Top Banner
KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat, nikmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan proposal penelitian dengan judul “Penerapan Prinsip Akuntabilitas, Transparansi, Dan Partisipasi Publik Dalam Mewujudkan Good Governance Di Pemerintahan Lokal (Studi Deskriptif Kualitatif Di Kec.Wiyung Surabaya) ”. Penyusunan proposal penelitian ini dapat selesai tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Karena itu pada kesempatan ini saya dengan segala kerendahan hati mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat: 1. Seluruh jajaran dosen PMPKn program studi S1 Ilmu Administrasi Negara yang telah memberikan bekal ilmu, dukungan, serta banyak membantu dalam kelancaran penyusunan proposal penelitian ini. 2. Teman-teman program studi S1 Ilmu Administrasi Negara yang memberikan dukungan, sehingga saya bisa menyelesaikan proposal penelitian ini. 3. Semua pihak yang telah membantu dari awal hingga akhir penyusunan proposal ini yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu. Saya menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun sangat saya nantikan demi perbaikan dan kesempurnaan proposal saya selanjutnya. 1
53

PROPOSAL SKRIPSI

Jun 29, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PROPOSAL SKRIPSI

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

rahmat, nikmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan proposal

penelitian dengan judul “Penerapan Prinsip Akuntabilitas, Transparansi, Dan

Partisipasi Publik Dalam Mewujudkan Good Governance Di Pemerintahan Lokal

(Studi Deskriptif Kualitatif Di Kec.Wiyung Surabaya) ”.

Penyusunan proposal penelitian ini dapat selesai tidak terlepas dari bantuan

berbagai pihak. Karena itu pada kesempatan ini saya dengan segala kerendahan hati

mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Seluruh jajaran dosen PMPKn program studi S1 Ilmu Administrasi Negara

yang telah memberikan bekal ilmu, dukungan, serta banyak membantu dalam

kelancaran penyusunan proposal penelitian ini.

2. Teman-teman program studi S1 Ilmu Administrasi Negara yang memberikan

dukungan, sehingga saya bisa menyelesaikan proposal penelitian ini.

3. Semua pihak yang telah membantu dari awal hingga akhir penyusunan

proposal ini yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.

Saya menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu

segala kritik dan saran yang membangun sangat saya nantikan demi perbaikan dan

kesempurnaan proposal saya selanjutnya.

Surabaya, 07 Februari 2011

Penulis

1

Page 2: PROPOSAL SKRIPSI

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………… 1

DAFTAR ISI ……………………………………………………………. 2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ……………………………………………………… 3

B. Rumusan Masalah …………………………………………………… 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian …………..………………………… 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep dan Asas Pemerintah Daerah ……………………………… 8

1. Konsep pembentukan pemerintah daerah ……………………….. 8

2. Asas penyelenggaraan pemerintah daerah ………………………. 9

B. Good Governance dalam Pemerintahan Lokal ……………………… 12

1. Good govenance …………………………………………………. 12

2. Pewujudan good governance dalam pemerintahan lokal ………… 16

C. Prinsip Akuntabilitas, Transparansi, dan Partisipasi Publik ………… 19

1. Akuntabilitas ……………………………………………………. . 19

2. Transparansi ……………………………………………………… 21

3. Partisipasi Publik ………………………………………………… 23

D. Penelitian Terdahulu …………………………………………………. 25

BAB III METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian ………………………………………. . 27

B. Jenis Penelitian ……………………………………………………… 27

C. Populasi dan Sampel ………………………………………………… 27

D. Sumber Data ………………………………………………………… 28

E. Teknik Pengumpulan Data …………………………………………. 28

F. Definisi Operasional Variabel ………………………………………. 29

G. Instrumen Pengumpulan Data………………………………………. 30

H. Teknik Analisis Data ………………………………………………. 30

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 31

2

Page 3: PROPOSAL SKRIPSI

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Krisis multidimensi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 yang lalu

memiliki dampak yang sangat besar terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pemerintah menyadari bahwa terpuruknya Indonesia dalam krisis ini disebabkan oleh

berbagai faktor, yang salah satunya adalah penyelenggaraan negara yang buruk (poor

governance) atau populer dengan sebutan KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme).

Akses pada sumberdaya ekonomi yang tersedia hanya terbatas pada segelintir

komponen masyarakat, sehingga pertumbuhan ekonomi yang tinggi (sebelum krisis)

pada kenyataannya hanya dinikmati sebagian kecil penduduk. Hal ini menyadarkan

kita akan pentingnya reorientasi terhadap tata kehidupan bernegara (governance)

untuk mewujudkan kehidupan yang demokratis, yaitu yang menjamin berlakunya

mekanisme check and balance, distribusi kekuasaan secara sehat dan fair, adanya

akuntabilitas pemerintahan, tegaknya supremasi hukum dan hak asasi manusia

(HAM), serta struktur ekonomi yang adil dan berorientasi kepada masyarakat luas.

Salah satu aspek reformasi yang mendapat perhatian hingga kini adalah

persoalan kebijakan otonomi daerah. Sejalan dengan proses demokratisasi yang

tengah berlangsung pemerintah mulai mengeluarkan kebijakan desentralisasi (politik

dan fiskal) dengan mengunakan kerangka hukum Undang - Undang Nomor 22 Tahun

1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang - Undang Nomor 25 Tahun 1999

tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yang kemudian

direvisi dengan Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah dan Undang - Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Dengan landasan tersebut membawa perubahan

yang cukup berarti terhadap hubungan pusat dan daerah.

Suatu perubahan selalu ada sisi positif dan negatifnya, demikian juga dengan

desentralisasi. Diharapkan melalui kebijakan desentralisasi tersebut dapat

menyuburkan reformasi pada tingkat lokal dan memberi ruang gerak pada bidang

politik, pengelolaan keuangan daerah dan pemanfaatan sumber-sumber daya daerah

untuk kepentingan masyarakat lokal. Sehingga tercipta corak pembangunan baru di

daerah. (Alfitra Salamm, 2005. hal v)

3

Page 4: PROPOSAL SKRIPSI

Selain keuntungan sebagaimana tersebut di atas desentralisasi juga

mempunyai kecenderungan atau efek kurang baik. Sadu Wasistiono (2003) mencatat

paling sedikit ada lima gejala umum dampak negatif dari desentralisasi yang nampak

yaitu; Pertama, menguatnya rasa kedaerahan yang sempit dalam pemanfaatan sumber

daya alam, penyusunan rencana pembangunan, pemberian layanan umum kepada

masyarakat maupun dalam pengisian jabatan birokrasi daerah. Kedua, munculnya

gejala ekonomi biaya tinggi sebagai akibat daerah hanya mengejar kepentingan

jangka pendek untuk meningkatkan APBD. Ketiga, otonomi daerah masih dipahami

secaras sempit sehingga hanya pemerintah daerah yang aktif, sedangkan peran serta

masyarakat luas belum nampak. Keempat, adanya gejala ketidakpatuhan daerah dan

atau penafsiran secara sepihak terhadap berbagai perundang-undangan yang

dikeluarkan pemerintah pusat, padahal demokrasi memerlukan ketaatan hukum yang

tinggi. Kelima dengan diberlakukanya Undang - Undang Nomor 22 Tahun 1999 ada

kecenderungan pergeseran titik pusat kekuasaan di daerah daerah dari eksekutif

(executive heavy) ke tangan legislatif (legislative heavy) yang diikuti dengan

pergeseran pusat-pusat korupsinya.

Banyak pihak mengkhawatirkan bahwa desentralisasi kewenangan kepada

pemerintah daerah akan menciptakan raja-raja kecil dan memindahkan praktek KKN

ke daerah, jika tidak ditempatkan dalam kerangka demokratisasi (“Otonomi Daerah

Ciptakan Raja Kecil". KOMPAS, 19 Februari 2000). Dengan kata lain, otonomi daerah belum

tentu menjanjikan keadilan dan kesejahteraan yang lebih baik bagi masyarakat,

apabila agenda demokratisasi diabaikan di dalamnya. Oleh karena itu, diperlukan

adanya berbagai upaya agar desentralisasi ini tidak berimplikasi pemindahan

kekuasaan yang otoriter (disertai korupsi, kolusi, nepotisme – KKN) dari pemerintah

pusat kepada pemerintah daerah, salah satunya yaitu dengan berpegang teguh pada

prinsip pemerintahan yang demokratis serta berorientasi terhadap terwujudnya tata

pemerintahan yang baik (good governance).

Konsep good governance tentunya tidak hanya perlu diaplikasikan di tingkat

nasional, tetapi bahkan lebih penting lagi adalah di tingkat lokal. Undang-undang

(UU) nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU nomor 25 tahun

1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah merupakan

perwujudan salah satu prasyarat yang dibutuhkan (necessary), tetapi bukan berarti

bahwa regulasi ini sudah mencukupi (sufficient) bagi terwujudnya tata pemerintahan

yang baik. Oleh karena itu, pemerintah daerah juga harus dapat membuka ruang bagi

4

Page 5: PROPOSAL SKRIPSI

seluruh komponen masyarakat untuk dapat terlibat dalam seluruh proses

pembangunan. Pelibatan tersebut membutuhkan beberapa prasyarat awal yang harus

diimplementasikan oleh pemerintah daerah sendiri, khususnya dalam hal transparansi

dan akuntabilitas. Dalam rangka hal tersebut, diperlukan pengembangan dan

penerapan sistem pertanggungajwaban pemerintah yang tepat, jelas dan nyata

sehingga penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dapat berdaya guna,

berhasil guna dan bertanggungjawab serta bebas KKN. Menurut Sedarmayanti

(2003), perlu diperhatikan pula adanya mekanisme untuk meregulasi akuntabilitas

pada setiap instansi pemerintah dan memperkuat peran dan kapasitas parlemen serta

tersedianya akses yang sama pada informasi masyarakat luas.

Untuk mencegah agar kekuasaan politik, ekonomi, sosial dan budaya tidak

dipegang oleh sekelompok elit daerah saja, maka dibutuhkan peranan media massa,

lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat, dan masyarakat pada umumnya

untuk memantau proses pengambilan keputusan, mempedulikan pekerjaan serta

kinerja pemerintahan daerah, menuntut adanya transparansi, dan meminta aparat

pemerintah daerah untuk dapat mempertanggungjawabkan amanat yang diembannya.

Dalam mewujudkan pertanggungjawaban pemerintah terhadap warganya salah

satu cara dilakukan dengan menggunakan prinsip transparansi (keterbukaan). Melalui

transparansi penyelenggaraan pemerintahan, masyarakat diberikan kesempatan untuk

mengetahui kebijakan yang akan dan telah diambil oleh pemerintah. Juga melalui

transparansi penyelenggaraan pemerintahan tersebut, masyarakat dapat memberikan

feedback atau outcomes terhadap kebijakan yang telah diambil oleh pemerintah.

(BKSI, 2001)

Dari sini terlihat bahwa good governance tidaklah terbatas pada bagaimana

pemerintah menjalankan wewenangya dengan baik semata, tetapi lebih penting lagi

adalah bagaimana masyarakat dapat berpartisipasi dan mengontrol pemerintah untuk

menjalankan wewenang tersebut dengan baik (accountable). Karenanya, seringkali

tata pemerintahan yang baik dipandang sebagai “sebuah bangunan dengan 3 tiang”.

Ketiga tiang penyangga itu adalah transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi.

Secara konseptual, hubungan antara ketiga komponen tata pemerintahan yang

baik itu mutualistik dan saling mendukung. Efektivitas dan efisiensi sumber daya

dalam mencapai tujuannya mensejahterakan bangsa menuntut tingkat akuntabilitas

penyelenggara negara (pemerintah) yang relatif tinggi. Tanpa adanya partisipasi

publik untuk mengamankan (safeguard) proses penyelenggaraan negara, sulit

5

Page 6: PROPOSAL SKRIPSI

diharapkan akuntabilitas dan penegakan hukum dapat berjalan dengan baik. Di lain

pihak, partisipasi publik tidak mungkin dapat berjalan dengan efektif tanpa adanya

hak publik untuk mengakses informasi yang dimilik oleh pemerintah. Sebaliknya,

transparansi sendiri tidak mungkin tercipta jika pemerintah tidak bertanggunggugat

dan tidak ada jaminan hukum atas hak publik untuk mengakses berbagai informasi

tersebut. Jadi, ketiganya saling mengkait dan sulit untuk dapat berjalan sendiri tanpa

adanya dukungan dari komponen lainnya. (Max Pohan, 2000)

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dalam skripsi ini penulis mengambil

judul: “Penerapan Prinsip Akuntabilitas, Transparansi, dan Partisipasi Publik

Dalam Mewujudkan Good Governance di Pemerintahan Lokal (Studi Deskriptif

Kualitatif di Kec.Wiyung Surabaya) “.

Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Amin Rahmanurrasjid

(2008) dengan judul “Akuntabilitas dan Transparansi dalam Pertanggungjawaban

Pemerintah Daerah untuk Mewujudkan Pemerintahan yang Baik di Daerah”

menekankan implementasi good governance yang mengacu pada PP Nomor 3 Tahun

2007, bahwa perwujudan tata kelola pemerintahan yang baik dalam otomoni daerah

adalah dengan melakukan pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban

pemerintah yang akuntabel dan transparan.

Hal tersebut merupakan salah satu pendorong penulis melakukan penelitian

lebih lanjut mengenai perwujudan good governance di pemerintahan lokal/daerah

dengan mengkaitkan prinsip “partisipasi publik” didalamnya, karena penulis

memandang bahwa partisipasi masyarakat juga merupakan salah satu faktor penting

yang dapat menjaga agar otonomi daerah ini dapat memberikan manfaat (benefits)

yang besar bagi masyarakat itu sendiri. Tetapi, tanpa adanya pemerintah lokal yang

transparan, akuntabel (bertanggunggugat), dan responsif terhadap keluhan serta

masukan masyarakatnya, sulit diharapkan juga good governance dapat berjalan.

Sebaliknya, tanpa adanya partisipasi dan kontrol publik, pemerintah pun sulit dapat

menjadi accountable dengan sendirinya.

Oleh karena itu, penulis tertarik melakukan penelitian dan pengamatan

mendalam di wilayah Kecamatan Wiyung Surabaya, karena di wilayah ini

masyarakatnya tergolong cukup reaktif dan responsif terhadap segala keputusan

maupun tindakan penyelenggara pemerintahan, sehingga hal tersebut dapat menjadi

feedback dari masyarakat agar pemerintah dapat lebih akuntabel (bertanggunggugat)

terhadap tuntutan publik. Selain itu, dengan kondisi masyarakat yang demokratis

6

Page 7: PROPOSAL SKRIPSI

tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran bagi penulis mengenai penerapan

prinsip akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi publik di wilayah tersebut.

B. RUMUSAN MASALAH

Bertolak dari latar belakang masalah diatas dan untuk membatasi ruang

lingkup pembahasan dalam penelitian ini, maka masalah penelitian dapat dirumuskan

sebagai berikut:

1. Bagaimana penerapan tiga pilar penting good governance (akuntabilitas,

transparansi, dan partisipasi publik) di pemerintahan tingkat lokal khususnya

di Kecamatan Wiyung Surabaya ?

2. Faktor-faktor apa saja yang dapat mendukung penerapan prinsip akuntabilitas,

transparansi, dan partisipasi publik dalam mewujudkan good governance di

Kecamatan Wiyung Surabaya ?

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Tujuan Penelitian :

1. Untuk mengetahui penerapan prinsip akuntabilitas, transparansi, dan

partisipasi publik di pemerintahan tingkat lokal khususnya di Kecamatan

Wiyung Surabaya.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat mendukung penerapan

prinsip akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi publik dalam mewujudkan

good governance di Kecamatan Wiyung Surabaya.

Manfaat Penelitian :

1. Diharapkan dapat memberikan input kepada kepala instansi atau aparatur

pemerintahan yang terkait terutama dalam mewujudkan good governance di

pemerintahan tingkat lokal.

2. Memperkaya khasanah ilmu administrasi secara umum dan administrasi

pemerintahan secara khusus.

3. Dapat digunakan sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya yang berminat

terhadap masalah penyelenggaraan pemerintah daerah.

7

Page 8: PROPOSAL SKRIPSI

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DAN ASAS PEMERINTAH DAERAH

1. Konsep Pembentukan Pemerintah Daerah

Sebelum memasuki pembahasan tentang konsep pemerintahan daerah,

terlebih dahulu perlu dipahami apa yang dimaksud dengan istilah pemerintahan itu

sendiri. Pemerintahan adalah kegiatan penyelenggaraan negara guna memberikan

pelayanan dan perlindungan bagi segenap warga masyarakat, melakukan

pengaturan, mobilisasi semua sumber daya yang diperlukan, serta membina

hubungan baik di dalam lingkungan negara ataupun dengan negara lain. Di tingkat

lokal tentu saja membina hubungan dengan pemerintahan nasional dan

pemerintahan daerah yang lainya (Syaukani HR, 2002:233).

Definisi tersebut tampak masih sangat umum, sehingga sulit untuk

menentukan maksud dari kegiatan penyelenggaraan negara yang mana atau siapa

yang dimaksud dengan pemerintahan nasional. Oleh karena itu, Syaukani

menambahkan bahwa arti pemerintahan tersebut termuat dalam dua bentuk, yaitu

pemerintahan dalam arti luas dan pemerintahan dalam arti sempit. Pemerintahan

dalam arti luas menyangkut kekuasaan bidang legislatif, eksekutif dan yudikatif.

Sedangkan pemerintahan dalam arti sempit adalah pemerintahan dalam arti

lembaga eksekutif saja, yang berfungsi to execute atau melaksanakan apa yang

sudah disepakati atau diputuskan oleh pihak legislatif dan yudikatif.

Pengertian pemerintahan tersebut, berlaku juga ketika memahami konsep

pemerintahan daerah, baik dalam arti luas maupun sempit. Dalam arti luas,

pemerintahan daerah merupakan penyelenggaraan pemerintahan oleh lembaga-

lembaga kekusaan di daerah, yang dalam perkembanganya di Indoenesia terdiri

dari Kepala Daerah dan DPRD. Sedangkan dalam arti sempit adalah hanyalah

penyelenggaraan oleh kepala daerah saja.

Pelaksanaan Pemerintahan daerah merupakan salah satu aspek struktural

dari suatu negara sesuai dengan pandangan bahwa negara sebagai sebuah

organisasi, jika dilihat dari sudut ketatanegaraan. Sebagai sebuah organisasi,

pelaksanaan pemerintahan daerah diharapkan dapat memperlancar mekanisme

roda kegiatan organisasi. Pendelegasian sebagian wewenang dari seseorang atau

8

Page 9: PROPOSAL SKRIPSI

instansi atau suatu organisasi merupakan salah satu azas yang berlaku universal

bagi setiap organisasi, yaitu dengan tujuanya agar kebijakan dapat terlaksana

dengan efektif, meringankan beban kerja pimpinan, memencarkan peranan pim

pinan sehingga terjadi demokratisasi dalam kegiatan organisasi (Mustamin,

1999:24-26).

Secara umum pemerintahan daerah dapat dibedakan menjadi dua tipe,

yaitu pemerintahan perwakilan daerah (local self-government ) dan pemerintahan

non perwakilan daerah (local state-government). Namun apabila kedua tipe

tersebut digabungkan maka akan diperoleh empat jenis pemerintahan daerah

yaitu: a. unit perwakilan dengan tujuan umum, b. unit non perwakilan dengan

tujuan umum, c. unit perwakilan dengan tujuan khusus, dan d. unit non perwakilan

daerah dengan tujuan khusus. Oleh karena itu, dalam implementasinya telah

dikenal dua bentuk daerah yaitu daerah dalam arti otonom dan daerah dalam arti

wilayah. Daerah dalam arti otonom yaitu daerah sebagai pelaksana asas

desentralisasi. Daerah otonom merupakan daerah yang berhak mengatur dan

mengurus rumah tangganya sendiri menurut undang-undang. Sedangkan daerah

dalam arti wilayah, yakni daerah sebagai pelasksana asas dekosentrasi. Daerah

wilayah yang dimaksud adalah daerah wilayah administratif, yaitu wilayah jabatan

atau wilayah kerja (ambtressort) menurut undang-undang (Irawan Soejito,

1990:25).

2. Asas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah

Dalam penyelenggaraan pemerintahan di dalam Negara Kesatuan

Republik Indonesia, ada beberapa asas yang digunakan yaitu : desentralisasi,

dekosentrasi dan tugas pembantuan.

a. Desentralisasi

Keberadaan dan pelaksanaan desentralisasi di Indonesia menjadi penting

ketika kekuasaan pusat menyadari semakin sulit untuk mengendalikan sebuah

negara secara penuh dan efektif. Desentralisasi sendiri berasal dari bahasa

latin yaitu de yang berarti lepas dan Centrum yang berarti pusat. Dengan

demikian maka desentralisasi berarti melepas atau menjauh dari pusat.

Hoogerwerf sebagaimana dikutip oleh Sarundajang (2001) mengemukakan

bahwa :

9

Page 10: PROPOSAL SKRIPSI

“Desentralisasi adalah sebagai pengakuan atau penyerahan

wewenang oleh badan-badan umum yang lebih tinggi kepada badan-

badan umum yang lebih rendah yang secara mandiri dan berdasarkan

pertimbangan-pertimbangan sendiri mengambil keputusan pengaturan

dan pemerintahan, serta struktur kewenangan yang terjadi dari hal

itu”

Sedangkan tentang ciri dari desentralisasi, Smith sebagaimana dikutip oleh

Josef Riwu Kaho (2001) menyebutkan sebagai berikut :

1) penyerahan wewenang untuk melaksanakan fungsi pemerintahan

tertentu dari pemerintah pusat kepada daerah otonom.

2) Fungsi yang diserahkan dapat dirinci atau merupakan fungsi yang

tersisa (residual functions)

3) Penerima wewenang adalah daerah otonom

4) Penyerahan wewenang berarti wewenang untuk menetapkan dan

melaksanakan kebijakan, wewenang mengatur dan mengurus

(regelling en bestur) kepentingan yang bersifat lokal

5) Wewenag mengatur adalah wewenang untuk menetapkan norma

hukum yang berlaku umum dan bersifat abstrak

6) Wewenang mengurus adalah wewenang untuk menetapkan norma

hukum yang bersifat individual dan konkret

7) Keberadaan daerah otonom adalah di luar hierarki organisasi

pemerintahan pusat

8) Menunjukan pola hubungan antar organisasi

9) Menciptakan political variety dan diversity of structure dalam sistem

politik.

b. Dekosentrasi

Dekosentrasi sebenarnya sentralisasi juga tapi lebih halus daripada

sentralisasi. Dekosentralisasi adalah pelimpahan wewenang administratif dari

pemerintah pusat kepada pejabatnya yang berada pada wilayah negara di luar

kantor pusatnya. Dalam konteks ini yang dilimpahkan adalah wewenang

administrasi belaka bukan wewenang politis. Wewenang politis tetap dipegang

oleh pemerintah pusat (Hanif Nurcholis, 2005:14).

Dalam dekosentrasi yang dilimpahkan hanya kebijakan administrasi saja,

sedangkan kebijakan politiknya tetap berada pemerintah pusat. Oleh karena itu

10

Page 11: PROPOSAL SKRIPSI

pejabat yang diserahi pelimpahan wewenang tersebut adalah pejabat yang

mewakili pemerintah pusat di wilayah kerja masing-masing atau pejabat pusat

yang ditempatkan di luar kantor pusatnya. Pejabat tersebut adalah pejabat

pusat yang bekerja di daerah, yang bersangkutan diangkat oleh pemerintah

pusat, bukan dipilih oleh rakyat yang dilayani. Oleh karena itu, pejabat

tersebut bertanggungjawab kepada pejabat yang mengangkatnya.

Konsekuensinya, pejabat daerah yang dilimpai wewenang bertindak atas nama

pemerintah pusat.

Sedangkan tentang ciri dari dekosentrasi, Smith sebagaimana dikutip oleh

Hanif Nurcholis (2005) menyebutkan sebagai berikut :

1) Pelimpahan wewenang untuk melaksanakan fungsi-fungsi tertentu

yang dirinci dari pemerintah pusat kepada pejabat pemerintah pusat

yang ada di daerah.

2) Penerima wewenang adalah pejabat pemerintah pusat yang ada di

daerah

3) Tidak mencakup kewenangan untuk menetapkan kebijakan dan

wewenang yang mengatur

4) Tidak menciptakan otonomi dan daerah otonom tetapi menciptakan

wilayah administrasi.

5) Keberadaan field administration berada di dalam hirarki organisasi

pemerintah pusat.

6) Menunuukan pola hubungan kekuasaan intra organisasi.

7) Menciptakan keseragaman dalam struktur politik.

c. Tugas Pembantuan

Selain asas desentralisasi dan dekosentrasi, dalam penyelenggaraan

pemerintah daerah di Indonesia dikenal juga apa yang disebut dengan asas

pembantuan (medebewind). Menurut Pasal 1 butir 9 Undang-Undang Nomor

32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan bahwa tugas

pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa

dari propinsi kepada kabauapaten/kota dan /atau desa serta dari pemerintah

kabupaten kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.

Dalam sistem medebewind pemerintah pusat atau pemerintah daerah otonom

yang lebih tinggi menyerahkan urusan yang menurut peraturan perundang-

undangan merupakan kewenanganya kepada daerah otonom di bawahnya.

11

Page 12: PROPOSAL SKRIPSI

Daerah otonom yang dserahi ini lalu melaksanakan melalui perangkatnya

(dinas-dinas). Dalam melaksanakan tugas tersebut, aparat pelaksana tidak

bertanggungjawab kepada pemerintah pusat atau daerah lebih tinggi tapi

kepada kepala daerah.

B. GOOD GOVERNANCE DALAM PEMERINTAHAN LOKAL

1. Good Governance

Good governance adalah sebuah bentuk ideal mekanisme, praktik dan tata

cara pemerintah dalam mengatur dan memecahkan masalah-masalah publik.

Adapun beberapa pengertian lain mengenai good governance, antara lain :

Suatu konsepsi tentang penyelenggaraan pemerintahan yang bersih,

demokratis, dan efektif.

Suatu gagasan dan nilai untuk mengatur pola hubungan antara pemerintah,

dunia usaha swasta, dan masyarakat.

Kepemerintahan yang baik (good governance) merupakan isu sentral yang

paling mengemuka dalam pengelolaan administrasi publik dewasa ini. Menurut

Sedarmayanti (2003) hal ini dikarenakan adanya tuntutan gencar yang dilakukan

oleh masyarakat kepada pemerintah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang

baik adalah sejalan dengan meningkatnya tingkat pengetahuan dan pendidikan

masyarakat, selain adanya pengaruh globalisasi.

Menurut United Nation Development Program (UNDP), governance atau

tata pemerintahan memiliki tiga domain yaitu ;

a. Negara atau tata pemerintahan (state)

menciptakan kondisi politik, ekonomi, dan sosial yang stabil;

membuat peraturan yang efektif dan berkeadilan;

menyediakan public service yang efektif dan accountable;

menegakkan HAM;

melindungi lingkungan hidup;

mengurus standar kesehatan dan standar keselamatan publik

b. Sektor swasta atau dunia usaha dan (private sector)

Menjalankan industri;

Menciptakan lapangan kerja;

Menyediakan insentif bagi karyawan;

Meningkatkan standar kehidupan masyarakat;

12

Page 13: PROPOSAL SKRIPSI

STAKEHOLDERS

B U S I N E S S

Small / medium / large enterprises

Multinational CorporationsFinancial institutions

Stock exchange

C I T I Z E N S

organized into:Community-based

organizationsNon-governmental

organizationsProfessional Associations

Religious groupsWomen’s groups

Media

S T A T E

ExecutiveJudiciary

LegislaturePublic serviceMilitaryPolice

Memelihara lingkungan hidup;

Menaati peraturan;

Melakukan transfer ilmu pengetahuan dan teknologi pada masyarakat;

Menyediakan kredit bagi pengembangan UKM

c. Masyarakat (society)

Manjaga agar hak-hak masyarakat terlindungi;

Mempengaruhi kebijakan;

Berfungsi sebagai sarana checks and balances pemerintah;

Mengawasi penyalahgunaan kewenangan sosial pemerintah;

Mengembangkan SDM;

Berfungsi sebagai sarana berkomunikasi antar anggota masyarakat.

Ketiga domain tersebut berada dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan

bermasyarakat. Sektor pemerintahan lebih banyak memainkan peranan sebagai

pembuat kebijakan, pengendalian dan pengawasan. Sektor swasta lebih banyak

berkecipung dan menjadi penggerak aktifitas di bidang ekonomi. Sedangkan

sektor masyarakat merupakan objek sekaligus subjek dari sektor pemerintahan

13

Page 14: PROPOSAL SKRIPSI

maupun swasta. Karena di dalam masyarakatlah terjadi interaksi di bidang politik,

ekonomi, maupun sosial budaya.

UNDP sebagaimanan yang dikutip oleh Lembaga Administrasi Negara

(LAN) mengajukan karakteristik good governance sebagai berikut :

a. Partisipasi (Participation) : setiap warga masyarakatmempunyai suara dalam

pembuatan keputusan, baik secara langsung maupun melalui intermediasi

institusi legitimasi yang mewakili kepentinganya. Partisipasi ini dibangun atas

dasar kebeasan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara

konstruktif.

b. Aturan hukum (Rule of law) : kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan

tanpa pandang buku, terutama hukum untuk hak asasi manusia.

c. Transparansi (Transparency) : Transparansi dibangun atas dasar kebebasan

arus informasi. Proses-proses, lembaga-lembaga dan informasi secara

langsung dapat diterima oleh mereka yang membutuhkan. Informasi harus

dapat dipahami dan dapat dimonitor.

d. Daya tangkap (responsiveness) : Lembaga-lembaga dan proses-proses harus

mencoba untuk melayani setiap “stakeholders”

e. Berorientasi Konsensus (Consensus Orientation) : Good governance menjadi

perantara kepentingan yang berbeda utki memperoleh pilihanpilihan terbaik

bagi kepentingan yang lebih luas baik dalam hal kebijakan-kebijakan maupun

prosedur-prosedur.

f. Berkeadilan (Equity) : Semua warga negara, baik laki-laki maupun

perempuan, mempunyai kesempatan untuk meningkatkan atau menjaga

kesejahteraan mereka.

g. Efektivitas dan efisien (Efektiveness and dan efisiency) : Proses-proses dan

lembaga-lembaga sebaik mungkin menghasilkan sesuai dengan apa yang

digariskan dengan menggunakan sumber-sumber yang tersedia.

h. Akuntabilitas (Accountability) : Para pembuat keputusan dalam pemerintahan,

sektor swasta dan masyarakat (civil society) bertanggungjawab) kepada publik

dan lembaga-lembaga. Akuntabilitas ini tergantung pada organisasi dan sifat

keputusan yang dibuat, apakah keputusan tersebut untuk kepentingan internal

atau eksternal organisasi

i. Visi Strategi (Strategi Vision) : Para pemimpin dan masyarakat memiliki

perspektif good governance dan pengembangan manusia yang luas dan jauh

14

Page 15: PROPOSAL SKRIPSI

ke depan sejalan dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan semacam

ini.

Adapun beberapa manfaat apabila good governace diterapkan secara baik,

yakni antara lain:

a.Berkurangnya secara nyata praktik KKN di birokrasi yang antara lain

ditunjukkan hal-hal berikut ini:

Tidak adanya manipulasi pajak;

Tidak adanya pungutan liar;

Tidak adanya manipulasi tanah;

Tidak adanya manipulasi kredit ;

Tidak adanya penggelapan uang negara;

Tidak adanya pemalsuan dokumen;

Tidak adanya pembayaran fiktif;

Proses pelelangan (tender) berjalan dengan fair;

Tidak adanya penggelembungan nilai kontrak (mark-up);

Tidak adanya uang komisi;

Tidak adanya penundaan pembayaran kepada rekanan;

Tidak adanya kelebihan pembayaran;

Tidak adanya ketekoran biaya.

b. Terciptanya sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan pemerintahan yang

bersih, efisien, efektif, transparan, profesional dan akuntabel.

Sistem kelembagaan lebih efektif, ramping, fleksibel;

Kualitas tata laksana dan hubungan kerja antarlembaga di pusat

dan antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota lebih baik;

Sistem administrasi pendukung dan kearsipan lebih efektif dan

efisien;

Dokumen/arsip negara dapat diselamatkan, dilestarikan, dan

terpelihara.

c.Terhapusnya peraturan perUU-an dan tindakan yang bersifat diskriminatif

terhadap warga negara, kelompok, atau golongan masyarakat.

Kualitas pelayanan kepada masyarakat dan dunia usaha swasta

meningkat;

SDM, prasarana dan fasilitas pelayanan menjadi lebih baik;

15

Page 16: PROPOSAL SKRIPSI

Berkurangnya hambatan terhadap penyelenggaraan pelayanan

publik;

Prosedur dan mekanisme serta biaya yang diperlukan dalam

pelayanan publik lebih baku dan jelas;

Penerapan sistem merit dalam pelayanan;

Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam pelayanan

publik;

Penanganan pengaduan masyarakat lebih intensif.

d. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik.

Berjalannya mekanisme dialog dan musyawarah terbuka dengan

masyarakat dalam perumusan program dan kebijakan layanan publik

(seperti forum konsultasi publik).

e.Terjaminnya konsistensi dan kepastian hukum seluruh peraturan perundang-

undangan, baik di tingkat pusat maupun daerah.

Hukum menjadi landasan bertindak bagi aparatur pemerintahan

dan masyarakat untuk mewujudkan pelayanan publik yang baik.

Kalangan dunia usaha swasta akan merasa lebih aman dan terjamin

ketika menanamkan modal dan menjalankan usahanya karena ada aturan

main (rule of the game) yang tegas, jelas, dan mudah dipahami oleh

masyarakat.

Tidak akan ada kebingungan di kalangan pemerintah daerah dalam

melaksanakan tugasnya serta berkurangnya konflik antarpemerintah

daerah serta antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

2. Perwujudan Good Governance dalam Pemerintahan Lokal

Dari beberapa pengertian good governance dan karakteristiknya, Joko

Widodo (2001) menyimpulkan bahwa pemerintahan yang baik adalah

pemerintahan yang mampu mempertanggungjawabkan segala sikap, perilaku dan

kebijakan yang dibuat secara politik, hukum, maupun ekonomi dan

diinformasikan secara terbuka kepada publik, serta membuka kesempatan publik

untuk melakukan pengawasan (kontrol) dan jika dalam prakteknya telah

merugikan rakyat, dengan demikian harus mampu mempertanggungjawabkan dan

menerima tuntutan hukum atas tindakan tersebut. Sedang sebagai perwujudan

16

Page 17: PROPOSAL SKRIPSI

konkrit dari implementasi good governance di daerah adalah (Joko Widodo,

2001:30) :

a. Pemerintah daerah administrasi publik diharapkan dapat berfungsi dengan

baik dan tidak memboroskan uang rakyat

b. Pemerintah daerah dapat menjalankan fungsinya berdasarkan norma dan etika

moralitas pemerintahan yang berkeadilan

c. Aparatur pemerintah daerah mampu menghormati legitimasi konvensi

konstitusional yang mencerminkan kedaulatan rakyat

d. Pemerintah daerah memiliki daya tanggap terhadap berbagai variasi yang

berkembang dalam masyarakat.

Untuk mengaplikasikan pemberdayaan masyarakat yang sesungguhnya,

dibutuhkan pengembangan kelembagaan di pemerintahan lokal (baik ditingkat

desa maupun ditingkat kabupaten/kota) secara menyeluruh yang mencakup

beberapa aspek berikut: a. proses pembangunan, yang meliputi formulasi

kebijakan (policy formulation), perencanaan (planning), penganggaran

(budgeting), dan penetapan peraturan (legislation); b. peranan dan tanggung

jawab lembaga negara, pemerintah, dan masyarakat; c. sistem organisasi, yang

meliputi lembaga pemerintah di berbagai sektor dan daerah, lembaga negara, dan

lembaga masyarakat; d. insentif dalam pembangunan, yang mampu meningkatkan

inovasi masyarakat dalam pembangunan; e. kerangka legal, yang lebih

memperhatikan kondisi masyarakat yang beranekaragam. (Max Pohan, 2000)

Kelembagaan di tingkat desa

Di tingkat desa, UU nomor 22 tahun 1999 dapat dianggap sebagai

instrumen yang mendukung proses demokratisasi ini. Desa merupakan satuan

administratif dengan otonomi yang sangat luas. Kepala desa (sampai saat ini)

merupakan satu-satunya jabatan eksekutif yang dipilih langsung oleh rakyat. Dan

sebagai salah satu upaya untuk membatasi kekuasaan kepala desa, masa

jabatannya dibatasi hanya untuk 2 periode saja (maksimum 10 tahun).

Upaya instalasi nilai-nilai demokratis di tingkat desa ini juga dilakukan

melalui pembentukan Badan Perwakilan Desa (atau nama yang lain yang dipilih

masyarakat setempat) yang merupakan lembaga yang dipisahkan dari eksekutif

(pemerintah desa) dan merupakan perwakilan masyarakat yang dipilih langsung

oleh masyarakat desa.

17

Page 18: PROPOSAL SKRIPSI

Hubungan yang hierarkis antara desa dan kabupaten juga dihilangkan.

Ruang bagi implementasi budaya lokal dalam pemerintahan desa kembali dibuka,

dengan bebasnya masyarakat desa untuk menentukan sendiri wewenang,

perangkat pemerintahan desa, dan penggunaan istilah. Implikasi lain dari UU

nomor 22/1999 dan UU nomor 25/1999, adalah lebih dekatnya masyarakat desa

dengan salah satu alat produksi terpenting yaitu dana. Alokasi dana yang lebih

besar di tingkat kabupaten/kota akan meningkatkan kecepatan penyaluran dan

ketepatan penggunaan dana sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.

Selama ini, proses perencanaan dari bawah (bottom-up) tidak dapat berjalan

dengan baik antara lain diakibatkan oleh besarnya sumber dana yang masih

dikelola oleh pusat.

Kelembagaan di tingkat kabupaten/kota

Jiwa dari UU 22/1999 ini adalah perubahan titik pandang dari central-

governmentcentered looking menjadi local-government-centered looking. Setiap

wilayah bebas untuk menentukan kewenangannya sendiri, di luar beberapa hal

yang menjadi kewenangan pemerintah pusat dan beberapa bidang lain yang wajib

diurusi oleh suatu wilayah. Wilayah yang lebih luas (misalnya propinsi)

mengambil “sisa” kewenangan yang tidak diambil oleh wilayah yang tercakup di

dalamnya (misalnya kabupaten/kota).

Untuk mencegah pemindahan budaya otoriter dan top-down dari pusat ke

daerah, UU 22/1999 ini juga dilengkapi dengan upaya demokratisasi lokal.

Pertama, lembaga legislatif lokal (DPRD Kabupaten/Kota dan Badan Perwakilan

Desa) merupakan lembaga kontrol dengan posisi sejajar dengan eksekutif. Kedua,

kewenangan DPRD Kabupaten/Kota untuk memilih kepala daerah tanpa

persetujuan pusat, mengkaji pertanggungjawaban kepala daerah, dan

memberhentikan kepala daerah merupakan beberapa bentuk upaya pembentukan

loyalitas yang lebih pada rakyat daripada kepada pemerintah pusat. Ketiga, di

kawasan perkotaan diharapkan pemerintah daerah dapat memfasilitasi

pembentukan “forum perkotaan” sebagai wadah bagi pemda, masyarakat, dan

pihak swasta untuk berinteraksi dan bersinergi untuk kepentingan kotanya.

Khusus mengenai yang terakhir, pengalaman di banyak negara

menunjukkan bahwa parlemen lokal belum mencukupi untuk menjamin

teridentifikasinya kebutuhan masyarakat luas dan terwujudnya mekanisme kontrol

terhadap pemerintah, sehingga dibutuhkan adanya partisipasi langsung masyarakat

18

Page 19: PROPOSAL SKRIPSI

luas (voice mechanism) yang seringkali “dihubungkan” oleh masyarakat sipil

(civil society) terutama di tingkat lokal.

19

Page 20: PROPOSAL SKRIPSI

C. PRINSIP AKUNTABILITAS, TRANSPARANSI, DAN PARTISIPASI PUBLIK

1. Akuntabilitas

Pertanggungjawaban sebagai akuntabilitas (accountability) merupakan

suatu istilah yang pada awalnya diterapkan untuk mengukur apakah dana publik

telah digunakan secara tepat untuk tujuan di mana dana publik tadi ditetapkan dan

tidak digunakan secara ilegal. Dalam perkembanganya akuntabilitas digunakan

juga bagi pemerintah untuk melihat akuntabilitas efisiensi ekonomi program.

Usaha-usaha tadi berusaha untuk mencari dan menemukan apakah ada

penyimpangan staf atau tidak, tidak efisien apa tidak prosedur yang tidak

diperlukan. Akuntabilitas menunjuk pada pada institusi tentang “cheks and

balance” dalam sistem administrasi. (Joko Widodo, 2001:148)

Lembaga Administrasi Negara (2000) menyimpulkan akuntabilitas sebagai

kewajiban seseorang atau unit organisasi untuk mempertanggungjawabkan

pengelolaan dan pengendalaian sumberdaya dan pelaksanaan kebijakan yang

dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan

melalui pertanggungjawaban secara periodik.

Akuntabilitas dibedakan dalam beberapa macam atau tipe, Jabra &

Dwidevi sebagaiman dijelaskan oleh Sadu Wasistiono (2003) mengemukakan

adanya lima perspektif akuntabilitas yaitu :

a. akuntabilitas administ atif/organisasi, adalah pertanggungajwaban antara

pejabat yang berwenang dengan unit bawahanya dalam hubungan hierarki

yang jelas.

b. akuntabilitas legal, merujuk pada domain publik dikaitkan dengan proses

legislatif dan ydikatif. Bentuknya dapat berupa peninjauan kembali kebijakan

yang telah diambil oleh pejabat publik maupun pembatalan suatu peraturan

oleh institusi yudikatif. Ukuran akuntabilitas legal adalah peraturan perundang

undangan yang berlaku.

c. akuntabilitas politik, dalam tipe ini terkait dengan adanya kewenangan

pemegang kekuasaan politik untuk mengatur, menetapkan prioritas dan

pendistribusian sumber-sumber dab menjamain adanya kepatuhan

melaksanakan tanggungjawab administrasi dan legal . Akuntabilitas ini

memusatkan pada tekanan demokratik yang dinyatakan oleh administrasi

publik

20

Page 21: PROPOSAL SKRIPSI

d. akuntabilitas profesional, hal ini berkaitan dengan pelaksnaan kinerja dan

tindakan berdasarkan tolak ukur yang ditetapkan oleh orang profesi yang

sejenis. Akuntabilitas ini lebih menekankan pada aspek kualitas kinerja dan

tindakan.

e. akuntabilitas moral, akunatabilitas ini berkaitan dengan tata nilai yang berlaku

di kalagan masyarakat . Hal ini lebih banyak berbicara tentang baik atau

buruknya suatu kinerja atau tindakan yang dilakukan oleh seseorang/badan

hukum/pimpinan kolektif berdasarkan ukuran tata nilai yang berlaku setempat.

Tujuan dari prinsip akuntabilitas yaitu meningkatkan pertanggungjawaban

para pengambil keputusan dalam segala bidang yang menyangkut kepentingan

masyarakat luas. Para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta, dan

organisasi masyarakat bertanggungjawab, baik kepada masyarakat maupun

kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan. Seluruh pembuat kebijakan pada

semua tingkatan harus memahami bahwa mereka harus

mempertanggungjawabkan hasil kerja kepada masyarakat. Untuk mengukur

kinerja mereka secara obyektif perlu adanya indikator yang jelas. Sistem

pengawasan perlu diperkuat dan hasil audit harus dipublikasikan, dan apabila

terdapat kesalahan harus diberi sanksi.

Instrumen dasar akuntabilitas adalah peraturan perundang-undangan yang

ada, dengan komitmen politik akan akuntabilitas maupun mekanisme

pertanggungjawan, sedangkan instrumen-instrumen pendukungnya adalah

pedoman tingkah laku dan sistem pemantauan kinerja penyelenggara

pemerintahan dan sistem pengawasan dengan sanksi yang jelas dan tegas.

Indikator-indikator yang dapat digunakan sebagai ukuran dalam penerapan

akuntabilitas, antara lain :

Adanya kesesuaian antara pelaksanaan dengan standar prosedur pelaksanaan;

Adanya sanksi yang ditetapkan atas kesalahan atau kelalaian dalam

pelaksanaan kegiatan.

Meningkatnya kepercayaan dan kepuasan masyarakat terhadap pemerintah

Tumbuhnya kesadaran masyarakat

Meningkatnya keterwakilan berdasarkan pilihan dan kepentingan masyarakat

Berkurangnya kasus-kasus KKN.

Dengan perangkat pendukung indikator, seperti: adanya mekanisme

pertanggungjawaban; laporan tahunan; laporan pertanggungjawaban; sistem

21

Page 22: PROPOSAL SKRIPSI

pemantauan kinerja penyelenggara negara; sistem pengawasan; mekanisme

reward and punishment; dll.

2. Transparansi

Akuntabilitas atau accountability adalah kapasitas suatu instansi

pemerintahan untuk bertanggung gugat atas keberhasilan maupun kegagalannya

dalam melaksanakan misinya dalam mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan

secara periodik. Artinya, setiap instansi pemerintah mempunyai kewajiban untuk

mempertanggungjawabkan pencapaian organisasinya dalam pengelolaan sumber

daya yang dipercayakan kepadanya, mulai dari tahap perencanaan, implementasi,

sampai pada pemantauan dan evaluasi. (Meuthia Ganie Rochman, 1998)

Transparansi berarti terbukanya akses bagi semua pihak yang

berkepentingan terhadap setiap informasi terkait (seperti berbagai peraturan dan

perundang-undangan, serta kebijakan pemerintah) dengan biaya yang minimal.

Informasi sosial, ekonomi, dan politik yang andal (reliable) dan berkala haruslah

tersedia dan dapat diakses oleh publik (biasanya melalui filter media massa yang

bertanggung jawab). Artinya, transparansi dibangun atas pijakan kebebasan arus

informasi yang memadai disediakan untuk dipahami dan (untuk kemudian) dapat

dipantau. Transparansi jelas mengurangi tingkat ketidakpastian dalam proses

pengambilan keputusan dan implementasi kebijakan publik. Sebab,

penyebarluasan berbagai informasi yang selama ini aksesnya hanya dimiliki

pemerintah dapat memberikan kesempatan kepada berbagai komponen

masyarakat untuk turut mengambil keputusan. Oleh karenanya, perlu dicatat

bahwa informasi ini bukan sekedar tersedia, tapi juga relevan dan bisa dipahami

publik. Selain itu, transparansi ini dapat membantu untuk mempersempit peluang

korupsi di kalangan para pejabat publik dengan “terlihatnya” segala proses

pengambilan keputusan oleh masyarakat luas. (Max Pohan, 2000)

Makna dari transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah

dapat dilihat dalam dua hal yaitu; (1) salah satu wujud pertanggung jawaban

pemerintah kepada rakyat, dan (2) upaya peningkatan manajemen pengelolaan dan

penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan mengurangi kesempatan praktek

kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN).

Sedangkan transparansi penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam

hubungannya dengan pemerintah daerah perlu kiranya perhatian terhadap

22

Page 23: PROPOSAL SKRIPSI

beberapa hal berikut; (1) publikasi dan sosialisasi kebijakan-kebijakan pemerintah

daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, (2) publikasi dan sosialisasi

regulasi yang dikeluarkan pemerintah daerah tentang berbagai perizinan dan

prosedurnya, (3) publikasi dan sosialisasi tentang prosedur dan tata kerja dari

pemerintah daerah, (4) transparansi dalam penawaran dan penetapan tender atau

kontrak proyek-proyek pemerintah daerah kepada pihak ketiga, dan (5)

kesempatan masyarakat untuk mengakses informasi yang jujur, benar dan tidak

diskriminatif dari pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan

daerah.

Informasi adalah suatu kebutuhan penting masyarakat untuk berpartisipasi

dalam pengelolaan daerah. Berkaitan dengan hal tersebut pemerintah daerah perlu

proaktif memberikan informasi lengkap tentang kebijakan dan layanan yang

disediakannya kepada masyarakat. Pemerintah daerah perlu mendayagunakan

berbagai jalur komunikasi seperti melalui brosur, leaflet, pengumuman melalui

koran, radio serta televisi lokal. Pemerintah daerah perlu menyiapkan kebijakan

yang jelas tentang cara mendapatkan informasi. Kebijakan ini akan memperjelas

bentuk informasi yang dapat diakses masyarakat ataupun bentuk informasi yang

bersifat rahasia, bagaimana cara mendapatkan informasi, lama waktu

mendapatkan informasi serta prosedur pengaduan apabila informasi tidak sampai

kepada masyarakat.

Tujuan dari prinsip transparansi itu sendiri adalah utuk menciptakan

kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan

informasi dan menjamin kemudahan didalam memperoleh informasi yang akurat

dan memadai. Transparansi dibangun atas dasar informasi yang bebas. Seluruh

proses pemerintah, lembaga-lembaga, dan informasi perlu dapat diakses oleh

pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai

agar dapat dimengerti dan dipantau.

Instrumen dasar dari transparansi adalah peraturan yang menjamin hak

untuk mendapatkan informasi, sedangkan instrumen-instrumen pendukung adalah

fasilitas database dan sarana informasi dan komunikasi dan petunjuk

penyebarluasan produk-produk dan informasi yang ada di penyelenggara

pemerintah, maupun prosedur pengaduan.

Indikator-indikator yang dapat digunakan sebagai ukuran dalam penerapan

transparansi, antara lain :

23

Page 24: PROPOSAL SKRIPSI

Tersedianya informasi yang memadai pada setiap proses penyusunan dan

implementasi kebijakan publik

Adanya akses pada informasi yang siap, mudah dijangkau, bebas diperoleh,

dan tepat waktu.

Bertambahnya wawasan dan pengetahuan masyarakat terhadap

penyelenggaraan pemerintahan

Meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan

Meningkatnya jumlah masyarakat yang berpartisipasi dalam pembangunan

daerahnya

Berkurangnya pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan.

Dengan perangkat pendukung indikator, seperti: adanya peraturan yang

menjamin hak untuk mendapatkan informasi; pusat/balai informasi; website (e-

government, e-procurement, dsb); iklan layanan masyarakat; media cetak; papan

pengumuman; dll.

3. Partisipasi Publik

Partisipasi merupakan perwujudan dari berubahnya paradigma mengenai

peran masyarakat dalam pembangunan. Masyarakat bukanlah sekedar penerima

manfaat (beneficiaries) atau objek belaka, melainkan agen pembangunan (subjek)

yang mempunyai porsi yang penting. Dengan prinsip “dari dan untuk rakyat”,

mereka harus memiliki akses pada pelbagai institusi yang mempromosikan

pembangunan. Karenanya, kualitas hubungan antara pemerintah dengan warga

yang dilayani dan dilindunginya menjadi penting di sini. (Max Pohan, 2000)

Hubungan yang pertama, mewujud lewat proses suatu pemerintahan

dipilih. Pemilihan anggota legislatif dan pimpinan eksekutif yang bebas dan jujur

merupakan kondisi inisial yang dibutuhkan untuk memastikan bahwa hubungan

antara pemerintah dengan masyarakat (yang diwakili legislatif) dapat berlangsung

dengan baik. Pola hubungan yang kedua, adalah keterlibatan masyarakat dalam

proses pengambilan keputusan. Kehadiran tiga domain pemerintah, sektor swasta,

dan masyarakat sipil dalam proses ini amat penting untuk memastikan bahwa

proses “pembangunan” tersebut dapat memberikan manfaat yang terbesar atau

“kebebasan” bagi masyarakatnya.

Max Pohan menambahkan bahwa pemerintah bertugas menciptakan

lingkungan politik, ekonomi, dan hukum yang kondusif. Sedangkan sektor swasta

24

Page 25: PROPOSAL SKRIPSI

menciptakan kesempatan kerja yang implikasinya meningkatkan peluang untuk

meningkatkan pendapatan masyarakat. Akan halnya masyarakat sipil (lembaga

swadaya masyarakat, organisasi masyarakat, organisasi keagamaan, koperasi,

serikat pekerja, dan sebagainya) memfasilitasi interaksi sosial-politik untuk

berpartisipasi dalam berbagai aktivitas ekonomi, sosial, dan politik.

Partisipasi bermaksud untuk menjamin agar setiap kebijakan yang diambil

mencerminkan aspirasi masyarakat. Dalam rangka mengantisipasi berbagai isu

yang ada, pemerintah daerah menyediakan saluran komunikasi agar masyarakat

dapat mengutarakan pendapatnya. Jalur komunikasi ini meliputi pertemuan

umum, temu wicara, konsultasi dan penyampaian pendapat secara tertulis. Bentuk

lain untuk merangsang keterlibatan masyarakat adalah melalui perencanaan

partisipatif untuk menyiapkan agenda pembangunan, pemantauan, evaluasi dan

pengawasan secara partisipatif dan mekanisme konsultasi untuk menyelesaikan

isu sektoral.

Tujuan dari penerapan prinsip partisipasi ini yaitu, mendorong setiap

warga untuk mempergunakan hak dalam menyampaikan pendapat dalam proses

pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan masyarakat, sehingga

dapat meningkatkan “rasa memiliki” masyarakat terhadap segala kebijakan yang

diputuskan. Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan

keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan

yang sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut

dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta

kepastian untuk berpartisipasi secara konstruktif.

Instrumen dasar partisipasi adalah peraturan yang menjamin hak untuk

menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan, sedangkan

instrumen-instrumen pendukung adalah pedoman-pedoman pemerintahan

partisipatif yang mengakomodasi hak penyampaian pendapat dalam segala proses

perumusan kebijakan dan peraturan, proses penyusunan strategi pembangunan,

tata-ruang, program pembangunan, penganggaran, pengadaan dan pemantauan.

Indikator-indikator yang dapat digunakan sebagai ukuran dalam penerapan

partisipasi, antara lain :

Adanya pemahaman penyelenggara negara tentang proses/metode

partisipatif

Adanya pengambilan keputusan yang didasarkan atas konsensus bersama.

25

Page 26: PROPOSAL SKRIPSI

Meningkatnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah

Meningkatnya jumlah masyarakat yang berpartisipasi dalam pembangunan

daerah

Meningkatnya kuantitas dan kualitas masukan (kritik dan saran) untuk

pembangunan daerah dan terjadinya perubahan sikap masyarakat menjadi

lebih peduli terhadap setiap langkah pembangunan.

Dengan perangkat pendukung indikator, seperti: adanya pedoman

pelaksanaan proses partisipatif; forum konsultasi dan temu publik, termasuk

forum stakeholders; media massa nasional maupun media lokal sebagai sarana

penyaluran aspirasi masyarakat; mekanisme/peraturan untuk mengakomodasi

kepentingan yang beragam; dll.

D. PENELITIAN TERDAHULU

Penelitian sebelumnya dengan judul “Akuntabilitas dan Transparansi dalam

Pertanggungjawaban Pemerintah Daerah untuk Mewujudkan Pemerintahan yang Baik

di Daerah (Studi di Kabupaten Kebumen)” ditulis oleh Amin Rahmanurrasjid, S.H

sebagai persyaratan memperoleh gelar Magister Ilmu Hukum di Universitas

Diponegoro Semarang pada Februari 2008.

Penelitian tersebut dilatarbelakangi adanya otonomi daerah pasca reformasi

tahun 1997 yang berimplikasi pada pergeseran kekuasaan pemerintahan pusat ke

daerah. Pergeseran ini mengakibatkan banyaknya wewenang yang harus dikelola

daerah dan dan berkurangnya pengawasan dari pemerintah pusat. Agar otonomi

daerah dapat berjalan dengan baik diperlukan adanya tata kelola pemerintahan yang

baik yang salah satu perwujudanya adalah perlunya pengembangan dan penerapan

sistem pertanggubgjawaban pemerintah yang akuntabel dan transparan sesuai yang

diamanatkan dalam PP Nomor 3 Tahun 2007.

Tujuan penelitian tersebut adalah untuk mengetahui pelaksanaan

pertanggungjawaban pemerintah daerah di Kabupaten Kebumen, implementasi

prinsip akuntabilitas dalam pertanggungjawaban pemerintah Kabupaten Kebumen dan

kendala yang dihadapi dalam implementasi pertanggungjawaban pemerintah daerah.

Dalam hasil temuan tesis tersebut menunjukkan bahwa, berdasarkan PP

Nomor 3 Tahun 2007, terdapat 3 bentuk pertanggungjawaban yang dilaksanakan

Pemerintah Kabupaten Kebumen yaitu Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah

kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban kepada DPRD dan

26

Page 27: PROPOSAL SKRIPSI

Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada masyarakat.

Impelementasi akuntabilitas dan transparansi dalam pertanggungjawaban pemerintah

daerah untuk mewujudkan pemerintahan yang baik di daerah menemui kendala

karena tidak adanya evaluasi dari pemerintah atas penyampaian LPPD, penyampaian

LKPJ tidak disertai dengan perhitungan APBD, pembahasan di DPRD yang

cenderung bersifat politis dan sikap masyarakat yang apatis terdapat Informasi LPPD

yang disampaikan.

Amin Rahmanurrasjid menyimpulkan, agar akuntabilitas dan transparasi bisa

terwujud dalam pertanggungjawaban pemerintah daerah di Kabupaten Kebumen

maka perlu dievaluasi kembali mengenai ketentuan yang mengatur tidak samanya

penyampaian LKPJ kepala daerah dan penyampaian Raperda tentang Pelaksanaan

APBD dalam satu tahun anggaran, diperlukan adanya evaluasi dari pemerintah atas

LPPD yang disampaikan pemerintah kabupaten dan diperlukan partisipasi aktif dari

masyarakat atas informasi LPPD .

27

Page 28: PROPOSAL SKRIPSI

BAB III

METODE PENELITIAN

A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Di dalam pelaksanaan penelitian ini, peneliti mengambil lokasi penelitian di

wilayah Kecamatan Wiyung, Surabaya.

Waktu : - 2011

B. JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif

yaitu penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai fakta-fakta di

lapangan yang berkaitan dengan objek penelitian. Penelitian ini bersifat normatif yang

selalu menitikberatkan pada sumber data sekunder. Sedangkan dasar penelitiannya

adalah survei yakni penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data secara langsung

di lapangan (field research).

C. POPULASI DAN SAMPEL

a. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari atas subjek/objek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik suatu kesimpulan (Sugiono, 2003:90). Jadi populasi

dalam penelitian ini adalah seluruh penyelenggara pemerintahan lokal dan juga

masyarakat yang turut berpartisipasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di

Kecamatan Wiyung Surabaya.

b. Sampel

Dalam memilih sampel penelitian kualitatif menggunakan teknik non

probabilitas, yaitu suatu teknik pengambilan sample yang tidak didasarkan pada

rumusan statistik tetapi lebih pada pertimbangan subyektif peneliti dengan didasarkan

pada jangkauan dan kedalaman masalah yang ditelitinya. Sedangkan metode yang

digunakan dalam pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling

yaitu suatu pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu yang dibuat oleh

peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui

sebelumnya (Sugiono, 2003:93). Selain data yang diperoleh dari sampel-sampe yang

28

Page 29: PROPOSAL SKRIPSI

didapat,dalam melengkapi data peneliti juga memperoleh informasi dari masyarakat

luar atau unsur pemerintah yang mengetahui masalah yang dibahas.

D. SUMBER DATA

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif yang

diperoleh dari:

a. Data primer adalah kumpulan data dari pengamatan langsung dari lokasi

penelitian.

b. Data sekunder adalah data yang terdiri dari buku- buku literatur yang

membahas tentang good governance, akuntabilitas, transparasi, dan partisipasi

publik, serta teori-teori yang berkenaan dengan penyelenggaraan Pemerintah

Daerah.

E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, digunakan

metode pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut :

a. Studi Dokumenter

Yakni penelitian terhadap berbagai data sekunder yang berkaitan dengan

obyek penelitian

b. Wawancara

Yaitu teknik pengumpulan data dari responden dikumpulkan dengan metode

tanya jawab secara langsung dengan responden. Kegiatan wawancata tersebut

dilakukan berdasarkan tipe wawancara terarah (directive interview)

Responden dalam penelitian ini adalah Penyelenggara Pemerintahan Daerah di

Kecamatan Wiyung, tokoh masyarakat/LSM di Kecamatan Wiyung, serta

beberapa masyarakat umum di Kecamatan Wiyung Surabaya.

c. Observasi

Yaitu dengan melakukan pengamatan langsung ke lokasi penelitian untuk

melakukan pengamatan khususnya berkenaan dengan penerapan prinsip

akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi publik di Kecamatan Wiyung

Surabaya.

29

Page 30: PROPOSAL SKRIPSI

F. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL

a. Akuntabilitas

Akuntabilitas atau accountability adalah kapasitas suatu instansi pemerintahan

untuk bertanggung gugat atas keberhasilan maupun kegagalannya dalam

melaksanakan misinya dalam mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan

secara periodik. Artinya, setiap instansi pemerintah mempunyai kewajiban

untuk mempertanggungjawabkan pencapaian organisasinya dalam

pengelolaan sumberdaya yang dipercayakan kepadanya, mulai dari tahap

perencanaan, implementasi, sampai pada pemantauan dan evaluasi (Meuthia

Ganie Rochman, 1998).

b. Transparansi

Transparansi berarti terbukanya akses bagi semua pihak yang berkepentingan

terhadap setiap informasi terkait seperti berbagai peraturan dan perundang-

undangan, serta kebijakan pemerintah dengan biaya yang minimal. Informasi

sosial, ekonomi, dan politik yang andal (reliable) dan berkala haruslah tersedia

dan dapat diakses oleh publik (biasanya melalui filter media massa yang

bertanggung jawab). Artinya, transparansi dibangun atas pijakan kebebasan

arus informasi yang memadai disediakan untuk dipahami dan (untuk

kemudian) dapat dipantau.

c. Partisipasi Publik

Partisipasi merupakan perwujudan dari berubahnya paradigma mengenai

peran masyarakat dalam pembangunan. Masyarakat bukanlah sekedar

penerima manfaat (beneficiaries) atau objek belaka, melainkan agen

pembangunan (subjek) yang mempunyai porsi yang penting. Dengan prinsip

“dari dan untuk rakyat”, mereka harus memiliki akses pada pelbagai institusi

yang mempromosikan pembangunan. Karenanya, kualitas hubungan antara

pemerintah dengan warga yang dilayani dan dilindunginya menjadi penting di

sini.

d. Good Governance

Good governance adalah sebuah bentuk ideal mekanisme, praktik dan tata

cara pemerintah dalam mengatur dan memecahkan masalah-masalah publik.

Adapun beberapa pengertian lain mengenai Good Governance, antara lain :

Suatu konsepsi tentang penyelenggaraan pemerintahan yang bersih,

demokratis, dan efektif.

30

Page 31: PROPOSAL SKRIPSI

Suatu gagasan dan nilai untuk mengatur pola hubungan antara

pemerintah, dunia usaha swasta, dan masyarakat.

e. Pemerintahan Lokal

Dalam arti luas, pemerintahan lokal merupakan penyelenggaraan

pemerintahan oleh lembaga-lembaga kekusaan di daerah, yang dalam

perkembanganya di Indoenesia terdiri dari Kepala Daerah dan DPRD.

Sedangkan dalam arti sempit adalah hanyalah penyelenggaraan oleh kepala

daerah saja.

G. INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA

No. Jenis Metode Jenis Instrumen

1. Wawancara (interview) Pedoman wawancara (interview guide),

daftar cocok (check-list)

2. Pengamatan/observasi

(observation)

Lembar pengamatan, panduan

pengamatan, panduan observasi, dan

daftar cocok.

H. TEKNIK ANALISIS DATA

Analisa data penelitian ini dilakukan simultan dengan menggunakan analisa

kualitatif, yaitu data sekunder yang berupa teori, definisi dan substansinya dari

beberapa literatur dan peraturan perundang-undangan serta data primer yang

diperoleh dari wawancara dianalisis dengan teori dan pendapat para pakar yang

relevan sehingga didapat kesimpulan tentang penerapan prinsip akuntabilitas,

transparansi, dan partisipasi publik dalam mewujudkan good governance di

Kecamatan Wiyung Surabaya.

31

Page 32: PROPOSAL SKRIPSI

DAFTAR PUSTAKA

Isra, Saldi. 2006. Reformasi Hukum Tata Negara. Padang: Andalas Univ. Press.

Lembaga Administrasi Negara dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.

2000. Akuntabilitas Dan Good Goverenance”. Jakarta: LAN dan BPKP

Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Mr. H. Mustamin DG. Matutu dkk. 1999. Mandat, Delegasi, Attribusi dan

Implementasinya di Indonesia. Yogyakarta: UII Press.

Nurcholis, Hanif. 2005. Teori dan Praktek Pemerintahan dan Otonomi Daerah.

Jakarta: Grasindo.

Salamm, Alfitra. 2005. Menimbang Kembali Kebijakan Otonomi Daerah. Jakarta:

LIPI.

Sedarmayanti. 2003. Good Governance (Kepemerintahan Yang Baik) Dalam Rangka

Otonomi Daerah. Bandung: Mandar Maju.

Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.

Soejito, Irawan. 1990. Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Jakarta:

Rineka Cipta.

Solihin, Dadang. 2007. Pengukuran Good Governance Index. Sekretariat Tim

Pengembangan Kebijakan Nasional Tata Kepemerintahan yang Baik -

BAPPENAS.

Syaukani HR., Afan Gaffar dan Ryas Rasyid. 2002. Otonomi Daerah Dalam Negara

Kesatuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

32

Page 33: PROPOSAL SKRIPSI

Wasistiono, Sadu. 2003. Kapita Selekta Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

Bandung: Fokus Media.

Widodo, Joko. 2001. Good Governance (Telaah dan Dimensi Akuntabilitas dan

Kontrol Birokrasi Pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah). Surabaya:

Insan Cendekia.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (revisi dari

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999)

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara

Pemerintah Pusat dan Daerah (revisi dari Undang-Undang Nomor 25 Tahun

1999)

BKSI. Mencari Format Dan Konsep Transparansi Dalam Penyelenggaraan

Pemerintahan Daerah. Disajikan pada seminar “Menciptakan Transparansi

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah: Memberdayakan Momentum

Reformasi”. Forum Inovasi dan Kepemerintahan yang Baik, Universitas

Indonesia. Depok, 12 Juni 2001.

Max Pohan. Mewujudkan Tata Pemerintahan Lokal yang Baik (Local Good

Governance) dalam Era Otonomi Daerah. Disampaikan pada Musyawarah

Besar Pembangunan Musi Banyuasin ketiga, Sekayu, Oktober 2000.

Rochman, Meuthia Ganie. Good Governance dan Tiga Struktur Komunikasi Rakyat

dan Pemerintah. Makalah yang disajikan pada Seminar “Good Governance

dan Reformasi Hukum” di Jakarta, Agustus 1998.

http:/www.geocities.com/arsipda/makalah/reorganisasi.htm

http://www.goodgovernance.or.id/

"Otonomi Daerah Ciptakan Raja Kecil". KOMPAS, 19 Februari 2000.

33

Page 34: PROPOSAL SKRIPSI

PROPOSAL PENELITIAN

PENERAPAN PRINSIP AKUNTABILITAS, TRANSPARANSI, DAN PARTISIPASI PUBLIK

DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE DI PEMERINTAHAN LOKAL

(Studi Deskriptif Kualitatif di Kec.Wiyung Surabaya)

Disusun Oleh :

Liana Styawindari (074674038)

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYAFAKULTAS ILMU SOSIAL

JURUSAN PMP-KNS1 ILMU ADMINISTRASI NEGARA

2011

34