Page 1
Penyakit Kulit Psoriasis
Sugiharto Saputra
102011022
[email protected]
Fakultas Kedokteran Ukrida
Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510
Telephone : (021) 5694-2061(hunting)
Fax : (021) 563-1731
Pendahuluan
Penyakit kulit merupakan salah satu hal yang penting dalam kedokteran, hal ini berguna
untuk mengetahui apa-apa saja kegunaan kulit dan bagian-bagiannya, serta kemungkinan-
kemungkinan penyakit yang menyerangnya, sebab dalam kehidupan sehari-hari penyakit kulit
adalah salah satu penyakit yang tersering dijumpai seorang dokter baik dalam berpraktek
maupun tidak, Oleh karena itu penting bagi calon petugas kesehatan untuk mengerti lebih jauh
mengenai kulit manusia.
Pembahasan
Anamnesis
Anamnesis adalah langkah pertama yang harus dilakukan oleh dokter apabila berhadapan
dengan pasien. Anamnesis bertujuan untuk mengambil data berkenaan dengan pasien melalui
wawancara bersama pasien maupun keluarga pasien. Anamnesis perlu dilakukan dengan cara-
cara khas yang berkaitan dengan penyakit yang bermula dari permasalahan pasien. Anamnesis
yang baik akan membantu dokter memperoleh maklumat seperti berikut :
1
Page 2
Penyakit atau kondisi yang mungkin menjadi punca keluhan pasien (kemungkinan
diagnosis)
Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab munculnya
keluhan pasien (diagnosis banding)
Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tersebut
(faktor predisposisi, predileksi dan faktor risiko)
Kemungkinan penyebab penyakit (etiologi)
Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk keluhan pasien
(faktor prognostik, termasuk upaya pengobatan)
Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis yang diperlukan untuk
menentukan diagnosisnya
Bagi pasien yang pertama kali datang ke dokter, pertanyaan yang perlu diajukan adalah data
pribadi pasien seperti:
1. Nama lengkap pasien
2. Jenis kelamin
3. Umur pasien
4. Tempat lahir pasien
5. Status perkawinan
6. Agama
7. Suku bangsa
8. Alamat
9. Pendidikan
10. Pekerjaan
2
Page 3
11. Riwayat keluarga yang meliputi kakek dan nenek sebelah ayah, kakek dan nenek sebelah
ibu, ayah, ibu, saudara kandung dan anak-anak
Seterusnya adalah pertanyaan yang berkaitan dengan keluhan pasien
1. Kapan mulai timbul keluhan utama?
2. Sudah berapa lama keluhan utama berlangsung?
3. Apakah keluhan utama timbulnya mendadak?
4. Apakah keluhan utama diselingi keluhan lain?
5. Obat-obatan apa saja yang sudah diberikan untuk meredakan keluhan utama, maupun
keluhan lain?
6. Apakah keluhan utama dan keluhan lain mereda / hilang timbul?
7. Sudah berapa lamakah keluhan lain berlangsung?
8. Apakah pasien mampu mengingat kapan keluhan utama dan keluhan lain terjadi?
Dan hasil dari anamnesis adalah seorang laki-laki usia 40 tahun keluhan bercak merah
bersisik pada siku sejak 6 minggu yang lalu. Bercak bersisik disertai gatal, meluas dan menebal.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dilakukan inspeksi dan palpasi. Pada penderita psoriasis yang khas
adalah skuama tebal disertai fenomena tetesan lilin dan auspitz
Psoriasis
Etiopatogenesis
Faktor genetic berperan. Bila orangtuanya tidak menderita psoriasis risiko mendapat psoriasis
12%, sedangkan jika salah seorang orangtuanya menderita psoriasis risikonya mencapai 34-39%.
Berdasarkan awitan penyakit dikenal dua tipe: psoriasis tipe I dengan awitan dini bersifat
familial, psoriasis tipe II dengan awitan lambat bersifat nonfamilial. Hal lain yang menyokong
adanya faktor genetic ialah bahwa psoriasis berkaitan dengan HLA. Psoriasis tipe I berhubungan
3
Page 4
dengan HLA-B13, B17, Bw57 dan Cw6, sedangkan psoriasis pustulosa berkorelasi dengan
HLA-27.
Faktor imunologik juga berperan. Defek genetic pada psoriasis dapat diekspresikan pada salah
satu dari tiga jenis sel, yakni limfosit T, sel penyaji antigen (dermal) atau keratinosit. Keratinosit
psoriasis membutuhkan stimuli untuk aktivasinya. Lesi psoriasis matang umumnya penuh
dengan serbukan limfosit T pada dermis terutama terdiri atas limfosit T CD4 dengan sedikit
sebukan limfositik daam epidermisnya. Sedangkan lesi baru umumnya lebih banyak didominasi
oleh T CD8. Pada psoriasis pembentukan, epidermis lebih cepat hanya 3-4 hari, sedangkan pada
kulit normal lamanya 27 hari.
Faktor pencetus pada psoriasis adalah stress psikis, infeksi fokal, trauma, endokrin, gangguan
metabolic, obat, juga alcohol dan merokok. Stress psikis merupakan pencetus utama. Infeksi
fokal mempunyai hubungan erat dengan salah satu bentuk psoriasis ialah psoriasis gutata.
Umumnya dikarenakan oleh streptococcus. Faktor endokrin rupanya mempengaruhi perjalanan
penyakit. Puncak insiden psoriasis pada waktu pubertas dan menopause. Pada waktu kehamilan
umumnya membaik, sedangkan pada masa pascapartus memburuk. Gangguan metabolism
contohnya hipokalsemia dan dialysis telah dilaporkan sebagai salah satu faktor pencetus. Obat
yang umumnya dapat menyebabkan residif adalah beta adremerhic blocking agents, litium,
antimalaria dan penghentian mendadak kortikosteroid sistemik.1
Epidemiologi
Kasus psoriasis makin sering dijumpai. Meskipun penyakit ini tidak menyebabkan kematian,
tetapi menyebabkan gangguan kosmetik, terlebih mengingat bahwa perjalanan penyakit menahun
dan residif.
Insidens pada orang kulit putih lebih tinggi daripada penduduk kulit bewarna. Di Eropa
dilaporkan 3-7%, di Amerika Serikat 1-2%, sedangkan di Jepang 0,6%. Insiden pada pria agak
lebih banyak daripada wanita. Psoriasis terdapat pada semua usia, tetapi umumnya pada orang
dewasa.
Manifestasi klinik
4
Page 5
Sebagian penderita mengeluh gatal ringan. Tempat predileksi pada scalp, perbatasan daerah
tersebut dengan muka, ekstremitas bagian ekstensor terutama siku serta lutut, dan daerah
lumbosakral.
Kelainan kulit terdiri atas bercak-bercak eritema yang meninggi (plak) dengan skuama diatasnya.
Eritema sirkumskrip dan merata, tetapi pada stadium penyembuhan sering eritema yang ditengah
menghilang dan hanya terdapat dipinggir. Skuama berlapis-lapis dan kasar, dan bewarna putih
seperti mika, serta transparan. Besar kelainan bervariasi: lentikular, nummular atau plakat, dapar
berkonfluensi. Jika seluruhnya atau sebagian besar lentikular disebut psoriasis gutata, biasanya
pada anak-anak dan dewasa muda dan terjadi setelah infeksi akut oleh Streptococcus.
Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, auspitz, dan kobner (isomorfik). Kedua fenomena
yang disebutkan dahulu dianggap khas, sedangkan yang terakhir tak khas, hanya kira-kira 47%
yang positif dan didapati pula pada penyakit lain, missalkan liken planus dan veruka plana
juvenilis.
Fenomena tetesan lilin ialah skuama yang berubah warna menjadi putih pada goresan, seperti
lilin yang digores, disebabkan oleh berubahnya indeks bias. Cara menggores dapat dengan
pinggir gelas alas. Pada fenomena auspitz tampak serum atau darah berbintik-bintik yang
disebabkan oleh papilomatosis. Cara mengerjakannya, skuama yang berlapis-lapis dikerok,
setelah skuama habis, maka pengerokkan harus dilakukan perlahan-lahan, jika terlalu dalam
tidak akan tampak pendarahan yang berbintik-bintik, melainkan pendarahan yang merata.
Trauma pada kulit psoriasis, misalnya garukan, dapat menyebabkan kelainan yang sama dengan
kelainan psoriasis dan disebut fenomena kobner yang timbul kira-kira setelah 3 minggu,
Psoriasis juga dapat menyebabkan kelainan kuku, yakni sebanyak kira-kira 50% yang agak khas
ialah disebut pitting nail atau nail pit berupa lekukan-lekukan miliar. Kelainan yang tak khas
ialah kuku yang keruh, tebal, bagian distalnya terangkat karena terdapat lapisan tanduk
dibawahnya (hyperkeratosis subungual), dan onikolisis
Selain menimbulkan kelainan pada kulit dan kuku, penyakit ini dapat pula menyebabkan
kelainan pada sendi (arthritis psoriatic), terdapat pada 10-15% pasien psoriasis. Umumnya pada
sendi distal interfalang. Umumnya sifat poliartikular, tempat predileksinya pada sendi interfalang
distal, terbanyak terdapat pada usia 30-50 tahun. Sendi membesar, kemudian terjadi ankilosis
5
Page 6
dan lesi kistik subkorteks. Kelainan pada mukosa jarang ditemukan dan tidak penting untuk
diagnosis.
Pada psoriasis terdapat berbagai bentuk klinis
1. Psoriasis vulgaris
Bentuk ini ialah yang lazim terdapat karena itu disebut vulgaris, dinamakan pula tipe plak
karena lesi-lesinya umumnya berbentuk plak. Tempat predileksinya seperti yang sudah
disebutkan di atas.
2. Psoriasis gutata
Diameter kelainan biasanya tidak melebihi 1 cm. timbulnya mendadak dan diseminata,
umumnya ssetelah infeksi streptococcus di saluran pernafasan bagian atas sehabis
influenza atau morbili, terutama pada anak dan dewasa muda. Selain itu, juga dapat
timbul setelah infeksi yang lain, baik bacterial maupun viral.
3. Psoriasis inversa (psoriasis fleksural)
Psoriasis tersebut mempunyai tempat predileksi pada daerah fleksor sesuai dengan
namanya
4. Psoriasis eksudativa
Bentuk tersebut sangat jarang. Biasanya kelainan psoriasis kering, tetapi pada bentuk ini
kelainannya eksidatif seperti dermatitis akut.
5. Psoriasis seroboik ( seboriasis)
Gambaran klinis psoriasis seroboik merupakan gabungan antara psoriasis dan dermatitis
seroboik, skuama yang biasanya kering menajdi agak berminyak dan agak lunak. Selain
berlokasi pada tempat yang lazim, juga terdapat pada tempat seroboik.
6. Psoriasis pustulosa
Ada 2 pendapat mengenai psoriasis pustulosa, pertama dianggap sebagai penyakit
tersendiri, kedua dianggap sebagai varian psoriasis. Terdapat 2 bentuk psoriasis
pustulosa, bentuk lokalisata, dan generalisata. Bentuk lokalisata, contohnya psoriasis
pustulosa palmo-plantar (barber). Sedangkan bentuk generalisata, contohnya psoriasis
pustulosa generalisata akut (von Zumbusch).
a. Psoriasis pustulosa palmoplantar (Barber)
6
Page 7
Penyakit ini bersifat kronik dan residif, mengenai telapak tangan atau telapak kaki
atau keduanya. Kelainan kulit berupa kelompok-kelompok pustule kecil steril dan
dalam, di atas kulit yang eritematosa, disertai rasa gatal.
b. Psoriasis pustulosa generalisata akut (von Zumbusch)
Sebagai faktor provokatif banyak, misalnya obat yang tersering karena penghentian
kortikosteroid sistemik. Obat lain contohnya, penisilin dan derivatnya (ampisilin dan
amoksisilin) serta antibiotic betalaktam yang lain, hidroklorokuin, kalium jodida,
morfin, sulfapiridin, sulfonamide, kodein, fenilbutazon, dan salisilat. Faktor selain
obat ialah hipokalsemia, sinar matahari, alcohol, stress, emosional, serta infeksi
bacterial dan virus.
Gejala awalnya ialah kulit nyeri, hiperalgesia disertai gejala umum berupa demam,
malese, nausea, anoreksia. Plak psoriasis yang telah ada makin eritematosa. Setelah
beberapa jam timbul banyak plak edematosa dan eritematosa pada kulit yang normal.
Dalam beberapa jam timbul banyak pustule miliar pada plak-plak tersebut. Dalam
sehari pustule-pustul berkonfluensi membentuk “lake of pus” berukuran beberapa cm.
pada pemeriksaan lab menunjukkan leukositosis (leukosit dapat mencapai 20.000/µl,
kultur pus dari pus steril.
7. Eritoderma psoriatic
Penyakit eritoderma psoriatic dapat disebabkan oleh pengobatan topical yang terlalu kuat
atau oleh penyakitnya sendiri yang meluas. Biasanya lesi yang khas untuk psoriasis tidak
tampak lagi karena terdapat eritema dan skuama tebal universal. Ada kalanya lesi
psoriasis masih tampak samar-samar, yakni lebih eritematosa dan kulitnya lebih
meninggi.
Penatalaksanaan
Terdapat banyak cara pengobatan untuk psoriasis. Pada pengobatan psoriasis gutata yang biasa
disebabkan oleh infeksi di tempat lain, setelah infeksi tersebut diobati umumnya psoriasisnya
akan sembuh sendiri.
7
Page 8
Pengobatan sitemik
1. Kortikosteroid
Kortikosteroid dapat mengontrol psoriasis menurut pengalaman penulis dosisnya kira-
kira ekuivalun dengan prednisone 30 mg per hari. Setelah membaik, dosis diturunkan
perlahan-lahan, kemudian diberi dosis pemeliharaan. Penghentian obat secara mendadak
akan menyebabkan kekambuhan dan dapat terjadi psoriasis pustulosa generalisata.
2. Obat sitostatik
Obat sitostatik yang biasanya digunakan ialah metroreksat. Indikasinya ialah untuk
psoriasis, psoriasis pustulosa, psoriasis arthritis dengan lesi kulit, dan eritoderma karena
psoriasis, yang sukar terkontrol dengan obat standar
Kontraindikasinya ialah kelainan hepar, ginjal, sistem hematopoetik, kehamilan, penyakit
infeksi aktif (misalnya tuberculosis), ulkus peptikum, colitis ulserosa, dan psikosis.
Dosisnya 3x2,5 mg, dengan interval 12 jam dalam seminggu dengan dosis total 7,5mg.
jika tampak perbaikan dosis dinaikkin 2,5 – 5 mg per minggu. Biasanya dengan dosis 3x5
mg per minggu telah tampak perbaikan. cara lain diberikan intra muscular 7,5 mg – 25
mg dosis tunggal setiap minggu. Cara tersebut banyak menimbulkan efek samping
daripada cara pertama.
Efek samping nya diantaranya ialah nyeri kepala, alopesia, juga terhadap saluran cerna,
sumsum tulang belakang, hepar dan nyeri lambung stomatitis ulserosa, dan diare. Jika
hebat dapat terjadi intestinal. Depresi sumsum tulang berakibat timbulnya leucopenia,
trombositopenia, kadang-kadang anemia. Pada hepar dapat terjadi fibrosis dan sirosis.
3. Levodopa
Levopoda sebenarnya dipakai untuk penyakit Parkinson. Di antara penderita Parkinson
yang sekaligus juga menderita psoriasis, ada yang membaik psoriasisnya dengan
pengobatan levopoda. Menurut uji coba yang dilakukan, obat ini berhasil menyembuhkan
kira-kira sejumlah 40% kasus psoriasis. Dosisnya antara 2x250 mg – 3x500mg, efek
sampingnya berupa : mual, muntah, anoreksia, hipotensi, gangguan psikik, dan pada
jantung.
8
Page 9
4. DDS
DDS (diaminodifenilsulfon) dipakai sebagai pengobatan psoriasis pustulosa tipe barber
dengan dosis 2x 100 mg perhari. Efek sampingnya ialah anemia hemolitik,
methemoglobinemia, dan agranulositosis.
5. Etretinat dan asitretin
Etretinat merupakan retinoid aromatic, digunakan bagi psoriasis yang sukar disembuhkan
dengan obat-obat lain mengingat efek sampingnya. Dapat pula digunakan untuk
eritoderma psoriatika. Cara kerjanya belum diketahui pasti. Pada psoriasis obat tersebut
mengurangi poliferasi sel epidermal pada lesi psoriasis dan kulit normal.
Dosisnya bervariasi, pada bulan pertama diberikan 1mg/kg/BB, jika belum terjadi
perbaikan dosis dinaikkian jadi 1,5 mg/kg/BB.
Efek sampingnya sangat banyak di antaranya pada kulit (menipis), selaput lender pada
mulut, mata, dan hidung kering, peninggian lipid darah, gangguan fungsi hepar,
hyperostosis, dan teratogenik. Kehamilan hendaknya tidak terjadi sebelum 2 tahun
setelah obat dihentikan.
Asitretin merupakan obat metabolic aktif etretinat yang utama. Efek samping dan
manfaatnya serupa dengan etretinat. Kelebihannya waktu paruh eliminasinya hany 2 hari,
dibandingkan dengan etretinat yang lebih dari 100 hari.
6. Siklosporin
Efeknya ialah imunosupresif. Dosisnya 6mg/kg/BB bersifat nefrotoksik dan hepatotoksik.
Hasil pengobatan untuk psoriasis baik, hanya setelah obat dihentikan dapat terjadi
kekambuhan lagi.
7. Terapi biologic
Obat biologic merupakan obat yang baru, efeknya memblok langkah molecular spesifik
penting pada pathogenesis psoriasis ialah infiksimal, alefasep, etanersep, efalizumab,
adalimumab, dan ustekimumab. Ternyata hasil pengobatan dengan obat yang terakhir ini
lebih baik darpi pada etarnersef. Efalizumab sekarang oleh FDA ditarik dari peredaran
9
Page 10
karena dapat menimbulkan resiko timbulnya leukoensefalopatik multiple yang dapat
menyebabkan infeksi otak dan menyebabkan kematian
Pada arthritis psoriatic, bila ringan diobati dengan obat antiinflamasi nonsteroid, bila
berat dengan metotreksat. Sebagai pengobatan dapat juga diberikan obat biologic
misalnya adalimumad yang akan menghambat pembentiukan TNF-alpha yang
menghambat inflamasi dan angiogenesis serta poliferasi keratinosit
Pengobatan topical
1. Preparat ter
Obat topical yang biasa digunakan ialah preparat ter, efeknya ialah antiradang. Menurut
asalnya preparat ter dibagi menjadi 3 yakni yang berasal dari :
- Fosil, misalnya iktiol
- Kayu, misalnya oleum kadini dan oleum ruski
- Batubara, misalnya liantral dan likuor karbonis detergens
Preparat ter yang berasal dari fosil biasanya kurang efektif untuk psoriasis yang cukup
efektif ialah yang berasal dari batuara dan kayu. Ter berasal dari batubara lebih efektif
daripada ter berasal dari kayu, sebaliknya kemungkinan memberikan iritasi juga lebih
besar.
Pada psoriasis yang telah menahun lebih baik digunakan ter yang berasal dari batubara,
karena ter tersebut lebih efektif daripada ter yang berasal dari kayu, dan pada psoriasis
yang sudah menahun kemungkinan timbulnya iritasi kecil. Sebaliknya pada psoriasis
yang akut dipilih ter dari kayu, karena jika ter dari batubara dikuatirkan akan menjadi
iritasi dan menjadi eritoderma.
Ter yang berasal dari kayu kurang nyaman bagi penderita karena berbau kurang sedap
dan bewarna coklat kehitaman. Sedangkan likuor karbonis detergens tidak demikian.
Konsentrasi yang digunakan 2-5% dimulai dengan konsentrasi rendah, jika tidak ada
perbaikan konsesntrasi dinaikkan. Supaya lebih efektif, maka daya penetrasinya harus
10
Page 11
dipertinggi dengan cara menambahkan asam salisilat dengan konsentrasi 3-5%. Sebagai
vehikulum harus digunakan salep, karena salep mempunyai daya penetrasi yang terbaik.
2. Kortikosteroid
Kortikosteroid topical member hasil yang baik. Potensi dan vehikulum bergantung pada
lokasinya
Pada scalp, muka dan daerah lipatan digunakan krim, di tempat lain digunakan salep.
Pada daerah muka, lipatan dan genitalia eksterna dipilih potensi sedang. Bila digunakan
potensi kuat pada muka dapat member efek samping antaranya teleangiektasis,
sedangkan dilipatan berupa strie atrofikans. Pada batang tubuh dan ekstremitas digunakan
salep dengan porensi kuat atau sangat kuat bergantung pada lama penyakit.
3. Ditranol (antralin)
Obat ini dikatakan efektif. Kekurangannya ialah mewarnai kulit dan pakaian. Konsentrasi
yang digunakan biasanya 0,2-0,8% dalam pasta, salep atau krim. Lama pemakaian hanya
15-30 menit sehari untuk mencegah iritasi. Penyembuhan dalam 3 minggu.
4. Pengobatan dengan penyinaran
Seperti diketahui sinar ultraviolet mempunyai efek menghambat mitosis, sehingga dapat
digunakan untuk pengobatan psoriasis. Cara terbaik ialah penyinaran secara alamiah,
tetapi saying tidak dapat diukur dan jika berlebihan malah akan memperparah psoriasis.
Karena itu digunakan sinar ultraviolet artificial, di anataranya sinar A yang dikenal UVA.
Sinar tersebut dapat digunakan secara tersendiri atau berkombinasi dengan psoralen dan
disebut PUVA, atau bersama dengan prepatar ter yang dikenal dengan cara Goeckerman.
UVB juga dapat digunakan untuk pengobatan psoriasis tipe plak, gutata, psutular, dan
eritoderma. Pada yang tipe plak dan gutata dikombinasi dengan salep likuor karbonis
detergens 5-7% yang dioleskan sehari dua kali. Sebelum disinar dicuci dahulu. Dosis
UVB pertama 12-23 m J menurut tipe kulit. Kemudian dinaikkan berangsung-angsur.
Setiap kali dinaikkan sebagai 15% dari dosis sebelumnya. Diberikan seminggu tiga kali.
5. Calcipotriol
Calcipotriol ialah sintetik vit D, berupa salep atau krim 50 mg/g, efeknya antipoliferasi.
Perbaikan setelah 1 minggu. Efektivitas salep ini sedikit lebih baik daripada salep
betametason 17-valerat.
11
Page 12
Efek sampingnya pada 4-20% penderita berupa iritasi yakni rasa terbakar dan tersengat,
dapat pula terlihat eritema dan skuamasi. Rasa tersebut akan menghilang setelah beberapa
hari sesudah obat dihentikan.
Obat ini merupakan molekul retinoid asetilinik topical, efeknya menghambat proliferasi
dan normalisasi petanda diferensiasi keratinosit dan menghambat petanda proinflamasi
pada sel radang yang menginfiltrasi kulit.
Tazaroten tersedia dalam bentuk gel dank rim dengan konsentrasi 0,05% dan 0,1%. Bila
dikombinasikan dengan steroid topical potensi sedang dan kuat akan mempercepat
penyembuhan dan mengurangi iritasi.
Efek samping berupa gatal, rasa terbakar, dan eritema pada 30% kasus, juga bersifat
fotosensitif.
6. Emolien
Efek emolien ialah melembutkan permukaan kulit. Pada batang tubuh (selain lipatan),
ekstremitas atas dan bawah biasanya menggunakan salep dengan bahan dasar Vaseline,
fungsinya juga sebagai emolien denngan akibat meninggikan daya penetrasi bahan aktif.
Emolien yang lain ialah lanolin dan minyak mineral. Jadi emolien sendiri tidak
mempunyai efek antipsoriasis.
Pengobatan cara Goeckerman
Pada tahun 1925 Goeckerman menggunakan pengobatan kombinasi ter berasal dari batu bata dan
sinar ultraviolet. Kemudian terdapat banyak modifikasi mengennai ter dan sinar tersebut. Yang
pertama digunakan ialah crude coal tar yang bersifat fotosensitif. Lama pengobatan 4-6 minggu,
penyembuhan terjadi setelah 3 minggu. Ternyata UVB lebih efektif daripada UVA
1. Psoriasis pustulosa palmo-plantar ( Barber)\
Pengobatannya sulit, bermacam-macam obat dapat digunakan. Tetrasiklin diberikan
selama 4 minggu, metrotreksat untuk bentuk yang parah dengan dosis 15-25 mg per
minggu. Etretinat 25-50 mg sehari, kortikosteroid (prednisone) dengan dosis 40-50 mg
sehari. Kolkisin juga dapat digunakan dengan dosis 0,5-1 mg per hari, diberikan dua kali,
setelah ada perbaikan dosis diturunkan menjadi 0,2-0,5 mg per hari.Selain itu PUVA,
sebagai pengobatan topical dengan kortikosteroid topical secara oklusi.
2. Psoriasis pustulosa generalisata akut (von Zumbusch)
12
Page 13
Kortikosteroid dapat dipakai sebagai pengobatan penyakit ini, dosis prednisone sehari 40
mg. setelah membaik dosis diturunkan perlahan-lahan.
Obat lain yang dapat digunakan ialah asitretin dengan dosis 2x25 mg sehari. Kedua obat
tersebut bila digabungkan lebih efektif, jika menyembuhkan dosis keduanya diturunkan,
kortikosteroid lebih dahulu. 2
Prognosis
Meskipun psoriasis tidak menyebabkan kematian, tetapi bersifat kronis dan residif.
Sifilis
Epidemiologi
Asal penyakit ini tak jelas. Sebelum tahun 1492 belum dikenal di Eropa. Pada abad ke-18 baru
diketahui bahwa penularan sifilis dan gonore disebabkan oleh senggama dan keduanya dianggap
disebabkan oleh infeksi yang sama. Insiden sifilis di berbagai negeri di seluruh dunia pada tahun
1996 berkisar antara 0,04-o,52%. Insidens yang terendah di Cina, sedangkan yang tertinggi di
Amerika serikat. Di Indonesia insidensnya 0,61%.
Etiologi
Pada tahun 1905 sifilis ditemukan oleh Schaudinn dan Hoffman ialah Traponema palidum, yang
termasuk ordi Spirochaetales, familia Spirochaetaceae, dan genus Traponema. Bentuknya spiral
teratur, panjangnya antara 6-15um, lebar 0,15 um, terdiri dari delapan sampai dua puluh empat
lekukan. Gerakannya berupa rotasi sepanjang aksis dan maju seperti gerakan pembuka botol.
Membiak secara belahan melintang, pada stadium aktif terjadi setiap tiga puluh jam.
Patofisiologi
Pada sifilis yang didapat, T.palidum masuk ke dalam kulit melalui mikrolesi atau selaput lender,
biasanya melalui senggama. Kuman terssebut membiak, jaringan bereaksi dengan membentuk
infiltrate yang terdiri atas sel-sel limfosit dan sel-sel plasma, terutama di perivaskuler,
pembuliuh-pembuluh darah kecil berpoliferasi di kelilingi oleh T.palidum dan sel-sel radang.
Traponema tersebut terletak di antara endothelium kapiler dan jaringan perivaskuler di
sekitarnya. Enarteritis pembuluh darah kecil menyebabkan perubahan hipertrofik endothelium
13
Page 14
yang menimbulkan obliterasi lumen. Kehilangan pendarahan akan menyebabkan erosi, pada
pemeriksaan klinis tampak sebagai S I.
Manifestasi klinik
Sifilis primer (S I)
Masa tunas biasanya dua sampai empat minggu. T. palidum masuk ke dalams elaput lender atau
kulit yang telah mengalami lesi/mikrolesi secara lansung, biasanya melalui sanggama.
Traponema tersebut berkembang biak, kemudian terjadi penyebaran secara limfogen dan
hematogen.
Kelainan kulit dimulai sebagai papul lentikular yang permuakaannya segera menjadi erosi,
umumnya kemudian menjadi ulkus. Ulkus tersebut biasanya bulat, solitary, dasarnya ialah
jaringan granulasi bewarna merah dan bersih, diatasnya hanya tampak serum. Dindingnya tak
bergaung, kulit di sekitarnya tidak menunjukkan tanda-tanda radang akut. Yang khas ialah ulkus
tersebut indolen dan teraba indurasi karena itu disebut ulkus durum.
Kelainan tersebut dinamakan efek primer dan umumnya berlokasi pada genitalia eksterna. Pada
pria tempat yang sering dikenai ialah sulkus koronarius, sedangkan pada wanita di labio minor
dan mayor. Selain itu juga dapat di ekstragenital, misalnya di lidah, tonsil, dan anus.
Afek primer tersebut sembuh sendiri antara tiga sampai sepuluh minggu. Seminggu setelah afek
primer, biasanya terdapat pembesaran kelenjar getah bening regional di inguinalis medialis.
Keseluruhannya disebut kompleks primer. Kelenjar tersebut solitary, indolen, tidak lunak,
bersarnya biasanya lentikular, tidak supuratif, dan menunjukkan tanda-tanda radang akut
Sifilis sekunder (S II)
Biasanya S II timbul setelah enam sampai delapan minggu sejak S I dan sejumlah sepertiga
kasus masih disertai S I. lama S II dapat sampai Sembilan bulan. Berbeda dengan S I yang tanpa
disertai gejala konsitusi, pada S II dapat disertai gejala konsitusi, pada S II dapat disertai gejala
tersebut yang terjadi sebelum atau selama S II. Gejalanya umumnya tidak berat, berupa
anoreksia, turunnya berat badan, malese, nyeri kepala, demam yang tidak tinggi, dan artralgia.
14
Page 15
Kelainan kulit yang dapat menyerupai berbagai penyakit kulit sehingga di sebut the great
imitator. Selain member kelainan pada kulit, S II dapat juga memberi kelainan pada mukosa,
kelenjar getah bening, mata, hepar, tulang, dan saraf.
Kelainan kulit yang membasah (eksudatif) pada S II sangar menular, kelainan yang kering
kurang menular. Kondiloma lata dan plaque muqueuses ialah bentuk yang sangat menular.
Gejala yang penting untuk membedakannya dengan berbagai penyakit kulit yang lain ialah,
kelainan kulit pada S II umumnya tidak gatal, sering disertai limfadenitis generalisata, pada S II
dini kelainan kulit juga terdapat pada telapak tangan dan kaki.
Antara S II dini dan S II lanjut terdapat perbedaan. Pada S II dini kelainan kulit generalisata,
simetrik, dan lebih cepat hilang (beberapa hari atau beberapa minggu). Pada S II lanjut tidak
generalisata lagi, melainkan setempat-setempat, tidak simetrik dan lebih lama bertahan
( beberapa minggu hingga beberapa bulan).3
Bentuk lesi pada S II berbentuk roseola, papul, pustule, atau bentuk lainnya.
1. Roseola
Roseola ialah eritema macular, berbintik bintik atau berbercak-bercak, warnanya merah
tembaga, bentuknya bulat atau lonjong. Roseola biasanya merupakan kelainan kulit yang
pertama terlihat pada S II, dan disebut roseola sifilitika. Karena efloresensi tersebut
merupakan kelainan S II dini, maka seperti telah dijelaskan, lokasinya generalisata dan
simetrik, telapak tangan, dan kaki ikut dikenai. Disebut pula eksantema karena
timbulmnya cepat dan menyeluruh
Roseola akan menghilang dalam beberapa hari/minggu dapat juga bertahan hingga
beberapa bulan. Kelainan tersebut dapat residif, jumlahnya menajdi lebih sedikit, lebih
lama bertahan, dapat anular, dan bergerombol. Jika menghilang, umumnya tanpa bekas,
kadang-kadang dapat meninggalkan bercak hipopigmentasi dan disebut leukoderma
sifilitikum.
2. Papul
Bentuk ini merupakan bentuk yang paling sering terlihat pada S II. Bentuknya bulat, ada
kalanya terdapat bersama-sama dengan roseola. Papul tersebut dapat berskuama yang
15
Page 16
terdapat di pinggir (koleret) dan disebut papulo-skuamosa. Skuama dapat pula menutupi
seluruh permukaan papul hingga mirip psoriasis, oleh karena itu dinamakan
psoriasiformis. Jika papul-papul tersebut menghilang dapat meninggalkan bercak-bercak
hipopigmentasi dan disebut leukoderma sifilitikum, yang akan menghilang secara
perlahan. Bila pada leher disebut leukoderma koli.
Selain papul yang lentikular dapat pula terbentuk papul yang likenoid, meskipun jarang,
dapat pula folikular dan ditembus rambut. Pada S II dini, papul generalisata dan simetrik,
sedangkan pada papul yang lanjut bersifat setempat, dan tersusun secara tertentu: arsinar,
sirsinar, polisiklik dan korimbiformis. Jika pada dahi susunan yang arsinar/sirsinar
tersebut disebut korona venerik karena menyerupai mahkota. Papul-papul tersebut juga
dapat dilihat pada sudut mulut, ketiak, di bawah mammae, dan alat genital.
Bentuk lainnya ialah kondilomata lata, terdiri atas papul-papul lentikular, permukaannya
datar, sebagian berkonfluensi, terletak pada daerah lipatan kulit, akibat gesekan antar-
kulit permukaannya menjadi erosive, eksudatif, sangat menular. Tempat predileksinya di
lipat paha, skortum, vulva, perianal, dibawah mammae dan antar jari kaki.
Kejadian yang jarang terlihat ialah pada tempat efek primer terbentuk lagi infiltrasi dan
reindurasi, sebabnya traponema masih tertinggi pada waktu S I menyembuh yang
kemudian akan menbiak, dan dinamakan chancer redux.
3. Pustule
Bentuk ini jarang terdapat. Mula-mula terbentuk banyak papul yang segera menjadi
vesikel dan kemudian terbentuk pustule, sehingga disamping pustule masih pula terlihat
papul. Bentuk pustule ini sering tampak pada kuliat bewarna dan jika daya tahan tubuh
menurun. Timbulnya banyak pustule sering disertai demam dan intermiten dan penderita
tampak sakit, lamanya dapat berminggu-minggu. Kelainan kuliat demikian disebut sifilis
variseliformis karena menyerupai varisela.
4. Bentuk lain
Kelainan yang dapat terlihat pada S II ialah banyak papul, pustule, dan krusta yang
berkonfluensi sehingga mirip impetigo, karena itu disebut sifilis impetiginosa. Dapat pula
16
Page 17
timbul berbagai ulkus yang ditutupi oleh krusta disebut ektima sifilitikum. Disebut sifilis
ostrasea jika ulkus meluas ke perifer sehingga berbentuk seperti kulit kerang.Sifilis
berupa ulkus-ulkus yang terdapat di kulit dan mukosa disertai demam dan keadaan umum
buruk disebut sifilis maligna yang dapat menyebabkan kematian. 3
Penatalaksanaan
Obat yang merupakan pilihan ialah penisilin. Obat tersebut dapat menembus plasenta sehingga
mencegah infeksi pada janin dan dapat menyembuhan janin yang terinfeksi juga efektif untuk
neurosifilis. Kadar yang tinggi dalam serum tidak diperlukan. Asalkan jangan kurang dari 0,03
unit/ml. yang penting ialah kadar tersebut harus bertahan dalam serum selama sepuluh sampai
empat belas hari untuk sifilis stadium dini dan lanjut, dua puluh satu hari untuk neufosifilis dan
sifilis kardiobaskular.
Menurut lama kerjanya terdapat tiga macam penisilin :
a. Penisilin G prokain dalam akua dengan lama kerja dua puluh empat jam, jadi bersifat
kerja singkat
b. Penisilin G prokain dalam minyak, dengan aluminium munostearat ( PAM), lama kerja
tujuh puluh dua jam, bersifat kerja sedang.
c. Penisilin G benzatin dengan dosis 2,4 juta unit akan bertahan dalam serum sampai tiga
minggu, jadi bersifat kerja lama.
Ketiga obat tersebut diberikan intramuscular. Derivate penisilin per oral tidak dianjurkan karena
absorbs oleh saluran cerna kurang dibandingkan dengan suntikan. Cara pemberian penisilin
tersebut sesuai dengan lama kerja.
Selain penisilin, masih ada beberapa antibiotic yang dapat digunakan sebagai pengobatan sifilis,
meskipun tidak seefektif penisilin. Diberikan tetrasiklin 4x 500mg/hari, atau eritromisin 4x500
mg per hari, atau doksisiklin 2x 100mg/hari. Lama pengobatan 15 hari bagi S I dan S II dan 30
hari bagi stadium laten. Eritromisin bagi yang hamil, efektivitasnya meragukan. Doksisiklin
reabsorbsinya lebih baik daripada tetrasiklin yaitu 90-100%.
Obat yang lain ialah golongan sefalosporin misalnya sefaleksin 4x 500mg sehari selama 15 hari.
Juga seftriakson setiap hari 2 gr, dosis tunggal i.m atau i.v selama 15 hari.
17
Page 18
Komplikasi
Pada terapi sifilis dengan penisilin dapat terjadi reaksi Jarish-Herxheimer. Sebab yang pasti
tentang reaksi ini masih belum diketahui, mungkin dikarenakan oleh hipersensitivitas akibat
toksin yang dikeluarkan oleh banyak T.palidum yang mati. Dijumpai sebanyak 50-80% pada
sifilis dini. Pada sifilis dini dapat terjadi setelah enam sampai dua belas jam pada suntikan
penisilin yang pertama.
Gejalanya bersifat umum dan lokal. Gejala umum biasanya ringan berupa sedikit demam. Selain
itu dapat pula berat, demam yang tinggi, nyeri kepala, artralgia, malese, berkeringat, dan
kemerahan pada muka. Gejala lokal yakni afek primer menjadi bengkak karena edema dan
infiltrasi sel, dapat agak nyeri. Reaksi biasanya menghilang setelah sepuluh sampai dua belas
jam.
Pada sifilis lanjut dapat membahayakan jiwa penderita, misalnya: edema glottis pada penderita
dengan guma di laring, penyempitan arteria koronaria pada muaranya karena edema dan
infiltrasi, dan thrombosis serebral. Selain itu juga dapat menjadi rupture aneurisme atau rupture
dinding aorta yang telah menipis disebabkan oleh terbentuknya jaringan fibrotic yang berlebihan
akibat penyembuhan yang cepat.
Pengobatan reaksi jarish-Herxheimer ialah dengan kortikosteroid, contohnya dengan prednisone
20-40 mg sehari. Obat tersebut juga dapat digunakan sebagai pencegahan, misalnya pada sifilis
lanjut, terutama pada gangguan aorta dan diberikan dua sampai tiga hari sebelum pemberian
penisilin serta dilanjutkan dua sampai tiga hari kemudian.
Prognosis
Dengan ditemukannya penisilin, maka prognosis sifilis menjadi lebih baik. Untuk menentukan
penyembuhan mikrobiologik, yang artinya bahwa semua T.palidum di badan terbunuh tidaklah
mungkin. Penyembuhan berate sembuh klinis seumur hidup, tidak menular ke orang lain.
Jika sifilis tidak diobati, maka hampir seperempatnya akan kambuh, 5% akan mendapat S III,
10% ,mengalami sifilis kardiovaskuler, neurosifilis pada pria 9% dan pada wanita 5%,23% akan
meninggal.
18
Page 19
Dermatitis Seboroik
Etiopatogenesis
Penyebabnya masih belum diketahui pasti, faktor predisposisinya ialah kelainan konstitusi
berupa status seboroik, yang rupanya diturunkan. Dermatitis Seboroik berhubungan erat dengan
keaktivan glandula sebasea. Glandula tersebut aktif pada bayi yang baru lahir, kemudian menjadi
tidak aktif selama 9-12 tahun akibat stimulasi hormone androgen dari ibu berhenti. Pada bayi
terjadi pada umur bulan-bulan pertama, kemudian jarang pada usia sebelum akil balik dan
insidensnya mencapai puncak pada umur 18-40 tahun.
Meskipun kematangan kelenjar sebasea rupanya merupakan faktor timbulnya Dermatitis
Seboroik, tetapi tidak ada hubungan lansung secara kuantitatif antara keaktivan kelenjar tersebut
dengan suseptibilitas untuk memperoleh Dermatitis seboroik. Dermatitis seroboik dapat
diakibatkan oleh poliferasi epidermis yang meningkat seperti pada psoriasis
Manifestasi klinik
Kelainan kulit terdiri atas eritema dan skuama yang berminyak dan agak kekuningan, batasnya
agak kurang tegas. Dermatitis seroboik yang ringan hanya mengenai kulit kepala berupa skuama-
skuama yang halus, mulai bercak kecil yang kemudian mengenai seluruh kulit kepala dengan
skuama-skuama yang halus dan kasar. Kelainan tersebut disebut pitiriasis sika (ketombe) bentuk
yang berminyak disebut pitiriasis steatoides yang dapat disertai eritema dan krusta-krusta yang
tebal.
Bentuk yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak oleh krusta-krusta yang kotor, dan
berbauu tidak sedap. Pada bayi, skuama-skuama yang kekuningan dan kumpulan debris-debris
epitel yang lekat pada kulit kepala di sebut cradle cap.4
Penatalaksanaan
Pengobatan sistemik
Kortikosteroid digunakan pada bentuk yang berat, dosis prednisone 20-30mg sehari. Jika telah
ada perbaikan, dosis diturunkan perlahan-lahan. Isotretinoin dapat digunakan pada kasus yang
relaksitran. Efeknya mengurangi aktivitas kelenjar sebasea. Dosisnya 0,3-0,3 mg per kg berat
19
Page 20
badan per hari, perbaikan tampak setelah empat minggu. Sesudah itu diberikan dosis
pemeliharaan 5-10mg per hari.
Pada dermatitis seroboik yang parah juga dapat diobati dengan narrow band UVB yang cukup
aman dan efektif. Setelah pemberian terapi 3x seminggu selama 8 minggu, sebagian besar pasien
mengalami perbaikan.
Bila pada sediaan lansung terdapat P.ovale yang banyak dapat diberikan ketokonazol, dosis
200mg per hari.
Pengobatan topical
Pada pitiriasis sika dan oleosa, seminggu 2 -3 kali scalp dikeramasi 5-15 menit, misalnya dengan
selenium sulfide. Jika terdapat skuama dan krusta diberi emolien misalnya krim urea 10%. Obat
lain yang dapat dipakai Dermatitis seboroik adalah
- Ter, misalnya likuor karbonas detergens 2-5% atau krim pragmatar
- Resorsin 1-3%
- Kortikosteroid misalnya krim hidrokortison 2,5%. Pada kasus dengan inflamasi yang
berat dapat dipakai kortikosteroid yang lebih kuat misalnya betametason valerat,
asalkan jangan dipakai terlalu lama karena efek sampingnya
- Krim ketokonasil 2% dapat diaplikasikan bila pada sediaan lansung terdapat banyak
P. ovale
Prognosis
Sebagian kasus yang mempunyai faktor konstitusi penyakit ini agak sukar disembuhkan,
meskipun terkontrol.
Kesimpulan
Pasien dengan keluhan bercak merah bersisik pada siku, disertai rasa gatal, bercak meluas dan
menebal, pasien menderita psoriasis. Hipotesis diterima
20
Page 21
Daftar Pustaka
1. Yusuf A, Pohan SS. Etiopatogenesis psoriasis. Berkala Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin 2005
Apr;17(1):76-81.
2. Wulansari D, Harijati E, Harun ES. Pengobatan psoriasis. Berkala Ilmu Penyakit Kulit &
Kelamin 2005 Aug;17(2):129-39.
3. Djuanda et al. Ilmu penyakit kulit dan kelamin.Edisi 6.Jakarta : Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2010.hlm.189-95.
4. Fitzpatrick TB, Polano MK, Suurmond D. Color atlas and synopsis of clinical
dermatology.USA: Mc Graw Hill, 1983.p.46.
21