or olah Tinggi Pertanahan ahun 2001 dan meraih enelian yang pernah mbangan SDM dalam DITERBITKAN OLEH: PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN NASIONAL 2017 prosiding Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dalam rangka Modernisasi Administrasi Pertanahan di Indonesia Hotel Century Park Jakarta 21 November 2017
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Peneliti Muda/Koordinator
INDRIAYATIIndriayati merupakan peneliti muda di Puslitbang-BPN RI. Pendidikan S1 diselesaikan dari Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN) Yogyakarta pada tahun 2001 dan meraih master dalam bidang Administrasi Publik dari STIA-LAN Jakarta tahun 2011. Beberapa penelitian yang pernah dilaksanakan diantaranya, pengembangan SDM dalam mendukung pelayanan pertanahan (2009), penataan kebijakan pertanahan di kawasan bekas pertambangan (2010), model access reform dan pemberdayaan masyarakat di wilayah perkebunan (2011), pelimpahan kewenangan di BPN (2012) dan peluang peningkatan optimalisasi penggunaan CORS dalam mendukung pelayanan pertanahan (2013).
DITERBITKAN OLEH:PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN NASIONAL2017
Pen
daftar
an Tan
ah Sistem
atis Leng
kap d
alam
ran
gk
a M
od
ern
isasi Ad
min
istrasi P
ertan
ahan
di In
do
nesia
prosidingPendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dalam rangka Modernisasi Administrasi Pertanahan di Indonesia
Hotel Century Park Jakarta21 November 2017
ISBN 978-979-1069-64-9
9 789791 069649ISBN 978-979-1069-65-6
9 789791 069656
i
ProsidingPendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dalam Rangka Modernisasi Administrasi Pertanahan di Indonesia
PROSIDING
Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dalam Rangka Modernisasi Administrasi Pertanahan di Indonesia
Hotel Century Park Jakarta21 November 2017
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
2017
ii
Pusat Penelitian dan PengembanganKementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIS LENGKAP DALAM RANGKA MODERNISASI ADMINISTRASI PERTANAHAN DI INDONESIA
Diterbitkan Oleh:Pusat Penelitian dan PengembanganKementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Jl. H. Agus Salim No.58 Jakarta Pusat 10350
Cetakan Pertama - Desember 2017ISBN: 978-979-1069-65-6
Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang.Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Pemegang Hak Cipta.
REVIEWER RB Agus Widjayanto, S.H., M.Hum Djamaluddin, S.H., M.Hum Uke Muhammad Hussein, S.Si, MPP Dr. Ir. Irawan Sumarto, M.Sc.
TIM EDITOR Ir. Eliana Sidipurwanty, M.Si Romi Nugroho, S.Si Drs. Makmur A. Siboro, M.Eng.Sc Ika Dini Haryanti, S.Kom Jauhari Thonthowi, S.Si Aulia Latif, S.T., MSISc Melia Yusri, SP
iii
ProsidingPendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dalam Rangka Modernisasi Administrasi Pertanahan di Indonesia
KEPANITIAN FORUM ILMIAH
PENANGGUNG JAWAB Ir. Izda Putra, M.M (Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan)
KETUA Drs. Makmur A. Siboro, M.Eng.Sc (Kepala Bidang Publikasi dan Perpustakaan)
ANGGOTA Ika Dini Haryanti, S.Kom (Kepala Subbidang Publikasi) Robin T.H. Sijabat, S.Kom (Kepala Subbidang Program) Eri Khaeruman Khuluki, S.P., M.Si (Kepala Subbidang Kerja Sama) Halim Kuswoyo, S.SiT (Kepala Subbidang Perpustakaan) Dr. Sigit Santosa, S.Si., M.App.Sc (Kepala Seksi Perencanaan Konsolidasi Tanah) Hotman Pardomuan, S.H., M.Kn (Kepala Seksi Tanah dan Ruang Wilayah IIA) Septina Marryanti P., S.Si., M.Si (Peneliti Pertama) Melia Yusri, S.P (Penyusun Bahan Penyelenggaraan Litbang) Jauhari Thonthowi, S.Si (Penyusun Bahan Penyelenggaraan Litbang) Aulia Latif, S.T., MSISc (Penyusun Bahan Penyelenggaraan Litbang) Probo Socowibowo, S.Kom., M.AP (Penyusun Bahan Penyelenggaraan Litbang) Shofiatul Munawaroh, S.Kom (Penyusun Bahan Penyelenggaraan Litbang) Wina Dwi Febrina, S.P., M.Si (Penyusun Bahan Penyelenggaraan Litbang)
iv
Pusat Penelitian dan PengembanganKementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan karuniaNya, sehingga prosiding kegiatan Forum Ilmiah Pusat Penelitian dan Pengembangan dapat selesai tersusun. Prosiding ini berisikan kumpulan makalah terpilih yang telah melalui seleksi oleh beberapa reviewer dan dipresentasikan dalam acara Forum Ilmiah yang dilaksanakan pada tanggal 21 November tahun 2017 di Hotel Century Park Jakarta. Forum Ilmiah tahun 2017 mengusung tema “Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dalam Rangka Modernisasi Administrasi Pertanahan di Indonesia”.
Dari 10 (sepuluh) makalah yang terpilih, dibagi ke dalam 2 (dua) subtema. Subtema Teknologi terdiri dari 5 judul makalah, yaitu : (1) Penggunaan Teknologi UAV/Drone untuk Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap; (2) Pengembangan Sistem Informasi Kadastral Empat Dimensi (4D) dalam Penyelesaian Sengketa pada Pendaftaran Tanah; (3) “Reformasi SKP-KKPWEB dan Komisi Khusus” sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Konflik dalam Momentum Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap; (4) Analisis Pemetaan Pola Spasial Nilai NJOP dan Jumlah Bidang Tanah Terdaftar untuk Penentuan Lokasi Prioritas PTSL (Studi Pada Kecamatan Kayen dan Sukolilo Kabupaten Pati); dan (5) Sistem Proyeksi Distorsi Minimum untuk Mensukseskan Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap. Makalah dengan subtema Hukum dan Manajemen terdiri dari 5 (lima) makalah, yaitu : (1) Problematika Pelaksanaan Pendaftaran Sistematik Lengkap dan Alternatif Penyelesaiannya (Studi Kasus di Provinsi Sumatera Utara); (2) Peningkatan Access Reform Pelayanan Sertipikasi Tanah sebagai Modal Usaha di Pasar Desa Melalui Pendaftaran Tanah di Kabupaten Banjar; (3) Evaluasi Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap; (4) Dampak Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap Terhadap Sosial Ekonomi Petani di Kelurahan Lancirang Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidenreng Rappang; (5) Gerakan Nasional Pendaftaran Tanah Melalui Pelibatan Multipihak (Penta Helix).
Dalam proses penyempurnaannya, kami mengharapkan kritik dan saran untuk peningkatan kualitas Forum Ilmiah maupun penyusunan prosiding ini. Semoga prosiding ini dapat bermanfaat khususnya bagi pegawai di lingkungan Kementerian Agraria dan Tata Ruang serta seluruh pembaca pada umumnya sebagai referensi dalam khasanah keilmuan administrasi pertanahan.
Jakarta, Desember 2017
Tim Penyusun
KATA PENGANTAR
v
ProsidingPendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dalam Rangka Modernisasi Administrasi Pertanahan di Indonesia
KATA PENGANTAR ........................................................................................................... ivDAFTAR ISI ......................................................................................................................... v
MAKALAH SUBTEMA TEKNOLOGI ............................................................................ 1 Penggunaan Teknologi UAV/Drone Untuk Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap .................................................................................................. 2 Pengembangan Sistem Informasi Kadastral Empat Dimensi (4D) dalam Penyelesaian Sengketa Pada Pendaftaran Tanah ................................................. 29 “Reformasi SKP-KKPWEB dan Komisi Khusus” Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Konflik Dalam Momentum Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap .................................................................................................. 43 Analisis Pemetaan Pola Spasial Nilai NJOP dan Jumlah Bidang Tanah Terdaftar Untuk Penentuan Lokasi Prioritas PTSL (Studi Pada Kecamatan Kayen dan Sukolilo Kabupaten Pati) ..................................................................... 62
Sistem Proyeksi Distorsi Minimum Untuk Mensukseskan Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap ................................................................ 86
NOTULEN SUBTEMA TEKNOLOGI .............................................................................. 109
MAKALAH SUBTEMA HUKUM DAN MANAJEMEN ............................................... 115 Problematika Pelaksanaan Pendaftaran Sistematik ....Lengkap dan Alternatif Penyelesaiannya (Studi Kasus di Provinsi Sumatera Utara) ............................... 116 Peningkatan Access Reform Pelayanan Sertipikasi Tanah Sebagai Modal Usaha di Pasar Desa Melalui Pendaftaran Tanah di Kabupaten Banjar ........... 136
Evaluasi Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap .......................... 160
Dampak Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap Terhadap Sosial Ekonomi Petani di Kelurahan Lancirang Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidenreng Rappang .................................................................................................. 186
Gerakan Nasional Pendaftaran Tanah Melalui Pelibatan Multipihak (Penta Helix) ............................................................................................................. 207
NOTULEN SUBTEMA HUKUM DAN MANAJEMEN ................................................. 229
DAFTAR ISI
vi
Pusat Penelitian dan PengembanganKementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
1
ProsidingPendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dalam Rangka Modernisasi Administrasi Pertanahan di Indonesia
MAKALAHSubtema:
Teknologi
2
Pusat Penelitian dan PengembanganKementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
PENGGUNAAN TEKNOLOGI UAV/DRONE UNTUK PERCEPATAN PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIK LENGKAP
ABSTRAK Pengumpulan data fisik untuk keperluan percepatan Pendafataran Tanah
Sistematik Lengkap jika hanya mengandalkan metode terestris saja tidak akan
dapat memenuhi target yang dicanangkan. Salah satu teknologi pengukuran dan
pemetaan yang dapat mempercepat pengumpulan data fisik adalah metode
Fotogrametri. Metode Fotogrametri dengan teknologi UAV/drone yang memenuhi
syarat teknis dan ketentuan pengukuran dan pemetaan pendaftaran tanah dapat
digunakan untuk kegiatan pengumpulan data fisik dalam rangka Pendaftaran
Tanah Sistematik Lengkap secara cepat.
Metodologi penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan studi
literatur dari hasil penelitian-penelitian lain tentang UAV/drone jenis quadchopter
yang telah dilakukan dengan cara mendeskripsikan ketelitian dan akurasi hasil
pengukuran dan pemetaan menggunakan teknologi UAV/drone jenis
quadchopter terhadap kesesuaian persyaratan teknis dalam kegiatan
pendaftaran tanah pada daerah dengan topografi yang relatif datar dengan
penggunaan tanah didominasi tanah persawahan. Software yang digunakan
untuk pengolahan foto adalah Agisoft Photoscan Profesional. .
Hasil penelitian yang diperoleh sebagai berikut : Ketelitian planimetris peta foto
yang dihasilkan pada skala 1 : 1000 kurang dari 30 cm, selisih jarak ukuran
langsung dengan diatas peta foto kurang dari 25 cm pada daerah pertanian dan
kurang dari 10 cm pada daerah permukiman terbuka. Perbedaan luas yang
diperoleh dari perbandingan terestris dan fotogrametri kurang dari ½ √L.
Perbandingan jumlah bidang tanah pengukuran batas bidang tanah antara
metode terestris menggunakan Total Station dengan metode Fotogrametri
teknologi UAV/drone adalah 1 : 3. Sumber daya manusia yang digunakan :
Terestri perlu 4 orang sedangkan UAV/drone memerlukan 2 orang. Maka dengan
ketelitian dan akurasi yang diperoleh serta memenuhi syarat teknis pengukuran
dan pemetaan pendaftaran tanah maka metode fotogrametri teknologi
UAV/drone dapat digunakan untuk kegiatan percepatan pendaftaran tanah
sistematik lengkap. Untuk itu perlu adanya revisi terhadap petunjuk teknis
pengukuran dan pemetaan bidang tanah Sistematik Lengkap No. 03/JUKNIS-
300/VII/2017 tanggal 31 Juli 2017 Direktorat Jendral Infrastruktur Agraria
Kementerian ATR/BPN Tahun 2017.
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.
Dalam sebuah pidatonya Presiden Republik Indonesia Joko Widodo
menyampaikan “Proyek Prona (Proyek Operasi Nasional Agraria) ini sudah
berjalan 35 tahun, tapi belum rampung – rampung sampai sekarang. Baru
mencapai 46% diseluruh Indonesia, separuh saja belum. Sehingga kita harapkan
tahun 2025 seluruh Indonesia sudah pegang sertipikat semuanya”. Untuk itulah
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
melakasanakan percepatan pendaftaran tanah melalui Pendaftaran Tanah
Sistematik Lengkap atau yang sering disebut dengan PTSL. Untuk itu
Kementerian ATR/BPN ditargetkan untuk menyelesaikan pendaftaran tanah
untuk tahun 2017 sebanyak 5 juta bidang tanah tahun berikutnya 2018 sebanyak
7 juta bidang tanah dan Tahun 2019 sebanyak 9 juta bidang tanah.
Untuk melaksanakan tugas percepatan Pendaftaran tanah sistematik
lengkap dengan target tersebut, diperlukan suatu teroboson – terobosan baik
dalam aspek regulasi, pemenuhan sumber daya manusia maupun penggunaan
teknologi pengukuran dan pemetaan yang efektif dan efisien. Salah satu
permasalahan dalam pendaftaran tanah adalah pengumpulan data fisik atau
kegiatan pengukuran dan pemetaan batas bidang tanah. Pelaksanaan
Pengukuran dan pemetaan batas bidang tanah lebih banyak digunakan metode
terestris dan metode lain, metode fotogrametri tidak pernah dipergunakan.
Padahal menurut Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun
1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997 tentang Pendaftaran Tanah, pasal 12 ayat 1 “Pengukuran dan pemetaan
untuk pembuatan peta dasar pendaftaran diselenggarakan dengan cara
terrestrial, fotogrametri atau metode lain”. Penggunaan metode terestris dan
metode lain yang digunakan untuk kegiatan pengukuran dan pemetaan dalam
rangka pendaftaran tanah, ternyata sampai tahun 2015 menurut Pusat Penelitian
Dan Pengembangan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan
4
Pusat Penelitian dan PengembanganKementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
Nasional (ATR/BPN), Kementerian ATR/BPN hanya mampu menyajikan data
untuk kepentingan sertipikasi bidang tanah seluruh Indonesia baru mencapai
35.789.766 bidang yang telah terdaftar dari sejumlah 90.622.503 bidang. Berarti
masih ada 54.832.737 bidang belum terdaftar. Dengan menggunakan metode
terestris dan metode lain untuk kegiatan pengumpulan data fisik untuk keperluan
percepatan Pendafataran Tanah Sistematik Lengkap jika hanya mengandalkan
metode terestris dan atau metode lain saja tidak akan dapat memenuhi target
yang dicanangkan.
1.2. Rumusan Masalah
Metode fotogrametri masih belum dimanfaatkan secara maksimal, padahal
secara ketentuan diperbolehkan. Hal ini dikarenakan masih terdapat keraguan
terhadap hasil atau output dari pelaksanaan pengukuran dan pemetaan metode
fotogrametri. Keraguan meliputi : ketelitian hasil ukuran, kebenaran angka ukuran
panjang sisi bidang tanah, pengakuan legalitas produk fotogrametri untuk
kepentingan pendaftaran tanah dan lain lainnya. Bahkan dalam petunjuk teknis
pengukuran dan pemetaan bidang tanah Sistematik Lengkap No. 03/JUKNIS-
300/VII/2017 tanggal 31 Juli 2017 Direktorat Jendral Infrastruktur Agraria
Kementerian ATR/BPN Tahun 2017 halaman 3 bagian teknis pengukuran dan
pemetaan disebutkan :
2. Teknis Pengukuran dan Pemetaan
Pengukuran dan pemetaan bidang tanah sistematis lengkap dalam
rangka pendaftaran tanah dilaksanakan dengan metode terestris,
fotogrametri, pengamatan satelit dan kombinasi dari ketiga metode
tersebut. Sebelum pelaksanaan pengukuran dan pemetaan bidang
tanah harus disediakan Peta Kerja yang bersumber dari :
a. Peta Dasar Pendaftaran sesuai dengan standar yang berlaku
(sesuai Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 dan Peraturan
Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.3
Tahun 1997). Peta Dasar Pendaftaran berasal dari peta foto
udara dari wahana pesawat udara berawak dengan kamera
metrik. Peta Dasar Pendaftaran yang berusia maksimal 2 tahun
dapat dipergunakan untuk pengukuran dan pemetaan bidang
tanah dengan metode fotogrametri.
b. Data mentah CSRT (raw data) dan/atau peta foto udara dari
wahana pesawat udara nirawak (Unmanned Aerial Vehicle). Data
5
ProsidingPendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dalam Rangka Modernisasi Administrasi Pertanahan di Indonesia
Nasional (ATR/BPN), Kementerian ATR/BPN hanya mampu menyajikan data
untuk kepentingan sertipikasi bidang tanah seluruh Indonesia baru mencapai
35.789.766 bidang yang telah terdaftar dari sejumlah 90.622.503 bidang. Berarti
masih ada 54.832.737 bidang belum terdaftar. Dengan menggunakan metode
terestris dan metode lain untuk kegiatan pengumpulan data fisik untuk keperluan
percepatan Pendafataran Tanah Sistematik Lengkap jika hanya mengandalkan
metode terestris dan atau metode lain saja tidak akan dapat memenuhi target
yang dicanangkan.
1.2. Rumusan Masalah
Metode fotogrametri masih belum dimanfaatkan secara maksimal, padahal
secara ketentuan diperbolehkan. Hal ini dikarenakan masih terdapat keraguan
terhadap hasil atau output dari pelaksanaan pengukuran dan pemetaan metode
fotogrametri. Keraguan meliputi : ketelitian hasil ukuran, kebenaran angka ukuran
panjang sisi bidang tanah, pengakuan legalitas produk fotogrametri untuk
kepentingan pendaftaran tanah dan lain lainnya. Bahkan dalam petunjuk teknis
pengukuran dan pemetaan bidang tanah Sistematik Lengkap No. 03/JUKNIS-
300/VII/2017 tanggal 31 Juli 2017 Direktorat Jendral Infrastruktur Agraria
Kementerian ATR/BPN Tahun 2017 halaman 3 bagian teknis pengukuran dan
pemetaan disebutkan :
2. Teknis Pengukuran dan Pemetaan
Pengukuran dan pemetaan bidang tanah sistematis lengkap dalam
rangka pendaftaran tanah dilaksanakan dengan metode terestris,
fotogrametri, pengamatan satelit dan kombinasi dari ketiga metode
tersebut. Sebelum pelaksanaan pengukuran dan pemetaan bidang
tanah harus disediakan Peta Kerja yang bersumber dari :
a. Peta Dasar Pendaftaran sesuai dengan standar yang berlaku
(sesuai Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 dan Peraturan
Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.3
Tahun 1997). Peta Dasar Pendaftaran berasal dari peta foto
udara dari wahana pesawat udara berawak dengan kamera
metrik. Peta Dasar Pendaftaran yang berusia maksimal 2 tahun
dapat dipergunakan untuk pengukuran dan pemetaan bidang
tanah dengan metode fotogrametri.
b. Data mentah CSRT (raw data) dan/atau peta foto udara dari
wahana pesawat udara nirawak (Unmanned Aerial Vehicle). Data
mentah CSRT (raw data) dan/atau peta foto udara tersebut perlu
dikoreksi secara geometrik terlebih dahulu. Dalam pelaksanaan
di lapangan, peta kerja yang bersumber dari peta data mentah
CSRT (raw data) dan/atau peta foto udara dari wahana pesawat
udara nirawak (UAV) tidak dapat digunakan untuk pengukuran
dan pemetaan bidang tanah dengan metode fotogrametri.
Bahwa berdasarkan petunjuk teknis pengukuran dan pemetaan bidang
tanah Sistematik Lengkap No. 03/JUKNIS-300/VII/2017 tanggal 31 Juli 2017
Direktorat Jendral Infrastruktur Agraria Kementerian ATR/BPN Tahun 2017
pengunaan peta foto udara dari wahana pesawat udara nirawak (UAV) tidak dapat digunakan untuk pengukuran dan pemetaan bidang tanah dengan
metode fotogrametri. Secara sepintas menimbulkan pemahaman bahwa metode
fotogrametri menggunakan wahana UAV tidak dapat digunakan untuk
pelaksanaan pengukuran bidang tanah dengan metode fotogrametri dalam
rangka pendaftaran tanah sistematik lengkap. Padahal metode fotogrametri
diharapkan dapat mempercepat pengumpulan data fisik untuk pendafaran tanah
sistematik lengkap. Menurut Yagol Pravesh, 2015, penyelesaian pengukuran dan
pemetaan sebanyak 102 bidang tanah dengan luas 20,5 Ha pada daerah yang
relatif datar antara menggunakan alat ukur Total Station = 27 hari sedangkan
dengan menggunakan citra satelit resolusi tinggi = 16 hari. Dengan tingkat
ketelitian posisi dengan nilai kurang dari 1 meter sebanyak 84 persen. Citra yang
digunakan citra GEO-EYE dengan resolusi spasial 0,5 m.
Perkembangan teknologi fotogrametri dengan menggunakan wahana tanpa
awak / UAV untuk kegiatan pengukuran dan pemetaan secara fotogrametri telah
merambah berbagai bidang. Wahana tanpa awak/UAV yang terbang tidak terlalu
tinggi akan menghasilkan resolusi spasial yang tinggi sehingga identifikasi batas
bidang tanah pada daerah terbuka dan tidak tertutup obyek lain seperti atap,
kanopi menjadi lebih mudah dilakukan. Dengan teknologi GPS yang terdapat
pada wahana tanpa awak/UAV akan bisa didapatkan georeferencing dengan
ketelitian yang tinggi. Pada akhirnya ketelitian posisi dapat
dipertanggungjawabkan. Metode Fotogrametri dengan teknologi UAV/drone yang
memenuhi syarat teknis dan ketentuan pengukuran dan pemetaan pendaftaran
tanah dapat digunakan untuk kegiatan pengumpulan data fisik dalam rangka
Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap secara cepat.
6
Pusat Penelitian dan PengembanganKementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
1.3. Tujuan Penulisan. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui penggunaan teknologi
fotogrametri menggunakan wahana pesawat tanpa awak / UAV/drone dalam
rangka percepatan pendafataran tanah sistematik lengkap ditinjau dari aspek
legalitas, ketelitian geometri dan kecepatan dalam pengukuran – pemetaan
bidang tanah.
1.4. Manfaat Penulisan. Manfaat penulisan ini untuk
a. memberikan masukan kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan
Pertanahan Nasional : Metode fotogrametri dapat digunakan untuk kegiatan
pengukuran dan pemetaan bidang tanah dalam rangka percepatan
Pendafataran Tanah Sistematik Lengkap
b. Melakukan revisi petunjuk teknis pengukuran dan pemetaan bidang tanah
Sistematik Lengkap No. 03/JUKNIS-300/VII/2017 tanggal 31 Juli 2017
Direktorat Jendral Infrastruktur Agraria Kementerian ATR/BPN Tahun 2017
khususnya pengukuran dan pemetaan bidang tanah untuk diperbolehkan
menggunakan metode fotogrametri dengan wahana UAV/drone.
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL)
Menurut Peraturan Menteri ATR/BPN No. 35 Tahun 2016, Peraturan
Menteri ATR/BPN No. 1 Tahun 2017 dan Peraturan Menteri ATR/BPN No. 12
Tahun 2017, Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap adalah kegiatan
pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak bagi
semua obyek pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia dalam
satu wilayah desa/kelurahan atau nama lainnya yang setingkat dengan itu, yang
meliputi pengumpulan dan penetapan kebenaran data fisik dan data yuridis
mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah untuk keperluan
pendaftarannya. Obyek Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap adalah seluruh
obyek pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia. Obyek
pendaftaran tersebut meliputi seluruh bidang tanah tanpa terkecuali, baik bidang
tanah yang belum ada hak atas tanahnya maupun bidang tanah hak, baik
merupakan tanah asset Pemerintah/Pemerintah Daerah, tanah Badan Usaha
Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, tanah desa, Tanah Negara, tanah
masyarakat hukum adat, kawasan hutan, tanah obyek landreform, tanah
7
ProsidingPendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dalam Rangka Modernisasi Administrasi Pertanahan di Indonesia
1.3. Tujuan Penulisan. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui penggunaan teknologi
fotogrametri menggunakan wahana pesawat tanpa awak / UAV/drone dalam
rangka percepatan pendafataran tanah sistematik lengkap ditinjau dari aspek
legalitas, ketelitian geometri dan kecepatan dalam pengukuran – pemetaan
bidang tanah.
1.4. Manfaat Penulisan. Manfaat penulisan ini untuk
a. memberikan masukan kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan
Pertanahan Nasional : Metode fotogrametri dapat digunakan untuk kegiatan
pengukuran dan pemetaan bidang tanah dalam rangka percepatan
Pendafataran Tanah Sistematik Lengkap
b. Melakukan revisi petunjuk teknis pengukuran dan pemetaan bidang tanah
Sistematik Lengkap No. 03/JUKNIS-300/VII/2017 tanggal 31 Juli 2017
Direktorat Jendral Infrastruktur Agraria Kementerian ATR/BPN Tahun 2017
khususnya pengukuran dan pemetaan bidang tanah untuk diperbolehkan
menggunakan metode fotogrametri dengan wahana UAV/drone.
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL)
Menurut Peraturan Menteri ATR/BPN No. 35 Tahun 2016, Peraturan
Menteri ATR/BPN No. 1 Tahun 2017 dan Peraturan Menteri ATR/BPN No. 12
Tahun 2017, Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap adalah kegiatan
pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak bagi
semua obyek pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia dalam
satu wilayah desa/kelurahan atau nama lainnya yang setingkat dengan itu, yang
meliputi pengumpulan dan penetapan kebenaran data fisik dan data yuridis
mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah untuk keperluan
pendaftarannya. Obyek Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap adalah seluruh
obyek pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia. Obyek
pendaftaran tersebut meliputi seluruh bidang tanah tanpa terkecuali, baik bidang
tanah yang belum ada hak atas tanahnya maupun bidang tanah hak, baik
merupakan tanah asset Pemerintah/Pemerintah Daerah, tanah Badan Usaha
Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, tanah desa, Tanah Negara, tanah
masyarakat hukum adat, kawasan hutan, tanah obyek landreform, tanah
transmigrasi, dan bidang tanah lainnya. Bidang – bidang tanah yang menjadi
obyek PTSL baik yang sudah ada tanda batasnya maupun yang akan ditetapkan
tanda batasnya dalam pelaksanaan kegiatan PTSL. Kegiatan pengumpulan data
fisik PTSL berupa kegiatan pengukuran dan pemetaan batas bidang tanah dapat
dilakukan dengan menggunakan teknologi survei dan pemetaan seperti drone,
Global Positioning System (GPS), Continuously Operating Reference Station (CORS), Total Station, Distometer dan lainnya, serta memanfaatkan
peta citra/peta foto dengan resolusi tinggi sebagai dasar pembuatan peta
pendaftaran. Dengan demikian pengukuran dan pemetaan batas bidang tanah
secara fotogrametri menggunakan wahana pesawat tanpa awak/UAV/drone
diperbolehkan.
2.2. Pengukuran Dan Pemetaan Metode Fotogrametri untuk PTSL Fotogrametri adalah seni, ilmu dan teknologi untuk memperoleh informasi
terpercaya tentang obyek fisik dan lingkungan melalui proses perekaman,
pengukuran dan interpretasi gambaran fotografik dan pola radiasi tenaga
elektromagnetik yang terekam (Wolf, 1993). Images are utilized in two distinct
manner: by performing either metric or interpretative analysis. In the metric
analysis, quantitative measurements are made in the image and then geometric information, such as spatial position, distance, area, shape, size, volume, distribution of objects are derived. This operation is called photogrammetry.
The definition of photogrammetry is therefore: the science of obtaining reliable
measurements by means of images for the determination of the geometric
properties of objects (E. E. Derenyi, 1996). Metode fotogrametri menurut Undang
– Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial, adalah
pengumpulan data informasi Geospasial dengan menggunakan instrumentasi
ukur /wahana dan/atau rekam pada wahana udara”, menggunakan peralatan
yang dipasang pada wahana terbang seperti kamera, sensor radar, dan sensor
lidar. Menurut Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun
1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan dari PP Nomor 24 tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah. Pada Bagian Kedua, Paragraf I, Pasal 12, huruf (1),
disebutkan bahwa pengukuran dan pemetaan untuk pembuatan peta dasar
pendaftaran diselenggarakan dengan cara terrestrial, fotogrametri atau metode
lain.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pengukuran dan pemetaan secara
fotogrametri adalah pengukuran dan pemetaan dengan menggunakan sarana
8
Pusat Penelitian dan PengembanganKementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
foto udara. Berdasarkan petunjuk teknis pengukuran dan pemetaan bidang tanah
Sistematik Lengkap No. 03/JUKNIS-300/VII/2017 tanggal 31 Juli 2017 Direktorat
Jendral Infrastruktur Agraria Kementerian ATR/BPN Tahun 2017 dalam sub bab
teknis pengukuran dan pemetaan disebutkan : Pengukuran dan pemetaan
bidang tanah sistematis lengkap dalam rangka pendaftaran tanah dilaksanakan
dengan metode terestris, fotogrametri, pengamatan satelit dan kombinasi dari
ketiga metode tersebut. Sebelum pelaksanaan pengukuran dan pemetaan
bidang tanah harus disediakan Peta Kerja yang bersumber dari :
a. Peta Dasar Pendaftaran sesuai dengan standar yang berlaku (sesuai
Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 dan Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.3 Tahun 1997). Peta Dasar
Pendaftaran berasal dari peta foto udara dari wahana pesawat udara
berawak dengan kamera metrik. Peta Dasar Pendaftaran yang berusia
maksimal 2 tahun dapat dipergunakan untuk pengukuran dan pemetaan
bidang tanah dengan metode fotogrametri.
b. Data mentah CSRT (raw data) dan/atau peta foto udara dari wahana
pesawat udara nirawak (Unmanned Aerial Vehicle). Data mentah CSRT (raw
data) dan/atau peta foto udara tersebut perlu dikoreksi secara geometrik
terlebih dahulu. Dalam pelaksanaan di lapangan, peta kerja yang bersumber
dari peta data mentah CSRT (raw data) dan/atau peta foto udara dari
wahana pesawat udara nirawak (UAV) tidak dapat digunakan untuk
pengukuran dan pemetaan bidang tanah dengan metode fotogrametri.
Pelaksanaan Pengukuran bidang tanah dengan metode fotogrametri
mengikuti ketentuan sebagai berikut :
a. Pengukuran dilakukan dengan cara melakukan identifikasi batas bidang
bidang tanah dengan menggunakan Peta Kerja bersumber dari Peta Dasar
Pendaftaran yang berasal dari peta foto udara dari wahana pesawat udara
berawak dengan kamera metrik dan menarik garis ukur (delineasi) untuk
batas bidang tanah yang jelas dan memenuhi syarat. Metode ini hanya dapat
dilaksanakan untuk daerah terbuka, nonpemukiman, non-komersial, non-
industri. Untuk garis batas bidang tanah yang tidak dapat diidentifikasi
dilakukan dengan pengukuran tambahan di lapangan (suplesi).
b. Pengukuran terestris dilaksanakan sebagai pengukuran suplesi dan/atau
pengukuran panjangan sisi bidang tanah sebanyak :
9
ProsidingPendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dalam Rangka Modernisasi Administrasi Pertanahan di Indonesia
foto udara. Berdasarkan petunjuk teknis pengukuran dan pemetaan bidang tanah
Sistematik Lengkap No. 03/JUKNIS-300/VII/2017 tanggal 31 Juli 2017 Direktorat
Jendral Infrastruktur Agraria Kementerian ATR/BPN Tahun 2017 dalam sub bab
teknis pengukuran dan pemetaan disebutkan : Pengukuran dan pemetaan
bidang tanah sistematis lengkap dalam rangka pendaftaran tanah dilaksanakan
dengan metode terestris, fotogrametri, pengamatan satelit dan kombinasi dari
ketiga metode tersebut. Sebelum pelaksanaan pengukuran dan pemetaan
bidang tanah harus disediakan Peta Kerja yang bersumber dari :
a. Peta Dasar Pendaftaran sesuai dengan standar yang berlaku (sesuai
Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 dan Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.3 Tahun 1997). Peta Dasar
Pendaftaran berasal dari peta foto udara dari wahana pesawat udara
berawak dengan kamera metrik. Peta Dasar Pendaftaran yang berusia
maksimal 2 tahun dapat dipergunakan untuk pengukuran dan pemetaan
bidang tanah dengan metode fotogrametri.
b. Data mentah CSRT (raw data) dan/atau peta foto udara dari wahana
pesawat udara nirawak (Unmanned Aerial Vehicle). Data mentah CSRT (raw
data) dan/atau peta foto udara tersebut perlu dikoreksi secara geometrik
terlebih dahulu. Dalam pelaksanaan di lapangan, peta kerja yang bersumber
dari peta data mentah CSRT (raw data) dan/atau peta foto udara dari
wahana pesawat udara nirawak (UAV) tidak dapat digunakan untuk
pengukuran dan pemetaan bidang tanah dengan metode fotogrametri.
Pelaksanaan Pengukuran bidang tanah dengan metode fotogrametri
mengikuti ketentuan sebagai berikut :
a. Pengukuran dilakukan dengan cara melakukan identifikasi batas bidang
bidang tanah dengan menggunakan Peta Kerja bersumber dari Peta Dasar
Pendaftaran yang berasal dari peta foto udara dari wahana pesawat udara
berawak dengan kamera metrik dan menarik garis ukur (delineasi) untuk
batas bidang tanah yang jelas dan memenuhi syarat. Metode ini hanya dapat
dilaksanakan untuk daerah terbuka, nonpemukiman, non-komersial, non-
industri. Untuk garis batas bidang tanah yang tidak dapat diidentifikasi
dilakukan dengan pengukuran tambahan di lapangan (suplesi).
b. Pengukuran terestris dilaksanakan sebagai pengukuran suplesi dan/atau
pengukuran panjangan sisi bidang tanah sebanyak :
a) Minimal 1 (satu) sisi bidang tanah untuk pekerjaan dengan skala
petakerja paling kecil skala 1:2.500 (misalnya skala 1:2.500, skala
1:1.000,skala 1:500)
b) Semua sisi bidang tanah untuk pekerjaan dengan skala peta kerja paling
besar skala 1:2.500 (misalnya skala 1:3.000, skala 1:5.000)
2.3. Teknologi Drone/UAV Untuk Pemetaan Fotogrametri. A UAV is defined as a "powered, aerial vehicle that does not carry a human
operator, uses aerodynamic forces to provide vehicle lift, can fly autonomously or
be piloted remotely, can be expendable or recoverable, and can carry a lethal or
nonlethal payload". (Wikipedia.org). Dalam sejarahnya UAV awalnya digunakan
untuk kepentingan militer, selanjutnya pemanfaatannya untuk kegiatan non-
militer, termasuk kegiatan pemetaan secara fotogrametri untuk kepentingan
administrasi pertanahan. Prinsip pemetaan menggunakan wahana UAV tetap
menggunakan teori Fotogrametri. Berdasarkan jenis wahana yang digunakan
untuk pemetaan dengan teknologi UAV dapat dikelompokkan : Jenis
Rotary/Chopter, Fixed wings dan Hybrid. Masing–masing memiliki kelebihan dan
kekurangan dalam kegiatan pengukuran dan pemetaan. Proses akuisisi data
memiliki kesamaan dengan pemotretan menggunakan pesawat terbang. Hanya
saja resolusi spasial dan ketelitian yang diperoleh dapat disesuaikan dengan
mudah. Proses pemetaan yang digunakan menggunakan teknologi digital,
kamera yang digunakan dapat berupa kamera metrik maupun non metric. Tinggi
terbang untuk pemotretan mengunakan teknologi UAV yang tidak terlalu tinggi
dapat dibuat untuk pembuatan peta skala besar. Selain terkait dengan skala
peta, maka tinggi terbang juga akan mempengaruhi resolusi spasial yang
dihasilkan dari suatu kegiatan pemotretan udara. Hubungan antara tinggi
terbang, panjang fokus kamera, kemampuan kamera dalam merekam obyek dan
resolusi spasial yang dihasilkan ditunjukkan oleh nilai Ground Sample Distance
(GSD). Nilai GSD sebuah foto udara digital sebelum dan sesudah menjadi ortho
foto berbeda. Wilayah dengan topografi yang berbeda akan menghasilkan
keragaman nilai GSD. Secara matematis dapat dilihat pada rumus dibawah ini :
10
Pusat Penelitian dan PengembanganKementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
1. 1979-Januari 2011, bekerja di Badan Koordinasi Survei
dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL).
2. 1991- Januari 2011, Pembangunan Jaring Kontrol
Geodesi dan Geodinamika di wilayah yurisdiksi NKRI
berbasiskan teknologi GPS.
3. Pembangunan 238 Titik Dasar (basepoints) untuk
membuat garis-pangkal dalam menentukan 200 nMile
wilayah yurisdiksi Zona Ekonomi Eksklusif NKRI.
4. 2009-2010, Kepala Pusat Geodesi dan Geodinamika.
5. Anggota Tim Penggagas Pembangunan Indonesia
Tsunami Early Warning System (InaTEWS).
6. Pendefinisian Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN95)
dan Sistem Referensi Geospasial Indonesia 2013 epoch
2012.00.
7. 2011-2013, bekerja sebagai tenaga konsultan di
Research Center for Geosciences, Potsdam-Germany.
8. 2014-sekarang, Konsultan Independen Bidang Informasi
Geospasial dan Bidang Ilmu Kebumian.
NOTULENSubtema:
Teknologi
110
Pusat Penelitian dan PengembanganKementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
NOTULEN
Pusat Penelitian &
Pengembangan FORUM ILMIAH
“PTSL DALAM RANGKA MODERNISASI ADMINITASI PERTANAHAAN DI INDONESIA”
SUBTEMA : TEKNOLOGI
Hari/Tanggal Selasa, 21 November 2017 Tempat Century Park Hotel Jakarta Narasumber 1. Dr. Ir. Irawan Sumarto, M.Sc
2. Ir. Raden Muhammad Adi Darmawan, M.Eng.Sc Penyaji 1. Ir. Eko Budi Wahyono, M.Si
2. Ketut Tomy Suhari, ST 3. Dinar W. Wardhani 4. Catur Kuat Purnomo 5. Dr. Cecep Subarya, M.SurvSc
Moderator Ir. Andry Novijandri Peserta Daftar Undangan terlampir
No Deskripsi Keterangan
SESI I 1. Moderator membuka acara Ir. Andry Novijandri 2. Paparan Penyaji 1 : Penggunaan Teknologi UAV/DRONE
Untuk Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap Ir. Eko Budi Wahyono, M.Si
3. Paparan Penyaji 2 : Pengembagan Sistem Informasi Kadastral Empat Dimensi (4D) Dalam Penyelesaian Sengketa Pada Pendaftaran Tanah
Ketut Tomy Suhari, ST
4. Tanggapan Narasumber untuk Penyaji 1: 1. Penggunaan drone dari penelitian STPN, mengurangi waktu
menjadi 1/3nya dan penggunaan tenaga 1/2 dari pengukuran kadastral terestrial.
2. Dirjen infrastruktur agraria telah melakukan pembelian UAV untuk seluruh Indonesia.
3. Hasil penelitian bisa dikembangkan untuk penyempurnaan juknis.
Ir. Raden Muhammad Adi Darmawan, M.Eng.Sc
5. Tanggapan Narasumber untuk Penyaji 1: 1. Toleransi +/- pengukuran terjadi karena penggunaan rapido
0.3 dalam peta bidang dalam peta dasar 1:1000. 2. Pada masa depan yang perlu disimpan adalah koordinat,
untuk merekonstruksi bidang. Jadi skala yang dipakai adalah 1:1.
Tanggapan Narasumber untuk Penyaji 2: 1. BPN masih mengerjakan pengukuran 2 dimensi. Penelitian
ini perlu diapresiasi.
Dr. Ir. Irawan Sumarto, M.Sc
6. Jawaban Penyaji 1 : 1. Pergeseran pada peta foto terkait dengan hasil foto yang
dipengaruhi GSD dan GCP.
Ir. Eko Budi Wahyono, M.Si
7. Jawaban Penyaji 2 : 1. Penggunaan penelitian ini melihat tren pembangunan
perumahan secara vertikal. 2. Dalam perkara pengadilan dapat digunakan untuk
pembuktian sengketa hukum ruang vertikal.Bab II: A.
Ketut Tomy Suhari, ST
111
ProsidingPendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dalam Rangka Modernisasi Administrasi Pertanahan di Indonesia
NOTULEN
Pusat Penelitian &
Pengembangan FORUM ILMIAH
“PTSL DALAM RANGKA MODERNISASI ADMINITASI PERTANAHAAN DI INDONESIA”
SUBTEMA : TEKNOLOGI
Hari/Tanggal Selasa, 21 November 2017 Tempat Century Park Hotel Jakarta Narasumber 1. Dr. Ir. Irawan Sumarto, M.Sc
2. Ir. Raden Muhammad Adi Darmawan, M.Eng.Sc Penyaji 1. Ir. Eko Budi Wahyono, M.Si
2. Ketut Tomy Suhari, ST 3. Dinar W. Wardhani 4. Catur Kuat Purnomo 5. Dr. Cecep Subarya, M.SurvSc
Moderator Ir. Andry Novijandri Peserta Daftar Undangan terlampir
No Deskripsi Keterangan
SESI I 1. Moderator membuka acara Ir. Andry Novijandri 2. Paparan Penyaji 1 : Penggunaan Teknologi UAV/DRONE
Untuk Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap Ir. Eko Budi Wahyono, M.Si
3. Paparan Penyaji 2 : Pengembagan Sistem Informasi Kadastral Empat Dimensi (4D) Dalam Penyelesaian Sengketa Pada Pendaftaran Tanah
Ketut Tomy Suhari, ST
4. Tanggapan Narasumber untuk Penyaji 1: 1. Penggunaan drone dari penelitian STPN, mengurangi waktu
menjadi 1/3nya dan penggunaan tenaga 1/2 dari pengukuran kadastral terestrial.
2. Dirjen infrastruktur agraria telah melakukan pembelian UAV untuk seluruh Indonesia.
3. Hasil penelitian bisa dikembangkan untuk penyempurnaan juknis.
Ir. Raden Muhammad Adi Darmawan, M.Eng.Sc
5. Tanggapan Narasumber untuk Penyaji 1: 1. Toleransi +/- pengukuran terjadi karena penggunaan rapido
0.3 dalam peta bidang dalam peta dasar 1:1000. 2. Pada masa depan yang perlu disimpan adalah koordinat,
untuk merekonstruksi bidang. Jadi skala yang dipakai adalah 1:1.
Tanggapan Narasumber untuk Penyaji 2: 1. BPN masih mengerjakan pengukuran 2 dimensi. Penelitian
ini perlu diapresiasi.
Dr. Ir. Irawan Sumarto, M.Sc
6. Jawaban Penyaji 1 : 1. Pergeseran pada peta foto terkait dengan hasil foto yang
dipengaruhi GSD dan GCP.
Ir. Eko Budi Wahyono, M.Si
7. Jawaban Penyaji 2 : 1. Penggunaan penelitian ini melihat tren pembangunan
perumahan secara vertikal. 2. Dalam perkara pengadilan dapat digunakan untuk
pembuktian sengketa hukum ruang vertikal.Bab II: A.
Ketut Tomy Suhari, ST
NOTULEN
Pusat Penelitian &
Pengembangan FORUM ILMIAH
“PTSL DALAM RANGKA MODERNISASI ADMINITASI PERTANAHAAN DI INDONESIA”
SUBTEMA : TEKNOLOGI
Pendaftaran Tanah. B. Modal Usaha (Bagaimana menyambungkan keduanya, menjembantani agar bisa berkesinambungan).
8. Sesi Diskusi : 1. Permasalahan pengukuran ada pada sistem koordinat. 2. Ketelitian pengukuran pada presisi pengukuran, bukan
penentuan posisinya pada sistem proyeksi. 3. Apresiasi untuk Pak Ketut, Datum untuk antisipasi
kepemilikan vertikal. 4. UTM 2,5KM dari permukaan bumi TM3 dengan 650 M dari
permukaan bumi. 5. Pak Eko, hasil penelitiannya bermasalah pada internal
accuracy. 6. Distorsi pada elipsoid tinggi dari meridian dengan
koordinat TM3. 7. Rekonstruksi koordinat akibat gempa aceh cukup tinggi di
Pulau Simeleu 5m. 8. Koordinat tinggi (z) dengan planimetris distorsinya tinggi
pada UTM dan TM3, dan ini akan dialami BPN di masa depan.
9. Penentuan Koordinat z perlu menggunakan geoid sebagai referensi karena lebih presisi dibandingkan dengan msl (mean sea level).
10. Pemetaan Geoid belum dilakukan karena keterbatasan. 11. SRGI/ITRF seluruh satelit GSS menggunakan itu.
Dr. Cecep Subarya, M.SurvSc
9. 1. Penggunaan drone untuk pembuatan peta kerja sudah dilakukan.
2. Standarisasi jenis drone. 3. Tinggi terbang. 4. Lokasi penggunaannya seperti apa (bidang datar/bidang
berbukit) 5. Verifikasi terestris yang terstandardisasi.
Nandang Isnandar, S.SiT, M.T
10. 1. Batas ketelitian dalam penelitian 0,3 menggunakan PMNA 3/1997.
2. Apabila ada referensi ketelitian dengan koordinat bisa digunakan.
3. Demikian halnya dengan sistem koordinat terbaru (Pak Cecep), bisa dilakukan uji coba.
Ir. Eko Budi Wahyono, M.Si
11. 1. Akurasi adalah hasil kesepakatan. 2. Kecepatan dan biaya. 3. Seberapa cepat pekerjaan bisa dikerjakan? 4. Berapa efisiensi pembiayaannya? 5. Variabel alat, topografi, tutupan vegetasi perlu
dipertimbangkan. 6. Kita belum mengenal historical data spatial, polygon induk
yang dipecah sering hilang. Menyebabkan sengketa tidak bisa dipecahkan.
Hanhan Lukman Syahid, S.T., M.Sc.
112
Pusat Penelitian dan PengembanganKementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
NOTULEN
Pusat Penelitian &
Pengembangan FORUM ILMIAH
“PTSL DALAM RANGKA MODERNISASI ADMINITASI PERTANAHAAN DI INDONESIA”
SUBTEMA : TEKNOLOGI
12. 1. Semua penggunaan alat ada kelebihan dan kekurangannya. 2. Melalui riset penggunaan alat disesuaikan dengan kondisi
lapangan. 3. Juknis pengukuran dan pemetaan untuk pendaftaran tanah
perlu disesuaikan.
Ir. Eko Budi Wahyono, M.Si
13.
1. Di masa depan BPN akan menghadapi sengketa yang memerlukan teknologi 3 dimensi.
Ketut Tomy Suhari, ST
14. Tanggapan Narasumber : 1. PTSL dilakukan secara simultan ditemukan bidang-bidang
bermasalah. 2. Penambahan dan pembenahan dilakukan melalui PTSL. 3. Empat kategori PTSL, semua bidang terdata. Khusus K4
untuk pendataan sengketa. 4. FFP (Fit for Purpose) untuk PTSL lebih tepat, akurasi
lokasi lebih dikedepankan dengan partisipasi masyarakat
Ir. Raden Muhammad Adi Darmawan, M.Eng.Sc
SESI II
15. Pemaparan Penyaji 3 : “REFORMASI SKP-KKPWEB dan KOMISI KHUSUS” sebagai alternatif penyelesaian sengketa konflik dalam Momentum PTSL
Dinar W. Wardhani
16. Pemaparan Penyaji 4 : Analisis Pemetaan Pola Spasial Nilai NJOP pada lokasi Prona-PTSL
Catur Kuat Purnomo
17. Pemaparan Penyaji 5 : Sistem Proyeksi Distorsi Minimum untuk Mensukseskan Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap
Dr. Cecep Subarya, M.SurvSc
18. Tanggapan Narasumber untuk Penyaji 3: 1. IT KKP dan SKP web lebih cocok dengan optimalisasi
untuk menjamin kepastian hukum dan hak PTSL. 2. Selama ini pelayanan pertanahan terpisah, seharusnya bisa
di integrasikan melalui PTSL. 3. Pra dan Pelaksanaan PTSL dengan memulai mulai K4
(Sudah bersertipikat), selama pengukuran ada K2. 4. Mendorong SKP Kantah untuk entry K4. 5. Jika K4 dan K2 sudah benar, maka potensi permasalahan di
masa mendatang bisa diantisipasi. 6. Pembentukan komisi berpotensi redundant.
Ir. Raden Muhammad Adi Darmawan, M.Eng.Sc
Tanggapan Narasumber untuk Penyaji 4: 1. Penentuan lokasi terkait ketersediaan peta dasar. 2. NJOP kurang terkait dengan prona, karena pertimbangan
penentuannya berbeda Tanggapan Narasumber untuk Penyaji 5: 1. Apakah penggunaa SPDM mendukung penyelesaian PTSL? 2. Kompleksitas permasalahan meningkat dengan perbaikan
proyeksi? 19. Tanggapan Narasumber untuk Penyaji 3:
1. Penyelesaian atau pencegahan? 2. Dari mana langkah awal dua sistem yang sudah berjalan?
Dr. Ir. Irawan Sumarto, M.Sc
113
ProsidingPendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dalam Rangka Modernisasi Administrasi Pertanahan di Indonesia
NOTULEN
Pusat Penelitian &
Pengembangan FORUM ILMIAH
“PTSL DALAM RANGKA MODERNISASI ADMINITASI PERTANAHAAN DI INDONESIA”
SUBTEMA : TEKNOLOGI
12. 1. Semua penggunaan alat ada kelebihan dan kekurangannya. 2. Melalui riset penggunaan alat disesuaikan dengan kondisi
lapangan. 3. Juknis pengukuran dan pemetaan untuk pendaftaran tanah
perlu disesuaikan.
Ir. Eko Budi Wahyono, M.Si
13.
1. Di masa depan BPN akan menghadapi sengketa yang memerlukan teknologi 3 dimensi.
Ketut Tomy Suhari, ST
14. Tanggapan Narasumber : 1. PTSL dilakukan secara simultan ditemukan bidang-bidang
bermasalah. 2. Penambahan dan pembenahan dilakukan melalui PTSL. 3. Empat kategori PTSL, semua bidang terdata. Khusus K4
untuk pendataan sengketa. 4. FFP (Fit for Purpose) untuk PTSL lebih tepat, akurasi
lokasi lebih dikedepankan dengan partisipasi masyarakat
Ir. Raden Muhammad Adi Darmawan, M.Eng.Sc
SESI II
15. Pemaparan Penyaji 3 : “REFORMASI SKP-KKPWEB dan KOMISI KHUSUS” sebagai alternatif penyelesaian sengketa konflik dalam Momentum PTSL
Dinar W. Wardhani
16. Pemaparan Penyaji 4 : Analisis Pemetaan Pola Spasial Nilai NJOP pada lokasi Prona-PTSL
Catur Kuat Purnomo
17. Pemaparan Penyaji 5 : Sistem Proyeksi Distorsi Minimum untuk Mensukseskan Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap
Dr. Cecep Subarya, M.SurvSc
18. Tanggapan Narasumber untuk Penyaji 3: 1. IT KKP dan SKP web lebih cocok dengan optimalisasi
untuk menjamin kepastian hukum dan hak PTSL. 2. Selama ini pelayanan pertanahan terpisah, seharusnya bisa
di integrasikan melalui PTSL. 3. Pra dan Pelaksanaan PTSL dengan memulai mulai K4
(Sudah bersertipikat), selama pengukuran ada K2. 4. Mendorong SKP Kantah untuk entry K4. 5. Jika K4 dan K2 sudah benar, maka potensi permasalahan di
masa mendatang bisa diantisipasi. 6. Pembentukan komisi berpotensi redundant.
Ir. Raden Muhammad Adi Darmawan, M.Eng.Sc
Tanggapan Narasumber untuk Penyaji 4: 1. Penentuan lokasi terkait ketersediaan peta dasar. 2. NJOP kurang terkait dengan prona, karena pertimbangan
penentuannya berbeda Tanggapan Narasumber untuk Penyaji 5: 1. Apakah penggunaa SPDM mendukung penyelesaian PTSL? 2. Kompleksitas permasalahan meningkat dengan perbaikan
proyeksi? 19. Tanggapan Narasumber untuk Penyaji 3:
1. Penyelesaian atau pencegahan? 2. Dari mana langkah awal dua sistem yang sudah berjalan?
Dr. Ir. Irawan Sumarto, M.Sc
NOTULEN
Pusat Penelitian &
Pengembangan FORUM ILMIAH
“PTSL DALAM RANGKA MODERNISASI ADMINITASI PERTANAHAAN DI INDONESIA”
SUBTEMA : TEKNOLOGI
3. Bagaimana usulan apakah peta harus sama? Karena beda sistem
Tanggapan Narasumber untuk Penyaji 4: 1. Prioritas apa dasarnya? 2. Mengapa dasarnya NJOP? 3. NJOP besar atau kecil yang menjadi prioritas awal, karena
BPN sudah menggunakan ZNT. 4. Hasil uji bahwa yang gelap di ujung selatan dan utara,
bagaimana aplikatifnya? Tanggapan Narasumber untuk Penyaji 4: Rekonstruksi di BPN harus sesuai dengan hasil pengukuran dan harus diplotkan di SPDN, dengan sebelumnya ada 20 juta titik yang sudah diukur. Apa saran untuk menuju ideal. Karena BPN adalah IGT-nya (20 juta titik)
20. Jawaban Penyaji 3: 1. konflik tidak akan terjadi bila terjadi optimalisasi, di
daerah lebih mengoptimalkan K1. 2. Tools untuk mencegah --> SKP-KKPWEB 3. Tools untuk menyelesaikan --> komisi khusus 4. SKP-KKPWeb sudah disediakan Pusdatin, sehingga bisa
dioptimalkan 5. Petanya sudah satu berdasarkan peta pendaftaran di KKP-
lokasi bisa dilakukan melalui regresi spasial. 2. Lokasi spesifik dengan penentuan melalui analisis spasial
dengan variabel NJOP, diharapkan meningkatkan keberhasilan PTSL.
3. Spatial Error dan Spatial Lack Analysis menghasilkan data peta prioritas.
Catur Kuat Purnomo
22. Jawaban Penyaji 5: 1. Sistem koordinat SPDM merupakan pilihan. 2. IGD (Informasi Geospasial Dasar) yang dimaksud BIG dan
BPN berbeda. 3. BPN membuat IGT ( Informasi Geospasial Tematik) . 4. Perbedaan sistem proyeksi meninggalkan permasalahan
untuk NSDI. 5. Jika sudah selesai pengukuran PTSL nasional metadata
perlu dipelihara. 6. Contohlah penyimpanan metadata di USGS yang sangat
detil dari waktu, surveyor, data asli. 7. Drone untuk survei memerlukan spesifikasi tinggi yang
harganya mahal. 8. Ketersedian peta dasar pendaftaran yang berproyeksi
berbeda meninggalkan masalah di masa depan.
Dr. Cecep Subarya, M.SurvSc
23. Tanggapan pada Penyaji 3, 4, dan 5 : 1. Pemahaman PTSL di tingkat lapangan berlainan
Loso Judijanto, S.Si., M.M., M.Stats.
114
Pusat Penelitian dan PengembanganKementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
NOTULEN
Pusat Penelitian &
Pengembangan FORUM ILMIAH
“PTSL DALAM RANGKA MODERNISASI ADMINITASI PERTANAHAAN DI INDONESIA”
SUBTEMA : TEKNOLOGI
menanggapi penyaji 4. 2. Selain ini itu interpretasi regresi dengan variabel yang
sudah ditranformasi ke skala logaritma perlu diperbaiki. 3. Konsep PTSL tidak dipahami seragam di tingkat pelaksana. 4. Model Spatial Lack dan Spatial Error kurang bagus untuk
penentuan lokasi secara statistik. 5. Peningkatan perolehan NJOP tidak tetap, karena log
dengan log, bukan antar variabel. 6. Signifikasi level tunggal untuk pengambilan kesimpulan
perlu dilakukan. 7. Perlu adanya peer review untuk menghidari kesalahan
elementer dalam makalah. 24. Penutup Moderator
1. Pemahaman pelaksanaan PTSL yang terdiri dari empat kluster, bukan hanya sertifikasi di tingkat pelaksana perlu diseragamkan.
2. Perbaikan metode statistik diperlukan. Walaupun secara indikatif, peta NJOP yang telah lengkap dapat dijadikan referensi.
3. Metadata pengukuran perlu disimpan dengan baik untuk dapat dimanfaatkan, walaupun penggunaan metode dan teknologi berbeda di masa mendatang.
Ir. Andry Novijandri
Jakarta, 21 November 2017
Notulis
115
ProsidingPendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dalam Rangka Modernisasi Administrasi Pertanahan di Indonesia
NOTULEN
Pusat Penelitian &
Pengembangan FORUM ILMIAH
“PTSL DALAM RANGKA MODERNISASI ADMINITASI PERTANAHAAN DI INDONESIA”
SUBTEMA : TEKNOLOGI
menanggapi penyaji 4. 2. Selain ini itu interpretasi regresi dengan variabel yang
sudah ditranformasi ke skala logaritma perlu diperbaiki. 3. Konsep PTSL tidak dipahami seragam di tingkat pelaksana. 4. Model Spatial Lack dan Spatial Error kurang bagus untuk
penentuan lokasi secara statistik. 5. Peningkatan perolehan NJOP tidak tetap, karena log
dengan log, bukan antar variabel. 6. Signifikasi level tunggal untuk pengambilan kesimpulan
perlu dilakukan. 7. Perlu adanya peer review untuk menghidari kesalahan
elementer dalam makalah. 24. Penutup Moderator
1. Pemahaman pelaksanaan PTSL yang terdiri dari empat kluster, bukan hanya sertifikasi di tingkat pelaksana perlu diseragamkan.
2. Perbaikan metode statistik diperlukan. Walaupun secara indikatif, peta NJOP yang telah lengkap dapat dijadikan referensi.
3. Metadata pengukuran perlu disimpan dengan baik untuk dapat dimanfaatkan, walaupun penggunaan metode dan teknologi berbeda di masa mendatang.
Ir. Andry Novijandri
Jakarta, 21 November 2017
Notulis
MAKALAHSubtema:
Hukum dan Manajemen
116
Pusat Penelitian dan PengembanganKementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
PROBLEMATIKA PELAKSANAAN PENDAFTARAN SISTEMATIK LENGKAP DAN ALTERNATIF PENYELESAIANNYA
3. Menjelaskan kendala dan solusi dalam pelaksanaan “Tatamu Pade”
4. Mendeskripsikan dampak pelayanan pendaftaran tanah terhadap akses
modal usaha masyarakat di pasar desa Kabupaten Banjar
1.4. Manfaat Penulisan 1. Bagi pemerintah: hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
masukan atau bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan yang
berkaitan dengan dampak pendaftaran tanah terhadap sosial ekonomi
masyarakat di Kabupaten Banjar sehingga tidak terjadi ketimpangan
dalam hak kepemilikan hanya pada pemilik modal besar. Oleh karena itu
diharapkan Pendaftaran Tanah baik secara sistematis (PTSL) maupun
sporadis ini dapat menjadi ujung tombak dalam pelaksanaan reforma
agraria.
2. Bagi masyarakat: Tanah tidak hanya dianggap sebagai komoditi yang
memiliki nilai ekonomi tetapi juga harus dipenuhi hakikatnya sebagai
sumberdaya yang harus dijaga keberlanjutannya untuk masa yang akan
datang.
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendaftaran Tanah
Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi
pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data
fisik dan yuridis dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah
dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian sertipikat sebagai surat
tanda bukti haknya bagi bidang bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak
milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
(Boedi Harsono: Hal. 474, 2005).
Pendaftaran tanah adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
pemerintah untuk mengumpulkan data fisik dan data yuridis dari bidang-bidang
tanah yang akan didaftar. Sehingga dikatakan bahwa pendaftaran tanah
merupakan proses administrasi yang merupakan kewenangan dari Kantor
Pertanahan untuk menghasilkan sebuah sertipikat sebagai suatu tanda bukti hak
kepemilikan atas sebidang tanah (Silviana, 1997).
Seperti dikemukakan oleh Boedi Harsono, pendaftaran tanah sistematik
adalah: "Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara
serentak yang meliputi semua objek pendaftaran tanah yang belum didaftar
142
Pusat Penelitian dan PengembanganKementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan. Pelaksanaan
pendaftaran tanah sistematik dalam implementasinya sering mengaitkan dengan
istilah Ajudikasi, yang mempunyai pengertian kegiatan dan proses dalam rangka
pendaftaran tanah untuk pertama kali secara sistematik, berupa pengumpulan
dan pemastian kebenaran data fisik dan yuridis mengenai sebidang tanah atau
lebih untuk keperluan pendaftarannya. Selanjutnya dikemukakan oleh Boedi
Harsono, yang dimaksud ajudikasi adalah: Kegiatan yang dilaksanakan dalam
rangka proses pendaftaran tanah untuk pertama kali, meliputi pengumpulan dan
penetapan kebenaran data fisik dan data yuridis mengenai satu atau beberapa
obyek pendaftaran tanah untuk keperluan pendaftarannya.
Sasaran pembangunan di bidang pertanahan yaitu terwujudnya tertib
pertanahan, seperti tertuang dalam Keputusan Presiden No. 7 tahun 1979 yang
menghendaki terciptanya tertib pertanahan (Catur Tertib Pertanahan) yang
meliputi: Tertib Hukum Pertanahan, Tertib Administrasi Pertanahan, Tertib
Penggunaan Tanah, dan Tertib Pemeliharaan Tanah dan Lingkungan Hidup.
1. Tertib Hukum Pertanahan
Tersedianya perangkat peraturan perundang-undangan yang dilaksanakan
secara efektif agar semua pihak yang menguasai dan menggunakan tanah
mempunyai hubungan hukum yang sah dengan tanah yang bersangkutan.
2. Tertib Administrasi Pertanahan
Merupakan keadaan di mana untuk setiap bidang telah tersedia aspek-aspek
ukuran fisik, penguasaan penggunaan, jenis hak dan kepastian hukumnya
yang dikelola dalam sistem informasi pertanahan lengkap. Selain hal
tersebut terdapat mekanisme prosedur, tata kerja pelayanan di bidang
pertanahan yang sederhana, cepat dan massal yang dilaksanakan secara
tertib dan konsisten (Chomzah, 2004).
3. Tertib Penggunaan Tanah
Tanah telah digunakan secara optimal, serasi dan seimbang sesuai dengan
potensinya, guna berbagai kegiatan kehidupan dan penghidupan yang
diperlukan untuk menunjang terwujudnya tujuan nasional, serta tidak
terdapat benturan kepentingan antar sektor dalam peruntukan penggunaan
tanah. Oleh karena itu, pelaksanaan UU No. 24 Tahun 1992 tentang Tata
Ruang, dalam rangka pemberian aspek tata guna tanah, baik dalam
pemberian izin lokasi maupun dalam proses pemberian hak atas tanah,
harus disesuaikan dengan rencana tata ruang dan aspek lingkungan hidup
143
ProsidingPendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dalam Rangka Modernisasi Administrasi Pertanahan di Indonesia
dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan. Pelaksanaan
pendaftaran tanah sistematik dalam implementasinya sering mengaitkan dengan
istilah Ajudikasi, yang mempunyai pengertian kegiatan dan proses dalam rangka
pendaftaran tanah untuk pertama kali secara sistematik, berupa pengumpulan
dan pemastian kebenaran data fisik dan yuridis mengenai sebidang tanah atau
lebih untuk keperluan pendaftarannya. Selanjutnya dikemukakan oleh Boedi
Harsono, yang dimaksud ajudikasi adalah: Kegiatan yang dilaksanakan dalam
rangka proses pendaftaran tanah untuk pertama kali, meliputi pengumpulan dan
penetapan kebenaran data fisik dan data yuridis mengenai satu atau beberapa
obyek pendaftaran tanah untuk keperluan pendaftarannya.
Sasaran pembangunan di bidang pertanahan yaitu terwujudnya tertib
pertanahan, seperti tertuang dalam Keputusan Presiden No. 7 tahun 1979 yang
menghendaki terciptanya tertib pertanahan (Catur Tertib Pertanahan) yang
meliputi: Tertib Hukum Pertanahan, Tertib Administrasi Pertanahan, Tertib
Penggunaan Tanah, dan Tertib Pemeliharaan Tanah dan Lingkungan Hidup.
1. Tertib Hukum Pertanahan
Tersedianya perangkat peraturan perundang-undangan yang dilaksanakan
secara efektif agar semua pihak yang menguasai dan menggunakan tanah
mempunyai hubungan hukum yang sah dengan tanah yang bersangkutan.
2. Tertib Administrasi Pertanahan
Merupakan keadaan di mana untuk setiap bidang telah tersedia aspek-aspek
ukuran fisik, penguasaan penggunaan, jenis hak dan kepastian hukumnya
yang dikelola dalam sistem informasi pertanahan lengkap. Selain hal
tersebut terdapat mekanisme prosedur, tata kerja pelayanan di bidang
pertanahan yang sederhana, cepat dan massal yang dilaksanakan secara
tertib dan konsisten (Chomzah, 2004).
3. Tertib Penggunaan Tanah
Tanah telah digunakan secara optimal, serasi dan seimbang sesuai dengan
potensinya, guna berbagai kegiatan kehidupan dan penghidupan yang
diperlukan untuk menunjang terwujudnya tujuan nasional, serta tidak
terdapat benturan kepentingan antar sektor dalam peruntukan penggunaan
tanah. Oleh karena itu, pelaksanaan UU No. 24 Tahun 1992 tentang Tata
Ruang, dalam rangka pemberian aspek tata guna tanah, baik dalam
pemberian izin lokasi maupun dalam proses pemberian hak atas tanah,
harus disesuaikan dengan rencana tata ruang dan aspek lingkungan hidup
agar pemanfaatannya tidak mengakibatkan terjadinya kerusakan tanah dan
sumber daya alam lainnya.
4. Tertib Pemeliharaan dan Lingkungan Hidup
Merupakan keadaan di mana penanganan bidang pertanahan telah dapat
menunjang kelestarian hidup dan terwujudnya pembangunan berkelanjutan
bernuansa lingkungan.
Menurut Pasal 9 PP No. 24 Tahun 1997, objek pendaftaran tanah meliputi:
a. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak
guna bangunan dan hak pakai;
b. Tanah hak pengelolaan;
c. Tanah wakaf;
d. Hak milik atas satuan rumah susun;
e. Hak tanggungan;
f. Tanah negara (Boedi Harsono 1999: 476).
Tanah negara sebagai objek pendaftaran tanah, pendaftarannya dilakukan
dengan cara membukukan bidang tanah yang merupakan tanah negara dalam
daftar tanah. Daftar tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat
identitas bidang tanah dengan suatu sistem penomoran. Untuk tanah negara
tidak disediakan buku tanah dan oleh karenanya di atas tanah negara tidak
diterbitkan sertipikat (Urip Santoso 2010: 30).
Dalam aturan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun
1997 Pasal 3 pendaftaran tanah bertujuan :
a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada
pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak
lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai
pemegang hak yang bersangkutan.
b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan
termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang
diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang
tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar.
c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
Tujuan memberikan jaminan kepastian hukum merupakan tujuan utama
dalam pendaftaran tanah sebagaimana yang ditetapkan oleh Pasal 19 UUPA,
maka memperoleh sertipikat, bukan sekedar fasilitas melainkan merupakan hak
144
Pusat Penelitian dan PengembanganKementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
pemegang hak atas tanah yang dijamin oleh Undang-undang (Boedi Harsono
1999: 472).
Adapun fungsi pendaftaran tanah menurut Prakoso dan Purwoto (1985:22)
disebutkan bahwa: Dengan diselenggarakan pendaftaran tanahnya adalah untuk
memperoleh alat pembuktian yang kuat tentang adanya perbuatan hukum
mengenai tanah. Alat bukti dimaksud adalah sertipikat yang di dalamnya
disebutkan adanya perbuatan hukum dan nama pemiliknya sekarang ialah
menerima atau yang memperoleh peralihan haknya.
2.2. Modal Usaha Pengertian modal usaha menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam
Listyawan Ardi Nugraha (2011:9) “modal usaha adalah uang yang dipakai
sebagai pokok (induk) untuk berdagang, melepas uang, dan sebagainya; harta
benda (uang, barang, dan sebagainya) yang dapat dipergunakan untuk
menghasilkan sesuatu yang menambah kekayaan”.
Modal dalam pengertian ini dapat diinterpretasikan sebagai sejumlah uang
yang digunakan dalam menjalankan kegiatan-kegiatan bisnis. Banyak kalangan
yang memandang bahwa modal uang bukanlah segala-galanya dalam sebuah
bisnis. Namun perlu dipahami bahwa uang dalam sebuah usaha sangat
diperlukan. Yang menjadi persoalan di sini bukanlah penting tidaknya modal,
karena keberadaannya memang sangat diperlukan, akan tetapi bagaimana
mengelola modal secara optimal sehingga bisnis yang dijalankan dapat berjalan
lancar (Amirullah, 2005:7).
Tambahan modal kerja yang diperlukan pelaku usaha tersebut dapat
diperoleh dari pinjaman/kredit. UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan UU
Nomor 7 tahun 1992, pasal 1 ayat 11, kredit adalah penyediaan uang atau
tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan tujuan atau
kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
pemberian bunga.
Kasmir (2003) kredit dapat digolongkan di antaranya berdasarkan.
1. Segi kegunaan kredit
a. Kredit investasi. Merupakan kredit yang digunakan untuk keperluan
perluasan usaha atau membangun pabrik baru.
145
ProsidingPendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dalam Rangka Modernisasi Administrasi Pertanahan di Indonesia
pemegang hak atas tanah yang dijamin oleh Undang-undang (Boedi Harsono
1999: 472).
Adapun fungsi pendaftaran tanah menurut Prakoso dan Purwoto (1985:22)
disebutkan bahwa: Dengan diselenggarakan pendaftaran tanahnya adalah untuk
memperoleh alat pembuktian yang kuat tentang adanya perbuatan hukum
mengenai tanah. Alat bukti dimaksud adalah sertipikat yang di dalamnya
disebutkan adanya perbuatan hukum dan nama pemiliknya sekarang ialah
menerima atau yang memperoleh peralihan haknya.
2.2. Modal Usaha Pengertian modal usaha menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam
Listyawan Ardi Nugraha (2011:9) “modal usaha adalah uang yang dipakai
sebagai pokok (induk) untuk berdagang, melepas uang, dan sebagainya; harta
benda (uang, barang, dan sebagainya) yang dapat dipergunakan untuk
menghasilkan sesuatu yang menambah kekayaan”.
Modal dalam pengertian ini dapat diinterpretasikan sebagai sejumlah uang
yang digunakan dalam menjalankan kegiatan-kegiatan bisnis. Banyak kalangan
yang memandang bahwa modal uang bukanlah segala-galanya dalam sebuah
bisnis. Namun perlu dipahami bahwa uang dalam sebuah usaha sangat
diperlukan. Yang menjadi persoalan di sini bukanlah penting tidaknya modal,
karena keberadaannya memang sangat diperlukan, akan tetapi bagaimana
mengelola modal secara optimal sehingga bisnis yang dijalankan dapat berjalan
lancar (Amirullah, 2005:7).
Tambahan modal kerja yang diperlukan pelaku usaha tersebut dapat
diperoleh dari pinjaman/kredit. UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan UU
Nomor 7 tahun 1992, pasal 1 ayat 11, kredit adalah penyediaan uang atau
tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan tujuan atau
kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
pemberian bunga.
Kasmir (2003) kredit dapat digolongkan di antaranya berdasarkan.
1. Segi kegunaan kredit
a. Kredit investasi. Merupakan kredit yang digunakan untuk keperluan
perluasan usaha atau membangun pabrik baru.
b. Kredit modal kerja. Kredit yang dipergunakan untuk membiayai
kebutuhan modal kerja suatu perusahaan yang pada umumnya
berjangka waktu pendek,maksimal satu tahun
2. Dilihat dari segi tujuan kredit.
a. Kredit produktif
b. Kredit konsumtif
c. Kredit perdagangan 2.3. Reforma Agraria
Reformasi agraria adalah suatu istilah yang dapat merujuk kepada dua hal.
Secara sempit istilah tersebut merujuk pada distribusi ulang (redistribusi) lahan
pertanian atas prakarsa atau dukungan pemerintah (lihat reformasi pertanahan
(land reform)); sedangkan secara luas istilah tersebut merujuk pada peralihan
sistem agraria suatu negara secara keseluruhan, yang sering kali juga meliputi
reformasi pertanahan.
Pada hakekatnya, tujuan dilaksanakannya reformasi agraria adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan kaum tani miskin sehingga reformasi agraria dapat
berperan sebagai akses reform dan aset reform. Jika secara aset reform, reforma
agraria hanya dipahami sebagai kebijakan untuk redistribusi tanah, tetapi secara
akses reform juga berfungsi sebagai proses yang lebih luas seperti akses ke
sumber daya alam, keuangan/modal, teknologi, pasar barang dan tenaga kerja,
dan juga distribusi kekuatan politik (Arisaputra, 2016). Pemerataan penguasaan
tanah di pedesaan sebagai hasil dari reformasi agraria akan menghasilkan
peningkatan kesejahteraan warga desa. Reforma agraria memainkan peran
penting dalam perang melawan kemiskinan pedesaan. Sasaran utama reforma
agraria adalah terciptanya keadilan sosial yang ditandai dengan adanya keadilan
agraria.
Pada implementasinya, redistribusi tanah baru mencapai 1 persen dari target
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN)
dan 13.000 ha dengan skema pengakuan hutan adat oleh Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Pemerintah melaporkan telah melakukan redistribusi tanah sekitar 4,2 %
dari target. Lambatnya proses pelaksanaan akibat ketiadaan visi reforma agraria
dan lemahnya inisiatif Kementerian ATR/BPN memimpin, mengoordinasikan
kementerian lain, dan kelompok masyarakat sipil rencana pelaksanaan reforma
146
Pusat Penelitian dan PengembanganKementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
agraria. Ini menyebabkan kerangka regulasi operasional reforma agraria yang
hendak dijalankan pemerintah belum optimal (Kompas, edisi 16/02/2017).
3. METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian Penelitian lapangan (fieldwork) ini dilakukan secara kualitatif. Cara yang
digunakan untuk memperoleh data dengan metode kualitatif yaitu melalui
wawancara. Pengambilan sampel responden dilakukan dengan purposive
sampling.
3.2. Lokasi Dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan.
Penelitian dilaksanakan selama satu tahun anggaran pada bulan Januari sampai
dengan Desember 2016.
3.3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data kualitatif dengan catatan harian. Data yang
diperoleh dapat berupa data primer dan data sekunder. Data primer didapat
melalui wawancara mendalam kepada informan dan responden, dan
pengamatan berperan serta terbatas. Data sekunder didapat dengan studi
dokumen yaitu menguatkan dan melengkapi terhadap data-data yang di dapat
melalui wawancara dan pengamatan berperan serta terbatas. Pilihan informan
dilakukan dengan cara sengaja (purposive).
3.4. Teknik Analisis Data Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif dengan mereduksi data.
Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan secara sistematis dan
akurat mengenai fakta-fakta dari fenomena yang diteliti. Pereduksian data-data
yang diperoleh disesuaikan dengan kebutuhan penelitian. Data primer dan
sekunder yang diperoleh di lapangan direduksi yaitu dengan penyederhanaan
data yang didapat dalam penelitian. Penyederhanaan data dilakukan untuk
menajamkan, menggolongkan dan mengarahkan data yang sesuai dengan yang
diperlukan dalam penelitian. Data yang dikumpulkan melalui survai akan dientri
ke dalam program Microsoft Excel. Data diolah dan dianalisis untuk mengetahui
keadaan masyarakat sebelum dan sesudahnya adanya program pendaftaran
tanah.
147
ProsidingPendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dalam Rangka Modernisasi Administrasi Pertanahan di Indonesia
agraria. Ini menyebabkan kerangka regulasi operasional reforma agraria yang
hendak dijalankan pemerintah belum optimal (Kompas, edisi 16/02/2017).
3. METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian Penelitian lapangan (fieldwork) ini dilakukan secara kualitatif. Cara yang
digunakan untuk memperoleh data dengan metode kualitatif yaitu melalui
wawancara. Pengambilan sampel responden dilakukan dengan purposive
sampling.
3.2. Lokasi Dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan.
Penelitian dilaksanakan selama satu tahun anggaran pada bulan Januari sampai
dengan Desember 2016.
3.3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data kualitatif dengan catatan harian. Data yang
diperoleh dapat berupa data primer dan data sekunder. Data primer didapat
melalui wawancara mendalam kepada informan dan responden, dan
pengamatan berperan serta terbatas. Data sekunder didapat dengan studi
dokumen yaitu menguatkan dan melengkapi terhadap data-data yang di dapat
melalui wawancara dan pengamatan berperan serta terbatas. Pilihan informan
dilakukan dengan cara sengaja (purposive).
3.4. Teknik Analisis Data Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif dengan mereduksi data.
Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan secara sistematis dan
akurat mengenai fakta-fakta dari fenomena yang diteliti. Pereduksian data-data
yang diperoleh disesuaikan dengan kebutuhan penelitian. Data primer dan
sekunder yang diperoleh di lapangan direduksi yaitu dengan penyederhanaan
data yang didapat dalam penelitian. Penyederhanaan data dilakukan untuk
menajamkan, menggolongkan dan mengarahkan data yang sesuai dengan yang
diperlukan dalam penelitian. Data yang dikumpulkan melalui survai akan dientri
ke dalam program Microsoft Excel. Data diolah dan dianalisis untuk mengetahui
keadaan masyarakat sebelum dan sesudahnya adanya program pendaftaran
tanah.
4. PEMBAHASAN 4.1. Layanan Tatamu Pade
Layanan Tatamu Pade merupakan salah satu inovasi layanan pertanahan
berupa kegiatan pendaftaran tanah pertama kali bagi segenap lapisan
masyarakat terutama bagi golongan ekonomi lemah dan pelaku ekonomi
produktif di pasar desa. “Tatamu Pade” secara harfiah dapat diartikan bertemu
dengan paman yang biasanya identik dengan memberikan uang kepada
kemenakan. Namun, Tatamu Pade ini merupakan akronim dari Sertipikasi Tanah
sebagai Modal Usaha di Pasar Desa. Pendekatan Layanan Tatamu Pade ini
menghubungkan antara ATR/BPN, pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah
(UMKM) dan perbankan sehingga terbuka aksesnya terhadap modal, teknologi
dan pasar. Layanan ini memadukan fungsi ATR/BPN, Perbankan dan Satuan
Kerja Teknis Pemerintah Daerah (SKPD) ke dalam satu tim pelaksana dengan
Leading sector nya adalah ATR/BPN. Tim akan menelusuri dan menjaring target
di Pasar Desa. Penekanan pada Pasar Desa ini perlu dilakukan untuk menjamin
ketepatan target, bahwa target benar-benar pelaku UMKM yang mempunyai
tanah tetapi masih belum bersertipikat.
Target pelaku UMKM yang belum bersertipikat akan dilakukan kegiatan
sertipikasi tanah melalui kegiatan legalisasi aset (Prona) yang dibiayai oleh
APBN dan dihubungkan dengan perbankan serta dibina oleh instansi teknis.
Inovasi kreatif yang ditawarkan mengacu pada sasaran pelaku pasar untuk
meningkatkan usaha sektor riil. Pelaku UMKM masih berkutat dengan masalah
klasik, yakni kerap dinilai tidak mampu memenuhi syarat perbankan (bankable).
Padahal, secara prospek, banyak UKMM memiliki usaha yang layak untuk
diberikan akses perbankan (feasible). Akibatnya, tidak semua UMKM mampu
mengakses kredit usaha rakyat (KUR). Padahal, KUR diperuntukkan kepada
masyakarat kecil, termasuk para pelaku UMKM.
Selama ini kegiatan legalisasi aset yang dibiayai oleh Pemerintah
khususnya Prona kurang mengandung unsur pemberdayaan masyarakat pelaku
Usaha Mikro dan Kecil. Kita ketahui bahwa target legalisasi aset Prona adalah
masyarakat ekonomi lemah secara keseluruhan dan dilaksanakan kurang
terhubung dengan kegiatan pasca legalisasi aset. Dengan Layanan Tatamu
Pade ini sertipikasi Hak Atas Tanah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
upaya pemberdayaan masyarakat khususnya masyarakat Usaha Mikro dan
Kecil. Dipastikan bahwa biaya yang dikeluarkan Pemerintah dalam rangka
148
Pusat Penelitian dan PengembanganKementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
legalisasi aset menjadi pemicu munculnya pelaku ekonomi mikro dan kecil, serta
memicu mobilisasi pengusaha mikro dan kecil menjadi pengusaha menengah.
Langkah-langkah yang akan dilaksanakan di antaranya dengan
membangun kebersamaan dengan pemangku kepentingan (stake holder),
sosialisasi kepada masyarakat di Pasar Desa, penentuan target, pelaksanaan,
serta evaluasi dan pelaporan. Sehingga manfaat inovasi yang diperoleh dari
layanan ini yaitu terbangunnya sinergi antar lembaga pemerintah, percepatan
pendaftaran Hak Atas Tanah, biaya yang dikeluarkan pemerintah memiliki
multiplier effect, tersedianya akses masyarakat terhadap modal teknologi dan
pasar, munculnya pengusaha ekonomi mikro dan kecil, berkembangnya
pengusaha ekonomi mikro dan kecil menjadi pengusaha ekonomi menengah
serta terbangunnya ekonomi pedesaan.
Sebagai layanan inovasi, Tatamu Pade harus memiliki nilai pembeda
dengan layanan yang sudah ada. Jika prona hanya menyasar masyarakat
kalangan tidak mampu untuk memiliki sertipikat. Maka, layanan Tatamu Pade
terdapat dua output konkrit dari pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka
meningkatkan akses reform sertipikat tanah sebagai modal usaha di pasar desa.
1. Sertipikat hak milik digunakan untuk jaminan kepastian hukum dan tanda
bukti kepemilikan asset tanah milik masyarakat. Masyarakat yang sudah
memiliki sertipikat tanah dapat mengakses layanan modal usaha ke BRI
Cabang Martapura dan Unit – unit di wilayah Kabupaten Banjar.
2. Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebagai modal usaha bagi masyarakat desa
terkumpul sebanyak 180 bidang tanah dengan nilai total pinjaman di BRI
sebesar Rp6.286.700.000,00 (enam milyar dua ratus delapan puluh enam
juta tujuh ratus ribu rupiah).
4.2. Pelaksanaan Layanan Pendaftaran Tanah “Tatamu Pade” di Pasar Desa Pelaksanaan layanan pendaftaran tanah di pasar desa sebagai modal
usaha terdiri atas tiga tahapan, yaitu:
1) Pra sertipikasi hak atas tanah
a. Menjaring dan menyeleksi pelaku usaha/calon penerima Kredit Usaha
Rakyat (KUR) yang diakukan oleh BRI Cabang Martapura dan unit -
unitnya.
149
ProsidingPendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dalam Rangka Modernisasi Administrasi Pertanahan di Indonesia
legalisasi aset menjadi pemicu munculnya pelaku ekonomi mikro dan kecil, serta
memicu mobilisasi pengusaha mikro dan kecil menjadi pengusaha menengah.
Langkah-langkah yang akan dilaksanakan di antaranya dengan
membangun kebersamaan dengan pemangku kepentingan (stake holder),
sosialisasi kepada masyarakat di Pasar Desa, penentuan target, pelaksanaan,
serta evaluasi dan pelaporan. Sehingga manfaat inovasi yang diperoleh dari
layanan ini yaitu terbangunnya sinergi antar lembaga pemerintah, percepatan
pendaftaran Hak Atas Tanah, biaya yang dikeluarkan pemerintah memiliki
multiplier effect, tersedianya akses masyarakat terhadap modal teknologi dan
pasar, munculnya pengusaha ekonomi mikro dan kecil, berkembangnya
pengusaha ekonomi mikro dan kecil menjadi pengusaha ekonomi menengah
serta terbangunnya ekonomi pedesaan.
Sebagai layanan inovasi, Tatamu Pade harus memiliki nilai pembeda
dengan layanan yang sudah ada. Jika prona hanya menyasar masyarakat
kalangan tidak mampu untuk memiliki sertipikat. Maka, layanan Tatamu Pade
terdapat dua output konkrit dari pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka
meningkatkan akses reform sertipikat tanah sebagai modal usaha di pasar desa.
1. Sertipikat hak milik digunakan untuk jaminan kepastian hukum dan tanda
bukti kepemilikan asset tanah milik masyarakat. Masyarakat yang sudah
memiliki sertipikat tanah dapat mengakses layanan modal usaha ke BRI
Cabang Martapura dan Unit – unit di wilayah Kabupaten Banjar.
2. Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebagai modal usaha bagi masyarakat desa
terkumpul sebanyak 180 bidang tanah dengan nilai total pinjaman di BRI
sebesar Rp6.286.700.000,00 (enam milyar dua ratus delapan puluh enam
juta tujuh ratus ribu rupiah).
4.2. Pelaksanaan Layanan Pendaftaran Tanah “Tatamu Pade” di Pasar Desa Pelaksanaan layanan pendaftaran tanah di pasar desa sebagai modal
usaha terdiri atas tiga tahapan, yaitu:
1) Pra sertipikasi hak atas tanah
a. Menjaring dan menyeleksi pelaku usaha/calon penerima Kredit Usaha
Rakyat (KUR) yang diakukan oleh BRI Cabang Martapura dan unit -
unitnya.
b. Hasil penjaringan dan seleksi penerima KUR disampaikan kepada Kantor
Pertanahan Kabupaten Banjar untuk ditetapkan sebagai peserta program
sertipikasi tanah.
KUR BRI terdiri dari KUR Mikro, KUR Ritel, dan KUR TKI dengan plafon
pinjaman sebagai berikut:
a. KUR Mikro: kredit modal kerja/investasi dengan plafon s.d Rp 25
juta/debitur;
b. KUR Ritel: kredit modal kerja/investasi kepada debitur yang memiliki
usaha produktif dan layak dengan plafon > Rp 25 juta s.d Rp 500 juta per
debitur;
c. KUR TKI diberikan untuk membiayai keberangkatan calon TKI ke negara
penempatan dengan plafon s.d 25 juta.
2) Sertipikasi hak atas tanah
Pelaksanaan sertipikasi hak atas tanah oleh Kantor Pertanahan Kabupaten
Banjar dengan menggunakan skema Prona yang meliputi:
a. Persiapan (Sosialisasi, Pembentukan Tim, dan Penetapan Lokasi)
Tahapan sosialisasi dimulai dengan rapat konsolidasi dengan BRI
Martapura dan memberikan informasi secara luas melalui brosur dan
Televisi Lokal: Duta TV mengenai layanan sertipikat tanah sebagai modal
usaha di pasar desa. Lokasi tanah dari usulan penerima/calon penerima
KUR BRI yang ditetapkan berdasarkan SK Nomor: 02/KEP-
63.03.100/I/2016 Tanggal 11 Januari 2016 dan pembentukan tim
pelaksana sertipikasi tanah SK Nomor: 04/KEP-63.03.100/I/2016 Tanggal
14 Januari 2016.
150
Pusat Penelitian dan PengembanganKementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
Gambar 1. Dokumentasi sosialisasi dan konsolidasi dengan BRI wilayah
Kab. Banjar serta penyerahan hibah mobil oleh Bupati Banjar untuk
operasional Tatamu Pade
b. Penyuluhan
Penyuluhan dilakukan oleh pegawai Kantor Pertanahan Kab. Banjar
bersama pihak BRI dan unit Kab. Banjar ke lokasi pasar desa. Berikut
jadwal pelaksanaan penyuluhan kegiatan sertipikasi tanah sebagai modal
usaha.
Tabel 2. Jadwal pelaksanaan penyuluhan kegiatan sertipikasi tanah
No. Waktu Pelaksanaan Tempat Penyuluhan
1 Sabtu, 20 Februari 2016 Pasar Kindai Limpuar, Kec. Gambut
2 Minggu, 21 Februari 2016 Pasar Ahad, Kec. Kertak Hanyar
3 Kamis, 3 Maret 2016 Pasar Astambul, Kec. Astambul
4 Minggu, 13 Maret 2016 Pasar Sungkai, Kec. Simpang Empat
5 Sabtu, 19 Maret 2016 Pasar Sungai Tabuk, Kec. Sungai Tabuk
6 Sabtu, 9 April 2016 Pasar Jati, Kec. Mataraman
7 Selasa, 12 April 2016 Desa Indrasari, Kec. Martapura
8 Senin, 18 April 2016 Desa Antasan Senor, Kec. Martapura
Timur
9 Kamis, 21 April 2016 Desa Keliling Benteng Tengah, Kec.Mtp
Barat
10 Selasa, 26 April 2016 Desa Mandiangin Timur, Kec. Karang
Intan
11 Sabtu, 30 April 2016 Desa Aluh-aluh besar, kec. Aluh -aluh
12 Sabtu, 7 Mei 2016 Desa Mangkaok, Kec. Pangaron
151
ProsidingPendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dalam Rangka Modernisasi Administrasi Pertanahan di Indonesia
Gambar 1. Dokumentasi sosialisasi dan konsolidasi dengan BRI wilayah
Kab. Banjar serta penyerahan hibah mobil oleh Bupati Banjar untuk
operasional Tatamu Pade
b. Penyuluhan
Penyuluhan dilakukan oleh pegawai Kantor Pertanahan Kab. Banjar
bersama pihak BRI dan unit Kab. Banjar ke lokasi pasar desa. Berikut
jadwal pelaksanaan penyuluhan kegiatan sertipikasi tanah sebagai modal
usaha.
Tabel 2. Jadwal pelaksanaan penyuluhan kegiatan sertipikasi tanah
No. Waktu Pelaksanaan Tempat Penyuluhan
1 Sabtu, 20 Februari 2016 Pasar Kindai Limpuar, Kec. Gambut
2 Minggu, 21 Februari 2016 Pasar Ahad, Kec. Kertak Hanyar
3 Kamis, 3 Maret 2016 Pasar Astambul, Kec. Astambul
4 Minggu, 13 Maret 2016 Pasar Sungkai, Kec. Simpang Empat
5 Sabtu, 19 Maret 2016 Pasar Sungai Tabuk, Kec. Sungai Tabuk
6 Sabtu, 9 April 2016 Pasar Jati, Kec. Mataraman
7 Selasa, 12 April 2016 Desa Indrasari, Kec. Martapura
8 Senin, 18 April 2016 Desa Antasan Senor, Kec. Martapura
Timur
9 Kamis, 21 April 2016 Desa Keliling Benteng Tengah, Kec.Mtp
Barat
10 Selasa, 26 April 2016 Desa Mandiangin Timur, Kec. Karang
Intan
11 Sabtu, 30 April 2016 Desa Aluh-aluh besar, kec. Aluh -aluh
12 Sabtu, 7 Mei 2016 Desa Mangkaok, Kec. Pangaron
c. Pengumpulan Data Yuridis
Agar efektif dan efisien, pengumpulan data yuridis dilaksanakan secara
bersamaan waktunya dengan penyuluhan di pasar – pasar desa
sekaligus juga menjaring pelaku usaha/calon penerima KUR selain yang
bersumber dari usulan bank pada tahapan pra sertipikasi tanah hingga
berkas dinyatakan lengkap secara aspek hukum pertanahan dan aspek
hukum perbankan.
Gambar 2. Dokumentasi kegiatan penyuluhan sekaligus pengumpulan data
yuridis di Pasar Kindai Limpuar Kecamatan Gambut dan Pasar Ahad
Kecamatan Kertak Hanyar.
d. Pengukuran Bidang Tanah
Proses ini untuk memastikan letak, batas, dan luas bidang tanah yang
memenuhi persyaratan teknis untuk ditetapkan dan/atau diberikan hak
atas tanah kepada pemiliknya sebagai subyek hak. Output dari kegiatan
ini berupa Peta Bidang Tanah (PBT).
e. Pemeriksaan Tanah
Pemeriksaan tanah dilakukan untuk memastikan keterangan yang
tertuang di dalam data yuridis sesuai dengan keadaan di lapangan.
Dilakukan dengan cara menggali informasi yang meliputi kesesuaian
nama dan profesi peserta. Membandingkan keterangan yang tertera di
dalam dokumen/data yuridis dengan kesesuaian dengan kondisi
penguasaan, penggunaan tanah, kesesuaian letak, serta batas dan luas
yang tertuang dalam data fisik (PBT) dengan kenyataan di lapangan.
152
Pusat Penelitian dan PengembanganKementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
Hasil pemeriksaan tanah tertuang dalam Risalah Panitia Pemeriksaan
Tanah.
f. Penerbitan Surat Keputusan Pemberian Hak
Berdasarkan Risalah Panitia Pemeriksaan Tanah tersebut ditindaklanjuti
oleh panitia pemeriksaan tanah dengan menyiapkan naskah Surat
Keputusan Penetapan Hak yang ditandatangani oleh Kepala Kantor
Pertanahan. Dalam rangka penerbitan SK Pemberian Hak, bagi para
pihak yang mampu membayar BPHTB, bukti pembayaran dibawa pada
saat pendaftaran hak. Namun, apabila peserta tidak mampu memenuhi
BPHTB, maka yang bersangkutan dapat membuat permohonan
keringanan pembayaran BPHTB ke Dinas Pendapatan Daerah
Kabupaten Banjar.
g. Penerbitan dan Penyerahan Sertipikat
Sertipikat Hak Atas Tanah yang sudah ditandatangani oleh Kepala Kantor
Pertanahan diserahkan kepada pemegang hak atau kuasanya (BRI
wilayah Kab. Banjar) untuk mendapatkan modal usaha. Pada
pelaksanaannya terdapat 180 pelaku usaha yang mendapatkan KUR BRI
dari Rp5000.000,00 s.d. Rp150.000.000,00 dengan perincian sebagai
berikut.
Tabel 3. Rincian modal pinjaman KUR BRI
Rentang Nilai
Pinjaman
Jumlah
KUR Mikro
Jumlah
KUR Ritel Jumlah Pinjaman KUR
s.d. Rp25.000.000,00 99
Orang/Bdg
Rp1.940.000.000
>Rp25.000.000,00–
Rp150.000.000,00
81
Orang/Bdg Rp 4.346.700.000
TOTAL 180 Orang/Bidang Rp 6.286.700.000
Rata-rata KUR/bidang Rp34.926.000
3) Pasca sertipikasi hak atas tanah
Kegiatan pasca sertipikasi tanah merupakan kegiatan yang dilakukan oleh
Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Kabupaten Banjar yang
meliputi pembinaan, pengembangan, dan pemberdayaan masyarakat. Kantor
Pertanahan Kabupaten Banjar berperan dalam bentuk fasilitas dan
pendampingan ke akses permodalannya yang dilaksanakan oleh BRI wilayah
153
ProsidingPendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dalam Rangka Modernisasi Administrasi Pertanahan di Indonesia
Hasil pemeriksaan tanah tertuang dalam Risalah Panitia Pemeriksaan
Tanah.
f. Penerbitan Surat Keputusan Pemberian Hak
Berdasarkan Risalah Panitia Pemeriksaan Tanah tersebut ditindaklanjuti
oleh panitia pemeriksaan tanah dengan menyiapkan naskah Surat
Keputusan Penetapan Hak yang ditandatangani oleh Kepala Kantor
Pertanahan. Dalam rangka penerbitan SK Pemberian Hak, bagi para
pihak yang mampu membayar BPHTB, bukti pembayaran dibawa pada
saat pendaftaran hak. Namun, apabila peserta tidak mampu memenuhi
BPHTB, maka yang bersangkutan dapat membuat permohonan
keringanan pembayaran BPHTB ke Dinas Pendapatan Daerah
Kabupaten Banjar.
g. Penerbitan dan Penyerahan Sertipikat
Sertipikat Hak Atas Tanah yang sudah ditandatangani oleh Kepala Kantor
Pertanahan diserahkan kepada pemegang hak atau kuasanya (BRI
wilayah Kab. Banjar) untuk mendapatkan modal usaha. Pada
pelaksanaannya terdapat 180 pelaku usaha yang mendapatkan KUR BRI
dari Rp5000.000,00 s.d. Rp150.000.000,00 dengan perincian sebagai
berikut.
Tabel 3. Rincian modal pinjaman KUR BRI
Rentang Nilai
Pinjaman
Jumlah
KUR Mikro
Jumlah
KUR Ritel Jumlah Pinjaman KUR
s.d. Rp25.000.000,00 99
Orang/Bdg
Rp1.940.000.000
>Rp25.000.000,00–
Rp150.000.000,00
81
Orang/Bdg Rp 4.346.700.000
TOTAL 180 Orang/Bidang Rp 6.286.700.000
Rata-rata KUR/bidang Rp34.926.000
3) Pasca sertipikasi hak atas tanah
Kegiatan pasca sertipikasi tanah merupakan kegiatan yang dilakukan oleh
Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Kabupaten Banjar yang
meliputi pembinaan, pengembangan, dan pemberdayaan masyarakat. Kantor
Pertanahan Kabupaten Banjar berperan dalam bentuk fasilitas dan
pendampingan ke akses permodalannya yang dilaksanakan oleh BRI wilayah
kerja Kab. Banjar dalam rangka peningkatan modal usaha dan penguatan
ekonomi riil di pedesaan.
4.3. Kendala dan Solusi Pelaksanaan Layanan Pendaftaran Tanah “Tatamu Pade” di Pasar Desa Dalam pelaksanaan sertipikasi tanah sebelumnya, tidak dilakukan
penelusuran mengenai identitas kawasan. Sehingga terlanjur dilakukan
pengukuran pada beberapa lahan yang termasuk ke dalam kawasan hutan.
Selain itu, munculnya kendala karena beberapa desa di Kabupaten Banjar
lumayan pelosok dan jauh dari pusat kabupaten Banjar tempat kantor
pertanahan, sehingga kesulitan akses untuk mendapatkan informasi seputar
sertipikasi tanah.
Kendala yang dihadapi dan solusi penyelesaian dalam pelaksanaan
layanan pendaftaran tanah sebagai modal usaha di pasar desa, di antaranya
sebagai berikut.
Tabel 4. Kendala dan Solusi Pelaksanaan
No. Kendala Solusi 1 Masyarakat di pedesaan
kebanyakan belum
mempunyai surat – surat
tanah/bukti kepemilikan dan
Surat Pemberitahuan Pajak
Terhutang Pajak Bumi dan
Bangunan (SPPT PBB).
Perangkat pemerintah (RT, RW, Kepala
Desa/ Lurah, dan Camat menjalin kerjasama
(MOU) dengan Kantor Pertanahan Kab.
Banjar untuk membantu mempercepat
pembuatan surat tanah/ bukti kepemilikan
tanah dan SPPT PBB serta turut membantu
mendaftarkan permohonan SPPT PBB
secara kolektif ke Dispenda Kab. Banjar.
Selain itu, mengadakan pembinaan
Administrasi Pertanahan Desa kepada
seluruh Lurah dan Desa di wilayah kerja
Kab. Banjar supaya seragam bentuk dan
isinya.
2 Sulitnya menghadirkan pemilik
tanah yang berbatasan saat
pelaksanaan pengukuran
bidang tanah.
Peserta Program membuat Berita Acara
bahwa tetangga yang berbatasan tersebut
sulit untuk ditemui. Kesanggupan perserta
program untuk bertanggungjawab secara
mutlak apabila di kemudian hari muncul
keberatan dari pemilik tanah yang
154
Pusat Penelitian dan PengembanganKementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
berbatasan yang dituangkan dalam Berita
Acara tersebut.
3 Lokasi tanah sebagai obyek
sertipikasi terindikasi masuk ke
dalam kawasan hutan
berdasarkan Kemenhut Nomor
SK: 435/Menhut-II/2009 Tgl.
23 Juli 2009. Ada 3 Bidang
yang termasuk Kawasan hutan
di Desa Awang Bangkal Barat
Kec. Karang Intan.
Mengajukan permohonan pelepasan fungsi
kawasan hutan kepada Menteri Kehutanan.
Ini merupakan solusi jangka panjang
mengingat prosedur dan mekanisme
pelepasan kawasan hutan yang melibatkan
antar kementerian.
4.4. Dampak Pelaksanaan Layanan Pendaftaran Tanah di Pasar Desa
sebagai Modal Usaha Dampak dari kebijakan dan program layanan pendaftaran tanah di pasar
desa sebagai modal usaha, yaitu:
1. Terbangunnya sinergi antar lembaga Pemerintah;
2. Percepatan pendaftaran hak atas tanah;
3. Biaya yang dikeluarkan oleh Pemerintah dalam rangka legalisasi aset tanah
mempunyai multiplier efek terutama dalam sosial ekonomi masyarakat;
4. Tersedianya akses masyarakat terhadap modal, teknologi, dan pasar;
5. Menumbuhkan dan mengembangkan pengusaha ekonomi mikro dan kecil;
6. Berkembangnya pengusaha ekonomi mikro dan kecil menjadi pengusaha
ekonomi menengah dengan jenis usaha bahan pokok, barang kebutuhan
rumah tangga, pakaian dan lain sebagainya; serta
7. Terbangunnya ekonomi yang berbasis dari pedesaan dan daerah pinggiran.
Perbedaan sebelum dan sesudah dari kebijakan dan program layanan
pendaftaran tanah dapat diamati dalam tabel berikut ini:
155
ProsidingPendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dalam Rangka Modernisasi Administrasi Pertanahan di Indonesia
berbatasan yang dituangkan dalam Berita
Acara tersebut.
3 Lokasi tanah sebagai obyek
sertipikasi terindikasi masuk ke
dalam kawasan hutan
berdasarkan Kemenhut Nomor
SK: 435/Menhut-II/2009 Tgl.
23 Juli 2009. Ada 3 Bidang
yang termasuk Kawasan hutan
di Desa Awang Bangkal Barat
Kec. Karang Intan.
Mengajukan permohonan pelepasan fungsi
kawasan hutan kepada Menteri Kehutanan.
Ini merupakan solusi jangka panjang
mengingat prosedur dan mekanisme
pelepasan kawasan hutan yang melibatkan
antar kementerian.
4.4. Dampak Pelaksanaan Layanan Pendaftaran Tanah di Pasar Desa
sebagai Modal Usaha Dampak dari kebijakan dan program layanan pendaftaran tanah di pasar
desa sebagai modal usaha, yaitu:
1. Terbangunnya sinergi antar lembaga Pemerintah;
2. Percepatan pendaftaran hak atas tanah;
3. Biaya yang dikeluarkan oleh Pemerintah dalam rangka legalisasi aset tanah
mempunyai multiplier efek terutama dalam sosial ekonomi masyarakat;
4. Tersedianya akses masyarakat terhadap modal, teknologi, dan pasar;
5. Menumbuhkan dan mengembangkan pengusaha ekonomi mikro dan kecil;
6. Berkembangnya pengusaha ekonomi mikro dan kecil menjadi pengusaha
ekonomi menengah dengan jenis usaha bahan pokok, barang kebutuhan
rumah tangga, pakaian dan lain sebagainya; serta
7. Terbangunnya ekonomi yang berbasis dari pedesaan dan daerah pinggiran.
Perbedaan sebelum dan sesudah dari kebijakan dan program layanan
pendaftaran tanah dapat diamati dalam tabel berikut ini:
Tabel 5. Perbedaan Sebelum dan Sesudah Pelaksaan Kebijakan dan Program
Layanan Pendaftaran Tanah
No. Sebelum Sesudah 1 Akses masyarakat desa terhadap modal,
teknologi dan pasar relatif terbatas,
sehingga masyarakat melakukan kegiatan
ekonomi hanya untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya sehari hari.
Tersedianya akses masyarakat desa
terhadap permodalan, teknologi, dan
pasar
2 Legalisasi aset khususnya prona terbatas
hanya pada penerbitan sertipikasi hak
atas tanah
Legalisasi asset tanah masyarakat
merupakan bagian dari rangkaian
pemberdayaan masyarakat desa
(membangun dari pinggiran:
NAWACITA)
3 Terbatasnya sinergi antar lembaga
pemerintah. Misalnya dalam pengurusan
SPPT PBB dan BPHTP
Meningkatnya sinergi antar lembaga
pemerintah mempercepat pelayanan
publik kepada masyarakat (BPN,
Pemda dan aparat desa, BRI sebagai
lembaga keuangan)
4 Terbatasnya sinergi antara lembaga
pemerintah dengan Notaris/PPAT
Terbinanya hubungan kerja antara
lembaga pemerintah dengan Notaris
PPAT
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang sudah diuraikan, maka dapat disimpulkan
bahwa :
1) Tatamu Pade merupakan layanan pendaftaran tanah di pasar desa yang
berorientasi pada akses reform sebagai modal usaha
2) Pelaksanaan pelayanan pendaftaran tanah “Tatamu Pade” melingkupi 3
tahap pra sertipikasi, sertipikasi dan pasca sertipikasi tanah.
3) Kendala dan solusi pelaksanaan “tatamu pade: mencakup ada tidaknya bukti
kepemilikan sertipikat tanah, sulitnya koordinasi dengan pemilik tanah yang
berbatasan, serta lokasi tanah yang terindikasi kawasan hutan.
156
Pusat Penelitian dan PengembanganKementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
4) Kebijakan pengentasan kemiskinan melalui peningkatan akses reform
sertipikasi tanah sebagai modal usaha di pasar desa melalui pendaftaran
tanah merupakan layanan inovasi yang memberikan multiplier effect
terutama sosial ekonomi masyarakat di Kabupaten Banjar Kalimantan
Selatan. Dalam penerapannya Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebagai modal
usaha bagi masyarakat desa yang terkumpul sebanyak 180 bidang tanah
dengan nilai total pinjaman di BRI sebesar Rp6.286.700.000,00.
5.2. Saran Saran yang direkomendasikan untuk keberlanjutan layanan inovatif ini,
adalah dengan menjaga konsistensi layanan dan hubungan baik di berbagai
pihak (stakeholder) yang terlibat. Layanan ini memadukan fungsi Badan
Pertanahan Nasional, Perbankan dan Satuan Kerja Teknis Pemerintah Daerah
ke dalam satu Tim Pelaksana dengan leading sectornya adalah Badan
Pertanahan Nasional (BPN), menghubungkan antara pemangku kepentingan
pemberdayaan masyarakat khususnya Usaha Mikro dan Kecil sehingga terbuka
aksesnya terhadap modal, teknologi dan pasar. Selain itu diperlukan penelitian
lebih lanjut untuk mengetahui dampak secara kuantitatif bagi pendapatan
masyarakat melalui pelayanan “Tatamu Pade” ini.
DAFTAR PUSTAKA Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria (Pertanahan Indonesia) Jilid I, Prestasi
Pustaka, Jakarta, 2004, hal.74
Amir, A, 2008, “Analisis Dampak Program Sertipikasi Tanah Terhadap Akses
Kredit Perbankan dan Peningkatan Pendapatan Petani di Kabupaten
Bekasi Tesis S2, Magister Studi Manajemen dan Bisnis, Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Ana Silviana, Penerapan Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun
1997 Dalam Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah di Indonesia, Masalah-
Masalah Hukum, Majalah Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
Vo. 33 N0. 3 Juli-September 2004, hal. 252.
Arisaputra, Muhammad Ilham. Access Reform dalam Kerangka Reforma Agraria
untuk Mewujudkan Keadilan Sosial. Perspektif. Volume XXI No. 2 Tahun
2016.
Harsono, Boedi. 1997. Hukum Agraria Indonesia. Jakarta: Djambatan.
Kasmir, 2003, “Manajemen Perbankan” PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
157
ProsidingPendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dalam Rangka Modernisasi Administrasi Pertanahan di Indonesia
4) Kebijakan pengentasan kemiskinan melalui peningkatan akses reform
sertipikasi tanah sebagai modal usaha di pasar desa melalui pendaftaran
tanah merupakan layanan inovasi yang memberikan multiplier effect
terutama sosial ekonomi masyarakat di Kabupaten Banjar Kalimantan
Selatan. Dalam penerapannya Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebagai modal
usaha bagi masyarakat desa yang terkumpul sebanyak 180 bidang tanah
dengan nilai total pinjaman di BRI sebesar Rp6.286.700.000,00.
5.2. Saran Saran yang direkomendasikan untuk keberlanjutan layanan inovatif ini,
adalah dengan menjaga konsistensi layanan dan hubungan baik di berbagai
pihak (stakeholder) yang terlibat. Layanan ini memadukan fungsi Badan
Pertanahan Nasional, Perbankan dan Satuan Kerja Teknis Pemerintah Daerah
ke dalam satu Tim Pelaksana dengan leading sectornya adalah Badan
Pertanahan Nasional (BPN), menghubungkan antara pemangku kepentingan
pemberdayaan masyarakat khususnya Usaha Mikro dan Kecil sehingga terbuka
aksesnya terhadap modal, teknologi dan pasar. Selain itu diperlukan penelitian
lebih lanjut untuk mengetahui dampak secara kuantitatif bagi pendapatan
masyarakat melalui pelayanan “Tatamu Pade” ini.
DAFTAR PUSTAKA Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria (Pertanahan Indonesia) Jilid I, Prestasi
Pustaka, Jakarta, 2004, hal.74
Amir, A, 2008, “Analisis Dampak Program Sertipikasi Tanah Terhadap Akses
Kredit Perbankan dan Peningkatan Pendapatan Petani di Kabupaten
Bekasi Tesis S2, Magister Studi Manajemen dan Bisnis, Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Ana Silviana, Penerapan Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun
1997 Dalam Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah di Indonesia, Masalah-
Masalah Hukum, Majalah Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
Vo. 33 N0. 3 Juli-September 2004, hal. 252.
Arisaputra, Muhammad Ilham. Access Reform dalam Kerangka Reforma Agraria
untuk Mewujudkan Keadilan Sosial. Perspektif. Volume XXI No. 2 Tahun
2016.
Harsono, Boedi. 1997. Hukum Agraria Indonesia. Jakarta: Djambatan.
Kasmir, 2003, “Manajemen Perbankan” PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Listyawan Ardi Nugraha. (2011). Pengaruh Modal Usaha, Tingkat Pendidikan,
dan Sikap Kewirausahaan terhadap Pendapatan Usaha Pengusaha
Industri Kerajinan Perak Di Desa Sodo Kecamatan Paliyan Kabupaten
Gunung Kidul. Skripsi: Universitas Negeri Yogyakarta.
Moleong, Lexy J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosda
Karya, Bandung.
Mesman, A, 2008, “Analisis Pengaruh Sertipikat Hak Atas Tanah Terhadap
Kinerja Ekonomi Pengusaha Mikro dan Kecil di Kabupaten Konawe
Selatan”. Tesis S2. Magister Studi Manajemen dan Bisnis, Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Ismail, Nurhasan. 2012. Arah Politik Hukun Pertanahan dan Perlindungan
Kepemilikan Tanah Masyarakat. Jurnal Rechts Vinding. Volume 1 No 1,
April 2012.
Sudargo Gautama, Tafsiran Undang-Undang Pokok Agraria, Bandung; PT.Citra
Aditya Bakti, 1993, hlm. 1.
Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945, tentang Peraturan Dasar Negara
Republik Indonesia.
Undang-Undang Nomor 56 Tahun 1960 tentang Undang – Undang Pokok
Agraria
158
Pusat Penelitian dan PengembanganKementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
Biodata Penulis Data Pribadi Nama : Saheriyanto, S.Pd., SE.
NIP : 19850610 200912 1 003
Unit Kerja/Instansi : Kantor Pertanahan Kabupaten Tanah Bumbu
Alamat : Jl. Gang Purnama 3 Nomor 12 Banjarbaru - Kalsel
ABSTRAK Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) adalah pendaftaran tanah untuk
pertama kali meliputi tanah yang belum didaftar maupun yang sudah terdaftar
dalam wilayah desa/kelurahan. PTSL merupakan salah satu upaya yang
dilakukan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional
(ATR/BPN) untuk merealisasikan target legalisasi aset sebanyak 5 juta sertipikat.
Beban target legalisasi aset yang besar berdampak pada target legalisasi aset di
setiap Kantor Pertanahan. Contohnya di Kabupaten Pasuruan yang
mendapatkan target legalisasi aset tahun 2017 sebanyak 21.000 sertipikat tanah.
Besarnya target legalisasi aset yang dibebankan kepada Kantor Pertanahan
mengharuskan Kantor Pertanahan mengerahkan seluruh sumber daya manusia
yang ada demi pemenuhan target tersebut. Ditemukan di beberapa Kantor
Pertanahan, petugas yuridis belum mengetahui bagaimana cara meneliti riwayat
tanah dan kelengkapan berkas, proses input data di aplikasi Komputerisasi
Kantor Pertanahan (KKP) berdasarkan daftar nominatif, di mana banyak
ditemukan alas hak yang tercantum masih merupakan nomor Letter C induk
(bukan nomor Letter C terbaru), sertipikat yang diterbitkan berkasnya masih
belum lengkap, bahkan ditemukan sertipikat yang diterbitkan, sementara
berkasnya belum ada. Kajian ini mencoba mendekati masalah di lapangan
dengan metode dan pendekatan evaluatif atas praktik dan kebijakan PTSL di
Kantor Pertanahan. Penulis akan mereview peraturan yang digunakan dalam
PTSL dan peraturan terkait kemudian diturunkan ke dalam praktik di lapangan.
Temuan Penulis di lapangan, pelaksanaan PTSL telah mengesampingkan
ketentuan dalam pendaftaran tanah sehingga dapat menimbulkan permasalahan
di kemudian hari. Sengketa kepemilikan sebagai akibat dari tidak teliti dalam
pemeriksaan dan penelitian riwayat tanah maupun sengketa batas bidang tanah
akan menjadi hal yang wajar ke depannya. Selain itu, informasi-informasi
pertanahan yang didapatkan dari kegiatan legalisasi aset tentu menjadi tidak
akurat, sehingga dapat memperlambat kegiatan pemelihaan data pertanahan.
Kata Kunci : Evaluasi, Target Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap,
Administrasi Pertanahan, Pendaftaran Tanah
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) merupakan bagian dari 9 (sembilan) agenda prioritas Presiden Joko Widodo atau yang dikenal dengan Nawa Cita, yaitu dalam poin ke 5, “Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan dengan program “Indonesia Pintar”, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan program “Indonesia Kerja” dan “Indonesia Sejahtera” dengan mendorong land reform dan program kepemilikan tanah seluas 9 juta hektar, program rumah kampung deret atau rumah susun murah yang disubsidi serta jaminan sosial untuk rakyat di tahun 2019. Nawa Cita digagas untuk menunjukkan prioritas jalan perubahan menuju Indonesia yang berdaulat secara politik, serta mandiri dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan. (Henri Lopulalan: 2014 yang dimuat dalam Kompas.com tanggal 21 Mei 2014). Dalam upaya mewujudkan Nawacita, pelaksanaan pendaftaran tanah dilakukan dengan berbasis percepatan. Kebijakan yang menjadi landasan dalam pelaksanaan pendaftaran tanah adalah Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 35 Tahun 2016 tentang Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap jo. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2017. Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL) adalah kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam suatu wilayah desa/kelurahan. Petunjuk Teknis Pengukuran dan Pemetaan Bidang Tanah Sistematis Lengkap menyatakan bahwa kegiatan PTSL juga meliputi pemetaan seluruh obyek pendaftaran ranah yang sudah terdaftar. Harapan dari dilaksanakannya PTSL adalah seluruh bidang tanah di Indonesia terpetakan dan memiliki bukti hak sebagai jaminan kepastian hukum atas tanah yang berupa sertipikat tanah.
162
Pusat Penelitian dan PengembanganKementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
Amanat dari Presiden RI kepada Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPN) bahwa
Kementerian ATR/BPN harus bekerja keras agar seluruh pemilik tanah di
Indonesia didaftarkan Tahun 2017 ini, target pendaftaran tanah adalah 5 juta
bidang tanah. Tahun depan (2018) ditargetkan selesai 7 juta bidang tanah dan
tahun 2019 sebanyak 9 juta bidang tanah (Joko Widodo, 11 Oktober 2017,
wartakota.tribunnews.com tanggal 11 Oktober 2017). Dalam upaya
melaksanakan amanat dari Presiden RI, Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala
Badan Pertanahan Nasional membagi target pendaftaran tanah ke seluruh
Kantor Wilayah Kementerian ATR/BPN di seluruh Indonesia. Kantor Wilayah
Kementerian ATR/BPN Provinsi Jawa Timur tahun 2017 mendapatkan target
sertipikasi tanah PTSL sebanyak 625.000 bidang tanah untuk seluruh wilayah
Provinsi Jawa Timur dan untuk Kantor Pertanahan Kabupaten Pasuruan
mendapatkan target PTSL sebanyak 21.000 bidang tanah.
Problematika muncul karena selain dituntut menyelesaikan proyek PTSL,
Kantor Pertanahan juga tetap harus melaksanakan pelayanan pertanahan lain
yang sudah menjadi tupoksi dari Kantor Pertanahan khususnya dan Kementerian
ATR/BPN pada umumnya. Besarnya target PTSL yang dibebankan kepada
kantor pertanahan dirasakan tidak sesuai dengan ketersediaan sumber daya
yang ada. Dalam upaya penyelesaian pekerjaan PTSL ditemukan beberapa
penyimpangan pelaksanaannya di lapangan. Penyimpangan-penyimpangan ini
“dilakukan” semata-mata untuk terealisasinya target PTSL yang harus dipenuhi di
tahun 2017 sebagai contoh hasil pengukuran bidang tanah yang belum tertuang
pada Gambar Ukur sedangkan Peta Bidang Tanah dan Surat Ukur sudah terbit,
di sisi lain adanya ketidaklengkapan berkas PTSL sedangkan Buku Tanah sudah
terbit bahkan Sertipikat tanahnya sudah diserahkan kepada warga. Akan tetapi,
apakah “penyimpangan” itu sebagai bentuk kesengajaan atas ketidakmampuan
atau memang kondisi yang tidak memungkinkan? Poin itu perlu mendapat
penjelasan bagaimana praktik dan kebijakan itu dilakukan di lapangan.
Di sisi lain, terjadi shock culture dalam sistem kerja ATR/BPN di mana
sebelumnya target-target yang diemban jauh lebih kecil, sementara Pemerintah
baru menuntut kerja yang lebih untuk mengejar ketertinggalan sebelumnya. Pada
titik inilah butuh penyesuaian ritme kerja yang polanya mengalami perubahan.
Pertanyaan lebih jauh mungkin bisa diajukan, apakah ritme kerja baru itu sesuai
dan mampu dilakukan? Sejarah akan membuktikan bagaimana ATR/BPN akan
163
ProsidingPendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dalam Rangka Modernisasi Administrasi Pertanahan di Indonesia
Amanat dari Presiden RI kepada Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPN) bahwa
Kementerian ATR/BPN harus bekerja keras agar seluruh pemilik tanah di
Indonesia didaftarkan Tahun 2017 ini, target pendaftaran tanah adalah 5 juta
bidang tanah. Tahun depan (2018) ditargetkan selesai 7 juta bidang tanah dan
tahun 2019 sebanyak 9 juta bidang tanah (Joko Widodo, 11 Oktober 2017,
wartakota.tribunnews.com tanggal 11 Oktober 2017). Dalam upaya
melaksanakan amanat dari Presiden RI, Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala
Badan Pertanahan Nasional membagi target pendaftaran tanah ke seluruh
Kantor Wilayah Kementerian ATR/BPN di seluruh Indonesia. Kantor Wilayah
Kementerian ATR/BPN Provinsi Jawa Timur tahun 2017 mendapatkan target
sertipikasi tanah PTSL sebanyak 625.000 bidang tanah untuk seluruh wilayah
Provinsi Jawa Timur dan untuk Kantor Pertanahan Kabupaten Pasuruan
mendapatkan target PTSL sebanyak 21.000 bidang tanah.
Problematika muncul karena selain dituntut menyelesaikan proyek PTSL,
Kantor Pertanahan juga tetap harus melaksanakan pelayanan pertanahan lain
yang sudah menjadi tupoksi dari Kantor Pertanahan khususnya dan Kementerian
ATR/BPN pada umumnya. Besarnya target PTSL yang dibebankan kepada
kantor pertanahan dirasakan tidak sesuai dengan ketersediaan sumber daya
yang ada. Dalam upaya penyelesaian pekerjaan PTSL ditemukan beberapa
penyimpangan pelaksanaannya di lapangan. Penyimpangan-penyimpangan ini
“dilakukan” semata-mata untuk terealisasinya target PTSL yang harus dipenuhi di
tahun 2017 sebagai contoh hasil pengukuran bidang tanah yang belum tertuang
pada Gambar Ukur sedangkan Peta Bidang Tanah dan Surat Ukur sudah terbit,
di sisi lain adanya ketidaklengkapan berkas PTSL sedangkan Buku Tanah sudah
terbit bahkan Sertipikat tanahnya sudah diserahkan kepada warga. Akan tetapi,
apakah “penyimpangan” itu sebagai bentuk kesengajaan atas ketidakmampuan
atau memang kondisi yang tidak memungkinkan? Poin itu perlu mendapat
penjelasan bagaimana praktik dan kebijakan itu dilakukan di lapangan.
Di sisi lain, terjadi shock culture dalam sistem kerja ATR/BPN di mana
sebelumnya target-target yang diemban jauh lebih kecil, sementara Pemerintah
baru menuntut kerja yang lebih untuk mengejar ketertinggalan sebelumnya. Pada
titik inilah butuh penyesuaian ritme kerja yang polanya mengalami perubahan.
Pertanyaan lebih jauh mungkin bisa diajukan, apakah ritme kerja baru itu sesuai
dan mampu dilakukan? Sejarah akan membuktikan bagaimana ATR/BPN akan
menjawab tantangan tersebut. Dalam bahasa lain, evaluasi praktik kebijakan
PTSL diletakkan dalam kerangka secara utuh untuk melihat secara proporsional
bagaimana sikap, tindakan, dan respons dilakukan di lapangan.
1.2. Rumusan Masalah Besarnya target bidang tanah yang akan disertipikatkan melalui proyek
Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) oleh Kementerian Agraria dan
Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional merupakan salah satu wujud
pelaksanaan 9 Program Nasional, Nawacita. Harapan dari kegiatan ini adalah
adanya kepastian jaminan hukum terhadap seluruh bidang tanah yang ada di
Indonesia. Pelaksanaan PTSL didasarkan pada Peraturan Menteri Agraria dan
Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 35 Tahun 2016
diperbaharui dengan Peraturan Menteri Agaria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional No. 12 Tahun 2017. Dalam pelaksanaan PTSL di lapangan
ditemukan beberapa praktik pelaksanaan yang tidak sesuai dengan peraturan
dan petunjuk teknis pelaksanaan yang ada. Hal itu ditengarai sebagai akibat dari
besarnya target yang dibebankan kepada masing-masing Kantor Pertanahan.
Namun demikian, muncul pertanyaan besar, apakah target yang besar itu harus
mengurangi tingkat akurasi sebuah produk yang dihasilkan, bahkan mengurangi
tingkat ketelitian dalam beberapa proses penerbitan hak atas tanah? Tentu saja
produk PTSL sangat terkait dengan status hak seseorang, oleh karena itu, asas
kehati-hatian tetap menjadi yang utama, karena menyangkut sebuah kepastian
hukum akan hak atas tanah. Berangkat dari problem dan praktik tersebut, penulis
mengajukan rumusan masalah dalam kajian ini yaitu mengenai bagaimana
praktik pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap di Kantor
Pertanahan khususnya dalam kegiatan pengumpulan data fisik dan data yuridis.
1.3. Tujuan Penulisan Penelitian ini dilakukan dengan tujuan menganalisis praktik pelaksanaan
Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dan melakukan evaluasi secara parsial,
khususnya praktik PTSL di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur dalam kegiatan
pengumpulan data fisik dan pengumpulan data yuridis.
1.4. Manfaat Penulisan Hasil evaluasi diharapkan dapat menjadi umpan balik bagi Kementerian
ATR/BPN untuk memperbaiki kinerja untuk meningkatkan kualitas produk PTSL.
164
Pusat Penelitian dan PengembanganKementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
2. TINJAUAN PUSTAKA Sejauh ini, kajian mengenai Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap
(PTSL) belum banyak ditemukan, karena PTSL merupakan kegiatan pendaftaran
tanah yang masih baru dan sedang berjalan. Muncul beberapa kajian mengenai
PTSL sebelumnya berupa jurnal yang ditulis oleh Rachmad Nur Nugroho (2017),
“Pelaksanaan Pendaftaran Hak Milik Atas Tanah Secara Sistematis Lengkap
Dengan Berlakunya Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 35 Tahun 2016 di Kabupaten Sleman”. Kajian
Nugroho menyoroti persoalan proses pelaksanaan dan hambatan-hambatan
yang terjadi dalam pelaksanaannya. Salah satu temuan Nugroho adalah problem
sosialisasi dalam praktik di lapangan. Kurangnya sosialisasi menjadi salah satu
faktor penghambat dalam pelaksanaan PTSL di Kabupaten Sleman.
Penelitian lain yaitu penelitian yang dilakukan oleh Eko Budi Wahyono
(2017) mengenai Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap Pada
Kantor Wilayah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan
Nasional Provinsi Sumatera Utara. Penelitian yang dilakukan di fokuskan pada
pelaksanaan PTSL di Sumatera Utara dalam hal tata laksana, mobilisasi
sumberdaya manusia dan strategi melakukan kerja sama dengan Pemerintah
Daerah serta apa saja yang kelemahan dan kekuatan yang perlu diperhatikan
dalam melaksanakan PTSL serta strategi untuk mengoptimalkan kekuatan dan
meminimalkan kelemahan. Penelitian lain juga dilakukan oleh I Gusti Nyoman
Guntur dkk (2017) yang mengkaji mengenai jaminan kepastian hukum dalam
pelaksanaan PTSL di Kota Tangerang Selatan. Dalam penelitian disimpulkan
bahwa pelaksanaan PTSL di Kota Tangerang Selatan pada prinsipnya tetap
diarahkan agar dapat memberikan jaminan kepastian hukum hak atas tanah,
sehingga prosedurnya meliputi kegiatan penyiapan (lokasi, panitia dan
penyuluhan), dilanjutkan dengan pengumpulan dan pengolahan data fisik dan
data yuridis, serta pembukuan dan penerbitan sertipikatnya. Perbedaan dengan
penelitian sebelumnya, penelitian peneliti ada pada lokasi penelitian dan issue
yang dikaji, meskipun pada dasarnya sama-sama mengkaji mengenai
pelaksanaan sebuah produk kebijakan pertanahan mengenai Pendaftaran Tanah
Sistematis Lengkap khusus dalam kegiatan pengumpulan data fisik dan data
yuridis.
Evaluasi menurut Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2006 tentang Tata
Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan adalah
165
ProsidingPendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dalam Rangka Modernisasi Administrasi Pertanahan di Indonesia
2. TINJAUAN PUSTAKA Sejauh ini, kajian mengenai Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap
(PTSL) belum banyak ditemukan, karena PTSL merupakan kegiatan pendaftaran
tanah yang masih baru dan sedang berjalan. Muncul beberapa kajian mengenai
PTSL sebelumnya berupa jurnal yang ditulis oleh Rachmad Nur Nugroho (2017),
“Pelaksanaan Pendaftaran Hak Milik Atas Tanah Secara Sistematis Lengkap
Dengan Berlakunya Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 35 Tahun 2016 di Kabupaten Sleman”. Kajian
Nugroho menyoroti persoalan proses pelaksanaan dan hambatan-hambatan
yang terjadi dalam pelaksanaannya. Salah satu temuan Nugroho adalah problem
sosialisasi dalam praktik di lapangan. Kurangnya sosialisasi menjadi salah satu
faktor penghambat dalam pelaksanaan PTSL di Kabupaten Sleman.
Penelitian lain yaitu penelitian yang dilakukan oleh Eko Budi Wahyono
(2017) mengenai Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap Pada
Kantor Wilayah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan
Nasional Provinsi Sumatera Utara. Penelitian yang dilakukan di fokuskan pada
pelaksanaan PTSL di Sumatera Utara dalam hal tata laksana, mobilisasi
sumberdaya manusia dan strategi melakukan kerja sama dengan Pemerintah
Daerah serta apa saja yang kelemahan dan kekuatan yang perlu diperhatikan
dalam melaksanakan PTSL serta strategi untuk mengoptimalkan kekuatan dan
meminimalkan kelemahan. Penelitian lain juga dilakukan oleh I Gusti Nyoman
Guntur dkk (2017) yang mengkaji mengenai jaminan kepastian hukum dalam
pelaksanaan PTSL di Kota Tangerang Selatan. Dalam penelitian disimpulkan
bahwa pelaksanaan PTSL di Kota Tangerang Selatan pada prinsipnya tetap
diarahkan agar dapat memberikan jaminan kepastian hukum hak atas tanah,
sehingga prosedurnya meliputi kegiatan penyiapan (lokasi, panitia dan
penyuluhan), dilanjutkan dengan pengumpulan dan pengolahan data fisik dan
data yuridis, serta pembukuan dan penerbitan sertipikatnya. Perbedaan dengan
penelitian sebelumnya, penelitian peneliti ada pada lokasi penelitian dan issue
yang dikaji, meskipun pada dasarnya sama-sama mengkaji mengenai
pelaksanaan sebuah produk kebijakan pertanahan mengenai Pendaftaran Tanah
Sistematis Lengkap khusus dalam kegiatan pengumpulan data fisik dan data
yuridis.
Evaluasi menurut Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2006 tentang Tata
Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan adalah
rangkaian kegiatan membandingkan realisasi masukan (input), keluaran (output),
dan hasil (outcome) terhadap rencana dan strandar. Secara sederhana, evaluasi
dianggap sebagai sebuah kegiatan pemberian nilai atas suatu fenomena di
dalamnya terkandung kegiatan pertimbangan nilai (value judgment) tertentu
(Mustopadidjaja, 1004:45 dalam Aswar, 2017:48). Organisasi Kerjasama dan
Pembangunan Ekonomi (OECD) merumuskan evaluasi sebagai proses
menentukan nilai atau pentingnya suatu kegiatan, kebijakan atau program,
sebuah penilaian yang obyektif dan sistematik terhadap sebuah intervensi yang
direncanakan, sedang berlangsung ataupun yang telah selesai dilaksanakan.
Azwar (1996) mengartikan evaluasi sebagai suat proses yang teratur dan
sistematis dalam membandingkan hasil yang dicapai dengan tolak ukur atau
kriteria yang telah ditetapkan kemudian dibuat suatu kesimpulan dan
penyusunan saran pada setiap tahap dari pelaksanaan program. Secara garis
besar dapat dikatakan evaluasi adalah pemberian nilai terhadap kualitas sesuatu.
Evaluasi dapat dipandang sebagai proses merencanakan memperoleh, dan
menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif-
alternatif keputusan.
Sementara, pendefinisian beberapa konsep Pendaftaran Tanah (Pasal 1
butir 1 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997) adalah rangkaian kegiatan
yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan
teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta
pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar,
mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk
pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada
haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang
membebaninya. Pendaftaran Tanah Sistematik menurut Peraturan Pemerintah
No. 24 Tahun 1997 adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang
dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang
belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan.
Pasal 1 butir 1 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional No. 35 Tahun 2016 mengartikan Pendaftaran Tanah
Sistematis Lengkap selanjutnya disebut PTSL adalah kegiatan pendaftaran tanah
untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek
pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam satu wilayah desa/kelurahan atau
nama lainnya yang setingkat dengan itu. Dalam Pasal 1 butir 2 Peraturan Menteri
166
Pusat Penelitian dan PengembanganKementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 12 Tahun
2017 kegiatan PTSL meliputi pengumpulan dan penetapan kebenaran data fisik
dan data yuridis mengenai satu atau beberapa obyek Pendaftaran Tanah untuk
keperluan pendaftarannya.
Dalam Petunjuk Teknis Percepatan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah
Sistematis Lengkap Bidang Yuridis, disebutkan bahwa obyek PTSL adalah
seluruh bidang tanah yang belum didaftar maupun yang telah terdaftar dalam
suatu wilayah desa/kelurahan atau nama lain yang setingkat dengan itu. Hasil
inventarisasi data yuridis bidang tanah dikelompokkan ke dalam 4 (empat)
kategori (Pasal 25 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Badan
Pertanahan Nasional Nomor 12 Tahun 2017):
a. Kategori 1, yaitu bidang tanah yang data fisik dan data yuridisnya memenuhi
syarat untuk diterbitkan Sertipikat Hak atas Tanah;
b. Kategori 2, yaitu bidang tanah yang data fisik dan data yuridisnya memenuhi
syarat untuk diterbitkan Sertipikat Hak atas Tanahnya namun terdapat
perkara di Pengadilan;
c. Kategori 3, yaitu bidang tanah yang data fisik dan data yuridisnya tidak dapat
dibukukan dan diterbitkan Sertipikat Hak atas Tanah, karena subyek haknya
wajib terlebih dahulu memenuhi persyaratan tertentu yang ditetapkan dalam
Peraturan Menteri ini; dan
d. Kategori 4, yaitu bidang tanah yang obyek dan subyeknya sudah terdaftar
dan sudah bersertipikat Hak atas Tanah, sehingga tidak menjadi obyek
PTSL secara langsung namun wajib dilakukan pengintegrasian peta-peta
bidang tanahnya ke dalam Peta Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap.
Pelaksanaan PTSL dapat dilakukan melalui program dan anggaran khusus
PTSL atau gabungan PTSL dengan program dan/atau kegiatan lain, yaitu:
a. Program Nasional Agraria/Program Daerah Agraria (PRONA/ PRODA);
b. Program Lintas Sektor;
c. Kegiatan dari Dana Desa;
d. Kegiatan Massal Swadaya Masyarakat;
e. Program atau kegiatan sertipikasi massal redistribusi tanah obyek
landreform, konsolidasi tanah, dan transmigrasi atau
f. Kegiatan massal lainnya, gabungan dari beberapa atau seluruh kegiatan
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
167
ProsidingPendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dalam Rangka Modernisasi Administrasi Pertanahan di Indonesia
Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 12 Tahun
2017 kegiatan PTSL meliputi pengumpulan dan penetapan kebenaran data fisik
dan data yuridis mengenai satu atau beberapa obyek Pendaftaran Tanah untuk
keperluan pendaftarannya.
Dalam Petunjuk Teknis Percepatan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah
Sistematis Lengkap Bidang Yuridis, disebutkan bahwa obyek PTSL adalah
seluruh bidang tanah yang belum didaftar maupun yang telah terdaftar dalam
suatu wilayah desa/kelurahan atau nama lain yang setingkat dengan itu. Hasil
inventarisasi data yuridis bidang tanah dikelompokkan ke dalam 4 (empat)
kategori (Pasal 25 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Badan
Pertanahan Nasional Nomor 12 Tahun 2017):
a. Kategori 1, yaitu bidang tanah yang data fisik dan data yuridisnya memenuhi
syarat untuk diterbitkan Sertipikat Hak atas Tanah;
b. Kategori 2, yaitu bidang tanah yang data fisik dan data yuridisnya memenuhi
syarat untuk diterbitkan Sertipikat Hak atas Tanahnya namun terdapat
perkara di Pengadilan;
c. Kategori 3, yaitu bidang tanah yang data fisik dan data yuridisnya tidak dapat
dibukukan dan diterbitkan Sertipikat Hak atas Tanah, karena subyek haknya
wajib terlebih dahulu memenuhi persyaratan tertentu yang ditetapkan dalam
Peraturan Menteri ini; dan
d. Kategori 4, yaitu bidang tanah yang obyek dan subyeknya sudah terdaftar
dan sudah bersertipikat Hak atas Tanah, sehingga tidak menjadi obyek
PTSL secara langsung namun wajib dilakukan pengintegrasian peta-peta
bidang tanahnya ke dalam Peta Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap.
Pelaksanaan PTSL dapat dilakukan melalui program dan anggaran khusus
PTSL atau gabungan PTSL dengan program dan/atau kegiatan lain, yaitu:
a. Program Nasional Agraria/Program Daerah Agraria (PRONA/ PRODA);
b. Program Lintas Sektor;
c. Kegiatan dari Dana Desa;
d. Kegiatan Massal Swadaya Masyarakat;
e. Program atau kegiatan sertipikasi massal redistribusi tanah obyek
landreform, konsolidasi tanah, dan transmigrasi atau
f. Kegiatan massal lainnya, gabungan dari beberapa atau seluruh kegiatan
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
3. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode evaluasi dalam pendekatan kualitatif.
Pendekatan kualitatif merupakan pendekatan yang sangat relevan untuk meneliti
fenomena yang tejadi dalam suatu masyarakat, karena pengamatan diarahkan
pada latar belakang dan individu secara holistik dan memandangnya sebagai
bagian dari suatu keutuhan, bukan berdasarkan pada variabel atau hipotesis
sehingga melalui pendekatan kualitatif penelitian yang dilakukan dapat
memperoleh informasi yang lebih detail mengenai kondisi, situasi dan peristiwa
yang terjadi (Moleong, 2003.3).
Penelitian evaluatif menurut Suchman sebagaimana dikutip Nazir (1988)
adalah penentuan (apakah berdasarkan opini, catatan, data subjektif atau
obyektif), hasil yang diperoleh dari beberapa kegiatan pada suatu program yang
dibuat untuk memperoleh suatu tujuan tentang nilai dan performance. Tujuan
penelitian evaluatif adalah untuk mengukur pengaruh suatu program terhadap
tujuan-tujuan yang akan dicapai untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi
pembuatan keputusan tentang suatu program untuk meningkatkan/ memperbaiki
program yang akan datang. Hasil analisa dalam tulisan ini akan memberikan
gambaran bagaimana pelaksanaan PTSL terhadap peraturan yang berlaku
berdasarkan catatan dan pengamatan substantif lapangan dari keterlibatan
penulis secara langsung di lapangan.
Data-data yang diperoleh di lapangan yaitu berupa data hasil pengamatan
yang merupakan wujud dari keterlibatan penulis dalam pelaksanaan PTSL serta
hasil wawancara dengan petugas pengumpul data fisik dan data yuridis. Data
yang diperoleh kemudian dianalisis kesesuaiannya dengan peraturan
perundangan yang berlaku sebagai wujud dari evaluasi pelaksanaan PTSL.
4. PEMBAHASAN
Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap
Amanah kegiatan pendaftaran tanah diberikan kepada Kementerian
Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPN)
sebanyak 5 juta pendaftaran bidang tanah. Amanah ini kemudian dilaksanakan
dengan dasar Peraturan Menteri ATR/ Kepala BPN No. 35 Tahun 2016 jo
Peraturan Menteri ATR/BPN No. 12 Tahun 2017 Tentang Pendaftaran Tanah
Sistematis Lengkap (PTSL) merupakan sistem pendaftaran tanah yang meliputi
seluruh bidang tanah baik yang belum didaftar maupun yang sudah terdaftar
168
Pusat Penelitian dan PengembanganKementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
dalam suatu desa/kelurahan. Inventarisasi bidang tanah ini dimasukkan dalam 4
Kluster/ kategori sehingga diperoleh informasi pertanahan berbasis bidang tanah
yang dapat membentu identifikasi bidang-bidang tanah bersengketa. Hal ini
sesuai dengan Pasal 4 Peraturan Menteri ATR/ Kepala BPN No. 11 Tahun 2016
tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan bahwa salah satu penyelesaian
sengketa dan konflik dilakukan berdasarkan inisiatif dari Kementerian.
Inventarisasi bidang tanah juga menghasilkan informasi mengenai indikasi
tanah terlantar, tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee dalam suatu
wilayah. Tanah yang tidak diusahakan, digunakan dan dimanfaatkan dengan
baik, bahkan tidak memperhatikan batas minimum dan maksimum kepemilikan
tanah yang ditentukan peraturan perundang-undangan sehingga terjadi
pembiaran atas tanah yang menyebabkan tanah tidak terawat berakibat tanah
menjadi terindikasi terlantar bahkan bisa menjadi tanah terlantar.
Inventarisasi berbasis bidang tanah juga menyediakan informasi
ketersediaan tanah. Kebutuhan akan tersedianya tanah untuk pembangunan
tersebut memberi peluang terjadinya pengambilalihan tanah untuk berbagai
proyek, baik untuk kepentingan negara/kepentingan umum maupun untuk
kepentingan bisnis dalam skala besar maupun kecil (Maria Sumardjono, 2005:
256). Informasi ini mendukung Pasal 18 Undang-Undang No. 2 Tahun 2012
tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
bahwa dalam tahap persiapan, dilakukan pendataan awal di lokasi rencana
pembangunan yang meliputi kegiatan pengumpulan data awal pihak yang berhak
dan obyek pengadaan tanah.
Di sisi lain, Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN No. 12 Tahun 2017
tentang Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dapat
menyumbangkan sengketa dan konflik di kemudian hari. Dalam pembuktian
kepemilikan tanah, Pasal 18 Peraturan ini disebutkan bahwa bidang tanah yang
menjadi obyek PTSL merupakan Tanah Bekas Milik Adat dibuktikan dengan
Girik, Pipil, Petuk, Verponding Indonesia atau sebutan lain yang sama atau
berlaku di daerah setempat. Namun, apabila bukti kepemilikan tanah masyarakat
tidak lengkap atau tidak ada sama sekali maka dapat dilengkapi dan dibuktikan
dengan surat pernyataan tertulis tentang penguasaan fisik bidang tanah dengan
itikad baik oleh yang bersangkutan (Pasal 19). Pendaftaran tanah berdasarkan
alat bukti lama yaitu Letter C masih ditemukan konflik disebabkan karena
pencatatan yang kurang tertib sehingga ada untuk 1 Letter C diatasnamakan
169
ProsidingPendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dalam Rangka Modernisasi Administrasi Pertanahan di Indonesia
dalam suatu desa/kelurahan. Inventarisasi bidang tanah ini dimasukkan dalam 4
Kluster/ kategori sehingga diperoleh informasi pertanahan berbasis bidang tanah
yang dapat membentu identifikasi bidang-bidang tanah bersengketa. Hal ini
sesuai dengan Pasal 4 Peraturan Menteri ATR/ Kepala BPN No. 11 Tahun 2016
tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan bahwa salah satu penyelesaian
sengketa dan konflik dilakukan berdasarkan inisiatif dari Kementerian.
Inventarisasi bidang tanah juga menghasilkan informasi mengenai indikasi
tanah terlantar, tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee dalam suatu
wilayah. Tanah yang tidak diusahakan, digunakan dan dimanfaatkan dengan
baik, bahkan tidak memperhatikan batas minimum dan maksimum kepemilikan
tanah yang ditentukan peraturan perundang-undangan sehingga terjadi
pembiaran atas tanah yang menyebabkan tanah tidak terawat berakibat tanah
menjadi terindikasi terlantar bahkan bisa menjadi tanah terlantar.
Inventarisasi berbasis bidang tanah juga menyediakan informasi
ketersediaan tanah. Kebutuhan akan tersedianya tanah untuk pembangunan
tersebut memberi peluang terjadinya pengambilalihan tanah untuk berbagai
proyek, baik untuk kepentingan negara/kepentingan umum maupun untuk
kepentingan bisnis dalam skala besar maupun kecil (Maria Sumardjono, 2005:
256). Informasi ini mendukung Pasal 18 Undang-Undang No. 2 Tahun 2012
tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
bahwa dalam tahap persiapan, dilakukan pendataan awal di lokasi rencana
pembangunan yang meliputi kegiatan pengumpulan data awal pihak yang berhak
dan obyek pengadaan tanah.
Di sisi lain, Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN No. 12 Tahun 2017
tentang Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dapat
menyumbangkan sengketa dan konflik di kemudian hari. Dalam pembuktian
kepemilikan tanah, Pasal 18 Peraturan ini disebutkan bahwa bidang tanah yang
menjadi obyek PTSL merupakan Tanah Bekas Milik Adat dibuktikan dengan
Girik, Pipil, Petuk, Verponding Indonesia atau sebutan lain yang sama atau
berlaku di daerah setempat. Namun, apabila bukti kepemilikan tanah masyarakat
tidak lengkap atau tidak ada sama sekali maka dapat dilengkapi dan dibuktikan
dengan surat pernyataan tertulis tentang penguasaan fisik bidang tanah dengan
itikad baik oleh yang bersangkutan (Pasal 19). Pendaftaran tanah berdasarkan
alat bukti lama yaitu Letter C masih ditemukan konflik disebabkan karena
pencatatan yang kurang tertib sehingga ada untuk 1 Letter C diatasnamakan
beberapa pihak. Bagaimana dengan Surat Keterangan Penguasaan Fisik yang
hanya didasarkan pada pengakuan seseorang? Surat Keterangan Penguasaan
Fisik dapat dibuat oleh siapa saja yang merasa menguasai bidang tanah dengan
disaksikan oleh aparat desa dan diketahui oleh kepala desa/lurah. Namun, dalam
surat pernyataan penguasaan fisik tidak didapatkan informasi riwayat
penguasaan tanah dari penguasa tanah sebelumnya hingga yang terakhir.
Sementara, penelitian riwayat tanah oleh petugas penting dilakukan untuk
memastikan apakah pemohon hak atas tanah adalah pihak yang benar-benar
menguasai tanah dan berhak atas tanah tersebut.
1) Kondisi dan Strategi yang Dijalankan
Target 5 juta pendaftaran bidang tanah yang dibebankan kepada
Kementerian ATR/BPN dilaksanakan dengan mendistribusikan target
kepada seluruh kantor pertanahan di seluruh Indonesia. Kantor Pertanahan
Kabupaten Pasuruan merupakan salah satu Kantor Pertanahan yang
memiliki target PSTL cukup besar, yakni sebanyak 21.000 bidang tanah
yang terbagi dalam 2 tahapan. Tahap I sebesar 15.000 bidang tanah dan
Tahap II sebesar 6.000 bidang tanah yang meliputi 16 desa di Kabupaten
Pasuruan. Kantor Pertanahan Kabupaten Pasuruan mempunyai Sumber
Daya Manusia (SDM) sejumlah 93 orang terdiri dari 43 Pegawai Negeri Sipil
(PNS), 42 Pegawai Tidak Tetap (PTT) dan 8 Asisten Surveyor Pertanahan
(ASP).
Kantor Pertanahan Kabupaten Pasuruan membentuk 5 Tim Ajudikasi
di mana 1 Tim Ajudikasi bertanggung jawab atas 2 sampai 3 lokasi
desa/kelurahan PTSL. Masing-masing Tim Ajudikasi terdiri dari 1 Kepala
Seksi sebagai Ketua Tim, 1 PNS sebagai Sekretaris, 1 PNS sebagai petugas
pengumpul data yuridis yang dibantu oleh 2 orang PTT, 1 PNS sebagai
petugas pengumpul data fisik dibantu oleh 1 orang ASP dan 1 orang dari
desa/kelurahan. Keanggotaan ini dapat ditambah sesuai kebutuhan.
Dalam upaya mensukseskan program PTSL, Kantor Pertanahan
Kabupaten Pasuruan juga menjalin kerja sama dengan beberapa instansi
terkait, seperti Pemerintah Daerah, Kepolisian dan Kejaksaan Kabupaten
Pasuruan. Pihak dari instansi lain ini diikutsertakan dalam kegiatan
penyuluhan PTSL di desa-desa dengan tujuan adanya keterbukaan
pelaksanaan PTSL. Keterbukaan ini berkaitan dengan keuangan, tata cara
pelaksanaan, dan penyerahan hasil PTSL.
170
Pusat Penelitian dan PengembanganKementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
Berdasarkan Petunjuk Teknis Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap
Bidang Yuridis Tahun 2017, bahwa satu orang pengumpul data yuridis
mempunyai target sebanyak minimal 15 berkas/bidang dalam satu hari kerja.
Kenyataan di lapangan, hal ini sulit dilaksanakan karena pihak pemerintah
desa belum memahami kelengkapan berkas proses pendaftaran tanah.
Selain itu, pekerjaan pemberkasan dipengaruhi juga oleh minat masyarakat
dalam pensertipikatan tanah dan kesiapan dari pegawai kantor desa/ lurah.
Ada desa yang masyarakatnya antusias, namun perangkat desanya tidak
siap, ada juga yang perangkat desanya siap, namun masyakaratnya kurang
berminat. Hal ini tentu memperlambat proses pengumpulan data yuridis.
Akibatnya banyak berkas permohonan hak atas tanah melalui PTSL yang
belum lengkap informasinya. Pengisian informasi pada berkas-berkas
permohonan yang tidak lengkap serta tidak lengkapnya tanda tangan pihak-
pihak yang berkaitan dengan pendaftaran tanah. Selain itu, petugas
pengumpul data yuridis juga mempunyai tanggung jawab atas pelayanan
pertanahan yang bersifat rutin di Kantor Pertanahan sehingga tidak bisa
setiap hari melaksanakan pengumpulan data yuridis di desa lokasi PTSL.
Problematika lain adalah beberapa lokasi desa PTSL mempunyai
radius yang jauh dari Kantor Pertanahan Kabupaten Pasuruan. Tentu ini
membutuhkan waktu dan perhatian khusus untuk dapat menyelesaikan
target yang dibebankan. Di sisi lain, ketersediaan alat pengukuran menjadi
kendala tersendiri di bidang pengukuran bidang tanah. Alat yang ada di
Kantor Pertanahan Kabupaten Pasuruan terutama Total Station jumlahnya
sedikit sehingga dalam pengukuran bidang tanah, yang memerlukan alat
Total Station dilaksanakan bergantian 1 desa dengan desa lain. Pemakaian
Total Station dalam proses pengukuran sangat membantu terutama dalam
pengukuran bidang tanah yang panjang sisinya lebih dari 50 meter.
Penggantian penggunaan alat ukur menjadi kendala karena proses
pengukuran 1 desa dengan desa lain tidak sama. Hal ini juga dipengaruhi
oleh iklim atau cuaca. Apabila pengukuran tanah yang panjangnya lebih dari
50 meter dengan menggunakan pita ukur, maka faktor kesalahannya tentu
sangat besar, yang dapat berpengaruh pada bentuk bidang tanah hasil
pengukuran. Percepatan pengukuran juga dapat dilakukan dengan
menggunakan CORS, namun keterbatasan alat ini, yakni hanya 1 yang
171
ProsidingPendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dalam Rangka Modernisasi Administrasi Pertanahan di Indonesia
Berdasarkan Petunjuk Teknis Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap
Bidang Yuridis Tahun 2017, bahwa satu orang pengumpul data yuridis
mempunyai target sebanyak minimal 15 berkas/bidang dalam satu hari kerja.
Kenyataan di lapangan, hal ini sulit dilaksanakan karena pihak pemerintah
desa belum memahami kelengkapan berkas proses pendaftaran tanah.
Selain itu, pekerjaan pemberkasan dipengaruhi juga oleh minat masyarakat
dalam pensertipikatan tanah dan kesiapan dari pegawai kantor desa/ lurah.
Ada desa yang masyarakatnya antusias, namun perangkat desanya tidak
siap, ada juga yang perangkat desanya siap, namun masyakaratnya kurang
berminat. Hal ini tentu memperlambat proses pengumpulan data yuridis.
Akibatnya banyak berkas permohonan hak atas tanah melalui PTSL yang
belum lengkap informasinya. Pengisian informasi pada berkas-berkas
permohonan yang tidak lengkap serta tidak lengkapnya tanda tangan pihak-
pihak yang berkaitan dengan pendaftaran tanah. Selain itu, petugas
pengumpul data yuridis juga mempunyai tanggung jawab atas pelayanan
pertanahan yang bersifat rutin di Kantor Pertanahan sehingga tidak bisa
setiap hari melaksanakan pengumpulan data yuridis di desa lokasi PTSL.
Problematika lain adalah beberapa lokasi desa PTSL mempunyai
radius yang jauh dari Kantor Pertanahan Kabupaten Pasuruan. Tentu ini
membutuhkan waktu dan perhatian khusus untuk dapat menyelesaikan
target yang dibebankan. Di sisi lain, ketersediaan alat pengukuran menjadi
kendala tersendiri di bidang pengukuran bidang tanah. Alat yang ada di
Kantor Pertanahan Kabupaten Pasuruan terutama Total Station jumlahnya
sedikit sehingga dalam pengukuran bidang tanah, yang memerlukan alat
Total Station dilaksanakan bergantian 1 desa dengan desa lain. Pemakaian
Total Station dalam proses pengukuran sangat membantu terutama dalam
pengukuran bidang tanah yang panjang sisinya lebih dari 50 meter.
Penggantian penggunaan alat ukur menjadi kendala karena proses
pengukuran 1 desa dengan desa lain tidak sama. Hal ini juga dipengaruhi
oleh iklim atau cuaca. Apabila pengukuran tanah yang panjangnya lebih dari
50 meter dengan menggunakan pita ukur, maka faktor kesalahannya tentu
sangat besar, yang dapat berpengaruh pada bentuk bidang tanah hasil
pengukuran. Percepatan pengukuran juga dapat dilakukan dengan
menggunakan CORS, namun keterbatasan alat ini, yakni hanya 1 yang
tersedia di Kantor Pertanahan serta keterbatasan SDM yang menguasai alat
ini menjadi kendala dalam pengukuran bidang tanah.
Pengukuran bidang tanah juga terhambat karena belum siapnya
masyarakat desa lokasi PTSL ditunjukkan dengan belum terpasangnya
patok batas bidang tanah hasil musyawarah antara pemilik tanah dengan
tetangga berbatasan terkait batas bidang tanah atau dikenal dengan
kontradiktur delimitasi. Sesuai dengan Petunjuk Teknis Pengukuran Bidang
Tanah Sistematis Lengkap, bahwa dalam rangka percepatan, pemasangan
tanda batas dan surat penyataan telah memasang tanda batas dilaksanakan
sebelum satgas fisik melaksanakan pengukuran dan pemetaan. Namun, di
lapangan tanda batas bidang tanah ini belum terpasang sehingga menunda
pelaksanaan pengukuran karena petugas ukur harus menunggu hasil
kesepakatan antara pemilik tanah dengan tetangga berbatasan mengenai
batas bidang tanah yang akan dimohon hak atas tanahnya.
Mengatasi ketidaklengkapan berkas permohonan Pendaftaran Tanah
Sistematis Lengkap, Kantor Pertanahan Kabupaten Pasuruan melalui
petugas yang bekerja di lokasi PTSL melakukan pengarahan dan
pendampingan pemberkasan kepada petugas dari desa/ kelurahan. Selain
itu, menambahkan 1 sampai 2 orang PTT di keangotaan tim ajudikasi untuk
membantu proses pengumpulan data yuridis. Proses peng-input-an data
subjek dan alas hak di Komputerisasi Kantor Pertanahan dilakukan sebisa
mungkin di desa/kelurahan lokasi PTSL. Pada saat pengumpulan data, ada
petugas yang memeriksa berkas permohonan pendaftaran tanah, dan ada
petugas yang bertugas meng-input data permohonan pendaftaran hak di
KKP. Proses penandatanganan para pihak yang berkepentingan di berkas
permohonan dilakukan bersaman dengan bantuan kepala dukuh. Perangkat
yang lain melakukan kegiatan melengkapi data yang dinyatakan kurang oleh
petugas dari Kantor Pertanahan. Begitu berkas permohonan pendaftaran
hak dinyatakan lengkap, baik lengkap dari segi dokumen maupun tanda
tangan para pihak yang berkepentingan, berkas yang lengkap tersebut
kemudian dibawa ke kantor pertanahan untuk dilanjutkan proses
pendaftaran haknya.
Di bidang pengukuran, Kantor Pertanahan Kabupaten Pasuruan
melakukan penambahan alat ukur yaitu Total Station yang dilakukan dengan
sistem pengadaan barang dan jasa dan melakukan peminjaman alat ukur
172
Pusat Penelitian dan PengembanganKementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
pada kantor pertanahan terdekat yang memiliki alat ukur lebih memadai
dalam segi kuantitas. Menjalin kerjasama dengan pihak lain, Surveyor
Berlisensi, untuk membantu percepatan pengukuran bidang tanah dalam
rangka PTSL juga dilakukan Kantor Pertanahan Kabupaten Pasuruan
sebagai upaya untuk merealisasikan target yang dibebankan.
Tabel 1. Tabulasi Kondisi dan Strategi Kantor Pertanahan Kabupaten
Pasuruan
No Kondisi Strategi
1 Target Pendaftaran
Tanah sebanyak 21.000
bidang tanah
membentuk 5 Tim Ajudikasi di mana 1 Tim
Ajudikasi bertanggung jawab atas 2
sampai 3 lokasi desa/kelurahan PTSL.
Masing-masing Tim Ajudikasi terdiri dari 1
Kepala Seksi sebagai Ketua Tim, 1 PNS
sebagai Sekretaris, 1 PNS sebagai
petugas pengumpul data yuridis yang
dibantu oleh 2 orang PTT, 1 PNS sebagai
petugas pengumpul data fisik dibantu oleh
1 orang ASP dan 1 orang dari
desa/kelurahan
2 Keterbatasan Alat Ukur Membentuk sistem bergilir dalam
menggunakan alat ukur dan melakukan
peminjaman alat ukur ke Kantor Wilayah
Kementerian ATR/BPN Provinsi Jawa
Timur dan Kantor Pertanahan yang
memiliki alat ukur lebih memadai sebagai
contoh Kantor Pertanahan Kota Surabaya I
3 Belum terpasangnya
tanda batas bidang
tanah
Bekerjasama dengan kepa dukuh desa
lokasi PTSL untuk megkondisikan agar
ketika pengukuran bidang tanah
dilaksanakan, tanda batas bidang tanah
telah jelas terpasang
4 Perangkat desa yang
belum paham mengenai
riwayat bidang tanah
Melakukan pendampingan dalam proses
pengumpulan data yuridis dan
memberikan pengarahan singkat
mengenai riwayat tanah
173
ProsidingPendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dalam Rangka Modernisasi Administrasi Pertanahan di Indonesia
pada kantor pertanahan terdekat yang memiliki alat ukur lebih memadai
dalam segi kuantitas. Menjalin kerjasama dengan pihak lain, Surveyor
Berlisensi, untuk membantu percepatan pengukuran bidang tanah dalam
rangka PTSL juga dilakukan Kantor Pertanahan Kabupaten Pasuruan
sebagai upaya untuk merealisasikan target yang dibebankan.
Tabel 1. Tabulasi Kondisi dan Strategi Kantor Pertanahan Kabupaten
Pasuruan
No Kondisi Strategi
1 Target Pendaftaran
Tanah sebanyak 21.000
bidang tanah
membentuk 5 Tim Ajudikasi di mana 1 Tim
Ajudikasi bertanggung jawab atas 2
sampai 3 lokasi desa/kelurahan PTSL.
Masing-masing Tim Ajudikasi terdiri dari 1
Kepala Seksi sebagai Ketua Tim, 1 PNS
sebagai Sekretaris, 1 PNS sebagai
petugas pengumpul data yuridis yang
dibantu oleh 2 orang PTT, 1 PNS sebagai
petugas pengumpul data fisik dibantu oleh
1 orang ASP dan 1 orang dari
desa/kelurahan
2 Keterbatasan Alat Ukur Membentuk sistem bergilir dalam
menggunakan alat ukur dan melakukan
peminjaman alat ukur ke Kantor Wilayah
Kementerian ATR/BPN Provinsi Jawa
Timur dan Kantor Pertanahan yang
memiliki alat ukur lebih memadai sebagai
contoh Kantor Pertanahan Kota Surabaya I
3 Belum terpasangnya
tanda batas bidang
tanah
Bekerjasama dengan kepa dukuh desa
lokasi PTSL untuk megkondisikan agar
ketika pengukuran bidang tanah
dilaksanakan, tanda batas bidang tanah
telah jelas terpasang
4 Perangkat desa yang
belum paham mengenai
riwayat bidang tanah
Melakukan pendampingan dalam proses
pengumpulan data yuridis dan
memberikan pengarahan singkat
mengenai riwayat tanah
5 Ketidaklengkapan tanda
tangan pada berkas
PTSL
Menjalin kerjasama dengan Kepala Dukuh
dan warga sekitar dalam proses
melengkapi tanda tangan dalam berkas
PTSL
2) Evaluasi Pelaksanaan PTSL
Target PTSL yang begitu besar kepada kantor pertanahan membuat
petugas harus bekerja ektra untuk merealisasikannya. Hasil studi lapangan
ditemukan adanya beberapa penyimpangan dari peraturan yang ada dalam
pelaksanaan PTSL sebagaimana tabel:
Tabel 2. Implementasi pelaksanaan PTSL
Keterangan Peraturan Pelaksanaan Inventarisasi Bidang
Tanah
Terdiri dari 4 kategori Hanya difokuskan
pada 1 kategori yaitu
K1
Kontradiktur Delimitasi Dilaksanakan
sebelum pegukuran
batas bidang tanah
oleh petugas
Terdapat beberapa
bidang tanah belum
dilaksanakan
kontradiktur
delimitasi
Gambar Ukur Petugas ukur
membuat gambar
ukur hasil
pengukuran bidang
tanah sebagai dasar
penerbitan Peta
Bidang Tanah dan
Surat Ukur
Ditemukan gambar
ukur yang belum
dibuat sedangkan
Peta Bidang Tanah
dan Surat Ukur telah
terbit
Bukti kepemilikan Pasal 24 PP 24
Tahun 1997 berupa
alat bukti hak lama,
Apabila bukti
kepemilikan
sebagaimana
dimaksud dalam
Terdapat berkas
yang belum
dilengkapi kesaksian
dalam pernyataan
penguasaan tanah.
174
Pusat Penelitian dan PengembanganKementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
angka 1 tidak
lengkap/tidak ada,
dapat dilakukan
dengan bukti lain
yang dilengkapi
dengan pernyataan
yang bersangkutan,
dan keterangan yang
dapat dipercaya dari
sekurang-kurangnya
2 (dua) orang saksi
dari masyarakat
setempat, yang tidak
mempunyai
hubungan keluarga
dengan yang
bersangkutan, dan
membenarkan
bahwa yang
bersangkutan adalah
pemilik tanah
tersebut
Tanda Tangan Harus lengkap tanda
tangan pemohon,
pihak berbatasan
dan pihak lain yang
berkaitan dengan
tanah tersebut di
berkas permohonan
maupun Daftar Isian.
Apabila pemohon
pengukuran atau
pemegang hak atas
tanah tidak dapat
hadir pada
Ditemukan
ketidaklengkapan
tanda tangan di
Gambar Ukur dan
berkas permohonan
hak atas tanah lain.
175
ProsidingPendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dalam Rangka Modernisasi Administrasi Pertanahan di Indonesia
angka 1 tidak
lengkap/tidak ada,
dapat dilakukan
dengan bukti lain
yang dilengkapi
dengan pernyataan
yang bersangkutan,
dan keterangan yang
dapat dipercaya dari
sekurang-kurangnya
2 (dua) orang saksi
dari masyarakat
setempat, yang tidak
mempunyai
hubungan keluarga
dengan yang
bersangkutan, dan
membenarkan
bahwa yang
bersangkutan adalah
pemilik tanah
tersebut
Tanda Tangan Harus lengkap tanda
tangan pemohon,
pihak berbatasan
dan pihak lain yang
berkaitan dengan
tanah tersebut di
berkas permohonan
maupun Daftar Isian.
Apabila pemohon
pengukuran atau
pemegang hak atas
tanah tidak dapat
hadir pada
Ditemukan
ketidaklengkapan
tanda tangan di
Gambar Ukur dan
berkas permohonan
hak atas tanah lain.
waktu yang
ditentukan untuk
menunjukkan batas-
batas bidang
tanahnya, maka
penunjukan batas itu
dapat dikuasakan
dengan kuasa tertulis
kepada orang lain.
Untuk pojok-pojok
batas yang sudah
jelas letaknya
karena ditandai oleh
benda-benda yang
terpasang secara
tetap seperti pagar
beton,
pagar tembok atau
tugu penguat pagar
kawat, tidak harus
dipasang tanda batas
Letter C dalam KKP Idealnya adalah
Nomor Letter C
terbaru
Ditemukan input data
pada KKP
berdasarkan Letter C
lama atau induk
Pengklusteran bidang tanah hanya pada kategori 1 salah satunya
disebabkan karena kurang pahamnya masyarakat bahwa inventarisasi
bidang tanah hasilnya tidak selalu sertipikat tanah. Selama ini, masyarakat
beranggapan bahwa, jika tanahnya diukur maka akan terbit sertipikat. Hal ini
berakibat, warga lokasi PTSL yang tidak berkeinginan untuk
mensertipikatkan tanahnya keberatan dilakukan pengukuran terhadap
tanahnya. Sebab lain adalah karena kurangnya pemahaman petugas terkait
kluster bidang tanah. Pengklusteran hasil inventaris bidang tanah hanya
pada 1 Kluster juga menyebabkan tidak tercapainya tujuan dari PTSL yakni
176
Pusat Penelitian dan PengembanganKementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
tidak terciptanya informasi bidang tanah berbasis bidang. Informasi yang
didapatkan hanya informasi mengenai bidang tanah terdaftar saja,
sedangkan informasi mengenai sengketa dan konflik pertanahan serta
informasi ketersediaan tanah guna pengadaan tanah untuk pembangunan
tidak didapatkan.
Kontradiktur delimitasi yang belum dilaksanakan dapat disebabkan
pemilik tanah berbatasan yang sulit ditemui. Belum terlaksananya
kontradiktur delimitasi dapat menyebabkan ketidaklancaran dalam proses
pengukuran bidang tanah obyek PTSL. Ketidaklancaran ini seperti petugas
pengumpul data fisik menunggu hingga terjadi kesepakatan batas bidang
tanah kemudian dilakukan pengukuran bidang tanah. Apabila dalam proses
penetapan batas berjalan baik, yaitu para pihak berbatasan langsung setuju
dan bersepakat, tidak ada masalah; yang bermasalah adalah para pihak
yang terus berseteru mengenai batas bidang tanah. Menjalin komunikasi
yang intensif antara Kantor Pertanahan Kabupaten Pasuruan dengan pihak
desa dalam rangka persiapan desa yang menjadi lokasi PTSL menjadi
langkah yang dimbil untuk mengatasi hal ini.
Gambar Ukur (GU) pendaftaran tanah sistematik (Daftar Isian 107)
merupakan Gambar Ukur yang digunakan untuk pengukuran dalam
pendaftaran tanah sistematis. Di Kantor Pertanahan Kabupaten Pasuruan,
Gambar Ukur yang digunakan adalah Gambar Ukur Sporadik (Daftar Isian
107 A) (Gambar 1). Perbedaan antara GU sporadik dan GU Sistematik
adalah terletak pada halaman ke-1 dan ke-4 yakni, di GU Sporadik, halaman
4 merupakan halaman kartiran sedangkan halaman 4 pada GU Sistematik
merupakan halaman untuk tanda tangan berbatasan dan tanda tangan saksi,
sebagai contoh GU pada Kantor Pertanahan Kabupaten Demak (Gambar 2).
Dalam proses pengukuran bidang tanah, GU yang memuat data lapangan
sebaiknya dibawa ke lapang dan ditandatangangi langsung oleh para pihak
yang berbatasan. Dalam pelaksanaan pengukuran di Kabupaten Pasuruan,
para petugas pengumpul data fisik tidak membawa Gambar Ukur di lokasi
PTSL. Gambar Ukur digambar di Kantor Pertanahan agar memiliki catatan
yang rapi dan baik. Hal ini tidak masalah dilakukan jika petugas dengan
sigap membuat GU dan melengkapi tandatangan para pihak. Menjadi
masalah apabila petugas ukur menunda-nunda pekerjaan terkait
penggambaran GU, karena dapat menjadi beban pekerjaan selanjutnya. Ada
177
ProsidingPendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dalam Rangka Modernisasi Administrasi Pertanahan di Indonesia
tidak terciptanya informasi bidang tanah berbasis bidang. Informasi yang
didapatkan hanya informasi mengenai bidang tanah terdaftar saja,
sedangkan informasi mengenai sengketa dan konflik pertanahan serta
informasi ketersediaan tanah guna pengadaan tanah untuk pembangunan
tidak didapatkan.
Kontradiktur delimitasi yang belum dilaksanakan dapat disebabkan
pemilik tanah berbatasan yang sulit ditemui. Belum terlaksananya
kontradiktur delimitasi dapat menyebabkan ketidaklancaran dalam proses
pengukuran bidang tanah obyek PTSL. Ketidaklancaran ini seperti petugas
pengumpul data fisik menunggu hingga terjadi kesepakatan batas bidang
tanah kemudian dilakukan pengukuran bidang tanah. Apabila dalam proses
penetapan batas berjalan baik, yaitu para pihak berbatasan langsung setuju
dan bersepakat, tidak ada masalah; yang bermasalah adalah para pihak
yang terus berseteru mengenai batas bidang tanah. Menjalin komunikasi
yang intensif antara Kantor Pertanahan Kabupaten Pasuruan dengan pihak
desa dalam rangka persiapan desa yang menjadi lokasi PTSL menjadi
langkah yang dimbil untuk mengatasi hal ini.
Gambar Ukur (GU) pendaftaran tanah sistematik (Daftar Isian 107)
merupakan Gambar Ukur yang digunakan untuk pengukuran dalam
pendaftaran tanah sistematis. Di Kantor Pertanahan Kabupaten Pasuruan,
Gambar Ukur yang digunakan adalah Gambar Ukur Sporadik (Daftar Isian
107 A) (Gambar 1). Perbedaan antara GU sporadik dan GU Sistematik
adalah terletak pada halaman ke-1 dan ke-4 yakni, di GU Sporadik, halaman
4 merupakan halaman kartiran sedangkan halaman 4 pada GU Sistematik
merupakan halaman untuk tanda tangan berbatasan dan tanda tangan saksi,
sebagai contoh GU pada Kantor Pertanahan Kabupaten Demak (Gambar 2).
Dalam proses pengukuran bidang tanah, GU yang memuat data lapangan
sebaiknya dibawa ke lapang dan ditandatangangi langsung oleh para pihak
yang berbatasan. Dalam pelaksanaan pengukuran di Kabupaten Pasuruan,
para petugas pengumpul data fisik tidak membawa Gambar Ukur di lokasi
PTSL. Gambar Ukur digambar di Kantor Pertanahan agar memiliki catatan
yang rapi dan baik. Hal ini tidak masalah dilakukan jika petugas dengan
sigap membuat GU dan melengkapi tandatangan para pihak. Menjadi
masalah apabila petugas ukur menunda-nunda pekerjaan terkait
penggambaran GU, karena dapat menjadi beban pekerjaan selanjutnya. Ada
pekerjaan melengkapi administrasi yang kurang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di samping mempersiapkan diri untuk
target PTSL tahun depan.
Gambar 1. Halaman 1 dan 4 GU yang digunakan oleh Kantor Pertanahan
Kabupaten Pasuruan
178
Pusat Penelitian dan PengembanganKementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
Gambar 2. Halaman 1 dan 4 GU Sistematis pada Kantor Pertanahan
Kabupaten Demak
Untuk memenuhi kelengkapan tanda tangan para pihak dalam gambar
ukur, Kantor Pertanahan Kabupaten Pasuruan menambahkan lampiran pada
Gambar Ukur yang digunakan dalam pengukuran bidang tanah PTSL. Tanda
tangan para pihak yang belum dapat dilengkapi ketika pengukuran bidang
tanah berlangsung, dilengkapi bersamaan dengan pengumpulan data
yuridis. Karena halaman 2 dan 3 GU digunakan untuk sket dan angka ukur
bidang tanah, maka gambar kartiran GU dicetak secara terpisah
menggunakan kertas A3 yang menjadi satu kesatuan dengan GU (Gambar
3).
179
ProsidingPendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dalam Rangka Modernisasi Administrasi Pertanahan di Indonesia
Gambar 2. Halaman 1 dan 4 GU Sistematis pada Kantor Pertanahan
Kabupaten Demak
Untuk memenuhi kelengkapan tanda tangan para pihak dalam gambar
ukur, Kantor Pertanahan Kabupaten Pasuruan menambahkan lampiran pada
Gambar Ukur yang digunakan dalam pengukuran bidang tanah PTSL. Tanda
tangan para pihak yang belum dapat dilengkapi ketika pengukuran bidang
tanah berlangsung, dilengkapi bersamaan dengan pengumpulan data
yuridis. Karena halaman 2 dan 3 GU digunakan untuk sket dan angka ukur
bidang tanah, maka gambar kartiran GU dicetak secara terpisah
menggunakan kertas A3 yang menjadi satu kesatuan dengan GU (Gambar
3).
Gambar 3. Tanda tangan tetangga berbatasan yang belum lengkap pada
Gambar Ukur Kantor Pertanahan Kabupaten Pasuruan
Sementara, kutipan Letter C merupakan penegasan dari surat
pernyataan penguasaan fisik bidang tanah yang merupakan alat bukti
kepemilikan tanah bekas milik adat di Pulau Jawa umumnya termasuk di
Kabupaten Pasuruan (Gambar 4 dan 5). Buku C ini berupa buku tebal yang
di dalamnya terdapat informasi mengenai pemilik tanah berikut riwayat
peralihannya dan disimpan di Kantor Desa/Kelurahan. Letter C perlu
dilampirkan sebagai salah satu syarat kelengkapan berkas permohonan
pendaftaran hak atas tanah. Letter C yang belum dilampirkan dapat
disebabkan karena Buku Letter C yang ada di Kantor Desa telah rusak
ditandai dengan satu atau beberapa halaman yang hilang dan dapat
disebabkan karena perangkat desa yang saat ini menjabat kurang mengerti
dalam membaca Buku C desa. Tetapi, selama buku C desa tidak rusak,
180
Pusat Penelitian dan PengembanganKementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
maka lembaran yang memuat informasi mengenai pemilik tanah dari awal
hingga pemilik tanah terakhir wajib dilampirkan. Tidak dilampirkannya
kutipan Letter C dan hanya berdasarkan Surat Penguasaan Fisik sangat
berpotensi menyumbang sengketa konflik pertanahan. Dengan tidak
dilampirkannya kutipan Letter C maka tidak diketahui informasi apakah
kebenaran peralihan tanah yang dimohon, sehingga tidak diperoleh juga
mengenai kebenaran pemohon hak atas tanah sebagai pemilik tanah. selain
itu, dengan tidak dilampirkannya Letter C sebagai bukti alas hak tanah bekas
milik adat dapat menyebabkan potensi sengketa di kemudian hari.
Gambar 4. Contoh Letter C
181
ProsidingPendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dalam Rangka Modernisasi Administrasi Pertanahan di Indonesia
maka lembaran yang memuat informasi mengenai pemilik tanah dari awal
hingga pemilik tanah terakhir wajib dilampirkan. Tidak dilampirkannya
kutipan Letter C dan hanya berdasarkan Surat Penguasaan Fisik sangat
berpotensi menyumbang sengketa konflik pertanahan. Dengan tidak
dilampirkannya kutipan Letter C maka tidak diketahui informasi apakah
kebenaran peralihan tanah yang dimohon, sehingga tidak diperoleh juga
mengenai kebenaran pemohon hak atas tanah sebagai pemilik tanah. selain
itu, dengan tidak dilampirkannya Letter C sebagai bukti alas hak tanah bekas
milik adat dapat menyebabkan potensi sengketa di kemudian hari.
Gambar 4. Contoh Letter C
Gambar 5. Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah Yang Belum
Lengkap Tanda Tangan Kesaksian
182
Pusat Penelitian dan PengembanganKementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
Untuk mengatasi kemampuan perangkat desa yang kurang dalam
membaca buku C desa, Kantor Pertanahan Kabupaten Pasuruan meminta
para tetua atau orang yang dituakan di desa lokasi PTSL yang merupakan
orang yang paham akan peralihan tanah di desa itu, biasanya Sekretaris
Desa atau Lurah sebelumnya, untuk membantu penelitian riwayat tanah.
Keterlibatan kepala dukuh juga penting dalam penelitian riwayat tanah. Oleh
karena itu, pihak kantor pertanahan tidak membatasi panitia dari
desa/kelurahan hanya 1 orang, tetapi bisa sampai 2 hingga 4 orang bahkan
lebih untuk membantu proses kelengkapan berkas permohonan pendaftaran
tanah.
Nomor Letter C induk yang di-input ke dalam Komputerisasi Kantor
Pertanahan (KKP) dilakukan dalam rangka mempercepat proses penelitian
riwayat tanah yang menjadi obyek PTSL. Hal ini bisa saja dilakukan selama
tanah tersebut belum beralih, karena setiap peralihan tanah, maka nomor
Letter C juga berganti, sehingga idealnya, nomor C yang dimasukkan ke
dalam KKP adalah nomor Letter C terbaru. Pengentrian data obyek hak atas
tanah yang update merupakan sumbangan dalam mewujudkan tertib
administrasi pertanahan.
Strategi lain yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten
Pasuruan adalah dengan melakukan evaluasi pelaksanaan PTSL setiap
minggu untuk mengetahui capaian kegiatan PTSL. Monitoring dan evaluasi
yang dilakukan setiap minggu ini juga bermanfaat untuk mengetahui
kesulitan-kesulitan petugas di lapangan sehingga dapat dimusyawarahkan
mengenai jalan keluar dari masalah tersebut. Namun, sangat disayangkan
apabila monitoring dan evaluasi yang dilakukan hanya untuk pemenuhan
target PTSL. Monitoring dan evaluasi sebaiknya juga membahas mengenai
prosedur pelaksanaan yang dilakukan oleh masing-masing petugas.
Apakah sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau belum.
Memikirkan bagaimana mengantisipasi akibat hukum atas kerja di
lapangan juga masuk dalam poin monitoring dan evaluasi tiap minggunya.
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan
Tahun 2017, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan
Nasional mengemban amanah pendaftaran tanah sebanyak 5 juta bidang tanah
183
ProsidingPendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dalam Rangka Modernisasi Administrasi Pertanahan di Indonesia
Untuk mengatasi kemampuan perangkat desa yang kurang dalam
membaca buku C desa, Kantor Pertanahan Kabupaten Pasuruan meminta
para tetua atau orang yang dituakan di desa lokasi PTSL yang merupakan
orang yang paham akan peralihan tanah di desa itu, biasanya Sekretaris
Desa atau Lurah sebelumnya, untuk membantu penelitian riwayat tanah.
Keterlibatan kepala dukuh juga penting dalam penelitian riwayat tanah. Oleh
karena itu, pihak kantor pertanahan tidak membatasi panitia dari
desa/kelurahan hanya 1 orang, tetapi bisa sampai 2 hingga 4 orang bahkan
lebih untuk membantu proses kelengkapan berkas permohonan pendaftaran
tanah.
Nomor Letter C induk yang di-input ke dalam Komputerisasi Kantor
Pertanahan (KKP) dilakukan dalam rangka mempercepat proses penelitian
riwayat tanah yang menjadi obyek PTSL. Hal ini bisa saja dilakukan selama
tanah tersebut belum beralih, karena setiap peralihan tanah, maka nomor
Letter C juga berganti, sehingga idealnya, nomor C yang dimasukkan ke
dalam KKP adalah nomor Letter C terbaru. Pengentrian data obyek hak atas
tanah yang update merupakan sumbangan dalam mewujudkan tertib
administrasi pertanahan.
Strategi lain yang dilakukan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten
Pasuruan adalah dengan melakukan evaluasi pelaksanaan PTSL setiap
minggu untuk mengetahui capaian kegiatan PTSL. Monitoring dan evaluasi
yang dilakukan setiap minggu ini juga bermanfaat untuk mengetahui
kesulitan-kesulitan petugas di lapangan sehingga dapat dimusyawarahkan
mengenai jalan keluar dari masalah tersebut. Namun, sangat disayangkan
apabila monitoring dan evaluasi yang dilakukan hanya untuk pemenuhan
target PTSL. Monitoring dan evaluasi sebaiknya juga membahas mengenai
prosedur pelaksanaan yang dilakukan oleh masing-masing petugas.
Apakah sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau belum.
Memikirkan bagaimana mengantisipasi akibat hukum atas kerja di
lapangan juga masuk dalam poin monitoring dan evaluasi tiap minggunya.
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan
Tahun 2017, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan
Nasional mengemban amanah pendaftaran tanah sebanyak 5 juta bidang tanah
untuk di realisasikan. Target ini bukanlah target yang kecil sehingga
membutuhkan kerja yang ekstra dan strategi-strategi khusus dalam
pelaksanaannya di lapangan. Pelaksanaan PTSL di lapangan yang dilakukan
oleh petugas ditemukan adanya penyimpangan prosedur atau tidak sesuai
dengan peraturan dan petunjuk teknis yang ada.
Penyimpangan pelaksanaan di lapangan yang tidak sesuai prosedur di
antaranya, penggunaan Daftar Isian dalam pengumpulan data fisik yang belum
sesuai, belum adanya Daftar Isian 107 (Gambar Ukur Pendaftaran Tanah
Sistematis) terhadap bidang-bidang tanah PTSL sedangkan Peta Bidang Tanah
dan Surat Ukur sudah terbit, Gambar Ukur yang ada belum dilengkapi dengan
tandatangan pihak yang berbatasan dan saksi-saksi, belum dilampirkannya
Letter C sebagai bukti pemilikan tanah dalam berkas permohonan pendaftaran
hak, dan belum lengkapnya tanda tangan para pihak dalam berkas permohonan
pendaftaran hak atas tanah.
Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) merupakan solusi
percepatan pendaftaran tanah dan kepastian hukum apabila pelaksanaan PTSL
sesuai dengan kaidah yang berlaku. Kekurangan dalam prosedur akibat dari
pelaksanaan yang tidak sesuai petunjuk teknis akan menjadi beban bagi petugas
di kemudian hari. Kegiatan melengkapi kekurangan tersebut harus dilakukan
agar produk dari kegiatan PTSL tidak cacat dan untuk melindungi petugas
apabila dikemudian hari terdapat permasalahan berkaitan dengan produk yang
dihasilkan. Beban harus melengkapi kekurangan dalam prosedur ini juga
mempengaruhi persiapan kantor pertanahan terhadap target legalisasi aset di
tahun yang akan datang.
5.2. Saran
Pelaksanaan pendaftaran tanah berbasis percepatan dengan PTSL
sebaiknya dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan yang ada
sehingga produk dari Program PTSL dapat menjamin kepastian hukum. Hal lain
yang dapat dilakukan untuk mensukseskan PTSL adalah dengan
mengoptimalkan sarana dan prasarana penunjang pendaftaran tanah seperti
penyediaan alat ukur yang memadai menjadi salah satu hal peningkatan kinerja
petugas. Pemberdayaan masyarakat dalam hal pendaftaran tanah dengan
pelatihan dan pendampingan dalam proses mengecek kelengkapan berkas serta
meneliti riwayat tanah juga merupakan hal yang dapat membantu mempercepat
proses pendaftaran tanah. Selain itu melibatkan pihak ketiga yakni surveyor
184
Pusat Penelitian dan PengembanganKementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
pertanahan perlu dilakukan untuk membantu merealisasikan target PTSL yang
dibebankan, tentu dengan kontrol dari petugas yang ditetapkan oleh Kantor
Pertanahan. Satu hal yang paling penting dari semua itu, mengejar kuantitas
adalah penting, akan tetapi tunduk pada peraturan sebagai payung kebijakan
adalah mutlak, sebab kualitas produk jauh lebih penting dari sekedar jumlah
sertipikat yang dikeluarkan. Oleh karena itu, ke depan, jauh lebih arif jika
kebijakan Kementerian ATR/BPN di lapangan tidak diterjemahkan semata
menghasilkan sertipikat (K-1), tetapi yang juga penting adalah inventarisasi
seluruh bidang tanah dalam satu desa/keluarahan sehingga inti dari PTSL yakni
informasi bidang tanah berbasis bidang dapat terwujud.
DAFTAR PUSTAKA Annas, Aswar. 2017. Interaksi Pengambilan Keputusan dan Evaluasi Kebijakan.
Makasar: Celebes Media Perkasa
Azwar. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta: Bina Putra
Azar, Saifudin. 2000. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Lexy, Moleong. 2003. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Nazir, Moh. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia
Nugroho, Rachmad Nur. 2017. Jurnal Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Hak Milik
Atas Tanah Secara Sistematis Lengkap Dengan Berlakunya Peraturan
Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 35 Tahun 2016 Di Kabupaten Sleman. Universitas Atmajaya:
Fakultas Hukum
Sumardjono, Maria. 2005. Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan
Implementasi. Jakarta: Buku Kompas
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria
Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3
Tahun 1997 tentag Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
Peraturan Menteri Agraria Nomor 11 Tahun 2016 tentang Penyelesaian Kasus
Pertanahan
185
ProsidingPendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dalam Rangka Modernisasi Administrasi Pertanahan di Indonesia
pertanahan perlu dilakukan untuk membantu merealisasikan target PTSL yang
dibebankan, tentu dengan kontrol dari petugas yang ditetapkan oleh Kantor
Pertanahan. Satu hal yang paling penting dari semua itu, mengejar kuantitas
adalah penting, akan tetapi tunduk pada peraturan sebagai payung kebijakan
adalah mutlak, sebab kualitas produk jauh lebih penting dari sekedar jumlah
sertipikat yang dikeluarkan. Oleh karena itu, ke depan, jauh lebih arif jika
kebijakan Kementerian ATR/BPN di lapangan tidak diterjemahkan semata
menghasilkan sertipikat (K-1), tetapi yang juga penting adalah inventarisasi
seluruh bidang tanah dalam satu desa/keluarahan sehingga inti dari PTSL yakni
informasi bidang tanah berbasis bidang dapat terwujud.
DAFTAR PUSTAKA Annas, Aswar. 2017. Interaksi Pengambilan Keputusan dan Evaluasi Kebijakan.
Makasar: Celebes Media Perkasa
Azwar. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta: Bina Putra
Azar, Saifudin. 2000. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Lexy, Moleong. 2003. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Nazir, Moh. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia
Nugroho, Rachmad Nur. 2017. Jurnal Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Hak Milik
Atas Tanah Secara Sistematis Lengkap Dengan Berlakunya Peraturan
Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor 35 Tahun 2016 Di Kabupaten Sleman. Universitas Atmajaya:
Fakultas Hukum
Sumardjono, Maria. 2005. Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan
Implementasi. Jakarta: Buku Kompas
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria
Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3
Tahun 1997 tentag Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
Peraturan Menteri Agraria Nomor 11 Tahun 2016 tentang Penyelesaian Kasus
Pertanahan
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional
No. 35 Tahun 2016 tentang Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional
No. 12 Tahun 2017 tentang Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap
2016. Petunjuk Teknis Pengukuran dan Pemetaan Bidang Tanah Sistematis
Lengkap. Direktorat Infrastrukur dan Keagrariaan
2017. Petunjuk Teknis Percepatan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis
Lengkap Bidang Yuridis. Direktorat Jenderal Hubungan Hukum
masyarakat, akademisi dan media. Model ini sangat berguna untuk mengelola
kompleksitas berbasis aktor. Dengan membangun sinergi Penta Helix maka
membantu menganalisis gabungan pemangku kepentingan. Mereka yang
mungkin terlibat aktif dalam suatu pekerjaan (aktor) dan pihak lain yang terlibat
karena sifat pekerjaan (kelompok kepentingan) seperti otoritas publik dan model
ini berkaitan dengan sampel pemangku kepentingan.
Konsep Penta Helix dibangun di atas dua model fokus inovasi sebelumnya:
Triple dan Quadra Helix. Triple Helix mencatat pentingnya hubungan antara
pengetahuan, industri dan sektor publik. Trilogi pelaku ini agak jelas dan saling
bergantung: sektor publik menggunakan basis pajak untuk mendanai lembaga
pengetahuan untuk meneliti teknologi dan produk inovatif, sektor bisnis
memproduksikannya dan akhirnya sektor publik menuai hasilnya melalui
pengembalian pajak.
"Unsur dari Triple Helix adalah universitas, industri dan pemerintah untuk
menghasilkan format kelembagaan dan sosial baru untuk produksi, transfer dan
penerapan pengetahuan." (sumber:Kelompok riset Triple Helix University of
Stanford)
Quadra Helix
Triple Helix sifatnya terlalu umum namun jika inovasi tersebut menyangkut
orang, maka pengguna harus masuk dalam daftar pemangku
kepentingan. Masalah dengan Triple Helix adalah bahwa mereka
mengasumsikan bahwa mereka mengetahui yang terbaik untuk pasar. Hal inilah
yang menjadi alasan diperkenalkannya aliran tambahan ke helix, yakni
pengguna, sehingga menciptakan Quadruple Helix.
Kepentingan pemangku kepentingan dan hubungan antarlembaga
Pemangku kepentingan yang didorong oleh terlalu banyak kepentingan
dapat mengganggu sebuah pekerjaan dengan tidak menjelaskan tujuan mereka.
Hal ini berguna untuk menetapkan motivasi profesional para pemangku
kepentingan dan jika kepentingan pribadi mereka akan memainkan peran yang
kuat.
Kendalanya selanjutnya adalah hubungan stakeholder. Hal yang wajar jika
pemangku kepentingan membawa gesekan pribadi atau kelembagaan yang
dapat menahan pembangunan. Mengakibatkan pemangku kepentingan memiliki
berbedaan persepsi yang berimbas pada hasil perencanaan hingga hasil
pekerjaan.
Gambar 6 Peranan setiap unsur Penta Helix
(Hill,.A ,2015)
Skema berikut dapat digunakan untuk mengeksplorasi pemangku
kepentingan dalam suatu kelompok pekerjaan. Skema ini untuk mengeksplorasi
posisi pemangku kepentingan sesuai dengan gambaran umum dalam suatu
pekerjaan. Dengan skema ini maka akan menjadi jelas di mana kesenjangan
berada, kemungkinan konflik dapat terjadi melalui tumpang tindih atau
kekosongan ruang (kurangnya dukungan) yang menghambat suatu
pekerjaan. Kemudian setelah dianalisis tingkat minat, kekuatan dan komitmen
setiap unsur maka akan memperoleh gambaran yang lebih baik tentang aktor
utama dan hal-hal yang perlu dilibatkan.
Lima jenis pemangku kepentingan
Tidak ada aturan tetap untuk siapa yang sesuai dengan masing-masing
kategori pemangku kepentingan karena ini akan bergantung sepenuhnya pada
konfigurasi aktor dalam situasi tersebut. Misalnya, pemangku kepentingan
mungkin mewakili masyarakat lokal dalam satu konteks, sementara skala
regional di negara lain. Uraian berikut memberikan indikasi bagaimana cara
mendistribusikan para pemangku kepentingan.
216
Pusat Penelitian dan PengembanganKementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
a. Pemerintah
Kelompok ini memliki kekuatan dan pengaruhnya yang cenderung tinggi:
Tanpa kerja sama mereka, gagasan paling inspiratif sekalipun akan sulit
untuk dapat diimplementasikan.
b. (Non-Government Organization/NGO)
Kelompok ini mengacu pada Surveyor Kadastral berlisensi melalui Kantor
Jasa Surveyor Kadastral berlisensi (KJSKB). Kepentingan komunitas ini
akan tergantung pada bagaimana proyek akan mempengaruhi mereka:
apakah akan membawa pelanggan baru atau pesaing baru? Akankah ini
memberi kesempatan untuk tumbuh, atau hambatan bagi perkembangan
masa depan mereka?
c. Akademisi (knowledge)
Istilah ini mengacu pada praktisi dengan pengetahuan dan pengalaman yang
relevan untuk pengembangan suatu pekerjaan. Dapat berupa; penduduk
lokal dengan keahlian dalam inovasi dan pengetahuan (arsitek, insinyur,
ilmuwan, dokter dan praktisi kesehatan, ahli geografi, pendidik) atau staf
sekolah, universitas atau organisasi riset yang tertarik pada pengembangan
inovasi pekerjaan terkait. Selain praktisi berbasis tempat, ada juga
serangkaian aktor nasional dan internasional yang dapat menyumbangkan
pengetahuan dan pengalaman, seperti organisasi penelitian, advokasi atau
konsultan. Sementara anggota kelompok ini sering mengungkapkan
pendapat yang kuat mengenai sebuah pekerjaan baru, tidak jarang pendapat
para praktisi berbeda dan menyimpang.
d. Masyarakat (Community)
Pelaku dalam kelompok ini termasuk kelompok masyarakat lokal (sosial,
kesehatan, budaya, agama dll), maupun LSM yang berbasis pada isu
masyarakat, serikat pekerja dan LSM internasional. Kepentingan mereka
akan didorong oleh apa yang penting bagi penduduk setempat. Seperti
pentingnya suatu pekerjaan tersebut apakah memberikan dampak postif,
negatif atau bahkan terasa tidak menyentuh ke dalam kebutuhan
masyarakat. Hal ini akan menjadi bahan pertimbangan mereka dalam
mengambil sikap dan inovasi atas suatu pekerjaan.
e. Media
Peran media sangat berpengaruh terhadap diseminasi informasi. Baik
buruknya pekerjaan dipengaruhi oleh bagaimana para pelaku mengemas
217
ProsidingPendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dalam Rangka Modernisasi Administrasi Pertanahan di Indonesia
a. Pemerintah
Kelompok ini memliki kekuatan dan pengaruhnya yang cenderung tinggi:
Tanpa kerja sama mereka, gagasan paling inspiratif sekalipun akan sulit
untuk dapat diimplementasikan.
b. (Non-Government Organization/NGO)
Kelompok ini mengacu pada Surveyor Kadastral berlisensi melalui Kantor
Jasa Surveyor Kadastral berlisensi (KJSKB). Kepentingan komunitas ini
akan tergantung pada bagaimana proyek akan mempengaruhi mereka:
apakah akan membawa pelanggan baru atau pesaing baru? Akankah ini
memberi kesempatan untuk tumbuh, atau hambatan bagi perkembangan
masa depan mereka?
c. Akademisi (knowledge)
Istilah ini mengacu pada praktisi dengan pengetahuan dan pengalaman yang
relevan untuk pengembangan suatu pekerjaan. Dapat berupa; penduduk
lokal dengan keahlian dalam inovasi dan pengetahuan (arsitek, insinyur,
ilmuwan, dokter dan praktisi kesehatan, ahli geografi, pendidik) atau staf
sekolah, universitas atau organisasi riset yang tertarik pada pengembangan
inovasi pekerjaan terkait. Selain praktisi berbasis tempat, ada juga
serangkaian aktor nasional dan internasional yang dapat menyumbangkan
pengetahuan dan pengalaman, seperti organisasi penelitian, advokasi atau
konsultan. Sementara anggota kelompok ini sering mengungkapkan
pendapat yang kuat mengenai sebuah pekerjaan baru, tidak jarang pendapat
para praktisi berbeda dan menyimpang.
d. Masyarakat (Community)
Pelaku dalam kelompok ini termasuk kelompok masyarakat lokal (sosial,
kesehatan, budaya, agama dll), maupun LSM yang berbasis pada isu
masyarakat, serikat pekerja dan LSM internasional. Kepentingan mereka
akan didorong oleh apa yang penting bagi penduduk setempat. Seperti
pentingnya suatu pekerjaan tersebut apakah memberikan dampak postif,
negatif atau bahkan terasa tidak menyentuh ke dalam kebutuhan
masyarakat. Hal ini akan menjadi bahan pertimbangan mereka dalam
mengambil sikap dan inovasi atas suatu pekerjaan.
e. Media
Peran media sangat berpengaruh terhadap diseminasi informasi. Baik
buruknya pekerjaan dipengaruhi oleh bagaimana para pelaku mengemas
pekerjaan tersebut menjadi sebuah informasi. Informasi yang menarik akan
meningkatkan sinergi dari kerjasama para pelaku kepentingan dan semangat
dalam mensukseskan suatu pekerjaan. Sebaliknya kurangnya informasi
bahkan buruknya informasi yang tersebar akan mengikis kepercayan para
pelaku dalam mendukung atau terlibat dalam suatu perkerjaan.
Berdasarakan landasan teori di atas maka diperlukannya sinergi dari setiap
stakeholders dalam model Penta helix dalam merumuskan strategi suatu
ritme atau pola dalam merencakan strategi pembangunan program PTSL.
3. METODE PENELITIAN Tulisan ini dibuat secara deskriptif dengan analisis konten untuk mengkaji
keterbatasan PTSL dan peluang keberhasilannya. Ritme/pola perencanaan
program PTSL perlu dibentuk agar berhasil seperti yang diharapkan. Tulisan ini
juga berupaya menyajikan pola strategis perencanaan PTSL dengan pelibatan
multipihak.
4. PEMBAHASAN 4.1. Kurangnya peran aktif masyarakat yang sangat dibutuhkan sebagai
subyek pendaftaran tanah Melalui PTSL pemerintah berupaya menunaikan kewajibannya untuk
melakukan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia dengan biaya Rp.0,-
(nol rupiah). Tetapi di luar itu, terdapat beberapa kegiatan yang belum
dimasukkan dalam aspek pembiayaan dalam pelaksanaan PTSL yang menjadi
beban masyarakat, contohnya: pembuatan alas hak, patok batas, honor-honor
masyarakat desa yang membantu program PTSL. Data pembayaran dalam
kondisi demikian tidak semua masyarakat dapat menyiapkannya. Terkesan nol
rupiah, namun ketika masyarakat mencoba mendaftarkan tanahnya, ternyata ada
biaya-biaya yang cukup besar yang tidak dapat ditanggung oleh masyarakat. Hal
ini dapat memicu terhambatnya PTSL.
Sebelumnya memang ada Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri
Nomor 25/SKB/v/2017 tentang Persiapan Pembiayaan Pendaftaran Tanah
Sistematis yang memunculkan aturan dalam memungut biaya. SKB 3 Menteri ini
mencoba memberikan respon atas permasalahan tersebut. Namun, yang
menjadi titik persoalan di sini adalah asal nilai tersebut yakni penarikan dari
masyarakat. Walaupun kita berbicara hak dan kewajiban, penarikan dari
218
Pusat Penelitian dan PengembanganKementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
masyarakat inilah yang memungkinkan peluang terjadinya pungutan liar (pungli)
di tengah-tengah masyarakat.
Penarikan-penarikan tersebut memungkinkan untuk menciderai niatan baik
dari Kementerian ATR/BPN berupa PTSL nol rupiah. Masyarakat memaknai
PTSL nol rupiah berupa program “gratis tapi berbayar”. Sebab, penarikan-
penarikan yang sifatnya dari masyarakat walaupun telah dibuatkan aturan
tentang hal itu, mudah untuk masuk di benak masyarakat bahwasanya
Kementerian ATR/BPN memang mahal dan mempersulit dalam memberikan
sertipikat. Artinya, hal ini dapat dievaluasi dengan menyuguhan anggaran untuk
meng-cover biaya-biaya diluar PTSL tersebut baik dari Kementerian Desa
maupun Kementerian Dalam Negeri. Sehingga niatan baik dari ATR/BPN untuk
memberikan sertipikat tanah gratis kepada masyarakat tidak terciderai dengan
kurangnya dukungan dari kementerian yang lainnya yang memunculkan pikiran-
pikiran negatif dari masyarakat apalagi terjadi pungli. Sehingga, masyarakat
benar-benar menerima nol rupiah.
Selanjutnya diberikan punishment and reward kepada masyarakat
sebagaimana program tax amnesty. Masyarakat yang aktif melaporkan tanahnya
kepada pemerintah desa sebagai usulan program PTSL dalam pembentukan
Bank Data Yuridis di Kantor Desa diberikan prioritas lebih awal dalam kategori
K1. Besar kemungkinan masyarakat akan terlibat aktif dalam program PTSL.
Hal yang perlu digarisbawahi adalah bukan sekedar pada kemampuan
masyarakat yang dapat membayar biaya yang tidak ditanggung PTSL tersebut.
Namun, keaktifan masyarakat dalam membantu PTSL mulai dari pemasangan
patok, pengisian formulir pendaftaran, kehadiran pada penyuluhan hingga
kontradiktur delimintasi. Ketika seseorang mampu membayar biaya pendukung
tersebut, kemudian lepas tangan tinggal menunggu hasil sertipikat adalah hal
yang perlu dihindari. Sehingga bagaimana masyarakat tersebut aktif sebagai
subyek dan memliki peranan penting selama proses pendaftaran tanah.
4.2. Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap terkikis menjadi Pendaftaran Tanah Sporadik Massal Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) adalah kegiatan
pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang
meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar maupun yang telah
terdaftar dalam suatu wilayah desa/kelurahan atau nama lainnya yang setingkat
219
ProsidingPendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dalam Rangka Modernisasi Administrasi Pertanahan di Indonesia
masyarakat inilah yang memungkinkan peluang terjadinya pungutan liar (pungli)
di tengah-tengah masyarakat.
Penarikan-penarikan tersebut memungkinkan untuk menciderai niatan baik
dari Kementerian ATR/BPN berupa PTSL nol rupiah. Masyarakat memaknai
PTSL nol rupiah berupa program “gratis tapi berbayar”. Sebab, penarikan-
penarikan yang sifatnya dari masyarakat walaupun telah dibuatkan aturan
tentang hal itu, mudah untuk masuk di benak masyarakat bahwasanya
Kementerian ATR/BPN memang mahal dan mempersulit dalam memberikan
sertipikat. Artinya, hal ini dapat dievaluasi dengan menyuguhan anggaran untuk
meng-cover biaya-biaya diluar PTSL tersebut baik dari Kementerian Desa
maupun Kementerian Dalam Negeri. Sehingga niatan baik dari ATR/BPN untuk
memberikan sertipikat tanah gratis kepada masyarakat tidak terciderai dengan
kurangnya dukungan dari kementerian yang lainnya yang memunculkan pikiran-
pikiran negatif dari masyarakat apalagi terjadi pungli. Sehingga, masyarakat
benar-benar menerima nol rupiah.
Selanjutnya diberikan punishment and reward kepada masyarakat
sebagaimana program tax amnesty. Masyarakat yang aktif melaporkan tanahnya
kepada pemerintah desa sebagai usulan program PTSL dalam pembentukan
Bank Data Yuridis di Kantor Desa diberikan prioritas lebih awal dalam kategori
K1. Besar kemungkinan masyarakat akan terlibat aktif dalam program PTSL.
Hal yang perlu digarisbawahi adalah bukan sekedar pada kemampuan
masyarakat yang dapat membayar biaya yang tidak ditanggung PTSL tersebut.
Namun, keaktifan masyarakat dalam membantu PTSL mulai dari pemasangan
patok, pengisian formulir pendaftaran, kehadiran pada penyuluhan hingga
kontradiktur delimintasi. Ketika seseorang mampu membayar biaya pendukung
tersebut, kemudian lepas tangan tinggal menunggu hasil sertipikat adalah hal
yang perlu dihindari. Sehingga bagaimana masyarakat tersebut aktif sebagai
subyek dan memliki peranan penting selama proses pendaftaran tanah.
4.2. Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap terkikis menjadi Pendaftaran Tanah Sporadik Massal Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) adalah kegiatan
pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang
meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar maupun yang telah
terdaftar dalam suatu wilayah desa/kelurahan atau nama lainnya yang setingkat
dengan itu. PTSL dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah Indonesia
dengan jumlah target yang tinggi jika dibandingkan dengan target bidang tanah
setahun yang lalu. Hal tersebut tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi setiap
Kantor Pertanahan (Kantah) kabupaten/kota se Indonesia. Berbagai trik dan
strategi ditempuh oleh semua Kantah agar pelaksaanaan PTSL ini dapat
terlaksana dengan baik dan selesai tepat pada waktunya.
Ikhtiar dan strategi yang diterapkan oleh setiap kantah tentunya dengan
tujuan agar PTSL ini cepat terselasaikan. Hanya saja, terdapat sedikit perbedaan
pelaksanaan khususnya dalam hal teknis dan hasil akhir dari pekerjaan PTSL ini.
Kantor Pertanahan yang memaknai PTSL sebagai pendaftaran sistematis
lengkap, melaksanakan pekerjaan dengan cara mengukur secara keseluruhan
bidang tanah (persil) di dalam satu desa dengan menginventarisasikan data fisik
dan yuridis menjadi 4 kluster, yaitu
a. Kluster 1 (satu) yaitu bidang tanah yang data yuridisnya memenuhi syarat
untuk sampai diterbitkan sertipikat hak atas tanahnya.
b. Kluster 2 (dua) yaitu bidang tanah yang data yuridisnya memenuhi syarat
untuk diterbitkan sertipikat namun terdapat perkara di Pengadilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 Peraturan Menteri Agraria dan
Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 35 Tahun 2016.
c. Kluster 3 (tiga) yaitu bidang tanah yang data yuridisnya tidak dapat
dibukukan dan diterbitkan sertipikat karena:
1) Subyek Warga Negara Asing, BUMN/BUMD/BHMN, Badan Hukum
Swasta, subyek tidak diketahui, subyek tidak bersedia mengikuti
pendaftaran tanah sistematis lengkap;
2) Obyek merupakan tanah P3MB, Prk 5, Rumah Golongan III, Obyek
Nasionalisasi, Tanah Ulayat, Tanah Absentee;
3) Obyek tanah milik adat, dokumen yang membuktikan kepemilikan tidak
lengkap, peserta tidak bersedia membuat surat pernyataan
penguasaan fisik bidang tanah. Terhadap tanah yang tidak dapat
dibukukan dan diterbitkan sertipikatnya dicatat dalam daftar tanah.
d. Kluster 4 (empat) yaitu bilamana subyek dan obyek tidak memenuhi syarat
untuk Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap karena sudah bersertipikat.
Kantah yang melaksanakan secara sistematis lengkap akan cepat
mencapai target yang menjadi tanggung jawabnya dikarena menerapkan
sistem “sapu bersih” (nge-round). Sistem ini mempunyai konsekuensi bahwa
220
Pusat Penelitian dan PengembanganKementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
tidak semua bidang tanah yang diukur dan diinventarisasikan tersebut masuk
ke dalam kluster 1. Pengukuran, pemetaan dan inventarisasi di satu desa
menghasilkan data berupa Peta dan daftar tanah. Begitu juga, ketika data fisik
dan yuridis telah dibukukan dengan baik, maka dapat diterbitkan sertipikat
tanahnya. Dengan mengedepankan sistematis lengkap ini maka pemetaan
bidang tanah dan inventarisasi subyek dan obyek persil dapat diselesaikan
dengan cepat. Akan tetapi, tidak semua hasil inventarisasi akan sampai pada
penerbitan sertipikat. Hasil inventarisasi data dapat juga berupa K2, K3 dan K4.
Lain halnya yang dilakukan oleh beberapa kantor pertanahan dengan
menerapkan sistem sporadis massal. Sistem ini menerapkan pengumpulan
data fisik dan yuridis terhadap bidang tanah yang masuk ke dalam Kluster 1
saja yaitu bidang tanah yang data yuridisnya memenuhi syarat untuk sampai
diterbitkan sertipikat hak atas tanahnya. Hal tersebut tidak berbeda jauh dengan
PRONA, karena hasil akhir pekerjaan tersebut adalah sertipikat hak atas tanah.
Ketika sistem sporadik massal ini diterapkan maka target penyelesaian PTSL
lebih sulit tercapai dan tentunya membutuhkan lebih banyak waktu, SDM serta
sarana dan prasarana dikarenakan bidang tanah yang diukur tidak
mengelompok atau dapat dikatakan terpisah-pisah, walaupun dalam satu desa.
Dengan diperlukanya tambahan tenaga “extra” ini, tidak sedikit kantah
melakukan kerjasama dengan pihak ketiga atau KJSKB.
Pelaksanaan PTSL dengan menerapkan system Sporadik massal ini
tentunya dengan berbagai pertimbangan. Pertama, Presiden Jokowi
menerjemahkan PTSL ini adalah program sertifikasi massal, sehingga dalam
setiap kesempatan berkunjung ke daerah selalu ingin membagi-bagikan
sertipikat. Kedua, Sistem SKPMPP ATR/BPN yang dijalankan melalui
Komputerisasi Kantor Pertanahan menilai kinerja atau prestasi Kantor
pertanahan dengan rumus jumlah sertipikat yang diterbitkan dibagi dengan total
beban pekerjaan PTSL dikali dengan 100 persen. Dengan sistem penilaian
seperti ini maka, Kantah akan berlomba menerbitkan Sertipikat Hak atas tanah
Sistematik Lengkap dan Alternatif Penyelesaiannya 1. Jumlah penduduk hingga 2050 diperkirakan mencapi 400
juta jiwa dan memerlukan ruang yang keberadaannya cukup terbatas.
2. Pembangunan yang lestari sehingga tetap sustainable. 3. Keberpihakan dalam pembangunan mau ke arah mana? 4. Diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas. 5. Manajemen pertanahan diperlukan manajemen SDM yang
baik dan Manajemen administrasi berkualitas. 6. 1961-1989 : 11 juta sertipikat dan 26 juta persil daftar
tanah. 7. 1992 : 12 juta dati 56 juta bidang. 8. Pertumbuhan jumlah bidang : 1 juta bidang pertahun
(Worldbank 1994). 20% terdaftar di Perkotaan 10% terdaftar di Perdesaan 9. Konsep Pendaftaran Tanah (Land Registration) : Menurut
UUPA dan PP 24 Tahun 1997 10. UNECE 2006 : Pendaftaran tanah merupakan bentuk
admninitrasi pertanahan. 11. PP 24 Tahun 1997 dengan obyek kepulauan seperti
Indonesia dibutuhkan cara pedaftaran yang berbeda. 12. Prinsip Fit For Purpose terdapat 3 (tiga) aspek: Spasial,
Hukum dan Konstitusial. 13. PTSL dengan Pendaftaran Tanah Sistematik: 14. Fakta: Tidak semua bidang tanah bisa didaftar. 15. Problematika: PTSL Paradigma, SDM, Kerangka Hukum,
Perencanaan, Koordinasi dan Infrastruktur. 16. Belum ada kesamaan paradigma antar sesama intern
Wahyuni, S.H., M.Eng
231
ProsidingPendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dalam Rangka Modernisasi Administrasi Pertanahan di Indonesia
NOTULEN
Pusat Penelitian &
Pengembangan FORUM ILMIAH
“PTSL DALAM RANGKA MODERNISASI ADMINITASI PERTANAHAAN DI INDONESIA”
SUBTEMA : HUKUM DAN MANAJEMEN
Hari/Tanggal Selasa, 21 November 2017 Tempat Century Park Hotel Jakarta Narasumber 1. Drs. Pelopor, M.Eng. Sc
2. Aswicaksana, ST., MT., M.Sc
Penyaji
1. Wahyuni, S.H., M.Eng 2. Saheriyanto, S.Pd., S.E. 3. Restu Istiningdyah 4. Fadhil Surur 5. Reza Abdullah
Moderator Andi Tenrisau, S.H., M.Hum Peserta Daftar Undangan terlampir
No Deskripsi Keterangan
SESI I 1. Moderator membuka acara Andi Tenrisau, S.H.,
Sistematik Lengkap dan Alternatif Penyelesaiannya 1. Jumlah penduduk hingga 2050 diperkirakan mencapi 400
juta jiwa dan memerlukan ruang yang keberadaannya cukup terbatas.
2. Pembangunan yang lestari sehingga tetap sustainable. 3. Keberpihakan dalam pembangunan mau ke arah mana? 4. Diperlukan sumber daya manusia yang berkualitas. 5. Manajemen pertanahan diperlukan manajemen SDM yang
baik dan Manajemen administrasi berkualitas. 6. 1961-1989 : 11 juta sertipikat dan 26 juta persil daftar
tanah. 7. 1992 : 12 juta dati 56 juta bidang. 8. Pertumbuhan jumlah bidang : 1 juta bidang pertahun
(Worldbank 1994). 20% terdaftar di Perkotaan 10% terdaftar di Perdesaan 9. Konsep Pendaftaran Tanah (Land Registration) : Menurut
UUPA dan PP 24 Tahun 1997 10. UNECE 2006 : Pendaftaran tanah merupakan bentuk
admninitrasi pertanahan. 11. PP 24 Tahun 1997 dengan obyek kepulauan seperti
Indonesia dibutuhkan cara pedaftaran yang berbeda. 12. Prinsip Fit For Purpose terdapat 3 (tiga) aspek: Spasial,
Hukum dan Konstitusial. 13. PTSL dengan Pendaftaran Tanah Sistematik: 14. Fakta: Tidak semua bidang tanah bisa didaftar. 15. Problematika: PTSL Paradigma, SDM, Kerangka Hukum,
Perencanaan, Koordinasi dan Infrastruktur. 16. Belum ada kesamaan paradigma antar sesama intern
Wahyuni, S.H., M.Eng
NOTULEN
Pusat Penelitian &
Pengembangan FORUM ILMIAH
“PTSL DALAM RANGKA MODERNISASI ADMINITASI PERTANAHAAN DI INDONESIA”
SUBTEMA : HUKUM DAN MANAJEMEN
pertanahan. 17. Strategi: Menggunakan data hasil IP4T. 18. Infrasturktur Keagrariaan: Strtagei dengan perimbanggan
penggunaan general boundary. 19. Koordinasi antar sektor: Kebijakan BPHTB, Surat
Keterangan Waris, SKPT, Partisipasi Aktif.
3. Moderator: Inti dari pemaparan Wahyuni, S.H. Pentingnya PTSL Konsep Pendaftaran PTSL Problematika PTSL Alternatif penyelesaian
Andi Tenrisau, S.H., M.Hum
4. Paparan Penyaji 2 : Peningkatan Akses Reform Pelayanan Sertipikasi Tanah Sebagai Model Usaha di Pasar Desa Melalui Pendaftaran Tanah di Kab. Banjar 1. Kepastian pemilikan hukum atas tanah tetapi pendaftaran
tanah masih rendah. Hal ini didasarkan atas rendahnya kesadaran masyarakat untuk mensertipikatkan tanah.
2. Masyarakat juga membutuhkan modal, tetapi fakta dilapangan masyarakat belum mengetahui pentingnya sertipikat tanah termasuk didalamnya adalah untuk akses modal.
3. Di Kabupaten Banjar terdapat inovasi “Tatamu Pade” 4. Apa itu Tatamu Pade? Dalam artian bahasan Tatamu:
bertamu, Pade: Paman. 5. Dalam arti praktik : Kantor pertanahan menyediakan
kemudahan dalam pengurusan sertipikat tanah. 6. Terdapat 2 tahapan: Pra Sertipikasi dan Sertipikasi. 7. Pra Sertipikasi: Pengumpulan data yuridis, pengukuran,
permerikasaan tanah dan penerbitan surat keputusan penerbitan hak.
8. Hasil kegitan Tatamu Pade: Rentang pinjaman 5-150 juta: < 25 juta 99 orang dan > 25 juta- 150 juta: 81 orang. Jumlah pinjaman: > 6 milyar.
9. Kendala yang dihadapi: Tidak ada surat/tanda bukti pemilikan tanah (Kantah dan perangkat daerah membantu mempercepat pembuatan tanda bukti hak dan SPPT PBB), Sulit menghadirkan pemilik tanah (Kesanggupan peserta program untuk ikut bertanggungjawab),bidang lokasi masuk kawasan hutan (jangka panjang: pelepasan kawasan hutan).
10. Tatamu Pade: pendaftran tanah berorientasi pada access reform.
11. Tatamu pade meliputi 3 tahap: Pra sertipkasi, sertipikasi dan pasca sertipikasi.
Saheriyanto, S.Pd., S.E.
232
Pusat Penelitian dan PengembanganKementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
NOTULEN
Pusat Penelitian &
Pengembangan FORUM ILMIAH
“PTSL DALAM RANGKA MODERNISASI ADMINITASI PERTANAHAAN DI INDONESIA”
SUBTEMA : HUKUM DAN MANAJEMEN
5. Paparan Narasumber : Dalam nawacita ke-5: Peningkatan kesejahteraan masyarakat. (Dengan reforma agraria 9 juta hektar). Apa yang dilakukan: Redistribusi dan legalisai aset masing-masing 4,5 juta hektar. A. Pemetaan, Registrasi dan Sertipikasi
Langkah-langkah yang dilakukan: percepatan penyediaan peta kadasral (1:5000 dan sistem fit for purpose), Registrasti NIB, Sertipikasi (dengan kenaikan jumlah bidang setiap tahunnya), 100% tanah diluar kawasan hutan dan 50% dikawasan hutan. K 1: tidak ada masalah K 2: Belum bisa diterbitkan sertipikatkan K 3: Recode daftar tanah dimasukkan dalam wadah yang telah dksediakan. Bidang. K 4: Biadang tanah yang sudah ada tetapi tidak memiliki koordinat.
B. Reforma Agraria: Legalisasi aset: 4,5 juta bidang (Tanah transmigrasi: 0,6 juta Ha =848.860 bidang dan Legalisasi aset: 3,9 juta Ha) Grand design PTSL PTSL adalah salah satu segmen dari berbagai kegiatan pendaftaran tanah.
C. Peran pemerintah daerah menentukan sukses PTSL: 1. Membantu sosialisasi PTSL. 2. Menanjamkan prioritas penetapan desa lokasi (Lintor
dimasukkan dalam PTSL). 3. Mendorong partisipasi masyarakat dalam PTSL. 4. Memfasilitasi bantuan/kemudahan dari aparatur. 5. Memberi insentif berupa pengurangan/pembebasan
BPHTB.
Drs. Pelopor, M.Eng. Sc
6. Tanggapan Narasumber : Terkait paparan Wahyuni, S.H.: 1. Belum ada bagian kesimpulan dan saran. Contoh: terkait
SDM kurang, apa solusinya. Kurangnya berapa? 2. Pemahaman masyarakat kurang: apakah sosialisasi
kurang, atau seperti apa yang bisa dilakukan agar masyarakat bisa mengerti dan memahami PTSL.
3. Koordinasi antar sektor: siapa dan apa yang harusnya dilakukan oleh subyek tersebut atau lembaga tersebut melakukan apa?
4. Abstrak masih umum, baru rinci setelah halaman 12. 5. Sampel di Sumatera Utara. Kenapa memilih Sumatera
Utara, apa yang menarik disini dan termasuk Kantahnya. 6. Kalimat yang kurang selesai seperti halaman 9. 7. Harus ditambahkan dengan kesimpulannya.
Aswicaksana, ST., MT., M.Sc
233
ProsidingPendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dalam Rangka Modernisasi Administrasi Pertanahan di Indonesia
NOTULEN
Pusat Penelitian &
Pengembangan FORUM ILMIAH
“PTSL DALAM RANGKA MODERNISASI ADMINITASI PERTANAHAAN DI INDONESIA”
SUBTEMA : HUKUM DAN MANAJEMEN
5. Paparan Narasumber : Dalam nawacita ke-5: Peningkatan kesejahteraan masyarakat. (Dengan reforma agraria 9 juta hektar). Apa yang dilakukan: Redistribusi dan legalisai aset masing-masing 4,5 juta hektar. A. Pemetaan, Registrasi dan Sertipikasi
Langkah-langkah yang dilakukan: percepatan penyediaan peta kadasral (1:5000 dan sistem fit for purpose), Registrasti NIB, Sertipikasi (dengan kenaikan jumlah bidang setiap tahunnya), 100% tanah diluar kawasan hutan dan 50% dikawasan hutan. K 1: tidak ada masalah K 2: Belum bisa diterbitkan sertipikatkan K 3: Recode daftar tanah dimasukkan dalam wadah yang telah dksediakan. Bidang. K 4: Biadang tanah yang sudah ada tetapi tidak memiliki koordinat.
B. Reforma Agraria: Legalisasi aset: 4,5 juta bidang (Tanah transmigrasi: 0,6 juta Ha =848.860 bidang dan Legalisasi aset: 3,9 juta Ha) Grand design PTSL PTSL adalah salah satu segmen dari berbagai kegiatan pendaftaran tanah.
C. Peran pemerintah daerah menentukan sukses PTSL: 1. Membantu sosialisasi PTSL. 2. Menanjamkan prioritas penetapan desa lokasi (Lintor
dimasukkan dalam PTSL). 3. Mendorong partisipasi masyarakat dalam PTSL. 4. Memfasilitasi bantuan/kemudahan dari aparatur. 5. Memberi insentif berupa pengurangan/pembebasan
BPHTB.
Drs. Pelopor, M.Eng. Sc
6. Tanggapan Narasumber : Terkait paparan Wahyuni, S.H.: 1. Belum ada bagian kesimpulan dan saran. Contoh: terkait
SDM kurang, apa solusinya. Kurangnya berapa? 2. Pemahaman masyarakat kurang: apakah sosialisasi
kurang, atau seperti apa yang bisa dilakukan agar masyarakat bisa mengerti dan memahami PTSL.
3. Koordinasi antar sektor: siapa dan apa yang harusnya dilakukan oleh subyek tersebut atau lembaga tersebut melakukan apa?
4. Abstrak masih umum, baru rinci setelah halaman 12. 5. Sampel di Sumatera Utara. Kenapa memilih Sumatera
Utara, apa yang menarik disini dan termasuk Kantahnya. 6. Kalimat yang kurang selesai seperti halaman 9. 7. Harus ditambahkan dengan kesimpulannya.
Aswicaksana, ST., MT., M.Sc
NOTULEN
Pusat Penelitian &
Pengembangan FORUM ILMIAH
“PTSL DALAM RANGKA MODERNISASI ADMINITASI PERTANAHAAN DI INDONESIA”
SUBTEMA : HUKUM DAN MANAJEMEN
Terkait paparan Saheriyanto: 1. Menarik karena tidak berhenti di legalisasi aset tetapi
lanjut dengan access reform. 2. Adakah bisa disarankan ketempat lain dari Tatamu Pade
ketempat lain. 3. Dari sekian ribu tanah yang sudah disertipikatkan,
seberapa persen yang berhasil. 4. Data-data agar dilengkapi: sebarapa besar dan
keberhasilannya seperti apa, maksud pemdaftaran tanah dari pinggiran.
5. Access Reform: apakah cuma modal usaha dari pengembangan pensertipikatan tanah.
6. Bab II: A. Pendaftaran Tanah. B. Modal Usaha (Bagaimana menyambungkan keduanya, menjembantani agar bisa berkesinambungan).
7. Sesi Diskusi : 1. Dari penelitian dan pengayaan di Sumatera Utara: 2. Implikasi hukum dari PTSL aga bisa disebutkan
(dimunculkan). PTSL yang sudah jalan dan mengahsilkan produk agar dikaji lebih detail karena sertipikat adalh produk hukum.
3. Surat pernyataan mutlak dari pemilik agar dapat dipaki dipaling akhir. Lebih baik didorong dengan partisipasi aktif masyarakat.
4. Antisipasi: mencegah sengketa dan konflik, maka perlu didorong partisapasi aktif masyarakat. Karena Surat pernyataan tidak bisa menggantikan Kontradiktur Delimitasi.
Ketut Mangku, SH., MH
8. 1. Kendala kerangka hukum, perlu diperkuat dengan landasan hukum karena di Sumatera Utara terdapat tanah-tanah Grand Sultan.
2. PP 24/1997 dan PP 3/1997 agar bisa menjadi rujukan dalam RUU Pertanahan.
3. Kesulitan mengumpulkan bukti tanah: PP 24/1997 menyebut penguasaan tanah >20 tahun bisa dijadikan landasan.
4. Koordinasi dengan lintas sektor: Berbentuk seperti apa? Contoh di PUPR sudah memberikan bantuan sertipikasi rumah dan nantinya diberikan kemudahan (drainase, tempat sampah dll). Membentuk PSU ditempat PTSL.
5. 11,4 juta unit rumah yang menjadi kebutuhan rumah untuk dipenuhi: dari PTSL bisa masuk pada bagian ini.
Sri Maharani
234
Pusat Penelitian dan PengembanganKementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
NOTULEN
Pusat Penelitian &
Pengembangan FORUM ILMIAH
“PTSL DALAM RANGKA MODERNISASI ADMINITASI PERTANAHAAN DI INDONESIA”
SUBTEMA : HUKUM DAN MANAJEMEN
9. 1. Kondisi di NTT: ada permasalahan khusus di lapangan. Awal tahaun ada pemeriksaan oleh Inspektorat menemukan ada 1 orang memiliki 10 sertipikat. Di NTT masyarakat punya banyak bidang tanah, kalau ada pembatasan PTSL tidak jalan.
2. Terkait dengan adat, bisa diberikan sertipikat sesuai dengan adat (materilinial dan patrilinial).
3. Ketidakjujuran dari masyarakat. Sebenarnya sudah disertipikat tetapi disampaikan belum sertipikat, reskonya double administrasi.
4. DI NTT tahun 2018 mulai kerjasama dengan Pemda dengan lebih kuat daripada tahun sebelumnya.
5. PTSL: Perlu dikerjasamakan dengan Bank (UKM bisa digratiskan dalam pengurusan penerbitan sertipikat).
Drs. Yulius Talok
10. 1. Untuk materi dari Wahyuni, S.H.: terkait SDM bisa didetailkan sehingga bisa nanti menjadi referensi lebih luas.
2. Untuk Saheriyanto: pengalaman dilapangan sertipikasi dilapangan dikaitkan dengan akses reform, tetapi perlu adanya penjelasan terkait dengan pembinaan.
3. Setelah masyarakat dapat modal dari bank, pengembaliannya bagaimana? Setelah meminjam bisa diberikan pembinaan pasca pinjam terkait dengan modal yang sudah didapat.
4. Terkait dengan PP 24/1997: Pendaftaran tanah esensinya: klarifikasi subyek, obyek dan alas hak. Terdapat ruang dan waktu dalam sebuah dinamika. PTSL sebaiknya PTSL Berkelanjutan karena masih terdapat PR yang belum terselesaikan (K2, K3 dan K4). Pendaftaran harus tuntas, tidak hanya terbit sertipikat tetapi harus sinkron dengan peta pendaftaran.
5. Perbaikan data: kenapa tidak boleh dalam anggaran. Padahal waktu dulu, teknologi sederahana sedangkan sekarang adalah era teknologi yang berkembang. Hasil dari kegiatan pendaftaran tanah waktu dulu (pengukuran) tidak bisa sebaik saat ini termasuk dalam hal koordinat bidang. Apabila tidak mulai maka akan semakin tertinggal, padahal produk zaman dulu ada yang tidak relevan.
Prof. Dr. Ir. Budi Mulyanto, M.Sc.
11. 1. Dalam pendaftaran lengkap, apa yang lengkap? Yuridis atau fisiknya.
2. Menentukan jumlah bidang di Banjar yang bisa sukses? 3. Embrio PTSL dari RA, dari hektar menjadi bidang. Jumlah
bidang yang tidak rasional dalam targetnya. 4. Kategori PTSL: K1, K2, K3 dan K4. Padahal Presiden
menginginkan sertipikat (K1), bagaimana selanjutnya yang K2, K3, K4)
Andi Andadi, A.Ptnh., M.Si
235
ProsidingPendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dalam Rangka Modernisasi Administrasi Pertanahan di Indonesia
NOTULEN
Pusat Penelitian &
Pengembangan FORUM ILMIAH
“PTSL DALAM RANGKA MODERNISASI ADMINITASI PERTANAHAAN DI INDONESIA”
SUBTEMA : HUKUM DAN MANAJEMEN
9. 1. Kondisi di NTT: ada permasalahan khusus di lapangan. Awal tahaun ada pemeriksaan oleh Inspektorat menemukan ada 1 orang memiliki 10 sertipikat. Di NTT masyarakat punya banyak bidang tanah, kalau ada pembatasan PTSL tidak jalan.
2. Terkait dengan adat, bisa diberikan sertipikat sesuai dengan adat (materilinial dan patrilinial).
3. Ketidakjujuran dari masyarakat. Sebenarnya sudah disertipikat tetapi disampaikan belum sertipikat, reskonya double administrasi.
4. DI NTT tahun 2018 mulai kerjasama dengan Pemda dengan lebih kuat daripada tahun sebelumnya.
5. PTSL: Perlu dikerjasamakan dengan Bank (UKM bisa digratiskan dalam pengurusan penerbitan sertipikat).
Drs. Yulius Talok
10. 1. Untuk materi dari Wahyuni, S.H.: terkait SDM bisa didetailkan sehingga bisa nanti menjadi referensi lebih luas.
2. Untuk Saheriyanto: pengalaman dilapangan sertipikasi dilapangan dikaitkan dengan akses reform, tetapi perlu adanya penjelasan terkait dengan pembinaan.
3. Setelah masyarakat dapat modal dari bank, pengembaliannya bagaimana? Setelah meminjam bisa diberikan pembinaan pasca pinjam terkait dengan modal yang sudah didapat.
4. Terkait dengan PP 24/1997: Pendaftaran tanah esensinya: klarifikasi subyek, obyek dan alas hak. Terdapat ruang dan waktu dalam sebuah dinamika. PTSL sebaiknya PTSL Berkelanjutan karena masih terdapat PR yang belum terselesaikan (K2, K3 dan K4). Pendaftaran harus tuntas, tidak hanya terbit sertipikat tetapi harus sinkron dengan peta pendaftaran.
5. Perbaikan data: kenapa tidak boleh dalam anggaran. Padahal waktu dulu, teknologi sederahana sedangkan sekarang adalah era teknologi yang berkembang. Hasil dari kegiatan pendaftaran tanah waktu dulu (pengukuran) tidak bisa sebaik saat ini termasuk dalam hal koordinat bidang. Apabila tidak mulai maka akan semakin tertinggal, padahal produk zaman dulu ada yang tidak relevan.
Prof. Dr. Ir. Budi Mulyanto, M.Sc.
11. 1. Dalam pendaftaran lengkap, apa yang lengkap? Yuridis atau fisiknya.
2. Menentukan jumlah bidang di Banjar yang bisa sukses? 3. Embrio PTSL dari RA, dari hektar menjadi bidang. Jumlah
bidang yang tidak rasional dalam targetnya. 4. Kategori PTSL: K1, K2, K3 dan K4. Padahal Presiden
menginginkan sertipikat (K1), bagaimana selanjutnya yang K2, K3, K4)
Andi Andadi, A.Ptnh., M.Si
NOTULEN
Pusat Penelitian &
Pengembangan FORUM ILMIAH
“PTSL DALAM RANGKA MODERNISASI ADMINITASI PERTANAHAAN DI INDONESIA”
SUBTEMA : HUKUM DAN MANAJEMEN
12.
1. Kesuksesan Tata Pade (sertipikasi dan acces reform). Apakah 180 sertipikat yang mendapatkan kredit semua dari Tatamu Pade, karena dimakalah disebutkan 2.880 bidang prona didalamnya ada 180 bidang yang mendapatkan KUR, apakah semua dari tatamu pade. Seberapa besar keberhasilan Tatamu Pade dalam memberikan akses reform? Apakah nantinya bisa ditunjukkan sehingga bisa menjadi contoh bagi dari daerah lain.
Agustinus W. Sahetapy, A.Ptnh
13. Tanggapan terhadap makalah Wahyuni : Terdapat kesalahan konsep dan pemahaman tertang ukuran percepatan pendaftaran tanah yaitu “target penerbitan sertipikat”
Loso Judijanto, S.Si., M.M., M.Stats.
14. Tanggapan Penyaji : 1. Menanggapi pertanyaan Pak Ketut: Di Sumatera Utara
beberapa Kantor Pertanahan memperhatikan administrasi dengan cek kebeberapa saudara subyek. Tidak hanya verifikasi berkas. Di Fakfak Barat sebagain wilayahnya kawasan hutan sehingga tahun berikutnya perlu diperhatikan lagi batas-btas yang bisa di sertipikatkan.
2. Menanggapi Bu Maharai dan Pak Andi: K1 sudah lengkap dan memasukkan aspek yuridis lengkap. Jika tidak ada yang belum lengkap dengan berbagai permasalahan dimasyarakat maka perlu diselesaikan terlebih dahulu.
3. Menanggapi Pak Yulius Talok: SDM juru ukur sudah ada solusi dan sambil berjalan dicukupkan. Infrastruktur peta yang sudah dimiliki, bisa menjadi data awal. Setiap kantor punya IP4T bisa jadi obyek PTSL dengan ploting dilapangan.
Wahyuni, S.H., M.Eng
15. Tanggapan Penyaji : 1. Menanggapi Pak Agus dan Pak Andi: Kepala Kantor
koordinasi dengan Kasi terkait (Infastruktur dan Hubungan Hukum). Tidak menyeleksi masyarakat yang memiliki usaha produktif tetapi langsung diberikan kemudahan dalam pengurusannya sehingga akan cepat diperoleh modal usaha.
2. Kantor Pertanahan: perannya pada fasilitasi. 3. Menaggapi Pak Ketut: Surat pernyataan mutlak adalah
alternatif terakhir dan kami hati-hati dalam mengelola data ini.
4. Menanggapi Bu Maharani : akan kami sampaikan keatasan kami untk nanti bisa ditindaklanjuti dengan kerjasama dengan PUPR.
5. Menanggapi Pak Yulius : persoalan SDM sama dengan ditempat kami.
6. Menanggapi Prof. Budi : Sebagai sukses story untuk memberikan kesenangan bagi masyarakat (stimulan bgai masyarakat lain)
Saheriyanto, S.Pd., S.E.
236
Pusat Penelitian dan PengembanganKementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
NOTULEN
Pusat Penelitian &
Pengembangan FORUM ILMIAH
“PTSL DALAM RANGKA MODERNISASI ADMINITASI PERTANAHAAN DI INDONESIA”
SUBTEMA : HUKUM DAN MANAJEMEN
SESI II
16. Pemaparan Penyaji 3 : Evaluasi Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap 1. Presiden menekanankan pada penyelesaian Pendaftaran
Tanah di Indonesia. 2. Di Kantor Pertanahan Kabupaten Pasuruan masih ada yang
belum sesuai dengan kaidah yang berlaku selama kegiatan 4 bulan praktik kerja lapangan.
3. Pengumpulan data fisik dan Yuridis beserta pengelompokan sesuai dengan kelengkapan data yang ada.
Permasalahan: 1. Jarak lokasi yang jauh. 2. Pengumpulan data yuridis selama 5 hari yang terlalu cepat
jika dibandingkan jarak dan proses pelaksanaan pengumpulan data.
3. Startegi PTSL di Kabupaten Pasuruan: 4. 1 tim ajudikasi: 2-3 lokasi desa/kelurahan, menjalin
kerjasama dengan beberapa instasi daerah dan instansi vertikal seperti Kepolisian dan Kejaksaan.
Temuan lapangan: 1. Kegiatan difokuskan pada K1. 2. Desa belum siapnya masyarakat terkait dengan
kontradiktur delimitasi 3. Gambar ukur belum dicetak 4. Alas Hak seperti Letter C yang belum ada 5. Ketidaklengkapan Gambar Ukur seperti tanda tangan
pemilik tanah, Kepala Desa. Kesimpulan: 1. Jika sesuai dengan aturan, PTSL adalah solusi terkait
pendaftaran tanah tetapi seandainya belum lengkap persyaratannya bisa menjadi boom waktu (permasalahan) dikemudian hari.
2. Pemberdayaan masyarakat penerima PTSL, pelibatan pihak ketiga dalam pengukuran, tunduk pada aturan berlaku.
Restu Istiningdyah
17. Pemaparan Penyaji 4 : Dampak Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap Terhadap Sosial Ekonomi Petani di Kelurahan Lancirang Kecamatan Pitu Riawa Kab. Sidenreng Rappang 1. Penurunan produkstivitas pertanian di Kabupaten
Sidenreng Rapang (Sidrap). 2. Kabupaten Sidrap ditetapkan sebagai salah satu lumpung
padi. RTRW: Pendaftaran tanah ini sudah sejalan dengan PTSL.
a. Analisis faktor yang mempengaruhi keberhasilan pertanian
b. Dampak PTSL pada kondisi sosial ekonomi petani
Fadhil Surur
237
ProsidingPendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dalam Rangka Modernisasi Administrasi Pertanahan di Indonesia
NOTULEN
Pusat Penelitian &
Pengembangan FORUM ILMIAH
“PTSL DALAM RANGKA MODERNISASI ADMINITASI PERTANAHAAN DI INDONESIA”
SUBTEMA : HUKUM DAN MANAJEMEN
SESI II
16. Pemaparan Penyaji 3 : Evaluasi Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap 1. Presiden menekanankan pada penyelesaian Pendaftaran
Tanah di Indonesia. 2. Di Kantor Pertanahan Kabupaten Pasuruan masih ada yang
belum sesuai dengan kaidah yang berlaku selama kegiatan 4 bulan praktik kerja lapangan.
3. Pengumpulan data fisik dan Yuridis beserta pengelompokan sesuai dengan kelengkapan data yang ada.
Permasalahan: 1. Jarak lokasi yang jauh. 2. Pengumpulan data yuridis selama 5 hari yang terlalu cepat
jika dibandingkan jarak dan proses pelaksanaan pengumpulan data.
3. Startegi PTSL di Kabupaten Pasuruan: 4. 1 tim ajudikasi: 2-3 lokasi desa/kelurahan, menjalin
kerjasama dengan beberapa instasi daerah dan instansi vertikal seperti Kepolisian dan Kejaksaan.
Temuan lapangan: 1. Kegiatan difokuskan pada K1. 2. Desa belum siapnya masyarakat terkait dengan
kontradiktur delimitasi 3. Gambar ukur belum dicetak 4. Alas Hak seperti Letter C yang belum ada 5. Ketidaklengkapan Gambar Ukur seperti tanda tangan
pemilik tanah, Kepala Desa. Kesimpulan: 1. Jika sesuai dengan aturan, PTSL adalah solusi terkait
pendaftaran tanah tetapi seandainya belum lengkap persyaratannya bisa menjadi boom waktu (permasalahan) dikemudian hari.
2. Pemberdayaan masyarakat penerima PTSL, pelibatan pihak ketiga dalam pengukuran, tunduk pada aturan berlaku.
Restu Istiningdyah
17. Pemaparan Penyaji 4 : Dampak Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap Terhadap Sosial Ekonomi Petani di Kelurahan Lancirang Kecamatan Pitu Riawa Kab. Sidenreng Rappang 1. Penurunan produkstivitas pertanian di Kabupaten
Sidenreng Rapang (Sidrap). 2. Kabupaten Sidrap ditetapkan sebagai salah satu lumpung
padi. RTRW: Pendaftaran tanah ini sudah sejalan dengan PTSL.
a. Analisis faktor yang mempengaruhi keberhasilan pertanian
b. Dampak PTSL pada kondisi sosial ekonomi petani
Fadhil Surur
NOTULEN
Pusat Penelitian &
Pengembangan FORUM ILMIAH
“PTSL DALAM RANGKA MODERNISASI ADMINITASI PERTANAHAAN DI INDONESIA”
SUBTEMA : HUKUM DAN MANAJEMEN
c. Rekomendasi dari rumusan/temuan. Luas desa Lanciran: 6,5 km2. 42,63% umur responden 41-50 tahun. Luas pemelikan tanah rata-rata: >2.000 m2. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan:
a. Rasa aman (dominan) b. Akses kredit (dominan) c. Kemudahan menjual (dominan) d. Harga tanah (dominan) e. Konflik
Arahan/rekomendasi: a. Penambahan SDM b. Membangun database c. Oprimalasi sumber daya yang ada d. Meningkatkan fungsi kontrol
18. Pemaparan Penyaji 5 : Gerakan Nasional Pendaftaran Tanah Melalui Pelibatan Multi Pihak (Penta Helix)
1. Ranking kemudahan bisnis di Indonesia (Oktober: 118, November: 106).
2. 33% (31Oktober 2017) dari target 2017. Mengindikasikan terdapat belum optimalnya dari kegiatan ini.
3. Masyarakat belum banyak yang mengerti tentang PTSL. 4. Sertipikat bisa dijadikan modal. Keinginan untuk sertipikat
belum kuat, karena masih belum memahami arti penting legalisasi aset.
5. Masyarakat memhami kegiatan sertipikasi dari program pemetintah, Gratis tapi berbiaya murah. Ada pungutan (tarikan) dimasayraakt terkadang mencederai arti program ini. Ada curiga terhadap penggunaan pungutan.
6. Bagaimana mempermudah mempercepat PTSL ini? a. Gerakan pemasangan Patok Nasional b. Komitmen stakeholder c. Memasukkan masyarakat (peran) dalam kegiatan ini
(dari Triple Helix menjadi Penta Helix) d. Pemerintah, Akademisi, Media, NGO, dan masyarakat
terlibat aktif didalmnya.
Reza Abdullah
238
Pusat Penelitian dan PengembanganKementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
NOTULEN
Pusat Penelitian &
Pengembangan FORUM ILMIAH
“PTSL DALAM RANGKA MODERNISASI ADMINITASI PERTANAHAAN DI INDONESIA”
SUBTEMA : HUKUM DAN MANAJEMEN
19. Tanggapan Narasumber : 1. Harapan pada penyaji Fadhil: dari lokasi yang diteliti
diharapkan adanya pendaftaran tanah bisa menjadi salah satu pengendali alih fungsi tanah pertanahan.
2. Perspektif diluar ATR/BPN: Terkunci pada aktivitas birokrasi, justru masyarakat menganggap sebagai wadah/fasilitas ekonomi pasar: Land and economic market.
3. Di ATR/BPN masih berkutat penuh pada land administration, seharusnya sudah diikuti dengan pengembangan paca registrasi tanah.
4. Terhadap penyaji dari Taruna dan Taruni STPN: Ketika mempermasalahakan suatau masalah, tidaka akan mendapatkan apa-apa. Tetapi metodenya perlu merubah dengan sumbangsih pemikiran. Dari Taruna dan Taruna STPN memberikan sumbangsih terhadap wawasan baru yang merubah pandangan pegawai ATR/BPN (rutinitas).
5. Kantor Pertanahan agar menyampaikan realitas data sesuai dengan urutan sebenarnya. Seandainya tidak sesuai riilnya, jangan menyiasatinya karena data selalu dipantau oleh pemimpin dipusat termasuk pemimpin negara.
6. Sosialisasi: media sosial yang bicara PTSL tetapi tidak menyampaikan PTSL secara benar dan sesuai dengan harapan untuk media sosialisasi.
7. Penta Helix: Tahun 2017 merupakan pilot project, tetapi sertipikat bukanlah coba-coba. Harus memenuhi kaidah dan aturan yang sesuai. Beberapa ide-ide yang genuine bisa kita adopsi dan menjadi model.
8. PTSL sebenarnya bukan pekerjaan baru, tetapi sama dengan Pendaftaran Tanah sesuai PP 24/1997. Hanya model kemasan penyelesaiannya berbeda.
9. Tidak boleh dibiarkan begitu saja tentang pemahaman bahwa ATR/BPN hanya produksi sertipikat. Harus lebih dari itu dengan peningkatan ekonomi masyarakat/pemberdayaan.
Drs. Pelopor, M.Eng. Sc
239
ProsidingPendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dalam Rangka Modernisasi Administrasi Pertanahan di Indonesia
NOTULEN
Pusat Penelitian &
Pengembangan FORUM ILMIAH
“PTSL DALAM RANGKA MODERNISASI ADMINITASI PERTANAHAAN DI INDONESIA”
SUBTEMA : HUKUM DAN MANAJEMEN
19. Tanggapan Narasumber : 1. Harapan pada penyaji Fadhil: dari lokasi yang diteliti
diharapkan adanya pendaftaran tanah bisa menjadi salah satu pengendali alih fungsi tanah pertanahan.
2. Perspektif diluar ATR/BPN: Terkunci pada aktivitas birokrasi, justru masyarakat menganggap sebagai wadah/fasilitas ekonomi pasar: Land and economic market.
3. Di ATR/BPN masih berkutat penuh pada land administration, seharusnya sudah diikuti dengan pengembangan paca registrasi tanah.
4. Terhadap penyaji dari Taruna dan Taruni STPN: Ketika mempermasalahakan suatau masalah, tidaka akan mendapatkan apa-apa. Tetapi metodenya perlu merubah dengan sumbangsih pemikiran. Dari Taruna dan Taruna STPN memberikan sumbangsih terhadap wawasan baru yang merubah pandangan pegawai ATR/BPN (rutinitas).
5. Kantor Pertanahan agar menyampaikan realitas data sesuai dengan urutan sebenarnya. Seandainya tidak sesuai riilnya, jangan menyiasatinya karena data selalu dipantau oleh pemimpin dipusat termasuk pemimpin negara.
6. Sosialisasi: media sosial yang bicara PTSL tetapi tidak menyampaikan PTSL secara benar dan sesuai dengan harapan untuk media sosialisasi.
7. Penta Helix: Tahun 2017 merupakan pilot project, tetapi sertipikat bukanlah coba-coba. Harus memenuhi kaidah dan aturan yang sesuai. Beberapa ide-ide yang genuine bisa kita adopsi dan menjadi model.
8. PTSL sebenarnya bukan pekerjaan baru, tetapi sama dengan Pendaftaran Tanah sesuai PP 24/1997. Hanya model kemasan penyelesaiannya berbeda.
9. Tidak boleh dibiarkan begitu saja tentang pemahaman bahwa ATR/BPN hanya produksi sertipikat. Harus lebih dari itu dengan peningkatan ekonomi masyarakat/pemberdayaan.
Drs. Pelopor, M.Eng. Sc
NOTULEN
Pusat Penelitian &
Pengembangan FORUM ILMIAH
“PTSL DALAM RANGKA MODERNISASI ADMINITASI PERTANAHAAN DI INDONESIA”
SUBTEMA : HUKUM DAN MANAJEMEN
20. Tanggapan Narasumber : 1. Terhadap Restu: Langsung dijudulnya disebutkan
Kabupaten Pasuruan. 2. Kekurangan alat, maka sebut kekurangan berapa. 3. Hal 9 menyebut TORA, apakah perlu disebutkan di
makalah ini. 4. Kesimpulan dan saran agar menekankan pada studi itu. 5. Terhadap Fadhil: rekomendasi lebih didetailkan lagi
sehingga bisa sesuai dengan keinginan penulis. 6. Temuan ini bisa lanjutkan pada penelitian berikutnya.
Berikutnya harus melakukan apa? 7. Terhadap Reza: Detailnya harus seperti apa, khususnya
stakeholder (5 subyek) ini harus seperti apa? Leadernya apa, keterkaitan dengan lembaga apa saja dan tugas masing-masing.
8. Animo masyarakat rendah dalam sertipikasi: Misalnya ada insentif atau punishment.
9. PTSL dirangkai dalam komponen lebih luas? Apa saja yang harus dirangkai komponen-komponennya.
Aswicaksana, ST., MT., M.Sc
21. Sesi Diskusi : 1. ATR/BPN tidak bekerja sendiri. Harus bekerjasama dengan
Kementerian Dalam Negeri dengan payung hukum. 2. Sumber data valid berada di RT, ditarik ke desa (data
subyek, obyek, hubungan hukum/bukti pemillikan/bukti penguasaan).
3. Tidak ada payung hukum bagi lurah dalam sosialisasi.
Darsono, A.Ptnh
22. 1. PTSL merupakan hutang bagi kita dalam menyelesaikan pendaftaran tanah. Tidak terselesaikan maka akan menjadi Boom waktu.
2. Upaya (setengah mewajibkan) jika tidak mensertipikatkan ada resikonya (reward dan punishment). Seperti gerakan Tax Amnesty yang telah berjalan, meskipun tidak berhasil 100% tetapi semangatnya bisa kita contoh.
Nugraha, SH
23. 1. Terhadap Restu : Karya ilmiah harus disesuaikan dengan kaidah. Kesimpulannya jika PTSL tidak sesuai dengan kaidah, maka perlu menggunakan metode penelitian hukum empirik.
2. DIM: kesesuaian antara aturan dari ATR/BPN dengan pelaksanaannya dilapangan. DIM bisa menjadi bahan masukan menteri.
3. Sosialisasi/iklan pada jam/waktu prime time. 4. SKB ditindaklanjuti dengan juklak dan juknis sesuai
dengan dirjen terkait. 5. Terhadap Pak Fadhil: PUPR berkontribusi terhadap tanah
pertanian (irigasi) dan perumahan. Sertipikat sangat membantu masyarakat dalam mempertahankan tanah pertanian.
Sri Maharani
1. Tanggapan terhadap makalah Fadhil Surur : Metode dan analisis statistik yang digunakan secara fundamaental
Loso Judijanto, S.Si., M.M., M.Stats.
240
Pusat Penelitian dan PengembanganKementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
NOTULEN
Pusat Penelitian &
Pengembangan FORUM ILMIAH
“PTSL DALAM RANGKA MODERNISASI ADMINITASI PERTANAHAAN DI INDONESIA”
SUBTEMA : HUKUM DAN MANAJEMEN
tidak dapat diyakini kesahihannya. Perlu perbaikan yang fundamental.
2. Untuk Analisis Linear Berganda : terdapat kesalahan pengertian independent dan dependent variabel.
3. Tanggapan terhadap makalah Reza Abdullah : NGO tdk sama dengan pelaku bisnis, dan KJSKB tidak sama dengan NGO.
24. Tanggapan penyaji: Terima kasih atas masukkannya untuk penyempuranaan penulisan.
Restu Istiningdyah
25. Terhadap PTSL di Desa Lanciran masih belum genap setahun, sehingga perlu analisis lebih lanjut mengenai dampaknya pada tahun-tahun berikutnya. Terima kasih atas koreksi dan metodenya
Fadhil Surur
26. Banyak masukan yang diberikan oleh narasumber dan peserta sehingga dapat dijadikan sebagai bahan perbaikan. Terkait dengan SKB tiga menteri agar bisa diikuti dengan pembiayaan sehingga masyarakat benar-benar gratis merasakannya.
Reza Abdullah
Jakarta, 21 November 2017
Notulis
Peneliti Muda/Koordinator
INDRIAYATIIndriayati merupakan peneliti muda di Puslitbang-BPN RI. Pendidikan S1 diselesaikan dari Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN) Yogyakarta pada tahun 2001 dan meraih master dalam bidang Administrasi Publik dari STIA-LAN Jakarta tahun 2011. Beberapa penelitian yang pernah dilaksanakan diantaranya, pengembangan SDM dalam mendukung pelayanan pertanahan (2009), penataan kebijakan pertanahan di kawasan bekas pertambangan (2010), model access reform dan pemberdayaan masyarakat di wilayah perkebunan (2011), pelimpahan kewenangan di BPN (2012) dan peluang peningkatan optimalisasi penggunaan CORS dalam mendukung pelayanan pertanahan (2013).
DITERBITKAN OLEH:PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGANKEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN NASIONAL2017
Pen
daftar
an Tan
ah Sistem
atis Leng
kap d
alam
ran
gk
a M
od
ern
isasi Ad
min
istrasi P
ertan
ahan
di In
do
nesia
prosidingPendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dalam rangka Modernisasi Administrasi Pertanahan di Indonesia