Top Banner
TINJAUAN FILOLOGI LISAN NILAI BUDAYA BATAK TOBA DALAM HISTORIOGRAFI TRADISIONAL DI PULAU SAMOSIR, SUMATERA UTARA Dibuat oleh : Nensy Megawati Simanjuntak, S.Pd. 2013940090 UNIVERSITAS DR. SOETOMO JURUSAN PASCASARJANA PENDIDIKAN PRODI PENDIDIKAN BAHASA dan SASTRA INDONESIA Nilai Budaya Batak Toba Dalam Historiografi Tradisonal di Pulau Samosir, Sumatera Utara Nensy Megawati Simanjuntak, S.Pd. 1
69
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Proposal tesis new bba 1 3. docx

TINJAUAN FILOLOGI LISAN

NILAI BUDAYA BATAK TOBA

DALAM HISTORIOGRAFI TRADISIONAL

DI PULAU SAMOSIR, SUMATERA UTARA

Dibuat oleh :

Nensy Megawati Simanjuntak, S.Pd.

2013940090

UNIVERSITAS DR. SOETOMO

JURUSAN PASCASARJANA PENDIDIKAN

PRODI PENDIDIKAN BAHASA dan SASTRA INDONESIA

TAHUN AJARAN 2014-2015

Nilai Budaya Batak Toba Dalam Historiografi Tradisonal di Pulau Samosir, Sumatera Utara

Nensy Megawati Simanjuntak, S.Pd.

1

Page 2: Proposal tesis new bba 1 3. docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang kaya akan kekayaan alam dan budayanya. Beribu-ribu

pulau dengan berbagai macam budaya, adat istiadat, serta nilai-nilai budaya menyatu

dalam kesatuan Indonesia. Bangsa yang terkenal dengan kepribadian ramah –tamahnya.

Sebuah nusantara yang tiada ternilai. Keanekaragaman bangsa Indonesia adalah

keanekaragaman yang perlu dipelihara dan dilestarikan. Namun apa yang terjadi?

Harapan dan kenyataan berbeda. Indonesia mulai kehilangan identitas dan

kepribadiannya. Budaya asing dengan mudah diserap, sedangkan budaya asli

dilupakan. Salah satu kekayaan nusantara yang mulai pudar adalah historiografi

tradisonal dari daerah-daerah nusantara. Salah satu dari kekayaan historiografi

tradisional adalah legenda.

Legenda adalah cerita prosa rakyat yang dianggap oleh yang empunya cerita sebagai

suatu kejadian yang sungguh-sungguh pernah terjadi. Menurut Danandaja (2002)

legenda bersifat sekuler (keduniawian), terjadinya pada masa yang belum begitu

lampau, dan bertempat di dunia seperti yang kita kenal sekarang. Legenda sering

dipandang tidak hanya merupakan cerita belaka namun juga dipandang sebagai

“sejarah” kolektif, namun hal itu juga sering menjadi perdebatan mengingat cerita

tersebut karena kelisanannya telah mengalami distorsi. Maka, apabila legenda akan

dijadikan bahan sejarah harus dibersihkan dulu dari unsur-unsur folklornya. Moeis

menyatakan legenda juga bukan semata-mata cerita hiburan, namun lebih dari itu

dituturkan untuk mendidik manusia serta membekali mereka terhadap ancaman bahaya

yang ada dalam lingkungan kebudayaan.

Legenda adalah cerita rakyat yang persediaannya paling banyak, hal ini disebabkan

oleh beberapa hal, diantaranya karena legenda biasanya bersifat migratoris yakni dapat

berpindah-pindah sehingga dikenal luas di daerah yang berlainan. Selain itu menurut

Alan Dundes jumlah legenda di setiap kebudayaan jauh lebih banyak daripada mite dan

Nilai Budaya Batak Toba Dalam Historiografi Tradisonal di Pulau Samosir, Sumatera Utara

Nensy Megawati Simanjuntak, S.Pd.

2

Page 3: Proposal tesis new bba 1 3. docx

dongeng. Hal ini disebabkan jika mite hanya mempunyai jumlah tipe dasar yang

terbatas, seperti penciptaan dunia dan asal mula terjadinya kematian, namun legenda

mempunyai jumlah tipe dasar yang tidak terbatas, terutama legenda setempat, yang

jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan legenda yang dapat mengembara dari satu

daerah ke daerah lain (migratory legends). Begitu juga bila dibandingkan dengan

dongeng. Dongeng-dongeng yang berkembang sekarang ini kebanyakan versi dari

dongeng yang telah ada bukan merupakan dongeng yang baru. Sedangkan legenda

dapat tercipta yang baru. Melalui legenda dari daerah tertentu kita dapat menemukan

berbagai unsur-unsur intrinsic. Tidak hanya itu saja, kita juga dapat menemukan nilai

dan budaya yang terkandung dalam legenda. Untuk menemukan nilai-nilai budaya

dalam legenda setempat, diperlukan bantuan dari disiplin ilmu lainnya. Salah satu

cabang ilmu yang mampu menganalisis legenda setempat adalah filologi.

Filologi menfokuskan penelitian pada hasil budi daya manusia yang berupa pikiran,

seni, pengetahuan adat, sejarah dan sebagainya yang tertulis dalam naskah. Isi dari

buah pikir nenek moyang sebagai pelahir budaya sebuah bangsa dirasa sangat

bermanfaat khususnya dalam penemuan jati diri suatu bangsa. Jati diri ini penting agar

pemilik budaya itu tidak tercerabut akar. Penggalian jati diri ini dapat ditelusuri dari

naskah tertulis hasil nenek moyang. Buah pikir itu isinya bermacam-macam. Pengertian

sastra akhirnya diperluas tidak hanya pada karya yang “indah” atau “belles letters” saja,

namun semua karya tulis nenek moyang dulu disebut sastra dan menjadi objek kajian

filologi. Isinya bisa bermacam-macam, mulai masalah seni, sastra, agama, sejarah,

obat-obatan, doa, mantra, tips-tips, dsb. Karena luasnya cakupan objek isi naskah, maka

seorang peneliti filologi dituntut untuk membekali diri dengan berbagai macam disiplin

ilmu.

Permasalahan bangsa ini sedemikian luas menyangkut beberapa aspek. Beberapa

permasalahan itu diamalai pula oleh nenek moyang kita. Hasil pemikiran maupun

pemecahannya sebagian terekam dalam bentuk naskah yang tentunya menjadi sumber

berharga bagi generasi kini. Sulitnya rekaman itu tidak semuanya bisa didapatkan

dengan mudah.

Nilai Budaya Batak Toba Dalam Historiografi Tradisonal di Pulau Samosir, Sumatera Utara

Nensy Megawati Simanjuntak, S.Pd.

3

Page 4: Proposal tesis new bba 1 3. docx

Berlamgsungnya filologi juga berhubungan dengan ada tidaknya sebuah temnpat atau

lembaga yang menyimpan teks. Koleksi naskah biasanya dipunyai oleh museum atau

perpustakaan. Namun ternyata masih banyak yang berserakan di masyarakat yang

belum terdata. Sebuah institusi pendidikan seperti perguruan tinggi seharusnya

mempunyai perpustakaan khusus yang mengkoleksi naskah lama sebagai bahan

penelitian bagi mahasiswanya. Ketiadaan naskah mengakibatkan kesulitan bagi calon

peneliti.

Cara kerja filologi meliputi inventarisir naskah, identifikasi naskah,perbandingan

naskah, penentuan naskah yang akan ditrenasliterasi dan suntingan naskah. Kerja

filologi sebetulnya sudah selesai sampai tersajikannya suntingan naskah beserta

terjemahannya. Namun untuk saat ini perlu tanggung jawab peneliti untuk

mengemukakan kandungan isi naskah dan sejarahnya bagi masyarakat. Oleh karena itu

perlu metode lain untuk memahami isinya seperti metode penelitian sastra.

Tidak cukup jika hanya filologi lisan yang terkait dengan penelitian mengenai analisis

budaya dalam legenda setempat, ada hal lain yang diperlukan untuk menarik keluar

nilai-nilai yang terdapat dalam legenda tersebut. Penelitian ini membutuhkan kajian

teori struktural untuk menarik keluar nilai-nilai budaya yang ada di dalam legenda.

Dengan adanya perpaduan dua cabang disiplin ilmu, maka analisis nilai budayan dalam

legenda setempat akan mudah diperoleh.

Melalui latar belakang tersebut, maka terbentuklah sebuah penelitian yang bertujuan

untuk menjaga dan melestarikan kekayaan budaya nusantara dalam ruang lingkup

legenda yang berada di pulau Samosir, Sumater Utara. legenda tidak boleh pudar dalam

nusantara. Bangsa yang kaya adalah bangsa yang mengetahui dan melestarikan budaya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, penelitian ini memiliki

beberapa rumusan masalah, yakni:

Nilai Budaya Batak Toba Dalam Historiografi Tradisonal di Pulau Samosir, Sumatera Utara

Nensy Megawati Simanjuntak, S.Pd.

4

Page 5: Proposal tesis new bba 1 3. docx

a. Historiografi tradisonal apa saja yang terdapat di Pulau Samosir, Sumater

Utara?

b. Bagaimana strukrutal dalam historiografi tradisional di Pulau Samosir, Sumater

Utara?

c. Bagaimana nilai budaya Batak Toba jika ditinjau dari historiografi

tradisonalnya?

d.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk :

a. Untuk mengetahui historiografi tradisonal apa saja yang terdapat di Pulau

Samosir, Sumater Utara.

b. Untuk mengetahui struktural historiografi tradisonal yang terdapat di Pulau

Samosir, Sumater Utara.

c. Untuk mengetahui nilai budaya Batak Toba yang ditinjau dari historiografi

tradional yang

terdapat di Pulau Samosir, Sumater Utara.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini dibagi menjadi 2 yaitu manfaat teoritis dan praktis.

1.Secara Teoritis

Diharapkan hasil penelitian ini bisa memberi konstribusi pada perkembangan karya

sastra, khususnya legenda setempat dalam kajian filologi lisan.

Diharapkan hasil penelitian ini bisa menjadi acuan bagi peneliti berikutnya yang

tertarik dengan masalah ini.

2. Secara Praktisa

Hasil penelitian ini bisa digunakan oleh pembaca sebgai sarana pendidikan menjadi

sebuah model untuk belajar menganalisa legenda setempat.

Nilai Budaya Batak Toba Dalam Historiografi Tradisonal di Pulau Samosir, Sumatera Utara

Nensy Megawati Simanjuntak, S.Pd.

5

Page 6: Proposal tesis new bba 1 3. docx

Hasil penelitian ini bisa ,menumbuhkan kritik moral antara pembaca dalam pengamatan

dan mengerti budaya serta nilai kehidupan manusia dalam berbudaya dan berbangsa.

Nilai Budaya Batak Toba Dalam Historiografi Tradisonal di Pulau Samosir, Sumatera Utara

Nensy Megawati Simanjuntak, S.Pd.

6

Page 7: Proposal tesis new bba 1 3. docx

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Konsep Filologi

2.1.1 Etimologi Kata Filologi

Filologi secara etimologis berasal dari bahasa Yunani philologia. Philologia berasal

dari dua kata, yaitu philos yang berarti ‘teman’ danlogos yang berarti ‘pembicaraan

atau ilmu’. Berdasarkan etimologinya, dua kata tersebut kemudian membentuk arti

‘senang berbicara’ atau ‘senang ilmu’. Arti ini kemudian berkembang menjadi senang

belajar, senang kepada ilmu, dan senang kepada hasil-hasil karya-karya tulis yang

bermutu tinggi, seperti karya sastra.

2.1.2 Istilah Filologi

Filologi sebagai istilah, pertama kali diperkenalkan oleh Erastothenes, dan  kemudian

dipergunakan oleh sekelompok ahli dari Iskandariyah sejak abad ke-3 S.M.

Sekelompok ahli ini bekerja dengan tujuan untuk menemukan bentuk asli teks-teks

lama Yunani. Sebagai istilah, filologi mempunyai definisi yang sangat luas, dan selalu

berkembang.

a.      Filologi sebagai Imu Pengetahuan

Filologi pernah disebut sebagai L’etalage de savoir ‘pameran ilmu pengetahuan’. Hal

ini dikarenakan filologi membedah teks-teks klasik yang mempunyai isi dan jangkauan

yang sangat luas. Gambaran kehidupan masa lampau, berserta segala aspeknya, dapat

diketahui melalui kajian filologi. Termasuk di dalamnya, berbagai macam ilmu

pengetahuan dari berbagi macam bidang ilmu.

b.   Filologi sebagai Ilmu Sastra

Filologi juga pernah dikenal sebagai ilmu sastra. Hal ini dikarenakan adanya kajian

filologi terhadap karya-karya sastra masa lampau, terutama yang bernilai tinggi. Kajian

Nilai Budaya Batak Toba Dalam Historiografi Tradisonal di Pulau Samosir, Sumatera Utara

Nensy Megawati Simanjuntak, S.Pd.

7

Page 8: Proposal tesis new bba 1 3. docx

filologi semakin merambah dan meluas menjadi kajian sastra karena mampu

mengungkap karya-karya sastra yang bernilai tinggi.

c.      Filologi sebagai Ilmu Bahasa

Teks-teks masa lampau yang dikaji dalam filologi, menggunakan bahasa yang berlaku

pada masa teks tersebut ditulis. Oleh karena itu, peranan ilmu bahasa, khususnya

linguistik diakronis sangat diperlukan dalam studi filologi.

d.      Filologi sebagai Studi Teks

Filologi sebagai istilah, juga dipakai secara khusus di Belanda dan beberapa negara di

Eropa daratan. Filologi dalam pengertian ini dipandang sebagai studi tentang seluk-

beluk teks, di antaranya dengan jalan melakukan kritik teks.

Filologi dalam perkembangannya yang mutakhir, dalam arti sempit berarti mempelajari

teks-teks lama yang sampai pada kita di dalam bentuk salinan-salinanya dengan tujuan

menemukan bentuk asli teks untuk mengetahui maksud penyusunan teks tersebut.

Filologi dalam arti luas berarti mempelajari kebudayaan, pranata, dan sejarah suatu

bangsa sebagaimana yang terdapat dalam bahan-bahan tertulis.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1993: 277) istilah filologi diartikan sebagai

ilmu tentang bahasa, kebudayaan, pranata, dan sejarah suatu bangsa sebagaimana

terdapat di bahan-bahan tertulis. Berbicara mengenai filologi, Soebadio (1991: 3)

menyatakan bahwa filologi adalah teknik telaah yang menyangkut masalah-masalah

dalam naskah lama. Filologi juga dapat diartikan sebagai telaah sastra (kesusastraan)

dan ilmu (disiplin) yang berkaitan dengan sastra atau bahasa yang dipakai dalam karya

sastra. Tetapi dalam perkembangannya telaah dengan teknis filologi kemudian

mendapat arti jangkauan yang lebih luas, yaitu dihubungkan dengan masalah-masalah

kebahasaan secara umum, termasuk bidang-bidang yang kini digolongkan bidang

linguistik, seperti tata bahasa, semantik, dan lain-lain.

Dewasa ini pengertian filologi telah menjadi lebih luas dan terarah, yaitu meliputi

telaah mengenai bahasa yang digunakan manusia (human speech), terutama bahasa

Nilai Budaya Batak Toba Dalam Historiografi Tradisonal di Pulau Samosir, Sumatera Utara

Nensy Megawati Simanjuntak, S.Pd.

8

Page 9: Proposal tesis new bba 1 3. docx

sebagai wahana sastra dan sebagai bidang studi yang dapat memberi kejelasan

mengenai sejarah kebudayaan (Soebadio, 1991: 3).

Di Indonesia, yang dalam sejarahnya banyak dipengaruhi oleh bangsa Belanda, arti

filologi mengikuti penyebutan yang ada di negara Belanda, yaitu suatu disiplin yang

mendasarkan kerjanya pada bahan tertulis dan bertujuan mengungkapkan makna teks

tersebut dalam segi kebudayaan.

Filologi di Indonesia diterapkan pada teks-teks yang menggunakan bahasa Indonesia

dan bahasa-bahasa daerah, seperti bahasa Melayu, Aceh, Batak, Minangkabau, Sunda,

Jawa, Bali, Bugis, dan lain-lain. naskah yang mendukung teks dalam bahasa-bahasa

tersebut  terdapat pada kertas atau lontar.

Filologi dalam Kamus Istilah Filologi (1977: 27), didefinisikan sebagai “ilmu yang

menyelidiki perkembangan kerohanian suatu bangsa dan kekhususannya, atau yang

menyelidiki kebudayaan berdasarkan bahasa dan kesusastraannya”.

Djamaris (1977: 20) memberikan pengertian yang lebih spesifik mengenai filologi.

Filologi diartikan sebagai suatu ilmu yang objek penelitiannya adalah manuskrip-

manuskrip kuna.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian filologi  secara luas,

adalah ilmu yang mempelajari perkembangan kebudayaan suatu bangsa yang meliputi

bahasa, sastra, seni, dan lain-lain. Perkembangan tersebut dipelajari melalui hasil

budaya manusia pada masa lampau berupa manuskrip-manuskrip kuna yang kemudian

diteliti, ditelaah, dipahami, dan ditafsirkan. Pengertian-pengertian filologi di atas,

menggambarkan keluasan jangkauan analisis filologi.

2.1.3 Objek Filologi

Sasaran kerja penelitian filologi adalah naskah, sedangkan objek kerjanya adalah teks

(Baried, 1994: 6). Oleh karena itu, perlu dibicarakan hal-hal mengenai seluk-beluk

naskah dan teks.

Nilai Budaya Batak Toba Dalam Historiografi Tradisonal di Pulau Samosir, Sumatera Utara

Nensy Megawati Simanjuntak, S.Pd.

9

Page 10: Proposal tesis new bba 1 3. docx

1.      Pengertian naskah     

Naskah merupakan objek kajian filologi berbentuk riil, yang merupakan media

penyimpanan teks. Baried (1994: 55), berpendapat bahwa naskah adalah tulisan tangan

yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil budaya bangsa

masa lampau. Darusuprapta (dalam Surono 1983: 1), memberikan definisi, bahwa

naskah sering disamakan dengan teks yang berasal dari bahasa Latin textua yang berarti

‘tulisan yang mengandung isi tertentu’.

Naskah juga dapat diberi pengertian sebagai semua peninggalan tertulis nenek moyang

kita pada kertas, lontar, kulit kayu, dan rotan (Djamaris, 1977: 20). Naskah atau

manuskrip, ditulis dengan bahan-bahan yang beragam. Baried (1985:6), berpendapat

bahwa bahan-bahan yang digunakan untuk menulis naskah antara lain:

(1) karas yaitu papan atau batu tulis dengan alat yang dipakai untuk menulisi tanah; (2)

daluwang, atau kertas Jawa dari kulit kayu; (3) bambu yang dipakai untuk naskah

Batak; (4) kertas Eropa yang biasanya ada watermark atau cap air.

Ismaun (1996: 4) menyatakan bahwa:

Naskah daerah seperti naskah Sunda dibuat dari daun lontar, janur, daun enau, daun

pandan, nipah, dluwang, dan kertas. Naskah Jawa pada umumnya menggunakan lontar

menggunakan bahan lontar (ron tal ‘daun tal’ atau ‘daun siwalan’), dluwang, yaitu

kertas Jawa dari kulit kayu, dan kertas.

Bahan naskah (manuskrip) nampaknya tidak terbatas pada bahan-bahan tersebut di atas,

bahkan bahan naskah di wilayah nusantara lebih beragam, seperti perkamen, kertas,

bambu, lontar, kulit kayu, dan lain-lain.

Keterangan di atas dapat memberikan gambaran bahwa bahan naskah digolongkan

dalam tiga golongan, antara lain: bahan mentah dari bambu, kulit kayu, rontal dan daun

palem lainnya. Bahan setengah matang dengan proses sederhana, antara lain

perkamen, dluwang, dan bahan matang dengan proses sempurna seperti kertas Eropa.

Kertas Eropa ini, pada abad XVIII dan XIX mulai menggantikan dluwang karena

kualitasnya lebih baik untuk naskah di Indonesia. Alat yang digunakan untuk menulis

Nilai Budaya Batak Toba Dalam Historiografi Tradisonal di Pulau Samosir, Sumatera Utara

Nensy Megawati Simanjuntak, S.Pd.

10

Page 11: Proposal tesis new bba 1 3. docx

naskah, disesuaikan dengan bahan yang akan ditulisi. Bahan naskah mentah biasanya

menggunakan pisau.

Naskah lama yang ditulis atau disalin dengan tangan, dapat memberikan berbagai

macam informasi mengenai naskah itu sendiri maupun penulis dan penyalin naskah

yang bersangkutan. Informasi tersebut dapat dilihat dengan membandingkan: (1)

keadaan tulisan. Tulisan yang jelas, rapi, indah, dan tidak mengandung banyak

kesalahan menunjukkan hasil tulisan penulis atau penyalin yang berpengalaman, seperti

penulis ahli pada istana raja; (2) keadaan bahan naskah yang dapat digunakan sebagai

gambaran awal mengenai umur naskah (Soebadio, 1991: 4).

2.      Penggolongan Naskah

Keanekaragaman naskah tidak hanya terdapat pada unsur fisik naskah  seperti

keanekaragaman bahan yang digunakan untuk menulis naskah, jenis tinta yang

digunakan, keadaan tulisan naskah, dan lain-lain. Keanekaragaman juga terlihat dalam

jenis-jenis naskah yang ditulis. Sebagai contoh, misalnya penggolongan naskah-naskah

Jawa. Naskah Jawa sudah dikelompokkan dalam beberapa jenis. Penjenisan naskah

adalah pengelompokan naskah berdasarkan ragam-ragam tertentu yang menjadi ciri

kahas, sehingga berbeda dengan  yang lain. Namun harus dimaklumi, kadang-kadang

tidak mudah untuk menentukan sebuah naskah termasuk jenis mana, karena berbagai

ragam yang dikandungnya.

Berikut ini adalah contoh-contoh penjenisan naskah Jawa berdasarkan beberapa katalog

dan pendapat para ahli:

Daftar yang disusun oleh Pigeaud (dalam Soebadio 1991: 10) membagi

naskah  menjadi beberapa macam, antara lain:

(1) naskah keagamaan yang meliputi berbagai jaman dan jenis atau aliran agama dan

kepercayaan; (2) naskah kebahasaan yang menyangkut ajaran bahasa-bahasa daerah.

Ada juga naskah yang memberi pengajaran bahasa yang terselubung dengan

memanfaatkan ajaran tata bahasa lewat cerita-cerita rakyat; (3) naskah filsafat dan

Nilai Budaya Batak Toba Dalam Historiografi Tradisonal di Pulau Samosir, Sumatera Utara

Nensy Megawati Simanjuntak, S.Pd.

11

Page 12: Proposal tesis new bba 1 3. docx

folklore; (4) naskah mistik rahasia, dalam hal ini perlu diperhatikan secara khusus

berbagai jenis naskah yang mengandung ajaran filsafat dan mistik yang tidak

dimaksudkan untuk umum, melainkan hanya diajarkan kepada yang sudah termasuk

kelompok “dalam” atau yang sudah dikenakan “inisiasi”; (5) naskah mengenai ajaran

dan pendidikan moral; (6) naskah mengenai peraturan dan pengalaman hukum; (7)

naskah mengenai keturunan dan warga raja-raja; (8) bangunan dan arsitektur; (9) obat-

obatan. Naskah tersebut umumnya mengandung petunjuk mengenai ramuan obat-

obatan tradisional yang berdasarkan tumbuh-tumbuhan (jamu); terdapat juga naskah

yang memberi petunjuk mengenai cara pengobatan lewat jalan mistik, meditasi, yoga,

dan sebagainya; (10) perbintangan; (11) naskah mengenai ramalan; (12) naskah

kesastraan, kisah epik (kakawin) dan lain sebagainya; (13) naskah bersifat sejarah

(babad), dan sebagainya; (14) jenis-jenis lain yang  tidak tercakup dalam kategori-

kategori di atas.   

Behrend (1990: v-vii), mengelompokkan naskah berdasarkan jenis sastranya, antara

lain:

(1)   sejarah; (2) silsilah; (3) hukum; (4) bab wayang; (5) sastra wayang; (6) sastra; (7)

piwulang; (8) Islam; (9) primbon; (10) bahasa; (11) musik; (12) tari-tarian; (13) adat-

istidadat; (14) lain-lain: teks-teks lain yang  tidak dimuat di bawah kategori-kategori

lainnya.

Penjenisan Naskah Jawa Berdasarkan Katalogus Naskah Verde antara lain:

(1) Puisi Epis; (2) Mitologi dan Sejarah Legendaris; (3) Babad dan Kronik; (4) Cerita,

Sejarah, dan Roman;  (5) Karya-karya Dramatis, Wayang, Lakon; (6) Karya-karya

Kesusilaan dan Keagamaan; (7) Karya-karya Hukum, Kitab-kitab Undang-undang; (8)

Ilmu dan Pelajaran: Tata Bahasa, Perkamusan, Pawukun (Astronomi), Sangkalan

(Kronologi), Katuranggan; (9) Serba-serbi.

Penjenisan Naskah Jawa Berdasarkan Katalogus Naskah Juynboll:

(1) Prasasti-prasasti dan Turunan-turunannya; (2) Syair Jawa Kuna (Kakawin); (3)

Syair Jawa Pertengahan dan Metrum Tengahan; (4) Syair Jawa Pertengahan

Nilai Budaya Batak Toba Dalam Historiografi Tradisonal di Pulau Samosir, Sumatera Utara

Nensy Megawati Simanjuntak, S.Pd.

12

Page 13: Proposal tesis new bba 1 3. docx

dengan  Metrum Macapat; (5) Syair Jawa Baru dengan  Metrum Macapat; (6) Prosa:

Jawa Kuna; Jawa Pertengahan; Jawa Baru.

Katalogus Ricklefs–VoorhoevRicklefs dan Voorhoev menggolongkan naskah-naskah

Jawa berdasarkan atas bahasa yang  digunakan seara kronologis atau dialektologis,

sehingga terdapat penjenisan naskah Jawa sebagai berikut (1) Naskah-naskah Jawa

Baru; (2) Naskah-naskah Jawa Pertengahan; (3) Naskah-naskah Jawa Kuna.

Naskah Jawa sendiri, jika digolongkan berdasarkan kandungan isinya, menurut Pigeaud

dalam Soebadio (1991: 10), antara lain adalah:

a.      Naskah Keagamaan yang  meliputi berbagai jaman dan jenis atau aliran agama

dan kepercayaan.

b.      Naskah Kebahasaan yang  menyangkut ajaran-ajaran bahasa-bahasa daerah.

c.      Naskah Filsafat dsan Folklore

d.      Naskah Mistik Rahasia

e.      Naskah mengenai ajaran dan pendidikan moral

f.       Naskah mengenai peraturan dan pengalaman hukum

g.      Naskah mengenai keturunan dan warga raja-raja

h.      Naskah mengenai bagunan dan arsitektur

i.        Naskah mengenai obat-obatan. Naskah tersebut umumnya mengandung petunjuk

mengenai ramuan obat-obatan tradisional yang  berdsarkan tumbuh-tumbuhan (jamu);

terdapat juga naskah yang  memberi petunjuk mengenai cara pengobatan lewat jalan

mistik, meditasi, yoga, dan lain-lain.

j.        Naskah mengenai arti perbintangan. Naskah-naskah yang bersangkutan lebih

cenderung pada astrologi daripada astronomi.

Nilai Budaya Batak Toba Dalam Historiografi Tradisonal di Pulau Samosir, Sumatera Utara

Nensy Megawati Simanjuntak, S.Pd.

13

Page 14: Proposal tesis new bba 1 3. docx

k.      Naskah mengenai ramalan, penjelasan impian, dan tanda-tanda yang  terdapat

pada tubuh manusia, hewan, dan lain-lain.

l.        Naskah kesastraan, kisah epik (kakawin), dan sebagainya. Naskah-naskah ini

memberi informasi pula mengenai keadaan negara dan alam pada jaman naskah

disusun.

m.    Naskah bersifat Babad (sejarah), dan lain-lain.

n.      Jenis-jenis lain yang  tidak tercakup dalam kategori-kategori di atas.

          

Tujuan studi filologi dibagi menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan

umum filologi yaitu: (1) memahami sejauh mungkin kebudayaan suatu bangsa melalui

hasil sastranya, baik lisan maupun tertulis; (2) memahami makna dan fungsi teks bagi

masyarakat penciptanya; (3) mengungkapkan nilai-nilai budaya lama sebagai alternatif

pengembangan kebudayaan.

Sedangkan tujuan khususya adalah: (1) menyunting sebuah naskah yang dipandang

paling dekat dengan teks aslinya; (2) mengungkap sejarah terjadinya teks dan sejarah

perkembangannya; (3) mengungkap resepsi pembaca setiap kurun penerimaannya.

2.1.4 Tujuan Filologi

Secara khusus, studi filologi sebagai suatu disiplin ilmu, mempunyai tujuan kerja

tertentu. Tujuan kerja filologi tersebut pada dasarnya bertitik tolak dari adanya berbagai

bentuk variasi teks (Soeratno, 1990: 3). Cara pandang mengenai bentuk-bentuk variasi

tersebut kemudian melahirkan dua konsep penelitian filologi, yaitu konsep filologi

tradisional dan konsep filologi modern. Masing-masing konsep ini memiliki dua tujuan

yang berbeda. Konsep filologi tradisional, memandang variasi secara negatif (sebagai

bentuk korup). Oleh karena itu, penelitian filologi dengan konsep ini bertujuan untuk

menemukan bentuk asli atau bentuk mula teks, maupun yang paling dekat dengan

bentuk mula teks (Baried, 1994: 6-7).

Nilai Budaya Batak Toba Dalam Historiografi Tradisonal di Pulau Samosir, Sumatera Utara

Nensy Megawati Simanjuntak, S.Pd.

14

Page 15: Proposal tesis new bba 1 3. docx

2.2 Jenis-jenis Filologi

Filologi terbagi menjadi dua yaitu kadikologi dan tekstologi .

1. Kadikologi

Istilah kodikologi berasal dari kata Latin ‘codex’ (bentuk tunggal; bentuk jamak

‘codies’) yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ‘naskah’–bukan menjadi

‘kodeks’. Sri Wulan Rujiati Mulyadi mengatakan kata ’caudex’ atau ‘codex’ dalam

bahasa Latin menunjukkan hubungan pemanfaatan kayu sebagai alas tulis yang pada

dasarnya kata itu berarti ‘teras batang pohon’. Kata ‘codex’ kemudian di berbagai

bahasa dipakai untuk kodikologi, atau biasa disebut ilmu pernaskahan bertujuan

mengetahui segala aspek naskah yang diteliti. Aspek-aspek tersebut adalah aspek di

luar isi kandungan naskah tentunya.

Kodikologi adalah satu bidang ilmu yang biasanya bekerjasama dengan bidang ilmu

ini. Kalau filologi mengkhususkan pada pemahaman isi teks/ kandungan teks,

sedangkan kodikologi adalah ilmu yang khusus mempelajari seluk beluk atau semua

aspek naskah meliputi: bahan, umur, tempat penulisan, perkiraan

penulis naskah.Dari bahan naskah, tempat penulisan, perkiraan penulis naskah, jenis

dan asal kertas, bentuk dan asal cap kertas, jenis tulisan, gambar/ ilustrasi, hiasan/

illuminasi, dan lain-lain. Makanya, tugas kodikologi selanjutnya adalah mengetahui

sejarah naskah, sejarah koleksi naskah, meneliti tempat-tempat naskah sebenarnya,

menyusun katalog, menyusun  daftar katalog naskah, menyusuri perdagangan naskah,

sampai pada penggunaan naskah-naskah itu (Dain dalam Sri Wulan Rujiati Mulyadi,

1994: 2–3).

2. Tekstologi

Secara etimologis, Tekstologi terdiri atas dua kata yaitu teks dan logi, yang berarti ilmu

tentang teks. Tekstologi adalah bagian dari filologi yang berusaha mengkaji teks yang

terkandung dalam naskah-naskah kuno. Teks dalam naskah kuno sarat dengan nilai-

nilai luhur ajaran nenek moyang. Tekstologi ialah ilmu yang mempelajari seluk beluk

dalam teks meliputi meneliti penjelmaan dan penurunan teks sebuah karya sastra,

penafsiran, dan pemahamannya. Dengan menyelidiki sejarah teks suatu karya.

Nilai Budaya Batak Toba Dalam Historiografi Tradisonal di Pulau Samosir, Sumatera Utara

Nensy Megawati Simanjuntak, S.Pd.

15

Page 16: Proposal tesis new bba 1 3. docx

2.3 Pengertian Legenda

Legenda adalah cerita prosa rakyat yang dianggap oleh yang empunya cerita sebagai

suatu kejadian yang sungguh-sungguh pernah terjadi. Menurut Danandaja (2002)

legenda bersifat sekuler (keduniawian), terjadinya pada masa yang belum begitu

lampau, dan bertempat di dunia seperti yang kita kenal sekarang. Legenda sering

dipandang tidak hanya merupakan cerita belaka namun juga dipandang sebagai

“sejarah” kolektif, namun hal itu juga sering menjadi perdebatan mengingat cerita

tersebut karena kelisanannya telah mengalami distorsi. Maka, apabila legenda akan

dijadikan bahan sejarah harus dibersihkan dulu dari unsur-unsur folklornya. Moeis

menyatakan legenda juga bukan semata-mata cerita hiburan, namun lebih dari itu

dituturkan untuk mendidik manusia serta membekali mereka terhadap ancaman bahaya

yang ada dalam lingkungan kebudayaan.

Legenda adalah cerita rakyat yang persediaannya paling banyak, hal ini disebabkan

oleh beberapa hal, diantaranya karena legenda biasanya bersifat migratoris yakni dapat

berpindah-pindah sehingga dikenal luas di daerah yang berlainan. Selain itu menurut

Alan Dundes jumlah legenda di setiap kebudayaan jauh lebih banyak daripada mite dan

dongeng. Hal ini disebabkan jika mite hanya mempunyai jumlah tipe dasar yang

terbatas, seperti penciptaan dunia dan asal mula terjadinya kematian, namun legenda

mempunyai jumlah tipe dasar yang tidak terbatas, terutama legenda setempat, yang

jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan legenda yang dapat mengembara dari satu

daerah ke daerah lain (migratory legends). Begitu juga bila dibandingkan dengan

dongeng. Dongeng-dongeng yang berkembang sekarang ini kebanyakan versi dari

dongeng yang telah ada bukan merupakan dongeng yang baru. Sedangkan legenda

dapat tercipta yang baru.

Yus Rusyana (2000) mengemukakan beberapa ciri legenda, yaitu:

1. Legenda merupakan cerita tradisional karena cerita tersebut sudah dimiliki

masyarakat sejak dahulu.

Nilai Budaya Batak Toba Dalam Historiografi Tradisonal di Pulau Samosir, Sumatera Utara

Nensy Megawati Simanjuntak, S.Pd.

16

Page 17: Proposal tesis new bba 1 3. docx

2. Ceritanya biasa dihubungkan dengan peristiwa dan benda yang berasal dari masa

lalu, seperti peristiwa penyebaran agama dan benda-benda peninggalan seperti mesjid,

kuburan dan lain-lain.

3. Para pelaku dalam legenda dibayangkan sebagai pelaku yang betul-betul pernah

hidup pada masyarakat lalu. Mereka itu merupakan orang yang terkemuka, dianggap

sebagai pelaku sejarah, juga dianggap pernah melakukan perbuatan yang berguna bagi

masyarakat.

4. Hubungan tiap peristiwa dalam legenda menunjukan hubungan yang logis.

5. Latar cerita terdiri dari latar tempat dan latar waktu. Latar tampat biasanya ada yang

disebut secara jelas dan ada juga yang tidak. Sedangkan latar waktu biasanya

merupakan waktu yang teralami dalam sejarah.

6. Pelaku dan perbuatan yang dibayangkan benar-benar terjadi menjadikan legenda

seolah-olah terjadi dalam ruang dan waktu yang sesungguhnya. Sejalan dengan hal itu

anggapan masyarakat pun menjadi seperti itu dan melahirkan perilaku dan perbuatan

yang benar-benar menghormati keberadaan pelaku dan perbuatan dalam legenda.

2.4 Jenis-jenis Legenda

Legenda merupakan cerita rakyat yang memiliki ciri-ciri, yaitu sebagai suatu kejadian

yang sungguh-sungguh pernah terjadi, pada masa yang belum begitu lampau, dan

bertempat di dunia seperti yang kita kenal sekarang, bersifat migration yakni dapat

berpindah-pindah, sehingga dikenal luas di daerah-daerah yang berbeda, dan tersebar

dalam bentuk pengelompokan yang disebut siklus, yaitu sekelompok cerita yang

berkisar pada suatu tokoh atau kejadian tertentu, misalnya di Jawa legenda-legenda

mengenai Roro Jongrang.

Selanjutnya berbicara mengenai legenda tentunya kita tidak akan lepas dari

pembicaraan mengenai penggolongan legenda. Selama ini telah ada atau mungkin

Nilai Budaya Batak Toba Dalam Historiografi Tradisonal di Pulau Samosir, Sumatera Utara

Nensy Megawati Simanjuntak, S.Pd.

17

Page 18: Proposal tesis new bba 1 3. docx

banyak ahli yang menggolongkan legenda, namun sampai kini belum ada kesatuan

pendapat mengenai hal itu. 

Jan Harold Brunvand dalam Danandjaja (2002) menggolongkan legenda menjadi

empat kelompok yakni:

1. legenda keagamaan (religious legends),

2. legenda alam gaib (supernatural legends),

3. legenda perseorangan (personal legends), dan

4. legenda setempat (local legends).

Legenda Keagamaan

Legenda orang-orang suci (santo/santa) Nasrani, orang saleh, para wali penyebar agama

Islam. Salah satu contoh misalnya cerita-cerita mengenai wali sanga di Jawa yang

banyak sekali berkembang di masyarakat. Selain itu terdapat pula peninggalan mereka

yang berupa makam atau disebut keramat. Mengenai legenda jenis ini bila kita

perhatikan pengelompokan yang dilakukan oleh Rusyana dkk, salah satunya termasuk

pada kelompok legenda keagamaan ini, yaitu legenda penyebaran agama Islam.

Legenda Alam Gaib

Biasanya berbentuk kisah yang dianggap benar-benar terjadi dan pernah dialami

seseorang. Fungsi legenda semacam ini adalah untuk meneguhkan kebenaran takhyul

atau kepercyaan rakyat. Legenda alam gaib ini berhubungan dengan kenyataan di luar

dunia nyata namun ada di sekitar kita, misalnya tentang keberadaan makhluk gaib,

hantu, setan ataupun tempat-tempat yang sekiranya memiliki keanehan tersendiri

misalnya desa yang dapat menghilang dan sebagainya.

Legenda Perseorangan

Legenda yang bercerita mengenai tokoh-tokoh tertentu yang dianggap oleh yang

empunya cerita benar-benar terjadi. Legenda golongan ini bila kita cermati dan kita

bandingkan dengan pengelompokan legenda menurut Rusyana dkk, maka termasuk

pada kelompok yang kedua yaitu legenda pahlawan pembangunan masyarakat atau

budaya. Keduanya disebut demikian dengan pertimbangan bahwa kedua kelompok

Nilai Budaya Batak Toba Dalam Historiografi Tradisonal di Pulau Samosir, Sumatera Utara

Nensy Megawati Simanjuntak, S.Pd.

18

Page 19: Proposal tesis new bba 1 3. docx

tersebut bercerita mengenai tokoh atau orang yang telah melakukan sesuatu yang

sampai sekarang masih dianggap kebenarannya oleh masyarakat.

Legenda Setempat

Cerita yang berhubungan dengan suatu tempat, nama tempat dan bentuk tofografi,

yakni bentuk permukaan suatu daerah, apakah berbukit-bukit, berjurang dan

sebagainya. Legenda setempat ini merupakan golongan legenda yang paling banyak

jumlahnya. Sebagaimana telah dikemukakan, hal yang terpenting bagi penelitian

sejarah, tradisi lisan bukan kebenaran faktanya. Untuk mencari kebenaran faktanya

sangatlah sulit, apalagi sumber-sumber tertulis, karena kemungkinan pada awal

pertama kali ceriita-cerita itu dikenal di masyarakat, belum mengenal tradisi menulis.

Bahkan cerita-cerita itu banyak dibumbui oleh hal-hal yang sepertinya sulit bisa masuk

akal atau tidak rasional. Misalnya, tokoh Sangkuriang lahir dari seekor binatang. 

Hal terpenting bagi kita adalah bahwa masyarakat Indonesia sudah sejak lama memiliki

kesadaran tentang pengalaman masa lalunya. Masyarakat memaknai pentingnya suatu

perubahan dalam kehidupan masa lalu. Contoh-contoh tradisi lisan tersebut sampai

sekarang masih banyak dianut oleh masyarakat, walaupun masyarakat sekarang sudah

mengenal tulisan. Melalui tradisi lisan, masyarakat Indonesia mencoba mengungkap

tentang asal usul sesuatu baik peristiwa alam maupun peristiwa pada diri manusia.

Dalam masyarakat yang belum mengenal tulisan, cerita-cerita tentang masa lalunya

atau tentang asal usul suatu sering dijadikan kepercayaan. Apalagi jika cerita itu

menampilkan seorang tokoh yang dianggap sakral. Masyarakat akan menghormati

terhadap tokoh itu bahkan menyembahnya. Tokoh tersebut bisa berupa manusia yang

dianggap memiliki kesaktian atau juga dewa.

2.5 Konsep Struktural

Secara Etimologis struktur berasal dari kata Structure,  bahasa latin yang berarti bentuk

atau bangunan. Struktur berasal dari kataStructura (Latin) = bentuk, bangunan (kata

benda). System (Latin) = cara (kata kerja). asal usul strukturalis dapat dilacak

Nilai Budaya Batak Toba Dalam Historiografi Tradisonal di Pulau Samosir, Sumatera Utara

Nensy Megawati Simanjuntak, S.Pd.

19

Page 20: Proposal tesis new bba 1 3. docx

dengan Poetica Aristoteles, dalam kaitannya dengan tragedi, lebih khusus lagi dalam

pembicaraannya mengenai plot. Plot memiliki ciri-ciri: kesatuan, keseluruhan,

kebulatan, dan keterjalinan (Teeuw, 1988: 121-134). Strukturalisme berasal dari bahasa

Inggris, structuralism; latin struere(membangun), structura berarti bentuk bangunan.

Secara Etimologis struktur berasal dari kata Structura, bahasa latin yang berarti bentuk

atau bangunan.

 Struktur sendiri adalah bangunan teoretis (abstrak) yang terbentuk dari sejumlah

komponen yang berhubungan satu sama lain. Struktur menjadi aspek utama dalam

strukturalisme. Dengan kata lain, strukturalisme adalah teori yang menyatakan bahwa

berbagai gejala budaya dan alamiah sebagai bangun teoritis (abstrak) yang terdiri atas

unsur-unsur yang berhubungan satu sama lain relasi sintagmatis dan paradigmatis.

Strukturalisme juga beranggapan bahwa seluruh organisasi manusia ditentukan secara

luas oleh struktur sosial atau psikologi yang mempunyai logika independen yang

menarik, berkaitan dengan maksud, keinginan, maupun tujuan manusia. Menurut

Yoseph (1997:38) menjelaskan bahwa teori strukturalisme sastra merupakan sebuh

teori pendekatan terhadap teks-teks sastra yang menekankan keseluruhan relasi antara

berbagai unsur teks.

Teori struktural sastra tidak memperlakukan sebuah karya sastra tertentu sebagai

objeknya kajiannya. Yang menjadi objek kajiannya adalah sistem sastra, yaitu

seperangkat konvensi yang abstrak dan umum yang mengatur hubungan berbagai unsur

dalam teks sastra sehingga unsur-unsur tersebut berkaitan satu sama lain dalam

keseluruhan yang utuh. Meskipun konvensi yang membentuk sistem sastra itu bersifat

sosial dan ada dalam kesadaran masyarakat tertentu, namun studi sastra struktural

beranggapan bahwa konvensi tersebut dapat dilacak dan dideskripsikan dari analisis

struktur teks sastra itu sendiri secara otonom, terpisah dari pengarang ataupun realitas

sosial. Analisis yang seksama dan menyeluruh terhadap relasi-relasi berbagai unsur

yang membangun teks sastra dianggap akan menghasilkan suatu pengetahuan tentang

sistem sastra. 

Nilai Budaya Batak Toba Dalam Historiografi Tradisonal di Pulau Samosir, Sumatera Utara

Nensy Megawati Simanjuntak, S.Pd.

20

Page 21: Proposal tesis new bba 1 3. docx

2.5.1 Sejarah Munculnya Teori Struktural

Pendekatan struktural terhadap karya sastra sesungguhnya sama tuanya di dunia barat

dengan puitik sebagai cabang ilmu pengetahuan. Dalam bukunya yang berjudul

poetika, yang ditulis sekitar tahun 340 SM di Athena (Teeuw, 1984:120) Aristoteles

meletakkan dasar yang kuat untuk pandangan yang menganggap karya sastra sebagai

struktur yang otonom. Masalah struktur karya sastra dibicarakannya dalam rangka

pembahasan tragedi, khususnya dalam pasal-pasal mengenai plot. Efek tragedi

dihasilkan oleh aksi plotnya, dan untuk menghasilkan efek yang baik, plot harus

mempunyai keseluruhan dan dipenuhi empat syarat utama yaitu order, unity,

complexity, dan coherence.

Pendekatan struktural berangkat dari pandangan kaum strukturalisme yang

menganggap karya sastra sebagai struktur yang unsurnya terjalin secara erat dan

berhubungan antara satu dan lainnya.Karya sastra merupakan sebuah kesatuan yang

utuh.Sebagai kesatuan yang utuh, maka karya sastra dapat dipahami maknanya jika

dipahami bagian-bagiannya atau unsur-unsur pembentuknya, relasi timbal balik antara

bagian dan keseluruhannya. Struktural genetik lahir sebagai wujud ketidak puasan

terhadap teori struktural yang melihat karya sastra sebagai sesuatu yang otonom.

Pendekatan secara struktural sempat tidak tidak diminati pada abad ke-19 karena

pendekatan secara ekspresiflah yang lebih diminati, setelah itu pada abad ke-20

pendekatan ini muncul kembali sebagai model yang mengalami pembaharuan cukup

radikal. Pendekatan strukturalisme dalam karya sastra dipelopori oleh kaum formalis

Rusia dan strukturalisme Praha ia mendapat pengaruh langsung dari teori Linguistik

Ferdinand De Saussure. Secara garis besar konsep Saussure menganggap linguistik

sebagai ilmu yang otonom, jika ditarik dalam ilmu sastra maka karya sastra juga

memiliki sifat keotonomian sehingga pembicaraan mengenai karya sastra tidak perlu

dikaitkan dengan ilmu-ilmu yang lainnya.

Di bidang antropologi budaya pendekatan structural muncul pada awal abad ini, dengan

peneliti perancis seprti Durkheim dan maus sebagai pelopornya.di bidang studi

antropologi (pada waktu itu di sebut etnolagi) mengena bahasa alira strukturalis secara

Nilai Budaya Batak Toba Dalam Historiografi Tradisonal di Pulau Samosir, Sumatera Utara

Nensy Megawati Simanjuntak, S.Pd.

21

Page 22: Proposal tesis new bba 1 3. docx

cukup menonjol diwakili oleh J.P.B josselin de jong dan W.H. Rassers, dengan murid-

muridnya yang merupakan mazhab leiden, yang hasil-hasilnya mencapai tarif

internasional 

2.5.2 Tokoh-Tokoh Dan Konsep Dasar Teori Struktural 

A. Aristoteles Empat konsep Aristoteles yaitu :

1. Order berarti urutan dan aturan. Urutan aksi harus teratur dan logis.

2. Unity berarti bahwa semua unsur dalam plot harus ada, dan tidak bisa

bertukar tempat tanpa mengacaukan keseluruhannya. 

3. Complexity berarti bahwa luasnya ruang lingkup dan kekomplekan karya

harus cukup untuk memungkinkan perkembangan peristiwa yang logis

untuk menghasilkan peredaran dari nasib baik ke nasib buruk ataupun

sebaliknya.

4. Coherence berarti bahwa sastrawan tidak bertugas untuk menyebutkan hal-hal

yang benar terjadi, tetapi hal-hal yang mungkin atau harus terjadi dalam 

rangka keseluruhan plot.

B. Ferdinand De Saussure 

Secara garis besar, konsep Saussure menganggap linguistik merupakan ilmu yang

otonom.Jika ditarik dalam ilmu sastra, maka karya sastra juga memiliki sifat

keotonomian sehingga pembicaraan mengenai karya sastra tidak perlu dikaitkan dengan

ilmu-ilmu yang lainnya.

C. Kaum Formalis

Tokoh-tokoh kaum formalis yaitu :

a. Jakobson

b. Shklovsky

Nilai Budaya Batak Toba Dalam Historiografi Tradisonal di Pulau Samosir, Sumatera Utara

Nensy Megawati Simanjuntak, S.Pd.

22

Page 23: Proposal tesis new bba 1 3. docx

c. Erchenbaum

d. Tynjanov

Teori kaum formalis dalam waktu singkat antara 1915 dan 1930 telah mengalami

perkembangan yang cukup pesat sehingga tidak mungkin pendirian formalis

disimpulkan dalam satu rumusan saja. Adapun konsep kaum formalis yaitu :

1. Konsep yang sangat penting dalam pandangan kaum formalis adalah konsep

dominant ciri yang paling menonjol menurut pendapat dan pengalaman mereka dalam

sebuah karya sastra (seringkali pula dalam aliran atau zaman tertentu) aspek bahasa

tertentu secara dominan menentukan ciri-ciri khas hasil karya sastra.

2. Konsep kaum formalis bersifa otonom artinya dapat dipahami sebagai kesatuan yang

bulat.

2.5.3 Sejarah Perkembangan Struktural

Teori strukturalisme memiliki latar belakang sejarah evolusi yang

cukup panjang  dan berkembang secara dinamis.Strukturalisme

menentang teori mimetic (yang berpandangan bahwa karya sastra

adalah tiruan kenyataan), teori ekspresif (yang menganggap sastra

pertama-tama sebagai ungkapan perasaan dan watak pengarang),

dan menentang teori-teoriyang dianggap satra sebagai media

komunikasi antara pengarang dan

pembacanya.                                   

Dalam perkembangannya, terdapat  banyak konsep dan istilah yang

berbeda, bahkan saling bertentanga. Misalnya strukturalisme

Nilai Budaya Batak Toba Dalam Historiografi Tradisonal di Pulau Samosir, Sumatera Utara

Nensy Megawati Simanjuntak, S.Pd.

23

Page 24: Proposal tesis new bba 1 3. docx

perancis yang terutama diwakili oleh Roland Barthes dan Julia

Kristeva, mengembangkan seni penafsiran structural berdasarkan

kode-kode bahasa teks sastra. melalui kode bahasa itu, diungkap

kode-kode reptorika, psikoanalitis, sosiokultural. Mereka

menekankan  bahwa sebuah karya sastra harus di pandang secara

otonom.   Puisi khususnya dan sastra umumnya  harus diteliti secara

objektif (yakni aspek intrisiknya). keindahan sastra terletak pada

penggunaan bahasa yang khas yang mengandung efek-efek estetik.

Aspek-aspek ekstrisik seperti idiologi, moral, sosiokultural, psikologi,

dan agama tidaklah indah pada dirinya sendiri melainkan karena

dituangkan dalam cara tertentu melalui sarana bahasa puitik.

Dengan adanya perbedaan pendapat dalam teori strukturalisme

sendiri dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu strukturalisme formalis ,

strukturalisme genetik, strukturalisme dinamik yang pada dasarnya

secara global strukturalisme menganut paham penulis paris yang

dikembangkan oleh Ferdinand de Sausessure, yang memunculkan

konsep bentuk dan makna ( sign and meaning). 

a.      Strukturalisme Formalis

Istilah Formalisme (dari kata Latin forma yang berarti bentuk, wujud)

berarti cara pendekatan dalam ilmu dan kritik sastra yang

mengesampingkan data biografis, psikologis, ideologis, sosiologis dan

mengarahkan perhatian pada bentuk karya sastra itu sendiri. Para

Formalis meletakkan perhatiannya pada ciri khas yang membedakan

Nilai Budaya Batak Toba Dalam Historiografi Tradisonal di Pulau Samosir, Sumatera Utara

Nensy Megawati Simanjuntak, S.Pd.

24

Page 25: Proposal tesis new bba 1 3. docx

sastra dari ungkapan bahasa lainnya. Istilah Strukturalisme acap kali

digunakan pula untuk menyebut model pendekatan ini karena

mereka memandang karya sastra sebagai suatu keseluruhan struktur

yang utuh dan otonom berdasarkan paradigma struktur

kebahasaannya. Tokoh;Kaum Formalis Rusia tahun 1915-1930

dengan tokoh-tokohnya seperti Roman Jakobson, Rene

Wellek, Sjklovsky, Eichenhaum, dan Tynjanov .Rene Wellek dan

Roman Jakobson beremigrasi ke Amerika Serikat .

Sumbangan penting kaum formalis bagi ilmu sastra adalah secara

prinsip mereka mengarahkan perhatian kita kepada unsur-unsur

kesastraan dan fungsi puitik. Sampai sekarang masih banyak

dipergunakan istilah teori sastra dan analisis sastra yang berasal dari

kaum Formalis. Karya sastra merupakan sesuatu yang otonom atau

berdiri sendiri .Karya sastra merupakan sebuah struktur yang terdiri

dari unsur-unsur pembangun karya sastra.Makna sebuah karya

sastra hanya dapat diungkapkan atas jalinan atau keterpaduan antar

unsur .

b.     Strukturalisme Dinamik

Secara Etimologis struktur berasal dari kata Structure, bahasa latin yang berarti bentuk

atau bangunan. Struktur berasal dari kataStructura (Latin) = bentuk, bangunan (kata

benda). System (Latin)= cara (kata kerja). asal usul strukturalis dapat dilacak

dengan Poetica  Aristoteles, dalam kaitannya dengan tragedi, lebih khusus lagi dalam

Nilai Budaya Batak Toba Dalam Historiografi Tradisonal di Pulau Samosir, Sumatera Utara

Nensy Megawati Simanjuntak, S.Pd.

25

Page 26: Proposal tesis new bba 1 3. docx

pembicaraannya mengenai plot. Plot memiliki ciri-ciri: kesatuan, keseluruhan,

kebulatan, dan keterjalinan (Teeuw, 1988: 121-134).

      Selama 25 abad terjadi perubahan paradigma yang sangat mendasar, yaitu dengan

memberikan prioritas terhadap karya sastra, yang diawali oleh:

a.       Formalisme Rusia (1915 – 1930)

b.      Strukturalisme Praha (1930-an)

c.       Kritik baru di Amerika Serikat (1940-an)

d.      Strukturalisme Baru di Rusia (1960-an)

e.       Strukturalisme Inggris, gerakan otonomi di Jerman, Strukturalisme di Belanda, dan

Strukturalisme di Indonesia melalui kelompok Rawamangun (1960-an).

Menurut Mukarovsky dalam (Rene Wellek, 1970: 275-276), sejarah Strukturalisme

mulai diperkenalkan tahun 1934, tidak menggunakan nama metode atau teori sebab di

satu pihak, teori berarti bidang ilmu pengetahuan tertentu, di pihak yang lain, metode

berarti prosedur ilmiah yang relativ baik. Sebagai sudut pandang epistimologi, sebagian

sistem tertentu dengan mekanisme antarhubungannya.

c.       Strukrutalisme Genetik

Merupakan jembatan penghubung antara teori struktural formalis

dan teori semiotik .Hampir sama dengan struktural genetik

(mengaitkan dengan asal-usul teks) tetapi penekanannya berbeda,

Struktural Dinamik menekankan pada struktur, tanda, dan realitas.

Tokoh-tokohnya : Julia Cristeva dan Roland Bartes (Strukturalisme

Prancis)

Nilai Budaya Batak Toba Dalam Historiografi Tradisonal di Pulau Samosir, Sumatera Utara

Nensy Megawati Simanjuntak, S.Pd.

26

Page 27: Proposal tesis new bba 1 3. docx

2.5.3.1  Konsep-konsep Struktural

Menurut Yoseph( 1997; 37- 40) menjelaskan teori strukturalisme

sastra menganggap karya sastra sebagai “artefak”(benda seni) maka

realisi-realiasi structural sebuah karya sastra hanya dapat dipahami

dalam relasi unsur-unsur artefak itu sendiri.Jika dicermati, sebuah

teks sastra terdiri dari komponen-komponen seperti; ide, tema,

amanat. latar, watak dan perwatakan, insiden, plot, dan gaya bahasa.

 Komponen-komponen tersebut memiliki perbedaan aksentuasi pada

berbagai teks sastra. strukturalisme sastra memberi keluasaan

kepada peneliti sastra untuk menerapkan komponen-komponen

mana yang akan mendapat prioritas signifikan. Keluasan ini tetap

harus dibatasi, yakni sejauh komponen-komponen itu terserat dalam

teks itu sendiri. Jadi teks satra berfungsi mengontrol objektifitas dan

validitas hasil penelitian sastra. Prosedur ilmiah ini menetapkan teori

strukturalisme sastra berkembang dengan baik, pesat, dan diterima

dalam kalangan luas.         

 Menurut Abrams(dalam Pradopo: 140-141) bahwa ada empat

pendekatan terhadap karya sastra, yaitu pendekatan (1) mimetik

yang menganggap karya sastra sebagai tiruan alam (kehidupan) (2)

pendekatan pragmatik yang menganggap karya sastra itu adalah alat

untuk mencapai tujuan tertentu, (3) pendekatan ekspresif yang

menganggap karya sastra sebagai ekspresi perasaan, pikiran, dan

Nilai Budaya Batak Toba Dalam Historiografi Tradisonal di Pulau Samosir, Sumatera Utara

Nensy Megawati Simanjuntak, S.Pd.

27

Page 28: Proposal tesis new bba 1 3. docx

pengalaman penyair, (4) pendekatan obyektif yang menganggap

karya sastra sebagai suatu otonom, terlepas dari alam sekitarnya,

pembaca, dan pengarang. Menurut Zulfahnur (1997: 146-147)

Struktural mempunyai konsep sebagai berikut:

a). Memberi penilaian terhadap keharmonisan semua komponen

yang membentuk keseluruhan struktur dengan menjalin hubungan

antara komponen tersebut sehingga menjadi suatu keseluruhan yang

bermakna dan bernilai estetik.

b). Memberikan penilaian terhadap hubungan harmonis antara isi dan

bentuk, karena jalinan isi dan bentuk merupakan hal yang sama

penting dalam menentukan mutu sebuah karya sastra.

Adapun unsur-unsur strukturalisme ada tiga pokok jenis karya sastra

adalah; (a) dalam Prosa terdiri tema, peristiwa/kejadian, latar/setting,

penokohan/perwatakan, alur/plot, sudut padang, dan gaya bahasa.

(b) Dalam Puisi  terdiri dari tema, stilitika/gaya bahasa,

imajinasi/daya bayang, rime/irama, rima/persajakan, diksi/pilihaan

kata, simbol, nada. (c) Sedangkan pada Drama (drama teks) terdiri;

tema, dialog, peristiwa/kejadian, latar/setting,

penokohan/perwatakan, alur/plot dan gaya bahasa.

Adapun tujuan teori strukturalime ini meliputi; (a) sebagai aktivitas

yang bersifat inteltual, bertujuan menjelaskan eksplikasi tekstual; (b)

sebagai metode ilmiah, teori ini memiliki  cara kerja teknis dan

rangkaian langkah-langkah yang tertib untuk mencapai simpulan

Nilai Budaya Batak Toba Dalam Historiografi Tradisonal di Pulau Samosir, Sumatera Utara

Nensy Megawati Simanjuntak, S.Pd.

28

Page 29: Proposal tesis new bba 1 3. docx

yang valid; (c) sebagai pengetahuan, teori ini dapat dipelajari dan

dipahami secara umum dan luas dan dapat di buktikan kebenaran

cara kerja secara cermat.

2.6 Hakikat Nilai Budaya

Theodorson dalam Pelly (1994) mengemukakan bahwa nilai merupakan sesuatu yang

abstrak, yang dijadikan pedoman serta prinsip – prinsip umum dalam bertindak dan

bertingkah laku. Keterikatan orang atau kelompok terhadap nilai menurut Theodorson

relatif sangat kuat dan bahkan bersifat emosional. Oleh sebab itu, nilai dapat dilihat

sebagai tujuan kehidupan manusia itu sendiri.

Sedangkan yang dimaksud dengan nilai budaya itu sendiri sduah dirmuskan oleh

beberapa ahli seperti :

Koentjaraningrat

Menurut Koentjaraningrat (1987:85) lain adalah nilai budaya terdiri dari konsepsi –

konsepsi  yang  hidup  dalam  alam  fikiran  sebahagian  besar  warga  masyarakat

mengenai hal – hal yang mereka anggap amat mulia. Sistem nilai yang ada dalam suatu

masyarakat dijadikan orientasi dan rujukan dalam bertindak. Oleh karena itu, nilai

budaya yang dimiliki seseorang mempengaruhinya dalam menentukan alternatif, cara –

cara, alat – alat, dan tujuan – tujuan pembuatan yang tersedia.

Clyde Kluckhohn dlam Pelly

Clyde Kluckhohn dalam Pelly (1994) mendefinisikan nilai budaya sebagai konsepsi

umum yang terorganisasi, yang mempengaruhi perilaku yang berhubungan dengan

alam, kedudukan manusia dalam alam, hubungan orang dengan orang dan tentang hal –

hal yang diingini dan tidak diingini yang mungkin bertalian dengan hubungan orang

dengan lingkungan dan sesama manusia.

Sumaatmadja dalam Marpaung

Nilai Budaya Batak Toba Dalam Historiografi Tradisonal di Pulau Samosir, Sumatera Utara

Nensy Megawati Simanjuntak, S.Pd.

29

Page 30: Proposal tesis new bba 1 3. docx

Sementara itu Sumaatmadja dalam Marpaung (2000) mengatakan bahwa pada

perkembangan,  pengembangan,  penerapan  budaya  dalam  kehidupan,  berkembang

pula nilai – nilai yang melekat di masyarakat yang mengatur keserasian, keselarasan,

serta keseimbangan. Nilai tersebut dikonsepsikan sebagai nilai budaya.

Selanjutnya, bertitik tolak dari pendapat diatas, maka dapat dikatakan bahwa setiap

individu dalam melaksanakan aktifitas vsosialnya selalu berdasarkan serta berpedoman

kepada nilai – nilai atau system nilai yang ada dan hidup dalam masyarakat itu sendiri.

Artinya nilai – nilai itu sangat banyak mempengaruhi tindakan dan perilaku manusia,

baik secara individual, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan tentang baik

buruk, benar salah, patut atau tidak patut.

Suatu nilai apabila sudah membudaya didalam diri seseorang, maka nilai itu akan

dijadikan sebagai pedoman atau petunjuk di dalam bertingkahlaku. Hal ini dapat dilihat

dalam kehidupan sehari – hari, misalnya budaya gotong royong, budaya malas, dan lain

– lain. Jadi, secara universal, nilai itu merupakan pendorong bagi seseorang dalam

mencapai tujuan tertentu. Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai budaya adalah suatu

bentuk konsepsi umum yang dijadikan pedoman dan petunjuk di dalam bertingkah laku

baik secara individual, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan tentang baik

buruk, benar salah, patut atau tidak patut.

Menurut Wikipedia, budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa

Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau

akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam

bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu

mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani.

Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.

2.6.1 Definisi Budaya

Nilai Budaya Batak Toba Dalam Historiografi Tradisonal di Pulau Samosir, Sumatera Utara

Nensy Megawati Simanjuntak, S.Pd.

30

Page 31: Proposal tesis new bba 1 3. docx

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah

kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari

banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa,

perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa sebagaimana juga budaya,

merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung

menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha

berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan

perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.

Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan

luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-

budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia. Beberapa alasan

mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya

lain terlihat dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai

yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas

keistimewaannya sendiri."Citra yang memaksa" itu mengambil bentuk-bentuk berbeda

dalam berbagai budaya seperti "individualisme kasar" di Amerika, "keselarasan

individu dengan alam" di Jepang dan "kepatuhan kolektif" di China. Citra budaya yang

bersifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai

perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam

anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan

pertalian dengan hidup mereka. Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu

kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan

memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.

 

3.6.2 Nilai-nilai Budaya

Nilai-nilai budaya merupakan nilai- nilai yang disepakati dan tertanam dalam suatu

masyarakat, lingkup organisasi, lingkungan masyarakat, yang mengakar pada suatu

kebiasaan, kepercayaan (believe), simbol-simbol, dengan karakteristik tertentu yang

dapat dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan prilaku dan tanggapan atas apa yang

akan terjadi atau sedang terjadi. Nilai-nilai budaya akan tampak pada simbol-simbol,

Nilai Budaya Batak Toba Dalam Historiografi Tradisonal di Pulau Samosir, Sumatera Utara

Nensy Megawati Simanjuntak, S.Pd.

31

Page 32: Proposal tesis new bba 1 3. docx

slogan, moto, visi misi, atau sesuatu yang nampak sebagai acuan pokok moto suatu

lingkungan atau organisasi.

Ada tiga hal yang terkait dengan nilai-nilai budaya ini yaitu :

a. Simbol-simbol, slogan atau yang lainnya yang kelihatan kasat mata (jelas)

b. Sikap, tindak laku, gerak gerik yang muncul akibat slogan, moto tersebut

c. Kepercayaan yang tertanam (believe system) yang mengakar dan menjadi

kerangka acuan dalam bertindak dan berperilaku (tidak terlihat).

3.6.3 Karakteristik Budaya

a.Komunikasi dan Bahasa

Sistem komunikasi, verbal dan nonverbal, membedakan suatu kelompok dari kelompok

lainnya. Meskipun bahasa tubuh mungkin universal, perwujudannya berbeda secara

lokal.

Contoh :

- Dalam bahasa Jawa kata Jangan berarti sayur, sedangkan dalam bahasa Indonesia

berarti tidak boleh.

- Contoh lain, di Indonesia menggelengkan kepala berarti menolak. Sedangkan di India

berarti setuju.

b.Pakaian dan Penampilan

Pakaian, dandanan (aksesoris/perhiasan), penampilan luar, cenderung berbeda secara

kultural. Misalnya kebaya dan batik Jawa(Indonesia), kimono Jepang, payung Inggris,

sarung Polynesia.

c.Makanan dan Kebiasaan Makan

Cara memilih, menyiapkan, menyaikan, dan memakan makanan sering berbeda antara

budaya yang satu dengan budaya yang lainnya. Misalnya :

Nilai Budaya Batak Toba Dalam Historiografi Tradisonal di Pulau Samosir, Sumatera Utara

Nensy Megawati Simanjuntak, S.Pd.

32

Page 33: Proposal tesis new bba 1 3. docx

- Orang cina makan menggunakan sumpit, sedangkan negara lain pada umumnya

menggunakan sendok.

- Pada umumnya orang-orang menggemari daging sapi, tetapi orang-orang hindu

dilarang memakan daging sapi.

d.Waktu dan Kesadaran akan Waktu

Kesadaran akan waktu berbeda antara budaya yang satu dengan budaya lainnya.

Sebagian orang tepat waktu dan sebagian orang lainnya merelatifkan waktu.

Contoh :

- Di sebuah perusahaan jika mengadakan rapat maka para staf (bawahan) diharapkan

hadir tepat waktu, tetapi atasan datang terakhir. Hal tersebut terjadi terus menerus

secara kontinu sehingga menjadi sebuah kebiasaan (budaya).

e.Penghargaan dan Pengakuan

Suatu area tertentu mempunyai cara tersendiri dalam memberi penghargaan dan

pengakuan.

Contoh :

 - Salah satu suku di Tibet, cara mereka memberi penghargaan terhadap orang lain

dengan menjulurkan lidahnya yang artinya mereka memberikan rasa hormat terhadap

orang tersebut.

- Dalam sebuah organisasi(perusahaan), seseorang yang menduduki jabatan tertentu

diberikan penghargaan berupa mobil atau rumah dinas.

f. Hubungan

Budaya juga mengatur hubungan manusia dan hubungan-hubungan organisasi

berdasarkan usia, jenis kelamin, status, kekeluargaan, kekayaan, kekuasaan, dan

kebijaksanaan.

Contoh :

Nilai Budaya Batak Toba Dalam Historiografi Tradisonal di Pulau Samosir, Sumatera Utara

Nensy Megawati Simanjuntak, S.Pd.

33

Page 34: Proposal tesis new bba 1 3. docx

- Dalam budaya indonesia, hubungan orang tua dengan anak terdapat batasan. Dimana

orang tua sangat dihormati oleh anaknya. Sedangkan dalam budaya amerika, hubungan

orang tua dengan anak seperti interaksi hubungan antara teman.

- Contoh lain, di Indonesia. Khusunya kota Padang menganut sistem Matrilineal.

Dimana perempuan (ibu) lebih dominan perannya dalam meneruskan garis keturunan

hubungan keluarga.

g. Nilai dan Norma

Nilai dan Norma manusia juga dipengaruhi oleh kebutuhan hidup masing-masing.

Seseorang yang menginginkan kelangsungan hidup, menghargai usaha-usaha

pengumpulan makanan, penyediaan pakaian dan rumah yang memadai. Sedangkan

mereka yang mempunyai kebutuhan lebih tinggi menghargai materi, uang, gelar-gelar

pekerjaan, hukum, dan keteraturan.

Contoh :

- Pada umumnya di negara-negara barat (misalnya : amerika, eropa), orang-orang

mendambakan nilai-nilai yang lebih tinggi, seperti kualitas kehidupan, prestasi diri, dan

makna dalam pengalaman.

h. Rasa Diri dan Ruang

Kenyamanan seseorang dengan dirinya dapat terlihat secara berbeda oleh budaya.

Contoh :

- Orang-orang yang hidup dan tinggal di pedesaan umumnya, identitas diri dan

penghargaan dapat diwujudkan dengan sikap yang sederhana. Sedangkan orang-orang

yang hidup dan tinggal di perkotaan biasanya ditunjukkan dengan perilaku lebih

agresif.

- Orang-orang barat (misalnya, amerika) mempunyai sifat individualisme yang tinggi,

artinya memiliki rasa ruang yang membutuhkan jarak (gap) lebih besar antara individu

dengan individu lainnya.

i. Proses Mental dan Belajar

Nilai Budaya Batak Toba Dalam Historiografi Tradisonal di Pulau Samosir, Sumatera Utara

Nensy Megawati Simanjuntak, S.Pd.

34

Page 35: Proposal tesis new bba 1 3. docx

Setiap budaya mempunyai suatu proses berpikir, namun setiap budaya mewujudkan

proses tersebut dengan cara yang berbeda. Kehidupan dalam suatu tempat tertentu

menetapkan hukum-hukum untuk mempelajari atau tidak informasi tertentu, dan ini

ditegaskan dan diperkuat oleh budaya di sana.

Contoh :

- Sistem pendidikan yang berjalan di Indonesia yakni membaca, mendengar, dan

mencatat. Hal ini membuat siswa kurang aktif dalam kegiatan belajar mengajar.

Sedangkan, Di negara-negara barat (misalnya eropa, amerika) guru hanya memberi

pengarahan saja dan siswa diharapkan lebih aktif.

j. Kepercayaan dan Sikap

Dalam semua budaya tampaknya orang-orang mempunyai perhatian terhadap hal-hal

supernatural yang jelas dalam agama-agama dan praktik-praktik agama mereka. Agama

dipengaruhi oleh budaya dan budaya pun dipengaruhi oleh agama. Sistem kepercayaan

agama sekelompok orang agak bergantung pada tingkat perkembangan kemanusiaan

mereka.

Contoh :

- Budaya primitif mempunyai kepercayaan pada makhluk-makhluk spiritual yang kita

sebut “animisme”.

- Contoh lain, sebagian masyarakat Indonesia jika ingin membangun sebuah gedung

tetapi ada yang masih mempunyai kepercayaan tanah keramat. Maka, biasanya mereka

mengadakan ritual upacara terlebih dahulu atau mereka tidak jadi membangun di tanah

tersebut.

Tanggapan terhadap topik :

Budaya merupakan suatu kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat setiap harinya.

Budaya ada karena suatu hasil karya dari olah pikiran dan ide-ide manusia. Budaya

dapat berupa adat, kebiasaan, pakaian, makanan, bahasa dan sebagainya. Setiap

wilayah ataupun daerah memiliki budaya yang berbeda-beda. Budaya memiliki

berbagai karakteristik dan juga nilai-nilai.

Nilai Budaya Batak Toba Dalam Historiografi Tradisonal di Pulau Samosir, Sumatera Utara

Nensy Megawati Simanjuntak, S.Pd.

35

Page 36: Proposal tesis new bba 1 3. docx

Implementasi dalam kehidupan masyarakat :

                   Masyarakat memiliki berbagai macam budaya. Salah satunya yaitu adat.

Indonesia memiliki adat dan kebiasaan yaitu sopan santun terhadap orang yang lebih

tua. Di Indonesia, jika iingin memberi sesuatu kepada orang lain harus menggunakan

tangan kanan. Tetapi di Amerika malah sebaliknya. Adat di Amerika, jika ingin

memberi sesuatu kepada orang lain, sebagian besar mereka cenderung menggunakan

tangan kiri. Disinilah kita temukan bahwa begitu beragamnya budaya antar Negara.

Implementasi dalam diri sendiri :

                   Setiap pagi jika saya ingin pergi kuliah, saya selalu berpamitan dengan

orang tua saya. Mencium tangan mereka dan mengucapkan salam. Begitu juga halnya

saat saya pulang dari kuliah dan saat saya pergi dan pulang dari main, saya juga

melakukan hal yang sama. Ini merupakan suatu kebiasaan yang dilakukan oleh

masyarakat Indonesia untuk menghormati orang yang lebih tua.

3.6.4 Nilai Budaya Batak Toba

Adapun nilai-nilai yang terdapat dalam masayarakat Batak Toba, yakni:

1. Kekerabatan

Kekerabatan mencakup hubungan premordial suku, kasih sayang atas dasar hubungan

darah, kerukunan unsur-unsur Dalihan Na Tolu( Hula-hula, Dongan Tubu, Boru),

Pisang Raut (Anak Boru dari Anak Boru), Hatobangon (Cendikiawan) dan segala yang

berkaitan hubungan kekerabatan karena pernikahan, solidaritas marga dan lain-lain.

2.Religi

Mencakup kehidupan keagamaan, baik agama tradisional maupun agama yang datang

kemudian yang mengatur hubungannya dengan Maha Pencipta serta hubungannya

dengan manusia dan lingkungan hidupnya.

3.Hagabeon

Banyak keturunan dan panjang umur. satu ungkapan tradisional Batak yang terkenal

Nilai Budaya Batak Toba Dalam Historiografi Tradisonal di Pulau Samosir, Sumatera Utara

Nensy Megawati Simanjuntak, S.Pd.

36

Page 37: Proposal tesis new bba 1 3. docx

yang disampaikan pada saat upacara pernikahan adalah ungkapan yang mengharapkan

agar kelak pengantin baru dikaruniakan putra 17 dan putri 16. Sumber daya manusia

bagi orang Batak sangat penting. Kekuatan yang tangguh hanya dapat dibangun dalam

jumlah manusia yang banyak. Ini erat hubungannya dengan sejarah suku bangsa Batak

yang ditakdirkan memiliki budaya bersaing yang sangat tinggi. Konsep Hagabeon

berakar, dari budaya bersaing pada jaman purba, bahkan tercatat dalam sejarah

perkembangan, terwujud dalam perang huta. Dalam perang tradisional ini kekuatan

tertumpu pada jumlah personil yang besar. Mengenai umur panjang dalam konsep

hagabeon disebut SAUR MATUA BULUNG ( seperti daun, yang gugur setelah tua).

Dapat dibayangkan betapa besar pertambahan jumlah tenaga manusia yang diharapkan

oleh orang Batak, karena selain setiap keluarga diharapkan melahirkan putra-putri

sebanyak 33 orang, juga semuanya diharapkan berusia lanjut.

4.Hasangapon

Kemuliaan, kewibawaan, kharisma, suatu nilai utama yang memberi dorongan kuat

untuk meraih kejayaan. Nilai ini memberi dorongan kuat, lebih-lebih pada orang Toba,

pada jaman modern ini untuk meraih jabatan dan pangkat yang memberikan

kemuliaan,kewibawaan, kharisma dan kekuasaan.

5. Hamoraon

Kaya raya, salah satu nilai budaya yang mendasari dan mendorong orang Batak,

khususnya orang Toba, untuk mencari harta benda yang banyak.

6.Hamajuon

Kemajuan, yang diraih melalui merantau dan menuntut ilmu. Nilai budaya hamajuon

ini sangat kuat mendorong orang Batak bermigrasi keseluruh pelosok tanah air. Pada

abad yang lalu, Sumatra Timur dipandang sebagai daerah rantau. Tetapi sejalan dengan

dinamika orang Batak, tujuan migrasinya telah semakin meluas ke seluruh pelosok

tanah air untuk memelihara atau meningkatkan daya saingnya.

7. Hukum

Patik dohot uhum, aturan dan hukum. Nilai patik dohot dan uhum merupakan nilai

yang kuat di sosialisasikan oleh orang Batak. Budaya menegakkan kebenaran,

Nilai Budaya Batak Toba Dalam Historiografi Tradisonal di Pulau Samosir, Sumatera Utara

Nensy Megawati Simanjuntak, S.Pd.

37

Page 38: Proposal tesis new bba 1 3. docx

berkecimpung dalam dunia hukum merupakan dunia orang Batak. Nilai ini mungkin

lahir dari tingginya frekuensi pelanggaran hak asasi dalam perjalanan hidup orang

Batak sejak jaman purba. Sehingga mereka mahir dalam berbicara dan berjuang

memperjuangkan hak-hak asasi. Ini tampil dalam permukaan kehidupan hukum di

Indonesia yang mencatat nama orang Batak dalam daftar pendekar-pendekar hukum,

baik sebagai Jaksa, Pembela maupun Hakim.

8. Pengayoman

Dalam kehidupan sosio-kultural orang Batak kurang kuat dibandingkan dengan nilai-

nilai yang disebutkan terdahulu. ini mungkin disebabkan kemandirian yang berkadar

tinggi. Kehadiran pengayom, pelindung, pemberi kesejahteraan, hanya diperlukan

dalam keadaan yang sangat mendesak.

9. Konflik

Dalam kehidupan orang Batak Toba kadarnya lebih tinggi dibandingkan dengan yang

ada pada Angkola-Mandailing. Ini dapat dipahami dari perbedaan mentalitas kedua sub

suku Batak ini. Sumber konflik terutama ialah kehidupan kekerabatan dalam kehidupan

Angkola-Mandailing. Sedang pada orang Toba lebih luas lagi karena menyangkut

perjuangan meraih hasil nilai budaya lainnya. Antara lain Hamoraon yang mau tidak

mau merupakan sumber konflik yang abadi bagi orang Toba.

2.7 Penelitian Yang Relevan

Ada beberapa penelitian yang relevan dengan judul penelitian ini, antara lain:

Penelitian pertama dilakukan oleh Enjelina Sinaga (2012) membuat sebuah penelitian

yang bertajukan nilai budaya Batak dengan judul “ Analisis Nilai Budaya Sastra Lisan

Batak Toba Batu Sigadai”. Penelitian tersebut menganalisis Batu Sigadai. Batu

Sigadap merupakan salah satu cerita lisan yang dimiliki oleh masyarakat Batak Toba,

yang berasal dari Silalahi atau “Tao Silalahi”, peninggalan dari Oppungku Raja

Silahisabungan, yang dicatat dalam peta Belanda, pada saat penjajahan Belanda tahun

1832 dengan ejaan lama yang diberi nama Tao Silalahe. Sedangkan peresmian Silalahi

Nilai Budaya Batak Toba Dalam Historiografi Tradisonal di Pulau Samosir, Sumatera Utara

Nensy Megawati Simanjuntak, S.Pd.

38

Page 39: Proposal tesis new bba 1 3. docx

tercatat pada pembangunan tugu atau makam Raja Silahisabungan yang diresmikan

pada tanggal 23-27 Nopember 1981.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut: Dalam cerita

lisan legenda Batu Sigadap terdapat delapan nilai utama budaya Batak Toba, Nilai

kekerabatan terdapat lima peristiwa tutur, religi tiga peristiwa tutur, konflik tiga

peristiwa tutur, hasangapon dua peristiwa tutur , hagabeon dua peristiwa tutur,

hamoraon dua peristiwa tutur, hukum dua peristiwa tutur dan pengayoman satu

peristiwa tutur, legenda Batu Sigadap juga masih sangat relevan terhadap masyarakat

Silalahi. Mereka masih sangat mempercayai kekuatan Batu Sigadap, sehingga memilih

menyelesaikan masalah secara kekeluargaan daripada diperhadapakan pada Batu

Sigadap, nilai-nilai budaya yang terdapat dalam cerita. Batu Sigadap juga tidak terlepas

dengan pola budaya yang dianut oleh masyarakat Silalahi. Nilai-nilai budaya yang ada

dalam legenda Batu Sigadap masih diterapkan dalam kehidupan masyarakat Silalahi,

dan itu sebabnya Batu Sigadap dikeramatkan oleh masyarakat Silalahi. Penelitan kedua

yang relevan adalah Sarmaida T.R Sigalingging dengan judul “Struktur dan Nilai

Budaya Batak Toba Dalam Sastra Lisan Huta Silahisabungan”

Penelitian kedua dilakukan oleh Sarmaida T.R Sigalingging dengan judul “Struktur dan

Nilai Budaya Batak Toba Dalam Sastra Lisan Huta Silahisabungan”. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui struktur cerita rakyat Batak Toba huta silahisabungan dan

mendeskripsikan nilai-nilai budaya yang terdapat di dalamnya. Penelitian ini

merupakan penelitian deskriptif kualitatif, mengutamakan makna dan konteks,

menuntut peran peneliti yang tinggi. Narasumber dalam penelitian ini ada tiga orang

yaitu seorang ahli budaya, yang bernama Efendi Situngkir (56 tahun), Diana Sidabariba

(54 tahun) dan satu masyarakat Silalahi, yang bernama Raniyam Sinabariba (89 tahun).

Berdasarkan hasil penelitian, nilai budaya kekerabatan yang terdapat dalam cerita lisan

huta silahisabungan terdapat enam peristiwa tutur, religi tiga peristiwa tutur, konflik

tiga peristiwa tutur, hasangapon dua peristiwa tutur, hagabeon dua peristiwa tutur,

hamoraon dua peristiwa tutur, hukum dua peristiwa tutur dan pengayoman satu

peristiwa tutur.

Nilai Budaya Batak Toba Dalam Historiografi Tradisonal di Pulau Samosir, Sumatera Utara

Nensy Megawati Simanjuntak, S.Pd.

39

Page 40: Proposal tesis new bba 1 3. docx

Hasil penelitian yang ditemukan adalah sastra lisan “huta silahisabungan”, yang

direkam dari tiga orang narasumber, yakni Efendi Situngkir (56 tahun), Diana

Sidabariba (54 tahun) dan satu masyarakat, yang bernama Raniyam Sinabariba (89

tahun) dan juga struktur tema dan penokohan dalam sastra lisan “huta

silahisabungan”. Analisis sastra lisan “huta silahisabungan” bertujuan untuk

mendapatkan susunan nilai-nilai budaya yang terdapat di dalam cerita, sehingga akan

diperoleh nilai budaya Batak Toba apa saja yang muncul dari cerita tersebut dan juga

diperolehnya struktur tema dan penokohan dalam cerita.

Adapun struktur tema dan pennokohan dalam sastra lisan “ huta silahisabungan” yakni:

tema dalam sastra lisan “huta silahisabungan” ialah menceritakan tentang perjalanan

Raja Silahisabungan dalam membangun huta Silahisabungan (kampung) dan semua

keturunannya akan selalu dihormati sepanjang perjalanan masa. Tokoh atau penokohan

terbagi dua yaitu, tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang

diutamakan penceritaannya dalam karya sastra yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh

yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai

kejadian sedangkan tokoh tambahan adalah tokoh yang kehadirannya hanya ada jika

ada keterkaitannya dengan tokoh utama, secara langsung ataupun tak langsung. Dalam

cerita lisan huta silahisabungan terdapat banyak tokoh. Selain tokoh utama, juga

terdapat banyak tokoh bawahan yang kehadirannya sangat diperlukan untuk

membentuk kepaduan dan keutuhan cerita. Namun, dalam bagian ini beberapa tokoh

penting saja yang dibicarakan antara lain: (1) Raja Silahisabungan, merupakan suami

dari Pinta Haomasan boru Baso Nabolon yang mana sebagai upahnya membantu

Sorbadijulu mengusir musuhnya marga Lontung. Raja Silahisabungan dan Pinta

Haomasan boru Baso Nabolon tinggal di huta Tolping. Perkawinan mereka ini

melahirkan seorang anak yang diberi nama Silalahi. Raja Silahisabungan adalah

seorang tokoh yang sakti, sanggup mengusir bala atau penyakit, pintar dan sabungan

(tangkas) di hata (bicara). (2) Pinggan Matio boru Padang Batanghari adalah istri Raja

Silahisabungan saat beliau berada di Silalahi Nabolak. Dari perkawinan ini, Pinggan

Matio boru Padang Batanghari melahirkan 7 anak. 6 orang putra dan seorang putri

masing-masing diberi nama Sihaloho, Situngkir, Sondiraja, Sidebang, Sinabutar,

Sinabariba, dan Pintubatu sedangkan putrinya bernama Deang Namora. (3) Siboru

Nilai Budaya Batak Toba Dalam Historiografi Tradisonal di Pulau Samosir, Sumatera Utara

Nensy Megawati Simanjuntak, S.Pd.

40

Page 41: Proposal tesis new bba 1 3. docx

Nailing boru Nairasaon adalah istri Raja Silahsiabungan saat beliau bertanding ilmu di

Sibisa Uluan. Dari perkawinan ini, Siboru Nailing boru Nairasaon melahirkan seorang

putra yang bernama si Raja Tambun. Penelitian-penelitian tersebut berbicara mengenai

nilai, budaya Batak dan filologi. Melalui penelitian sebelumnya, maka dapat

disimpulkan bahwa meneliti nilai budaya dibutuhkan kajian teori struktural dengan

tinjauan filologi lisan. Penelitian tidak lepas dari penelitian sebelumnya yang

membedakan adalah nilai budaya yang dianalisis hanya nilai budaya Batak Toba yang

ada di Pulau Samosir, Sumatera Utara. Nilai budaya Batak toba diperoleh dengan cara

menganalisis historiografi tradisional setempat yang telah diturunkan turun-temurun

melalui lisan dan berkembang menjadi tulisan atau dinaskahkan, yakni legenda.

Penelitan nilai budaya Batak Toba hanya mengkaji legenda-legenda yang ada di

wilayah Pulau Samosir, Sumater Utara. Penelitan ini akan menganalisis seberapa

banyak nilai-nilai budaya Batak Toba dalam legenda setempat yang dimiliki.

Nilai Budaya Batak Toba Dalam Historiografi Tradisonal di Pulau Samosir, Sumatera Utara

Nensy Megawati Simanjuntak, S.Pd.

41

Page 42: Proposal tesis new bba 1 3. docx

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Hal ini dikatakan demikian karena objek

penelitian yang akan diteliti merupakan objek yang memerlukan studi lapangan sehingga

berkaitan dengan investigasi dan berinteraksi langsung dengan narasumber sebagai upaya

peneliti untuk mendapatkan informasi yang lengkap mengenai cerita legenda yang ada di

pulau Samosir, Sumater Utara. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang

berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek

yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksprimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen

kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat

induktif / kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada

generalisasi (Sugiyono, 2008: 9). Beberapa Karakteristik penelitian kualitatif yang menonjol,

diantaranya:

a. Permasalahan Masa Kini Pada umumnya penelitian kualitatif mengarahkan kegiatannya

pada masalah kekinian. Subjek peristiwa yang diteliti bukan masa lampau seperti dalam

penelitian sejarah. Dengan demikian penelitian kualitatif bersifat empirik dengan sasaran

penelitiannya yang berupa beragam permasalahan yang terjadi di masa kini.

b. Natural Setting Topik penelitian kualitatif diarahkan pada kondisi asli apa adanya, sesuai

dengan di mana, dan kapan subjek penelitian berada. Dengan demikian sasaran penelitian

berada dalam posisi kondisi asli seperti apa adanya secara alami tanpa rekayasa penelitian.

c. Bersifat Holistik. Struktur,fungsi,nilai budaya dalam legenda-legenda di Pulau Samosir,

Sumater Utara selalu berada dalam kesatuannya tidak terlepas dari kondisi yang lain yang

menyatu dalam suatu konteks. Berbagai variable yang dikaji tidak bisa dipahami secara

terpisah dari posisi keterkaitanya dalam suatu konteks keseluruhan.

d. Memusatkan pada deskripsi. Penelitian kualitatif memusatkan pada kegiatan ontologis,

sehingga data yang dikumpulkan terutama berupa kata kata, kalimat atau gambar memiliki

makna yang lebih nyata daripada sekedar angka atau frekuensi.

Nilai Budaya Batak Toba Dalam Historiografi Tradisonal di Pulau Samosir, Sumatera Utara

Nensy Megawati Simanjuntak, S.Pd.

42

Page 43: Proposal tesis new bba 1 3. docx

e. Analisis induktif. Penelitian kualitatif menekankan pada analisis induktif. Data yang

dikumpulkan bukan dimaksudkan untuk mendukung atau menolak hipotesis penelitian, tetapi

abstraksi disusun sebagai kekhususan yang telah terkumpul dan dikelompokkan melalui

proses pengumpulan data yang dilakukan secara teliti.

f. Desain penelitian lentur dan terbuka. Dalam penelitian kualitatif, desain disusun secara

lentur dan terbuka disesuaikan dengan kondisi sebenarnya yang dijumpai di lapangan.

Penelitian tidak menerima desain yang ditentukan secara apriori karena tidak tepat dalam

menghadapi realitas dari berbagai masalah yang sebelumnya tidak diketahui.

g. Peneliti sebagai alat utama penelitian. Berbagai alat pengumpulan data dapat dimanfaatkan

sebagai peralatan penunjang dalam penelitian kualitatif, namun demikian, alat penelitian

utamanya tetaplah peneliti sendiri.

h. Purposive Sampling. Mengingat bahwa penelitian kualitatif tidak ada tujuan untuk

melakukan generalisasi, maka penarikan sampel dilakukan dengan teknik cuplikan yang

bersifat purposive.

i. Makna sebagai perhatian utama. Penelitian ini berpusat pada participant perspektive.

Dengan demikian dapat dihindari perumusan makna mengenai sesuatu di dalam konteksnya

yang berdasarkan pandangan hanya dari penelitinya sendiri.

j. Bentuk laporan dengan model studi kasus. Laporan penelitian kualitatif cenderung untuk

menggunakan model laporan studi kasus, karena lebih sesuai bagi penyajian realitas multi

perspektif dengan kekayaan deskripsinya.

3.2 Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah adalah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Menurut

Semi (1993:24), metode deskriptif merupakan metode yang dilakukan dengan tidak

menggunakan angka-angka, tetapi menggunakan ke dalaman penghayatan terhadap interaksi

antara konsep yang sedang dikaji secara empiris. Menurut Bogman dan Taylor (dalam

Moleong, 2010:4) penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif

berupa katakata tertulis atau lisan dari objek yang diamati atau penelitian yang tidak

mengadakan perhitungan. Data dalam penelitian ini adalah kumpulan teks legenda-legenda

Nilai Budaya Batak Toba Dalam Historiografi Tradisonal di Pulau Samosir, Sumatera Utara

Nensy Megawati Simanjuntak, S.Pd.

43

Page 44: Proposal tesis new bba 1 3. docx

yang ada di Pulau Samosir, Sumater Utara. Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber

lisan dari penduduk asli yang mengetahui persis tentang legenda-legenda yang ada di wilayah

Pulau Samosir, Sumatera Utara serta sumber tertulis yang ada di buku dan internet.

Metode merupakan cara kerja dalam memahami objek yang menjadi sasaran penelitian.

Peneliti dapat memilih salah satu dari berbagai metode yang ada sesuai dengan tujuan, sifat

objek, sifat ilmu atau teori yang mendukungnya . Metode penelitian, pada dasarnya

merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu

(Sugiyono, 2008:2). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.

Dengan demikian, penelitian ini dilakukan seobjektif mungkin terhadap hal-hal yang menjadi

pusat pikiran dan mendukung objek penelitian, berdasarkan pada data yang ada dalam karya

sastra tersebut. Menurut Ratna (2008: 39), metode analisis deskriptif adalah metode yang

digunakan dengan cara menganalisis dan menguraikan data untuk menggambarkan keadaan

objek yang diteliti yang menjadi pusat perhatian penelitian. Penelitian ini tidak berhenti pada

pengumpulan data saja tetapi jauh dari itu. Data yang akan terkumpul akan diseleksi,

dikelompokkan, dianalisis, diinterpretasi, dan disimpulkan (Surakhmad, W. 1980:139).

Analisis struktur dilakukan dengan mendeskripsikan fakta cerita mengenai alur, tokoh, latar,

tema, dan amanat.

3.3 Sumber data

Sumber Data dalam penelitian ini adalah teks yang berisi kumpulan historiografi tradisonal

atau legenda yang berada pada wilayah Pulau Samosir, Sumatera Utara.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Pada dasarnya penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang tergolong pula ke dalam

ilmu folklor. Namun untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan penelitian,

khususnya untuk mengetahui latar belakang budaya dan hal-hal yang berhubungan dengan

suku Batak Toba dilakukan studi kepustakaan. Hal ini sejalan dengan pendapat James D.

(1994: 13), yang mengatakan bahwa pengumpulan atau inventarisasi folklor dapat dilakukan

dengan dua macam, yakni: 1) pengumpulan semua judul karangan (buku dan artikel) yang

Nilai Budaya Batak Toba Dalam Historiografi Tradisonal di Pulau Samosir, Sumatera Utara

Nensy Megawati Simanjuntak, S.Pd.

44

Page 45: Proposal tesis new bba 1 3. docx

pernah ditulis orang mengenai folklor Indonesia, untuk kemudian diterbitkan berupa buku

bibliografi folklor Indonesia (baik yang beranotasi maupun tidak); 2) pengumpulan bahan-

bahan folklor langsung dari tutur kata orang-orang anggota kelompok yang empunya folklor

dan hasilnya kemudian diterbitkan atau diarsipkan. Metode pengumpulan pertama adalah

penelitian di perpustakaan (library research) sedangkan metode pengumpulan dengan cara

yang kedua disebut penelitian ditempat (field research). Tahap prapenelitian dilakukan untuk

menentukan legenda mana yang akan diteliti, bagaimana cara memperoleh pengetahuan itu,

apakah cukup dengan teks saja atau lisan juga diperlukan. Sesuai dengan hal tersebut

penelitian ini berpusat pada legenda yang terdapat di wilayah Pulau samosir, Sumater Utara.

Struktur,fungsi,nilai budaya dalam legenda-legenda yang ada di Pulau Samosir, Sumatera

Utara menjadi fokus utama untuk menggali seberapa banyak nilai budaya Batak Toba yang

terdapat di dalamnya. Hal ini disesuaikan dengan pembagian cerita prosa rakyat menurut

Bascom (1965b:4), yang dibagi menjadi tiga golongan besar, yaitu: 1) mite (myth); 2) legenda

(legend); dan 3) dongeng (folktale).

3.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data bertujuan untuk mengungkapkan proses pengorganisasian dan

pengurutan data dalam kategori dan satuan uraian, sehingga dapat ditemukan pokok yang

dipermasalahkan dan pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan yang dilengkapi dengan data-

data pendukung. Teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah berdasarkan

teknik analisis konteks yaitu teknik yang dipakai untuk mendeskripsikan historiografi

tradisional berdasarkan cara-cara yang ditempuh dalam metode pengumpulan legenda untuk

mengarsipkan.

Langkah langkah yang dilakukan dalam penganalisisan dan penginterpreta sikan data adalah

sebagai berikut; a. Mendeskripsikan wujud struktur,fungsi,dan nilai budaya yang terdapat

dalam cerita rakyat tersebut b. Mengelompokkan data berdasarkan masalah penelitian, yaitu

berdasarkan struktur, alur (plot), tokoh, latar (setting),tema,dan amanat), nilai budaya yang

terdapat dalam karya sastra dalam cerita rakyat tersebut c. Menganalisis struktur,fungsi,dan

nilai budaya yang terdapat dalam cerita rakyat d. Mendeskripsikan struktur,fungsi,dan nilai

budaya yang terdapat dalam cerita rakyat e. Membuat simpulan tentang hasil analisis terhadap

karya sastra (cerita rakyat).

Nilai Budaya Batak Toba Dalam Historiografi Tradisonal di Pulau Samosir, Sumatera Utara

Nensy Megawati Simanjuntak, S.Pd.

45

Page 46: Proposal tesis new bba 1 3. docx

3.5.1 Analisis Struktur Legenda

Analisis struktur dalam penelitian ini, berdasar pada analisis tema, latar, tokoh, dan amanat.

Sementara analisis alur peneliti lakukan dengan menggunakan teori struktural Levi-Strauss

dengan memisahkan cerita menjadi Mytheme atau satuan peristiwa yang terkecil yang

berformat pelaku melakukan suatu peristiwa. Setelah itu peneliti dapat menemukan berbagai

mytheme.

3.5.2 Analisis Nilai Budaya

Analisis nilai budaya dilakukan setelah peneliti menganalisis struktur, konteks instrinsik.

Sistem nilai budaya yang merupakan tingkat yang paling tinggi dan paling abstrak dari adat-

istiadat. Hal itu disebabkan karena nilai-nilai budaya itu merupakan konsep-konsep mengenai

apa yang besar dari warga suatu masyarakat mengenai apa yang mereka anggap bernilai,

berharga, dan penting dalam hidup, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman yang

memberi arah dan orientasi kepada kehidupan para warga masyarakat tadi (Koentjaraningrat,

1990:190). Sebuah nilai budaya memanglah bukan sesuatu yang konkret. Jadi konsep

mengenai nilai budaya itu berada dalam benak manusia itu sendiri dan diharapkan dapat

memberi arahan dalam hidup. Dalam masyarakat terdapat nilai budaya tertentu, dimana antara

nilai budaya yang satu dengan yang lain berkaitan membentuk suatu system.

Kumpulan mengenai suatu budaya yang hidup dalam masyarakat merupakan pedoman dari

konsep ideal dalam kebudayaan sehingga pendorong terhadap arah kehidupan warga

masyarakat terhadap objek tertentu. Dalam menganalisis nilai budaya, peneliti bertumpu pada

lima pokok masalah dalam kehidupan manusia, seperti yang dikemukakan oleh Kluckhohn

(dalam Koentjoroningrat, 1985: 28), yaitu a. Masalah mengenai hakikat hidup manusia b.

Masalah mengenai hakikat dari karya manusia c. Masalah mengenai hakikat dari kedudukan

manusia dalam ruang dan waktu d. Masalah mengenai hakikat dari hubungan manusia dengan

alam sekitarnya, dan e. Masalah mengenai hakikat dari hubungan manusia dengan sesamanya.

Nilai Budaya Batak Toba Dalam Historiografi Tradisonal di Pulau Samosir, Sumatera Utara

Nensy Megawati Simanjuntak, S.Pd.

46