Top Banner

of 25

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

PROPOSAL PTK PENGARUH METODE MENGAJAR DAN GAYA BERPIKIR TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA

Nama Noreg

: Dewi Puji Lestari : 5215 083401

Teknik Elektro - Fakultas Teknik Universitas Negeri Jakarta 2012

Judul PENGARUH METODE MENGAJAR DAN GAYA BERPIKIR TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA

Rumusan Apakah hasil belajar Fisika siswa yang diajar dengan metode inquiry lebih tinggi daripada yang diajar dengan metode expository? Apakah hasil belajar Fisika siswa yang gaya berpikirnya divergen lebih tinggi daripada yang gaya berpikirnya konvergen? Apakah terdapat interaksi antara metode mengajar dan gaya berpikir yang berpengaruh terhadap hasil belajar Fisika siswa? Apakah hasil belajar Fisika siswa yang diajar dengan metode inquiry dan bergaya berpikir divergen lebih tinggi daripada yang diajar dengan metode expository dan bergaya berpikir divergen? Apakah hasil belajar Fisika siswa yang diajar dengan metode inquiry dan bergaya berpikir konvergen lebih tinggi daripada yang diajar dengan metode expository dan bergaya berpikir konvergen? Apakah hasil belajar Fisika siswa yang diajar dengan metode inquiry dan bergaya berpikir divergen lebih tinggi daripada yang diajar dengan metode inquiry dan bergaya berpikir konvergen?

Kajian Teori 1. Hasil Belajar Siswa Belajar merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia yang vital dalam usahanya untuk mempertahankan hidup dan mengembangkan dirinya dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, karena belajar selalu berhubungan dengan perubahan yang terjadi pada segala aspek kehidupan jasmaniah dan rohaniah. Dengan adanya proses belajar inilah manusia dapat bertahan hidup. Menurut Irwanto dan kawan-kawan, belajar adalah sebagai proses perubahan dari belum mampu menjadi sudah mampu dalam rangka waktu tertentu. Proses perubahan yang terjadi dalam hal ini mengarah ke kemampuan yang lebih tinggi atau adanya peningkatan. Tanpa belajar manusia

mengalami kesulitan dalam menyesuaikan dirinya dengan lingkungan dan tuntutan hidup, kehidupan dan penghidupan yang senantiasa berubah. Jadi dengan demikian, belajar merupakan suatu kebutuhan yang dirasakan sebagai suatu keharusan untuk dipenuhi sepanjang hayat manusia. Belajar atau learning oleh Percival dan Ellington diartikan sebagai: (a) perubahan yang terjadi dari hubungan yang stabil antara stimulus (rangsangan) yang diterima oleh organisme (makhluk hidup) secara individual dan respon (jawaban)-nya yang sifatnya tersamar (tersembunyi) maupun jawaban yang terbuka, (b) adalah perubahan perilaku yang relatif

permanen sebagai akibat (hasil) dari pengalaman masa lalu yang diperoleh secara hati-hati maupun dengan sengaja. Belajar merupakan perubahan tingkah laku dan sikap sebagai akibat dari suatu kegiatan latihan, mencari, menemukan dan melihat pokok masalah. Menurut Bloom, dalam Gafur, menyebutkan bahwa dalam

proses belajar, kegiatan siswa dikategorikan dalam tiga aspek, yaitu: Pertama; aspek cognitive (pengenalan) yang meliputi pengetahuan, pemahaman, analisis, sintesis, evaluasi dan aplikasi. Kedua; aspek affective (perasaan) yang meliputi sikap, nilai, minat dan apresiasi. Ketiga; aspek psychomotor (gerak) yang meliputi tujuan pendidikan yang ada

hubungannya dengan keterampilan motorik.

Selanjutnya Bruner dalam

Roestiyah, menyebutkan bahwa dalam proses belajar mementingkan partisipasi aktif (peran serta secara aktif) dari para siswa, sedangkan dalam proses mengajar diharapkan guru dapat mengenal perbedaan umum dari setiap siswa. Untuk dapat berperan secara aktif dalam proses belajar, siswa hendaknya dilibatkan dalam berbagai kegiatan, seperti menyiapkan bahanbahan diskusi, melakukan diskusi kelas dan kelompok, survey di lingkungan sosial sekolah maupun tempat tinggal siswa, dan sebagainya. Hal tersebut sesuai pula dengan filsafat Tiongkok kuno yang berkaitan dengan prinsip belajar, yaitu, saya mendengar dan saya lupa, saya melihat dan saya ingat, saya melakukan dan saya mengerti.

Dengan

demikian,

perubahan-perubahan

tingkah

laku

akibat

pertumbuhan fisik atau kematangan, kelelahan, penyakit, atau pengaruh obat-obatan adalah tidak termasuk sebagai belajar. Belajar merupakan kegiatan yang dilakukan oleh individu maupun kelompok. Pada umumnya siswa melakukan kegiatan belajar karena untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Antara lain siswa belajar karena ingin mengerti atau memahami suatu hal, atau siswa belajar kerana ada tugas yang harus dikerjakannya atau ingin memperoleh nilai yang tinggi pada saat ujian. Soemanto mengatakan dalam belajar banyak sekali faktor yang mempengaruhinya yaitu (a) faktor-faktor stimuli belajar, (b) faktor-faktor metode belajar, (c) faktor-faktor individual. Stimuli belajar di sini adalah segala hal di luar individu yang merangsang individu itu untuk mengadakan reaksi atau perbuatan belajar stimulasi dalam hal ini mencakup material, penegasan, serta suasana lingkungan eksternal yang harus diterima atau dipelajari oleh siswa, misalnya metode mengajar yang dipakai oleh guru, sedangkan faktor-faktor individual, yaitu segala hal yang ada dalam diri individu yang belajar, baik secara fisiolosis maupun psikologis. Antara stimulus dan respons terbentuk suatu asosiasi. Terjadinya asosiasi ini menyebabkan terbentuknya hukum-hukum yaitu hukum latihan dan hukum akibat. Hal inilah yang menjadi inti proses yang terjadi. Dari definisidefinisi yang dikemukakan di atas, dapat dikemukakan adanya beberapa elemen yang penting yang mencirikan pengertian tentang

belajar, yaitu: (1) Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, di mana perubahan itu dapat mengarah pada kemungkinan mengarah pada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk. (2) Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman; dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar; seperti perubahan-perubahan yang terjadi pada diri seorang bayi. (3) Untuk dapat disebut belajar, maka peruahan itu harus relatif mantap; harus merupakan akhir dari pada suatu periode waktu yang cukup panjang. Berapa lama periode waktu itu berlangsung sulit ditentukan dengan pasti, tetapi perubahan itu hendaknya merupakan akhir dari suatu periode yang mungkin berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan atau bertahuntahun. (4) Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti: perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah/berpikir

keterampilan, kecakapan, atau pun sikap. Berdasarkan teori dan pendapat di atas, ditunjukkan bahwa di dalam proses belajar, peran individu yang belajar sangat besar pengaruhnya terhadap pencapaian hasil belajar yang optimal. Oleh karena itu di dalam upaya meningkatkan hasil belajar, maka faktor-faktor yang berasal dari luar diri individu yang belajar, sehingga dengan demikian perubahan perilaku yang terjadi dikarenakan adanya aktivitas dari individu itu sendiri.

Suatu pengajaran dikatakan berhasil baik jika pengajaran itu membangkitkan proses belajar efektif. Persoalan yang menentukan mengenai metode atau prosedur yang digunakan dalam pengajaran, apakah berdasarkan pengalaman di dunia pengajaran atau hasil percobaan, apakah ia konvensional atau progresif. Semua pertimbangan tersebut mungkin penting artinya akan tetapi tidak ada yang merupakan pertimbangan terakhir, karena semuanya berkenaan dengan alat dan bukan dengan tujuan pengajaran. Dari kutipan tersebut jelas bahwa kegiatan mengajar atau pengajaran yang berhasil guna adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam mengelola proses balajar mengajar di kelas yang dapat meningkatkan terjadinya proses belajar (proses intern) dalam diri setiap siswa yang mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas. Pengajaran yang berhasil guna ialah kegiatan belajar mengajar yang dikelola oleh guru dan dapat meningkatkan terjadinya proses belajar (proses intern) dalam diri setiap siswa yang mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas sehingga konsep, rumus, atau prinsip yang disajikan dapat dipahami dan dikuasai serta dapat diterapkan dalam situasi baru. Tingkat penguasaan guru terhadap materi pelajaran adalah penguasaan secara konseptual terhadap keseluruhan materi atau pokok bahasan yang tercantum dalam kurikulum sekolah. Bahkan penguasaan yang sama juga

harus meliputi keseluruhan materi yang merupakan materi prasyarat dan materi pengayaan dari materi kurikulum sekolah. Kemampuan mengelola proses belajar di kelas mencakup penguasaan terhadap berbagai kemampauan dan keterampilan dalam mengelola proses belajar mengajar di kelas, yang meliputi: 1) Kemampuan membangkitkan motivasi belajar siswa di kelas. 2) Kemampuan mempersiapkan kelas. 3) Kemampuan menyusun dan menyajikan struktur bahan pengajaran. 4) Kualitas penjelasan yang diberikan. 5) Kualitas dan relevansi pertanyaan yang diajukan dalam proses belajar mengajar. 6) Kualitas dan relevansi jawaban atas pertanyaan siswa. 7) Kemampuan merangsang dan mengembangkan pertanyaan siswa. 8) Kemampuan mengkomunikasikan ide-ide siswa. 9) Ketepatan menggunakan metode mengajar. 10) Keterampilan menggunaan media pengajaran. 11) Kemampuan memperhatikan dengan aktif keseluruhan proses belajar mengajar di kelas. 12) Keterampilan berkomunikasi secara psikologis di kelas. 13) Kemampuan komunikatif. 14) Kemampuan meringkas dan mereview isi bahan pelajaran. 15) Gaya dan antusiasme mengajar. menggunakan bahasa Indonesia yang benar dan

Gagne membedakan hasil belajar menjadi lima kategori, yaitu : (1) keterampilan intelektual (intellectual skills), (2) informasi verbal (verbal information), (3) strategi kognitif (cognitive strategies), (4) keterampilan motoris (motor skills), dan (5) sikap (attitudes). Menurut pembagian ini hasil belajar Fisika termasuk untuk semua kategori, namun penekanannya pada keterampilan intelektual, informasi verbal dan strategi kognitif. Hasil belajar menurut Bloom dibagi menjadi tiga ranah, yaitu: (1) ranah kognitif, (2) ranah afektif dan (3) ranah psikomotor. Ranah kognitif meliputi tujuan yang berhubungan dengan ingatan, pengetahuan dan kemampuan intelektual. Ranah afektif meliputi tujuan yang perubahan nilai-nilai, sikap, minat dan perasaan. berhubungan dengan Ranah psikomotor

meliputi tujuan yang berhubungan dengan manipulasi dan kemampuan gerak. Bloom membagi hasil belajar meliputi semua ranah psikologis tersebut, namun kaitannya dengan tes hasil belajar di Indonesia cenderung penekanannya pada ranah kognitif. Ranah kognitif terdiri dari enam tingkat proses berpikir, mulai dari tingkat berpikir paling rendah sampai tingkat berpikir paling tinggi, yaitu: (1) ingatan, (2) pemahaman, (3) aplikasi, (4) analisis, (5) sintesis, dan (6) evaluasi. Pengetahuan adalah kemampuan untuk mengingat nama, istilah, gejala dan rumus-rumus. Pengetahuan atau ingatan merupakan jenjang berpikir paling rendah. Pemahaman adalah kemampuan untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah diketahui dan dapat melihatnya lagi dari berbagai

segi. Pemahaman merupakan jenjang berpikir setingkat lebih tinggi dari ingatan. Aplikasi atau penerapan adalah kemampuan untuk menerapkan ideide umum rumus-rumus, metode-metode, teori-teori dalam situasi yang baru. Penerapan ini merupakan jenjang berpikir satu tingkat lebih tinggi dari pemahaman. Analisis adalah kemampuan untuk merinci atau menguraikan suatu bahan dan mampu memahami hubungan satu dengan yang lainnya, dan ini merupakan jenjang berpikir satu tingkat lebih tinggi dari aplikasi. Sintesis adalah kemampuan dalam memadukan bagian-bagian secara logis menjadi pola struktur baru, kedudukannya setingkat lebih tinggi dari analisis. Penilaian atau evaluasi merupakan jenjang berpikir yang paling tinggi dalam ranah kognitif, dan merupakan kemampuan untuk membuat pertimbangan terhadap suatu nilai atau ide. Dalam hal ini evaluasi adalah jenjang berpikir paling tinggi meliputi juga sintesis, analisis, penerapan, pemahaman dan pengetahuan. Popham menyebutkan bahwa untuk mengukur hasil belajar yang diperoleh dalam proses belajar untuk ranah kognitif dapat dilakukan dengan memberikan sejumlah tes tertulis. Agar dari masing-masing jenjang berpikir ranah kognitif itu dapat dibuat item tes, maka tujuan harus dinyatakan dengan perilaku khusus, yang diharapkan terjadi dan dapat diukur setelah proses belajar mengajar selesai. Perilaku khusus tersebut diwujudkan dalam bentuk kata-kata kerja operasional. Gronlund mengemukakan contoh kata-kata kerja operasional untuk merumuskan tujuan-tujuan belajar dari masing-masing jenjang berpikir ranah kognitif sebagai berikut:

a. Ingatan

: mengidentifikasi, menamai, merumuskan, membuat daftar, menjodohkan, memilih, membuat kerangka.

b. Pemahaman

: mengklasifikasi, menjelaskan, mengiktisarkan, mengubah, meramalkan, membedakan

c. Aplikasi

: mendemonstrasikan, menghitung, memecahkan, mengatur, mengoperasikan, menghubungkan.

d. Analisis

: membedakan, membuat diagram, menaksir, memisahkan, menyimpulkan, mengatur rangkaian,

e. Sintesis

: menggabungkan, menciptakan, merumuskan, merencanakan, menyusun, membangun, mengatur kembali, merevisi.

f. Evaluasi

: mempertimbangkan,mengkritik, membandingkan, membenarkan, menyimpulkan, membeda-bedakan, menyokong.

Dengan demikian, hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil belajar mata pelajaran Fisika di tingkat Madrasah Tsanawiyah yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh oleh siswa dari suatu tes hasil belajar yang dinyatakan setelah mengikuti suatu program pengajaran

dalam satu satuan waktu dalam hal ini satu semester. Skor yang diperoleh siswa mencerminkan adanya perbedaan tingkat kemampuan sehingga aspekaspek hasil belajar itu disebut juga sebagai jenjang kemampuan, yang dimaksud dengan skor adalah hasil pekerjaan menskor yang diperoleh dengan menjumlahkan angka-angka bagi setiap soal tes yang dijawab betul oleh siswa. 2. Metode Mengajar Rooijakkers mengartikan metode mengajar sebagai cara mengajar. Menurut Gerlach dan Ely sebagaimana dikutip Mudhoffir, strategi pengajaran atau pembelajaran biasa diartikan dengan metode pengajaran atau metode mengajar. Strategi pengajaran sedikit lebih luas daripada

metode mengajar karena di dalamnya termasuk juga pengertian pendekatan pengajaran dalam menyampaikan informasi, memilih sumber penunjang pengajaran (resources), dan menentukan serta menjelaskan peranan siswa. Dalam konteks pengkondisian siswa dari aspek tujuan pembelajaran, maka konsep belajar tuntas (mastery learning) yang salah satu karakteristiknya menyatakan bahwa, Specific instructional objectives known to the student . Juga tergolong atau masuk dalam kategori strategi pembelajaran expository, yang justru dari aspek aktivitas siswa, konsep belajar tuntas tersebut dapat dikategorikan ke dalam strategi pembelajaran inquiry. Lepas dari semua itu, konsep belajar tuntas (mastery learning)

begitu efektif sebagai landasan filosofi dan metode pengajaran, meskipun tidak mudah untuk diimplementasikan. Pada metode inquiry pengajar atau guru hanya menampilkan faktor atau kejadian atau demonstrasi. Tiap siswa dianjurkan untuk mengajukan sebanyak-banyaknya hipotesis dan pertanyaan kepada guru, yang hanya dijawab ya atau tidak. Siswa berusaha mencari dan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya. Kumpulan informasi tersebut diharapkan menjadi bahan untuk menemukan sendiri jawabannya. Dengan demikian, metode inquiry ini menuntut aktivitas siswa sendiri. Strategi pembelajaran adalah komponen umum dari satu set bahan pengajaran dan prosedur yang berkaiatan dengan bahan tersebut untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Strategi pembelajaran memuat lima komponen utama yaitu: 1) aktivitas pembelajaran pendahuluan, 2) penyampaian informasi, 3) partisipasi siswa, 4) tes, dan 5) kegiatan lanjutan. Cara mengajar yang paling tradisional dan telah lama dijalankan dalam sejarah pendidikan adalah cara mengajar dengan ceramah. Sejak dulu guru dalam usaha menularkan pengetahuannya pada siswa ialah dengan lisan atau ceramah. Cara ini kadang-kadang membosankan, maka dalam pelaksanaannya memerlukan ketrampilan tertentu agar penyajiannya tidak membosankan dan dapat menarik perhatian murid. Mengajar dengan ceramah dapat juga disebut sebagai teknik kuliah, merupakan suatu cara mengajar yang digunakan untuk menyampaikan keterangan atau informasi

atau uraian tentang suatu pokok persoalan atau masalah secara lisan. Guru menggunakan teknik ceramah jika memiliki tujuan agar siswa memiliki informasi tentang suatu pokok atau persoalan tertentu. Pengajaran tradisional ini sama dengan ciri-ciri pada pengajaran konvensional sehingga pengajaran tradisional disebut juga pengajaran konvensional. Strategi pembelajaran konvensional adalah strategi pembelajaran yang menyajikan bahan pelajaran dalam bagian yang terpisah-pisah.

Pembelajaran ini merupakan pembelajaran yang benar-benar menjaga batasbatas antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lain dan menjaga perbedaan antara mata pelajaran yang satu dengan yang lain. Ciri-ciri pengajaran konvensional adalah pelajaran disajikan pada kelompok atau kelas sebagai keseluruhan tanpa memperhatikan muridmurid secara individual, penyajian bahan lebih banyak dalam bentuk ceramah, tugas tertulis dan media lain menurut pertimbangan guru, berorientasi pada kegiatan guru dengan mengutamakan pada proses mengajar. Murid-murid kebanyakan bersikap pasif karena harus

mendengarkan uraian guru, pengajara terutama berfungsi sebagai penyebar atau penyalur pengetahuan yaitu sumber pengetahuan utama. Dengan demikian strategi pembelajaran dalam konteks perluasan makna dari metode mengajarkarena di dalam strategi pembelajaran secara inheren termuati metode pengajarandapat dinyatakan sebagai suatu pendekatan pengajaran dalam menyampaikan informasi, pemilih-an sumber penunjang pengajaran (resources), dan penentuan serta penjelasan peranan

siswa dalam pembelajaran. Pembedaan secara dikotomis dua strategi pembelajaran sebagai expository dan inquiry menempatkan faktor aktivitas siswa atau guru sebagai diskriminannya. Ditinjau dari hal aktivitas, metode expository lebih berpusat pada aktivitas guru (teacher centered)yang oleh sebagian pandangan dinyatakan sebagai pembelajaran konvensional, sedangkan metode inquiry lebih berpusat pada aktivitas siswa (student centered).

3. Gaya Berpikir Berpikir sebagai salah satu sifat dasar manusia telah banyak dikaji oleh para ahli terutama ahli psikologi. Dari hasil kajian ahli psikologi ternyata manusia dalam berpikir memiliki ciri tersendiri yang kemudian diistilahkan sebagai gaya berpikir. Menurut Entwistle gaya berpikir

menunjuk pada pengertian cognitive style yang digunakan untuk membedakan pilihan kecenderungan berpikir yang relatif tetap antara orangorang yang secara umum memiliki kesamaan kapabilitas intelektual. Secara tegas Good dan Brophy mengemukakan bahwa mengapa gaya berpikir (cognitive style) menggunakan kata style atau gaya bukan ability atau kemampuan? Karena kemampuan berkaitan dengan isi dari kognisi, kemampuan menceritakan apa jenis informasi yang sedang diproses, oleh operasi apa, dan dalam bentuk apa. Sebaliknya, gaya menggambarkan

proses dari kognisi, gaya menceritakan bagaimana informasi sedang

diproses. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa antara gaya kognisi dan kemampuan kognisi merupakan dua hal yang berbeda. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas maka dapat ditarik

kesimpulan-kesimpulan bahwa gaya berpikir menunjuk pada bagaimana seseorang memproses informasi dan memecahkan masalah, bukan bagaimana baik atau benarnya proses itu menghasilkan produk. Dalam hal ini setiap individu memiliki cara atau gaya tersendiri dalam memproses dan mengorganisasikan informasi atau stimuli. Jadi pada dasarnya substansi dari gaya berpikir bukan pada isi atau produk dari kognisi, tetapi proses yang dilakukan oleh kognisi sehingga gaya berpikir tidak merefleksikan kemampuan atau tingkat intelegensi seseorang. Berdasarkan hal di atas maka dapat dikatakan bahwa gaya berpikir adalah suatu pola pemrosesan informasi yang dimiliki oleh seseorang dalam rangka merespon suatu stimuli atau memecahkan suatu masalah tertentu. Otak manusia sebagai pusat berpikir, struktur cerebal cortexnya terbagi dalam dua belahan, yaitu kanan dan kiri yang di antaranya disambung oleh segumpal serabut yang disebut corpus callosum. Belahan otak kanan menguasai belahan kiri badan, sedangkan otak kiri menguasai belahan kanan badan. Dari hasil eksperimen terhadap kedua belahan otak tersebut menurut DePorter dan Hernacki ternyata bahwa setiap belahan bertanggungjawab cara atau gaya berpikir, dan mempunyai spesialisasi masing-masing dalam kemampuan-kemampuan tertentu, walaupun di antara kedua sisi tersebut kadangkala terjadi persilangan atau interaksi.

Berkaitan dengan peranan setiap belahan otak tersebut, Semiawan mengemukakan bahwa belahan otak kiri, terutama berfungsi untuk berpikir rasional, analitis, berurutan, linier, dan saintifik seperti untuk belajar membaca, bahasa, berhitung secara matematis. Adapun belahan otak kanan berfungsi untuk berpikir holistik, spasial, metaforik dan lebih banyak menyerap konsep matematika, sintesis, intuitif, elaboratif, dan humanistik mistik. Walaupun kedua belahan otak tersebut masing-masing memiliki ciri tersendiri dalam fungsinya memroses informasi, namun tidak berarti bahwa belahan otak kanan lebih penting daripada belahan otak kiri, begitu pula sebaliknya. Setiap kedua belahan otak itu sama penting dan perlunya dalam kehidupan manusia. Kedua belahan otak terlibat dalam keseluruhan

kegiatan belajar, hanya pada individu tertentu belahan otak kanan yang lebih dominan, sementara pada individu yang lain mungkin belahan otak kiri yang lebih banyak terlibat. Berdasarkan teori belahan otak (hemisphere) seperti yang telah dikemukakan di atas, Crowl, Kaminsky, dan Podell membedakan gaya berpikir seseorang atas gaya berpikir divergen dan gaya berpikir konvergen. Gaya berpikir divergen adalah pola berpikir seseorang yang lebih didominasi oleh berfungsinya belahan otak kanan, sedangkan gaya berpikir konvergen adalah pola berpikir seseorang yang lebih didominasi oleh berfungsinya belahan otak kiri.

Orang dengan kecenderungan baya berpikir divergen lebih mudah mengingat wajah daripada nama, banyak bekerja dengan imajinasi, menghadapi sesuatu (masalah) dengan santai, menyukai kebebasan, dan senang berimprovisasi. Belahan otak kanan sebagai pusat operasi produk divergen menurut DePorter dan Hernacki menghasilkan cara berpikir yang bersifat acak, tidak teratur, intuitif, dan holistik. Berpikir divergen selalu dikaitkan dengan kreativitas. Menurut Guilford seperti dikutip oleh Rakhmat orang kreatif ditandai dengan pola berpikir divergen, yakni mencoba menghasilkan sejumlah kemungkinan jawaban. Pendapat senada dikemukakan oleh Munandar bahwa berpikir divergen sama dengan berpikir kreatif, yaitu suatu cara berpikir yang memberikan bermacam-macam kemungkinan jawaban berdasarkan

informasi yang diberikan dengan penekanan pada kuantitas, keragaman dan ketepat-gunaan, serta orisinalitas jawaban. Gaya berpikir divergen menunjuk pada pola pikir yang menuju ke berbagai arah dengan ditandai oleh adanya kelancaran, kelenturan, dan keaslian. Kolb seperti dikutip Nasution mengemukakan bahwa siswa yang memiliki gaya berpikir divergen lebih mengutamakan perasaan dan pengamatan dalam mendekati suatu situasi atau permasalahan. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dikemukakan bahwa gaya berpikir divergen adalah suatu pola berpikir yang dimiliki seseorang yang memungkinkan memikirkan satu hal dari aspek yang berbeda atau memberikan jawaban sebanyak mungkin untuk satu pertanyaan. Dalam hal

ini berpikir divergen secara umum memiliki karakteristik: (1) lateral, artinya memandang suatu persoalan dari beberapa sisi, (2) holistik, bersifat menyeluruh, (3) bebas dan terbuka, tidak terikat oleh satu alternatif tertentu, (4) intuitif-imajinatif, cenderung hanya memberikan gambaran atau bayangan dan intuisi, dan (5) orisinal, kemampuan memberikan gagasangagasan yang asli. Sedangkan gaya berpikir konvergen dapat diidentifikasi berdasarkan karakteristik: (1) vertikal, artinya bergerak secara bertahap dan berurutan yang sifatnya satu arah, (2) logis, metodis, dan analitis, (3) sistematis-terstruktur, (4) rasional-empiris, (5) dependen, dan (6) dapat diramalkan.

Kerangka Berfikir Bertolak dari kerangka teori dan tinjauan dari berbagai hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini, maka dapat diajukan kerangka berpikir sebagai berikut: 1. Pengaruh Metode Mengajar terhadap Hasil Belajar Fisika Strategi pembelajaran meliputi 6 komponen atau elemen pendidikan yaitu: 1) tujuan pembelajaran; 2) siswa; 3) materi pembelajaran; 4) guru; 5) metode dan media pembelajaran; 6) evaluasi. Enam komponen

pembelajaran dan tujuannya tersebut di atas harus seimbang dan saling mendukung antara satu dengan yang lainnya. Apabila salah satu komponen tersebut tidak berfungsi dengan baik maka sistem itu tak akan sempurna

yang berarti tujuan pembelajaran itu tidak akan tercapai. Metode mengajar merupakan bagian dari strategi pembelajaran, atau strategi pembelajaran itu sendiri dalam arti sempit. Strategi pengajaran

sedikit lebih luas daripada metode mengajar karena di dalamnya termasuk juga pengertian pendekatan pengajaran dalam menyampaikan informasi, memilih sumber penunjang pengajaran (resources), dan menentukan serta menjelaskan peranan siswa. Dalam wacana pendidikan dikenal secara garis besar dan dikotomis strategi pembelajaran expository approach dan inquiry approach. Kedua pendekatan ini membawahi berbagai metode mengajar yang

kategorisasinyadalam penelitian tesis inibergantung pada pemposisian siswa dan aktivitasnya. Diasumsikan strategi pembelajaran expository

approach cenderung berpusat pada aktivitas guru (teacher oriented) sebagaimana yang selama ini berlangsung dalam kegiatan pembelajaran konvensional, sedangkan strategi pembelajaran inquiry approach cenderung berpusat pada aktivitas siswa (student oriented). Dengan demikian, kelompok siswa yang secara terencana oleh guru yang bersangkutan dikenai perlakuan dengan strategi pem-belajaran yang secara dikotomis itu kontradiktif (expository approach versus inquiry approach) tentu diasumsikan sangat mungkin memiliki hasil belajar bidang studi apapunyang tidak sama baik output maupun outcomes-nya. Oleh karena itudengan mengabaikan faktor-faktor berpengaruh lainnya patut diduga hasil belajar Fisika siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri 1

Jakarta Selatan yang diajar dengan strategi pembelajaran atau metode mengajar inquiry lebih tinggi daripada yang diajar dengan strategi pembelajaran atau metode mengajar expository.

2. Pengaruh Gaya Berpikir terhadap Hasil Belajar Fisika Setiap manusia memiliki gaya berpikir yang unik. Setiap manusia memiliki kekuatan tersendiri. Gaya tersebut khas sebagaimana tanda tangan. Tidak ada suatu gaya berpikir yang lebih baik atau lebih buruk daripada gaya belajar yang lain. Semua kelompoksecara budaya, akademis, lakilaki, perempuanmeliputi semua gaya berpikir. Di dalam setiap budaya, strata, atau pengelompokkan sosial-ekonomi terdapat banyak perbedaan sebagai-mana perbedaan antar-kelompok. Meskipun gaya berpikir dinyatakan sebagai sesuatu yang unik, bukan berarti satu dengan lainnya tidak memiliki kesamaan. Para peneliti

menciptakan penggolongan gaya berpikir menurut pokok-pokok pengertian yang mendasarinya. Di antara kategorisasi itu selain terdapat perbedaan juga persamaan-persamaan, walaupun meng-gunakan istilah yang berbedabeda. Dari berbagai penggolongan itu dapat diambil tiga gaya belajar yang ada kaitannya dengan proses belajar-mengajar, yakni gaya berpikir menurut tipe: konvergen-divergen, vertikal-horisontal, linear-lateral, dan gaya berpikir lainnya. Dalam penelitian tesis ini yang menjadi fokus adalah gaya berpikir konvergen-divergen.

Gaya berpikir konvergen utamanya berfokus pada pengambilan pesan dan menghasilkan atau mengkonversi suatu jawaban tunggal yang tepat atas sesuatu masalah. Sebaliknya, gaya berpikir divergen tidak berfokus pada suatu jawaban yang tepat--penekanannya pada kemampuan untuk

menghasilkan jawaban-jawaban yang jangkauannya luas. Jika masalahmasalah yang membutuhkan pemikiran konvergen bersifat tertutup, masalah-masalah yang membutuhkan pemikiran divergen bersifat terbuka. Dengan demikian, kelompok siswa yang diindikasikan memiliki gaya belajar konvergen maupun gaya belajar divergent tentu dengan memperhatikan karakteristiknya masing-masing diasumsikan sangat mungkin memiliki hasil belajarbidang studi apapunyang tidak sama baik output maupun outcomes-nya. Oleh karena itudengan mengabaikan faktor-

faktor berpengaruh lainnya di dalam karakteristik gaya belajar masingmasing terutama jenis kelamin siswapatut diduga hasil belajar Fisika siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri 1 Jakarta Selatan yang memiliki gaya berpikir divergen lebih tinggi daripada yang memiliki gaya berpikir konvergen.

3. Interaksi antara Metode Mengajar dan Gaya Berpikir yang Berpengaruh terhadap Hasil Belajar Fisika Bagaimana pun metode mengajar dalam strategi pembelajaran yang dirancang oleh guru sangat kondisional bergantung kepada situasi, materi

ajar, dan kondisi siswa. Metode mengajar guru sebenarnya bentuk lain atau kristalisasi dan internalisasi dari gaya belajar si guru yang selama ini dimilikinya. Guru yang mengajar dengan metode inquiry yang

menempatkan siswa sebagai pusat aktivitas diasumsikan siswa tersebut memiliki gaya berpikir divergen, sebaliknya, guru yang mengajar dengan metode expository yang menempatkan siswa sebagai pusat aktivitas diasumsikan siswa tersebut memiliki gaya berpikir konvergen. Artinya, patut diduga: a. Terdapat interaksi antara metode mengajar dan gaya berpikir yang berpengaruh terhadap hasil belajar Fisika siswa MTs Negeri 1 Jakarta Selatan. b. Hasil belajar Fisika siswa MTs Negeri 1 Jakarta yang diajar dengan metode inquiry dan bergaya berpikir divergen lebih tinggi daripada yang diajar dengan metode expository dan bergaya berpikir divergen. c. Hasil belajar Fisika siswa MTs Negeri 1 Jakarta yang diajar dengan metode inquiry dan bergaya berpikir konvergen lebih tinggi daripada yang diajar dengan metode expository dan bergaya berpikir konvergen. d. Hasil belajar Fisika siswa MTs Negeri 1 Jakarta yang diajar dengan metode inquiry dan bergaya berpikir divergen lebih tinggi daripada yang diajar dengan metode inquiry dan bergaya berpikir konvergen. e. Hasil belajar Fisika siswa MTs Negeri 1 Jakarta yang diajar dengan metode expository dan bergaya berpikir divergen lebih tinggi daripada yang diajar dengan metode expository dan bergaya berpikir konvergen.

Hipotesis Penelitian Berdasarkan deskripsi teori dan kerangka berpikir, dapat diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut: 1. Hasil belajar Fisika siswa yang diajar dengan metode inquiry lebih tinggi daripada yang diajar dengan metode expository. 2. Hasil belajar Fisika siswa yang gaya berpikirnya divergen lebih tinggi daripada yang gaya berpikirnya konvergen. 3. Terdapat interaksi antara metode mengajar dan gaya berpikir yang berpengaruh terhadap hasil belajar Fisika siswa. 4. Hasil belajar Fisika siswa yang diajar dengan metode inquiry dan bergaya berpikir divergen lebih tinggi daripada yang diajar dengan metode expository dan bergaya berpikir divergen. 5. Hasil belajar Fisika siswa yang diajar dengan metode inquiry dan bergaya berpikir konvergen lebih tinggi daripada yang diajar dengan metode expository dan bergaya berpikir konvergen. 6. Hasil belajar Fisika siswa yang diajar dengan metode inquiry dan bergaya berpikir divergen lebih tinggi daripada yang diajar dengan metode inquiry dan bergaya berpikir konvergen. 7. Hasil belajar Fisika siswa Jakarta yang diajar dengan metode expository dan bergaya berpikir divergen lebih tinggi daripada yang diajar dengan metode expository dan bergaya berpikir konvergen.