www.futurumcorfinan.com Page 1 PSAK 22 (revisi 2010) tentang Kombinasi Bisnis (adopsi International Financial Reporting Standard 3 “Business Combinations” (revisi 2008): Beberapa Implikasi terhadap Perpajakan – BAGIAN 2 BAB 2 BIAYA-TERKAIT AKUISISI BISNIS 2.1 Biaya-Terkait Akuisisi Bisnis (Business Acquisition-Related Costs) Dalam suatu kombinasi bisnis, pada umumnya pihak pengakuisisi akan menjalani suatu proses akuisisi, atau dikenal sebagai proses merger dan akuisisi (M&A), yang merupakan serangkaian aktivitas yang akan (atau dapat juga tidak berakhir) pada terjadinya transfer kepemilikan dari pihak penjual ke pihak pembeli. Sukarnen DILARANG MENG-COPY, MENYALIN, ATAU MENDISTRIBUSIKAN SEBAGIAN ATAU SELURUH TULISAN INI TANPA PERSETUJUAN TERTULIS DARI PENULIS Untuk pertanyaan atau komentar bisa diposting melalui website www.futurumcorfinan.com
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Dalam suatu kombinasi bisnis, pada umumnya pihak pengakuisisi akan menjalani suatu
proses akuisisi, atau dikenal sebagai proses merger dan akuisisi (M&A), yang merupakan
serangkaian aktivitas yang akan (atau dapat juga tidak berakhir) pada terjadinya transfer
kepemilikan dari pihak penjual ke pihak pembeli.
Sukarnen
DILARANG MENG-COPY, MENYALIN,
ATAU MENDISTRIBUSIKAN
SEBAGIAN ATAU SELURUH TULISAN
INI TANPA PERSETUJUAN TERTULIS
DARI PENULIS
Untuk pertanyaan atau komentar bisa
diposting melalui website
www.futurumcorfinan.com
www.futurumcorfinan.com
Page 2
DePamphilis (2012: Halaman 138-139)1 memberikan menguraikan adanya 10 fase dalam
proses M&A, dimana dapat dibagi menjadi 2 (dua) kelompok aktivitas yang berbeda, yaitu
aktivitas terkait keputusan pra-akuisisi dan paska-akuisisi. Negosiasi dengan ke-empat
aktivitas yang saling terkait dan bersamaan, merupakan fase yang krusial dalam proses
akuisisi. Keputusan untuk melakukan pembelian atau tidak jadi membeli akan ditentukan
sebagai suatu proses iterasi yang terus menerus terjadi melalui 4 (empat) aktivitas yang
membentuk fase negosiasi.
Fase-fase proses M&A dapat diringkaskan menjadi sebagai berikut:
Fase 1: Rencana Bisnis (Business Plan) – Mengembangkan rencana strategi untuk
keseluruhan bisnis.
Fase 2: Rencana Akuisisi (Acquisitions Plan) – Mengembangkan rencana akuisisi yang
mendukung rencana bisnis.
Fase 3: Mencari (Search) – Secara aktif mencari calon perusahaan atau bisnis target
akuisisi.
Fase 4: Menyaring (Screen) – Menyaring dan menetapkan prioritas atas calon perusahaan
atau bisnis target akuisisi.
Fase 5: Membangun Kontak Pertama (First Contact) – Memulai membangun kontak dengan
perusahaan atau bisnis target.
Fase 6: Negosiasi (Negotiation) – Menyusun dan memperbaharui kertas kerja penilaian,
menyusun struktur transaksi akuisisi, melakukan kajian menyeluruh (due diligence), dan
mengembangkan rencana pendanaan.
Fase 7: Rencana Integrasi (Integration Plan) – Mengembangkan suatu rencana untuk
mengintegrasikan bisnis yang akan diakuisisi ke dalam bisnis pihak pengakuisisi.
Fase 8: Penutupan Transaksi (Closing) – Memperoleh persetujuan yang terkait, mengatasi
isu-isu yang timbul paska-akuisisi, dan menjalankan transaksi penutupan.
Fase 9: Integrasi (Integration) – Melaksanakan integrasi paska-penutupan transaksi akuisisi.
Fase 10: Evaluasi (Evaluation) – Melaksanakan evaluasi paska-penutupan transaksi akuisisi.
Diagram alur proses M&A ditunjukkan di bawah ini:
1 DePamphilis, Donald M. Mergers, Acquisitions, and Other Restructuring Activities: An Integrated
Approach to Process, Tools, Cases, and Solutions. United States of America: Elsevier Inc., 2012. Edisi Ke-enam.
www.futurumcorfinan.com
Page 3
DePamphilis (2012: Halaman 26----) juga menyebutkan bahwa terdapat beberapa partisipan
yang terlibat dalam proses M&A, dimana pemain kunci akan mencakup perusahaan, firma,
dan individu-individu yang menyediakan jasa khusus selama proses M&A. Mereka meliputi
bank investasi (investment bank), konsultan hukum atau pengacara, akuntan, pengumpul
proxi (proxy solicitor) dan firma PR (public relations firms). Untuk konteks Indonesia, dapat
ditambahkan penilai bisnis.
Peran dari masing-masing dapat diuraikan sebagai berikut:
Nama Konsultan Peran
Bank investasi Menyampaikan masukan baik bersifat strategis dan taktis.
Mengidentifikasi kesempatan akuisisi.
Menyaring pihak pembeli dan penjual potensial.
Membangun kontak awal dengan pihak penjual atau pembeli.
Menyediakan dukungan negosiasi, penilaian dan panduan struktur
transaksi akuisisi.
www.futurumcorfinan.com
Page 4
Nama Konsultan Peran
Beberapa “bank universal” yang besar (seperti Bank of
America/Merril Lynch) bahkan menyediakan operasional broker-
dealer signifikan, melayani klien-klien wholesale dan retail dalam
kapasitas brokerage dan advisory guna membantu kompleksitas
dan sering kebutuhan pendanaan besar untuk transaksi-transaksi
mega. Bank-bank investasi besar kemungkinan dapat membantu
dalam pendanaan transaksi-transaksi akuisisi besar karena mereka
memiliki hubungan dengan para kreditur institusi dan jaringan
distribusi broker.
Dapat membantu dalam proses IPO paska-akuisisi apabila akuisisi
dikaitkan dengan penerbitan saham ke publik, atau juga private
placement.
(dalam konteks di Amerika Serikat) Menyusun laporan opini
kewajaran (fairness opinion letters) – pernyataan pihak ketiga
terkait kewajaran harga transaksi yang diajukan terkait dengan
tender offer, penggabungan usaha, penjualan aset, atau leveraged
buyout.
Pernyataan opini kewajaran menguraikan harga, persyaratan dan
kondisi (terms and conditions) dari kesepakatan dalam konteks
transaksi yang dapat disebandingkan dan umumnya pernyataan opini
kewajaran ini diminta oleh sekitar 80% perusahaan-perusahaan target
dan hampir dari sepertiga pihak pengakuisisi. Opini kewajaran
umumnya akan memberikan informasi mengenai rentang nilai wajar,
dengan asumsi bahwa harga kesepakatan akan terjadi di dalam
rentang tersebut. Meskipun opini semacam ini dimaksudkan untuk
memberikan informasi kepada pihak investor, namun seringkali
mereka diperoleh sebagai proteksi hukum bagi anggota dewan direksi
terhadap kemungkinan pihak pemegang saham mempertanyakan
keputusan dewan direksi. Dalam catatan kaki no. 34, DePamphilis
(2012: Halaman 27) menyebutkan bahwa permasalahan-
permasalahan terkait dengan opini kewajaran termasuk konflik
kepentingan potensial dengan pihak bank investasi yang memperoleh
imbalan signifikan dari penerbitan pernyataan opini kewajaran. Dalam
banyak kasus, bank investasi yang membawa kesepakatan ke pihak
pengakuisisi adalah pihak yang sama, yang juga menerbitkan opini
kewajaran atas harga dan persyaratan dalam kesepakatan tersebut.
Lebih lanjut, pernyataan-pernyataan tersebut seringkali telah “out of
www.futurumcorfinan.com
Page 5
Nama Konsultan Peran
date” pada saat para pemegang saham mengambil suara atas
kesepakatan tersebut, dan tidak menjelaskan apakah perusahaan
seharusnya bisa memperoleh kesepakatan yang lebih baik, dan
rentang nilai yang sangat lebar dalam pernyataan tersebut mengurangi
relevansinya. Pengadilan di Amerika Serikat setuju bahwa karena
opini-opini tersebut dikeluarkan untuk dewan direksi, bankir investasi
tidak memiliki kewajiban kepada para pemegang saham2.
Para peneliti telah mendapatkan bahwa pernyataan opini kewajaran
mengurangi secara signifikan resiko tuntutan hukum terkait dengan
transaksi-transaksi M&A dan mengurangi besarnya premi harga yang
dibayarkan untuk pihak target apabila pernyataan tersebut
mengakibatkan pihak pengakuisisi melakukan kajian menyeluruh dan
negosiasi kesepakatan yang lebih ketat3.
Bank investasi mengenakan tarif jasa profesional (advisory fee) yang
pada umumnya bervariasi dengan besarnya nilai transaksi. Seringkali
honorarium tersebut tergantung pada terjadinya kesepakatan, yang
dapat berkisar 1% sampai 2% dari nilai transaksi; dalam beberapa
kasus, honorarium tersebut dapat melampaui jumlah tersebut jika
pihak konsultan mencapai tujuan-tujuan tertentu. Honorarium untuk
menerbitkan opini kewajaran seringkali mencakup sekitar seperempat
dari total honorarium advisory yang dibayarkan untuk suatu transaksi4,
dan khususnya mereka dibayar terlepas apakah kesepakatan akhirnya
terjadi atau tidak.
Konsultan Hukum
atau Advokat
(lawyers)
Konsultan hukum atau advokat tentunya memainkan peran yang
integral dalam hampir semua transaksi M&A, dimana keterlibatan
mereka mencakup:
menyusun dan membangun struktur kesepakatan,
mengevaluasi resiko-resiko (hukum),
melakukan negosiasi atas persyaratan dan kondisi terkait
dengan pasal-pasal dalam kesepakatan, termasuk aspek
akuntansi dan perpajakan (dengan memperoleh masukan dari
2 Henry, David. A Fair Deal – But for Whom? Business Week: 2003. Halaman 108-109.
3 Kisgen, D.J., Qian, J., dan Song, W. Are Fairness Opinions Fair? The Case of Mergers and
Acquisitions. Journal of Financial Economics (edisi 91): 2009. Halaman 178-207.
4 Sweeny, P. Who Says It’s a Fair Deal? Journal of Accountancy (edisi 188): 1999. Halaman 6.
www.futurumcorfinan.com
Page 6
Nama Konsultan Peran
akuntan dan konsultan pajak),
mengatur aspek pendanaan,
melakukan koordinasi terkait waktu (timing) dan urutan
kejadian untuk menutup transaksi, dan
memastikan bahwa keseluruhan proses M&A, baik sebelum,
selama dan sesudahnya, memenuhi ketentuan hukum dan
perundang-undangan yang berlaku (misalnya Undang-undang
Perseroan Terbatas, Undang-Undang Pasar Modal, ketentuan
investasi dari Badan Koordinasi Pasar Modal, perundang-
undangan Hak atas Kekayaan Intelektual, Undang-undang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat, ketentuan dari Bank Indonesia).
Tugas-tugas spesifik mencakup menyusun draf perjanjian pembelian
dan penjualan, dan dokumentasi lainnya yang terkait dengan
transaksi, menerbitkan pernyataan-pernyataan opini hukum kepada
pihak kreditur, dan turut dalam aktivitas kajian menyeluruh (dari aspek
hukum).
Untuk transaksi-transaksi yang kompleks, tim konsultan hukum atau
advokat bisa melibatkan banyak konsultan hukum dari berbagai latar
belakang keahlian spesialisasi, misalnya M&A (termasuk
restrukturisasi bisnis), ketentuan pasar modal (capital markets), pajak
perusahaan (corporate tax), kompensasi karyawan (employee
benefits), real estat, antitrust (larangan praktek monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat), sekuritas/efek, lingkungan, dan hak
atas kekayaan intelektual.
Akuntan Akuntan (melalui Kantor Akuntan Publik) pada umumnya terlibat dalam
audit atas laporan keuangan perusahaan target. Namun dalam
beberapa transaksi M&A, akuntan juga dapat:
memberikan masukan atas bagaimana struktur kesepakatan
sebaiknya dilaksanakan,
melaksanakan kajian menyeluruh dari aspek keuangan
(financial due diligence),
melakukan review atas laporan keuangan pro forma hasil
penggabungan usaha.
Konsultan Pajak Mengingat bahwa transaksi M&A dapat dilakukan dengan banyak
struktur transaksi, dimana masing-masing struktur akan memiliki
www.futurumcorfinan.com
Page 7
Nama Konsultan Peran
implikasi perpajakan yang berbeda-beda untuk masing-masing pihak
yang terlibat. Implikasi perpajakan tersebut dapat mencakup antara
lain, pajak perusahaan dan perorangan (termasuk pajak atas
keuntungan atau kerugian dari pengalihan saham dan/atau aset
(capital gains or losses)), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), pajak atas
pengalihan saham melibatkan kepemilikan asing, dan isu transfer
pricing, serta (dalam konteks Amerika Serikat) gift and estate taxes.
Adanya kemungkinan konflik atas manfaat perpajakan terkait dengan
perjanjian M&A baik dari sudut pandang pihak yang diakuisisi dan
pihak pengakuisisi, pada umumnya transaksi M&A akan melibatkan
konsultan pajak. Konsultan pajak akan:
melakukan review atas struktur transaksi M&A guna
memberikan masukan atas struktur perpajakan yang paling
tepat untuk kesepakatan M&A, baik memberikan manfaat bagi
salah satu pihak atau kedua belah pihak.
Menyiapkan dokumen-dokumen dan pelaporan yang terkait
dengan M&A guna memenuhi undang-undang dan ketentuan
perpajakan.
Pengumpul proxi
(proxy solicitor)
Pengacara proxi lebih relevan dalam konteks Amerika Serikat, dimana
usaha-usaha untuk mengganti manajemen pengendali atau kebijakan
dari suatu perusahaan dengan cara memperoleh hak suara mewakili
pemegang saham lainnya. Dalam perebutan guna memperoleh
pengendalian atas dewan direksi suatu perusahaan target,
kemungkinan akan mengalami kesulitan untuk mengumpulkan daftar
alamat para pemegang saham yang ada. Pihak pengakuisisi atau
pemegang saham yang menolak M&A akan menggunakan jasa dari
seorang pengumpul proxy untuk memperoleh alamat-alamat tersebut.
Manajemen perusahaan target kemungkinan juga menggunakan jasa
pengumpul proxi untuk menyusun strategi untuk memberikan edukasi
kepada para pemegang saham dan mengkomunikasikan mengapa
para pemegang saham harus mengikuti rekomendasi dari dewan
direksi.
Firma Public
Relationship
Dalam suatu M&A, apalagi kalau ia merupakan suatu pengambil-alihan
(takeover), baik mengalami tentangan (hostile takeover) atau tidak dari
pemegang saham atau perusahaan yang akan diakuisisi, perusahaan
pengakuisisi (dan kadangkala perusahaan yang diakuisisi) perlu atau
www.futurumcorfinan.com
Page 8
Nama Konsultan Peran
menjadi penting untuk dapat mengkomunikasikan tujuan dan proses
M&A yang akan terjadi, baik kepada pemegang saham yang ada,
pihak kreditor, pihak investor, publik maupun otoritas yang berwenang.
Pada umumnya, diharapkan bahwa dari M&A yang terjadi, akan dapat
meningkatkan nilai perusahaan dan pemegang saham (shareholder
value) dibandingkan dengan rencana bisnis yang akan dijalankan oleh
manajemen pemangku jabatan saat ini.
Mempertimbangkan luasnya cakupan komunikasi yang perlu
dilakukan, seringkali perusahaan pengakuisisi akan menggunakan
jasa dari firma public relationship untuk membantu dalam turut
“mengawal” proses M&A agar tujuan semula dapat dicapai.
Kantor Jasa
Penilai Publik
Penilai di sini dapat merupakan Penilai Usaha atau Penilai Properti,
yang akan menerbitkan Laporan Penilaian Usaha atau Properti5, yang
memuat pendapat penilai mengenai obyek penilaian serta menyajikan
informasi tentang proses penilaian.
Ketentuan Bapepam juga mensyaratkan dalam hal _________, penilai
usaha akan melakukan penugasan penilaian professional berupa
pemberian Pendapat Kewajaran (Fairness Opinion), dimana
merupakan suatu pernyataan dari pihak penilai untuk menyatakan
bahwa suatu transaksi yang akan dilakukan adalah wajar atau tidak
wajar. Penilai usaha sebelum memberikan pendapat kewajaran, wajib
melakukan analisis atas6:
1) Nilai dari obyek yang ditransaksikan;
2) Dampak keuangan dari transaksi yang akan dilakukan terhadap
kepentingan pemegang saham; dan
3) Pertimbangan bisnis yang digunakan oleh manajemen
perusahaan terkait dengan rencana transaksi yang akan
dilakukan terhadap kepentingan pemegang saham.
5 Untuk konteks pasar modal di Indonesia, dapat mengacu ke:
Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor: KEP-196/BL/2012 tentang Peraturan Nomor VIII.C.3 tentang Pedoman Penilaian Usaha dan Penyajian Laporan Penilaian Usaha di Pasar Modal tanggal 19 April 2012.
Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor: KEP-478/BL/2009 tentang Peraturan Nomor VIII.C.4 tentang Pedoman Penilaian dan Penyajian Laporan Penilaian Properti di Pasar Modal tanggal 31 Desember 2009.
6
Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor: KEP-196/BL/2012 tentang Peraturan Nomor VIII.C.3 tentang Pedoman Penilaian Usaha dan Penyajian Laporan Penilaian Usaha di Pasar Modal tanggal 19 April 2012 point 21.b.
www.futurumcorfinan.com
Page 9
Penggunaan jasa-jasa perusahaan, firma, konsultan dan personel-personel di atas tentunya
akan mengakibatkan perusahaan pengakuisisi akan mengeluarkan biaya-biaya terkait
akuisisi.
PSAK 22 (revisi 2010) paragraf 53 menyebutkan bahwa biaya-terkait akuisisi adalah biaya
yang dikeluarkan pihak pengakuisisi dalam rangka kombinasi bisnis. Lebih lanjut, PSAK
22 (revisi 2010) memberikan contoh-contoh biaya-terkait akuisisi, yang tentunya tidak hanya
terbatas pada:
biaya makelar (finder’s fees),
advis,
hukum,
akuntansi,
penilaian dan
biaya professional atau konsultasi lainnya;
biaya administrasi umum, termasuk biaya pemeliharaan departemen akuisisi
internal; dan
biaya pendaftaran serta penerbitan efek utang dan efek ekuitas.
Mengenai pencatatan biaya-terkait akuisisi tersebut pada laporan keuangan pihak
biaya-terkait akuisisi sebagai beban pada periode pada saat biaya tersebut terjadi dan jasa
diterima, dengan satu pengecualian, yaitu biaya untuk menerbitkan efek utang dan efek
ekuitas, dimana wajib diakui sesuai dengan PSAK 55 (revisi 2006): Instrumen Keuangan:
Pengakuan dan Pengukuran dan PSAK 50 (revisi 2006): Instrumen Keuangan: Penyajian
dan Pengungkapan, atau PSAK revisinya tahun 2011.
Ketentuan bahwa biaya-terkait akuisisi wajib dibebankan ke laporan laba rugi pada periode
terjadinya biaya tersebut merupakan perubahan yang cukup signifikan dibandingkan dengan
IFRS 3 sebelumnya tahun 2004, dimana biaya-biaya yang menjadi beban pihak
pengakuisisi semata-mata dikeluarkan untuk tujuan melaksanakan transaksi kombinasi
bisnis, akan dimasukkan (atau dikapitalisasi) sebagai bagian dari nilai akuisisi (cost of
acquisition).
IFRS 3 (versi 2004: paragraf 24 dan 29) menyebutkan bahwa:
[Paragraf 24] The acquirer shall measure the cost of a business combination as the
aggregate of:
www.futurumcorfinan.com
Page 10
(a) the fair values, at the date of exchange, of assets given, liabilities incurred or assumed,
and equity instruments issued by the acquirer, in exchange for control of the acquire;
plus
(b) any costs directly attributable to the business combination.
[Paragraf 29] The cost of a business combination includes any costs directly attributable to
the combination, such as professional fees paid to accountants, legal advisers, valuers and
other consultants to effect the combination. General administrative costs, including the
costs of maintaining an acquisitions department, and other costs that cannot be directly
attributed to the particular combination being accounted for are not included in the cost of
the combination: they are recognized as an expense when incurred.
Biaya-biaya yang dapat dimasukkan sebagai bagian dari nilai akuisisi hanya diperbolehkan
apabila biaya-biaya tersebut dapat secara langsung diatribusikan (directly attributable) ke
transaksi akuisisi. Dengan demikian, kalau terdapat biaya umum dan administrasi yang
pada umumnya tidak dapat diatribusikan langsung dengan adanya transaksi akuisisi, maka
pihak pengakuisisi tidak diperbolehkan mengalokasikan sebagian biaya umum dan
administrasi tersebut untuk dikapitalisasi ke nilai akuisisi. Karena proses kombinasi bisnis
adalah suatu proses yang dapat memakan waktu cukup lama, termasuk alotnya proses
negosiasi menyangkut harga dan persyaratan dan kondisi (terms and conditions) dari
perjanjian serta diperolehnya persetujuan dari otoritas berwenang, maka ada kemungkinan
biaya-biaya yang telah dikapitalisasi perlu dibebankan ke laporan laba rugi periode berjalan,
karena transaksi kombinasi bisnis tidak dapat atau tidak jadi dilaksanakan. Dari ketentuan
IFRS 3 (versi 2004), tampak bahwa kerugian operasional di masa depan (future operating
losses) yang diperkirakan akan terjadi sebagai akibat kombinasi bisnis tidak dapat
dimasukkan sebagai bagian dari nilai perolehan kombinasi bisnis.
Dari revisi 2008 IFRS 3, tampak bahwa kapitalisasi biaya-terkait akuisisi ke dalam nilai
akuisisi sudah tidak digunakan lagi7.
7 Lihat juga klarifikasi dari IFRIC Meeting: Staff Meeting dalam Agenda Reference Nomor 6A bulan
Mei 2009 dalam projek Amendments to IFRS3 and IAS27 dengan topik “Acquisition-Related Costs in a Business Combination”. Dapat diunduh dari http://www.ifrs.org/NR/rdonlyres/115B4555-5D9C-463E-89A2-F2B79FBFB5E8/0/0905ap6AobIFRS_3R_Acquisition_Related_Cost_in_a_Business_Combination.pdf. Staff menganggap bahwa biaya-terkait akuisisi pada umumnya dengan sendirinya tidak memenuhi definisi aset, yang definisinya sebagai berikut [Framework for the Preparation and Presentation of Financial Statement paragraf 49(a)]: An asset is a resource controlled by the entity as a result of past events and from which future economic benefits are expected to flow to the entity.
www.futurumcorfinan.com
Page 11
Kembali kepada IFRS 3R (2008) sehubungan dengan biaya-terkait akuisisi, terdapat
beberapa hal yang perlu diperhatikan dari ketentuan di atas:
Pertama, biaya-terkait akuisisi diperlakukan sebagai suatu transaksi yang terpisah
dari transaksi akuisisi itu sendiri, dan tidak merupakan bagian dari imbalan yang
dialihkan (consideration transferred)8.
Kedua, biaya-terkait akuisisi yang dibebankan sebagai beban periode terjadinya biaya
tersebut hanya apabila biaya tersebut merupakan biaya yang dikeluarkan oleh pihak
pengakuisisi dalam rangka kombinasi bisnis. Untuk itu, perlu dicermati atau
dipastikan terlebih dahulu bahwa transaksi akuisisi tersebut wajib memenuhi
persyaratan PSAK 22 (2010) bahwa ia merupakan suatu transaksi kombinasi bisnis9.
Apabila transaksi akuisisi tersebut bukan merupakan kombinasi bisnis maka perlakuan
akuntansi untuk biaya-terkait akuisisi tidak akan mengikuti PSAK 22 (revisi 2010)
tetapi PSAK lainnya yang berlaku.
Staff berpendapat bahwa suatu entitas wajib membukukan biaya-terkait akuisisi sesuai dengan standar yang digunakan untuk mencatat kombinasi bisnis. Meskipun biaya-terkait akuisisi bukan merupakan bagian dari transaksi pertukaran (exchange transaction), namun biaya-biaya tersebut tentunya memiliki kaitan dengan kombinasi bisnis. Oleh karena itu, Staff percaya bahwa biaya-terkait akuisisi yang menjadi beban pihak pengakuisisi sebelum diadopsinya IFRS 3R (2008) yang terkait dengan suatu kombinasi bisnis dimana kombinasi bisnis tersebut dibukukan sesuai dengan standar revisi, maka biaya terkait wajib dibebankan sebagai biaya periode berjalan, kecuali biaya-biaya tersebut dibukukan sesuai dengan IAS 32 dan IAS 39. 8 Perhatikan bahwa PSAK 22 (revisi 2010) menggunakan istilah “imbalan yang dialihkan” yang
merupakan bagian dari “nilai investasi (investment cost)” dalam menentukan perhitungan goodwill, dimana “nilai investasi” merupakan nilai agregat dari [paragraf 32 PSAK 22 (revisi 2010)]:
(i) Imbalan yang dialihkan yang diukur sesuai dengan Pernyataan ini, yang pada umumnya mensyaratkan nilai wajar tanggal akuisisi (lihat paragraf 37);
(ii) Jumlah setiap kepentingan nonpengendali pada pihak yang diakuisisi yang diukur sesuai dengan Pernyataan ini; dan
(iii) Untuk kombinasi bisnis yang dilakukan secara bertahap (lihat paragraf 41 dan 42), nilai wajar pada tanggal akuisisi kepentingan ekuitas yang sebelumnya dimiliki oleh pihak pengakuisisi pada pihak yang diakuisisi.
9 Kombinasi bisnis adalah suatu transaksi atau peristiwa lain dimana pihak pengakuisisi memperoleh
pengendalian atas satu atau lebih bisnis. Transaksi yang kadangkala disebut sebagai “penggabungan sesungguhnya (true merger)” atau “penggabungan setara (merger of equals)” juga merupakan kombinasi bisnis sebagaimana istilah ini dipergunakan dalam Pernyataan ini [Lampiran – Istilah PSAK 22 (2010)]. Lebih lanjut disebutkan bahwa entitas menentukan apakah suatu transaksi atau peristiwa lain merupakan kombinasi bisnis dengan menerapkan definisi dalam Pernyataan ini yang mensyaratkan bahwa aset yang diperoleh dan liabilitas yang diambil-alih merupakan suatu bisnis. Jika aset yang diperoleh bukan suatu bisnis, maka entitas pelapor mencatat transaksi atau peristiwa lain tersebut sebagai akuisisi aset. Paragraf B05-B12 memberikan panduan untuk mengidentifikasi suatu kombinasi bisnis dan definisi suatu bisnis [PSAK 22 (2010) paragraf 03]. Dalam ruang lingkup PSAK 22 (revisi 2010) paragraf 02(b) disebutkan bahwa PSAK 22 (revisi 2010) tidak diterapkan untuk akuisisi aset atau kelompok aset yang bukan merupakan suatu bisnis. Di sini PSAK 22 (revisi 2010) menggunakan istilah “akuisisi aset”, dimana dalam hal ini pihak yang diakuisisi tidak memenuhi definisi suatu bisnis sesuai dengan PSAK 22 (revisi 2010), maka akuisisi tersebut merupakan transaksi akuisisi aset atau kelompok aset.
www.futurumcorfinan.com
Page 12
IFRS 3R (2008) menggunakan istilah “acquisition-related costs”, dan bukan
“acquisition-related expenses”.
Mengacu ke Framework for the Preparation and Presentation of Financial Statements
(Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan) (tahun 2009)
paragraf 100(a) disebutkan bahwa biaya (cost), dalam istilah sederhana adalah
sejumlah kas atau kas ekivalen atau nilai wajar dari imbalan yang dibayarkan oleh
pihak pembeli. Namun demikian, dalam IAS/IFRS (atau PSAK) individu lainnya, biaya
(atau nilai) perolehan pada umumnya akan mencakup biaya transaksi (transaction
costs), misalnya dalam:
IAS 16 paragraf 16 dan 17,
IAS 38 paragraf 28, dan
IAS 39 paragraf 9.
Dalam IFRIC Update Juli 2009 (halaman 3)10 pada bulan Juli 2009, terkait bagaimana
biaya perolehan awal (initial carrying amount) dari investasi menggunakan metode
ekuitas harusnya ditentukan (mengacu ke IAS 28 tentang Investments in Associates
paragraf 11, atau adopsinya PSAK 15 (revisi 2009) tentang Investasi pada Entitas
Asosiasi paragraf 08), disebutkan bahwa:
The IFRIC noted that IFRSs consistently require assets not measured at fair value
through profit or loss to be measured at initial recognition at cost. Generally stated,
cost includes the purchase price and other costs directly attributable to the
acquisition or issuance of the asset such as professional fees for legal services,
transfer taxes and other transaction costs. Therefore, the cost of an investment in
an associate at initial recognition determined in accordance with paragraph 11 of IAS
28 comprises its purchase price and any directly attributable expenditure necessary to
obtain it.
Dalam Guidance on Implementing IAS 39 Financial Instruments: Recognition and
Measurement (catatan: panduan ini melengkapi, tapi bukan merupakan bagian dari
IAS 39) Section E Measurement, E.1 Initial Measurement of Financial Assets and
Financial Liabilities, E.1.1 Initial Measurement: Transaction Costs, dijelaskan sebagai
berikut:
Biaya transaksi wajib dimasukkan dalam pengukuran awal atas aset keuangan dan
liabilitas keuangan selain aset keuangan dan liabilitas keuangan yang diukur pada nilai
wajar melalui laporan laba rugi. Bagaimana ketentuan ini diterapkan dalam praktik?
10
Dapat diunduh dari http://www.ifrs.org/NR/rdonlyres/2DED3CF2-147A-4830-A9AC-BDE2C0CA48BC/0/IFRIC0907.pdf.
www.futurumcorfinan.com
Page 13
Dijelaskan:
Untuk aset keuangan yang tidak diukur pada nilai wajar melalui laporan laba rugi,
biaya transaksi ditambahkan (added to) nilai wajar pada saat pengakuan awal.
Untuk liabilitas keuangan, biaya transaksi dikurangkan (deducted from) nilai
wajar pada saat pengakuan awal.
Untuk instrumen keuangan yang diukur pada biaya perolehan diamortisasi
(amortized cost), biaya transaksi selanjutnya dimasukkan (included) dalam
perhitungan biaya perolehan diamortisasi menggunakan metode tingkat bunga
efektif, dan implikasinya, diamortisasi melalui laporan laba rugi sepanjang usia
instrumen tersebut.
Biaya transaksi yang diharapkan akan terjadi pada saat pengalihan (transfer)
atau pelepasan (disposal) atas suatu instrumen keuangan tidak dimasukkan (not
included) ke dalam pengukuran instrumen keuangan.
Dengan demikian, berdasarkan pemahaman di atas, tampaknya adanya
ketidakkonsistenan dalam IFRS terkait bagaimana perlakuan akuntansi untuk biaya-
terkait akuisisi, dimana:
untuk transaksi kombinasi bisnis (dimana bisnis tersebut memenuhi definisi
dalam PSAK 22 (revisi 2010), biaya-terkait akuisisi akan dibebankan secara
biaya periode berjalan,
untuk transaksi akuisisi (yang tidak memenuhi definisi dalam PSAK 22 (revisi
2010)), biaya-terkait akuisisi akan dikapitalisasi menjadi bagian dari nilai
tercatat atau perolehan akuisisi pada saat pengakuan awal, dan bukannya
dibebankan sebagai beban periode berjalan.
Misalnya, sebagaimana disebutkan dalam IFRIC Update Juli 2009, paragraf 11
IAS 28 atau paragraf 08 PSAK 15 (revisi 2009), biaya perolehan investasi pada
entitas asosiasi pada awalnya diakui sebesar biaya perolehan, yang terdiri dari
harga pembelian (purchase price) dan biaya pengeluaran lainnya yang secara
langsung dapat diatribusikan guna memperoleh investasi pada entitas asosiasi.
Ketiga, biaya tersebut dikeluarkan oleh pihak pengakuisisi dalam rangka kombinasi
bisnis.
Di sini, setidak-tidaknya ada 2 (dua) isu yang terkait, yaitu:
a) Dari pihak pengakuisisi, tentunya mempertanyakan mengapa biaya-biaya yang
dapat diatribusikan secara langsung ke transaksi kombinasi bisnis, tidak boleh
dikapitalisasi ke nilai perolehan investasi.
www.futurumcorfinan.com
Page 14
Dari sudut pandang pihak pengakuisisi, biaya-terkait akuisisi dikeluarkan tentunya
jelas dengan harapan bahwa biaya-biaya tersebut akan mendatangkan manfaat di
masa mendatang, namun demikian, PSAK 22 (revisi 2010) mewajibkan biaya-
biaya tersebut dibebankan dalam periode berjalan pada saat biaya tersebut timbul.
Menjawab pertanyaan di atas, IASB berpandangan bahwa:
Biaya-terkait akuisisi adalah bukan merupakan bagian dari pertukaran nilai
wajar (fair value exchange) antara pihak pembeli dan penjual untuk bisnis
tersebut. Namun mereka merupakan transaksi yang terpisah dimana pihak
pembeli (yaitu pihak pengakuisisi) membayar untuk nilai wajar dari jasa yang
diterimanya, jasa profesional mana diberikan oleh para perusahaan, firma atau
perorangan konsultan. Di samping itu, IASB juga mengamati bahwa biaya-biaya
tersebut, apakah untuk jasa yang dilakukan oleh pihak eksternal atau staff internal
dari pihak pengakuisisi, pada umumnya tidak merupakan aset dari pihak
pengakuisisi pada tanggal akuisisi karena manfaat yang diperoleh telah
digunakan (consumed) pada saat jasa tersebut diterima [IFRS 3R (2008) Basis for
Conclusions BC366].
Pada dasarnya biaya-terkait akuisisi dapat dibedakan ke dalam 2 (dua) kelompok,
sebagai berikut:
Biaya langsung (direct costs) yang timbul untuk akuisisi suatu bisnis,
mencakup biaya-biaya inkremental atau out-of-pocket, misalnya biaya
makelar (finder’s fees) dan imbalan/honorarium yang dibayarkan ke pihak
konsultan eksternal untuk jasa akuntansi, legal atau penilaian bisnis/saham.
Biaya tidak langsung (indirect costs) berupa biaya-biaya internal yang terjadi
secara periodik, misalnya biaya gaji dan tunjangan karyawan, operasional
kantor, dari departemen M&A atau corporate finance yang menangani M&A.
Biaya langsung dan tidak langsung di atas bisa saja terkait dengan transaksi
akuisisi yang kemudian berhasil dilakukan, atau bisa juga terkait dengan rencana
akuisisi yang tidak berhasil dilaksanakan, atau masih dalam tahap negosiasi.
IFRS 3R (2008) atau PSAK 22 (revisi 2010) mengambil posisi untuk
membebankan seluruh biaya-terkait akuisisi, baik biaya langsung maupun tidak
langsung tersebut di atas terkait dengan akuisisi, baik yang berhasil atau tidak
berhasil dilaksanakan di kemudian hari, kedalam laporan laba rugi, karena
dianggap tidak merupakan bagian dari (dan dengan demikian, tidak dimasukkan
ke dalam pengukuran):
www.futurumcorfinan.com
Page 15
Nilai wajar imbalan yang dialihkan, atau
Aset yang diperoleh, atau liabilitas yang ditanggung, sebagai bagian dari
kombinasi bisnis.
Dalam aplikasi manajemen keuangan terkait analisa suatu proyek, disebutkan
perlu dibedakan antara:
biaya-biaya yang dapat dihindarkan (avoidable costs) dan
biaya-biaya yang tidak dapat dihindarkan (unavoidable costs).
Pengeluaran biaya kajian menyeluruh (due diligence costs) dapat saja
dikategorikan sebagai biaya-biaya yang tidak dapat dihindarkan dari keseluruhan
proses investasi pada suatu bisnis. Pihak pengakuisisi jelas berkeinginan untuk
mengupayakan biaya kajian menyeluruh tersebut yang telah dikeluarkannya dapat
dipulihkan (recoverable) atau “balik modal” (recouped) terutama melalui
diperolehnya laba usaha paska-akuisisi. Dengan demikian, biaya kajian
menyeluruh tersebut seharusnya dikapitalisasi sebagai bagian dari total nilai
perolehan investasi bisnis. Di samping itu, jelas bahwa pihak calon pembeli (yaitu
pihak pengakuisisi) akan selalu memperhitungkan biaya-biaya tersebut ke dalam
jumlah (imbalan atau pembayaran) yang ia bersedia bayar kepada pihak yang
diakuisisi atau pemegang saham pihak yang diakuisisi. Dengan kata lain, dari
sudut pihak pengakuisisi atau pembeli, total investasi yang dia lakukan untuk
memperoleh suatu bisnis, akan selalu memperhitungkan jumlah yang ia bayarkan
langsung ke pihak penjual (yaitu pihak yang diakuisisi atau pemegang sahamnya),
ditambah biaya-biaya yang secara langsung tidak dapat dihindarkan dari transaksi
tersebut, termasuk biaya kajian menyeluruh.
IASB dalam IFRS 3R (2008) BC 368 menolak seluruh argumentasi di atas. IASB
mempertimbangkan bahwa dari sudut pandang pihak penjual suatu bisnis (yaitu
pihak yang diakuisisi atau pemegang sahamnya), tentunya jelas bahwa mereka
tidak akan bersedia untuk mau menerima suatu jumlah pembayaran untuk bisnis
yang akan dijualnya lebih rendah dari nilai wajar bisnis tersebut, atau setidak-
tidaknya harga jual bisnis tersebut yang bersedia dilepasnya adalah sebesar nilai
wajar bisnis tersebut. Tidak terdapat bukti-bukti yang cukup kuat yang dapat
memberikan indikasi bahwa pihak penjual suatu bisnis tertentu bersedia
menerima jumlah pembayaran yang lebih rendah dari nilai wajar bisnis tersebut
karena pihak pembeli tertentu telah mengeluarkan biaya-terkait akuisisi yang lebih
besar (atau lebih kecil) dibandingkan dengan pihak pembeli potensial lainnya.
www.futurumcorfinan.com
Page 16
Dengan kata lain, pihak penjual bisnis tidak akan perduli kepada seberapa besar
biaya langsung atau tidak langsung (apakah dapat dihindarkan atau tidak dapat
dihindarkan) yang telah dikeluarkan oleh pihak pembeli (yaitu pihak pengakuisisi)
untuk suatu proses akuisisi bisnis. Mereka (sebagai pihak penjual) akan selalu
menginginkan bahwa bisnis dilepas pada nilai wajarnya dan bukan pada harga
penjualan lainnya setelah memperhitungkan biaya-biaya yang telah dikeluarkan
pihak pembeli. Aturan ini akan berlaku atau akan diterapkan oleh pihak penjual
kepada semua pihak pembeli potensial. Dalam hal terdapat banyak calon pembeli,
bisa terjadi, masing-masing calon pembeli mengeluarkan total biaya yang
jumlahnya berbeda-beda antara satu calon pembeli dengan calon pembeli lainnya,
dan tentunya ini sama sekali tidak relevan untuk diperhitungkan dari sudut
pandang penentuan nilai wajar suatu bisnis.
IFRS 13 (diterbitkan pada bulan Mei 2011) tentang Fair Value Measurement
memberikan definisi nilai wajar sebagai berikut [paragraf 9]:
Fair value is the price that would be received to sell an asset or paid to transfer a
liability in an orderly transaction between market participants at the measurement
date11.
Dari definisi nilai wajar di atas, dapat diklarifikasi bahwa:
definisi nilai wajar dalam IFRS 13 adalah harga keluar saat ini (current exit
price), dan bukan merupakan harga masuk (entry price) [IFRS 13.BC36].
Harga keluar untuk suatu aset atau liabilitas (dalam hal ini bisnis yang hendak
dijual kepada calon pembeli adalah suatu aset dari sudut pandang pihak
penjual) secara konseptual berbeda dengan harga transaksi (harga masuk
atau harga belinya). Walaupun harga keluar dan harga masuk dapat saja
identik dalam banyak situasi, namun harga transaksi tidak dimaksudkan
sebagai nilai wajar dari suatu aset atau liabilitas pada saat pengakuan awal
sebagaimana diukur menurut IFRS 13.
Di samping itu, tujuan harga keluar dari pengukuran nilai wajar tetap berlaku
terlepas apakah pihak entitas pelapor ingin menjualnya, atau bisa menjual
11
Bandingkan dengan definisi nilai wajar sebelumnya: Fair value is the amount for which an asset could be exchanged, or a liability settled, between knowledgeable, willing parties in an arm’s length transaction [IAS 32 paragraf 11]. Nilai wajar adalah nilai suatu aset dapat dipertukarkan atau suatu liabilitas diselesaikan antara pihak yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar (arm’s length transaction) [PSAK 50 (revisi 2010) paragraf 07].
www.futurumcorfinan.com
Page 17
aset atau mengalihkan liabilitas tersebut pada tanggal pengukuran [IFRS
13.BC39-40].
Nilai wajar adalah harga keluar di pasar utama (atau pasar yang paling
menguntungkan) dimana pihak entitas pelapor akan melakukan transaksi.
Namun demikian, harga di pasar keluar tidak boleh ditambah atau dikurangi
dengan biaya-biaya transaksi [IFRS 13.25].
Selain itu, nilai wajar adalah pengukuran berbasis pasar, dan bukan
merupakan pengukuran berbasis entitas spesifik, dan dengan demikian, nilai
wajar akan ditentukan berdasarkan asumsi-asumsi yang akan digunakan oleh
para partisipan pasar dalam memberikan harga (pricing) atas aset atau
liabilitas [IFRS 13.BC31].
Tujuan pengukuran nilai wajar tidak berubah atau tidak ditentukan oleh tingkat
aktivitas di pasar keluar atau teknik-teknik penilaian yang dipergunakan.
Dengan demikian, nilai wajar tetap akan merupakan suatu harga keluar
berbasis pasar yang memperhitungkan kondisi pasar saat ini pada tanggal
pengukuran, bahkan jika telah terjadi penurunan yang signifikan pada volume
dan tingkat aktivitas untuk aset atau liabilitas yang bersangkutan [IFRS 13.15].
IASB juga berpendapat bahwa keinginan pihak pembeli tertentu termasuk
rencananya untuk bagaimana supaya biaya-terkait akuisisi dapat terpulihkan atau
“balik modal” di kemudian hari, adalah persoalan yang berbeda dan terpisah sama
sekali dari tujuan penentuan atau pengukuran nilai wajar suatu bisnis, suatu
tujuan yang menjadi fokus dari IFRS 3 (revised 2009) (atau dalam hal ini PSAK 22
(revisi 2010).
Dalam IFRS 3R.BC369, dijelaskan bahwa IFRS 3 yang lama (2004)
menggunakan model akumulasi-biaya (cost-accumulation model) dimana biaya-
terkait akuisisi dimasukkan sebagai bagian dari nilai tercatat aset yang diakuisisi.
Penting diperhatikan di sini yang disebutkan adalah aset (dan bukan bisnis) yang
diakuisisi. IASB pada saat yang sama mengakui bahwa semua akuisisi aset
adalah merupakan transaksi yang serupa (similar transactions), sehingga, secara
konsep, harusnya diperlakukan dengan cara yang serupa pula, terlepas apakah
aset tersebut diperoleh secara terpisah atau tersendiri, atau sebagai bagian dari
suatu kelompok aset yang dapat memenuhi definisi sebagai suatu bisnis. Namun
pada saat ini (yaitu pada saat penerbitan IFRS 3R (2008)), pihak IASB
sementara ini dapat menerima bahwa dengan memperlakukan akuntansi untuk
transaksi biaya-terkait akuisisi terpisah dari transaksi kombinasi bisnis, dimana
www.futurumcorfinan.com
Page 18
biaya-biaya tersebut pada umumnya dibebankan sebagai biaya periode berjalan
pada saat biaya tersebut timbul untuk jasa-jasa yang sudah diterimanya terkait
dengan suatu kombinasi bisnis, akan mengakibatkan perbedaan dengan standar-
standar akuntansi atau praktek-praktek lainnya yang sudah diterima dimana
biaya-terkait akuisisi wajib atau diperbolehkan dikapitalisasi sebagai bagian dari
nilai perolehan dari suatu akuisisi aset.
Lebih lanjut, IASB berkesimpulan bahwa justru standar revisi ini (dimana
sebelumnya biaya-terkait akuisisi dikapitalisasi ke dalam nilai perolehan investasi
menjadi wajib dibebankan sebagai biaya periode berjalan), akan dapat
meningkatkan [kualitas] pelaporan keuangan.
Pertama, dengan menghilangkan ketidak-konsistenan dalam perlakuan
akuntansi untuk biaya-terkait akuisisi sehubungan dengan suatu kombinasi
bisnis. Justru apabila biaya-terkait akuisisi atas aset atau kelompok aset yang
memenuhi definisi suatu bisnis (menurut IFRS 3R atau PSAK 22 (revisi 2010)
tidak dibiayakan, maka IASB melihat bahwa biaya-terkait akuisisi tersebut akan
tercampur atau tergabung ke dalam nilai goodwill dan bukan nilai perolehan
aset yang bersangkutan, sebagaimana terjadi pada praktik dalam penerapan
IFRS 3 (2004). Karena dimasukkan ke dalam nilai goodwill, maka menjadi tidak
konsisten juga dengan akuntansi untuk akuisisi aset, karena justru dalam
pencatatannya dimasukkan ke dalam nilai goodwill, dan bukan nilai perolehan
aset yang bersangkutan.
Kedua, ketidak-konsistenan terkait perlakuan akuntansi untuk biaya-biaya
terkait akuisisi bisnis, sebagaimana diatur dalam IFRS 3 (2004), dapat
dihilangkan. Sebelumnya nilai akuisisi suatu bisnis termasuk biaya-biaya
langsung (direct costs) namun tidak termasuk biaya tidak langsung (indirect
costs) dan biaya langsung yang boleh dikapitalisasi hanya terkait dengan
transaksi akuisisi bisnis yang berhasil, sedangkan kalau tidak berhasil, biaya
langsung yang sudah sempat dikapitalisasi tersebut akan dibebankan ke
laporan laba rugi. Biaya tidak langsung terkait akuisisi bisnis, walaupun akuisisi
tersebut berhasil, namun tetap saja menurut standar akuntansi yang lama
(IFRS 3 (2004)) perlu dibiayakan. Ketidak-konsisten di atas telah ditiadakan
sama sekali dalam IFRS 3R (2008) dengan membiayakan semua biaya-terkait
akuisisi, terlepas apakah biaya-biaya tersebut merupakan biaya langsung atau
tidak langsung, dan apakah ia terkait dengan transaksi akuisisi bisnis yang
berhasil atau tidak.
Ketiga, dengan menerapkan prinsip pengukuran nilai wajar ke semua transaksi
kombinasi bisnis. Tentunya yang menjadi pertanyaan adalah apakah biaya-
www.futurumcorfinan.com
Page 19
terkait akuisisi suatu bisnis merupakan bagian dari imbalan yang dialihkan
sebagai pertukaran dengan pihak yang diakuisisi. IASB berkesimpulan dalam
IFRS 3R (2008) bahwa biaya-terkait akuisisi bisnis tersebut bukan merupakan
bagian dari pertukaran nilai wajar antara pihak pembeli dan penjual bisnis
tersebut.
b) Biaya-terkait akuisisi bisnis yang wajib dibebankan sebagai biaya periode berjalan
adalah biaya-biaya yang dikeluarkan oleh pihak pengakuisisi dalam rangka
kombinasi bisnis. Ketentuan ini dapat menimbulkan kemungkinan terjadinya
penyalahgunaan, dimana pihak pengakuisisi dengan mengetahui bahwa biaya-
terkait akuisisi bisnis bukan lagi bagian dari nilai perolehan bisnis dan wajib
dibebankan ke laporan laba rugi, maka pihak pengakuisisi dapat saja melakukan
modifikasi atas transaksi sedemikian rupa sehingga pihak pengakuisisi tidak perlu
membebankan biaya-biaya tersebut. Salah satu caranya, adalah dengan meminta
pihak penjual membayarkan terlebih dahulu tagihan-tagihan dari pihak penyedia
jasa (catatan: tagihan dapat diatur untuk dialamatkan ke pihak penjual sebagai
pihak yang diakuisisi), lalu pihak penjual diminta membebankan biaya tersebut ke
dalam nilai penjualan bisnis. Pihak penjual bisa saja setuju dengan permintaan
dari pihak pembeli demi terjadinya transaksi penjualan. Dari sudut penting
kepentingan pihak penjual bisnis, yang penting, nilai penjualan bisnis pada saat
penutupan transaksi, selain dapat mencakup harga wajar penjualan bisnis yang
diminta oleh pihak penjual, akan dapat pula menutupi biaya-biaya yang sudah
dibayarkan terlebih dahulu oleh pihak penjual untuk kepentingan pihak pembeli
atau pengakuisisi. Dengan cara demikian, biaya-terkait akuisisi bisnis telah
dimasukkan ke dalam imbalan yang dialihkan, sehingga mengakibatkan nilai
wajar akuisisi dan nilai goodwill menjadi dinyatakan lebih besar (overstated).
IASB [IFRS 3R (2008).BC 370] menyadari adanya kemungkinan terjadinya
penyalahgunaan di atas, telah mengatur dalam paragraf 52 (dari PSAK 22 (revisi
2010), dimana disebutkan bahwa:
Transaksi yang dilakukan oleh atau atas nama pihak pengakuisisi atau utamanya
untuk kepentingan pihak pengakuisisi atau entitas hasil penggabungan, dan
bukan utamanya untuk kepentingan pihak yang diakuisisi (atau pemilik
sebelumnya) sebelum kombinasi, adalah mungkin merupakan suatu transaksi
terpisah. Berikut ini adalah contoh transaksi terpisah yang tidak dimasukkan
dalam menerapkan metode akuisisi (catatan penulis: yang berarti diperlakukan
terpisah dari nilai imbalan yang dialihkan kepada pihak yang diakuisisi dan aset
yang diperoleh dan liabilitas yang diambil-alih dalam kombinasi bisnis):
www.futurumcorfinan.com
Page 20
(a) Transaksi yang bertujuan untuk menyelesaikan hubungan yang telah ada
sebelumnya antara pihak pengakuisisi dan pihak yang diakuisisi;
(b) Transaksi yang memberikan remunerasi kepada karyawan atau pemilik
sebelumnya dari pihak yang diakuisisi untuk jasa masa depan; dan
(c) Transaksi yang merupakan penggantian kepada pihak yang diakuisisi
atau pemilik sebelumnya atas pembayaran biaya-terkait akuisisi pihak
pengakuisisi.
Jadi di sini, IFRS 3R (2008) atau PSAK 22 (revisi 2010) mewajibkan bahwa
pembayaran apapun yang dilakukan oleh pihak pengakuisisi ke pihak yang
diakuisisi (atau para pemegang saham atau pemilik terdahulu) sehubungan
dengan kombinasi bisnis yang merupakan pembayaran untuk barang atau jasa
yang bukan merupakan bagian dari bisnis yang diakuisisi, wajib dipisahkan
dan diatribusikan ke barang atau jasa yang bersangkutan, serta diperlakukan
sebagai suatu transaksi terpisah dari transaksi kombinasi bisnis itu sendiri.
IFRS 3R (2008) atau PSAK 22 (Revisi 2010) secara spesifik mengharuskan pihak
pengakuisisi untuk menentukan apakah bagian tertentu dari jumlah atau nilai
transfer ke pihak yang diakuisisi adalah terpisah dari imbalan yang dilakukan
untuk memperoleh bisnis pihak yang diakuisisi, serta aset yang diperoleh dan
liabilitas yang diambil-alih dalam suatu kombinasi bisnis. Dengan kata lain, pihak
pengakuisisi perlu membedakan antara:
nilai imbalan yang dialihkan terkait akuisisi bisnis12, dengan
jumlah pembayaran yang dilakukan ke pihak yang diakuisisi (atau pemegang
saham atau pemilik sebelumnya), dimana dapat saja jumlah pembayaran
tersebut mencakup nilai imbalan yang dialihkan dan pembayaran lainnya
dalam rangka biaya-terkait akuisisi bisnis.
12
Imbalan yang dialihkan dalam suatu kombinasi bisnis diukur pada nilai wajar, yang dihitung sebagai hasil penjumlahan dari nilai wajar tanggal akuisisi atas:
seluruh aset yang dialihkan oleh pihak pengakuisisi,
liabilitas yang diakui oleh pihak pengakuisi kepada pemilik sebelumnya dari pihak yang diakuisisi, dan
kepentingan ekuitas yang diterbitkan oleh pihak pengakuisisi. (Namun demikian, setiap bagian penghargaan pembayaran berbasis saham dari pihak pengakuisisi yang ditukarkan dengan penghargaaan yang dimiliki oleh karyawan pihak yang diakuisisi yang termasuk dalam imbalan yang dialihkan dalam kombinasi bisnis diukur sesuai dengan paragraf 30 dan bukannya dengan nilai wajar). Contoh bentuk potensial dari imbalan tersebut termasuk kas, aset lainnya, bisnis atau entitas anak dari pihak pengakuisisi, imbalan kontinjensi, instrumen ekuitas biasa atau preferen, opsi, waran dan kepentingan anggota dari entitas bersama. [PSAK 22 (revisi 2010) paragraf 37].
www.futurumcorfinan.com
Page 21
Ketentuan di atas diatur dalam PSAK 22 (revisi 2010) bagian Menentukan Bagian
dari Transaksi Kombinasi Bisnis (Penerapan Paragraf 51 dan 52) B50, dimana
memberikan panduan sebagai berikut:
Pihak pengakuisisi wajib mempertimbangkan faktor-faktor di bawah ini, dimana
tidak saling meniadakan satu sama lain atau tidak secara individual dapat ditarik
kesimpulan, untuk menentukan apakah suatu transaksi adalah bagian dari
pertukaran untuk pihak yang diakuisisi atau apakah transaksi tersebut terpisah
dari kombinasi bisnis.
(a) Alasan terjadinya transaksi
Dengan memahami alasan mengapa para pihak dalam kombinasi bisnis (yaitu
pihak pengakuisisi dan pihak yang diakuisisi serta para pemiliknya, pihak direksi
dan para manajer – termasuk agen mereka) berkeinginan untuk mengadakan
suatu transaksi atau perjanjian tertentu, akan dapat memberikan suatu gambaran
terkait apakah transaksi atau perjanjian tersebut merupakan bagian dari imbalan
yang dialihkan dan aset yang diperoleh atau liabilitas yang diambil-alih atau
ditanggung. Misalnya, jika suatu transaksi dirancang sedemikian rupa terutama
untuk mendatangkan keuntungan bagi pihak pengakuisisi atau entitas hasil
penggabungan dan bukannya untuk keuntungan pihak yang diakuisisi atau
pemilik terdahulu sebelum kombinasi bisnis, maka bagian dari harga transaksi
yang dibayarkan tersebut (dan aset atau liabilitas lainnya yang terkait)
kemungkinan kecil menjadi bagian pertukaran untuk pihak yang diakuisisi.
Dengan demikian, pihak pengakuisisi akan memperhitungkan bagian tersebut
terpisah dari kombinasi bisnis.
(b) Pihak mana yang memprakarsai transaksi tersebut
Dengan memahami pihak mana yang memprakarsai transaksi dapat juga
memberikan gambaran mengenai apakah transaksi tersebut merupakan bagian
dari pertukaran untuk pihak yang diakuisisi. Misalnya, suatu transaksi atau
peristiwa lainnya yang diprakarsai oleh pihak pengakuisisi mungkin dilakukan
dengan tujuan untuk mendatangkan manfaat ekonomi di masa depan kepada
pihak pengakuisisi atau entitas hasil penggabungan dengan sedikit atau bahkan
tidak ada manfaat yang diterima oleh pihak yang diakuisisi atau pihak pemilik
terdahulunya sebelum kombinasi bisnis. Di lain pihak, suatu transaksi atau
perjanjian yang diprakarsai oleh pihak yang diakuisisi atau para pemilik
terdahulunya kemungkinan kecil untuk mendatangkan keuntungan bagi pihak
www.futurumcorfinan.com
Page 22
pengakuisisi atau entitas hasil penggabungan dan lebih cenderung menjadi
bagian dari transaksi kombinasi bisnis.
(c) Waktu (timing) terjadinya transaksi
Dengan mengetahui waktu terjadinya transaksi juga dapat memberikan gambaran
mengenai apakah transaksi tersebut merupakan bagian dari pertukaran untuk
pihak yang diakuisisi. Misalnya, suatu transaksi antara pihak pengakuisisi dan
pihak yang diakuisisi yang terjadi selama proses negosiasi tentang persyaratan-
persyaratan dari kombinasi bisnis, mungkin telah dilakukan dalam rangka
mempertimbangkan kombinasi bisnis yang memberikan manfaat ekonomi masa
depan kepada pihak pengakuisisi atau entitas hasil penggabungan. Jika demikian,
pihak yang diakuisisi atau para pemilik terdahulunya sebelum kombinasi bisnis
cenderung akan menerima sedikit keuntungan atau bahkan tidak ada keuntungan
dari transaksi tersebut kecuali untuk keuntungan yang mereka terima sebagai
bagian dari entitas hasil penggabungan.
Biaya-Terkait Akuisisi Aset Bukan Bisnis
Suatu transaksi akuisisi aset atau kelompok aset yang tidak memenuhi definisi bisnis
menurut PSAK 22 (revisi 2010) 13 , maka transaksi tersebut diistilahkan sebagai suatu
transaksi “akuisisi aset”, transaksi mana dikecualikan dari ruang lingkup PSAK 22 (revisi
2010).
13
Lampiran A Bagian Istilah PSAK 22 (revisi 2010) memberikan definisi “bisnis” sebagai: Suatu rangkaian terpadu dari kegiatan dan aset yang mampu diadakan dan dikelola dengan tujuan memberikan hasil dalam bentuk dividen, biaya yang lebih rendah, atau manfaat ekonomi lainnya secara langsung kepada investor atau pemilik, anggota, atau peserta lainnya. PSAK 22 (revisi 2010) Lampiran B Panduan Aplikasi tentang Definisi Bisnis (Penerapan Paragraf 3) B07 sampai B12 memberikan panduan lebih lanjut mengenai apa yang dimaksud suatu “bisnis” menurut PSAK 22 (revisi 2010). Dijelaskan bahwa suatu bisnis terdiri dari input dan proses yang diterapkan pada input tersebut dan mampu menghasilkan output. Walaupun bisnis biasanya menghasilkan output, akan tetapi output tidak disyaratkan untuk suatu rangkaian terpadu agar dapat disebut sebagai suatu bisnis [B07]. Penentuan apakah serangkaian aset dan aktivitas tertentu disebut sebagai suatu bisnis didasarkan pada apakah rangkaian terpadu itu dapat dilakukan dan dikelola sebagai suatu bisnis oleh pelaku pasar. Oleh karena itu, dalam mengevaluasi apakah rangkaian tertentu merupakan suatu bisnis, hal ini bukan merupakan suatu hal yang relevan apakah pihak penjual yang mengoperasikan rangkaian tersebut sebagai suatu bisnis atau apakah pihak pengakuisisi yang bermaksud mengoperasikan rangkaian tersebut sebagai suatu bisnis [B011]. Dalam hal tidak ada bukti sebaliknya, rangkaian aset dan aktivitas tertentu yang mempunyai goodwill dianggap sebagai suatu bisnis. Tetapi, suatu bisnis tidak harus mempunyai goodwill [B12].
www.futurumcorfinan.com
Page 23
PSAK 22 (revisi 2010) pada bagian Ruang Lingkup [paragraf 02] memberikan petunjuk
bagaimana perlakuan akuntansi bagi pihak pengakuisisi dalam suatu transaksi akuisisi aset.
Dalam hal ini, diatur 2 (dua) hal, yaitu:
Pihak pengakuisisi melakukan identifikasi dan mengakui setiap aset teridentifikasi
yang diperoleh (termasuk aset yang memenuhi definisi dari, dan kriteria pengakuan
untuk, aset takberwujud sebagaimana diatur dalam PSAK 19 (revisi 2010) tentang
Aset Takberwujud) dan liabilitas yang diambil-alih.
Biaya perolehan dari kelompok aset tersebut dialokasikan kepada masing-masing
aset teridentifikasi dan liabilitas berdasarkan nilai wajar relatifnya pada tanggal
pembelian.
Walaupun tidak disebutkan, namun sebagaimana dijelaskan pada halaman ________, pada
umumnya, biaya perolehan aset yang bukan bisnis akan mencakup:
biaya pembelian aset, ditambah
biaya-terkait akuisisi aset.
Lebih lanjut disebutkan bahwa transaksi atau peristiwa akuisisi aset tersebut tidak
menimbulkan goodwill. Dengan demikian, seluruh biaya perolehan aset, yang terdiri dari
biaya pembelian ditambah biaya-terkait akuisisi/perolehan, akan dialokasikan ke masing-
masing aset teridentifikasi yang diperoleh berdasarkan nilai wajar relatifnya. Tidak ada
selisih lebih (atau kurang) biaya perolehan aset di atas (atau di bawah) nilai agregat nilai
wajar seluruh aset teridentifikasi yang diperoleh, yang diakui sebagai goodwill atau
pembelian dengan diskon. Kalaupun terjadi selisih lebih (atau kurang), selisih tersebut akan
dialokasikan secara proporsional ke masing-masing aset teridentifikasi berdasarkan nilai
wajar relatifnya.
Contoh:
PT Maju Lancar Selalu membeli seluruh aset dan liabilitas milik Bapak Hasan pada tanggal
1 Januari 2012 dengan nilai imbalan yang dialihkan ke Bapak Hasan sebesar Rp230 milyar
PT Maju Lancar Selalu mengeluarkan biaya-terkait akuisisi untuk jasa kantor konsultan
(kantor akuntan publik, konsultan pajak dan kantor jasa penilai publik serta konsultan
hukum) dan makelar (finder’s fee) dengan total biaya sebesar Rp5 milyar.
Aset dan liabilitas milik Bapak Hasan tidak memenuhi definisi bisnis menurut PSAK 22
(revisi 2010).
Rincian aset teridentifikasi dan liabilitas PT Maju Lancar Terus pada tanggal 1 Januari 2012
adalah sebagai berikut:
www.futurumcorfinan.com
Page 24
Nilai Tercatat
(dalam ribuan
Rupiah)
Nilai Wajar
(dalam ribuan
Rupiah)
Kas 12.000.000 12.000.000
Piutang usaha – bersih 40.000.000 40.000.000
Persediaan 50.000.000 60.000.000
Aset tetap – tanah 30.000.000 100.000.000
Aset tetap – bangunan (sesudah
dikurangi akumulasi penyusutan)
25.000.000 20.000.000
Aset tetap – mesin dan peralatan
(sesudah dikurangi akumulasi
penyusutan)
75.000.000 70.000.000
Aset takberwujud – paten - 25.000.000
Total Aset 232.000.000 327.000.000
Liabilitas 100.000.000 100.000.000
Aset neto 132.000.000 227.000.000
Mengingat bahwa akuisisi atas aset neto milik Bapak Hasan tidak memenuhi definisi bisnis
menurut PSAK 22 (revisi 2010), maka akuisisi tersebut bukan merupakan transaksi
kombinasi bisnis, dan dengan demikian, dibukukan sebagai transaksi akuisisi aset, dan
seluruh nilai perolehan aset sebesar Rp235milyar (Rp230milyar + Rp5milyar) dialokasikan
ke setiap aset teridentifikasi dan liabilitas berdasarkan nilai wajar relatifnya pada tanggal 1
Januari 2012, sebagai berikut:
Nilai Wajar
(dalam ribuan
Rupiah)
Nilai Wajar
Relatif
(dalam % -
dibulatkan)
Nilai Perolehan
(dalam ribuan
Rupiah)
Kas 12.000.000 5 11.750.000
Piutang usaha – bersih 40.000.000 18 42.300.000
Persediaan 60.000.000 26 61.100.000
Aset tetap – tanah 100.000.000 44 103.400.000
Aset tetap – bangunan
(sesudah dikurangi akumulasi
penyusutan)
20.000.000 9 21.150.000
Aset tetap – mesin dan 70.000.000 31 72.850.000
www.futurumcorfinan.com
Page 25
Nilai Wajar
(dalam ribuan
Rupiah)
Nilai Wajar
Relatif
(dalam % -
dibulatkan)
Nilai Perolehan
(dalam ribuan
Rupiah)
peralatan (sesudah dikurangi
akumulasi penyusutan)
Aset takberwujud – paten 25.000.000 11 25.850.000
Total Aset 327.000.000
Liabilitas (100.000.000) (44) (103.400.000)
Aset Neto 227.000.000 100 235.000.000
Opini Terkait Ketentuan Perpajakan
Dari segi ketentuan perpajakan, tampak tidak ada pengaturan spesifik mengenai apakah
biaya-terkait akuisisi apakah wajib dibebankan sebagai biaya tahun berjalan atau wajib
dikapitalisasi sebagai bagian dari imbalan dengan pihak yang diakuisisi (dalam hal ini berarti
dikapitalisasi sebagai bagian dari aset yang diperoleh atau liabilitas yang diambil-alih).
Menurut hemat penulis, perlu kembali ke Pasal 28 Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) terkait pembukuan
atau pencatatan wajib pajak.
Penjelasan Pasal 28 ayat (7) paragraf terakhir UU KUP menyebutkan bahwa:
Dengan demikian, pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim
dipakai di Indonesia, misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan, kecuali
peraturan perundang-undangan perpajakan menentukan lain.
Namun di lain pihak, penulis juga mencatat bahwa IASB sendiri tidak konsisten, di dalam
IFRS 3 (sebelum revisi tahun 2008), biaya-terkait akuisisi dikapitalisasi sebagai bagian dari
nilai perolehan.
IASB berpendapat bahwa biaya-terkait akuisisi bukan merupakan bagian dari pertukaran
nilai wajar antara pihak pembeli dan penjual dari suatu bisnis. Biaya-biaya tersebut
merupakan transaksi yang terpisah dimana pihak pembeli melakukan pembayaran sebesar
nilai wajar dari jasa yang diterima. IASB juga mengamati bahwa biaya-biaya tersebut pada
umumnya tidak mencerminkan aset dari pihak pengakuisisi pada tanggal akuisisi sebab
pihak pengakuisisi menerima manfaat pada saat jasa tersebut diberikan.
www.futurumcorfinan.com
Page 26
Ketentuan untuk membiayakan biaya transaksi berbeda dari perlakuan atas biaya yang
sama ketika suatu entitas memperoleh suatu aset individual, dimana dalam hal ini, biaya-
biaya transaksi tersebut pada umumnya termasuk dalam biaya perolehan aset.
Bagaimanapun juga, IASB berkesimpulan bahwa standar revisi ini turut meningkatkan
pelaporan keuangan dengan mengeliminasi ketidakkonsistenan dalam akuntansi untuk
kombinasi bisnis.
Memang akan didapati bahwa dampak yang besar terhadap laporan laba rugi akan terjadi
pada tahun terjadinya akuisisi, namun dalam tahun-tahun selanjutnya, laba rugi yang
dilaporkan akan berkurang volatilitasnya pada saat uji penurunan nilai (impairment test) atas
goodwill secara tahunan akan dilakukan atas saldo awal yang berkurang, dibandingkan
dengan standar yang lama (sebelum revisi 2008).
2.2 Biaya-Terkait Akuisisi untuk Penerbitan Efek Utang dan Efek Ekuitas
Kombinasi bisnis dalam Lampiran A Istilah PSAK 22 (revisi 2010) didefinisikan sebagai:
Suatu transaksi atau peristiwa lain dimana pihak pengakuisisi memperoleh pengendalian
atas satu atau lebih bisnis.
Pihak pengakuisisi mungkin memperoleh pengendalian atas pihak yang diakuisisi dengan
beberapa cara, misalnya [PSAK 22 (revisi 2010) Lampiran B Panduan Aplikasi bagian
Entitas pada umumnya membayar berbagai biaya dalam penerbitan atau perolehan kembali
instrumen ekuitasnya. Biaya tersebut antara lain berupa biaya pendaftaran dan komisi lain
yang ditetapkan, biaya yang dibayarkan kepada penasehat hukum, akuntan, dan penasehat
profesional lain, biaya percetakan dan materai. Biaya transaksi yang timbul dari transaksi
ekuitas dicatat sebagai pengurang ekuitas (setelah dikurangi dampak pajak
penghasilan), sepanjang biaya tersebut merupakan biaya tambahan yang dapat
diatribusikan secara langsung dengan transaksi ekuitas, tetapi diabaikan jika tidak dapat
www.futurumcorfinan.com
Page 29
diatribusikan secara langsung. Biaya transaksi ekuitas yang diabaikan tersebut diakui
sebagai beban.
Jadi dari paragraf 38 dan 40 PSAK 50 (revisi 2010), biaya transaksi terkait penerbitan efek
ekuitas yang dapat diperlakukan sebagai pengurang ekuitas adalah biaya-biaya yang
secara langsung diatribusikan dengan transaksi ekuitas.
Dasar pemahaman perlakuan biaya transaksi terkait transaksi ekuitas sebagai pengurang
ekuitas dapat dijelaskan sebagai berikut
o Dalam IAS 32 tentang Financial Instruments: Presentation Basis untuk Kesimpulan
(Basis for Conclusions) BC33, dijelaskan perlakuan bahwa biaya yang dapat
diatribusikan secara langsung tersebut disajikan sebagai pengurang ekuitas
didasarkan kepada pemahaman bahwa biaya-biaya transaksi tersebut terjadi sebagai
suatu bagian yang diperlukan guna menyelesaikan suatu transaksi ekuitas, sehingga
seharusnya diperlakukan sebagai bagian dari transaksi dimana biaya-biaya tersebut
memiliki kaitan (langsung). Mengkaitkan transaksi ekuitas dengan biaya transaksinya
memberikan gambaran hasil neto yang diperoleh dari penerbitan efek ekuitas, dan
dengan demikian, perlu juga disajikan demikian di bagian Ekuitas di Laporan Posisi
Keuangan.
Ketentuan dalam PSAK 50 (revisi 2010) paragraf 38 dan 40 di atas (yang merupakan
adopsi dari IAS 32) pada dasarnya mengambil perlakuan akuntansi yang sudah
dijelaskan dalam SIC-17 (2000) tentang Equity – Costs of an Equity Transaction. SIC-
17 yang sudah dicabut tersebut sehubungan dengan telah direvisinya IAS 32 pada
tahun 2003 (yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 2005), menyebutkan bahwa15:
Transaction costs, defined as incremental external costs directly attributable to an
equity transaction, should be accounted for as a deduction from equity.
The Interpretation applies to transactions involving the issuance or acquisition of
instruments of the reporting enterprise that are classified by that enterprise as
equity and result in a net increase or decrease to equity. Typical examples of
equity transactions subject to the Interpretation would include the issuance of
common shares for cash and the acquisition by an enterprise of its own equity
instruments.
Costs of a stock exchange listing of shares already outstanding, a secondary
offering of shares, a share split, or a stock dividend would not be considered costs
of an equity transaction subject to the Interpretation.
15
Diambil dari http://www.iasplus.com/en/standards/interpretations/interp62.
www.futurumcorfinan.com
Page 30
o Pendekatan di atas juga sejalan atau konsisten dengan prinsip umum dalam IAS 32
atau PSAK 50 (revisi 2010), sebagaimana disebutkan dalam paragraf 38, dimana
perlakuan atas bunga, dividen, kerugian dan keuntungan yang berkaitan dengan
instrumen keuangan. Kalau item tersebut terkait dengan instrumen ekuitas, item
tersebut akan dimasukkan ke dalam bagian ekuitas. Di lain pihak, jika item tersebut
terkait dengan instrumen yang dikategorikan sebagai liabilitas keuangan, maka item
tersebut dimasukkan dalam pendapatan atau beban. Secara lengkapnya paragraf 38
PSAK 50 (revisi 2010) menyebutkan bahwa:
Bunga, dividen, kerugian dan keuntungan yang berkaitan dengan instrumen
keuangan atau komponen yang merupakan liabilitas keuangan diakui sebagai
pendapatan atau beban dalam laporan laba rugi.
Distribusi kepada pemegang saham instrumen ekuitas didebit oleh entitas secara
langsung ke ekuitas, setelah dikurangi dampak pajak penghasilan terkait. Biaya
transaksi yang timbul dari transaksi ekuitas, dicatat sebagai pengurang ekuitas,
setelah dikurangi dampak pajak penghasilan terkait.
Dari paragraf di atas, dapat dipahami bahwa klasifikasi suatu instrumen keuangan di
laporan posisi keuangan atau neraca menentukan bagaimana bunga, dividen,
kerugian dan keuntungan terkait dengan instrumen tersebut akan dilaporkan di
laporan laba rugi. Dengan demikian, kerugian terkait dengan suatu instrumen
keuangan yang dikategorikan sebagai ekuitas pihak penerbit efek ekuitas tersebut
akan dilaporan oleh pihak penerbit efek ekuitas sebagai bagian dari mutasi atau
perubahan ekuitas dan tidak dibebankan ke laporan laba rugi.
Hal di atas dipertegas dalam paragraf 39 PSAK 50 (revisi 2010), sebagai berikut:
Klasifikasi instrumen keuangan sebagai liabilitas keuangan atau instrumen ekuitas
menentukan apakah bunga, dividen, kerugian dan keuntungan terkait dengan
instrumen tersebut diakui sebagai pendapatan atau beban dalam laporan laba rugi.
Jadi pembayaran dividen atas saham yang sepenuhnya diakui sebagai liabilitas, diakui
sebagai beban sebagaimana pembayaran bunga atas obligasi. Demikian juga,
keuntungan dan kerugian yang terkait dengan penebusan atau pembiayaan kembali
liabilitas keuangan diakui dalam laporan laba rugi, sedangkan penebusan atau
pembiayaan kembali instrumen ekuitas diakui sebagai perubahan ekuitas.
Perubahan nilai wajar instrumen ekuitas tidak diakui dalam laporan keuangan.
Di sini terdapat 3 (tiga) hal yang perlu mendapat penjelasan, yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan instrumen ekuitas?
www.futurumcorfinan.com
Page 31
PSAK 50 (revisi 2010) paragraf 7 memberikan definisi instrumen ekuitas sebagai
setiap kontrak16 yang memberikan hak residual atas aset suatu entitas setelah
dikurangi dengan seluruh liabilitasnya.
Hak residual in tidak perlu merupakan hak proporsional dengan urutan yang sama
dengan seluruh hak residual lainnya, misalnya, ia dapat saja berupa suatu hak
atas jumlah tetap dari saham entitas yang dapat memiliki urutan atau kedudukan
pertama. Untuk tujuan penentuan apakah suatu instrumen keuangan merupakan
instrumen ekuitas dan bukan merupakan liabilitas keuangan, PSAK 50 (revisi
2010) atau IAS 32 mewajibkan pihak penerbit untuk menerapkan definisi
instrumen ekuitas yang diperluas, dimana disebutkan dalam paragraf 12 PSAK 50
(revisi 2010).
Paragraf 12 menjelaskan lebih lanjut bahwa:
Ketika penerbit menerapkan definisi di paragraf 7 (di atas) untuk menentukan
apakah instrumen keuangan merupakan instrumen ekuitas, dan bukan
merupakan liabilitas keuangan, maka instrumen tersebut merupakan instrumen
ekuitas jika, dan hanya jika, kedua kondisi (a) dan (b) berikut terpenuhi:
(a) Instrumen tersebut tidak memiliki kewajiban kontraktual:
(i) Untuk menyerahkan kas atau aset keuangan lain kepada entitas lain;
atau
(ii) Untuk mempertukarkan aset keuangan atau liabilitas keuangan dengan
entitas lain dengan kondisi yang berpotensi tidak menguntungkan
penerbit.
(b) Jika instrumen tersebut akan atau mungkin diselesaikan dengan instrumen
ekuitas yang diterbitkan entitas, instrumen tersebut merupakan:
(i) Nonderivatif yang tidak memiliki kewajiban kontraktual bagi penerbitnya
untuk menyerahkan suatu jumlah yang bervariasi dari instrumen ekuitas
yang diterbitkan entitas; atau
(ii) Derivatif yang akan diselesaikan hanya dengan mempertukarkan
sejumlah tertentu kas atau aset keuangan lain dengan sejumlah tertentu
instrumen ekuitas yang diterbitkan entitas. Untuk tujuan ini, rights, opsi
atau waran untuk memperoleh suatu jumlah yang tetap instrumen
16
“Kontrak” dan “kontraktual” mengacu pada suatu kesepakatan antara dua pihak atau lebih, yang memiliki konsekuensi ekonomi yang jelas dan kecil peluangnya akan diabaikan oleh pihak-pihak yang terlibat, umumnya karena pemenuhan kesepakatan ini dapat dipaksakan secara hukum. Dengan demikian kontrak dan instrumen keuangan mungkin memiliki bentuk yang beragam dan tidak perlu dalam bentuk tertulis [PSAK 50 (revisi 2010) paragraf 09].
www.futurumcorfinan.com
Page 32
ekuitas yang dimiliki entitas untuk jumlah yang tetap dari berbagai mata
uang adalah instrumen ekuitas jika entitas menawarkan rights, opsi atau
waran prorata terhadap semua pemilik yang ada saat ini pada kategori
yang sama pada instrumen ekuitas nonderivatif yang dimiliki. Juga,
untuk tujuan ini instrumen ekuitas yang diterbitkan penerbit tidak
termasuk instrumen yang memiliki semua fitur dan memenuhi
persyaratan yang dijelaskan di paragraf 13 dan 14, atau paragraf 15
dan 16, atau instrumen yang merupakan kontrak untuk menerima atau
menyerahkan instrumen ekuitas yang diterbitkan entitas di masa yang
akan datang.
2. Bagaimana kalau biaya-biaya transaksi tersebut terkait dengan efek utang dan
juga efek ekuitas?
Terdapat petunjuk yang diberikan dalam paragraf 41 PSAK 50 (revisi 2010)
dimana disebutkan bahwa:
Biaya transaksi yang terkait dengan penerbitan instrumen keuangan majemuk
dialokasikan pada komponen liabilitas dan ekuitas dari instrumen secara
proporsional dengan alokasi hasil yang diperoleh. Biaya transaksi yang terkait
dengan lebih dari satu transaksi (misalnya biaya yang timbul dari penawaran atas
sejumlah saham dan pencatatan saham lainnya secara bersamaan) dialokasikan
pada seluruh transaksi tersebut dengan menggunakan dasar alokasi yang
Sesuai dengan 41 PSAK 50 (revisi 2010), apabila timbul biaya transaksi terkait
dengan penerbitan obligasi konvertibel tersebut di atas, misalnya Rp100.000,
maka biaya transaksi yang terkait dengan penerbitan instrumen keuangan
majemuk dialokasikan pada komponen liabilitas dan ekuitas dari instrumen secara
proporsional dengan alokasi hasil yang diperoleh.
Menggunakan contoh ilustrasi PSAK 50 (revisi 2010) di atas, maka biaya
transaksi sebesar Rp100.000 dialokasikan sebagai berikut:
Jumlah
(Rupiah)
Dasar
Alokasi
(%)
Hasil Alokasi
Biaya
Transaksi
Komponen liabilitas 1.848.122 92.4 92.400
Komponen ekuitas 151.878 7.6 7.600
Total hasil penerbitan obligasi
konvertibel
2.000.000 100.0 100.000
Sesuai dengan paragraf 40 PSAK 50 (revisi 2010), biaya transaksi yang timbul
dari transaksi ekuitas di atas dicatat sepanjang biaya tersebut merupakan biaya
tambahan yang dapat diatribusikan secara langsung dengan transaksi ekuitas,
biaya transaksi dicatat sebagai pengurang ekuitas (setelah dikurangi dampak
pajak penghasilan, jika ada).
www.futurumcorfinan.com
Page 39
Dengan demikian, komponen ekuitas di atas sebesar Rp151.878 akan disajikan
sebesar Rp144.278, sesudah dikurangi dengan alokasi biaya transaksi sebesar
Rp7.600.
[Contoh 10] Ilustrasi terkait dengan pemisahan instrumen keuangan majemuk
yang memiliki fitur derivatif melekat berganda, sebagai berikut:
Diasumsikan bahwa hasil (proceeds) yang diterima dari penerbitan selembar
callable convertible bond adalah sebesar Rp60.
Nilai obligasi sejenis tanpa opsi beli atau konversi ekuitas adalah sebesar
Rp57.
Berdasarkan model penetapan harga opsi (option pricing model), harga dari
sebuah fitur opsi beli yang dilekatkan pada sebuah obligasi tanpa opsi
konversi ekuitas adalah sebesar Rp2.
Dari contoh ilustrasi di atas, alokasi nilai komponen instrumen liabilitas dan
ekuitas berdasarkan paragraf 34 PSAK 50 (revisi 2010) adalah sebagai berikut:
Keterangan Jumlah
(Rupiah)
Nilai yang dialokasikan kepada komponen liabilitas (Rp57 – Rp2) 55
Nilai yang dialokasikan kepada komponen ekuitas (Rp60 – Rp55) 5
Total hasil penerbitan callable convertible bond 60
Apabila terdapat biaya-biaya transaksi dari penerbitan callable convertible bond
tersebut, maka biaya tersebut akan dialokasikan berdasarkan hasil yang
diperoleh, dimana menggunakan contoh ilustrasi, adalah 91.67% (55/60) untuk
komponen instrumen liabilitas dan 8.33% (5/60) untuk komponen instrumen
ekuitas.
Contoh Ilustrasi 11 dari PSAK 50 (revisi 2010) adalah terkait dengan pembelian
kembali instrumen yang dapat dikonversi, namun hanya akan diambil CI40 – CI41
mengenai alokasi hasil penerbitan instrumen yang bersangkutan.
Untuk penyederhanan ilustrasi, pada saat penerbitan instrumen tersebut,
Nilai nominal dari instrumen tersebut diasumsikan sama dengan nilai
tercatat agregat komponen liabilitas dan ekuitas dalam laporan keuangan,
jadi tidak ada premi atau diskon.
Setoran pajak dihapuskan dalam contoh ini.
www.futurumcorfinan.com
Page 40
Keterangan contoh ilustrasi tersebut adalah sebagai berikut:
Pada tanggal 1 Januari 1999, Entitas A menerbitkan sebuah debenture
(obligasi tanpa jaminan) dengan tingkat bunga kupon 10%, yang dapat
dikonversi dengan nilai nominal sebesar Rp1.000 dan akan jatuh tempo pada
tanggal 31 Desember 2008.
Debenture ini dapat dikonversi menjadi saham biasa Entitas A dengan harga
konversi Rp25 per lembar.
Bunga akan dibayar tunai setiap setengah-tahunan.
Pada tanggal penerbitannya, Entitas A dapat menerbitkan instrumen utang
berjangka 10 (sepuluh) tahun dengan tingkat bunga kupon 11%.
Dalam laporan keuangan Entitas A, nilai tercatat debenture pada saat
penerbitannya dialokasikan sebagai berikut:
Keterangan Jumlah
(Rupiah)
Komponen Liabilitas
Nilai kini dari 20 kali pembayaran bunga tengah-tahunan
sebesar Rp50 dengan tingkat bunga diskonto sebesar 11%
597
Nilai kini dari nilai nominal Rp1.000 yang jatuh tempo dalam
10 tahun dengan tingkat bunga diskonto sebesar 11%
majemuk setengah-tahunan (compounded)
343
Total komponen instrumen liabilitas 940
Komponen Ekuitas
Hasil residu yang merupakan selisih antara Rp1.000
dikurangi total komponen instrumen liabilitas Rp940
60
Total hasil yang diperoleh dari penerbitan debenture
konvertibel
1.000
Apabila terdapat biaya-biaya transaksi dari penerbitan debenture konvertibel
tersebut, maka biaya tersebut akan dialokasikan berdasarkan hasil yang
diperoleh, dimana menggunakan contoh ilustrasi, adalah 94.0% (940/1.000) untuk
komponen instrumen liabilitas dan 6.0% (60/1.000) untuk komponen instrumen
ekuitas.
3. Bagaimana dengan biaya transaksi yang terkait dengan lebih dari satu transaksi?
www.futurumcorfinan.com
Page 41
Baris kedua dari paragraf 41 PSAK 50 (revisi 2010) memberikan petunjuk terkait
hal ini, dimana disebutkan bahwa:
Biaya transaksi yang terkait dengan penerbitan instrumen keuangan majemuk
dialokasikan pada komponen liabilitas dan ekuitas dari instrumen secara
proporsional dengan alokasi hasil yang diperoleh. Biaya transaksi yang terkait
dengan lebih dari satu transaksi (misalnya biaya yang timbul dari penawaran
atas sejumlah saham dan pencatatan saham lainnya secara bersamaan)
dialokasikan pada seluruh transaksi tersebut dengan menggunakan dasar
alokasi yang rasional dan konsisten dengan transaksi serupa.
Situasi ini seringkali didapatkan dimana suatu entitas menawarkan sahamnya ke
publik melalui pasar modal, atau yang umum dikenal sebagai penawaran umum
saham perdana (Initial Public Offering – IPO). Dalam proses IPO, suatu entitas
akan menerbitkan saham baru (dapat berupa peningkatan modal dasar
(authorized capital stock), atau peningkatan modal ditempatkan (subscribed
capital stock)) yang ditawarkan kepada pihak investor guna memperoleh dana
segar dan, bersama-sama dengan saham yang sudah diterbitkan sebelumnya,
akan dicatatkan (listed) di bursa efek17. Di sini yang perlu dicermati, terdapat 2
(dua) saham yang dicatatkan di bursa efek, yaitu:
17
Dari situs Bursa Efek Indonesia (BEI) (http://www.idx.co.id/Home/Information/ForCompany/HowToBeaListedCompany/tabid/177/language/id-ID/Default.aspx) yang diakses pada tanggal 27 Juni 2012, diperoleh keterangan sebagai berikut: Saham yang dicatatkan di BEI dibagi atas dua papan pencatatan yaitu Papan Utama dan Papan Pengembangan dimana penempatan dari Perusahaan Tercatat didasarkan pada pemenuhan persyaratan pencatatan awal pada masing-masing papan pencatatan. Papan Utama ditujukan untuk Perusahaan Tercatat yang berskala besar, khususnya dalam hal nilai Aktiva Berwujud Bersih (Net Tangible Assets) yang sekurang-kurangnya Rp100 miliar. Sementara Papan Pengembangan dimaksudkan untuk perusahaan-perusahaan yang belum dapat memenuhi persyaratan pencatatan di Papan Utama, termasuk perusahaan yang prospektif namun belum membukukan keuntungan. Persyaratan Pencatatan Saham adalah sebagai berikut: 1. Badan hukum Calon Perusahaan Tercatat berbentuk Perseroan Terbatas (PT). 2. Pernyataan Pendaftaran yang disampaikan ke Bapepam dan LK telah menjadi efektif. 3. Memiliki Komisaris Independen sekurang-kurangnya 30% dari jajaran anggota Dewan Komisaris,
memiliki Direktur tidak terafiliasi, memiliki Komite Audit atau menyampaikan pernyataan untuk membentuk Komite Audit paling lambat 6 bulan setelah tercatat, memiliki Sekretaris Perusahaan.
4. Nilai nominal saham sekurang-kurangnya Rp100. 5. Calon Perusahaan Tercatat tidak sedang dalam sengketa hukum yang diperkirakan dapat
mempengaruhi kelangsungan perusahaan. 6. Bidang usaha baik langsung atau tidak langsung tidak dilarang oleh Undang-Undang yang
berlaku di Indonesia. 7. Khusus calon Perusahaan Tercatat yang bergerak dalam industri pabrikan, memiliki sertifikat
AMDAL dan tidak dalam masalah pencemaran lingkungan dan calon Perusahaan Tercatat yang
www.futurumcorfinan.com
Page 42
a) Saham-saham yang sudah diterbitkan sebelum rencana IPO, saham mana
dimiliki oleh pemegang saham yang ada.
b) Saham-saham baru yang diterbitkan dalam rangka IPO dimana saham baru
tersebut ditawarkan ke investor publik.
Biaya-biaya yang terkait pada saham golongan a) di atas guna dicatatkan di bursa
efek bukan merupakan biaya transaksi terkait dengan penerbitan instrumen
ekuitas, melainkan semata-mata biaya yang dikeluarkan agar saham-saham
tersebut menjadi lebih dapat dijual ke publik (marketable), dan tidak dapat
dikatakan biaya-terkait penerbitan saham.
Dalam peristiwa yang lain, saham-saham golongan a) di atas dapat juga termasuk
dalam penjualan saham di pasar sekunder dimana saham-saham tersebut dijual
oleh pemegang saham yang ada kepada pihak investor lainnya, dan dalam hal ini,
pihak pemegang saham menerima pembayaran dari pihak investor. Dengan
demikian, transaksi ini tidak terkait dengan perusahaan karena perusahaan tidak
menerima hasil penjualan saham tersebut dalam akun bank-nya. Biaya-biaya
yang terkait dengan transaksi demikian bukan merupakan biaya-terkait transaksi
ekuitas, dan dengan demikian, akan dibebankan ke laporan laba rugi periode
berjalan.
Dari dua peristiwa di atas, dapat dilihat bahwa hanya biaya-biaya yang terjadi
guna penerbitan saham-saham baru untuk memperoleh tambahan modal, dalam
hal ini melalui penawaran umum perdana atau juga rights issue, yang merupakan
biaya transaksi terkait instrumen ekuitas dan dengan demikian, disajikan sebagai
pengurang ekuitas.
Ketentuan ini mengakibatkan perlunya bagi suatu entitas:
melakukan identifikasi biaya-biaya yang secara spesifik dapat diatribusikan
atau dikaitkan dengan penerbitan saham baru. Dalam hal ini biaya
transaksinya dicatat sebagai pengurang ekuitas.
melakukan identifikasi atas biaya-biaya inkremental yaitu biaya-biaya yang
hanya terjadi pengeluarannya karena adanya IPO atau rights issue, yang
kemudian dilakukan alokasi biaya-biaya inkremental tersebut antara saham-
saham baru dan saham-saham lama dengan menggunakan dasar alokasi
bergerak dalam industri kehutanan harus memiliki sertifikat ecolabelling (ramah lingkungan).
8. Persyaratan pencatatan awal yang berkaitan dengan hal finansial didasarkan pada laporan keuangan Auditan terakhir sebelum mengajukan permohonan pencatatan.
www.futurumcorfinan.com
Page 43
yang rasional dan konsisten dengan transaksi serupa [paragraf 41 PSAK 50
(revisi 2010)].
Dalam paragraf 41 PSAK 50 (revisi 2010) tidak diberi penjelasan lanjutan
mengenai apa yang dimaksud dengan dasar alokasi yang rasional dan
konsisten. Rasio antara jumlah lembar saham lama dan lembar saham baru
dapat saja digunakan sebagai dasar alokasi yang rasional.
Dalam pertemuan IFRIC di bulan Juli 2008 (proyek Transaction Costs
Deducted from Equity (Agenda Paper 6D)18), terdapat pembahasan isu terkait
alokasi biaya transaksi yang terkait secara bersama-sama (jointly) ke lebih
dari 1 (satu) transaksi.
Disebutkan bahwa menurut IAS 32.38, biaya transaksi yang terkait dengan
lebih dari satu transaksi (misalnya biaya yang timbul dari penawaran atas
sejumlah saham dan pencatatan saham lainnya secara bersamaan)
dialokasikan pada seluruh transaksi tersebut dengan menggunakan dasar
alokasi yang rasional dan konsisten dengan transaksi serupa. Seumpama,
hanya ada satu jenis saham, maka terdapat pandangan bahwa biaya-biaya
yang timbul selama proses pencatatan (listing) saham yang ada bukan
merupakan biaya transaksi karena tidak terdapat kenaikan modal atau proses
pencatatan saham di bursa efek tidak mengakibatkan kenaikan modal
perusahaan. Biaya-biaya tersebut terjadi hanya untuk membuat saham-saham
tersebut lebih “dapat dijual (marketable)” dan oleh karenanya harus
dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi. Di lain pihak, biaya-biaya
yang terjadi dalam kaitannya penerbitan saham baru guna pengumpulan
modal adalah biaya-biaya transaksi dari instrumen ekuitas dan oleh karenanya
akan dibebankan atau sebagai pengurang dari ekuitas.
Dalam kejadian dimana timbul biaya yang atas, misalnya, 2 (dua) peristiwa
yang melibatkan saham, yaitu,
pertama, penawaran (offering) atas sejumlah saham baru, dan
kedua, pencatatan (listing) saham lainnya yang sudah ada sebelumnya
secara bersamaan di bursa efek, maka sebagai langkah pertama,
perusahaan perlu melakukan identifikasi atas biaya-biaya yang secara
khusus dapat diatribusikan ke penerbitan (issuance) saham baru.
18
Diunduh pada tanggal 27 Juni 2012 dari http://www.ifrs.org/NR/rdonlyres/2CEB67A5-387B-4721-A7D6-434FBD7E780D/0/0807ob6C.pdf Appendix A halaman 7.
Isu yang diajukan ke IFRIC adalah sebagai berikut:
apa yang dimaksud dengan istilah “incremental” (tambahan) dan “directly
attributable” (secara langsung dapat diatribusikan). Latar belakan
pertemuan adalah adanya permintaan klarifikasi terkait isu di atas
mengingat terdapat berbagai pandangan yang berlaku dan diterapkan
dalam praktik. Pertanyaan adalah terkait (i) apakah biaya
inkremental/tambahan yang dimaksud harus terkait selalu dengan biaya-
biaya eksternal atau apakah biaya-biaya langsung internal suatu entitas
dapat juga dicakup didalamnya, dan (ii) apakah biaya-biaya langsung
mencakup biaya-biaya yang dapat secara langsung dialokasikan ke
transaksi ekuitas.
Di sini memang terdapat beberapa istilah yang berdekatan:
o biaya langsung (direct costs).
o biaya yang secara langsung dapat diatribusikan (directly
attributable costs).
o biaya eksternal.
o biaya langsung internal (internal direct costs).
Permasalahannya adalah sejauh mana biaya-biaya transaksi, dengan
berbagai istilah yang dapat dikaitkan tersebut, dapat dikurangkan dari
ekuitas. Biaya-biaya yang dapat diperlakukan sebagai pengurang
ekuitas dapat bervariasi mulai dari:
hanya biaya-biaya eksternal (dimana pemahaman ini sejalan
dengan ketentuan dalam SIC-17 (2000) tentang Equity – Costs
of an Equity Transaction (SIC-17 yang sudah dicabut tersebut
sehubungan dengan telah direvisinya IAS 32 pada tahun 2003
(yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 2005)).
Pendekatan yang juga memasukkan biaya-biaya eksternal dan
internal yang secara ketat hanya mencakup biaya yang secara
langsung dapat diatribusikan ke transaksi ekuitas. Pendekatan
ini akan mengeluarkan biaya-biaya, sebagai contoh, semua
biaya gaji (payroll) yang bersifat non-variabel).
Pendekatan yang mencakup seluruh biaya-biaya eksternal dan
internal yang dapat dikaitkan atau diatribusikan ke transaksi
ekuitas.
www.futurumcorfinan.com
Page 46
Dalam Lampiran A dari pertemuan IFRIC Juli 2008 tersebut
diberikan ilustrasi terkait penerapan IAS 32.37 menggunakan
contoh berikut ini:
Biaya gaji (payroll) untuk seorang manajer relasi investor (investor
relations manager) yang barusan diperkerjakan untuk membantu
proses penawaran saham umum perdana (IPO) dan ternyata
mengajukan pengunduran diri sesudah IPO terlaksana. Apakah
biaya gaji manajer tersebut selama masa kerjanya sampai IPO
terlaksana dapat diperlakukan sebagai pengurang ekuitas? Dalam
hal ini kondisi “inkremental/tambahan” terpenuhi, namun
demikian, tidak jelas apakah biaya-biaya tersebut dapat dikatakan
memenuhi ketentuan “secara langsung dapat diatribusikan”
sehubungan dengan IPO karena bisa saja kegiatan manajer
tersebut pada dasarnya lebih terkait dengan membangun
hubungan perusahaan dengan pihak investor dalam pengertian
yang lebih umum. Apakah ada perbedaan jika manajer hubungan
investor tersebut bukan merupakan karyawan perusahaan tapi
merupakan perorangan yang dipekerjakan secara freelancer
untuk membantu perusahaan selama proses IPO?
Biaya-biaya untuk kursus pelatihan bahasa bagi manajemen
perusahaan agar mampu menjalankan “road show” ke berbagai
negara asing. Apakah biaya-biaya tersebut dapat sebagai
pengurang ekuitas meskipun manfaat dari kursus pelatihan
bahasa tersebut pada umumnya dapat dipergunakan untuk
berbagai keperluan, dan tidak hanya untuk “road show”?
Fee sukses spesial (bonus) yang dibayarkan ke pihak manajemen
apabila IPO berhasil dilaksanakan. Apakah biaya-biaya tersebut
dapat dianggap secara langsung dapat diatribusikan ke IPO atau
menjadi bagian dari kompensasi atau gaji manajemen yang
bersifat normal (dan dengan demikian, diperlakukan sebagai
biaya overhead umum yang tidak memiliki kaitan langsung)?
Tentunya tantangan yang ada adalah bagaimana mengartikan istilah
“directly attributable (secara langsung dapat diatribusikan)” terkait
dengan istilah [biaya] “inkremental atau tambahan” seperti yang
digunakan dalam IAS 32.37, agar supaya dapat ditarik suatu garis
antara biaya-biaya yang dapat sebagai pengurang ekuitas dengan
www.futurumcorfinan.com
Page 47
biaya-biaya yang harus diakui sebagai biaya dalam laporan laba rugi.
Dalam IAS 32.37 tampak bahwa hal ini tidak secara jelas diberikan
panduan terkait isu ini.
Menurut IAS 32.37, istilah “inkremental atau tambahan” berarti biaya-
biaya yang dapat dihindarkan atau tidak terjadi pengeluarannya
seandainya transaksi ekuitas tersebut tidak terjadi. Namun demikian,
istilah “inkremental” juga dapat ditemukan pada IAS/IFRS lainnya,
misalnya:
IAS 17.38 “Initial direct costs are often incurred by lessors and
include amounts such as commissions, legal fees and internal
costs that are incremental and directly attributable….”.
IAS 39.9 “Transaction costs are incremental costs that are
directly attributable ….”.
Tentunya dipahami bahwa suatu istilah hendaknya digunakan dalam
pengertian yang sama dalam semua IAS/IFRs kecuali istilah tersebut
memang dimaksudkan memiliki pengertian yang berbeda. Namun
kalaupun istilah “inkremental” dalam IAS 32.37ini memang
dimaksudkan berbeda, maka diharapkan bahwa hal ini memperoleh
penjelasan atau setidak-tidaknya diindikasikan demikian dalam
standar yang bersangkutan.
Isu kedua adalah terkait dengan apa yang dimaksud dengan transaksi
ekuitas. Sebagai contoh, apakah biaya-biaya yang terjadi guna
mencatatkan (listing) saham-saham yang sudah ada pada bursa efek
merupakan biaya dari suatu transaksi ekuitas.
Ketika saham-saham baru diterbitkan bersamaan dengan penawaran
saham umum perdana dari saham-saham yang ada, apakah seluruh
biaya yang terjadi terkait dengan suatu transaksi ekuitas?
Analisa staff IASB mengingatkan bahwa kejadian IPO tidak selalu
merupakan suatu transaksi ekuitas sebagaimana dimaksud dalam IAS
32.
Sebagaimana disebutkan di atas suatu IPO atau pencatatan saham di
bursa efek dapat saja terjadi tanpa penerbitan saham baru, atau
bersamaan dengan saham yang sudah diterbitkan sebelumnya
diperdagangkan di pasar sekunder. Biaya-biaya yang disebutkan di
www.futurumcorfinan.com
Page 48
atas banyak bukan merupakan hasil dari suatu transaksi ekuitas, tapi
lebih merupakan biaya-biaya yang dapat secara langsung
diatribusikan ke peristiwa entitas menjadi perusahaan publik dan/atau
emiten20. Hanya biaya-biaya inkremental atau tambahan yang terkait
secara langsung dengan penerbitan instrumen ekuitas baru atau
akuisisi instrumen ekuitas yang sebelumnya beredar yang
memenuhi ketentuan IAS 32.
Staff IASB setuju kepada pemahaman bahwa biaya-biaya inkremental
atau tambahan tidak harus terbatas pada biaya-biaya eksternal
(tidak seperti SIC-17 yang hanya membatasi biaya-biaya inkremental
pada biaya eksternal). IASB dengan sengaja meniadakan ketentuan
bahwa biaya transaksi hanya terbatas pada biaya eksternal, guna
memperbolehkan entitas memperlakukan komisi yang dibayarkan ke
tenaga penjualan internal sebagai biaya akuisisi kontrak (yaitu biaya
transaksi) sama seperti komisi yang dibayarkan ke agen untuk
memperoleh kontrak yang sama.
Bagaimanapun juga, pihak staff IASB melihat bahwa seharusnya
pihak entitas tetap dapat:
o melakukan identifikasi atas biaya eksternal yang telah terjadi
sebagai alternatif biaya internal, dan
20
Emiten adalah pihak yang melakukan penawaran umum dalam rangka menjaring dana bagi kegiatan usaha perusahaan atau pengembangan usaha perusahaan. Usaha mendapatkan dana tersebut dilakukan dengan menjual efek [efek utang atau efek ekuitas] kepada masyarakat luas melalui pasar modal. Ada sedikit perbedaan antara emiten dengan perusahaan publik. Pengertian emiten adalah perusahaan yang melakukan penawaran umum, sedangkan perusahaan publik adalah yang sahamnya telah dimiliki sekurang-kurangnya oleh 300 pemegang saham dan memiliki modal disetor sekurang-kurangnya Rp3.000.000.000,00,- (tiga miliar Rupiah) atau memiliki jumlah pemegang saham dan modal yang disetor yang ditetapkan oleh peraturan pemerintah (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal Pasal 1 angka 22). Ada sedikit perbedaan antara emiten dengan perusahaan publik, dimana kalau emiten sudah pasti perusahaan publik karena telah memenuhi persyaratan sebagai perusahaan publik dilihat dari jumlah pemegang saham dan modal minimal yang harus disetor. Emiten melakukan penawaran umum dan sahamnya diperdagangkan di bursa efek (yaitu pasar sekunder). Perusahaan publik belum tentu dapat dikategorikan sebagai emiten karena belum tentu perusahaan publik tersebut melakukan penawaran umum atau tercatat (listing) di bursa efek. Perusahaan publik dapat menjadi emiten pada saat pernyataan pendaftaran dalam rangka melakukan penawaran umum dinyatakan efektif karena sudah diterima dan memperoleh persetujuan dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPEM-LK). Namun sebagai perusahaan publik, kendati tidak melalui penawaran umum, perusahaan publik tetap wajib menyampaikan pernyataan pendaftaran ke BAPEPAM-LK. Baik emiten maupun perusahaan publik, keduanya tergolong dalam pengertian “Perusahaan Terbuka” (Tbk). Dikutip dari buku Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia. M. Irsan Nasarudin, SH. dan Indra Surya, SH, LL.M. Jakarta: Prenada Media, 2004. halaman 151 dan 155.
www.futurumcorfinan.com
Page 49
o biaya-biaya internal yang terjadi di luar pengeluaran yang berjalan
(on-going) atau rutin, sehingga tidak semata-mata alokasi atas
biaya gaji dari staf permanen yang seharusnya tetap dapat
ditugaskan ke proyek lainnya.
Kesimpulan staf IASB sebagai berikut:
Biaya transaksi yang diakui sebagai pengurang ekuitas menurut IAS 32.37
adalah biaya-biaya yang dikeluarkan oleh entitas pada saat penerbitan atau
perolehan kembali instrumen ekuitas entitas itu sendiri.
Aktivitas lainnya yang dilaksanakan pada saat yang sama, misalnya menjadi
perusahaan publik atau mencatatkan saham di bursa efek bukan merupakan
bagian dari transaksi ekuitas.
Staff IASB percaya bahwa pengertian “inkremental” dan “secara langsung
dapat diatribusikan” secara memadai digunakan dengan cara yang sama di
seluruh IFRS. Dengan demikian, kedua istilah tersebut dapat diterapkan
secara konsisten.
c) Biaya-biaya transaksi apa saja yang dimaksudkan sebagai pengurang ekuitas?
Dalam penerbitan saham-saham baru (dan bahkan pembelian kembali saham
yang beredar), tentunya ada biaya-biaya yang perlu dikeluarkan oleh suatu
entitas. Biaya-biaya tersebut dapat mencakup biaya registrasi, biaya penjaminan
Australian Accounting Standards Board. Transaction Costs Arising on the Issue or Intended Issue of Equity Instruments. Urgent Issues Group. Abstract 23. Juni 2000. Halaman 6.
www.futurumcorfinan.com
Page 51
Agregat pajak kini dan pajak tangguhan berkaitan dengan transaksi-transaksi
yang langsung dibebankan atau dikreditkan langsung ke ekuitas wajib
diungkapkan secara terpisah.
Paragraf 24:
Sesuai dengan PSAK 50 (revisi 2010) tentang Instrumen Keuangan: Penyajian,