1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker merupakan ancaman serius kesehatan masyarakat karena insiden dan angka kematiannya terus merayap naik. Kanker merupakan proses penyakit yang bermula ketika sel abnormal diubah oleh mutasi genetik dari Deoxyribo Nucleat Acid (DNA) selular. Sel abnormal ini membentuk klon dan mulai berproliferasi secara abnormal. Kemudian dicapai suatu tahap dimana sel mendapatkan ciri-ciri invasif, dan terjadi perubahan pada sel-sel di sekitarnya. Sel-sel tersebut menginfiltrasi jaringan-jaringan sekitar dan memperoleh akses ke limfe dan pembuluh-pembuluh darah, melalui pembuluh-pembuluh darah tersebut sel dapat terbawa ke area lain dalam tubuh untuk membentuk metastase (penyebaran kanker) pada bagian tubuh yang lain (Smeltzer & Bare, 2002). Neoplasma ganas atau kanker terjadi karena timbul dan berkembang biaknya sel secara tidak terkendali sehingga sel-sel ini tumbuh terus merusak bentuk dan fungsi tempat tumbuhnya (Sjamsuhidajat, 2005).
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kanker merupakan ancaman serius kesehatan masyarakat karena insiden dan
angka kematiannya terus merayap naik. Kanker merupakan proses penyakit
yang bermula ketika sel abnormal diubah oleh mutasi genetik dari Deoxyribo
Nucleat Acid (DNA) selular. Sel abnormal ini membentuk klon dan mulai
berproliferasi secara abnormal. Kemudian dicapai suatu tahap dimana sel
mendapatkan ciri-ciri invasif, dan terjadi perubahan pada sel-sel di sekitarnya.
Sel-sel tersebut menginfiltrasi jaringan-jaringan sekitar dan memperoleh akses
ke limfe dan pembuluh-pembuluh darah, melalui pembuluh-pembuluh darah
tersebut sel dapat terbawa ke area lain dalam tubuh untuk membentuk
metastase (penyebaran kanker) pada bagian tubuh yang lain (Smeltzer & Bare,
2002). Neoplasma ganas atau kanker terjadi karena timbul dan berkembang
biaknya sel secara tidak terkendali sehingga sel-sel ini tumbuh terus merusak
bentuk dan fungsi tempat tumbuhnya (Sjamsuhidajat, 2005).
Penyakit kanker kini telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang
komplek di Indonesia, yang perlu ditanggulangi secara menyeluruh,
terpadu,efisien, ekonomis dan manusiawi. Kanker dapat menyerang seluruh
lapisan masyarakat. Bahkan di negara-negara maju sebab kematian kanker
menduduki urutan kedua setelah penyakit kardiovaskuler (Sukardja, 2005)
Badan Penelitian Pengembangan Kesehatan membuat perkiraan, insiden
kanker di Indonesia, 100 per 100.000 orang. Data dari Departemen Kesehatan,
sekitar 3,5% pasien yang dirawat di rumah sakit adalah neoplasma dan
cenderung menjadi salah satu penyebab utama kematian pada usia produktif
(Gayatri,2003). Data Departemen Kesehatan menyebutkan kanker merupakan
1
2
penyebab kematian ke-5 di Indonesia, setelah jantung, stroke, saluran pernafasan
dan diare (DepkesRI, 2006).
Berbagai pilihan terapi dapat dilakukan untuk mengatasi kanker. Pilihan
pengobatan kepada pasien kanker harus berdasarkan pada tujuan yang realistik
dan yang dapat dicapai untuk setiap tipe kanker yang spesifik. Banyak terapi
yang dilakukan terhadap kanker, diantaranya operasi, radioterapi, kemoterapi dan
terapi biologis serta beberapa metode terapi lainnya. Terapi operasi dan
radioterapi dapat menjadi terapi kuratif kanker yang bersifat lokal, sedangkan
kemoterapi digunakan untuk terapi sistemik terhadap kanker sistemik dan kanker
dengan metastasis klinis ataupun subklinis. Pengobatan kanker stadium lanjut
lokal, kemoterapi sering menjadi satu-satunya metode pilihan yang efektif
(Smeltzer & Bare, 2002)
Kemoterapi adalah penggunaan preparat antineoplastik sebagai upaya untuk
membunuh sel-sel kanker dengan mengganggu fungsi dan reproduksi selular.
Kemoterapi terutama digunakan untuk mengobati penyakit sistemik dari lesi
setempat. Kemoterapi mungkin dikombinasi dengan pembedahan atau terapi
radiasi, atau kedua-duanya. Tujuan dari kemoterapi (penyembuhan,
pengontrolan, paliatif) harus realistik, karena tujuan tersebut akan menetapkan
medikasi yang digunakan dan keagresifan dari rencana pengobatan (Smeltzer
& Bare, 2002).
Data dari ruang tindakan kemoterapi Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang,
dari bulan januari 2010 sampai Desember 2010, tindakan kemoterapi yang
telah dilakukan sebanyak 5187 tindakan. Dan data jumlah tindakan
kemoterapi rata-rata pada 3 bulan terakhir (Juli 2010, Agustus 2010, dan
September 2010) adalah sebanyak 388 tindakan tiap bulannya (Catatan Medis
RSUP Dr. Kariadi semarang, 2010)
3
Pasien yang menjalani kemoterapi, biasanya akan mengalami berbagai
ketidaknyamanan seperti mual, muntah, alopecia, kulit kering dan penurunan
daya tahan tubuh. Gangguan psikologis berupa kecemasan yang mana timbul
sebagai efek samping dari pemberian kemoterapi, mulai dari kecemasan
ringan sampai kecemasan yang berskala berat bahkan pasien dapat mengalami
kepanikan. Perubahan fisik akibat efek samping dari kemoterapi cenderung
membuat pasien merasa cemas, sehingga mempengaruhi hubungan
interpersonal dengan oranglain maupun pasangan hidup (Nurachmah,1999)
Kecemasan pasien timbul dari rasa kekhawatiran yang tidak jelas dan
menyebar yang berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti, tidak berdaya,
serta obyek yang tidak spesifik. Kecemasan tersebut dimanifestasikan secara
langsung melalui perubahan fisiologis seperti (gemetar, berkeringat, detak
jantung meningkat, nyeri abdomen, sesak nafas) dan perubahan perilaku
seperti ( gelisah, bicara cepat, reaksi terkejut) dan secara tidak langsung
melalui timbulnya gejala sebagai upaya untuk melawan kecemasan (Stuart,
2006).
Berbagai teori telah dikembangkan untuk menjelaskan penyebab dari
gangguan kecemasan. Antara lain teori psikodinamik, faktor-faktor sosial dan
lingkungan, faktor-faktor kognitif dan emosional dan faktor biologis (Greene,
2003 ). Pasien dapat mengatasi kecemasannya dengan menggunakan sumber
koping di lingkungan sekitarnya. Sumber koping tersebut adalah aset
ekonomi, kemampuan menyelesaikan masalah, dukungan sosial keluarga dan
keyakinan budaya dapat membantu individu dalam menggunakan mekanisme
koping yang adaptif. Sumber koping yang penting bagi pasien adalah
dukungan sosial keluarga terutama dari pasangan hidup (Stuart, 2006)
Keluarga merupakan dua atau lebih individu yang bergabung karena
hubungan darah, perkawinan, dan adopsi dalam satu rumah tangga
berinteraksi satu dengan yang lainnya dalam peran dan menciptakan serta
4
mempertahankan suatu budaya, sehingga fungsi keluarga sangat diperlukan
dalam dukungannya terhadap perawatan pasien. Dukungan keluarga terutama
suami atau istri dapat memberikan rasa senang, rasa aman, rasa nyaman dan
mendapat dukungan emosional yang akan mempengaruhi kesehatan jiwa.
(Setiadi, 2008). Karena itu dukungan keluarga sangat diperlukan dalam
perawatan pasien, dapat membantu menurunkan kecemasan pasien,
meningkatkan semangat hidup dan komitmen pasien untuk tetap menjalani
pengobatan kemoterapi.
Dukungan sosial lain yang tak kalah penting bagi pasien kanker adalah
dukungan yang diberikan oleh perawat. Perawat berperan penting dalam
mengendalikan kebutuhan emosi diri pasien terutama pasien kanker yang
sedang menjalani kemoterapi (Ibrahim, 2009). Peran perawat sangat penting
dalam penanggulangan kecemasan dan berupaya agar pasien tidak merasa
cemas melalui asuhan keperawatan komprehensif secara biologis, psikologis,
sosial, dan spiritual. Peran perawat juga sangat penting untuk memberikan
suport atau dukungan dan penyuluhan terhadap penurunan tingkat kecemasan
pada pasien (Kuntjoro, 2010).
Pengkajian data awal yang dilakukan pada 4 pasien kanker yang menjalani
kemoterapi menunjukkan bahwa 75% Pasien mengalami kecemasan. Pasien
yang mengalami kecemasan merasa penderitaannya bertambah dengan adanya
efek samping obat dan rasa tertekan karena adanya perasaan menambah
beban keluarga dalam hal biaya dan waktu. Hasil wawancara menunjukkan
kecemasan pasien juga bertambah ketika sikap sebagian perawat kurang
mendukung, misalnya ketika pasien bertanya mengapa obatnya belum
diberikan, perawat hanya menjawab obatnya belum ada, dan menunjukkan
sikap yang kurang empati kepada pasien. Pengamatan penulis selama merawat
pasien, kecemasan pasien juga diperburuk dengan lingkungan Rumah Sakit
atau tempat pelayanan kesehatan yang tidak kondusif, perasaan tidak berdaya
5
dan dukungan perawat yang tidak adekuat. Fenomena tersebut menjadikan
dasar perlunya penelitian ini.
B. Rumusan Masalah
Pasien kanker yang menjalani kemoterapi dapat mengalami berbagai masalah
fisik dan psikologis sebagai efek samping pengobatan kemoterapi. Hal ini
dapat meningkatkan kecemasan pasien dan dapat mempengaruhi keberhasilan
pengobatan. Perawat perlu mengetahui berbagai hal yang dapat meningkatkan
dan mengurangi timbulnya kecemasan, antara lain faktor dukungan sosial dari
perawat dan keluarga. Oleh karena itu rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah “Adakah hubungan dukungan keluarga dan dukungan perawat dengan
tingkat kecemasan pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi di RSUP Dr
Kariadi Semarang”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mendiskripsikan hubungan dukungan kelurga dan dukungan perawat
dengan tingkat kecemasan pada pasien kanker yang menjalani
kemoterapi di RSUP Dr Kariadi Semarang.
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan tingkat kecemasan pasien kanker yang menjani
kemoterapi
b. Mendeskripsikan dukungan keluarga pada pasien kanker yang menjani
kemoterapi
c. Mendeskripsikan dukungan perawat pada pasien kanker yang menjani
kemoterapi
d. Menganalisis hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat
kecemasan pada pasien kanker yang menjalani kemoterapi
e. Menganalisis hubungan antara dukungan perawat dengan tingkat
kecemasan pada pasien kanker yang menjalani kemoterap
6
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi institusi rumah sakit
Dapat digunakan sebagai tambahan informasi dan bahan pertimbangan
untuk menyediakan program konseling tentang kanker dan kemoterapi
bagi keluarga pasien sebelum pasien menjalani kemoterapi, sehingga
pasien mendapat dukungan dari keluarga maupun lingkungan pekerjaan
sehingga menambah motivasi pasien dalam menyelesaikan program
kemoterapi.
2. Bagi institusi pendidikan
Sebagai bahan referensi serta menambah koleksi pustaka tentang pasien
kanker yang diberikan pengobatan kemoterapi.
3. Bagi praktek keperawatan dan penelitian selanjutnya
a. Sebagai masukan dalam pemberian askep khususnya pada pasien
kanker yang diberikan pengobatan kemoterapi.
b. Sebagai data dasar untuk penelitian selanjutnya
E. Bidang Ilmu
Penelitian ini termasuk dalam ruang lingkup penelitian Keperawatan Medikal
Bedah, Keperawatan Jiwa dan Keperawatan Keluarga
F. Keaslian Penelitian
Beberapa penelitian yang hampir sama sudah sudah pernah dilakukan, dengan
variabel yang berbeda, tempat yang berbeda atau metode penelitian yang
berbeda. Penelitian yang sudah dilakukan terkait penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Penelitian Heristanti (2005) tentang Faktor-faktor yang Berhubungan
dengan Tingkat Kecemasan terhadap Kemoterapi pada Pasien Kanker di
Rumah Sakit Dr Kariadi Semarang. Variabel yang diteliti dalam penelitian
ini adalah usia, tingkat pengetahuan, tingkat ekonomi, tingkat pendidikan
dan lamanya kemoterapi. Penelitian menggunakan metode korelasional
dengan rancangan cross-sectional, dengan jumlah sampel 34 orang.
7
Diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara dua dari lima
faktor yang diteliti dengan tingkat kecemasan terhadap kemoterapi pada
pasien kanker di Rumah Sakit Dokter Kariadi Semarang yaitu faktor
tingkat pendidikan (p=0,011) dan faktor lamanya kemoterapi (p=0,001)
sedangkan faktor tingkat pengetahuan, sosial ekonomi, dan faktorusia
secara statistik tidak bermakna (p>0,05).
2. Penelitian Yunitasari (2007) tentang Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Tingkat Kecemasan Pasien Pasca Didiagnosa Kanker di Rumah Sakit Dr
Kariadi Semarang. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah usia,
jenis kelamin, tingkat pengetahuan, tingkat ekonomi dan tingkat
pendidikan. Penelitian menggunakan metode survei analitik dengan cross
sectional, dengan jumlah sampel 34 responden. Diperoleh kesimpulan
bahwa terdapat hubungan antara empat dari lima faktor yang di teliti
dengan tingkat kecemasan pada pasien pasca didiagnosa kanker di Rumah
Sakit Dr Kariadi Semarang yaitu faktor jenis kelamin, tingkat
pengetahuan, tingkat ekonomi, tingkat pendidikan (p< 0,05) sedangkan
faktor usia secara statistik tidak berhubungan (p>0,05).
3. Penelitian Wulandari (2011) tentang Hubungan Dukungan Keluarga
dengan Tingkat Kecemasan Pasien kanker Servix yang Menjalani
Kemoterapi di RSUP Dokter Kariadi Semarang. Penelitian menggunakan
metode diskripstif korelasional, dengan jumlah sampel 58. Hasil penelitian
menunjukkan ada hubungan antara dukungan keluarga (suami) dengan
tingkat kecemasan pada pasien kanker serviks yang menjalani kemoterapi.
Didapatkan nilai korelasi (r) sebesar –0,311 menunjukkan bahwa arah
korelasi negatif dengan kekuatan yang sedang dan p value 0,018, arah
hubungan ini terbalik sehingga dapat disimpulkan semakin baik dukungan
keluarga semakin rendah tingkat kecemasan pada pasien kanker cerviks
yang menjalani kemoterapi.
Adapun hal-hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian
selanjutnya adalah variabel dan tempat penelitian yang berbeda.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kecemasan
1. Pengertian dan Insiden Kecemasan
Kecemasan atau ansietas adalah suatu keadaan emosional yang tidak
menyenangkan yang ditandai oleh rasa ketakutan serta gejala fisik yang
menegangkan serta tidak diinginkan (Craig, 2009). Kecemasan juga
merupakan suatu keadaan aprehensi atau keadaan khawatir yang
mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi (Greene, 2005).
Kecemasan adalah respon yang tepat terhadap ancaman, tetapi kecemasan
menjadi abnormal bila tingkatannya tidak sesuai dengan proporsi
ancaman, atau bila sepertinya datang tanpa ada penyebabnya.
Dalam bentuknya yang ekstrim, kecemasan dapat mengganggu fungsi
individu sehari-hari (Videbeck, 2008).
Kebanyak kasus wanita lebih banyak mengalami kecemasan dari pada
pria. Setidaknya 17% individu dewasa di Amerika Serikat menunjukkan
satu gangguan ansietas atau lebih dalam satu tahun (Videbeck, 2008).
Kecemasan juga banyak ditemui pada pasien yang menjalani
pemeriksaan,investigasi atau perawatan dalam bidang kesehatan seperti
pasien kanker yang menjalani kemoterapi (Ibrahim, 2009).
2. Penyebab dan Presipitasi Terjadinya Kecemasan
Berbagai teori telah dikembangkan untuk menjelaskan penyebab dari
gangguan kecemasan. Antara lain teori psikodinamik, faktor-faktor sosial
dan lingkungan, faktor-faktor kognitif dan emosional dan faktor biologis
(Greene 2003 ).
8
9
a. Teori psikodinamika menjelaskan bahwa gangguan kecemasan sebagai
usaha ego untuk mengendalikan munculnya impuls-impuls yang
mengancam ke kesadaran. Perasaan kecemasan adalah tanda-tanda
peringatan bahwa impuls-impuls yang mengancam mendekat ke
kesadaran. Ego menggerakkan mekanisme pertahanan diri untuk
mengalihkan impuls-impuls tersebut, yang kemudian mengarah
menjadi gangguan kecemasan lainnya (Greene 2003).
b. Faktor-faktor lingkungan dan sosial yang menyebabkan terjadinya
gangguan kecemasan didapatkan dari pemaparan terhadap peristiwa
yang mengancam atau traumatis, mengamati respon takut pada orang
lain dan kurangnya mendapat dukungan sosial. Termasuk dalam
dukungan sosial adalah dukungan perawat dan dukungan keluarga
(Smeltzer & Bare, 2002).
c. Faktor-faktor kognitif dan emosional menadi penyebab gangguan
kecemasan disebabkan konflik psikologis yang tidak terselesaikan,
prediksi berlebih tentang ketakutan, keyakinan-keyakinan yang tidak
rasional, sensitivitas yang berlebihan tentang ancaman, salah
mengartikan dari sinyal-sinyal tubuh (Greene 2003)..
d. Faktor-faktor biologis menjadi penyebab gangguan kecemasan
diperoleh dari predisposisi genetik, dan ketidakseimbangan biokimia
di otak. Sebagai faktor predisposisi kondisi kesehatan umum seperti
kondisi penderita kanker sangat berhubungan dengan penyebab
kecemasan (Ibrahim, 2003 ).
Kecemasan pada pasien sebagai individu dapat dicetuskan oleh adanya
ancaman. Faktor-faktor presipitasi yang dapat menyebabkan terjadinya
masalah kecemasan dapat berupa ancaman terhadap integritas biologi dan
ancaman terhadap konsep diri dan harga diri (Hawari, 2001). Ancaman
terhadap integritas biologi dapat berupa penyakit trauma fisik. Ancaman
terhadap konsep diri dan harga diri seperti: proses kehilangan, perubahan
peran, perubahan hubungan, lingkungan dan status sosial.
10
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kecemasan yaitu:
a. Faktor internal
1) Potensi stressor
Merupakan setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan
stressor psikososial perubahan dalam kehidupan seseorang
sehingga orang itu terpaksa mengadakan adaptasi (Smeltzer &
Bare, 2002).
2) Maturitas
Individu yang memiliki kematangan kepribadian lebih sukar
mengalami gangguan akibat kecemasan, karena individu yang
matur memiliki daya adaptasi yang lebih besar terhadap
kecemasan.
3) Pendidikan dan status ekonomi
Pendidikan dan status ekonomi yang rendah pada seseorang
menyebabkan orang tersebut mudah mengalami kecemasan.
Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap
kemampuan berfikir rasional dan menangkap informasi baru
termasuk menguraikan masalah baru (Stuart, 2006).
4) Keadaan fisik
Seseorang yang mengalami gangguan fisik, penyakit kronis,
penyakit keganasan akan mudah mengalami kelelahan
fisik,sehingga akan mudah mengalami kecemasan.
5) Tipe kepribadian
Tidak semua orang mengalami stressor psikososial akan menderita
gangguan kecemasan, hal ini juga tergantung pada struktur atau
tipe kepribadian seseorang. Orang yang berkepribadian A akan
lebih mudah mengalami gangguan akibat kecemasan daripada
orang dengan kepribadian B. Ciri-ciri orang berkepribadian A
adalah : tidak sabar ambisius menginginkan kesempurnaan, merasa
teburu-buru waktu, mudah gelisah, mudah gelisah. Sedang orang
11
tipe B adalah orang yang penyabar, tenang, teliti dan rutinitas.
(Stuart, 2001)
6) Lingkungan dan situasi
Seseorang yang berada pada lingkungan yang asing akan mudah
mengalami kecemasan dibandingkan bila ia berada di lingkungan
yang biasa dia tempati.
7) Usia
Seseorang yang mempunyai usia lebih muda ternyata lebih mudah
mengalami gangguan kecemasan daripada orang yang lebih tua,
tetapi ada yang berpendapat sebaliknya.
8) Jenis kelamin
Gangguan kecemasan lebih sering dialami perempuan
dibandingkan dengan laki-laki.
b. Faktor eksternal
Dukungan sosial dapat mempengaruhi kemampuan koping seseorang
dalam mengatasi masalah, termasuk dalam hal kecemasan, selain itu
dukungan sosial juga membuat pasien merasa diperhatikan dan dicintai
oleh orang lain, merasa dirinya dianggap dan dihargai, dan membuat
seseorang merasa bahwa dirinya bagian dari jaringan komunikasi oleh
anggotanya. termasuk diantara dukungan sosial meliputi dukungan
keluarga dan dukungan orang lain (termasuk perawat) yang bermakna
dalam membantu pasien mengatasi masalah (Smeltzer & Bare, 2002).
1) Dukungan keluarga
Dukungan keluarga ialah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga
terhadap penderita yang sakit.
2) Dukungan perawat
Selain dukungan keluarga, salah satu dukungan sosial yang penting
bagi pasien adalah dukungan perawat. Peran perawat sangat
penting untuk memberikan suport atau dukungan dan penyuluhan
terhadap penurunan tingkat kecemasan pada pasien.
12
3. Tingkat Kecemasan
Ada empat tingkat kecemasan atau ansietas menurut Peplau (1952, dalam
Videbeck, 2008) yaitu ringan , sadang, berat dan panik.
a. Ansietas ringan
Ansietas ini adalah ansietas normal yang memotivasi individu dari
hari ke hari sehingga dapat meningkatkan kesadaran individu serta
mempertajam perasaannya. Ansietas tahap ini dipandang penting dan
konstuktif.
b. Ansietas sedang
Pada tahap ini lapangan persepsi individu menyempit, seluruh indra
dipusatkan pada penyebab ansietas sehingga perhatian terhadap
rangsangan dari lingkungan berkurang.
c. Ansietas berat
Lapangan persepsi menyempit, individu berfokus pada hal-hal yang
kecil, sehingga individu tidak mampu memecahkan masahnya, dan
terjadi gangguan fungsional.
d. Panik
Merupakan bentuk ansietas yang ekstrem, terjadi disorganisasi dan
dapat membahayakan diri. Individu tidak dapat bertindak, agitasi atau
hiperaktif, ansietas tidak dapat langsung dilihat, tetapi
dikomunikasikan melalui perilaku individu, seperti tekanan darah
meningkat, nadi cepat, mulut kering, menggigil, sering kencing, dan
pusing.
4. Gejala Klinis
Gejala klinis cemas tampak pada keluhan-keluhan yang sering
dikemukakan oleh orang yang mengalami gangguan kecemasan antara
lain khawatir, firasat buruk, takut pada perkiraannya sendiri, mudah
tersinggung dan kadang individu yang bersangkutan merasa tegang dan
gelisah. Gejala-gejala lain yang dapat timbul adalah mudah terkejut, takut
sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang, gangguan pola tidur,
13
mimpi-mimpi yang menegangkan, gangguan konsentrasi dan daya ingat,
serta keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang,