-
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F019UNO TEKNIK
GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September
2019; Hotel Alana Yogyakarta
976 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata,
Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof.
Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
STUDI PENDAHULUAN KARAKTERISTIK LEMPUNG TERHADAP
KERUSAKAN JALAN RAYA KEMUSU-JUWANGI, KABUPATEN BOYOLALI,
JAWA TENGAH
Anastasia Dewi Titisari 1*, Aris Sutikno 1
Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah
Mada Jl. Grafika No. 2, Bulaksumur,
Yogyakarta 55281 1*
*Corresponding Author: [email protected]
SARI. Penggunaan transportasi darat memiliki peranan yang sangat
vital bagi kehidupan
bermasyarakat, akibatnya jumlah kendaraan bermotor pun
meningkat. Peningkatan penggunaan
kendaraan bermotor itu tidak diimbangi oleh fasilitas jalan yang
memadai. Banyak jalan-jalan
penghubung desa maupun kota yang mengalami kerusakan. Kerusakan
jalan dapat dipengaruhi
oleh dua faktor, yaitu faktor kontruksi jalan maupun faktor alas
penopang kontruksi jalan. Faktor
alas penopang kontruksi jalan berhubungan dengan batuan sebagai
pondasi atau alas jalan yang
mengandung lempung yang mempunyai sifat ekspansif ( swelling).
Sifat yang dimiliki lempung
tersebut menyebabkan lempung mengembang jika terkena fluida dan
menyusut jika kehilangan
fluida, dicirikan dengan munculnya retakanretakan saat lempung
dalam kondisi kering. Hal
tersebut memicu kerusakan kontruksi jalan diatasnya. Salah satu
jalan yang merupakan jalan utama
penghubung Kemusu-Juwangi, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah
memiliki ciri mudah rusak walau
sudah sering diperbaiki. Secara geologi, daerah tersebut disusun
oleh Formasi Kerek dan Formasi
Kalibeng yang didominasi oleh material bersifat lempungan. Oleh
karena itu, studi karakteristik
lempung daerah penelitian menjadi penting agar dapat diketahui
faktor yang mempengaruhi
kerusakan jalan ditinjau dari aspek mineraloginya. Metode
pengambilan data dilakukan secara
langsung berupa pengambilan sampel batuan yang kemudian
dianalisis secara petrografi dan XRD
(X-Ray Diffraction). Pengamatan megaskopis batuan dan pengamatan
petrografi digunakan untuk
mengetahui karakteristik batuannya, sedangkan analisis XRD
digunakan untuk mengetahui jenis
mineral lempung penyusun batuan yang menjadi alas penopang
konstruksi jalan. Berdasarkan
pengamatan petrografi, diketahui bahwa litologi penyusun daerah
penelitian adalah sandy micrite
dan allochemic sandstone. Hasil analisis XRD menunjukan
kehadiran mineral montmorilonit,
kaolinit, haloisit, klorit, feldspar, kuarsa, dan plagioklas.
Kehadiran mineral lempung tersebut,
khususnya mineral montmorilonit yang merupakan mineral lempung
dengan sifat swelling tinggi,
berpotensi merusak kontruksi jalan jalur Kemusu-Juwangi,
Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.
Kata kunci: lempung, swelling, petrografi, XRD, Boyolali
I. PENDAHULUAN
Transportasi darat merupakan transportasi yang dominan digunakan
oleh
masyarakat dalam menunjang kegiatan ekonomi, sosial, dan budaya.
Namun, penggunaan
transportasi darat tidak diimbangi oleh insfrastruktur dan
fasilitas jalan yang memadai
karena banyak jalan penghubung antar daerah termasuk dalam
kategori jalan yang kurang
layak (rusak). Pardoyo dkk (2017) mengungkapkan bahwa kerusakan
jalan dapat
-
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F019UNO TEKNIK
GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September
2019; Hotel Alana Yogyakarta
977 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata,
Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof.
Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
disebabkan oleh dua faktor, yaitu konstruksi jalan itu sendiri
atau pun alas penopang
konstruksi jalan. Faktor alas penopang menjadi perhatian khusus
karena batuan yang
menopang konstruksi jalan memiliki kandungan material yang
beraneka ragam. Jika alas
penopang tersusun oleh batuan dengan dominasi penyusunnya berupa
lempungan
dengan sifat swelling, maka lempung akan mudah mengembang dan
menyusut ketika
terkena pengaruh oleh fluida. Hal itu dapat menjadi pemicu
terhadap kerusakan jalan di
atasnya. Salah satu jalan yang mudah mengalami kerusakan dan
dijadikan topik pada
penelitian ini yaitu jalan utama penghubung Kemusu – Juwangi,
Kabupaten Boyolali,
Provinsi Jawa Tengah. Daerah penelitian meliputi 4 desa yaitu
Desa Ngaren, Desa
Kedungmulyo, Desa Guwo, dan Desa Kemusu di Kecamatan Juwangi dan
Kecamatan
Kemusu, Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah dengan
koordinat UTM 470250-
472250 dan 9196750-9200250. Daerah penelitian berbatasan dengan
Kecamatan Kedungjati
di bagian barat, Kecamatan Wonosegoro di bagian selatan,
Kecamatan Geyer di bagian
timur, dan Kecamatan Karangrayung di bagian utara. Daerah
penelitian berada di sebelah
timur laut Kota Yogyakarta yang berjarak kurang lebih 100 km dan
dapat ditempuh
menggunakan kendaraan darat selama 3 jam perjalanan melalui
jalan Raya Yogyakarta –
Surakarta, jalan Raya Surakarta – Kemusu, dan jalan Raya Kemusu
– Ngaren (Gambar 1).
Secara geologi, daerah penelitian disusun oleh Formasi Kerek dan
Formasi
Kalibeng yang didominasi oleh material bersifat lempungan.
Lempung merupakan
material yang terbentuk secara alami dan tersusun oleh mineral
yang berukuran halus, jika
berada pada kondisi dengan kandungan air yang cukup akan
bersifat plastis, dan akan
mengeras ketika dikeringkan atau dipanaskan. Lempung biasanya
mengandung material
filosilikat dan material lain yang memberi sifat plastis dan
keras ketika
dikeringkan/dipanaskan. Secara sederhana, lempung tersusun oleh
mineral lempung,
mineral lain, dan material organik (organic matter). Mineral
lempung adalah mineral
filosilikat dan mineral lain yang memberi baik sifat plastis
maupun sifat keras ketika
dipanaskan atau dikeringkan (Al-Ani dan Sarapaa, 2008). Lempung
dibedakan menjadi
lempung non ekspansif dan lempung ekspansif (Reeves dkk, 2006).
Lempung non
ekspansif adalah lempung yang tidak memiliki kemampuan kembang –
susut yang tinggi.
Lempung ekspansif adalah mineral lempung dengan kemampuan
kembang – susut yang
tinggi. Ketika kadar fluida dalam lempung tinggi, maka pori-pori
lempung akan diisi oleh
fluida tersebut sehingga volume lempung meningkat (swell).
Sebaliknya, ketika kadar
fluida rendah, maka perubahan volume lempung akan terjadi
penyusutan (shrink).
Oleh karena itu, studi karakteristik lempung daerah penelitian
menjadi penting agar dapat
diketahui faktor yang mempengaruhi kerusakan jalan ditinjau dari
aspek mineraloginya.
II. GEOLOGI
Zona Kendeng dibedakan menjadi 3 sub zona berdasarkan jalur
antiklinoriumnya
(de Genevrave dan Samuel, 1972) yaitu bagian barat, bagian
tengah, dan bagian timur.
-
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F019UNO TEKNIK
GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September
2019; Hotel Alana Yogyakarta
978 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata,
Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof.
Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
Berdasarkan pada pembagian klasifikasi tersebut, daerah Kemusu –
Juwangi, Kab. Boyolali
termasuk ke dalam Zona Kendeng bagian barat.
2.1. Stratigrafi Regional
Menurut de Genevrave dan Samuel (1972), stratigrafi utama
penyusun Zona
Kendeng bagian bawah merupakan endapan laut dalam, semakin ke
atas menjadi endapan
laut dangkal dan endapan nonlaut. Formasi yang menyusun Zona
Kendeng bagian barat
adalah Formasi Pelang, Formasi Kerek, Formasi Kalibeng, dan
Aluvium (Gambar 2).
1. Formasi Pelang (Tomp)
Formasi Pelang merupakan batuan tertua yang ada di Zona Kendeng.
Formasi ini
tersusun oleh perulangan napal dan napal lempungan dengan lensa
gamping bioklastik
yang mengandung fosil foraminifera besar berumur Miosen Awal.
Lokasi formasi ini
berada di Desa Pelang, ke selatan dari Kecamatan Juwangi dan
beberapa di Kecamatan
Juwangi. Formasi Pelang terendapkan di laut zona batial dengan
kedalaman 1-2 km di
bawah muka air laut. Singkapan yang tersingkap dipermukaan
berkisar 85-125 m dengan
batas bagian bawah dan atas tidak diketahui secara pasti karena
dibatasi oleh suatu sesar
yang membatasi dengan Formasi Kerek diatasnya.
2. Formasi Kerek (Tmk)
Formasi Kerek merupakan batuan yang berbatasan langsung dengan
Formasi
Pelang. Formasi ini tersusun oleh perulangan perselingan
batupasir, batulanau,
batulempung, batupasir tuf karbonatan dan batupasir tufan serta
kandungan bahan
gunungapi yang banyak. Perulangan batuan yang hadir merupakan
struktur sedimen
berupa perlapisan bersusun (graded bedding). Lokasi Formasi
Kerek berada di Desa
Kerek, bagian tepi sepanjang Sungai Bengawan Solo yang berjarak
sekitar 8 km ke utara
dari Ngawi (de Genevrave dan Samuel, 1972) hingga ke Kecamatan
Juwangi. Formasi ini
berumur Miosen Tengah-Akhir. Formasi Kerek terendapkan di zona
lereng batial atas
dengan kedalaman 200-500 m hasil dari endapan turbidit
distal.
3. Formasi Kalibeng (Tmpk)
Formasi Kalibeng dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu bagian bawah
dan bagian atas.
a. Formasi Kalibeng bagian bawah
Formasi Kalibeng bagian bawah ini tersusun oleh napal masif yang
berwarna putih
kekuningkuningan hingga abu-abu kebiru-biruan dengan ketebalan
sekitar 600 m dengan
kandungan foraminifera planktonik. Di Zona Kendeng Tengah yaitu
di sekitar daerah
Gunung Pandan, formasi ini menunjukan struktur turbidit hasil
dari endapan vulkanik
laut. Formasi ini berumur Miosen Akhir – Pliosen.
-
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F019UNO TEKNIK
GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September
2019; Hotel Alana Yogyakarta
979 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata,
Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof.
Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
b. Formasi Kalibeng bagian atas
Formasi Kalibeng bagian atas tersusun oleh kalkarenit berwarna
putih kekuning-
kungan dengan kandungan baik foraminifera plangtonik maupun
besar, moluska, koral,
algae dan mengandung perlapisan napalan atau pasiran. Semakin ke
atas, satuan batuan
yang diendapkan berupa breksi dengan fragmen gamping dengan
ukuran kerikil dan
semen karbonat, kemudian napal pasiran hingga napal lempungan,
dan lempung
berwarna hijau kebiru-biruan. Ketebalan formasi ini berkisar
antara 27 – 589 m. Formasi ini
berumur Pliosen dengan lingkungan pengendapan di laut
dangkal.
4. Aluvium (Qa)
Aluvium merupakan endapan yang tersusun oleh kerakal, kerikil,
pasir dan
lempung yang biasa ditemukan disepanjang Sungai Karangboyo,
Sungai Serang dan
Sungai Klampisan. Endapan ini berumur holosen.
Berdasarkan peta geologi bagian tengah dari Lembar Salatiga
(Gambar 2), formasi
yang berkaitan dengan daerah penelitian yaitu Formasi Kerek dan
Formasi Kalibeng.
2.2. Struktur Geologi
Struktur geologi yang ditemukan di peta geologi regional bagian
tengah Lembar
Salatiga yaitu sesar dan perlipatan. Sesar berupa sesar naik
Kedunglo yang dijumpai di
sebelah timur laut dan sesar geser sinistral Cekelan di sebelah
barat daya, sedangkan
perlipatan berupa lipatan sinklin, sinklin terbalik, dan
antiklin terbalik yang terpusat
dibagian tengah. Struktur geologi regional yang kemungkinan
mempengaruhi daerah
penelitian adalah sinklin Krobokan (Gambar 2) .
III. METODE PENELITIAN
Pengumpulan data, pengamatan lapangan, dan review peta geologi
regional bagian
tengah Lembar Salatiga (Sukardi dan Budhitrisna, 1992) dilakukan
sebagai dasar untuk
pembuatan peta geologi daerah penelitian (Gambar 3). Pembuatan
peta geologi ini
bertujuan agar dapat memberikan gambaran umum terhadap kondisi
geologi daerah
penelitian. Sampel batuan untuk analisis petrografi berjumlah 3
sampel dengan rincian 1
sampel mempresentasikan satuan batulempung sisipan batupasir dan
2 sampel lain
mewakili satuan batulanau. Sampel XRD berjumlah 2 sampel yang
mewakili tiap satuan
batuan (Gambar 3). Sampel ini berguna untuk penentuan mineralogi
lempung.
Pengambilan sampel ditentukan berdasarkan kondisi jalan yang
rusak ringan dan rusak
berat sehingga dapat diketahui peran mineralogi lempung sebagai
alas kontruksi jalan
terhadap kerusakan jalan. Langkah tersebut berguna dalam studi
awal penentuan
karakteristik lempung terhadap kerusakan jalan tanpa harus
melakukan pengujian lebih
detail, seperti uji keteknikan tanah dan batuan alas kontruksi
jalan yang akan dilakukan
pada tahapan berikutnya dari penelitian ini. Untuk tingkat
kerusakan jalan, penulis
-
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F019UNO TEKNIK
GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September
2019; Hotel Alana Yogyakarta
980 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata,
Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof.
Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
menggunakan penilaian parameter jenis konstruksi jalan, luasan
dimensi kerusakan jalan,
dan bahan kontruksi jalan secara subjektif.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Karakteristik Litologi
Penentuan satuan litologi didasarkan dari pengamatan makroskopik
singkapan, dominasi
penyebaran litologi, dan pengamatan mikroskopik sampel batuan.
Berdasarkan pekerjaan
tersebut, daerah penelitian tersusun oleh satuan batulempung
sisipan batupasir yang
terdistribusi di bagian utara dan selatan, dan satuan batulanau
tersebar di bagian tengah
daerah penelitian (Gambar 3). Deskripsi lebih detail terkait
satuan ini adalah sebagai
berikut:
1. Satuan batulempung sisipan batupasir
Secara umum, terdapat 3 jenis litologi penyusun satuan
batulempung sisipan
batupasir ini, yaitu litologi batulempung karbonatan, batulanau
karbonatan dan batupasir
karbonatan. Perbedaan ketiganya terletak di dominasi batuan
dalam singkapan, dimana
batulempung dan batulanau karbonatan memiliki persentase yang
lebih banyak
dibandingkan batupasir karbonatan. Struktur sedimen yang
ditemukan di kedua stasiun
pengamatan juga berbeda. Di stasiun pengamatan 1 ditemukan
hancuran litologi
batulempung karbonatan (Gambar 4a), sedangkan di stasiun
pengamatan 3 ditemukan
hancuran batulempung karbonatan dengan sisipan batupasir
karbonatan (Gambar 4b).
Secara umum, berdasarkan klasifikasi penamaan batuan (Wentworth,
1992),
batupasir karbonatan perlapisan (Gambar 4b) memperlihatkan warna
coklat, ukuran
pasir, sortasi baik, kemas tertutup, struktur perlapisan,
komposisi mineral kuarsa,
plagioklas, tuf, dan material karbonat; batulempung karbonatan
(Gambar 4b) berwarna
coklat, ukuran lempung, sortasi baik, struktur perlapisan,
komposisi material berukuran
lempung, dan material karbonat. Secara umum, kedua batuan
tersebut hampir memiliki
karakteristik yang sama, perbedaannya terletak pada ukuran butir
penyusun batuan dan
strukturnya.
Selain pengamatan makroskopis, juga dilakukan pengamatan secara
mikroskopis
menggunakan sayatan tipis (petrografi). Pengamatan petrografi
hanya dilakukan terhadap
batupasir karbonatan, sedangkan batulempung karbonatan dilakukan
pengujian XRD
karena ukurannya yang terlalu kecil bagi lensa-lensa mikroskop
polarisasi. Berdasarkan
pengamatan petrografi, kenampakan sayatan tipis batupasir
karbonatan (Gambar 4b)
memiliki warna colorless atau putih kecoklat-coklatan pada nikol
sejajar (PPL) (Gambar 6a),
abu-abu kehitamhitaman pada nikol bersilang (XPL) (Gambar 6b),
ukuran butir
-
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F019UNO TEKNIK
GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September
2019; Hotel Alana Yogyakarta
981 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata,
Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof.
Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
2. Satuan batulanau
Satuan batulanau tersusun oleh 2 jenis litologi, yaitu batulanau
karbonatan dan
batupasir karbonatan. Batulanau karbonatan memiliki dominasi
kehadiran yang lebih
banyak dibandingkan kelimpahan batupasir karbonatan. Batupasir
karbonatan hanya
bersifat perselingan batuan diantara perlapisan batulanau
karbonatan. Singkapan batuan
di STA 2 merupakan singkapan yang tersusun oleh perselingan
litologi batulanau
karbonatan dan batupasir karbonatan. Secara umum, berdasarkan
klasifikasi penamaan
batuan (Wentworth, 1992), batulanau karbonatan (Gambar 5)
berwarna abu-abu, ukuran
lanau, sortasi baik, struktur perlapisan, komposisi material
berukuran lanau, tuf, dan
material karbonat; batupasir karbonatan (Gambar 5)
memperlihatkan warna coklat,
ukuran pasir halus – sedang, sortasi baik, kemas tertutup,
struktur perlapisan, komposisi
mineral kuarsa, plagioklas, tuf, dan material karbonat.
Berdasarkan pengamatan mikroskopis, sayatan tipis batulanau
karbonatan
(Gambar 5) berwarna putih kecoklat-coklatan pada nikol sejajar
(PPL) (Gambar 6c),
berwarna abu-abu kehitam-hitaman pada nikol bersilang (XPL)
(Gambar 6d), ukuran
-
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F019UNO TEKNIK
GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September
2019; Hotel Alana Yogyakarta
982 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata,
Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof.
Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
sinklin Krobokan. Berdasarkan penelitian lapangan dengan skala
1:25.000,
penentuan/interpretasi struktur geologi berupa sinklin di daerah
penelitian dihasilkan dari
rekonstruksi arah dan kedudukan perlapisan batuan pada
stasiun-stasiun pengamatan
(Gambar 3). Singkapan yang mendukung interpretasi sinklin dapat
dilihat pada gambar 7
yang menampilkan arah dan kemiringan lapisan singkapan yang
saling berlawanan.
Singkapan pada STA 5 mewakili sayap utara dengan strike dip
N105°E/30° dan singkapan
pada STA 3 mewakili sayap selatan dengan strike dip N262°E/47°
(Gambar 7).
4.3. Karakteristik Lempung
Mineralogi lempung dapat diketahui dengan melakukan pengujian
XRD (X-Ray
Diffraction). Analisis ini menggunakan radiasi gelombang
elektromagnetik berukuran 10-8
– 10-12 m. Penggunaan analisis XRD digambarkan dalam bentuk
gelombang refleksi dari
sinar X sehingga dapat diketahui karakteristik mineral lempung.
Analisis XRD
menggunakan perlakuan clay treatment sehingga dapat diketahui
nilai peak AD (air dried),
EG (ethylen glycol), dan heating 550°. Ethylon glycol berfungsi
untuk mengetahui suatu
mineral kristalin yang memiliki sifat mengembang (swelling),
sedangkan heating digunakan
untuk mengidentifikasi jenis mineral yang tidak tahan terhadap
panas. Berdasarkan
pengujian XRD terhadap sampel AS.BL.STA2 yang mempresentasikan
satuan batulanau
dijumpai kelimpahan mineral montmorilonit, sepiolit, dan klorit
(Gambar 8). Pada sampel
AS.BL.STA3 yang mewakili satuan batulempung sisipan batupasir,
dijumpai kehadiran
mineral montmorilonit, kaolinit, dan sepiolit (Gambar 9).
Perbedaan kehadiran mineral
montmorilonit di STA 2 dan STA 3 berdasarkan hasil uji XRD
tersebut terletak pada nilai
intensitasnya. Untuk sampel STA 3 pada kondisi air dried dengan
nilai d (jarak bidang kisi
pemantul) adalah 15,6 Å atau nilai 2Ө=5,66 menunjukkan
intensitas (±440) lebih tinggi
dibanding montmorilonit STA 2 pada kondisi yang sama dengan d
adalah 15,9 Å (2Ө=5,54)
yang menunjukkan intensitas lebih rendah (±315). Hal tersebut
mengindikasikan
kemungkinan bahwa kelimpahan montmorilonit di STA 3 lebih
dominan daripada
montmorilonit di STA 2.
Mineral montmorilonit merupakan mineral lempung yang memiliki
sifat swelling
yang lebih besar disbanding mineral lempung lain. Montmorilonit
mampu untuk
mengembang (swell) ketika terjadi penambahan fluida dan menyusut
ketika kehilangan
fluida (shrink) (Reeves dkk, 2006). Kedua proses tersebut sangat
beresiko terhadap
konstruksi jalan diatasnya. Ketika musim hujan, maka
montmorilonit akan mengembang
dengan kemampuan maksimal, dimana hal tersebut dapat membuat
jalan mengalami
deformasi (perubahan bentuk) ke atas, dan ketika musim kemarau,
maka montmorilonit
akan menyusut sehingga terjadi penuruan kontruksi jalan. Kedua
proses swelling dan
shrinking itu dapat mengakibatkan kerusakan jalan seperti
bergelombang, bergeser,
berlubang, dan retak – retak bagi kontruksi jalan diatas alas
konstruksi zona lempung
montmorilonit. Dengan demikian, montmorilonit yang ditemukan
hadir disemua sampel
di daerah penelitian dianggap sebagai mineral kunci yang
menyebabkan kerusakan jalan
yang ada.
-
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F019UNO TEKNIK
GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September
2019; Hotel Alana Yogyakarta
983 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata,
Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof.
Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
4.4. Hubungan Lempung terhadap Kerusakan Jalan
Tingkat kerusakan jalan di lapangan dibedakan berdasarkan
kondisi jenis
kerusakan jalan, luasan area kerusakan jalan, dan jenis bahan
kontruksi jalan. Ketiga
parameter kondisi kerusakan jalan tersebut ditinjau dari
penilaian perspektif secara
subjektif (Tabel 1). Parameter jenis kerusakan jalan, secara
berurutan dari yang terberat
hingga teringan, dapat dibedakan menjadi bergelombang, bergeser,
berlubang, dan
retakan. Kerusakan jalan jenis bergelombang merupakan jenis
kerusakan jalan terberat
dibandingkan jenis retakan karena dibutuhkan kemampuan swelling
yang besar oleh
mineral lempung untuk dapat membuat jalan mengalami fase
bergelombang. Parameter
kedua yaitu luasan kerusakan jalan. Semakin luas area jalan yang
mengalami kerusakan
jalan mengindikasikan bahwa kehadiran mineral lempung yang
mempunyai sifat swelling
tinggi semakin banyak. Dan parameter terakhir berupa jenis bahan
kontruksi jalan. Bahan
konstruksi jalan hingga saat ini, khususnya di Indonesia,
dibedakan menjadi dua bahan,
yaitu bahan aspal dan beton. Perbedaan kedua bahan ini terletak
di bagian kekuatan dan
sifat bahannya. Bahan beton memiliki kekuatan bahan yang lebih
besar dibandingkan
bahan aspal. Selain itu, beton memiliki sifat yang keras
dibandingkan bahan aspal yang
memiliki sifat lentur. Oleh karena itu, jika suatu jalan yang
mengalami kerusakan jalan
terbuat dari bahan beton menunjukan bahwa tingkat penyebab
kerusakan jalan oleh alas
penopang cukup besar dibandingkan bahan aspal.
Berdasarkan kenampakan jalan di lapangan, diketahui bahwa
kontruksi jalan di
STA 3 memiliki jenis kerusakan jalan berupa lubang dan retakan
dengan luasan area yang
cukup besar, sedangkan STA 2 terdapat kerusakan jalan berupa
retakan dengan luasan
area di beberapa titik (Tabel 1; Gambar 10). Hal itu dipengaruhi
oleh kehadiran mineral
lempung sebagai alas kontruksi jalan. STA 3 yang tersusun oleh
mineral montmorilonit,
kaolinit, dan sepiolit memiliki tingkat kerusakan jalan yang
lebih besar dibandingkan STA
2 yang tersusun oleh kelompok mineral montmorilonit, sepiolit,
dan klorit. Asosiasi
mineral ini menjadi penting karena pemakaian unsur bersama yang
menjadikan mineral
lempung terbentuk. Kandungan unsur Mg pada montmorilonit
(Na,Ca)0.33(Al,Mg)2(Si4O10)(OH)2·12H2Ojuga digunakan juga oleh
mineral lain, yaitu sepiolit
Mg4Si6O15(OH)2·6H2Odan klorit ((Mg,Al)(OH)8 AlSi3O8) sehingga
persentase kelimpahan
montmorilonit menjadi berkurang di STA 2. Sedangkan di STA 3
unsur Mg hanya
digunakan oleh montmorilonit dan sepiolit tanpa diganggu oleh
mineral kaolinit
(Al2Si2O5(OH)4) (Kraus dkk, 1951). Kondisi tersebut didukung
oleh hasil karakteristik XRD
pada lempung yang sudah dijelaskan pada sub bab 4.3. bahwa
montmorilonit pada
lempung di STA 3 menunjukkan nilai intensitas yang lihat lebih
tinggi (Gambar 8)
dibanding dengan montmorilonit pada STA 2 (Gambar 9). Hal
tersebut, memungkinkan
kelimpahan montmorilonit di STA 3 lebih besar dibandingkan
kelimpahan montmorilonit
di STA 2. Oleh karenanya, di STA 3 yang mewakili satuan
batulempung sisipan batupasir
yang dikarakteristikkan dengan kelimpahan montmorilonit yang
lebih dominan, memiliki
potensi dan tingkat kerusakan jalan yang lebih besar dibanding
dengan STA 2 yang
mewakili satuan batulanau.
-
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F019UNO TEKNIK
GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September
2019; Hotel Alana Yogyakarta
984 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata,
Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof.
Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
V. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian pendahuluan tentang karakteristik lempung
terhadap kerusakan
jalan raya Kemusu – Juwangi, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah
dapat disimpulkan
bahwa:
1. Daerah penelitian tersusun oleh satuan batulempung sisipan
batupasir dan satuan batulanau.
2. Mineral lempung yang hadir di daerah penelitian berupa
montmorilonit, kaolinit, sepiolit, dan klorit. Montmorilonit
diinterpretasikan sebagai mineral lempung yang
berpotensi dapat merusak konstruksi jalan karena mempunyai sifat
swelling yang besar.
3. Tingkat kerusakan jalan di STA 3 yang terletak pada satuan
batulempung sisipan batupasir lebih besar dibandingkan STA 2 yang
terletak pada satuan batulanau karena
kehadiran mineral montmorilonit yang lebih mendominasi pada STA
3.
ACKNOWLEDGEMENTS
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Departemen Teknik
Geologi, Fakultas Teknik,
Universitas Gadjah Mada yang telah menyediakan dana hibah untuk
penelitian ini dan
atas penyediaan fasilitas laboratoium untuk analisis sampel.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ani, T., dan Sarapaa, O., 2008, Clay and Clay Mineralogy:
Physical – Chemical Properties and Industrial
Uses: Geological Survey of Finland.
Chen, P.Y., 1977, Table of Key Lines in X-Ray Powder Diffraction
Patterns of Minerals in Clays and
Associated Rocks: The State of Indiana, Bloomington.
De Genevraye, P., dan Samuel, L., 1972, Geology of The Kendeng
Zone (Central & East Java), Proceedings of
the Indonesian Petroleum Association First Annual Convention and
Exhibition: p. 17 – 30.
Kraus, E.H., Hunt, W.F., dan Ramsdell, L.S., 1951, Mineralogy:
an introduction to the study of minerals and
crystals: New York, McGraw-Hill Book Company, Inc.
Mount, J.F., 1985, The Mixing of Silisiclastic and Carbonate
Sediments in the Shallow Shelf Environment:
Geology, 12, p.432-435.
Pardoyo, B., Gunarso, A., Nuprayogi, R., dan Partono, W., 2017,
Stabilisasi Tanah Lempung Ekspansif
dengan Campuran Larutan NaOH 7.5%: Jurnal Karya Teknik Sipil,
vol. 6, p. 238-245.
Reeves, G.M., Sims, I., dan Cripps, J.C., 2006, Clay Materials
Used in Construction: London, Engineering
Geology Special Publication.
Sukardi dan Budhitrisna, T., 1992, Peta Geologi Lembar Salatiga,
Jawa: Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi, skala 1:100.000, 1 lembar.
-
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F019UNO TEKNIK
GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September
2019; Hotel Alana Yogyakarta
985 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata,
Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof.
Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
Wentworth, C.K., 1922, A Scale of Grade and Class Terms for
Clastic Sediments: The Journal of Geology,
vol.30, no.5, p.377-392 .
-
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F019UNO TEKNIK
GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September
2019; Hotel Alana Yogyakarta
986 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata,
Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof.
Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
Tabel 1. Tingkat kerusakan jalan STA 2 dan STA 3
STA Jenis kerusakan Dimensi
kerusakan
Jenis bahan
konstruksi
Tingkat
kerusakan
STA 2 Retak – retak 25% Aspal Rendah
STA 3 Berlubang, retak – retak 60% Aspal Tinggi
Tabel 2. Rangkuman data lapangan dan laboratorium STA 2 dan STA
3
Keterangan STA 2 STA 3
Satuan batuan Satuan batulanau
Satuan batulempung sisipan
batupasir
Hasil analisis
petrografi
Sandy micrite, allochemic
sandstone Allochemic sandstone
Asosiasi
mineral
lempung
Montmorilonit, sepiolit, dan
klorit
Montmorilonit, kaolinit, dan
sepiolit
Tingkat
kerusakan
jalan
Rendah Tinggi
-
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F019UNO TEKNIK
GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September
2019; Hotel Alana Yogyakarta
987 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata,
Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof.
Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
Gambar 1. Lokasi daearah penelitian yang terletak di Desa Ngaren
dan sekitarnya, Kec.
Kemusu – Juwangi, Kab. Boyolali, Jawa Tengah (Bakosurtanal,
1998)
-
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F019UNO TEKNIK
GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September
2019; Hotel Alana Yogyakarta
988 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata,
Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof.
Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
Gambar 2. Peta geologi regional bagian tengah dari Lembar
Salatiga (Sukardi dan Budhitrisna,
1992) dan lokasi daerah penelitian
-
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F019UNO TEKNIK
GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September
2019; Hotel Alana Yogyakarta
989 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata,
Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof.
Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
Gambar 3. Peta geologi daerah penelitian
Gambar 4. Singkapan (a) batulempung karbonatan di STA 1 (kamera
menghadap selatan) dan
(b) batulempung karbonatan sisipan batupasir karbonatan di STA 3
(kamera menghadap barat)
-
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F019UNO TEKNIK
GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September
2019; Hotel Alana Yogyakarta
990 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata,
Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof.
Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
Gambar 5. Singkapan perlapisan batulanau karbonatan dengan
batupasir karbonatan di STA 2
(kamera menghadap barat)
-
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F019UNO TEKNIK
GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September
2019; Hotel Alana Yogyakarta
991 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata,
Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof.
Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
Gambar 6. Sayatan tipis allochemic sandstone (a) PPL STA 3 (b)
XPL STA 3 (e) PPL STA 2 (f) XPL
STA 2; sandy micrite (c) PPL STA 2 (d) XPL STA 2
-
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F019UNO TEKNIK
GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September
2019; Hotel Alana Yogyakarta
992 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata,
Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof.
Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
Gambar 7. Singkapan (a) STA 5 berasal dari sayap utara dan (b)
STA 3 berasal dari sayap selatan
Gambar 8. Hasil analisis XRD STA 2
-
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-12 F019UNO TEKNIK
GEOLOGI, FAKULTAS TEKNIK, UNIVERSITAS GADJAH MADA 5-6 September
2019; Hotel Alana Yogyakarta
993 Peran Ilmu Kebumian Dalam Pengembangan Geowisata,
Geokonservasi & Geoheritage
Serta Memperingati 35 Tahun Kampus Lapangan Geologi UGM “Prof.
Soeroso Notohadiprawiro” Bayat, Klaten
Gambar 9. Hasil analisis XRD STA 3
Gambar 10. Kerusakan jalan di (a) STA 2 dan (b) STA 3