Top Banner

of 22

Psikiatri Geriatri

Oct 16, 2015

Download

Documents

Aspek psikiatri pada usia lanjut
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 5/26/2018 Psikiatri Geriatri

    1/22

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Istilah Geriatri barasal dari bahasa Yunani Geras yang berarti usia lanjut,

    dan iatrosyang berarti dokter. Dengan demikian Geriatri berarti terapi medis atau

    penyembuhan untuk lanjut usia. Psikogeriatri atau psikiatri geriatri adalah cabang

    ilmu kedokteran yang memperhatikan pencegahan, diagnosis, dan terapi gangguan

    fisik dan psikologik atau psikiatri pada lanjut usia. Saat ini disiplin ini sudah

    berkembang menjadi suatu cabang psikiatri, analog dengan psikiatri anak. Usia lanjut

    bukanlah sebuah penyakit melainkan sebuah fase dalam siklus kehidupan yang

    memiliki karakter tersendiri pada setiap fase perkembangan. Usia lanjut terkait

    dengan matangnya pemikiran yang bijak yang bisa diwariskan kepada generasi

    berikutnya, salah satu tugas pada usia lanjut yang dikemukakan oleh Erik Erikson

    tentang usia lanjut yang sehat yaitu integritas dan bukan putus asa.

    Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan telah membuahkan hasil

    dengan meningkatnya populasi penduduk lanjut usia. Menurut DepKes RI pada tahun

    2005 tentang umur harapan hidup pada perempuan 68,2 tahun dan pada laki-laki 64,3

    tahun. Harapan hidup orang Indonesia pada tahun 2015 sampai 2020 mencapai 70

    tahun atau lebih. Jumlah penduduk lanjut usia mencapai 24 juta jiwa bahkan lebih

    atau sekitar 9,77 % dari total penduduk.

    Data prevalensi untuk gangguan mental pada pasien lanjut usia bervariasi,

    namun secara konservatif diperkirakan sebanyak 25 persen memiliki gejala psikiatri

    yang signifikan. Angka morbiditas gangguan psikiatri pada pasien lanjut usia

    diperkirakan meningkat hingga 20 juta pada pertengahan abad 20 nanti.

    Pemeriksaan psikiatri pada pasien lanjut usia sama dengan yang berlaku pada

    dewasa muda. Namun dokter harus lebih teliti agar dapat memastikan pasien mengerti

    sifat dan tujuan pemeriksaan dikarenakan tingginya prevalensi gangguan kognitif

    pada pasien lanjut usia. Diagnosis dan terapi gangguan mental pada lanjut usia

    memerlukan pengetahuan khusus, karena kemungkinan perbedaan dalam manifestasi

    klinis, patogenesis dan patofisiologi gangguan mental antara patogenesis dewasa

    muda dan lanjut usia. Faktor penyulit pada pasien lanjut usia juga perlu

    dipertimbangkan, antara lain sering adanya penyakit dan kecacatan medis kronis

    penyerta, pemakaian banyak obat (polifarmasi) dan peningkatan kerentanan terhadap

    gangguan kognitif.

  • 5/26/2018 Psikiatri Geriatri

    2/22

    2

    Referat ini membahas secara singkat mengenai macam-macam gangguan

    psikiatri yang mungkin terjadi pada pasien lanjut usia, berhubungan dengan proses

    penuaan yang terjadi. Pemeriksaan psikiatri yang baik diperlukan untuk dapat

    mendiagnosis gangguan psikiatri pada pasien lanjut usia dan pengetahuan akan proses

    penuaan berpengaruh terhadap penatalaksaan yang akan direncanakan.

  • 5/26/2018 Psikiatri Geriatri

    3/22

    3

    BAB II

    PROSES PENUAAN PADA LANJUT USIA

    II. 1 BATASAN LANJUT USIA

    WHO (1989) telah mencapai konsensus bahwa yang dimaksud dengan lanjut

    usia (elderly) adalah seseorang yang berumur 60 tahun atau lebih. Menurut

    Departemen Kesehatan RI, batasan lanjut usia adalah seseorang dengan usia 60-69

    tahun. Sedangkan usia lebih dari 70 tahun dan lanjut usia berumur 60 tahun atau lebih

    dengan masalah kesehatan seperti kecacatan akibat sakit disebut lanjut usia resiko

    tinggi.

    Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan telah membuahkan hasil

    dengan meningkatnya populasi penduduk lanjut usia. Menurut DepKes RI pada tahun

    2005 tentang umur harapan hidup pada perempuan 68,2 tahun dan pada laki-laki 64,3

    tahun. Harapan hidup orang Indonesia pada tahun 2015 sampai 2020 mencapai 70

    tahun atau lebih. Jumlah penduduk lanjut usia mencapai 24 juta jiwa bahkan lebih

    atau sekitar 9,77 % dari total penduduk.

    Diperkirakan pada akhir tahun 2030, populasi penduduk lanjut usia

    keseluruhan mencapai jumlah 70 juta dan pada tahun 2050 mencapai 82 juta.

    II. 2. PROSES PENUAAN

    Dalam beberapa dekade terakhir, perhatian dunia medis terhadap proses

    penuaan dan permasalahan yang timbul pada orang usia lanjut meningkat. Banyak

    penelitian dilakukan untuk lebih memahami proses penuaan baik dari segi fisiologis,

    psikologis, dan sosiologis. Para peneliti menyadari pentingnya membedakan proses

    penuaan yang fisiologis dan penuaan yang bersifat patologis. Efek proses penuaan

    yang fisiologis penting untuk dipahami sebagai dasar respons terhadap pengobatan

    atau terapi serta komplikasi yang timbul.[1]

    Variabel-variabel fisiologis seperti kardiovaskuler, sistem imun, endokrin,

    ginjal, dan paru, menunjukan penurunan fungsi dan perubahan seiring dengan

    meningkatnya usia. Namun, perubahan pada salah satu organ akibat usia tidak

    menjadikannya sebagai prediktor atau tolak ukur bahwa akan terjadi perubahan-

    perubahan pada organ yang lainnya. Sebagai contoh, seseorang yang tampak sehat

    pada usianya yang ke-60 ternyata ditemukan curah jantungnya menurun. Hasil

  • 5/26/2018 Psikiatri Geriatri

    4/22

    4

    pemeriksaan tersebut tidak bernilai dalam memprediksikan kapan ginjal, kelenjar

    tiroid, sistem saraf simpatis, atau organ lain orang tersebut mengalami perubahan. [1]

    Perubahan fisiologis dengan tidak disertainya suatu penyakit yang terjadi pada

    individu yang lebih tua merupakan hal yang tidak berbahaya dan bukan merupakan

    suatu faktor risiko yang signifikan. Perubahan fisiologis pada usia normal yang

    tidak disertai dengan penyakit, sangat bervariasi. Akan tetapi dipengaruhi oleh

    faktor-faktor intrinsik seperti gaya hidup, diet, aktivitas, nutrisi, paparan lingkungan,

    dan komposisi tubuh memegang peran yang penting.[1]

    Perjalanan dari perubahan fisiologis atau psikologis dengan bertambahnya usia

    pada masing-masing individu dipengaruhi proses penuaan intrinsik dan bermacam

    faktor ekstrinsik, contohnya genetik, pengaruh lingkungan, gaya hidup, diet, faktor

    psikososial.[1]

    Ada perubahan yang terjadi seiring dengan peningkatan usia tampak

    menyerupai gejala klinis yang sesungguhnya berbeda, hal ini menyebabkan sulitnya

    mendiagnosis secara tepat pada orang usia lanjut.[2]

    Proses penuaan bukanlah suatu penyakit melainkan suatu proses normal yang

    harus dimengerti dengan jelas untuk mendiagnosis secara tepat kemudian

    memberikan penatalaksanaan yang tepat sehingga beban yang dirasakan akibat

    penyakit dapat berkurang. Namun, perubahan fungsi beberapa organ patut

    diperhitungkan dalam pemberian terapi farmasi agar tepat sasaran dan tidak

    membahayakan.[2]

  • 5/26/2018 Psikiatri Geriatri

    5/22

    5

    BAB III

    PEMERIKSAAN PSIKIATRIK PADA PASIEN LANJUT USIA

    Format pemeriksaan psikiatri pada pasien lanjut usia sama dengan yang

    berlaku pada dewasa muda. Namun dokter harus lebih teliti agar dapat memastikan

    pasien mengerti sifat dan tujuan pemeriksaan dikarenakan tingginya prevalensi

    gangguan kognitif pada pasien lanjut usia. Jika pasien mengalami gangguan kognitif,

    riwayat tersendiri harus didapatkan dari anggota keluarga atau pengasuhnya.[1]

    Namun, penderita juga tetap harus diperiksa tersendiri (walaupun terlihat

    adanya gangguan yang jelas) untuk mempertahankan privasi hubungan dokter dan

    penderita dan untuk menggali adakah pikiran bunuh diri atau gagasan paranoid dari

    penderita yang mungkin tidak diungkapkan dengan kehadiran sanak saudara atau

    seorang perawat.[3]

    III.1. PEMERIKSAAN FISIK DAN LABORATORIUM

    Pemeriksaan fisik yang lengkap harus dilakukan mengingat banyaknya

    perubahan fisiologis yang terjadi pada proses penuaan. Pemeriksaan

    laboratorium dan pencitraan dapat membantu menegakkan diagnosis dan

    mendeteksi kondisi yang dapat diobati. Tomografi komputer, pencitraan

    resonansi magnetik, atau pemeriksaan penunjang lainnya dapat diindikasikan

    bilamana ditemukan perubahan status mental yang belum jelas. Termasuk

    medikasi yang saat ini sedang digunakan untuk mengatasi penyakit fisiknya,

    untuk mengetahui apakah ada efek samping psikiatriknya.[1],[4],[5]

    III.2. RIWAYAT PSIKIATRI

    Bisa didapatkan dari alo- atau auto- anamnesis. Riwayat psikiatrik

    lengkap termasuk identifikasi awal (nama, usia, jenis kelamin, status

    perkawinan), keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit

    dahulu (termasuk gangguan fisik yang pernah diderita ), riwayat pribadi dan

    riwayat keluarga. Pemakaian obat (termasuk obat yang dibeli bebas), yang

    sedang atau pernah digunakan penderita juga penting untuk diketahui.[1]

    Pasien yang berusia di atas 65 tahun sering memiliki keluhan subjektif

    adanya gangguan daya ingat yang ringan, seperti tidak mengingat nama orang

    atau keliru meletakkan benda. Masalah kognitif ringan juga dapat terjadi

  • 5/26/2018 Psikiatri Geriatri

    6/22

    6

    karena kecemasan dalam situasi wawancara. Fenomena ini dapat dijelaskan

    dalam istilah kelupaan lanjut usia yang ringan (benign sensecent

    forgetfulness).[4]

    Riwayat medis termasuk riwayat penyalahgunaan zat harus dicatat

    sebagai kemungkinan penyebab defisit yang terjadi sekarang. Begitu juga

    dengan riwayat masa kanak dan remaja untuk mengetahui organisasi

    kepribadian pasien dan mekanisme pertahanan yang dia gunakan. Riwayat

    keluarga harus termasuk penjelasan tentang sikap orang tua penderita dan

    adaptasi terhadap ketuaan mereka. Jika mungkin informasi tentang kematian

    orang tua, riwayat gangguan jiwa dalam keluarga.[1],[5]

    Penting juga untuk dokter mengetahui riwayat pekerjaan pasien dan

    hubungan sosial pasien. Berhubungan dengan masalah pensiun dan rencana

    masa depan serta apakah ada ketakutan ataupun harapan pasien. Situasi sosial

    pasien sekarang harus dinilai yaitu siapa yang merawat pasien sekarang,

    bagaimana keadaan keluarga ataupun anak-anak pasien. Semua ini menjadi

    bekal pertimbangan dokter dalam membuat anjuran terapi yang realistik.[5]

    Riwayat perkawinan dan riwayat seksual pasien juga perlu ditanyakan.

    Karena masalah yang sering dihadapi pada usia lanjut adalah kematian

    pasangan dan peristiwa tersebut dapat berdampak pada defisit yang terjadi saat

    ini.[5]

    III.3.PEMERIKSAAN STATUS MENTAL

    Pada pasien lanjut usia, dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan

    status mental berulang-ulang karena adanya perubahan yang berfluktuasi

    dalam status mental pasien. Riwayat longitudinal dari pasien atau keluarga

    penting nilainya. Pemeriksaan status mental meliputi bagaimana penderita

    berfikir (proses pikir), merasakan dan bertingkah laku selama pemeriksaan.

    Keadaan umum penderita adalah termasuk penampilan, aktivitas

    psikomotorik, sikap terhadap pemeriksaan dan aktivitas bicara.[1]

    DESKRIPSI UMUM

    Termasuk di dalam bagian ini adalah penampilan pasien, aktivitas

    psikomotorik, sikap terhadap pemeriksa dan aktivitas bicara. Gangguan

    motorik seperti gaya berjalan yang menyeret, postur bungkuk, gerakan jari

  • 5/26/2018 Psikiatri Geriatri

    7/22

    7

    memilin pil, tremor harus dicatat. Gerakan involunter pada mulut atau lidah

    mungkin merupakan efek samping fenotiazine. Wajah seperti topeng pada

    penyakit Parkinson. Air mata atau menangis dapat ditemukan pada gangguan

    depresif dan gangguan kognitif, terutama jika pasien merasa frustasi tidak bisa

    menjawab pertanyaan pemeriksa.[5]

    PENILAIAN FUNGSI

    Tanyakan mengenai kemampuan mereka mempertahankan

    kemandirian dan melakukan aktivitas dalam kehidupan sehari-hari yaitu toilet,

    menyiapkan makanan, berpakaian, berdandan. Derajat kemampuan fungsional

    dari perilaku sehari-hari adalah suatu pertimbangan penting dalam menyusun

    rencana terapi selanjutnya.[4]

    ALAM PERASAAN

    Gangguan pada keadaan mood, terutama adalah depresi dan

    kecemasan dapat mengganggu fungsi daya ingat. Tanyakan mengenai pikiran

    bunuh diri, apakah pasien merasa tidak lagi berharga, merasa lebih baik mati

    dan jika mati, tidak membebani orang lain lagi. Suatu mood yang meluas atau

    euforik mungkin menyatakan suatu episode manik atau mungkin merupakan

    bagian dari gangguan demensia. Afek yang datar, tumpul, terbatas, dangkal

    atau tidak sesuai, dapat merujuk ke gangguan depresif, skizofrenia atau

    disfungsi otak.[4]

    GANGGUAN PERSEPSI

    Halusinasi dan ilusi pada lanjut usia mungkin merupakan fenomena

    transien yang disebabkan oleh penurunan ketajaman sensorik. Pemeriksa harus

    mencatat dengan teliti kelainan yang terjadi apakah berhubungan dengan suatu

    kondisi organik. Halusinasi dapat disebabkan oleh tumor otak dan patologi

    lokal.[4]

    KEMAMPUAN BERBAHASA

    Mencakup afasia, yang merupakan gangguan pengeluaran bahasa yang

    berhubungan dengan lesi organik otak. Pada afasia Broca, pengertian pasien

    tetap utuh tetapi kemampuan untuk berbicara terganggu, salah diucapkan.

  • 5/26/2018 Psikiatri Geriatri

    8/22

    8

    Pada afasia Wernicke, pasien diminta menunjukkan beberapa benda sederhana

    yang umum (kunci, pensil, tombol lampu). Pasien mungkin tidak dapat

    menunjukkan kegunaan benda sederhana tersebut (apraksia ideomotorik).[4]

    FUNGSI VISUOSPASIAL

    Suatu penurunan kapasitas fungsi visuospasial adalah normal dengan

    bertambahnya usia. Meminta penderita untuk mencotoh gambar atau

    menggambar mungkin membantu dalam penilaian. Pemeriksaan

    neuropsikologi harus dilakukan jika fungsi visuospasial sangat terganggu.[4]

    ALAM PIKIRAN

    Hilangnya kemampuan untuk berpikir abstrak merupakan tanda awal

    dari demensia. Isi pikiran harus diperiksa mengenai fobia, obsesi, preokupasi

    somatik dan kompulsi. Gagasan bunuh diri pun harus diperiksa dengan teliti.

    Pemeriksaan harus menentukan apakah terdapat waham dan bagaimana

    waham tersebut mempengaruhi kehidupan penderita. Waham mungkin

    merupakan alasan untuk dirawat.[4]

    SENSORIUM DAN KOGNISI

    Sensorium mempermasalahkan fungsi dari indera tertentu dan kognisi

    mempermasalah proses informasi dan intelektual. Gangguan orientasi terhadap

    waktu, tempat dan orang berhubungan dengan gangguan kognisi. Gangguan

    orientasi sering ditemukan pada gangguan kognitif, gangguan kecemasan,

    gangguan buatan, gangguan konversi dan gangguan kepribadian, terutama

    selama periode stres fisik atau lingkungan yang tidak mendukung.[4]

    PERTIMBANGAN

    Adalah kapasitas umtuk bertindak sesuai dalam berbagai situasi.

    Sebagai contoh, apakah yang akan pasien lakukan bila menemukan sebuah

    amplop di jalan dengan perangko dan alamat sudah tertulis? Apa yang akan

    dilakukan bila mencium bau asap di dalam bioskop? Dapatkah pasien

    membedakan?[4]

  • 5/26/2018 Psikiatri Geriatri

    9/22

    9

    III.4. PEMERIKSAAN NEUROPSIKOLOGI

    Mini Mental State Examination (MMSE) adalah tes fungsi kognitif

    yang paling sering digunakan. Menilai orientasi, atensi, berhitung, daya ingat

    segera dan jangka pendek, bahasa dan kemampuan untuk mengikuti perintah

    sederhana. MMSE digunakan untuk mendeteksi gangguan sederhana,

    perjalanan penyakit dan untuk monitor respon pasien terhadap terapi. Tes ini

    tidak digunakan untuk membuat suatu diagnosis resmi. [1],[4]

    Weschler Adult Intelligence Scale Revised (WAIS-R) dapat

    memeriksa kemampuan intelektual yang memberikan skor verbal, skor

    intelegensia (IQ) dan kinerja. Bagian kinerja dari WAIS-R adalah indikator

    yang lebih peka dari kerusakan otak dibandingkan bagian verbalnya.[4]

    Geriatric Depression Scaleadalah instrumen penyaring yang berguna

    untuk memeriksaan depresi pada pasien lanjut usia, walaupun tanpa adanya

    demensia, sering mengganggu kinerja psikomotorik.[1],[4]

  • 5/26/2018 Psikiatri Geriatri

    10/22

    10

    BAB IV

    EPIDEMIOLOGI GANGGUAN MENTAL PADA PASIEN LANJUT USIA

    Data prevalensi untuk gangguan mental pada pasien lanjut usia bervariasi,

    namun secara konservatif diperkirakan sebanyak 25 persen memiliki gejala psikiatri

    yang signifikan. Angka morbiditas gangguan psikiatri pada pasien lanjut usia

    diperkirakan meningkat hingga 20 juta pada pertengahan abad 20 nanti.

    Prevalensi nasional Gangguan Mental Emosional Pada Penduduk Umur lebih

    dari sama dengan 15 tahun adalah 11,6% (berdasarkan Self Reported Questionnarie).

    Sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi Gangguan Mental Emosional Pada

    Penduduk Umur 15 Tahun diatas prevalensi nasional, yaitu Nanggroe Aceh

    Darussalam, Sumatera Barat, Riau, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa

    Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah,

    Sulawesi Selatan, Gorontalo, dan Papua Barat.

    Prevalensi gangguan jiwa berat di Indonesia adalah sebesar 4,6. Prevalensi

    tertinggi terdapat di Provinsi DKI Jakarta (20,3) yang kemudian secara berturut

    turut diikuti oleh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (18,5), Sumatera Barat

    (16,7), Nusa Tenggara Barat (9,9), Sumatera Selatan(9,2). Prevalensi terendah

    terdapat di Maluku (0,9).

    Prevalensi gangguan mental emosional meningkat sejalan dengan

    pertambahan usia. Berdasarkan umur, tertinggi pada kelompok umur 75 tahun ke atas

    (33,7%). Kelompok yang rentan mengalami gangguan mental emosional adalah

    kelompok dengan jenis kelamin perempuan (14,0%), kelompok yang memiliki

    pendidikan rendah (paling tinggi pada kelompok tidak sekolah, yaitu 21,6%),

    kelompok yang tidak bekerja (19,6%), tinggal di pedesaan (12,3%), serta pada

    kelompok tingkat pengeluaran rumah tangga per kapita terendah.

  • 5/26/2018 Psikiatri Geriatri

    11/22

    11

  • 5/26/2018 Psikiatri Geriatri

    12/22

    12

    BAB V

    GANGGUAN MENTAL PADA LANJUT USIA

    Program Epidemiological Catchment Area (ECA) dari National Institude of

    Mental Health telah menemukan bahwa gangguan mental yang paling sering pada

    lanjut usia adalah gangguan depresif, gangguan kognitif, fobia dan gangguan

    pemakaian alkohol. Lanjut usia juga memiliki resiko tinggi untuk bunuh diri dan

    gejala psikiatrik akibat obat. Banyak gangguan mental pada lanjut usia dapat dicegah,

    dihilangkan atau bahkan dipulihkan. Jika tidak didiagnosis dengan akurat dan diobati

    tepat waktu, kondisi tersebut dapat berkembang menjadi keadaan ireversibel yang

    membutuhkan institusionalisasi pasien.[4],[5]

    Sejumlah faktor resiko psikososial juga mempredisposisikan lanjut usia pada

    gangguan mental. Faktor resiko tersebut adalah hilangnya peranan sosial, hilangnya

    otonomi, kematian teman atau sanak saudara, penurunan kesehatan, peningkatan

    isolasi, keterbatasan finansial dan penurunan fungsi kognitif.[5]

    V. 1. GANGGUAN DEMENSIA

    Demensia, suatu gangguan intelektual yang umumnya progresif dan

    ireversibel, meningkat prevalensinya dengan bertambahnya usia. Dari orang Amerika

    yang berusia lebih dari 65 tahun, kira-kira 5 persen mengalami demensia parah, dan

    15 persen mengalami demensia ringan. Dari orang Amerika yang berusia lebih dari 80

    tahun, kira-kira 20 persennya menderita demensia parah.[6]

    Berbeda dengan retardasi mental, gangguan intelektual pada demensia terjadi

    dengan berjalannya waktu yaitu fungsi mental yang sebelumnya telah tercapai secara

    bertahap akan hilang. Perubahan karakteristik dari demensia melibatkan fungsi

    kognisi, daya ingat, bahasa dan fungsi visuospasial, tetapi gangguan perilaku adalah

    sering. Gangguan perilaku adalah berupa agitasi, kegelisahan, berkelana,

    penyerangan, kekerasan, berteriak, disinhibisi social dan seksual, impulsivitas,

    gangguan tidur dan waham. Waham dan demensia terjadi selama perjalanan demensia

    pada hampir 75 persen dari semua pasien.[6]

    Walaupun demensia yang berhubungan dengan lanjut usia biasanya

    disebabkan oleh penyakit degenerative primer sistem saraf pusat dan penyakit

    vascular, banyak faktor berperan dalam gangguan kognitif, pada lanjut usia, penyebab

    campuran dari demensia sering ditemukan.[7]

  • 5/26/2018 Psikiatri Geriatri

    13/22

    13

    Demensia telah diklasifikasikan sebagai kortikal dan subkortikal, tergantung

    pada letak lesi serebral. Suatu demensia subkortikal adalah ditemukan pada penyakit

    Huntington, penyakit Parkinson, hidrosefalus tekanan normal, demensia multi-infark,

    dan penyakit Wilson. Demensia subkortikal adalah disertai dengan gangguan

    pergerakan, apraksia gaya berjalan, retardasi psikomotor, apati dan mutisme akinetik

    yang dapat dikacaukan dengan katatonia. Demensia kortikal adalah ditemukan pada

    demensia tipe Alzheimer dan penyakit Pick, yang sering menunjukkan afasia,

    agnosia, dan apraksia. Dalam praktek klinis, dua jenis demensia ini tumpang tindih,

    dan diagnosis yang tepat hanya dapat dibuat dengan otopsi.[7]

    DEMENSIA TIPE ALZHEIMER

    Dari semua pasien dengan demensia, 50 sampai 60 persen nya memiliki

    demensia tipe Alzheimer, yang merupakan tipe demensia tersering. Prevalensi

    demensia tipe Alzheimer adalah lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria.[6],[7]

    Demensia tipe Alzheimer ditandai oleh penurunan fungsi kognitif dengan

    onset yang bertahap dan progresif. Daya ingat mengalami gangguan dan sekurangnya

    ditemukan satu seperti afasia, apraksia, agnosia dan gangguan fungsi eksekutif.

    Urutan umum defisit adalah daya ingat, bahasa dan fungsi visuospasial. Awalnya

    pasien mungkin memiliki suatu ketidakmampuan mempelajari dan mengingat

    informasi baru, selanjutnya gangguan penamaan, selanjutnya ketidakmampuan untuk

    mencontoh gambar.[6],[7]

    Penyebab penyakit Alzheimer adalah tidak diketahui, walaupun pemeriksaan

    neuropatologi dan biokimiawi postmortem telah menemukan kehilangan selektif

    neuron kolinergik. Temuan anatomik makroskopis adalah penurunan volume girus

    pada lobus frontalis dan temporalis, dengan relatif terjaganya korteks motorik dan

    sensorik primer.[7]

    Demensia tipe Alzheimer tidak memiliki pencegahan atau penyembuhan yang

    tidak diketahui. Terapi adalah paliatif, terdiri dari nutrisi yang tepat, latihan dan

    pengawasan aktifitas sehari-hari. Medikasi mungkin berguna dalam menangani agitasi

    dan gangguan perilaku. Propanolol, pindolol, buspirone dan valproate semuanya telah

    dilaporkan membantu menurunkan agitasi dan agresi. Haloperidol berguna untuk

    mengendalikan gangguan perilaku akut.[6],[7]

  • 5/26/2018 Psikiatri Geriatri

    14/22

    14

    DEMENSIA VASKULAR

    Demensia vaskular adalah tipe demensia kedua yang tersering. Demensia ini

    ditandai oleh defisit kognitif yang sama seperti demensia tipe Alzheimer ,tetapi

    demensia ini memiliki tanda gejala neurologis fokal, seperti meningkatnya refleks

    tendon dalam, respon plantar ekstensor, palsi pseudobulbar, kelainan gaya berjalan,

    dan kelemahan pada anggota gerak. Dibandingkan dengan demensia tipe Alzheimer,

    demensia vaskular memiliki onset yang tiba-tiba dan merupakan penyebab

    pemburukan yang bertahap. Demensia vaskular mungkin dapat dicegah dengan

    menurunkan factor resiko yang diketahui, seperti hipertensi, diabetes, merokok, dan

    aritmia. Diagnosis dapat ditegakkan dengan pencitraan resonansi magnetik (MRI) dan

    pemeriksaan aliran darah serebral.[6],[7]

    V. 2. GANGGUAN DEPRESIF

    Gejala depresif ditemukan pada kira-kira 25 persen dari semua penduduk

    komunitas lanjut usia dan pasien rumah perawatan. Tanda dan gejala yang sering dari

    gangguan depresif adalah penurunan energi dan konsentrasi, gangguan tidur (terutama

    terbangun dini hari dan sering terbangun di malam hari), penurunan nafsu makan,

    penurunan berat badan, dan keluhan somatik. Gejala yang tampak mungkin berbeda

    dibandingkan dengan pasien dewasa muda, pada pasien lanjut usia terdapat

    peningkatan pada keluhan somatik.[8]

    Lanjut usia rentan terhadap episode depresif berat dengan ciri melankolik,

    ditandai oleh depresi, hipokondriasis, harga diri yang rendah, perasaan tidak berharga,

    dan kecenderungan menyalahkan diri sendiri, dengan ide paranoid dan bunuh diri.

    Hampir 75 persen dari semua korban bunuh diri menderita depresi dan

    penyalahgunaan alkohol. Resiko bunuh diri yang tinggi bila diapatkan perasaan

    kesepian, tidak berguna, tidak berdaya, putus asa terutama bila hidup sendirian,

    kematian pasangan yang belum lama terjadi dan nyeri somatik.[9]

    Pada pasien lanjut usia yang mengalami depresi, kadang terdapat gangguan

    kognitif yang dinamakan sindroma pseudodemensia. Sindrom ini harus dibedakan

    dengan demensia yang sebenarnya. Pada pseudodemensia, ada defisit konsentrasi dan

    atensi dan jarang disertai dengan gangguan berbahasa.[9]

    Depresi juga kemungkinan berhubungan dengan penyakit fisik yang dialami

    dan medikasi yang digunakan untuk mengobati penyakit tersebut.[8],[9]

  • 5/26/2018 Psikiatri Geriatri

    15/22

    15

    V. 3. GANGGUAN BIPOLAR I

    Gangguan bipolar I biasanya dimulai pada masa dewasa pertengahan,

    walaupun prevalensi seumur hidup sebesar 1 persen adalah stabil sepanjang hidup.

    Kerentanan akan rekurensi tetap, sehingga pasien dengan riwayat gangguan bipolar I

    mungkin datang dengan periode manik di kemudian hari.[8]

    Tanda dan gejala mania pada lanjut usia adalah serupa dengan tanda dan

    gejala pada orang dewasa yang lebih muda dan berupa mood yang meninggi,

    ekspansif, atau mudah tersinggung; penurunan kebutuhan akan tidur; distraktibilitas;

    impulsivitas; dan, sering kali, asupan alkohol yang berlebihan. Perilaku bermusuhan

    atau paranoid biasanya ditemukan. Adanya gangguan kognitif, disorientasi, atau

    tingkat kesadaran yang berfluktuasi harus menyebabkan klinisi curiga akan penyebab

    organik.[8]

    Lithium tetap merupakan terapi terpilih untuk mania; tetapi, pemakaiannya

    pada pasien lanjut usia harus dimonitor dengan cermat, karena penurunan klirens pada

    lanjut usia menyebabkan toksisitas lithium adalah resiko yang bermakna. Efek

    neurotoksik juga lebih sering pada lanjut usia dibandingkan pada dewasa yang lebih

    muda.[8]

    V. 4. SKIZOFRENIA

    Skizofrenia biasanya mulai pada masa remaja akhir atau masa dewasa muda

    dan menetap seumur hidup. Wanita lebih sering menderita skizofrenia onset lambat

    dibandingkan laki-laki. Prevalensi skizofrenia paranoid tinggi pada tipe onset

    lambat.[10]

    Kira-kira 20 persen orang skizofrenia tidak menunjukkan gejala aktif pada

    usia 65 tahun, 80 persen menunjukkan gangguan dengan berbagai tingkatan.

    Psikopatologi menjadi kurang jelas saat pasien bertambah tua. Skizofrenia tipe

    residual terjadi pada kira-kira 30 persen. Pasien yang tidak mampu merawat dirinya

    sendiri, dianjurkan dirawat di rumah sakit dalam waktu jangka panjang.[10]

    Orang lanjut usia dengan skizofrenik adalah berespon baik terhadap obat

    antipsikotik. Medikasi harus diberikan dengan hati-hati. Dosis yang lebih rendah dari

    biasanya sering efektif pada lanjut usia.[10]

  • 5/26/2018 Psikiatri Geriatri

    16/22

    16

    V. 5. GANGGUAN DELUSIONAL

    Usia onset gangguan delusional biasanya antara usia 40 dan 55 tahun; tetapi,

    gangguan ini dapat terjadi kapan saja dalam periode geriatrik. Gangguan delusional

    terjadi dibawah stress fisik dan psikologis pada orang yang rentan dan mungkin

    dicetuskan oleh kematian pasangan, kehilangan pekerjaan, pensiun, isolasi sosial,

    keadaan finansial yang tidak baik, penyakit medis atau pembedahan yang

    menimbulkan kecacatan, gangguan penglihatan, dan ketulian.[1],[2],[4]

    Waham yang tersering adalah waham kejar dan gangguan delusional dengan

    onset lambat yang ditandai dengan waham kejar, disebut parafrenia. Gangguan ini

    timbul selama beberapa tahun dan tidak disertai dengan demensia. Pasien dengan

    riwayat keluarga skizofrenia menunjukkan peningkatan parafrenia. Tidak jarang,

    waham somatik juga dapat ditemukan. Sindroma delusional mungkin juga diakibatkan

    oleh medikasi atau merupakan tanda awal tumor otak.[10]

    Prognosis cukup baik pada sebagian besar kasus, dengan hasil terbaik dicapai

    melalui kombinasi psikoterapi dan farmakoterapi.[1],[2],[4]

    V. 6. GANGGUAN KECEMASAN

    Gangguan kecemasan berupa gangguan panik, fobia, gangguan obsesif

    kompulsif, gangguan kecemasan umum, gangguan stres akut, dan gangguan stress

    pascatraumatik. Menurut ECA, gangguan paling sering adalah fobia sebanyak 4

    persen dan gangguan panik sebanyak 1 persen. Onset awal gangguan panik adalah

    jarang tetapi dapat terjadi.[2]

    Orang lanjut usia telah harus menyiapkan diri menghadapi kematian dan

    kecemasan dapat timbul akibat pikiran mengenai kematian, bukan dengan ketenangan

    hati dan rasa integritas menurut Erik Erikson. Tanda dan gejala fobia pada lanjut usia

    kurang parah dibandingkan pada orang yang lebih muda tetapi efeknya sama.

    Gangguan pascatraumatik sering lebih parah pada lanjut usia dibandingkan pada

    orang muda karena adanya kecacatan fisik yang menyertai pada lanjut usia.[2],[5]

    V. 7. GANGGUAN SOMATOFORM

    Gangguan somatoform, ditandai oleh gejala fisik yang menyerupai penyakit

    medis, adalah relevan dengan psikiatri geriatrik karena keluhan somatik sering

    ditemukan pada lanjut usia.[2],[4]

  • 5/26/2018 Psikiatri Geriatri

    17/22

    17

    Hipokondriasis sering ditemukan pada pasien berusia di atas 60 tahun,

    walaupun insiden puncak adalah pada kelompok usia 40 sampai 50 tahun. Gangguan

    biasanya kronis dan pemeriksaan fisik ulang berguna untuk menentramkan pasien

    bahwa mereka tidak memiliki penyakit yang mematikan. Tetapi prosedur invasif yang

    memiliki resiko tinggi, harus dihindari.[2],[4]

    V. 8. GANGGUAN TIDUR

    Fenomena yang berhubungan dengan tidur yang lebih sering pada orang usia

    lanjut adalah gangguan tidur, mengantuk di siang hari, tidur sejenak di siang hari dan

    pemakaian obat hipnotik.[5]

    Disamping perubahan fisiologis dan sistem regulasi, penyebab gangguan tidur

    pada lanjut usia adalah gangguan tidur primer, gangguan mental lain, kondisi medis

    umum, dan faktor sosial dan lingkungan. Di antara gangguan tidur primer, disomnia

    adalah yang paling sering, terutama insomnia primer, mioklonus nocturnal, sindroma

    kaki gelisah (restless leg syndrome) dan apnea tidur. Kondisi yang sering menggangu

    tidur pada lanjut usia adalah nyeri, nokturia, sesak nafas, dan nyeri perut. [3]

    Alkohol dengan jumlah yang kecil sekalipun dapat mengganggu kualitas tidur,

    yang menyebabkan fragmentasi tidur dan terbangun di dini hari. Alkohol juga dapat

    mencetuskan atau memperberat apnea tidur obstruktif. Banyak pasien lanjut usia

    menggunakan alkohol, hipnotik, dan depresan sistem saraf pusat lain unutk membantu

    mereka tertidur. Tetapi, data menunjukkan bahwa sebagian besar pasien lanjut usia

    lebih banyak mengalami terbangun dini hari dibandingkan gangguan dalam tertidur.[3]

    Perubahan dalam struktur tidur di lanjut usia adalah tidur gerakan mata cepat

    (rapid aye movement, REM) sepanjang malam, peningkatan jumlah episode REM,

    penurunan lama episode, penurunan tidur REM total. Perubahan tidur gerakan mata

    lambat (non rapid eye movement, NREM) yaitu penurunan amplitude gelombang

    delta. Di samping pada lanjut usia juga mengalami bertambahnya terjaga setelah onset

    tidur.[3]

    V. 9. GANGGUAN PENGGUNAAN ALKOHOL DAN ZAT LAIN

    Pasien lanjut usia dengan ketergantungan alkohol biasanya memberikan

    riwayat minum berlebihan yang mulai pada masa remaja atau dewasa pertengahan.

    Mereka biasanya memiliki penyakit medis, terutama dengan penyakit hati, dan

    mereka adalah bercerai, duda, atau laki-laki yang tidak pernah menikah. Sejumlah

  • 5/26/2018 Psikiatri Geriatri

    18/22

    18

    besar menderita penyakit demensia yang kronis, seperti ensefalopati Wernicke dan

    sindrom Korsakoff.

    Secara keseluruhan, gangguan penggunaan alkohol dan zat lain adalah

    berjumlah 10% dari semua masalah emosional pada lanjut usia, dan ketergantungan

    pada zat tertentu seperti hipnotik, ansiolitik, dan narkotik adalah lebih sering pada

    lanjut usia. Pasien lanjut mungkin menyalahgunakan ansiolitik untuk mengatasi

    kecemasan kronis atau untuk mempermudah tidur.

    Onset delirium yang tiba-tiba pada orang lanjut usia yang dirawat untuk

    penyakit medis paling sering disebabkan oleh putus alkohol.

  • 5/26/2018 Psikiatri Geriatri

    19/22

    19

    BAB VI

    PENATALAKSANAAN GANGGUAN PSIKIATRI

    PADA PASIEN LANJUT USIA

    VI.1. TERAPI PSIKOFARMAKOLOGIS

    Tujuan utama terapi farmakologis pada lanjut usia adalah untuk meningkatkan

    kualitas hidup, mempertahankan mereka dalam komunitas dan menunda atau

    menghindari penempatan mereka di rumah perawatan.[5]

    Prinsip dasar psikofarmakologi geriatri adalah individualisasi dosis, karena

    berhubungan dengan perubahan fisiologis pada proses penuaan. Penurunan klirens

    obat dapat terjadi pada gangguan ginjal, gangguan kardiovaskular dan penurunan

    curah jantung. Penyakit hati menyebabkan penurunan kemampuan metabolisme obat.

    Penyakit gastrointestinal dan penurunan sekresi asam lambung mempengaruhi

    absorpsi obat. Massa tubuh yang tidak berlemak (lean body mass) menurun pada

    lanjut usia dan lemak tubuh meningkat mempengaruhi distribusi obat.[4]

    Pada lanjut usia, pedoman tertentu tentang pemakaian semua obat harus diikut.

    Pemeriksaan medis praterapi adalah penting, termasuk elektrokardiogram (EKG).

    Seluruh obat-obatan yang sedang diminum penting untuk dievaluasi efek sampingnya

    dan efek interaksi dengan obat psikotropika yang akan diberikan.[4]

    Sebagian besar obat psikotropika harus diberikan dalam dosis terbagi yang

    sama tiga atau empat kali selama periode 24 jam. Pasien lanjut usia mungkin tidak

    mampu mentoleransi peningkatan kadar obat dalam darah yang tiba-tiba yang

    disebabkan dari dosis sekali sehari yang besar. Klinisi harus sering memeriksa

    kembali semua pasien untuk menentukan perlunya medikasi pemeliharaan, perubahan

    dalam dosis dan perkembangan efek samping. Jika pasien sedang menggunakan obat

    psikotropika saat pemeriksaan, klinisi harus mengentikan medikasi tersebut jika

    dimungkinan dan setelah periode pembersihan (washout period), periksa ulang pasien

    selama keadaan dasar yang bebas dari obat.[4]

    VI.2 PSIKOTERAPI

    Intervensi psikoterapi standar seperti psikoterapi berorientasi tilikan,

    psikoterapi suportif, terapi kognitif, terapi kelompok dan terapi keluarga harus

    tersedia bagi pasien lanjut usia. Menurut Freud, orang berusia lebih dari 50 tahun

  • 5/26/2018 Psikiatri Geriatri

    20/22

    20

    tidak cocok untuk psikoanalisi karena tidak adanya elastisitas pada proses mental

    mereka.[4]

    Masalah dalam terapi yang berkaitan dengan usia dan yang sering adalah

    kebutuhan untuk beradaptasi terhadap kehilangan pasangan hidup, perlunya menerima

    peran baru (pensiun, lepas dari peran yang sebelumnya) dan kebutuhan untuk

    menerima kematian diri sendiri. Psikoterapi membantu lanjut usia menghadapi

    masalah tersebut, meningkatkan hubungan interpersonal, psikoterapi meningkatkan

    harga diri dan keyakinan diri, menurunkan perasaan ketidakberdayaan dan kemarahan

    dan memperbaiki kualitas hidup. Bentuk psikoterapi yang dilakukan adalah

    transferensi, terapi kelompok, terapi keluarga dan terapi singkat.[4]

  • 5/26/2018 Psikiatri Geriatri

    21/22

    21

    BAB VII

    KESIMPULAN

    Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan telah membuahkan hasil

    dengan meningkatnya populasi penduduk lanjut usia. Menurut DepKes RI pada tahun

    2005 tentang umur harapan hidup pada perempuan 68,2 tahun dan pada laki-laki 64,3

    tahun. Harapan hidup orang Indonesia pada tahun 2015 sampai 2020 mencapai 70

    tahun atau lebih. Jumlah penduduk lanjut usia mencapai 24 juta jiwa bahkan lebih

    atau sekitar 9,77 % dari total penduduk.

    Angka morbiditas gangguan psikiatri pada pasien lanjut usia diperkirakan

    meningkat hingga 20 juta pada pertengahan abad 20 nanti. Prevalensi gangguan

    mental emosional meningkat sejalan dengan pertambahan usia. Berdasarkan umur,

    tertinggi pada kelompok umur 75 tahun ke atas (33,7%).

    Maka dari itu, diperlukan pemeriksaan psikiatri yang rinci pada pasien lanjut

    usia agar dapat memastikan pasien mengerti sifat dan tujuan pemeriksaan dikarenakan

    tingginya prevalensi gangguan kognitif pada pasien lanjut usia. Karena proses

    penuaan bukanlah suatu penyakit melainkan suatu proses normal yang harus

    dimengerti dengan jelas untuk mendiagnosis secara tepat kemudian memberikan

    penatalaksanaan yang tepat sehingga beban yang dirasakan akibat penyakit dapat

    berkurang.

    Seluruh stressor pada pasien lanjut usia baik yang bersifat fisik dan psikososial

    harus dapat dinilai agar penatalaksanaan yang holistik dapat tercapai dengan tujuan

    utama untuk meningkatkan kualitas hidup, mempertahankan mereka dalam komunitas

    dan menunda atau menghindari penempatan mereka di rumah perawatan. Oleh karena

    itu kesiapan fisik serta mental maupun kerasnya ikhtiar diperlukan untuk dapat

    bersama-sama mewujudkan keinginan melihat generasi tua kita dapat menjalani hari

    tua yang berkualitas.

  • 5/26/2018 Psikiatri Geriatri

    22/22

    22

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Kaplan HI, Sadock BJ and Grebb JA. Kaplan-Sadock. Sinopsis Psikiatri. Jilid1. Alih bahasa : Wijaya Kusuma. Jakarta : Bina Rupa Aksara. 2010. Hal 867-

    891.

    2. Busse EW and Blazer DG. Textbook of Geriatry Psychology. Edisi kedua.Washington : The American Psychiatric Press. 1997. Hal 155-263.

    3. Sadock BJ, Sadock VA. Concise Textbook of Clinical Psychiatry. Edisi kedua.Philadelphia : The William-Wilkins. 2004. Hal 599-602.

    4. Sadock BJ, Sadock VA. Synopsis of Psychiatry. Edisi kesepuluh. Philadelphia: The William-Wilkins. 2007. Hal 1348-1358.

    5. Kaplan HI, Sadock BJ and Grebb JA. Kaplan-Sadock Sinopsis Psikiatri jilid 1.Alih bahasa : Wijaya Kusuma. Jakarta : Bina Rupa Aksara. 2010. Hal 116-

    134.

    6. WebMD.Alzheimer's Disease and Other Forms of Dementia. Diunduh dari :http://www.webmd.com/alzheimers/guide/alzheimers-dementia. Diakses

    tanggal 23 April 2014.

    7. Alzheimer's Society. What is vascular dementia? Diunduh dari :http://alzheimers.org.uk/site/scripts/documents_info.php?categoryID=200137

    &documentID=161&pageNumber=1. Diakses tanggal 23 April 2014.

    8. Helpguide.org. Depression in Older Adults and Elderly. Diunduh dari :http://helpguide.org/mental/depression_elderly. Diakses tanggal 23 April

    2014.

    9. Covino, Jennifer. Depression in Geriatric Patients. Diunduh dari :http://www.medscape.com/viewarticle/520534. Diakses tanggal 23 April

    2014.

    10.Moran M, Lawlor B; Late-life Schizophrenia; PSYCHIATRY4:11; 2005 TheMedicine Publishing Company Ltd, 2005 (ebook).