PENGGUNAAN METODE BELAJAR KELOMPOK DALAM UPAYA MENINGKATKAN
KETUNTASAN BELAJAR SISWA KONSEP KELAS CATURWULAN SISWA SEKOLAH
MENENGAH PERTAMA NEGERI 1 GIRITONTRO WONOGIRI
PROPOSAL PENELITIAN
PENGARUH PEMBELAJARAN FISIKA MODEL KOOPERATIF TIPETGT (TEAMS
GAME TOURNAMENT) DAN STAD (STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION)
TERHADAP PRESTASI BELAJAR DITI DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA
SMADisusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengembangan Profesi
Guru Fisika
Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd
Disusun oleh:
Nama : Niken Tri Widayati
NIM : K2312049
Kelas
: A
PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2014BAB I
PENDAHULUANA. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan kebutuhan pokok manusia dalam rangka
mengembangkan kualitas yang dimilikinya. Melalui pendidikan akan
diperoleh manusia yang cakap dan terampil, sehingga dapat
bermanfaat bagi dirinya maupun lingkungannya. Pendidikan yang benar
tentunya dilakukan di lembaga pendidikan (sekolah-sekolah) yang
benar pula, termasuk di jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas.
Dalam jenjang pendidikan tersebut diajarkan berbagai pengetahuan
sesuai dengan kurikulum mata pelajaran yang dimiliki, termasuk mata
pelajaran Fisika. Keberhasilan pendidikan di sekolah yang
berbasiskan proses pembelajaran di kelas pada hakekatnya merupakan
tanggung jawab semua pihak, baik sekolah, pemerintah maupun
masyarakat. Pihak sekolah bertanggung jawab dalam menyelenggarakan
proses pendidikan, pemerintah pemegang keputusan kebijakan,
sedangkan masyarakat pendukung sumber daya yang diperlukan sekolah.
Secara khusus dalam kenyataan pihak sekolah yang lebih banyak
berperan dalam mewujudkan tujuan pendidikan di sekolah melalui
peran kepala sekolah dan para gurunya. Kepala sekolah berperan
sebagai manajer, pemimpin, administrator, dan supervisor
pendidikan, sedangkan guru berperan dalam melaksanakan pembelajaran
bersama siswa di dalam kelas. Oleh karena itulah sebenarnya peranan
guru yang sangat menentukan keberhasilan proses pembelajaran.
Keadaan tersebut dikarenakan guru merupakan ujung tombak
pembelajaran yang apabila gagal sering dialamatkan kepadanya.Upaya
meningkatkan kualitas pendidikan telah banyak dilakukan oleh
pemerintah, termasuk berbagai pelatihan bagi guru Fisika di
Kabupaten Pati. Sekalipun demikian masih sedikit informasi mengenai
efek pelatihan guru terhadap peningkatan aktivitas siswa dalam
proses belajar mengajar. Demikian pula banyak penelitian pendidikan
masih meragukan efektifitas pelatihan- pelatihan guru terhadap
peningkatan aktifitas siswa dalam proses belajar mengajar. (Grundy
dan Bennet dalam Andreas Priyono 1999:432). Penelitian ini (Action
Research) akan memberi manfaat pada peningkatan pemahaman
konsepkonsep Fisika. Guru merupakan sosok yang keberadaannya tidak
dapat digantikan oleh media atau fasilitas pembelajaran apapun.
Kehadiran guru masih tetap diperlukan, sebagaimana dikemukakan
Sopandi (1992:23) kehadiran guru sebagai sosok yang berdiri di
depan kelas keberadaannya sampai kapanpun tidak dapat digantikan
oleh media pembelajaran secanggih apapun. Guru harus tetap
melaksanakan pembelajaran secara langsung di depan siswa. Oleh
karena itu apapun alasannya guru harus mengajar langsung di depan
siswa agar tujuan pembelajaran yang ditetaptapkan dapat tercapai.
Berhasil tidaknya pembelajaran bergantung pada guru dan siswa
sebagai aktor dalam pembelajaran.Berdasarkan data nilai Ulangan
harian bahwa prestasi belajar Fisika pada KD konsep dasar listrik
dinamis belum maksimal dimana nilai rata-rata pelajaran kurang dari
target yang telah ditentukan. Tabel 1.1 Data nilai rata rata
Ulangan Harian Pada KD Konsep Listrik Dinamis SMA N 1 Batangan Pati
Angkatan Tahun Nilai Rata Rata Ulangan HarianTarget
2008/200960,068,0
2009/201063,070,0
2010/201165,072,0
2011/201268,074,0
2012/201370,076,0
Jika ditinjau dari faktorfaktor yang mempengaruhi prestasi
belajar siswa, khususnya aspek kognitif maka dapat digolongkan
menjadi dua bagian besar yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Yang termasuk faktor internal adalah segala sesuatu yang
muncul dari dalam diri siswa yang melakukan kegiatan belajar
seperti tingkat kecerdasan pikir (IQ), tingkat kecerdasan emosi
(EQ), bakat, minat, motivasi, sikap dan aktivitas. Sedangkan faktor
eksternal adalah segala sesuatu yang datangnya dari luar diri siswa
yang sedang melakukan kegiatan belajar seperti sarana prasarana
atau fasilitas, kurikulum, tenaga pengajar, orang tua, media,
sumber belajar dan metode mengajar.Seiring dengan perkembangan
jaman, yang berdampak terhadap perubahan kurikulum pembelajaran,
kualitas pembelajaran perlu selalu ditingkatkan. Keadaan tersebut
dapat dimulai dengan peningkatan kompetensi para guru, baik dalam
menyampaikan materi, menggunakan metode dan teknik mengajar yang
tepat, menggunakan media pembelajaran maupun kebutuhan peserta
didik. Guru yang profesional pada hakekatnya adalah mampu
menyampaikan materi pembelajaran secara tepat sesuai dengan
kebutuhan belajar peserta didik. Namun demikian untuk mencapai ke
arah tersebut perlu berbagai latihan, penguasaan dan wawasan dalam
pembelajaran, termasuk salah satunya menggunakan model dan metode
pembelajaran yang tepat. Dalam pembelajaran fisika, guru tidak
cukup terfokus hanya pada satu model dan metode tertentu saja. Guru
perlu mencoba menerapkan berbagai model dan metode yang sesuai
dengan tuntutan materi pembelajaran, termasuk dalam penerapan model
pembelajaran kooperatif dengan metode belajar kelompok. Pemilihan
model dan metode yang tepat tersebut akan dapat meningkatkan
pencapaian hasil belajar sesuai dengan yang diharapkan. Model
pembelajaran kooperatif dengan metode belajar kelompok sangat tepat
dalam membantu siswa memecahkan masalah yang dihadapi bersama,
sehingga pemahaman setiap siswa menjadi merata. Keadaan tersebut
sebagaimana dikemukakan Mudjiono (2002:4) bahwa belajar kelompok
memiliki beberapa keuntungan, yaitu :
1. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan
kemampuan memecahkan masalah secara rasional;
2. Mengembangkan sikap sosial dan semangat gotong royong dalam
kehidupan;3. Mendinamiskan kegiatan kelompok dalam belajar,
sehingga tiap anggota merasa diri sebagai bagian kelompok yang
bertanggung jawab; dan
4. Mengembangkan kemampuan kepemimpinan-kepemimpinan pada tiap
anggota kelompok dalam pemecahan masalah kelompok.
Berdasarkan konsep tersebut menunjukkan bahwa metode belajar
kelompok perlu diterapkan dan dikembangkan guru dengan terlebih
dahulu menguasai strategi atau langkah-langkahnya. Metode
pembelajaran, termasuk metode belajar kelompok merupakan variasi
guru dalam melaksanakan pembelajaran selain yang konvensional dalam
bentuk ceramah. Guru perlu secara cermat memilih materi yang tepat
untuk menggunakan metode belajar ini, sehingga hasil belajar siswa
lebih optimal. Keberadaan penerapan metode belajar kelompok untuk
mata pelajaran fisika sangat diperlukan. Para siswa dapat saling
sharing pengetahuan dalam pengambilan keputusan untuk memecahkan
permasalahan yang dihadapi bersama. Keadaan tersebut memberikan
manfaat sebagai pengalaman belajar yang nyata bagi para siswa
apalagi mata pelajaran Fisika secara keseluruhan lebih menekankan
kepada praktik dibandingkan dengan hanya memahami konsep secara
abstrak saja.Penelitian lain yang menyebutkan keunggulan dari
pembelajaran kooperatif yaitu siswa dalam meningkatkan sikap
positif yang mengarah pada prestasi belajar.
cooperative learning strategy promoted better achievement and
productivity than the conventional lecture method (Francis A.
Adesoji dan Tunde L. Ibrahim 2009). Jadi pembelajaran kooperatif
terutama STAD dapat membantu siswa dalam proses yang positif yaitu
kerja sama antara teman sebaya sehingga pemahaman terhadap materi
akan lebih mudah bila dibandingkan dengan teknik konvensional
karena dapat menimbulkan motivasi untuk giat belajar. Model
pembelajaran kooperatif yang lain adalah tipe TGT (Teams Games
Tournament). Tipe TGT ini dilakukan dengan diskusi kelompok yang
dikuti dengan turnamen atau pertandingan yang dapat memacu kerja
sama antara anggota kelompok sehingga prestasi siswa dapat
meningkat. Menurut Mistikaroh (2007) dalam penelitiannya di MA
Maarif Batu Malang pada kelas X pokok bahasan Gerak Lurus
menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif model TGT dapat
meningkatkan minat dan prestasi belajar siswa pada pelajaran
fisika.
Berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan selanjutnya menarik
untuk dikaji lebih lanjut dalam bentuk penelitian, sehingga judul
yang ditetapkan : Pengaruh Pembelajara Fisika Model Kooperatif Tipe
TGT (Teams Game Tournament) dan STAD (Student Teams Achievement
Division) Terhadap Prestasi Belajar Ditinjau dari Motivasi Belajar
Siswa SMA
B. Identifikasi MasalahBerdasarkan uraian dari latar belakang di
atas, maka berikut adalah beberapa identifikasi masalah :1.
Anggapan siswa terhadap pelajaran Fisika yang sulit akan memberi
pengaruh pada motivasi belajar siswa.
2. Pemberian motivasi yang kurang tepat dapat mempengaruhi
prestasi belajar siswa.
3. Metode pembelajaran yang kurang sesuai atau monoton akan
menyebabkan siswa cepat bosan dan sulit memahami materi yang
diajarkan.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah yang telah dikemukakan di atas,
penulis mencoba menarik rumusan masalah yang menjadi fokus dalam
penelitian
ini. Adapun perumusan masalah yang penulis ajukan sebagai
berikut :
1. Apakah ada perbedaan pengaruh antara pembelajaran fisika
model kooperatif Teams Games Tournament (TGT) dan model kooperatif
Students Teams Achievement Divisions (STAD) terhadap kemampuan
kognitif siswa pada sub pokok bahasan Listrik Dinamis di SMA ?
2. Apakah ada perbedaan pengaruh antara motivasi siswa tinggi
dan motivasi siswa rendah terhadap kemampuan kognitif siswa pada
sub pokok bahasan Listrik Dinamis di SMA ?
3. Apakah ada interaksi pengaruh antara tipe Teams Games
Tournament (TGT) dan Students Teams Achievement Divisions (STAD)
dengan motivasi siswa tinggi dan motivasi siswa rendah terhadap
kemampuan kognitif siswa pada sub pokok bahasan Listrik Dinamis di
SMA ?D.Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka
tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah untuk meningkatkan
kemampuan guru dalam penerapan Metode Belajar Kelompok dengan Model
Pembelajaran tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) dalam
upaya meningkatkan ketuntasan belajar Siswa mata pelajaran Fisika
Konsep Listrik Dinamis Kelas X MIA 1 SMA Negeri 1 BatanganPati. E.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah :
1. Proses belajar mengajar mata pelajaran Fisika tidak lagi
bersifat konvensional. Strategi pembelajaran yang lebih tepat,
bersifat variatif sehingga membuat anak didik lebih nyaman saat
pembelajaran berlangsung.
2. Bagi siswa, menumbuhkan keaktifan siswa dalam memahami konsep
mengenai litrik dinamis3. Bagi siswa, dapat mengerjakan tugas
secara mandiri maupun kelompok mengenai materi listrik dinamis.4.
Bagis siswa, melatih dalam mengembangkan aspek kecakapan social
untuk bekerja sama dengan teman lainnya. 5. Peran guru tidak hanya
sebagai informatory saja, guru juga menjadi lebih aktif dan lebih
terfokus sebagai fasilitator, mediator, motivator dan evaluator.
BAB II
KAJIAN PUSTAKAA. Kajian Teori1. Hakekat dan Karakteristik
Fisika
Manusia adalah makhluk berpikir yang setiap saat dalam hidupnya
sejak dilahirkan sampai menjelang ajal tiba tak pernah berhenti
berpikir. Hampir tak ada masalah yang menyangkut kehidupannya dapat
terlepas dari jangkauan pikirannya. Memang berpikir itulah yang
mencirikan hakikat manusia dan berkat kegiatan berpikir jualah dia
menjadi manusia. Berpikir pada dasarnya merupakan sebuah proses
yang dapat menghasilkan pengetahuan. Selanjutnya, dengan
menggunakan berbagai macam pengetahuannya, manusia dapat memperluas
wawasan dan memperkaya peradabannya. Berbagai peralatan dan
teknologi berhasil dikembangkan oleh manusia dengan jalan
menerapkan ilmu yang telah dikuasainya untuk meningkatkan kualitas
hidupnya.
Ilmu pengetahuan yang merupakan hasil kegiatan berpikir manusia,
lahir dalam rangka menjawab tiga pertanyaan pokok, yaitu: 1).
Apakah yang ingin kita diketahui ? 2). Bagaimanakah cara kita
memperoleh pengetahuan ? dan 3). Apakah manfaat pengetahuan
tersebut bagi manusia ? Ketiga pertanyaan pokok tersebut di atas,
berturut-turut berkaitan dengan aspek-aspek ontologis,
epistemologis, dan aksiologis. Ilmu sebagai produk yang diperoleh
manusia dari kegiatan berpikir tentu saja bahan kajiannya terbatas
hanya pada hal-hal yang dapat dijangkau oleh pengalamannya sebab
ruang lingkup kemampuan pancaindera manusia termasuk segala
peralatan atau teknologi yang dikembangkan sebagai alat bantu
pengamatan, jangkauannya terbatas hanya pada dunia empiris.
Fisika sebagai ilmu pengetahuan telah berkembang sejak awal abad
ke 14 yang lalu. Fisika bersama-sama dengan biologi, kimia, serta
astronomi tercakup dalam kelompok ilmu-ilmu alam (natural sciences)
atau secara singkat disebut science. Dalam bahasa Indonesia istilah
science ini diterjemahkan menjadi sains atau ilmu pengetahuan alam.
Sains termasuk fisika merupakan salah satu bentuk ilmu. Oleh karena
itu, ruang lingkup kajiannya juga terbatas hanya pada dunia
empiris, yakni hal-hal yang terjangkau oleh pengalaman manusia.
Alam dunia yang menjadi objek telaah fisika ini sebenarnya tersusun
atas kumpulan benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang satu dengan
lainnya terkait dengan sangat kompleks. Sains atau ilmu pengetahuan
alam pada dasarnya merupakan abstraksi dari aturan atau hukum alam
yang disederhanakan. Penyederhanaan ini memang diperlukan sebab
kejadian alam yang sebenarnya sangat kompleks. Untuk itu, fisika
maupun sains pada umumnya bekerja dengan landasan beberapa asumsi
yaitu bahwa objek-objek empiris mempunyai sifat keragaman,
memperlihatkan sifat berulang, dan kesemuanya jalin-menjalin
mengikuti pola-pola tertentu (Suriasumantri, 1982: 7). Fisika
menganggap bahwa setiap gejala alam terjadi bukan karena kebetulan,
akan tetapi mengikuti pola- pola tertentu yang bersifat tetap atau
disebut deterministik. Namun, ciri-ciri deterministic di sini
bukanlah bersifat mutlak melainkan hanya berarti memiliki peluang
untuk terjadi.
Tujuan dasar setiap ilmu termasuk fisika adalah mencari
pengetahuan yang bersifat umum dalam bentuk teori, hukum, kaidah,
asas yang dapat diandalkan (Suriasumantri, 1982: 19). Fisika
sebagai ilmu merupakan landasan pengembangan teknologi sehingga
teori-teori fisika sangat membutuhkan tingkat kecermatan yang
tinggi. Oleh karena itu, fisika berkembang dari ilmu yang bersifat
kualitatif menjadi ilmu yang bersifat kuantitatif. Menurut
Wospakrik (1993: 1) fisika adalah salah satu cabang ilmu
pengetahuan alam yang pada dasarnya bertujuan untuk mempelajari dan
memberi pemahaman kuantitatif terhadap berbagai gejala atau proses
alam dan sifat zat serta penerapannya. Lebih lanjut dikatakan bahwa
semua proses fisika ternyata dapat dipahami melalui sejumlah hukum
alam yang bersifat dasar. Namun demikian, pemahaman ini memerlukan
pengetahuan abstraksi dari proses yang bersangkutan dan penalaran
teoretis secara terperinci dalam komponen-komponen dasarnya secara
berstruktur agar dapat dirumuskan dan diolah secara kuantitatif.
Perumusan kuantitatif ini memungkinkan dilakukan analisis secara
mendalam terhadap masalah yang dikaji dan melakukan prediksi
tentang hal-hal yang bakal terjadi berdasarkan model penalaran yang
diajukan. Sifat kuantitatif ini dapat meningkatkan daya prediksi
dan kontrol fisika.
Peranan matematika di dalam perkembangan fisika, diakui memang
sangat besar. Suprapto (1990) di dalam makalah yang tidak
diterbitkan menyebutkan bahwa matematika lebih banyak diperlukan
dalam peranannya sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan teknologi.
Istilah bahasa di sini diartikan sebagai alat komunikasi dan alat
mengelola. Bahasa matematika ini bagi fisika berfungsi sebagai
penutup kekurangan yang muncul dari bahasa verbal. Banyak
pernyataan-pernyataan fisika yang lebih efisien dan efektif apabila
dinyatakan dalam bahasa matematika.
Kelebihan bahasa matematika jika dibandingkan dengan bahasa
verbal adalah bahwa matematika mengembangkan bahasa numerik yang
memungkinkan dilakukan pengukuran dan pengolahan secara
kuantitatif. Di samping itu, bahasa matematika mampu menghilangkan
sifat kabur, ganda, dan emosional yang mungkin timbul ketika
menggunakan bahasa verbal (Ditjen Dikti, 1981: 113). Pernyataan
matematis mempunyai sifat yang jelas, spesifik, informatif, dan
mempunyai tingkat kecermatan yang tinggi serta tidak menimbulkan
konotasi yang bersifat emosional.
2. Teori Belajar Fisika
Sebenarnya, belajar adalah merupakan persoalan setiap manusia.
Hampir semua pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, kegemaran, dan
sikap seseorang itu terbentuk dan berkembang karena belajar.
Kegiatan belajar terjadi tidak saja pada situasi formal di sekolah
akan tetapi juga di luar sekolah seperti di lingkungan keluarga,
lingkungan pergaulan di tengah tengah masyarakat.
Para ahli pendidikan maupun ahli psikologi pada umumnya
sependapat bahwa dalam pengertian belajar terkandung beberapa
unsur. Menurut Gorman (1978: 63-64) unsur-unsur pokok di dalam
pengertian belajar, yaitu: 1) belajar sebagai proses, 2) perolehan
pengetahuan dan keterampilan, 3) perubahan tingkah laku, dan 4)
aktivitas diri. Berdasarkan pada uraian tersebut, maka pengertian
belajar dapat didefinisikan sebagai proses diperolehnya pengetahuan
atau keterampilan serta perubahan tingkah laku melalui aktivitas
diri.
Menurut pandangan teori kognitif Gestalt, manusia sebagai sumber
dari semua kegiatan dan dia bebas membuat pilihan dalam setiap
situasi. Teori ini menganggap bahwa tingkah laku manusia hanyalah
ekspresi dari kondisi kejiwaan seseorang. Implikasi teori Gestalt
pada pengembangan pendekatan pembelajaran fisika di kelas adalah
lebih menekankan pada aspek pemahaman, kemampuan berpikir, dan
aktivitas siswa (Suryabrata, 1983: 14).
Dari uraian tersebut berarti apabila teori kognitif ini
digunakan sebagai dasar pijakan dalam mengembangkan pendekatan
pembelajaran fisika di kelas, maka aspek pemahaman merupakan inti
proses belajar. Belajar yang sebenarnya haruslah dapat memberikan
pemahaman bagi siswa, artinya kunci utamanya adalah dimengertinya
hal-hal yang dipelajari. Pendapat Kohler yang dikutip oleh
Suryabrata (1983: 28) menyatakan bahwa ciri-ciri belajar menurut
teori Gestalt adalah sebagai berikut:
1. Tergantung pada kemampuan dasar
2. Tergantung pada pengalaman masa lalu
3. Tergantung pada pengaturan situasi yang dihadapi
4. Pemecahan soal yang dilandasi pemahaman dapat diulangi dengan
mudah
5. Sekali pemahaman diperoleh, dapat digunakan pada situasi lain
yang sejenis.
Teori Piaget yang dikutip oleh Aiken (1988: 228) menyatakan
bahwa seorang anak menjadi tahu dan memahami lingkungannya melalui
jalan berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan tersebut.
Menurut teori ini, siswa harus membangun pengetahuannya sendiri
melalui observasi, eksperimen, diskusi, dan lain-lain. Lebih lanjut
dikatakan bahwa pengetahuan dibangun sendiri oleh siswa melalui
proses asimilasi dan akomodasi. Dengan proses asimilasi, siswa
mencoba memahami lingkungannya menggunakan struktur kognitif atau
pengetahuan yang sudah ada tanpa mengadakan perubahan-perubahan.
Sedangkan melalui proses akomodasi, siswa mencoba memahami
lingkungannya dengan terlebih dulu memodifikasi struktur
kognitif
yang sudah ada untuk membentuk struktur kognitif baru
berdasarkan rangsangan yang diterimanya (Aiken, 1988: 228-229).
Proses konstruksi pengetahuan dalam diri seseorang melibatkan
pengetahuan yang sudah dimiliki. Pendapat tersebut sejalan dengan
pengertian belajar menurut perspektif konstruktivisme yang
mengatakan bahwa belajar merupakan suatu proses dapat dimengertinya
pengalaman oleh seseorang berdasarkan pengetahuan yang sudah
dimiliki. Seseorang berinteraksi dengan benda-benda dan
peristiwa-peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitarnya melalui
penggunaan pancaindera yang tak mungkin terpisah dari pengetahuan
yang sudah ada termasuk keyakinan-keyakinan dan kesankesan. Menurut
Ausubel (1978: 40) belajar akan mempunyai makna bagi siswa apabila
dapat terhubungnya ide-ide baru dengan pengetahuan yang sudah
dimiliki untuk
membentuk pengetahuan baru. Jadi, adanya pengetahuan yang
relevan sangat diperlukan
agar terjadi proses belajar bermakna.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, jelaslah kiranya bahwa
kemampuan seseorang untuk membangun pengetahuan dalam dirinya
sangat dipengaruhi oleh antara lain faktor-faktor usia dan
pengalaman. Berdasarkan teori Piaget tentang perkembangan kognitif,
siswa Sekolah Menengah Atas diharapkan telah berada pada taraf
berpikir formal yang berarti sudah mampu berpikir hipotetis,
proporsional, reflektif, logis, sintesis, imajinatif,
probabilistik, kombinasional, etis, dan verbal serta telah mampu
memahami operasioperasi yang bersifat abstrak (Sund dan Trowbridge,
1973: 53).
Implikasi-implikasi teori Piaget terhadap pembelajaran sains
termasuk fisika, menurut Sund dan Trowbridge (1973: 55) adalah
bahwa guru harus memberikan kesempatan sebanyak mungkin kepada
siswa untuk berpikir dan menggunakan akalnya. Mereka dapat
melakukan hal ini dengan jalan terlibat secara langsung dalam
berbagai kegiatan seperti diskusi kelas, pemecahan soal-soal,
maupun bereksperimen. Dengan kata lain, siswa jangan hanya
dijadikan objek yang pasif dengan beban hafalan berbagai macam
konsep dan rumus-rumus fisika. Selanjutnya, fisika harus dijadikan
matapelajaran yang menarik sekaligus bermanfaat bagi siswa.
Terdapat beberapa kemampuan kognitif yang menurut Reif (1994:
17) sangat berperanan dalam meningkatkan keberhasilan pemecahan
soal-soal fisika yaitu kemampuan mengidentifikasi serta
menginterpretasi secara tepat konsep-konsep maupun prinsip-prinsip
fisika dan kemampuan membuat deskripsi serta mengorganisasi
pengetahuan fisika secara efektif.
Pengetahuan fisika terdiri dari banyak konsep dan prinsip yang
pada umumnya bersifat sangat abstrak. Kesulitan banyak dihadapi
oleh sebagian besar siswa dalam menginterpretasi berbagai konsep
dan prisip fisika sebab mereka dituntut harus mampu
menginterpretasi pengetahuan fisika tersebut secara tepat dan tidak
samar-samar atau tidak mendua arti. Kemampuan siswa dalam
mengidentifikasi dan menginterpretasi konsep-konsep fisika jelas
merupakan prasyarat penting bagi penggunaan konsep-konsep untuk
membuat inferensi-inferensi yang lebih kompleks atau untuk
pemecahan soal fisika yang berkaitan dengan konsep-konsep
tersebut.
Situasi soal sebenarnya dapat dideskripsikan dengan berbagai
cara, seperti menggunakan kata-kata, gambar, diagram vektor,
ataupun simbol-simbol matematik. Namun, siswa sebaiknya mampu
memilih cara mana yang paling cocok untuk menggambarkan situasi
soal yang dihadapi. Deskripsi pengetahuan diperlukan untuk
menginterpretasi prinsip fisika yang lebih kompleks dan berkaitan
dengan beberapa konsep. Oleh karena itu, kemampuan siswa dalam
membuat deskripsi pengetahuan fisika sangat berperanan dalam
keberhasilan menginterpretasi suatu prinsip fisika yang melibatkan
beberapa konsep.
Kemampuan siswa dalam menggunakan pengetahuan fisika tergantung
pada seberapa efektif pengetahuan tersebut terorganisasi.
Selanjutnya, pemecahan soal fisika menjadi semakin mudah jika
banyak tersedia informasi yang diperlukan. Oleh karena itu, penting
sekali untuk diperhatikan bahwa pengetahuan fisika yang
terorganisasi secara efektif akan memudahkan dalam pemecahan
soal-soal fisika. Kenyataan yang dijumpai seringkali justru
mengindikasikan bahwa siswa pada umumnya cenderung mengelompokkan
pengetahuan fisika yang mereka peroleh menjadi bagian-bagian yang
seolah-olah tidak saling berkaitan.3. Pembelajaran Kooperatif
(Cooperative Learning)Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah
pengembangan teknis belajar bersama, saling membantu dan bekerja
sebagai sebuah tim (kelompok). Jadi pembelajaran kooperatif berarti
belajar bersama, saling membantu dalam pembelajaran agar setiap
anggota kelompok dapat mencapai tujuan atau menyelesaikan tugas
yang diberikan dengan baik. Slavin (2008:8) mendefinisikan bahwa,
Model pembelajaran kooperatif sebagai model pembelajaran dimana
siswa bekerja sama dalam suatu kelompok kecil yang memiliki tingkat
kemampuan yang berbeda dan saling berinteraksi antar anggota
kelompok. Di dalam pembelajaran model kooperatif siswa belajar
bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang
siswa. Setiap kelompok yang heterogen maksudnya terdiri dari
campuran kemampuan siswa, jenis kelamin dan suku. Dari pengertian
diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif menekankan
pada kerjasama dalam proses belajar bagi siswa dalam mengkostruk
pengetahuan. Belajar kelompok dalam pembelajaran kooperatif berbeda
dengan belajar kelompok biasa. Model pembelajaran kooperatif
mempunyai karakteristik tertentu, yaitu:
1) Tujuan Kelompok, Sebagian besar model belajar kelompok
mempunyai beberapa bentuk tujuan kelompok.
2) Pertanggungjawaban Individu, Pertanggungjawaban individu
dicapai dengan 2 cara, pertama untuk memperoleh skor kelompok
dengan menjumlah skor setiap anggota kelompok. Cara kedua dengan
memberikan tugas khusus dimana setiap siswa diberi tanggung jawab
untuk setiap bagian tugas kelompok. 18
3) Kesempatan untuk Sukses, Keunikan dalam model belajar
kelompok ini yaitu menggunakan metode skoring yang menjamin setiap
siswa memiliki kesempatan untuk berperan aktif dalam kelompok
mereka.
4) Kompetisi antar Kelompok, Adanya kompetisi antar kelompok
berarti memotivasi siswa untuk ikut aktif dan berperan dalam
pembentukan konsep suatu materi.
Pembelajaran kooperatif memiliki kelebihan dan kekurangannya.
Kelebihan pembelajaran kooperatif adalah: meningkatkan kemampuan
siswa, meningkatkan rasa percaya diri, menumbuhkan keinginan untuk
menggunakan pengetahuan dan keahlian yang ada dan memperbaiki
hubungan antar kelompok. Sedangkan kelemahan pembelajaran
kooperatif adalah: memerlukan persiapan yang rumit untuk
melaksanakannya bila terjadi persaingan negatif maka hasilnya akan
buruk, dan bila ada siswa yang malas atau ada yang ingin berkuasa
maka dalam kelompok akan terjadi kesenjangan sehingga usaha
kelompok tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Tabel 2.1. Sintaks pembelajaran Kooperatif
Fase-faseTingkah Laku Guru
Fase 1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Fase 2
Menyajikan informasi
Fase 3
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
Fase 4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Fase 5
Evaluasi
Fase 6
Memberikan penghargaanGuru menyampaikan semua tujuan pelajaran
yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan
memotivasi siswa belajar.
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi
atau lewat bahan bacaan.
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk
kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan
transisi secara efisien.
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka
mengerjakan tugas mereka
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah
dipelajarinyaatau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil
kerjanya.
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil
belajar individual pada kelompok.
4. STAD (Student Team Achievment Division)Pendekatan
konstruktivis dalam pengajaran penerapan pembelajran kooperatif
secara ekstensif, menurut Robert Slavin(1995) atas dasar teori
bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep konsep
itu dengan temannya. Ada beberapa bentuk pembelajaran kooperatif
yaitu:tipe STAD ( Student Team Achievment Division) TGT ( Team
Games Tournament) TAI (Team assisted Individualzation) CIRC
(Cooperatif Integrated Reading and Composition) Jigsaw.Dalam
penelitian ini peneliti memilih pembelajaran kelompok model STAD
(Student Team Achievement Division) yaitu siswa dalam kelas dibagi
dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 atau 5 siswa
.Anggota-anggota dalam kelompok saling belajar dan membelajarkan.
Fokus yang ditekankan adalah keberhasilan seorang anggota akan
berpengaruh terhadap keberhasilan kelompok. Demikian pula
keberhasilan kelompok akan berpengaruh terhadap keberhasilan
individu siswa. Bentuk pembelajaran kelompok model STAD (Student
Team Achievement Division) yaitu siswa dalam kelas dibagi dalam
kelompok-kelompok kecil. Anggota-anggota dalam kelompok saling
belajar dan membelajarkan. Fokus yang ditekankan adalah
keberhasilan seorang anggota akan berpengaruh terhadap keberhasilan
kelompok. Demikian pula keberhasilan kelompok akan berpengaruh
terhadap keberhasilan individu siswa. STAD telah dideskripsikan
sebabagai kelompok paling sederhana dari teknik pembelajaran
kooperatif yang menunjuk pada metode pembelajaran kelompok belajar
.Secara umum STAD mempunyai pengaruh secara positif yaitu 1)
hubungan antar ras 2)membantu menyemangati teman 3) hubungan antar
teman ,4)kerjasama 5)membetuk sikap di kelas dan
sekolah.(Amstrong,1998:1) Adapun langkah-langkah penting dalam
pembelajaran model STAD adalah sebagai berikut.Tabel 2.2
Langkah-langkah Penting Dalam Pembelajaran Model
STADLangkahAktivitas
PertamaPenyajian kelas secara konvensional di dalam kelas oleh
guru. Dalam STAD penyajian kelas sama dengan pengajaran
konvensional hanya saja pembelajaran yang disampaikan difokuskan
pada materi yang dibahas saja. Guru menyajikan sebanyak satu atau
dua kali;
KeduaMembagi siswa dalam kelompok yang terdiri dari 3 5 siswa,
di mana tiap kelompok terdiri dari siswa-siswa yang beragam
kemudian diberi tugas untuk dikerjakan siswa secara kelompok;
KetigaMemberikan tes atau kuis yang bersifat individu dengan
tujuan agar siswa berusaha dan bertanggung jawab secara individu.
Siswa juga harus menyadari bahwa keberhasilannya akan memberikan
sumbangan yang sangat berharga bagi kelompoknya;
KeempatPemberian skor peningkatan individu. Komponen skor
peningkatan individu dalam STAD adalah untuk memberikan kepada
siswa sasaran yang dapat dicapai bila mereka bekerja keras,
sehingga memperoleh hasil yang lebih baik dari sebelumnya.
Pengolahan skor hasil kerja siswa dilakukan melalui skor awal, skor
tes, skor peningkatan dan skor kelompok; dan
KelimaPengakuan kelompok. Skor peningkatan masing-masing
individu dalam kelompok itu digabungkan, sehingga kelompok mana
yang skornya paling baik
Kelebihan pembelajaran kelompok model STAD adalah pemberian
materi oleh guru secara lebih terfokus, sehingga siswa lebih
mempunyai gambaran yang lebih baik tentang topik yang sedang
dipelajari. Dengan memperhatikan kelebihan serta menfaat yang
diperoleh dari pembelajaran kelompok, maka dalam penelitian ini
akan digunakan model pembelajaran kelompok model STAD. 5. TGT (Team
Game Tournament) Dalam pembelajaran ini siswa akan duduk bersama
dalam kelompok yang beranggotakan empat atau lima orang untuk
menguasai materi yang disampaikan oleh guru. Menurut Slavin
(2008:12 ) gagasan utama dari TGT adalah menggunakan turnamen
akademik dan siswa berlomba sebagai wakil tim untuk memenangkan
turnamen. Adapun komponen-komponen dalam pembelajaran TGT adalah
:
1. Presentasi Kelas, merupakan pengajaran langsung seperti yang
sering dilakukan atau diskusi yang dipimpin oleh guru, atau
pengajaran dengan presentasi audiovisual. Tetapi bedanya dengan
pengajaran biasa adalah pengajaran ini berfokus pada unit TGT.
Sehingga siswa akan menyadari bahwa mereka harus benar-benar
memberi perhatian penuh selama presentasi kerena hal ini akan
sangat membantu mereka dalam turnamen dan skor turnamen mereka
menentukan skor tim mereka.
2. Tim, terdiri atas empat atau lima orang yang heterogen.
Fungsi utama dari tim untuk memastikan bahwa semua aggota tim
benar-benar belajar, sehingga setiap anggota tim akan siap
mengerjakan game dan turnamen dengan baik. Setelah guru
menyampaikan materi, tim berkumpul untuk mempelajari lembar
kegiatan, yang berupa pembahasan masalah, membandingkan jawaban,
dan mengoreksi kesalahan pemahaman antar anggota tim.
3. Game, terdiri dari pertanyan-pertanyaan untuk menguji
pengetahuan siswa yang diperoleh dari persentasi kelas. Game ini
dilakukan di atas meja dengan tiga orang siswa mewakili
masing-masing timnya. Kebanyakan game hanya berupa nomor pertanyaan
yang ditulis pada lembar yang sama.
4. Turnamen, berlangsung pada akhir minggu atau akhir unit
setelah guru memberikan persentasi di kelas dan melaksanakan kerja
tim.
5. Rekognisi Tim. Tim mendapat penghargaan jika skor rata-rata
mereka dapat melampaui kriteria yang telah ditentukan Kelompok
dengan skor tertinggi mendapatkan kriteria Superteam, kelompok
dengan skor menengah (Greatteam) dan kelompok dengan skor terendah
sebagai Goodteam.6. Komunikasi dalam Proses Belajar Mengajar
Ada tiga pola komunikasi yang dapat digunakan untuk
mengembangkan interaksi dinamis antara guru dan siswa, sebagaimana
dikemukakan Sudjana (2000:45) yaitu : a) komunikasi sebagai aksi
atau komunikasi satu arah, b) komunikasi sebagai interaksi atau
komunikasi dua arah, dan c) komunikasi banyak arah atau komunikasi
sebagai tran-aksi.a. Tipe Hasil BelajarTipe hasil belajar terdiri
dari : ranah kognitif, afektif dan psikomotor (Bloom dalam Dimyati
2002:26). Dalam penelitian ini hanya ranah kognitif saja, meliputi
: a) tipe hasil belajar pengetahuan hafalan, b) pemahaman, c)
penerapan, d) analisis, e) sintesis dan f) evaluasi. (Sularyo
2004:9).b. Pembelajaran KelompokKerja kelompok adalah kegiatan
sekelompok siswa yang biasanya berjumlah kecil, yang diorganisir
untuk kepentingan belajar, di mana keberhasilan kelompok ini
menuntut kegiatan yang kooperatif dari individu anggota kelompok
tersebut (Robert L. Cilstrap dan William R. Martin dalam Roestiyah
2001:45). Sedangkan Dimyati dan Mudjiono (2002:34) mengemukakan
kerja kelompok berarti kerja kepemimpinan dan keterpimpinan yang
perlu dipelajari siswa untuk bekal dalam kehidupannya nanti.
Selanjutnya secara lebih lengkap Burton (Nasution 2000:56)
menjelaskan kerja kelompok ialah cara individu mengadakan relasi
dan kerjasama dengan individu lain untuk bekerja sama. Relasi di
dalam kelompok demokratis artinya setiap individu berpartisipasi,
ikut serta secara aktif dan turut bekerjasama, sehingga individu
akan memperoleh hasil belajar yang lebih baik dan mengalami
perubahan sikap.
Dengan demikian pembelajaran kelompok berhubungan dengan proses
belajar yang dilakukan siswa secara bersama-sama melalui komunikasi
interaktif dengan dipimpin oleh seorang pemimpin untuk memecahkan
permasalahan yang dihadapi sehubungan dengan materi
pelajaran.Nasution (2000:34) mengemukakan beberapa manfaat dar
kerja kelompok sebagai berikut.
1. Mempertinggi hasil belajar, baik secara kuantitatif maupun
kualitatif.
2. Keputusan kelompok lebih mudah diterima setiap anggota, bila
mereka turut memikirkan dan memutuskan bersama-sama.
3. Mengembangkan perasaan sosial dan pergaulan sosial yang
baik.
4. Meningkatkan rasa percaya diri anggota kelompok.
Sedangkan Rustiyah (2001:32) keuntungan menggunakan teknik kerja
kelompok adalah : a) mengembangkan keterampilan bertanya, b) siswa
lebih intensif dalam melakukan penyelidikan, c) mengembangan bakat
kepemimpinan, d) guru lebih memperhatikan siswa, e) siswa lebih
aktif, dan f) mengembangkan rasa menghargai dan menghormati antar
siswa
C. Kerangka Berfikir
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diuraikan sebelumnya,
maka dapat dinyatakan bahwa kemampuan kognitif Fisika siswa
dipengaruhi oleh penggunaan model pembelajaran yang digunakan,
motivasi belajar siswa, dan interaksi diantara keduanya. Untuk
memperjelas kerangka pemikiran penelitianakan diuraikan sebagai
berikut.
1. Pengaruh penggunaan penggunaan model pembelajaran kooperatif
tipe STAD dan TGT terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa Proses
belajar mengajar dalam usaha pencapaian tujuan pendidikan
menghendaki hasil belajar yang optimal. Siswa tidak hanya menguasai
ilmu yang disampaikan guru, tetapi juga mampu mengembangkan konsep
yang diterimanya. Oleh karena itu perlu suatu pendekatan
pengetahuan yang tepat dimana mampu mengembangkan potensi dan
kemampuan mendasar pada anak didik dalam suatu kerja maksimal
sesuai taraf perkembangan pikirannya. Kemampuan penguasaan konsep
bagi siswa dan kemampuan siswa dalam mengembangkan pikiranya dapat
dilihat dari pembelajaran kooperatif yang melibatkan kerja sama
dari semua siswa, diantaranya adalah dengan metode STAD dan TGT.
Pembelajaran Kooperatif tipe STAD dan TGT ini keduanya memfokuskan
pada kerja sama antar siswa dalam menguasai suatu konsep.
Pembelajaran Kooperatif dengan tipe STAD merupakan pembelajaran
yang menggunakan sistem kelompok bagi siswa yang anggotanya
heterogen. Pembelajarannya diawali dengan presentasi kelas oleh
guru yang kemudian adanya pembentukan kelompok untuk memastikan
bahwa setiap anggota akan belajar sehingga secara individual akan
mampu mengerjakan kuis secara mandiri. Sedangkan penggunaan
pembelajaran kooperatif tipe TGT, pembelajaran32 dilakukan dengan
diskusi kelompok yang diikuti pertandingan/turnamen. Dalam Teams
Games Tournament (TGT), setelah siswa belajar secara diskusi
kelompok, setiap siswa dalam masing-masing kelompok diharuskan
mengikuti pertandingan/tournamen dengan permainan yang telah dibuat
guru. Dalam hal ini peran pendidik hanya sebagai fasilitator dan
mediator dalam proses belejar mengajar. Pendidik cukup menciptakan
kondisi lingkungan belajar yang kondusif bagi peserta didiknya.
Dengan demikian prestasi belajar siswa dalam hal ini adalah menjadi
tanggung jawab bersama dalam setiap anggota tim. Hal ini akan
memberikan kesempatan yang sama bagi semua siswa dalam memperoleh
hasil kuis yang baik. Kemampuan kognitif siswa yang mengikuti
kegiatan pembelajaran dengan tipe TGT diharapkan akan lebih baik
dibandingkan dengan siswa yang mengikuti kegiatan pembelajaran
dengan tipe STAD. Hal ini disebabkan dalam pembelajaran TGT selain
dapat bekerja secara kelompok, siswa juga dapat termotivasi dalam
belajarnya karena adanya persaingan yang sehat antar kelompok serta
siswa lebih mudah memahami suatu konsep melalui permainan sehingga
tidak cepat bosan.
2. Pengaruh motivasi belajar siswa kategori tinggi dan rendah
terhadap kemampuan kognitif Fisika siswa Dalam kegiatan belajar,
motivasi bertujuan untuk menggerakan dan menggugah seseorang agar
timbul keinginan dan kemauannya untuk meningkatkan prestasi
belajarnya. Motivasi belajar juga sangat penting dalam memberikan
semangat dan rasa senang terhadap suatu pelajaran sehingga tujuan
pembelajaran dapat tercapai secara optimal. Penelitian ini
membatasi motivasi siswa berdasarkan angket yang diisikan siswa
sebelum mengikuti pembelajaran. Hal ini terbatas pada motivasi
belajar baik dirumah maupun di sekolah, yang biasa dilakukan siswa
misalnya motivasi mendapat nilai tinggi, kedisiplinan mengerjakan
tugas dan lain sebagainya. Diharapkan siswa yang memiliki motivasi
belajar tinggi dan sedang akan memperoleh kemampuan kognitif yang
lebih baik dibandingkan siswa yang mempunyai motivasi belajar
rendah.
3. Interaksi antara pengaruh penggunaan model pembelajaran
kooperatif dan motivasi belajar siswa terhadap kemampuan kognitif
Fisika siswa Pembelajaran fisika dengan model kooperatif tipe STAD
dan TGT ditinjau dari motivasi belajar siswa menitikberatkan pada
motivasi siswa untuk tekun dalam belajar. Dengan metode
pembelajaran yang baik dan didukung motivasi belajar siswa yang
tinggi diharapkan akan memberikan pengaruh positif yaitu
meningkatnya prestasi belajar siswa dalam hal ini kemampuan
kognitif siswaD. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan pada bab I,
maka dapat dituliskan hipotesisnya sebagai berikut:1. Ada perbedaan
pengaruh antara penggunaan pembelajaran kooperatif tipe STAD dan
TGT terhadap kemampuan kognitif siswa pada sub pokok bahasan
Listrik Dinamis.2. Ada perbedaan pengaruh antara motivasi belajar
tinggi dan motivasi belajar rendah terhadap kemampuan kognitif
siswa pada sub pokok bahasan Listrik Dinamis.3. Ada interaksi
pengaruh antara penggunaan pembelajaran kooperatif dan motivasi
belajar siswa terhadap kemampuan kognitif siswa pada sub pokok
bahasan Listrik Dinamis.BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat Penelitian
Tempat yang digunakan untuk penelitian ini adalah Sekolah
Menengah Atas Negeri 1 Batangan Pati beralamatkan di Jalan raya
Juwana-Rembang KM. 8 Kecamatan Jakenan Kabupaten Pati. Penelitian
dilakukan di kelas X khususnya di kelas X MIA 1 tahun pelajaran
2012/2013 yang memiliki jumlah siswa sebanyak 34 orang, yang mana
kelas ini merupakan salah satu kelas dari lima kelas pada peminatan
jurusan IPA di SMA Negeri 1 Batangan Pati. B. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis
eksperimental yaitu apabila penelitian diselenggarakan dengan
berupaya menerapkan berbagai teknik dan model secara efektif dan
efisien di dalam suatu kegiatan belajar mengajar. Di dalam
kaitannya dengan kegiatan belajar mengajar dimungkinkan terdapat
lebih dari satu model untuk mencapai tujuan instruksional, dengan
diterapkannya penelitian ini diharapkan peneliti dapat menentukan
cara mana yang lebih efektif dalam rangka untuk mencapai tujuan
pengajaran. Dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas langkah
utama yang harus dilaksanakan yaitu merencanakan, melakukan
tindakan, mengamati dan refleksi yang merupakan satu siklus dalam
penelitian, siklus selalu berulang. Setelah siklus satu selasai
jika terdapat masalah dari proses refleksi maka dilakukan proses
pengkajian ulang melalui siklus berikutnya yang meliputi kegiatan
perencanaan ulang, tindakan ulang, dan pengamatan ulang sehingga
permasalahan dapat teratasi. Permasalahan pada mata pelajaran
Fisika untuk materi Listrik Dinamis adalah pada saat proses
pembelajaran, terlihat bahwa siswa cenderung kurang aktif dalam
mengikuti pembelajaran karena guru masih menggunakan metode
ceramah. Kesulitan siswa dalam pembelajaran diantaranya kesulitan
memahami materi yang telah disamapaikan oleh guru dan siswa tidak
memiliki keberanian untuk bertanya kepada guru menganai
permasalahan yang dimilikinya. Karena hal tersebut penulis
mengemukan mengapa penulis menggunakan metode penelitian berikut :
1. Bertujuan untuk meningkatkan hasil pembelajaran ditinjau dari
aspek kognitif pada mata pelajaran Fisika materi Listrik Dinamis 2.
Bertujuan untuk meningkatkan aktivitas siswa sehingga siswa lebih
aktif dalam proses pembelajaran. 3. Adanya partisipasi dari
peneliti ataupun guru dalam melaksanakan proses pembelajaranC.
Variabel Penelitian
Motivasi Belajar (B)
Tinggi (B1)Rendah (B2)
Model Pembelajaran Kooperatif (A)Kelas eksperimen Tipe TGT
(A1)
Kelas eksperimen Tipe STAD (A2)
Variabel terikat pada penelitian ini adalah kemampuan kognitif
siswa dalam mata pelajaran fisika pada sub pokok bahasan Litrik
Dinamis.
a. Definisi Operasional : Kemampuan kognitif siswa dalam mata
pelajaran Fisika adalah tingkat penguasaan konsep siswa dalam
mempelajari Fisika pada sub pokok bahasan Listrik Dinamis.
b. Skala Pengukuran : Interval
c. Indikator : Nilai hasil tes mata pelajaran Fisika pada sub
pokok bahasan Listrik Dinamis
2. Variabel Bebas
Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah
a. Model Pembelajaran Kooperatif
1. Definisi Operasional: Pembelajaran kooperatif merupakan suatu
model pembelajaran dimana siswa belajar bersama dalam sebuah
kelompok belajar dan anggota dalam kelompok bekerja secara
bersama-sama untuk mencapai tujuan yang sama yang telah ditetapkan
sebelumnya. Kelompok belajar tersebut beranggotakan 4-5 siswa yang
heterogen dan saling mendiskusikan masalahmasalah yang sulit dan
saling membantu antar anggota kelompok untuk mencapai ketuntasan
materi pelajaran Listrik Dinamis. 2. Skala Pengukuran : Nominal,
dengan 2 kategori, yaitu
Model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Model pembelajaran kooperatif tipe TGT.
3. Motivasi Belajar
b. Definisi Operasional : dorongan dari dalam diri individu yang
terlihat dari keaktifa siswa di kelas untuk berprestasi
1. Skala Pengukuran : Nominal, dengan 2 kategori, yaitu
2. Motivasi Belajar kategori tinggi
3. Motivasi Belajar kategori rendah
1. Indikator
2. Motivasi Belajar kategori tinggi, nilai rata-rata
gabungan
3. Motivasi Belajar kategori rendah, nilai rata-rata gabunganD.
Sampel dan Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X SMA
Negeri 1 Batangan Pati yang berjumlah 235 siswa. Sedangkan sample
yang diambil adalah kelas X MIA 1 sebanyak 34 siswa dengan
pertimbangan kelas penulis mengajar.E. Teknik dan Alat Pengumpulan
Data
Sebagai sumber data dalam penelitian ini adalah hasil pengamatan
selama proses pembelajaran baik kegiatan siswa maupun guru sesuai
dengan indikator pengamatan minat belajar siswa. Di samping itu
data hasil belajar kognitif siswa berupa nilai ulangan harian
daftar siswa yang belum mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan minimal),
Untuk mengumpulkan data di atas digunakan metode dokumentasi,
metode tes dan metode survey atau observasi. 1. Teknik TestTeknik
test terdiri dari 10 soal uraian konsep bersetrukur. Teknik test
ini diberikan kepada siswa setiap mengakhiri siklus pembelajaran,
baik siklus awal siklus I, maupun II. 2. Teknik Non TestTeknik non
test dilakukan dengan menggunakan lembar pengamatan yang memuat
aspek-aspek proses pembelajaran yang dilakukan guru dan aktivitas
siswa dalam mengikuti pembelajaran yang meliputi : aktivitas
kognitif, afektif dan psikomotor. F. Teknik Analis Data
Yang digunakan untuk menganalisa data adalah diskriptis
komperatif kuantitatif yaitu dengan cara membandingkan data data
angka ketuntasan yang diperoleh dari hasil ulangan harian pada
kondisi awal dan setelah dilakukan tindakan pada siklus ke 1 dan
siklus ke 2 . , adapun pembandingannya sebagai berikut :
1. Perbandingan antara kondisi awal dengan tindakan siklus ke 1
adalah ada perubahan yang signifikan
2. Perbandingan antara kondisi siklus tindakan siklus ke 1
dengan siklus ke 2
3. Perbandingan antara kondisi awal dengan tindakan siklus ke
2.
4. Perbandingan antara kondisi awal dengan siklus 1 dan siklus 2
sekaligus.DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi.1998 Prosedur Penelitian .Jakarta PT. Rineka
Cipta
Asri Budiningsih. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:
Rineka Cipta. UNS.
Andreas Avellino. 2005. Macromedia Flash MX. Yogyakarta:
Teknomedia
Armstrong, Scott, Palmer, Jesse,1998,Student Teams.Achievement
Divisions (STAD) ina twelfth grade classroom. Effect on student
achievement and attitude, Jurnal of Social Studies Research (
http/findarticles.
Com/p/articles/mi-qa3823/is_199804/ai_n8783828)
Arief Rochman. 2002. Penerapan Pengajaran IPTEK Bermuatan IMTAK
Jakarta PT. Gunara KataBudiyono. 2003. Statistik Dasar Penelitian.
Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sebelas Maret
______________.2004. Statistik Dasar Penelitian. Surakarta :
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas
Maret.
Cony Semiawan. 1992. Pendekatan Ketrampilan. Proses Jakarta PT.
GramediaDarsono. 2001. Belajar dan Pembelajaran. Semarang : IKIP
Semarang Press.Dimyati. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta :
Rineka CipDepdiknas. 2001. Kebijakan Umum Pengembangan Kurikulum
Berbasis Kompetensi. Jakarta : Pusat Kurikulum Balitbang
Depdiknas.
Depdiknas, 2004. Pedoman Umum Pengembangan Silabus Berbasis
Kompetensi. Jakarta : Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas.
_________, 2003. a. Kerangka Dasar Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Jakarta : Puskur Balitbang Depdiknas.
_________, 2003. a. Evaluasi Pembelajaran . Jakarta : Puskur
Balitbang Depdiknas.
Eddy Soewardi Kartawijaya. 1987. Pengukuran dan Hasil Evaluasi
Belajar. Bandung PT.Sinar Baru
Hamalik, O. 1995. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi
Aksara.
Hasto Tyas Harjadi. 2007. Tesis Pengaruh Pendekatan dengan
Metode Inkuri Terbimbing Dan Eksperimen Ditinjau Dari Kemapuan Awal
Siswa Terhadap Prestasi Belajar Siswa.Iqbal Hasan ,M.M. 2002.
Metode Penelitian Dan Aplikasisnya. Bogor Ghalia IndonesiaJoyce
& Weil. 2000. Models of Teaching 6th Edition. New Jersey :
Prentice Hall.
Maskuri Jasin,1987, Ilmu Alamiah Dasar, Surabaya:Bina Ilmu
Margono. 1998. Strategi Belajar Mengajar Buku I Pengantar
Strategi B-M. Surakarta : Universitas Sebelas Maret.
Marthen Kanginan. 2007. IPA Fisika Untuk SMP Kelas IX
Berdasarkan Standar Isi 2006. Penerbit Erlangga.
Muhibbbin Syah. 2006. Psikologi Pendidkan dengan Pendekatan
Baru. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Muhammad 2004.Pedoman Penilaian Ranah Afektif.Jakarta:
Depdiknas
Nana Sudjana.1996. Penilaian Hasil Belajar Mengajar. Bandung:
Rosda Karya.
Ngalim Purwanto. 2002. Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja
Rosda Karya.
Nasution. 1992. Teknologi Pendidikan. Bandung PT. Bumi
AksaraRatna Wilis Dahar. 1989. Teori-Teori Belajar. Jakarta:
Erlangga
Supandi. 1992. Peranan Guru dalam Proses Pembelajaran. Jakarta :
Depdikbud.
Sugiyanto. 2008. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta:
Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13
Tim Khusus. 2000. Pola Pelaksanaan Belajar Tuntas dan Analisis
Ketuntasan Belajar. Jakarta : Depdiknas
Winkel, W.S. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT
Gramedia
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/06/09/teori-teori-belajar/.[6
Sebtember 2010]http:// teoripembelajaran. blogspot. com.
2008/04/teori-belajar-kognitif.html)PAGE