PROVINSI PAPUA BUPATI MERAUKE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MERAUKE, Menimbang : a. bahwa Bangunan Gedung merupakan wujud fisik kontruksi bangunan yang dibangun untuk untuk memajukan kesejahteraan umum; b. bahwa Bangunan Gedung sebagai sarana bagi manusia dalam melaksanakan aktivitasnya untuk itu harus dilaksanakan dengan tertib dan aman sesuai dengan fungsinya dengan memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam rangka menjamin keselamatan manusia; c. bahwa untuk pengaturan lebih lanjut Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksana Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia 1960 Nomor 10 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043); 2. Undang...
88
Embed
PROVINSI PAPUAhukum.papua.go.id/jdihpapua/files/docs/regulasi/PERDA NO 12... · Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik ... Bangunan gedung bertingkat rendah adalah bangunan gedung
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PROVINSI PAPUA
BUPATI MERAUKE
PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERAUKE
NOMOR 12 TAHUN 2014
TENTANG
BANGUNAN GEDUNG
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI MERAUKE,
Menimbang : a. bahwa Bangunan Gedung merupakan wujud fisik
kontruksi bangunan yang dibangun untuk untuk
memajukan kesejahteraan umum;
b. bahwa Bangunan Gedung sebagai sarana bagi
manusia dalam melaksanakan aktivitasnya untuk
itu harus dilaksanakan dengan tertib dan aman
sesuai dengan fungsinya dengan memenuhi
persyaratan yang ditentukan dalam rangka
menjamin keselamatan manusia;
c. bahwa untuk pengaturan lebih lanjut Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung dan Peraturan Pemerintah Nomor 36
Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksana Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c
perlu membentuk Peraturan Daerah tentang
Bangunan Gedung;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran
Negara Republik Indonesia 1960 Nomor 10
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 2043);
2. Undang...
- 2 -
2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1969 tentang
Pembentukan Provinsi Otonom Irian Barat dan
Kabupaten-kabupaten Otonom di Provinsi Irian
Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1969 Nomor 47, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2907);
3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang
Rumah Susun (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1985 Nomor 75, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3318);
4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang
Penyandang Cacat (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1997 Nomor 29, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3670);
5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang
Jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 54, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3833);
6. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas
Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3851);
7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik
Indonesia 1999 Nomor 165 Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3886);
8. Undang-Undang Nomor 21 tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus Bagi Propinsi Papua (Lembaran
Negara Republik Indonesia tahun 2001
Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4151) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2008
tentang Otonomi Khusus Bagi Propinsi Papua
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2008
Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4884);
9. Undang...
- 3 -
9. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28
Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 134; Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4247);
10. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4268);
11. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-undang Nomor 12 tahun 2008 (Lembaran
Negara Republik Indonesia tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4844);
12. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang
Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4444);
13. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Republik
Indonesia 2007 Nomor 33 Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
14. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara
Republik Indonesia 2007 Nomor 66 Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4723);
15. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik
Indonesia 2007 Nomor 67 Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4724);
16. Undang....
- 4 -
16. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4725);
17. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
(Lembaran Negara Republik Indonesia 2007
Nomor 84 Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4739);
18. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5059);
19. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang
Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 130, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 5168);
20. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5188);
21. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5234);
23. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang
Pengadaan Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2012 Nomor 22 Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5280);
24. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988
tentang Rumah Susun (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1988 Nomor 7, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3372);
25. Peraturan...
- 5 -
25 Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000
tentang Penyelenggaraan Jasa Kontruksi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3956);
26. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005
tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4532);
27. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4578);
29. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4737);
30 Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008
tentang Penyelenggaraan Penangulangan Bencana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4828);
31 Peraturan Daerah Kabupaten Merauke Nomor 14
Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Merauke Tahun 2010-2030 (Lembaran
Daerah Kabupaten Merauke Tahun 2011
Nomor 14);
32 Peraturan Daerah Kabupaten Merauke Nomor 9
Tahun 2014 tentang Tata Cara Pembentukan
Produk Hukum Daerah (Lembaran Daerah
Kabupaten Merauke Tahun 2014 Nomor 9);
Dengan...
- 6 -
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN MERAUKE
dan
BUPATI MERUKE
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG BANGUNAN GEDUNG
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Daerah adalah Kabupaten Merauke.
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Satuan
Kerja Perangkat Daerah yang menyelenggarakan
urusan pemerintah kabupaten.
3. Bupati adalah Bupati Merauke.
4. Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil
pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan
tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya
berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau
air, yang berfungsi sebagai tempat manusia
melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau
tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan
usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan
khusus.
5. Bangunan gedung sederhana adalah bangunan
gedung dengan karakter sederhana serta memiliki
kompleksitas dan teknologi sederhana dan/atau
bangunan gedung yang sudah memiliki desain
prototip.
6. Bangunan gedung tidak sederhana adalah
bangunan gedung dengan karakter tidak
sederhana serta memiliki kompleksitas dan atau
teknologi tidak sederhana.
7. Bangunan...
- 7 -
7. Bangunan gedung khusus adalah bangunan
gedung yang memiliki penggunaan dan
persyaratan khusus, yang dalam perencanaan dan
pelaksanaannya memerlukan
penyelesaian/teknologi khusus.
8. Bangunan gedung darurat atau sementara adalah
bangunan gedung yang karena fungsinya
direncanakan mempunyai umur layanan sampai
dengan 5 (lima) tahun.
9. Bangunan gedung semi permanen adalah
bangunan gedung yang karena fungsinya
direncanakan mempunyai umur layanan di atas 5
(lima) sampai dengan 10 (sepuluh) tahun.
10. Bangunan gedung permanen adalah bangunan
gedung yang karena fungsinya direncanakan
mempunyai umur layanan di atas 20 (dua puluh)
tahun.
11. Bangunan gedung dengan tingkat risiko
kebakaran rendah adalah bangunan gedung yang
karena fungsinya, disain penggunaan bahan dan
komponen unsur pembentuknya, serta kuantitas
dan kualitas bahan yang ada di dalamnya tingkat
mudah terbakarnya rendah.
12. Bangunan gedung dengan tingkat risiko
kebakaran sedang adalah bangunan gedung yang
karena fungsinya, disain penggunaan bahan dan
komponen unsur pembentuknya, serta kuantitas
dan kualitas bahan yang ada di dalamnya tingkat
mudah terbakarnya sedang.
13. Bangunan gedung dengan tingkat risiko
kebakaran tinggi adalah bangunan gedung yang
karena fungsinya, dan disain penggunaan bahan
dan komponen unsur pembentuknya, serta
kuantitas dan kualitas bahan yang ada di
dalamnya tingkat mudah terbakarnya sangat
tinggi dan/atau tinggi.
14. Bangunan gedung di lokasi renggang adalah
bangunan gedung yang pada umumnya terletak
pada daerah pinggiran/luar kota atau daerah yang
berfungsi sebagai resapan.
15. Bangunan gedung di lokasi sedang adalah
bangunan gedung yang pada umumnya terletak di
daerah permukiman.
16. Bangunan gedung di lokasi padat adalah
bangunan gedung yang pada umumnya terletak di
daerah perdagangan/pusat kota.
17. Bangunan...
- 8 -
17. Bangunan gedung bertingkat rendah adalah
bangunan gedung yang memiliki jumlah lantai
sampai dengan 4 lantai.
18. Bangunan gedung bertingkat sedang adalah
bangunan gedung yang memiliki jumlah lantai
mulai dari 5 lantai sampai dengan 8 lantai.
19. Bangunan gedung bertingkat tinggi adalah
bangunan gedung yang memiliki jumlah lantai
lebih dari 8 lantai.
20. Bangunan gedung milik Negara/Daerah adalah
bangunan gedung untuk keperluan dinas yang
menjadi/akan menjadi kekayaan milik negara dan
diadakan dengan sumber pembiayaan yang
berasal dari dana APBN, dan/atau APBD,
dan/atau sumber pembiayaan lain, seperti:
gedung kantor dinas, gedung sekolah, gedung
rumah sakit, gudang, rumah negara, dan lain-lain.
21. Bangunan gedung milik perorangan adalah
bangunan gedung yang merupakan kekayaan
milik pribadi atau perorangan dan diadakan
dengan sumber pembiayaan dari dana pribadi
atau perorangan.
22. Bangunan gedung milik badan usaha adalah
bangunan gedung yang merupakan kekayaan
milik badan usaha non pemerintah dan diadakan
dengan sumber pembiayaan dari dana badan
usaha non pemerintah tersebut.
23. Bangunan gedung tertentu adalah bangunan
gedung yang digunakan untuk kepentingan umum
dan bangunan gedung fungsi khusus, yang dalam
pembangunan dan/atau pemanfaatannya
membutuhkan pengelolaan khusus dan/atau
memiliki kompleksitas tertentu yang dapat
menimbulkan dampak penting terhadap
masyarakat dan lingkungannya, dapat berbentuk
tower/menara, pabrik, dermaga, kompleks
perumahan, dan sejenisnya.
24. Bangunan gedung adat adalah merupakan
bangunan gedung yang didirikan menggunakan
kaidah/norma adat masyarakat setempat sesuai
dengan budaya dan sistem nilai yang berlaku,
untuk dimanfaatkan sebagai wadah kegiatan adat.
25. Klasifikasi bangunan gedung adalah klasifikasi
dari fungsi Bangunan Gedung berdasarkan
pemenuhan tingkat persyaratan administratif dan
persyaratan teknis.
26. Penyelenggaraan...
- 9 -
26. Penyelenggaraan bangunan gedung adalah
kegiatan pembangunan Bangunan Gedung yang
meliputi proses perencanaan teknis dan
pelaksanaan konstruksi serta kegiatan
pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran.
27. Penyelenggara bangunan gedung adalah pemilik,
penyedia jasa konstruksi, dan pengguna
bangunan gedung.
28. Prasarana bangunan gedung adalah kontruksi
bangunan yang merupakan pelengkap yang
menjadi satu kesatuan dengan bangunan gedung
atau kelompok bangunan gedung pada satu tapak
kavling/persil yang sama untuk menunjang
kinerja bangunan-bangunan sesuai dengan
fungsinya seperti resevoir air, gardu listrik dan
instalasi pengelolaan limbah.
29. Prasarana bangunan gedung yang berdiri sendiri
adalah kontruksi bangunan yang berdiri sendiri
dan tidak merupakan pelengkap yang menjadi
satu kesatuan dengan bangunan gedung atau
kelompok bangunan pada satu tapak
kavling/persil seperti menara telekomunikasi,
menara saluran utama tegangan ekstra tinggi,
monumen/tugu dan gerbang kota.
30. Mendirikan bangunan gedung adalah pekerjaan
mengadakan bangunan seluruhnya atau sebagian,
termasuk perkerjaan menggali, menimbun atau
meratakan tanah yang berhubungan dengan
kegiatan pengadaan bangunan gedung.
31. Mengubah bangunan gedung adalah pekerjaan
mengganti dan/atau menambah atau mengurangi
bagian bangunan tanpa mengubah fungsi
bangunan.
32. Membongkar bangunan gedung adalah kegiatan
membongkar atau merobohkan seluruh atau
sebagian bangunan gedung, komponen, bahan
bangunan, dan/atau prasarana dan sarananya.
33. Izin Mendirikan Bangunan yang selanjutnya
disingkat IMB adalah perizinan yang diberikan
oleh Pemerintah Daerah kepada pemilik untuk
membangun baru, mengubah, memperluas,
mengurangi dan/atau merawat bangunan gedung
sesuai dengan persyaratan administratif dan
persyaratan teknis.
34. Garis...
- 10 -
34. Garis Sempadan Bangunan yang disingkat dengan
GSB adalah garis maya pada persil atau tapak
sebagai batas minimum diperkenankannya
didirikan bangunan gedung, dihitung dari as jalan,
tepi sungai atau tepi pantai atau drainase atau
jaringan tegangan tinggi atau garis sempadan
pagar atau batas persil atau tapak.
35. Garis Sempadan Jalan yang selanjutnya disingkat
dengan GSJ adalah garis yang merupakan batas
ruang milik jalan.
36. Koefisien Dasar Bangunan yang selanjutnya
disingkat KDB adalah angka prosentase
berdasarkan perbandingan antara luas seluruh
lantai dasar bangunan gedung dengan luas
lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan
yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan
rencana tata bangunan dan lingkungan.
37. Koefisien Lantai Bangunan yang selanjutnya
disingkat KLB adalah angka prosentase
berdasarkan perbandingan antara luas seluruh
lantai bangunan gedung terhadap luas
lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan
yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan
rencana tata bangunan dan lingkungan.
38. Koefisien Daerah Hijau yang selanjutnya di singkat
KDH adalah angka prosentase perbandingan
antara luas seluruh ruang terbuka di luar
bangunan gedung yang diperuntukan bagi
pertamanan/penghijauan dengan luas tanah
perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai
sesuai rencana tata ruang dan rencana tata
bangunan dan lingkungan.
39. Koefisien Tapak Basemen, yang selanjutnya
disingkat KTB adalah angka presentase
perbandingan antara luas tapak basemen dan luas
lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan
yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan
rencana tata bangunan dan lingkungan.
40. Keterangan Rencana Kota adalah informasi
tentang persyaratan tata bangunan dan
lingkungan yang diberlakukan oleh pemerintah
daerah.
41. Rencana Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya
disingkat RTRW adalah hasil perencanaan tata
ruang wilayah yang telah ditetapkan dengan
peraturan daerah.
42. Rencana...
- 11 -
42. Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya
disebut RDTR adalah penjabaran RTRW kedalam
rencana pemanfaatan kawasan perkotaan.
43. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan yang
selanjutnya disingkat RTBL adalah panduan
rancang untuk suatu lingkungan/kawasan yang
dimaksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan
ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta
memuat materi pokok ketentuan program
bangunan dan lingkungan, rencana umum dan
panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan
pengendalian rencana dan pedoman pengendalian
pelaksanaan pengembangan lingkungan.
44. Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disingkat
RTH adalah area memanjang/jalur dan/atau
mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat
terbuka, tempat tumbuh secara alamiah maupun
sengaja ditanam.
45. Permohonan Izin Mendirikan Bangunan yang
selanjutnya disingkat (PIMB) adalah permohonan
yang dilakukan pemilik bangunan gedung kepada
pemerintah daerah untuk mendapatkan IMB.
46. Pengawas adalah orang yang mendapat tugas
untuk mengawasi pelaksanaan mendirikan
bangunan sesuai dengan IMB.
47. Peraturan Zonasi adalah ketentuan yang mengatur
tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan
ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk
setiap blok/zona peruntukan yang penetapan
zonanya dalam rencana rinci tata ruang.
48. Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu
yang dibakukan termasuk tatacara dan metode
yang disusun berdasarkan konsensus semua
pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-
syarat keselamatan, keamanan, kesehatan,
lingkungan hidup, perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta pengalaman,
perkembangan masa kini dan masa yang akan
datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-
besarnya.
49. Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah standar
yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi
Nasional dan berlaku secara Nasional.
50. Tim...
- 12 -
50. Tim Ahli Bangunan Gedung yang selanjutnya
disingkat (TABG) adalah tim yang terdiri dari para
ahli di bidang bangunan gedung dan
penyelenggaraan bangunan gedung untuk
memberikan pertimbangan teknis dalam proses
penelitian dokumen rencana teknis dengan masa
penugasan terbatas dan juga untuk memberi
masukan dalam penyelesaian masalah
penyelenggaraan bangunan gedung tertentu,
fungsi khusus dan bangunan gedung yang
dilestarikan yang susunan anggotanya ditunjuk
kasus per kasus.
51. Masyarakat adalah perorangan, kelompok, badan
hukum atau usaha dan lembaga atau organisasi
yang kegiatannya di bidang bangunan gedung,
termasuk masyarakat hukum adat dan
masyarakat ahli yang berkepentingan dengan
penyelenggaraan bangunan gedung.
52. Peran masyarakat dalam penyelenggaraan
bangunan gedung adalah berbagai kegiatan
masyarakat yang merupakan perwujudan
kehendak dan keinginan masyarakat untuk
memantau dan menjaga ketertiban, memberi
masukan, menyampaikan pendapat dan
pertimbangan, serta melakukan gugatan
perwakilan berkaitan dengan penyelenggaraan
bangunan gedung.
53. Dengar pendapat publik adalah forum dialog yang
diadakan untuk mendengarkan dan menampung
aspirasi masyarakat baik berupa pendapat,
pertimbangan maupun usulan dari masyarakat
umum sebagai masukan untuk menetapkan
kebijakan Pemerintah/Pemerintah Daerah dalam
penyelenggaraan bangunan gedung.
54. Pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung
adalah kegiatan pengaturan, pemberdayaan, dan
pengawasan dalam rangka mewujudkan tata
pemerintahan yang baik sehingga setiap
penyelenggaraan bangunan gedung dapat
berlangsung tertib dan tercapai keandalan
bangunan gedung yang sesuai dengan fungsinya,
serta terwujudnya kepastian hukum.
55. Pemberdayaan adalah kegiatan untuk
menumbuhkembangkan kesadaran akan hak,
kewajiban dan peran para Penyelenggara
bangunan gedung dan aparat Pemerintah Daerah
dalam penyelenggaraan bangunan gedung.
56. Pengawasan...
- 13 -
56. Pengawasan adalah pemantauan terhadap
pelaksanaan penerapan peraturan perundang-
undangan bidang bangunan gedung dan upaya
penegakan hukum.
57. Laik fungsi adalah suatu kondisi bangunan
gedung yang memenuhi persyaratan administrasi
dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi
bangunan gedung yang ditetapkan.
BAB II
MAKSUD, TUJUAN DAN LINGKUP
Pasal 2
Peraturan Daerah ini dimaksudkan sebagai pengaturan
lebih lanjut dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002
tentang Bangunan Gedung dan Peraturan Pemerintah
Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksana
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung, baik dalam pemenuhan persyaratan
yang diperlukan dalam penyelenggaraan bangunan
gedung, maupun dalam pemenuhan tertib
penyelenggaraan bangunan gedung di daerah.
Pasal 3
Peraturan daerah ini bertujuan untuk:
a. Mewujudkan bangunan gedung yang fungsional
dan sesuai dengan tata bangunan gedung yang
serasi dan selaras dengan lingkungannya;
b. Mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan
gedung yang menjamin keandalan teknis
bangunan gedung dari segi keselamatan,
kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan; dan
c. Mewujudkan kepastian hukum dalam
penyelenggaraan bangunan gedung.
Pasal 4
Lingkup Peraturan Daerah ini meliputi ketentuan
umum, fungsi dan klafisikasi bangunan gedung,
persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan
bangunan gedung, Tim Ahli Bangunan Gedung, peran
masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung,
pembinaan, sanksi, pidana, penyidikan, ketentuan
peralihan dan ketentuan penutup.
BAB III...
- 14 -
BAB III
FUNGSI DAN KLASIFIKASI BANGUNAN GEDUNG
Bagian Kesatu
Fungsi Bangunan Gedung
Pasal 5
(1) Dalam penyelenggaraan bangunan gedung fungsi
Bangunan gedung harus mengikuti diantara
fungsi hunian, fungsi keagamaan, fungsi usaha,
fungsi sosial dan budaya, dan fungsi khusus.
(2) Fungsi hunian sebagaimana yang dimaksud pada
ayat (1) dengan fungsi utama sebagai tempat
manusia tinggal yang meliputi bangunan rumah
tinggal tunggal, bangunan rumah tinggal deret,
bangunan rumah tinggal susun dan bangunan
rumah tinggal sementara.
(3) Fungsi keagamaan sebagaimana yang dimaksud
pada ayat (1) dengan fungsi utama sebagai tempat
manusia melakukan ibadah yang meliputi
bangunan masjid termasuk mushala, bangunan
gereja, bangunan pura, bangunan vihara,
bangunan kelenteng dan bangunan keagamaan
dengan sebutan lainnya.
(4) Fungsi usaha sebagaimana yang dimaksud pada
ayat (1) dengan fungsi utama sebagai tempat
manusia melakukan kegiatan usaha yang meliputi
bangunan gedung perkantoran, bangunan gedung
perdagangan, bangunan gedung pabrik, bangunan
gedung perhotelan, bangunan gedung wisata dan
rekreasi, bangunan gedung terminal, bangunan
gedung tempat penyimpanan sementara.
(5) Fungsi sosial dan budaya sebagaimana yang
dimaksud pada ayat (1) dengan fungsi utama
sebagai tempat manusia melakukan kegiatan
sosial dan budaya meliputi bangunan gedung
pelayanan pendidikan, bangunan gedung
pelayanan kesehatan, bangunan gedung
kebudayaan, bangunan gedung laboratorium,
bangunan gedung pelayanan umum kegiatan
usaha lainnya yang tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(6) Fungsi...
- 15 -
(6) Fungsi khusus sebagaimana yang dimaksud pada
ayat (1) dengan fungsi utama sebagai tempat
manusia melakukan kegiatan yang mempunyai
tingkat kerahasiaan tinggi dan/atau tingkat risiko
bahaya tinggi dan/atau yang penyelenggaraannya
dapat membahayakan masyarakat disekitarnya
dan/atau mempunyai risiko bahaya tinggi yang
meliputi bangunan gedung untuk instalasi
pertahanan dan keamanan, dan bangunan sejenis
yang ditetapkan oleh Menteri Pekerjaan Umum.
(7) Satu bangunan gedung dapat memiliki lebih dari
satu fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dapat berupa bangunan rumah–toko (ruko),
bangunan rumah–kantor (rukan), bangunan
gedung mal–apartemen–perkantoran dan
bangunan gedung mal–apartemen–perkantoran–
perhotelan.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan fungsi
bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur Peraturan Bupati.
Bagian Kedua
Prasarana Bangunan Gedung
Pasal 6
(1) Fungsi bangunan gedung sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 dapat dilengkapi prasarana
bangunan gedung sesuai dengan kebutuhan
kinerja bangunan gedung.
(2) Prasarana bangunan gedung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. konstruksi pembatas/penahan/pengaman
berupa pagar, tanggul/retaining wall, turap
batas kavling/persil, dan sejenisnya;
b. konstruksi penanda masuk lokasi berupa
gapura dan gerbang termasuk gardu/pos
jaga, dan sejenisnya;
c. konstruksi perkerasan berupa jalan,
lapangan upacara, lapangan olah raga
terbuka, dan sejenisnya;
d. konstruksi penghubung berupa jembatan,
box culvert, jembatan penyeberangan, dan
sejenisnya;
e. konstruksi kolam/reservoir bawah tanah
berupa kolam renang, kolam pengolahan air,
reservoir bawah tanah, dan sejenisnya;
f. konstruksi...
- 16 -
f. konstruksi menara berupa menara antena,
menara reservoir, cerobong, menara
telekomunikasi, menara air, dan sejenisnya;
g. konstruksi monumen berupa tugu, patung,
kuburan, dan sejenisnya;
h. konstruksi instalasi/gardu berupa instalasi
listrik, instalasi telepon/komunikasi, instalasi
pengolahan, dan sejenisnya; dan
i. konstruksi reklame/papan nama berupa
billboard, papan iklan, papan nama (berdiri
sendiri atau berupa tembok pagar), dan
sejenisnya;
(3) Prasarana bangunan gedung sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) adalah konstruksi yang
berada menuju/pada lahan bangunan gedung
atau kompleks bangunan gedung.
Bagian Ketiga
Klasifikasi Bangunan Gedung
Pasal 7
(1) Klasifikasi bangunan gedung menurut kelompok
fungsi bangunan didasarkan pada pemenuhan
syarat administrasi dan persyaratan teknis
bangunan gedung.
(2) Klasifikasi bangunan gedung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar penetapan
indeks dalam rumus penghitungan retribusi IMB.
Pasal 8
(1) Fungsi bangunan gedung sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (1) diklasifikasikan
berdasarkan:
a. tingkat kompleksitas;
b. tingkat permanensi;
c. tingkat risiko kebakaran;
d. zonasi gempa;
e. lokasi;
f. ketinggian; dan
g. Kepemilikan.
(2) Tingkat Kompleksitas sebagaimana yang
dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi:
a. bangunan gedung sederhana;
b. bangunan gedung tidak sederhana; dan
c. bangunan gedung khusus.
(3) Klasifikasi tingkat permanensi sebagaimana yang
dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi:
a. bangunan...
- 17 -
a. bangunan gedung darurat atau sementara;
b. bangunan gedung semi permanen; dan
c. bangunan gedung permanen.
(4) Klasifikasi tingkat risiko kebakaran sebagaimana
yang dimaksud pada ayat (2) huruf c meliputi:
a. bangunan gedung dengan tingkat risiko
kebakaran rendah;
b. bangunan gedung dengan tingkat risiko
kebakaran sedang; dan
c. bangunan gedung dengan tingkat risiko
kebakaran tinggi.
(5) Zonasi Gempa sebagaimana yang dimaksud pada
ayat (2) huruf d meliputi tingkat zonasi gempa
untuk tiap-tiap wilayah yang ditentukan
berdasarkan standar yang berlaku.
(6) Klasifikasi lokasi sebagaimana yang dimaksud
pada ayat (2) huruf e meliputi:
a. bangunan gedung di lokasi renggang;
b. bangunan gedung di lokasi sedang; dan
c. bangunan gedung di lokasi padat.
(7) Klasifikasi ketinggian Bangunan Gedung
sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) huruf f
meliputi:
a. bangunan gedung bertingkat rendah;
b. bangunan gedung bertingkat sedang; dan
c. bangunan gedung bertingkat tinggi.
(8) Klasifikasi kepemilikan sebagaimana yang
dimaksud pada ayat (2) huruf g meliputi:
a. bangunan gedung milik Negara/Daerah;
b. bangunan gedung milik perorangan; dan
c. bangunan gedung milik badan usaha.
Pasal 9
(1) Fungsi bangunan gedung diusulkan oleh calon
pemilik bangunan gedung dalam bentuk rencana
teknis bangunan gedung sesuai dengan
peruntukan lokasi yang diatur dalam RTRW
dan/atau RDTR dan/atau RTBL dan persyaratan
yang diwajibkan sesuai dengan fungsi bangunan
gedung.
(2) Penentuan klasifikasi bangunan gedung atau
bagian dari gedung ditentukan berdasarkan fungsi
yang digunakan dalam perencanaan, pelaksanaan
atau perubahan yang diperlukan pada bangunan
gedung.
(3) Penetapan...
- 18 -
(3) Penetapan fungsi bangunan gedung dilakukan
oleh Bupati melalui penerbitan IMB.
(4) Fungsi dan klasifikasi bangunan gedung
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
diubah dengan mengajukan permohonan IMB
baru.
Bagian Keempat
Perubahan Fungsi dan Klasifikasi Bangunan Gedung
Pasal 10
(1) Perubahan fungsi dan klasifikasi bangunan
gedung yang telah ditetapkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 7
harus memperoleh persetujuan dan penetapan
oleh Pemerintah Daerah.
(2) Fungsi dan klasifikasi bangunan gedung dapat
diubah melalui permohonan baru IMB dengan
persyaratan:
a. pemilik/pengguna mengajukan permohonan
baru sesuai dengan ketentuan tata cara
permohonan IMB;
b. fungsi dan klasifikasi bangunan gedung yang
baru harus sesuai dengan peruntukan lokasi
sesuai dengan peraturan penataan ruang
daerah; dan
c. fungsi dan klasifikasi bangunan gedung yang
baru harus memenuhi persyaratan
administratif dan persyaratan teknis yang
ditetapkan oleh Bupati dalam dokumen IMB
yang baru.
(3) Perubahan fungsi dan/atau klasifikasi bangunan
gedung harus diikuti dengan pemenuhan
persyaratan administratif dan persyaratan teknis
bangunan gedung yang baru.
BAB IV
PERSYARATAN BANGUNAN GEDUNG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 11
(1) Setiap bangunan gedung harus memenuhi
persyaratan administratif dan persyaratan teknis
sesuai dengan fungsi bangunan gedung.
(2) Persyaratan...
- 19 -
(2) Persyaratan administratif bangunan gedung
meliputi:
a. status hak atas tanah dan/atau izin
pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah;
b. status kepemilikan bangunan gedung, dan
c. IMB.
(3) Persyaratan teknis bangunan gedung meliputi:
a. persyaratan tata bangunan dan lingkungan;
b. persyaratan keandalan bangunan gedung.
Bagian Kedua
Persyaratan Administrasi
Paragraf 1
Status Hak Atas Tanah
Pasal 12
(1) Setiap bangunan gedung harus didirikan di atas
tanah milik sendiri atau milik pihak lain yang
status tanahnya jelas dan atas izin pemilik tanah
sesuai dengan ketentuan perundangan.
(2) Status tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diwujudkan dalam bentuk dokumen sertifikat hak
atas tanah atau bentuk dokumen keterangan
status tanah lainnya yang sah.
(3) Pembangunan bangunan gedung di atas/bawah
lahan yang pemiliknya pihak lain, pemilik
bangunan gedung harus membuat perjanjian
pemanfaatan tanah secara tertulis dengan pihak
pemilik tanah.
(4) Perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) harus memperhatikan batas waktu
berakhirnya status hak atas tanah.
Paragraf 2
Status Kepemilikan Bangunan Gedung
Pasal 13
(1) Status kepemilikan bangunan gedung dibuktikan
dengan surat bukti kepemilikan bangunan gedung
yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah, kecuali
kepemilikan bangunan gedung fungsi khusus oleh
Pemerintah.
(2) Penetapan...
- 20 -
(2) Penetapan status kepemilikan bangunan gedung
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
pada saat proses IMB dan/atau pada saat
pendataan bangunan gedung, sebagai sarana
tertib pembangunan, tertib pemanfaatan dan
kepastian hukum atas kepemilikan bangunan
gedung.
(3) Kepemilikan bangunan gedung dapat dialihkan
kepada pihak lain.
(4) Pengalihan hak kepemilikan bangunan gedung
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) oleh pemilik
bangunan gedung yang bukan pemegang hak atas
tanah, terlebih dahulu harus mendapatkan
persetujuan pemegang hak atas tanah.
Paragraf 3
Ijin Mendirikan Bangunan
Pasal 14
(1) Setiap orang atau badan kecuali bangunan gedung
fungsi khusus, wajib mengajukan permohonan
IMB kepada Bupati untuk melakukan kegiatan:
a. pembangunan dan/atau prasarana bangunan
gedung;
b. rehabilitasi/renovasi bangunan gedung
dan/atau prasarana gedung meliputi
perbaikan/perawatan, perubahan,
perluasan/pengurangan; dan
c. pemugaran/pelestarian dengan mendasarkan
pada surat keterangan rencana kota (advis
planning) untuk lokasi yang bersangkutan.
(2) Setiap rehabilitasi sedang dan rehabilitasi berat
serta renovasi bangunan gedung, dan/atau
prasarana bangunan gedung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan peralihan
fungsi bangunan gedung wajib kembali memiliki
dokumen baru IMB.
(3) Izin mendirikan bangunan gedung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Pemerintah
Daerah, kecuali bangunan gedung fungsi khusus.
(4) Dalam menerbitkan atau menolak permohonan
IMB, Bupati menetapkan atau mendelegasikan
kepada kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) yang bertugas di bidang penyelenggaraan
perizinan bangunan gedung.
Paragraf 4...
- 21 -
Paragraf 4
IMB di Atas dan/atau di Bawah Tanah, Air dan/atau
Prasarana/Sarana Umum
Pasal 15
(1) Permohonan IMB untuk bangunan gedung yang
dibangun di atas dan/atau di bawah tanah, air,
atau prasarana dan sarana umum harus
mendapatkan persetujuan dari instansi terkait.
(2) IMB untuk pembangunan bangunan gedung
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
mendapat pertimbangan teknis TABG dan dengan
mempertimbangkan pendapat masyarakat.
(3) Pembangunan bangunan gedung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib mengikuti standar
teknis dan pedoman yang terkait.
Bagian Ketiga
Persyaratan Teknis
Paragraf 1
Persyaratan Tata Bangunan dan Lingkungan
Pasal 16
Persyaratan tata bangunan dan lingkungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf a
terdiri dari:
a. persyaratan peruntukan lokasi;
b. intensitas bangunan gedung;
c. arsitektur bangunan gedung;
d. pengendalian dampak lingkungan untuk
bangunan gedung tertentu; dan
e. rencana tata bangunan dan lingkungan.
Pasal 17
(1) Bangunan gedung harus diselenggarakan sesuai
dengan persyaratan peruntukan lokasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf a
harus sesuai dengan RTRW dan/atau RDTR
dan/atau RTBL pada lokasi yang bersangkutan.
(2) RDTR dan/atau RTBL sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) Daerah belum dibentuk Bupati
dengan pertimbangan TABG memberikan IMB
sementara untuk jangka waktu 10 (sepuluh)
tahun.
(3) IMB...
- 22 -
(3) IMB sementara untuk jangka waktu 10 (sepuluh)
tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
diperpanjang setiap 10 (sepuluh) tahun.
(4) IMB sementara sebagimana dimaksud pada ayat
(2) telah dibentuk RDTR dan/atau RBTL fungsi
bangunan gedung tidak sesuai harus dilakukan
penyesuaian paling lama 5 (lima) tahun terhitung
sejak pemberitahuan.
(5) IMB sementara sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) setelah dibentuk RDTR dan/atau RTBL untuk
rumah tinggal harus dilakukan penyesuaian
paling lama 10 (sepuluh) tahun sejak
pemberitahuan.
(6) RTRW dan/atau RDTR dan/atau RTBL
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengalami
perubahan, pemilik bangunan gedung harus
melakukan penyesuaian paling lama 5 (lima)
tahun dan rumah tinggal paling lama 10 (sepuluh
tahun sejak pemberitahuan.
Pasal 18
(1) Bangunan gedung yang dibangun:
a. di atas prasarana dan sarana umum;
b. di bawah prasarana dan sarana umum;
c. di bawah atau di atas air;
d. di daerah jaringan transmisi listrik tegangan
tinggi;
e. di daerah yang berpotensi bencana alam; dan
f. di Kawasan Keselamatan Operasional
Penerbangan (KKOP).
(2) Bangunan gedung yang dibangun sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) memperoleh pertimbangan
serta persetujuan dari Pemerintah Daerah.
Pasal 19
(1) Intensitas bangunan gedung sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal 16 huruf b harus
diselenggarakan sesuai dengan ketentuan dalam
RTRW dan/atau RDTR dan/atau RTBL pada lokasi
yang bersangkutan.
(2) Persyaratan intensitas bangunan gedung
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
persyaratan kepadatan, persyaratan ketinggian
dan persyaratan jarak bebas bangunan gedung.
(3) Dalam hal ketentuan sebagaimana yang dimaksud
pada ayat (1) belum ditetapkan, ketentuan
intensitas bangunan gedung diatur dalam
Peraturan Bupati.
Pasal 20...
- 23 -
Pasal 20
(1) Persyaratan kepadatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 ayat (2) meliputi ketentuan KDB
pada lokasi padat, lokasi sedang dan lokasi
renggang.
(2) KDB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditentukan atas dasar kepentingan pelestarian
lingkungan/resapan air permukaan tanah dan
pencegahan terhadap bahaya kebakaran,
kepentingan ekonomi, fungsi peruntukan, fungsi
bangunan, keselamatan dan kenyamanan
bangunan.
(3) Pemerintah Daerah dapat memberikan insentif
kepada pemilik bangunan gedung yang
memberikan sebagian area tanahnya untuk
kepentingan umum.
(4) Insentif sebagaimana dimaksdu pada ayat (3)
berupa:
a. keringanan pajak, pemberian kompensasi,
subsidi silang, imbalan, dan sewa ruang;
b. pembangunan serta pengadaan infrastruktur;
c. kemudahan prosedur perizinan; dan
d. pemberian penghargaan kepada masyarakat
atau swasta.
Pasal 21
(1) Persyaratan ketinggian bangunan gedung
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2)
meliputi ketentuan tentang jumlah lantai
bangunan (JLB) dan koefisien lantai bangunan
(KLB) pada tingkatan KLB tinggi, sedang dan
rendah.
(2) KLB ditentukan atas dasar kepentingan
pelestarian lingkungan/resapan air permukaan
dan pencegahan terhadap bahaya kebakaran,
kepentingan ekonomi, fungsi peruntukan, fungsi
bangunan, keselamatan dan kenyamanan
bangunan, keselamatan dan kenyamanan umum.
(3) Ketinggian bangunan gedung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak boleh mengganggu
lalu lintas penerbangan.
(4) Untuk kawasan yang belum dibuat tata ruangnya,
ketinggian maksimum bangunan gedung
ditetapkan oleh instansi yang berwenang dengan
mempertimbangkan lebar jalan, fungsi bangunan,
keselamatan bangunan, serta keserasian dengan
lingkungannya.
Pasal 22...
- 24 -
Pasal 22
(1) Ketentuan jarak bebas bangunan gedung
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2)
ditetapkan dalam bentuk garis sempadan
bangunan gedung dengan mempertimbangkan
aspek keselamatan, kesehatan, kenyamanan,
kemudahan, keserasian dengan lingkungan dan
ketinggian bangunan.
(2) Garis sempadan bangunan gedung sebagaimana
yang dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. jarak bangunan dan/atau pagar dengan as
jalan;
b. garis sempadan yang terletak pada daerah
radian jalan terhadap pagar; dan
c. sempadan untuk daerah khusus.
(3) Garis Sempadan Bangunan (GSB) ditentukan
berdasarkan klasifikasi jalan, dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. untuk jalan poros/ringroad, atau jalan
lingkar dan jalan penghubung antar distrik,
minimal 27 m dari as jalan;
b. untuk jalan arteri, atau jalan utama dalam
kota, minimal 21 meter dari as jalan;
c. untuk jalan kolektor, atau jalan penghubung
antara jalan arteri, minimal 14 meter dari as
jalan;
d. untuk jalan lingkungan utama minimal 10
meter dari as jalan;
e. untuk jalan lingkungan minimal 8 meter dari
as jalan.
(4) Garis Sempadan Pagar (GSP) ditentukan
berdasarkan klasifikasi jalan, dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. untuk jalan poros/ringroad, atau jalan
lingkar dan jalan penghubung antar distrik,
minimal 14 m dari as jalan;
b. untuk jalan arteri, atau jalan utama dalam
kota, minimal 11 meter dari as jalan;
c. untuk jalan kolektor, atau jalan penghubung
antara jalan arteri, minimal 8 meter dari as
jalan;
d. untuk jalan lingkungan utama minimal 8
meter dari as jalan;
e. untuk jalan lingkungan minimal 4 meter dari
as jalan.
(5) Garis...
- 25 -
(5) Garis sempadan yang terletak pada daerah radian
jalan/tikungan jalan terhadap pagar ditentukan
berdasarkan klasifikasi jalan, dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. untuk jalan arteri-arteri minimal 24 meter
dihitung dari as pertemuan jalan ke garis
sempadan pagar;
b. untuk jalan kolektor-arteri minimal 21 meter
dihitung dari as pertemuan jalan ke garis
sempadan pagar;
c. untuk jalan lingkungan-arteri minimal 18
meter dihitung dari as pertemuan jalan ke
garis sempadan pagar;
d. untuk jalan kolektor-kolektor minimal 19
meter dihitung dari as pertemuan jalan ke
garis sempadan pagar;
e. untuk jalan lingkungan-kolektor minimal 17
meter dihitung dari as pertemuan jalan ke
garis sempadan pagar;
f. untuk jalan lingkungan-lingkungan minimal
14 meter dihitung dari as pertemuan jalan ke
garis sempadan pagar.
(6) Sempadan untuk daerah khusus sebagaimana
yang dimaksud pada ayat (2) huruf c ditetapkan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. untuk sempadan sungai berkisar antara 100
sampai 500 meter;
b. untuk sempadan pantai berkisar antara 100
sampai 500 meter;
c. sempadan untuk udara dengan ketinggian
lebih dari 10 meter;
d. sempadan untuk drainase kota, diambil dari
tepi drainase sampai dengan bagian terdepan
bangunan, garis sempadan bangunan
minimal 10 meter dan garis sempadan pagar
minimal 8 meter.
(7) Sepadan untuk udara sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) huruf c setelah mendapatkan
rekomendasi dari Pemerintah Daerah.
(8) Jarak bebas antara dua bangunan gedung dalam
suatu tapak minimal 2 meter.
Pasal 23...
- 26 -
Pasal 23
(1) Persyaratan arsitektur bangunan gedung
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 16
huruf c meliputi persyaratan penampilan
bangunan gedung, tata ruang dalam,
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan
bangunan gedung dengan lingkungannya, serta
mempertimbangkan adanya keseimbangan antara
nilai-nilai adat/tradisional sosial budaya setempat
terhadap penerapan berbagai perkembangan
arsitektur dan rekayasa.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan
arsitektur bangunan gedung diatur dengan
Peraturan Bupati.
Pasal 24
(1) Persyaratan pengendalian dampak lingkungan
untuk bangunan gedung tertentu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 d setiap kegiatan dalam
bangunan dan/atau lingkungannya yang
mengganggu atau menimbulkan dampak besar
dan penting harus dilengkapi dengan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
(2) Kegiatan dalam bangunan dan/atau
lingkungannya yang tidak mengganggu atau tidak
menimbulkan dampak besar dan penting tidak
perlu dilengkapi dengan AMDAL tetapi dengan
Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya
Pemantauan Lingkungan (UPL).
(3) Kegiatan yang memerlukan AMDAL, UKL dan UPL
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 25
(1) Persyaratan RTBL sebagaimana dimaksud pada
Pasal 16 huruf e merupakan pengaturan
persyaratan tata bangunan yang digunakan dalam
pengendalian pemanfaatan ruang suatu kawasan
dan sebagai panduan rancangan kawasan untuk
mewujudkan kesatuan karakter serta kualitas
bangunan gedung dan lingkungan yang
berkelanjutan.
(2) RTBL...
- 27 -
(2) RTBL disusun berdasarkan pada pola penataan
bangunan gedung dan lingkungan yang ditetapkan
oleh Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat
serta dapat dilakukan melalui kemitraan
Pemerintah Daerah dengan swasta dan/atau
masyarakat sesuai dengan tingkat permasalahan
pada lingkungan/kawasan bersangkutan dengan
mempertimbangkan pendapat para ahli dan
masyarakat.
Paragraf 2
Persyaratan Keandalan Bangunan Gedung
Pasal 26
(1) Persyaratan keandalan bangunan gedung
sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 11 ayat
(3) huruf b terdiri dari:
a. persyaratan keselamatan bangunan gedung;
b. persyaratan kesehatan bangunan gedung;
c. persyaratan kenyamanan bangunan gedung;
dan
d. persyaratan kemudahan bangunan gedung.
(2) Persyaratan keselamatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. persyaratan kemampuan bangunan gedung
untuk mendukung beban muatan; dan
b. persyaratan kemampuan bangunan gedung
dalam mencegah dan menanggulangi bahaya
kebakaran dan bahaya petir.
(3) Persyaratan kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. persyaratan sistem penghawaan;
b. persyaratan pencahayaan;
c. persyaratan sanitasi; dan
d. persyaratan penggunaan bahan bangunan.
(4) Persyaratan kenyamanan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c meliputi:
a. persyaratan kenyamanan ruang gerak dan
hubungan antar ruang;
b. persyaratan kondisi udara dalam ruang;
c. persyaratan pandangan; dan
d. Persyaratan tingkat getaran dan tingkat
kebisingan.
(5) Persyaratan kemudahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d meliputi:
a. persyaratan kemudahan ke, dari, dan di
dalam bangunan gedung; dan
b. persyaratan...
- 28 -
b. persyaratan kelengkapan prasarana dan
sarana dalam pemanfaatan bangunan
gedung.
Pasal 27
(1) Persyaratan kemampuan bangunan gedung untuk
mendukung beban muatan sebagaimana
dimaksud pada Pasal 26 ayat (2) huruf a meliputi:
a. persyaratan struktur bangunan gedung;
b. pembebanan pada bangunan gedung;
c. struktur atas bangunan gedung;
d. struktur bawah bangunan gedung, meliputi
pondasi langsung dan pondasi dalam;
e. keselamatan struktur;
f. keruntuhan struktur; dan
g. persyaratan bahan.
(2) Persyaratan struktur bangunan gedung
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
harus direncanakan kuat/kokoh, stabil dalam
memikul beban, keawetan struktur, memenuhi
persyaratan keselamatan dan persyaratan
pelayanan selama umur yang direncanakan
dengan mempertimbangkan:
a. fungsi bangunan gedung, lokasi, keawetan
dan kemungkinan pelaksanaan konstruksi
bangunan gedung;
b. pengaruh aksi sebagai akibat dari beban yang
bekerja selama umur layanan struktur baik
beban muatan tetap maupun sementara yang
timbul akibat gempa, angin, korosi, jamur
dan serangga perusak;
c. pengaruh gempa terhadap substruktur
maupun struktur bangunan gedung sesuai
zona gempanya;
d. struktur bangunan yang direncanakan secara
daktail pada kondisi pembebanan
maksimum, sehingga pada saat terjadi
keruntuhan, kondisi strukturnya masih
memungkinkan penyelamatan diri
penghuninya;
e. struktur bawah bangunan gedung pada lokasi
tanah yang dapat terjadi likuifaksi; dan
f. keandalan bangunan gedung.
(3) Pembebanan pada bangunan gedung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b harus dianalisis
dengan memeriksa respon struktur terhadap
beban tetap, beban sementara atau beban khusus
yang mungkin bekerja selama umur pelayanan
dengan mengikuti SNI yang berlaku.
(4) Struktur...
- 29 -
(4) Struktur atas bangunan gedung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi
konstruksi beton, konstruksi baja, konstruksi
kayu, konstruksi bambu, konstruksi dengan
bahan dan teknologi khusus, dan dilaksanakan
dengan menggunakan SNI yang berlaku.
(5) Pondasi langsung sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf d harus direncanakan sehingga
dasarnya terletak di atas lapisan tanah yang
mantap dengan daya dukung tanah yang cukup
kuat dan selama berfungsinya bangunan gedung
tidak mengalami penurunan yang melampaui
batas.
(6) Pondasi dalam sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf d digunakan dalam hal lapisan tanah
dengan daya dukung yang terletak cukup jauh di
bawah permukaan tanah sehingga pengguna
pondasi langsung dapat menyebabkan penurunan
yang berlebihan atau ketidakstabilan konstruksi.
(7) Keselamatan struktur sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf e merupakan salah satu
penentuan tingkat keandalan struktur bangunan
yang diperoleh dari hasil pemeriksaan berkala oleh
tenaga ahli yang bersertifikat sesuai dengan
peraturan yang berlaku.
(8) Keruntuhan struktur sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf f merupakan salah satu kondisi
yang harus dihindari dengan cara melakukan
pemeriksaan berkala tingkat keandalan Bangunan
Gedung sesuai dengan Peraturan yang berlaku.
(9) Persyaratan bahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf g harus memenuhi persyaratan
keamanan, keselamatan lingkungan dan pengguna
bangunan gedung serta sesuai dengan SNI yang
berlaku.
Pasal 28
(1) Persyaratan kemampuan bangunan gedung
terhadap bahaya kebakaran sebagaimana
dimaksud pada Pasal 26 ayat (2) huruf b meliputi
sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif,
persyaratan jalan ke luar dan aksesibilitas untuk
pemadaman kebakaran, persyaratan pencahayaan
darurat, tanda arah ke luar dan sistem peringatan
bahaya, persyaratan komunikasi dalam bangunan
gedung, persyaratan instalasi bahan bakar gas
dan manajemen penanggulangan kebakaran.
(2) Setiap...
- 30 -
(2) Setiap bangunan gedung kecuali rumah tinggal
tunggal dan rumah deret sederhana harus
dilindungi dari bahaya kebakaran dengan sistem
proteksi aktif yang meliputi sistem pemadam
kebakaran, sistem diteksi dan alarm kebakaran,
sistem pengendali asap kebakaran dan pusat
pengendali kebakaran.
(3) Setiap bangunan gedung kecuali rumah tinggal
tunggal dan rumah deret sederhana harus
dilindungi dari bahaya kebakaran dengan sistem
proteksi pasif dengan mengikuti SNI yang berlaku.
(4) Persyaratan jalan ke luar dan aksesibilitas untuk
pemadaman kebakaran meliputi perencanaan
akses bangunan dan lingkungan untuk
pencegahan bahaya kebakaran dan perencanaan
dan pemasangan jalan keluar untuk penyelamatan
sesuai dengan SNI yang berlaku.
(5) Persyaratan pencahayaan darurat, tanda arah ke
luar dan sistem peringatan bahaya dimaksudkan
untuk memberikan arahan bagi pengguna gedung
dalam keadaaan darurat untuk menyelamatkan
diri sesuai sesuai dengan SNI yang berlaku.
(6) Persyaratan komunikasi dalam bangunan gedung
sebagai penyediaan sistem komunikasi untuk
keperluan internal maupun untuk hubungan ke
luar pada saat terjadi kebakaran atau kondisi
lainnya.
(7) Persyaratan instalasi bahan bakar gas meliputi