Top Banner

of 228

Prosiding Kolokium an 2009 (Pasir Kuarsa)

Jul 21, 2015

Download

Documents

Bayu Sayekti
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

ISBN 978-979-8461-63-3

PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009 PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARAKonstribusi Litbang Mineral dan Batubara

Dalam Mendukung Pelaksanaan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara

Bandung, 15 Juli 2009

Editor : Binarko Santoso Pramusanto I.G. Ngurah Ardha Husaini Datin Fatia Umar Darsa Permana Slamet Suprapto Tatang Wahyudi Retno Damayanti Fauzan

D M AN A SUMBERDAY

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA 2009

IN

ER AL

I RG ENE

Hak Cipta / Penerbit

MIRAPusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara Jl. Jend. Sudirman No. 623, Bandung 40211 Telepon : 022 - 6030483, Fax : 022 - 6003373

Penasihat Kepala Badan Litbang ESDM Penanggung Jawab Kepala Puslitbang tekMIRA Panitia Pengarah Kuswandani, Suganal, Edwin Daranin R.M. Nendaryono, Siti Rochani Dewan Redaksi Binarko Santoso Staf Redaksi Doeto Poespojoedo, Umar Antana Bachtiar Efendi, Arie Aryansyah, Hatif Hidayat Moderator Datin Fatia Umar, Miftahul Huda, Edwin Daranin Yenny Sofaety, R.M. Nendaryono, Stefano Munir Notulis Kuswandani, Wiroto, Isyatun Rodliyah Sri Sugiarti, Dedi Yaskuri, Hasniati Artika Nuryadi Saleh

ISBN 978-979-8461-63-3 Hak cipta dilindungi oleh Undang-undang Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit

KATA PENGANTAR

Dalam rangka mensosialisasikan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang menggantikan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara (tekMIRA) telah menyelenggarakan Kolokium Pertambangan 2009 pada tanggal 15 Juli 2009, Kolokium yang bertemakan Konstribusi Litbang Mineral dan Batubara Dalam Mendukung Pelaksanaan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dihadiri oleh para pejabat pemerintah di tingkat pusat dan daerah, pelaku usaha, para peneliti dan pejabat fungsional lainnya, mahasiswa serta masyarakat luas yang terkait dengan pengembangan pertambangan mineral dan batubara. Sebagai lembaga litbang di bidang teknologi mineral dan batubara, Puslitbang tekMIRA diharapkan dapat berperan secara aktif dalam meningkatkan nilai tambah mineral dan batubara sebagaimana amanat yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tersebut. Di samping itu, melalui kegiatan ini diharapkan pula dapat diperoleh masukan dari pelaku industri dan masyarakat pertambangan tentang posisi, peran, dan kontribusi litbang mineral dan batubara dalam menunjang pelaksanaan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Prosiding ini merupakan rangkuman dari seluruh makalah yang dipresentasikan dalam Kolokium, serta diharapkan dapat dijadikan salah satu rujukan mengenai perkembangan pertambangan, penelitian, dan kajian yang berhubungan dengan peningkatan nilai tambah mineral dan batubara. Melalui prosiding ini, siapapun dapat melihat sampai sejauhmana para peneliti Indonesia telah berkiprah dalam memajukan sektor pertambangan mineral dan batubara nasional. Dalam kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak, baik perorangan, perusahan, instansi pemerintah, perguruan tinggi maupun seluruh pembicara dan peserta, atas pemikiran atau karya-karya terbaiknya, sehingga Prosiding ini memiliki nilai keilmiahan yang baik. Kami menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan dan penerbitan Prosiding ini. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan penyusunan dan penerbitan Prosiding di masa yang akan datang.

Bandung, 15 Juli 2009

Tim Penyunting

PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

i

SAMBUTAN KEPALA BADAN LITBANG ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PADA ACARA KOLOKIUM PUSLITBANG TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA BANDUNG, 15 JULI 2009Yang kami hormati, Para Pejabat Eselon I di Lingkungan Departemen ESDM atau yang mewakilinya, Para Pejabat Eselon II di Lingkungan Departemen ESDM atau yang mewakilinya, Para Profesor Riset dan Pejabat Fungsional di Lingkungan Badan Litbang ESDM, Undangan dan Hadirin yang Berbahagia Assalamualaikum Warohmatullohi Wabarokatuh, Salam Sejahtera bagi Kita Semua, Selamat Pagi, Puji dan syukur senantiasa kita panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wataalla, Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat perkenan-Nya kita dapat menghadiri acara Kolokium yang diselenggarakan oleh Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara (tekMIRA). Penyelenggaraan kolokium di Puslitbang tekMIRA dan juga Puslitbang lain di lingkungan Badan Litbang ESDM, memang sudah menjadi agenda tahunan yang diharapkan dapat menampilkan karya yang bermanfaat bagi para pemangku kepentingan, yaitu pemerintah, industri, dan masyarakat luas. Perlu dicatat pula, kolokium di lembaga litbang akan menjadi tolok ukur sampai sejauhmana para peneliti dan pejabat fungsional kita lainnya mampu mengembangkan diri dalam upaya berkontribusi bagi kemajuan sektor ESDM di tanah air. Saudara-saudara Sekalian, Kolokium Puslitbang tekMIRA kali ini bertemakan Kontribusi Litbang Mineral dan Batubara Dalam Mendukung Pelaksanaan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Saya menilai tema kolokium 2009 ini sebagai bentuk tanggung jawab Puslitbang tekMIRA untuk berperanserta dalam pelaksanaan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009, khususnya yang menyangkut isi pasal 95 huruf c tentang kewajiban perusahaan untuk meningkatkan nilai tambah mineral dan/atau batubara di dalam negeri, serta pasal 146 tentang kewajiban pemerintah dan pemerintah daerah untuk mendorong, melaksanakan, dan/atau memfasilitasi pelaksanaan litbang mineral dan batubara. Kedua pasal tersebut merupakan spirit dan juga momentum yang akan lebih memacu kegiatan litbang mineral dan batubara di tanah air, sekaligus menjadi stimulus bagi Puslitbang tekMIRA agar menghasilkan karya litbang yang lebih baik dan berbobot serta mampu bersaing dengan lembaga litbang sejenis. Peserta Kolokium yang Saya Hormati, Terkait dengan pemberlakuan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009, khususnya yang berhubungan dengan pasal 95 huruf c dan pasal 146, saya minta kepada seluruh jajaran di Puslitbang tekMIRA untuk

PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

ii

melaksanakan beberapa hal berikut ini: Pertama, tingkatkan kualitas sumber daya manusia. Sebagai lembaga litbang, saya yakin Puslitbang tekMIRA memiliki sumber daya manusia (SDM) yang telah mampu melaksanakan penelitian secara profesional, dan dapat bersaing dengan para pakar di dalam negeri maupun di forum internasional. Namun, sebagaimana dialami oleh hampir seluruh instansi pemerintah, Puslitbang tekMIRA juga pasti merasakan kebijakan zero growth yang ditetapkan beberapa tahun yang lalu. Kesenjangan antara senior dengan yunior yang semakin melebar, memerlukan percepatan regenerasi dan transfer of knowledge. Untuk itu, solusi yang dapat ditempuh adalah dengan membuka kesempatan kepada karyawan yunior untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi, mengikuti berbagai kursus atau pertemuan ilmiah, magang pada perusahaan besar, dan hal-hal lain yang pada intinya dapat sarana untuk meningkatkan kemampuan mereka. Bagaimanapun keberadaan karyawan yunior ini merupakan modal dasar bagi eksistensi Puslitbang tekMIRA ke depan. Kedua, fokus kepada pemecahan permasalahan yang sedang dan kemungkinan akan dihadapi oleh industri pertambangan mineral dan batubara. Dalam berbagai kesempatan, saya selalu mengatakan bahwa lembaga litbang harus menjadi bagian tak terpisahkan dari dunia yang digelutinya, bukan menara gading yang tidak tersentuh dengan melakukan penelitian sesuai keinginannya sendiri. Persoalannya adalah, apakah Puslitbang tekMIRA akan menjadi leader atau follower dalam industri mineral dan batubara di tanah air? Saya katakan bahwa Puslitbang tekMIRA mesti fokus pada keduanya. Ini berarti, di satu sisi, Puslitbang tekMIRA harus dapat mengatasi permasalahan sebagai langkah penanggulangan, tetapi, di sisi lain, juga harus dapat memprediksi arah kecenderungan yang terjadi sebagai langkah antisipasi agar tidak berada pada kondisi status quo dan melaksanakan pekerjaan yang bersifat rutin atau business as usual. Ketiga, fokus kepada litbang yang berorientasi pada peningkatan nilai tambah sekaligus memperhitungkan keekonomiannya. Dalam beberapa hal, nilai tambah dan keekonomian selalu berjalan beriringan, artinya peningkatan nilai tambah akan mengakibatkan suatu material bernilai lebih tinggi dan menguntungkan. Tetapi tidak selamanya peningkatan nilai tambah akan memberi keuntungan jika dijual ke pasaran. Hal ini disebabkan antara lain oleh adanya kompetitor yang berharga lebih murah, atau daya serap pasar masih kecil dan tidak sebanding dengan biaya produksi. Oleh karena itu, ke depan, Puslitbang tekMIRA harus berani memulai kegiatan litbang yang berorientasi pada peningkatan nilai tambah, tetapi sekaligus menguntungkan jika dilempar ke pasaran. Keempat, tingkatkan kerja sama dengan pemangku kepentingan (stakeholders). Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 yang bernuansa desentralisasi artinya pengelolaan pertambangan mineral dan batubara berada di pemerintah daerah, mengharuskan kita untuk secara lebih intens menjalin kerja sama dengan mereka. Saya tahu Puslitbang tekMIRA telah lama melakukan hal itu, sehingga tidak terlalu sulit untuk meningkatkannya. Namun perlu saya garis bawahi, kerja sama tersebut harus dapat menghasilkan sesuatu yang tidak saja menguntungkan Puslitbang tekMIRA, tetapi juga bermanfaat bagi pemerintah dan Daerah serta masyarakat pertambangan; tidak saja memberikan kontribusi terhadap kemajuan bidang pertambangan mineral dan batubara, tetapi juga kemakmuran bagi masyarakat. Selain dengan pemerintah daerah, peningkatan kerja sama dengan lembaga litbang lain, baik di dalam maupun di luar negeri, perlu mendapat prioritas utama. Hal ini penting dilakukan sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan kemampuan Puslitbang tekMIRA menghadapi tantangan masa kini dan masa depan, serta untuk mengukur di mana posisi Puslitbang tekMIRA berada. Seluruh kerja sama antara Puslitbang tekMIRA dengan pemangku kepentingan sudah seharusnya bersifat saling bermanfaat bagi kedua belah pihak.

iii

PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

Kelima, optimalkan peralatan yang ada, serta tingkatkan kemampuan rancang bangun dan rekayasa. Saya telah menyinggung masalah ini pada acara Sinkronisasi Kegiatan Litbang di Lingkungan Badan Litbang ESDM pada 14-15 April 2009 yang lalu. Saya tidak perlu mengulas lebih dalam, namun satu hal patut diingat bahwa jika keinginan untuk melengkapi dan memutakhirkan dengan sarana dan prasarana penelitian mutakhir tidak terpenuhi bukan berarti kita harus berdiam diri, lalu stagnan. Kita harus berbuat sesuatu, yaitu dengan berupaya meningkatkan kemampuan rancang bangun dan rekayasa pada peralatan teknologi tinggi. Oleh karena itu saya mengajak peneliti Puslitbang tekMIRA dan juga peneliti Puslitbang lain di lingkungan Badan Litbang ESDM, untuk membuktikan sampai sejauhmana inovasi dan kreativitas Saudara-saudara andaikata sarana peralatan baru tersebut tidak terpenuhi. Keenam, jaga soliditas di lingkungan Puslitbang tekMIRA. Ada ungkapan sederhana yang sudah lama kita kenal dan tahu artinya, yaitu bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh dan ringan sama dijinjing, berat sama dipikul. Untuk itu, siapapun Saudara, apapun latar belakang pendidikan Saudara, dan di manapun Saudara ditempatkan, jangan pernah merasa yang satu lebih superior daripada yang lain. Berjalanlah dalam koridor Rencana Stratejik yang telah dibuat oleh Saudara-saudara sendiri, lalu bicara dan berbuatlah dengan bahasa yang sama dalam ikatan kesatuan yang kuat. Insya Allah, permasalahan seberat apapun akan menjadi jauh lebih ringan dan tidak sulit untuk dipecahkan. Undangan dan Hadirin Sekalian, Demikian sambutan dan arahan yang dapat saya sampaikan. Harapan saya kepada seluruh jajaran Puslitbang tekMIRA, bahkan seluruh keluarga besar Badan Litbang ESDM, semoga dapat memaknai dan mengimplementasikannya demi tercapainya tujuan kita memajukan sektor ESDM pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Saya berharap Saudara-saudara dapat menyongsong era desentralisasi di bidang pertambangan mineral dan batubara ini dengan optimisme tinggi dan penuh rasa tanggung jawab. Akhirnya dengan tetap memohon ridho Tuhan Yang Maha Kuasa, Kolokium yang bertemakan Kontribusi Litbang Mineral dan Batubara Dalam Mendukung Pelaksanaan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara secara resmi saya buka. Terima kasih. Wassalamualaikum Warohmatullohi Wabarokatuh.

Kepala,

Bambang Dwiyanto

PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

iv

KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009BANDUNG, 15 JULI 2009

DAFTAR ISIKATA PENGANTAR ........................................................................................................................ SAMBUTAN KEPALA BADAN LITBANG ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL ...................... DAFTAR ISI .................................................................................................................................... MAKALAH YANG DIPRESENTASIKAN Presentasi Makalah Paralel I Permasalahan Pengelolaan Potensi Emas di Gunung Tumpang Pitu ............................. Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur Bambang Yunianto Pengembangan Metode Analisis Ter dan Partikulat dalam .............................................. Producer Gas dari Batubara Slamet Suprapto dan Nurhadi Implementasi Pengelolaan Lingkungan Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral ....... pada Era Globalisasi Djoko Sunarjanto dan Bambang Wicaksono Peluang Pengembangan Pertambangan Mineral dan Batubara ...................................... pada Era Otonomi Daerah Umar Dhani Peningkatan Kadar Bijih Besi dari Daerah Pelaihari, Propinsi Kalimantan ................... Selatan dengan Menggunakan Klasifayer dan Pemisah Magnetik Pramusanto, Nuryadi Saleh dan Apriandi Pengolahan Pasir Kuarsa Berlempung Asal Rantaubujur, Kabupaten Tapin, ................ Provinsi Kalimantan Selatan, untuk Bahan Baku Keramik Subari, Enymia dan Sumarsih Presentasi Makalah Paralel II Masa Kini dan Masa Depan Batubara Indonesia ................................................................ Ijang Suherman Pengembangan Sistem dan Alat Pemantauan Sederhana untuk Mendeteksi ................ Keruntuhan Batuan Atap (Roof Failure) pada Tambang Bawah Tanah Zulfahmi, Hasniati Astika dan Supriatna Mujahidin Pemanfaatan Karbon Aktif dari Batubara pada Pengolahan ............................................ Limbah Cair Industri Gula Ika Monika dan Nining Sudini Ningrum Kemungkinan Pemanfaatan Bakterisida Fenol untuk Pencegahan ................................. Air Asam Tambang Siti Rafiah Untung dan Nia Rosnia H. Pengaruh Titik Leleh Abu terhadap Pengendapannya pada Pembakaran ..................... Batubara dengan Pembakar Siklon di Beberapa Fasilitas Industri Sumaryono 55 70 1 i ii v

16

23

30

39

48

78

83

90

PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

v

Pengolahan dan Pemanfaatan Bauksit ............................................................................... Husaini Presentasi Makalah Paralel III

97

Karakteristik Merkuri dalam Sedimen dan Air pada Pengolahan Tailing ....................... 105 Amalgamasi di Kegiatan Pertambangan Emas Rakyat Secara Sianidasi (Studi Kasus KUD Perintis, Daerah Tonayan Selatan) M. Lutfi dan Retno Damayanti Pengaruh Penggunaan Ultrasonik terhadap Hasil Pemisahan Pasir Zirkon .................... 115 Kalimantan Tengah dengan Electrostatic Separator Pramusanto, Nuryadi Saleh, Yuhelda dan Firiza Yuliana Penggunaan Pasir Sungai sebagai Bed Material pada Gasifikasi Batubara ................... 122 Sistem Fluidized Bed Nurhadi dan Slamet Suprapto Metode Pengurangan Emisi Merkuri pada Pembakaran Batubara .................................. 128 Roza Adriany Eksplorasi Potensi Konsentrat Timah Berdasarkan Data Seismik Refleksi ...................... 134 (Studi Kasus Perairan Bangka Utara) Ediar Usman dan Andri S. Subandrio Penetapan Nilai Bagi Hasil atas Produksi Batubara Mutu Rendah .................................. 147 Rochman Saefudin, Ijang Suherman, Datin Fatia Umar dan Bukin Daulay MAKALAH DIPOSTERKAN Analisis Potensi Limbah Hasil Pembakaran Batubara pada Industri Kecil dan .............. 161 Menengah di Pulau Jawa Triswan Suseno dan Tuti Hernawati Pengaruh Proses Upgraded Brown Coal (UBC) terhadap Peringkat Batubara ................. 168 Slamet Suprapto Uji Sulfidasi Bijih Besi Kalimantan Selatan dan Tailing PT. Freeport Indonesia ........... 175 sebagai Katalis Pencairan Batubara Nining Sudini Ningrum dan Hermanu Prijono Karakteristik dan Optimalisasi Pembriketan Batubara Hasil Proses ................................ 181 Upgraded Brown Coal Skala Pilot Ikin Sodikin dan Datin Fatia Umar Analisis Dampak Ekonomi Teknologi Peningkatan Kualitas Batubara ............................ 189 Peringkat Rendah di Indonesia Gandhi Kurnia Hudaya Kajian Manfaat dan Biaya Penambangan Bijih Besi di Kabupaten Merangin, ............... 194 Propinsi Jambi Endang Suryati dan M. Lutfi Minyak Sintetik dari Pencairan Batubara dan Peningkatan Mutunya .............................. 204 sebagai Bahan Bakar Muh Kurniawan, Leni Herlina, Novie Ardhyarini dan Nining Sudini Ningrum Bahan Bakar Minyak Sintetik dari Pencairan Batubara .................................................... 209 A.S. nasution, Miftahul Huda, Abdul Haris, Leni herlina dan Nining Sudini Ningrum

vi

PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

PRESENTASI MAKALAH PARALEL I

PERMASALAHAN PENGELOLAAN POTENSI EMAS DI GUNUNG TUMPANG PITU KECAMATAN PESANGGARAN, KABUPATEN BANYUWANGI, JAWA TIMUR

Bambang Yunianto Peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara Jl. Jend. Sudirman 623 Bandung 40211 Telp. 022 - 6030483 Fax. 022 - 6003373 e-mail : [email protected]

SARI Isu pertambangan terkait pengelolaan potensi dan kegiatan pertambangan emas di Gunung Tumpang Pitu, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi meliputi isu potensi emas, lingkungan pertambangan, tumpang tindih dengan sector lain, dan isu sosekbud. Berdasarkan penelaahan terhadap ke-empat isu tersebut diperlukan kesiapan daerah (Pemerintah Kabupaten Banyuwangi) dalam mengelola potensi emas di Gunung Tumpang Pitu, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi. Kesiapan daerah tersebut meliputi beberapa kegiatan, yaitu: 1) melakukan kajian kegiatan pertambangan terkait pemanfaatan lahan sektor lain; 2) mengkaji kembali kegiatan pertambangan emas oleh PT. Indo Multi Niaga (PT. IMN); 3) untuk menampung partisipasi masyarakat dalam pertambangan, perlu dialokasikan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) yang berasal dari wilayah konsesi PT. IMN yang memiliki potensi emas sekunder (alluvial). Kemudian perlu dilakukan pembinaan dan pengawasan, baik dalam hal teknis penambangan, lingkungan maupun dalam manajemen berusaha terhadap para penambang rakyat tersebut; 4) dalam menangani persoalan Pertambangan Tanpa Izin (PETI) atau gurandil seyogyanya tidak menggunakan cara-cara represif, tetapi harus dengan persuasive, agar tidak menimbulkan permasalahan yang lebih besar dan kompleks; dan 5) sesuai kebijakan otonomi daerah yang tertuang dalam UU No. 32 tahun 2004, UU No. 33 Tahun 2004, dan PP No. 38 Tahun 2007, maka perlu dibentuk kantor/ dinas pertambangan dan energi yang tugasnya mengelola kegiatan pertambangan di daerah. Kata Kunci: isu pertambangan, tambang emas, kesiapan daerah, pengelolaan potensi emas

ABSTRACT The mining issues related to manage the potential and the activity of gold mining in Gunung Tumpang Pitu, District of Pesanggaran, Regency of Banyuwangi include the gold mining, mining environment, interest conflict and the socio-economic-culture. Based on the review toward these issues, it requires the regional readiness to manage the gold potential in the region. The regional readiness includes several activities, namely: 1) to assess the mining activity related to the land use; 2) to reassess the mining activity conducted by PT. Indo Multi Niaga (PT. IMN); 3) to allocate the mining area for the local community in the concession area of the company that contains gold placer. Then, to conduct guidance and monitoring, the mining techniques, environment or the

Permasalahan Pengelolaan Potensi Emas di Gunung Tumpang Pitu ... Bambang Yunianto

1

management of the business for the miners; 4) not to apply repressive actions towards illegal mining, but to persuade not to create a bigger problem and complex; and 5) in accordance with the regional autonomy policy, UU 32/2004, UU 33/2004 and PP 38/2007, it is required to set an office of mining and energy in managing mining operation in the region. Keywords: mining issues, gold mine, regional readiness, management of gold potential

1.

PENDAHULUAN

ini mendapat sorotan dari berbagai pihak di Kabupaten Banyuwangi. Berdasarkan hasil survai lapangan, akar permasalahan dari mencuatnya isu pertambangan terkait potensi emas di Gunung Tumpang Pitu, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur sebetulnya terletak kepada kesiapan daerah di dalam pengelolaan pertambangan, sebagaimana dipilih sesuai judul tulisan ini. Maksud penulisan ini adalah mengidentifikasi dan menganalisis permasalahan pengelolaan potensi emas di Gunung Tumpang Pitu, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi sesuai peraturan terkait, sebagai bahan masukan bagi daerah dalam mengelola sumber daya tambang yang ada di daerahnya.

Kegiatan survai lapangan pemantauan isu pertambangan di Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur dilakukan untuk menginventarisasi dan mengidentifikasi permasalahan mengenai isu lingkungan pertambangan tanpa izin (PETI) emas dan isu tumpang-tindih kegiatan PT. Indo Multi Niaga (PT. IMN) di Pegunungan Tumpang Pitu, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi. Kegiatan survai lapangan isu lingkungan dan tumpang-tindih pertambangan dengan sektor kehutanan di Pegunungan Tumpang Pitu di atas didasarkan pemberitaan dan informasi di media mass berikut: 1) Emas vs Potensi Agraris Banyuwangi, Sebentuk Kanibalisasi antar -Potensi, Berita Fajar FM, Sabtu, 19 April 2008. 2) Masyarakat Banyuwangi Tolak Tambang Emas di Hutan Lindung Tumpang Pitu, Harian Kompas, Senin, 16 Juni 2008 3) Ribuan Penambang Emas Banyuwangi Diusir, Harian Kompas, Jumat 27 Februari 2009. 4) Penambang Emas Dadakan di Banyuwangi Capai 3 Ribu Orang, Detik Surabaya, Selasa, 28 April, 2009 5) Berebut Emas di Tumpang Pitu, Harian Kompas, Rabu, 17 Mei 2009. Isu pertambangan di Kabupaten Banyuwangi tersebut memiliki bobot penting karena ada beberapa masalah, antara lain; isu lingkungan, isu tumpang-tindih sektor pertambangan dengan sektor lain (kehutanan, pertanian dan perkebunan), serta isu sosial ekonomi kemasyarakatan. Oleh karena itu, Tim Isu Puslitbang tekMIRA menurunkan tim yang terdiri atas berbagai disiplin ilmu (tambang/ geologi, sosial ekonomi, dan surveyor). Berdasarkan informasi secara informal, sekembalinya Tim Isu Pertambangan Puslitbang tekMIRA dari lapangan, isu pertambangan tersebut kembali mencuat setelah terjadi penangkapan terhadap para PETI yang dilakukan Polres Kabupaten Banyuwangi. Penangkapan ini telah menyulut konflik antara aparat dan para PETI, dan masalah

2.

METODOLOGI

Secara umum metodologi yang digunakan adalah pendekatan multidisiplin ilmu, dengan menggunakan berbagai parameter keilmuan dalam membahas permasalahan utama yang dikaji. Inventarisasi data melalui teknik observasi, wawancara berpanduan, dokumentasi, dan diskusi. Pengolahan data menggunakan teknik kategorisasi, kompilasi, dan tabelisasi. Analisis data dilakukan secara deskriptif analitis. Sedangkan dalam merekonstruksikan pemecahan permasalahan dan masukan bagi daerah didasarkan kepada pertimbangan-pertimbangan rasional dan berlandaskan kepada arah kebijakan pertambangan dan kebijakan lain yang terkait pada era otonomi daerah. Data yang mendukung penulisan ini berupa data primer maupun sekunder hasil survai lapangan. Data primer berupa hasil wawancara langsung dengan berbagai pihak yang terkait dengan permasalahan pengelolaan potensi emas di Gunung Tumpang Pitu, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi, seperti Pemda Perekonomian Kabupaten Banyuwangi, Bappeda Kabupaten Banyuwangi, Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten

2

PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

Banyuwangi, Camat dan staf Kecamatan Pesanggaran, PT. IMN, aparat keamanan yang bertugas di Gunung Tumpang Pitu, para gurandil, dan masyarakat setempat. Sedangkan data sekunder berasal dari instansi terkait, baik di tingkat Kabupaten Banyuwangi, Kecamatan Pesanggaran serta informasi dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan mass media. Mengenai pelaksanaan kegiatan survai lapangan dari tanggal 20 25 April 2009 adalah: 1) Melakukan kegiatan koordinasi dengan Kepala Bagian Perekonomian (Pak Bambang Edi Sunaryo) dan Sekertaris (Bu Tri) tentang isu lingkungan PETI emas di pegunungan Tumpang Pitu di Kantor Pemda Kab. Banyuwangi (Distamben belum ada). 2) Koordinasi dan pendataan di Bappeda Kab. Banyuwangi dengan Pak Mujiono, Pak Wahyu Diyono, Pak Rudianto tentang isu Lingkungan

3)

4) 5)

6) 7)

PETI emas, PT. IMN dan tata ruang (hutan lindung). Koordinasi dan pendataan dengan Kepala TU Kantor Lingkungan Hidup Kab. Banyuwangi (Pak Gatot Sudjadi). Pendataan di BPS Kabupaten Banyuwangi dengan Pak Ruslan Survai lapangan ke lokasi di Kecamatan Pesanggaran, dan berkoordinasi dan diskusi dengan staf Kecamatan Pak Sujono dan Pak Sunoto. Koordinasi dan diskusi denga PT. IMN yang diwakili Pak Hilman dan Pak Yuswardi. Survai ke lokasi PETI emas di sekitar pegunungan Tumpang Pitu, dokumentasi dan wawancara dengan gurandil.

Mengenai route survai lapangan lihat Gambar 1, sedangkan dokumentasi survai lapangan dapat dilihat pada Lampiran Foto-Foto Survai Lapangan.

Gambar 1. Route survai lapangan tim isu pertambangan Puslitbang tekMIRA di Kabupaten Banyuwangi

Permasalahan Pengelolaan Potensi Emas di Gunung Tumpang Pitu ... Bambang Yunianto

3

3.

POTENSI TAMBANG DAN SEKTOR LAIN DI GUNUNG TUMPANG PITU

3.1. Potensi Tambang Cebakan emas di daerah Pesanggaran ditemukan berdasarkan pada pemboran eksplorasi sebanyak 14 lubang bor dengan kedalaman total 4.100 meter pada KP Eksplorasi PT. IMN seluas 11.621, 45 ha atau 116,21 km2. Cebakan emas ditemukan dalam bentuk urat-urat kuarsa pada batuan volkanik yang diterobos oleh batuan intrusif berupa diorite, andesit, granodiorit dan dasit. Fenomena seperti ini sangat umum ditemukan di Pulau Jawa, seperti di Cikotok, Pongkor, Banyumas, Wonogiri, Pacitan, Malang, Lumajang. Berdasarkan studi kelayakan PT. IMN, cadangan bijih yang dieksplorasi mencapai 9.600.000 ton; kadar emas rata-rata 2,3 gram/ton; cadangan emas 320,8 ton. Biasanya emas ditemukan bersama logam lainnya seperti perak, tembaga. Kadar emas di daerah ini adalah 2,3 gr/ton, dan kadar logam-logam lainnya tidak ada datanya. padahal logam-logam tersebut memiliki nilai ekonomis bila sejak dini sudah diketahui nilai potensinya. Selain cebakan emas primer yang ditemukan, ada juga emas plaser/ sekunder di sekitar lokasi emas primer tersebut. Keberadaan emas sekunder ini sebagian besar berada pada lahan Perhutani, yang penyebarannya mengikuti sungai-sungai tua pada jaman dahulu. Berdasarkan hasil tracking Tim Isu Pertambangan Puslitbang tekMIRA sewaktu survai, pada lokasi 56 gurandil/ PETI (Pertambangan Tanpa Izin) beroperasi pada wilayah Perhutani diperkirakan meliputi luas sekitar 203,3 ha (Gambar 2). 3.2. Potensi Sektor Lainnya Kabupten Banyuwangi dikelilingi 3 Taman Nasional (TN), yakni TN Alas Purwo, TN Meru Betiri, dan TN Baluran. Di samping itu, kabupaten ini memiliki 3 Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) seperti Banyuwangi (KPH Banyuwangi Selatan, KPH Banyuwangi Barat, dan KPH Banyuwangi Utara). Keberadaan 3 KPH dan 3 TN ini berhubungan erat sumber mata air dan sungai-sungai yang menjadi sumber irigasi bagi sektor pertanian dan perkebunan yang saat ini diunggulkan sebagai sektor penting bagi Kabupaten Banyuwangi, dan menjadikan kabupaten ini sebagai lumbung padi nasional, memiliki andil dalam menopang ketahanan pangan nasional. Kontribusi sektor pertanian terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Banyuwangi (lebih dari 60%).

Selain itu, keberadaan 3 KPH dan 3 TN tersebut secaraa riil telah memberikan kontribusi yang nyata bagi PAD kabupaten ini. Data hasil kekayaan hutan non-kayu Banyuwangi pada tahun 2006 meliputi; a. Kontribusi komiditi kopi yang berada di dalam kawasan hutan produksi sebesar 10.643 ton (BPS: 2007) atau setara dengan Rp. 247.230.000. b. Kontribusi komoditi getah damar sebesar 49 ton senilai Rp. 68.600.000, dan c. Kontribusi komiditi getah pinus sebanyak 2.672,70 ton senilai Rp.2.6 miliar.

4.

KONDISI KEGIATAN PERTAMBANGAN

4.1. PT. Indo Multi Niaga (PT. IMN) PT. IMN merupakan perusahaan tambang emas yang modalnya swasta nasional. Luas konsesi yang diberikan pemerintah sekitar 11.621,45 ha. Konsesi PT. IMN meliputi kawasan Gunung Tumpang Pitu, Gunung Jatian, Gunung Wedi Ireng, Gunung Sumber Salak, Gunung Macan dan kawasan lindung setempat. Menurut RTRW Jatim 2020 kawasan tersebut telah ditetapkan sebagai kawasan resapan air katagori tinggi, 30 liter per/ detik. Menteri Kehutanan melalui surat S.406/MENHUTVII/PW/2007 mengijinkan perusahaan melakukan eksplorasi selama 2 tahun, hingga Juli 2009, dan akan ditingkatkan statusnya menjadi KP eksploitasi. Eksplorasi itu meliputi kawasan hutan produksi seluas 736,3 ha dan hutan lindung seluas 1.251,5 ha dipetak 75, 76, 77, 78, RPH Kesilir Baru, BKPH Sukamade, KPH Banyuwangi Selatan. Sementara itu, Pemkab Banyuwangi telah menyetujui rencana mengajukan permohonan alih fungsi kawasan hutan lindung dalam KPH Banyuwangi Selatan. Tepatnya pada Petak 75, 76, 77 dan 78 kawasan hutan tersebut. Dokumen Amdal PT IMN telah disahkan oleh Tim Amdal Propinsi Jawa Timur, setelah disidangkan oleh Bapedalda Jawa Timur pada 26 Mei lalu. Saat ini perusahaan menampung 125 warga menjadi buruh kasar. 4.2. PETI/ Gurandil PETI/ gurandil beroperasi di Gunung Tumpang Pitu, pada aliran Sungai Gonggo, Lembah Gunung Tumpang Pitu, Kampung 56, Dusun Ringinagung, Desa Pesanggaran, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi, saat ini diperkirakan mencapai 3.000.000 orang (Gambar 3). Jumlah ini, setelah pada akhir bulan April 2009 sekitar 6.000 dipulangkan

4

PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

Gambar 2. Konsesi PT. IMN dan lokasi aktivitas PETI/ Gurandil di Petak 56, lembah Gunung Tumpang Pitu, Kampung 56, Dusun Ringinagung, Desa Pesanggaran, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi

Gambar 3. Lokasi PETI/ Gurandil di Petak 56 (Luas Perkiraan 203,3 Ha), Lembah Gunung Tumpang Pitu, Kampung 56, Dusun Ringinagung, Desa Pesanggaran, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi

Permasalahan Pengelolaan Potensi Emas di Gunung Tumpang Pitu ... Bambang Yunianto

5

secara paksa oleh sekitar 190 personil aparat keamanan. Pemulangan itu dilakukan setelah Pemerintah Kabupaten Banyuwangi melakukan rapat koordinasi dengan muspida, Perhutani dan pemilik izin ekplorasi emas PT. IMN. Rapat yang dipimpin langsung Bupati Banyuwangi Ratna Ani Lestari itu menyimpulkan PETI yang dilakukan ribuan gurandil tersebut telah merusak lingkungan, yang akan berpotensi menimbulkan banjir dan longsor serta kerusakan hutan jati, maupun tanaman pertanian/ perkebunan masyarakat (petani magersari) sehingga harus dihentikan. Maraknya PETI telah menimbulkan kerusakan di Sungai Gonggo dan hutan jati, tepatnya di petak 79. Sungai Gonggo mengalami pelebaran hingga tujuh meter dari lebar awalnya satu meter, selain itu kedalaman Sungai Gonggo turut mengalami perubahan drastis, awalnya hanya setengah meter kini berubah menjadi 1,5 meter. Beberapa pohon jati juga turut tumbang akibat aktifitas penambangan PETI secara tradisional tersebut. Dari pantauan sementara Tim Isu Puslitbang tekMIRA, lokasi-lokasi PETI di Gunung Tumpang Pitu memang mengandung emas (perlu uji laboratorium), terutama pada petak 56 maupun 79 sebagai sampel wilayah-wilayah sekitarnya. Isu kalau butiran seperti emas itu adalah logam jenis pirit (FeS2) perlu dicarikan kepastiannya, karena pada lokasi tersebut telah banyak gurandil yang betul-betul mendapatkan emas, seperti pendulang emas asal Kalimantan, Sulawesi, Nabire dan Bandung. Dalam rangka memberi kepastian, Pemkab Banyuwangi sudah mengambil beberapa sampel untuk diuji, namun untuk memberi kesahihan data telah ditunjuk tim independen untuk melakukan uji laboratorium. 5. PERMASALAHAN DAN PEMBAHASAN

lahan usaha tambang dalam peta tata ruangnya. Permasalahan ini harus segera diselesaikan, mengingat potensi usaha pertambangan di daerah ini memperlihatkan prospek bila dikelola dengan baik. Status cadangan untuk kategori perhitungan potensi cebakan emasnya belum tepat, karena jumlah lubang bor yang dilakukan oleh PT. IMN relatif sedikit, yakni hanya 14 buah untuk mengeksplorasi daerah seluas 116,21 km2, dengan jarak antarlubang bor sepanjang 2 km. Jadi, jarak antarlubang bor ini terlalu panjang. Pada umumnya, jarak lubang bor ini adalah 500 m. Untuk meningkatkan status potensinya, masih diperlukan pemboran eksplorasi yang lebih banyak lagi, agar tingkat keyakinan geologisnya menjadi tinggi. Dengan demikian, status cadangannya perlu direvisi, agar perhitungan operasi penambangannya dapat dilakukan dengan tepat. Secara umum, emas ditemukan bersama logam lainnya seperti perak, tembaga. Kadar emas di daerah ini adalah 2,3 gr/ton; namun, kadar logamlogam lainnya tidak ada datanya. Ini berarti bahwa kelak saat operasi penambangan emas ini berlangsung, asosiasi logam-logam tersebut akan terbuang dengan percuma. Tidak tertutup kemungkinannya, logam-logam tersebut akan menjadi perolehan yang menguntungkan, apabila sejak dini sudah diketahui nilai potensinya. Jadi, hal ini menjadi tugas tersendiri bagi perusahaan tambang tersebut untuk melakukan uji laboratorium terhadap logam-logam tersebut. Selain cebakan emas primer yang ditemukan, ada juga emas plaser/sekunder di sekitar lokasi emas primer tersebut. Keberadaan emas sekunder ini perlu dicermati untuk dieksplorasi lebih lanjut, agar dapat dimanfaatkan sebagai lahan usaha bagi masyarakat setempat dalam bentuk Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). 5.2. Lingkungan

5.1. Potensi Bahan Tambang Fenomena geologis di daerah eksplorasi tersebut tidak hanya tersebar di daerah Pesanggaran, namun juga tersebar di daerah sekitarnya seperti Glenmore dan Bangorejo. Dengan demikian tidak tertutup kemungkinan bahwa potensi penyebarannya juga terdapat di daerah-daerah tersebut. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4/2009, setiap daerah harus mencadangkan wilayahnya untuk menggali potensi bahan galiannya. Untuk itu, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi harus mempersiapkan lokasi peruntukan lahan bagi sektor pertambangan. Sampai saat ini, di kabupaten ini belum dialokasikan

Isu lingkungan terkait kegiatan pertambangan di Gunung Tumpang Pitu tidak hanya diakibatkan oleh kegiatan PETI/ gurandil saja, tetapi juga akibat isu Lingkungan pertambangan PT. IMN karena kurangnya transparansi dalam Publikasi berbagai kemajuan kegiatan, terutama dalam pengelolaan Lingkungan. PETI yang dilakukan ribuan gurandil telah merusak lingkungan, dan berpotensi menimbulkan banjir dan longsor serta kerusakan hutan jati, maupun tanaman pertanian/ perkebunan masyarakat (petani magersari). Sedangkan,

6

PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

berbagai isu Lingkungan yang diakibatkan PT. IMN dapat ditunjukkan berdasakan surat penolakan AMDAL oleh Masyarakat Banyuwangi yang tergabung dalam Komunitas Pecinta Alam Pemerhati Lingkungan (Kappala Indonesia) region Banyuwangi, Kurva Hijau, dan Dewan Rakyat Jalanan untuk Demokrasi (Derajad). Beberapa butir yang dijadikan dasar penolakan AMDAL PT. IMN tersebut, antara lain: a. Sidang Amdal tersebut di atas merupakan sidang yang tidak adil, karena tidak ada satu pun dokumen Amdal yang dibagikan kepada warga Dusun Pancer, sehingga warga tidak memiliki informasi mengenai Amdal. Padahal keterbukaan informasi ini penting sebagai tolok ukur tinggi-rendahnya itikad baik dari pemrakarsa rencana pertambangan maupun pemkab dan pemrop. Keterbukaan informasi menjadi sesuatu yang logis untuk dimiliki oleh warga Pancer karena dampak apapun dari pertambangan tersebut jelas-jelas akan berpengaruh langsung kepada mereka, dan merekalah pihak pertama yang akan merasakannya. b. Warga Pancer tidak diberi kecukupan waktu untuk mempelajari Amdal tersebut. Hal ini menunjukkan minimnya kemauan Pemprop Jatim dan Pemkab Banyuwangi untuk melakukan penguatan terhadap rakyatnya, sehingga warga tidak memiliki kesiapan untuk berdialog dengan pihak yang terkait, terutama pakar. Warga pun tidak punya kecukupan waktu untuk memilih pihak yang menurut warga memiliki kompetensi untuk mendampinginya dalam mengikuti Sidang Amdal. c. Semenjak awal bergulirnya rencana penambangan emas di HLGTP oleh PT IMN, Warga Pancer telah menolak rencana tersebut. Dimana penolakan tersebut telah mereka sampaikan dalam acara Sosialisasi Penambangan Emas HLGTP yang diselenggarakan pada 12 Maret 2008 lalu di Balai Dusun (dihadiri oleh perwakilan Pemkab Banyuwangi, perwakilan Makoramil Pesanggaran, perwakilan TNI AL, perwakilan Mapolsek Pesanggaran, dan Camat Pesanggaran). Penolakan tersebut juga telah disuarakan oleh 5 (lima) orang utusan Warga Pancer yang menghadiri Sidang Amdal tanggal 26 Mei 2008 di Surabaya. d. Dalam Dokumen Andal yang dibuat oleh PT IMN, pada gambar 2.4 tentang Peta Rencana Tata Letak Kegiatan dapat dilihat dengan jelas

bahwa tailing (limbah tambang) akan dibuang ke laut. Pembuangan tailing ke laut ini, dalam Lampiran Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 11 tahun 2006 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup disebut sebagai Submarine Tailing Disposal (STD). Berdasarkan Peraturan Meneg LH no. 11 tahun 2006 tersebut, Komisi Amdal Propinsi/Bapedalprop Jatim tidak berwenang menilai Amdal PT IMN. Berdasarkan Peraturan Meneg LH no. 11 tahun 2006, penilaian Amdal dari sebuah rencana pertambangan yang menggunakan STD seperti halnya PT IMN tersebut, kewenangannya berada di tangan Deputi Bidang Amdal Kementerian Negara Lingkungan Hidup, bukan di tangan Komisi Amdal Propinsi/Bapedalprop Jatim. Dengan demikian, sejatinya Sidang Amdal yang diselenggarakan dan dipimpin oleh Komisi Amdal Propinsi/Bapedalprop Jatim tidak sah, karena tidak sesuai dengan Peraturan Meneg LH no. 11 tahun 2006. e. Amdal yang dibuat oleh PT IMN sebagai pemrakarsa adalah dokumen Amdal yang tidak layak dan harus ditolak, karena dalam Presentasi Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KA-Andal) yang bertempat di ruang Minakjingga Pemkab Banyuwangi pada tanggal 30 Januari 2008, PT IMN telah melakukan kebohongan publik dengan menyatakan kepada seluruh hadirin bahwa merkuri berbahaya sementara sianida aman. Dalam acara tersebut tidak ada itikad baik dari pemrakarsa untuk menjelaskan apa itu sianida? Apa saja dampaknya? Dan apa yang membuat pemrakarsa yakin bahwa sianida aman? f. Amdal yang dibuat oleh PT IMN sebagai pemrakarsa adalah dokumen Amdal yang tidak layak dan harus ditolak, karena pihak pemrakarsa tidak membuat pengumuman tentang rencana Sidang Amdal yang layak dan mencukupi. Bahkan hingga kini pun belum terlihat kemauan pemrakarsa untuk mengumumkan secara terbuka tentang Sidang Revisi Amdal.

g. Amdal yang dibuat oleh PT IMN sebagai pemrakarsa adalah dokumen Amdal yang tidak layak dan harus ditolak, karena tidak ada satu pun dari peta yang termuat di dalamnya yang menampakkan keberaradaan Pulau

Permasalahan Pengelolaan Potensi Emas di Gunung Tumpang Pitu ... Bambang Yunianto

7

Merah. Tidak adanya Pulau Merah di semua peta yang terdapat dalam dokumen Andal tersebut mencerminkan keteledoran PT IMN, serta menggambarkan rendahnya kepedulian PT IMN terhadap area penting seperti Pulau Merah. Sementara itu, koordinator Koalisi Tolak Tambang di Tumpang Pitu (KT3P), tambang emas yang dibangun oleh PT IMN di Tumpang Pitu memakan areal seluas 11.621 hektar yang meliputi kawasan Gunung Tumpang Pitu, Gunung Jatian, Gunung Wedi Ireng, Gunung Sumber Salak, Gunung Macan, dan kawasan hutan lindung setempat. Sebagai kawasan penyangga, Gunung Tumpang Pitu memiliki kaitan erat dengan aktivitas penduduk di sekitarnya, seperti pertanian, perkebunan dan nelayan. Menurut Tim Isu Puslitbang tekMIRA, berbagai informasi mengenai penolakan terhadap kegiatan pertambangan di kawasan Gunung Tumpang Pitu di atas, dan isu utama beberapa unjuk rasa mengenai lingkungan hidup perlu dijadikan barometer dalam memahami berbagai persoalan lingkungan pertambangan di Gunung Tumpang Pitu dan sekitarnya. Berbagai persoalan tersebut tidak perlu langsung ditanggapi apreori, tetapi perlu didudukan secara proporsional pada sumber akar persoalannya. 5.3. Tumpang-tindih antar Sektor Konsesi PT IMN di Tumpang Pitu meliputi areal seluas 11.621 ha yang meliputi kawasan Gunung Tumpang Pitu, Gunung Jatian, Gunung Wedi Ireng, Gunung Sumber Salak, Gunung Macan, dan kawasan hutan lindung setempat. Kawasan Eksplorasi itu meliputi kawasan hutan produksi seluas 736,3 ha dan hutan lindung seluas 1.251,5 ha dipetak 75, 76, 77, 78, RPH Kesilir Baru, BKPH Sukamade, KPH Banyuwangi Selatan. Sementara itu, Pemkab Banyuwangi telah menyetujui rencana mengajukan permohonan alih fungsi kawasan hutan lindung dalam KPH Banyuwangi Selatan, yaitu Petak 75, 76, 77 dan 78 kawasan hutan tersebut. Dokumen Amdal PT IMN telah disahkan oleh Tim Amdal Propinsi Jawa Timur, setelah disidangkan oleh Bapedalda Jawa Timur pada 26 Mei lalu. Sedangkan wilayah yang ditambang oleh PETI, Petak 56 dan Petak 79 masuk dalam wilayah konsesi PT. IMN. Menteri Kehutanan melalui surat S.406/MENHUTVII/PW/2007 mengijinkan perusahaan melakukan eksplorasi selama 2 tahun, hingga Juli 2009.

Sebelumnya, PT IMN mendapat izin kuasa eksplorasi emas dikawasan hutan dari Menteri Kehutanan MS Kaban nomor .406/MENHUT_vii/ PW/2007 tertanggal 27 Juli 2007. Eksplorasi itu meliputi kawasan hutan produksi seluas 736,3 ha dan hutan lindung seluas 1.251,5 ha dipetak 75, 76, 77, 78, RPH Kesilir Baru, BKPH Sukamade, KPH Banyuwangi Selatan. Pengesahan Dokumen Amdal PT IMN oleh Tim Amdal Propinsi Jawa Timur dan kedatangan Mentri Kehutanan MS Kaban di Banyuwangi, terkesan memberi sinyal ditingkatkannya status PT IMN dari eksplorasi menjadi eksploitasi, semakin meresahkan warga. Kawasan Gunung Tumpang Pitu merupakan kawasan hutan lindung dan hutan produksi, bagian yang tidak terpisahkan dari 3 KPH dan 3 TH, yang berfungsi sebagai daerah penyangga, berhubungan erat sebagai sumber mata air dan sungai-sungai yang menjadi sumber irigasi bagi sektor pertanian dan perkebunan yang saat ini diunggulkan sebagai sektor penting bagi Kabupaten Banyuwangi, termasuk sektor perikanan bila pembuangan tailing dilakukan di dasar laut. Konflik kepentingan antara sektor pertambangan dengan sektor kehutanan, pertanian, perkebunan, dan perikanan tersebut perlu dipertimbangkan positif dan negatifnya. 5.4. Sosial Ekonomi Masyarakat Isu social terbagi dua, yaitu isu dampak sosekbud PT. IMN maupun PETI/ Gurandil dan isu kesamaan hak atas sumber daya bahan tambang (PT. IMN vs Rakyat). Isu dampak sosekbud PT. IMN terkait dengan dampak kegiatan PT. IMN terhadap berbagai aktivitas mata pencaharian masyarakat di sekitar proyek. Berapa aktivitas ekonomi masyarakat yang akan terganggu (misal pertanian, perkebunan, perikanan) dan bagaimana proses pengelolaannya. Dampak sosekbud PETI/ Gurandil terutama akibat rusaknya lingkungan, sungai yang dimanfaatkan untuk irigasi, pertanian dan perkebunan rusak akibat terinjak-injak ataupun rusak karena ditambang, dan kekhawatiran penggunaan air raksa yang akan mencemari lingkungan (darat dan perairan) bila tidak ditangani dengan serius. Unjuk rasa beberapa komponen masyarakat terhadap kegiatan pertambangan dapat dijadikan barometer bagi pengembangan kegiatan pertambangan di daerah ini, yaitu: 1) Sejumlah Petani dan Nelayan Banyuwangi Jawa Timur ke Jakarta mendesak agar

8

PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

dihentikan kegiatan PT. IMN. 2) Puluhan ribu warga yang tinggal sepanjang Rajekwesi sampai Muncar - Banyuwangi akan terancam hidupnya, termasuk perikanan mendesak dihentikannya rencana pengerukan emas di hutan lindung Tumpang Pitu. Mereka mendesak pemerintah mencabut ijin petambangan dan AMDAL tambang emas PT Indo Multi Niaga (IMN) yang cacat dan menolak ijin pinjam pakai penggunaan hutan. 3) Kunjungan Rombongan Dirjen Planologi Departemen Kehutanan ke lokasi penambangan emas tradisional di lereng Gunung Tumpang Pitu Kampung 56 Dusun Wringin Agung Desa/Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi, diwarnai aksi penghadangan oleh ratusan massa anti tambang. 4) Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Peduli Lingkungan (AMMPeL), mengecam pertemuan antara Dirjen Planologi Departemen Kehutanan dan PT Indo Multi Niaga (IMN) serta pihak terkait lainnya di Pendopo Banyuwangi, yang dianggap telah telah melakukan ketidakadilan informasi terhadap masyarakat terkait aktifitas PT IMN di Gunung Tumpang Pitu karena tidak transparan. Mengenai isu kesamaan hak dalam pemanfaatan bahan tambang (PT. IMN vs PETI/ Gurandil) merupakan isu penting, karena kalau tidak ditempatkan pada koridor yang semestinya, sesuai pasal 33 UUD 45 dapat menjadi pemicu isu-isu lainnya di kawasan tersebut. Masalah tersebut terkait dengan pertanyaan mendasar, kalau PT. IMN diperbolehkan melakukan aktivitas di kawasan hutan lindung, kenapa rakyat dilarang di kawasan hutan produksi, yang secara tingkatan fungsi hutan lebih rendah. Pertanyaan ini berlanjut dengan masalah, kalau pelarangan PETI/ Gurandil karena merusak Lingkungan dan tidak berizin sehingga tidak ada pemasukan bagi pemda, bagaimana seharusnya. Berbagai persoalan yang mendasar tersebut timbul, karena Pemda Kabupaten Banyuwangi kurang cepat dalam menanganinya sebagai akibat belum adanya kantor/ dinas pertambangan yang seharusnya bertanggung jawab terhadap persoalan pertambangan di daerah. Perlu dipahami, saat ini dengan persoalan pertambangan yang komplek ditangani oleh Pemda Bagian Perekonomian, Bappeda dan Kantor Lingkungan Hidup menyebabkan persoalan pertambangan

tidak tertangani secara optimal, setiap ada persoalan masing-masing saling menunggu dan bagi-bagi tanggung jawab/ peran. Di samping itu, ada kesan dalam menangani setiap persoalan PETI/ Gurandil dilakukan dengan cara-cara represif. Padahal, berdasarkan kasus-kasus di beberapa daerah, cara-cara represif justru akan menimbulkan persoalan baru yang lebih besar. Untuk memberi rasa keadilan, kesamaan hak atas sumber daya alam antara PT. IMN dan masyarakat penambang, maka Pemda Kabupaten Banyuwangi seharusnya menyiapkan WPR sebagai wadah menampung aspirasi rakyat dalam kegiatan pertambangan dengan beberapa tahap berikut: 1) Secepatnya meminimalkan daerah operasi PETI/ gurandil untuk mengurangi dampak Lingkungan, dengan persuasif menjaga wilayah operasi PETI/ gurandil tersebut. 2) Menyiapkan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) pada daerah-daerah di lembah Gunung Tumpang Pitu yang memiliki kandungan emas alluvial. 3) Melakukan kajian eksplorasi terhadap daerah yang disiapkan untuk WPR dan menyiapkan perizinannya dengan wadah badan usaha Koperasi. 4) Menyiapkan bimbingan, pembinaan dan pengawasan teknis penambangan, lingkungan dan manajemen usaha bagi penambang rakyat.

6.

KESIMPULAN DAN TINDAK LANJUT

Berdasarkan pembahasan terhadap ke-empat isu potensi dan kegiatan pertambangan emas di Gunung Tumpang Pitu di atas (isu potensi emas, Lingkungan pertambangan, tumpang tindih dengan sektor lain, dan isu sosekbud), diperlukan kesiapan daerah (Pemerintah Kabupaten Banyuwangi) dalam mengelola potensi emas di Gunung Tumpang Pitu, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi. Kesiapan daerah dalam mengelola potensi emas di Gunung Pitu tersebut meliputi beberapa tahap kegiatan berikut: 1) Perlu ada kajian mengenai keuntungan dan kerugian (cost benefit analysis) antara kegiatan pertambangan dengan sektor kehutan, dan sektor lain terkait fungsi hutan sebagai penyimpan sumber daya air sektorsektor pertanian dan perkebunan. 2) Bila kegiatan pertambangan lebih menguntungkan, dengan dampak yang dapat

Permasalahan Pengelolaan Potensi Emas di Gunung Tumpang Pitu ... Bambang Yunianto

9

diminimalkan dibanding kerugian yang akan terjadi terhadap sektor-sektor nonpertambangan, maka perlu dilakukan pembatasan kembali wilayah PT. IMN (relinquish) dari tahap eksplorasi ke tahap eksploitasi, dan wilayah yang berpotensi emas sekunder/ alluvial dialokasikan sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) untuk mewadahi aspirasi rakyat/ masyarakat dalam kegiatan pertambangan. Mengenai tahap eksplorasi diatur dalam pasal 42-45 UU No. 4/2009, sedangkan pengalokasian WPR diatur pasal 20-26 UU No. 4/2009. 3) Berdasarkan kajian terhadap AMDAL PT. IMN, ada beberapa hal yang perlu diklarifikasi: wilayah konsesi, perlu dilakukan pembatasan wilayah konsesi untuk meminimalkan dampak lingkungan, terutama terkait fungsi hutan lindung sebagai sumber mata air, dan sungaisungai bagi sektor pertanian dan perkebunan. wilayah konsesi, batas wilayah yang terdapat pada tabel titik koordinat terdapat kesalahan pada titik 14 dan 15 (koordinat y garis lintang/ LS untuk titik 14 seharusnya 36.00" dan titik 15 seharusnya 36.00") yang bisa fatal karena sebagai

batas wilayah konsesi (Tabel 1). kajian terhadap kegiatan di sekitar proyek perlu diperluas dan diperdalam sehingga dapat memberi gambaran yang valid mengenai keadaan yang sebenarnya, dan perlu dilakukan secara transparan. dalam kajian AMDAL perlu diperjelas mengenai rencana pembuangan limbah, dan rencana pengelolaannya. 4) PT. IMN perlu memberi penjelasan yang ilmiah mengenai potensi emas primer maupun emas sekunder/ alluvial di dalam wilayah konsesinya di Gunung Tumpang Pitu, serta kandungan mineral ikutan emas berdasarkan hasil laboratorium yang terakreditasi. 5) Dalam menangani persoalan PETI/ Gurandil seyogyanya tidak menggunakan cara-cara represif, tetapi harus dengan persuasive, karena kasus-kasus semacam ini (PETI Emas Pongkor, Kapur di Padalarang Jawa Barat, PETI Batubara di Kalimantan Selatan, PETI Emas di Sulawesi Utara, dan lainnya) kalau ditangani secara represif akan menimbulkan persoalan baru yang lebih besar. 6) Dalam pengalokasian WPR perlu dilakukan kegiatan inventarisasi potensi bahan galian

Tabel 1. Koordinat Wilayah Kuasa Pertambangan PT. IMN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 113 113 113 113 113 113 113 113 114 114 114 114 114 114 114 114 114 114 114 114 56 56 57 57 57 57 59 59 1 1 2 2 4 4 4 4 3 3 0 0 45,4 45,4 58,4 58,4 36,2 36,2 19,9 19,9 57 57 37,2 37,2 17,4 17,4 51,4 51,4 29,4 29,4 20,6 20,6 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 37 35 35 34 34 33 33 32 32 32 32 35 35 38 hrs-nya 36 38 hrs-nya 36 38 38 39 39 37 16,8 53,6 53,6 15,9 15,9 3,2 3,2 30,8 30,8 58,7 58,7 8,6 8,6 12,8 hrsnya 00 12,8 hrsnya 00 11,7 11,7 2,8 2,8 16,8

Sumber: ANDAL Pertambangan PT. Indah Multi Niaga

10

PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

emas sekunder pada wilayah-wilayah yang potensial dan dampaknya dapat diminimalkan. 7) Setelah Pemda Kabupaten Banyuwangi mengalokasikan WPR, maka perizinan perlu disiapkan dan perlu dilakukan pembinaan dan pengawasan, baik dalam hal teknis penambangan, lingkungan maupun dalam manajemen berusaha. 8) Untuk menangani berbagai permasalahan pertambangan di Kabupaten Banyuwangi, sesuai kebijakan otonomi daerah yang tertuang dalam UU No. 32 tahun 2004, UU No. 33 Tahun 2004, dan PP No. 38 Tahun 2007, maka perlu dibentuk kantor/ dinas pertambangan dan energi yang tugasnya mengelola kegiatan pertambangan di daerah.

BPS Kabupaten Banyuwangi, 2008, Kecamatan Pesanggaran Dalam Angka Tahun 2007. Detik Surabaya, 2009, Penambang Emas Dadakan di Banyuwangi Capai 3 Ribu Orang, Detik Surabaya, Selasa, 28 April, 2009. Harian Kompas, 2009, Berebut Emas di Tumpang Pitu, Harian Kompas, Rabo, 17 Mei 2009. Harian Kompas, 2008, Masyarakat Banyuwangi Tolak Tambang Emas di Hutan Lindung Tumpang Pitu, Harian Kompas, Senin, 16 Juni 2008 Harian Kompas, 2008, Ribuan Penambang Emas Banyuwangi Diusir, Harian Kompas, Jumat 27 Februari 2009. PT. Indo Multi Niaga, 2008, ANDAL PT. Indo Multi Niaga, Rencana Penambangan Emas DMP di Desa Sumber Agung, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur, Jakarta 2008 (Laporan Akhir). PT. Indo Multi Niaga, 2008, Lampiran ANDAL PT. Indo Multi Niaga Rencana Penambangan Emas DMP di Desa Sumber Agung, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur, Jakarta 2008. PT. Indo Multi Niaga, 2008, Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) Rencana Penambangan Emas DMP di Desa Sumber Agung, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur, Jakarta 2008. PT. Indo Multi Niaga, 2008, Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) Rencana Penambangan Emas DMP di Desa Sumber Agung, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur, Jakarta 2008. Tim Isu Puslitbang tekMIRA, 2009, Foto-foto dokumentasi survai di perkantoran dan dokumentasi PETI di Gunung Tumpang Pitu, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi.

DAFTAR PUSTAKA Bappeda Kabupaten Banyuwangi, 2005, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banyuwangi 2005-2015 (Laporan Rencana). Bappeda Kabupaten Banyuwangi, 2007, Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banyuwangi 2007-2027 (Album Peta/ Gambar). Bappeda Kabupaten Banyuwangi, 2005, Rencana Umum Tata Ruang Kota dengan Kedalaman Rencana Detail Tata Ruang Kota Pesanggaran. Bappeda Kabupaten Banyuwangi, 2009, Potensi pertambangan di Gunung Tumpang Pitu dan Pulau Batu Merah, Bahan Presentasi Kabid Fisik dan Prasarana Wilayah. Berita Fajar, 2008, Emas vs Potensi Agraris Banyuwangi, Sebentuk Kanibalisasi antar Potensi, Berita Fajar FM, Sabtu, 19 April 2008. BPS Kabupaten Banyuwangi, 2009, Kabupaten Banyuwang Dalam Angka Tahun 2008. BPS Kabupaten Banyuwangi, 2009, PDRB Kabupaten Banyuwangi Tahun 2008.

Permasalahan Pengelolaan Potensi Emas di Gunung Tumpang Pitu ... Bambang Yunianto

11

LAMPIRAN FOTO-FOTO SURVAI LAPANGAN

12

PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

Permasalahan Pengelolaan Potensi Emas di Gunung Tumpang Pitu ... Bambang Yunianto

13

14

PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

Permasalahan Pengelolaan Potensi Emas di Gunung Tumpang Pitu ... Bambang Yunianto

15

PENGEMBANGAN METODE ANALISIS TER DAN PARTIKULAT DALAM PRODUCER GAS DARI BATUBARASlamet Suprapto dan Nurhadi Puslitbang tekMIRA, Jln. Jend. Sudirman no. 623 Bandung, Telp. (022)6030483, Fax: (022) 6003373 email: [email protected], [email protected]

SARI Dalam rangka meningkatkan dan mendiversifikasikan pemanfaatan batubara, Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara sedang mengembangkan pemanfaatan producer gas hasil gasifikasi batubara untuk pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) sistem dual fuel di Sentra Teknologi Pemanfaatan Batubara, Palimanan Cirebon. Salah satu parameter kualitas producer gas untuk digunakan pada sistem pembakaran internal seperti mesin diesel adalah kadar ter dan partikulat. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengembangkan metoda sampling dan analisis kadar ter dan partikulat dalam producer gas dari batubara. Metoda ini menggunakan peralatan yang terdiri atas nozzle isokinetik yang dilengkapi heater untuk mengambil contoh producer gas, penyaring keramik untuk memisahkan partikulat, heat exchanger dan botol kondensasi untuk mengasorbsi lengas dan botol impinger untuk mengadsorbsi ter dalam contoh producer gas. Peralatan yang telah terangkai kemudian diujicoba untuk menentukan kadar ter dan partikulat dalam producer gas produk gasifikasi. Batubara yang digunakan berasal dari Kalimantan Selatan yang mempunyai nilai kalor 5.500 dan 4.500 kal/g. Pengujian metoda sampling dan analisis terhadap producer gas hasil gasifikasi batubara tersebut menunjukkan kadar ter dan partikulat yang cukup rendah yaitu 5 th >8th > 3 th >3 th >3 th >3 th >2 th Jumlah 1 1 1 3 1 1 1 1 1 1 1 2 8 17 1 1 1 1 1 1 1 1 1

Kajian Manfaat dan Biaya Penambangan Bijih Besi ... Endang Suryati dan M. Lutfi

201

Tabel 7. Lanjutan ... Pekerjaan Staff ( pengawas O/B) Operator Pompa Helper Sub-Total Kadiv. CPP Supervisor processing Supervisor quality control Staf CPP Operator genset Opertor cpp Helper Sub-Total Kadiv Admini. & Keuangan Kepala Personalia dan Umum Kepala Keuangan Kepala pemasaran Kepala Keamanan Kepala Logistik/Gudang Pengawas Camp Kepala Humas Staf/Pembantu Umum Staf/Pembantu LogistikLanjutan Staf Pembantu Keuangan Operator Komputer/Juru tik Petugas Satpam Juru Masak Supir Helper Sub-Total Kadiv. Lingkungan K3 Kepala Lingkungan Kepala K3 Staff lingkungan Staff K-3 Staff Comdev Helper Sub-Total Total S1 S1 S1 SLTA/D3 SLTA/D3 SLTA/D3 >5th >3th >3th >3th >3th >3th S1 Ekonomi/Manajemen S1 Hukum D3 Akuntansi S1 Ekonomi/Manajemen D-3 Purnawirawan TNI D-3 Ekonomi/Manajemen SLTA D3 SLTA SLTA +Training SLTA SLTA SLTP Keatas SD Keatas SLTA >5 th >3 th >3 th >3 th >3 th >3 th >5 th >3th >3 th >3 th >3 th >3 th >3 th >3 th >3 th S1 Mesin S1/D3 teknik S1/D3 kimia STM /SLTA/D3 STM Listrik + Training STM Mesin + Training >8 th >5 th >5 th >5 th >3 th >3 th Pendidikan STM /SLTA SLTA + Training Pengalaman >3 th >3 th Jumlah 1 2 9 21 1 1 1 2 2 2 5 14 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 4 3 4 9 33 1 1 1 2 3 2 5 15 103

Jika dilihat dari tabel diatas, dan jumlah penduduk menurut pendidikannya, maka penduduk sekitar yang dapat direkrut adalah lulusan sekolah menengah atas atau sekolah kejuruan. Jumlah yg diperlukan 40 orang, dan semuanya dapat diambil dari penduduk setempat.

Dengan gaji sebesar Rp 1.500.000,- , maka total pendapatan yang diterima masyarakat sekitar sebesar 40 orang x Rp 1.500.000,- juta = Rp 60.000.000,-

202

PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

Manfaat kegiatan pertambangan bijih besi no 1 2 3. Komponen Peluang kerja Retribusi Pajak dll Total manfaat Biaya eksternalitas no 1 2 3 Total Komponen Biaya Jumlah (Rp) 11.070.000,177.120.000,215.100.000,403.290.000,penerimaan 40 org a Rp 1.500.000,240 hr x Rp 5.000 x 50 Jumlah (Rp) 60.000.000,60.000.000,300.000.000,420.000.000,-

Kesehatan 12 x Rp 5.000 x 185 Persediaan air bersih 300 hr x 738 x Rp 800,Hilangnya pohon 1434 ph x Rp 150.000,-

Dari hasil perhitungan diatas, dapat disimpulkan manfaat lebih besar dari biaya eksternalitas, dengan selisih Rp 16.710.000,-

4.

KESIMPULAN DAN SARAN

4.2. Saran Untuk memaksimalkan dampak positif, perlu di lakukan upaya pengelolaan, terutama dalam peningkatan pendapatan masyarakat dan daerah. Sedangkan untuk meminimalkan dampak negatif, perlu dilakukan upaya pengelolaan, terutama yang menyangkut masalah hajat masyarakat pada umumnya seperti keperluan air bersih.

4.1. Kesimpulan Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Jumlah penduduk usia produktif setempat yang dapat direkrut di kegiatan penambangan bijih besi sekitar 35,08 %, dengan demikian kegiatan penambangan bijih besi sangat berperan dalam meningkatkan pendapatan penduduk sekitar. 2. Adanya peningkatan pendapatan masyarakat dan peningkatan pendapatan daerah yang berasal dari pajak-pajak, maka dampak dari kegiatan penambangan batubara untuk pertumbuhan perekonomian daerah bersifat positif. 3. Manfaat dari kegiatan penambangan bijih besi bagi penduduk sekitar lebih besar, bila dibandingkan dengan biaya eksternalitas.

DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik, 2007, Kabupaten Merangin Dalam Angka 2007 Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Gajah Mada, Kumpulan Materi Ekonomi Lingkungan. 2008 John A. Dixon. Penterjemah, Prof. Dr. Sukanto Reksohadiprojo, M.Com. Teknik Penilaian Ekonomi Terhadap Lingkungan. Gajah Mada University Press.1993.

Kajian Manfaat dan Biaya Penambangan Bijih Besi ... Endang Suryati dan M. Lutfi

203

MINYAK SINTETIK DARI PENCAIRAN BATUBARA DAN PENINGKATAN MUTUNYA SEBAGAI BAHAN BAKAR

Muh Kurniawan1, Leni Herlina1, Novie Ardhyarini1, Nining Sudini Ningrum21) Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi (LEMIGAS)

Jl. Ciledug Raya Kav 109, Cipulir-Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12230 Telp. 021 - 7222583 Fax. 021 - 7226011 2) Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara Jl. Jend. Sudirman 623 Bandung 40211 Telp. 022 - 6030483 Fax. 022 - 6003373 e-mail : [email protected]

SARI Teknologi pencairan batubara telah dikembangkan oleh Puslitbang Tekmira. Batubara cair (synthetic crude) yang dihasilkan tersebut mirip dengan minyak bumi yang masih perlu diolah dan ditingkatkan mutunya agar memenuhi syarat sebagai bahan bakar minyak. Tujuan penelitian ini adalah adalah mengkarakterisasi minyak hasil pencairan batubara, serta meningkatkan mutunya agar dapat memenuhi kriteria sebagai bahan bakar setara dengan bahan bakar dari minyak bumi. Minyak sintetik merupakan minyak yang berat dan termasuk klasifikasi aromatik menurut kriteria UOP (Nelson, Watson dan Murphy), serta tergolong sebagai naftenik-naftenik menurut klasifikasi US Bureau of Mines. Perolehan distilasi menunjukkan minyak sintetik ini lebih tepat diarahkan untuk menjadi solar berkadar sekitar 65 % berat. Dalam penelitian ini telah dipreparasi katalis monofungsional Ni-Mo/Al2O3 dengan konsentrasi Ni dan Mo masing-masing 3 dan 12%, luas permukaan 109,35 m2/ g, volume pori 0,2675mL/g, dan kadar sulfur setelah presulfiding 6 %-wt. Hidrotreating dilakukan terhadap fraksi solar ringan 180-300C dengan katalis NiMo/Al2O3 tersebut pada alat autoclave pada tiga kondisi perbandingan hidrogen dan umpan. Kondisi HDT-3 yang perbandingan hidrogen terhadap umpan paling besar memberikan hasil yang paling baik yaitu penurunan spesific gravity dari 0.9664 menjadi 0,9247, kadar karbon dari 87,3 % menjadi 80,82 %, kadar nitrogen dari 0,58 % menjadi 0,17 %, sulfur (S) dari 0,079 % menjadi 0,016 %, serta kenaikan rasio molar hidrogen/karbon (H/C) dari 1,30 menjadi 1,42. Produk hidrotreating fraksi solar minyak sintetik tersebut mempunyai rasio hidrogen/karbon yang diperoleh tersebut masih belum mendekati rasio hidrogen/karbon solar dari minyak bumi yaitu sebesar 1,75. Untuk itu penelitian ini akan dilanjutkan dengan mengoptimalkan kondisi operasi hidrotreating dan komposisi katalisnya. Kata kunci : minyak sintetik, peningkatan mutu, hidrotreating

204

PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

ABSTRACT Coal liquefaction technology have been developed by Puslitbang Tekmira, resulting a liquefied coal or synthetic crude oil. The synthetic crude is similar to petroleum crude oil, that is necessary to be refined and upgraded to meet fuel specification. The purpose of this work is charaterizing synthetic crude and upgrading its quality to meet fuel criteria equivalent to conventional petroleum fuel. The synthetic crude is a heavy oil, classified as aromatic oil according to UOP ((Nelson, Watson dan Murphy), and classified as naphthenic-naphthenic according to US Bureau of Mines (Lane-Garton). Having 65%wt of distillation yield at 180-350C, this synthetic crude is suitable to produce gasoil. Hydro-treating experiment is conducted on light gasoil fraction (180-300C) by using autoclave reactor and Ni-Mo/Al2O3 catalyst. The catalyst is a mono-functional Ni-Mo/Al2O3 catalyst having Ni and Mo concentration of 3 and 12%wt respectively, surface area of 109,35 m2/g, pore volume of 0,2675mL/g, and sulfur content of 6 %-wt (after presulfiding).The experiment is conducted in three different conditions of hydrogen to feed ratio. HDT-3 condition with largest H2/feed ratio gave the best result. It is observed from the decreasing of spesific gravity from 0.9664 to 0,9247, carbon content from 87,3 % to 80,82 %, nitrogen content from 0,58 % to 0,17 %, sulphur content from 0,079 % to 0,016 %, and increasing of hidrogen/karbon (H/C) molar ratio from 1,30 to 1,42. The hydrogen/carbon (H/C) ratio of this hydro-treated gasoil is still lower than that of petroleum gasoil, which is 1.75. For this reason, this experiment will be followed up by optimizing the operating conditions of hydro-treating and the catalyst composition. Keywords: synthetic crude oil, quality upgraded, hydro-treating

1.

PENDAHULUAN

Keterbatasan cadangan minyak bumi mendorong berbagai upaya untuk menemukan energi alternatif. Sehubungan dengan cadangan batubara nasional cukup besar maka pencairan batubara secara langsung merupakan salah satu peluang yang dapat menggantikan peranan minyak bumi sebagai bahan bakar cair untuk mesin transportasi dan industri. Proses pencairan dinilai sesuai untuk meningkatkan nilai tambah batubara Indonesia yang sebagian besar bermutu rendah. Penelitian pencairan batubara telah dikembangkan oleh PPP-Tekmira Bandung. Batubara cair (synthetic crude) yang dihasilkan identik dengan minyak bumi sehingga masih perlu diolah dan ditingkatkan mutunya agar memenuhi persyaratan sebagai bahan bakar minyak. Peningkatan mutu batubara cair tersebut dengan proses hidrotreating diteliti oleh PPPTMGB Lemigas. Tujuan penelitian ini adalah mengkarakterisasi cairan hasil pencairan batubara, serta meningkatkan mutunya agar dapat memenuhi kriteria sebagai bahan bakar setara dengan bahan bakar cair dari minyak bumi. Untuk itu, dalam penelitian ini dilakukan karakterisasi batubara cair,

proses fraksinasi, preparasi katalis Ni-Mo/Al2O3 dan penelitian hidrotreating terhadap fraksi solar dari batubara cair tersebut. Karakterisasi fraksi batubara cair, preparasi katalis Ni-Mo/Al2O3 dan penelitian hidrotreating fraksi batubara cair akan disajikan pada makalah ini.

2.

PERCOBAAN

Karakterisasi sifat-sifat fisika batubara cair (synthetic crude) dilakukan menurut metode yang lazim dilakukan untuk minyak bumi. Untuk pengujian spesific gravity dilakukan dengan metode IP 189-190, untuk viskositas kinematis digunakan metode ASTM D-445, untuk pengujian titik nyala digunakan metode PMCC ASTM D-93, dan pengujian Reid Vapor Pressure (RVP) dengan ASTM D-323(ASTM,2005). Proses fraksinasi dilakukan dengan distilasi True Boiling Point (TBP) menurut metode ASTM D2892. Pada distilasi ini juga dilakukan pemotongan fraksi pada rentang temperatur 250-275C dan 391419C. Temperatur ini setara dengan rentang temperatur pada distilasi hempel yang digunakan untuk pengklasifikasian hidrokarbon menurut LaneGarton(Riazi, 2005).

Minyak Sintetik dari Pencairan Batubara dan Peningkatan Mutunya ... Muh Kurniawan, dkk.

205

Katalis hidrotreating monofungsional Ni-Mo/Al2O3 dipreparasi dengan mengimpregnasi support alumina (Al2O3) dengan inti logam nikel dari garam nitrat dan logam molibdenum dari amonium molibdat. Setelah impregnasi dilanjutkan dengan kalsinasi pada suhu 400C selama 4 jam. Komposisi katalis hidrotreating adalah kadar nikel dan molibdenum masing-masing sebesar 3 dan 12 % berat, serta kadar sulfur 6 % berat dari presulfiding(Kokayeff, 2004). Sebanyak 40 gram katalis disulfurisasi dengan 18,5 gram dimetil disulfida dengan pelarut solar komersial sebanyak 200mL. Reaktor yang digunakan adalah autoclave bervolume 500mL yang juga akan dipakai untuk penelitian hidrotreating. Suhu operasi presulfiding adalah 300C selama 200 menit dengan tekanan awal gas hidrogen 40 bar. Proses hidrotreating dilakukan terhadap fraksi 180300C dari minyak sintetik dengan katalis monofungsional Ni-Mo/Al 2 O 3 yang telah dipresulfiding. Reaktor yang digunakan adalah autoclave dengan kapasitas 500 mL. Sistem pengadukan adalah horizontal shaking dengan kecepatan 37-150 rpm dan jarak pengadukan 100mm. (Gambar 1).

disajikan pada Tabel 1. Produk reaksi hidrotreating fraksi (180-3000C) minyak sintetik kemudian dikarakterisasi sifat fisikanya antara lain spesific gravity dan viskositas kinematik. Komposisi kimia ditentukan dengan alat CHNS-O Analyzer (Carbon, Hydrogen, Nitrogen, Sulfur-Oxygen Analyzer) (Bhattacharryya, 2005).

Tabel 1. Kondisi operasi hidrotreating Parameter Umpan Katalis Tekanan Suhu Waktu Vol. H2 Satuan mL gr Bar oC Menit mL HDT-1 HDT-2 HDT-3 250 25 40 390 80 250 100 10 40 390 80 400 50 5 40 390 80 450

3.

HASIL DAN DISKUSI

3.1. Karakteristik Batubara cair Hasil karakterisasi batubara cair dapat dilihat pada Tabel 2. Minyak sintetik ini mempunyai spesific gravity (SG) 1.04 dan API 4.6, termasuk kategori minyak berat dalam klasifikasi yang lazim diterapkan dalam minyak bumi konvensional. Viskositas kinematik minyak sintetik ini berkisar pada 5 cSt dan pour point-nya di bawah nol celsius sehingga tidak memerlukan perlakuan khusus pada suhu ruang. Nilai K-UOP sebasar 9.4 menempatkan minyak sintetik ke dalam klasifikasi aromatik menurut kriteria UOP (Nelson, Watson dan Murphy). Sementara itu, hasil pengukuran API pada fraksi distilat 250-275C dan 391-419C menggolongkan karakteristik minyak sintetik ini sebagai NaftenikNaftenik menurut Lane-Garton. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa minyak hasil pencairan batubara ini mengandung banyak senyawa aromatik (Riazi, 2005). Dua sifat penguapan yaitu Reid Vapor Pressure (RVP) sebesar 0 psi dan flash point di atas 100C menunjukkan bahwa kadar fraksi ringan dalam batubara cair ini sedikit. Hasil ini terlihat juga pada kurva distilasi TBP dalam Gambar 2.

Gambar 1. Autoclave

Pada penelitian ini dilakukan tiga kondisi operasi hidrotreating dengan memvariasikan perbandingan jumlah umpan dengan gas hidrogen. Adapun perbandingan katalis terhadap umpan dibuat tetap sebesar 10% berat. Suhu, waktu reaksi, dan tekanan awal juga tetap untuk ketiga kondisi. Secara keseluruhan, ketiga kondisi operasi

206

PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

Tabel 2. Karakteristik batubara cair Parameter Spesific Gravity 60/60F API Viskositas Kinematik @ 100F @ 140F Titik Tuang Flash Point PMCC Reid Vapor Pressure K-UOP Karakteristik Lane-Garton Satuan cSt C C Psi Nilai 1.040 4.6 5.513 4.354 -20 105 0.0 9.4 NaftenikNaftenik

Karakteristik katalis hidrotreating yang telah dipreparasi secara laboratorium, yaitu konsentrasi Ni-Mo, luas permukaan, volume pori, dan kadar sulfur katalis mendekati karakteristik katalis hidrotreating komersial (Tabel 3) (Bhattacharryya, 2005).

Tabel 3. Karakteristik Katalis Hidrotreating Parameter Konsentrasi : - Ni - Mo Luas Permukaan Volume Pori Kadar Sulfur Satuan %-wt %-wt m2/g mL/g %-wt Nilai 3.0 12.0 109,3 0,268 5,796

3.2. Proses Hidrotreating Proses hidrotreating dilakukan pada tiga kondisi sebagaimana ditampilkan pada Tabel 1. Dari ketiga kondisi tersebut, yaitu HDT-1, HDT-2 dan HDT-3 berturut-turut memiliki rasio H2 terhadap umpan semakin besar. Secara visual, hasil percobaan hidrotreating dengan ketiga kondisi dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 2. Kurva distilasi TBP batubara Cair

Kurva ini memberikan gambaran titik didih awal (IBP) yang relatif tinggi yaitu di atas 150C. Sampai dengan suhu 180C, fraksi yang diperoleh hanya sekitar 0.5% berat. Kurva kemudian terlihat mendatar pada rentang 250 sampai 350C, yang menunjukkan perolehan fraksi solar yang paling besar yaitu sekitar 65% berat. Fraksi berat di atas 350C hingga titik didih akhir pada 520C diperoleh sekitar 30% berat, dengan menyisakan residu sekitar 4% berat. Berdasarkan kurva distilasi TBP, minyak sintetik tersebut cukup baik diarahkan untuk pembuatan gasoil, dengan perolehan sekitar 65% dari total minyak sintetik. Sehubungan dengan fraksi solar (180-300C) yang diperoleh ini berkadar aromatik tinggi, maka dilakukan penelitian untuk peningkatan mutunyadengan proses hidrotreating.

Umpan

HDT-1

HDT-2

HDT-3

Gambar 3. Umpan dan produk percobaan hidrtrotreating dengan kondisi HDT-1, HDT-2, dan HDT-3

Ketiga produk hidrotreating tersebut menunjukkan perubahan warna dibandingkan dengan umpannya, yaitu warna produk menjadi lebih terang, di mana kondisi HDT-3 memberikan hasil yang paling baik (Tabel 4) (Armstrong,1982).

Minyak Sintetik dari Pencairan Batubara dan Peningkatan Mutunya ... Muh Kurniawan, dkk.

207

Tabel 4. Karakterisasi produk hidrotreating Parameter Kinematik Visc. (40oC) SG 60/60 Carbon (%-wt) Hidrogen (%-wt) Nitrogen (%-wt) Sulfur (%-wt) Oksigen, by diff. Rasio H/C Umpan 5.316 0.9664 87,30 9,47 0,58 0,079 2,56 1,30 HDT-1 3,725 0,9574 84,53 9,32 0,41 0.027 5,71 1,32 HDT-2 3,320 0,9365 86,67 9,97 0,30 0,026 3,03 1,38 HDT-3 2,961 0,9247 80,82 9,57 0,17 0,016 9,42 1,42

Hasil penelitian proses penghidromurnian fraksi 180 300oC dari minyak sintetik dengan bantuan katalis Ni-Mo/Al2O3 dengan kadar sulfur 6,0 % berat pada tiga jenis kondisi operasi menunjukkan peningkatan mutu fraksi 180-300oC tersebut dengan diamatinya penurunan karakteristik produk hidrotreating yaitu antara lain: spesific gravity dari 0.9664 menjadi 0,9247, kadar karbon (C) dari 87,3 %berat menjadi 80,82 %berat, nitrogen (N) dari 0,58 %berat menjadi 0,17 %berat sulfur (S) dari 0,079 %berat menjadi 0,16 %berat. dan adanya kenaikan rasio hidrogen/karbon (H/C) dari 1,30 menjadi 1,42. Untuk memperoleh rasio hidrogen/karbon (H/C) setara solar dari minyak bumi yaitu H/C = 1,75, maka proses penghidromurnian fraksi 180-300oC berkadar aromatik besar tersebut masih perlu ditingkatkan kondisi operasinya dengan pengoptimalan komposisi katalis (Whitehurst, 1982 dan Jankowski, 1982)

%, kadar nitrogen dari 0,58 % menjadi 0,17 %, sulfur (S) dari 0,079 % menjadi 0,016 %, serta kenaikan rasio hidrogen/karbon (H/C) dari 1,30 menjadi 1,42. Untuk memperoleh rasio hidrogen/karbon setara solar dari minyak bumi yaitu sebesar 1,75, maka proses hidrotreating fraksi 180-300C tersebut masih perlu ditingkatkan kondisi operasinya dengan pengoptimalan komposisi katalis.

DAFTAR PUSTAKA Annual Book of ASTM Standards, Vol 05.02, 2005 Armstrong P., Hydro-treating coal-derived liquid distillation fractions. 1, Study of single-stage treated products for transport fuel use, Fuel, vol. 61, 1982, 1051-1057. Bhattacharryya K.G., Anup K. Talukdar, Catalysis in Petroleum and Petrochemical Industries, Narosa Publishing House, India, 2005. Jankowski A., Werner Doehler and Ulrich Graeser., Upgrading of syncrude from coal, Fuel, vol 61, 1982, 1032-1037 Kokayeff, P., (2004), Chapter 8.3 UOP Uniofining Technology, Handbook Of Petroleum Refining Processes 3rd Ed, 8.31-8.41 Riazi, M. R., Characterzation and Properties of Petroleum Fractions, ASTM, 2005 Whitehurst D. Duayne, Sidney E. Butrill Jr, Francis J. Derbyshire, Malvina Farcasiu, George A. Odoerfer and Leslie R. Rudnick, New characterization techniques for coal-derived liquids, Fuel, vol. 61, 1982.

4.

KESIMPULAN

Batubara cair ini tergolong minyak berat dengan klasifikasi aromatik menurut kriteria UOP (Nelson, Watson dan Murphy), serta tergolong sebagai Naftenik-Naftenik menurut klasifikasi Lane-Garton. Minyak sintetik ini mengandung fraksi solar (180300C) sebesar 30% berkadar aromatik tinggi. Hasil percobaan hidrotreating terhadap fraksi solar ringan 180-300C menunjukkan perbaikan karakteristik produk solar tersebut, di mana HDT3 memberikan hasil yang paling baik, dengan penurunan spesific gravity dari 0.9664 menjadi 0,9247, kadar karbon (C) dari 87,3 % menjadi 80,82

208

PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

BAHAN BAKAR MINYAK SINTETIK DARI PENCAIRAN BATUBARA

A.S. Nasution*, Miftahul Huda**, Abdul Haris*, Leni Herlina* dan Nining Sudini Ningrum** * Pusat Teknologi Penelitian dan Pengembangan Minyak dan Gas Bumi (LEMIGAS) Jl. Ciledug Raya Kav 109, Cipulir-Kebayoran Lama, Jakarta Selatan 12230 Telp. 021 - 7222583 Fax. 021 - 7226011 ** Pusat Teknologi Penelitian dan Pengembangan Mineral dan Batubara Jl. Jend. Sudirman 623 Bandung 40211 Telp. 022 - 6030483 Fax. 022 - 6003373 e-mail : [email protected], [email protected]

SARI Indonesia mengolah minyak mentah adalah sebesar 1,075 juta barel/hari sedangkan produksi nasional hanya sekitar 0.75 juta barel/hari dan kekuranganya masih diimport. Cadangan batubara Nasional pada tahun 2008 adalah sebesar 104,756 milliar ton yang sebagian dapat dikonversi menjadi minyak sintetik untuk mensubtitusi minyak mentah import tersebut. Pencairan batubara menjadi minyak sintetik dapat dilakukan secara langsung (direct coal liquefaction) yaitu Brown Coal Liquefaction (BCL) dan NEDOL, teknologi dari Jepang atau secara tidak langsung (indirect coal liquefaction) yaitu coal to liquid technology (CTL) teknologi CTL-SASOL, Afrika Selatan, melalui proses Ficsher-Tropsch gas sintes (CO + H2) dari produk gasifikasi batubara (bituminous coal). Produk minyak sintetik dari proses pencairan batubara dapat ditingkatkan dengan pengembangan katalis dan optimalisasi kondisi operasi. Minyak sintetik tersebut dapat diolah menjadi bahan bakar minyak sintetik dengan proses katalitik pada kilang minyak bumi. Proses pencairan batubara menjadi minyak sintetik dengan proses BCL dan Ficsher-Tropsch serta pengolahan minyak sintetik tersebut menjadi bahan bakar minyak sintetik akan dibahas dalam makalah ini. Kata kunci: minyak sintetik, pencairan batubara dan proses Fischer-Tropcsh

ABTSRACT Indonesias petroleum refinery processes is about 1.075 million barrels/day of the crude oils, supplied by national production of about 0.75 million barrels/day and plus the imported crude oil. National coal reserves are about of 104.756 billions ton in the 2008 and the part of this coal can be converted into synthetic crude to substituted the imported crude oil. Coal liquefaction into the synthetic crude can be direct coal liquefaction, such as brown coal liquefaction (BCL) and NEDOL aJapans technology, or indirect coal liquefaction or coal to liquid technology (CTL) such as CTL technology of SASOL in South Africa over Fischer Tropsch processes of syn-gas (CO+H2) from gasification of bituminous coal. The synthetic crude of this coal liquefaction can be increased by the catalyst developments and the optimum of the operating conditions of the coal liquefaction processes. This synthetic crude can be converted into the synthetic fuel oil by catalytic process of the petroleum refinery. Coal liquefaction by BCL and Ficher-Tropsch processes into the synthetic crudes and their conversion into the synthetic fuel oil, will be discussed briefly in this paper. Key words: synthetic fuel oil, coal liquefaction and Fischer-Tropcsh processes.

Bahan Bakar Minyak Sintetik dari Pencairan Batubara, A.S. Nasution, dkk.

209

1.

PENDAHULUAN

Indonesia mengolah minyak mentah sebesar 1,075 juta barel/hari di mana produksi nasional hanya sekitar 0.75 juta barel/hari dan kekuranganya masih diimport (Dirjen Migas, 2006). Cadangan batubara nasional cukup besar yaitu sekitar 104,756 milliar ton pada tahun 2008 dengan jenis low rank coal sekitar 60 % dari total cadangan, yang sebagian batubara tersebut dapat dicairkan menjadi minyak sitentik untuk mensubtitusi minyak mentah impor tersebut, seperti terlihat pada Gambar 1 (Sukardjo,2006; Jeffey Mulyono,2006).

Umpan proses hidrogenasi batubara adalah suatu suspensi dari campuran: batubara, katalis, vehicle solvent, hydrogen donating, hidrogen, yang dimasukan ke dalam slurry reactor di mana molekul batubara direngkah menjadi produk minyak sintentik. Proses Fischer-Tropsch adalah suatu reductive polymerization reaction yang mengkonversi gas sintesis (CO + H2) menjadi produk utama hidrokarbon normal parafin dan normal olefin dengan bantuan katalis (Charles, N.Satterfield, tanpa tahun) Pembentukan produk minyak sintetik dari proses pencairan batubara (proses BCL dan proses

PencairanBatubaradanRantaiPasokanBBM

ImporCrudeOil

ImporBBM

CrudeOil CSO BatubaraIndonesia padaberbagailokasi

KilangMinyak

BBM Untukdomestik

PencairanBatubara

BBM UntukEkspor

MasuknyaCSOdalamrantaipasokanBBMterutamaakanberdampakpositif dalampenyediaanBBMdomesticdanmengurangiimpor

Gambar 1. Pencairan Batubara

Pencairan batubara menjadi minyak sintetik dapat dilakukan secara langsung ( direct coal liquefaction) yang masih dalam taraf demonstration plant, yaitu brown coal liquefaction (BCL) dan NEDOL yang merupakan teknologi Jepang melalui proses hidrogenasi batubara yang hidrogennya dari produk gasifikasi batubara. Sedang pencairan batubara secara tak langsung (indirect coal liquefaction) atau coal to liquid technology (CTL) merupakan teknologi CTL SASOL telah dioperasikan sejak tahun 1950 di Afrika Selatan, melalui proses Fischer Tropsch gas sistesis ( CO + H2) dari produk gasifikasi batubara (bituminous coal) (Supriyadi, tanpa tahun).

Fischer-Tropsch) dengan berbagai jenis katalis dan pengolahan minyak sintetik tersebut menjadi bahan bakar minyak sintentik akan disajikan dalam makalah ini.

2.

PENCAIRAN BATUBARA MENJADI MINYAK SINTETIK

Pencairan batubara menjadi minyak sintetik terdiri atas dua jenis proses berikut : Proses pencairan batubara secara langsung ( direct coal liquefaction), yaitu antara lain brown coal liquefaction (BCL) oleh Teknologi Jepang

210

PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

melalui proses hidrogenasi batubara yang masih dalam taraf demonstration plant. Proses pencairan batubara secara tak langsung (indirect coal liquefaction) melalui proses Fischer Tropsch gas sintes ( CO+ H2) dari produk gasifikasi batubara (bitumineous coal) atau Coal to Liguid Technology, oleh teknologi CTL-SASOL di Afrika Selatan yang telah beroprasi sejak tahun 1955. 2.1. Proses Hidrogenasi Batubara Batubara muda (low-rank coal) mengandung kadar oksigen tinggi dengan banyak grup fungsional berantai yang sangat reaktif mudah pecah oleh panas, serta mengandung grup aromatik dengan berat molekul relatif rendah, sehingga proses pencairannya dapat menghasilkan perolehan minyak sintetik tinggi. Gas hidrogen yang dipakai pada proses pencairan batubara ini diperoleh dari produk gasifikasi batubara seperti terlihat pada Gambar 2 (Takao. K, dkk, 2002; R. Staker, N.V.P. Kelvin., 1994; A.S. Nasution, dkk., 2002). Gambar 3. Konversi Batubara

Stabilisasi radikal-radikal tersebut dengan beberapa reaksi radikal adalah berikut (Charles N. Satterfield, tanpa tahun): Radikal bergabung dengan radikal hidrogen ( H*) yang dihasilakan dari hidrogen donating tanpa atau dengan bantuan katalis, atau dapat juga terbentuk dari gas hidrogen dengan bantuan katalis., R* + H* RH Perengkahan lanjut dari radikal-radikal besar seperti asphaltene, preasphaltene menjadi radikal kecil yang lebih stabil seperti minyak sintetik dan olefin. C*n H2n + 1 C*x H2x + 1 + CYH2Y di mana n = x + y Pengabungan radikal-radikal besar menjadi molekul yang kompleks (kokas). R*1 + R*2 R1 R2 Produk minyak sintetik dari proses pencairan batubara dengan hydrogen donating saja tanpa katalis diamati menurun secara cepat dengan waktu reaksi, hal ini diperkirakan karena keterbatasannya dalam pelepasan radikal hydrogen tersebut (R. Staker, N.V.P. Kelvin., 1994). Proses pencairan batubara dengan memakai katalis monofungsional berinti aktif logam, seperti FeS2 dapat mengaktifkan kembali hydrogen donating yang telah melepaskan radikal hydrogennya dengan reaksi hidrogenasi, dan juga dapat mempercepat terbentuknya radikal hidrogen dari gas hidrogen (Takau. K, dkk., 2002). Pemutusan ikatan karbon di antara dua cincin aromatik dengan radikal hidrogen baik yang berasal dari hydrogen donating maupun yang berasal dari gas hidrogen dengan bantuan katalis

Gambar 2. Model Molekul Zat Organik Batubara

Umpan batubara pada proses hidrogenasi batubara muda ini dalam bentuk suspensi yaitu suatu campuran dari : bubuk batubara < 60 mesh, katalis sub-micron, hydrogen donating, hidrogen dan vehicle solvent dimasukan ke dalam suatu slurry reactor. Mula-mula molekul batubara akan pecah secara termal menjadi beberapa jenis molekul radikal ( R*=C* n H2n + 1) seperti asphaltene, preasphaltene, dan oil (minyak sintetik) seperti terlihat pada Gambar 3 (Charles N. Satterfield, tanpa tahun; Peter A. Hertan, dkk, 1985).

Bahan Bakar Minyak Sintetik dari Pencairan Batubara, A.S. Nasution, dkk.

211

Katalis bifungsional berinti aktif logam dan asam, seperti Ni-Mo/Al2O3-SiO2 dapat memecah cincin poliaromatik dari produk minyak sintetik tersebut melalui pembentukan senyawa antara ion karbonium ( R+) dengan bantuan inti aktif asam katalis baik Lewis maupun Bronsted seperti halnya pada proses hidrorengkah fraksi minyak bumi seperti terlihat pada Gambar 4 (R. Staker, N.V.P. Kelvin., 1994; J.F Lepage, 1987).

Minyak sintetik, maf

monofungsional tersebut cukup sulit, sehingga kadar hidrokarbon poliaromatik (rasio atom C/H) dari produk minyak sintetik tersebut diamati relatif lebih tinggi dari pada fraksi yang di kandung oleh minyak bumi (Takau. K, dkk., 2002; Ronald H. Wolk., 1979).

Keasaman katalis, m mol/g. kat . 102

Gambar 5. Pengaruh Keasaman Katalis Pada Minyak Sintetik

2.2. Proses Fischer-Tropsch Gas Sintes (CO + H2) Proses Fischer-Tropsch dengan memakai katalis konvensional monofungsional Fe atau Co berinti aktif logam saja, akan mengkonversi gas sintes melalui suatu reductive polymerijation reaction menjadi produk utama normal hidrokarbon parafin dan normal olefin dengan sedikit produk samping senyawa organik oksigen seperti alkohol (Charles N. Satterfield, tanpa tahun). Pengaruh chain probability factor () adalah () : rp / rp + rt (rp dan rt = laju propogasi dan terminasi) pada distribusi produk utama hidrokarbon (minyak sintetik) tersebut disajikan pada Gambar 6 (Charles N. Satterfield, tanpa tahun). Gambar 4. Reaksi hidrokonversi Modifikasi katalis Fischer - Tropsch yaitu katalis bifungsional berinti dua jenis aktif (logam dan asam) yaitu antara lain Fe/Ziolit dan Co/Al2O3 SiO2 akan mengkonversi senyawa olefin-1 menjadi olefin-2 melalui senyawa antara molekul ion karbonium (R+) yang lebih sulit berpolimerisasi menjadi produk normal hidrokarbon panjang+H+ C=CCC+C

Vehicle solvent dapat menaikan kelarutan dan pendispersian bubuk batubara di dalam suspensi umpan, sehingga percampuran antara molekul batubara dengan katalis akan meningkat, dan juga solvent tersebut dapat menghambat terjadinya pengabungan (repolymerization) antara radikalradikal besar menjadi molekul besar (kokas). Pengaruh vehicle solvent pada perolehan produk minyak sintetik disajikan pada Gambar 5 (Peter A. Hertan, dkk, 1985).

-H+ CCC CC=CC

Ion karbonium beratom karbon C 6 dapat membentuk ion karbonium siklis. yang akan

212

PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

Gambar 6. Pengaruh Alfa Pada Prosentase Produk

terkonversi menjadi hidrokarbon aromatik yaitu :+H+ +H+

3.

BAHAN BAKAR MINYAK SINTETIK

C6H12

C6H13

+

Proses Fischer-Tropsch gas sintesa dengan katalis bifungsional dapat menghasilkan produk utama berkadar banyak iso-olefin rendah (C 4 C 7) dengan sedikit produk samping metana seperti terlihat pada Gambar 7 dan Tabel 1(R. Staker, N.V.P. Kelvin., 1994; Ronald H. Fisher, Richard E. Hildebrand, 1979).

Minyak sintetik dari pencairan batubara secara langsung mengandung banyak hidrokarbon aromatik sehingga pengolahan fraksi berat minyak sintetiknya menjadi produk solar memerlukan proses hidropemurnian tinggi atau proses hidrorengkah. Bensin dan solar diperoleh dari masing-masing fraksi ringan dan fraksi berat dari fraksi minyak sintetik tersebut dengan bantuan proses proses katalitik seperti terlihat pada Tabel 2 (Charles N. Satterfield, tanpa tahun; J.F Lepage, 1987). Proses-proses katalitik yang dioperasikan

Fraksi mol realtif

Jumlah atom karbonCatatan : a. Co/silica b. Co(1)/alumina silica dan c. Co (2)/alumina silica

Gambar 7. Hubungan antara jumlah atom karbon pada fraksi mol relatif

Bahan Bakar Minyak Sintetik dari Pencairan Batubara, A.S. Nasution, dkk.

213

Tabel 1. Produk Minyak Sintetik Dengan Katalis Fe/Zeolit

Pengaruh Kadar MnO Pada Katalis Fe-MnO/Zeolit

pada kilang minyak yaitu: Dimerisasi fraksi gas (C3 / C4) Isomerisasi fraksi nafta ringan (C5 / C6 ) Reformasi fraksi nafta berat (C7 180o ) Hidrotreating fraksi berat (180o 350o C ) Hidrorengkah fraksi berat (>350o C)

Mekanisme reaksi dari proses katalitik tersebut (kecuali proses hydrotreating) membentuk senyawa antara ion karbonium (R +) dengan bantuan inti aktif asam dari katalis bifungsional (kecuali proses dimerisasi) yang kemudian masing-masing bereaksi, yaitu: bergabung

Tabel 2.

Pembuatan Bahan Bakar Minyak Sintetik Umpan Proses Katalistik/Produk Dimerisasi/Dimer Isomerisasi/Isomerat Reforming/Reformat Hidrotreating/Kerosin + Solar Hidrorengkah/Kerosin + Solar H2SO4, HF Bifungsional Pt pada Al2O2-Cl atau zeolit Bifungsional Pt/Rh atau Pt/Sn pada Al2O2-Cl Monofungsional Ni/Mo atau Ni/W pada Al2O2 Bifungsional Ni/Mo atau Ni/W pada Al2O2-SiO2 atau zeolit Katalis

Fraksi Gas Olefin C2/C4 Fraksi Nafta Ringan C5/C6 Fraksi Nafta Berat C7 - 180 C Fraksi Sedang 180 - 350 C Fraksi Berat > 350 C

214

PROSIDING KOLOKIUM PERTAMBANGAN 2009

Gambar 8. Mekanisme Reaksi Dengan Katalis Bifungsional

(dimerisasi), isomerisasi, siklisasi (reforming), dan pecah (hidrorengkah) menjadi produk produk utamanya seperti terlihat pada Gambar 8,dan Gambar 9 (J.F Lepage, 1987).

4.

PENUTUP

Minyak sintetik da