1 WALIKOTA BANDAR LAMPUNG PROVINSI LAMPUNG PERATURAN WALIKOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR : 01 TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN LALU LINTAS JALAN DAN PERLENGKAPAN JALAN DI KOTA BANDAR LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANDAR LAMPUNG, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Transportasi di Kota Bandar Lampung dan dalam rangka menjamin terwujudnya keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran berlalu lintas di jalan, maka dipandang perlu untuk mengatur ketentuan penyelenggaraan lalu lintas dan perlengkapan jalan di Kota Bandar Lampung; b. bahwa untuk memenuhi maksud huruf a tersebut di atas perlu ditetapkan dengan Peraturan Walikota Bandar Lampung; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang –Undang Darurat Nomor 4 Tahun 1956 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 55), Undang – Undang Darurat Nomor 5 Tahun 1956 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 56) dan Undang-Undang Darurat Nomor 6 Tahun 1956 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 57) tentang Pembentukan Daerah Tingkat II termasuk Kotapraja dalam Lingkungan Daerah Tingkat I Sumatera Selatan sebagai Undang – Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1821); 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
36
Embed
PROVINSI LAMPUNG PERATURAN WALIKOTA BANDAR … filePeraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1982 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Tanjungkarang–Telukbetung (Lembaran
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
WALIKOTA BANDAR LAMPUNG
PROVINSI LAMPUNG
PERATURAN WALIKOTA BANDAR LAMPUNG NOMOR : 01 TAHUN 2018
TENTANG
TATA CARA PENYELENGGARAAN LALU LINTAS JALAN DAN PERLENGKAPAN JALAN DI KOTA BANDAR LAMPUNG
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA BANDAR LAMPUNG,
Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Daerah Kota
Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Transportasi di Kota Bandar
Lampung dan dalam rangka menjamin terwujudnya keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran berlalu lintas di jalan, maka dipandang perlu untuk
mengatur ketentuan penyelenggaraan lalu lintas dan perlengkapan jalan di Kota Bandar Lampung;
b. bahwa untuk memenuhi maksud huruf a tersebut di atas perlu ditetapkan dengan Peraturan Walikota
Bandar Lampung;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang –Undang Darurat Nomor 4 Tahun 1956 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1956 Nomor 55), Undang – Undang Darurat Nomor 5 Tahun 1956 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 56) dan Undang-Undang Darurat
Nomor 6 Tahun 1956 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 57) tentang
Pembentukan Daerah Tingkat II termasuk Kotapraja dalam Lingkungan Daerah Tingkat I Sumatera Selatan sebagai Undang – Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 1821);
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209);
2
3. Undang-Undang 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444);
4. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5025);
5. Undang - Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 224, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1982 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Tanjungkarang–Telukbetung (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3213);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1983 tentang
Perubahan Nama Kotamadya Daerah Tingkat II Tanjungkarang–Telukbetung menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Bandar Lampung (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3254);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983
tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3258) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Perubahan atas peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-
undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 90 Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5145);
3
10. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2011 tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak, Serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5221);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2011 tentang
Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5229);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 120, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5317);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 187, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5346);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2013 tentang
Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5468);
16. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
17. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 13 Tahun
2014 tentang Rambu Lalu Lintas;
18. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 34 Tahun 2014 tentang Marka Jalan;
19. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 49 Tahun 2014 tentang Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas;
20. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 75 Tahun
2015 tentang Penyelenggaraan Analisis Dampak Lalu
Lintas;
4
21. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 97 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan
Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas;
22. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 111 Tahun
2015 tentang Tata Cara Penetapan Batas Kecepatan;
23. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 19/
PRT/M/2011 tentang Persyaratan Teknis Jalan Dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan;
24. Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 07
Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan
Perangkat Daerah Kota Bandar Lampung (Lembaran Daerah Kota Bandar Lampung Tahun 2017 Nomor 7);
25. Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor10 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Transportasi di
Kota Bandar Lampung Lembaran Daerah Kota Bandar Lampung Tahun 2017 Nomor 10);
26. Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 50 Tahun 2016 tentang Tugas Fungsi dan Tata Kerja
Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG TATA CARA
PENYELENGGARAAN LALU LINTAS DAN
PERLENGKAPAN JALAN KOTA BANDAR LAMPUNG
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam PeraturanWalikota ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Daerah Kota Bandar Lampung.
2. Pemerintah Daerah adalah Walikota sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah otonom.
3. Walikota adalah Walikota Bandar Lampung.
4. Dinas adalah Dinas Perhubungan Kota Bandar
Lampung.
5. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Perhubungan Kota
Bandar Lampung.
6. Pengembang atau pembangun adalah orang, badan
hukum, kelompok, orang, atau perkumpulan yang menurut hukum sah sebagai pemilik yang akan
membangun atau mengembangkan pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur.
5
7. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau model yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan
usaha yang meliputi persoalan terbatas, persoalan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara (BUMN), atau badan usaha milik daerah
(BUMD) dengan nama dan bentuk apapun, firma, kongsi, koperwil, dana pensiun atau organisasi perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi
sosial politik atau organisasi perkumpulan, yayasan, organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan
lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
8. Polisi adalah Polisi Negara Republik Indonesia yang wilayah hukumnya dalam Kota Bandar Lampung.
9. Penyidik adalah Polisi Negara Republik Indonesia dan Pegawai Negeri Sipil Dinas Perhubungan yang diberi
wewenang khusus untuk melalukan penyidikan tindak pidana di bidang lalulintas dan angkutan jalan.
10. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan
pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah,
di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.
11. Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum.
12. Bagian–bagian jalan adalah bagian–bagian jalan yang
meliputi ruang manfaat jalan ruang milik jalan, dan ruang pengawasan jalan.
13. Ruang manfaat jalan yang (RUMAJA) adalah ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi dan kedalaman tertentu yang ditetapkan oleh
penyelenggara jalan dan digunakan untuk badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya.
14. Ruang milik jalan (RUMIJA) adalah ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu di luar manfaat jalan
yang diperuntukkan bagi ruang manfaat jalan, pelebaran jalan,penambahan jalur lalu lintas di masa datang serta kebutuhan ruangan untuk pengamanan
jalan dan dibatasi oleh lebar, kedalaman dan tinggi tertentu.
15. Ruang pengawasan jalan (RUWASJA) adalah ruang tertentu di luar ruang milik jalan yang
penggunaannya diawasi oleh penyelenggara jalan agar tidak mengganggu pandangan bebas pengemudi, konstruksi jalan, dan fungsi jalan.
16. Jaringan jalan adalah sekumpulan ruas-ruas jalan
yang merupakan satu kesatuan yang terjalin dalam hubungan hirarki.
6
17. Pengguna jalan adalah orang yang menggunakan jalan untuk berlalu lintas.
18. Pejalan kaki adalah setiap orang yang berjalan diruang lalu lintas.
19. Pengemudi adalah orang yang mengemudikan
kendaraan bermotoratau kendaraan tidak bermotor atau orang yang secara langsung mengawasi calon pengemudi yang sedang belajar mengemudikan
kendaraan bermotor.
20. Lalu lintas dan Angkutan Jalan adalah satu kesatuan
sistem yang terdiri atas lalu lintas, Angkutan Jalan, jaringan lalu lintas dan angkutan jalan, prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, kendaraan,
pengemudi, pengguna jalan, serta pengelolaanya.
21. Manajemen dan rekayasa lalu lintas adalah serangkaian usaha dan kegiatan yang meliputi
perencanaan, pengadaan, pemasangan, pengaturan, dan pemeliharaan fasilitas perlengkapan jalan dalam
rangka mewujudkan, mendukung, dan memelihara keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas.
22. Keamanan lalu lintas adalah keadaan terbebasnya setiap orang, barang, dan/atau kendaraan dari
gangguan perbuatan melawan hukum, dan/atau rasa takut dalam berlalu lintas.
23. Keselamatan lalu lintas adalah keadaan terhindarnya
pengguna jalan dan masyarakat dari risiko kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan oleh manusia, kendaraan, jalan, dan/atau
lingkungan.
24. Ketertiban lalu lintas adalah keadaan berlalu lintas
yang berlangsung secara teratur sesuai dengan hak dan kewajiban setiap pengguna jalan.
25. Kelancaran lalu lintas adalah keadaan berlalu lintas
yang bebas dari hambatan dan kemacetan di jalan.
26. Batas kecepatan adalah aturan yang sifatnya umum
dan/atau khusus untuk membatasi kecepatan yang lebih rendah karena alasan keramaian, disekitar sekolah, banyaknya kegiatan disekitar jalan,
penghematan energi ataupun karena alasan geometrik jalan.
27. Analisis Dampak Lalu Lintas (ANDALALIN) adalah
serangkaian kegiatan kajian mengenai dampak lalu lintas dari pembangunan pusat kegiatan,
permukiman, dan infrastruktur yang hasilnya dituangkan dalam bentuk dokumen hasil analisis dampak lalu lintas.
28. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD, adalah rencana
keuangan tahunan pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah.
7
29. Bangkitan/Tarikan Lalu Lintas adalah jumlah kendaraan masuk atau keluar rata-rata per hari atau
selama jam puncak, yang dibangkitkan atau ditarik oleh adanya rencana pembangunan pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur.
30. Tingkat pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk menampung lalu
lintas pada keadaan tertentu.
31. Volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang
melewati suatu titik tertentu pada ruas jalan per satuan waktu, dinyatakan dalam kendaraan/jam
atau satuan mobil penumpang (smp)/jam.
32. Kapasitas jalan adalah kemampuan ruas jalan untuk
menampung volume lalu lintas ideal per satuan waktu, dinyatakan dalam kendaraan/jam atau satuan mobil penumpang (smp)/jam.
33. Nisbah volume/kapasitas (V/C ratio) adalah
perbandingan antara volume lalu lintas dengan kapasitas jalan.
34. Kecepatan adalah kemampuan untuk menempuh jarak tertentu dalam satuan waktu, dinyatakan dalam
kilometer/jam. Tundaan di persimpangan adalah waktu tambahan yang diperlukan untuk melewati persimpangan tersebut dibandingkan dengan situasi
tanpa persimpangan.
35. Jalur adalah bagian jalan yang dipergunakan untuk
lalu lintas kendaraan.
36. Lajur adalah bagian jalur yang memanjang, dengan atau tanpa Marka Jalan, yang memiliki lebar cukup untuk dilewati satu kendaraan bermotor, selain
sepedamotor.
37. Trotoar adalah bagian jalan yang diperuntukkan
khusus bagi pejalan kaki.
38. Berhenti adalah keadaan tidak bergerak suatu
kendaraan untuk sementara dan pengemudi tidak meninggalkan kendaraannya.
39. Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara.
40. Jaringan Transportasi Jalan adalah serangkaian simpul dan atau ruang kegiatan yang dihubungkan
oleh ruang lalu lintas sehingga membentuk sistem jaringan untuk menyelenggaraan lalu lintas dan
angkutan jalan.
41. Rencana Umum Jaringan Transportasi Jalan adalah
gambaran keadaan Jaringan Transportasi jalan yang ingin diwujudkan untuk penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan yang terpadu baik intra maupun
antar moda transportasi.
42. Prasarana Jalan adalah segala kelengkapan jalan yang mendukung kegiatan lalu lintas jalan.
8
43. Kendaraan adalah suatu sarana angkut di jalan yang terdiri atas Kendaraan Bermotor dan Kendaraan
Tidak Bermotor.
44. Kendaraan Bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin
selain Kendaraan yang berjalan di atas rel.
45. Kendaraan Tidak Bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh tenaga manusia dan/atau
hewan.
46. Kendaraan Bermotor Umum adalah setiap kendaraan
yang digunakan untuk angkutan barang dan/atau orang dengan dipungut bayaran.
47. Moda transportasi adalah sarana kegiatan
transportasi.
48. Marka Jalan adalah suatu tanda yang berada di permukaan jalan atau di atas permukaan jalan yang
meliputi peralatan atau tanda yang membentuk garis membujur, garis melintang, garis serong, serta
lambang yang berfungsi untuk mengarahkan arus lalu lintas dan membatasi daerah kepentingan lalu lintas.
49. Marka Membujur adalah marka jalan yang sejajar
dengan sumbu jalan.
50. Marka Melintang adalah marka jalan yang tegak lurus
terhadap sumbu jalan.
51. Marka Serong adalah marka jalan yang membentuk garis utuh yang tidak termasuk dalam pengertian
Marka Membujur atau Marka Melintang, untuk menyatakan suatu daerah permukaan jalan yang bukan merupakan jalur lalu lintas kendaraan.
52. Marka Lambang adalah marka jalan berupa panah, gambar, segitiga, atau tulisan yang dipergunakan
untuk mengulangi maksud rambu lalu lintas atau untuk memberitahu pengguna jalan yang tidak dapat dinyatakan dengan rambu lalu lintas.
53. Marka Kotak Kuning adalah marka jalan berbentuk segi empat berwarna kuning yang berfungsi melarang
kendaraan berhenti disuatu area.
54. Pulau Lalu Lintas adalah bagian jalan yang tidak dapat dilalui oleh kendaraan, dapat berupa Marka
Jalan atau bagian jalan yang ditinggikan.
55. Rambu Lalu Lintas adalah bagian perlengkapan Jalan yang berupa lambang, huruf, angka, kalimat,
dan/atau perpaduan yang berfungsi sebagai peringatan, larangan, perintah, atau petunjuk bagi
pengguna jalan.
56. Daun Rambu adalah pelat alumunium atau bahan lainnya yang memenuhi persyaratan teknis tempat
ditempelkan/dilekatkannya rambu.
57. Tiang Rambu adalah batangan logam atau bahan
lainnya untuk menempelkan atau melekatkan daun rambu.
9
58. Papan Tambahan adalah pelat alumunium atau bahan lainnya yang dipasang di bawah daun rambu yang
memberikan penjelasan lebih lanjut dari suatu rambu.
59. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas adalah perangkat
elektronik yang menggunakan isyarat lampu yang dapat dilengkapi dengan isyarat bunyi untuk mengatur lalu lintas orang dan/atau kendaraan di
persimpangan atau pada ruas jalan.
60. Luminer adalah seperangkat peralatan yang
merupakan bagian dari Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas dan berfungsi untuk menghasilkan, mengatur,
dan mendistribusikan pencahayaan.
61. Tiang penyangga adalah pipa berbahan logam atau
bahan lainnya yang digunakan untuk menambatkan Luminer.
62. Layar monitor adalah perangkat elektronik yang digunakan untuk menampilkan lambang, huruf,
angka, kalimat, dan/atau perpaduan yang berfungsi sebagai peringatan, larangan, perintah, atau petunjuk bagi pengguna jalan.
63. Tempat Pemberhentian (Halte) adalah tempat pemberhentian kendaraan umum untuk menurunkan
dan/atau menaikan penumpang.
BAB II PENYELENGGARAAN LALU LINTAS JALAN
Bagian Kesatu Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas
Paragraf 1 Pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas
Pasal 2
(1) Dalam rangka mewujudkan, mendukung, dan
memelihara keamanan, keselamatan, ketertiban dan
kelancaran lalu lintas di Daerah perlu dilakukan manajemen dan rekayasa lalu lintas.
(2) Manajemen dan rekayasa lalu lintas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui
kegiatan yaitu: a. Perencanaan lalu lintas; b. Pengaturan lalu lintas;
c. Perekayasaanlalu lintas; d. Pemberdayaan; dan
e. Pengawasan lalu lintas.
(3) Kegiatan manajemen dan rekayasa lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah melalui Dinas dengan
berkoordinasi dengan instansi terkait.
10
(4) Tahapan pelaksanaan manajemen lalu lintas diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah sesuai
dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 2 Tata Cara Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas
Pasal 3
(1) Manajemen dan rekayasa lalu lintas dilakukan dengan optimasi penggunaan jaringan jalan dan
gerakan lalu lintas melalui optimasi kapasitas jalan/persimpangan dan pengendalian pergerakan
lalu lintas.
(2) Manajemen dan rekayasa lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara: a. penetapan prioritas angkutan massal;
b. pemberian prioritas keselamatan dan kenyamanan pejalan kaki;
c. pemberian kemudahan bagi penyandang cacat;
d. pemisahan atau pemilahan pergerakan arus lalu lintas;
e. pemaduan berbagai moda angkutan; f. pengendalian lalu lintas pada persimpangan; g. pengendalian lalu lintas pada ruas jalan; dan/
atau h. perlindungan terhadap lingkungan.
(3) Tata cara pelaksanaan manajemen dan rekayasa lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Tata Cara Berlalu Lintas
Paragraf 1 Penggunaan Jalan
Pasal 4
(1) Jalan sebagai ruang lalu lintas, harus dikendalikan pemanfaatan dan penggunaannya agar tidak
menimbulkan kerusakan jalan, kerusakan fasilitas perlengkapan jalan, serta tidak menimbulkan gangguan lalu lintas.
(2) Pemanfaatan jalan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), disesuaikan dengan fungsi peruntukkannya meliputi:
a. bagian perkerasan yang berfungsi untuk pergerakan kendaraan;
11
b. bagian bahu jalan yang berfungsi untuk drainase dan perlengkapan jalan;
c. trotoar yang berfungsi sebagai fasilitas pejalan kaki; dan
d. ruang dengan jarak tertentu dari permukaan
jalan berfungsi sebagai ruang bebas.
(3) Penggunaan jalan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan berdasarkan fungsi dan kelas jalan.
(4) Organisasi Perangkat Daerah (OPD), Badan atau
perorangan dapat menggunakan jalan selain untuk
kegiatan lalu lintas dengan izin dari Kepolisian setempat sesuai ketentuan dan perundang-undangan.
(5) Penetapan fungsi dan kelas jalan kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan Walikota.
Paragraf 2 Batas Kecepatan
Pasal 5
(1) Penetapan batas kecepatan dimaksudkan untuk mencegah kejadian dan fatalitas kecelakaan serta mempertahankan mobilitas lalu lintas.
(2) Batas kecepatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan sebagai berikut : a. paling rendah 60 (enam puluh) kilometer per jam
dalam kondisi arus bebas dan paling tinggi 100
(seratus) kilometer per Jam untuk jalan bebas hambatan;
b. paling tinggi 80 (delapan puluh) kilometer per jam untuk jalan antarkota;
c. paling tinggi 50 (lima puluh) kilometer per jam
untuk kawasan perkotaan; dan d. pPaling tinggi 30 (tiga puluh) kilometer per jam
untuk kawasan permukinan.
(3) Pengaturan mengenai tata cara penetapan batas
kecepatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan tentang Tata Cara Penetapan Batas Kecepatan.
(4) Penetapan batas kecepatan jalan kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Walikota.
12
Bagian Ketiga Analisis Dampak Lalu Lintas
Paragraf 1
Jenis Pusat Kegiatan, Permukiman, dan Infrastruktur
Pasal 6
(1) Setiap rencana pembangunan pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur yang akan
menimbulkan gangguan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan yang berda di jalan Daerah wajib dilakukan
Analisis Dampak Lalu Lintas.
(2) Rencana pembangunan pusat kegiatan,
permukiman, dan infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pembangunan
baru atau pengembangan.
(3) Pusat kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa bangunan untuk :
a. Kegiatan perdagangan; b. Kegiatan perkantoran;
c. Kegiatan industri; d. Fasilitas pendidikan;
1) Sekolah atau universitas;
2) Lembaga kursus; e. Fasilitas pelayanan umum :
1) Rumah sakit;
2) Klinik bersama; 3) Bank
f. Stasiun pengisian bahan bakar umum; g. Hotel; h. Gedung pertemuan;
i. Restoran; j. Fasilitas olahraga (indoor atau outdoor);
k. Bengkel kendaraan bermotor; l. Pencucian mobil; dan/atau; m. Bangunan lainnya.
(4) Permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
berupa :
a. Perumahan dan permukiman; b. Rumah susun dan apartemen;
c. Asrama; d. Ruko, dan atau permukiman lainnya; e. Permukiman lainnya.
(5) Infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
berupa :
a. Akses ke dan dari jalan tol; b. Pelabuhan;
c. Bandar udara;
13
d. Terminal; e. Stasiun kereta api;
f. Pool kendaraan; g. Fasilitas parkir untuk umum; h. Jalan layang (flyover); i. Lintas bawah (under pass) j. Terowongan (tunnel); dan atau
k. Infrastruktur lainnya.
Paragraf 2 Kriteria Ukuran Minimal Analisis Dampak Lalu Lintas
Pasal 7
(1) Tata cara penetapan kriteria ukuran minimal dilakukan analisis dampak lalu lintas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan tentang
Penyelenggaraan Analisis Dampak Lalu Lintas.
(2) Rencana pengembangan pusat kegiatan dan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) lebih besar 30 % (tiga puluh per seratus)
dari kondisi awal wajib dilakukan Analisis Dampak Lalu Lintas.
(3) Rencana pengembangan infrastruktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) lebih besar 50 %
(lima puluh per seratus) dari fasilitas utama atau pokok wajib dilakukan Analisis Dampak Lalu Lintas.
(4) Kriteria ukuran minimal rencana pembangunan
pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur yang
wajib dilakukan Analisis Dampak Lalu Lintas tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini.
Paragraf 3
Tata Cara Pengajuan Rekomendasi Analisis Dampak Lalu Lintas
Pasal 8
Tata cara pengajuan rekomendasi Analisis Dampak Lalu
Lintas adalah Pihak Pengembang mengajukan permohonan secara tertulis kepada Walikota melalui Dinas dengan melampirkan :
a. Gambar desain rencana bangunan; b. Data rencana lokasi bangunan yang meliputi :
1) Peta/sket lokasi. 2) Luas bangunan. 3) Luas pelataran parkir.
4) Jumlah pegawai dan penghuni. 5) Jumlah pengunjung yang dapat ditampung. 6) Fasilitas pendukung.
14
Paragraf 4 Penyusunan Analisis Dampak Lalu Lintas
Pasal 9
(1) Dalam melakukan Analisis Dampak Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1),
Pengembang atau Pembangun menunjuk lembaga konsultan yang berbadan hukum dan memiliki tenaga ahli bersertifikat.
(2) Kegiatan Analisis Dampak Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hasilnya dituangkan dalam bentuk dokumen hasil Analisis Dampak Lalu Lintas.
(3) Dokumen hasil Analisis Dampak Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit
memuat : a. perencanaan dan metodologi andalalin;
b. analisis kondisi lalu lintas dan angkutan jalan saat ini;
c. analisis bangkitan/tarikan LLAJ akibat
pembangunan; d. analisis distribusi perjalanan;
e. analisis pemilihan moda; f. analisis pembebanan perjalanan; g. simulasi kinerja lalu lintas yang dilakukan
terhadap analisis Dampak lalu lintas;
h. rekomendasi dan rencana implementasi penanganan dampak;
i. rincian tanggung jawab pemerintah dan pengembang;
j. rencana pemantauan dan evaluasi; k. gambaran umum lokasi yang akan dibangun atau
dikembangkan.
(4) Muatan materi penyusunan Dokumen hasil Analisis Dampak Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 5
Penilaian Dokumen Hasil Analisis Dampak Lalu Lintas
Pasal 10
(1) Hasil Analisis Dampak Lalu Lintas berupa
rekomendasi manajemen dan rekayasa lalu lintas dijadikan pedoman dalam pelaksanaan pembangunan.
(2) Pelaksanaan pembangunan dapat dimulai setelah dilengkapi dengan Analisis Dampak Lalu Lintas
dalam bentuk rekomendasi Walikota atau Pejabat lain yang ditunjuk.
15
(3) Hasil Analisis Dampak Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan salah satu
persyaratan untuk memperoleh: a. Izin lokasi; b. Izin mendirikan bangunan; atau
c. Izin pembangunan bangunan gedung dengan fungsi khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
bangunan gedung.
(4) Pemberian persetujuan hasil Analisis Dampak Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah dilakukan penilaian oleh Tim
Evaluasi Dokumen Analisis Dampak Lalu Lintas.
Pasal11
(1) Tim evaluasi dokumen Analisis Dampak Lalu Lintas
sebagaimana dimaksud pada Pasal 10ayat (3) dibentuk oleh Walikota, terdiri atas unsur pembinaan sarana dan prasarana LLAJ, Pembina
Jalan dan Polisi.
(2) Tim Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan susunan keanggotaan, meliputi: a. Ketua,
b. Sekretaris, c. Anggota, dan d. Anggota sekretariat.
(3) Jumlah anggota Tim Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, paling sedikit 7 (tujuh) orang.
(4) Biaya untuk mendukung kegiatan Tim Evaluasi dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai dengan kewenangannya.
(5) Penetapan Tim Evaluasi dokumen Analisis Dampak
Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Walikota.
Pasal 12
(1) Tugas Tim Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (1), adalah : a. melakukan penilaian terhadap dokumen
Andalalin; dan b. menilai kelayakan rekomendasi yang diusulkan
dalam Dokumen Andalalin.
(2) Hasil Penilaian Tim Evaluasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), disampaikan kepada Walikota untuk mendapatkan persetujuan.
16
(3) Persetujuan Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan dalam jangka waktu 60 (enam
puluh) hari kerja terhitung sejak dokumen Analisis Dampak Lalu Lintas diterima dan dinyatakan secara lengkap memenuhi persyaratan.
Pasal 13
(1) Dalam hal hasil penilaian Tim Evaluasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) menyatakan hasil Analisis Dampak Lalu Lintas belum memenuhi persyaratan, Walikota mengembalikan dokumen
Analisis Dampak Lalu Lintas atau kajian dampak Lalu Lintas kepada pengembang atau pembangun untuk disempurnakan.
(2) Dalam hal hasil penilaian tim evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) menyatakan hasil
Analisis Dampak Lalu Lintas telah memenuhi persyaratan, Walikota meminta kepada pengembang atau pembangun untuk membuat dan
menandatangani surat pernyataan kesanggupan melaksanakan semua kewajiban yang tercantum
dalam dokumen Analisis Dampak Lalu Lintas.
(3) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
harus terpenuhi sebelum dan selama pusat kegiatan, pemukiman dan/atau infrastruktur dioperasionalkan.
(4) Pelaksanaan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dipantau oleh Tim Pengawas Analisis
Dampak Lalu Lintas yang dibentuk dengan Keputusan Walikota.
BAB III PERLENGKAPAN JALAN
Bagian Kesatu Penyediaan Perlengkapan Jalan
Pasal 14
(1) Untuk mendukung kegiatan rekayasa lalu lintas dilakukan pengadaan, pemasangan, pemeliharaan
dan perawatan alat perlengkapan jalan.
(2) Perlengkapan Jalan terdiri dari : a. Rambu lalu lintas;
b. Marka jalan; c. Alat pemberi isyarat lalu lintas (APILL);
d. Alat Penerangan Jalan; e. Alat pengendali pemakai jalan, terdiri atas:
meliputi pemeriksaan atas: a. susunan, terdiri atas:
1) rangka landasan;
2) motor penggerak; 3) sistem pembuangan;
4) sistem penerus daya; 5) sistem roda-roda; 6) sistem suspensi;
7) sistem alat kemudi; 8) sistem rem.
27
9) sistem lampu dan alat pemantul cahaya, terdiri atas :
a) lampu utama dekat; b) lampu utama jauh; c) lampu penunjuk arah;
d) lampu rem; e) lampu posisi depan; f) lampu posisi belakang; dan
g) lampu mundur; 10) komponen pendukung, terdiri atas:
a) pengukur kecepatan (speedometer); b) kaca spion; c) penghapus kaca kecuali sepeda motor;
d) klakson; e) spakbor; dan f) bumper kecuali sepeda motor.
b. perlengkapan kendaraan bermotor selain sepeda motor, terdiri atas:
1) sabuk keselamatan; 2) ban cadangan; 3) segitiga pengaman;
4) dongkrak; 5) pembuka roda;
6) helm dan rompi pemantul cahaya bagi pengemudi Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih yang tidak memiliki rumah-
rumah; dan 7) peralatan pertolongan pertama pada
kecelakaan.
c. perlengkapan sepeda motor berupa helm bagi pengemudi dan penumpang;
d. ukuran kendaraan bermotor, terdiri atas: 1) panjang; 2) lebar dan tinggi;
3) julur depan; 4) julur belakang; dan
5) sudut pergi. e. karoseri, yang ditujukan atas badan kendaraan,
terdiri atas:
1) kaca-kaca; 2) pintu; 3) engsel;
4) tempat duduk; 5) tempat pemasangan tanda nomor Kendaraan
Bermotor; 6) tempat keluar darurat (khusus mobil bus); 7) tangga (khusus mobil bus); dan
8) perisai kolong (khusus mobil barang). f. rancangan teknis kendaraan sesuai dengan
peruntukannya, terdiri atas: 1) ketersediaan dan kesesuaian antara jumlah
tempat duduk dengan daya muatnya;
28
2) ketersediaan alat pegangan penumpang berdiri bagi mobil bus angkutan umum
perkotaan; dan 3) ketersediaan bak muatan terbuka atau
tertutup bagi kendaraan bermotor angkutan
barang. g. pemuatan, ditujukan atas tata cara memuat
orang dan/atau barang; dan
h. penggandengan dan/atau penempelan Kendaraan Bermotor, ditujukan atas
ketersediaan alat perangkai dan/atau ketersediaan roda kelima yang dilengkapi alat pengunci.
(3) Pemeriksaan atas persyaratan laik jalan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi: a. emisi gas buang; b. kebisingan suara;
c. efisiensi sistem rem utama; d. efisiensi sistem rem parkir; e. kincup roda depan;
f. suara klakson; g. daya pancar dan arah sinar lampu utama;
h. radius putar; i. akurasi alat penunjuk kecepatan; j. kesesuaian kinerja roda dan kondisi ban;
dan/atau k. kesesuaian daya mesin penggerak terhadap berat
kendaraan.
Pasal 33
Pemeriksaan daya angkut dan/atau cara pengangkutan
barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf d meliputi: a. jumlah berat yang diizinkan atau jumlah berat
kombinasi yang diizinkan pada setiap Kendaraan Bermotor, kereta gandengan, atau kereta tempelan;
dan b. tata cara pengangkutan barang.
Pasal 34
(1) Pemeriksaan dokumen perizinan penyelenggaraan angkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf e meliputi pemeriksaan atas dokumen
perizinan dan dokumen angkutan orang atau angkutan barang yang diwajibkan dalam izin.
(2) Pemeriksaan atas dokumen perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. dokumen perizinan penyelenggaraan angkutan dalam trayek;
29
b. dokumen perizinan penyelenggaraan angkutan tidak dalam trayek; dan
c. dokumen perizinan penyelenggaraan angkutan barang khusus dan alat berat.
(3) Pemeriksaan atas dokumen angkutan orang yang diwajibkan dalam izin sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi: a. tiket penumpang umum;
b. tanda pengenal bagasi; dan c. manifes.
(4) Pemeriksaan atas dokumen angkutan barang yang
diwajibkan dalam izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. surat perjanjian pengangkutan; dan
b. surat muatan barang.
Paragraf 2 Persyaratan dan Proses Pemeriksaan
Pasal 35
(1) Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dilakukan secara berkala atau insidental oleh
Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, wajib dilengkapi dengan surat