Top Banner

of 22

Proposal Penil

Jul 17, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

TUGAS PENULISAN ILMIAH

IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME EKSPOR BIJI KAKAO DI SUMATERA BARAT

CENNY SYAFTIA DEWI 07114052

JURUSAN SOSIAL EKONOMI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011

BAB I PENDAHULUAN Perdagangan luar negeri pada era globalisasi saat ini adalah suatu keharusan yang mesti dilakukan oleh suatu negara, karena tanpa itu suatu negara tidak akan mampu bertahan. Perdagangan luar negeri dapat dijadikan suatu wahana untuk transfer sumber-sumber ekonomi yang ada di suatu negara ke negara lainnya. Perdagangan luar negeri merupakan stimulator penting bagi pertumbuhan ekonomi suatu negara. Membantu negara mencapai pembangunan yang memberikan kesempatan kepada sektor-sektor yang mempunyai keunggulan komparatif (Todaro dan Smith, 2003). Perdagangan luar negeri khususnya ekspor diyakini merupakan lokomotif penggerak dalam pertumbuhan ekonomi. Ekspor merupakan agregat output yang sangat dominan dalam perdagangan internasional. Suatu negara tanpa adanya jalinan kerjasama dengan negara lain akan sulit untuk memenuhi kebutuhan sendiri (Wulandari, 2006). Di negara-negara yang kaya akan sumberdaya alam (SDA), ekspor SDA, seperti komoditi pertanian dan pertambangan sering kali lebih penting daripada ekspor produk-produk manufaktur. Sebagai negara yang kaya akan SDA dan tenaga kerja dalam jumlah yang banyak , Indonesia memiliki keunggulan komparatif. Oleh karena itu, sebaiknya Indonesia

mengkhususkan diri terhadap produk barang-barang ekspor yang sumberdaya produksi utamanya adalah SDA dan tenaga kerja. Pola perdagangan luar negeri Indonesia dengan negara-negara berkembang didominasi oleh komoditi pertanian dan pertambangan (Tambunan, 2000). Sumatera Barat merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki keunggulan dalam komoditi pertanian, khususnya dalam ketersediaan lahan yang subur dan jumlah tenaga kerja yang cukup. Perekonomian di Sumatera Barat masih didominasi oleh sektor pertanian. Dengan potensi yang dimilikinya, Sumatera Barat mampu mengekspor beberapa komoditi pertanian yang ada ke mancanegara. Biji kakao merupakan salah satu komoditas andalan sektor perkebunan, yang peranannya penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Biji kakao merupakan salah satu komoditi ekspor yang

mempunyai keunggulan komparatif yang merupakan modal utama yang harus ada pada suatu produk untuk memilik kekuatan kompetitif. Di sisi lain, komoditas biji kakao menempati peringkat ketiga pada ekspor perkebunan dalam menyumbang devisa negara, setelah komoditas karet dan CPO. Pada 2006 ekspor biji kakao Indonesia mencapai US$ 975 juta atau meningkat 24,2 % dibanding tahun 2005 (Dinie Suryani dan Zulfebriansyah, 2007). Jika dilihat dari segi kualitas, biji kakao Indonesia tidak kalah dengan biji kakao terbaik dunia, apabila dilakukan fermentasi dengan baik, kakao Indonesia dapat mencapai cita rasa setara dengan biji kakao yang berasal dari Ghana. Biji kakao Indonesia mempunyai kelebihan tidak mudah meleleh. Sejalan dengan keunggulan tersebut, peluang pasar biji kakao Indonesia cukup terbuka, baik ekspor maupun kebutuhan dalam negeri. Biji kakao adalah salah satu komoditi ekspor utama di Sumatera Barat. Pengembangan budidaya kakao mulai ditingkatkan di berbagai kabupaten di Sumatera Barat . Pada tahun 2005 luas lahan tanaman kakao di Sumatera Barat lebih kurang 25.042 ha, dan terus meningkat mencapai 82.620 ha pada tahun 2009 (Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Barat, 2009). Permintaan biji kakao cenderung meningkat tiap tahunnya terutama di negara-negara maju. Permintaan terbesar masih dipegang oleh negara-negara Eropa. Sehingga perkembangan ekspor biji kakao Sumatera Barat juga mengalami peningkatan setiap tahun. Perkembangan ekspor biji kakao dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Perkembangan Ekspor Biji Kakao Sumatera Barat

Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007

Volume (Ton) 303 2.484 3.202 5.653 8.112

Perkembangan (%) 0 100 820 129 177 143

2008

12.284

151

Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumatera Barat, 2009

Pada point pertama yang dapat diambil dari tabel di atas adalah bahwa pada tahun 2002 Sumatera Barat belum melakukan ekspor komoditi biji kakao. Baru pada tahun 2003 dilakukan ekspor biji kakao sebanyak 303 ton. Kedua, dari tabel 1 dapat dilihat peningkatan yang signifikan terhadap volume ekspor biji kakao Sumatera Barat tiap tahunnya. Meskipun tiap tahun volume ekspor biji kakao Sumatera Barat mengalami peningkatan, namun perkembangan volumenya fluktuatif tiap tahun. Perkembangan paling tinggi terjadi pada tahun 2004 sebesar 820%. Kenaikan volume ekspor biji kakao ini menunjukkan bahwa Sumatera Barat berpotensi menjadi salah satu produsen biji kakao di Indonesia, dan terus meningkatkan produksi biji kakaonya. Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, dalam penulisan ilmiah ini dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah potensi pasar kakao dunia ? 2. Bagaimanakah profil perdagangan internasional kakao Indonesia ? 3. Bagaimanakah mekanisme ekspor kakao ? 4. Faktor-faktor apa sajakah yang berpengaruh terhadap volume ekspor biji kakao di Sumatera Barat? Adapun tujuan dari penulisan ilmiah ini adalah untuk: 1) menjelaskan potensi pasar kakao dunia; 2) mendeskripsikan profil perdagangan internasional kakao Indonesia; 3) mendeskripsikan mekanisme ekspor yang dilakukan dan 4) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi volume ekspor biji kakao di Sumatera Barat.

BAB II POTENSI PASAR KAKAO DUNIA 2.1. Produksi Biji Kakao Dunia Hampir di seluruh benua terdapat sentra produksi tanaman kakao, dimana Afrika merupakan penghasil utama kakao di dunia. Dan produksi kakao dunia meningkat tiap tahunnya. Tabel 2. Produksi Biji Kakao Dunia Produksi Biji Kakao Dunia (ribu ton)2001/02 % 2002/03 % 2003/04 % 2004/05 % 2005/06 %

Afrika Kamerun Pantai Gading Ghana Nigeria Amerika Brazil Ekuador Lainnya Asia & Oceania Indonesia Malaysia Papua Nugini Lainnya Total DuniaSumber : www.icco.org

1952 131 1265 341 185 377 124 81 173 538 455 35 38 19 2867

68.1

2231 160 1352 497 173

70.4

2559 162 1407 737 180

72.1

2379 184 1286 599 200

70.3

2577 168 1387 741 170

71.8

13.2

428 163 86 179

13.5

462 163 117 182

13.1

443 171 116 157

13.1

447 162 115 170

12.4

18.7

510 410 36 43 21 3169

16.1

525 430 34 39 22 3537

14.8

560 460 29 48 23 3382

16.6

568 470 30 48 20 3592

15.8

Tahun 2002 sampai 2006, Indonesia tetap menjadi produsen kakao terbesar ketiga setelah Pantai Gading dan Ghana. Dan saat ini Indonesia menjadi produsen bahan baku kakao kedua setelah Pantai Gading dengan menguasai 6% pasar dunia. Kendati produsen kakao terbesar dunia, faktanya industri kakao sulit tumbuh dan berkembang di Indonesia. Menurut Ketua umum Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) Piter Jasman, industri kakao lokal ada 15 perusahaan, tidak termasuk asing. Indonesia berhasil menjadi produsen kakao ketiga terbesar dunia berkat keberhasilan dalam program perluasan dan peningkatan produksi yang mulai dilaksanakan sejak awal tahun 1980 an.

2.2. Konsumsi Biji Kakao Dunia Konsumsi kakao cenderung meningkat tiap tahun terutama di negara-negara maju, hal ini dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Konsumsi Biji Kakao Dunia Konsumsi Biji Kakao Dunia (ribu ton) 2001/02 Eropa Jerman Belanda Lainnya Afrika Pantai Gading Lainnya Amerika Brazil Amerika Serikat Lainnya Asia & Oceania 192 416 14.4 208 499 16.2 235 575 17.7 225 622 18.6 207 651 18.7 1282 195 418 669 421 290 131 767 173 403 26.6 14.6 % 44.4 2002/03 1320 193 450 677 477 315 131 814 196 410 26.4 14.5 % 42.9 2003/04 1346 225 445 676 446 355 131 852 207 410 26.3 14.4 % 41.6 2004/05 1375 245 460 680 493 464 130 853 209 419 25.5 14.8 % 41.1 2005/06 1462 302 470 690 507 360 147 856 223 426 24.6 14.6 % 42.1

Indonesia Malaysia Lainnya Total Dunia

105 105 206 2885

115 150 234 3079

120 203 252 3238

115 250 257 3343

120 250 281 3476

Sumber : www.icco.org

Negara konsumen kakao terbesar masih dipegang negara-negara Eropa sebanyak 42,10%, kemudian oleh Negara-negara Amerika sebanyak 24,60 %, Asia dan Oceania sebanyak 18,70%, dan Afrika sebanyak 14,60% pada periode tahun 2005/2006. Permintaan tinggi kakao berasal dari Belanda, Amerika Serikat dan Jerman. Selain sebagai produsen Indonesia juga sebagai konsumen kakao yang konsumsinya hanya berkisar antara 105-120 ribu ton tiap tahunnya. Dari tingginya konsumsi kakao dunia, dan permintaan kakao yang cenderung meningkat tiap tahunnya, maka kakao mempunyai potensi pasar yang menjanjikan, sehingga Indonesia seharusnya dapat lebih meningkatkan produksi kakao tiap tahunnya.

2.3. Harga Biji Kakao Dunia Hal yang sangat menentukan tingkat harga di pasar internasional adalah mutu biji kakao. Oleh karena itu perlu adanya perhatian produsen kakao Indonesia terhadap kualitas biji kakao yang diekspor. Harga biji kakao Indonesia relatif rendah dan dikenakan potongan harga dibandingkan dengan harga produk sama dari negara produsen lain. Pokok utama permasalahan rendahnya nilai mutu kakao Indonesia di pasar internasional disebabkan antara lain oleh hama dan umur tanaman yg sudah sangat tua. Di pasar dunia terutama Eropa, mutu kakao Indonesia dinilai rendah karena mengandung keasaman yang tinggi, rendahnya senyawa precursor flavor, dan rendahnya kadar lemak, sehingga harga kakao Indonesia selalu mendapatkan potongan harga cukup tinggi sekitar 15% dari rata-rata harga kakao dunia.

Tabel 4. Harga Kakao Dunia Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007Sumber : www.icco.org

US$ per ton 1088.7 1778.0 1754.9 1548.4 1538.1 1590.7 1934.6

Dari tabel dapat dilihat bahwa harga kakao dunia meningkat pada tiap tahunnya, kecuali pada tahun 2004 turun dari harga tahun sebelumnya menjadi 1548.4 US$ per ton. Namun, pada tahun 2007 harga kakao melonjak tinggi menjadi 1934.6 US$ per ton. Oleh karena itu produsen kakao Indonesia harusnya dapat memanfaatkan peluang pasar kakao dunia dengan meningkatkan produksi dan juga mutu dari biji kakao tersebut agar kakao Indonesia tidak mendapatkan potongan harga di pasar internasional. 2.4. Ragam Produk Olahan Kakao Biji kakao merupakan bahan baku produk pangan dan non pangan (obat-obatan dan kosmetik). Biji kakao yang akan dijadikan bahan baku pangan berbeda dalam hal penanganan pasca panennya dengan bahan baku non pangan. Untuk bahan baku pangan, diperlukan proses fermentasi agar dapat diperoleh cita rasa yang baik, sedangkan Biji kakao yang digunakan sebagai bahan baku non pangan tidak memerlukan proses fermentasi. Biji kakao yang telah kering dipisahkan antara kulit (shell) dan liquor-nya. Dari liquor akan diperoleh lemak (fat) dan cake. Dari kulit biji dan liquor tersebut, lebih lanjut akan diperoleh bermacam-macam produk seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Skema Diversifikasi Olahan Kakao

Paste Powder Concentr Extract Cake Essence (Flavor) Lecithin Biji Kakao Liquor (Mass) Tennin Pectin Cocoa Butter Oleo Chemical Fatty Acid Vitamin D Pupuk Hijau Single Cell Protein Gas Bio Alcohol Sheel & Pulp Jelly Plastik Filler Bahan BakarSumber : Depertemen Perindustrian, 2007

Fat Buah Kakao

BAB III PROFIL PERDAGANGAN INTERNASIONAL BIJI KAKAO INDONESIA Dari tahun ke tahun perkembangan ekspor kakao dan produk kakao menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Total ekspor pada tahun 2000 adalah 40.256 ton dengan nilai mencapai 30.328 ribu US Dollar. Pada tahun 2005 total volume ekspor mencapai 465.154 ton dengan nilainya mencapai 667.976 ribu US Dollar dan merupakan negara ketiga pengekspor kakao terbesar di dunia. Hampir sebagian besar kakao Indonesia diekspor dalam bentuk biji (cocoa beans) yang mencapai 79% dari total ekspor kakao Indonesia pada tahun 2006 dimana biji kakao kurang memiliki nilai ekspor yang tinggi dibandingkan dengan produk turunan kakao (Departemen Perindustrian, 2007). Pada tahun 2006, negara tujuan ekspor kakao terbesar Indonesia adalah Malaysia dengan pangsa pasar mencapai 36% diikuti oleh Amerika Serikat dengan pangsa pasar mencapai 27% dan Singapura dengan pangsa pasar 13%. Total market share untuk ketiga negara importir tersebut mencapai 72%. Walaupun demikian dalam memasuki pasar internasional, kakao Indonesia mengalami berbagai hambatan dan permasalahan dalam negeri yang antar lain adalah : kualitas biji kakao Indonesia yang belum memenuhi persyaratan internasional yang sebagian besar disebabkan oleh serangan hama penggerek batang kakao (cocoa pod borer), rendahnya produktivitas kakao yang hanya mencapai 1.94% per tahun pada tahun 2006 dimana luas areal perkebunana kakao di Indonesia mencapai 1.191.742 ha pada tahun 2006 atau meningkat 2.12% dibandingkan tahun sebelumnya. Selain itu terdapat permasalahan dan hambatan yang diterapkan oleh negara-negara tujuan ekspor seperti penerapan Automatic Detention pada kakao Indonesia. Pemberlakuan Sustainable Cocoa, dan penerapan pajak ekspor yang merugikan stakeholders kakao Indonesia terutama para petani.

BAB IV MEKANISME EKPOR BIJI KAKAO Pengertian ekspor menurut UU kepabeananan adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean, dimana barang yang dimaksud terdiri dari barang dari dalam negeri (daerah pebean). Barang dari luar negeri (luar daerah pabean), barang bekas atau baru (Marsono, 1999). Adapun prosedur ekspor menurut Zulkarnain Djamin (Djamin, 1993 :105) akan digambarkan dalam skema sebagai berikut :

IMPORTER BUYER LUAR NEGERI L/C

BANK LUAR NEGERI OPENING BANK

BC DALAM NEGERI PRODUSEN A EKSPORTER BANK DALAM NEGERI D

E

Menarik Wessel

F

G

H

I

MASKAPAI PELAYARAN

INSTANSI EKS/IMP

MASKAPAI ASURANSI

KEDUTAAN ASING

Gambar 2. Skema Prosedur Ekspor

Keterangan : 1. Eksportir menerima order (pesanan) dari buyer di luar negeri (B A). 2. Buyer membuka L/C melalui Opening Bank Cara Bank Eksportir (B C D A). 3. Eksportir menempatkan pesanan kepada leveransir/pemilik barang/produsen (A E). 4. Eksportir menyelesaikan semua formaliyas ekspor dengan semua instansi ekspor yang berwenang (A G). 5. Eksportir memesan ruangan kapal (booking) dan mengeluarkan Shipping Order pada Dek Pelabuhan (A F) dan mengurus B/L. 6. Menyiapkan faktur-faktur dan dokumen dan pengapalan lainnya. 7. Menentukan Asuransi Laut dengan Maskapai Asuransi (A H). 8. Menyusun Consular Invoice atau dengan Trade Councelor kedutaan negara importir (A I). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Robi Akbar (2010) dengan judul penelitiannya adalah Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Volume Ekspor Kopi Sumatera Barat yang melakukan penelitian di perusahaan ekspor CV. Anom Jl. Padang By Pass KM 09 Padang yang mana perusahaan ini juga merupakan salah satu perusahaan eksportir kakao di Sumatera Barat. Adapun prosedur pelaksanaan ekspor yang dilakukan terbagi dalam dua belas (12) tahapan, yaitu : (1) pihak eksportir melakukan koresponden dengan dengan pihak importir, (2) negosiasi, (3) melakukan perjanjian dan kontrak kerja (sales contract), (4) penerbitan L/C oleh importir melalui bank koresponden di negaranya, (5) menyiapkan barang, (6) pemesanan ruangan kapal kepada maskapai pelayaran, (7) melaporkan ke kantor pemuatan, (8) melapor ke kantor pemeriksaan, (9) Bill of Landing ditandatangani oleh maskapai pelayaran, (10) membuat surat keterangan asal (SKA), (11) menyerahkan semua dokumen yang diisyaratkan dalam L/C kepada Bank Koresponden (Bank Mandiri), (12) Bank Koresponden menegosiasi dokumen CV. Anom.

BAB V FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR BIJI KAKAO SUMATERA BARAT 5.1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Biji Kakao dari Sisi Penawaran Berdasarkan Penelitian Terdahulu Dikarenakan penulis belum memperoleh sumber penelitian terdahulu yang relevan dengan judul penulisan ilmiah ini, maka penulis hanya membahas faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor biji kakao secara teoritis. Menurut Hermansyah (1991), secara teoritis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor dari sisi penawaran adalah : 5.1.1. Harga Ekspor Relatif Terhadap Harga Domestik Harga merupakan salah satu factor penting yang menentukan jumlah penawaran ekspor. Yang dimaksudkan di sini adalah harga espor relatif terhadap harga dalam negeri keterkaitannya adalah harga relative menitikkan besarnya keuntungan bagi eksportir. Bila harga ekspor kakao lebih tinggi dari pada domestik, maka penawaran ekspor akan meningkat karena memberikan keuntungan yang besar bagi eksportir dari pada menjual produknya di dalam negeri. 5.1.2. Nilai Tukar Mata Uang Domestik Terhadap Mata Uang Asing Nilai tukar (kurs) mempunyai pengaruh negatif terhadap ekspor. Artinya , penurunan kurs , akan meningkatkan ekspor, dan kebalikannya, kenaikan kurs justru akan menurunkan ekspor. Hal ini terjadi karena kurs menunjukkan adanya daya saing produk di pasar internasional, karena dengan adanya penurunan kurs, bagi importir suatu produk terasa lebih murah dibanding sebelum adanya penurunan kurs, sehingga meningkatkan permintaannnya terhadap produk impor sehingga pada gilirannya ekspor akan meningkat. Kebalikannya, kenaikan kurs akan menyebabkan lemahnya daya saing produk ekspor di pasar internasional, karena importir merasa harga produk lebih tinggi dibanding sebelum kenaikan kurs sehingga permintaan akan turun. Pada gilirannya penurunan permintaan ini akan menurunkan jumlah penawaran dari eksportir.

5.1.3. Konsumsi Dalam Negeri Ekspor merupakan kelebihan kebuthan dalam negeri, sehingga volume ekspor sangat dipengaruhi oleh kebutuhan dalam negeri. Namun, pada negara yang menganut sistem orientasi ekspor, pertimbangannya adalah keuntungan komparatif. Ekspor akan dilakukan jika ekspor masih menguntungkan dari pada dijual di dalam negeri dan kebutuhan dalam negeri dipenuhi oleh impor. 5.1.4. Kebijakan Perdagangan Dalam teori perdagangan internasional dikenal ada dua macam kebijaksanaan yaitu tariff barriers dan tariff non barriers adalah kebijaksanaan yang secara langsung dan tidak, mempengaruhi variabel harga. Semua alat kebijaksanaan tersebut mememiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan ekspor suatu negara, baik berupa dorongan maupun hambatan ekspor. Bea ekspor dan pajak ekspor akan mengurangi volume ekspor karena dengan bea impor berarti kenaikan harga produk impor yang digunakan sebagai input dalam proses produksi industri dalam negeri, sehingga mengakibatkan naiknya harga ekspor, demikian halnya dengan kenaikan pajak ekspor dapat menaikkan harga ekspor, sehingga permintaan akan menurun dan pada gilirannya akan menurunkan penawaran ekspor. 5.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Biji Kakao dari Sisi Permintaan Berdasarkan Penelitian Terdahulu Menurut Hady (2001) terdapat dua faktor penentu permintaan ekspor. Pertama adalah pendapatan negara asing (pengimpor) yang mencerminkan aktivitas ekonomi dan daya beli negara mitra dagang (income effect). Kedua adalah harga relatif atau variable term of trade (price effect). Sementara itu volatilitas nilai tukar merupakan faktor tambahan yang secara eksplisit turut mempengaruhi perilaku ekspor dalam satu dekade terakhir. Adapun penelitian terdahulu yang relevan dengan judul penulisan ilmiah ini yaitu penelitian yang dilakukan oleh Farida Milias Tuty (2009) yang menganalisis tentang permintaan ekspor biji kakao Sulawesi Tengah oleh Malaysia periode 2001-2008 dengan menggunakan ECM (Error Correction Models).

Penelitiaan secara khusus mengkaji faktor harga di tingkat eksportir (PCR), volatilitas harga biji kakao internasional (VPITR), inflasi Malaysia (IFLM), nilai tukar Rupiah terhadap US$ (ER), dan tingkat pertumbuhan ekonomi Malaysia (EGRWT) terhadap ekspor biji kakao Sulawesi Tengah dengan tujuan Malaysia. Hasil penelitian baik jangka panjang dan jangka pendek menunjukkan sebagai berikut: variabel harga di tingkat eksportir di Sulawesi Tengah mempunyai pengaruh positif dan

signifikan., baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Dimana pada kasus ini terdapat pengecualian hukum permintaan yang berlaku yang sangat dipengaruhi oleh kekhasan cita rasa biji kakao, pemanfaatan biji kakao yang makin beragam namun tidak dihasilkan oleh semua negara, banyaknya tanaman kakao di Ghana dan Pantai Gading yang terserang hama dan bencana kekeringan dan alih fungsi lahan di beberapa kantong produksi dunia, berdampak pada kecendrungan deficit produksi biji kakao dunia. Sejalan dengan itu, untuk memperoleh manfaat dari perdagangan biji kakao (gain from trade), kenaikan harga biji kako akan menimbulkan spekulasi jika harga biji kakao akan terus mengalami kenaikan dan keadaan ini akan mempengaruhi keputusan dari para buyers di Malaysia untuk melakukan sistem stok. Variabel IFLM berpengaruh negatif dan variabel EGRWT berpengaruh positif, namun variabel IFLM dan EGRWT tidak signifikan berpengaruh terhadap permintaan ekspor biji kakao Sulawesi Tengah oleh Malaysia. Hal ini disebabkan karena permintaan biji kakao Sulawesi Tengah oleh Malaysia hanya sebagian kecil yang digunakan untuk industry di Malaysia. Selain itu, di samping sebagai pengguna biji kakao sebagai input industrinya. Malaysia juga bertindak sebagai commodity broker dalam perdagangan biji kakao dunia. Demikian juga jika melihat dari sisi output dari pengolahan biji kakao baik sebagai bahan setengah jadi ataupun bahan jadi, produk-produk dengan menggunakan bahan biji kakao sebagai input dasarnya, selain diperuntukkan untuk dalam negeri sebagian besar diekspor. Variabel ER dalam jangka panjang maupun jangka pendek mempunyai pengaruh positif namun tidak signifikan terhadap permintaan ekspor biji kakao Sulawesi Tengah oleh Malaysia, yang dipengaruhi oleh system kontrak yang digunakan dalam perdagangan serta adanya eksportir yang juga sebagai importir.

Variable VPITR baik jangka pendek maupun jangka panjang, mempunyai pengaruh negative dan signifikan terhadap permintaan ekspor biji kakao Sulawesi Tengah oleh Malaysia sesuai dengan hipotesis yang diajukan dengan dasar bahwa volatilitas harag internasional merupakan resiko untuk dipertimbangkan dalam permintaan ekspor biji kakao Sulawesi Tengah oleh Malaysia.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan pada hasil penulisan ilmiah ini, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Kakao mempunyai peluang pasar yang menjanjikan, hal ini dapat dilihat dari tingginya konsumsi biji kakao dunia dan juga permintaan akan biji kakao yang terus meningkat tiap tahunnya. Serta juga harga kakao yang juga ikut terus meningkat tiap tahun, sehingga pemasaran ekspor kakao sangat menjanjikan. 2. Dari tahun ke tahun perkembangan ekspor kakao dan produk kakao menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Hampir sebagian besar kakao Indonesia diekspor dalam bentuk biji (cocoa beans) yang mencapai 79% dari total ekspor kakao Indonesia pada tahun 2006 dimana biji kakao kurang memiliki nilai ekspor yang tinggi dibandingkan dengan produk turunan kakao. Negara tujuan ekspor kakao terbesar Indonesia adalah Malaysia, Amerika Serikat, dan Singapura. Dalam memasuki pasar internasional, kakao Indonesia mengalami berbagai hambatan dan permasalahan dalam negeri yang antara lain adalah : kualitas biji kakao Indonesia yang belum memenuhi persyaratan internasional, dan adanya hambatan yang diterapkan oleh negara-negara tujuan ekspor. 3. Prosedur ekspor kakao yang dilakukan oleh CV. Anom melalui dua belas (12) tahapan, yaitu : (1) pihak eksportir melakukan koresponden dengan dengan pihak importir, (2) negosiasi, (3) melakukan perjanjian dan kontrak kerja (sales contract), (4) penerbitan L/C oleh importir melalui bank koresponden di negaranya, (5) menyiapkan barang, (6) pemesanan ruangan kapal kepada maskapai pelayaran, (7) melaporkan ke kantor pemuatan, (8) melapor ke kantor pemeriksaan, (9) Bill of Landing ditandatangani oleh maskapai pelayaran, (10) membuat surat keterangan asal (SKA), (11) menyerahkan semua dokumen yang diisyaratkan dalam L/C kepada Bank Koresponden (Bank Mandiri), (12) Bank Koresponden menegosiasi dokumen CV. Anom.

4. Secara teoritis dari segi penawaran ekspor kakao dipengaruhi oleh faktor : harga ekspor relatif terhadap harga domestik; nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang asing; konsumsi dalam negeri; dan kebijakan perdagangan 5. Dari segi permintaan ekspor kakao dipengaruhi oleh harga di tingkat eksportir (PCR) yang mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan; volatilitas harga biji kakaointernasional (VPITR) mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap permintaan ekspor kakao; ), inflasi Malaysia (IFLM) berpengaruh negatif dan tidak signifikan; variabel tingkat pertumbuhan ekonomi negara importir (EGRWT) berpengaruh positif dan tidak signifikan; dan nilai tukar Rupiah terhadap US$ (ER) mempunyai pengaruh yang positif namun tidak signifikan.

6.2. Saran Berdasarkan hasil penulisan yang telah dilakukan oleh penulis, maka ada beberapa saran dari penulis sebagai berikut: 1. Guna mendorong kegiatan ekspor, diharapkan adanya kebijakan dari pemeritah mengenai peraturan ekspor yang tidak memberatkan dan juga diharapkan adanya partisipasi pihak lembaga keuangan seperti bank untuk dapay memberi kemudahan dalam hal bantuan modal dan lainnya kepada produsen maupun kepada eksportir. 2. Perlu adanya kerjasama antara pemerintah dengan pengusaha atau instansi terkait dalam mempromosikan kakao Indonesia di pasar luar negeri serta perlunya dukungan kebijakan pemerintah yang dapat saling menguntungkan terhadap pihak-pihak yang terkait dalam industri kakao. 3. Perlunya memperluas pangsa pasar kakao ke negara-negara lain, serta perlu adanya diversifikasi produk yang berbahan baku kakao, sehingga diperoleh nilai tambah dan mampu menjadi produk unggulan baru pada saat ini dan pada masa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, Robi. 2010. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Volume Ekspor Kopi Sumatera Barat. Skripsi. Universitas Andalas. Padang. Departemen Perindustrian. 2007. Gambaran Sekilas Industri Kakao. Diambil dari

http://www.kemenperin.go.id Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumatera Barat. 2009. Data Ekspor Non Migas. DISPERINDAG. Padang. Dinas Perkebunan Sumatera Barat. 2009. Data Luas Areal Tanaman Karet Sumatera Barat. DISBUN. Padang. Djamin, Zulkarnain. 1993. Peranan Ekspor Non Migas dalam PJP II Prospek & Permasalahan. FE UI. Jakarta. Hady, Hamdy. 2001. Ekonomi Internasional : Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional. Ghalia Indonesia. Jakarta. Hermansyah, Lily. 1991. Analisa Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Minyak Sawit Indonesia (Studi Kasus Ekspor Ke Belanda). Tesis. Universitas Indonesia. Jakarta. Marsono. 1999. Pokok-Pokok Pengetahuan Pabean. Kanwil VII DJBC. Tanjung Perak. Jakarta Suryono, R.P. 2007. Shipping Pengangkutan Internasional Ekspor Impor Melalui Laut. Penerbit PPM. Jakarta. Tambunan, Tulus. 2000. Perdagangan Internasional dan Neraca Perdagangan. LP3ES. Jakarta. Todaro dan Smith. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Edisi Kedelapan/Jilid 2. Erlangga. Jakarta. Tuty, Farida Milias. 2009. Analisis Permintaan Ekspor Biji Kakao Sulawesi Tengah Oleh Malaysia. Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang.

Wulandari, Ajeng. 2006. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Karet Dari Indonesia Ke Amerika Kurun Waktu 1980-2003. Skripsi. Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta. www.icco.org

OUTLINE IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME EKSPOR BIJI KAKAO SUMATERA BARAT BAB I BAB II : PENDAHULUAN : POTENSI PASAR KAKAO DUNIA 2.1. PRODUKSI BIJI KAKAO DUNIA 2.2. KONSUMSI BIJI KAKAO DUNIA 2.3. HARGA KAKAO DUNIA 2.4. RAGAM PRODUK KAKAO BAB III BAB VI BAB V : PROFIL PERDAGANGAN INTERNASIONAL KAKAO INDONESIA : MEKANISME EKSPOR BIJI KAKAO : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR BIJI KAKAO SUMATERA BARAT 5.1. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR DARI SISI PENAWARAN 5.2. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR DARI SISI PERMINTAAN BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. KESIMPULAN 6.2. SARAN