulus dari SMK swasta

berpeluang lebih besar untuk menganggur dan berpeluang lebih kecil menjadi pekerja formal. Karena itu,

pendidikan kejuruan swasta hanya berguna bagi siswa laki-laki yang lemah secara akademis; peluang mereka

untuk dipekerjakan dan memiliki pekerjaan formal sama saja seperti jika mereka lulus dari jenis sekolah

yang lain. Laki-laki dengan kemampuan akademis rendah yang lulus dari sekolah kejuruan negeri tak hanya

memperoleh penghasilan sama besar dengan mereka yang lulus dari sekolah umum negeri, tetapi mereka

juga berpeluang lebih kecil untuk menjadi penganggur. Hal ini bertolak belakang dengan perempuan yang

kemampuan akademisnya lebih rendah karena peluang mereka untuk menjadi penganggur justru lebih

besar jika mereka lulus dari sekolah kejuruan negeri.

V. Rekomendasi

Kebijakan “70:30” yang dijalankan saat ini tidak akan mencapai sasarannya untuk mengurangi

tingkat pengangguran secara keseluruhan. Meskipun maksud kebijakan ini adalah mengurangi tingkat

pengangguran, kebanyakan lulusan sekolah kejuruan berpeluang sama besar dengan lulusan sekolah

umum untuk menjadi penganggur. Satu-satunya subkelompok yang berpeluang lebih kecil untuk menjadi

penganggur hanyalah laki-laki dengan kemampuan akademis lebih rendah yang lulus dari sekolah kejuruan

negeri. Lulusan dari kedua jenis sekolah juga berpeluang sama besar mendapatkan pekerjaan di sektor

formal. Keunggulan upah dan tunjangan pekerjaan formal yang dulunya dirasakan oleh lulusan laki-laki

197 Lampiran VIII.7. Catatan: peningkatan premium upah bagi kohor perempuan termuda nilainya cukup besar, tetap efeknya tidak signifi kan secara statistik.

198 Lampiran VIII.6.

199 Lampiran VIII.9.

200 Lampiran VIII.6.

201 Lampiran VIII.9.

Page 161: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

159

Bab 8

Membangun Angkatan Kerja yang Memiliki Keahlian

dari sekolah kejuruan telah berkurang dan belakangan ini malah menjadi penurunan upah. Siswa laki-laki

dengan kemampuan akademis lebih tinggi akan menjadi kelompok yang paling dirugikan jika kesempatan

untuk belajar di sekolah umum negeri semakin berkurang dan mereka terpaksa belajar di sekolah kejuruan.

Tanpa adanya perbaikan kondisi ketenagakerjaan secara jelas, ekspansi sekolah kejuruan yang

dilakukan secara meluas saat ini tidak akan efektif secara biaya. Sekolah kejuruan lebih mahal daripada

sekolah umum. Biaya tahunan per siswa untuk SMA negeri diperkirakan sebesar Rp 3,5 juta (Gambar 8.6).202

Sementara itu, biaya tahunan per siswa untuk SMK negeri diperkirakan lebih tinggi 37 persen, yaitu sebesar

Rp 4,8 juta. Kebijakan ekspansi kejuruan akan membutuhkan tambahan anggaran kira-kira Rp 5 triliun per

tahun begitu target 70:30 telah tercapai.203 Ini adalah peningkatan yang sangat besar, setara dengan 65

persen dari keseluruhan anggaran untuk sekolah menengah atas yang diperkirakan sebesar Rp 8,9 triliun

pada 2009.204 Biaya yang dikeluarkan sendiri oleh orang tua pun akan lebih tinggi 36,9 persen untuk SMK

negeri jika dibandingkan dengan SMA negeri (Gambar 8.7).205 Demikian pula dengan biaya untuk SMK

swasta akan lebih tinggi 31,4 persen daripada biaya untuk SMA swasta. Tetapi, konversi sekolah umum

menjadi sekolah kejuruan akan membatasi pilihan orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya ke sekolah

menengah atas. Keadaan ini terutama akan berdampak bagi keluarga miskin karena golongan inilah yang

paling banyak menyekolahkan anaknya ke sekolah swasta dan terpaksa mengeluarkan biaya sendiri yang

lebih besar.

Gambar 8.6 Biaya yang dikeluarkan

pemerintah untuk pendidikan

(Rp)

Gambar 8.7 Biaya yang dikeluarkan sendiri

untuk pendidikan (Rp)

Negeri Swasta Negeri Swasta

Sumber: Ghozali Sumber: Susenas, 2006

Membatalkan moratorium sekolah menengah atas umum demi memenuhi kebutuhan akan pekerja

yang berpendidikan lebih tinggi yang efektif dari segi biaya. Meskipun persentase pekerja lulusan

sekolah menengah atas terus naik, masih ada banyak ruang untuk menambah jumlahnya supaya pekerja

yang masih muda memperoleh manfaat dari tingginya upah bagi tenaga kerja yang berpendidikan lebih

tinggi. Sekolah umum negeri adalah cara paling efektif dari segi biaya bagi pemerintah untuk menyiapkan

siswa agar dapat berhasil di tempat kerja. Orang tua juga lebih menyukai pendidikan di sekolah negeri,

terutama SMA, karena lebih murah daripada sekolah swasta dan memberi peluang terbaik agar anak mereka

202 Ghozali, 2006. Angka-angka tersebut mewakili biaya dalam nilai Rupiah tahun 2003, yang dibayarkan melalui belanja pemerintah, tidak termasuk biaya rumah tangga yang dikeluarkan untuk pendidikan.

203 Perkiraan staf Bank Dunia. Angka dalam nilai Rupiah tahun 2003.

204 Bank Dunia, 2007.

205 Lampiran VIII.2 (Luque, 2009). Survei rumah tangga IFLS2000 memperoleh hasil berbeda dan dilaporkan bahwa sekolah umum swasta adalah yang paling mahal, diikuti oleh sekolah kejuruan swasta dan kemudian sekolah kejuruan negeri. Yang biayanya termurah adalah sekolah umum negeri (Newhouse dan Suryadarma, 2009).

Page 162: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

160 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

berhasil di pasar tenaga kerja. Jika akses terhadap sekolah umum negeri tidak diperluas, ada risiko bahwa

siswa dengan kemampuan akademis lebih baik, terutama laki-laki, tidak akan memperoleh manfaat dari

premium upah yang sesungguhnya dapat diperoleh jika mereka lulus dari SMA negeri.

SMK masih berperan penting mendidik pekerja masa depan, namun diperlukan perbaikan mutu dan

relevansi keahlian. Meskipun ekspansi sistem pendidikan sebaiknya berfokus pada sekolah umum yang

lebih hemat biaya, sekolah kejuruan tetap berperan penting memperbaiki kondisi ketenagakerjaan pekerja

masa depan. Sekolah kejuruan sama baiknya dengan sekolah umum dalam melatih siswa laki-laki yang

lemah secara akademis; malah jika siswa-siswa tersebut belajar di sekolah kejuruan negeri, kemungkinan

mereka menjadi penganggur akan berkurang. Namun demikian, semakin turunnya hasil yang diperoleh

laki-laki dari pendidikan kejuruan mengisyaratkan bahwa mutu dan kesesuaian sekolah kejuruan perlu

diperbaiki. Kementerian Pendidikan Nasional pun menyetujui hal ini dan telah menyatakan bahwa sebagian

besar SMK di Indonesia saat ini berada di bawah standar nasional.206 Kajian kualitatif mengisyaratkan bahwa

sekitar setengah dari seluruh SMK kekurangan fasilitas teknik untuk mendukung cara belajar yang efektif dan

peralatan yang dipakai sering kali berbeda dengan praktik dalam industri.

Memperbaiki mutu pendidikan kejuruan dengan membina hubungan dengan perusahaan, sambil

mengadopsi dan melaksanakan standar layanan minimum. Riset baru-baru ini yang mengkaji model

sekolah kejuruan di Indonesia memperlihatkan bahwa membina hubungan yang lebih kuat dengan dunia

industri, memastikan adanya sumber daya keuangan yang memadai, dan memperbaiki mutu guru adalah

kunci mencapai keberhasilan (lihat Kotak 9.2).207 Melalui kerja sama dengan pemimpin industri, Kementerian

Pendidikan Nasional dapat memastikan bahwa kurikulum kejuruan relevan dengan kebutuhan angkatan

kerja saat ini dan memberikan kesempatan pelatihan di lokasi industri bagi siswa. Standar minimum juga

dapat membantu menyetarakan mutu pendidikan di berbagai sekolah yang berbeda dan memastikan

perbaikan pada sekolah swasta.

Daripada menetapkan target tertentu untuk pendaftaran sekolah kejuruan, lebih baik mencari

perbandingan jenis sekolah yang tepat dengan mengikuti permintaan keahlian di pasar tenaga

kerja. Penetapan kuota bukanlah pendekatan terbaik untuk memastikan tingkat pendaftaran sekolah.

Pasokan pendidikan semestinya fl eksibel sehingga dapat menanggapi perubahan permintaan dengan lebih

baik dan mengikuti fl uktuasi pasar tenaga kerja. Riset dapat dilakukan untuk mengetahui keahlian kejuruan

mana yang paling dicari pekerja. Pertama, lakukan studi pelacakan kondisi ketenagakerjaan siswa dari

berbagai jenis sekolah dan jurusan kejuruan yang berbeda untuk mengetahui bidang mana yang premium

upahnya tinggi. Kedua, mengadakan survei regional pemberi kerja untuk mengetahui keahlian mana yang

dicari oleh calon pemberi kerja. Hasil dari riset semacam itu dapat menjadi pedoman dalam pengambilan

keputusan yang berhubungan dengan kebijakan ekspansi sekolah.

Terakhir, mengembangkan strategi menyeluruh bagi pendidikan kejuruan yang mencakup

lembaga formal maupun non-formal. Sekolah menengah atas kejuruan bukanlah satu-satunya cara untuk

memberikan keahlian yang relevan dengan pekerjaan bagi angkatan kerja masa depan. Program pelatihan

keahlian mempunyai peran yang lebih penting lagi, terutama mengingat kebanyakan angkatan kerja

Indonesia belum lulus dari pendidikan menengah atas. Karena itu, bab berikutnya akan melihat bagaimana

program pelatihan keahlian dapat memberikan kesempatan kedua bagi pekerja yang belum mendapatkan

pendidikan menengah atas atau pendidikan tinggi.

206 Wawancara Bank Dunia dengan Kementerian Pendidikan Nasional, 2008. Saat ini terdapat lebih dari 7.000 SMK di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 290 di antaranya dikategorikan berkinerja tinggi, sementara sekitar 3.500 berada di bawah standar.

207 Wicaksono, 2008.

Page 163: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

161

Bab 8

Membangun Angkatan Kerja yang Memiliki Keahlian

Kotak 8.2 SMK yang Boleh Menjadi Contoh: Sekolah Kejuruan Analis Kimia di Bogor 208

Sekolah Menengah Kejuruan Analis Kimia Bogor, atau lebih dikenal sebagai SMAK Bogor, adalah SMK di bawah

tanggung jawab Kementerian Perindustrian. Sekolah ini adalah salah satu dari hanya tiga sekolah kejuruan di

seluruh Indonesia yang mencetak analis laboratorium kimia, sebuah profesi yang semakin dibutuhkan.

SMAK Bogor diakui sebagai model bagi SMK di Indonesia dan hal ini telah dikonfi rmasikan melalui keberhasilan

para lulusannya. Lulusan sekolah ini mampu bersaing dengan mahasiswa bergelar Sarjana atau Diploma. Sebagai

contoh, di PT Sucofi ndo – sebuah perusahaan pemeriksaan yang dimiliki negara – sekitar 80 persen posisi analis

kimia diisi oleh lulusan SMAK, sedangkan pemegang gelar Sarjana hanya 15 persen dan Diploma 5 persen saja.208

Menurut salah seorang pimpinan Sucofi ndo, perusahaan mencari lulusan SMAK karena mereka lebih cepat

beradaptasi dengan peralatan laboratorium canggih jika dibandingkan dengan lulusan dari pendidikan tinggi.

Catatan prestasi dan reputasi SMAK Bogor tidak terlepas dari tiga faktor keberhasilan berikut:

Hubungan dengan industri. SMAK Bogor memiliki kurikulum tersendiri yang inovatif sesuai dengan upayanya

memenuhi permintaan calon pemberi kerja dari industri. Alih-alih pendidikan standar tiga tahun, siswa SMAK

membutuhkan empat tahun untuk menyelesaikan program pendidikannya sehingga mereka punya lebih

banyak waktu untuk mata pelajaran yang bersifat praktik. Sekolah juga memanfaatkan jaringan yang telah

dibangun dengan perusahaan dan alumni untuk mencari tahu kebutuhan spesifi k pasar tenaga kerja. Program

magang yang tak hanya diikuti oleh siswa, tetapi juga oleh guru, adalah bagian dari pelatihan.

Penggalangan dana secara kreatif. Dukungan keuangan yang diterima SMAK Bogor dari pemerintah untuk

membayar gaji guru dan fasilitas sekolah, tidak mencukupi bagi operasinya. Hal ini memaksa pihak sekolah

untuk mencari sumber dana tambahan secara kreatif. Sekolah mengumpulkan sumbangan dari sektor

swasta dan mendirikan cabang berorientasi laba yang menawarkan layanan komersial kepada masyarakat.

Dengan pemasukan tambahan ini, SMAK dapat berinvestasi lebih jauh dalam pelatihan guru dan peningkatan

keahlian.

Siswa dan guru yang memenuhi syarat. SMAK Bogor mampu mempertahankan standar pengajaran yang

tinggi karena sekolah ini diminati oleh siswa dan guru yang memenuhi syarat. Pendaftaran ke sekolah ini

sangat kompetitif dan pelajarannya cukup berat. Siswa tahun pertama yang gagal melanjutkan ke tahun kedua

harus keluar dari sekolah. Sementara itu, sekolah mempekerjakan guru berkualifi kasi dari Balai Industri, sebuah

lembaga riset yang dioperasikan oleh Kementerian Perindustrian, dan dosen universitas. Sekolah juga mengajak

guru tamu dari perusahaan agar siswa dan guru dapat menarik manfaat dari profesional berpengalaman.

Sumber: Wicaksono, 2008; Chatab 2008.

208 Nevizond Chatab, “Kinerja Lulusan Pendidikan Menengah Kejuruan SMAK di SUCOFINDO”, makalah yang dipresentasikan pada Seminar Terbatas Strategi Peningkatan Relevansi Pendidikan Menengah, Jakarta, 30 Juni 2008.

Page 164: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya
Page 165: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

Bab 9

Membangun Angkatan

Kerja yang Memiliki

Keahlian(Bagian II)

Program Pelatihan Keahlian Pekerjaan Non-

Formal

Page 166: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

164 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Bab 9 Ringkasan & Rekomendasi

Meskipun pendidikan formal adalah salah satu cara terbaik untuk membantu kaum muda meraih keberhasilan di

pasar tenaga kerja, kaum muda yang lulus dari Sekolah Menengah Atas masih relatif sedikit. Karena itu, program

pelatihan keahlian pekerjaan dan sertifi kasi keahlian berperan penting memberikan kesempatan kedua bagi

pekerja yang beresiko tertinggal.

Fasilitas pelatihan publik di Indonesia masih terbatas dan cenderung hanya membantu pekerja yang telah memiliki

pekerjaan, terutama di sektor formal. Fasilitas semacam itu kurang berhasil menjangkau orang-orang yang akan

memperoleh manfaat terbesar dengan mendapat kesempatan kedua: pengangguran, pekerja informal, dan

kaum miskin. Berbagai program tersebut kebanyakan berbasis ruang kelas. Namun, pengalaman internasional

memperlihatkan bahwa intervensi melalui pelatihan lebih berpeluang meningkatkan kondisi ketenagakerjaan

pesertanya apabila pelatihan tersebut memberikan rangkaian layanan lebih luas yang mencakup: magang, bantuan

pencarian kerja atau pelatihan sambil bekerja, keterampilan sosial dan hidup, serta subsidi upah. Kebijakan “3 in 1”

yang baru-baru ini dilakukan Indonesia adalah langkah ke arah yang tepat, tetapi masih dibutuhkan upaya lanjutan

untuk mewujudkan manfaat pendekatan yang menyeluruh terhadap pelatihan keahlian.

Lembaga sertifi kasi profesi nasional juga memainkan peran penting untuk mengurangi hambatan dalam

pencarian kerja, terutama bagi kaum miskin yang peluangnya lebih kecil untuk mengecap pendidikan formal.

Meskipun Indonesia telah mendirikan lembaga semacam itu pada tahun 2004, kerangka kerja kualifi kasi nasional

secara keluruhan masih belum terpadu karena berbagai kementerian pemerintah masih menetapkan standar

kompetensinya sendiri-sendiri.

Rekomendasi:

Memperkenalkan program baru untuk pelatihan keahlian secara menyeluruh guna mengisi kekurangan dalam

kesempatan pelatihan. Mengadopsi model yang mengikuti pengalaman Jóvenes, termasuk keterampilan

sosial yang semakin dibutuhkan perusahaan Indonesia dan rangkaian layanan pelengkap seperti magang,

bantuan pencarian kerja atau pelatihan sambil bekerja, dan subsidi upah.

Menargetkan pelatihan bagi pekerja yang paling membutuhkan kesempatan kedua: pekerja yang muda dan

miskin, serta yang masih dipekerjakan di sektor informal.

Mengontrakkan layanan pelatihan kepada penyedia layanan swasta dan LSM. Dinas Tenaga Kerja memainkan

peran kunci dalam memberikan pedoman strategis dan memantau kinerja penyedia layanan.

Menciptakan lingkungan kelembagaan yang menunjang berkembangnya program pelatihan, termasuk

peraturan yang menciptakan lebih banyak kesempatan kerja dan lembaga sertifi kasi profesi yang terpadu dan

terpusat.

I. Pendahuluan

Meskipun pendidikan formal adalah salah satu cara terbaik untuk membantu kaum muda meraih

keberhasilan di pasar tenaga kerja, kaum muda yang lulus dari Sekolah Menengah Atas masih relatif

sedikit. Indonesia telah membuat kemajuan yang signifi kan dalam hal akses terhadap pendidikan selama

tiga puluh tahun terakhir. Hampir semua anak-anak kini dapat mengecap Sekolah Dasar. Namun demikian,

akses yang terbatas terhadap pendidikan berkualitas pada tingkat Sekolah Menengah Atas dan pendidikan

tinggi masih terus menjadi hambatan bagi kaum muda. Masalah ini paling dirasakan oleh calon pekerja

masa depan yang berasal dari rumah tangga miskin, yang peluangnya lebih besar untuk putus sekolah

(Gambar 9.1).209 Hal ini merugikan mereka di pasar tenaga kerja karena mereka akan lebih sulit mendapatkan

pekerjaan yang lebih disukai di sektor formal dan non-pertanian.

209 Lihat pula Ridao-Cane dan Filmer, 2004.

Page 167: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

165

Bab 9

Membangun Angkatan Kerja yang Memiliki Keahlian

Gambar 9.1 Tingkat pendidikan tertinggi yang pernah diikuti, usia 16-

18 menurut kuintil penghasilan

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Pers

en

Kelas

kuintil terkaya

kuintil termiskin

Sumber: Perhitungan staf Bank Dunia berdasarkan Susenas 2008.

Program pelatihan

keahlian pekerjaan dan

sertifi kasi keahlian

m e m b e r i k a n

kesempatan kedua

bagi pekerja yang

beresiko tertinggal.

Keikutsertaan dalam

pendidikan formal

m e m b e r i k a n

kesempatan pertama

bagi pekerja untuk

m e n g e m b a n g k a n

keahlian yang relevan

dengan pekerjaan.

Namun, bagi mereka

yang tidak memiliki akses

terhadap pendidikan

formal atau tidak

mempunyai keahlian

yang relevan dengan pekerjaan, program pelatihan dapat memberikan kesempatan alternatif untuk

mengembangkan keahlian yang dibutuhkan pemberi kerja. Berbagai program tersebut juga dapat diarahkan

kepada kelompok yang sangat rentan seperti kaum miskin yang sangat memerlukan integrasi ke dalam

pasar tenaga kerja demi meningkatkan kesejahteraan mereka. Selain itu, kerangka kerja kualifi kasi keahlian

juga memberikan kesempatan kedua dengan memungkinkan pekerja untuk dinilai berdasarkan keahlian

dan kompetensi mereka, tanpa memandang latar belakang pendidikan atau bagaimana mereka memperoleh

keahliannya tersebut.

Bab 9 meninjau bagaimana intervensi melalui pelatihan keahlian dapat dirancang untuk mengatasi

hambatan pasar tenaga kerja di Indonesia, terutama bagi kaum miskin dan rentan. Program Aktif

Ketenagakerjaan (Active Labor Market Programs - ALMP) telah dilaksanakan di berbagai negara untuk

mengatasi kegagalan pasar tenaga kerja yang turut menyebabkan risiko pengangguran lebih tinggi, masa

pengangguran lebih lama, atau penghasilan lebih sedikit. Bab ini mengkaji pelatihan pekerjaan di Indonesia

dan kemudian memberikan rekomendasi dengan menarik pelajaran dari praktik-praktik intervensi terbaik

yang dilaksanakan di negara berekonomi menengah dan maju. Bab ini dibagi menjadi empat bagian:

Yang pertama memberikan garis besar mengenai berbagai layanan pelatihan yang ada di Indonesia

saat ini dan gambaran mengenai siapa saja yang cenderung memperoleh manfaat dari pelatihan di

sektor pendidikan non-formal.

Yang kedua meninjau program pelatihan keahlian teknis dan non-teknis dalam mengatasi hambatan

memperoleh pekerjaan melalui berbagai kategori berikut: a) pelatihan kejuruan di ruang kelas; b)

pelatihan keterampilan sosial dan keterampilan hidup, serta; c) program yang mengadopsi pendekatan

menyeluruh. Tinjauan ini menyoroti ciri utama setiap pendekatan dan juga kondisi awal, faktor

pendukung keberhasilan, serta relevansinya terhadap konteks di Indonesia.

Yang ketiga berfokus pada kerangka kerja kualifi kasi nasional yang dapat mengatasi hambatan pencarian

kerja melalui sinyal yang lebih baik kepada calon pemberi kerja.

Yang keempat, dan merupakan bagian terakhir, memberikan rekomendasi bagi Indonesia dengan

penekanan khusus pada perbaikan kondisi ketenagakerjaan bagi kelompok miskin dan rentan.

Page 168: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

166 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

II. Pelatihan di Indonesia

Fasilitas pelatihan keahlian publik masih terbatas. Balai Latihan Kerja (BLK), pusat pelatihan kejuruan

publik, adalah lembaga utama yang bertanggung jawab memberikan layanan pelatihan keahlian di

Indonesia. Pusat-pusat ini ditujukan untuk melayani pencari kerja dan wiraswasta di bidang usaha kecil dan

pertanian. Selama tahun 2003-04, kira-kira 42.500 orang telah memperoleh pelatihan di 162 BLK yang tersebar

di seluruh Indonesia.210 Selain BLK, terdapat pula 18 Balai Pengembangan Produktivitas Daerah (BPPD) yang

memberikan pelatihan keahlian publik. Beberapa kementerian terkait – seperti Kementerian Pertanian,

Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Perdagangan – juga memberikan program pelatihan, namun

cakupannya cenderung lebih kecil.

Di sisi lain, layanan pelatihan swasta berkembang pesat. Mayoritas pusat pelatihan di Indonesia

dioperasikan oleh sektor swasta dan kelompok masyarakat lokal. Pusat pelatihan swasta tumbuh pesat

dalam sepuluh tahun terakhir dan jumlah pusat yang terdaftar mencapai 25.000 pada tahun 2005. Sebagai

bagian dari sistem pendidikan non-formal lokal, pusat-pusat tersebut patuh pada aturan pemerintah lokal

dan membutuhkan izin operasi dari dinas pendidikan kabupaten/kota. Namun, penyedia pelatihan swasta

pun harus memenuhi standar nasional. Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Non Formal (BAN_PNF), yang

terdiri atas perwakilan dari Kementerian Pendidikan Nasional, asosiasi profesi, dan perusahaan sektor industri,

memberikan akreditasi bagi semua pusat pelatihan. 211

Layanan pelatihan cenderung membantu kalangan yang telah memiliki pekerjaan, bukannya

para pengangguran. Sebagian besar peserta pelatihan adalah orang-orang berusia antara 19 dan 34

tahun. Tetapi, banyak dari antara peserta pelatihan tersebut tidak berada dalam angkatan kerja sehingga

mengisyaratkan bahwa banyak orang mengikuti kursus pelatihan karena minat pribadi atau hanya sebagai

hobi.212 Pada tahun 2003, hanya 6 persen dari peserta kursus pelatihan yang saat itu sedang menganggur.213

Selain itu, para peserta cenderung telah bekerja di sektor formal. Hanya sedikit pekerja dari sektor informal

yang mengikuti pelatihan untuk meningkatkan keahlian mereka.

Meskipun BLK pada awalnya diarahkan kepada pencari kerja yang miskin, saat ini semakin banyak

BLK yang menyediakan layanan pelatihan komersil / dengan biaya kepada perusahaan untuk

memperoleh penghasilan. Pelatihan berdasarkan permintaan perusahaan meningkat dari 20 persen

portofolio BLK pada tahun 1999/94 menjadi 45 persen pada tahun 2003. Pergeseran ini kemungkinan

dimaksudkan untuk memperoleh penghasilan tambahan demi menutupipembiayaan yang terbatas dari

pemerintah kepada BLK. Pemerintah pusat mengalokasikan dana rata-rata Rp 250-300 juta bagi setiap BLK

pada tahun 2006, di luar dana dekonsentrasi senilai Rp 45 miliar yang dialokasikan bagi berbagai BLK di 33

provinsi.214

210 Berdasarkan laporan berjudul “Public and Private Training Provision,” yang ditulis oleh Alisjahbana bulan Maret 2008b dan laporan LP3ES bulan Desember 2006 berjudul “Mapping Exercise: Situational Analysis for Youth Employment and Enterprise Creation”.

211 Ibid.

212 Secara keseluruhan, 40 persen peserta kursus pada tahun 2003 tidak ikut serta dalam angkatan kerja, kecuali pada kursus otomotif dan perdagangan yang hanya 20 persen dari pesertanya tidak ikut serta dalam angkatan kerja, namun kebanyakan pesertanya adalah laki-laki. Alisjahbana, Maret 2008b.

213 Alisjahbana, Maret 2008b.

214 Ibid.

Page 169: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

167

Bab 9

Membangun Angkatan Kerja yang Memiliki Keahlian

Gambar 9.2 Profi l peserta pelatihan menurut status pekerjaan

0

50000

100000

150000

200000

250000

300000

350000

400000

450000

wiraswasta wiraswasta dengan pekerja sementara

wiraswasta dengan pekerja permanen karyawan

pekerja lepas pekerja keluarga tidak dibayar

Sumber: Perhitungan staf Bank Dunia berdasarkan Susenas 2008.

Layanan pelatihan juga tidak berhasil menjangkau kaum miskin yang paling membutuhkan

kesempatan kedua. Secara teoritis, pelatihan non-formal memberikan kesempatan kedua bagi pekerja

miskin yang hanya memiliki sedikit peluang untuk meningkatkan keahlian dan kelayakannya untuk

dipekerjakan melalui sistem pendidikan formal. Pusat pelatihan lebih jarang ditemukan di kabupaten yang

lebih miskin.215 Oleh karena itu, tidaklah mengherankan apabila individu yang mengikuti kursus pelatihan

cenderung berasal dari keluarga yang lebih mampu. Pada tahun 2000, rata-rata 50 persen peserta pelatihan

berasal dari rumah tangga pada kuintil terkaya dibandingkan dengan 5 persen yang berasal dari kuintil

termiskin.216 Masalah ini tidak sepenuhnya diakibatkan oleh biaya pelatihan yang memang dapat menjadi

hambatan bagi keluarga miskin. Bahkan kursus yang diberikan tanpa pungutan pun gagal menarik individu

miskin. Pada tahun 2000, hanya 11 persen peserta kursus gratis yang berasal dari kuintil termiskin dibandingkan

dengan 37 persen yang berasal dari kuintil terkaya.217 Hal ini mungkin diakibatkan oleh kurangnya informasi

di daerah miskin atau adanya biaya non-pendidikan (seperti transpor dan tempat tinggal) yang membuat

pelatihan gratis sekalipun masih terlalu mahal bagi individu miskin.

215 Ibid. Penulis mendapati bahwa keberadaan pusat pelatihan mempunyai hubungan positif dengan tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi berdasarkan indeks kesejahteraan desa yang disusun dengan menggunakan data PODES dari tahun 2000 dan 2003.

216 Ibid.

217 Ibid.

Page 170: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

168 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

III. Program Pelatihan Keahlian

Program pelatihan keahlian adalah intervensi yang paling umum dilakukan untuk meningkatkan

kemampuan pekerja, tetapi pelaksanaannya sangat bervariasi di setiap negara. Studi menyeluruh

mengenai program pasar tenaga kerja aktif menyoroti popularitas program pelatihan jika dibandingkan

dengan langkah-langkah pasar tenaga kerja aktif lainnya, termasuk layanan pekerjaan, subsidi upah/

pekerjaan, pekerjaan umum, dan skema kewiraswastaan. Beberapa program pelatihan keahlian tersebut

dan hasil studi mengenai dampaknya terangkum pada Lampiran IX.1. Penghitungan global yang dilakukan

baru-baru ini mengenai skema lapangan kerja bagi kaum muda mendapati bahwa program pelatihan

keahlian adalah jenis intervensi yang paling umum, mencapai hampir 38 persen dari semua program

yang terdokumentasi.218 Berbagai program pelatihan tersebut, meskipun bertujuan sama, mempunyai

metode yang berbeda-beda. Bagian ini mengkaji tiga kategori umum intervensi melalui pelatihan publik: i)

pelatihan kejuruan di ruang kelas; ii) pelatihan keterampilan sosial dan keterampilan hidup, dan; iii) pelatihan

dengan pendekatan menyeluruh. Ketiga pendekatan ini dapat saling melengkapi; pelatihan menyeluruh

memasukkan pula unsur-unsur dari pelatihan di ruang kelas dan pelatihan keterampilan sosial.

Pelatihan Kejuruan di Ruang Kelas

Pendekatan yang kerap dilakukan sejak dahulu adalah pelatihan di ruang kelas dengan penekanan

kejuruan. Pendekatan ini ditujukan supaya peserta pelatihan memperoleh keahlian dan pengalaman

yang akan meningkatkan peluang mereka untuk mendapatkan pekerjaan di masa depan dan sekaligus

menanggapi kebutuhan pasar tenaga kerja. Program dalam kategori ini bisa saja mempunyai tujuan yang

lebih spesifi k dan terarah. Sebagai contoh, tujuan utama PLANFOR, sebuah program pelatihan di Brasil, adalah

untuk perlahan-lahan membangun fasilitas pelatihan kejuruan permanen guna melatih atau memberikan

pelatihan ulang bagi minimal 20 persen dari populasi yang aktif secara ekonomi setiap tahun. Program

pelatihan kejuruan berbeda dalam hal jenis keahlian yang diberikan. Meskipun populasi yang menjadi

sasaran sangat beragam, program tersebut terutama melayani individu yang menganggur dan mengalami

ketertinggalan dari berbagai kelompok umur.

Meskipun keberhasilan program pelatihan kejuruan di ruang kelas tidak merata secara internasional,

ada metode-metode yang dapat dilakukan supaya program tersebut menjadi lebih efektif. Evaluasi

memperlihatkan bahwa program pelatihan terkadang tidak memberikan hasil yang diinginkan. Peluang

keberhasilan dapat ditingkatkan dengan mengadopsi sejumlah praktik terbaik berikut ini:

Pastikan kondisi awal yang tepat bagi program. Selain berbagai faktor karakteristik dan penyusunan

program yang inheren dalam program tersebut, tiga kondisi berikut ini sangat penting untuk memastikan

keberhasilan: 1) sumber daya pemerintah yang cukup untuk pelatihan; 2) penyedia pelatihan berkualitas

tinggi yang dipasok dalam jumlah memadai (penyedia pelatihan merujuk pada lembaga maupun

pengajar, baik publik atau pun swasta); dan 3) unit pengawasan dan pengelolaan teknis yang cakap

untuk memastikan transparansi dan kualitas dalam lingkungan yang ‘kompetitif ’.

Merancang strategi yang sesuai untuk penentuan sasaran supaya dapat menghasilkan dampak

positif bagi populasi yang menjadi sasaran. Kebanyakan program Jóvenes di Amerika Latin mengadakan

kampanye besar-besaran untuk mengiklankan kursus di semua kota terpilih. Pemilihan calon peserta

pelatihan dimulai dengan akreditasi kaum muda yang berminat ikut serta. Pendaftar yang telah

diakreditasi kemudian diwajibkan datang ke kantor tenaga kerja lokal untuk mengisi kuesioner dan/atau

diwawancarai. Kuesioner tersebut dirancang untuk mengetahui status sosioekonomi calon peserta dan

218 Betcherman et al, 2007. Program pelatihan keahlian mencapai 111 dari 289 ALMP. Selain itu, 45 dari 87 studi evaluasi dampak ALMP yang dianalisis pada tahun 2004 berkaitan dengan pelatihan (Betcherman et al, 2004).

Page 171: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

169

Bab 9

Membangun Angkatan Kerja yang Memiliki Keahlian

kelayakan mereka untuk mengikuti program. Wawancara dilakukan untuk memeriksa apakah pendaftar

memenuhi profi l sasaran program.

Memperkenalkan proses penawaran kompetitif untuk layanan pelatihan. Brasil (PLANFOR),

Republik Dominika (Juventud y Empleo) dan Panama (Procajoven) adalah contoh program yang

mengadopsi mekanisme efektif untuk memastikan layanan pelatihan yang relevan dan berkualitas

tinggi dari lembaga yang kompeten dengan harga yang kompetitif.

Kotak 9.1 Rencana Nasional untuk Pendidikan Profesi, PLANFOR (Brasil)

PLANFOR adalah program pelatihan kejuruan yang diperkenalkan tahun 1996 di Brasil. Program tersebut diarahkan

bagi pekerja muda dan dewasa yang terpinggirkan, mereka yang menganggur, berisiko kehilangan pekerjaan

akibat restrukturisasi perusahaan dan/atau kebijakan makroekonomi, pengusaha kecil, atau pewiraswasta. Tujuan

utama PLANFOR adalah untuk perlahan-lahan mendirikan fasilitas pelatihan kejuruan permanen guna melatih atau

memberikan pelatihan ulang bagi 20 persen dari populasi yang aktif secara ekonomi setiap tahun. Antara tahun

1996 dan 1998, program ini telah melatih total 1,5 juta pekerja berusia 15-21 tahun. Tujuan sekunder program ini

adalah meningkatkan kelayakan populasi yang menjadi sasaran untuk dipekerjakan.

PLANFOR adalah program yang berdasarkan kebutuhan dan memberikan pelatihan keahlian dasar yang dibutuhkan

untuk bekerja, baik di sektor formal maupun informal. Rata-rata kursusnya berlangsung selama 103 jam bagi setiap

penerima manfaat dengan menggunakan kurikulum yang telah dikembangkan dengan baik. Komite tripartit

pemerintah dan perusahaan menjadi pengawas dana yang digunakan untuk membiayai program. Program juga

mengalihdayakan (outsource) kegiatan pelatihan melalui proses penawaran yang disponsori pemerintah.

Evaluasi dampak PLANFOR mendapati berbagai hasil berikut:

Pengaruh terhadap pekerjaan: Dengan tingkat pekerjaan kira-kira 48 persen, setengah dari peserta

pelatihan mendapatkan pekerjaan di sektor informal. Namun, di Pernambuco, kursus pelatihan tidak

meningkatkan peluang untuk mendapatkan pekerjaan. Hasil evaluasi dampak di Rio de Janeiro dan Fortaleza

menunjukkan bahwa program pelatihan mempunyai dampak yang positif dan signifi kan secara statistik

terhadap pengangguran: mereka yang dapat mengakses pelatihan berpeluang 3-4 persen lebih besar untuk

dipekerjakan enam sampai dua belas bulan kemudian.

Manfaat upah: Di Minas Gerais, kursus dengan lama pengajaran 50 jam menghasilkan kenaikan upah kira-kira

64 real Brasil. Tetapi, di Rio de Janeiro dan Fortaleza, tidak ada dampak terhadap upah bagi mereka yang telah

memperoleh pekerjaan.

Efektivitas biaya: Biaya program mencapai kira-kira 110 dolar Amerika per orang, dengan biaya rata-rata per

jam diperkirakan sebesar 2,13 dolar Amerika. Program tersebut efektif dari sisi biaya; analisis manfaat terhadap

biaya memperlihatkan bahwa peserta pelatihan perlu bertahan di pekerjaan barunya selama lebih dari 17

bulan supaya program tersebut menghasilkan manfaat positif bersih.

Sumber: Barros et al., n/d; Rios-Neto dan Oliveira, 1998.

Pelatihan kejuruan di ruang kelas adalah jenis pelatihan publik yang paling umum di Indonesia,

namun kualitas pelatihannya masih dipertanyakan. Belum ada evaluasi yang ketat terhadap kondisi

ketenagakerjaan dari lulusan BLK. Tetapi, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi telah melakukan

pengkajian kondisi BLK pada tahun 2004 dan 2006. Depnakertrans menemukan bahwa kira-kira 60 persen

dari BLK berada dalam kondisi yang buruk dari segi fasilitas, peralatan, dan sumber daya manusia.219 Sebagian

besar pengajarnya adalah lulusan Sekolah Menengah Atas, tetapi hanya sedikit yang telah mengecap

pendidikan tinggi. Pemerintah lokal mengendalikan 94 persen dari BLK. Pusat pelatihan yang terdesentralisasi

ini cenderung berada dalam kondisi yang lebih buruk, terutama di Indonesia bagian tengah dan timur.

219 Alisjahbana, Maret 2008b.

Page 172: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

170 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Pelatihan Keterampilan Sosial dan Keterampilan Hidup

Unsur pelatihan keahlian pekerjaan yang penting dan semakin diakui nilainya adalah pembekalan

keterampilan sosial dan keterampilan hidup.220 Intervensi melalui pelatihan dengan fokus pada

keterampilan sosial dan keterampilan hidup ditujukan untuk memberikan pelatihan dalam hal komunikasi,

kepemimpinan, kerja sama tim, motivasi, dan disiplin. Pelatihan semacam ini diarahkan terutama bagi

kelompok pengangguran dan kelompok tertinggal, seperti misalnya kaum muda dari lingkungan yang

tertinggal secara ekonomi dengan berbagai masalahnya: penyalahgunaan obat-obatan, kejahatan,

kehamilan remaja, dan rendahnya pengembangan keahlian pendidikan, sosial, dan kejuruan.221 Program

semacam itu dapat dibiayai dan dikelola oleh pemerintah (seperti program Youth Build di Amerika Serikat),

atau oleh sektor swasta dan nirlaba (atau melalui kemitraan antara keduanya, lihat Kotak 9.2). Keterampilan

hidup dapat dimasukkan dalam kurikulum formal berbasis ruang kelas atau diadopsi dalam program

eksperimental, seperti proyek pengembangan dan layanan masyarakat secara tim, serta upaya pelatihan

kepemimpinan.

Keberhasilan program keterampilan hidup bergantung pada kondisi awal dan faktor keberhasilan

kunci untuk memperoleh hasil positif. Meskipun belum tersedia evaluasi dampak mengenai intervensi

melalui pelatihan keterampilan sosial dan keterampilan hidup, saat ini sudah dilakukan beberapa kajian

terhadap program dan hasil evaluasi.222 Secara umum, pendekatan holistik – termasuk rangkaian luas strategi

dan layanan untuk menjawab kebutuhan peserta yang beragam – diperlukan untuk memastikan bahwa

semua aspek program telah ditargetkan secara efektif. Hasil temuan utama dirangkumkan sebagai berikut:

Pastikan bahwa kondisi awal telah dipersiapkan. Empat kondisi awal perlu dipersiapkan untuk

memastikan pelaksanaan yang efektif: i) dukungan keuangan, bimbingan, dan pengawasan, sering

kali dari organisasi internasional; ii) pengajar yang telah terlatih dengan sesuai dan memadai; iii)

pembangunan kapasitas dan standar kinerja yang memadai, dan; iv) dinas lokal, provinsi, dan nasional

yang efektif sebagai lembaga individual dan memiliki kapasitas untuk bekerja sama dengan efektif.

Pastikan bahwa faktor kualitas pelaksanaan diprioritaskan. Kinerja program dapat ditingkatkan

jika pelaksana program memperhatikan hal-hal berikut: memberikan waktu persiapan awal yang

memadai; mengkomunikasikan sasaran dengan jelas; memastikan sumber daya yang cukup, tepat

waktu, dan berkelanjutan; memberikan kepemimpinan yang kuat di tingkat nasional, provinsi, dan

lokal; mendukung pengembangan staf secara profesional, dan; menggunakan data dengan efektif.

Sediakan pelatih berkualitas. Orang dewasa yang penuh perhatian dan punya pengetahuan luas

seperti guru, penasihat, mentor, pekerja sosial, dan direktur program yang memahami kebutuhan

peserta sangatlah penting bagi keberhasilan program. Mereka harus punya pengetahuan luas dan

sangat terlatih serta berpengalaman, dan juga mampu memperlihatkan, melalui waktu dan perhatian

yang diberikan, bahwa mereka memiliki komitmen terhadap kesejahteraan dan masa depan peserta.

Fokus pada peserta maupun anggota masyarakat. Standar dan harapan yang tinggi terhadap

peserta akan memberikan sumbangsih bagi keberhasilan program. Keberhasilan program tak hanya

berguna bagi peserta semata. Keikutsertaan anggota masyarakat seperti orang tua dan pemberi kerja

dapat memberi dukungan tambahan bagi operasi program yang efektif.

220 Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization - WHO) mendefi nisikan keterampilan hidup sebagai: “kemampuan untuk berperilaku positif dan melakukan penyesuaian yang memungkinkan individu untuk menangani tuntutan dan tantangan hidup sehari-hari dengan efektif. Secara khusus, keterampilan hidup adalah kumpulan kompetensi psiko-sosial dan keahlian antar-pribadi yang membantu orang untuk mengambil keputusan matang, memecahkan masalah, berpikir secara kritis dan kreatif, berkomunikasi dengan efektif, membangun hubungan yang sehat, berempati dengan orang lain, dan menghadapi serta mengelola hidup mereka dengan cara yang sehat dan produktif.”

221 Sesuai evaluasi oleh Forum Kebijakan Pemuda America (American Youth Policy Forum) (Batlle, 2006).

222 Hahn, Leavitt, dan Lanspery (2006) telah mengkaji beberapa program yang berfokus pada pelatihan keterampilan hidup dan mencari tahu kondisi awal yang dibutuhkan sebelum melaksanakan program yang berhasil. Selain itu, Glenda L. Partee di American Youth Policy Forum telah mengkaji evaluasi hasil dari kira-kira 100 program untuk memperoleh pembelajaran.

Page 173: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

171

Bab 9

Membangun Angkatan Kerja yang Memiliki Keahlian

Kotak 9.2 Menjalin Hubungan (Make a Connection - MAC) di 17 negara di seluruh dunia223

Diperkenalkan pada tahun 2000, Menjalin Hubungan (Make a Connection - MAC) adalah program keterampilan

hidup yang didanai oleh Nokia dan dikelola oleh International Youth Foundation. Program ini bertujuan

meningkatkan peluang pendidikan dan keterampilan hidup kaum muda yang dibutuhkan agar dapat berhasil

dalam masyarakat. Program MAC beroperasi di 17 negara: Brasil, Kanada, Cina, Republik Ceko, Finlandia, Jerman,

Hongaria, Korea Selatan, Meksiko, Peru, Filipina, Polandia, Rusia, Afrika Selatan, Thailand, Turki, dan Inggris.

Program MAC ditargetkan pada 12 keterampilan hidup yang sangat penting: komunikasi, penyelesaian konfl ik,

memberikan sumbangsih, kerja sama, berpikir kreatif, berpikir kritis, pengambilan keputusan, empati, mengelola

emosi, penghormatan, tanggung jawab, dan kepercayaan diri. Pelatihan ke-12 keahlian ini dilakukan melalui

beragam metode, mulai dari upaya layanan masyarakat sampai proyek seni digital.

Pilot program ini menggunakan Sistem Pengukuran Hasil (Outcomes Measurement System - OMS) untuk

mengukur hasil program.223 Meskipun hasil yang diperoleh ini barulah hasil awal, namun dapat memperlihatkan

efektivitas program yang menekankan pada keterampilan hidup:

Keterampilan hidup: 95 persen peserta di 12 negara menyatakan bahwa keterampilan hidup mereka

meningkat setelah mengikuti program. Secara khusus, kerja sama, kepercayaan diri, dan berpikir kreatif

adalah tiga keterampilan hidup yang paling sering dinyatakan semakin meningkat oleh peserta. Program

MAC tampaknya telah memberikan sumbangsih dalam meningkatkan kepercayaan diri peserta mengenai

masa depan mereka; di 10 negara, rata-rata 74 persen dari peserta menyatakan bahwa proyek yang mereka

ikuti “hebat sekali” atau “sangat baik” dalam membantu mereka mempersiapkan diri untuk kehidupan yang

lebih baik, sedangkan 66 persen menyatakan bahwa proyek “hebat sekali” atau “sangat baik” dalam memberi

mereka kepercayaan diri untuk menangani situasi yang menantang. Setelah menyelesaikan pelatihannya,

72 persen peserta program yang menekankan pada sifat sukarelawan masih tetap ikut serta dalam berbagai

proyek yang membutuhkan sukarelawan.

Hasil bidang pendidikan: Di sembilan negara, rata-rata 43 persen dari murid sekolah melaporkan bahwa

nilai mereka meningkat. Di sepuluh negara, rata-rata 50 persen dari murid sekolah melaporkan bahwa

mereka semakin rajin belajar untuk sekolah. Di sebelas negara, rata-rata 66 persen dari peserta program

melaporkan bahwa mereka kini merasa mampu meraih tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Para peserta

mengatakan bahwa kemajuan semacam itu terjadi karena keikutsertaan mereka dalam program.

Sumber: Hahn, A., Lanspery, S., dan Tom Leavitt. 2006.

Meskipun pelatihan di Indonesia berfokus pada keahlian spesifi k terkait pekerjaan, berbagai

perusahaan semakin menyadari pentingnya keterampilan sosial dan keterampilan hidup. 85

persen dari perusahaan yang mengikuti Survei Keahlian yang Diinginkan Pemberi Kerja (Employer Skills

Survey) melaporkan bahwa keahlian spesifi k terkait pekerjaan adalah yang terpenting.224 Tetapi, 80 persen

dari perusahaan juga mengatakan bahwa keterampilan sosial inti semakin dibutuhkan dan secara khusus

merujuk pada keahlian perilaku, berpikir, kerja sama tim, dan negosiasi. Selain itu, berbagai perusahaan

tersebut juga mengidentifi kasi keahlian perilaku – termasuk kemandirian, komunikasi, negosiasi, kerja

sama tim, dan pengelolaan waktu – sebagai kelemahan terbesar dari pekerja ahli (pekerja bidang produksi,

administrasi, dan penjualan) yang mereka pekerjakan selama dua tahun terakhir.

223 Sistem Pengukuran Hasil (Outcomes Measurement System - OMS) ini terdiri atas tiga komponen: 1) 11 program ikut ambil bagian dalam studi prospektif dengan melakukan survei kepada peserta di tiga titik berbeda dalam program (pada saat program dimulai, pada saat program selesai, dan beberapa bulan setelah program selesai atau setelah keikutsertaan lebih lanjut dalam program); 2) 7 program melakukan survei tunggal kepada peserta yang telah menyelesaikan program atau telah mengikuti program dalam jangka waktu lama, dan; 3) 2 program mengikuti studi mendalam untuk mencari tahu informasi melalui kunjungan, analisis konteks mendalam, dan upaya khusus seperti wawancara dengan manager mengenai pelaksanaan program.

224 Bank Dunia, Employer Skills Survey, 2008.

Page 174: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

172 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Pelatihan dengan Pendekatan MenyeluruhSeiring perkembangannya, pendekatan yang paling banyak dipakai dalam pelatihan kejuruan di ruang kelas

telah diperluas dengan memasukkan layanan menyeluruh. Layanan tambahan ini mencakup pelatihan sambil

bekerja, magang, dan berbagai langkah pasar tenaga kerja aktif lainnya, seperti subsidi upah dan pekerjaan umum.

Selain itu, komponen pelatihan keterampilan hidup dan keterampilan sosial pun kerap diikutsertakan. Studi menyeluruh

yang dilakukan baru-baru ini mengenai intervensi melalui pelatihan di seluruh dunia mengungkapkan terjadinya transisi

pelatihan kejuruan di ruang kelas menjadi pelatihan kejuruan yang menyeluruh.225 Transisi ini tampak paling jelas di

Amerika Latin dan Karibia yang telah bergeser dari pelatihan yang diadakan oleh lembaga publik di ruang kelas dan

didasarkan padafaktor ketersediaan, menjadi pelatihan yang diadakan oleh berbagai penyedia layanan dan didasarkan

pada kebutuhan. Negara-negara Anglo-Saxon yang tergabung dalam OECD pun tampak semakin bergantung pada

pendekatan menyeluruh seiring berjalannya waktu. Di sisi lain, negara-negara Eropa Kontinental baru saja mulai

memasukkan layanan yang lebih luas, termasuk bantuan pencarian kerja dan langkah-langkah lain supaya pasar tenaga

kerja berjalan lebih baik.

Kotak 9.3 Program Jóvenes (kawasan Amerika Latin)

Program Jóvenes memberikan pelatihan bagi kaum muda dan miskin dalam hal keahlian profesi dan keterampilan

hidup yang disusul dengan magang di tempat kerja. Didasarkan pada proyek percontohan di Cile pada awal 90-

an, pelatihan dengan pendekatan menyeluruh ini telah menyebar ke seluruh kawasan Amerika Latin dan masing-

masing negara menyesuaikan program dengan kebutuhannya. Kaum muda yang mengalami ketertinggalan

diidentifi kasi dengan cara-cara seperti statistik pengangguran, data sosioekonomi, dan pemetaan kemiskinan.

Perusahaan swasta, LSM, lembaga publik, dan lembaga pelatihan non-formal yang memenuhi persyaratan

berkompetisi untuk memberikan pelatihan. Penyedia pelatihan diharuskan untuk mengatur magang bagi

peserta pelatihan dan memastikan keahlian seperti apa yang dibutuhkan pemberi kerja lokal sebelum menerima

dana untuk mengadakan pelatihan. Dengan cara ini, kegiatan magang akan memberikan informasi mengenai

keahlian yang sedang dibutuhkan. Pelatihan keterampilan hidup secara intensif berfokus terutama pada

keahlian memecahkan masalah, perilaku tempat kerja yang benar, mengelola konfl ik, teknik pencarian kerja, dan

membangun kepercayaan diri.

Programa Jóvenes en Acción, Colombia

Pelaksanaan program percontohan Jovenes en Acción di Kolombia dimulai pada bulan Mei 2001 dengan

menawarkan kursus pelatihan pekerjaan bagi 100.000 laki-laki dan perempuan yang menganggur dan menempati

dua tingkat pendapatan terendah. Program dilaksanakan di tujuh kota dengan investasi keseluruhan senilai 17,6

juta dolar Amerika.

Program pelatihan ini adalah bagian dari Jaringan Dukungan Sosial (Red de Apoyo Social) yang juga mencakup

pekerjaan umum secara darurat untuk menciptakan pekerjaan dan pendidikan keluarga serta tunjangan

kesehatan untuk keluarga pedesaan miskin. Kaum muda berusia antara 18 dan 25 tahun menerima tunjangan

dan voucher pelatihan yang dapat mereka gunakan untuk mendaftar pada kursus pelatihan pilihan mereka dari

daftar penyedia pelatihan yang dipilih secara kompetitif. Pelatihan pekerjaan berlangsung sekitar tiga bulan dan

diikuti dengan magang tiga bulan di sebuah perusahaan atau organisasi. Penerima manfaat juga menerima

tunjangan makan dan transportasi. Program ini dikelola oleh kelompok yang terdiri atas lembaga pemerintah,

organisasi nirlaba, dan perusahaan swasta.

225 Puerto dan Fares (2008) mempelajari 345 studi mengenai program pelatihan yang dilaksanakan di 90 negara di seluruh dunia sejak akhir 50-an.

Page 175: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

173

Bab 9

Membangun Angkatan Kerja yang Memiliki Keahlian

Kotak 9.3 Lanjutan

Evaluasi terhadap program Jovenes en Acción memperlihatkan hasil mengesankan berikut ini:

Pengaruh terhadap pekerjaan: Program berhasil meningkatkan lapangan kerja bagi laki-laki maupun

perempuan. Bagi perempuan, pelatihan telah meningkatkan peluang mereka untuk memperoleh pekerjaan,

lamanya hari dan jam bekerja, serta peluang untuk memperoleh pekerjaan dengan kontrak tertulis. Dampak

yang serupa, namun lebih terbatas juga dirasakan laki-laki.

Manfaat upah: Dampak yang paling signifi kan dari program ini adalah peningkatan besar pada upah: upah

perempuan meningkat 35 persen, sementara upah laki-laki meningkat 18 persen.

Efektivitas biaya: Program ini menciptakan perolehan bersih yang besar, terutama bagi perempuan. Bahkan

dengan menggunakan perhitungan efektivitas biaya yang paling konservatif sekalipun, yang mengabaikan

manfaat dari peluang lebih tinggi untuk dipekerjakan di sektor formal dan memungkinkan manfaatnya

didepresiasikan seiring waktu, ada isyarat bahwa manfaat bersih dari program ini lebih dari cukup untuk

menjustifi kasi pelaksanaannya dan kemungkinan perluasannya. Tingkat pengembalian investasi (IRR)

terendah adalah 13,5% untuk perempuan dan 4,5% untuk laki-laki.

Intervensi jangka pendek di negara berkembang dapat memberikan hasil yang lebih berarti daripada di negara

maju. Hal ini mungkin karena meningkatnya pelatihan keahlian dalam jumlah relatif besar di tengah konteks

tingkat pendidikan yang sangat rendah, sekaligus juga karena peran lembaga pelatihan sebagai perantara yang

memberikan informasi kepada kedua sisi pasar tenaga kerja. Meskipun hasilnya positif, ada pula perbedaan

dampak di antara berbagai negara, kemungkinan karena kondisi awal yang berbeda-beda (seperti misalnya

peraturan pasar tenaga kerja dan pertumbuhan makroekonomi), proses pelaksanaannya, atau perbedaan pada

jenis peserta pelatihan.

Sumber: Attanasio, Orazio, Adriana Kugler, dan Costas Meghir. 2007.

Intervensi melalui pelatihan yang telah mengadopsi pendekatan menyeluruh lebih berhasil

daripada program kejuruan tradisional yang berbasis ruang kelas. Diperkenalkannya layanan tambahan

seperti komponen pelatihan sambil bekerja dan magang telah meningkatkan kinerja program pelatihan

di ruang kelas.226 Berbagai komponen tersebut, selain pengajaran berbasis ruang kelas, memungkinkan

proses pelatihan yang lebih holistik dan pengembangan beragam keahlian dan kompetensi (termasuk

keterampilan hidup dan keterampilan sosial) dalam keadaan yang bervariasi. Evaluasi terhadap program

pelatihan di seluruh dunia menggarisbawahi sejumlah faktor penunjang keberhasilan berikut ini:

Memastikan bahwa isi pelatihan didasarkan pada kebutuhan. Peserta pelatihan akan berpeluang

lebih besar untuk mendapatkan hasil positif apabila mereka memperoleh keahlian dan kompetensi yang

sangat dibutuhkan atau sulit dicari di pasar tenaga kerja. Sebagai contoh, Programa Juventud y Empleo

di Republik Dominika ditujukan untuk melatih 37.500 orang pemuda yang mengalami ketertinggalan

dan memberi mereka keahlian di bidang yang relevan dengan sektor produktif supaya mereka lebih

berpeluang mendapatkan pekerjaan.227

Memberikan insentif keuangan bagi pemberi kerja dan karyawan. Penggantian upah bagi

pemberi kerja akan semakin menambah efektivitas dan meningkatkan keikutsertaan pemberi kerja

dalam pelatihan para peserta. Program yang telah menggunakan penggantian upah dengan efektif

termasuk Employability Improvement Program di Kanada dan New Deal for the Young Unemployed di

Inggris. Sebuah pendekatan baru yang menjanjikan juga sedang dikaji di Afrika Selatan.

226 Quintini dan Martin (2006) juga menekankan keunggulan intervensi menyeluruh dalam mengatasi hambatan kelayakan untuk dipekerjakan di negara OECD. Kedua penulis mengisyaratkan bahwa perpaduan berbagai layanan menjadi paket gabungan menyeluruh tampaknya akan lebih berhasil daripada jika diberikan terpisah.

227 Card et al., 2006.

Page 176: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

174 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Kotak 9.4 ALMP yang inovatif: Subsidi upah terarah bagi pekerja muda (Afrika Selatan)

Pengangguran di Afrika Selatan telah hampir berlipat ganda sejak berakhirnya apartheid dan dimulainya transisi

menuju demokrasi pada tahun 1994. Tingkat pengangguran (dengan menggunakan defi nisi standar ILO) pada

tahun 2005 mencapai kira-kira 27 persen, meningkat dari angka 16 persen pada tahun 1995. Pengangguran

terutama banyak terjadi di kalangan muda dan orang-orang yang hanya lulus pendidikan dasar atau lebih

rendah.228

Sebuah tim ahli ekonomi internasional yang menjadi penasihat pemerintah Afrika Selatan mengenai kebijakan

untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi telah mengkaji data pengangguran Afrika Selatan dengan teliti.229

Para ahli tersebut mendapati bahwa diperolehnya pekerjaan pertama pada masa transisi dari sekolah ke bekerja

merupakan titik penting yang menjadi hambatan. Begitu seorang pelajar memperoleh pekerjaan di sektor formal,

ia cenderung akan tetap bekerja di sektor formal, meskipun tidak selalu dalam pekerjaan yang sama.230

Tim penasihat ini mengusulkan pelaksanaan suatu subsidi upah terarah untuk melancarkan transisi dari sekolah

ke bekerja yang merupakan masa sulit bagi para lulusan. Subsidi ini dipadukan dengan masa percobaan singkat

yang memperbolehkan perusahaan untuk memberhentikan pekerja yang disubsidi tanpa alasan tertentu. Setiap

orang warga negara Afrika Selatan yang mencapai usia 18 tahun akan menerima kartu magnetik dengan saldo

awal senilai 5.000 rand Afrika Selatan (kira-kira setara dengan setengah dari penghasilan tahunan karyawan baru

yang berpendidikan tingkat dasar). Saldo tersebut dapat digunakan untuk membayar sampai dengan setengah

dari upah si pemegang kartu di berbagai perusahaan yang terdaftar. Jika pada saat mencapai usia 18 tahun si

pemegang kartu masih ingin terus bersekolah, saldo pada kartu akan mendapatkan bunga sebagai insentif untuk

menambah tingkat pendidikan. Pemberi kerja memiliki hak memberhentikan si pekerja selama masa percobaan

10 minggu. Setelah itu, peraturan standar mengenai jaminan pekerjaan akan diberlakukan.231

Gagasan inovatif ini memperlihatkan bagaimana pemerintah dapat bereksperimen dengan program terarah

untuk membantu populasi berisiko tinggi atau rentan. Program ini cukup menjanjikan, namun beberapa

dampak buruk dapat terjadi dalam pelaksanaannya. Yang pertama, program ini berisiko menciptakan inefi siensi

atau tingginya biaya anggaran bagi pemerintah yang menjadi sponsor. Yang kedua, perusahaan dapat saja

mencurangi sistem dengan memberhentikan pekerja yang disubsidi sebelum berakhirnya masa percobaan 10

minggu, lalu menggantinya dengan pekerja lain yang juga disubsidi.232 Pengkajian mendalam mengenai program

percontohan subsidi upah akan membantu menentukan apakah model tersebut dapat digunakan bersamaan

dengan intervensi tradisional melalui pelatihan untuk memperbaiki kondisi ketenagakerjaan kaum muda.

228 229 230 231 232

Memberikan layanan bantuan keuangan bagi peserta. Bantuan keuangan – dalam bentuk

tunjangan, penggantian, atau voucher transpor – dapat membantu peserta selama jangka waktu

program. Pendekatan ini telah digunakan dalam berbagai program termasuk: Program Pekerjaan dan

Pelatihan untuk Anak Muda semasa Musim Panas (Summer Youth Employment and Training program

- SYETP) dan Kesatuan Pekerjaan (Job Corps) di Amerika Serikat; Program Perbaikan Layak Kerja

(Employability Improvement Program) di Kanada; Juventud y Empleo di Republik Dominika, dan; Proyecto

Joven di Argentina.

Bekerja sama dengan calon pemberi kerja. Hubungan tersebut dapat membantu untuk memastikan

bahwa isi pelatihan didasarkan pada kebutuhan, sekaligus meningkatkan kemungkinan untuk

dipekerjakan setelah menyelesaikan program. Program menyeluruh yang berhasil termasuk: Projoven di

228 Banerjee, Abhijit V., Galiani, Sebastian, Levinsohn, James A., McLaren, Zoe dan Woolard, Ingrid. 2007.

229 Rincian proyek dapat dilihat di http://www.cid.harvard.edu/southafrica/

230 Levinsohn, Mei 2008a.

231 Levinsohn, Mei 2008b.

232 Levinsohn dan Rodrik, 2008.

Page 177: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

175

Bab 9

Membangun Angkatan Kerja yang Memiliki Keahlian

Peru yang pelatihannya sebagian besar diadakan oleh perusahaan yang setuju untuk mempekerjakan

80 persen dari peserta pelatihan yang telah menyelesaikan masa pelatihan sambil bekerja, dan; New

Deal for the Young Unemployed di Inggris yang pada tahun 2000 telah memperoleh persetujuan dari

60.000 pemberi kerja untuk memberi peluang pekerjaan bagi peserta program.

Berkoordinasi dengan lembaga publik. Koordinasi antara pemerintah, layanan tenaga kerja nasional,

dan semua pemain terkait, diperlukan bagi pelaksanaan program yang efektif dan efi sien. Sebagai

contoh, Proyecto Joven di Argentina memiliki prosedur yang sebagian besarnya dipusatkan di Buenos

Aires sehingga kantor tenaga kerja lokal di seantero negeri tidak memiliki wewenang administratif

untuk mengambil keputusan penting, menyetujui, atau menolak proyek. Sentralisasi yang berlebihan

ini menghambat kecepatan proses penawaran untuk memilih penyedia pelayanan dan menyebabkan

penundaan pelaksanaan kursus dan magang.233

Indonesia pun telah mulai bergeser ke arah layanan pelatihan kejuruan menyeluruh dengan

diperkenalkannya kebijakan “3 in 1” baru-baru ini. Pada tahun 2007, Kementerian Tenaga Kerja &

Transmigrasi memperkenalkan kebijakan “3 in 1” untuk meningkatkan kualitas pelatihan dan penempatan

pekerja di posisi yang cocok dengan bidang kompetensi mereka. Kebijakan ini mengadopsi pendekatan

tiga arah yang memadukan pelatihan teknis, sertifi kasi keahlian, dan layanan penempatan kerja. Pelaksanaan

kebijakan ini masih dalam tahap awal dan belum ada evaluasi formal yang dilakukan. Namun, terdapat

indikasi bahwa kebijakan tersebut belum dilaksanakan dengan cara yang dapat mencapai potensi terbaiknya.

Pengkajian awal program tersebut di Bandung mendapati bahwa program kurang mendapat pendanaan,

tidak memiliki staf yang memadai, dan lemah dalam koordinasi antar-lembaga.234

IV. Kerangka Kerja Kualifi kasi Nasional

Sertifi kasi keahlian semakin penting bagi pasar tenaga kerja sebagai mekanisme jaminan kualitas

untuk mengakui dan memastikan keahlian dan kompetensi seseorang. Faktor inheren bagi keberhasilan

sistem pelatihan bergantung pada kemampuan peserta pelatihan untuk memberi isyarat mengenai keahlian

yang telah mereka miliki kepada pemberi kerja. Sertifi kasi keahlian, yang sering kali disebut sebagai sertifi kasi

berbasis kompetensi, menjalankan peran ini dalam tiga cara. Yang pertama, sertifi kasi memungkinkan

diakuinya keahlian dan kompetensi tanpa memandang bagaimana keahlian dan kompetensi tersebut

diperoleh. Yang kedua, sertifi kasi memungkinkan keahlian individual untuk dibandingkan di pasar tenaga

kerja tanpa memandang latar belakang pendidikan. Yang terakhir, sertifi kasi berperan menghubungkan

keahlian yang diperoleh melalui pelatihan atau cara lain, dengan keahlian yang dibutuhkan untuk suatu

pekerjaan.235

Sertifi kasi keahlian memberi insentif bagi individu yang belum menyelesaikan sekolah umum dan/

atau belajar dengan cara non-formal. Pendidikan formal umumnya memberikan cara standar untuk

mengukur tingkat keahlian. Di sisi lain, sertifi kasi keahlian memberikan cara yang lebih fl eksibel dan beragam

agar keahlian seseorang diakui di pasar tenaga kerja meskipun orang yang bersangkutan tidak memiliki akses

terhadap pendidikan formal. Meskipun sertifi kasi keahlian tidak ditujukan bagi populasi tertentu, sertifi kasi

memberikan manfaat lebih banyak bagi pekerja yang belum mengecap pendidikan formal. Hal ini terutama

233 De Moura Castro, 1999.

234 Alisjahbana, Maret 2008b. Catatan: BLK bertanggung jawab atas pelatihan, Lembaga Sertifi kasi Profesi (LSP) bertanggung jawab atas sertifi kasi, dan Dinas Tenaga Kerja lokal bertanggung jawab atas layanan penempatan kerja.

235 Bouder et al., belum diterbitkan. Selain itu, manfaat sertifi kasi lainnya yang tidak begitu mendesak namun sama pentingnya mencakup: meningkatkan kemudahan berpindah kerja, mendorong kemauan belajar seumur hidup, dan memungkinkan analisis perbandingan secara internasional dan antar-generasi (Bouder et al. belum diterbitkan, Bank Dunia 2008, dan Armstrong et al. belum diterbitkan).

Page 178: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

176 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

sangat relevan bagi kaum miskin yang peluangnya lebih kecil untuk meraih tingkat pendidikan Sekolah

Menengah Atas atau pendidikan tinggi.

Kerangka Kualifi kasi Nasional (National Qualifi cation Framework - NQF) memastikan agar sertifi kasi

keahlian dipakai dalam sistem yang terkoordinasi dan konsisten. Suatu NQF didefi nisikan sebagai

sebuah instrumen tunggal, koheren, dan menyeluruh untuk menggolongkan kualifi kasi menurut seperangkat

kriteria guna menentukan tingkat pembelajaran yang telah dicapai. NQF bertujuan memadukan dan

mengkoordinasikan subsistem kualifi kasi nasional dan memperbaiki transparansi, akses, peningkatan, dan

mutu kualifi kasi dalam hubungannya dengan pasar tenaga kerja dan masyarakat madani.236 Ciri-ciri utama

yang membedakan NQF dengan sistem lain menyiratkan bahwa kualifi kasi:237

Dapat dicapai melalui akumulasi seiring berjalannya waktu (akumulasi dan transfer kredit).

Dapat ditransfer karena unsur dari sebuah kualifi kasi dapat digunakan untuk kualifi kasi yang lain.

Transparan karena pelajar tahu persis hasil pembelajaran seperti apa yang harus mereka perlihatkan

untuk meraih sebuah kualifi kasi.

Bebas dari persyaratan harus mengikuti program belajar tertentu terlebih dahulu.

Karena sebagian besar kerangka kerja dan mekanisme sertifi kasi keahlian yang telah mapan dilaksanakan di

negara OECD, maka pendanaannya terutama dilakukan oleh pemerintah negara masing-masing. Namun,

seiring semakin banyaknya negara berkembang yang bergeser ke arah pengembangan kerangka kerja

dan mekanisme sertifi kasi, terjadi peningkatan jumlah pendanaan oleh donor dalam bidang reformasi

pendidikan ini.238

Memastikan adanya kondisi awal yang tepat akan membantu untuk meningkatkan peluang

keberhasilan pelaksanaan program. Pengalaman mengenai NQF menyoroti pentingnya kondisi berikut:

(i) kemauan politik pemerintah negara; (ii) dasar legislatif untuk kerangka kerja kualifi kasi239; (iii) minat dan

kerja sama berbagai pemangku kepentingan, terutama komite perencanaan tripartit yang terdiri atas

pemberi kerja, penyedia pelatihan, dan pesertanya240; (iv) departemen pemerintah yang kompeten dan

saling membantu untuk berbagi tanggung jawab dalam pelaksanaan NQF, terutama lembaga yang terlibat

dalam pendidikan dan pelatihan, serta kebijakan pasar tenaga kerja241; (v) unit/lembaga pengelolaan teknis

dan penilaian yang cakap untuk memastikan kompetensi penilaian yang dapat dipertanggungjawabkan;

(vi) kepercayaan antara penyedia layanan dan pengguna NQF yang dibangun seiring berjalannya waktu

dan memberi kredibilitas bagi kualifi kasi242; dan (vii) komunikasi yang efektif kepada masyarakat umum demi

keberhasilan operasi dan pelaksanaannya.243

236 Coles, 2008.

237 Young, 2005.

238 Sebagai contoh, kerangka kerja kualifi kasi nasional di Afrika Selatan sebagian besar didanai oleh Uni Eropa dengan dukungan tambahan dari pemerintah Kanada (Allais 2007). Program Chile Califi ca didanai oleh pemerintah Cile sendiri (50%) dan Bank Dunia 50%).

239 OECD, 2007a.

240 Grubb, 2007.

241 OECD, 2007a.

242 Young, 2005.

243 Berbagai kondisi awal tersebut harus dipertimbangkan dengan matang dalam konteks politik dan ekonomi di negara yang bersangkutan. Perlu disadari bahwa kondisi awal yang baru disebutkan adalah kunci bagi keberhasilan NQF pada ekonomi yang telah maju seperti di Skotlandia, Selandia Baru, dan Irlandia; negara-negara tersebut juga secara geografi s dan demografi s tergolong kecil dan berbudaya homogen (Young 2005).

Page 179: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

177

Bab 9

Membangun Angkatan Kerja yang Memiliki Keahlian

Kotak 9.5 Belajar dan Berlatih Seumur Hidup (Argentina)

Proyek Belajar dan Berlatih Seumur Hidup di Argentina adalah proyek Bank Dunia dengan tujuan meningkatkan

kelayakan dipekerjakan dan peluang jenjang karir melalui perbaikan belajar seumur hidup dan sistem pelatihan

berbasis kompetensi bagi orang dewasa yang mengalami ketertinggalan. Meskipun belum dievaluasi, proyek

ini telah memperlihatkan dengan cukup jelas betapa rumitnya penciptaan standar dan kerangka kerja kualifi kasi

berbasis kompetensi.

Proyek ini terdiri atas empat komponen utama:

1. Komponen utama proyek ini melibatkan perluasan dan penguatan sertifi kasi dan pelatihan berbasis

kompetensi. Hal ini memerlukan diadakannya sertifi kasi berbasis kompetensi pada 30 sektor utama dalam

lima tahun ke depan dengan mendaftarkan 300 standar berbasis kompetensi dalam kira-kira 120 jenis

pekerjaan.

2. Proyek ini juga mendorong “kegiatan normalisasi kompetensi” oleh organisasi sektoral yang ikut serta

dengan: a) memastikan dan memantau proses yang mengarah pada defi nisi, pengesahan, dan pendaftaran

standar berbasis kompetensi bagi jenis pekerjaan terpilih; b) melatih dan mensertifi kasi para pengevaluasi,

dan; c) mendaftarkan Pusat Penilaian yang akan mengukur dan menilai pencapaian individu melalui standar

berbasis kompetensi.

3. Sub-komponen ketiga mendorong permintaan yang efektif dan pengembangan kapasitas bagi pelatihan,

penilaian, dan sertifi kasi berbasis kompetensi.

4. Sub-komponen terakhir mencakup pendaftaran dan akreditasi terhadap Organisasi Sertifi kasi yang akan

memberikan sertifi kat yang diakui bagi individu, dan juga mengakreditasi Pusat Penilaian.

Selain menciptakan sertifi kasi berbasis kompetensi, proyek ini juga berusaha menyelaraskan pelatihan dengan

pendekatan berbasis kompetensi dan memperkuat lembaga pelatihan profesi. Proyek Belajar dan Berlatih Seumur

Hidup juga bertujuan membantu pelatihan, penilaian, dan sertifi kasi pekerja sesuai dengan standar berbasis

kompetensi.

Pengalaman internasional memberikan pembelajaran bagi keberhasilan pelaksanaan NQF. Berbagai

pembelajaran ini didasarkan baik pada praktik terbaik maupun kesulitan yang ditemui dalam pelaksanaan

kerangka kerja bersangkutan.244

Mengadopsi pendekatan setahap demi setahap. Kerangka kerja parsial dapat digunakan sebagai

blok pembangun untuk menciptakan kerangka kerja yang lebih luas dan menyeluruh di masa depan.

Perubahan radikal tidak memungkinkan praktisi dan pemain lain yang terlibat untuk membandingkan

dan menguji prinsip baru tersebut dengan pengalaman mereka. Sesungguhnya, pendekatan setahap

demi setahap akan sangat membantu mencegah timbulnya polarisasi.245

Membangun konsensus dan siap berkompromi. Kualifi kasi hanya dapat dilaksanakan jika dilandasi

oleh kepercayaan. Karena itu, proses konsultasi seperti yang dilakukan pada NQF Irlandia dan

persetujuan kompromi seperti di Selandia Baru sangatlah penting. Jika proses yang demikian tidak

dilakukan, semua gagasan NQF bisa saja kehilangan kredibilitas publik dan profesi. Sebagai contoh,

kompromi yang dipaksakan mengenai kualifi kasi kejuruan nasional di Inggris justru telah menghambat

kualifi kasi tersebut menghasilkan kemajuan besar dalam pengembangan kerangka kerja nasional yang

lebih luas.

Mengembangkan pendekatan bersama melalui berbagi pengalaman dan pemakaian, bukan

melalui defi nisi yang ditentukan dengan ketat. Perbedaan cara menentukan standar, unit, dan

244 Diadaptasi dari Young, 2005.

245 Sebuah contoh pendekatan setahap demi setahap adalah Kerangka Kualifi kasi Skotlandia (Scottish Qualifi cation Framework) yang dikembangkan melalui serangkaian reformasi yang saling terkait, tanpa adanya prosedur penentuan standar yang rumit atau pengembangan kualifi kasi baru.

Page 180: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

178 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

tingkat yang dipakai untuk mendefi nisikan kriteria dapat menyebabkan masalah teknis dan profesi jika

diterapkan untuk kualifi kasi yang sangat berbeda. Kesulitan lebih lanjut akan timbul dari perbedaan

dalam menilai pembelajaran dan pengetahuan. Untuk meminimalkan masalah tersebut, perlu disadari

bahwa perbedaan dalam cara penentuan dan pendekatan penilaian tidak dapat dihindarkan dan perlu

diberikan jangka waktu yang memadai untuk mengembangkan pendekatan bersama.

Memperluas cakupan kebijakan. Berbagai kondisi seperti ketersediaan sistem penilaian, pelatihan

(atau pelatihan ulang) guru yang memadai, keberadaan organisasi sektoral yang mapan, dan kemitraan

baru, adalah hal-hal penting yang memberikan sumbangsih bagi pelaksaksanaan dan operasi sebuah

NQF.

Menyadari kesulitan politik dan administratif yang terkait dengan pelaksanaan NQF. Ketegangan

politik dapat terjadi karena tanggung jawab atas NQF tidak ditempatkan pada satu lembaga pemerintah

saja, namun terbagi-bagi antara sejumlah lembaga.246 Seiring cakupan kerangka kerja yang semakin

menyeluruh, kerangka kerja tersebut justru mulai mengancam berbagai lembaga yang menetapkannya.

Kesulitan administratif juga dapat diakibatkan oleh ketidakpastian yang dihadapi lembaga baru

berkaitan dengan tanggung jawab atas jaminan kualitas, penetapan standar, dan penilaian. Kesulitan

dalam merekrut personel dengan keahlian yang sesuai dapat memperlambatkan pendirian sebuah

NQF, dan berpotensi menurunkan kepercayaan terhadap kualifi kasi baru.

Berhati-hati dalam pelaksanaan NQF untuk menjembatani kesenjangan antara praktik standar

dan praktik yang sesungguhnya. Kesulitan yang sering terjadi saat pelaksanaan NQF, seperti lazimnya

pada kerangka kerja berbasis hasil, adalah kesenjangan antara proses seperti penentuan standar

dan penilaian, dan para individu yang bertanggung jawab atas pengajaran, pelatihan, pemilihan,

dan penilaian. Hal ini terutama relevan bagi negara berkembang yang sistem pendidikannya masih

lemah. Dibutuhkan bentuk kemitraan baru antar lembaga untuk mengelola proses yang sulit dalam

hal menyelaraskan pengetahuan dan keahlian dengan indikator kinerja yang dapat diukur, tanpa

menimbulkan gangguan yang berarti terhadap program pelatihan yang sedang berlangsung.247

Indonesia menciptakan sebuah lembaga sertifi kasi profesi nasional pada tahun 2004. Badan

Nasional Sertifi kasi Profesi (BNSP), lembaga sertifi kasi independen Indonesia, didirikan tahun 2004 dan mulai

beroperasi tahun 2005.248 Lembaga ini menerbitkan lisensi bagi institusi tersertifi kasi pada setiap profesi

(Lembaga Sertifi kasi Profesi, LSP). Institusi tersebut, yang biasanya merupakan BLK, bertanggung jawab

menguji dan mensertifi kasi keahlian dan kompetensi teknis bagi pekerja seperti tukang las, operator mesin,

apoteker, atau pekerja laboratorium. Pengujian dan sertifi kasi didasarkan pada Standar Kompetensi Kerja

Nasional Indonesia (SKKNI) yang ditentukan secara terpusat oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Di masa depan, setiap profesi akan diwakili oleh sebuah institusi tersertifi kasi. Dalam beberapa kasus, BNSP

berkoordinasi dengan lembaga sertifi kasi profesi terkait untuk menerbitkan sertifi kat yang diakui secara

internasional, termasuk untuk Certifi ed Public Accountant dan Certifi ed Financial Analyst.

Pengembangan standar kompetensi membutuhkan koordinasi yang lebih kuat di antara

kementerian pemerintah. Sampai dengan tahun 2008, Kementerian Tenaga Kerja telah membuat sekitar

14 standar dalam kerja sama dengan wakil dari industri dan sektor swasta; sedangkan 80 standar yang lain

masih dalam proses pengembangan.249 Namun, sasaran untuk menciptakan sistem nasional yang terpadu

246 Perselisihan antar lembaga terjadi di Selandia Baru antara Otoritas Kualifi kasi dan Kementerian Pendidikan mengenai siapa yang berhak menentukan kurikulum sekolah. Hal menimbulkan kesadaran diperlukannya sejumlah pembedaan karena prinsip kesamaan tidak dapat mencakup semua jenis pembelajaran.

247 Young, 2005.

248 BNSP didirikan tahun 2004 melalui PP No. 23/2004. (Alisjahbana, Maret 2008a).

249 Alisjahbana, Maret 2008a.

Page 181: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

179

Bab 9

Membangun Angkatan Kerja yang Memiliki Keahlian

masih mengalami kesulitan karena kurangnya koordinasi antara berbagai kementerian (Kementerian

Pendidikan Nasional, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi) yang

sampai sekarang masih menentukan standarnya sendiri-sendiri. Setiap kementerian mempertahankan

standar kompetensi dan birokrasinya masing-masing sehingga menyebabkan sistem yang terpecah-pecah,

tumpang tindih, dan masih menyisakan sejumlah kekurangan.

V. Rekomendasi

Lakukan percontohan dan uji coba sebuah program pelatihan keahlian menyeluruh yang bersifat

nasional dan dirancang dengan baik. Dalam bentuknya saat ini, jumlah BLK tidak memadai bagi pekerja

di Indonesia. BLK hanya mampu menjangkau sejumlah kecil pekerja, dan banyak dari antara pekerja

tersebut telah memiliki pekerjaan di perusahaan yang mengontrak BLK. Ada kekurangan dalam upaya

memberikan keahlian bagi para penganggur atau pekerja yang baru memasuki pasar tenaga kerja. Perlu

diperkenalkan pendekatan baru mengenai pelatihan keahlian untuk mengisi kekurangan tersebut. Program

Jóvenes, terutama dari Kolombia, memberikan model yang paling menjanjikan untuk ditiru. Pengalaman

internasional memperlihatkan bahwa pendekatan pelatihan semacam ini telah berhasil meningkatkan

kondisi ketenagakerjaan peserta pelatihan. Pendekatan ini mungkin dapat lebih berhasil mencapai sasaran

yang dijabarkan dalam kebijakan “3 in 1” pemerintah. Memasukkan keterampilan sosial dan keterampilan

hidup dalam kurikulum pelatihan di masa depan, terutama di bidang yang telah diidentifi kasi dalam

Employer Skill Survey. Mengawali dengan program percontohan dan mengujinya dengan ketat sebelum

mempertimbangkan untuk memperluas skala program secara nasional. Mengikuti contoh program Jóvenes di

Kolombia, mempertimbangkan pelaksanaan program bersamaan dengan berbagai program pengurangan

kemiskinan seperti Program Keluarga Harapan (PKH) yang memberikan dana tunai secara bersyarat.

Mengarahkan program bagi pekerja yang rentan dan mengalami ketertinggalan, yang paling

membutuhkan kesempatan kedua. Pelatihan tidak dapat menjangkau semua pekerja yang rentan karena

besarnya angkatan kerja di Indonesia. Karenanya, terdapat kebutuhan untuk merancang program dan

kebijakan pelatihan keahlian yang dapat menjangkau pekerja yang paling rentan secara efektif. Dengan

demikian, program di masa depan seharusnya diarahkan bagi pekerja yang masih muda, miskin, dan saat

ini bekerja di sektor informal. Kelompok-kelompok ini, yang peluangnya paling kecil untuk menyelesaikan

pendidikan formal, akan mendapatkan manfaat terbesar jika memperoleh kesempatan kedua.

Mengontrakkan layanan pelatihan kepada penyedia layanan swasta dan LSM agar pemerintah dapat

memainkan peran yang lebih strategis. Kementerian Tenaga Kerja semestinya memimpin pembuatan

rencana strategis nasional untuk pengembangan keahlian. Namun, implementasi rencana tersebut

sebaiknya diserahkan kepada penyedia layanan yang dikontrak (baik penyedia layanan dari sektor swasta

maupun LSM). Pemilihan penyedia layanan melalui proses penawaran yang transparan dan kompetitif

dapat membantu untuk memastikan bahwa layanan pelatihan yang diberikan akan berkualitas tertinggi.

Tanggung jawab memantau kinerja lembaga pelaksana dipegang sepenuhnya oleh Dinas Tenaga Kerja

lokal. Baik Dinas Tenaga Kerja lokal maupun pusat dapat mempertimbangkan untuk memberikan insentif

bagi penyedia layanan yang mampu menjangkau dengan efektif para pekerja yang rentan dan mengalami

ketertinggalan.

Mendukung kemitraan swasta-publik untuk membangun hubungan dengan calon pemberi kerja.

Dinas Tenaga Kerja lokal harus bekerja sama erat dengan penyedia pelatihan untuk melakukan survei

terhadap pemberi kerja lokal guna memastikan kebutuhan pasar tenaga kerja lokal. Mendengarkan saran

perusahaan mengenai cara meningkatkan kualitas layanan pelatihan. Berbagai perusahaan mengisyaratkan

bahwa program pendidikan non-formal, termasuk pusat pelatihan kejuruan, dapat ditingkatkan dengan

memastikan kendali mutu, mendorong hubungan dengan industri, memberikan kurikulum yang lebih baik,

Page 182: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

180 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

dan jam operasi yang lebih panjang.250 Sebagai contoh, Balai Besar Pengembangan dan Latihan Kerja Dalam

Negeri telah berhasil mengembangkan hubungan pendanaan dengan perusahaan swasta.

Yang terakhir, memelihara kondisi yang dapat membantu berkembangnya program pelatihan.

Selain berbagai faktor karakteristik dan penyusunan program yang sangat penting untuk memastikan

keberhasilan, perlu pula memperhatikan kondisi awal yang dibutuhkan bagi keberhasilan pelaksanaan

program. Kondisi awal tersebut termasuk: sumber daya pemerintah yang cukup untuk pelatihan; penyedia

pelatihan berkualitas tinggi yang dipasok dalam jumlah memadai (penyedia pelatihan merujuk pada

lembaga maupun pengajar, baik publik atau pun swasta); sebuah lembaga sertifi kasi profesi yang terpadu dan

dikoordinasi secara terpusat, dan; unit pengawasan dan pengelolaan teknis yang cakap untuk memastikan

transparansi dan kualitas dalam lingkungan yang ‘kompetitif ’. Selain itu, keberhasilan juga bergantung

pada seberapa fl eksibelnya peraturan pasar tenaga kerja di negara bersangkutan. Bukti dari negara OECD

mengisyaratkan bahwa aturan jaminan kerja yang ketat akan menghambat masuknya kaum muda ke dalam

pasar tenaga kerja.251 Penghitungan skema lapangan kerja bagi kaum muda (Youth Employment Inventory)

juga mendukung temuan ini dengan memperlihatkan bahwa negara yang peraturan pasar tenaga kerjanya

lebih fl eksibel cenderung memperoleh hasil lebih baik dari program pekerjaan untuk kaum muda.252

250 Bank Dunia, Employer Skills Survey, 2008.

251 OECD, 2004.

252 Sebuah meta-analisis mengenai program pekerjaan untuk kaum muda mengungkapkan koefi sien yang negatif, meskipun sangat kecil, antara indeks kekakuan aturan ketenagakerjaan (ukuran yang menggabungkan aturan mempekerjakan, mengontrak, dan memberhentikan), dan peluang memperoleh dampak positif di pasar tenaga kerja dari ALMP bagi kaum muda. Semakin tinggi indeks tersebut, semakin kaku aturan ketenagakerjaan dan semakin rendah peluang memperoleh dampak positif (Puerto, 2007b).

Page 183: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

Bab 10

Memperluas Jaring

Pengaman Tenaga Kerja

Melindungi Pekerja yang Rentan terhadap

Guncangan Lapangan Kerja dan Upah

Page 184: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

182 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Bab 10 Ringkasan

Indonesia menghadapi tantangan dalam upayanya mendeteksi guncangan yang dapat mengacaukan

pasar tenaga kerja dan mencari cara untuk memberikan tanggapan dengan cepat dan tepat. Meskipun

pasar tenaga kerja Indonesia tampaknya berhasil menghadapi krisis ekonomi global dan kemerosotan ekonomi,

masih ada kekhawatiran mengenai kesiapan Indonesia dalam melindungi pekerja dari pengaruh guncangan.

Data dari Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) dikumpulkan dua kali dalam setahun dan baru tersedia

bagi pembuat kebijakan berbulan-bulan setelah dikumpulkan. Hal ini menghambat kemampuan mereka untuk

mendeteksi guncangan upah dan lapangan kerja, menganalisis secara akurat bagaimana pekerja terpengaruh oleh

guncangan, dan menentukan mekanisme tanggapan yang paling tepat untuk menyalurkan bantuan bagi pemberi

kerja atau pekerja pada saat paling dibutuhkan.

Kemampuan untuk menanggapi guncangan upah dan lapangan kerja membutuhkan kebijakan dan

pendekatan baru yang dirancang untuk melindungi baik pemberi kerja maupun pekerja. Peraturan

ketenagakerjaan Indonesia yang kaku membatasi kelenturan pasar tenaga kerja dan gagal melindungi pekerja

yang rentan selama terjadinya guncangan. Tanpa adanya jaring pengaman, para pekerja umumnya bertahan

dengan mencari kerja di sektor informal dan pertanian. Karena itu, diperlukan kebijakan alternatif untuk lebih

melindungi baik pemberi kerja maupun pekerja. Terdapat tiga kategori intervensi yang dapat digunakan sebagai

tanggapan terhadap guncangan: 1) kebijakan dan program yang mendorong permintaan tenaga kerja; 2) program

yang mempertahankan penghasilan pekerja yang telah diberhentikan, dan; 3) kebijakan yang dirancang untuk

membantu penghasilan pekerja.

Program pekerjaan umum cukup efektif dalam menciptakan peluang kerja bagi pekerja yang berupah

rendah dan pekerja yang menganggur. Salah satu program yang membantu mendorong permintaan tenaga

kerja adalah pekerjaan umum. Indonesia menerapkan program pekerjaan umum jangka pendek, Padat Karya,

sebagai tanggapan terhadap krisis keuangan tahun 1997, namun program tersebut gagal melindungi para pekerja

yang paling rentan karena kelemahan mendasar dalam rancangan program. Upah yang dibayarkan program

melebihi upah di pasaran sehingga menarik pekerja yang sebetulnya sudah memiliki pekerjaan untuk bersaing

dengan pekerja pengangguran yang menjadi target program. Namun demikian, program pekerjaan umum yang

dirancang dan dilaksanakan dengan baik telah terbukti efektif. Evaluasi telah memperlihatkan bahwa program

pekerjaan umum yang berkinerja tinggi dapat menjangkau pekerja miskin dan mencegah kemiskinan jangka

pendek.

Rekomendasi

Bersiap menghadapi guncangan lapangan kerja dan upah di masa depan dengan memperkenalkan program

jaring pengaman tenaga kerja demi melindungi pekerja yang paling rentan.

Meningkatkan frekuensi data tenaga kerja untuk melacak perubahan dengan cepat dan mengembangkan

sistem pemantauan kerentanan dan guncangan yang siaga untuk menentukan dengan akurat daerah yang

terpengaruh dan memahami bagaimana dampaknya terhadap pemberi kerja dan pekerja.

Merancang sistem tanggap darurat yang siaga untuk segera dipakai memicu jaring pengaman demi melindungi

pekerja yang rentan. Pendekatan yang menyamaratakan semua keadaan tidak akan dapat menghadapi semua

guncangan. Pemanfaatan tanggapan program harus disesuaikan dengan jenis guncangan dan bagaimana

dampaknya dirasakan.

Sebagai salah satu tanggapan program, mengembangkan kerangka kerja nasional untuk pekerjaan umum

yang dapat dimanfaatkan pemerintah untuk memicu pelaksanaan program yang menciptakan peluang

kerja sementara bagi pekerja, baik di area pedesaan maupun perkotaan. Menargetkan pekerja yang paling

membutuhkan bantuan dengan menetapkan upah di bawah pasaran dan memastikan bahwa proyeknya

padat karya serta memberikan infrastruktur dan layanan yang berguna. Salah satu program yang sudah ada,

yang dapat menyalurkan dana pekerjaan umum adalah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri

(PNPM-Mandiri), yang telah memperlihatkan keberhasilannya dalam mengurangi tingkat pengangguran di

area pedesaan.

Page 185: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

183

Bab 10

Memperluas Jaring Pengaman Tenaga Kerja

I. Pendahuluan

Pasar tenaga kerja Indonesia pernah menghadapi berbagai guncangan upah dan lapangan kerja

yang serius. Krisis keuangan Asia Timur tahun 1997 merupakan krisis upah yang sangat parah bagi pekerja.

Akibat krisis, nilai tukar mata uang Indonesia menukik tajam pada tahun 1998 dan PDB riil terpangkas sampai

13 persen hanya dalam satu tahun. Para pekerja merasakan dampaknya sebagai krisis upah: upah riil anjlok

sampai 31 persen dalam satu tahun. Angka kemiskinan meningkat karena pekerja miskin tak lagi memiliki

penghasilan untuk keluar dari kemiskinan. Pada saat yang sama, para pekerja juga mengalami krisis lapangan

kerja yang serius. Tingkat lapangan kerja yang stabil menyembunyikan realokasi pekerja secara besar-besaran

dari sektor formal dan non-pertanian. Transformasi struktural selama sepuluh tahun terakhir mulai berbalik

karena pekerja yang diberhentikan memilih untuk mencari kerja di sektor informal dan pertanian.

Meskipun guncangan semacam ini hanya terjadi sesaat, namun pemulihan pasar tenaga kerja

cenderung bertahap dan lambat. Walaupun ekonomi dapat pulih dengan cepat setelah terjadi

guncangan, diperlukan waktu jauh lebih lama bagi pasar tenaga kerja untuk pulih sehingga pekerja masih

terus mengalami efek negatif guncangan jauh setelah guncangan tersebut berakhir. Setelah krisis 1997,

pasar tenaga kerja masih terus mengalami masalah peningkatan pengangguran (jobless growth) meskipun

ekonomi sudah tumbuh kembali. Lapangan kerja di sektor formal dan non-pertanian baru mulai berkembang

kembali pada tahun 2003, meskipun lajunya masih lebih lambat daripada tahun 90-an. Peralihan pekerja dari

sektor formal ke sektor informal dan pertanian, merusak kemajuan pasar tenaga kerja dan berakibat buruk

bagi keluarga yang bergantung pada gaji dari pekerjaan.

Kemungkinan terjadinya guncangan lebih jauh telah menimbulkan kekhawatiran mengenai

kesiapan Indonesia dalam melindungi pekerja di masa depan. Krisis ekonomi global yang baru saja

terjadi telah menimbulkan kekhawatiran bahwa guncangan upah atau lapangan kerja yang lain dapat

menghantam pasar tenaga kerja Indonesia seperti yang dialami banyak negara lain di seluruh dunia.

Hilangnya pekerjaan sektor formal dicemaskan dapat menghambat kemajuan Indonesia dalam penciptaan

lapangan kerja dan memaksa pekerja untuk kembali ke sektor informal dan pertanian. Indonesia tampaknya

telah berhasil menghadapi krisis ekonomi global dan kemerosotan ekonomi karena pasar tenaga kerja tidak

mengalami guncangan seperti yang ditakutkan.253 Namun, ancaman krisis telah menimbulkan kekhawatiran

mengenai kesiapan Indonesia dalam melindungi pekerja dari pengaruh guncangan. Yang pertama, Indonesia

tidak memiliki sistem peringatan untuk mendeteksi guncangan, memahami pengaruhnya terhadap pasar

tenaga kerja, dan mengidentifi kasi pekerja yang paling rentan. Hal ini mengurangi kemampuan pembuat

kebijakan untuk memberi tanggapan yang akurat dan sesuai. Yang kedua, tidak ada sistem cepat tanggap

yang disiagakan untuk segera menyalurkan bantuan yang sesuai bagi pekerja yang rentan.

Bab 10 mengkaji bagaimana pemerintah dapat melindungi pemberi kerja dan pekerja dari

guncangan dengan lebih baik. Pasar tenaga kerja Indonesia tentu akan menghadapi guncangan lagi di

masa depan. Karena itu, perlu dikaji bagaimana pemerintah dapat memanfaatkan kesempatan saat ini ketika

ekonomi maupun pasar tenaga kerja sedang kuat, untuk bersiap menghadapi guncangan di masa depan.

Bab ini, yang mendalami bagaimana Indonesia dapat lebih siap menghadapi guncangan pasar tenaga kerja,

dibagi menjadi tiga bagian:

Yang pertama mengkaji serangkaian kebijakan dan program yang dapat digunakan untuk mendeteksi

dan memahami guncangan yang mempengaruhi pasar tenaga kerja.

Yang kedua mempelajari kebijakan dan program yang dapat melindungi pemberi kerja dan pekerja

dengan: a) mendorong permintaan tenaga kerja; b) mempertahankan penghasilan pekerja yang

253 Bank Dunia. 2009d. “Perkembangan Triwulan Perekonomian Indonesia: Kembali Melaju?” Desember 2009.

Page 186: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

184 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

diberhentikan, dan; c) meningkatkan kelayakan pekerja untuk dipekerjakan dan penghasilannya.

Bagian kedua memberikan rekomendasi bagaimana pemerintah dapat lebih siap menghadapi

guncangan pasar tenaga kerja di masa depan.

II. Mendeteksi Guncangan dan Memahami

Bagaimana Guncangan Tersebut Mempengaruhi

Pekerja

Pembuat kebijakan membutuhkan data yang cepat dan andal untuk memantau pasar tenaga kerja

dan mendeteksi guncangan upah dan lapangan kerja. Sakernas merupakan sumber data yang sangat

lengkap dan dapat digunakan untuk menganalisis tren pasar tenaga kerja serta pengaruh kebijakan dan

program ketenagakerjaan. Namun, manfaat survei ini hanya terbatas ketika terjadi guncangan dan krisis

karena frekuensinya yang hanya dua kali dalam setahun dan baru tersedia bagi pembuat kebijakan berbulan-

bulan setelah dikumpulkan. Hal ini menghambat kemampuan mereka untuk mendeteksi guncangan upah

dan lapangan kerja, menganalisis secara akurat bagaimana pekerja terpengaruh oleh guncangan, dan

menentukan mekanisme tanggapan yang paling tepat untuk menyalurkan bantuan bagi pemberi kerja

atau pekerja pada saat paling dibutuhkan.

Perlindungan pekerja dimulai dengan pembuatan sistem pemantauan yang dapat mendeteksi

guncangan dengan segera (real-time). Krisis keuangan global yang terjadi dengan begitu cepat

menggarisbawahi betapa sulitnya mendeteksi guncangan yang mempengaruhi rumah tangga (Kotak 10.1).

Krisis juga telah menekankan perlunya dikembangkan sebuah sistem pemantauan dan tanggapan yang

siap dipakai pemerintah untuk membantu rumah tangga yang terpengaruh guncangan serius dengan

cepat dan tepat. Dibuatnya sistem semacam itu akan memungkinkan pemantauan indikator kerentanan

dan guncangan dengan cepat, sehingga pemerintah dapat memahami bagaimana sebuah krisis, baik

ekonomi maupun bencana alam, dirasakan rumah tangga, apa saja mekanisme yang mereka terapkan

untuk menghadapi krisis, dan dampak krisis terhadap indikatorsosial-ekonomi.

Pengalaman internasional menawarkan pelajaran yang jelas mengenai cara membangun dan

melembagakan sistem pemantauan negara yang berhasil. Indonesia dapat belajar dari negara lain

yang telah mendirikan sistem pemantauan. Meskipun tidak ada model tertentu yang harus diikuti dalam

membuat sistem pemantauan, sejumlah kisah keberhasilan mempunyai karakteristik yang serupa.254

Diperlukan sebuah lembaga pemerintah yang memimpin proses perancangan, pengembangan, dan pada

akhirnya, pengelolaan sistem. Pada saat bersamaan, pengalaman di berbagai negara menggarisbawahi

perlunya membangun mekanisme yang andal untuk mengumpulkan, mengelola, dan berbagi data

yang dibutuhkan oleh sistem pemantauan. Selain itu, sangat diperlukan sejumlah personel yang terlatih

dengan baik untuk mengelola dan mengawasi sistem pemantauan, sehingga dibutuhkan pelatihan untuk

membangun kapasitas personel yang bertanggung jawab atas fungsi-fungsi tersebut. Akhirnya, diperlukan

pula pengguna data untuk menganalisis data dan memberikan nasihat kepada pembuat kebijakan yang

bertanggung jawab menanggapi guncangan melalui program dan kebijakan, yang akan dibahas di bagian

berikutnya.

254 Mackay, 2007.

Page 187: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

185

Bab 10

Memperluas Jaring Pengaman Tenaga Kerja

Kotak 10.1 Memperbaiki Sistem Pemantauan Guncangan: Indonesia dan Krisis Keuangan

Global

Pengaruh krisis keuangan global terhadap ekonomi Indonesia mulai tampak pada akhir 2008 ketika nilai ekspor

kuartal keempat turun drastis. Akibatnya, pertumbuhan PDB pun melambat pada kuartal keempat 2008 dan

masih terus melambat pada kuartal pertama 2009. Seiring pulihnya ekspor selama 2009, ekonomi Indonesia

juga perlahan-lahan ikut pulih. Konsumsi dalam negeri yang kuat membantu makroekonomi Indonesia untuk

mengatasi badai masalah.

Tetapi, pengaruh krisis terhadap rumah tangga kemungkinan terjadi lebih lambat daripada pemulihan ekonomi

dan baru tampak jelas berbulan-bulan setelah penurunan output. Selain itu, berbagai kalangan dan daerah

mungkin mengalami guncangan yang berbeda dan pulih dengan kecepatan yang berbeda pula. Karena itu,

indikator kunci pada rumah tangga perlu dipantau agar dapat lebih memahami bagaimana keluarga terpengaruh

oleh guncangan seperti krisis ekonomi global dan apakah mereka sudah mengalami pemulihan.

Pemerintah Indonesia mendirikan Sistem Pemantauan dan Respon terhadap Krisi (Crisis Monitoring and Response

System - CMRS) untuk memahami bagaimana guncangan mempengaruhi rumah tangga, bagaimana rumah

tangga menanggapi guncangan tersebut, dan seperti apa kondisi sosial-ekonomi mereka. Inisiatif ini dilaksanakan

oleh Bappenas dan BPS dalam kemitraan dengan Bank Dunia, dan dengan dukungan keuangan dari Australian

Agency for International Development (AusAID).

CMRS melakukan survei baru terhadap rumah tangga (CMRSS) yang dilakukan bulan Agustus dan November

2009. Dua survei pertama tersebut memperlihatkan bahwa selama pertengahan 2009, sejumlah rumah tangga

mengalami penurunan jam kerja yang berdampak buruk terhadap penghasilan rumah tangga. Mereka berupaya

mengatasinya dengan mengkonsumsi makanan yang lebih murah atau bermutu lebih rendah. Pada akhir 2009,

jam kerja sudah pulih sebagian dan keluarga yang terpengaruh tidak lagi melaporkan kesulitan memenuhi biaya

konsumsi. Berbagai daerah merasakan guncangan yang berbeda (Gambar 10.1) dan mungkin pulih dengan

kecepatan yang berbeda. Perubahan dalam pola kerja dan pengeluaran rumah tangga kemungkinan adalah

konsekuensi krisis ekonomi global, namun dapat pula terjadi karena penyebab lain yang timbul bersamaan

(misalnya dampak musiman atau peristiwa seperti pemilu).

Gambar 10.1 Perubahan kuartalan dalam kondisi pasar tenaga kerja dan kesukaran rumah

tangga, menurut provinsi

Sumber: CMRSS dan analisis Bank Dunia

Page 188: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

186 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Kotak 10.1 Lanjutan

Hasil CMRS memperlihatkan bahwa angka pengangguran atau tingkat keikutsertaan kepala rumah tangga dalam

angkatan kerja nyaris tidak berubah. Upah formal dan informal pun masih sama bagi kebanyakan pekerja. Namun,

para pekerja mengalami pengurangan jam kerja. Jam kerja mingguan untuk kepala rumah tangga turun rata-

rata 1,3 jam antara Mei dan Agustus 2009, baik bagi rumah tangga miskin maupun tidak miskin. Area pedesaan

mengalami penurunan yang lebih besar jika dibandingkan dengan area perkotaan. Rata-rata jam kerja mingguan

secara nasional untuk kepala rumah tangga dalam CMRSS Agustus 2009 juga lebih rendah 0,8 jam jika dibandingkan

dengan rata-rata nasional dari survei Sakernas bulan Agustus 2008. Data Sakernas juga memperlihatkan bahwa jam

kerja bagi kepala rumah tangga tidak banyak berubah antara Februari dan Agustus 2009 (hanya berbeda 0,2 jam),

sedangkan antara Februari dan Agustus 2008 terjadi kenaikan 0,8 jam.

Penurunan jam kerja terkait dengan berkurangnya penghasilan pedesaan sampai hampir 5 persen, dengan asumsi tingkat upah yang konstan. Akibatnya, sejumlah rumah tangga melaporkan bahwa mereka mengalami kesulitan besar memenuhi biaya konsumsi. Persentase rumah tangga yang melaporkan kesulitan semacam itu meningkat 3 persen dari April sampai Juli 2009, sedangkan di kalangan miskin, persentase tersebut meningkat 6 persen.

Gambar 10.2 Perubahan jam kerja mingguan

(kepala rumah tangga)

Gambar 10.3 Kesulitan memenuhi biaya konsumsi

yang dilaporkan (persentase

responden survei)

Triwulanan Semesteran

Mei-

Agustus

2009

Agustus-

November

2009

Mei-

November

2009

Nasional -1,3 0,6 -0,8

Pedesaan -1,5 1,1 -0,5

Perkotaan -1,1 0,0 -1,1

Tidak miskin -1,3 0,3 -1,0

Miskin -1,5 1,8 0,3

Kepala keluarga:

Laki-laki -1,4 0,4 -1,0

Perempuan -1,1 2,4 1,2

0,20

0,25

0,30

0,35

0,40

0,45

0,50

0,55

0,60

0,65

0,70

Apr 09 Jul 09 Okt 09

Nasional Pedesaan Perkotaan Tidak miskin Miskin

Sumber: CMRSS Sumber: CMRSS

Hasil dari survei CMRS tahap kedua mengisyaratkan bahwa keadaan rumah tangga telah membaik. Jam kerja

meningkat 0,6 jam antara Agustus dan November 2009, sehingga mengkompensasi sebagian dari penurunan yang

terjadi sebelumnya. Rumah tangga dengan kepala rumah tangga perempuan pulih lebih cepat. Kepala rumah

tangga perempuan memperoleh kembali lebih banyak jam kerja dibandingkan kepala rumah tangga laki-laki

selama periode ini; jam kerja mingguan mereka telah melebihi tingkat bulan April. Keadaan ini telah memperbaiki

tingkat penghasilan rumah tangga. Persepsi rumah tangga mengenai kesulitan dalam memenuhi biaya konsumsi

sudah kembali lagi ke tingkat kuartal bulan April, demikian pula dengan tren substitusi makanan.

Sumber: Bank Dunia. “Perkembangan Triwulan Perekonomian Indonesia: Menjaga Momentum.” Maret 2010. Berdasarkan “Indonesia’s Crisis Monitoring and Response System – First and Second Round Summary Report.” Bank Dunia Maret 2010 (Mimeo).

Page 189: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

187

Bab 10

Memperluas Jaring Pengaman Tenaga Kerja

III. Kebijakan dan Program untuk Melindungi Pekerja

dari Guncangan

Dalam menanggapi guncangan, diperlukan paket kebijakan menyeluruh yang dirancang untuk

melindungi baik pemberi kerja maupun pekerja. Pasar tenaga kerja perlu dipantau dalam waktu nyata

atau “real time” untuk mendeteksi guncangan dan memahami bagaimana dampaknya dirasakan pekerja.

Yang kedua, sistem tanggapan terkait dapat memasukkan tiga kategori intervensi berikut: 1) kebijakan

dan program yang mendorong permintaan tenaga kerja; 2) program yang mempertahankan penghasilan

pekerja yang telah diberhentikan, dan; 3) kebijakan yang dirancang untuk meningkatkan kelayakan pekerja

untuk dipekerjakan dan penghasilannya.255 Mekanisme tanggapan tunggal kemungkinan tidak akan cukup

karena guncangan eksternal mempunyai dampak yang berbeda-beda terhadap berbagai golongan populasi

dan dirasakan dengan cara yang berbeda-beda pula. Karena itu, sistem tanggapan haruslah cukup fl eksibel

dan mencakup serangkaian program yang dapat dijalankan dengan cepat untuk membantu pekerja

yang rentan dan komunitas mereka. Program tersebut dapat dijalankan bersama-sama dengan program

jaring pengaman sosial yang lebih luas cakupannya, seperti misalnya bantuan langsung tunai yang dapat

membantu mengurangi pengaruh krisis terhadap pekerja miskin.

A. Kebijakan dan Program yang Mendorong Permintaan Tenaga Kerja

Program pekerjaan umum cukup efektif dalam menciptakan peluang kerja bagi pekerja yang

berupah rendah dan pekerja yang menganggur. Program pekerjaan umum, yang juga disebut sebagai

workfare, merupakan program yang bertujuan memberikan pekerjaan sementara bagi pekerja sambil

memberikan kontribusi bagi pengembangan kebutuhan masyarakat. Kebutuhan masyarakat ini biasanya

adalah proyek infrastruktur, tetapi juga dapat mencakup layanan seperti pemeliharaan bangunan atau

infrastruktur. Program pekerjaan umum dijalankan di lebih dari 40 persen negara berpenghasilan rendah

dan sangat cocok dilaksanakan selama terjadinya guncangan ekonomi. Evaluasi telah memperlihatkan

bahwa program pekerjaan umum, jika dirancang dengan baik, akan efektif menjangkau pekerja miskin dan

mencegah kemiskinan jangka pendek.256

Indonesia melaksanakan program pekerjaan umum jangka pendek sebagai tanggapan terhadap

krisis keuangan 1997. Program Padat Karya terdiri atas lebih dari selusin program penciptaan lapangan

kerja yang dipandang sebagai bagian dari program Jaring Pengaman Sosial (JPS) yang lebih luas. Program

Padat Karya dapat dikategorikan ke dalam empat jenis proyek257: i) perancangan ulang program investasi

dan infrastruktur supaya lebih padat karya; ii) hibah langsung kepada masyarakat lokal dengan sejumlah

persyaratan pemanfaatan dana hibah, termasuk untuk pekerjaan umum; iii) proyek padat karya khusus

termasuk proyek perhutanan dan pelatihan ulang para pekerja yang diberhentikan, dan; iv) program

“makanan untuk kerja” atau “food for work”. Program ini ditujukan bagi para pekerja yang telah kehilangan

pekerjaan dan mereka yang tidak mempunyai penghasilan permanen. Tetapi, program ini gagal melindungi

para pekerja yang paling rentan karena kesalahan mendasar dalam perancangan program. (Kotak 10.2).

Program akhirnya dihentikan beberapa tahun setelah krisis.

255 Kategori dan penjelasan mengenai opsi tanggapan yang diringkaskan dalam bab ini merupakan adaptasi dari “How Should Labor Market Policy Respond to the Financial Crisis.” April 2009. Bank Dunia 2009b.

256 Bank Dunia, 2008c. “Labor Market Programs that Make a Diff erence in Times of Crisis.”

257 Sumarto, Suryahadi, dan Pritchett. 2000. Bank Dunia.

Page 190: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

188 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Kotak 10.2 Pekerjaan Umum: Belajar dari Afrika Selatan258 259 260 261

Pemerintah Afrika Selatan melancarkan Perluasan Program Pekerjaan Umum (Expanded Public Works Program -

EPWP) pada Growth and Development Summit tahun 2003. Program tersebut menyediakan kesempatan kerja

dan pelatihan bagi lebih dari satu juta orang per tahun untuk memberikan peluang kerja sementara bagi para

penganggur.258 Program ini dikelola oleh Departemen Pekerjaan Umum, namun melibatkan semua kementerian

dan berbagai bagian pemerintahan.

EPWP membantu proyek infrastruktur dengan metode padat karya untuk memperbaiki jalan di desa dan kota,

perpipaan di kota, dan saluran pembuangan air hujan. Selain infrastruktur tradisional, program juga menghasilkan

pekerjaan melalui kegiatan sosial dan ekonomi. Kesempatan kerja diciptakan melalui proyek perbaikan lingkungan

untuk masyarakat (termasuk rehabilitasi lahan, pembersihan garis pantai, dan proyek daur ulang), proyek sosial

untuk masyarakat (seperti perawatan kesehatan di rumah dan pekerja yang membantu tumbuh kembang balita),

serta pengembangan usaha kecil dan koperasi. Rata-rata lamanya keikutsertaan berkisar antara empat bulan

hingga lebih dari satu tahun sehingga pesertanya dapat memperoleh penghasilan rutin.

Kebanyakan penganggur yang berminat mengikuti program adalah pekerja tanpa keahlian yang bersedia bekerja

dengan upah minimum. Program ini memperkenalkan komponen tambahan untuk meningkatkan kemampuan

para pekerja tanpa keahlian agar dapat memperoleh penghasilan sendiri begitu mereka selesai mengikuti

program.Pelatihan, pendidikan, atau pengembangan keahlian juga diberikan bersamaan dengan kesempatan

kerja untuk meningkatkan kelayakan mereka dipekerjakan di sektor yang sangat membutuhkan pekerja. Rata-

rata lamanya pelatihan bervariasi antara 10 hari di sektor lingkungan sampai 30 hari bagi mereka yang ikut serta

dalam kegiatan sosial.

Evaluasi terhadap EPWP mendapati bahwa partisipasi dalam program tersebut mempunyai efek yang positif dan

signifi kan secara statistik dari segi persentase anggaran yang dihabiskan untuk tenaga kerja, jumlah hari kerja

yang diciptakan, dan jumlah pelatihan yang dilakukan.259 Secara umum, para peneliti mendapati bahwa EPWP

mengurangi biaya penciptaan lapangan kerja dan biaya untuk memberikan penghasilan bagi kaum miskin.

Program ini tampaknya berhasil meningkatkan persentase lapangan kerja bagi perempuan, meskipun program

juga menghadapi tantangan dalam mencapai target untuk perempuan dan daerah miskin. Pedoman proyek

mempunyai sasaran tingkat keikutsertaan perempuan sampai 40 persen, namun hanya 23 persen dari

lapangan kerja yang diciptakan yang diisi oleh perempuan.260 Sebagian distrik dengan tingkat kemiskinan dan

pengangguran yang tinggi sama sekali tidak mendapat proyek pekerjaan umum, sementara distrik lain yang

tingkat kemiskinannya rendah mendapatkan beberapa proyek. Hal ini kemungkinan terjadi karena area yang

miskin lebih sukar diakses dan lebih sulit dijadikan tempat kerja.261

Sumber: del Ninno, Subbarao, dan Milazzo, 2009.

258 Untuk perincian program EPWP, lihat situs web Pemerintah Afrika Selatan di: http://www.epwp.gov.za/.

259 Adato dan Haddad, 2001. Kajian dampak dapat menjelaskan endogenitas keikutsertaan. Variabel dependen termasuk persentase anggaran proyek yang dihabiskan untuk tenaga kerja, log jumlah hari kerja yang diciptakan, dan log jumlah pelatihan yang dilakukan. Dampak yang dihasilkan cukup besar dan tetap terlihat meski spesifi kasi model divariasikan dan kovariat lain dimasukkan.

260 Ibid

261 Ibid

Page 191: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

189

Bab 10

Memperluas Jaring Pengaman Tenaga Kerja

Kotak 10.3 Belajar dari Pengalaman Indonesia dengan Pekerjaan Umum 262 263 264 265 266 267 268

Program Padat Karya berhasil menciptakan lapangan kerja di berbagai wilayah Indonesia. Selama fase

kedua, program ini menciptakan sekitar 225 juta hari kerja-orang dari April 1998 sampai Desember 1999. Selama

periode ini, program dilaksanakan bagi sekitar 40 persen dari seluruh masyarakat di Indonesia. 61,3 persen

masyarakat perkotaan melaporkan adanya program Padat Karya di wilayah mereka, dibandingkan dengan hanya

44,6 persen di area pedesaan.262

Sayangnya, program ini tidak efektif menarget kaum miskin. Sampai dengan Februari 1999, program PK

hanya menjangkau 8,3 persen dari rumah tangga miskin. 70 persen peserta program PK merupakan rumah

tangga tidak miskin.263 Rasio sasaran ini hampir sama dengan program anti-kemiskinan lainnya selama periode

tersebut, termasuk program subsidi beras (raskin), beasiswa pendidikan, dan kartu sehat.

Kegagalan program untuk memberikan jaring pengaman yang efektif bagi pekerja miskin diakibatkan oleh tiga

kesalahan rancangan yang mendasar:

a. Program Padat Karya merupakan program yang terpecah-pecah dan dilaksanakan secara terpisah

oleh berbagai kementerian. Skema pekerjaan umum memasukkan sampai 16 jenis program sebagai bagian

dari keseluruhan program saat pertama kali diluncurkan. Selain Departemen Pekerjaan Umum, berbagai

departemen yang lain, seperti Departemen Kehutanan dan Departemen Agama pun mulai melaksanakan

program pekerjaan umum meski tidak memiliki catatan rekam kerja dalam memberikan bantuan sosial.

Berbagai lembaga pelaksana ini mendapat kritikan dari media karena perencanaan yang buruk dan terburu-

buru, pemantauan dan pengawasan yang lemah, serta jarang berkonsultasi dengan publik. 264

b. Program ini menimbulkan perpindahan pekerja karena upah yang ditetapkan lebih tinggi dari

upah di pasaran. Nilai upah ditentukan oleh pusat untuk 4 kawasan besar. Namun, upah median program

ini ditetapkan relatif tinggi bagi pekerja tanpa keahlian – rata-rata pada persentil ke-40 upah di pasaran.265

Karena upahnya lebih tinggi dari upah di pasaran, permintaan untuk pekerjaan ini pun melebihi pasokan.

Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) serta ketua RT dan RW berperan kunci dalam mengidentifi kasi

penerima pekerjaan dengan dibantu kepala desa dan stafnya. Hal ini menimbulkan tuduhan bahwa para

pejabat tersebut melakukan nepotisme dan hanya memberikan pekerjaan bagi keluarga, teman, dan rekan

mereka. Selain itu, upah yang lebih tinggi juga memberikan insentif bagi para pekerja yang telah memiliki

pekerjaan untuk beralih pekerjaan dan bersaing dengan para penganggur yang semestinya menjadi sasaran

program. 266

c. Program Padat Karya ternyata tidak sepadat karya yang diharapkan. Alokasi upah untuk berbagai

proyek diharapkan mencapai 70 persen. Kenyataannya, hanya 50 persen dari anggaran proyek yang

dialokasikan untuk upah. 267 Menurunnya intensitas tenaga kerja mengakibatkan turunnya jumlah pekerjaan

yang tersedia dan membuat permintaan pekerjaan semakin tinggi karena upah yang relatif besar. Selain itu,

tingkat keikutsertaan perempuan juga rendah karena sifat pekerjaan yang berat dan menuntut kemampuan

fi sik. Sebanyak 81 persen dari penerima manfaat program adalah laki-laki, jauh lebih banyak daripada

perempuan yang hanya 19 persen. 268

Kerangka kerja siaga untuk pekerjaan umum dapat membantu pemerintah untuk menciptakan

peluang kerja jangka pendek ketika dibutuhkan. Kerangka kerja semacam ini dapat menjalankan dua

fungsi utama: a) menentukan daerah mana saja yang membutuhkan penciptaan lapangan kerja, dan; b)

262 Strauss et al. 2001. Indonesian Living Standards. (Berdasarkan IFLS 2000).

263 Suharso, Sumarto, dan Suryahadi. 2005. SMERU. (Berdasarkan data dari Modul Khusus Susenas).

264 Perdana dan Maxwell, 2004.

265 Strauss et al. 2001. Indonesian Living Standards. (Berdasarkan IFLS3).

266 Grosh et al. 2008. For Protection and Promotion: The Design and Implementation of Eff ective Safety Nets. Denganmengutip Sumarto, Suryahadi, dan Pritchett, 2000.

267 Strauss et al. 2001 (Berdasarkan data IFLS3 dari sisi masyarakat).

268 Perdana dan Maxwell, 2004.

Page 192: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

190 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

memicu tanggapan program untuk menciptakan peluang kerja jangka pendek bagi pekerja, baik di area

pedesaan maupun perkotaan. Pengalaman internasional mengenai pekerjaan umum menjadi pelajaran

untuk membuat program pekerjaan umum yang efektif. Masalah yang timbul dalam program pekerjaan

umum sebelumnya dapat dihindari dengan berpegang pada prinsip praktik terbaik berikut269:

Menciptakan program yang terpadu dan dikelola secara terpusat. Koordinasi yang lemah

merupakan tantangan bagi program pekerjaan umum skala besar, terutama jika program dilaksanakan

pada berbagai tingkat pemerintahan. Untuk menghindari masalah tersebut, perlu ditunjuk satu

lembaga di tingkat pusat yang bertanggung jawab memimpin strategi keseluruhan dan memantau

pelaksanaan program.

Memilih proyek dengan intensitas tenaga kerja paling tinggi demi meningkatkan peluang kerja

yang dihasilkan program. Intensitas tenaga kerja dalam program pekerjaan umum merefl eksikan

persentase biaya tenaga kerja terhadap biaya keseluruhan proyek tersebut. Hal ini bergantung pada

beberapa faktor, termasuk jenis aset yang diciptakan, tingkat upah, dan kemampuan lembaga pelaksana

untuk menganggarkan dengan tepat biaya non-upah.270 Meskipun proyek seharusnya diupayakan

mempunyai intensitas tenaga kerja yang tinggi (60 persen atau lebih), perlu dipastikan pula tersedianya

sumber daya yang cukup untuk material dan peralatan supaya proyek dapat diselesaikan sesuai rencana

dengan standar mutu yang diinginkan.

Mendorong keikutsertaan perempuan dengan mengubah elemen rancangan program.

Rancangan pekerjaan umum dapat disesuaikan untuk memungkinkan keikutsertaan perempuan.

Sejumlah proyek – termasuk di Malawi (MASAF), India (SGRY), Afrika Selatan (EPWP) dan Tanzania

(TASAF) – menetapkan target persentase minimum keikutsertaan perempuan dalam pedoman

proyek. Menambah keragaman jenis tenaga kerja yang dibutuhkan untuk mendorong keikutsertaan

perempuan. Karena proyek yang membutuhkan kerja berat cenderung menyisihkan keikutsertaan

perempuan, dapat dipertimbangkan berbagai jenis pekerjaan ringan seperti perawatan bangunan dan

taman. Skema Jaminan Pekerjaan Maharashtra (Maharashtra Employment Guarantee Scheme - MEGS) di

India mendorong keikutsertaan perempuan dengan memberikan pekerjaan dalam jarak lima kilometer

dari rumah peserta, menyediakan fasilitas penitipan anak, dan menawarkan upah yang setara. Terakhir,

jenis pembayaran kemungkinan berdampak terhadap keikutsertaan perempuan; upah yang dibayarkan

dalam bentuk barang atau upah yang dibayarkan untuk kuantitas kerja kemungkinan dapat menarik

lebih banyak perempuan daripada laki-laki ke lokasi kerja.271

Menetapkan upah di bawah tingkat pasar bagi pekerja tanpa keahlian supaya terjadi seleksi

mandiri karena hanya pekerja yang paling miskinlah yang bersedia mengikuti program. Langkah ini

akan memastikan bahwa programnya pro rakyat miskin sehingga dapat menarik mereka yang tak punya

alternatif lain untuk mendapat penghasilan dan paling memerlukan penghasilan tambahan, sambil

menyisihkan mereka yang tidak miskin dan mereka yang telah memiliki pekerjaan. Pada saat yang sama,

upah rendah akan mendorong para peserta untuk melanjutkan mencari peluang kerja yang lebih baik.

Bukti yang ada mengisyaratkan bahwa jika upah untuk program pekerjaan umum ditetapkan sama

dengan upah minimum (di sejumlah negara, upah minimum lebih tinggi daripada upah di pasaran),

maka program tak hanya cenderung sulit ditargetkan dengan tepat, tetapi juga sangat mahal untuk

dibiayai pemerintah.272

Mengkonsentrasikan pekerjaan umum di area miskin dengan tingkat pengangguran yang tinggi. Lembaga yang mengkoordinasi di tingkat pusat harus menentukan target geografi s secara

269 Bank Dunia, 2008c.

270 del Ninno, Subbarao, dan Milazzo, 2009.

271 Ibid.

272 Ibid.

Page 193: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

191

Bab 10

Memperluas Jaring Pengaman Tenaga Kerja

sistematis untuk menentukan lokasi program (Kotak 10.3). Mengalokasikan anggaran sesuai porsi

tingkat kemiskinan di daerah akan membantu memastikan bahwa area yang paling membutuhkan

akan memperoleh manfaat paling besar dari intervensi.

Kotak 10.4 Menargetkan Mereka yang Paling Membutuhkan melalui Pekerjaan Umum 273

Terdapat bukti bahwa pemakaian beragam metode penentuan target akan membuat identifi kasi mereka yang

paling membutuhkan semakin akurat dan menyeluruh, sehingga meningkatkan kinerja penentuan target

program pekerjaan umum.273 Sebagai contoh, menggunakan seleksi mandiri saja kemungkinan tidak cukup

untuk menjangkau kelompok yang rentan di area miskin atau ketika permintaan untuk ikut serta dalam program

sangat tinggi sehingga diperlukan penjatahan pekerjaan.

Secara umum, terdapat tiga pendekatan untuk penentuan target: (a) seleksi mandiri, (b) seleksi mandiri yang

dikombinasikan dengan metode lain, dan (c) metode lain, termasuk penentuan target geografi s. Di seluruh dunia,

metode yang paling populer adalah kombinasi antara seleksi mandiri dan metode lain, seperti penentuan target

geografi s atau masyarakat.

Pemetaan kemiskinan untuk penentuan target geografi s dapat membantu supaya area dengan konsentrasi

kemiskinan tertinggi di negara yang bersangkutan dapat menjadi fokus. Hal ini telah dilakukan di Malawi yang

melakukan penentuan target untuk keikutsertaan dalam pekerjaan umum MASAF di dua tingkat. Proses diawali

dengan identifi kasi area geografi s berdasarkan data dari Sistem Pemetaan Kerentanan (Vulnerability Assessment

Mapping System - VAM) yang memperhitungkan berbagai faktor seperti ketersediaan makanan di tingkat rumah

tangga, ketersediaan mekanisme untuk menghadapi krisis, dan ketersediaan lahan. Kemudian, unit pengelola

MASAF bersama dengan Unit Pemantau Kemiskinan (Poverty Monitoring Unit - PMU) bertanggung jawab

mengembangkan indeks yang cocok dan kriteria seleksi untuk area yang memenuhi syarat. Dalam area yang

menjadi target, pada tingkat masyarakat, upah ditetapkan di bawah upah minimum untuk mendorong seleksi

mandiri.

Program Trabajar di Argentina juga menerapkan kombinasi antara penentuan target geografi s dan seleksi

mandiri dengan menawarkan tingkat upah yang awalnya ditetapkan sama dengan upah minimum (di bawah

upah pasaran) dan kemudian diturunkan lagi sampai ke tingkat di bawah upah minimum tahun 2000.

Sumber: del Ninno, Carlo, Kalanidhi Subbarao, dan Annamaria Milazzo. “How to Make Public Works Work: A review of the Experiences.”

2009. Makalah Diskusi Perlindungan Sosial (SP) No. 0905. Bank Dunia.

Melibatkan masyarakat dalam program pekerjaan umum untuk memilih proyek penciptaan

lapangan kerja akan memberikan banyak keuntungan.274 Yang pertama, hal tersebut akan menghasilkan

infrastruktur/aset yang paling dibutuhkan masyarakat. Dengan demikian, pekerjaan umum akan betul-betul

menjadi kegiatan yang didorong oleh permintaan. Yang kedua, hal tersebut menciptakan rasa memiliki

terhadap aset yang dibuat dan kemungkinan akan menyebabkan perawatan aset yang lebih baik (seperti

misalnya pada saluran air masyarakat). Yang ketiga, hal tersebut dapat mendorong pengawasan proyek oleh

masyarakat sehingga mutu aset yang dibangun kemungkinan akan lebih baik. Keterlibatan masyarakat

dapat dimasukkan ke dalam rancangan proyek.

Karena berbagai alasan tersebut, sebuah kerangka kerja pekerjaan umum harus menggunakan

program Pembangunan Berbasis Masyarakat (Community Driven Development - CDD) yang sudah

ada. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-Mandiri) merupakan gabungan dari

273 Coady, Grosh, dan Hoddinott, 2004.

274 del Ninno, Subbarao, dan Milazzo, 2009.

Page 194: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

192 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

semua program pembangunan berbasis masyarakat Pemerintah Indonesia; program ini memberikan

hibah langsung ke berbagai kecamatan untuk mendukung proyek pembangunan yang telah diidentifi kasi

masyarakat. Program ini ditingkatkan selama tahun 2007-09 dan kini telah menjangkau semua kecamatan

di seluruh Indonesia. Program ini telah terbukti berhasil menciptakan lapangan kerja jangka pendek di area

pedesaan dan telah terjadi penurunan tingkat pengangguran sebesar rata-rata 1,5 persen. Pemerintah juga

menyalurkan dana tambahan melalui program ini untuk membiayai proyek penciptaan lapangan kerja di

area yang paling terkena dampak krisis ekonomi global baru-baru ini.

Tetapi, perlu berhati-hati supaya tidak merusak modal sosial yang ingin dibangun melalui program

berbasis masyarakat. PNPM-Mandiri membangun modal sosial dengan memberi kesempatan kepada

masyarakat untuk mengambil keputusan mengenai pembangunannya sendiri. Pemilihan proyek yang

didanai melalui hibah langsung dilakukan dalam rapat desa secara terbuka dan dapat dihadiri semua

anggota masyarakat. Jika dana tambahan disalurkan melalui PNPM selama terjadinya guncangan lapangan

kerja, proyek padat karya semestinya dipilih dari daftar yang telah diidentifi kasi oleh masyarakat. Persyaratan

penggunaan dana tambahan tersebut kemungkinan tetap diperlukan untuk memastikan bahwa upah

program berada di bawah upah pasaran pekerja yang berkeahlian sehingga program dapat ditargetkan

bagi pekerja yang paling membutuhkannya. Namun, tidak semua program PNPM-Mandiri sesuai untuk

pekerjaan umum. Di area perkotaan, program ini bergantung pada sukarelawan untuk pelaksanaan proyek.

Karena alasan tersebut, diperlukan jalur yang lain untuk menjangkau area perkotaan dan menciptakan lebih

banyak pekerjaan sementara selama berlangsungnya guncangan lapangan kerja yang ekstrim.

Selain pekerjaan umum, ada pula langkah kebijakan lain yang dapat mendorong penciptaan

lapangan kerja. Berikut adalah dua contoh inisiatif yang dapat digunakan selama atau setelah terjadinya

guncangan lapangan kerja:

Subsidi upah sementara dapat membantu mengurangi laju hilangnya pekerjaan di sektor formal.

Subsidi upah dapat mencegah pemberhentian karyawan jangka pendek dengan menurunkan biaya

tenaga kerja bagi pemberi kerja tanpa mengurangi gaji pekerja. Perusahaan juga tidak akan kehilangan

pekerja berkeahlian dan dapat menghemat biaya selanjutnya untuk mempekerjakan kembali pekerja

setelah pulih dari guncangan. Subsidi upah dapat digunakan untuk melindungi pekerja dari kelompok

yang rentan, seperti pekerja berupah rendah atau mereka yang baru memasuki pasar tenaga kerja.

Tetapi, subsidi upah hanya dapat dipertahankan dari sisi fi skal jika dilaksanakan untuk jangka pendek

saja. Karena alasan tersebut, subsidi upah kemungkinan bukan instrumen yang cocok untuk mengatasi

pengaruh jangka panjang dari guncangan.

Meningkatkan akses terhadap kredit mikro bagi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) juga dapat

membantu mendorong permintaan tenaga kerja, baik di sektor formal maupun informal. Akses

terhadap kredit dapat membantu calon wiraswasta untuk mendirikan usaha kecil dan menciptakan

peluang kerja. Kredit juga dapat berperan penting dalam mencegah ditutupnya perusahaan yang

masih layak beroperasi, dan dengan demikian, mencegah hilangnya pekerjaan di sektor produktif.

Sesuai dengan tujuan tersebut, Brasil, Cina, dan India baru-baru ini telah membuat kebijakan mengenai

kredit dan memberikan subsidi kepada sektor yang sangat produktif dan kepada UKM.

B. Mempertahankan Penghasilan bagi Pekerja yang Diberhentikan

Peraturan ketenagakerjaan Indonesia yang kaku telah membatasi kelenturan pasar tenaga kerja

dengan mengekang upaya perusahaan untuk mengatasi guncangan. Peraturan pemberhentian saat

ini membatasi kemampuan perusahaan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan permintaan dunia

dan melakukan realokasi pekerja ke sektor yang lebih produktif. Hal ini karena perusahaan yang mematuhi

aturan akan terkena kewajiban membayar pesangon dalam jumlah besar jika mereka mengurangi karyawan

akibat penurunan permintaan. Bahkan menurut undang-undang, pemberi kerja baru boleh mengurangi

Page 195: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

193

Bab 10

Memperluas Jaring Pengaman Tenaga Kerja

nilai pesangon ketika mereka bangkrut, bukan ketika mengurangi jumlah karyawan. Aturan ini tak hanya

dapat memperparah hilangnya pekerjaan selama terjadinya guncangan ekonomi, tetapi juga berdampak

terhadap pekerja yang diberhentikan karena kecil kemungkinan mereka akan menerima pesangon dari

perusahaan yang bangkrut.

Peraturan saat ini tak hanya menyulitkan pemberi kerja, tetapi juga gagal memberi perlindungan

yang cukup bagi pekerja yang rentan terhadap kemerosotan kondisi pasar tenaga kerja. Berbagai

peraturan, seperti misalnya aturan tentang pesangon, dirancang untuk melindungi pekerjaan, tetapi tidak

banyak membantu dalam melindungi pekerja yang rentan kehilangan pekerjaannya selama krisis. Peraturan

tersebut hanya sedikit melindungi, atau malah sama sekali tidak melindungi, mayoritas angkatan kerja di

sektor informal. Peraturan tersebut pun tidak efektif melindungi karyawan di sektor formal karena sebagian

besarnya bekerja tanpa kontrak dan tingkat kepatuhan pemberi kerja terhitung rendah, terutama di

perusahaan kecil.

Sistem tunjangan pengangguran adalah instrumen utama yang digunakan oleh negara

berpenghasilan menengah untuk mempertahankan penghasilan bagi pekerja yang diberhentikan.

Seperti yang telah didiskusikan sebelumnya, terdapat serangkaian kebijakan yang dapat diterapkan sebuah

negara untuk memberikan tunjangan pengangguran bagi pekerja sektor formal. Berbagai program tersebut

dapat disesuaikan dengan beberapa cara berikut ini untuk memberikan perlindungan tambahan ketika

terjadi guncangan: memperpanjang jangka waktu tunjangan; memperluas cakupan kepada subkelompok

yang sebelumnya tidak tercakup; dan memberikan kompensasi parsial kepada pekerja yang mengalami

pengurangan jam kerja. Meskipun Indonesia tidak memiliki sistem tunjangan pengangguran, krisis saat ini

mungkin dapat memicu upaya baru untuk mendalami opsi reformasi dan menyiapkan dasar analisis bagi

sistem di masa depan.275

Dana pensiun dapat memberikan perlindungan bagi pekerja yang kehilangan pekerjaan selama

terjadinya guncangan. Beberapa negara memperbolehkan kontributor yang telah diberhentikan untuk

melakukan penarikan dini dari dana pensiun. Sayangnya, dana pensiun di Indonesia (Jamsostek) tidak

memberikan perlindungan bagi pekerja yang kehilangan pekerjaan selama terjadinya guncangan. Penarikan

dini hanya diperbolehkan bagi pekerja yang telah memberikan kontribusi selama 5 tahun dan telah

menganggur selama enam bulan atau lebih.276 Bahkan jika pembatasan ini dilonggarkan pun, Jamsostek

hanya memberikan sedikit perlindungan bagi pekerja yang rentan. Walaupun 4 persen dari semua pekerja

(dan kira-kira 27 persen dari karyawan penerima upah dan gaji) memberikan kontribusi Jamsostek, hanya 1

persen dari pekerja tersebut yang diidentifi kasikan sebagai sangat rentan selama krisis saat ini. Pekerja yang

akhirnya menarik dini dana pensiunnya hanya memperoleh perlindungan penghasilan yang kecil; rata-rata

dana yang dapat ditarik hanya setara dengan 3,8 bulan gaji karena rendahnya nilai kontribusi.

C. Kebijakan untuk Meningkatkan Kelayakan Pekerja untuk

Dipekerjakan dan Penghasilannya

Program pelatihan menyeluruh dapat membantu pekerja yang menganggur untuk meningkatkan

kelayakannya dipekerjakan dan penghasilannya. Layanan pelatihan menyeluruh tak hanya memberikan

kesempatan kedua bagi pekerja, tetapi juga dapat menyerap pekerja yang menganggur atau mereka yang

baru memasuki angkatan kerja, dua golongan yang prospeknya kurang baik selama krisis. Jika kondisi fi skal

memungkinkan dan tidak ada program tunjangan pengangguran, layanan pelatihan dapat dilengkapi

275 Lihat Bab 4 untuk diskusi mengenai berbagai opsi untuk reformasi tunjangan pengangguran.

276 Vroman, 2007.

Page 196: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

194 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

dengan upah pelatihan untuk meningkatkan penghasilan para penganggur. Namun demikian, pusat

pelatihan keahlian di Indonesia terlalu sedikit dan tidak memadai untuk mengakomodasi kebutuhan

pekerja yang rentan selama terjadinya guncangan. Krisis saat ini dapat menggarisbawahi kebutuhan untuk

memperluas layanan pelatihan, bukan hanya untuk meningkatkan keahlian angkatan kerja, tetapi juga

sebagai bagian dari sistem tanggapan terhadap guncangan.

Sistem voucher dapat membantu menyediakan pelatihan bagi mereka yang baru kehilangan

pekerjaan atau baru memasuki angkatan kerja. Pekerja yang baru diberhentikan dapat diberi voucher

yang dapat ditebus untuk pelatihan keahlian di pusat pelatihan yang telah dikontrak Kementerian Tenaga

Kerja. Voucher juga dapat diberikan kepada mereka yang baru lulus SMA dan belum memasuki angkatan

kerja. Pemberian pelatihan tambahan tak hanya mencegah para pekerja ini menjadi pengangguran, tetapi

juga mengurangi kemungkinan bahwa mereka akan berusaha mengatasi guncangan lapangan kerja

dengan kembali ke pekerjaan pertanian. Pelatihan tambahan dapat menyiapkan mereka untuk memperoleh

pekerjaan yang lebih baik setelah pasar tenaga kerja pulih kembali.

Tidak semua kebijakan untuk membantu penghasilan pekerja dapat berfungsi efektif sebagai jar-

ing pengaman selama terjadinya guncangan upah. Selepas krisis keuangan 1997 dan peralihan Indone-

sia menuju demokrasi, upah minimum di Indonesia meningkat pesat untuk membantu karyawan pulih dari

krisis upah. Namun, kebijakan pemerintah untuk meningkatkan upah minimum setelah krisis gagal melind-

ungi pekerja berupah rendah dan menyebabkan tersisihnya pekerja informal.277 Kenaikan upah minimum

menimbulkan akibat yang tidak diharapkan, yaitu berkurangnya ketersediaan pekerjaan formal dan non-

tani. Selain itu, kebijakan untuk meningkatkan upah minimum juga gagal memberikan jaring pengaman

yang efektif bagi pekerja berupah rendah karena mereka memiliki kemungkinan lebih besar untuk bekerja

bagi pemberi kerja yang tidak patuh terhadap aturan upah minimum (misalnya usaha kecil dan menengah

yang berada di bawah ambang batas pengawasan inspektur tenaga kerja).

IV. Rekomendasi

Indonesia tidak memiliki kesiapan untuk melindungi pemberi kerja maupun pekerja dari guncangan

upah atau lapangan kerja. Pemerintah hanya memiliki sedikit instrumen kebijakan tenaga kerja yang dapat

digunakan untuk menanggapi krisis keuangan saat ini. Karena alasan tersebut, diperlukan pengembangan

program dan kebijakan yang dapat memperbaiki kelenturan pasar tenaga kerja dan memberikan

perlindungan menyeluruh bagi pekerja yang paling rentan. Rekomendasi berikut memberikan dasar bagi

terciptanya sistem untuk memantau dan menanggapi guncangan, yang dapat dipakai untuk menanggapi

guncangan ketenagakerjaan di masa depan.

Meningkatkan frekuensi pengumpulan dan menambah kelengkapan data ketenagakerjaan dapat

membantu mendeteksi guncangan dengan cepat dan mengetahui dengan akurat pekerja yang

terpengaruh. Untuk melindungi pekerja dari guncangan, diperlukan pengumpulan informasi terkini dan

penentuan dengan tepat daerah dan rumah tangga yang paling terkena dampaknya. Saat ini, survei tenaga

kerja hanya dilakukan dua kali setahun dengan ukuran sampel yang besar. BPS dapat meningkatkan keter-

kinian data dan sekaligus mengurangi biaya dengan menerapkan pendekatan survey kuartalan atau terus-

menerus yang dapat menghasilkan data ketenagakerjaan per kuartal atau per bulan. Selain itu, ada pula

kebutuhan untuk memperluas pertanyaan survei untuk memantau dengan lebih baik kerentanan di antara

para pekerja. Fasilitas penelitian dan think tank lokal, yang didukung dengan bantuan teknis dan pemban-

gunan kapasitas, dapat menggunakan data ini untuk melacak perubahan di pasar tenaga kerja dan mendi-

277 Lihat Bab 5 untuk diskusi mengenai kebijakan upah minimum di Indonesia.

Page 197: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

195

Bab 10

Memperluas Jaring Pengaman Tenaga Kerja

agnosis bagaimana guncangan dirasakan oleh pekerja sehingga mekanisme tanggapan dapat dirancang

dengan lebih baik. Keterlambatan penyaluran tanggapan program dapat berdampak sangat mahal bagi

para pekerja yang rentan dan keluarga mereka.

Data ini dapat dimasukkan ke dalam sistem pemantauan yang mampu mendeteksi guncangan di

masa depan, termasuk guncangan upah dan lapangan kerja. Jaring pengaman darurat tidak akan efektif

atau tepat waktu jika tidak disertai dengan sistem pemantauan dan tim siaga yang bertanggung jawab

memeriksa data yang tersedia (termasuk laporan dari lapangan) untuk mendeteksi krisis yang sudah di

depan mata. Sistem Pemantauan dan Respon terhadap Krisis (Crisis Monitoring and Response System - CMRS)

bertindak sebagai prototipe bagi sistem pemantauan dan tanggapan masa depan yang dapat dibuat

berkesinambungan sehingga guncangan di masa depan dapat dipantau dan diatasi begitu muncul.

Informasi yang diperoleh melalui pemantauan dapat menjadi masukan bagi rancangan sistem

tanggap darurat di masa depan, yang mengatur kapan dan bagaimana jaring pengaman bagi

pekerja akan disalurkan untuk mengantisipasi serangkaian kemungkinan guncangan. Sistem harus

mengidentifi kasi pemicu yang dapat membenarkan penyaluran bantuan sementara melalui berbagai jalur

program. Untuk mengembangkan sistem ini, perlu disiapkan terlebih dahulu pedoman yang mengantisipasi

tanggapan terhadap skenario tertentu, termasuk rincian mengenai identifi kasi penerima, besarnya dan

jenis paket bantuan (misalnya tunai atau berupa barang, pekerjaan umum), dan kapan bantuan diakhiri.

Rancangan sistem tanggapan juga harus menjelaskan bagaimana berbagai lembaga akan bekerja sama

untuk melakukan perancangan, aktivasi, pembiayaan, dan penyaluran demi tersedianya bantuan dengan

secepat dan seefi sien mungkin.

Salah satu pilar sistem nasional untuk menanggapi guncangan semestinya berupa kerangka

kerja pekerjaan umum. Kerangka kerja ini mengatur kapan, di mana, dan bagaimana proyek penciptaan

lapangan kerja akan disalurkan untuk mengantisipasi serangkaian kemungkinan guncangan. Hal ini

termasuk mengidentifi kasi pemicu yang akan meluncurkan proyek pekerjaan umum atau meningkatkan

alokasi bagi program padat karya yang sudah ada. Sebagai contoh, PNPM-Mandiri dapat menyalurkan

dana untuk mendukung proyek pembangunan padat karya yang telah diidentifi kasi masyarakat setempat

di area pedesaan, sebuah langkah yang telah berhasil mengurangi angka pengangguran. Selain itu, perlu

diidentifi kasi proyek atau jalur untuk memberikan bantuan sementara kepada pekerja di area perkotaan saat

dibutuhkan. Pada saat bersamaan, sistem tanggapan dapat diisi daftar siaga mengenai proyek infrastruktur

yang sedang direncanakan dan sudah berjalan, yang dapat dengan cepat menyerap pekerja selama

terjadinya guncangan baik di area pedesaan maupun perkotaan.

Belajar dari masa lalu dan berpegang pada “praktik terbaik” internasional akan memastikan

bahwa bantuan dapat menjangkau pekerja yang paling memerlukannya. Berbagai praktik terbaik

tersebut mencakup: menunjuk satu lembaga di tingkat pusat yang bertanggung jawab memimpin strategi

keseluruhan dan memantau pelaksanaan program; menggunakan penetapan target geografi s secara

sistematis untuk menentukan lokasi program; menetapkan upah di bawah tingkat pasaran bagi pekerja

tanpa keahlian sehingga para pekerja tersebut akan terseleksi mandiri ke dalam program; mendorong

keikutsertaan perempuan dengan mengubah elemen rancangan program; dan memilih proyek padat karya

yang telah diidentifi kasi oleh masyarakat atau mendukung proyek infrastruktur yang telah dimasukkan dalam

strategi pengembangan akan membantu memastikan bahwa proyek pekerjaan umum dapat berguna dan

produktif.

Page 198: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya
Page 199: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

Lampiran

Page 200: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

198 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Lampiran I.1 Tren pada indikator inti pasar tenaga kerja

menurut subkelompok (tingkat pertumbuhan tahunan rata-

rata)

Indikator 1990-97 1997-99 1999-2003 2003-07

La

pa

ng

an

ke

rja

Pertumbuhan rasio lapangan kerja (persen) -0,2 -0,1 -0,4 -0,1

Laki-laki/Perempuan -0,1 -0,3 -0,7 0,3 0,1 -1 -0,5 0,3

Miskin/Tidak miskin N/A N/A 2 -0,7 -1,2 -0,1 -2,1 -0,1

Perkotaan/Pedesaan 0,5 -0,3 -0,1 0,1 0,0 -0,6 0,1 -0,3

Dewasa/Muda -0,2 -0,6 0,0 -0,7 -0,5 -0,7 -0,2 0,2

Pendidikan lebih rendah/Pendidikan lebih tinggi -0,3 0,3 0,2 -1,5 -0,5 -0,1 0,1 -0,8

Pertumbuhan pengangguran (persen) 0,1 0,8 -0,2 0,5

Laki-laki/Perempuan N/A N/A 1 0,6 -0,3 -0,1 0,4 0,6

Miskin/Tidak miskin N/A N/A 0 1,2 0,2 -0,4 0,8 0,3

Perkotaan/Pedesaan N/A N/A 1,2 0,5 -0,5 0,0 0,6 0,4

Dewasa/Muda N/A N/A 0,5 2,2 -0,1 -0,3 0,5 0,6

Pendidikan lebih rendah/Pendidikan lebih tinggi N/A N/A 0,6 1,4 -0,1 -0,7 0,3 0,7

Str

uk

tur

Ten

ag

a K

erj

a

Pertumbuhan pangsa lapangan kerja non-tani (persen) 2,1 -1,3 -0,8 1,3

Laki-laki/Perempuan 2 2 -1,7 0,7 -0,6 -1,1 1,1 1,5

Miskin/Tidak miskin N/A N/A -3,4 -0,5 -2,2 -0,2 3,8 0,4

Perkotaan/Pedesaan 0,4 1,7 -1,5 -1,9 -0,8 -1,5 0,8 1,7

Dewasa/Muda 2,0 2,6 -1,0 -2,6 -0,9 -0,1 1,3 1,3

Pendidikan lebih rendah/Pendidikan lebih tinggi 1,8 0,5 -1,6 -1,3 -1,1 -0,3 1,4 0,1

Pertumbuhan pangsa lapangan kerja formal (persen) 1,5 -0,9 -0,3 1,2

Laki-laki/Perempuan 1,6 1,2 -1,4 0,1 -0,3 -0,6 1,3 1,2

Miskin/Tidak miskin 3,6 -0,1 -2,4 -0,6 -0,8 -0,2 2,1 0,7

Perkotaan/Pedesaan 0,4 1,2 -1,7 -0,9 -0,3 -0,8 0,1 1,9

Dewasa/Muda 1,4 1,9 -0,6 -1,8 -0,3 -0,2 1,2 1,3

Pendidikan lebih rendah/Pendidikan lebih tinggi 1,1 0,1 -0,8 -2,1 -0,6 0,0 1,4 -0,2

Up

ah

Pertumbuhan upah median (persen) 7,1 -11 8,9 -3,8

Laki-laki/Perempuan 6,4 10,3 -10,2 -10,4 7,9 9,7 -4,1 -3,2

Miskin/Tidak miskin -0,2 11,1 -10,8 -11,9 6,1 9,3 -1,2 -2,3

Perkotaan/Pedesaan 5,9 7,4 -12,9 -9,5 9,6 5,6 -3,6 -2,2

Dewasa/Muda 6,5 8,8 -11,0 -12,7 7,6 10,6 -3,7 -3,7

Pendidikan lebih rendah/Pendidikan lebih tinggi 7,1 4,4 -10,9 -10,7 7,0 7,0 -3,1 -2,1

Sumber: Sakernas; Susenas untuk tingkat pengangguran 1992-97.

Page 201: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

199

Lampiran

Catatan:

1. Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) hanya mengumpulkan data mengenai laba dari pekerja lepas dan wiraswasta yang bekerja sendirian; hampir separuh dari keseluruhan pengusaha wiraswasta tidak tercakup karena mereka tidak bekerja sendirian. Selain itu, sebelum tahun 2001, survei tersebut juga tidak mengumpulkan data laba dari para wiraswasta karena laba dari usaha sendiri sangat sulit untuk dihitung secara akurat, apalagi mereka yang menjalani usaha kecil dan informal sering kali tidak tahu berapa nilai laba mereka, dan nilai labanya dapat sangat bervariasi dari bulan ke bulan.

2. Lapangan kerja di sektor non-tani (misalnya industri dan jasa) dianggap lebih baik karena sektor pertanian adalah yang paling tidak produktif, mempekerjakan proporsi tertinggi pekerja tak dibayar atau pekerja lepas, dan mempekerjakan proporsi terendah pekerja berpendidikan. Lebih sedikit informasi upah yang dapat diperoleh pada sektor ini, tetapi upah di sektor pertanian jauh lebih rendah baik bagi pekerja penerima upah maupun wiraswasta yang berusaha sendiri. Hal ini mungkin disebabkan oleh keengganan para petani untuk meninggalkan pertanian, atau adanya hambatan dalam memasuki sektor industri dan jasa yang lebih formal.

Atribut Sektor (2007) Pertanian Industri Jasa Total

Produktivitas Tahunan

Rata-rata US$ per pekerja 13 99 39 40

IDR per pekerja 1.334 9.888 3.932 3.981

Status pekerjaan

% pekerja lepas 14,4 16,9 3,2 10,4

% pekerja yang merupakan pekerja keluarga tak dibayar 30,7 6,8 8,3 17,3

% pekerja yang merupakan karyawan penerima gaji 5,8 52,9 39,4 28,1

Upah

Upah karyawan median 3098 3688 4683 4016

Upah wiraswasta (sendiri) median 2295 2869 3031 2754

Pendidikan

% pekerja berpendidikan SMA atau lebih tinggi 7,4 27,3 41,5 24,8

Pangsa angkatan kerja

Menurut sektor 41,3 18,8 39,9 100Atribut Sektor (2007)3. Sejak tahun 2001, Sakernas mengklasifi kasikan semua pekerja dalam salah satu dari enam kategori status pekerjaan

berikut: Pekerja lepas, pekerja keluarga tak dibayar, wiraswasta yang berusaha sendirian, wiraswasta dengan pekerja sementara atau pekerja keluarga, wiraswasta dengan pekerja permanen, dan karyawan penerima gaji. Walaupun klasifi kasi ini berisi informasi penting mengenai kualitas pekerjaan, kategorinya sangat beragam. Sebagai contoh, karyawan penerima gaji mencakup baik pembantu rumah tangga maupun dosen universitas, sedangkan wiraswasta yang berusaha sendiri mencakup baik penarik becak yang berupah rendah maupun penjual obat atau agen real estat independen yang berpenghasilan tinggi.

Page 202: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

200 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Lampiran II.1 Tren pertumbuhan dan pasar tenaga kerja di

berbagai negara

Periode Negara Pertumbuhan Lapangan Kerja PengangguranStruktur Tenaga

Kerja

Pertumbuhan PDB riil per tahun (%)

Pertumbuhan tahunan rata-rata

pada tingkat orang dewasa

(usia 15+) yang bekerja (persen)

Perubahan tahunan rata-rata

pada tingkat pengangguran (inti) (persen)

Perubahan tahunan rata-rata pada

pangsa pekerja di sektor non-tani

(persen)

Pra-krisis 1990-97

Indonesia 7,4 -0,2 0,1 2,1

Cina 11,5 -0,2 0,0 0,9

Malaysia 9,2 0,4 -0,3 1,2

Filipina 3,1 0,2 0,0 0,7

Thailand 6,8 -0,9 -0,2 2,0

Vietnam 8,4 -0,2 N/A 1,6

Krisis Keuangan 1997-98

Indonesia -6,4 -0,1 0,8 -1,3

Cina 7,7 -0,23 0,0 0,3

Malaysia -0,8 -0,9 0,5 -0,6

Filipina 1,4 -1,8 0,8 1,3

Thailand -3,3 -2,5 1,1 0,9

Vietnam 5,3 0,7 -0,3 0,2

Pemulihan 1999-2003

Indonesia 4,5 -0,4 -0,2 -0,8

Cina 9,0 -0,4 0,1 0,9

Malaysia 4,7 0,2 0,0 1,0

Filipina 4,3 0,4 0,2 0,1

Thailand 4,8 0,3 -0,4 0,9

Vietnam 7,0 -0,2 0,0 1,3

Ekspansi 2003-06

Indonesia 5,4 -0,1 0,5 1,3

Cina 10,3 -0,4 0,0 N/A

Malaysia 6,1 -0,6 0,4 N/A

Filipina 5,5 -0,5 -0,9 0,1

Thailand 5,3 0,2 -0,1 1,2

Vietnam 8,1 -0,1 -0,3 1,8

Sumber: CEIC, ILO, Sakernas, Susenas untuk tingkat pengangguran tahun 1992-97 di Indonesia, Indikator Pembangunan Dunia.

Page 203: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

201

Lampiran

La

mp

ira

n I

I.2

Tre

n l

ap

an

ga

n k

erj

a s

ek

tor

no

n-t

an

i d

an

pe

rtu

mb

uh

an

ny

a d

i b

erb

ag

ai

ne

ga

ra

Pe

rio

de

Ne

ga

raP

ert

um

bu

ha

nP

ert

um

bu

ha

n

lap

an

ga

n k

erj

a

no

n-t

an

i

Se

kto

r in

du

stri

Se

kto

r ja

saP

ert

um

bu

ha

n

up

ah

rii

lP

ert

um

bu

ha

n

PD

BP

ert

um

bu

ha

n

lap

an

ga

n

ke

rja

Ela

stis

ita

s la

pa

ng

an

k

erj

a

Pe

rtu

mb

uh

an

P

DB

Pe

rtu

mb

uh

an

la

pa

ng

an

ke

rja

Ela

stis

ita

s la

pa

ng

an

k

erj

a

Pe

rtu

mb

uh

an

P

DB

riil

pe

r ta

hu

n (

%)

Pe

rtu

mb

uh

an

ra

ta-r

ata

pa

da

ju

mla

h o

ran

g

de

wa

sa y

an

g

be

kerj

a d

i se

kto

r n

on

-ta

ni

Pe

rtu

mb

uh

an

ra

ta-r

ata

pa

da

p

ert

am

ba

ha

n

nila

i di s

ekt

or

ind

ust

ri

Tin

gka

t p

ert

um

bu

ha

n

rata

-ra

ta

pa

da

jum

lah

ka

ryaw

an

in

du

stri

Ela

stis

ita

s la

pa

ng

an

ke

rja

di

sekt

or

ind

ust

ri

Pe

rtu

mb

uh

an

ra

ta-r

ata

pa

da

p

ert

am

ba

ha

n

nila

i di s

ekt

or

jasa

Tin

gka

t p

ert

um

bu

ha

n

rata

-ra

ta

pa

da

jum

lah

ka

ryaw

an

jasa

Ela

stis

ita

s la

pa

ng

an

ke

rja

di

sekt

or

jasa

Pe

rtu

mb

uh

an

ra

ta-r

ata

pa

da

u

pa

h r

ata

-ra

ta

Pra

-kri

sis

19

90

-97

Ind

on

esi

a7

,38

6,3

1

8,9

56

,88

0,7

76

,95

6,0

40

,87

3,3

Cin

a1

1,5

14

,62

15

,64

2,7

60

,18

10

,59

6,5

50

,62

5,8

Ma

lays

ia9

,24

4,4

2

11

,04

6,6

60

,60

9,9

84

,39

0,4

4 N

/A

Filip

ina

3,1

1 4

,34

3

,30

4,6

71

,42

3,5

14

,23

1,2

11

,5

Th

aila

nd

6,7

5 5

,58

8

,82

5,7

10

,65

6,3

65

,67

0,8

93

,5

Vie

tna

m8

,36

6,4

6

12

,44

3,3

60

,27

8,4

53

,36

1,3

9 N

/A

Kri

sis

Ke

ua

ng

an

1

99

7-9

8

Ind

on

esi

a7

,7-0

,50

-6,3

3-1

,76

0,2

8-9

,07

0,0

9-0

,01

-11

,1

Cin

a-6

,43

0,9

28

,50

-0,3

8-0

,04

8,8

02

,07

0,2

41

4,9

Ma

lays

ia-0

,84

0,8

8-1

,42

-1,5

01

,06

-0,1

42

,48

-17

,48

N/A

Filip

ina

1,3

91

,90

-0,6

3-1

,68

2,6

63

,75

3,2

60

,87

2,3

Th

aila

nd

-3,3

20

,10

-2,3

5-5

,25

2,2

3-4

,97

3,2

2-0

,65

-2,3

Vie

tna

m5

,27

1,3

18

,01

-9,8

0-1

,22

3,6

47

,20

1,9

8 N

/A

Pe

mu

lih

an

1

99

9-2

00

3

Ind

on

esi

a4

,46

-0,1

14

,15

1,1

40

,28

5,4

0-0

,71

-0,1

31

1,2

Cin

a8

,95

1,5

51

0,0

6-0

,53

-0,0

59

,95

3,2

30

,32

13

,6

Ma

lays

ia4

,71

4,0

75

,15

3,0

40

,59

4,4

94

,70

1,0

5 N

/A

Filip

ina

4,2

6 3

,50

3

,51

2,4

20

,69

4,9

73

,89

0,7

8-0

,1

Th

aila

nd

4,8

3 3

,55

5

,89

5,1

40

,87

3,5

42

,97

0,8

4-5

,7

Vie

tna

m7

,03

5,6

0

10

,10

16

,40

1,6

26

,10

16

,40

0,3

74

,6

Ek

spa

nsi

2

00

3-0

6

Ind

on

esi

a5

,4 3

,53

4

,47

2,5

40

,57

7,8

14

,01

0,5

1-2

,0

Cin

a1

0,3

34

,99

11

,77

6,1

40

,52

10

,27

4,1

20

,40

11

,7

Ma

lays

ia6

,1 1

,21

7

,79

-2,3

5-0

,30

6,2

21

,49

0,2

4 N

/A

Filip

ina

5,5

12

,24

4,4

9-0

,56

-0,1

27

,27

3,1

50

,43

-1,8

Th

aila

nd

5,2

54

,43

6,6

33

,61

0,5

45

,94

4,8

90

,82

-1,8

Vie

tna

m8

,13

7,3

61

0,2

29

,03

0,8

87

,26

9,0

30

,85

-3,6

Sum

ber

: CE

IC, G

SO

Vie

tna

m, S

ake

rna

s, d

an

WD

I.

Page 204: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

202 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Lampiran III.1 Karakteristik karyawan dan pekerjaan menurut

status kontrak

Tabel A: Karakteristik karyawan

Status kontrak (dalam persentase)

PermanenKontrak dengan

jangka waktu tertentu

Tanpa kontrak resmi

Usia

15–19 tahun 3,17 8,02 7,22

20–24 tahun 15,09 35,17 16,52

25–34 tahun 30,85 32,82 32,37

35–44 tahun 26,85 14,17 23,58

45–54 tahun 19,62 7,73 14,85

55 tahun ke atas 4,39 2,10 5,46

Usia rata-rata (tahun) 35,6 28,9 34,2

Tingkat pendidikan tertinggi

Tidak sekolah 0,28 0,37 2,03

SD 9,29 8,84 27,78

SMP 9,72 9,70 17,63

SMA 43,86 53,59 32,80

Pendidikan tinggi 36,87 27,45 19,76

Sumber: IFLS, 2007.Catatan: Subtotal menurut masing-masing karakteristik karyawan adalah 100%

Tabel B: Karakteristik pekerjaan

Status kontrak (dalam persentase)

PermanenKontrak dengan

jangka waktu tertentuTanpa kontrak resmi

Ukuran perusahaan

1–4 karyawan 9,21 5,51 26,52

5–19 karyawan 34,09 24,76 32,14

20–99 karyawan 28,78 30,05 23,99

100+ karyawan 27,96 39,74 17,36

Sektor

Pertanian 1,70 1,34 7,35

Pertambangan dan penggalian 2,49 1,27 1,19

Manufaktur 23,23 39,27 26,86

Utilitas 1,21 1,54 0,56

Konstruksi 1,52 1,38 3,67

Perdagangan 8,88 16,39 19,24

Transportasi 3,94 3,52 4,17

Jasa keuangan 5,63 10,11 4,82

Jasa sosial 50,00 23,66 30,31

Lain-lain 1,36 1,54 1,84

Page 205: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

203

Lampiran

Tabel B: Karakteristik pekerjaan

Status kontrak (dalam persentase)

PermanenKontrak dengan

jangka waktu tertentuTanpa kontrak resmi

Wilayah

Bali dan Nusa Tenggara 3,77 2,11 3,79

Kalimantan 7,23 1,73 2,57

Sulawesi 1,64 1,59 2,17

Sumatera 10,08 10,47 11,89

Jawa Jakarta 13,11 12,97 6,17

Jawa Barat 15,27 26,92 24,00

Jawa Tengah 8,60 7,22 16,05

Yogyakarta 10,20 6,40 6,83

Jawa Timur 21,11 22,05 22,58

Banten 8,95 8,58 3,99

Sumber: IFLS, 2007.

Tabel C: Karakteristik kualitas pekerjaan

Tingkat kesulitan pekerjaan (Skala 1 sampai 4, pekerjaan yang lebih melelahkan secara fi sik

diberi nilai lebih tinggi)

PermanenKontrak dengan

jangka waktu tertentuTanpa kontrak resmi

Usaha fi sik 2,2536 2,4730 2,5415

Mengangkat beban berat 1,6209 1,7230 1,9934

Membungkuk, berlutut 2,0284 2,0196 2,3483

Penglihatan yang baik 3,0332 3,0515 2,8293

Konsentrasi intens 3,2607 3,1985 2,9751

Keahlian relasi personal 3,2156 3,2132 2,9772

Keahlian komputer 1,9100 1,7819 1,4280

Stres 1,6682 1,7475 1,5484

Sumber: IFLS, 2007.Catatan: Survey IFLS 4 meminta individu untuk menanggapi pernyataan yang ditujukan guna mengetahui persepsi mereka mengenai kualitas pekerjaan mereka. Persepsi ini digabungkan untuk menghasilkan skala ukuran bagi setiap pernyataan; nilainya diperlihatkan pada tabel di atas. Dalam membuat skala tersebut, tanggapan diberi nilai 4 untuk jawaban Selalu/Hampir selalu; 3 untuk jawaban Sering; 2 untuk jawaban Kadang-kadang; dan 1 untuk jawaban Tidak pernah/Hampir tidak pernah. Pekerjaan yang lebih melelahkan secara fi sik bernilai lebih tinggi.

Page 206: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

204 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

La

mp

ira

n I

II.2

Pe

rbe

da

an

da

lam

in

ten

sita

s k

erj

a, u

pa

h, d

an

tu

nja

ng

an

be

rda

sark

an

sta

tus

ko

ntr

ak

(re

lati

f te

rha

da

p p

ek

erj

a t

an

pa

ko

ntr

ak

)

Inte

nsi

tas

ke

rja

Up

ah

Tu

nja

ng

an

no

n-u

pa

h

Va

ria

be

l de

pe

nd

en

:Ja

m p

er

min

gg

uM

ing

gu

pe

r ta

hu

nLo

g u

pa

h

bu

lan

an

Ma

kan

Tra

nsp

or

Ke

seh

ata

nK

red

itP

en

siu

nP

esa

ng

on

Pe

rma

ne

n

0,6

53

0,7

04

0,2

53

-0,0

21

0,0

27

0,1

56

-0,0

05

0,1

44

0,0

32

-0,8

8-1

,27

(8,1

4)*

*-1

,06

-1,3

8(7

,01

)**

-0,2

3(7

,39

)**

-1,4

9

Jan

gka

wa

ktu

te

tap

0

,49

6-3

,17

90

,11

20

0,0

06

0,0

81

-0,0

39

-0,0

64

-0,0

52

-0,6

9(4

,70

)**

(3,6

6)*

*-0

,02

-0,3

5(3

,64

)**

-1,8

6(4

,17

)**

(2,6

1)*

*

Ko

nst

an

44

,42

63

2,8

69

12

,58

60

,41

0,0

65

0,3

72

0,2

48

0,2

10

,06

2

(26

,47

)**

(24

,35

)**

(19

5,5

4)*

*(1

0,6

0)*

*(2

,52

)*(1

0,5

1)*

*(7

,13

)**

(9,8

5)*

*(2

,10

)*

Pe

ng

am

ata

n6

73

66

73

46

60

96

74

36

74

36

74

36

74

36

74

36

74

3

R-k

ua

dra

t0

,10

,09

0,4

20

,06

0,1

0,2

70

,06

0,3

20

,15

Sum

ber

: IF

LS4

(2

00

7)

Ca

tata

n:

1.

***

sig

nifi

ka

n p

ad

a 1

pe

rse

n; *

* si

gn

ifi k

an

pa

da

5 p

ers

en

; * s

ign

ifi k

an

pa

da

10

pe

rse

n.

2.

Ko

efi

sie

n a

da

lah

efe

k m

arg

ina

l ra

ta-r

ata

.3

. R

ob

ust

sta

nd

ard

err

or

da

lam

ku

run

g.

4.

Va

ria

be

l ko

ntr

ol t

am

ba

ha

n t

erm

asu

k: je

nis

ke

lam

in; u

sia

; tin

gka

t p

en

did

ika

n t

ert

ing

gi;

uku

ran

pe

rusa

ha

an

; se

kto

r p

eke

rja

an

(d

ua

dig

it);

loka

si g

eo

gra

fi s

me

nu

rut

wila

yah

.

Page 207: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

205

Lampiran

Lampiran III.3 Determinan formalitas Variabel dependen: Formal = 1 Informal = 0 Variabel dependen: Log upah per jam

Formal 0,311

[0,026]**

Laki-laki 0,066 Laki-laki 0,393

[0,002]** [0,022]**

Perkotaan 0,224 Perkotaan 0,105

[0,002]** [0,023]**

0,066 Jawa -0,226

[0,022]**

Usia (kelompok yang tidak dimasukkan: 15-18) Usia (kelompok yang tidak dimasukkan: 15-18)

19-24 0,063 19-24 0,106

[0,006]** [0,061]

25-34 0,03 25-34 0,349

[0,005]** [0,058]**

35-49 0,03 35-49 0,597

[0,005]** [0,058]**

50-64 -0,008 50-64 0,603

[0,006] [0,062]**

65+ -0,088 65+ 0,425

[0,007]** [0,078]**

Pendidikan (kelompok yang tidak dimasukkan: tidak lulus SD) Pendidikan (kelompok yang tidak dimasukkan: tidak lulus SD)

SD 0,09 SD 0,192

[0,003]** [0,048]**

SMP 0,173 SMP 0,396

[0,004]** [0,055]**

SMA 0,346 SMA 0,7

[0,004]** [0,057]**

Pendidikan tinggi 0,609 Pendidikan tinggi 1,44

[0,002]** [0,058]**

Kejuruan 0,051 Kejuruan 0,047

[0,005]** [0,037]

Industri (kelompok yang tidak dimasukkan: pertanian)

Industri 0,289

[0,035]**

Jasa 0,195

[0,033]**

Pengamatan 495.295 Pengamatan 12.782

R-kuadrat 0,184 R-kuadrat 0,24

Sumber: Sakernas, 2007Catatan:1. Regresi probit2. *** signifi kan pada 1 persen; ** signifi kan pada 5 persen;

* signifi kan pada 10 persen.3. Koefi sien adalah efek marginal yang dievaluasi pada nilai

rata-rata.4. Robust standard error dalam kurung.5. Kontrol lainnya adalah rekaan regional (regional

dummy)

Sumber: IFLS4Catatan:

1. *** signifi kan pada 1 persen; ** signifi kan pada 5 persen; *

signifi kan pada 10 persen.

2. Koefi sien adalah efek marginal yang dievaluasi pada nilai rata-

rata.

3. Standar error kokoh (Robust standard error) dalam kurung.

Page 208: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

206 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Lampiran IV.1 Perhitungan uang pesangon, uang

penghargaan masa kerja, dan hak dasar menurut lamanya

masa kerja

Pesangon Uang Penghargaan Masa KerjaPesangon + Uang Penghargaan

Masa Kerja

Masa kerja

(tahun)

Nilai (bulan

gaji)

Masa kerja

(tahun)

Nilai (bulan

gaji)

Masa kerja

(tahun)

Nilai (bulan

gaji)

< 1 1 3 sampai < 6 2 < 1 1

1 sampai < 2 2 6 sampai < 9 3 1 sampai < 2 2

2 sampai < 3 3 9 sampai < 12 4 2 sampai < 3 3

3 sampai < 4 4 12 sampai < 15 5 3 sampai < 4 6

4 sampai < 5 5 15 sampai < 18 6 4 sampai < 5 7

5 sampai < 6 6 18 sampai < 21 7 5 sampai < 6 8

6 sampai < 7 7 21 sampai < 24 8 6 sampai < 7 10

7 sampai < 8 8 > 24 10 7 sampai < 8 11

> 8 9 8 sampai < 9 12

9 sampai < 12 13

12 sampai < 15 14

15 sampai < 18 15

18 sampai < 21 16

21 sampai < 24 17

> 24 19

Pembayaran untuk hak dasar tambahan (D) (Pasal 156-4)1. Cuti tahunan yang belum diambil dan belum hangus.2. Biaya transpor bagi pekerja dan keluarganya.3. Kompensasi kesehatan, medis, dan perumahan: 15% dari nilai pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja4. Butir lainnya yang tercantum dalam kontrak.

Sumber: Undang-Undang Ketenagakerjaan (No. 13/2003), Pasal 156

Page 209: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

207

Lampiran

Lampiran IV.2 Indikator ketidakpatuhan, menurut

karakteristik karyawan dan pekerjaan

Tabel A: Ketidakpatuhan Menurut Karakteristik Karyawan

Karakteristik

karyawan

Sakernas IFLS

Indikator 1:

Persentase

pekerja yang

memenuhi

syarat namun

tidak menerima

pesangon

Indikator 2:

Persentase

pekerja yang

memenuhi

syarat namun

menerima

pesangon lebih

kecil daripada

haknya*

Indikator 3:

Persentase

rata-rata

pesangon yang

diterima oleh

pekerja yang

memenuhi

syarat*

Indikator 1:

Persentase

pekerja yang

memenuhi

syarat

namun tidak

menerima

pesangon

Semua karyawan 65,61 78,42 69,63 Semua karyawan 64,54

Jender Jender

Laki-laki 63,22 83,42 67,36 Laki-laki 65,66

Perempuan 69,97 67,27 74,86 Perempuan 62,55

Usia (tahun) Usia (tahun)

15-19 85,27 100,00 28,74 15-18 92,56

20-24 84,61 84,36 39,03 19-24 88,43

25-34 59,80 82,59 68,10 25-34 63,94

35-44 37,56 71,09 87,51 35-49 54,15

45-54 55,89 67,44 73,09 50-64 50,73

>=55 100,00 - - >=65 79,44

Tingkat pendidikan tertinggi Tingkat pendidikan tertinggi

Tidak sekolah 73,12 56,05 87,34

SD 65,53 75,87 61,42 SD 70,96

SMP 65,51 80,33 66,23 SMP 61,92

SMA 64,32 81,88 62,31 SMA 63,69

Pendidikan Tinggi 67,32 69,88 142,85 Lebih tinggi 57,93

Sumber: Sakernas, 2008* Dari pekerja yang memenuhi syarat untuk menerima pesangon

Sumber: IFLS, 2007

Page 210: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

208 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Tabel B: Ketidakpatuhan Menurut Karakteristik Pekerjaan

Karakteristik

pekerjaan

Sakernas IFLS

Indikator 1:

Persentase pekerja

yang memenuhi

syarat namun

tidak menerima

pesangon

Indikator 2:

Persentase

pekerja yang

memenuhi syarat

namun menerima

pesangon lebih

kecil daripada

haknya*

Indikator 3:

Persentase

rata-rata

pesangon yang

diterima oleh

pekerja yang

memenuhi

syarat1

Indikator 1:

Persentase pekerja

yang memenuhi

syarat namun

tidak menerima

pesangon

Semua karyawan 65,61 78,42 69,63 Semua karyawan 64,54

Ukuran perusahaan (jumlah karyawan) Ukuran perusahaan (jumlah karyawan)

1 - 4 74,37 100,00 23,18 1-4 72,90

5 - 19 71,95 81,44 54,16 5-19 71,85

20 - 100 65,08 83,11 61,73 20-99 69,64

100+ 61,20 70,30 87,71 >=100 52,84

Masa kerja Masa kerja

0-3 tahun 82,12 81,59 68,45 < 1 tahun 88,67

4-9 tahun 43,60 85,00 62,03 1-5 tahun 74,37

10+ tahun 38,92 65,68 81,67 5-10 tahun 59,99

>10 tahun 32,03

Upah (Rp) Upah (Rp)

250,000 ribu atau

kurang

86,94 0,00 145,80 250,000 ribu atau

kurang

78,94

250,001 – 500 ribu 76,24 83,85 51,26 250,001 – 500 ribu 80,58

500,001 – 1 juta 67,88 85,67 63,75 500,001 – 1 juta 56,27

1.000.001 – 1,5 juta 47,04 66,76 84,20 1.000.001 – 1,5 juta 49,22

>1,5 juta 43,89 86,44 63,72 >1,5 juta 44,69

Jenis kepemilikan perusahaan Jenis kepemilikan perusahaan

Pemerintah 100,00 - - Pemerintah 74,50

BUMN2 68,48 55,33 193,36 BUMN 65,25

Swasta domestik 57,39 72,04 76,35 Swasta domestik 65,41

Asing/Multinasional3 78,24 85,12 70,79 Asing/Multinasional 53,21

Pemilik individu 70,64 91,04 46,16

Lain-lain 73,40 100,00 27,59

Sektor Sektor

Pertanian 86,14 100,00 36,36 Pertanian 72,59

Pertambangan 100,00 - - Pertambangan -

Manufaktur 66,61 71,07 82,63 Manufaktur 63,30

Utilitas - - - Kelistrikan 52,85

Konstruksi 42,51 77,14 61,47 Konstruksi 73,65

Perdagangan 55,42 75,73 76,56 Perdagangan grosir 69,63

Transportasi 21,08 83,08 64,10 Transportasi 52,03

Jasa keuangan 83,42 100,00 57,21 Keuangan 66,11

Jasa sosial 70,29 79,64 65,84 Pegawai negeri 60,44

Wilayah Lain-lain 39,07

Kalimantan 34,14 100,00 30,15

Sulawesi 100,00 - -

Sumatera 55,55 85,22 44,62

Jawa/Bali 66,41 77,08 73,46

Sumber: Sakernas, 20081 Dari pekerja yang memenuhi syarat dan melaporkan menerima pesangon.2 Badan Usaha Milik Negara3 Perusahaan multinasional

Sumber: IFLS, 2007

Page 211: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

209

Lampiran

Lampiran V.1 Dampak kenaikan upah minimum terhadap

upah dan ketidakpatuhan

Variabel dependen: Log upah

pekerja penerima gaji, dan indikator

bahwa upah lebih kecil daripada upah

minimum.

Log upah minimum

provinsi

(Tahun ini)

Log upah minimum

provinsi

(Tahun sebelumnya)

Log upah minimum

provinsi

(dua tahun yang lalu)

Log upah 0,30** 0,30** 0,24***

(0,12) (0,12) (0,08)

Persentil ke-25 0,30*** 0,24*** 0,25***

(0,06) (0,07) (0,06)

Persentil ke-50 0,28*** 0,29*** 0,19***

(0,06) (0,07) (0,05)

Persentil ke-75 0,33*** 0,21*** 0,29***

(0,06) (0,06) (0,06)

Ketidakpatuhan 0,10*** 0,10*** 0,08**

(0,02) (0,02) (0,04)

Karakteristik kabupaten beda kala (lagged):

Satu tahun yang lalu Ya Tidak Tidak

Dua tahun yang lalu Tidak Ya Tidak

Tiga tahun yang lalu Tidak Tidak Ya

Kontrol pratertentu (predetermined

control)

Ya Ya Ya

Jumlah provinsi (2007) 33 33 33

Jumlah tahun 13 12 11

Pengamatan 33.901 29.695 29.691

Sumber: Sakernas 1993, 1994, 1996-2007 (Agustus) Catatan:1. Setiap sel mewakili regresi yang berbeda. Log regresi upah menggunakan Kuadrat Terkecil Biasa (OLS), regresi persentil diambil dari

regresi kuantil; Kepatuhan merupakan efek marginal rata-rata dari regresi probit 2. Kontrol kabupaten beda kala (lagged) termasuk upah minimum provinsi, pangsa penduduk pada dua kuintil terbawah untuk

perkiraan konsumsi, dan rata-rata kabupaten untuk indikator pasar tenaga kerja berikut: Upah karyawan, persentase lapangan kerja di bidang pertanian dan industri, persentase lapangan kerja menurut jenis pekerjaan (wiraswasta sendirian, dengan pekerja sementara, dengan pekerja permanen, dengan pekerja penerima gaji, dan pekerja keluarga), tingkat pekerjaan dan pengangguran.

3. Tambahan variabel kontrol pratertentu termasuk: Jenis kelamin; umur dan kuadratnya, tingkat pencapaian pendidikan, keikutsertaan pada pendidikan kejuruan, lokasi (kota/desa), dan tahun.

4. *** signifi kan pada 1 persen; ** signifi kan pada 5 persen; * signifi kan pada 10 persen.5. Robust standard error dalam kurung dan terkelompokkan menurut provinsi.

Page 212: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

210 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Lampiran V.2 Dampak kenaikan upah minimum terhadap

lapangan kerja dan struktur ketenagakerjaan

Variabel dependen:

Status pekerjaan dan sektor

pekerjaan

Log upah

minimum provinsi

(tahun ini)

Log upah

minimum provinsi

(tahun

sebelumnya)

Log upah

minimum provinsi

(dua tahun yang

lalu)

Rata-rata

dari variabel

dependen (2007)

Pekerjaan

Bekerja 0,04* 0,003 -0,01 0,62

(0,02) (0,04) (0,03)

Menganggur

(lama, tergantung pada LFP)-0,04*** -0,02 -0,02* 0,07

(0,01) (0,02) (0,01)

Di luar angkatan kerja -0,02 0,02 0,03 0,34

(0,02) (0,03) (0,02)

Sektor pekerjaan

Formal -0,04* -0,10*** -0,05* 0,47

(0,02) (0,02) (0,03)

Pertanian -0,01 0,06* -0,0002 0,41

(0,02) (0,03) (0,03)

Industri 0,01 -0,10*** -0,02 0,18

(0,02) (0,02) (0,02)

Jasa -0,00 0,04 0,02 0,40

(0,01) (0,04) (0,03)

Karakteristik kabupaten beda kala (lagged):

Satu tahun yang lalu Ya Tidak Tidak

Dua tahun yang lalu Tidak Ya Tidak

Tiga tahun yang lalu Tidak Tidak Ya

Karakteristik pekerja Ya Ya Ya

Jumlah provinsi (2007) 33 33 33

Jumlah tahun 13 12 11

Pengamatan 175.214 152.343 150.818

Sumber: Sakernas, 1993-2007 (Agustus) Catatan:1. Koefi sien dari model probabilitas linier. 2. Karakteristik kabupaten beda kala (lagged) termasuk upah minimum provinsi, dan rata-rata kabupaten untuk indikator pasar tenaga

kerja berikut: Upah karyawan, persentase lapangan kerja di bidang pertanian dan industri, persentase lapangan kerja menurut jenis pekerjaan (wiraswasta sendirian, dengan pekerja sementara, dengan pekerja permanen, dengan pekerja penerima gaji, dan pekerja keluarga), tingkat pekerjaan dan pengangguran, dan pangsa pekerja dalam 2 kuintil terendah perkiraan konsumsi.

3. Karakteristik pekerja termasuk: Jenis kelamin; umur dan kuadratnya, tingkat pencapaian pendidikan, keikutsertaan pada pendidikan kejuruan, lokasi (kota/desa), dan tahun.

4. *** signifi kan pada 1 persen; ** signifi kan pada 5 persen; * signifi kan pada 10 persen.5. Robust standard error dalam kurung dan terkelompokkan menurut provinsi.

Page 213: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

211

Lampiran

Lampiran V.3 Dampak kenaikan upah minimum beda

kala (lagged) terhadap lapangan kerja dan struktur

ketenagakerjaan, menurut jenis pekerja

Log upah minimum provinsi (tahun sebelumnya)

Variabel dependen: Formalitas Pertanian Industri Jasa

Laki-laki -0,11*** 0,05 -0,09*** 0,04

(0,03) (0,03) (0,02) (0,04)

Perempuan -0,09*** 0,10*** -0,12*** 0,02

(0,03) (0,03) (0,02) (0,04)

Muda -0,10*** 0,07* -0,10*** 0,03

(0,02) (0,03) (0,02) (0,04)

Dewasa -0,10*** 0,06* -0,10*** 0,04

(0,02) (0,03) (0,02) (0,04)

Berkeahlian -0,08** 0,10* -0,06** -0,03

(0,04) (0,05) (0,02) (0,05)

Tanpa keahlian -0,11*** 0,05 -0,11*** 0,06

(0,02) (0,04) (0,02) (0,04)

Perkotaan -0,10*** 0,06 -0,10*** 0,04

(0,03) (0,04) (0,02) (0,04)

Pedesaan -0,10*** 0,07* -0,10*** 0,03

(0,03) (0,04) (0,02) (0,04)

Miskin -0,10*** 0,06* -0,10*** 0,04

(0,02) (0,04) (0,02) (0,04)

Tidak miskin -0,10*** 0,08* -0,09*** 0,01

(0,03) (0,04) (0,02) (0,04)

Karakteristik kabupaten beda kala (lagged)

Dua tahun yang lalu Ya Ya Ya Ya

Karakteristik pekerja Ya Ya Ya Ya

Jumlah provinsi (2007) 33 33 33 33

Jumlah tahun 12 12 12 12

Pengamatan 152.343 152.343 152.343 152.343

Sumber: Sakernas, 1993-2007 (Agustus) Catatan:1. Koefi sien berasal dari interaksi karakteristik pekerja dan log upah minimum beda kala (lagged) pada provinsi yang bersangkutan,

berdasarkan model probabilitas linier. 2. Karakteristik kabupaten beda kala (lagged) termasuk upah minimum provinsi, dan rata-rata kabupaten untuk indikator pasar tenaga

kerja berikut: Upah karyawan, persentase lapangan kerja di bidang pertanian dan industri, persentase lapangan kerja menurut jenis pekerjaan (wiraswasta sendirian, dengan pekerja sementara, dengan pekerja permanen, dengan pekerja penerima gaji, dan pekerja keluarga), tingkat pekerjaan dan pengangguran, dan pangsa pekerja dalam 2 kuintil terendah perkiraan konsumsi.

3. Karakteristik pekerja termasuk: Jenis kelamin; umur dan kuadratnya, tingkat pencapaian pendidikan, keikutsertaan pada pendidikan kejuruan, lokasi (kota/desa), dan tahun.

4. *** signifi kan pada 1 persen; ** signifi kan pada 5 persen; * signifi kan pada 10 persen.5. Robust standard error dalam kurung dan terkelompokkan menurut provinsi.

Page 214: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

212 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

La

mp

ira

n V

.4 P

erb

an

din

ga

n B

erb

ag

ai

Stu

di

Me

ng

en

ai

Up

ah

Min

imu

m d

i In

do

ne

sia

Stu

di

Da

taT

ah

un

Un

it

an

ali

sis

Va

ria

be

l d

ep

en

de

n:

Va

ria

be

l

up

ah

min

imu

m

Va

ria

be

l k

on

tro

l la

inn

ya

Ela

stis

ita

s S

ign

ifi k

an

seca

ra S

tati

stik

Ke

sim

pu

lan

Ma

ka

lah

be

rda

sark

an

da

ta d

ari

ma

nu

fak

tur

sed

an

g d

an

be

sar

Ala

tas

da

n

Ca

me

ron

(2

00

7)

Su

rve

i

ind

ust

ri

(Ja

kart

a

da

n J

awa

Ba

rat)

19

92

-

19

96

Pe

rusa

ha

an

Lap

an

ga

n k

erj

a b

ag

i

pe

kerj

a p

rod

uks

i di

pe

rusa

ha

an

ma

nu

fakt

ur

be

ruku

ran

se

da

ng

da

n

be

sar

di J

aka

rta

da

n J

awa

Ba

rat

Pe

rse

nta

se

ken

aik

an

pa

da

pro

vin

si

Efe

k te

tap

pa

da

pro

vin

si d

an

tah

un

, se

rta

nila

i ta

mb

ah

pe

r

pe

kerj

a

-0,1

6T

ida

kT

ida

k a

da

pe

ng

aru

h

pa

da

pe

rusa

ha

an

be

sar,

pe

ng

aru

h y

an

g b

esa

r

pa

da

pe

rusa

ha

an

leb

ih

keci

l de

ng

an

be

be

rap

a

spe

sifi

kasi

.

Ha

rris

on

da

n

Sco

rse

(2

00

4)

Su

rve

i

ind

ust

ri

19

90

-

19

96

Pe

rusa

ha

an

Lap

an

ga

n k

erj

a b

ag

i

pe

kerj

a p

rod

uks

i di

pe

rusa

ha

an

ma

nu

fakt

ur

be

ruku

ran

se

da

ng

da

n

be

sar

Pe

rub

ah

an

pa

da

up

ah

min

imu

m

Efe

k te

tap

pa

da

pro

vin

si

-0,1

4Ya

Up

ah

min

imu

m y

an

g

leb

ih t

ing

gi m

en

gu

ran

gi

lap

an

ga

n k

erj

a m

an

ufa

ktu

r

ba

gi p

eke

rja

ta

np

a

kea

hlia

n.

Ma

ka

lah

be

rda

sark

an

Sa

ke

rna

s

Ra

ma

(1

99

6)

Sa

kern

as

19

88

-

19

95

Pro

vin

siP

ers

en

tase

ora

ng

de

wa

sa

di a

rea

pe

rko

taa

n y

an

g

be

kerj

a

Ra

sio

up

ah

min

imu

m

terh

ad

ap

pro

du

ktiv

ita

s

rata

-ra

ta

Efe

k te

tap

ha

nya

pa

da

pro

vin

si

da

n t

ah

un

0,0

1 s

am

pa

i

-0,0

7

Se

ba

gia

n b

esa

r

tid

ak

Ke

na

ika

n u

pa

h m

inim

um

me

mili

ki d

am

pa

k n

eg

ati

f

keci

l te

rha

da

p la

pa

ng

an

kerj

a p

erk

ota

an

ba

gi

pe

kerj

a p

en

eri

ma

up

ah

Su

rya

ha

di e

t a

l,

(20

03

)

Sa

kern

as

19

88

-19

99

Pro

vin

siLa

pa

ng

an

ke

rja

to

tal

Up

ah

min

imu

m r

iil

Efe

k te

tap

pro

vin

si d

an

ta

hu

n.

Po

pu

lasi

, ke

pa

tuh

an

, PD

B

wila

yah

-0,1

1Ya

, te

tap

i tid

ak

cuku

p k

ua

t

Up

ah

min

imu

m

me

ng

ura

ng

i la

pa

ng

an

kerj

a

Isla

m d

an

Na

zara

(2

00

0)

Sa

kern

as

19

90

-19

98

Pro

vin

siLa

pa

ng

an

ke

rja

to

tal

Up

ah

min

imu

m r

iil

Re

kaa

n k

risi

s (c

risi

s d

um

my)

da

n k

elo

mp

ok

terp

ula

u (

isla

nd

gro

up

)

-0,0

5 s

am

pa

i

-0,1

Ya, t

eta

pi t

ida

k

cuku

p k

ua

t

Up

ah

min

imu

m

me

ng

ura

ng

i la

pa

ng

an

kerj

a p

ad

a s

eju

mla

h m

od

el,

teta

pi t

ida

k cu

kup

ku

at.

Pra

tom

o (

20

07

)S

ake

rna

s 1

99

0-

19

98

Pro

vin

siTo

tal l

ap

an

ga

n k

erj

a d

an

lap

an

ga

n k

erj

a b

ag

i pe

kerj

a

pe

rko

taa

n p

en

eri

ma

ga

ji

-P

en

ga

ng

gu

ran

be

da

ka

la

(la

gg

ed),

kara

kte

rist

ik p

rov

insi

,

reka

an

(d

um

my)

pro

vin

si d

an

tah

un

-0,0

5 (

tota

l)

sam

pa

i -0

,12

(pe

ne

rim

a

ga

ji d

i

pe

rko

taa

n)

Tid

ak

seca

ra

kese

luru

ha

n,

ya b

ag

i pe

kerj

a

pe

rko

taa

n

pe

ne

rim

a g

aji

Up

ah

min

imu

m

me

ng

ura

ng

i la

pa

ng

an

kerj

a f

orm

al p

erk

ota

an

Lap

ora

n

Lap

an

ga

n K

erj

a

(20

10

)

Sa

kern

as,

1

99

6-

20

07

De

wa

saP

rob

ab

ilita

s b

eke

rja

di

sekt

or

pe

rta

nia

n, i

nd

ust

ri,

ata

u ja

sa. P

rob

ab

ilita

s

be

kerj

a s

eca

ra f

orm

al.

Up

ah

min

imu

m

riil

be

da

ka

la

(la

gg

ed)

Jen

is k

ela

min

, usi

a, d

an

pe

nd

idik

an

pe

kerj

a. U

pa

h

min

imu

m b

ed

a k

ala

du

a

kali

(tw

ice-

lag

ged

). R

ata

-ra

ta

kab

up

ate

n b

ed

a k

ala

du

a

kali

(tw

ice-

lag

ged

): la

pa

ng

an

kerj

a p

ert

an

ian

da

n in

du

stri

,

tin

gka

t la

pa

ng

an

ke

rja

, tin

gka

t

pe

ng

an

gg

ura

n, d

an

tin

gka

t

kem

iski

na

n y

an

g d

ipe

rkir

aka

n.

-0,1

(pe

nu

run

an

pe

lua

ng

be

kerj

a

di s

ekt

or

ind

ust

ri d

an

form

al)

Tid

ak

seca

ra

kese

luru

ha

n, y

a

ba

gi n

on

-ta

ni

da

n f

orm

al

Up

ah

min

imu

m t

ida

k

be

rpe

ng

aru

h t

erh

ad

ap

lap

an

ga

n k

erj

a s

eca

ra

kese

luru

ha

n, t

eta

pi

cen

de

run

g m

en

gu

ran

gi

lap

an

ga

n k

erj

a d

i se

kto

r

ind

ust

ri d

an

fo

rma

l.

Page 215: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

213

Lampiran

Lampiran VI.1. Determinan Keanggotaan Serikat Pekerja

Variabel dependen:

anggota serikat pekerja = 1, non-anggota = 0

Karakteristik pribadi

Laki-laki -0,008

(0,007)

Perkotaan -0,015

(0,008)*

Jawa 0,001

(0,007)

Usia dalam tahun 0,001

(0,000)**

Jumlah pekerja pada perusahaan (Kontrol:

kurang dari 20)

20-100 0,041

(0,010)**

>100 0,118

(0,020)**

Upah bulanan dalam Rp (Kontrol: kurang

dari 250 ribu)

250-500 ribu 0,029

(0,014)*

500 ribu - 2 juta 0,074

(0,015)**

2-5 juta 0,137

(0,027)**

>5 juta 0,103

(0,072)

Pendidikan

SD 0,039

(0,030)

SMP 0,059

(0,042)

SMA 0,073

(0,041)

Pendidikan Tinggi 0,108

(0,061)

Kejuruan 0,01

(0,009)

Sektor (Kontrol: pertanian)

Pertambangan 0,015

(0,032)

Manufaktur 0,08

(0,019)**

Listrik 0,049

(0,065)

Konstruksi -0,036

(0,009)**

Perdagangan,

gudang, rumah

makan

-0,003

(0,013)

Transportasi 0,034

(0,025)

Keuangan 0,026

(0,021)

Pelayanan

Masyarakat

0,028

(0,016)

Lain-lain 0,01

(0,025)

Pengamatan 5.801

Robust standard error dalam kurung* signifi kan pada 5%; ** signifi kan pada 1%Sumber: IFLS 2007

Page 216: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

214 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Lampiran VI.2. Karakteristik Anggota Serikat Pekerja dalam

Perusahaan Non-Pemerintah

Semua karyawan Anggota serikat pekerja

Semua

Total 100,00% 100,00%

Jenis kelamin

laki-laki 61,30% 60,50%

perempuan 38,70% 39,50%

Lokasi

Perkotaan 67,30% 70,00%

Pedesaan 32,70% 30,00%

Pendidikan

Tidak lulus SD 1,80% 1,30%

SD 25,60% 21,80%

SMP 16,10% 13,40%

SMA 34,90% 34,10%

Pendidikan Tinggi 21,50% 29,40%

Ukuran perusahaan

< 20 pekerja 62,30% 30,50%

20-100 pekerja 22,80% 26,80%

100+ pekerja 14,90% 42,80%

Penghasilan RT

Kuintil terbawah 16,80% 11,70%

Kuintil kedua 17,30% 14,60%

Kuintil ketiga 17,80% 20,90%

Kuintil keempat 20,30% 21,60%

Kuintil teratas 27,90% 31,20%

Upah bulanan

<= Rp 250 ribu 17,60% 4,00%

Rp 250-500 ribu 24,60% 11,90%

Rp 500 ribu - 2 juta 53,20% 76,60%

Rp 2-5 juta 3,80% 6,10%

Rp >5 juta 0,80% 1,50%

Sumber: IFLS 2007

Page 217: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

215

Lampiran

Lampiran VII.1 Pertumbuhan jumlah sekolah menengah,

2000-2005

2000 2005 Kenaikan (%)

Perkotaan SMP Negeri 3.199 4.907 53,4

SMP Swasta 6.537 9.031 38,2

SMA Negeri 1.894 3.358 77,3

SMA Swasta 5.455 8.496 55,7

Pedesaan SMP Negeri 7.514 9.597 27,7

SMP Swasta 9.999 10.299 3

SMA Negeri 1.917 2.991 56

SMA Swasta 3.584 4.130 15,2

Total Semua 40.099 52.809 31,7

Subtotal Negeri 14.524 20.853 43,6

Swasta 25.575 31.956 25,0

SMA Negeri 3.811 6.349 66,6

SMP Negeri 10.713 14.504 35,4

Perkotaan 17.085 25.792 51,0

Pedesaan 23.014 27.017 17,4

Sumber: Podes, berbagai tahun.Catatan: SMA mencakup sekolah menengah atas umum maupun kejuruan; reklasifi kasi desa dari pedesaan menjadi perkotaan antara

tahun 2000 dan 2005 diabaikan.

Page 218: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

216 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Lampiran VII.2 Menurut pendapat Anda, alasan apa yang

akan meningkatkan persyaratan keahlian di perusahaan

Anda (pilih semua alasan yang sesuai dari tabel di bawah)

Ya (persen

perusahaan)

Tidak (persen

perusahaan)

Keseluruhan

Teknologi baru yang diimpor dari luar negeri 17 83

Teknologi baru yang dikembangkan sendiri (melalui R&D) 35 65

Perubahan dalam organisasi tempat kerja (misalnya, penekanan pada

keterampilan pribadi, dll)

28 72

Standar mutu yang lebih tinggi (untuk produk atau jasa dari perusahaan) 82 17

Lingkungan bisnis yang lebih bersaing 75 25

Orientasi ekspor yang lebih tinggi 15 85

Meningkatnya pasokan pekerja berkeahlian di pasar tenaga kerja 48 52

Manufaktur

Teknologi baru yang diimpor dari luar negeri 20 80

Teknologi baru yang dikembangkan sendiri (melalui R&D) 36 64

Perubahan dalam organisasi tempat kerja (misalnya, penekanan pada

keterampilan pribadi, dll)

22 78

Standar mutu yang lebih tinggi (untuk produk atau jasa dari perusahaan) 90 10

Lingkungan bisnis yang lebih bersaing 68 32

Orientasi ekspor yang lebih tinggi 26 74

Meningkatnya pasokan pekerja berkeahlian di pasar tenaga kerja 42 58

Jasa

Teknologi baru yang diimpor dari luar negeri 14 85

Teknologi baru yang dikembangkan sendiri (melalui R&D) 34 66

Perubahan dalam organisasi tempat kerja (misalnya, penekanan pada

keterampilan pribadi, dll)

32 67

Standar mutu yang lebih tinggi (untuk produk atau jasa dari perusahaan) 78 22

Lingkungan bisnis yang lebih bersaing 78 22

Orientasi ekspor yang lebih tinggi 8 92

Meningkatnya pasokan pekerja berkeahlian di pasar tenaga kerja 52 48

Sumber: Employer Skills Survey (2008)

Page 219: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

217

Lampiran

Lampiran VIII.1 Jumlah sekolah dan siswa menurut

jenis sekolah menengah atasTahun SMA Negeri SMK Negeri SMA Swasta SMK Swasta

Sekolah Siswa Sekolah Siswa Sekolah Siswa Sekolah Siswa

2002/2003 3.120 1.827.046 838 598.876 4.916 1.316.684 4.105 1.500.877

2003/2004 3.203 1.886.701 899 608.411 5.035 1.371.272 4.216 1.533.133

2004/2005 3.634 2.000.241 1,159 636.064 5.265 1.402.374 4.506 1.528.004

2005/2006 3.940 2.069.243 1,298 682.796 5.377 1.428.177 4.727 1.549.131

2006/2007 4.231 2.191.985 1,483 778.076 5.661 1.382.161 4.939 1.623.656

2007/2008 - - - - - - - -

2008/2009 - - - - - - - -

Tahun Total Negeri Total Swasta Total SMA Total SMK

Sekolah Siswa Sekolah Siswa Sekolah Siswa Sekolah Siswa

2002/2003 3.958 2.425.922 9.021 2.817.561 8.036 3.143.730 4.943 2.099.753

2003/2004 4.102 2.495.112 9.251 2.904.405 8.238 3.257.973 5.115 2.141.574

2004/2005 4.793 2.636.305 9.771 2.930.378 8.899 3.402.615 5.665 2.164.068

2005/2006 5.238 2.752.039 10.104 2.977.308 9.317 3.497.420 6.025 2.231.927

2006/2007 5.714 2.970.061 10.600 3.005.817 9.892 3.574.146 6.442 2.401.732

2007/2008 - - - - 9.539 3.686.219 6.746 2.864.962

2008/2009 - - - - 9.517 3.863.744 7.653 3.290.396

Sumber: Kemendiknas, www.depdiknas.go.id

Page 220: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

218 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

La

mp

ira

n V

III.

2

Bia

ya

ya

ng

dik

elu

ark

an

se

nd

iri

un

tuk

be

rse

ko

lah

(R

up

iah

)

Be

rba

ga

i B

iay

a S

ek

ola

hS

MA

Ne

ge

riS

MK

Ne

ge

riS

MA

Sw

ast

aS

MK

Sw

ast

a

Me

dia

nR

ata

-ra

taM

ed

ian

Ra

ta-r

ata

Me

dia

nR

ata

-ra

taM

ed

ian

Ra

ta-r

ata

Bia

ya p

en

da

fta

ran

15

.00

02

45

.35

84

0.0

00

31

8.7

99

50

.00

03

31

.38

37

5.0

00

29

7.3

23

Ua

ng

se

kola

h1

20

.00

02

67

.01

73

50

.00

05

17

.39

32

40

.00

03

69

.45

94

80

.00

05

20

.82

3

Bia

ya o

rga

nis

asi

ora

ng

tu

a0

10

4.7

19

09

0.0

57

01

05

.15

40

91

.72

0

Bia

ya p

rakt

ik0

22

.49

20

32

.16

70

95

.36

80

93

.60

6

Bia

ya o

rga

nis

asi

sis

wa

01

6.2

42

02

1.6

22

01

9.4

17

01

7.7

23

Bia

ya u

jian

01

5.4

11

04

9.2

43

02

5.0

15

06

1.8

44

Ma

teri

pe

nd

uku

ng

pe

ng

aja

ran

lain

nya

04

3.7

28

04

7.8

70

05

0.3

69

05

4.8

23

Bia

ya s

era

ga

m0

13

5.8

81

01

39

.25

70

15

0.2

98

01

26

.68

0

Bia

ya b

uku

10

0.0

00

18

2.4

47

11

6.0

00

21

3.1

13

10

0.0

00

15

9.8

36

12

0.0

00

17

4.2

55

Bia

ya a

lat

tulis

60

.00

09

4.8

87

70

.00

09

7.3

07

60

.00

09

2.7

78

70

.00

09

6.9

57

Bia

ya t

ran

spo

r1

20

.00

03

59

.37

01

00

.00

03

93

.96

52

08

.00

04

89

.01

52

40

.00

04

78

.61

9

Bia

ya m

ata

pe

laja

ran

04

2.2

53

03

5.7

71

03

2.5

04

02

8.3

80

Lain

-la

in0

14

4.8

03

01

63

.20

00

17

9.6

70

01

75

.10

2

Tota

l4

15

.00

01

.67

4.6

08

67

6.0

00

2.1

19

.76

36

58

.00

02

.10

0.2

65

98

5.0

00

2.2

17

.85

5

Sum

ber

: Mo

du

l Pe

nd

idik

an

Su

sen

as

20

06

Page 221: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

219

Lampiran

Lampiran VIII.3 Kondisi ketenagakerjaan menurut jenis

sekolahPendidikan di SMA vs. SMK 278

Indikator kondisi

ketenagakerjaan

Tingkat

pengangguran

(%)

Tingkat

pekerjaan (%)

Di luar

angkatan kerja

(%)

Upah median

(IDR)

Pekerjaan

lepas278 (%)

Jenis sekolah SMA SMK SMA SMK SMA SMK SMA SMK SMA SMK

Rata-rata 4,6 3,7 72,3 76,8 24,4 20,7 6.896 5.520 6,6 7,9

Laki-laki 4,8 4,0 82,5 88,2 13,7 8,6 7.065 5.764 5,3 5,7

Perempuan 4,3 3,1 60,7 62,9 36,5 35,3 6.783 4.962 8,7 11,7

Muda 18,6 15,0 40,1 53,5 50,7 37,1 3.403 3.213 18,6 18,2

Tua 2,0 1,5 82,6 82,8 16,0 16,5 7.403 6.180 4,9 6,2

Beruntung 5,7 3,5 66,2 72,1 30,0 25,3 7.172 5.347 6,2 6,7

Kurang

beruntung

3,9 3,6 75,8 77,4 21,3 20,3 6.829 5.520 7,1 8,8

Sumber: IFLS, 2007

Pendidikan menengah atas: negeri vs. swasta

Indikator KetenagakerjaanSMA SMK

Negeri Swasta Negeri Swasta

Tingkat pengangguran (%) 4,6 4,6 3,7 6,8

Tingkat pekerjaan (%) 72,3 72,2 76,8 68,9

Di luar angkatan kerja (%) 24,4 24,6 20,7 26,3

Upah median (IDR) 6.896 4.857 5.520 4.067

Pekerjaan lepas (%) 6,6 9,2 7,9 11

Sumber: IFLS, 2007

278 Pekerjaan lepas tergantung pada memperoleh pekerjaan atau tidak.

Page 222: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

220 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

La

mp

ira

n V

III.

4 P

en

ga

ruh

je

nis

se

ko

lah

te

rha

da

p k

on

dis

i k

ete

na

ga

ke

rja

an

(g

ab

un

ga

n

sam

pe

l k

ese

luru

ha

n)

La

ki-

lak

i P

ere

mp

ua

n

Pa

rtis

ipa

si

an

gka

tan

ke

rja

LPM

Pe

ng

an

gg

ura

n

LPM

Pe

kerj

aa

n

form

al

LPM

Up

ah

OLS

Up

ah

LAD

Pa

rtis

ipa

si

an

gka

tan

ke

rja

LPM

Pe

ng

an

gg

ura

n

LPM

Pe

kerj

aa

n

form

al

LPM

Up

ah

OLS

Up

ah

LAD

SM

K N

eg

eri

0,0

13

*-0

,00

60

,03

6**

0,0

09

0,0

32

0,0

23

-0,0

17

0,0

32

0,0

87

0,1

33

***

(0,0

07

)(0

,01

1)

(0,0

17

)(0

,05

6)

(0,0

44

)(0

,02

9)

(0,0

12

)(0

,02

5)

(0,0

75

)(0

,04

9)

SM

A S

wa

sta

0,0

13

*-0

,00

3-0

,04

2*

-0,1

71

***

-0,2

78

***

-0,0

76

**0

,01

6-0

,05

2*

-0,0

47

-0,2

02

***

(0,0

07

)(0

,00

8)

(0,0

25

)(0

,06

2)

(0,0

45

)(0

,03

2)

(0,0

10

)(0

,02

8)

(0,0

76

)(0

,06

4)

SM

K S

wa

sta

0,0

05

0,0

10

0,0

19

-0,2

03

***

-0,1

88

***

-0,0

32

0,0

04

0,0

07

-0,0

14

-0,0

48

(0,0

08

)(0

,01

2)

(0,0

20

)(0

,06

4)

(0,0

57

)(0

,03

4)

(0,0

13

)(0

,02

9)

(0,0

81

)(0

,05

8)

Pro

ba

bili

tas

SM

A N

eg

eri

0,9

71

0,0

51

0,5

75

0,6

93

0,0

45

0,5

66

R2

0,0

90

0,1

71

0,5

59

0,2

30

0,1

75

0,2

32

0,5

84

0,3

14

Pe

ng

am

ata

n6

08

45

93

15

64

25

06

55

06

55

33

03

45

23

28

82

68

12

68

1

Sum

ber

: IF

LS1

-4C

ata

tan

:1

. **

* si

gn

ifi k

an

pa

da

1 p

ers

en

; **

sig

nifi

ka

n p

ad

a 5

pe

rse

n; *

sig

nifi

ka

n p

ad

a 1

0 p

ers

en

.2

. S

tan

da

rd e

rro

r d

ala

m k

uru

ng

; sta

nd

ard

err

or

ters

eb

ut

cuku

p k

ua

t te

rha

da

p h

ete

rosk

ed

ast

isit

as

da

n t

erk

elo

mp

okk

an

pa

da

tin

gka

t ke

cam

ata

n.

3.

LPM

ad

ala

h M

od

el P

rob

ab

ilita

s Li

nie

r, O

LS a

da

lah

Ku

ad

rat

Terk

eci

l Bia

sa, d

an

LA

D a

da

lah

De

via

si A

bso

lut

Terk

eci

l.4

. D

ala

m s

em

ua

ka

sus,

sa

mp

el

dis

esu

aik

an

de

ng

an

pe

mb

ob

ota

n k

em

ba

li p

en

ga

ma

tan

me

nu

rut

pro

ba

bili

tas

inve

rsi

yan

g d

ipe

rkir

aka

n u

ntu

k m

en

gik

uti

je

nis

se

kola

h m

ere

ka,

sela

in n

ilai

bo

bo

t in

div

idu

al l

inta

s-se

kto

ral s

tan

da

r. 5

. S

em

ua

pe

rkir

aa

n d

ida

sark

an

pa

da

pe

rsa

ma

an

(2

) d

ala

m t

eks

. Pe

rkir

aa

n L

AD

up

ah

me

ma

sukk

an

efe

k te

tap

pro

vin

si a

lih-a

lih k

ab

up

ate

n. S

tan

da

rd e

rro

r u

ntu

k p

erk

ira

an

LA

D d

ipe

role

h d

ari

p

rose

du

r p

en

gu

lan

ga

n s

am

plin

g t

an

pa

pe

nim

ba

ng

.6

. V

ari

ab

el

kon

tro

l te

rma

suk:

ta

hu

n s

urv

ei;

pe

nd

idik

an

ora

ng

tu

a; t

em

pa

t ti

ng

ga

l p

ad

a u

sia

12

ta

hu

n; t

em

pa

t ke

lulu

san

SM

P; u

mu

r d

an

ku

ad

ratn

ya; j

um

lah

pe

ng

ula

ng

an

ke

las

saa

t S

D d

an

S

MP

; be

kerj

a a

tau

tid

ak

pa

da

sa

at

be

rse

kola

h d

i SD

ata

u S

MP

; lu

lus

da

ri S

MP

ne

ge

ri a

tau

bu

kan

; va

ria

be

l ko

ntr

ol j

en

is k

ela

min

dim

asu

kka

n d

ala

m s

em

ua

pe

rkir

aa

n k

ecu

ali

da

lam

pe

rkir

aa

n

he

tero

ge

nit

as

jen

de

r.

Page 223: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

221

Lampiran

La

mp

ira

n V

III.

5 P

en

ga

ruh

da

ri p

en

did

ika

n o

ran

g t

ua

te

rha

da

p p

ilih

an

se

ko

lah

(sa

mp

el

ke

selu

ruh

an

)

La

ki-

lak

iP

ere

mp

ua

n

SM

A N

eg

eri

SM

K N

eg

eri

SM

A S

wa

sta

SM

K S

wa

sta

SM

A N

eg

eri

SM

K N

eg

eri

SM

A S

wa

sta

SM

K S

wa

sta

Aya

h lu

lus

SD

4,2

-1,3

4,1

-7,0

*-6

,5-4

,65

,85

,3

(4,5

)(3

,9)

(4,2

)(4

,2)

(6,2

)(5

,3)

(6,2

)(6

,5)

Aya

h lu

lus

SM

P6

,2-3

,97

,4-9

,8**

-5,6

-8,8

*8

,06

,4

(5,4

)(4

,1)

(5,2

)(4

,5)

(6,6

)(5

,3)

(6,9

)(7

,1)

Aya

h lu

lus

SM

A6

,0-6

,81

3,0

**-1

2,2

**-1

,5-8

,51

1,0

-1,0

(5,9

)(4

,5)

(6,1

)(4

,8)

(7,8

)(5

,5)

(7,6

)(6

,1)

Aya

h lu

lus

un

ive

rsit

as

18

,7**

-12

,2**

*1

2,4

*-1

8,9

***

6,1

-11

,3*

7,0

-1,8

(7,7

)(4

,4)

(7,3

)(4

,5)

(9,0

)(5

,9)

(7,4

)(7

,0)

Aya

h b

erp

en

did

ika

n s

eko

lah

ke

juru

an

3,5

7,0

-5,2

-5,3

1,5

0,2

-8,9

**7

,2

(5,0

)(5

,5)

(4,2

)(4

,4)

(5,4

)(4

,6)

(4,2

)(5

,3)

Ibu

lulu

s S

D0

,1-4

,6*

5,8

*-1

,36

,76

,6*

-4,6

-8,7

***

A(3

,2)

(2,5

)(3

,2)

(3,1

)(4

,5)

(3,5

)(3

,6)

(3,2

)

Ibu

lulu

s S

MP

3,0

-4,5

7,1

-5,6

13

,2**

-2,0

1,9

-13

,1**

*

(4,4

)(3

,7)

(4,7

)(3

,8)

(5,6

)(3

,4)

(4,9

)(3

,4)

Ibu

lulu

s S

MA

5,2

-8,8

*2

,01

,51

0,0

4,7

-2,2

-12

,5**

(6,9

)(5

,0)

(6,0

)(6

,9)

(6,7

)(5

,9)

(6,6

)(5

,4)

Ibu

lulu

s u

niv

ers

ita

s1

8,6

*-5

,3-4

,7-8

,71

7,2

*7

,3-1

1,4

-13

,1**

(11

,3)

(10

,6)

(5,7

)(7

,8)

(10

,1)

(10

,1)

(7,2

)(6

,7)

Ibu

be

rpe

nd

idik

an

se

kola

h k

eju

rua

n-0

,97

,1-3

,5-2

,73

,9-2

,6-5

,13

,9

(6,5

)(7

,9)

(5,5

)(5

,7)

(6,1

)(5

,3)

(6,0

)(7

,4)

Pro

ba

bili

tas

Ka

sus

Da

sar

(Ba

se C

ase

Pro

ba

bili

ty)

12

,83

0,8

18

,43

9,0

50

,61

9,8

17

,71

1,9

Pe

ng

am

ata

n2

.67

52

.26

0

R-k

ua

dra

t0

,09

90

,11

6

Sum

ber

: IF

LS1

-4C

ata

tan

:1

. **

* si

gn

ifi k

an

pa

da

1 p

ers

en

; **

sig

nifi

ka

n p

ad

a 5

pe

rse

n; *

sig

nifi

ka

n p

ad

a 1

0 p

ers

en

.2

. P

erk

ira

an

re

gre

si m

en

gg

un

aka

n p

rob

it d

en

ga

n k

oe

fi si

en

be

rup

a e

fek

ma

rgin

al d

ala

m p

ers

en

tase

.3

. S

tan

da

rd e

rro

r d

ala

m k

uru

ng

; sta

nd

ard

err

or

ters

eb

ut

cuku

p k

ua

t te

rha

da

p h

ete

rosk

ed

ast

isit

as

da

n t

erk

elo

mp

okk

an

pa

da

tin

gka

t ke

cam

ata

n.

4.

Va

ria

be

l ko

ntr

ol

term

asu

k: t

ah

un

su

rve

i; p

en

did

ika

n o

ran

g t

ua

; te

mp

at

tin

gg

al

pa

da

usi

a 1

2 t

ah

un

; te

mp

at

kelu

lusa

n S

MP

; um

ur

da

n k

ua

dra

tnya

; ju

mla

h p

en

gu

lan

ga

n k

ela

s sa

at

SD

da

n

SM

P; b

eke

rja

ata

u t

ida

k p

ad

a s

aa

t b

ers

eko

lah

di S

D a

tau

SM

P; l

ulu

s d

ari

SM

P n

eg

eri

ata

u b

uka

n; v

ari

ab

el k

on

tro

l je

nis

ke

lam

in d

ima

sukk

an

da

lam

se

mu

a p

erk

ira

an

ke

cua

li d

ala

m p

erk

ira

an

h

ete

rog

en

ita

s g

en

de

r.5

. T

ing

kat

pe

nd

idik

an

aya

h d

igu

na

kan

un

tuk

me

wa

kili

tin

gka

t ke

seja

hte

raa

n r

um

ah

ta

ng

ga

. Ru

ma

h t

an

gg

a d

en

ga

n a

yah

ya

ng

be

rpe

nd

idik

an

te

rtin

gg

i SM

P a

tau

ku

ran

g d

ian

gg

ap

se

ba

ga

i ku

ran

g b

eru

ntu

ng

. Ru

ma

h t

an

gg

a d

en

ga

n a

yah

ya

ng

be

rpe

nd

idik

an

te

rtin

gg

i S

MP

ata

u k

ura

ng

dia

ng

ga

p s

eb

ag

ai

kura

ng

be

run

tun

g. R

um

ah

ta

ng

ga

de

ng

an

aya

h y

an

g b

erp

en

did

ika

n

SM

A a

tau

leb

ih t

ing

gi d

ian

gg

ap

se

ba

ga

i be

run

tun

g.

Page 224: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

222 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

La

mp

ira

n V

III.

6 P

en

ga

ruh

nil

ai

uji

an

te

rha

da

p p

ilih

an

se

ko

lah

(sa

mp

el

ke

selu

ruh

an

)

La

ki-

lak

iP

ere

mp

ua

n

SM

A N

eg

eri

SM

K N

eg

eri

SM

A S

wa

sta

SM

K S

wa

sta

SM

A N

eg

eri

SM

K N

eg

eri

SM

A S

wa

sta

SM

K S

wa

sta

Nila

i ujia

n S

MP

Se

pe

rtig

a t

en

ga

h (

terc

ile)

13

,7**

*8

,3*

-3,4

-18

,6**

*4

,78

,9**

-2,5

-11

,2**

*

(4,8

)(4

,2)

(4,6

)(4

,2)

(5,3

)(4

,3)

(5,0

)(4

,3)

S

ep

ert

iga

te

rata

s (t

erci

le)

23

,6**

*1

6,4

***

-17

,4**

*-2

2,7

***

19

,6**

*1

2,9

***

-9,7

**-2

2,8

***

(6,5

)(5

,6)

(3,9

)(4

,8)

(5,9

)(4

,9)

(4,6

)(4

,2)

Pro

ba

bili

tas

Ka

sus

Da

sar

(Ba

se C

ase

Pro

ba

bili

ty)

28

,40

,34

6,1

25

,34

0,2

10

,73

0,3

18

,8

Pe

ng

am

ata

n7

45

77

1

R-k

ua

dra

t0

,19

90

,21

8

Sum

ber

: IF

LS1

-4C

ata

tan

:1

. **

* si

gn

ifi k

an

pa

da

1 p

ers

en

; **

sig

nifi

ka

n p

ad

a 5

pe

rse

n; *

sig

nifi

ka

n p

ad

a 1

0 p

ers

en

.2

. P

erk

ira

an

re

gre

si m

en

gg

un

aka

n p

rob

it d

en

ga

n k

oe

fi si

en

be

rup

a e

fek

ma

rgin

al d

ala

m p

ers

en

tase

.3

. S

tan

da

rd e

rro

r d

ala

m k

uru

ng

; sta

nd

ard

err

or

ters

eb

ut

cuku

p k

ua

t te

rha

da

p h

ete

rosk

ed

ast

isit

as

da

n t

erk

elo

mp

okk

an

pa

da

tin

gka

t ke

cam

ata

n.

4.

Va

ria

be

l ko

ntr

ol

term

asu

k: t

ah

un

su

rve

i; p

en

did

ika

n o

ran

g t

ua

; te

mp

at

tin

gg

al

pa

da

usi

a 1

2 t

ah

un

; te

mp

at

kelu

lusa

n S

MP

; um

ur

da

n k

ua

dra

tnya

; ju

mla

h p

en

gu

lan

ga

n k

ela

s sa

at

SD

da

n

SM

P; b

eke

rja

ata

u t

ida

k p

ad

a s

aa

t b

ers

eko

lah

di S

D a

tau

SM

P; l

ulu

s d

ari

SM

P n

eg

eri

ata

u b

uka

n; v

ari

ab

el k

on

tro

l je

nis

ke

lam

in d

ima

sukk

an

da

lam

se

mu

a p

erk

ira

an

ke

cua

li d

ala

m p

erk

ira

an

h

ete

rog

en

ita

s g

en

de

r.5

. T

ing

kat

pe

nd

idik

an

aya

h d

igu

na

kan

un

tuk

me

wa

kili

tin

gka

t ke

seja

hte

raa

n r

um

ah

ta

ng

ga

. Ru

ma

h t

an

gg

a d

en

ga

n a

yah

ya

ng

be

rpe

nd

idik

an

te

rtin

gg

i SM

P a

tau

ku

ran

g d

ian

gg

ap

se

ba

ga

i ku

ran

g b

eru

ntu

ng

. Ru

ma

h t

an

gg

a d

en

ga

n a

yah

ya

ng

be

rpe

nd

idik

an

te

rtin

gg

i S

MP

ata

u k

ura

ng

dia

ng

ga

p s

eb

ag

ai

kura

ng

be

run

tun

g. R

um

ah

ta

ng

ga

de

ng

an

aya

h y

an

g b

erp

en

did

ika

n

SM

A a

tau

leb

ih t

ing

gi d

ian

gg

ap

se

ba

ga

i be

run

tun

g.

Page 225: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

223

Lampiran

La

mp

ira

n V

III.

7 P

en

ga

ruh

je

nis

se

ko

lah

te

rha

da

p k

on

dis

i k

ete

na

ga

ke

rja

an

(k

oh

or

mu

da

)

La

ki-

lak

i, k

oh

or

mu

da

Pe

rem

pu

an

, ko

ho

r m

ud

a

Pa

rtis

ipa

si

an

gka

tan

ke

rja

Pe

ng

an

gg

ura

nP

eke

rja

an

fo

rma

lU

pa

hP

art

isip

asi

an

gka

tan

ke

rja

Pe

ng

an

gg

ura

nP

eke

rja

an

fo

rma

lU

pa

h

SM

K N

eg

eri

0,0

11

-0,0

55

0,0

39

-0,3

28

***

-0,0

27

-0,0

09

-0,0

42

-0,1

75

(0,0

30

)(0

,05

0)

(0,0

40

)(0

,10

1)

(0,0

57

)(0

,03

8)

(0,0

53

)(0

,14

2)

SM

A S

wa

sta

0,0

17

0,0

02

0,0

23

-0,1

80

-0,0

80

0,0

72

-0,1

22

**-0

,06

3

(0,0

26

)(0

,04

5)

(0,0

47

)(0

,11

4)

(0,0

64

)(0

,05

0)

(0,0

54

)(0

,13

7)

SM

K S

wa

sta

-0,0

14

0,0

13

0,0

67

-0,1

34

-0,0

52

0,0

79

**-0

,09

8**

-0,2

22

(0,0

27

)(0

,04

6)

(0,0

51

)(0

,10

6)

(0,0

57

)(0

,03

9)

(0,0

42

)(0

,16

4)

R2

0,2

62

0,3

38

0,6

47

0,3

95

0,2

75

0,3

85

0,6

78

0,5

01

Pe

ng

am

ata

n1

,24

41

,15

69

79

80

31

,36

38

64

75

25

78

Sum

ber

: IF

LS1

-4C

ata

tan

:1

. ***

sig

nifi

ka

n p

ad

a 1

pe

rse

n; *

* si

gn

ifi k

an

pa

da

5 p

ers

en

; * s

ign

ifi k

an

pa

da

10

pe

rse

n.

2. S

tan

da

rd e

rro

r d

ala

m k

uru

ng

; sta

nd

ard

err

or

ters

eb

ut

cuku

p k

ua

t te

rha

da

p h

ete

rosk

ed

ast

isit

as

da

n t

erk

elo

mp

okk

an

pa

da

tin

gka

t ke

cam

ata

n.

3. V

ari

ab

el

kon

tro

l te

rma

suk:

ta

hu

n s

urv

ei;

pe

nd

idik

an

ora

ng

tu

a; t

em

pa

t ti

ng

ga

l p

ad

a u

sia

12

ta

hu

n; t

em

pa

t ke

lulu

san

SM

P; u

mu

r d

an

ku

ad

ratn

ya; j

um

lah

pe

ng

ula

ng

an

ke

las

saa

t S

D d

an

S

MP

; be

kerj

a a

tau

tid

ak

pa

da

sa

at

be

rse

kola

h d

i SD

ata

u S

MP

; lu

lus

da

ri S

MP

ne

ge

ri a

tau

bu

kan

; va

ria

be

l ko

ntr

ol j

en

is k

ela

min

dim

asu

kka

n d

ala

m s

em

ua

pe

rkir

aa

n k

ecu

ali

da

lam

pe

rkir

aa

n

he

tero

ge

nit

as

ge

nd

er.

4. T

ing

kat

pe

nd

idik

an

aya

h d

igu

na

kan

un

tuk

me

wa

kili

tin

gka

t ke

seja

hte

raa

n r

um

ah

ta

ng

ga

. Ru

ma

h t

an

gg

a d

en

ga

n a

yah

ya

ng

be

rpe

nd

idik

an

te

rtin

gg

i S

MP

ata

u k

ura

ng

dia

ng

ga

p s

eb

ag

ai

kura

ng

be

run

tun

g. R

um

ah

ta

ng

ga

de

ng

an

aya

h y

an

g b

erp

en

did

ika

n t

ert

ing

gi

SM

P a

tau

ku

ran

g d

ian

gg

ap

se

ba

ga

i ku

ran

g b

eru

ntu

ng

. Ru

ma

h t

an

gg

a d

en

ga

n a

yah

ya

ng

be

rpe

nd

idik

an

S

MA

ata

u le

bih

tin

gg

i dia

ng

ga

p s

eb

ag

ai b

eru

ntu

ng

.

Page 226: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

224 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

La

mp

ira

n V

III.

8 P

erk

ira

an

Pe

ng

aru

h J

en

is S

ek

ola

h T

erh

ad

ap

La

pa

ng

an

Ke

rja

da

n

Ku

ali

tas

Pe

ke

rja

an

, me

nu

rut

pe

nd

idik

an

ay

ah

(la

ki-

lak

i d

an

pe

rem

pu

an

)

La

ki-

lak

i

SM

P a

tau

le

bih

re

nd

ah

SM

A a

tau

le

bih

tin

gg

i

Pa

rtis

ipa

si

An

gka

tan

Ke

rja

Pe

ng

an

gg

ura

nFo

rma

lU

pa

hLF

PP

en

ga

ng

gu

ran

Form

al

Up

ah

LPM

LPM

LPM

OLS

LPM

LPM

LPM

OLS

SM

K N

eg

eri

0,0

03

-0,0

14

0,0

60

***

-0,0

01

0,0

23

*0

,02

30

,03

6-0

,03

4

(0,0

07

)(0

,00

9)

(0,0

21

)(0

,06

2)

(0,0

13

)(0

,03

0)

(0,0

47

)(0

,14

2)

SM

A S

wa

sta

0,0

08

-0,0

11

-0,0

47

*-0

,22

3**

*0

,04

3**

0,0

03

0,0

15

-0,1

29

(0,0

08

)(0

,00

9)

(0,0

27

)(0

,06

1)

(0,0

18

)(0

,02

8)

(0,0

54

)(0

,16

4)

SM

K S

wa

sta

0,0

04

0,0

08

0,0

12

-0,2

87

***

-0,0

09

0,0

58

0,0

09

-0,1

67

(0,0

08

)(0

,01

5)

(0,0

24

)(0

,07

6)

(0,0

27

)(0

,04

1)

(0,0

64

)(0

,13

7)

Pro

ba

bili

tas

SM

A N

eg

eri

0,9

71

0,0

45

0,5

86

0,9

60

0,0

68

0,6

11

R2

0,0

89

0,1

63

0,5

71

0,2

52

0,1

56

0,3

23

0,6

61

0,4

34

Pe

ng

am

ata

n4

.38

94

.28

54

.10

63

.69

81

,03

79

99

91

77

99

Sum

ber

: IF

LS1

-4C

ata

tan

:1

. **

* si

gn

ifi k

an

pa

da

1 p

ers

en

; **

sig

nifi

ka

n p

ad

a 5

pe

rse

n; *

sig

nifi

ka

n p

ad

a 1

0 p

ers

en

.2

. S

tan

da

rd e

rro

r d

ala

m k

uru

ng

; sta

nd

ard

err

or

ters

eb

ut

cuku

p k

ua

t te

rha

da

p h

ete

rosk

ed

ast

isit

as

da

n t

erk

elo

mp

okk

an

pa

da

tin

gka

t ke

cam

ata

n.

3.

Va

ria

be

l ko

ntr

ol

term

asu

k: t

ah

un

su

rve

i; p

en

did

ika

n o

ran

g t

ua

; te

mp

at

tin

gg

al

pa

da

usi

a 1

2 t

ah

un

; te

mp

at

kelu

lusa

n S

MP

; um

ur

da

n k

ua

dra

tnya

; ju

mla

h p

en

gu

lan

ga

n k

ela

s sa

at

SD

da

n

SM

P; b

eke

rja

ata

u t

ida

k p

ad

a s

aa

t b

ers

eko

lah

di S

D a

tau

SM

P; l

ulu

s d

ari

SM

P n

eg

eri

ata

u b

uka

n; v

ari

ab

el k

on

tro

l je

nis

ke

lam

in d

ima

sukk

an

da

lam

se

mu

a p

erk

ira

an

ke

cua

li d

ala

m p

erk

ira

an

h

ete

rog

en

ita

s g

en

de

r.4

. T

ing

kat

pe

nd

idik

an

aya

h d

igu

na

kan

un

tuk

me

wa

kili

tin

gka

t ke

seja

hte

raa

n r

um

ah

ta

ng

ga

. Ru

ma

h t

an

gg

a d

en

ga

n a

yah

ya

ng

be

rpe

nd

idik

an

te

rtin

gg

i SM

P a

tau

ku

ran

g d

ian

gg

ap

se

ba

ga

i ku

ran

g b

eru

ntu

ng

. Ru

ma

h t

an

gg

a d

en

ga

n a

yah

ya

ng

be

rpe

nd

idik

an

te

rtin

gg

i S

MP

ata

u k

ura

ng

dia

ng

ga

p s

eb

ag

ai

kura

ng

be

run

tun

g. R

um

ah

ta

ng

ga

de

ng

an

aya

h y

an

g b

erp

en

did

ika

n

SM

A a

tau

leb

ih t

ing

gi d

ian

gg

ap

se

ba

ga

i be

run

tun

g.

Page 227: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

225

Lampiran

Pe

rem

pu

an

SM

P a

tau

le

bih

re

nd

ah

SM

A a

tau

le

bih

tin

gg

i

LFP

Pe

ng

an

gg

ura

nFo

rma

lU

pa

hLF

PP

en

ga

ng

gu

ran

Form

al

Up

ah

LPM

LPM

LPM

OLS

LPM

LPM

LPM

OLS

SM

K N

eg

eri

0,0

64

*-0

,01

40

,02

20

,12

50

,04

3-0

,03

20

,00

5-0

,05

3

(0,0

33

)(0

,01

3)

(0,0

34

)(0

,10

2)

(0,0

61

)(0

,02

7)

(0,0

48

)(0

,14

6)

SM

A S

wa

sta

-0,0

65

*0

,00

9-0

,08

9**

-0,2

00

-0,0

53

-0,0

06

-0,0

37

0,1

74

(0,0

38

)(0

,01

4)

(0,0

37

)(0

,14

6)

(0,0

56

)(0

,03

3)

(0,0

45

)(0

,14

0)

SM

K S

wa

sta

0,0

10

0,0

10

-0,0

27

-0,0

19

-0,0

69

-0,0

08

-0,0

02

0,1

70

(0,0

40

)(0

,01

7)

(0,0

41

)(0

,09

9)

(0,0

84

)(0

,03

3)

(0,0

47

)(0

,16

5)

Pro

ba

bili

tas

SM

A N

eg

eri

0,6

42

0,0

49

0,5

32

0,7

00

0,0

74

0,6

54

R2

0,1

76

0,2

60

0,5

50

0,3

32

0,2

92

0,3

29

0,7

10

0,4

32

Pe

ng

am

ata

n3

.51

32

.23

82

.14

21

,71

31

,37

09

30

87

57

39

Sum

ber

: IF

LS1

-4C

ata

tan

:1

. **

* si

gn

ifi k

an

pa

da

1 p

ers

en

; **

sig

nifi

ka

n p

ad

a 5

pe

rse

n; *

sig

nifi

ka

n p

ad

a 1

0 p

ers

en

.2

. S

tan

da

rd e

rro

r d

ala

m k

uru

ng

; sta

nd

ard

err

or

ters

eb

ut

cuku

p k

ua

t te

rha

da

p h

ete

rosk

ed

ast

isit

as

da

n t

erk

elo

mp

okk

an

pa

da

tin

gka

t ke

cam

ata

n.

3.

Va

ria

be

l ko

ntr

ol

term

asu

k: t

ah

un

su

rve

i; p

en

did

ika

n o

ran

g t

ua

; te

mp

at

tin

gg

al

pa

da

usi

a 1

2 t

ah

un

; te

mp

at

kelu

lusa

n S

MP

; um

ur

da

n k

ua

dra

tnya

; ju

mla

h p

en

gu

lan

ga

n k

ela

s sa

at

SD

da

n

SM

P; b

eke

rja

ata

u t

ida

k p

ad

a s

aa

t b

ers

eko

lah

di S

D a

tau

SM

P; l

ulu

s d

ari

SM

P n

eg

eri

ata

u b

uka

n; v

ari

ab

el k

on

tro

l je

nis

ke

lam

in d

ima

sukk

an

da

lam

se

mu

a p

erk

ira

an

ke

cua

li d

ala

m p

erk

ira

an

h

ete

rog

en

ita

s g

en

de

r.4

. T

ing

kat

pe

nd

idik

an

aya

h d

igu

na

kan

un

tuk

me

wa

kili

tin

gka

t ke

seja

hte

raa

n r

um

ah

ta

ng

ga

. Ru

ma

h t

an

gg

a d

en

ga

n a

yah

ya

ng

be

rpe

nd

idik

an

te

rtin

gg

i SM

P a

tau

ku

ran

g d

ian

gg

ap

se

ba

ga

i ku

ran

g b

eru

ntu

ng

. Ru

ma

h t

an

gg

a d

en

ga

n a

yah

ya

ng

be

rpe

nd

idik

an

te

rtin

gg

i S

MP

ata

u k

ura

ng

dia

ng

ga

p s

eb

ag

ai

kura

ng

be

run

tun

g. R

um

ah

ta

ng

ga

de

ng

an

aya

h y

an

g b

erp

en

did

ika

n

SM

A a

tau

leb

ih t

ing

gi d

ian

gg

ap

se

ba

ga

i be

run

tun

g.

Page 228: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

226 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

La

mp

ira

n V

III.

9 P

erk

ira

an

Pe

ng

aru

h J

en

is S

ek

ola

h T

erh

ad

ap

La

pa

ng

an

Ke

rja

da

n

Ku

ali

tas

Pe

ke

rja

an

, me

nu

rut

nil

ai

uji

an

(la

ki-

lak

i d

an

pe

rem

pu

an

)

La

ki-

lak

i

Nil

ai

ren

da

hN

ila

i ti

ng

gi

LFP

Pe

ng

an

gg

ura

nFo

rma

lU

pa

hLF

PP

en

ga

ng

gu

ran

Form

al

Up

ah

LPM

LPM

LPM

OLS

LPM

LPM

LPM

OLS

SM

K N

eg

eri

0,0

28

-0,1

76

*0

,08

9-0

,23

50

,02

3-0

,04

70

,02

6-0

,40

9**

*

(0,0

49

)(0

,09

2)

(0,0

98

)(0

,19

1)

(0,0

41

)(0

,06

3)

(0,0

66

)(0

,15

7)

SM

A S

wa

sta

0,0

31

-0,0

41

0,0

10

-0,1

63

0,0

14

-0,0

66

-0,0

18

-0,3

30

**

(0,0

48

)(0

,08

0)

(0,0

82

)(0

,15

0)

(0,0

41

)(0

,05

0)

(0,0

93

)(0

,15

3)

SM

K S

wa

sta

0,0

30

-0,0

37

0,0

62

-0,1

27

0,0

02

0,0

21

0,0

67

-0,4

92

***

(0,0

48

)(0

,08

2)

(0,0

97

)(0

,15

0)

(0,0

67

)(0

,07

6)

(0,0

99

)(0

,18

7)

Pro

ba

bili

tas

SM

A N

eg

eri

0,9

24

0,2

08

0,4

27

0,9

44

0,1

33

0,5

39

R2

0,2

82

0,3

09

0,6

50

0,4

19

0,2

82

0,3

27

0,6

53

0,4

82

Pe

ng

am

ata

n7

17

66

75

70

48

47

05

66

45

81

47

7

Sum

ber

: IF

LS1

-4C

ata

tan

:1

. **

* si

gn

ifi k

an

pa

da

1 p

ers

en

; **

sig

nifi

ka

n p

ad

a 5

pe

rse

n; *

sig

nifi

ka

n p

ad

a 1

0 p

ers

en

.2

. S

tan

da

rd e

rro

r d

ala

m k

uru

ng

; sta

nd

ard

err

or

ters

eb

ut

cuku

p k

ua

t te

rha

da

p h

ete

rosk

ed

ast

isit

as

da

n t

erk

elo

mp

okk

an

pa

da

tin

gka

t ke

cam

ata

n.

3.

Nila

i re

nd

ah

be

rad

a d

i baw

ah

me

dia

n.

4.

Va

ria

be

l ko

ntr

ol

term

asu

k: t

ah

un

su

rve

i; p

en

did

ika

n o

ran

g t

ua

; te

mp

at

tin

gg

al

pa

da

usi

a 1

2 t

ah

un

; te

mp

at

kelu

lusa

n S

MP

; um

ur

da

n k

ua

dra

tnya

; ju

mla

h p

en

gu

lan

ga

n k

ela

s sa

at

SD

da

n

SM

P; b

eke

rja

ata

u t

ida

k p

ad

a s

aa

t b

ers

eko

lah

di S

D a

tau

SM

P; l

ulu

s d

ari

SM

P n

eg

eri

ata

u b

uka

n; v

ari

ab

el k

on

tro

l je

nis

ke

lam

in d

ima

sukk

an

da

lam

se

mu

a p

erk

ira

an

ke

cua

li d

ala

m p

erk

ira

an

h

ete

rog

en

ita

s g

en

de

r.

Page 229: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

227

Lampiran

Pe

rem

pu

an

Nil

ai

ren

da

hN

ila

i ti

ng

gi

LFP

Pe

ng

an

gg

ura

nFo

rma

lU

pa

hLF

PP

en

ga

ng

gu

ran

Form

al

Up

ah

LPM

LPM

LPM

OLS

LPM

LPM

LPM

OLS

SM

K N

eg

eri

0,0

75

0,1

49

**0

,01

70

,21

3-0

,02

5-0

,02

6-0

,04

0-0

,15

5

(0,0

92

)(0

,07

6)

(0,1

04

)(0

,32

1)

(0,0

64

)(0

,04

7)

(0,0

86

)(0

,18

3)

SM

A S

wa

sta

0,0

54

0,1

18

*-0

,13

2*

0,1

54

-0,1

09

0,0

29

-0,0

86

0,0

93

(0,0

72

)(0

,06

9)

(0,0

69

)(0

,25

9)

(0,1

03

)(0

,06

6)

(0,0

84

)(0

,23

2)

SM

K S

wa

sta

0,0

75

0,1

95

***

-0,1

93

**0

,16

7-0

,04

00

,01

9-0

,02

3-0

,32

8*

(0,0

73

)(0

,07

0)

(0,0

79

)(0

,16

0)

(0,0

72

)(0

,06

6)

(0,0

74

)(0

,19

3)

Pro

ba

bili

tas

SM

A

Ne

ge

ri0

,55

10

,06

90

,57

40

,70

60

,15

70

,55

4

R2

0,3

17

0,5

09

0,7

33

0,6

49

0,3

57

0,4

63

0,7

01

0,5

22

Pe

ng

am

ata

n7

70

44

33

94

28

77

26

49

54

30

35

0

Sum

ber

: IF

LS1

-4C

ata

tan

:1

. **

* si

gn

ifi k

an

pa

da

1 p

ers

en

; **

sig

nifi

ka

n p

ad

a 5

pe

rse

n; *

sig

nifi

ka

n p

ad

a 1

0 p

ers

en

.2

. S

tan

da

rd e

rro

r d

ala

m k

uru

ng

; sta

nd

ard

err

or

ters

eb

ut

cuku

p k

ua

t te

rha

da

p h

ete

rosk

ed

ast

isit

as

da

n t

erk

elo

mp

okk

an

pa

da

tin

gka

t ke

cam

ata

n.

3.

Nila

i re

nd

ah

be

rad

a d

i baw

ah

me

dia

n.

4.

Va

ria

be

l ko

ntr

ol

term

asu

k: t

ah

un

su

rve

i; p

en

did

ika

n o

ran

g t

ua

; te

mp

at

tin

gg

al

pa

da

usi

a 1

2 t

ah

un

; te

mp

at

kelu

lusa

n S

MP

; um

ur

da

n k

ua

dra

tnya

; ju

mla

h p

en

gu

lan

ga

n k

ela

s sa

at

SD

da

n

SM

P; b

eke

rja

ata

u t

ida

k p

ad

a s

aa

t b

ers

eko

lah

di S

D a

tau

SM

P; l

ulu

s d

ari

SM

P n

eg

eri

ata

u b

uka

n; v

ari

ab

el k

on

tro

l je

nis

ke

lam

in d

ima

sukk

an

da

lam

se

mu

a p

erk

ira

an

ke

cua

li d

ala

m p

erk

ira

an

h

ete

rog

en

ita

s g

en

de

r.

Page 230: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

228 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

La

mp

ira

n I

X.1

Ik

hti

sar

ha

sil

ev

alu

asi

be

rba

ga

i p

rog

ram

pe

lati

ha

n k

ea

hli

an

pe

ke

rja

an

di

seju

mla

h n

eg

ara

A. P

rog

ram

Pe

lati

ha

n P

en

did

ika

n K

eju

rua

n

Pro

gra

mU

raia

nH

asi

l K

aji

an

Pro

gra

m

Ha

sil

Pa

sar

Ten

ag

a K

erj

aH

em

at

Bia

ya

Sis

tem

Ma

ga

ng

Pra

nci

s

Tu

jua

n: M

em

be

ri p

ese

rta

pe

kerj

aa

n p

aru

h w

akt

u

di p

eru

sah

aa

n d

an

dile

ng

kap

i de

ng

an

pe

nd

idik

an

pa

ruh

wa

ktu

di p

usa

t p

ela

tih

an

pu

blik

. La

ma

ko

ntr

ak

um

um

nya

du

a t

ah

un

, te

tap

i da

pa

t b

erv

ari

asi

an

tara

satu

sa

mp

ai t

iga

ta

hu

n. S

eb

ag

ian

pe

lati

ha

n b

ers

ifa

t

um

um

, te

tap

i ad

a p

ula

ko

mp

on

en

sp

esi

fi k

un

tuk

pe

kerj

aa

n t

ert

en

tu.

Pe

rio

de

: 19

84

-19

97

Po

pu

lasi

sa

sara

n:

Ka

um

mu

da

ya

ng

me

ng

an

gg

ur.

Pe

nil

aia

n k

ese

luru

ha

n:

Da

mp

ak

ne

ga

tif

ata

u t

ida

k a

da

da

mp

ak

te

rha

da

p k

on

dis

i

ke

ten

ag

ak

erj

aa

n

Pro

gra

m p

ela

tih

an

ya

ng

dia

rah

kan

ba

gi k

au

m m

ud

a

p

en

ga

ng

gu

ran

tid

ak

be

rpe

ng

aru

h t

erh

ad

ap

up

ah

ata

u

pe

lua

ng

un

tuk

be

kerj

a s

ele

pa

s p

ela

tih

an

, ke

cua

li jik

a p

ors

i

pe

lati

ha

nn

ya b

esa

r.

Pro

gra

m p

ela

tih

an

sa

mb

il b

eke

rja

di s

ekt

or

swa

sta

me

mb

eri

ha

sil y

an

g le

bih

ba

ik d

ari

pa

da

pro

gra

m d

i se

kto

r

pu

blik

N/A

Pro

gra

m

Pe

me

rin

tah

un

tuk

Pe

lati

ha

n/

Pe

lati

ha

n U

lan

g

Po

lan

dia

Tu

jua

n: P

ela

tih

an

ula

ng

ke

ah

lian

ke

rja

se

lam

a

ma

ksim

al 1

2 b

ula

n d

en

ga

n s

asa

ran

bid

an

g y

an

g

me

ng

ala

mi k

eku

ran

ga

n p

eke

rja

be

rke

ah

lian

. Pe

sert

a

yan

g m

en

gu

nd

urk

an

dir

i se

be

lum

me

nye

lesa

ika

n

pe

lati

ha

n h

aru

s m

en

gg

an

ti b

iaya

pe

lati

ha

n.

Pe

rio

de

: 1

99

5-9

6

Po

pu

lasi

sa

sara

n:

Pe

ng

an

gg

ur

yan

g t

erd

aft

ar.

Pe

nil

aia

n k

ese

luru

ha

n: P

eru

ba

ha

n p

osi

tif

pa

da

ko

nd

isi

ke

ten

ag

ak

erj

aa

n t

eta

pi

tid

ak

he

ma

t b

iay

a

Da

mp

ak

leb

ih b

esa

r d

ira

saka

n k

elo

mp

ok

usi

a y

an

g le

bih

tua

, te

tap

i may

ori

tas

pe

sert

a p

ela

tih

an

ula

ng

me

rup

aka

n

kelo

mp

ok

usi

a y

an

g le

bih

mu

da

, ya

ng

me

mp

erl

iha

tka

n

da

mp

ak

rela

tif

leb

ih k

eci

l.

Pa

da

sa

at

surv

ei,

terj

ad

i pe

nin

gka

tan

pe

lua

ng

dip

eke

rja

kan

pa

da

pe

kerj

a n

on

-su

bsi

di s

eb

esa

r 8

,0%

da

n

9,8

% u

ntu

k se

mu

a je

nis

pe

kerj

aa

n.

Me

nin

gka

tka

n p

en

gh

asi

lan

bu

lan

an

se

be

sar

5,7

zlo

t

(Ca

tata

n: N

ilai d

ala

m m

ata

ua

ng

Po

lan

dia

, Zlo

t, t

ah

un

19

96

)

Da

mp

ak

terh

ad

ap

pe

kerj

aa

n b

ert

ah

an

lam

a (

pe

sert

a

m

asi

h t

eta

p b

eke

rja

se

lam

a m

asa

su

rve

i).

Bia

ya o

pe

rasi

on

al

pro

gra

m p

er

pe

sert

a

(90

7 z

lot)

& b

iaya

ad

min

istr

asi

pro

gra

m p

er

pe

sert

a (

90

zlo

t).

Ma

nfa

at:

Pe

nin

gka

tan

pe

ng

ha

sila

n (

67

1 z

lot)

pe

r p

ese

rta

.

Page 231: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

229

Lampiran

Pro

gra

mU

raia

nH

asi

l K

aji

an

Pro

gra

m

Ha

sil

Pa

sar

Ten

ag

a K

erj

aH

em

at

Bia

ya

Re

nca

na

Na

sio

na

l

un

tuk

Pe

nd

idik

an

Pro

fesi

on

al

(PL

AN

FO

R)

Bra

sil

Tu

jua

n: P

erl

ah

an

-la

ha

n m

en

dir

ika

n f

asi

lita

s p

ela

tih

an

keju

rua

n p

erm

an

en

gu

na

me

lati

h a

tau

me

mb

eri

kan

pe

lati

ha

n u

lan

g b

ag

i se

tid

akn

ya 2

0 p

ers

en

da

ri

po

pu

lasi

ya

ng

akt

if s

eca

ra e

kon

om

i se

tia

p t

ah

un

.

Da

na

dia

wa

si o

leh

ko

mit

e t

rip

art

it y

an

g m

en

caku

p

pe

me

rin

tah

da

n p

eru

sah

aa

n, s

ert

a m

en

ga

lihd

aya

kan

(ou

tso

urc

e) k

eg

iata

n p

ela

tih

an

me

lalu

i pro

ses

pe

naw

ara

n y

an

g d

isp

on

sori

pe

me

rin

tah

. Ko

mp

on

en

kea

hlia

n d

asa

r ya

ng

ku

at

da

n m

ate

ri y

an

g

dik

em

ba

ng

kan

de

ng

an

ba

ik u

ntu

k ku

rsu

s (l

am

an

ya

pe

lati

ha

n r

ata

-ra

ta m

en

cap

ai 1

03

jam

pe

r p

en

eri

ma

ma

nfa

at)

.

Pe

rio

de

: 1

99

6 –

20

04

Po

pu

lasi

sa

sara

n: P

eke

rja

mu

da

da

n d

ew

asa

ya

ng

:

(i)

me

ng

an

gg

ur

(te

ruta

ma

pe

ne

rim

a t

un

jan

ga

n

pe

ng

an

gg

ura

n d

an

me

reka

ya

ng

ba

ru p

ert

am

a k

ali

me

nca

ri k

erj

a);

(ii)

pe

kerj

a y

an

g b

eri

siko

ke

hila

ng

an

pe

kerj

aa

n a

kib

at

rest

rukt

uri

sasi

pe

rusa

ha

an

da

n/a

tau

keb

ijaka

n m

akr

oe

kon

om

i; (i

ii) p

en

gu

sah

a k

eci

l, d

an

(iv

) w

ira

swa

sta

.

Pe

nil

aia

n k

ese

luru

ha

n:

Pe

rub

ah

an

po

siti

f p

ad

a k

on

dis

i k

ete

na

ga

ke

rja

an

da

n

he

ma

t b

iay

a.

De

ng

an

tin

gka

t p

ero

leh

an

pe

kerj

aa

n k

ira

-kir

a 4

8

p

ers

en

, se

ten

ga

h d

ari

pe

sert

a p

ela

tih

an

me

nd

ap

atk

an

pe

kerj

aa

n d

i se

kto

r in

form

al.

Na

mu

n, d

i Pe

rna

mb

uco

, ku

rsu

s p

ela

tih

an

tid

ak

m

en

ing

katk

an

pe

lua

ng

un

tuk

me

nd

ap

atk

an

pe

kerj

aa

n.

Ev

alu

asi

ya

ng

dila

kuka

n d

i Rio

de

Ja

ne

iro

da

n F

ort

ale

za

m

em

pe

rlih

atk

an

ba

hw

a p

rog

ram

pe

lati

ha

n t

ela

h:

Me

mb

eri

kan

da

mp

ak

yan

g p

osi

tif

da

n s

ign

ifi k

an

seca

ra s

tati

stik

te

rha

da

p p

en

ga

ng

gu

ran

, te

tap

i tid

ak

be

rpe

ng

aru

h p

ad

a p

en

gh

asi

lan

me

reka

ya

ng

te

lah

dip

eke

rja

kan

: me

reka

ya

ng

da

pa

t m

en

ga

kse

s p

ela

tih

an

be

rpe

lua

ng

3-4

pe

rse

n le

bih

be

sar

un

tuk

me

mili

ki

pe

kerj

aa

n e

na

m s

am

pa

i du

a b

ela

s b

ula

n k

em

ud

ian

.

Tid

ak

ad

a d

am

pa

k te

rha

da

p u

pa

h m

ere

ka y

an

g t

ela

h

me

mili

ki p

eke

rja

an

.

Di M

ina

s G

era

is, k

urs

us

de

ng

an

lam

a p

en

ga

jara

n 5

0 ja

m

m

en

gh

asi

lka

n k

en

aik

an

up

ah

kir

a-k

ira

64

re

al B

razi

l.

Bia

ya p

rog

ram

se

kita

r 1

70

rea

l pe

r o

ran

g. B

iaya

ra

ta-

rata

pe

r ja

m d

ipe

rkir

aka

n

seb

esa

r 2

,13

do

lar

Am

eri

ka.

Pe

sert

a p

ela

tih

an

pe

rlu

be

rta

ha

n d

i pe

kerj

aa

n

ba

run

ya s

ela

ma

leb

ih d

ari

17

bu

lan

su

pay

a p

rog

ram

ters

eb

ut

me

ng

ha

silk

an

ma

nfa

at

po

siti

f b

ers

ih.

Se

rvic

io

Na

cio

na

l d

e

Tu

jua

n: M

em

be

rika

n p

ela

tih

an

ke

juru

an

te

rpa

du

yan

g d

ap

at

be

rko

ntr

ibu

si t

erh

ad

ap

pe

rke

mb

an

ga

n

eko

no

mi,

sosi

al,

da

n t

ekn

ik d

i Ko

lom

bia

.

Pe

rio

de

: 1

95

7 –

sa

mp

ai s

eka

ran

g

Po

pu

lasi

sa

sara

n: S

asa

ran

nya

ad

ala

h in

div

idu

ya

ng

me

ng

iku

ti p

ela

tih

an

un

tuk

me

nin

gka

tka

n p

rosp

ek

me

reka

di p

asa

r te

na

ga

ke

rja

(ke

lom

po

k in

i pa

ling

ba

nya

k d

iisi o

leh

me

reka

ya

ng

be

rusi

a m

ud

a d

an

me

ng

an

gg

ur)

, da

n ju

ga

pe

kerj

a b

erp

en

gh

asi

lan

me

ne

ng

ah

ya

ng

me

ng

iku

ti p

ela

tih

an

un

tuk

me

nin

gka

tka

n k

ea

hlia

n m

ere

ka (

kelo

mp

ok

ini

ba

nya

k d

iisi o

leh

pe

kerj

a y

an

g le

bih

tu

a d

ari

ind

ust

ri

ma

nu

fakt

ur)

.

Pe

nil

aia

n k

ese

luru

ha

n:

Da

mp

ak

ne

ga

tif

terh

ad

ap

ko

nd

isi

ke

ten

ag

ak

erj

aa

n.

Da

mp

ak

ne

ga

tif

terh

ad

ap

pe

ng

ha

sila

n d

an

pe

ng

aru

hn

ya t

erh

ad

ap

pe

lua

ng

me

mp

ero

leh

pe

kerj

aa

n s

an

ga

t ke

cil.

Da

mp

akn

ya t

erh

ad

ap

pe

ng

ha

sila

n c

uku

p b

esa

r: u

pa

h

ra

ta-r

ata

pe

ne

rim

a m

an

faa

t le

bih

re

nd

ah

10

% d

ari

kelo

mp

ok

kon

tro

l.

Da

mp

akn

ya t

erh

ad

ap

pe

lua

ng

me

mp

ero

leh

pe

kerj

aa

n

ki

ra-k

ira

ha

nya

0,2

pe

rse

n. (

Da

mp

ak

dip

erk

ira

kan

me

ng

gu

na

kan

da

ta d

ari

EN

CV

)

Bia

ya la

ng

sun

g p

er

sem

est

er

un

tuk

satu

ku

rsu

s

pe

lati

ha

n m

ela

lui S

EN

A

dip

erk

ira

kan

me

nca

pa

i

ha

mp

ir 8

90

do

lar

Am

eri

ka

un

tuk

kurs

us

pe

nd

ek

da

n h

am

pir

94

4 d

ola

r

Am

eri

ka u

ntu

k ku

rsu

s ya

ng

pa

nja

ng

.

Page 232: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

230 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Pro

gra

mU

raia

nH

asi

l K

aji

an

Pro

gra

m

Ha

sil

Pa

sar

Ten

ag

a K

erj

aH

em

at

Bia

ya

Pro

gra

m

Pe

ke

rja

an

Mu

sim

Pa

na

s b

ag

i K

au

m

Mu

da

(S

YE

TP

)

Am

eri

ka S

eri

kat

Tu

jua

n: U

ntu

k m

em

be

rika

n p

eke

rja

an

mu

sim

pa

na

s d

an

ke

sem

pa

tan

pe

lati

ha

n b

ag

i ka

um

mu

da

ya

ng

ku

ran

g b

eru

ntu

ng

. Ju

ga

me

mb

eri

kan

ba

ntu

an

ke

ua

ng

an

jan

gka

pe

nd

ek.

Pro

gra

m m

ula

i

me

mb

eri

kan

laya

na

n p

en

did

ika

n r

em

ed

ial s

eja

k

tah

un

19

86

.

Pe

rio

de

: 19

81

-98

Po

pu

lasi

sa

sara

n: K

au

m m

ud

a b

eru

sia

14

-21

ya

ng

kura

ng

be

run

tun

g.

Pe

nil

aia

n k

ese

luru

ha

n:

Pe

rub

ah

an

po

siti

f p

ad

a k

on

dis

i k

ete

na

ga

ke

rja

an

te

tap

i

tid

ak

ad

a i

nfo

rma

si a

pa

ka

h h

em

at

bia

ya

ata

u t

ida

k.

Pro

gra

m t

am

pa

knya

be

rha

sil m

en

am

ba

h c

uku

p

b

an

yak

lap

an

ga

n k

erj

a m

usi

m p

an

as

ba

gi k

au

m m

ud

a

yan

g k

ura

ng

be

run

tun

g d

i te

mp

at-

tem

pa

t ya

ng

me

mb

eri

kan

pe

kerj

aa

n.

Tid

ak

ad

a b

ukt

i me

ng

en

ai d

am

pa

k ja

ng

ka p

an

jan

g

te

rha

da

p p

elu

an

g d

ipe

kerj

aka

n s

ete

lah

pe

sert

a

me

nye

lesa

ika

n p

eke

rja

an

mu

sim

pa

na

s.

SY

ET

P m

en

gh

ab

iska

n b

iaya

1.3

62

do

lar

Am

eri

ka p

er

pe

mu

da

pe

r ta

hu

n.

B. P

rog

ram

Pe

lati

ha

n M

en

ye

luru

h

Pro

gra

mU

raia

nH

asi

l K

aji

an

Pro

gra

m

Ko

nd

isi

Ke

ten

ag

ak

erj

aa

nH

em

at

Bia

ya

En

tra

21

Am

eri

ka L

ati

n d

an

kaw

asa

n K

ari

bia

Tu

jua

n:

Pro

gra

m d

ari

Inte

rna

tio

na

l Yo

uth

Fou

nd

ati

on

(IY

F)

un

tuk

me

nin

gka

tka

n k

ela

yaka

n

dip

eke

rja

kan

nya

ka

um

mu

da

da

ri A

me

rika

La

tin

da

n

Ka

rib

ia. P

ese

rta

me

ng

iku

ti p

rog

ram

pe

lati

ha

n e

na

m

bu

lan

(6

40

jam

) ya

ng

dif

oku

ska

n p

ad

a t

ekn

olo

gi

info

rma

si d

an

ko

mu

nik

asi

. Dib

iaya

i be

rsa

ma

ole

h

Mu

ltila

tera

l In

vest

me

nt

Fun

d d

ari

Inte

r-A

me

rica

n

De

velo

pm

en

t B

an

k. L

em

ba

ga

ya

ng

me

nja

di

mit

ra t

erm

asu

k M

icro

soft

Co

rpo

rati

on

, Lu

cen

t

Tech

no

log

ies

Fou

nd

ati

on

, Me

rrill

Lyn

ch, d

an

US

AID

.

Pe

rio

de

: 20

03

– s

am

pa

i se

kara

ng

Po

pu

lasi

sa

sara

n: K

au

m m

ud

a b

eru

sia

16

– 2

9

tah

un

ya

ng

: lu

lus

seko

lah

me

ne

ng

ah

ata

s, b

elu

m

me

nik

ah

da

n b

elu

m m

em

pu

nya

i ta

ng

gu

ng

an

,

be

rasa

l da

ri r

um

ah

ta

ng

ga

de

ng

an

lim

a o

ran

g

ata

u le

bih

an

gg

ota

ke

lua

rga

, se

rta

be

rpe

ng

ha

sila

n

ren

da

h. P

rog

ram

te

lah

me

mb

eri

kan

pe

lati

ha

n b

ag

i

19

.33

2 p

em

ud

a, 5

5 p

ers

en

di a

nta

ran

ya a

da

lah

pe

rem

pu

an

.

Pe

nil

aia

n k

ese

luru

ha

n: P

eru

ba

ha

n p

osi

tif

pa

da

ko

nd

isi

ke

ten

ag

ak

erj

aa

n d

an

he

ma

t b

iay

a.

Ra

ta-r

ata

54

pe

rse

n p

ese

rta

pe

lati

ha

n m

em

pe

role

h

p

eke

rja

an

, 80

pe

rse

n d

i an

tara

nya

dip

eke

rja

kan

de

ng

an

kon

tra

k re

smi.

Efe

k m

en

da

pa

t p

eke

rja

an

ini t

am

pa

knya

te

rba

gi r

ata

di a

nta

ra p

ara

pe

sert

a, m

esk

ipu

n p

ese

rta

laki

-la

ki

me

nd

ap

atk

an

ha

sil y

an

g le

bih

ba

ik d

ala

m b

eb

era

pa

kon

teks

.

75

pe

rse

n d

ari

lulu

san

ya

ng

me

mp

ero

leh

pe

kerj

aa

n ju

ga

me

nd

ap

atk

an

tu

nja

ng

an

. 80

pe

rse

nn

ya m

em

pe

role

h

pe

ng

ha

sila

n y

an

g m

inim

al s

am

a d

en

ga

n u

pa

h m

inim

um

.

Se

cara

ke

selu

ruh

an

, 28

pe

rse

n d

ari

lulu

san

me

mp

ero

leh

pe

ng

ha

sila

n s

eti

da

knya

15

0 p

ers

en

da

ri u

pa

h m

inim

um

.

Ca

tata

n: E

va

lua

si t

ida

k m

en

ga

nd

alk

an

pe

rba

nd

ing

an

de

ng

an

kelo

mp

ok

kon

tro

l se

hin

gg

a d

am

pa

k p

rog

ram

ke

mu

ng

kin

an

dip

erk

ira

kan

leb

ih t

ing

gi d

ari

pa

da

se

me

stin

ya.

Bia

ya u

nit

pe

r p

em

ud

a

be

rva

ria

si d

ari

1,1

0

sam

pa

i 1,5

5 d

ola

r

Am

eri

ka. R

asi

o m

an

faa

t/

bia

ya m

em

pe

rlih

atk

an

ba

hw

a u

ntu

k se

tia

p

do

lar

Am

eri

ka y

an

g

diin

vest

asi

kan

,

dip

ero

leh

ma

nfa

at

sen

ilai 1

,67

sa

mp

ai 2

,82

do

lar

Am

eri

ka.

Page 233: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

231

Lampiran

Pro

gra

mU

raia

nH

asi

l K

aji

an

Pro

gra

m

Ko

nd

isi

Ke

ten

ag

ak

erj

aa

nH

em

at

Bia

ya

Ko

rps

Ke

rja

(Jo

b

Co

rps)

Am

eri

ka S

eri

kat

Tu

jua

n:

Pro

gra

m p

en

did

ika

n d

an

pe

lati

ha

n

keju

rua

n t

an

pa

pu

ng

uta

n b

iaya

ya

ng

dik

elo

la o

leh

De

pa

rte

me

n T

en

ag

a K

erj

a A

me

rika

Se

rika

t. B

ert

uju

an

un

tuk

me

mb

an

tu k

au

m m

ud

a m

em

pe

role

h

pe

kerj

aa

n y

an

g le

bih

ba

ik, m

en

da

pa

tka

n

pe

ng

ha

sila

n y

an

g le

bih

tin

gg

i, d

an

me

ng

am

bil

ken

da

li a

tas

hid

up

me

reka

se

nd

iri.

Pa

ra p

ese

rta

me

nd

aft

ar

un

tuk

me

ng

iku

ti k

urs

us

sela

ma

30

min

gg

u (

seca

ra r

ata

-ra

ta)

un

tuk

me

mp

ela

jari

su

atu

kea

hlia

n, m

em

pe

role

h ij

aza

h s

eko

lah

me

ne

ng

ah

ata

s

ata

u ij

aza

h p

ers

am

aa

n, d

an

me

mp

ero

leh

ba

ntu

an

un

tuk

me

nca

ri p

eke

rja

an

ya

ng

leb

ih b

aik

. Me

reka

me

mp

ero

leh

tu

nja

ng

an

bu

lan

an

se

lam

a p

ela

tih

an

,

da

n ju

ga

me

nd

ap

atk

an

ko

nse

ling

ka

rir

sert

a b

an

tua

n

ma

sa t

ran

sisi

sa

mp

ai d

en

ga

n 1

2 b

ula

n s

ete

lah

lulu

s.

Sik

lus

yan

g d

ijala

ni p

ese

rta

ad

ala

h: P

en

jan

gka

ua

n

da

n P

en

da

fta

ran

(O

A),

Pe

rio

de

Pe

rsia

pa

n K

ari

r (C

PP

),

Pe

rio

de

Pe

ng

em

ba

ng

an

Ka

rir

(CD

P),

da

n P

eri

od

e

Tra

nsi

si K

ari

r (C

TP

).

Pe

rio

de

: 19

64

– s

am

pa

i se

kara

ng

Po

pu

lasi

sa

sara

n:

Ka

um

mu

da

be

rusi

a 1

6 s

am

pa

i

24

ta

hu

n y

an

g t

ida

k b

ers

eko

lah

da

n k

ura

ng

be

run

tun

g. P

en

eri

ma

ma

nfa

at

ha

rusl

ah

wa

rga

ne

ga

ra A

me

rika

Se

rika

t a

tau

pe

nd

ud

uk

resm

i,

me

me

nu

hi p

ers

yara

tan

pe

ng

ha

sila

n, d

an

ha

rus

sia

p,

be

rse

dia

, da

n m

am

pu

iku

t se

rta

se

cara

pe

nu

h d

ala

m

ling

kun

ga

n p

en

did

ika

n.

Pe

nil

aia

n k

ese

luru

ha

n:

Da

mp

ak

po

siti

f te

rha

da

p k

on

dis

i k

ete

na

ga

ke

rja

an

te

tap

i

tid

ak

he

ma

t b

iay

a.

Tid

ak

ad

a d

am

pa

k p

osi

tif

yan

g s

ign

ifi k

an

se

cara

sta

tist

ik

te

rha

da

p p

en

gh

asi

lan

su

bke

lom

po

k m

an

a p

un

pa

da

pe

rio

de

pa

sca

-su

rve

i.

Ke

lom

po

k b

eru

sia

20

sa

mp

ai 2

4 t

ah

un

, ya

ng

me

rup

aka

n

se

pe

rem

pa

t d

ari

ke

selu

ruh

an

pe

sert

a K

orp

s K

erj

a,

me

mp

ero

leh

ke

na

ika

n p

en

gh

asi

lan

du

a k

ali

lipa

t le

bih

be

sar

da

rip

ad

a p

ers

ert

a la

inn

ya.

Ke

na

ika

n p

en

gh

asi

lan

ba

gi m

ere

ka y

an

g b

eru

sia

20

sam

pa

i 24

ta

hu

n d

an

me

reka

ya

ng

te

lah

be

rija

zah

me

ne

ng

ah

ata

s p

ad

a s

aa

t m

en

da

fta

r p

rog

ram

, da

pa

t

be

rta

ha

n c

uku

p la

ma

ta

np

a a

da

nya

pe

nu

run

an

be

rart

i.

Pa

da

ta

hu

n 1

99

8, t

ah

un

te

rakh

ir p

en

gu

mp

ula

n d

ata

surv

ei,

me

reka

ya

ng

dip

ilih

se

cara

aca

k d

ari

pro

gra

m

me

mp

ero

leh

pe

ng

ha

sila

n r

ata

-ra

ta 2

20

do

lar

Am

eri

ka

leb

ih b

esa

r d

ari

pa

da

ke

lom

po

k ko

ntr

ol m

en

uru

t d

ata

So

cia

l Se

curi

ty; 5

.80

4 v

s. 5

.58

4 d

ola

r A

me

rika

.

An

alis

is a

wa

l te

rha

da

p

ma

nfa

at

da

n b

iaya

yan

g h

an

ya d

ida

sark

an

pa

da

da

ta s

urv

ei

me

ng

isya

ratk

an

ba

hw

a

ma

nfa

atn

ya b

ern

ilai

17

.00

0 d

ola

r A

me

rika

leb

ih b

esa

r d

ari

pa

da

bia

ya p

er

pe

sert

a

(dia

sum

sika

n b

ah

wa

da

mp

ak

terh

ad

ap

pe

ng

ha

sila

n s

ela

ma

ma

sa k

erj

a r

ata

-ra

ta

pe

sert

a p

rog

ram

da

lam

pe

rio

de

pe

ng

am

ata

n

da

pa

t b

ert

ah

an

ta

np

a

ad

an

ya p

en

uru

na

n).

Pro

gra

m k

em

un

gki

na

n

he

ma

t b

iaya

ba

gi

pe

mu

da

ya

ng

be

rusi

a

20

sa

mp

ai 2

4 t

ah

un

keti

ka m

en

da

fta

r ka

ren

a

da

mp

ak

pro

gra

m

terh

ad

ap

pe

ng

ha

sila

n

me

reka

da

pa

t b

ert

ah

an

da

lam

pe

rio

de

pa

sca

-

surv

ei (

ma

nfa

at

terh

ad

ap

ma

sya

raka

t h

an

ya 5

00

do

lar

Am

eri

ka le

bih

ke

cil

da

rip

ad

a b

iaya

pro

gra

m).

Page 234: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

232 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Pro

gra

mU

raia

nH

asi

l K

aji

an

Pro

gra

m

Ko

nd

isi

Ke

ten

ag

ak

erj

aa

nH

em

at

Bia

ya

Jóv

en

es

en

Acc

ión

Ko

lom

bia

Tu

jua

n:

Pro

gra

m p

ela

tih

an

ka

um

mu

da

me

lalu

i

kurs

us

da

n s

kem

a m

ag

an

g. M

ere

ka m

en

eri

ma

tun

jan

ga

n d

an

vo

uch

er

pe

lati

ha

n y

an

g d

ap

at

me

reka

gu

na

kan

un

tuk

me

nd

aft

ar

pa

da

ku

rsu

s

pe

lati

ha

n p

ilih

an

me

reka

da

ri d

aft

ar

pe

nye

dia

pe

lati

ha

n y

an

g d

ipili

h s

eca

ra k

om

pe

titi

f. P

ela

tih

an

pe

kerj

aa

n b

erl

an

gsu

ng

se

kita

r ti

ga

bu

lan

da

n d

iiku

ti

de

ng

an

ma

ga

ng

tig

a b

ula

n d

i se

bu

ah

pe

rusa

ha

an

ata

u o

rga

nis

asi

. Pe

ne

rim

a m

an

faa

t ju

ga

me

ne

rim

a

tun

jan

ga

n m

aka

n d

an

tra

nsp

ort

asi

. Pro

gra

m in

i

dik

elo

la o

leh

ke

lom

po

k ya

ng

te

rdir

i ata

s le

mb

ag

a

pe

me

rin

tah

, org

an

isa

si n

irla

ba

, da

n p

eru

sah

aa

n

swa

sta

.

Pe

rio

de

: 20

01

-05

Po

pu

lasi

sa

sara

n:

Dia

rah

kan

ba

gi k

au

m m

ud

a

pe

rko

taa

n y

an

g m

en

ga

ng

gu

r d

an

be

rusi

a 1

8 s

am

pa

i

25

ta

hu

n.

Pe

nil

aia

n k

ese

luru

ha

n:

Pe

rub

ah

an

po

siti

f p

ad

a k

on

dis

i k

ete

na

ga

ke

rja

an

da

n

he

ma

t b

iay

a.

Pro

gra

m b

erh

asi

l me

nin

gka

tka

n la

pa

ng

an

ke

rja

ba

gi

la

ki-l

aki

ma

up

un

pe

rem

pu

an

. B

ag

i pe

rem

pu

an

,

pe

lati

ha

n t

ela

h m

en

am

ba

h b

esa

r 5

% p

elu

an

g m

ere

ka

un

tuk

me

mp

ero

leh

pe

kerj

aa

n, m

em

pe

rpa

nja

ng

ha

ri

da

n ja

m b

eke

rja

, se

rta

me

nin

gka

tka

n p

elu

an

g u

ntu

k

me

mp

ero

leh

pe

kerj

aa

n d

en

ga

n k

on

tra

k te

rtu

lis.

Da

mp

ak

yan

g s

eru

pa

, na

mu

n le

bih

te

rba

tas

jug

a

dir

asa

kan

laki

-la

ki.

Da

mp

ak

yan

g p

alin

g s

ign

ifi k

an

da

ri p

rog

ram

ini a

da

lah

pe

nin

gka

tan

be

sar

pa

da

up

ah

: up

ah

pe

rem

pu

an

me

nin

gka

t 3

5 p

ers

en

, se

me

nta

ra u

pa

h la

ki-l

aki

me

nin

gka

t 1

8 p

ers

en

.

Pe

role

ha

n b

ers

ih y

an

g

be

sar,

teru

tam

a b

ag

i

pe

rem

pu

an

.

Tin

gka

t p

en

ge

mb

alia

n

inve

sta

si (

IRR

) te

ren

da

h

ad

ala

h 1

3,5

% u

ntu

k

pe

rem

pu

an

da

n 4

,5%

un

tuk

laki

-la

ki.

Page 235: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

233

Lampiran

Pro

gra

mU

raia

nH

asi

l K

aji

an

Pro

gra

m

Ko

nd

isi

Ke

ten

ag

ak

erj

aa

nH

em

at

Bia

ya

Juv

en

tud

y

Em

ple

o

Re

pu

blik

Do

min

ika

Tu

jua

n:

Pro

gra

m y

an

g m

en

yia

pka

n p

ese

rta

nya

me

ma

suki

pa

sar

ten

ag

a k

erj

a, s

esu

ai d

en

ga

n

keb

utu

ha

n p

asa

r te

na

ga

ke

rja

. (1

) K

urs

us

sela

ma

3 b

ula

n u

ntu

k m

em

pe

laja

ri k

ea

hlia

n t

ekn

is d

an

kete

ram

pila

n h

idu

p d

i le

mb

ag

a p

ela

tih

an

ya

ng

me

me

nu

hi s

yara

t. (

2)

Ma

ga

ng

ata

u p

ela

tih

an

sa

mb

il

be

kerj

a s

ela

ma

2 b

ula

n d

i pe

rusa

ha

an

sw

ast

a.

Pe

ne

rim

a m

an

faa

t a

kan

me

mp

ero

leh

tu

nja

ng

an

un

tuk

me

me

nu

hi k

eb

utu

ha

n d

asa

r 5

0 p

eso

Do

min

ika

pe

r h

ari

; kir

a-k

ira

2 d

ola

r A

me

rika

).

Ke

me

nte

ria

n T

en

ag

a K

erj

a m

en

ga

lihd

aya

kan

laya

na

n

pe

lati

ha

n k

ep

ad

a le

mb

ag

a s

wa

sta

me

lalu

i pro

ses

pe

naw

ara

n y

an

g k

om

pe

titi

f. In

stit

uto

Na

cio

na

l

de

Fo

rma

ció

n T

écn

ica

Pro

fesi

on

al (

INF

OT

EP

)

be

rta

ng

gu

ng

jaw

ab

me

laku

kan

ev

alu

asi

te

knis

terh

ad

ap

pro

po

sal d

ari

lem

ba

ga

pe

lati

ha

n d

an

me

ng

awa

si k

urs

us

pe

lati

ha

n.

Pe

rio

de

: 19

99

– s

am

pa

i se

kara

ng

Po

pu

lasi

sa

sara

n:

Ka

um

mu

da

be

rusi

a 1

6 s

am

pa

i

25

ta

hu

n y

an

g t

ak

lag

i be

rse

kola

h, m

en

ga

ng

gu

r, d

an

kura

ng

be

run

tun

g. T

ing

kat

pe

nd

idik

an

pe

ne

rim

a

ma

nfa

at

tid

ak

bo

leh

leb

ih t

ing

gi d

ari

pa

da

se

kola

h

me

ne

ng

ah

.

Pe

nil

aia

n k

ese

luru

ha

n:

Pe

rub

ah

an

po

siti

f p

ad

a k

on

dis

i k

ete

na

ga

ke

rja

an

da

n

he

ma

t b

iay

a.

Tid

ak

ad

a d

am

pa

k te

rha

da

p t

ing

kat

pe

kerj

aa

n a

tau

kela

yaka

n d

ipe

kerj

aka

n p

ara

pe

sert

a, b

ah

kan

se

tela

h

me

mila

h-m

ilah

ha

siln

ya m

en

uru

t u

sia

, ge

nd

er,

pe

nd

idik

an

, da

n w

ilaya

h.2

79

Na

mu

n d

em

ikia

n, p

erk

ira

an

po

in m

em

be

rika

n h

asi

l

po

siti

f d

an

sig

nifi

ka

n s

eca

ra e

kon

om

i ba

gi k

elo

mp

ok

usi

a t

erm

ud

a (

17

-19

ta

hu

n)

da

n b

ag

i me

reka

ya

ng

tin

gg

al d

i wila

yah

Tim

ur

da

n S

an

to D

om

ing

o.

Pe

ng

ha

sila

n t

ota

l bu

lan

an

ya

ng

dip

ero

leh

pe

ne

rim

a

m

an

faa

t le

bih

tin

gg

i 17

pe

rse

n d

ari

pa

da

ke

lom

po

k

kon

tro

l (p

erk

ira

an

ini t

ida

k se

pe

nu

hn

ya t

ep

at

da

n

me

nce

rmin

kan

uku

ran

sa

mp

el y

an

g k

eci

l se

rta

be

rag

am

nya

pe

ng

ha

sila

n).

Efe

k p

en

gh

asi

lan

ini l

eb

ih b

esa

r b

ag

i ke

lom

po

k u

sia

yan

g p

alin

g m

ud

a, p

en

du

du

k S

an

to D

om

ing

o, d

an

pe

ne

rim

a m

an

faa

t ya

ng

pe

rna

h m

en

gik

uti

se

kola

h

me

ne

ng

ah

ata

s. D

am

pa

k se

be

sar

21

pe

rse

n b

ag

i

me

reka

ya

ng

pe

rna

h m

en

gik

uti

se

kola

h m

en

en

ga

h

ata

s ve

rsu

s d

am

pa

k b

ers

ih 9

pe

rse

n b

ag

i ora

ng

-ora

ng

yan

g h

an

ya b

erp

en

did

ika

n s

eko

lah

da

sar.

Da

mp

ak

seb

esa

r 1

0 p

ers

en

ya

ng

tid

ak

terl

alu

sig

nifi

ka

n

p

ad

a u

pa

h p

er

jam

pa

ra p

ese

rta

.

Bia

ya y

an

g d

ike

lua

rka

n

pe

me

rin

tah

un

tuk

pro

gra

m k

ira

-kir

a

seb

esa

r 3

30

do

lar

Am

eri

ka p

er

kurs

us

pe

r

pe

ne

rim

a m

an

faa

t. B

iaya

pro

gra

m a

kan

te

rbay

ar

ole

h m

an

faa

tnya

jika

da

mp

ak

pro

gra

m d

ap

at

dip

ert

ah

an

kan

se

tid

akn

ya

sela

ma

du

a t

ah

un

.

Da

mp

ak

be

rsih

ra

ta-r

ata

terh

ad

ap

pe

ng

ha

sila

n

bu

lan

an

pe

sert

a p

ela

tih

an

yan

g d

ipe

kerj

aka

n k

ira

-

kira

se

be

sar

38

do

lar

Am

eri

ka. D

en

ga

n e

fek

lap

an

ga

n k

erj

a n

ol,

tin

gka

t p

eke

rja

an

se

be

sar

55

pe

rse

n, d

an

tin

gka

t

dis

kon

to s

am

a d

en

ga

n

tin

gka

t in

fl a

si, i

nve

sta

si

ini a

kan

te

rbay

ar

da

lam

2

tah

un

(N

PV

>0

jika

ma

nfa

at

po

siti

f b

ert

ah

an

2 t

ah

un

).

Page 236: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

234 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Pro

gra

mU

raia

nH

asi

l K

aji

an

Pro

gra

m

Ko

nd

isi

Ke

ten

ag

ak

erj

aa

nH

em

at

Bia

ya

Yo

uth

Se

rvic

e

Ca

na

da

(Y

SC

)

Ka

na

da

Tu

jua

n: T

uju

an

pro

gra

m a

da

lah

: (i)

me

mb

eri

kan

pe

ng

ala

ma

n k

erj

a n

yata

; (ii)

be

laja

r d

an

me

nin

gka

tka

n k

ea

hlia

n p

eke

rja

an

ya

ng

da

pa

t

dit

ran

sfe

r; (

iii)

me

ng

em

ba

ng

kan

ke

ah

lian

da

n

kua

lifi k

asi

pri

ba

di s

ep

ert

i pe

rcay

a d

iri,

me

ncu

kup

i

dir

i se

nd

iri,

kep

em

imp

ina

n, k

om

un

ika

si, d

an

ke

rja

sam

a t

im; (

iv)

be

rko

ntr

ibu

si k

ep

ad

a m

asy

ara

kat

da

n

ne

ga

ra; (

v)

me

nd

oro

ng

pe

ng

eta

hu

an

da

n k

esa

da

ran

me

ng

en

ai p

ers

oa

lan

ma

sya

raka

t.

Pe

rio

de

: 19

98

-20

05

Po

pu

lasi

sa

sara

n:

Inis

iati

f in

i te

rbu

ka b

ag

i ka

um

mu

da

, um

um

nya

sa

mp

ai b

ata

s u

sia

30

ta

hu

n, y

an

g

tak

lag

i be

rse

kola

h d

an

se

da

ng

me

ng

an

gg

ur

ata

u

me

ng

ala

mi s

ete

ng

ah

pe

ng

an

gg

ura

n, y

an

g s

eca

ra

hu

kum

be

rha

k u

ntu

k b

eke

rja

di K

an

ad

a.

Pe

nil

aia

n k

ese

luru

ha

n:

Da

mp

ak

ne

ga

tif

terh

ad

ap

ko

nd

isi

ke

ten

ag

ak

erj

aa

n.

Ke

iku

tse

rta

an

tid

ak

me

mb

eri

kan

pe

ng

aru

h y

an

g

si

gn

ifi k

an

se

cara

sta

tist

ik t

erh

ad

ap

pe

ng

ha

sila

n y

an

g

dis

eta

hu

nka

n, u

pa

h m

ing

gu

an

, ja

m k

erj

a p

er

min

gg

u,

ata

u t

un

jan

ga

n b

an

tua

n s

osi

al t

ah

un

an

.

Da

lam

jan

gka

pe

nd

ek,

wa

ktu

ya

ng

dih

ab

iska

n p

ese

rta

pro

yek

YS

C d

ala

m a

ng

kata

n k

erj

a d

an

da

lam

pe

kerj

aa

n

leb

ih s

ing

kat

da

rip

ad

a ji

ka m

ere

ka t

ida

k m

en

gik

uti

YS

C. H

al i

ni t

erj

ad

i aki

ba

t p

en

ing

kata

n y

an

g s

ign

ifi k

an

seca

ra s

tati

stik

pa

da

wa

ktu

ya

ng

me

reka

ha

bis

kan

di

seko

lah

(u

ntu

k ke

ba

nya

kan

pe

sert

a m

ud

a u

sia

) a

tau

da

lam

pe

lati

ha

n s

ete

lah

me

reka

se

lesa

i me

ng

iku

ti Y

SC

.

Tun

jan

ga

n a

sura

nsi

pe

kerj

aa

n m

en

uru

n 1

83

do

lar

K

an

ad

a p

er

tah

un

se

ba

ga

i ha

sil k

eik

uts

ert

aa

n d

ala

m

YS

C.

Bia

ya p

rog

ram

pe

r p

ese

rta

ad

ala

h 8

.27

7 d

ola

r K

an

ad

a,

sed

ikit

leb

ih t

ing

gi

da

rip

ad

a p

rog

ram

lain

yan

g s

eru

pa

.

Sum

ber

: Pu

ert

o, 2

00

8; I

ba

rra

ran

da

n R

osa

s, 2

00

8.

27

9

27

9

57

pe

rse

n d

ari

pe

ne

rim

a m

an

faa

t ve

rsu

s 5

7 p

ers

en

da

ri k

elo

mp

ok

kon

tro

l m

em

iliki

pe

kerj

aa

n p

ad

a s

aa

t p

ela

ksa

na

an

su

rve

i la

nju

tan

. K

ela

yaka

n d

ipe

kerj

aka

n d

ide

fi n

isik

an

se

ba

ga

i p

elu

an

g m

em

pe

role

h p

eke

rja

an

jik

a s

ed

an

g m

en

ga

ng

gu

r, a

tau

pe

lua

ng

un

tuk

teta

p d

ipe

kerj

aka

n b

eg

itu

me

nd

ap

atk

an

pe

kerj

aa

n, d

ipe

rkir

aka

n m

ela

lui

mo

de

l lo

git

be

rko

efi

sie

n a

cak

yan

g d

ina

mis

.

Page 237: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

235

Referensi

Adato, Michelle, and Lawrence Haddad. 2001. “How Effi ciently Do Public Works Programs Transfer

Benefits to the Poor? Evidence from South Africa.” Discussion Paper 108. Washington, DC: I n t e r n a t i o n a l

Food Policy Research Institute.

Addison, J. T. and P. Teixeira. 2001. “The Economics of Employment Protection.” IZA Discussion paper No.

381. Bonn, Germany: Institute for the Study of Labour.

Alatas, Vivi and Lisa Cameron. 2003. “The Impact of Minimum Wages in a Low-income Country: an Evaluation

Using a Diff erence-in-diff erence Approach.” World Bank Policy Research Paper Series No. 2985.

Alisjahbana, Armida S. 2007. “Employment Protection Legislation and Labor Market Flexibility: International

Evidence and Lessons for Indonesia – With Special Emphasis on the Cases of Outsourcing and Fixed-

Term Contracts.” World Bank Offi ce Jakarta. Mimeo.

Alisjahbana, Armida S., Pipit Pitriyan, Evi Aminah Ramdhani, Viktor Pirmana, and Wiartini Citrasari. 2008.

“Vocational and Technical Education.” World Bank Offi ce Jakarta. Mimeo.

Alisjahbana, Armida. 2008a. “Education and Skills Mismatch.” World Bank Offi ce Jakarta. Mimeo.

_____. 2008b. “Public and Private Training Provision.” World Bank Offi ce Jakarta. Mimeo.

_____. 2008c. “Vocational and Technical Education.” World Bank Offi ce Jakarta. Mimeo.

Armstrong, R., Beduwe, C., Germe, J., Leney, T., Planas, J., & M. Poumay. 2008. Forthcoming. “New and Emerging

Issues in Vocational Education and Training Research Beyond 2010” Modernising Vocational Education

and Training: Volume 2. Fourth Report on Vocational Training Research in Europe: Background Report.

Cedefop Reference series. Luxembourg: EUR-OP

Asia Development Bank (ABD) and World Bank. 2005 “Improving the Investment Climate in Indonesia.”

Attanasio, Orazio, Adriana Kugler and Costas Meghir. 2007. “Eff ects of Youth Training in Developing Countries:

Evidence from a Randomized Training Program in Colombia.” Mimeo.

Banerjee, Abhijit V., Sebastian Galiani, James A Levinsohn, Zoe McLaren, and Ingrid Woolard. 2007. “Why Has

Unemployment Risen in the New South Africa” (June 2007). NBER Working Paper No. W13167.

BAPPENAS. 2006. “Laporan Akhir – Kajian Kebijakan Pasar Kerja Yang Fleksibel Untuk Meperluas Kesempatan

Kerja (Survei).” Jakarta: PT. Surveyor Indonesia.

Barros, Alexandre R. et al. 1997 (n/d). “Acompanhamento de Egressos do Programa Estadual de Qualifi cação

Profi ssional do Estado de Pernambuco em 1997.” Recife: FADE-UFPE

Batlle, Susana G. 2006. “Analysis of How to Incorporate Life Skills Within Employability Training Modules.”

World Bank. Washington D.C.

Page 238: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

236 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Betcherman, Gordon, Karina Olivas and Amit Dar. 2004. “Impacts of Active Labor Market Programs: New

Evidence from Evaluations with Particular Attention to Developing and Transition Countries.” Social

Protection Discussion Paper 402. World Bank.

Betcherman, Gordon, Martin Godfrey, Olga Susana Puerto, Friederike Rother, and Antoneta Stavreska.

2007. “Global Inventory of Interventions to Support Young Workers: Synthesis Report.” World Bank.

Washington, D.C.

Bird, Kelly and Chris Manning. 2002. “The Impact of Minimum Wage Policy On Employment and Earnings

in the Informal Sector: The Case of Indonesia.” Paper presented at the 8th East Asian Economic

Association Conference, Kuala Lumpur.

Bouder, A., F. Dauty, J-L. Kirsch, & P. Lemistre. 2008. Forthcoming. “Readability of Qualifi cations: a Question as

Old as Europe” Modernising Vocational Education and Training: Volume 2. Fourth report on vocational

training research in Europe: background report. Cedefop Reference series. Luxembourg: EUR-OP

Card, David et al. 2006. “Labor Market Impacts of Youth Training in the Dominican Republic: Evidence from a

Randomized Program.” IADB.

Chen, Dandan. 2009. “Vocational Schooling, Labor Market Outcomes, and College Entry.” Policy Research

Working Paper 4814. World Bank.

Coles, Mike. Powerpoint presentation on “The Growing Interest in Qualifi cations Systems.” January 2008.

Comola, Margherita and Luiz de Mello. 2008. “How Does Decentralized Minimum Wage Setting Aff ect

Unemployment and Informality? A Quasi-Natural Experiment For Indonesia.” OECD Economics

Department Working Paper.

del Ninno, Carlo, Kalanidhi Subbarao and Annamaria Milazzo. 2009. “How to Make Public Works Work:

A Review of Experiences.” World Bank Social Protection Discussion Paper No. 0905. W a s h i n g t o n ,

DC.

de Moura Castro, Claudio and Aimee Verdisco. 1999. “Training Unemployed Youth in Latin America: Same

Old Sad Story?” Inter-American Development Bank. Washington, DC.

Djankov, Simeon and Rita Ramalho. 2008. “Employment Laws in Developing Countries.” World Bank.

Feldmann, Horst. 2008. “Business Regulation and Labor Market Performance around the World.” Journal of

Regulatory Economics, 33 (2): 201–35.

Ghozali, Abbas. 2006. “Analisis Biaya Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.” Mimeo. Jakarta, Indonesia

Grosh, Margaret, Carlo del Ninno, Emil Tesliuc and Azedine Ouerghi. 2008. “For Protection & Promotion: The

Design and Implementation of Eff ective Safety Nets.” World Bank.

Grubb, Norton W. 2007. “Vocational Education and Training: Issues for a Thematic Review.” Issue paper

prepared for the OECD meeting of experts, 5 February, 2007. Paris.

Hahn, A., Leavitt, T., and Susan Lanspery. 2006. “The Importance of Polices in Support of Life Skills Training to

Assist Vulnerable Groups of Youth in the Latin America and Caribbean Region.” (Draft for review to

an October 206 World Bank Policy Toolkit meeting).

Page 239: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

237

Hahn, A., Lanspery, S., and Tom Leavitt. 2006. “Measuring Outcomes in Projects Designed to Help Young

People Acquire Life Skills: Lessons and Challenges.” Nokia-IYF Global Youth Development Initiative.

Harrison, Ann & Jason Scorse. 2004. “Moving Up or Moving Out? Anti-Sweatshop Activists and Labor Market

Outcomes,” NBER Working Papers 10492, National Bureau of Economic Research, Inc

International Labor Organization (ILO). 2000. Core convention – No.182 on the Worst Form of Child Labor.

______. 2004. “Working Out of Poverty: An ILO Submission to the Indonesian PRSP.” ILO Jakarta Offi ce.

______.2008. LABORSTAT Internet. Table 2D: Total employment, by status in employment http://laborsta.

ilo.org/.

Islam, Iyanatul and Suahasil Nazara. 2000. “Estimating Employment Elasticity for the Indonesian Economy.”

Technical Note on the Indonesian Labor Market. ILO Jakarta Offi ce.

Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (Institute for Social and Economic

Rearch, Education & Information, LP3ES). 2006. “Mapping Exercise: Situational Analysis for Youth

Employment & Enterprise Creation.” World Bank commissioned report. Jakarta Indonesia.

LP3E FE UNPAD and GIAT. 2004. “Indonesia’s Employment Protection Legislation: Swimming against the

tide.” Faculty of Economics, University of Padjajaran Bandung and Growth through Investment,

Agriculture and Trade (GIAT) Project.

Levinsohn, James. May 2008a. “Two Policies to Alleviate Unemployment in South Africa.” CID Working Paper

No. 166. Center for International Development, Harvard University.

Levinsohn, James. May 2008b. “Policy Brief - Policy Responses to Unemployment in South Africa.” Center for

International Development, Harvard University.

Levinsohn, James and Dani Rodrik. “Greasing the path to a fi rst job” (May 19, 2008). Mail & Guardian Online

(http://www.mg.co.za/article/2008-05-19-greasing-the-path-to-a-fi rst-job).

Luque, Javier. 2009. “In the Search of the Right Mix of Secondary Education.” Mimeo. World Bank Offi ce

Jakarta.

MacKay, Keith Robin. 2007. How to build M&E systems to support better government. World Bank. Independent

Evaluation Group.

Manning, Chris. 1998. “Indonesian Labour in Transition. An East Asian Success Story?” Cambridge University

Press.

Manning, Chris and Kurnya Roesad. 2007. “The Manpower Law of 2003 and Its Implementing Regulations:

Genesis, Key articles and Potential Impact.” Bulletin of Economic Studies, Vol 43, No.1, 2007: 59-86.

Marcouiller, Ruiz de Castilla and Woodruff .1995. “Declaring Work or Staying Underground: Informal

Employment in Seven OECD Countries”, 2008 edition of the OECD Employment Outlook.

Mercy Corps. 2008. Nineteen: The Lives of Jakarta’s Street Vendors. Jakarta Indonesia

Page 240: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

238 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Ministry of National Education (MoNE). 2006a. “Rencana Strategis Departemen Pendidikan National Tahun

2005-2009.” Jakarta: Ministry of National Education.

------. 2006b. “Teropong Wajah Sekolah Menengah Kejuruan di Indonesia” [Getting Acquainted with Technical

and Vocational Educational in Indonesia]. Jakarta: Ministry of National Education.

------. 2007. “Educational Indicators in Brief 2006/2007.” Jakarta: Ministry of National Education.

Montenegro, Claudio and Carmen and Pagés. 2004. “Who Benefi ts from Labor Regulation? Chile 1960-

1998,” in James Heckman and Carmen Pagés, eds., Law and Employment: Lessons from Latin America

and the Caribbean. Chicago: The University of Chicago Press.

Newhouse, David Locke and Daniel Suryadarma. 2009. “The Value of Vocational Education: High School Type

and Labor Market Outcomes in Indonesia”. World Bank Policy Research Working Paper 5035. Available

at SSRN: http://ssrn.com/abstract=1471133

Nevizond Chatab, 2008. ”Kinerja Lulusan Pendidikan Menengah Kejuruan SMAK di SUCOFINDO”, paper

presented at Seminar Terbatas Strategi Peningkatan Relevansi Pendidikan Menengah, Jakarta, 30

June 2008.

Nugroho, Hari (2007), “The Impact Assessment Study of The Program on the Promotion of the ILO Declaration

in Indonesia”. Unpublished report prepared for the International Labour Organization.

———— (2008). “Labor Dispute Settlement Through the Industrial Court System.” Mimeo. World Bank.

Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). 1999. “Employment Protection and

Labour Market Performances.” OECD Employment Outlook, Chapter 2. Paris, France: OECD.

OECD. 2004. OECD Employment Outlook 2004. OECD

______. 2007. Education and Training Policy Qualifi cations Systems: Bridges to Lifelong Learning. OECD

Employment, Volume 2007, No. 4, April 2007.

______. 2008. OECD. Stat. http://stats.oecd.org/wbos/default.aspx

Pagés, Carmen and C. Montenegro. 1999. “Job Security and the Age-composition of Employment: Evidence

from Chile.” IADB Working Paper No. 398. Washington, D.C.: Inter-American Development Bank.

Paik, Sung Joon. 2008. “VET Provision and Expansion: Korean Experiences.” ESA workshop, Bogor, Indonesia,

16 May 2008. Based on KRIVET. 2008. “Pre-employment Vocational Education and Training in Korea.”

mimeo.

Palmer, Susannah. 2008. “Freedom of Association and Collective Bargaining: Indonesian Experience 2003-

2008.” ILO Working Paper, 2008.

Pangaribuan, Juanda. 2008. ”Reformasi Pengadilan Hubungan Industrial”. A Working Paper for Labour Law

Practitioners Conference in Cipayung, March 2-5, 2008, Organised by TURC.

Partee, Glenda L. 2002. “Preparing Youth for Employment: Principles and Characteristics of fi ve Leading

United States Youth Development Programs”. Presentation at the International Youth Employment

Page 241: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

239

Summit, American Youth Policy Forum.

http://www.aypf.org/publications/PreparingYouthforEmployment.pdf

Perdana, Ari and John Maxwell. 2004. “Poverty Targeting in Indonesia: Programs, Problems and Lessons

Learned.” March 2004. Center for Strategic and International Studies.

PNPM Support Facility. 2008.”Progress Report.” National Development Planning Agency, Indonesia.

Pratomo, 2008 “The Eff ects of Changes in Minimum Wage on Wages Employement, and Work Hour in

Indonesia”, doctoral dissertation, University of Lancaster, England.

Puerto, Olga S. 2007b. “Labor Market Impact on Youth: A Meta-Analysis of the Youth Employment Inventory.”

World Bank. From http://go.worldbank.org/H978C6DJP1

Puerto, Olga Susana and Jean Fares. 2008. Forthcoming. “Towards Comprehensive Training.” Washington, DC:

World Bank.

Quinn, Patrick. 2003. “Freedom of Association and Collective Bargaining: a Study of Indonesian Experience

1998-2003.” ILO Working Paper No. WP 15.

Quintini, Glenda & Martin, Sébastien. 2006. “Starting Well or Losing their Way? The Position of Youth in the

Labour Market in OECD Countries.” OECD Social Employment and Migration Working Papers 39.

OECD Directorate for Employment, Labour and Social Aff airs.

Rahayu, Sri Kusumastuti, and Sudarno Sumarto. 2003. “The Practice of Industrial Relations in Indonesia.”

SMERU Working Paper.

Rama, Martin. 1996. “The Consequences of Doubling the Minimum Wage: The Case of Indonesia.” World Bank

Policy Paper No.1643.

RAND Corporation. Family Life Surveys. www.rand.org/labor/FLS/IFLS.

Revenga, Ana and Jamele Rogolini. 2007. “International Evidence on Severance Pay Reforms: Some Food for

Thought for Indonesia’s Current Reform Proposal.” World Bank.

Ridao-Cano, C. and D. Filmer. 2004. “Indonesia: Evaluating the Performance of SGP and SIGP: A Review of

the Existing Literature and Beyond.” Human Development Sector Unit, East Asia and Pacifi c Region

Working Paper No. 2004-3, World Bank, Washington, D.C.

Rios-Neto, Eduardo and C. Oliveira. 1998. “Uma Metodologia de Avaliacacão do Plano Estadual de Qualifi cacão

Profj ssional (PEQ): O Caso de Minas Gerais” Belo Horizonte.

Saget, Catherine. 2008. “Fixing Minimum Wage levels in Developing Countries. Common Failures and

Remedies.” International Labour Review: Geneva.

Simanjuntak, Payaman. 2004. “Industrial Relations System in Indonesia.” Jakarta: Himpunan Pembina

Sumberdaya Manusia Indonesia, p.23-24.

Smith, James, Duncan Thomas, Elizabeth Frankenberg, and Kathleen Beegle. 2000. “Wages, Employment and

Economic Shocks: Evidence from Indonesia.” RAND Corporation.

Page 242: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

240 Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Strauss, John et al. 2001. “Indonesian Living Standards: Before and After the Financial Crisis.” RAND Center for

the Study of the Family in Economic Development.

Sumarto, Sudarno, Asep Suryahadi and Wenefrida Widyanti. 2005. “Assessing the Impact of Indonesian

Social Safety Net Programmes on Household Welfare and Poverty Dynamics.” European Journal of

Development Research, 17(1). March 2005.

Sumarto, Sudarno, Asep Suryhadi and Lant Pritchett. 2000. “Safety Nets and Safety Ropes: Who Benefi ted

from Two Indonesian Crisis Programs – the Poor or the Shocked?” World Bank.

Suryahadi, Asep, Wenefrida Widyanti, Daniel Perwira, and Sudarno Sumarto. 2003. “Minimum Wage Policy

and its Impact on Employment in the Urban Formal Sector. Bulletin of Indonesian Economic Studies

Vol. 39, No.1 (April 2003), pp.29-50.

Thomas, Duncan, Kathleen Beegle and Elizabeth Frankenberg. 2000. “Labour Market Transitions of Men and

Women During an Economic Crisis: Evidence from Indonesia.” RAND Corporation.

UNESCO. 1995. “National Profi les in Technical and Vocational Education in Asia and the Pacifi c: Singapore.”

Vroman, Wayne. 2007. “Reforming Social Protection for Workers in Indonesia.” World Bank Offi ce Jakarta.

Wicaksono, Padang. 2008. “Skill Development Strategy: The Indonesian Case Study on the Pre-Employment

VET.” Presented at the Education Sector Assessment Workshop, Yogyakarta.

World Bank. 1998. “The Impact of the Crisis: Anecdotal Country Facts.” Washington, D.C.

World Bank. 2002. “Brazil Jobs Report – Volume I and II” (Report No. 24408-BR), Washington, D.C.

World Bank. 2003. Lifelong Learning in the Global Knowledge Economy: Challenges for Developing Countries.

World Bank. Washington D.C.

World Bank. 2007. “Investing in Indonesia’s Education: Allocation, Equity and Effi ciency of Public

Expenditures.” Jakarta: World Bank.

World Bank. 2008a Forthcoming. “Employer Skills Survey”. Human Development Unit.

World Bank. 2008b. “PSF Progress Report.” PREM, Poverty Team. World Bank Indonesia Offi ce

World Bank. 2008c. “Labour Market Programs that Make a Diff erence in Times of Crisis.”

World Bank. 2009a. “Doing Business.” www.doingbusiness.org.

World Bank. 2009b. “How Should Labor Market Policy Respond to the Financial Crisis.”

World Bank. 2009c. “Weathering the Storm.” Indonesia Economic Quarterly. June 2009. Available at www.

worldbank.org/id.

World Bank. 2009d. “Back on Track?” Indonesia Economic Quarterly. December 2009. Available at www.

worldbank.org/id.

World Bank. 2010. “Building Momentum.” Indonesia Economic Quarterly. March 2010. Available at www.

worldbank.org/id.

World Economic Forum. 2005. “The Global Competitiveness Report 2004-2005.”

Young, Michael. 2005. “National Qualifi cations Frameworks: Their Feasibility for Eff ective Implementation in

Developing Countries.” Skills Working Paper No. 22. Geneva: ILO.

Page 243: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

241

Page 244: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya
Page 245: Public Disclosure Authorized -  · pertumbuhan angkatan kerja, sehingga menambah beban terhadap jaminan penghasilan para pekerja. ... Pemerintah Indonesia guna membantu tercapainya

Laporan Ketenagakerjaan di Indonesia

Menuju terciptanya pekerjaan yang lebih baik dan jaminan perlindungan bagi para pekerja