-
PROSES PELAYANAN KESEHATAN OJEK MAKANAN
BALITA (OMABA) SEBAGAI BENTUK UPAYA
PENGENTASAN GIZI BURUK BALITA
(Studi Kasus UPT Puskesmas Riung Cisaranten Kidul Kota
Bandung)
SKRIPSI
Diajukan untuk Ujian Skripsi Administrasi Publik
Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya
SUKMA DWI AMALLIA
NIM. 135030107111060
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
JURUSAN ADMINISTRASI PUBLIK
MALANG
2017
-
MOTTO
“Perempuan yang cantik adalah yang berwawasan dan mampu nyaman
dengan
dirinya sendiri, tanpa perlu megikuti kehausan zaman yang
semakin lama
semakin narsis selama kita bisa menjadi diri sendiri dan tidak
mudah goyah
dalam menghadapi berbagai cobaan”. – Sukma Dwi Amallia
-
Halaman Persembahan
Bismillahirrahmanirrahim, ku mengucapkan rasa syukur dan terima
kasih tak
terhingga kepada Allah SWT atas karunia dan rahmat yang telah
diberikan.
Shalawat serta salam selalu tercurah pada Nabi ku tercinta, Nabi
Muhammad
SAW atas seluruh teladannya.
Karya ini kupersembahkan kepada:
Ayah & bunda ku tersayang, Erwin Djama’an dan Sri Farida
Janis. Abang &
adikku, Reza Ilham Pratama dan Trinov Nazfa Abdillah yang selalu
memberi
support, do’a dan canda tawa.
Ega Rahma Putri dan Atika Ismiantary, yang selalu memberikan
semangat ketika
sedih, ketika suntuk mengerjakan skripsi ini, dan selalu
mendengarkan celoteh
bawelku.
Clara Shinta Bonivia, teman seperantauan yang menjadi sahabatku,
like sister from
another mother.
Teman-teman dekat seperjuangan publik angkatan 2013 yang tidak
dapat
disebutkan satu persatu, Rani, Aqil, Desy, Veronica, Amel,
Ronny, Fahmi, dan
lainnya.
Teman dari SMA dan satu kampus yang selalu menjadi teman siap
sedia, menemani
ketika mengalami kesuntukan (partner in ‘gabut’), mendengarkan
keluh kesah,
teman berdiskusi, teman kebaperan.
Dan terakhir untuk Rifqi Putra Semendo yang pernah menemaniku
selama 4 tahun
lalu memberikan dukungan terus menerus, menyemangati serta
mendoakan ku.
-
viii
RINGKASAN
Sukma Dwi Amallia, 2017, Proses Inovasi Pelayanan Kesehatan Ojek
Makanan
Balita (OMABA) Sebagai Bentuk Upaya Pengentasan Gizi Buruk
Balita (Studi
Kasus pada UPT Puskesmas Riung Bandung Kelurahan Cisaranten
Kidul
Kota Bandung), Dr. Sujarwoto, S.IP., M.Si., 128 Hal + xiiii.
Inovasi Ojek Makanan Balita (OMABA) adalah inovasi di bidang
pelayanan kesehatan bertujuan untuk menghilangkan gizi buruk
khususnya yang
terjadi pada balita di Kelurahan Cisaranten Kidul Kota Bandung
dengan cara
memberikan makanan olahan bergizi menggunakan mekanisme
pengantaran door
to door. Inovasi ini dalam jangka pendek diharapkan membantu
masyarakat
penderita gizi buruk, sedangkan dalam jangka panjang inovasi
Ojek Makanan
Balita (OMABA) diharapkan dapat menjadi investasi sumber daya
manusia agar
generasi berikutnya dapat tumbuh dengan sehat dan terlepas dari
permasalahan gizi.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Proses pelaksanaan
OMABA dan untuk
menganalisis Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan OMABA
sebagai
bentuk upaya pengentasan gizi buruk balita di Kelurahan
Cisaranten Kidul Kota
Bandung.
Penelitian ini menggunakan studi kasus tunggal yang digunakan
untuk
menjelaskan dan menganalisis proses OMABA di Kelurahan
Cisaranten Kidul.
Wawancara dilakukan dengan Kepala UPT Puskesmas Riung sekaligus
Inovator
dari OMABA, Ketua Komite Kesehatan Cisaranten Kidul, Tim Dapur
OMABA,
dan sasaran inovasi Ojek Makanan Balita (OMABA). Teknik analisis
eksplanasi dari Yin (2009) untuk analisis kasus proses inovasi
OMABA di Kelurahan
Cisaranten Kidul.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses inovasi ojek
makanan balita
dimulai dari mengidentifikasi permasalahan yang terjadi di
lingkungan sekitar, latar
belakang pembentukan inovasi, mengembangkan ide inovasi menjadi
inovasi yang
sukses dalam pengentasan permasalahan gizi buruk, penerapan
inovasi di
Kelurahan Cisaranten Kidul, proses evaluasi dan monitoring, dan
proses
penyebarluasan (difusi) sudah terlaksana dengan baik. Seluruh
proses inovasi
OMABA telah berjalan dengan efektif. Faktor-faktor yang
mempengaruhi inovasi
OMABA terdiri dari faktor keberhasilan inovasi yakni; Komitmen
politik,
Dorongan peningkatan efisiensi, Dorongan peningkatan kualitas
layanan, dan
faktor penghambat; Keberlanjutan dukungan anggaran, Tidak adanya
kemauan
wilayah lain untuk mengadopsi inovasi OMABA, Wilayah jangkauan,
serta
Komunikasi antar top-down kurang sinergis. Penelitian ini
menyarankan perlunya
komitmen yang kuat diperlukan untuk terus menjalankan inovasi
OMABA baik itu
dari pihak Pemerintah maupun elemen yang berkaitan langsung
dengan OMABA.
Kata Kunci : Proses inovasi, Pelayanan Kesehatan, Ojek Makanan
Balita
(OMABA)
-
viii
SUMMARY
Sukma Dwi Amallia, 2017, The Process of Health Care Innovation
Through
Motorcyle Taxi Toddler Food (OMABA) to Alleviate Children
with
Malnutrition (Case Study on UPT Puskesmas Riung Bandung
Cisaranten
Kidul Village Bandung), Dr. Sujarwoto, S.IP., M.Si., 128 Hal +
xiiii.
Motorcyle Taxi Toddler Food Innovation (OMABA) is an innovation
in
the field of health services aims to eliminate malnutrition,
especially occurring in
toddlers in Cisaranten Kidul village Bandung by providing
nutritious processed
foods using door to door delivery mechanism. This innovation in
the short term is
expected to help people with malnutrition, while in the long
term Motorcyle Taxi
Toddler Food innovation (OMABA) is expected to become investment
of human
resources so the next generation can grow healthy and regardless
of nutritional
problems. This study aims to analyze the implementation process
of OMABA and
to analyze the factors that influence the implementation of
OMABA as a form of
efforts to alleviate malnutrition of toddlers in Cisaranten
Kidul Village, Bandung.
This study used a single case study used to explain and analyze
the OMABA
process in Kelurahan Cisaranten Kidul. The interview was
conducted with the Head
of UPT Puskesmas Riung as well as the innovator from OMABA,
Chairman of the
Health Committee of Cisaranten Kidul, OMABA Kitchen Team, and
target
innovations of Motorcyle TaxiToddler Food (OMABA). Empirical
analysis
technique from Yin (2009) for case analysis of process
innovation OMABA in
Kelurahan Cisaranten Kidul.
The results of this study showed that the innovation process of
motorcycle
taxi toddler food starts from identifying the problems that
occur in the environment,
the background of the formation of innovation, developing the
innovation idea into
successful innovation in alleviating the malnutrition problems,
the application of
innovation in Kelurahan Cisaranten Kidul, evaluation and
monitoring process, and
the process of dissemination (diffusion) has been done well. The
whole process of
OMABA innovation has worked effectively. Factors that affecting
innovation of
OMABA consists of the success factors innovation namely;
Political commitment,
encouragement of increased efficiency, Improvement of quality
service, and
inhibiting factors; Sustainability of budget support, the lack
of willingness of other
regions to adopt OMABA innovation, Territory range, as well as
communication
between top-down less synergistic.This research suggests a
strong commitment
required to continue implementing OMABA innovation whether it is
from the
government or elements directly relating to OMABA.
Keywords: Process of Innovation, Health Care Service, Motorcyle
Taxi
Toddler Food (OMABA)
-
ix
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT dengan seluruh karunia, rahmat,
serta
hidayahNya yang telah diberikan sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Proses Inovasi Pelayanan Kesehatan Ojek Makanan
Balita
(OMABA) Sebagai Bentuk Upaya Pengentasan Gizi Buruk Balita
(Studi
Kasus UPT Puskesmas Riung Cisaranten Kidul Bandung)”.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi
syarat
ujian komprehensif dalam memperoleh gelar sarjana di bidang Ilmu
Administrasi
Publik pada Fakultas Ilmu Administrasi Universitas
Brawijaya.
Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam menyajikan
tulisan
sebaik mungkin, namun penulis tidak luput dari berbagai
kekurangan dan
kekeliruian yang ada. Karena itulah penulis bersedia menerima
kritikan, saran, dan
masukan yang bersifat membangun.
Dalam proses penyusunan skripsi ini, tentunya telah banyak pihak
yang
terlibat dan dengan ikhlas membantu penulis memberikan berbagai
arahan,
bimbingan, dorongan baik itu secara langsung maupun tidak
langsung. Untuk itu,
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Bambang Supriyono, MS selaku Dekan Fakultas
Ilmu
Administrasi Universitas Brawijaya Malang
2. Bapak Dr. Choirul Saleh, M.Si selaku Ketua Jurusan
Administrasi Publik
Universitas Brawijaya Malang
3. Ibu Dr. Lely Indah Mindarti, M.Si selaku Ketua Program Studi
Administrasi
Publik Universitas Brawijaya Malang
-
x
4. Bapak Dr. Sujarwoto, S.IP., M.Si selaku Dosen Pembimbing yang
telah
berkenan membimbing dan memberikan arahan terhadap penyusunan
skripsi
ini.
5. Bapak/Ibu Dosen serta seluruh Staff Bagian Jurusan, Bagian
Akademik,
Bagian Tata Usaha, dan Staff Keuangan yang telah membantu
melancarkankan penyusunan skripsi.
6. Ibu dr. Hj. Sonny Sondari, M.Kes selaku Kepala UPT Puskesmas
Riung
Bandung dan penggagas dari Inovasi Ojek Makanan Balita (OMB)
atas
bantuan yang diberikan kepada penulis dalam pengumpulan
data.
7. Bapak Iwa Kartiwa selaku Kepala Sub Bagian Tata Usaha UPT
Puskesmas
Riung Bandung atas bantuan yang diberikan kepada penulis.
8. Ibu Hj. Vita Vatimah selaku Ketua PKK Baitunnisa dan Ketua
Komite
Kesehatan Kelurahan Cisaranten Kidul atas bantuan yang diberikan
kepada
penulis dalam pengumpulan data.
9. Ibu Marliyani Gunawan, Ibu Desy Anavianty, Ibu Nenny dan
seluruh pihak
lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu atas bantuan
yang
diberikan kepada penulis.
Demi kesempurnaan skripsi ini saran dan kritik yang bersifat
membangun
sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi seluruh pihak
yang membutuhkan.
Malang, 22 Mei 2017
Penulis
-
xi
DAFTAR ISI
Hal
MOTTO
.............................................................................................................
ii
TANDA
PENGESAHAN..........................................................................................
iii
TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI
........................................................................
iv
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI
....................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN
................................................................................
vi
RINGKASAN
...................................................................................................vii
SUMMARY
.............................................................................................................
viii
KATA PENGANTAR
.......................................................................................
ix
DAFTAR ISI
.....................................................................................................
xi
DAFTAR TABEL
....................................................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR
.........................................................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN
......................................................................................
xv
BAB I PENDAHULUAN
...................................................................................
1
A. Latar Belakang
..........................................................................................
1
B. Rumusan Masalah
...................................................................................
11
C. Tujuan Penelitian
....................................................................................
11
D. Kontribusi Penelitian
...............................................................................
12
E. Sistematika Pembahasan
..........................................................................
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
......................................................................
15
A. Pelayanan Publik
.....................................................................................
15
a. Pengertian Pelayanan Publik
...............................................................
15
b. Jenis-Jenis Pelayanan Publik
..............................................................
17
B. Inovasi Pelayanan Publik
........................................................................
19
a. Pengertian Inovasi Pelayanan
Publik................................................. 19
b. Proses Inovasi Layanan Publik
......................................................... 25
c. Faktor Keberhasilan Inovasi Pelayanan Publik
.................................. 28
-
xii
d. Faktor Penghambat Inovasi Pelayanan Publik
................................... 33
C. Pelayanan Kesehatan
...............................................................................
34
a. Pengertian Pelayanan Kesehatan
....................................................... 34
b. Jenis Pelayanan Kesehatan
................................................................
35
D. Layanan Gizi Sebagai Layanan Publik
................................................... 36
a. Isu Kurang Gizi di Indonesia
............................................................ 38
b. Faktor Terjadinya Gizi Buruk di Indonesia
....................................... 40
c. Kebijakan/Program Penanganan Gizi Buruk di Indonesia
................. 43
d. Permasalahan Layanan Gizi di Indonesia
.......................................... 44
E. Model Inovasi Layanan Pengentasan Gizi
Buruk.................................... 46
BAB III METODE PENELITIAN
..................................................................
48
A. Jenis
Penelitian........................................................................................
48
B. Fokus Penelitian
......................................................................................
50
C. Lokasi dan Situs Penelitian
......................................................................
52
D. Sumber Data
...........................................................................................
52
E. Teknik Pengumpulan Data
.......................................................................
53
F. Instrumen Penelitian
................................................................................
55
G. Analisis Data
...........................................................................................
56
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
................................. 58
A. Hasil Penelitian
.......................................................................................
58
a. Gambaran Umum Kota Bandung
...................................................... 58
b. Gambaran Umum UPT Puskesmas Riung
......................................... 67
1. Proses Inovasi OMABA di Kelurahan Cisaranten Kidul
........................... 73
a. Pengidentifikasian Masalah di Kelurahan Cisaranten Kidul
.............. 73
b. Penciptaan Ide Pembentukan Inovasi OMABA
................................. 81
c. Pengembangan Inovasi OMABA Menjadi Inovasi Sukses
................ 85
d. Penerapan Inovasi OMABA di Kelurahan Cisaranten Kidul
........... 93
e. Proses Evaluasi dan Monitoring Inovasi OMABA.
......................... 98
f. Proses Difusi Inovasi OMABA.
...................................................... 101
-
xiii
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Inovasi
OMABA................... 102
a. Faktor Pendukung Keberhasilan Inovasi OMABA
.......................... 102
b. Faktor Penghambat Inovasi
OMABA.............................................. 105
B. Pembahasan.
..........................................................................................
108
a. Proses Inovasi OMABA di Kelurahan Cisaranten Kidul
................. 108
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses Inovasi OMABA
............ 117
BAB V PENUTUP
.........................................................................................
124
A. Kesimpulan.
....................................................................................
124
B. Saran.
.............................................................................................
127
DAFTAR PUSTAKA
.....................................................................................
129
LAMPIRAN
...................................................................................................
132
-
xiii
DAFTAR TABEL
Hal
1. Luas Wilayah Kota Bandung Per Kecamatan
............................................. 59
2. Jumlah Penduduk Kota Bandung Tahun 2013 – 2015
....................................... 64
3. Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk
................................... 64
4. Situasi Geografis Wilayah Kerja UPT Puskesmas Riung
............................ 70
5. Distribusi Produktivitas Penduduk Menurut Mata Pencaharian
................... 71
6. Sarana Transportasi UPT Puskesmas
Riung................................................ 73
-
xiii
DAFTAR GAMBAR
Hal
1. Tipologi Inovasi Sektor Publik
.................................................................
22
2. Proses Inovasi Layanan Publik
..................................................................
28
3. Faktor Kritis Keberhasilan
Inovasi........................................................................
33
4. Faktor Penyebab Gizi Kurang dan Gizi Buruk
................................................... 41
5. Komponen Analisis
Data.........................................................................................
57
6. Peta Wilayah Kerja UPT Puskesmas Riung
........................................................ 67
7. UPT Puskesmas Riung Bandung
...........................................................................
68
8. Lingkungan Tempat Tinggal Penderita Gizi
Buruk........................................... 76
9. Fasilitas Motor OMABA Oleh PT. Pertamina
.................................................... 86
10. Makanan Olahan Untuk Balita Gizi Buruk
......................................................... 88
11. Time Schedule PMT “Dapur OMABA”
...............................................................
89
12. Kegiatan Rapat dan Silaturahmi Tim OMABA
.................................................. 90
13. Batu Peresmian “Dapur OMABA” Oleh Walikota
............................................ 90
14. Lokasi Cooking Center “Dapur
OMABA”............................................................
91
15. Penderita Gizi Buruk
..................................................................................
96
16. Siklus Proses Inovasi OMABA
................................................................
110
-
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
Surat Keterangan Selesai Penelitian
...................................................... 132
SOP OMABA
.........................................................................................
133
Piagam Penghargaan OMABA
...............................................................
134
Surat Keterangan Penelitian Bakesbangpol Malang
................................ 135
Surat Keterangan Penelitian Dinkes Kota Bandung
................................. 136
Data Balita Gizi Buruk Penerima PMT dari
Presiden…................................ 138
-
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bagi Indonesia saat ini, masalah pelayanan masih menjadi beban
berat yang
perlu dibenahi. Dengan jumlah penduduk terbanyak keempat dunia
menjadikan
Indonesia menanggung beban untuk memenuhi kesejahteraan
penduduknya
terutama dalam bidang peningkatan kesehatan masyarakat dan
layanan kesehatan.
Dalam rangka mewujudkan kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat
yang
beragam, berbagai upaya dilakukan terutama dalam hal pelayanan
publik di bidang
kesehatan sebagai bentuk pengabdian pemerintah kepada rakyatnya.
Sebagaimana
yang dijelaskan oleh Kurniawan (2005) pelayanan publik adalah
suatu proses
melayani masyarakat yang memiliki kepentingan terhadap suatu
organisasi sesuai
dengan ketentuan dan tata cara yang telah ditetapkan.
Pelaksanaan pelayanan publik sendiri telah tertuang dalam
Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik dan dijelaskan
bahwa pelayanan
publik merupakan wewenang dan tanggung jawab dari pemerintah,
atau pun
instansi pemerintahan terkait yang biasa disebut penyedia
pelayanan publik.
Masyarakat yang dari waktu ke waktu terus berkembang secara
dinamis terkadang
sulit untuk disesuaikan oleh penyedia pelayanan publik dalam
pemenuhan
kebutuhannya. Selain itu apabila dicermati, pelayanan publik di
Indonesia ini masih
jauh dari baik dan kurang memuaskan. Tidak hanya pelayanan di
daerah yang
notabene memang masih rendah tingkat layanan serta sumber
dayanya, namun di
1
-
2
pusat pun masih banyak pelayanan yang diberikan belum berjalan
optimal. Untuk
mewujudkan pelayanan publik yang dapat diterima oleh masyarakat,
pemerintah
pusat maupun daerah perlu melakukan perbaikan kualitas layanan
baik itu dari segi
struktur organisasinya, sarana prasarana, maupun segi sumber
daya manusianya
(SDM).
Namun, dapat dilihat kenyataannya bahwa pelayanan publik
terutama dalam
hal layanan kesehatan masihlah belum bisa memenuhi kebutuhan
masyarakat.
Banyaknya layanan kesehatan yang seringkali gagal dalam melayani
masyarakat
itulah yang menjadi hal penting untuk melakukan sebuah inovasi
yang efektif.
Sebagai penyedia pelayanan publik, pemerintah harus mengutamakan
hak-hak
rakyat di atas segalanya dan harus fokus terhadap upaya
pemenuhan kebutuhan
rakyat. Khususnya dalam bidang pelayanan kesehatan sangat
diperlukan
pembangunan kesehatan yang dimana merupakan salah satu tujuan
pembangunan
nasional untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Pencapaian derajat kesehatan yang optimal bukan hanya menjadi
tanggung
jawab dari sektor kesehatan saja, namun sektor terkait lainnya
seperti sektor
pendidikan, ekonomi, sosial dan pemerintahan juga memiliki
peranan yang cukup
besar. Pelayanan kesehatan merupakan suatu upaya yang dilakukan
secara
tersendiri atau bersama-sama di dalam sebuah organisasi
bertujuan untuk
memelihara serta meningkatkan kesehatan, mencegah serta
menyembuhkan
penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga,
kelompok maupun
masyarakat (Departemen Kesehatan RI, 2009).
-
3
Kesehatan merupakan hak semua penduduk, sehingga pemerintah
perlu
memfokuskan diri kepada kesehatan masyarakatnya yang selama ini
kurang begitu
diperhatikan. Salah satu penyebab permasalahan yang melatar
belakangi buruknya
kesehatan masyarakat ialah ketahanan pangan yang rendah sehingga
berpengaruh
terhadap konsumsi asupan gizi masyarakat, pendidikan yang belum
merata
penyebarannya, kondisi lingkungan yang tidak baik, dan lain
sebagainya. Menurut
data dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2015,
banyaknya
permasalahan berkaitan dengan kesehatan masyarakat diantaranya
kesehatan ibu
(meningkatnya angka kematian ibu, masalah persalinan), penyakit
menular
(HIV/AIDS, cacingan, TBC, dsb), kesehatan anak (gizi kurang,
gizi buruk, stunting,
dsb), diabetes, dan lain-lain menjadi tantangan berat yang harus
dihadapi dan
dibenahi oleh pemerintah Indonesia.
Hal tersebut sejalan dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
Pasal
5 ayat 2 Tentang Kesehatan bahwa setiap orang mempunyai hak
dalam memperoleh
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau, yang
dimana
menjelaskan bahwa pelayanan kesehatan sangat diperlukan oleh
masyarakat
Indonesia. Namun sayangnya pelayanan kesehatan sekarang ini
masih terbilang
kurang memuaskan dan terkadang masih membedakan status sosial
pasien.
Berangkat dari masalah itulah berbagai daerah berlomba-lomba
untuk memberikan
pelayanan kesehatan yang maksimal kepada masyarakatnya untuk
mencapai tujuan
pembangunan kesehatan. Salah satu tantangan yang dihadapi
Indonesia di sektor
kesehatan ialah gizi buruk yang banyak dialami oleh balita
maupun anak-anak.
-
4
Faktor yang menyebabkan gizi buruk diantaranya ekonomi yang
rendah
sehingga tidak dapat memenuhi asupan gizi anak, pola asuh ibu
yang salah,
lingkungan yang tidak sehat, ataupun adanya penyakit bawaan yang
diderita anak
sejak lahir. Terkadang karena faktor ekonomi itulah yang
menyebabkan orangtua si
penderita gizi buruk enggan untuk membawa anaknya berobat.
Padahal seluruh
anak di Indonesia memiliki hak dan kebutuhan yang harus dipenuhi
seperti yang
dikemukakan oleh Adriani & Wirjatmadi (2012) berikut
ini:
1. Kebutuhan Fisik
1) Kebutuhan pangan dan gizi yang seimbang
2) Imunisasi sebagai perawatan mendasar
3) Tempat tinggal yang layak
4) Kebersihan dan sanitasi lingkungan
5) Terpenuhinya kebutuhan sandang
2. Kebutuhan Psikis (emosi)
Perlunya kehadiran orang tua dalam masa pertumbuhan seorang
anak untuk memberikan seluruh kasih sayangnya hingga
menimbulkan dampak positif bagi tumbuh kembang anak.
3. Kebutuhan Stimulasi Mental
Merupakan kebutuhan anak yang mencakup pembelajaran dan
pelatihan terhadap agama, kreatifitas, moral & etika,
kecerdasan, dan
lain sebagainya.
-
5
Untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang optimal, perlu
dilakukannya sebuah
inovasi layanan kesehatan.
Inovasi diperlukan untuk membantu memecahkan masalah yang
menghambat keberhasilan pelayanan publik di bidang kesehatan.
Inovasi dalam
sektor publik dibutuhkan untuk memodifikasi hal yang sudah ada
terutama di dalam
pelayanan agar menjadi lebih baik salah lagi. Inovasi merupakan
kegiatan
memperkenalkan metode, cara, produk serta pelayanan baru.Inovasi
tersebut
dilakukan agar tercapainya keberhasilan pemenuhan kebutuhan
rakyat baik dengan
cara pembaharuan barang ataupun jasa (Muluk, 2008:44). Inovasi
yang dilakukan
bisa dalam bentuk penetapan penerapan suatu program yang dimana
merupakan
bagian dari strategi pemerintah untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat.
Dalam pelaksanaannya inovasi sektor publik haruslah memiliki
ciri khas
tersendiri dan bukan semata untuk perubahan suatu produk saja
melainkan dapat
menciptakan perubahan hubungan antar pemerintah, swasta,
masyarakat yang lebih
baik. Berbagai inovasi dalam bidang pelayanan kesehatan telah
banyak dilakukan
oleh Negara-negara di dunia. Inovasi yang dilakukan sejumlah
Negara tersebut
setidaknya dapat menjadi inspirasi dan motivasi Indonesia untuk
dapat
memperbaiki sistem pelayanan dibidang pelayanan kesehatan.
Berikut diantaranya
penelitian-penelitian terdahulu mengenai inovasi pelayanan yang
dilakukan oleh
dunia internasional;
-
6
Inovasi pertama terdapat di Bangladesh, seperti yang ditulis
dalam
penelitian Rubaiyath Sarwar yang berjudul Bangladesh Health
Service Delivery:
Innovation NGO and Private Sector PartnerShips (Inovasi
Pelayanan Kesehatan
Berbasis Instant Message), inovasi pelayanan kesehatan ini
dilakukan oleh
pemerintah bekerjasama dengan perusahaan swasta untuk mengatasi
permasalahan
kesehatan di negaranya, termasuk permasalahan kesehatan ibu
hamil dan gizi anak.
Inovasi ini telah ada sejak 2011 lalu, dimana cara kerjanya
masyarakat dapat
melakukan pencegahan terhadap penyakit dikarenakan adanya
informasi yang
menjelaskan mengenai pelatihan prenatal, post-natal, cakupan
gizi untuk bayi,
balita sampai dengan anak-anak.
Penelitian Sarwar tersebut menjelaskan bahwa inovasi yang
dilakukan di
Bangladesh membantu mengurangi jumlah angka kematian ibu serta
membantu
pencegahan gizi kurang yang biasa terjadi di masyarakat,
khususnya pada bayi dan
anak-anak.
Penelitian kedua dilakukan oleh Macinko dkk di Brazil. Dalam
penelitiannya yang berjudul Brazil’s Family Health Strategy –
Delivering
Community-Based Primary Care in a Universal Health System,
dijelaskan bahwa
Brazil telah memiliki progress peningkatan yang cukup baik dalam
sistem
pelayanan kesehatannya. Dijelaskan pula bahwa institusi
kesehatan baik itu swasta
ataupun negeri memberikan kontribusi dalam pelayanan yang
diberikan, salah
satunya adalah melalui Family Health Strategy (FHS).
-
7
FHS merupakan sebuah komunitas yang di dalamnya terdiri dari tim
beranggotakan
suster, psikiater, ahli gizi, dan empat sampai enam orang agen
komunitas kesehatan.
FHS tersebar diberbagai wilayah di Brazil yang dimana
masing-masing tim FHS
tersebut dengan sigap dan bertanggungjawab merespon permasalahan
kesehatan
yang sering terjadi.
Inovasi ini berjalan efektif karena mereka mendatangi
rumah-rumah
penduduk (yang berada dalam cakupan wilayah mereka) sebulan
sekali untuk
memperoleh dan mengecek data kesehatan. Dijelaskan pula ketika
ada seseorang
yang baru pertama kali melahirkan ataupun memiliki balita, ia
dapat langsung
menghubungi agen komunitas FHS yang dekat dari rumahnya dan
dibawa ke pos
FHS untuk ibu hamil akan dicek tekanan darah, berat badan, serta
diberikan kartu
pasien. Untuk penanganan kesehatan anak, FHS memberikan
informasi mengenai
konsumsi makanan yang baik untuk anak, pencegahan penyakit pada
anak, dan
pengobatan.
Selanjutnya penelitian ketiga dilakukan oleh Guimon dalam
tulisannya yang
berjudul The Case of Plumpy’nut and Health Extension Workers
Program (Inovasi
Kesehatan Untuk Mengentaskan Kelaparan dan Gizi Buruk di
Ethiopia)
menjelaskan bahwa pemerintah Ethiopia bekerja sama dengan UNICEF
untuk
menyediakan makanan yang bergizi. Dibawah naungan PBB,
diciptakan inovasi
makanan sehat bernama Plumpy’nut yang terdapat dalam program
“Health
Extension Workers”.
-
8
Plumpy’nut ini merupakan makanan yang diciptakan oleh ahli gizi
dan institut
pertanian PBB untuk mengatasi gizi buruk yang terjadi di
Ethiopia. Sementara itu,
Health Extention Workers merupakan kegiatan yang terdiri dari
para perempuan
muda yang diberikan pelatihan untuk mendatangi rumah-rumah warga
untuk
mengidentifikasi dan mendata anak-anak bergizi kurang dan
memberikan
pengetahuan kepada keluarganya.
Setiap anggota dari Health Extension Workers menjelaskan kepada
ibu dari
para penderita gizi buruk mengenai keadaan anak mereka dan
apabila anak mereka
sudah mengalami kondisi yang parah memberikan surat pendaftaran
untuk
pengecekan medis di rumah sakit. Selain itu untuk anak-anak yang
masih
dikategorikan mengalami gizi kurang (underweight), pekerja
sosial membawakan
Plumpy’nut beserta beberapa obat-obatan sebagai pencegahan agar
anak tidak
sampai pada kategori gizi buruk.
Kemudian penelitian terakhir berjudul e-Childcare: Innovative
SMS and
Web-based Alert System to Improve Children’s Healthdi India yang
dilakukan oleh
Mishra dkk. Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa inovasi
e-Childcare
merupakan sebuah platform yang dibentuk oleh pemerintahan India
untuk
meningkatkan kesehatan anak dan balita. berbagai macam
e-Childcare yang dibuat
di India seperti RapidSMS, Celery, Python, Django, dan
sebagainya. Cara kerja dari
e-Childcare sendiri adalah dengan melalui fitur SMS serta
berbasis web yang
dimana berisikan mengenai obat-obatan untuk penyakit anak dan
balita.
-
9
Pertama-tama pengguna mendaftar melalui SMS atau web sesuai
dengan
format yang telah ditentukan seperti nama, jenis kelamin, kota
tempat tinggal, dan
memasukkan PIN apabila mengakses via web, kemudian e-Childcare
tersebut akan
mengirimkan balasan. Inovasi ini berhasil dalam usaha pencegahan
terhadap
meningkatnya penyakit terhadap anak.
Berdasar hal tersebut di atas, Bandung sebagai salah satu kota
yang aktif dan
peduli terhadap permasalahan sosial di sekitarnya berani
melakukan perubahan yang
bertujuan untuk mengoptimalkan kualitas layanan publiknya.
Jumlah penduduk
Kota Bandung yang tercatat dalam Badan Pusat Statistik Bandung
tahun 2014
sebanyak 2 Juta Jiwa tentu menjadi tanggung jawab pemerintah
Bandung untuk
memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan masyarakatnya. Salah satu
cara yang
dilakukan adalah dengan memperbanyak sarana prasarana kesehatan.
Kota
Bandung telah banyak melakukan inovasi dalam bidang kesehatan
diantaranya
inovasi penanganan ibu hamil, penanganan diabetes, serta
penanganan gizi buruk
pada anak dan balita.
Salah satu inovasi di bidang layanan gizi yang mendapatkan
penghargaan
inovasi terbaik dari Kementrian PAN-RB adalah Inovasi Ojek
Makanan Balita
(OMABA) di Kecamatan Gedebage, Kelurahan Cisaranten Kidul,
Bandung.
Penduduk Kecamatan Gedebage menurut sensus kependudukan tercatat
sebanyak
37.082 jiwa pada tahun 2014, yang dimana jumlah tersebut
meningkat dari tahun
sebelumnya sebanyak 1,16 persen. Untuk Kelurahan Cisaranten
Kidul sendiri
jumlah penduduk laki-laki sebanyak 9.228 jiwa dan perempuan
sebanyak 9.313
jiwa.
-
10
Kelurahan Cisaranten Kidul sendiri masih terdapat balita dan
anak-anak
yang menderita gizi buruk. Rata-rata penderita gizi buruk
tersebut berasal dari
keluarga yang kurang mampu. Berlatar dari keprihatinan serta
rasa peduli tinggi
terhadap masalah kesehatan anak, seorang dokter dari Puskesmas
Riung berinisiatif
membuat inovasi Ojek Makanan Balita (OMABA) ini yang dimana di
dukung oleh
pihak Pemkot Bandung dan bekerja sama dengan CSR PT. Pertamina.
Inovasi Ojek
Makanan Balita (OMABA) ini dikelola oleh ibu-ibu PKK dari Kader
(Komite
Kesehatan) Kelurahan Cisaranten Kidul. Dengan adanya inovasi
tersebut,
pelayanan kesehatan ibu dan anak melalui puskesmas menjadi
semakin efektif
didukung oleh adanya peran serta masyarakat.
Cara kerja inovasi Ojek Makanan Balita (OMABA) adalah dengan
menyediakan makanan bergizi dan mengantarkan makanan tersebut ke
rumah-
rumah penderita gizi buruk. Kegiatan inovasi kesehatan tersebut
dilaksanakan
dengan berlandaskan kepada Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor
10 Tahun
2009 Tentang Sistem Kesehatan Kota Bandung yang di dalamnya
tertulis bahwa
perlunya Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) yang dilakukan oleh
pemerintah
ataupun masyarakat dan swasta untuk memelihara meningkatkan
kesehatan,
mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan
perorangan.
Dengan adanya inovasi yang melibatkan masyarakat ini, pelayanan
kesehatan yang
telah diupayakan oleh pemerintah dapat terbantu dan dapat
berjalan sesuai dengan
tujuan yaitu untuk memberikan pelayanan kesehatan yang
sepenuhnya serta dapat
terjalin hubungan timbal balik antar pemerintah dan
masyarakatnya sendiri.
-
11
Berdasarkan dengan latar belakang tersebut, maka penulis
tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai “PROSES INOVASI PELAYANAN
KESEHATAN OJEK MAKANAN BALITA (OMABA) SEBAGAI BENTUK
UPAYA PENGENTASAN GIZI BURUK BALITA”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas maka rumusan
masalah yang
dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah proses Inovasi Ojek Makanan Balita (OMABA)
sebagai
bentuk upaya pengentasan gizi buruk balita di Cisaranten Kidul
Kota
Bandung?
2. Apa sajakah faktor-faktor pendukung dan penghambat di dalam
proses
Inovasi Ojek Makanan Balita (OMABA) di Cisaranten Kidul Kota
Bandung?
C. Tujuan Penelitian
Berdarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian
imi adalah:
1. Mengetahui, mendeskripsikan, serta menganalisis proses dari
Inovasi Ojek
Makanan Balita (OMABA) di Cisaranten Kidul Kota Bandung.
2. Untuk mendeskripsikan faktor-faktor yang menjadi pendukung
dan
penghambat proses Inovasi Ojek Makanan Balita (OMABA) dalam
mengentaskan gizi buruk balita.
-
12
D. Kontribusi Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, hasil dari penelitian ini
diharapkan dapat
memberikan manfaat sebagai berikut:
a. Kegunaan Teoritis
a) Diharapkan penelitian ini mampu menjadi referensi mahasiswa
Ilmu
Administrasi publik, terutama berkaitan dengan inovasi pelayanan
gizi
dan berbagai upaya pengentasan gizi buruk.
b) Diharapkan dapat berguna sebagai pengetahuan dan kajian
baru
khususnya dibidang kesehatan anak terutama mengenai upaya
pengentasan gizi buruk melalui inovasi.
b. Kegunaan Praktis
a) Diharapkan mampu menjadi masukan bagi kader kesehatan UPT
Puskesmas Riung Bandung selaku pelaksana dan penggagas
Inovasi
Ojek Makanan Balita (OMABA) untuk dapat meningkatkan
kinerjanya
dalam upaya pengentasan gizi buruk balita yang terjadi di
Bandung.
b) Dapat membantu memberikan wawasan tambahan bagi seluruh
tenaga
kesehatan serta Kader yang terlibat agar mampu melayani dengan
lebih
baik dan profesional dalam penanganan gizi buruk balita dan
terus
berupaya untuk membantu mengentaskan masalah gizi buruk.
E. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan merupakan isi dari penelitian yang
dijelaskan secara
singkat dimana setiap bab dalam pembahasan ini dibuat secara
garis besar dan
-
13
disajikan secara tersendiri. Sistematika pembahasan dari
masing-masing bab
secara garis besarnya adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang masalah
mengenai
gizi buruk yang diderita oleh anak dan balita serta upaya
pemerintah daerah menciptakan inovasi untuk mengentaskan
permasalahan gizi tersebut. perumusan masalah terkait dengan
implementasi inovasi daerah Kelurahan Cisaranten Kidul,
Bandung dengan memenuhi prinsip-prinsip pelayanan publik dan
inovasi, kemudian tujuan penelitian, kontribusi penelitian,
serta
sistematika pembahasan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini dijelaskan mengenai teori-teori yang berkaitan
dengan judul penelitian. Teori-teori yang digunakan adalah
teori
pelayanan publik, teori inovasi, dan teori mengenai
pelayanan
kesehatan.
BAB III : METODE PENELITIAN
Pada bab ini dijelaskan mengenai metode penelitian yang
digunakan oleh penulis dalam penelitian. Penelitian ini
menggunakan jenis penelitian deskriptif melalui pendekatan
kualitatif dan metode studi kasus.
-
14
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini dijelaskan mengenai hasil dari penelitian
dan penyajian data yang sesuai dengan fokus penelitian
dimana menganalisis secara umum inovasi Ojek
Makanan Balita (OMABA), kemudian terdapat
pembahasan penelitian bersumber dari teori-teori yang
berhubungan dan sesuai dengan apa yang telah di teliti di
lapangan.
BAB V : KESIMPULAN
Pada bab ini berisi mengenai ringkasan dari hasil
penelitian dan pembahasan proses inovasi Ojek
Makanan Balita (OMABA) disertai dengan saran
penting yang diperlukan serta berkaitan dengan hasil
penelitian.
-
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pelayanan Publik
a. Pengertian Pelayanan Publik
Seluruh masyarakat berhak mendapatkan kesejahteraannya, baik itu
dalam
hal ekonomi, kesehatan, pendidikan, keamanan, dan lainnya.
Pemerintah memiliki
kewajiban dan kewenangan atas pemenuhan kesejahteraan
masyarakatnya yang
dimana biasa disebut sebagai Civil Servant atau Pelayan
masyarakat/publik.
Menurut Setijaningrun (2009:1) pelayanan publik (public service)
merupakan salah
satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi
masyarakat disamping
sebagai abdi negara.
Sedangkan pengertian berbeda mengenai Pelayanan Publik
dikemukakan
oleh Lewis dan Gilman (2005:22) sebagai berikut:
“Pelayanan Publik merupakan kepercayaan publik. Setiap warga
negara berharap pelayanan publik dapat melayani dengan
kejujuran
dan pengelolaan sumber penghasilan secara tepat, dan dapat
dipertanggung jawabkan kepada publik.”
Hal tersebut di atas dimaksudkan bahwa masyarakat mengharapkan
kualitas
pelayanan publik dapat menjadi lebih baik yang dilandasi dengan
kejujuran agar
menghasilkan kepercayaan dari masyarakat. Selain kejujuran,
dibutuhkan etika
pelayanan publik yang dijadikan sebagai pilar untuk mencapai
pelayanan publik
yang jujur.
-
16
Thoha (2008:39) menjelaskan bahwa pelayanan publik adalah suatu
usaha
yang dilakukan oleh tiap individu ataupun sekelompok orang
maupun instansi
tertentu bertujuan untuk memudahkan seluruh masyarakat dalam
memperoleh dan
memberi bantuan. Pada dasarnya, pelayanan publik diciptakan
untuk memberikan
bantuan kepada masyarakat oleh pemerintah guna mencapai tujuan
tertentu.
Selain itu menurut Suparto (2008:15) pelayanan publik
adalah:
“Pemberi layanan yang dilakukan oleh pemerintah sebagai
penyelenggara negara untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
(publik) sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pemerintah
yang
sering juga disebut birokrasi merupakan sebuah lembaga yang
didirikan oleh masyarakat dengan fungsi sebagai alat untuk
memenuhi segala kebutuhan masyarakat.”
Dapat dilihat bahwa pelayanan publik merupakan kegiatan yang
dilaksanakan oleh
para penyelenggara pelayanan publik sebagai usaha pemenuhan
berbagai
kebutuhan seluruh masyarakat. Pelaksanaan pelayanan publik ini
telah ditentukan
dalam UU No. 25 Tahun 2009 dan para penyelenggara pelayanan
publik harus
berpedoman pada ketentuan-ketentuan yang telah ada.
Penyelenggara pelayanan
publik disini mengacu pada setiap Instansi pemerintah
(penyelenggara Negara),
korporasi, lembaga independen yang dibentuk sesuai dengan
Undang-undang
bergerak di berbagai kegiatan pelayanan publik, serta badan
hukum lainnya yang
dibentuk untuk melakukan kegiatan pelayanan publik.
-
17
Selanjutnya dijelaskan bahwa penyelenggaraan pelayanan publik
tersebut
langsung memberikan pelayanan kepada si penerima layanan. Di
dalam perundang-
undangan ini pelayanan publik meliputi pelayanan di bidang
pendidikan,
pengajaran, lingkungan hidup, kesehatan, jaminan sosial,
pariwisata, energi,
ekonomi dan lainnya.
b. Jenis-jenis Pelayanan Publik
Pelayanan publik sendiri dapat dibagi menjadi berbagai kriteria
seperti yang
tertuang dalam Kemenpan No.63/KEP/M.PAN/7/2003 mengenai
Pedoman
Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Dalam surat tersebut
dijelaskan
bahwa pelayanan publik diklasifikasi menjadi tiga jenis
kelompok, yaitu:
a) Kelompok Pelayanan Administratif
Merupakan pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk
dokumen
resmi yang dimana dibutuhkan oleh publik, misalnya berupa
status
kewarganegaraan, sertifikat kompetensi, kepemilikan ataupun
pengussaan terhadap suatu barang, dan sebagainya. (Contoh:
KTP,
Akta Kelahiran, Akta Kematian, STNK, SIM, IMB, Paspor, dan
lainnya).
b) Kelompok Pelayanan Barang
Merupakan pelayanan yang menghasilkan berbagai jenis barang
yang
dimana biasanya digunakan untuk keperluan atau kepentingan
publik.
(Contoh: jaringan telepon, tenaga listrik, air bersih, dan
lainnya).
-
18
c) Kelompok Pelayanan Jasa
Merupakan pelayanan yang menghasilkan berbagai jenis atau
bentuk
jasa yang dibutuhkan oleh publik. Contohnya seperti berikut:
- Pelayanan dalam bidang pendidikan
Merupakan pelayanan untuk kebutuhan masyarakat dalam
memperoleh ilmu pengetahuan dan teknologi, baik itu
berbentuk
formal ataupun non formal, meliputi pendidikan dari jenjang
terendah sampai jenjang tertinggi (contoh: tempat kursus, TK,
SD,
SMP, SMA, Perguruan Tinggi, perpustakaan umum, dan
sebagainya).
- Pelayanan dalam jasa transportasi
Merupakan layanan untuk memudahkan masyarakat memperoleh
akses berkendara. (contoh: Bandara, Stasiun Kereta Api,
Terminal,
Pelabuhan, serta akses jalan tol).
- Pelayanan dalam jasa pos
Pelayanan yang disediakan oleh pemerintah yang berguna untuk
memudahkan masyarakat dalam proses surat menyurat dan
berkirim
paket ataupun melakukan pembayaran taghan seperti tagihan
listrik
dan air.
- Pelayanan sosial
Merupakan layanan yang disediakan oleh pemerintah untuk
membantu masyarakat menangani permasalahan-permasalahan
-
19
sosial yang ada. (contoh: Rumah pemberdayaan, panti jompo,
panti
asuhan, dan sebagainya.
- Pelayanan jaminan pemeliharaan kesehatan
Meliputi pelayanan yang menyediakan jasa di bidang kesehatan
masyarakat, baik itu berupa pelayanan kedokteran, pelayanan
puskesmas, ataupun pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh
pihak-pihak yang melibatkan masyarakat. Seperti Inovasi Ojek
Makanan Balita (OMABA) yang termasuk dalam pelayanan jaminan
pemeliharaan kesehatan karena bergerak dalam bidang
peningkatan
kesehatan gizi balita dan dilakukan oleh pemerintah kota
bekerjasama dengan pihak Puskesmas.
A. Inovasi Pelayanan Publik
a. Pengertian Inovasi Layanan Publik
Inovasi sangat dibutuhkan oleh suatu negara demi mewujudkan
dan
menciptakan sebuah pemerintahan yang baik dan ideal. Inovasi
merupakan sebuah
ide atau gagasan baru yang dimana bertujuan untuk menciptakan
suatu produk
barang dan jasa menjadi lebih baik. Dalam bahasa latin kata
Inovasi disebut
Innovare yang berarti terdapat perubahan sesuatu menjadi baru.
Inovasi dalam
bahasa inggris disebut Innovation dan Innovate yang baru
diperkenalkan pada abad
ke 16.
-
20
Muluk (2008:44) menjelaskan bahwa inovasi merupakan suatu
proses
penyempurnaan dari produk-produk inovasi baik itu barang ataupun
jasa. Menurut
Wijayanti (2008:42) inovasi pada sektor publik lebih ditekankan
pada aspek
perbaikan yang dihasilkan kegiatan inovasi tersebut, yang dimana
pemerintah
mampu memberikan pelayanan publik secara lebih efektif, efisien
dan berkualitas,
murah dan terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat. Sedangkan
menurut
Suwarno (2008), secara umum inovasi dipahami dalam konteks
perubahan perilaku
yang erat kaitannya dengan lingkungan berkarakteristik dinamis
dan berkembang.
Dimana maksudnya ialah inovasi yang akan diciptakan perlu
disesuaikan dengan
keadaan lingkungan yang selalu berubah-ubah.
Osborne dan Brown (2005:116) mengungkapkan bahwa
“Innovation is a introduction of newness into a system usually,
but
not always, in relative terms and by the application (and
occasionally invention) of a new idea. This produces a process
of
transformation that brings about a discontinuity in terms of
the
subject itself (such as a product or service) and/or its
environment
(such as an organization, market or a community)”
Dimaksudkan bahwa inovasi merupakan pengenalanan suatu hal yang
baru ke
dalam sebuah sistem, akan tetapi tidak selalu seperti itu, dalam
keadaan tertentu dan
dengan aplikasi dari sebuah ide baru. Inovasi tersebut
menghasilkan sebuah proses
transformasi yang membawa sesuatu yang terputus dari subjeknya
(seperti produk
atau layanan) dan atau lingkungannya (seperti organisasi, pasar
atau komunitas).
Inovasi adalah perubahan yang direncanakan, yang bertujuan untuk
memperbaiki
praktik menuju keadaan yang lebih baik.
-
21
Tegasnya inovasi adalah sesuatu yang baru, yang membuat
terciptanya
suasana baru karena adanya cara baru untuk memenuhi kebutuhan
manusia.
Sedangkan West and Far (dalam Ancok, 2012) menyebutkan
bahwa:
“The intentional introduction and application within a role,
group
or organization of ideas, processes, product or procedurs, new
to
the relevant unit of doption, designed to significantly benefit
the
individual, the group, organization or wider society”.
Sebagaimana arti dari pendapat di atas bahwa inovasi merupakan
sebuah
pengenalan dan penerapan dengan menyertakan baik itu suatu
gagasan, proses,
produk serta prosedur yang baru kepada unit yang akan
menerapkannya yang
dimana dirancang untuk memberikan keuntungan bagi setiap
individu, kelompok,
organisasi serta bagi masyarakat luas.
Ancok (2012:35) menyebutkan Inovasi adalah suatu proses
memikirkan dan
mengimplementasikan pemikiran tersebut, sehingga menghasilkan
hal baru
berbentuk produk, jasa, proses bisnis, cara baru, kebijakan, dan
lain sebagainya.
Berikut Tipologi atau jenis-jenis inovasi dalam sektor publik
seperti yang
dijelaskan oleh Baker dalam Muluk (2008:45):
-
22
Gambar 2.1 Tipologi Inovasi Sektor Publik
Sumber: Muluk (2008).
Inovasi pada sektor publik terdiri dari inovasi produk/layanan,
inovasi
proses pelayanan, inovasi metode pelayanan, inovasi kebijakan,
dan inovasi sistem.
Inovasi produk/layanan merupakan suatu inovasi yang berasal dari
perubahan dan
pembaharuan bentuk produk/layanan. Sedangkan inovasi proses
pelayanan
merupakan kegiatan pembaharuan kualitas yang berkelanjutan
dimana mengacu
pada perubahan suatu organisasi, prosedur, serta
kebijakan-kebijakan yang
dibutuhkan untuk berinovasi. Inovasi metode pelayanan merupakan
sebuah
perubahan baru dalam berkomunikasi dengan pelanggan di dalam
memberikan
pelayanan.
Inovasi Sektor Publik
Inovasi Produk/ Layanan
Inovasi Proses
Pelayanan
Inovasi Metode
Pelayanan
Inovasi Kebijakan
Inovasi Sistem
-
23
Sementara itu inovasi kebijakan merupakan pembaharuan atau
perubahan
yang mengacu pada sebuah visi, misi, tujuan dan strategi yang
berdasarkan pada
realita yang ada. Lalu yang terakhir adalah inovasi sistem yang
merupakan inovasi
yang mencakup pembaharuan dalam tata pemerintahan.
Pengertian inovasi di bidang pelayanan publik merupakan suatu
ide kreatif
atau cara baru dalam sebuah pelayanan maupun suatu terobosan
baru di bidang
aturan, pendekatan, prosedur, metode, maupun struktur organisasi
pelayanan yang
dimana memiliki manfaat dan nilai tambah dari segi kuantitas
serta kualitas
pelayanan. Inovasi yang berhasil merupakan sebuah implementasi
proses, produk
layanan dan metode layanan baru, serta hasil dari pengembangan
dari efisiensi,
efektifitas maupun kualitas hasil kreasi yang dilakukan. Hal ini
membuktikan
bahwa inovasi telah berkembang dari pemahaman awal yang dimana
mengatakan
bahwa sebuah inovasi hanya mencakup hal-hal produk dan
proses.
Inovasi dalam metode pelayanan adalah perubahan baru dalam
hal
berinteraksi dengan pelanggan atau merupakan cara baru dalam
memberikan
pelayanan. Inovasi dalam strategi atau kebijakan mengacu pada
visi, misi, tujuan,
dan strategi baru dimana terdapat alasan yang berangkat dari
kenyataan/realita yang
ada. Jenis lain yang juga berkembang ialah inovasi dalam
interaksi yang dimana
mencakup sebuah perubahan di dalam tata pemerintahan (Muluk,
2008:44).
Inovasi dapat dilihat dari dua sudut pandang, inovasi sebagai
objek dan
sebagai aktivitas. Setijaningrum (2009:81) mengatakan bahwa
inovasi sebagai
suatu objek memiliki arti sebagai suatu produk atau praktik baru
yang tersedia bagi
aplikasi, umumnya dalam suatu konteks komersial. Biasanya,
beragam tingkat
-
24
kebaruannya dapat dibedakan, bergantung pada konteksnya: suatu
inovasi dapat
bersifat baru bagi suatu perusahaan, pasar, atau daerah, Negara
atau secara global.
Dengan demikian sebuah inovasi pelayanan publik tidak harus
melakukan
atau menciptakan penemuan baru, tetapi dapat mengembangkan dan
memperluas
sebuah tatanan inovasi yang telah ada sebelumnya. Selain itu
dalam penerapannya,
sebuah inovasi memiliki atribut yang terdapat pada inovasi itu
sendiri. Seperti yang
dijelaskan Rogers (Suwarno, 2008:16-18) atribut-atribut inovasi
tersebut ialah:
a) Relative Advantage (Keuntungan Relatif)
Merupakan sebuah inovasi yang dimana harus memiliki sebuah
keunggulan dan nilai lebih dibandingkan dengan inovasi
sebelumnya
dalam artian harus memiliki ciri khusus yang melekat pada
inovasi
dan membedakan dengan inovasi lainnya.
b) Compability (Kesesuaian)
Inovasi yang telah digagas haruslah menyesuaikan dengan
kondisi
yang ada dimana dapat mengambil pelajaran pada inovasi lama
yang
belum berhasil. Dengan digagasnya sebuah inovasi baru, bukan
berarti inovasi yang lama dibuang begitu saja melainkan
dapat
menjadi sebuah proses transisi menuju inovasi yang lebih
baru.
c) Complexity (Kerumitan)
Dengan digagasnya sebuah inovasi baru maka bisa saja tingkat
kesulitan yang dihadapi inovasi tersebut makin tinggi
dibandingkan
inovasi sebelumnya. Biasanya inovasi memiliki cara-cara baru
untuk
mengatasi masalah yang ada.
-
25
d) Triability (Dapat diuji Kemampuannya)
Sebuah inovasi sebelum diterapkan di lapangan dan dapat
diterima
harus teruji terlebih dahulu dan terbukti memiliki nilai
lebih
dibandingkan dengan inovasi sebelumnya.
e) Observability (Kemudahan untuk Diamati)
Sebuah inovasi harus mudah di amati bagaimana proses inovasi
tersebut berjalan dan bagaimana hasil dari inovasi tersebut.
Pada intinya, pengertian dari inovasi tidak hanya mencakup
barang ataupun
jasa, namun juga mencakup suatu ide, informasi, maupun segala
hal yang berkaitan
dengan pergerakan menuju perubahan di dalam masyarakat.
b. Proses Inovasi Layanan Publik
Suatu inovasi baru tidaklah terjadi secara instan, melainkan
membutuhkan
proses yang lama agar bisa menyesuaikan dengan keadaan dan
diterima oleh
berbagai kalangan termasuk diterima dalam masyarakat. Berikut
dijelaskan tahap-
tahap bagaimana sebuah inovasi berproses:
a) Identifiyng Problems
Mengidentifikasikan masalah-masalah yang ada. Sebelum
diterapkanya
inovasi dalam sebuah lingkungan perlu dilakukannya
pengamatan
terhadap situasi dan kondisi terkini masyarakat, baik itu dari
segi
lingkungan maupun individu nya. Permasalahan yang kerap kali
terjadi
dan sulit untuk diatasi menjadi peluang pembuat kebijakan
menciptakan
inovasi. Perlunya proses mempelajari dimana dan bagaimana
inovasi
tersebut dibutuhkan oleh masyarakat memiliki dampak yang cukup
baik
-
26
terhadap berhasilnya suatu inovasi. Penggagas inovasi perlu
mengenali
berbagai masalah, terutama berkenaan dengan masalah-masalah
sosial.
b) Generating Ideas
Inovasi merupakan suatu hal unik dan memiliki ciri khasnya
tersendiri,
untuk itu pada tahapan proses ini dilakukan pencarian sumber
ide-ide yang
digunakan sebagai respon berbagai masalah yang akan dihadapi
dikemudian harinya di dalam penerapan sebuah inovasi. Ide-ide
ataupun
gagasan yang dicari melibatkan lebih dari satu individu untuk
kemudian
mengemukakan pikiran mereka dan menyelaraskannya secara
bersama-
sama agar tercipta gagasan baru yang inovatif.
c) Developing Proposals
Mengubah seluruh ide ataupun gagasan menjadi sesuatu yang dapat
dinilai
dan diterapkan. Dalam tahapan ini, dilakukan riset dasar untuk
kemudian
dikaji dan diteliti apakah inovasi tersebut dapat mengatasi
permasalahan
yang ada.
d) Implementing Projects
Proses dimana inovasi di uji coba dengan cara menerapkannya
di
lingkungan masyarakat. Tahap ini dilakukan oleh penggagas
inovasi
bermula dari proses mengubah suatu ide kreatif dan inovatif
mereka
untuk kemudian langsung diaplikasikan. Selain diterapkan,
inovasi ini
juga dikembangkan dan disebarluaskan kepada publik. Hal-hal
yang
dipromosikan atau disebarluaskan oleh penggagas inovasi dapat
meliputi
program inovasi tersebut, visi dan misi, produk yang dimiliki
(dalam
-
27
bentuk barang atau jasa), dan lainnya. Dalam tahap proses inilah
inovasi
dapat dikenal luas di masyarakat.
e) Evaluating Projects
Mengevaluasi/mengkoreksi inovasi yang telah diterapkan.
Proses mengevaluasi ini dilakukan setelah inovasi berjalan untuk
melihat
apakah berhasil atau tidak inovasi yang telah diciptakan
tersebut serta
melihat adakah manfaat yang dihasilkan olehnya. Evaluasi ini
tidak
berlangsung dengan cepat dikarenakan prosesnya yang panjang.
Apabila
dipertengahan jalan inovasi yang telah diciptakan tidak sesuai
ataupun
tidak mampu memecahkan permasalahan yang ada, maka perlu
dikaji
kembali serta dapat pula ditarik kembali untuk dikoreksi.
f) Diffusing Lessons
Pada tahap ini inovasi yang sebelumnya telah dievaluasi dan
diperbaiki
kembali diterapkan. Penggagas kebijakan telah belajar dari
kegagalan
sebelumnya dan kemudian kembali disebarluaskan ke
masyarakat.
Perlunya strategi yang baik untuk dapat meyakinkan kembali
agar
masyarakat mengerti bahwa inovasi diperlukan di lingkungan
mereka
terutama untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan sosial
yang
ada. Tahap difusi ini merupakan tahap terakhir yang dimana
dikembalikan lagi kepada masyarakat apakah mereka mau
menggunakan
atau tidak mau menggunakan produk yang dihasilkan dari
inovasi
tersebut.
-
28
Gambar 2.2
Proses Inovasi Layanan Publik
Sumber: Observatory of Public Sector Innovation (OECD)
c. Faktor-Faktor Pendorong Keberhasilan Inovasi Pelayanan
Publik
Menurut Clark (2008), faktor-faktor pendorong keberhasilan
sebuah inovasi
antara lain:
a) Political Push
Strategic change in the Public Sector frequently requires a
strong, top-
down, political will coupled with the political recognition that
change
requires the allocation of substantial resources.
Dimaksudkan bahwa perlunya dorongan dan dukungan dari Negara
yaitu
instansi-instansi pemerintah, swasta dan lembaga-lembaga terkait
untuk
keberhasilan inovasi di sektor publik. Perlunya komunikasi
Top-down yang
jelas agar inovasi bisa mudah diterima di lingkungan masyarakat.
Perubahan
yang dihasilkan oleh inovasi tentunya membutuhkan sumber
daya
-
29
substansial yang tidak sedikit, untuk itu Negara perlu
mengalokasikan
sumber daya untuk penerapan sebuah inovasi yang dimana bertujuan
untuk
menciptakan kesejahteraan dan pembaharuan pembangunan
nasional.
b) Pressures for Improved Efficiency
Such pressures are always present at both central and local
levels of
administration. Indeed,improving efficiency, under internal and
external
pressure driver of Innovation.
Sebuah inovasi diciptakan untuk mengatasi permasalahan yang ada
dan
memiliki tujuan untuk memperbaiki keadaan menjadi lebih baik.
Berbagai
tekanan pun selalu mengiringi suatu inovasi baik itu di tingkat
Pemerintah
Pusat ataupun Daerah. Oleh karena itu, diperlukannya peningkatan
efisiensi
kinerja walaupun sedang berada dibawah tekanan internal ataupun
eksternal
yang berkaitan dengan inovasi.
c) Pressures for Improved Service Quality
Every central government department and local authority is
seeking to
improve quality of service delivery, often under the pressure of
externally-
applied performance targets. Quality improvements may be
pursued
particularly in areas where performance is considered to be
relatively weak,
for example innovations hve been introduced to address declining
service
usage or delays in processing information. Equally innovation
can be driven
by the evolution in a public agency’s understanding of the
dynamic within
the communities and populations it serves.
-
30
Setiap departemen Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
berusaha untuk
meningkatkan kualitas layanannya walaupun sedang berada di
bawah
tekanan. Selain itu, perbaikan kualitas pelayanan perlu dicapai
terutama di
daerah yang dimana kinerja pelayanannya masih terbilang
rendah.
Contohnya seperti inovasi yang telah diperkenalkan untuk
mengatasi
menurunnya tingkat penggunaan layanan atau keterlambatan
dalam
memproses informasi. Inovasi dapat didorong oleh sebuah evolusi
dari
dinamika dalam masyarakat yang dilayaninya.
Selain faktor-faktor di atas, terdapat faktor utama yang
diperlukan sebagai
penunjang keberhasilan suatu inovasi. Menurut Ancok (2012:59)
ada tiga modal
utama yang menjadi faktor pendorong keberhasilan inovasi,
yaitu:
a) Modal Manusia (Human Capital)
Merupakan modal utama yang perlu dimiliki untuk menciptakan
suatu
inovasi yang sukses. Perlunya manusia yang berkualitas untuk
menggerakan inovasi dan diselaraskan dengan teknologi
sebagai
penunjangnya. Tanpa manusia berkualitas sebagai
penggeraknya,
teknologi sekalipun tidak akan berarti apa-apa. Selain itu,
perlunya
kreatifitas dalam menciptakan ide-ide yang mendasari
pembentukan
inovasi serta kesabaran dan pikiran terbuka terhadap sebuah
gagasan
baru. Di dalam modal manusia ini terdapat berbagai modal
yang
diperlukan seperti modal emosional (yang dimana kemampuan
untuk
mengontrol emosi yang berdampak pada kenyamanan lingkungan
kerja), modal intelektual (mencakup pengetahuan dan
keterampilan
-
31
yang diperoleh dari belajar terus menerus), modal adversity
(yakni
keuletan atau kegigihan individu dalam menghadapi berbagai
tantangan
pekerjaan), kemudian modal moral (perlunya kejujuran individu
dalam
melakukan sebuah inovasi, karena inovasi menuntut seseorang
untuk
memiliki orisinalitas sendiri), dan yang terakhir adalah
modal
kesehatan (merupakan modal terpenting yang menunjang
keberhasilan
suatu inovasi).
b) Modal Kepemimpinan (Leadership Capital)
Selain berkualitas, faktor kepemimpinan juga mempengaruhi
keberhasilan suatu inovasi. Pemimpin yang memiliki sikap
disiplin,
tegas, berpikiran terbuka, kreatif serta memiliki hubungan
interaksi/relasi dengan dunia luar menjadi pemacu tumbuhnya
semangat dalam diri bawahannya untuk menjadikan inovasi yang
digagas lebih baik. Selain itu perlunya pemimpin yang
berpandangan
jauh kedepan (Visioner), serta yang mampu menggerakkan semua
orang untuk mencapai tujuan. Pola kepemipinan yang sesuai
adalah
pola kepemimpinan Transformasional. Pemimpin
transformasional
mampu menginspirasi serta memotivasi bawahannya untuk
bekerja
dengan bersungguh-sungguh karena mereka mampu memberikan
gagasan yang inovatif terhadap permasalahan yang ada.
-
32
c) Modal Struktural (Structural Capital)
Organisasi berfungsi sebagai tempat yang dapat menumbuhkan
inovasi,
selain itu struktur organisasi juga berpengaruh terhadap
keberhasilan
dari jalannya sebuah inovasi. Struktur organisasi yang terlalu
hirarkis,
kaku, serta terkotak-kotak dapat menghambat keberhasilan
suatu
inovasi. Struktur organisasi yang fleksibel dan tidak terlalu
kaku
mampu menciptakan atmosfer/suasana yang harmonis dan menjadi
penunjang keberhasilan inovasi tersebut.
Jadi dapat disimpulkan bahwa interaksi dan hubungan antara
ketiga modal
tersebut yaitu modal manusia, modal kepemimpinan serta modal
struktural haruslah
berjalan seimbang agar dapat menciptakan pelayanan serta
produk-produk yang
inovatif. Selain faktor-faktor pendorong di atas, terdapat enam
faktor kritis dalam
pengembangan inovasi yaitu: kepemimpinan yang mendukung inovasi,
pegawai
yang terdidik dan terlatih, budaya organisasi, pengembangan tim
dan kemitraan,
serta orientasi pada kinerja yang terukur. Dimana Muluk (2008)
mengemukakan
bahwa “Tanpa kehadiran faktor-faktor ini maka terjadinya inovasi
pemerintahan
akan sulit terealisasi”.
-
33
Gambar 2.3 Faktor Kritis Keberhasilan Inovasi
Sumber: Muluk (2008:49)
d. Faktor Penghambat Sebuah Inovasi Pelayanan Publik
Di dalam penerapan sebuah inovasi, selain adanya faktor-faktor
pendukung
keberhasilan sebuah inovasi terdapat pula berbagai faktor yang
menghambat
jalannya inovasi itu sendiri. Seperti yang dikatakan Albury dan
dikutip oleh
Suwarno (2008:54), terdapat faktor-faktor yang menjadi
penghambat sebuah
inovasi di sektor publik, diantaranya ialah:
a. Keengganan menutup atau menyudahi program yang telah
gagal
b. Ketergantungan yang berlebihan kepada High Performance
c. Adanya teknologi, namun terhambat oleh penataan organisasi
dan
budaya
d. Tidak adanya penghargaan
e. Ketidakmampuan menghadapi resiko dan perubahan yang
selalu
bergerak dinamis
f. Anggaran jangka pendek dan perencanaan
-
34
g. Tekanan dan hambatan administratif
h. Budaya Risk Aversion
B. Pelayanan Kesehatan
a. Pengertian Pelayanan Kesehatan
Levey dan Loomba dalam Eryando (2007:30) yang dimaksud
dengan
pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan
atau secara
bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan
meningkatkan
kesehatan perseorangan, kelompok, keluarga, dan ataupun
masyarakat.
Menurut Departemen Kesehatan RI (2009), Pelayanan Kesehatan
merupakan suatu upaya yang dilakukan secara tersendiri atau
bersama-sama di
dalam sebuah organisasi bertujuan untuk memelihara serta
meningkatkan
kesehatan, mencegah serta menyembuhkan penyakit serta memulihkan
kesehatan
perorangan, keluarga, kelompok maupun masyarakat.
Sedangkan menurut Soekidjo Notoadmojo (2003:13) pelayanan
kesehatan
merupakan sub sistem pelayanan yang tujuan utamanya adalah
pelayanan preventif
(pencegahan) dan promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran
masyarakat.
Sementara menurut Azwar (1996) pelayanan kesehatan menunjuk pada
tingkat
kesempurnaan pelayanan yang pada suatu pihak dapat menimbulkan
kepuasan pada
setiap pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk,
serta dipihak lain
tata cara penyelenggarannya sesuai dengan kode etik dan standar
pelayanan yang
ditetapkan yang berarti pelayanan kesehatan dapat dikatakan
berkualitas adalah
-
35
pelayanan yang mampu memuaskan pengguna jasa (pasien) sesuai
dengan standar
yang telah ditetapkan.
Pada hakekatnya pelayanan kesehatan memiliki tujuan agar
seluruh
masyarakat dapat mencapai status kesehatan yang optimal melalui
pendekatan
layanan menyeluruh yang dimana meliputi aspek biologis,
psikologis, sosial,
spiritiual, dan intelektual. Di dalam pelayanan kesehatan ini
terdapat berbagai
permasalahan yang ditangani, termasuk salah satunya adalah
pelayanan dalam
pemenuhan gizi.
b. Jenis Pelayanan Kesehatan
Dalam pelayanan kesehatan, menurut Hodgetts dan Casio terdapat
dua
jenis pelayanan kesehatan yaitu:
a) Pelayanan Kedokteran
Medical Services merupakan kelompok pelayanan kesehatan yang
sistemnya secara organisasi atau individu dan bertujuan
untuk
menyembuhkan penyakit serta meningkatkan kesehatan. Sasaran
dari
pelayanan kedokteran ini adalah perorangan ataupun keluarga.
b) Pelayanan Kesehatan Masyarakat
Public Health Services ini cara pengorganisasiannya dilakukan
secara
bersama-sama di dalam sebuah organisasi. Pelayanan kesehatan
masyarakat ini bertujuan untuk memelihara serta meningkatkan
kesehatan dalam masyarakat serta melakukan pencegahan
penyakit,
dan sasarannya adalah kelompok masyarakat.
-
36
Dalam pelayanan kesehatan terdapat sarana penunjang
kesehatan
diantaranya ialah Rumah sakit, Puskesmas, dan Farmasi
(apotek).
C. Layanan Gizi Sebagai Layanan Publik
Dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 Pasal 5 ayat (2) tentang
Ruang
Lingkup Pelayanan Publik dijelaskan bahwa,
“Ruang lingkup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
pendidikan, pengajaran, pekerjaan dan usaha, tempat tinggal,
komunikasi dan informasi, lingkungan hidup, kesehatan,
jaminan
sosial, energi, perbankan, perhubungan, sumber daya alam,
pariwisata, dan sektor strategis lainnya.”
Dari tahun ke tahun, populasi penduduk di seluruh daerah
Indonesia mengalami
peningkatan dan seiring dengan perubahan lingkungan di sekitar.
Lapangan
pekerjaan tidak mampu mengimbangi banyaknya jumlah penduduk yang
semakin
bertambah. Ekonomi yang semakin sulit menyebabkan sebagian
masyarakat di
beberapa daerah menganggur dan mengalami kesulitan finansial.
Akibatnya,
masyarakat tidak bisa hidup dengan layak dan sejahtera. Bahkan
kondisi kesehatan
mereka menurun. Berbagai masalah kemudian timbul dan mengancam
kesehatan
mereka. Sulitnya untuk mengakses air bersih di daerah pedalaman,
kebutuhan
pangan yang tidak tercukupi, terjangkit penyakit-penyakit yang
disebabkan oleh
kurangnya asupan nutrisi. Dikarenakan oleh faktor tersebut,
pelayanan publik di
bidang kesehatan perlu ditingkatkan dan harus bergerak cepat
dalam memenuhi
kebutuhan masyarakat.
-
37
Kesehatan merupakan salah satu dari sekian banyak kebutuhan
masyarakat yang
perlu dipenuhi oleh para Public Servant. Masalah kesehatan di
berbagai wilayah
Indonesia sudah sepatutnya untuk diutamakan dan diberikan
perhatian lebih.
Pelayanan gizi adalah pelayanan yang diberikan kepada penderita
atau
pasien yang mengalami gangguan gizi berupa pemberian asupan
makanan
pendamping ASI dan telah disesuaikan kandungan gizinya dengan
keadaan
metabolisme tubuh anak ataupun balita. Tujuan dari pelayanan
gizi ini adalah untuk
memperbaiki pola asupan gizi yang dibutuhkan oleh anak dan
balita sesuai dengan
perkembangan tubuh mereka. Sementara itu kebutuhan gizi yang
diperlukan anak
dan balita menurut Widjaja (2002) adalah sebagai berikut:
a) Karbohidrat
Karbohidrat merupakan gizi yang dibutuhkan anak untuk
meningkatkan
energi dalam tubuh. Pada bayi ASI merupakan sumber karbohidrat
utama
dan paling baik. Asupan karbohidrat perlu diberikan sesuai
dengan
jumlah yang cukup agar tidak terjadi kelaparan ataupun kelebihan
berat
badan pada anak (obesitas).
b) Kalori
Anak maupun balita memerlukan kalori untuk menunjang
aktifitas
pergerakan mereka serta untuk membantu metabolisme tubuh.
c) Air
Tidak ada makhluk hidup yang tidak membutuhkan air. Air
merupakan
hal yang sangat dibutuhkan bagi tumbuh kembangnya anak,
karena
merupakan media yang membantu penyerapan nutrisi-nutris
lainnya.
-
38
d) Protein
Protein diperlukan untuk pertumbuhan anak namun perlu
diperhatikan
kadar asupan yang dikonsumsi. Jika kekurangan protein, anak
dapat
menjadi lemah dan rawan terjangkit penyakit.
e) Lemak
Lemak merupakan zat gizi yang berisikan energi serta berfunsi
sebagai
penjaga kestabilan dan suhu tubuh. Lemak yang dibutuhkan oleh
tubuh
harus seimbang, tidak boleh kurang ataupun terlalu banyak
dikonsumsi
oleh anak.
a. Isu Kurang Gizi di Indonesia
Saat ini Indonesia sedang menghadapi masalah gizi pada anak,
obesitas dan
kegemukan, serta masalah pangan. Dari tahun 2010-2013 masalah
gizi anak terjadi
di semua kelompok penduduk, baik miskin maupun penduduk kaya.
Masalah gizi
anak ini mencakup Underweight, Stunting, dan Wasting. Menurut
Data Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, tercatat angka kejadian
penderita Stunting
Nasional(tubuh pendek) dikarenakan kekurangan gizi sebanyak 37,2
persen yang
dimana persentase tersebut meningkat dibandingkan tahun 2010
lalu.
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, dari 496
Kabupaten/Kota
yang telah dianalisis terdapat 404 Kabupaten/Kota yang memiliki
permasalahan
gizi akut-kronis. Lalu terdapat 20 Kabupaten/Kota yang dimana
memiliki
permasalahan gizi kronis, 63 Kabupaten/Kota yang memiliki
permasalahan gizi
akut, dan 9 Kabupaten/Kota tidak ditemukannya memiliki
permasalahan gizi. 9
Kabupaten/Kota tersebut ialah Kabupaten Ogan Komering Ulu,
Sumatera Selatan;
-
39
Kota Pagar Alam, Sumatera Selatan; Kabupaten Mukomuko, Bengkulu;
Kota
Bengkulu, Bengkulu; Kabupaten Belitung Timur, Bangka Belitung;
Kota
Semarang, Jawa Tengah; Kota Tabanan, Bali; Kota Tomohon,
Sulawesi Utara; dan
Kota Depok Jawa Barat.
Gizi buruk merupakan keadaan yang terjadi ketika seseorang (anak
maupun
balita) mengalami berat badan yang jauh dibawah rata-rata berat
badan normal.
Biasanya gizi buruk dialami oleh anak dan balita yang kurang
asupan nutrisi, dan
telah dialami sejak lama. Gizi buruk adalah kondisi kurang gizi
dalam tingkat berat
badan disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dari
makanan
sehari-hari dan terjadi dalam waktu yang waktu cukup lama
(Persatuan Ahli Gizi
Indonesia, 2009).
Berikut beberapa contoh kasus gizi buruk yang dialami anak-anak
dan balita di
beberapa daerah:
a) Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Jawa
Barat,
terdapat 90 dari 320 ribu balita di Kabupaten Bandung menderita
kurang
gizi. Rata-rata penderita kurang gizi ini disebabkan oleh
penyakit bawaan
dan tertular penyakit Tubbercolosis (TBC).
b) Terdapat ratusan balita penderita gizi buruk di Bondowoso,
Jawa Timur
yang diakibatkan oleh faktor kemiskinan. Kadinkes Bondowoso M.
Imron
menyatakan bahwa sesuai dengan data dari Dinas Kesehatan
Bondowoso,
sejak Agustus 2015 hingga awal Februari 2016 lalu terdapat 113
anak yang
menderita gizi buruk dan sebanyak 626 anak menderita kurang
gizi. Selain
-
40
faktor ekonomi yang memicu tingginya angka gizi buruk di
Bondowoso,
minimnya pengetahuan ibu dalam memberikan asupan gizi pun
menjadi
faktor yang harus diperhatikan.
Masalah-masalah tersebut di atas menjadi tantangan sendiri bagi
Indonesia dimana
tantangan yang ada akan menjadi lebih berat dengan meningkatnya
jumlah
penderita gizi kurang (Underweight), namun belum ada solusi
terbaik untuk
mengentaskan masalah tersebut oleh pemerintah dan pihak
swasta.
b. Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Gizi Buruk di
Indonesia
Gizi merupakan salah satu peranan penting dalam mempertahankan
keadaan
tubuh dan kesehatan seseorang, baik itu orang tua, dewasa,
remaja, maupun anak-
anak. Pemenuhan gizi wajib dilakukan seluruh masyarakat untuk
menjaga dan
memelihara kesehatan. Namun di Indonesia dewasa ini masih
terdapat empat
permasalahan gizi yang harus ditangani secara serius dengan
melakukan sebuah
program-program berkaitan dengan gizi. Masalah-masalah tersebut
terkadang tidak
disadari oleh sebagian masyarakat, terutama masyarakat dengan
tingkat
pengetahuan yang rendah.
Empat masalah utama berkaitan dengan gizi yang dihadapi
Indonsesia saat ini
ialah: (1) masalah kurang energi protein (KEP); (2) masalah
kurang vitamin A; (3)
masalah anemia zat gizi; (4) dan masalah gangguan akibat
kekurangan yodium.
Kurang Energi Protein (KEP) merupakan salah satu masalah gizi
utama yang
sedang dihadapi Indonesia. KEP ini dibagi menjadi dua kriteria,
yaitu gizi kurang
dan gizi buruk.
-
41
Umumnya gangguan gizi pada anak dan balita disebabkan oleh
banyak faktor,
namun gangguan gizi kurang/buruk tersebut disebabkan oleh dua
faktor utama yaitu
penyebab langsung dan penyebab tidak langsung.
Gambar 2.4
Faktor Penyebab Gizi Kurang dan Gizi Buruk
a) Penyebab langsung ialah dimana makanan yang dikonsumsi oleh
balita
bukan makanan yang baik dan bersih sehingga dapat
menimbulkan
gangguan pada tubuh. Selain asupan makanan yang dikonsumsi,
penyakit
yang diderita anak dan balita menyebabkan timbulnya gizi kurang
ataupun
buruk. Anak yang makan makanan tidak baik dan bersih akan
menyebabkan daya tahan tubuh melemah sehingga rawan terkena
penyakit-penyakit lainnya serta beresiko menderita gizi yang
tidak stabil.
-
42
b) Penyebab tidak langsung merupakan penyebab yang ditimbulkan
dari
makanan yang dikonsumsi oleh keluarga, pola asuh anak yang
kurang
benar, pelayanan kesehatan yang belum optimal, serta kesehatan
dan
kebersihan lingkungan sekitar. Ketahanan pangan keluarga yang
dimana
mereka belum mampu mencukupi kebutuhan pangan keluarganya.
Sementara itu pola asuh keluarga terhadap anak yang kurang
dapat
menyebabkan anak kurang diperhatikan. Perlunya bagi orang tua
agar
tetap meluangkan waktunya agar dapat memperhatikan, mendukung,
dan
mengawasi pertumbuhan anak. Pelayanan kesehatan yang belum
optimal
meliputi kurangnya perhatian terhadap kondisi lingkungan
sekitar, seperti
perlunya pemantauan terhadap akses air bersih, lingkungan yang
bebas
dari sampah serta perlu menyediakan pelayanan kesehatan yang
terjangkau oleh semua masyarakat. Dengan keselarasan hal
tersebut, dapat
mewujudkan pencegahan terjangkit gizi buruk. Semakin baik
dan
optimalnya pelayanan kesehatan di tiap-tiap daerah, tingginya
tingkat
pengetahuan dan pendidikan mengenai permasalahan kesehatan
keluarga
maka permasalahan gizi daat diatasi dengan baik.
-
43
c. Kebijakan/Program Penanganan Gizi Buruk di Indonesia
Berbagai kebijakan dan jenis-jenis program diciptakan oleh
pemerintah baik di
pusat maupun di pemerintahan daerah bertujuan untuk mengurangi
penderita gizi
kurang maupun gizi buruk. Beberapa contoh program penanganan
gizi buruk di
Indonesia ialah:
a. Program Raskin (beras miskin)
Program pro rakyat ini dilaksanakan sejak masa pemerintahan
Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono merupakan program yang membantu
keluarga miskin dengan cara memberikan beras untuk memenuhi
kebutuhan pangan mereka sehari-hari.
b. Program Keluarga Harapan (PKH)
Program yang dimana membantu penyediaan bantuan berupa uang
tunai kepada para keluarga miskin.
c. Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS)
Merupakan program penyuluhan pangan dan gizi yang diberikan
untuk
mengedukasi masyarakat mengenai gizi seimbang. Dalam Pedoman
Umum Gizi Seimbang ini, dijelaskan susunan makanan apa saja
yang
dapat menciptakan gizi seimbang seperti makanan yang
mengandung
zat karbohidrat, protein, dan sebagainya.
-
44
d. Keluarga Sadar Gizi
Upaya program Keluarga Sadar Gizi ini memberikan penyuluhan
dan
pengetahuan tentang gizi kepada keluarga, karena untuk
meningkatkan
gizi masyarakat hal pertama yang harus dilakukan adalah berasal
dari
lingkungan keluarga. Diharapkan dengan meningkatnya
pengetahuan
gizi dan kesehatan di lingkungan keluarga, dapat menciptakan
keluarga
yang mandiri akan kesadaran asupan gizi untuk anggota
keluarganya.
e. Program ASI Ekslusif
Memberikan ASI eksklusif sampai anak berumur 6 bulan. Setelah
itu,
anak mulai dikenalkan dengan makanan tambahan sebagai
pendamping
ASI yang sesuai dengan tingkatan umur, lalu disapih setelah
berumur 2
tahun.
d. Permasalahan Layanan Gizi di Indonesia
Banyaknya pelayanan kesehatan khususnya dalam pelayanan gizi
yang belum
optimal menjadikan masyarakat enggan mengobati anak mereka.
Kesenjangan yang
cukup jauh antara ekonomi penduduk pedesaan dan perkotaan
menjadi salah satu
penyebab status kesehatan penduduk di perkotaan lebih baik
dibandingkan
penduduk yang tinggal di pedesaan. Selain itu, masalah tidak
meratanya pelayanan
kesehatan yang ada di Indonesia masih rendah. Banyak masyarakat
yang belum bisa
menjangkau pelayanan kesehatan dikarenakan ekonomi yang tidak
mendukung.
-
45
Berikut beberapa permasalahan yang menyebabkan pelayanan
kesehatan gizi masih
belum optimal:
a) Banyaknya pelayanan kesehatan baik itu rumah sakit,
puskesmas,
maupun posyandu yang belum sepenuhnya mempromosikan gerakan
hidup sehat seperti permasalahan mengenai gizi, sanitasi,
kebersihan
dan pemeliharaan lingkungan.
b) Tidak meratanya ketersediaan jumlah obat-obatan dan
vaksin
menyebabkan tidak optimalnya pelayanan kesehatan yang
diberikan.
c) Rendahnya pengawasan terhadap produksi obat-obatan tanpa
label
resmi dari Kementerian Kesehatan sehingga masih banyak obat
yang
tidak higienis maupun palsu.
d) Tingginya biaya pengobatan baik itu di rumah sakit ataupun
puskesmas.
Masyarakat yang tidak mampu menjangkau pengobatan dari
tempat-
tempat pelayanan kesehatan besar lebih memilih pengobatan
tradisional
yang terkadang pengobatan tersebut diragukan penyembuhannya.
e) Rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai obat-obatan medis
yang
diberikan, baik itu obat generik ataupun obat rasional.
f) Masih maraknya kebijakan yang ada baik itu di pusat ataupun
di daerah
belum mempertimbangkan kesehatan.
g) Kondisi geografis yang menyebabkan sulitnya akses untuk
menjangkau
tempat-tempat pengobatan baik itu puskesmas atau rumah
sakit.
h) Sarana dan prasarana rumah sakit ataupun puskesmas terutama
di
daerah belum begitu memadai.
-
46
i) Sedikitnya tenaga medis yang ada di daerah-daerah terutama di
wilayah
pedesaan. Tercatat dari 9.550 Puskesmas terdapat 9,8%
Puskesmas
tanpa dokter, 2.194 Puskesmas tanpa ahli gizi.
j) Akreditasi pelayanan kesehatan baik itu rumah sakit,
puskesmas, dan
klinik belum dibenahi.
k) Kurangnya pelatihan bagi tenaga medis yang ada sehingga
menyebabkan kualitas keterampilan dan kompetensi mereka
lemah.
D. Model Inovasi Layanan Publik untuk Pengentasan Gizi Buruk
Banyaknya inovasi dibidang kesehatan membantu pemerintah pusat
maupun
daerah dalam menangani berbagai masalah terutama gizi buruk yang
terjadi di
masyarakat. Inovasi yang digagas beragam mekanisme dan
bentuknya. Berikut
merupakan dua contoh model inovasi pengentasan gizi buruk di
berbagai daerah:
a) Inovasi Program Gerakan Tuntas Gizi Buruk (RESTU IBU) di
Kabupaten Ngawi
Merupakan inovasi yang digagas oleh Pemerintah Kabupaten
Ngawi
untuk menuntaskan masalah gizi buruk melalui gerakan orang tua
asuh
balita kurang gizi. Bertujuan untuk membantu memantau status
gizi
balita agar dapat mencapai status gizi yang diinginkan. Dapat
pula
dengan memberikan dukungan secara moril ataupun materil.
-
47
b) Inovasi Ojek Makanan Balita (OMABA) di Kelurahan
Cisaranten
Kidul, Bandung
Merupakan sebuah inovasi yang digagas oleh kader UPT
Puskesmas
Riung Kelurahan Cisaranten Kidul dan dibentuk oleh pada tahun
2012.
Pemkot Bandung bekerjasama dengan PT. Pertamina dalam
penyediaan
fasilitas berupa motor untuk menunjang berjalannya inovasi ini.
Selain
OMABA ini, Pemkot Bandung juga membentuk dapur OMABA.
OMABA bersifat door to door karena prosesnya yang berkeliling
dari
satu rumah ke rumah lainnya.
-
58
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
1. GAMBARAN UMUM
a. Kota Bandung
1) Aspek Geografis dan Iklim
Kota Bandung merupakan Ibukota Provinsi Jawa Barat yang dipimpin
oleh
seorang walikota. Dilihat dari aspek geografisnya Kota Bandung
berbentuk suatu
cekungan atau biasa disebut Bandung Basin dan dikelilingi oleh
pegunungan. Kota
Bandung terletak di antara 107o 36’ Bujur Timur dan 6o 55’
Lintang Selatan. Kota
Bandung merupakan kota yang strategis dari segi perekonomian
dan
komunikasinya, dikarenakan Kota Bandung terletak pada pertemuan
poros jalan
Barat – Timur dimana terhubung dengan Ibukota Negara dan Utara –
Selatan
dimana mempermudah akses menuju ke daerah perkebunan yaitu
Subang dan
Pandeglang.
Wilayah Kota Bandung terletak pada ketinggian 700 Meter di atas
permukaan
laut (dpl) dengan titik tertinggi 892 Meter terdapat di
Kelurahan Ledeng Kecamatan
Cidadap dan titik terendah 666 Meter di Kelurahan Rancanumpang
Kecamatan
Gedebage. Permukaan tanah Kota Bandung bagian selatan relatif
datar sementara
di bagian Utara berbukit. Tanah yang terdapat di Kota Bandung
dan sekitarnya
merupakan lapisan alluvial hasil dari letusan Gunung Tangkuban
Perahu. Jenis
material di bagian utara pada umumnya berjenis andosol begitu
pula dengan bagian
-
59
tengah serta wilayah barat. Sementara itu pada bagian selatan
dan timur terdiri dari
sebaran jenis alluvial kelabu dengan endapan tanah l