Universitas Gadjah Mada 1
Lampiran 6
Topik/Pokok Bahasan : 1. Proses Preskripsi dokter
2. Formula preskripsi dokter
Pengampu : Dra. Sri Suharmi, MS., Apt.
Universitas Gadjah Mada 2
PROSES PRESKRIPSI DOKTER
Dra. Sri Suharmi, MS., Apt
PENDAHULUAN
Preskripsi dokter, sebenarnya merupakan perwujudan dari proses pemberian terapi
dengan obat yang mencakup beberapa tahapan, yaitu pemilihan obat, cara pemberian &
jadwal dosis, pemilihan bentuk sediaan obat. Preskripsi tersebut ditulis pada secarik kertas
(blanko resep) menurut pedoman/aturan yang berlaku.
1. Proses Pemilihan Obat
Seorang dokter, setelah melakukan tahapan-tahapan membuat anamnesis,
melakukan pemeriksaan fisik dan menegakkan diagnosis, dengan berdasarkan
pertimbangan patofisiologi penyakit, perjalanan penyakit dan manifestasinya, maka tujuan
terapi dengan obat ditentukan. Kemudian dilakukan pemilihan obat secara tepat, agar
menghasilkan efek terapetik yang diinginkan tercapai.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan obat, adalah :
a. Bagaimana rasio manfaat dengan resiko terhadap obat yang dipilih
b. Bagaimana keamanan (efek samping dan kontra indikasi) obat yang dipilih.
c. Jenis bahan obat (bahan baku, obat generik, obat paten) yang dipilih, dengan
mempertimbangkan biaya/harga obat. Dengan demikian pilih obat yang paling :
bermanfaat, aman, ekonomis dan cocok untuk pasien.
2. Proses Penentuan Cara Pemberian dan Jadwal Dosis Obat
a. Cara pemberian obat
Obat dapat diberikan kepada pasien dengan berbagai cara, antara lain : peroral,
perektal, parenteral, topikal dll.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan cara pemberian obat :
1. tujuan terapi
2. kondisi pasien
3. sifat fisika-kimia obat dan bioavailabilitas obat
4. keuntungan dan kerugian
Oleh karenanya, cara yang dipilih hams memberikan manfaat klinik yang optimal dan
keamanan pemakaian terjamin.
b. Jadwal dosis obat (dosis, frekwensi, waktu dan lama pemberian)
Universitas Gadjah Mada 3
Dosis obat
Besarnya dosis obat yang diberikan perlu ditentukan secara individual dan kadang
memerlukan penyesuaian dosis.
Hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan dosis, yaitu :
1. kondisi penderita (antara lain umur & fisiologi tubuh)
2. kondisi penyakit (antara lain penyakit organ & berat-ringan penyakit)
3. indeks/jendela terapi obat (sempit atau lebar)
4. variasi kinetik obat (ADME)
5. cara/rumus perhitungan dosis yang dipilih (pilih yang paling teliti)
Frekwensi pemberian
Berapa kali frekwensi yang diperlukan, perlu mempertimbangkan faktor
farmakokinetik obat, bentuk sediaan yang dipilih, dan yang paling mudah dilaksanakan
pasien, agar semakin taat pasien mengikuti jadwal pemberian obat. Adanya kemajuan
teknologi kefarmasian, saat ini obat-obat dengan t 1/2 pendek, diformulasi sedemikian
rupa sehingga pemberian dapat hanya 1-2 kali/hari. Contoh : Avil retard & Adalat
TSR).
Waktu pemberian obat
Waktu yang tepat dalam minum obat perlu diperhatikan, agar obat memberikan efek
yang optimal, aman dan mudah diikuti pasien.
Bila absorpsi obat di lambung memerlukan dalam kondisi kosong agar memberikan
konsentrasi obat dalam darah memadai, maka perlu diberikan sebelum makan (1/2
1 h. a.c.), untuk obat yang mengiritasi lambung sebaikya tidak diberikan waktu perut
kosong (d.c.; p.c.)
Untuk obat-obat yang hanya diberikan dalam aturan pakai sekali sehari juga perlu
dijelaskan waktu yang tepat, sehingga efek yang optimal dapat tercapai. Perlu
dipahami secara benar jenis obat-obat yang memerlukan waktu yang tepat agar aman
atau memberikan efek yang optimal.
Lama pemberian
Lama pemberian obat ditentukan berdasar perjalanan suatu penyakit, sering sudah
digariskan pada pedoman pengobatan
- Pemberian antibiotika dalam waktu tertentu (2 hari setelah gejala hilang) untuk
menghindari munculnya resistensi.
- Pemberian obat-obat simtomatis cukup diberikan bila gejala muncul (p.r.n.), kalau
gejala sudah hilang, dapat segera dihentikan.
Universitas Gadjah Mada 4
- Pada penyakit kronis (misal hipertensi, asma, diabetes) diperlukan pemberian obat
terus menerus atau sepanjang hidupnya (iter !)
3. Proses Pemilihan BSO
Adanya kemajuan teknologi farmasetika muncul berbagai bentuk sediaan obat dengan
berbagai formulasi dan spesifikasi serta tujuan-tujuan tertentu, antara lain :
- menaikkan absorpsi dan ketersediaan hayati
- pelepasan obat lambat/bertahap sehingga dapat mengendalikan absorpsi dan profil
kadar
obat (C versus t) dalam darah.
- mengurangi efek samping
- menaikkan stabilitas
- pasien lebih kooperatif
Pemilihan BSO, perlu dipertimbangkan untuk memberikan efek yang optimal, aman dan
harga terjangkau.
4. Proses Penulisan Resep
Preskripsi merupakan perwujudan terapi untuk pasien yang ditulis pada secarik kertas
(blanko resep). Pada hakekatnya resep merupakan suatu permintaan kepada apoteker
pengelola apotek agar menyerahkan obat kepada pasien. Dokter dalam menulis resep
harus menggunakan pedoman/kaidah baku yang sudah ditetapkan.
Hal-hal yang harus dipenuhi dalam penulisan resep :
a. Ditulis pada blanko resep secara jelas agar mudah dibaca, singkat yaitu
menggunakan singkatan bahasa latin yang benar.
b. Ditulis secara lengkap, unsur/elemen yang hams ada dalam resep :
- identitas dokter (nama, SIP, alamat)
- superscriptio (logo R/, tempat, tanggal)
- inscriptio (nama, kekuatan, jumlah obat)
- subscriptio (bentuk sediaan obat)
- signatura (jadwal dosis)
- identitas pasien (nama, umur, berat badan)
- paraf/tanda tangan
c. Dalam menyusun preskripsi, berpedoman dengan 6 langkah yang dianjurkan WHO
guna mewujudkan terapi yang rasional.
Universitas Gadjah Mada 5
LANGKAH YANG PERLU DILAKUKAN DALAM PROSES TERAPI RASIONAL (WHO)
Langkah 1 : Tetapkan masalah pasien
Masalah pasien dapat diterjemahkan ke dalam diagnosa kerja
Langkah 2 : Tentukan tujuan terapi
Apa yang ingin anda capai dengan terapi tersebut
Langkah 3 : Teliti cocok tidaknya terapi-P anda untuk pasien
Anda perlu mempertimbangkan obat-P yang dipilih untuk pemberian terapi
tersebut
Langkah 4 : Mulai pengobatan
Apakah zat aktif, BSO, dan jadwal baku cocok untuk pasien
Tulislah dalam blanko resep secara benar dan sesuai pedoman baku penulisan
resep
Langkah 5 : Berikan penjelasan tentang obat, cara pakai dan peringatan kepada pasien
Langkah 6.: Pantau pengobatan yang anda berikan
Jelaskankepada pasien anda kapan obat dihentikan
A. PRESKRIPSI YANG BENAR DAN RASIONAL
Ikuti 6 langkah yang diperlukan sesuai anjuran WHO (1994)
Pelajari secara cermat dan kritis pelatihan berikut (1-3)
Pelatihan 1
Perhatikanlah kasus di ruang dokter keluarga ini
Seorang ibu membawa anaknya yang mengalami diare dan mengharap
dokter keluarga tersebut dapat mengatasi diare anak tersebut.
Mari kita bahas pelatihan ini.
Bila Anda mengamati dokter keluarga tersebut dalam menangani masalah anak tersebut
di atas yaitu dengan mengamati cara dokter melakukan anamnese, menegakkan
diagnosa setelah melakukan pemeriksaan fisik, kemudian dokter tersebut memilih obat
dan menuliskan resepnya tampak demikian mudah (hal ini karena dokter tersebut sudah
punya pengalaman). Semua terjadi dalam waktu singkat dan apa yang dilakukan dapat
diputuskan segera, tetapi jangan mencoba meniru adegan itu selama Anda masih dalam
tahap belajar. Memilih pengobatan sebenarnya tidak semudah itu, dan untuk memperoleh
pengalaman itu Anda harus bekerja dengan sangat bersistem.
Langkah apa yang diperlukan sebelum Anda menentukan terapi dengan obat (terapiP)
pasien diare di atas ?
TerapiP ditentukan setelah Anda menegakkan diagnose dan menentukan tujuan terapi
Anda.
Universitas Gadjah Mada 6
Oleh karenanya anda perlu mengetahui permasalahan diare tersebut.
1. Bila pasien mengalami diare akut dengan tinja yang encer (tidak berlendir dan
berdarah) dan tidak disertai demam ( suhu tidak lebih 37,8 C), serta sakit/nyeri perut,
maka diare tersebut kemungkinan disebabkan oleh infeksi virus sehingga tujuan
terapi anda bukan untuk menyembuhkan pasien dari infeksi tersebut (tidak ada obat
anti virus untuk kasus seperti itu). Anda kemungkinan hanya memerlukan terapi
penunjang, misal pasien di atas ada tanda dehidrasi (ditandai dengan badan lemah,
urin sedikit, dan turgor kulit berkurang), maka tujuan pengobatan pada kasus ini
adalah:
- mencegah agar dehidrasi tidak semakin parah
- melakukan rehidrasi
2. Bila pasien mengalami diare akut dengan tinja berlendir dengan atau tanpa darah,
untuk memastikan bahwa penyebab diare itu karena bakteri Shigella sp., maka perlu
ditunjang pemeriksaan biakan tinja. Perlu dicermati pemeriksaan fisik pasien, karena
umumnya keadaan pasien kelihatan lemah, timbul demam, tanpa atau dengan
sakit/nyeri perut. Sebagian besar pasien dengan infeksi bakteri Shigela sp., sembuh
spontan dalam waktu satu minggu, dan hanya memerlukan terapi penunjang. Tetapi
untuk mempercepat penyembuhan kadang perlu diberikan pengobatan dengan
antimikroba.
3. Bila pasien mengalami diare akut dengan tinja berlendir dengan atau tanpa darah,
maka perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopik tinja (secara keseluruhan) untuk
memastikan bahwa penyebab diare adalah adanya infeksi protozoa Entamuba
histolitica. Kebanyakan pasien mengalami demam dan sakit/nyeri perut. Penderita
diare tersebut memerlukan obat anti amuba, dan mungkin pula terapi penunjang.
Langkah apa yang diperlukan bila anda akan memberi terapi dengan obat (terapi-P).
Langkah berikut adalah memilih ObatP untuk pasien diare.
Anda perlu menyusun obat-P yang dapat membantu Anda secara tepat dan cepat dalam
menghadapi suatu kasus penderita yang memerlukan obat.
Obat-P
Kumpulan obat yang telah dipilih oleh praktisi medik untuk diresepkan secara
teratur. Merupakan obat-obat yang telah dikenal dengan baik oleh Anda
Merupakan obat pilihan pertama untuk suatu indikasi
Keuntungan yang diperoleh adanya Obat-P adalah :
Praktisi medik tidak perlu berulang-ulang memilih obat yang baik dalam praktek sehari-
Universitas Gadjah Mada 7
hari. Praktisi medik sudah mengenal khasiat dan efek samping obat serta manfaatnya
untuk pasien.
Pelatihan 2.
Susun daftar Obat-P untuk mengatasi penderita diare amuba
Langkah apa yang diperlukan dalam menyusun Daftar Obat-P tersebut ?
1. Susun daftar kelompok obat-obat yang manjur.
Pada langkah ini Anda mengaitkan tujuan pengobatan dengan berbagai kelompok
obat. Kriteria pertama dalam memilih obat adalah kemanjuran.
Mula-mula Anda hams melihat obat dalam kelompoknya (kelas terapi/derivat obat),
bukan obat secara sendiri-sendiri, dan obat/kelompok obat yang manjur yang Anda
pilih. Untuk mengenali kelompok obat yang manjur ada 2 cara :
melihat dalam formularium, pedoman terapi di RS, pedoman tingkat nasional atau
internasional (misal WHO).
melihat dalam indeks buku farmako-terapi dan mencocokkan dengan diagnosis
yang Anda hadapi atau tujuan pengobatan Anda.
2. Dengan menggunakan cara di atas, Anda dapat menemukan/mengenal tiga (3)
kelompok
obat anti amuba yang digunakan untuk mengatasi disenteri amuba, yaitu :
Golongan Emetin
Golongan 5-nitroimidazol
Diloxanit furoat
Setelah Anda mencermati masing-masing kelompok di atas (Iihat tabel dibawah),
maka anda memilih menggunakan golongan 5-nitroimidazol sebagai penyusun daftar
Obat-P anti amuba Anda.
Tabel 6 : Tempat Kerja Obat Anti Amuba
Obat Anti Amuba Lumen dan dinding usus Jaringan tubuh
(a.1. hati)
Golongan Emetin - +
Golongan 5-nitroimidazol + +
Diloxanit furoat + -
Universitas Gadjah Mada 8
3. Membuat !criteria Obat-P anti amuba golongan 5-nitroimidazol berdasarkan
kemanjuran, keamanan, dan kecocokan untuk terapi penderita disentri amuba.
Berilah skor untuk masing-masing obat, dan pilihan utama adalah pada obat dengan
skor tertinggi.
Tabel 7 : Perbandingan kemanjuran, keamanan, dan kecocokan golongan 5 - nitroimidazol
sebagai obat anti disentri-amuba
Kemanjuran Keamanan Kecocokan
Nama Obat (efektifitas/farmakodi- (cara pemberian, efek (BSO, harga,
namik, farmakokinetik samping, kontra indikasi) kenyamanan)
Metronidazol Kadar puncak dicapai 2 Aman sebagai terapi Tersedia dalam
jam setelah pemberian amubiasis pada anak berbagai
peroral ESO: gangguan pencer- BSO dan harga
naan & fungsi hati, mual,
muntah dengan nyeri kepala
& anoreksia, diare, mulut
kering, glositis stomatitis,
ruam, urtikaria
Tinidazol Idem di atas, waktu paruh ESO : idem di atas Tersedia dalam
lebih panjang. Kadar sediaan paten
puncak dicapai setelah 2 (terbatas) dengan
jam pemberian oral 2 g harga mahal
dosis tunggal
Nimorazol Idem di atas, waktu paruh ESO : idem di atas Tidak tersedia di pa-
lebih panjang. Kadar sar Indonesia
puncak dicapai setelah 2
jam pemberi- an oral 1,5 g
dosis tunggal
Secnidazol Idem diatas, waktu paruh ESO : idem di atas Tidak tersedia di pa-
20 jam Sar Indonesia
Ornidazol Idem di atas, waktu paruh ESO : idem di atas Tidak tersedia di pa-
lebih panjang. Kadar sar Indonesia
puncak dicapai setelah 2
jam pemberian oral 1,5 g
dosis tunggal
Dari tabel di atas metronidazol mempunyai skor tertinggi, disusul tinidazol
Universitas Gadjah Mada 9
Pelatihan 3.
Susun daftar Obat-P (BSO, dan jadwal dosis) metronidazol dan tinidazol untuk
mengatasi penderita disenteri amuba
Tabel 8 : Daftar Obat- P anti amuba metronidazol dan tinidazol untuk kasus
disenteri amuba (DA)
Nama Obat Dosis Obat Jadwal
Pemberian
Sediaan
Generik Sediaan Paten
Mitronidazol DA intestinal DA intestinal akut Tablet, Flagyl, tablet
Dewasa 800 mg 3 kali sehari 250 mg 250 mg
tiap 8 jam selama 5 hari 500 mg Flagyl Forte,
Anak 35-50 mg/ tab.
kg BB/hari 500mg
1-3 th : 200 mg Flagyl, suspensi
tiap 8 jam 125 mg/5 ml
3-7 th : 200 mg dalam botol 60
tiap 6 jam ml
7-10 th : 200-400 Amubiasis ekstra Flagyl, infus
mg tiap 8 jam intestinal 500 mg/100 nil
3 kali sehari
Amubiasis ekstra selama 5-10 hari
intestinal
Dewasa 400-800
mg tiap 8 jam
1-3 th : 100-200
mg tiap 8 jam
3-7 th : 100-200
mg tiap 6 jam
7-10 th : 200-400
tiap 8 jam
Tinidazol DA intestinal DA intestinal Tidak Flatin, tablet
Dewasa 2 g/ hr . 3 kali sehari tersedia 500 mg
Anak 50-60 mg/ Dewasa 2- 3 hari
kg BB/hari Anak 3 hari
Amubiasis hepar
Dewasa 1,5-2 g/ Amubiasis hepar
hari 3 kali sehari
Anak 50-6- mg/ Dewasa 3-5 hari
hari Anak 5 hari
Dengan mempunyai daftar Obat-P tersebut diatas, maka Anda dapat dengan cepat dan
tepat dalam memilih obat, BSO, dan jadwal dosisnya, serta memilih formula preskripsi
yang tepat untuk pasien Anda.
Bagaimana penulisan serta kelengkapan preskripsi tersebut ?
Universitas Gadjah Mada 10
Pelatihan 4.
Tuliskan dalam blanko resep Anda, pemberian terapi obat dengan anti amuba
metronidazol untuk pasien bernama Oni (3 th, BB 15kg) yang menderita disenteri akut
karena E. histolitika.
Dengan menggunakan daftar Obat-P anti amuba yang telah Anda susim sebelumnya,
untuk pasien Anda maka Anda dapat memilihnya berdasar kriteria kecocokan pasien
(aman/nyaman, mudah penggunaan, dan harga terjangkau)
Untuk pasien yang masih anak-anak, maka resep yang diberikan dapat menggunakan
formula spesialitis (dengan harga cukup mahal) atau formula magistralis (pengetrapan
dosis individual lebih terjamin, harga dapat dipilih yang murah, tapi rasa kurang enak).
Dengan melihat tabel Daftar Obat-P diatas, maka bila Anda menggunakan metronidazol,
langkah sebelum menuliskan dalam resep, perlu menghitung dosis metronidazol untuk
pasien Anda.
Dosis
Dosis metronidazol untuk anak Oni (BB 15 kg) dapat diberikan :
15 X (35-50) mg/hari = (525 750) mg/hari
Dengan demikian dapat diberikan (175 250) mg tiap 8 jam, atau 3 kali sehari.
Anda dapat mempertimbangkan untuk memberikan dosis metronidazol sebesar 200
mg/tiap 8 jam (dengan pertimbangan catatan pustaka dosis dari tabel Obat-P di atas)
Jadwal pemberian dan BSO
Frekuensi dan lama pemberian dapat diberikan :
3 kali sehari selama 5 hari, bila diperlukan dapat diberikan selama 10 hari (perlu lihat
kondisi klinis pasien).
Bentuk Sediaan Obat (BSO) yang dapat dipilih adalah puyer (formula magistralis) atau
cairan suspensi (formula magistralis atau spesialitis).
Bila menggunakan sediaan jadi dipasaran, dengan melihat daftar Obat-P Anda di atas,
maka tidak tersedia sediaan jadi/paten dengan kekuatan 200 mg (per satuan).
Anda dapat menyusun resep seperti di bawah ini dan perlu memilih mana yang tepat
untuk pasien Anda (sesuaikan dengan kondisi/kecocokan pasien).
Universitas Gadjah Mada 11
Formula resep yang dapat diberikan
1. Formula magistralis, dapat disusun 2 macam :
Catatan : Metronidazol rasanya sangat pahit, sehingga racikan puyer maupun suspensi
walaupun telah menggunakan pemanis, sediaan tersebut tetap terasa pahit
sekali.
2. Formula spesialitis :
Catatan : Sediaan tersebut rasanya enak, harga cukup mahal, dan pemberiaannya perlu
ketepatan volume.
Universitas Gadjah Mada 12
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim, 1981. Kumpulan Peraturan Perundang-Undangan tentang Apotek. Dirjen
POM Dep. Kes. RI, Jakarta.
2. Anonim, 1994. Guide to Good Prescribing, WHO, Genewa.
3. Ansel, H.C. 1990. Introduction to Pharmaceutical Dosage Forms. Lea & Febiger.
4. Hussar, D.A., 1975. The Prescription, dalam Gennara, A.R. Remington's
Pharmaceutical Sciences. 15th. Ed., Mack Publ. Co., Philadelphia.
5. Nanizar, Z.J.,: 1990 . Ars Prescribendi, Resep yang Rasional . jilid I dan 2 . Airlangga
University Press, Surabaya
6. Sutherland, V.C., 1970. Prescription Writing, dalam A Synopsis of Pharmacology. W.B.
Saunders Co., Philadelphia.
7. Sri Suharmi, 2002. Resep dokter dan proses preskripsi benar dan
rasional. Lecture Note Proyek QUE. Fakultas Kedokteran UGM
Universitas Gadjah Mada 13
FORMULA PRESKRIPSI DOKTER
Dra. Sri Suharmi, MS., Apt
PENDAHULUAN
Dalam menyusun preskripsi setelah memilih obat, BSO, dan menentukan jadwal
pemberiannya, maka perlu menentukan formulanya
Ada 3 macam formula dalam preskripsi yaitu :
A. Formula magistralis
B. Formula officinalis
C. Formula spesialitis
A. Formula magistralis.
Formula ini lebih banyak dikenal dengan nama resep racikan. Resep dengan formula ini,
berarti dokter selain menuliskan bahan obat, juga bahan tambahan. Bahan tambahan apa
yang diperlukan , tergantung bentuk sediaan obat yang dipilih. Oleh karenanya perlu
dipahami sifat obat, interaksi farmasetik, macam bentuk sediaan dan macam bahan
tambahan yang dapat digunakan, serta pedoman penulisan formula magistralis.
Hal-hal yang perlu dipahami untuk penulisan formula magistralis :
1. Bahan obat, sedapat mungkin menggunakan bahan baku. Penggunaan sediaan
jadi/paten (tablet, sirup, unguenta dll.) sering menimbulkan masalah baik dalam
pelayanan (antara lain dapat tidak halus, tidak homogen, dan tidak stabil), maupun
kerasionalan terapi (antara lain perubahan formula sediaan, perubahan bioavailabilitas
obat, perubahan absorpsi, penurunan konsentrasi obat). Pencampuran bahan obat lebih
dari satu macam dalam formula magistrtalis, selain diperhatikan : apakah ada interaksi
(farmakologi & farmasetik), juga apakah rasional (jadwal dosis cocok).
2. Bentuk sediaan yang dapat dipilih, meliputi : serbuk (pulveres & pulvis adspersorium),
kapsul, larutan (solutio & infusa), suspensi, unguenta, cream dan pasta.
3. Penentuan bahan tambahan (antara lain corrigen saporis, odoris, colons dan
constituent/vehiculum), macamnya tergantung bentuk sediaan yang dipilih.
4. Susunan unsur inscriptio ditulis dengan urutan :
R/ Remidium cardinale
Remidium ajuvan/corrective
Remidium corrigensia (saporis, odoris, coloris)
Remidium constituent (vehicle/vehiculum)
Universitas Gadjah Mada 14
Contoh Resep formula magistralis :
1. Dokter Pamudi, SIP 1972/97 beralamat Jl. Timoho 12, Yogyakarta pada tanggal 22
September 2001 menyusun resep formula magistralis dengan bentuk sediaan pulveres
(puyer) sebanyak 10 bungkus, setiap bungkus mengandung paracetamol 120 mg. Puyer
ini diberikan kepada panderita Surti (2 th.,12 kg) dengan aturan pakai yaitu bila panas
diberikan tiga kali sehari, tiap kali 1 bungkus
Ambilkan paracetamol 120 mg, sacch. lact Ambilkan paracetamol & sacch. lact
secukupnya campur & buatlah menurut aturan secukupnya campur dan buatlah
sebanyak
puyersebanyak 10 bungkus masing-masing menurut aturan menjadi puyer sebanyak
bungkus mengandung paracetmol120 mg 10 bungkus
2. Dokter Pamudi, SIP 1972/97 beralamat J1. Timoho 12, Yogyakarta pada tanggal 22
September 2001 menyusun resep formula magistralis dengan bentuk sediaan kapsul
sebanyak 15 kapsul, setiap kapsul mengandung metampiron 300 mg. Kapsul ini
diberikan kepada panderita Tn. Santo, dengan aturan pakai : bila nyeri diberikan tiga kali
sehari, tiap kali 1 kapsul (resep lihat di halaman 3)
3. a. Dokter Pamudi, SIP 1972/97 beralamat Jl. Timoho 12, Yogyakarta pada tanggal 22
September 2001 menyusun resep formula magistralis dengan bentuk sediaan sirup
dengan volume 50 ml, dan mengandung paracetamol 1,2 gram dan sirup simplek 5 ml.
Sirup ini
Universitas Gadjah Mada 15
diberikan kepada panderita anak Aji (2 th. 12kg), dengan aturan pakai : bila panas
diberikan tiga kali sehari, tiap kali 1 sendok teh. (contoh resep lihat di halaman 14)
3. b. Dokter Pamudi, SIP 1972/97 beralamat Jl. Timoho 12, Yogyakarta pada tanggal 22
September 2001 menyusun resep formula magistralis dengan bentuk sediaan lotion
dengan volume 50 ml dan mengandung As. salicyl 1%, glycerin 3% dan alkohol 70
%. Lotion ini diberikan kepada panderita Anak Dede dengan aturan pakai : diberikan
dua kali sehari untuk obat luar, setelah mandi (resep lihat di bawah ini)
4. Dokter Pamudi, SIP 1972/97 beralamat 31. Timoho 12, Yogyakarta pada tanggal 22
September 2001 menyusun resep formula magistralis dengan bentuk sediaan salep
sebanyak 20 gram, dan mengandung Ac. boric 5% serta menggunakan bahan dasar
salep vaselin album. Salep ini diberikan kepada panderita Bp. Tono, dengan aturan
pakai : diberikan dua kali sehari, untuk obat luar (resep lihat di bawah ini)
Universitas Gadjah Mada 16
5. Dokter Pamudi, SIP 1972/97 beralamat Jl. Timoho 12, Yogyakarta pada tanggal 22
September 2001 menyusun resep formula magistralis dengan bentuk sediaan krim
sebanyak 20 gram, dan mengandung hydrocortison 2,5% serta menggunakan bahan
dasar krim tipe air dalam minyak. Krim ini diberikan kepada panderita Ny. Amina,
dengan aturan pakai : diberikan dua kali sehari, untuk obat luar (resep lihat di bawah)
6. Dokter Pamudi, SIP 1972/97 beralamat JI. Timoho 12, Yogyakarta pada tanggal 22
September 2001 menyusun resep formula magistralis dengan bentuk sediaan pasta
sebanyak 30 gram, dan mengandung Acid. boric 7% dan zin oxyd 40% serta
menggunakan bahan dasar pasta minyak wijen. Pasta ini diberikan kepada panderita
Ibu Yati, dengan aturan pakai : diberikan dua kali sehari, untuk obat luar (resep lihat di
bawah ini).
Universitas Gadjah Mada 17
B. Formula officinalis
Resep dengan formula officinalis berarti nama obat yang ditulis merupakan nama
generik, dan tersedia sebagai sediaan generik berlogo (BPOM Depkes) atau sediaan
standard/baku (Formularium Indonsia).
Dengan menggunakan formula ini berarti dokter sudah mengetahui komposisi bahan
aktifnya dan kegunaannya. Penulisan formula ini cukup sederhana dan cepat.
Disamping itu harga relatif lebih murah. Namun agar tidak memberikan masalah pada
pelayanannya, maka perlu dipahami macam sediaan generik yang ada, karena masih
terbatas sediaannya di pasaran.
Universitas Gadjah Mada 18
Contoh penulisan resep formula officinalis :
1. R/ Pot. nigr. c. tuss. ml 300
S.t.d.d. C.I
Keterangan :
Dengan resep tersebut di atas, dokter menggunakan formula standard dalam
Formularium Indonsia
Komposisi : Pot. nigr. c. tuss 300 ml
Succus liq. 10
Amm. chlroid 6
Sol. amm. Spirt. Anis. 6
Aqua dest. ad 300 ml
Pemakaian : 4-5 d.d. C.I
2. R/ Caps. Amoxycillin 250 mg No.
XX S.t.d.d. caps. I
Keterangan :
Dengan resep tersebut di atas, dokter menggunakan formula standard yang tersedia
dalam sediaan (jadi) generik berlogo.
Amoxycillin tersebut tersedia dalam bentuk sediaan :
Kapsul 250 mg
Kaptab 500 mg
Serbuk injeksi 1 g/vial
Sirup kering 125 mg/5 ml (60 ml)
3. R/ Gentamycin oint. 5 gram tube I
S.b.d.d. u.e.
Keterangan :
Dengan resep tersebut di atas, dokter menggunakan formula standard yang
tersedia dalam sediaan (jadi) generik berlogo. Gentamycin tersebut tersedia dalam
bentuk sediaan :
Salep dengan konsentrtasi 0,1% dengan kemasan tube 5 gram
Universitas Gadjah Mada 19
C. Formula spesialitis
Resep dengan formula spesialitis berarti nama obat yang ditulis merupakan nama
paten dari pabrik obat yang memproduksi sediaan obat tersebut. Kadang-kadang pabrik
obat memproduksi obat paten dengan berbagai bentuk sediaan, berbagai kekuatan,
dan dalam kombinasi obat. Untuk sediaan cair sering dikemas dalam botol dengan
berbagai volume, apabila penulisan formula ini kurang jelas atau tidak lengkap dapat
mengakibatkan kesalahan dalam pelayanan di apotek.
Contoh penulisan resep formula spesialitis :
1. R/ Capl. Kalmoxillin 500 mg no. XX
S.t.d.d. cap. I
Keterangan :
Kalmoxillin suatu nama obat paten yang berisi amoxycillin trihidrat dan tersedia dalam
bentuk sediaan : - Kapsul 250 mg
- Kaplet 500 mg
- Suspensi kering 125 mg/5 ml, 250 mg/5 ml dengan kemasan botol
volume 60 ml
- Injeksi 1 gram/ampul
2. R/ Allerin exp. 120 ml lag. I
S.4.d.d. C.th. I
Keterangan :
Allerin exp. suatu nama obat paten yang tersedia dalam bentuk sediaan sirop, tiap 5 ml
sirop berisi : Gliseril guaiakolat 50 mg
Na sitrat 180 mg
Difenhidramin HCl 12,5 mg
Fenilpropanolamin HC1 12,5 mg
Kemasan : Botol volume 60 ml dan 120 ml
3. R/ Scabicid cr. Tube I
S.u.d.d. m. u.e.
Keterangan :
Scabicid suatu nama obat paten yang tersedia dalam bentuk sediaan krim dengan
kemasan tube 10 gram.
Setiap gram him berisi : - Gamexan 10 mg (konsentrasi 0,1%)
- As. Usnat 10 mg (konsentrasi 0,1%)
Universitas Gadjah Mada 20
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim, 1981. Kumpulan Peraturan Perundang-Undangan tentang Apotek. Dirjen POM
Dep. Kes. RI, Jakarta.
2. Anonim, 1994. Guide to Good Prescribing, WHO, Genewa.
3. Ansel, H.C. 1990. Introduction to Pharmaceutical Dosage Forms. Lea & Febiger.
4. Hussar, D.A., 1975. The Prescription, dalam Gennara, A.R. Remington's
Pharmaceutical Sciences. 15th. Ed., Mack Publ. Co., Philadelphia.
5. Nanizar, Z.J., 1990 . Ars Prescribendi, Resep yang Rasional . jilid I dan 2 . Airlangga
University Press, Surabaya
6. Sutherland, V.C., 1970. Prescription Writing, dalam A Synopsis of Pharmacology. W.B.
Saunders Co., Philadelphia.