Prosiding Dies Natalis 57 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran
Prosiding Dies Natalis 57 Fakultas Kedokteran GigiUniversitas Padjadjaran
Fakultas Kedokteran GigiUniversitas Padjadjaran
Fakultas Kedokteran GigiUniversitas Padjadjaran
i
Daftar Isi
RACE FOR THE SURFACE :
KUPAS TUNTAS OSSEOINTEGRASI VS INFEKSI PASCA
PEMASANGAN IMPLAN DENTAL
Achmad Syawqie Yazid*, Nadia Greviana**, Nanan Nur’aeny
1-10
KARAKTERISASI MOLEKULER Enterococcus faecalis ISOLAT
KLINIS PENDERITA INFEKSI SALURAN AKAR GIGI PRIMER
DENGAN LESI PERIAPIKAL
Zaki Mubarak
11-17
PERAWATAN SALURAN AKAR GIGI MOLAR KEDUA
MANDIBULA PADA LANSIA DENGAN FOLLOW UP CROWN PFM
Gede Astika Andhi Yasa, Adhita Dharsono
18-30
APLIKASI FIBER POST PASCA PERAWATAN EKSTIRPASI VITAL
PADA GIGI INSISIF SENTRAL RAHANG ATAS
Wijoyo Sastro S, Dudi Aripin
31-39
RESTORASI MAHKOTA METAL PORSELEN DENGAN PASAK
FIBER PADA GIGI PREMOLAR KEDUA KIRI RAHANG ATAS
PASCA PERAWATAN SALURAN AKAR
R Nuni Maharani, Milly Armillia
40-47
PERAWATAN ENDODONTIK INTENSIONAL PADA PULPITIS
REVERSIBEL GIGI PREMOLAR KEDUA KIRI RAHANG ATAS
DENGAN PROSEDUR ONE VISIT
Ika Destina Ulfa, Irmaleny Satifil
48-55
PEMBUATAN PROTESA MATA INDIVIDUAL UNTUK
REHABILITASI ESTETIK
An-Nissa Kusumadewi, Anita, Lisda Damayanti
56-63
PEMAHAMAN TERHADAP SINDROM GIGI RETAK
DAN CARA MENYIKAPINYA
Seto Pramudita, Erna Kurnikasari
64-70
VESTIBULOPLASTI UNTUK MENDUKUNG KEBERHASILAN
PERAWATAN JARINGAN PERIODONTAL
Firlina Azrini, Ina Hendiani
71-83
KERUSAKAN JARINGAN PERIODONTAL AKIBAT
PENYALAHGUNAAN ORTHODONTIC ELASTIC BAND
Suci Amalia Lubis, Yanti Rusyanti
84-93
TERAPI KEDARURATAN PENYAKIT PERIODONTAL
Tisye Chandra Rini, Yanti Rusyanti
94-105
COMPOUND ODONTOMA PADA PENDEKATAN LABIAL DAN
PALATAL DENGAN TEKNIK EKSTIRPASI
Idawati Muhajir, Agus Nurwiadh
106-113
ii
PREVALENSI DISC DISPLACEMENT WITH REDUCTION DI
KLINIK PPDGS PROSTODONSIA RSGM UNIVERSITAS
PADJADJARAN TAHUN 2010-2015
Fauziah Kautsara, Taufik Sumarsongko, Deddy Firman
114-122
PEMBUATAN GIGI TIRUAN LENGKAP LINGGIR DATAR
DENGAN TEKNIK PENCETAKAN PIEZOGRAFI
Taufik Sumarsongko
123-134
GAMBARAN MULTILOKULER LUAS PADA SUATU KISTA
DENTIGEROUS
Sabella Trinolaurig, Irsan Kurniawan, Seto Adiantoro, Endang
Syamsudin
135-141
PENGUKURAN KINERJA RUMAH SAKIT DITINJAU DARI ASPEK
KEPUASAN MASYARAKAT
Andriani Harsanti
142-150
OSTEORADIONEKROSIS PADA MANDIBULA BILATERAL
PASKA RADIOTERAPI KARSINOMA NASOFARING
Arismunandar, Endang Syamsudin, Melita Sylvyana
151-160
DIRECT RETAINER UNGKITAN KELAS 1 DAN 2 GIGI TIRUAN
KERANGKA LOGAM BERUJUNG BEBAS RAHANG BAWAH
Lisda Damayanti, Kartissa Pangesti
161-171
STUDI PENDAHULUAN PREVALENSI KELAINAN GIGI DAN LESI
MULUT PADA ANAK SEKOLAH DASAR ALAM PELOPOR
BANDUNG
Indah Suasani Wahyuni, Wahyu Hidayat, Nanan Nuraeny, Prima
Andisetyanto, Yuliawati Zenab
172-180
ASPEK HUKUM PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS (INFORMED
CONSENT) DALAM PRAKTEK KEDOKTERAN GIGI
Anggra Yudha Ramadianto
181-189
BERBAGAI INDEKS PENILAIAN STATUS KESEHATAN RONGGA
MULUT
Fidya Meditia Putri
190-193
GAMBARAN PERILAKU PASIEN DALAM MERAWAT GIGI
TIRUAN LANDASAN AKRILIK DI RSGM UNPAD
Carla Inggrita, Deddy Firman, Taufik Sumarsongko
194-202
PENATALAKSANAAN KASUS DISC DISPLACEMENT WITH
REDUCTION SENDI TEMPOROMANDIBULA DENGAN
INTERMITTEN LOCKING
Silvani Sona, Rasmi Rikmasari
203-211
PENGARUH SIWAK TERHADAP KESEHATAN RONGGA MULUT
Hamdatun Rakhmania, Agam Ferry, Riani Setiadhi
212-219
iii
PENCEGAHAN DAN TATALAKSANA MUKOSITIS ORAL AKIBAT
EFEK SAMPING RADIOTERAPI
Rita Wardhani, Agam Ferry, Tenny Setiani Dewi
220-229
TATALAKSANA LESI ORAL PADA ANAK LAKI-LAKI USIA 9
TAHUN
Fatima Siti Maulidya Bachrudin, Aisyah Putri Rezeki, Wahyu Hidayat,
Prima Andisetyanto, Yuliawati Zenab, Indah Suasani Wahyuni
230-239
PERAWATAN ORAL LICHEN PLANUS PADA PASIEN DENGAN
DIABETES MELITUS DAN HIPERTENSI
Wahyu Hidayat, Nanan Nur’aeny, Indah Suasani Wahyuni
240-244
TATALAKSANA INFEKSI HERPES ZOSTER OROFASIAL
DISERTAI BELL’S PALSY DAN OTITIS MEDIA SUPURATIF
KRONIS
Ummi Pratiwi, Riani Setiadhi
245-254
MANIFESTASI DAN TATA LAKSANA LESI MULUT
TERKAIT DIABETES MELLITUS
Nanan Nur’aeny, Wahyu Hidayat, Indah Suasani Wahyuni
255-264
PERLEKATAN KEMBALI FRAGMEN FRAKTUR GIGI ANTERIOR
SECARA ADHESIF (ADHESIVE REATTACHMENT)
Zuleika, Irmaleny Satifil
265-275
RESTORASI KOMPOSIT DIREK GIGI MOLAR PERTAMA BAWAH
KANAN MENGGUNAKAN STAMP TECHNIQUE DENGAN CLEAR
MATRIX
Erawita Agradaria Sapuherni, Rahmi Alma Farah Adang
276-283
PENATALAKSANAAN KASUS LESI ABFRAKSI PADA GIGI
ANTERIOR
Nana Nurjanah, Milly Armilia
284-288
REPOSISI GIGI INSISIVUS ATAS KANAN AKIBAT TRAUMA
PADA PASIEN USIA 14 TAHUN
Wening Prabandari, Irmaleny Satifil
289-296
RESTORASI ONLAY RESIN KOMPOSIT PASCA PERAWATAN
SALURAN AKAR PADA GIGI MOLAR KEDUA RAHANG BAWAH
Yully Dhamayanti, Hendra Dian Adhita Dharsono
297-303
RESTORASI KLAS I KOMPOSIT DIREK PADA GIGI MOLAR
KEDUA BAWAH DENGAN MENGGUNAKAN MICROBRUSH
STAMP TECHNIQUE
Sally Yumanta, Hendra Dian Adhita Dharsono
304-308
PENYEMBUHAN LESI PERIAPIKAL YANG MELUAS PADA GIGI
GERAHAM BAWAH KANAN DENGAN PERAWATAN SALURAN
AKAR KONVENSIONAL
Mirza Aryanto
309-314
iv
ALL ABOUT BLEACHING
Irmaleny Satifil
315-324
RESTORASI KOMPOSIT DIREK PADA FRAKTUR MAHKOTA
KELAS IV DENGAN TEKNIK LAYERING MENGGUNAKAN
MATRIKS PALATAL
Raissa Indiwina, Rahmi Alma Farah Adang
325-332
REHABILITASI ESTETIK PADA EMPAT GIGI ANTERIOR
RAHANG ATAS DENGAN
RESTORASI DIREK KOMPOSIT
Anna Muryani, Diani Prisinda
333-341
PERIODONTALLY ACCELERATED OSTEOGENIC ORTHODONTIC
(PAOO): TEKNIK PEMBEDAHAN PERIODONTAL UNTUK
MEMPERCEPAT PERGERAKAN GIGI PADA PERAWATAN
ORTODONTIK
Chandra Andi Bawono, Prajna Metta, Ira Komara
342-351
DETEKSI DINI KANKER PADA GINGIVA
Sulistiawati, Agus Susanto
352-359
DETEKSI LESI KANDIDIASIS ORAL PADA PASIEN USIA LANJUT
DENGAN KOMPLIKASI SISTEMIK
Aulia Hardianti, Rizki Agustina, Milda Ernawati, Aisyah Putri Rezeki,
Fitria Mailiza, Nanan Nur’aeny, Irna Sufiawati
360-368
GAMBARAN NILAI AMBANG KECAP RASA MANIS DAN KADAR
GLUKOSA DARAH PADA WANITA MENOPAUSE
Pelangi Yumita Sari Parlinto , Sri Tjahajawati, Nani Murniati
369-375
PIGMENTASI ORAL PADA PASIEN HIV/AIDS
Akhyar Dyni Zakyah, Selvi Anggun Septialinisa, Ardena Maulidia
Hamdani, Wahyu Hidayat, Nanan Nur’aeny
376-382
HERPES ASSOCIATED ERYTHEMA MULTIFORME (HAEM)
Ina Sarah Addawiah, Putu Evia F, Restya Fabria R, Ummi Pratiwi,
Nanan Nur’aeny, Irna Sufiawati
383-391
KETINGGIAN TULANG ALVEOLAR PENDERITA
TUBERKULOSIS MELALUI RADIOGRAFI PANORAMIK
Astrid Widhowaty S, R Nurianingsih, Lusi Epsilawati
392-399
DESKRIPSI KETINGGIAN TULANG KORTIKAL MANDIBULA
PADA PENDERITA TUBERKULOSIS MENGGUNAKAN
PANORAMIK RADIOGRAFI
Diandra Amalia Suyudi, Ria Noerianingsih, Lusi Epsilawati
400-405
ULASAN OSTEOMIELITIS PADA RAHANG MELALUI METODE
ZURICH
Lusi Epsilawati, Hendra Polii, Muhammad Sutria Haris
406-414
v
DESKRIPSI POLA TRABEKULA TULANG MANDIBULA PADA
PENDERITA TUBERCULOSIS MENGGUNAKAN RADIOGRAFI
PANORAMIK
Nadhira Cindy, Azhari, Lusi Epsilawati
415-422
EVALUASI KEBERHASILAN PERAWATAN MAHKOTA PASAK
SECARA RADIOGRAFI PERIAPIKAL
Deddy Firman, Ria Noerianingsih Firman
423-432
HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DENGAN PENGALAMAN
KARIES ANAK PADA SISWA TK A DI KECAMATAN SUKASARI
Aqmarina Prallia Minasita, Anne Agustina Suwargiani, Sri Susilawati
433-440
KEPUASAN PASIEN PESERTA JAMINAN KESEHATAN
NASIONAL BUKAN PENERIMA BANTUAN IURAN DI
PELAYANAN PRIMER POLI GIGI PUSKESMAS PUTER DAN
PUSKESMAS BANJARAN NAMBO
Mukhammad Andyka Fitrianto Samodra Putra, Anne Agustina
Suwargiani, Asty Samiaty Setiawan
441-450
BERBAGAI TEKNIK PREPARASI PADA GIGI SULUNG
Faizal Hasan, Meirina Gartika
451-458
PERBEDAAN SUDUT KONDILUS PASIEN MALOKLUSI KELAS I
DAN II SKELETAL DENGAN MENGGUNAKAN RADIOGRAFI
SEFALOMETRI
Gilang A. Suwandi, Belly Sam, Farina Pramanik
459-467
DESKRIPSI POSISI IMPAKSI GIGI MOLAR KETIGA TERHADAP
KANALIS MANDIBULA MELALUI RADIOGRAF PANORAMIK
DIGITAL
Carabella Dewi Sarindra Hutajulu, Ria N. Firman, Farina Pramanik
468-475
GAMBARAN UKURAN SINUS MAKSILARIS BERDASARKAN
JENIS KELAMIN DAN USIA PADA RADIOGRAF PANORAMIK
Annisa Cahyani, Azhari, Farina Pramanik
476-483
GAMBARAN DENSITAS TULANG ALVEOLAR KERANGKA
MANUSIA PAWON MENGGUNAKAN RADIOGRAF CBCT 3D
Moch. Iqbal Fauzan, Suhardjo Sitam, Farina Pramanik
484-489
DEPIGMENTASI GINGIVA PADA PASIEN SMOKER’S MELANOSIS
Widia Hafsyah Sumarlina Ritonga, Indra Mustika 490-495
Prosiding DIES 57 FKG UNPAD 459
PERBEDAAN SUDUT KONDILUS PASIEN MALOKLUSI KELAS I DAN II
SKELETAL DENGAN MENGGUNAKAN RADIOGRAFI SEFALOMETRI
Gilang A. Suwandi*, Belly Sam**, Farina Pramanik**
*Mahasiswa PPDG Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran **Staf Pengajar Departemen Radiologi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Padjadjaran
ABSTRAK
Sudut kondilus adalah sudut yang tercipta dari posisi kondilus terhadap eminensia
artikularis. Perbedaan sudut kondilus salah satunya dapat diakibatkan oleh
maloklusi skeletal akibat perubahan morfologi atau posisi pada kondilus maupun
pada anatomi dentokraniofasial . Pemeriksaan radiografi diperlukan dalam
menentukan maloklusi skeletal dan dalam pengukuran sudut kondilus. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui perbedaan sudut kondilus menggunakan radiograf
sefalometri digital di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Padjadjaran
berdasarkan maloklusi skeletal kelas I dan kelas II. Penelitian ini menggunakan
metode deskriptif analitik dengan pengambilan data dari radiograf sefalometri
digital di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Padjadjaran
periode 2013-2014. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata sudut kondilus
pada pasien maloklusi kelas I skeletal sebesar 33,433°, sedangkan pada pasien
maloklusi kelas II skeletal sebesar 29,533°. Simpulan penelitian ini adalah secara
deskriptif terdapat perbedaan sudut kondilus yang signifikan pada pasien maloklusi
kelas I dan kelas II skeletal, yaitu rata-rata sudut kelas I lebih mendekati rata-rata
sudut normal orang Indonesia.
Kata kunci : Sudut kondilus, maloklusi, sefalometri
ABSTRACT
Condylar angle is the angle created by the position of the condyle against the
articular eminence. Condylar angle difference can be caused by skeletal
malocclusion due to changes in the morphology or position of the condyle and the
anatomy of dentocraniofacial. Radiographic examination is necessary to determine
skeletal malocclusion and for measurement of the condylar angle. This study aims
to determine the angular difference in the condylar using digital cephalometric
radiograph in RSGM Unpad based on class I and class II skeletal malocclusion.
This research used descriptive analytic method with collecting data from digital
cephalometric radiographs in Radiology RSGM Unpad period of 2013-2014. The
results showed that the mean angle of the condylar in patients with class I skeletal
malocclusion at 33.433 °, while in patients with class II skeletal malocclusion at
29.533 °. The conclusions of this research descriptively are there is a significant
difference in condylar angle on patients with class I and class II skeletal
malocclusion, which is mean angle of the class I is closer to the mean angle of
normal Indonesian people.
Keywords : Condylar angle, malocclusion, cephalometric
Prosiding DIES 57 FKG UNPAD 460
PENDAHULUAN
Sudut kondilus, disebut juga sebagai Angle of Condylar Guidance1, penting
dalam menjaga fungsi dari sendi temporomandibula2, karena sudut kondilus
menentukan jalur pergerakan dan derajat rotasi dari kondilus3,4. Pada saat berbicara,
mastikasi atau melakukan aktifitas fungsional lainnya, sudut kondilus berperan
dalam menentukan pergerakan kondilus pada eminensia artikularis saat mandibula
bergerak ke arah lateral maupun protrusif.
Perbedaan sudut kondilus dapat terjadi karena beberapa faktor, diantaranya
seperti maloklusi, kehilangan gigi posterior lebih dari 5 gigi, overhang restorasi,
lalu trauma baik makro trauma atau pun mikro trauma, stress emosional seperti
depresi dan gelisah, dan aktivitas parafungsional seperti mengunyah satu sisi,
grinding, atau clenching5. Weinberg menemukan bahwa 90% pasien dengan
temporomandibular disorder mengalami perubahan posisi pada kondilus6.
Mandibula dan temporomandibular joint berbeda pada orang dengan
beragam morfologi dentofasial, seperti pada orang dengan maloklusi skeletal7.
Prevalensi maloklusi di Indonesia adalah sebesar 80% dan maloklusi merupakan
masalah kesehatan gigi dan mulut terbesar ketiga setelah karies dan penyakit
periodontal8. Maloklusi menjadi salah satu penyebab adanya perubahan pada sudut
kondilus. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan dalam penyebaran tekanan
pada kondilus saat mastikasi9. Pasien dengan maloklusi, pada setiap pergerakan
rahang yang terjadi dapat menyebabkan stress pada otot dan saraf yang berada di
sekitar temporomandibular joint. Stress pada otot dan saraf tersebut menyebabkan
adanya perubahan pada diskus sehingga terjadi perubahan pada kondilus baik dari
posisi maupun morfologi. Perubahan posisi kondilus tersebut dapat merubah sudut
kondilus menjadi curam yang menyebabkan gigi kontak prematur saat rahang
melakukan relasi sentrik maupun eksentrik. Pada orang Indonesia dengan sendi
temporomandibular yang normal dan sehat, sudut kondilus berada pada 32º±3º.
Perubahan sudut inklinasi kondilus ini dapat menyebabkan bunyi sendi yang
diakibatkan dari bergesernya diskus artikularis ke anterior, rasa sakit daerah
temporomandibular joint, keterbatasan pergerakan mandibula dan terganggunya
aktivitas fungsional. Jika tidak ditangani, perubahan sudut kondilus ini
menyebabkan tidak tercapainya stabilitas posisi kondilus yang menjadi pemicu
terjadinya temporomandibular disorder yang lebih parah.
Pencitraan radiograf dapat membantu dan memberikan data yang optimal
pada sudut kondilus1. Berbagai macam teknik radiograf dapat menampilkan
gambaran sudut kondilus seperti panoramik, sefalometri dan CBCT. Peneliti
memilih menggunakan teknik radiografi sefalometri karena memberikan tampilan
struktur anatomi dari temporomandibular joint dari aspek lateral sehingga terlihat
hubungan antara kondilus dengan eminensia artikularis, dimana kedua aspek
tersebut penting dalam penelitian ini, selain itu radiografi sefalometri lateral banyak
digunakan dalam penelitian untuk menganalisa perubahan dimensi vertikal dan
sagital terhadap maksila dan mandibula10.
Penelitian mengenai sudut kondilus pada pasien maloklusi kelas I dan kelas
II skeletal ini penting dilakukan karena dokter gigi perlu mengetahui komponen
fungsional dari wajah dengan bagian lain karena maloklusi merupakan interaksi
antara posisi rahang dan posisi gigi yang mempunyai efek langsung terhadap
Prosiding DIES 57 FKG UNPAD 461
hubungan rahang. Selain itu, maloklusi merupakan salah satu faktor terjadinya
temporomandibular disorder. Sudut kondilus juga memiliki peran penting untuk
menentukan dataran oklusal dalam pembuatan gigi tiruan lengkap11.Penelitian
mengenai perbedaan sudut kondilus pada pasien maloklusi kelas I dan kelas II
skeletal ditinjau dari radiograf sefalometri dilakukan di Instalasi Radiologi RSGM
Unpad tahun 2013-2014.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran perbedaan
sudut kondilus pada pasien maloklusi kelas I dan kelas II skeletal ditinjau dari
radiograf sefalometri di Instalasi Radiologi Kedokteran Gigi RSGM Unpad tahun
2013-2014.
BAHAN DAN METODE
Alat dan bahan dalam penelitian ini adalah : Arsip foto radiografi
sefalometri lateral, komputer, software EZ-Pax, alat tulis. Rangkaian tahapan
penelitian yang dilakukan adalah pemilihan foto radiografi sefalometri tahun 2013-
2014 yang sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Setelah itu operator memisahkan
foto radiografi pasien dengan maloklusi skeletal kelas I dan II menggunakan
analisis Steiner dan Wits.
SNA merupakan pengukuran pertama yang dilakukan dalam analisis
Steiner. SNA menunjukkan posisi anteroposterior pada hubungan maksila
terhadap basis kranial dengan nilai normal SNA 82°±2° (80°-84°). Bila SNA
di atas nilai normal menunjukkan maksila mengalami prognasi dan bila SNA
di bawah nilai normal menunjukkan maksila mengalami retrognati.
SNB menunjukkan relasi anteroposterior mandibula terhadap basis
kranial dengan nilai normal SNB 80° ±2° (78° - 82° ). Bila SNB di atas nilai
normal menunjukkan mandibula mengalami prognasi dan bila SNB di bawah
nilai normal mandibula mandibula retrognati,
ANB menunjukkan relasi anteroposterior langsung dari maksila dan
mandibula. Nilai ANB dapat diperoleh melalui pengukuran dan juga
pengurangan antara sudut SNA dan SNB.Nilai normal ANB yaitu 2° ±2°
(0°-4°). Bila ANB bernilai positif menunjukkan posisi maksila lebih ke
depan dari mandibular yang menunjukkan profil cembung. Sedangkan bila
nilai ANB negatif menunjukkan posisi maksila lebih ke belakang dari
mandibular yang menunjukkan profil cekung13.
Prosiding DIES 57 FKG UNPAD 462
Pengukuran SNA, SNB dan ANB43
Setelah melakukan analisis Steiner, operator mengukur relasi
anteroposterior dari maksila dan mandibular dengan analisis Wits. Analisis ini
digunakan pada saat sudut ANB diragukan akibat faktor posisi nasion atau adanya
rotasi pada rahang. Pengukuran ini dilakukan dengan menarik garik tegak lurus dari
titik A dan titik B. Perbedaan jarak antara kedua titik tersebut menunjukkan relasi
anteroposterior dari maksila dan mandibular. Jarak normal antara kedua titik ini
yaitu 0 – 4mm dengan titik AO berada di depan titik BO. Jika titik AO berada lebih
depan dari titik BO dan berjarak lebih dari 4mm, hal ini menunjukkan maloklusi
skeletal kelas II, sedangkan pada maloklusi kelas III titik BO berada di depan titik
AO12.
Pengukuran Analisis Wits
Setelah mengukur dan memisahkan foto radiografi pasien dengan maloklusi
skeletal kelas I dan kelas II, operator mengukur sudut kondilus pasien dengan cara
membuat perpotongan garis A (garis yang ditarik dari titik tertinggi kepala kondilus
ke titik terbawah eminensia artikularis) dengan garis B (Frankfurt horizontal plane:
bidang lurus yang tercipta dari porion yaitu batas superior dari meatus akustikus
eksternal dengan orbitale yaitu batas superior pada orbital rim paling inferior).
Dikarenakan sefalometri ini merupakan gambar dua dimensi sehingga tidak
memungkinkan untuk membentuk sebuah bidang, maka FHP digantikan oleh “true
meridian 0º” atau garis meridian nol derajat.
Prosiding DIES 57 FKG UNPAD 463
Pengukuran Sudut Kondilus
Jika hasil pengukuran linier (x) < 32º-3º atau (x) > 32º+3º maka telah terjadi
perubahan sudut kondilus, dan jika hasil pengukuran 32º-3º < (x) < 32º+3º , maka
sudut kondilus berada dalam posisi yang normal. Nilai sudut kondilus yang
diperoleh dicatat pada tabel selanjutnya dilakukan pengolahan data secara statistik.
HASIL
Penelitian dilakukan terhadap 30 foto radiografi sefalometri dengan
maloklusi skeletal kelas I dan 30 foto radiografi sefalometri dengan maloklusi
skeletal kelas II. Nilai rata-rata sudut kondilus pada maloklusi skeletal kelas I
didapat 33,433± 1,906 dan rata-rata sudut kondilus pada maloklusi skeletal kelas II
didapat 29,533±1,961. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang
bermakna sudut kondilus maloklusi kelas I dan kelas II skeletal, maka dilakukan
pengujian hipotesis dengan rumusan hipotesis sebagai berikut:
H0 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari sudut kondilus pada pasien
maloklusi kelas I dan kelas II skeletal ditinjau dari radiograf sefalometri
lateral digital di Instalasi Radiologi RSGM UNPAD.
H1 : Terdapat perbedaan yang signifikan dari sudut kondilus pada pasien
maloklusi kelas I dan kelas II skeletal ditinjau dari radiograf sefalometri
lateral digital di Instalasi Radiologi RSGM UNPAD.
Taraf signifikansi dengan (α) sebesar 0,05, dengan kriteria pengujian sebagai
berikut: - tolak H0 jika t-hitung > t-tabel,
- terima H0 jika t-hitung < t-tabel.
Hasil pengujian statistik di atas dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel Perbandingan Sudut Kondilus Kelas I dan Kelas II
Hasil
Penelitian
Kelompok
Maloklusi
Kelas I
Skeletal
Maloklusi
Kelas II
Skeletal
Mean SD Mean SD
Sudut
Kondilus 33,433 1,906 29,533 1,961
Prosiding DIES 57 FKG UNPAD 464
Tabel di atas menjelaskan perbandingan sudut kondilus kelas I dan kelas II
skeletal ditinjau dari radiograf sefalometri. Dari tabel tersebut terlihat bahwa nilai t-
hitung yag diperoleh sebesar 7,812. Nilai ini akan dibandingkan dengan nilai t-tabel
pada tabel distribusi t. Dengan α = 5%, df = 58, diperoleh nilai t-tabel ± 2,002. Dari
nilai-nilai di atas terlihat bahwa nilai t-hitung yang diperoleh (7,812), berada diluar
nilai t-tabel (-2,002 dan 2,002), sesuai dengan kriteria pengujian hipoteisis bahwa
H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya terdapat perbedaan yang bermakna sudut
kondilus maloklusi kelas I dan kelas II skeletal ditinjau dari radiograf sefalometri di
Instalasi Radiologi RSGM UNPAD. (p-value < 0,05).
Tabel Rata-Rata Sudut Kondilus Berdasarkan Usia Pada Masing-Masing Kelompok
Usia
Kelompok
f Maloklusi Kelas
I Skeletal f
Maloklusi Kelas
II Skeletal
Group I
(< 20 tahun) 4 35° 15 29,86°
Group II
(21 - 30 tahun) 26 32,88° 12 29,54°
Group III
(> 30 tahun) - - 3 28°
Tabel dan gambar di atas menunjukkan rata-rata sudut kondilus berdasarkan
usia pada masing-masing kelompok. Dari tabel tersebut didapat hasil bahwa
terdapat penurunan besar sudut kondilus berawal dari group I sampai group II untuk
kelompok uji maloklusi kelas I skeletal dan dari group I sampai group III untuk
kelompok uji maloklusi kelas II skeletal.
PEMBAHASAN
Sudut kondilus bervariasi pada setiap orang. Menurut Soelarko, besar rata-
rata sudut kondilus orang Indonesia sebesar 32° yang diperoleh dari pengukuran
sefalometri pada 300 tengkorak. Ras Deutero-Malay memiliki rata-rata sudut
kondilus sebesar 38°±8,5°, sedangkan ras Kaukasoid 33°13,14,15,16,17,18. Pengukuran
Prosiding DIES 57 FKG UNPAD 465
yang sama dilakukan pada populasi orang Kenya, dengan hasil rata-rata
22,55°±5,43°, sama dengan rata-rata pada populasi orang Brazil. Perbedaan sudut
ini disebabkan oleh keadaan anatomi yang berbeda pada setiap individu19.
Nilai rata-rata besar sudut kondilus pada pasien maloklusi skeletal kelas I
dan kelas II menunjukkan perbedaan yang bermakna secara statistik. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena Sampel maloklusi kelas I pada penelitian ini
memiliki sudut SNA, SNB, ANB dalam batas normal, sehingga sudut kondilus pada
pasien maloklusi kelas I mendekati rata-rata sudut kondilus normal pada orang
Indonesia. Keadaan ini diakibatkan tercapainya hubungan yang baik antara gigi
geligi, otot dan sendi temporomandibular sehingga tercapainya efisiensi mastikasi
yang baik20.
Variabel oklusal memengaruhi fungsi otot pengunyahan yang alami. Pasien
dengan overjet yang tinggi memfasilitasi kerusakan sendi yang dapat merubah
morfologi dari sendi temporomandibula, yang berhubungan dengan tekanan
biomekanik pada saat melakukan aktivitas oklusi5. Kondisi ini dapat diakibatkan
karena kurangnya stabilitas oklusi sehubungan dengan maloklusi tersebut.
Maloklusi skeletal memengaruhi pertumbuhan kartilago kondilus dan morfologi
rahang bawah21.
Selain itu, menurut penelitian yang dilakukan Arnett, 2004, pada individu
dengan maloklusi skeletal kelas II ditemukan kondilus dengan ukuran yang lebih
kecil yang menyebabkan adanya perubahan oklusal, karena kondilus, fossa dan
kapsul dalam keadaan longgar22. Keadaan ini sejalan dengan penelitian sebelumnya
yang dilakukan bahwa beberapa dari tipe maloklusi berhubungan dengan terjadinya
perubahan sudut kondilus salah satunya maloklusi kelas II23,24, sehingga terdapat
perbedaan yang bermakna terhadap sudut kondilus pada maloklusi kelas I dan kelas
II.
Terdapat penurunan rata-rata sudut kondilus berdasarkan usia pada group I,
II dan III. Hal ini terjadi karena adanya remodeling dari kondilus sebagai proses
fisiologis untuk beradaptasi dengan perubahan fisik pada gigi yang berhubungan
dengan aktivitas oklusi. Keadaan ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya
yang diukur melalui radiograf sefalometri, dengan rentang usia 20-50 tahun didapat
penurunan rata-rata sudut kondilus yang diakibatkan adanya flattening pada
kondilus, erosi pada area kondilus dan pertumbuhan tulang (osteophyte)20. Pada
group II dengan rentang usia 21-30 tahun didapat rata-rata sudut kondilus 32,88°,
mendekati rata-rata sudut kondilus orang Indonesia. Keadaan ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Katsavrias, 2002 bahwa inklinasi kondilus tercapai
90% pada usia 20 tahun dan inklinasi penuh dicapai pada usia 30 tahun3.
SIMPULAN
Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna dari
sudut kondilus pada pasien maloklusi skeletal kelas I dan kelas II ditinjau dari
radiograf sefalometri di Instalasi Radiologi RSGM UNPAD.
Prosiding DIES 57 FKG UNPAD 466
DAFTAR PUSTAKA
1. Prasad, KD.; Shah, N.; Hegde, C. 2012. A clinico-radiographic analysis of
sagittal condylar guidance determined by protrusive interocclusal registration
and panoramic radiographic images in humans. Contemp Clin Dent; 3 (4):
383-387. doi: 10.4103/0976-237X. 107419.
2. Wangai, L.; Mandela, P,; Butt, F. 2012. Horizontal angle of inclination of the
mandibularcondyle in a Kenyan population. Anatomy Journal of Africa 1(1):
46-49.
3. Katsavrias, E.G. 2002. Changes in articular eminence inclination during the
craniofacial growth period. Angle Orthodontist. 72(3):258-264.
4. Pandis, N.; Karpac, J.; Trevino, R.; Williams, B. 1991. A radiographic study of
condyle position at various depths of cut in dry skulls with axially correted
lateral tomograms. American Journal of Orthodontics and Dentofacial
Orthopedics. 100(2):116-122.
5. Basafa, M.; Shahabee, M. 2006. Prevalence of TMJ Disorders Among Students
and its Relation to Malocclusion. The Iranian Journal of Otorhinolaryngology.
6. Weinberg, L.A. 1972. Correlation of temporomandibular dysfunction with
radiographic findings. J Prosthet Dent : 28:519.
7. Katsavrias, E.G.; Halazonetis, D.J. 2005. Condyle and fossa shape in Class II
and Class III skeletal patterns: a morphometric tomographic study. Am J
Orthod Dentofac Orthop : 128:337–346.
8. Trasti, D.M. 2007. Hubungan Perilaku Kesehatan Gigi dan Mulut dengan
Status Maloklusi Kelas I pada Siswa SDN Cisauk Usia 9-12 Tahun. Jakarta :
Universitas Indonesia.
9. Ueki K, et al. 2008. Comparison of the stress direction on the TMJ in patients
with class I, II, and III skeletal relationships. Orthodontic and Craniofacial
Research : 11:43–50.
10. Ahlin, J.A.; George, E.W.; Anthi, T.; Marc, S. 2004. Maxillofacial
orthopedics: a clinical approach for the growing child. Chicago : Quintessence
Pub. Co.
11. Rosenstiel, S.F.; Martin, F.L.; Junhei, F. 2001. Contemporary Fixed
Prosthodontics. Michigan : Mosby.
12. Proffit, W.R., Henry, W.F., David, M.S. 2007. Contemporary Orthodontics.
St.Louis. Mosby.
13. Edwin, L.C.; Joseph, R.T. 1990. Temporomandibular Joint Imaging. St.Louis :
Mosby.
14. Zarb, B. 2002. Prosthodontics Treatment of Edentulous Patient. 12th ed. St.
Louis : Mosby Elsevier.
15. Wassel, R.; Naru, A.; Steele, J.; Nohl, F. 2008. Applied Occlusion. London :
Quintessence Publishing.
16. Melkers, MJ. 2005. Condylar Path Programming of Occlusal Instrumentation
: A Pilot Study of Condylar Path Recording Using Manual and Electronic
Methods. Chicago : The American Equilibration Society.
17. Soelarko, RM. 1979. Beberapa Pengukuran Cephalometrik Pada Tengkorak-
tengkorak Indonesia Sebagai Dasar bagi Norma-norma Prostethik Bangsa
Indonesia in Condylar Angle Differences between Dentolous and Edentolous
Prosiding DIES 57 FKG UNPAD 467
Subjects in Deutero-Malay. (AE Tondas, R Rikmasari, T Sumarsongko).
Journal of Dentistry Indonesia 2012.
18. Tondas, A.E.; Rasmi, R.; Taufik, S. 2012. Condylar angle differences between
dentulous and edentulous subjects in deutero-malay. Journal of Dentistry
Indonesia. Vol.19, No. 2, 37-42.
19. Sreelal, T.; Janardanan, K.; Amal, S.N.; Anjana, S.N. 2012. Age changes in
horizontal condylar angle: A clinical and cephalometric study. J Indian
Prosthodont Soc. 13(2): 108-112. doi: 10.1007/s13191-012.
20. Bishara, S.E. 2001. Textbook of Orthodontics. United States of
America.Saunders Company.
21. Saccuci, M.; Michele, D.; Daria, R.; Felice, F.; Antonella, P.; Simona, T. 2012.
Condylar volume and condylar area in class I, class II and class III young
adult subjects. Head&Face Medicine. 8:34.
22. Arnett, G; Mc.Laughlin, R. 2004. Facial and Dental Planning for
Orthodontists and Oral Surgeons. London: Elsevier: 6pp.
23. Beng, O.; Karen, D.; Richard, P.; Ann, K. 2004. Malocclusion and
Temporomandibular dysorder: a comparison of adolescents with moderate to
severe dysfunction with those without signs and symptoms of TMD and their
further developments to 30 years age. Angle Orthodontist, Vol. 74(3): 319-
327.
24. Mohammad, O.; Ibraheem, K. 2011. Temporomandibular dysfunction and
malocclusion in South Jordanian children and adolescents. Pakistan Oral and
Dental Journal, Vol. 31(2): 361-364.
Prosiding Dies Natalis 57 Fakultas Kedokteran GigiUniversitas Padjadjaran
Fakultas Kedokteran GigiUniversitas Padjadjaran
Fakultas Kedokteran GigiUniversitas Padjadjaran