1 SEMINAR SEHARI 14 April 2012 Memperingati 30 Tahun Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi PROSPEK BISNIS MASYARAKAT DALAM PENYEDIAAN BAHAN BAKAR BIOETANOL Budy Rahmat Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi ABSTRAK Indonesia sebenarnya memiliki sumber bahan baku bioetanol yang berlimpah dan beragam sumber karbohidrat, seperti macam gula, molases, nira; pati yang berasal dari singkong, ubi jalar, gadung dll.; dan selulosa. Proses produksi bioetanol meliputi dua tahap, yaitu proses sakarifikasi dan fermentasi. Proses sakarifikasi bertujuan untuk memecah karbohidrat menjadi monomer gula. Proses fermentasi dilangsungkan pada pH 4-6, suhu 30- 35 o C, dan kondisi anaerobik. Mikroba yang berperan dalam proses fermentasi adalah Saccharomyces cerevisiae atau Zimomonas mobilis. Proses fermentasi mampu menghasilkan etanol sampai kadar 12%. Selanjutnya distilasi mampu menghasilkan etanol dengan kemurnian maksimum 95,6%. Etanol yang dimanfaatkan sebagai bahan bakar harus mempunyai grade 99,5 - 100%. Untuk mencapai standar itu, bisa dilakukan dengan alternatif : menambahkan entrainer, pemisahan dengan membran, evaporasi, atau menggunakan penyaringan molekul. Selain untuk bahan bakar, etanol biasa digunakan sebagai bahan baku industri farmasi, kosmetik, parfum, bahan dasar turunan alkohol, dan minuman keras. Analisis kelayakan usaha produksi bioetanol berbahan baku singkong diperagakan dalam simulasi pabrik bioetanol kapasitas 37 liter per hari. Ternyata usaha tersebut layak hingga pada tingkat suku bunga bank 16%, karena memiliki BC Ratio > 1 dan NPV= 80.956,737. Penggunaan dan produksi bioetanol cocok dengan kondisi sumberdaya Indonesia, sehingga penyediaan bahan bakar bioetanol memberi peluang bagi bisnis masyarakat Kata kunci: bahan bakar, bioetanol, bisnis masyarakat, fermentasi. I. PENDAHULUAN Kontinuitas penggunaan bahan bakar fosil (fossil fuel) memunculkan dua ancaman serius, yaitu: (i) faktor ekonomi, berupa jaminan ketersediaan bahan bakar fosil untuk beberapa dekade mendatang, masalah pasokan, harga dan fluktuasi; (ii) polusi akibat emisi pembakaran bahan bakar fosil ke lingkungan. Polusi yang ditimbulkan oleh pembakaran bahan bakar fosil memiliki dampak langsung maupun tidak langsung kepada derajat kesehatan manusia. Polusi langsung bisa berupa gas-gas berbahaya, seperti CO, NO x , dan
12
Embed
PROSPEK BISNIS MASYARAKAT DALAM PENYEDIAAN …pasca.unsil.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/Prospek-Bisnis... · Analisis kelayakan usaha produksi bioetanol berbahan baku singkong
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
SEMINAR SEHARI 14 April 2012
Memperingati 30 Tahun Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi
PROSPEK BISNIS MASYARAKAT DALAM PENYEDIAAN
BAHAN BAKAR BIOETANOL
Budy Rahmat
Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi
ABSTRAK
Indonesia sebenarnya memiliki sumber bahan baku bioetanol yang berlimpah dan
beragam sumber karbohidrat, seperti macam gula, molases, nira; pati yang berasal dari
singkong, ubi jalar, gadung dll.; dan selulosa. Proses produksi bioetanol meliputi dua tahap,
yaitu proses sakarifikasi dan fermentasi. Proses sakarifikasi bertujuan untuk memecah
karbohidrat menjadi monomer gula. Proses fermentasi dilangsungkan pada pH 4-6, suhu 30-
35oC, dan kondisi anaerobik. Mikroba yang berperan dalam proses fermentasi adalah
Saccharomyces cerevisiae atau Zimomonas mobilis. Proses fermentasi mampu menghasilkan
etanol sampai kadar 12%. Selanjutnya distilasi mampu menghasilkan etanol dengan
kemurnian maksimum 95,6%. Etanol yang dimanfaatkan sebagai bahan bakar harus
mempunyai grade 99,5 - 100%. Untuk mencapai standar itu, bisa dilakukan dengan alternatif
: menambahkan entrainer, pemisahan dengan membran, evaporasi, atau menggunakan
penyaringan molekul. Selain untuk bahan bakar, etanol biasa digunakan sebagai bahan baku
industri farmasi, kosmetik, parfum, bahan dasar turunan alkohol, dan minuman keras.
Analisis kelayakan usaha produksi bioetanol berbahan baku singkong diperagakan dalam
simulasi pabrik bioetanol kapasitas 37 liter per hari. Ternyata usaha tersebut layak hingga
pada tingkat suku bunga bank 16%, karena memiliki BC Ratio > 1 dan NPV= 80.956,737.
Penggunaan dan produksi bioetanol cocok dengan kondisi sumberdaya Indonesia, sehingga
penyediaan bahan bakar bioetanol memberi peluang bagi bisnis masyarakat
Kata kunci: bahan bakar, bioetanol, bisnis masyarakat, fermentasi.
I. PENDAHULUAN
Kontinuitas penggunaan bahan bakar fosil (fossil fuel) memunculkan dua ancaman
serius, yaitu: (i) faktor ekonomi, berupa jaminan ketersediaan bahan bakar fosil untuk
beberapa dekade mendatang, masalah pasokan, harga dan fluktuasi; (ii) polusi akibat emisi
pembakaran bahan bakar fosil ke lingkungan. Polusi yang ditimbulkan oleh pembakaran
bahan bakar fosil memiliki dampak langsung maupun tidak langsung kepada derajat
kesehatan manusia. Polusi langsung bisa berupa gas-gas berbahaya, seperti CO, NOx, dan
2
hidrokarbon yang tidak terbakar, serta unsur metal seperti timbal (Pb). Sedangkan polusi
tidak langsung mayoritas berupa peningkatan jumlah molekul CO2 yang berdampak pada
pemanasan global. Kesadaran terhadap ancaman serius tersebut telah mengintensifkan
berbagai riset yang bertujuan menghasilkan sumber-sumber energi ataupun pembawa energi
yang lebih terjamin keberlanjutannya dan lebih ramah lingkungan.
Pemerintah berupaya keras mencari sumber-sumber bahan bakar alternatif yang dapat
diperbaharui yaitu bahan bakar nabati (BBN/biofuel) sebagai pengganti sumberdaya energi
fosil yang tidak dapat diperbaharui. Sumber BBN adalah tanaman pertanian, utamanya kelapa
sawit dan jarak pagar yang menghasilkan biodiesel sebagai pengganti solar; dan ubikayu dan
tebu yang menghasilkan bioetanol sebagai pengganti premium (Prajogo et al., 2006).
Bioetanol memiliki nama kimia etanol (C2H5OH) atau alkohol yang dibuat dari bahan
hasil tumbuhan. Bioetanol merupakan bahan kimia yang diproduksi dari bahan baku tanaman
yang mengandung pati seperti ubi kayu, ubi jalar, jagung dan sagu. (Allen et al., 2001;
BPPT, 2005). Alkohol atau etanol biasa digunakan sebagai bahan baku industri farmasi,
kosmetik, parfum, bahan dasar turunan alkohol, minuman keras, dan bahan bakar. Mengingat
pemanfaatan etanol beraneka ragam, sehingga grade-nya yang dimanfaatkan harus berbeda
sesuai dengan penggunaannya. Etanol yang mempunyai grade 90-96,5% dapat digunakan
pada industri, sedangkan grade 96-99,5% dapat digunakan sebagai campuran untuk minuman
keras dan bahan dasar industri farmasi. Etanol yang dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk
kendaraan harus betul-betul kering (anhydrous) supaya dapat bercampur dengan bensin dan
tidak korosif, sehingga etanol harus mempunyai grade sebesar 99,5 hingga 100%
(Departemen ESDM, 2005).
Memperhatikan prospek strategis alkohol seperti diuraikan di atas, maka teknologi
pengolahan hasil-hasil pertanian karbohidrat menjadi alkohol menjadi penting untuk dikuasai
terus dikembangkan oleh segenap stake holder di Indonesia. Paper ini bertujuan mengkaji
beberapa pustaka untuk mengungkap prospek pengembangan bisnis produksi bioetanol di
masyarakat pada level usaha mikro, kecil, dan menengah.
II. PROSES PRODUKSI BIOETANOL
Proses produksi bioetanol yang selama ini sudah dikembangkan dan diterapkan secara
umum meliputi dua tahap, yaitu proses sakarifikasi dan fermentasi. Proses sakarifikasi
bertujuan untuk memecah karbohidrat (seperti gula, selulosa dan hemiselulosa) menjadi
monomer gula.
3
Pada bahan baku molase, gula bit, dan gula tebu yang selama ini sudah digunakan
secara luas sebagai bahan baku etanol, proses pembuatan etanol lebih sederhana karena bahan
baku tersebut dapat langsung disakarifikasi dengan menambahkan glukoamilase (Be Miller et
al., 1996). Sedangkan untuk bahan baku berpati, sebelum proses sakarifikasi harus dilakukan
proses liquefaksi terlebih dahulu, proses dengan bahan baku berpati ini sudah diterapkan
secara luas terutama di Brazil dan di Amerika untuk menghasilkan bioetanol, tetapi di
Indonesia masih dilangsungkan pada skala rumah tangga (Prihandana et al., 2008). Proses
liquefaksi dilakukan karena mikroorganisme fermentasi etanol tidak dapat mengkonversi pati
menjadi etanol secara langsung, diperlukan enzim untuk mengkonversi oligosakarida pada
pati menjadi maltosa, kemudian melalui proses sakarifikasi diubah menjadi gula sederhana
yang mudah difermentasi.
Tahapan proses produksi bioetanol adalah sebagai berikut:
(1) Proses Liquefaksi
Pada tahap liquefaksi terjadi proses gelatinasi untuk memecah pati sehingga pati
mejadi dekstrin. Proses liquefaksi dilangsungkan pada suhu tinggi yaitu 80-90 oC dan pH 5
selama 30 menit (Albrecht et al., 2007), proses pemecahan pati dilakukan dengan
menambahkan enzim amilase. Amilase yang ditambahkan bisa terdiri dari dua tipe, yaitu
endo-amilase yang akan menyerang ikatan a-1,4 glikosidik pada polimer pati secara acak dan
ekso-amilase yang akan menghidrolisis glukosa atau maltosa dari ujung pereduksi polimer
pati (Agu et al., 1996).
(2) Proses Sakarifikasi
Proses sakarifikasi bertujuan untuk mengkonversi dekstrin yang dihasilkan pada
proses liquefaksi sehingga menghasilkan mono- atau di-sakarida (Albrecht et al., 2007).
Proses sakarifikasi dilangsungkan dengan menambahkan glukoamilase. Pada proses ini
terjadi pelepasan a-D-glukosa dari ujung gula non pereduksi 1,4-a-glukan. Reaksi
berlangsung pada pH 4-5 dan pada temperatur 50-60 oC selama 2 jam (Allen et al., 2001;
Prihandana et al., 2008).
(3) Proses Fermentasi
Proses fermentasi dilangsungkan pada pH 4-6, pada temperatur 30-35 oC (Albrecht et
al., 2007; Prihandana et al., 2008) dan kondisi fermentasi dijaga anaerobik. Mikroba yang
membantu proses fermentasi adalah Saccharomyces cerevisiae atau Zimomonas mobilis.
4
Proses fermentasi mampu menghasilkan etanol sampai kadar 12% karena di atas kadar
tersebut mikroorganisme yang membantu proses fermentasi tidak dapat bekerja lagi.
(4) Proses Pemisahan dan Pemurnian
Untuk memisahkan broth etanol dengan biomassa mikroba dilakukan dengan
dekantasi. Sebagian biomassa dikembalikan lagi pada tangki fermentasi untuk melakukan
fermentasi selanjutnya. Untuk memisahkan etanol dari broth fermentasi dapat dilakukan
dengan distilasi secara bertingkat karena kandungan air pada broth masih tinggi. Distilasi
bertingkat mampu menghasilkan etanol dengan kemurnian maksimum 95,6%, karena pada
kemurnian tersebut etanol membentuk azeotrop dengan air sehingga tidak dapat dipisahkan
lagi dengan pemisahan biasa. Untuk mendapatkan etanol standar bahan bakar, kemurnian
99%, dapat dilakukan dengan menambahkan entrainer, pemisahan dengan membrane secara
evaporasi, ataupun dengan menggunakan molecular sieve (Albrecht et al., 2007).
III. PROSPEK BIOETANOL SEBAGAI BAHAN BAKAR
Penggunaan etanol sebagai bahan bakar mulai diteliti dan diimplementasikan di AS
dan Brazil sejak terjadinya krisis bahan bakar fosil di kedua negara tersebut pada tahun 1970-
an. Brazil tercatat sebagai salah satu negara yang memiliki keseriusan tinggi dalam
implementasi bahan bakar etanol untuk keperluan kendaraan bermotor dengan tingkat
penggunaan bahan bakar etanol saat ini mencapai 40% secara nasional. Di AS, bahan bakar
relatif murah, E85, yang mengandung etanol 85% semakin populer di masyarakat dunia.
Indonesia memiliki sumber bahan baku, yang berlimpah dan beragam. Dengan
demikian, produksi etanol dari bahan alami (bioetanol) dapat disesuaikan dengan
ketersediaan bahan baku di daerah setempat. Bahan pembuat karbohidrat bisa menggunakan
bahan dasar gula semacam gula, molases (tetes tebu), nira. Ada juga bahan dasar karbohidrat
atau pati, yang berasal dari singkong (ubi kayu), ubi manis (ubi jalar), hingga selulosa.
Terdapat beberapa karakteristik internal etanol yang menyebabkan penggunaan etanol
pada mesin lebih baik daripada bensin. Etanol memiliki angka research octane 108.6 dan
motor octane 89.7 (umumnya motor octane < research octane). Angka tersebut, terutama
research octane melampaui nilai maksimal yang mungkin dicapai oleh bensin walaupun
setelah ditambahkan aditif tertentu. Sebagai catatan, bensin yang dijual Pertamina memiliki
angka research octane 88. Untuk rasio campuran etanol dan bensin mencapai 60:40%,
tercatat peningkatan efisiensi hingga 10%.
5
Etanol memiliki satu molekul OH dalam susunan molekulnya. Oksigen yang
berikatan di dalam molekul etanol tersebut membantu penyempurnaan pembakaran antara
campuran udara dan bahan bakar di dalam silinder. Ditambah dengan rentang keterbakaran
(flammability) yang lebar, yakni 4.3 – 19 v% (dibandingkan dengan gasoline yang memiliki
rentang keterbakaran 1.4 – 7.6 v%), pembakaran campuran udara dan bahan bakar etanol
menjadi lebih baik. Hal ini dipercaya sebagai faktor penyebab relatif rendahnya emisi CO
dibandingkan dengan pembakaran udara dan bensin, yakni sekitar 4%. Etanol juga memiliki
panas penguapan yang tinggi, yakni 842 kJ/kg. Tingginya panas penguapan ini menyebabkan
energi yang dipergunakan untuk menguapkan etanol lebih besar dibandingkan bensin.
Konsekuensi lanjut dari hal tersebut adalah temperatur puncak di dalam silinder akan lebih
rendah pada pembakaran etanol dibandingkan dengan bensin.
Indonesia telah mengeluarkan regulasi tata-niaga produksi dan pemanfaatan bioetanol
melalui Keputusan Menteri tertanggal 26 September tahun 2008 yang memungkinkan dunia
usaha mengembangkan produksi bioetanol (biofuel) untuk kebutuhan dalam negeri maupun
ekspor. Disamping itu, Kementrian ESDM dan Timnas Bioetanol terus menggalakkan inovasi
pengembangan produksi bioetanol di Indonesia. Isi regulasi tersebut adalah :
1) Kewenangan setingkat Gubernur untuk izin operasional kapasitas produksi di atas
5.000 ton/tahun sampai 10.000 ton/tahun.
2) Kewenangan setingkat Bupati/Walikota, untuk izin operasional kapasitas produksi
hingga 5.000 ton/tahun.
3) Setiap daerah Propinsi/Kabupaten-Kota wajib memanfaatkan penggunaan bioetanol
hingga 15% dari kuota BBM di daerahnya.
4) Penggunaan untuk kendaraan otomotif maksimal 10% dari kuota nasional, dalam