BAB IPENDAHULUAN
1.1. Latar BelakangGejala klinis penyakit yang disebabkan
parasit demikian umumnya, sehingga diagnosis yang didasarkan kepada
simtomatologi saja tidaklah cukup. Walaupun seorang ahli klinik
yang telah berpengalaman dapat mengenal gejala dan keluhan yang
khas dari suatu penyakit parasit, gejala dari kasus yang tidak khas
dapat saja membingungkan sehingga tidak cacingmenunjukan gambaran
klinis yang jelas. Beberapa infeksi oleh parasit, terutama oleh
cacing, dapat menimbulkan gejala ringan atau tidak jelas, sering
secara klinis tidak dapat dibedakan. Untuk itu sangat diperlukan
diagnose akhir berupa pemeriksaan laboratorium untuk
mengidentifikasi parasit (cacing) yang dimaksud. (Brucker.
1996)Beberapa cara yang dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya
seseorang tersebut terinfeksi adalah dengan melakukan pemeriksaan
laboratorium yang dapat dilaksanakan pada laboratorium parasit
salah satu pemeriksaannya adalah dengan metode flotasi
(pengapungan) di mana prinsipnya adalah mengapungkan telur-telur
cacing pada permukaan cairan dari benda-benda, berdasarkan BJ
(jenis berat ) dengan larutan NaCl jenuh dengan tujuan untuk
mengidentifikasi telur cacing yang terdapat dalam feces. (Tim
Parasitologi,2001)Pada infeksi berat oleh cacing, metode
pemeriksaan secara langsung sering dipakai yaitu dengan cara
letakkan setetes eosin di atas kaca objek, ambil sedikit tinja
dengan lidi, hancurkan dan aduk dengan lidi di atas kaca objek
sampai homogen, bila terdapat bahan yang kasar harus di keluarkan.
(Tim Parasitologi. 2001)Pada kasus infeksi sering diperlukan satu
cara konsentrasi. Salah pemeriksaan cara konsentarasi adalah dengan
memakai metode flotasi. Teknik flotasi didasarkan pada perbedaan
berat jenisnantara larutan kimia tertentu dengan telur atau larva
cacing. Larutan yang sering dipakai adalah MgSO, NaCl jenuh (brine)
dan ZnSO. Telur cacing akan mengapung di permukaan larutan
sedangkan feces tenggelam perlahan-lahan ke dasar. (Brucker.
1996)Pada pemeriksaan telur cacing memakai metode flotasi dengan
larutan NaCl jenuh (brine) membutuhkan waktu yang cukup lama untuk
inkubasi 45 menit. Tujuan agar pengapungan benar-benar sempurna
akan tetapi pada suatu keadaan tertentu di laboratorium, minsalnya
dengan jumlah sampel yang banyak, akan sangat merepotkan dan bagi
pasien mereka akan menunggu atau membutuhkan waktu yang lama untuk
memperoleh kepastian dari suatu hasil pemeriksaan laboratorium.
(Brucker. 1996)Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis
berminat sekali untuk melakukan penelitian. Adapun judul yang
penulis ajukan yaitu MEMBANDINGKAN HASIL PEMERIKSAAN TINJA SECARA
LANGSUNG DENGAN METODE FLOTASI NaCl JENUH.1.2. Perumusan
MasalahApakah terdapat perbedaan hasil pemeriksaan antara metode
pemeriksaan tinja secara langsung dengan metode flotasi NaCl
jenuh.1.3. Batasan MasalahPada pelitian ini penulis hanya
membandingankan hasil pemeriksaan telur cacing pada tinja secara
langsung dengan metode flotasi NaCl jenuh.1.4. Tujuan
Penelitian1.4.1 Tujuan UmumUntuk mengetahui perbandingan hasil
pemeriksaan telur cacing pada tinja secara langsung dengan metode
FlotasiNaCl jenuh.1.4.2 Tujuan Khusus1. Untuk mengetahui gambaran
hasil pemeriksaan telur cacing tinja secara langsung.2. Untuk
mengetahui gambaran hasil pemeriksaan telur cacing tinja secara
Flotasi NaCl Jenuh.
1.5 Mamfaat Penelitian1. Sebagai bahan masukan kepada
laboratorium parasitologi Stikes Perintis tentang hasil pemeriksaan
tinja secara langsung dengan metode flotasi NaCl jenuh.2. Dari
penelitian ini di harapkan dapat menambah pengalaman dan
pengetahuan bagi penulis.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diagnosa Laboratorium Parasitologi KedokteranUntuk keperluan
penegakan diagnose penyakit pada manusia (khususnya yang di
sebabkan oleh cacing) maka sifat marfologi maupun fisiologi cacing
sangat membantu dalam identifikasi cacing dapat di pelajari dari
system telur, larva, maupun tingkat dewasanya. Sedangkan secara
fisiologi, cacing dapat di pelajari dari sifat hidup, dan tingkah
lakunya di dalam hospes (manusia) yang di hinggapi. (Tim
Parasitologi. 2001)Gejala klinis penyakit yang di sebabkan parasit
demikian umumnya, sehingga diagnose yang di dasarkan kepada
simtomatologi saja tidak cukup. Walaupun seorang ahli klinik yang
telah berpengalaman dapat mengenal gejala dan keluhan yang khas
dari suatu penyakit parasit, gejala dari kasus yang tidak khas
dapat saja sangat membingungkan sehingga tidak menunjukkan gambaran
klinis yang jelas. Beberapa infeksi oleh parasit, terutama oleh
cacing dapat menimbulkan gejala ringan atau tidak jelas. Sering
secara klinis tidak dapat di bedakan. Untuk itu sangat di perlukan
diagnosis akhir berupa pemeriksaan laboratorium untuk
mengidentifikasi parasit (cacing) yang dimaksud. Ada beberapa
metode pemeriksaan feces yang sudah dikenal salah satunya adalah
metode flotasi NaCl jenih (pengapungan). (Tim Parasitologi.
2001)2.2 Pemeriksaan tinja metoda langsung Merupakan metoda yang
paling murah, sederhana dan cepat. Metoda ini biasa dilakukan untuk
diagnosis rutin di laboratorium klinik. Namun kelemahannya, metoda
langsung kurang sensitif mendeteksi keberadaan telur cacing sebab
volume tinja yang diperiksa lebih sedikit sehingga terhadap tinja
yang mengandung sedikit telur cacing bisa memberi hasil negatif.
Pada infeksi berat oleh cacing, metode pemeriksaan secara langsung
sering dipakai yaitu dengan cara letakkan setetes eosin di atas
kaca objek, ambil sedikit tinja dengan lidi, hancurkan dan aduk
dengan lidi di atas kaca objek sampai homogen, bila terdapat bahan
yang kasar harus di keluarkan. (Cermin Dunia Kedokteran. 1999)2.3
Pengertian FlotasiFlotasi merupakan salah satu metode pemeriksaan
yang digunakan dalam bidang parasitologi. Metode ini sangat efektif
digunakan untuk mengidentifikasi telur cacing yang terdapat di
dalam feces hal ini dapat terjadi karena Berat Jenis (BJ) dari
larutan NaCl jenuh ini dapat mengapungkan telur telur cacing pada
permukaan cairan dari benda-benda serta sediaan yang di hasilkanpun
menjadi lebih bersih. (Brucker. 1996)2.4 Macam-macam Metode
FlotasiFlotasi merupakan salah satu metode pemeriksaan feces yang
menggunakan prinsip pengapungan. Bahan yang lazim dipergunakan
dalam pemeriksaan feces metode flotasi selain NaCl jenuh adalah
seng sulfat (ZnSO), magnesium sulfat (MgSO).2.4.1 Dengan
menggunakan larutan NaCl jenuhTeknik flotasi NaCl jenuh berguna
untuk menemukan dan mengapungkan telur cacing terutama pada
protozoa usus seperti : Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura,
Ancylostostoma duodenale.Prosedur :1. Isi tabung reaksi dengan
Larutan Brine sampai jenuh2. Ke dalam becker glass masukkan tinja
sebanyak 1 gr3. Hancurkan tinja dengan lidi pengaduk sambil
menambah Larutan Brine sedikit demi sedikit sehingga homogen,
tuangkan seluruh Larutan Brine ke dalam becker glass dan campur
dengan baik4. Tuangkan kembali isi becker glass ke dalam tabung
reaksi sampai penuh. Bagian-bagian kasar yang terapung pada
permukaan larutan di angkat dengan lidi5. Letakkan cover glass di
atas tabung sehingga menyentuh permukaan larutan bila demikian
larutan harus penuh6. Diamkan 45 menit7. Setelah itu cover glass di
ambil dan di letakkan di atas kaca objek8. Periksa di bawah
mikroskop lensa objektif 10 x 10. (Tim Parasitologo. 2001)
2.4.2 Dengan mengunakan larutan seng sulfat (ZnSO)Teknik flotasi
seng sulfat berguna untuk menemukan kista protozoa dan telur
cacing. Telur trematoda yang besar, beberapa telur cacing pita, dan
telur Ascaris lumbricoides belum dibuahi tidak dikonsentrasikan
dengan metode ini.Teknik ini juga tidak sesuai untuk specimen feces
yang mengadung lemak dalam jumlah besar. Larutan seng sulfat (ZnSO)
yang disiapkan berat jenisnya harus 1,18 dan harus diperiksa dengan
hydrometer.Berat jenis ini di dapat dengan menambahkan 330 gr
Kristal kering ke dalam 670 ml air suling. 30% dari larutan ini
biasanya menunjukkan berat jenis yang tepat tetapi dapat
disesuaikan sampai 1,18 dengan menambahkan seng sulfat (ZnSO) atau
air sulingProsedur:1. Masukkan sedok teh feces (lebih bila feces
berserat) dalam tabung pemeriksaan yang telah berisi 1-2 ml air,
homogenkan. Kemudian tambahkan air ke dalam tabung sampai 2 mm dari
atas tabung.2. Sentrifus 500 rpm selama 1 menit. Buang air
suprnatan.3. Di tambahkan 1-2 ml larutan seng sulfat (ZnSO) pada
sedimen tersebut dan di larutkan sedimen kembali dengan
menjentikkan jari pada bagian bawah tabung, bagian atas di pegang
erat-erat dengan tangan lainnya.4. Di tambahkan kembali seng sulfat
(ZnSO) melalui dinding tabung sampai 2 mm dari tepi dinding
tabung.5. Suspensi tersebut di saring dengan kasa ke dalam gelas
kertas. Masukkan kembali suspensi tersebut ke dalam tabung, dan
tambahkan seng sulfat hingga 2 mm dari tepi tabung.6. Di sentrifuge
dengan kecepatan 500 rpm selama 1 menit.7. Sambil menunggu
sentrifuge berhenti letakkan sampai tetes pewarna iodium atau air
ke objek glass.8. Tanpa memindahkan tabung dari sentrifuge, dan
dengan menggunakan kawat berujung bulat (diameter 5-7 mm) yang
telah di lewatkan di atas api dan biarkan dingin dulu. Ambil 1-2
tetes dari bagian tengah lapis permukaan dan letakkan pada iodium
atau air yang terdapat pada objek. Jangan masukkan kawat ke bagian
bawah dari permukaan suspense di lakukan dengan hati-hati.9. Kaca
objek di tutup dengan deck glass dan sediaan di periksa di bawah
mikroskop dengan perbesaran 10 x 10. (Chandler. 1994)
2.4.3 Dengan menggunakan larutan magnesium sulfat
(MgSO4)Proanalisis dengan berat jenis (BJ) 1,250 sampai 1,270
merupakan bahan mengapung yang paling efektif untuk pemeriksaan
metode flotasi.Secara umum efektivitas pemeriksaan feces flotasi di
pengaruhi oleh jenis bahan pengapung, berat jenis, waktu apung
(periode flotasi), dan homogenitas larutan setelah proses
sentrifuge. Waktu apung berhubungan erat dengan periode opsional.
Namun pemeriksaan ini memiliki kekurangan yaitu harganya sangat
mahal dan sulit mencarinya.Prosedur:1. Di masukkan dalam pot 2 ml
bubur feces.2. Di tambahkan 5 ml aquades kemudian dihomogenkan.3.
Sentrifuge 2000 rpm selama 2 menit.4. Endapan diambil kemudian
sepernatannya di buang.5. Di tambahkan magnesium sulfat (MgSO4)
setinggi 3 cm dari dasar tabung.6. Homogenkan secara hati-hati,
kemudian diisi tabung dengan larutan yang sama dengan memakai pipet
sampai terbentuk level cembung di permukaan tabung.7. Kemudian
diletakkan deck glass di atas permukaan tabung hingga tidak ada
cairan yang tumpah.8. Deck glass di angkat dan diletakkan di atas
objek glass yang telah di beli 1 tetes lugol 1%.9. Siap di baca di
bawa mikroskop dengan perbesaran 10 x 10. (Nugraha Ketut. 2007)
2.5 Jenis-jenis Cacing Usus yang dapat Diperiksa dengan Metode
Flotasi 2.5.1 Ascaris lumbricoides2.5.1.1 Hospes dan nama
penyakitManusia merupakan hospes defenitif Ascaris lumbricoides.
Penyakit yang di sebabkan oleh cacing dewasa disebut ascariasis dan
disebabkan larvanya bermigrasi ke paru-paru. Pada keadaan luar
biasa seperti infeksi yang sangat berat, demam, iritasi karena
obat, anestasi dan manipulasi usus pada pembedahan. Cacing mungkin
bermigrasi ke tempat-tempat ektopik dan menyebabkan penyumbatan
(obstruksi) karena cacing yang menggumpul. (Zaman Keong. 1988)
2.5.1.2 EpidemiologiCacing ini merupakan parasit yang sering di
temukan baik di daerah beriklim dingin maupun di daerah tropik,
tetapi cacing ini lebih umum di temukan di Negara panas dengan
sanitasi buruk. Di beberapa daerah tropik derajat infeksi dapat
mencapai 100% dari penduduk. (Ganda Husada. 1992)Ascaris
lumbricaides di temukkan pada semua umur tetapi sering di temukan
pada anak golongan umur 5-9 tahun. Karena anak-anak ini lebih
sering berhubungan dengan tanah yang tekontaminasi dari pada orang
dewasa. Frekuensinya kira-kira sama pada kedua jenis kelamin.
(Brown. 1978)Anak kecil yang mengandung parasit merupakan sumber
terpenting untuk terjadi kontaminasi tanah karena mereka sering
buang air besar di sembarang tempat. Telur yang terinfeksi terutama
dipindahkan dari tangan ke mulut oleh anak-anak yang berhubungan
dengan tanah yang terkontaminasi secara langsung melalui mainan
atau makanan yang kotor. Penularan pada manusia untuk semua
golongan umur dapat melalui sayuran. Telur Ascaris lumbricoides
dapat hidup di tanah selama bertahun-tahun. Pencegahan dan
pemberantasan di daerah endemik sulit. Kemoterapi misalnya yang di
berikan setiap 6 bulan sekali bersama dengan sanitasi lingkungan
dapat mematahkan siklus hidup Ascaris lumbricoides. (Djohar.
1982)2.5.1.3 Marfologi dan daur hidupCacing dewasa berbentuk
selinder yang mengecil pada kedua ujungnya berwarna putih susu
sampai merah muda. Panjang yang betina 20-35 cm dan lebarnya 3-6
mm, mempunyai ekor yang lurus. Cacing jantan lebih kecil, panjang
12-31 cm dan lebarnya 2-4 mm. mempunyai 3 bibir pada ujung anterior
dan mempunyai gigi kecil atau dentikel pada pinggirnya. Alat-alat
reproduksi dan saluran pencernaan mengapung pada rongga badan atau
homosel. Cacing jantan mempunyai 2 buah epikulum yang dapat keluar
dari keloaka. Pada cacing betina vulva terbuka, terdapat bagian
yang sempit pada sepertiga anterior badan di sebut cincin kopulasi
(ring copulataric). (Zaman Keong. 1988)
Telur Ascaris lumbricoides ada 2 macam yaitu dibuahi dan tidak
dibuahi. Telur yang di buahi disebut Fertilizer yang terdiri dari 2
bentuk yaitu yang mempunyai kortek disebut decorticated. (Djohar.
1982)Telur ini mempunyai ukuran 45-75 x 35-50 mikro. Pada telur
yang corticated bagian luarnya terdapat lapisan albumin yang
benjol-benjol kasar dan berfungsi sebagai penambah rintangan dalam
proses permeabilitas. Bila lapisan albumin ini sudah terlepas maka
disebut telur decorticated. Telur Ascaris lumbricoides yang tidak
dibuahi disebut infertilized, yang bentuknya lebih lonjong dan
ukurannya 90 x 40 mikro serta mengandung embrio di dalamnya.
(Brown. 1978)Cacing dewasa biasanya hidup dalam rongga usus. Cacing
ini dapat makan dari makanan hospes yang setengah di cernakan.
Seekor cacing yang dewasa makan karbohidrat 0,14 gr dan protein
sebanyak 0,035 gr sehari. Seekor cacing betina dapat bertelur
sebanyak 100 ribu sampai 200 butir sehari. Telur yang tadi keluar
bersama feces hospes belum infektif. Bila keadaan lingkungan sesuai
yaitu tanah liat, kelembaban tinggi dan teduh serta suhu berkisar
antara 25C-35C maka telur yang dibuahi akan berkembang menjadi
bentuk infektif atau matang dalam 3 minggu. Telur-telur ini dapat
tahan tehadap berbagai desinfektor dan dapat hidup bertahun-tahun
di tanah yang lembab. (Ganda Husada. 1992)Telur infektif ini bila
tertelan oleh manusia akan menetas di bagian atas usus halus. Dan
keluarnya larva berukuran 250 mikro. Larva ini dapat menembuh
dinding usus halus masuk ke pembuluh darah dan saluran limfe, lalu
ikut sirkulasi darah dan limfe sampai kejantung melalaui arteri
pulmonalis ke paru-paru. Dalam paru-paru larva keluar dari kapiler,
masuk ke dalam alveolus dan berganti kulit. Dari paru-paru larva
sampai kebergantian kulit. Dari paru-paru larva sampai ke
bronkiolus, bronkus, naik ke trakea sampai ke epiglottis. Di sini
terjadi rangsangan bentuk dan larva tertelan dan masuk ke traktus
digestifus dan sampai di usus halus. Dalam usus halus, larva ini
berlangsung selama 2 bulan . cacing dewasa dapat hidup kira-kira
12-18 bulan.
2.5.1.3 Patologi dan gejala klinisInfeksi bias dari cacing
Ascaris lumbricoides yang mengandung 10-20 ekorcacing sering
berlalu tampa di ketahui hospes dan baru di temukan pada
pemeriksaan feces rutin atau bila cacing dewasa keluar sendiri dari
feces. Gejala yang timbul pada penderita Ascaris dapat di sebabkan
oleh larva. Gangguan karena larva biasanya terjadi pada saat larva
mengembara di paru-paru. Sejak larva masuk dalam pembuluh darah dan
mengadakan migrasi ke dalam paru-paru. Larvanya akan merusak
jaringan paru-paru. Kerusakan yang diakibatkannya sebanding dengan
jumlah larvaan. Pada orang yang rentan terjadi pendarahan kecil
pada dinding alveolus dan timbul gangguan pada paru-paru yang di
sertai batuk, demam, gematologis, di jumpai eosinopilia,
rontgenologis sering terjadi gambaran infiltrate dalam paru-paru.
Keadaan ini di sebut Sindroma leefler yang menghilangkkan spontan
biasanya dalam 1-3 minggu. Penyakit di sebut Ascaris pneumoniss.
(Hendriman. 1987)Cacing dewasa menimbulkan penyakit yang di sebut
Ascariasis. Gangguan yang disebabkan cacing dewasa biasanya ringan
seperti mual, nafsu makan berkurang diare, dan konstipasi. Ascaris
menjadi berat bila disebabkan oleh migrasi cacing dewasanya ke
dalam organ tubuh. Kerena pengembaran ke saluran empedu, opendik
atau ke bronkus dan menimbulkan keadaan gawat maka di perlukan
tindakan operasi. Cacing ini dapat menembus dinding usus bermigrasi
kerongga peritoneum dan menimbulkan peritonitis. Bila cacing
menggumpal dalam usus bias terjadi obstruksi usus dan ileus. Pada
infeksi berat terutama pada anak-anak karena banyaknya cacing pada
usus halus atau kolon menyebabkan iritasi organ tersebut. Akibat
hal ini akan terjadi muntah dan diare sehingga menimbulkan
melabsorbsi. Bila berlangsung lama dapat menjadi malnutrisi. Cacing
dewasa sebanyak 20 ekor makan 2,8 gr karbohidrat dan 0,7 gr protein
sehari. (Brown. 1978 dan Depary. 1985)2.5.1.4 DiagnosaDiagnosa
Ascaris lumbricoides dibuat dengan menemukan telur yang di buahi
dan tidak di buahi dalam feces, kadang-kadang cacing dewasa keluar
sendiri baik melalui atau hidung karena muntah maupun bersama
feces, dapat juga dengan menemukan larva dalam sputum. (Ganda
Husada. 1992)
2.5.1.5 PengobatanBila mungkin semua yang positif ascaris
lumbricoides sebaiknya di obat tampa melihat beratnya infeksi.
Karena jumlah cacing yang kecilpun dapat menyebabkan migrasi
ektopik dengan akibat yang membahayakan. Sebaiknya memilih obat itu
adalah yang berspektum luas yaitu dapat membunuh keempat species
Soil transmited helminthes. Hal ini disebabkan banyak anak-anak
yang mengandung lebih dari satu macam cacing. Obat yang infektif
untuk Ascariasis seperti mebendazol (vermax), pirantel pamoat,
levamisol hidroklorida dan garam piperazim. (Brown. 1978)2.5.2
Trichuris trichiura2.5.2.1 Hospes dan nama penyakitManusia
merupakan hospes definitive Trichuris trichiura dan penyakit yang
di sebabkan Trichuriasis. Cacing dewasa berhabitat dalam usus benar
terutama caecum. (Djohar. 1982)2.5.2.2 EpidemiologiPenyebaran
Trichuris trichiura di seluh dunia dan merupakan nematode
intestinal yang terbanyak di daerah-daerah tropik. Penularan sering
bersamaan dengan penyebaran Ascaris lumbricoides. Frekuensi
tertinggi di temukan di daerah-daerah dengan hujan lebat. Iklan
subtropik dan daerah yang banyak kontaminasi tanah dengan peces.
Telur tumbuh di tanah liat, tempat lembab, dan teduh dengan suhu
optimum kira-kira 30C. Di beberapa Negara pemakai feces sebagai
pupuk kebun merupakan sumber infeksi. (Rosdiana Safar. 1999)2.5.2.3
MarfologiCacing ini di kenal sebagai cacing cambuk karena 2/3
bagian anterior memanjang, halus dan meruncing seperti cambuk dan
2/5 bagian posterior berotot seperti gembung berisi usus dan
seperangkat alat reproduksi. Panjang cacing jantan 30-45 mm dan
yang berinti 35-50 mm. bagian posterior cacing betina tumpyl dan
bagian posterior cacing jantan melingkar dengan satu spikulum dan
sarung yang retraktif. Jumlah telur yang di hasilkan oleh seekor
cacing betina setiap hari diperkirakan 3000-10.000 butir. Telur
berbentuk tempayan dengan semacam tutup yang jernih dan menonjol
pada kedua kutub. Kulitbagian luarnya berwarna kekunuing-kuningan
dan bagian dalamnya jernih. Telur yang dibuahi dikeluarkan dari
hospes bersama feses. Telur tersebut menjadi matang dalam wktu 3-6
minggu dalam lingkungan yang sesuai yaitu pada tanah yang lembab
dan tempat yang teduh, telur ini di sebut telur infektif. (Brown.
1978)
Bila telur infektif ini tertelan oleh hospes, maka telur menetas
di usus halus dan keluarlah larva, lalu masuk kedalam usus halus
bagian proksimal, menetapa di situ selama 3-10 hari. Sesudah
menjadi dewasa cacing turun keusus bagian distal dan masuk kedaerah
colon terutama coecum. Jadi cacing ini tidak mempunyai siklus paru.
Struktur anterior cacing yang halus dan lurus menembus mukosa
hospes, tempat cacing ini mengambil makanannya. Untuk tumbuh cacing
ini daerah hospesnya kira-kira 0,005 ml setiap hari. Masa
pertumbuhan mulai dari telur cacing dewasa betina bertelur kira-
kiara 30-90 hari. (Ganda Husada. 1992 dan Zaman Keong. 1988)
2.5.2.4 patologi dan gejala klinik Trichuris trichura terutama
hidup di coecum, akan tetapi dapat juga ditemukan dalam apendiks
dan ileum bagian distal. Pada orang yang infeksi berat cacing ini
tersebar diseluruh colon dan rectum. Penyakit yang ditimbulkan
disebut Trichuriasis. Infeksi ringan tidak menimbulkan gejala yang
jelas. Cacing ini memasukkan bagian anterior atau kepalanya ke
dalam mukosa usus, pada tempat perlengketannya dapat terjadi
perdarahan, disamping itu cacing ini mengisap darah hospes
kira-kira 0,005 ml darah setiap hari. Infeksi ringan biasanya tidak
menunjukkan gejala dan ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan
feces. Infeksi Trichuris trichura yang berat dan menahun menujukan
gejala seperti diare yang sering diselingi sindroma disentri,
anemia, sakit perut, mual dan muntah, berat badan menurun dan
kadang- kadang prolopsusrekti. Prolopsusrekti disebabkan iritasi
terus menerus oleh cacing dan kelemahan otot telur ini. (Depary.
1985 dan Hendriman. 1987)
2.5.2.5 Diagnosa Diagnosis Trichuris trichura berdasarkan
penemuan telur yang khas seperti tempayan di dalam feces. Pada
sigmoidos kopi dapat dilihat cacing yang melekat pada mukos usus
dan cacing utuh dapat ditemukan bila terjadi prolapsusrecti
dikeluarkan bersama feces. (Zaman Keong. 1988)
2.5.2.6 Pengobatan Diagnosis Trichuris trichura diberikan
mebendazol. Kombinasi di sampel dan pirantel pamoat. Pada infeksi
berat pengobatan dapat di ulang 2-3x. penderita dengan keadaan gizi
buruk yang lebih atau anemia harus di berikan diet dengan kadar
protein tinggi, vitamin dan besi. (Zaman Keong. 1988 dan Brown.
1978)2.5.3 Ancylostoma duodenale 2.5.3.1 Hospes dan nama penyakit
Cacing ini disebut cacing tambang karena zaman dahulu cacing ini
ditemukan di Eropa pada pekerja tambang yang belum mempunyai
hygiene dan sanitasi yang memadai. Telur dari cacing ini dapat
dibedakan, maka spesies ini, lebih sering disebut cacing tambang.
Cacing tambang dewasa dapat dibedakan dari bentuk, ukuran dan
morfologi serta mulut. Hospes devinitif spesies ini adalah manusia.
Cacing ini menyebabkan Ancylostomiasis. Cacing dewasa melekatkan
dirinya pada mukosa usus halus terutama di yeyunum, beberapa di
duodenum dan jarang dan ileum dengan 2 pasang gigi pada Ancylostoma
duodenale. (Ganda Husada. 1992 dan Zaman Keong. 1988)
2.5.3.2 EpidemiologiPenyebaran cacing tambang seluruh daerah
khatulistiwa dan subtropik di antara garis litang 450 C utara dan
300 C selatan yang kelembaban dan temperaturnya menguntungkan untuk
perkembangan larva di tanah pasir atau campuran tanah liat dan
pasir merupakan tempat pembiakan yang baik untuk larva cacing
tambang. Suhu optimum untuk Ancylostoma duodenale adalah 230 C dan
250.(Brown. 1978)2.5.3.3 Marfologi dan daur hidupAncylostoma
duodenale dewasa adalah nematode kecil berbentuk silinder dengan
kepala membengkak tajam ke belakang berwarna putih keabu-abuan.
Cacing betina 1 cm, cacing jantan 0.8 cm. species cacing tambang
dapat di bedakan terutama karena rongga mulutnya dan susunan rusuk
pada bursa copulatrik, namun telur-telurnya tadak dapat di
bedakan.Ancylostoma duodenale ukurannya besar, bentuk bandannya
menyerupai huruf C, sedangkan pada mulutnya ada 2 pasang gigi.
Cacing jantan mempunyai bursa capulatrics bursa ini di gunakan
unruk memegang cacing betina selama kopulasi. (Hendriman.
1987)Telur cacing tambang berbentuk ovoid dengan kulit yang jernih
dan berukuran 74-76 x 36-40 mikron. Seekor cacing betina
Ancylostoma duodenale mengeluarkan telur sehari kira-kira 10.000
butir. Bila baru di keluarkan di dalam usus telurnya mengandung
satu sel, tetapi bila di keluarkan bersama feces sering sudah
mengandung 4-8 sel. (Ganda Husad. 1992 dan Zaman Keong. 1988)Telur
yang dikeluarkan bersama feces di tanah akan menetes dan
mengeluarkan larva rabditiform (stadium satu). Keadaan yang paling
baik untuk cacing ini adalah dengan kelembaban tinggi, teduh,
dengan suhu optimum 230 C - 330 C dan tanah yang lepas berpasir.
Larva stadium satu secara aktif makan bahan organic dari feces
manusia dan mengalami pergantian kulit dua kali, yang pertama pada
hari ketiga menjadi stadium II dan sekali lagi pada hari kelima
menjadi stadium III. Larva stadium III di sebut larva filariform
yang terbungkus dalam sarung dan larva ini tidak makan tetapi
bergerak aktif dengan mulut yang runcing. Larva filariform adalah
bentuk infektif parasit yang dapat memulai infeksi dengan menembus
kulit melalui folikel rambut dan pori-pori. Larva masuk ke dalam
saluran limfe atau vena kecil dan dibawa aliran darah melalui
jantung ke paru-paru. Di dalam paru-paru larva tumbuh dan menembus
alveolus, masuk ke dalam saluran pernafasan. Larva tumbuh ke trakea
dan tertelan bersama-sama ludah, masuk ke dalam pencernaan yang
melekat pada mukosa usus halus. Cacing betina mulai bertelur dan
menjadi dewasa dalam waktu 5-7 minggu, cacing dewas dapat hidup
kira-kira 1-14 tahun. (Ganda Husada. 1992)2.5.3.4 Patologi dan
gejala klinikBila larva filariform Ancylostoma duodenale menembus
kulit terbentuk mencula, papula dan eritem ini disebut Ground Itch.
Larva ini akan ikut aliran darah ke jantung lalu ke paru-paru. Bila
larva jumlah besar sekali bermigrasi melalui paru-paru atau pada
orang yang telah peka mungkin timbul bronchitis atau aneumpnitis,
tetapi biasanya lebih ringan dari sindroma loeffler yang terjadi
karena migrasi larva Ancylostoma duodenale. (Brown. 1978)Gejala
yang di sebabkan cacing dewasa baru timbul sampai terjadi gejala
anemia. Infeksi dengan Ancylostoma duodenale sangat berat oleh
karena anvylostoma duodenale menyebabkan kehilangan darah 008 0,34
CC sehari. Sifat infeksi cacing menahun, yang sedang, dan berat ada
anemia yang progresif, mikrositik hipokrom. Anemia terjadi karena
cacing menghisap darah sehingga terjadi pendarahan yang berlanjut
pada tempat melekatnya cacing, karena cacing ini mengekspresi zat
anti pembekuan darah. Beratnya infeksi tergantung species dan
jumlah cacing serta keadaan gizi penderita. Infeksi dengan 50 ekor
cacing memberikan gejala subklinik. Infeksi dengan 50 120 ekor
cacing adalah infeksi yang menimbulkan gejala klinis dengan 500
ekor menyebabkan kelainan berat. Anemia kronis dan berat tanpa
pengobatan akan dapat berakibat decompensation cordis2.5.3.5
Diagnosa Diagnosa cacing tambang di tegakkan dengan menemukan telur
didalam feces segar. Dan feces yang lama mungkin ditemukan larva.
Untuk membedakan dapat di lakukan pemeriksaan feces dengan
menemukan larva. (Brown. 1978)
2.5.3.6 Pengobatan Bila pada anemia pada infeksi cacing tambang,
pengobatan alternative di berikan setelah keadaan memungkinkan yang
ditandai dengan hemoglobin 7 gr/dl ditambahkan pemberian zat besi
dan asam folat. Obat antihelmintes yang efektif digunakan untuk
obat cacing tambang adalah tetracloroetilen, depenium,
vidroksinaftoat, pirantel pamoat, mebendazol, thiobendazol. Di
daerah endemik, infeksi multiple sering terjadi terutama ascaris
lumbricoides dengan trichuris trichura bahkan dapat terjadi infeksi
keempat spesies sekaligus. Infeksi multiple ini efektif diobat
dengan mebendazol dan virantelpamoat. Sebab obat ini berspektrum
luas. (Hendriman. 1987)BAB IIIMETODELOGI PENELITIAN
2.1 Jenis Pemeriksaan Penelitian yang dilakukan bersifat
analitis, yaitu membandingkan hasil pemeriksaan tinja secara
langsung dengan metode flotasi NaCl jenuh.
2.2 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian di rencanakan akan
dilakukan pada bulan Mai-Juli tahun 2012 di laboratorium patologi
klinik Stikes Perintis Padang.2.3 Sampel Sebagai sampel dalam
penelitian ini adalah masyarakat sekitar kampus Stikes Perintis
Padang yang terinfeksi cacing Soil Transmitted Helminth sebanyak 30
orang.2.4 Alat Dan Bahan 2.4.1 alat Mikroskop, Objek glass, Cover
glass, Tabung reaksi, Beaker glass 250 ml, Lidi steril, Batang
pengaduk dan Neraca analitik, sendok zat, dan kertas perkamen.2.4.2
Bahan Aquades, NaCl jenuh, Eosin 2%, Nacl dan Feces.
2.5 Prosedur Kerja 2.5.1 Prinsip Flotasi Mengapungkan
telur-telur cacing pada permukaan cairan dari benda-benda
berdasarkan berat jenis dengan larutan NaCl jenuh2.5.2 Pembuatan
NaCl jenuh Timbang NaCl sebanyak 500 gr, kemudian dilarutkan dalam
500 ml aquadest. Kemudian homogenkan sampai NaCl tidak dapat larut
lagi atau telah sampai batas jenuh.
2.5.3 Pembuatan Eosin 2 %Timbang eosin sebanyak 2 gr, kemudian
dilarutkan dalam 100 ml aquades, sampai tanda batas.
2.5.4 Pengambilan Tinja 1. Disiapkan beberapa botol film dalam
keadaan bersih dan tertutup2. Diberikan kepada beberapa orang
masyarakat disekitar Stikes Perintis Padang.3. Diberikan petunjuk
dan cara pengambilan sampel serta hal- hal yang harus di perhatikan
seperti dinding tabung bagian luar harus terjaga kebersihannya.4.
4.5.6 Cara Kerja Secara Langsung dengan Caver Glass1. Di letakkan
setetes eosin diatas kaca objek 2. Di ambil sedikit tinja dengan
lidi di atas kaca objek sampai homogen, bila terdapat bahan yang
kasar harus dikeluarkan 3. Dengan cover glass Suspense sediaan
tersebut, ditutup dengan cover glass, usahakan agar cairan merta
dan tidak ada gelumbung udara Sediaan diperiksa dengan mikroskop
dengan perbesaran 10x10. Di lihat berapa jumlah telur cacing yang
di temukan.
4.5.7 Cara Kerja Flotasi 1. Di isi tabung reaksi dengan Larutan
Brine sampai jenuh2. Ke dalam becker glass masukkan tinja sebanyak
1 gr3. Hancurkan tinja dengan lidi pengaduk sambil menambah Larutan
Brine sedikit demi sedikit sehingga homogen, tuangkan seluruh
Larutan Brine ke dalam becker glass dan campur dengan baik5.
Tuangkan kembali isi becker glass ke dalam tabung reaksi sampai
penuh. Bagian-bagian kasar yang terapung pada permukaan larutan di
angkat dengan lidi6. Letakkan cover glass di atas tabung sehingga
menyentuh permukaan larutan bila demikian larutan harus penuh7.
Diamkan 45 menit8. Setelah itu cover glass di ambil dan di letakkan
di atas kaca objek9. Periksa di bawah mikroskop lensa objektif 10 x
10. 10.Di hitung berapa jumlah telur cacing yang di temukan.
1. 22