kPROPOSAL PENELITIAN HALAMAN JUDUL PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KEMIRI SUNAN (Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw) MELALUI PROSES TRANSESTERIFIKASI DUA TAHAP MENGGUNAKAN KATALIS HETEROGEN (CaO) DARI KULIT TELUR Oleh: Agus Kurniawan 21030112130110 M. Kurnia Tri Wardhana S. 21030112140161 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
52
Embed
PROPOSAL PENELITIAN PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KEMIRI SUNAN.docx
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
kPROPOSAL PENELITIAN
HALAMAN JUDUL
PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KEMIRI SUNAN
(Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw) MELALUI PROSES
TRANSESTERIFIKASI DUA TAHAP MENGGUNAKAN
KATALIS HETEROGEN (CaO) DARI KULIT TELUR
Oleh:
Agus Kurniawan 21030112130110
M. Kurnia Tri Wardhana S. 21030112140161
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2015
HALAMAN PENGESAHANPROPOSAL PENELITIAN
Nama/NIM : Agus Kurniawan 21030112130110
Nama/NIM : M. Kurnia Tri Wardhana S. 21030112140161
Judul : Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Kemiri Sunan (Reutealis
Trisperma (Blanco) Airy Shaw) Melalui Proses Transesterifikasi Dua
Tahap Menggunakan Katalis Heterogen (Cao) Dari Kulit Telur
.
Semarang, Februari 2015
Telah menyetujui,
Dosen Pembimbing
Ir. Diyono Ikhsan, S.U.
NIP. 19511016 197903 1 001
RINGKASAN
Biodiesel adalah bahan bakar alternatif dari minyak nabati atau lemak hewani yang dapat digunakan langsung untuk mesin diesel atau dicampur dengan petroleum diesel. Kemiri Sunan (Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw) adalah tanaman penghasil minyak dari tanaman ini. Minyak nabati yang dihasilkan tanaman ini merupakan sumber bahan bakar nabati (BBN) yang sangat potensial dengan berbagai variasi derivasinya seperti bahan bakar nabati, biobriket, biogas, pupuk organik, dan pakan ternak (Dibyo, 2009). Kandungan minyaknya yang relatif tinggi merupakan potensi utama seperti gliserol, asam lemak bebas, dan bahan oleokimia lainya. Program pemerintah tentang penanaman kemiri sunan yang sedang berkembang saat ini akan meningkatkan produksi minyak kemiri sunan dalam jumlah besar di masa mendatang. Oleh karena itu, kebutuhan bahan baku biodiesel dapat dipasok dari minyak kemiri sunan yang ketersediaannya semakin banyak.
Biodiesel merupakan alternatif terbaik pengganti bahan bakar diesel yang bersumber dari fosil. Penelitian ini dilakukan untuk mengarahkan pembuatan biodiesel dari bahan non-edible yang salah satunya adalah kemiri sunan. Proses yang digunakan yaitu melalui transesterifikasi dua tahap, sedangkan katalis yang digunakan yaitu katalis heterogen CaO dari limbah kulit telur supaya dapat menghasilkan yield biodiesel yang besar.
Dalam penelitian ini akan dikaji pembuatan biodiesel dari minyak kemiri sunan melalui proses transesterifikasi dua tahap dengan katalis CaO dari limbah kulit telur. Selain itu akan dikaji pengaruh variabel perbandingan mol campuran minyak dengan metanol pada tahap transesterifikasi tahap kedua yaitu 1:3, 1:4, 1:5, 1:6, 1:7, kemudian suhu pemanasan campuran metanol dengan minyak pada tahap kedua yaitu 30oC, 40oC, 50oC, 60oC, 70oC, dan waktu reaksi yaitu 30 menit, 45 menit, 60 menit, 75 menit, 90 menit, pada tahap kedua transesterifikasi terhadap karakteristik biodiesel yang dihasilkan. Karakteristik biodiesel yang diuji pada penelitian ini adalah viskositas, densitas. yield biodiesel, nilai asam, angka iodin, angka penyabunan dan angka setana. Dalam penelitian ini akan didapatkan kondisi operasi terbaik untuk mendapatkan yield biodiesel tertinggi dan karakteristik biodiesel yang diharapkan sesuai dengan standar SNI dan ASTM.
Kata Kunci : biodiesel, minyak kemiri sunan, transesterifikasi dua tahap, katalis
CaO dari kulit telur.
SUMMARY
Biodiesel is an alternative fuel from vegetable oils or animal fats that can be used directly in diesel engines or blended with petroleum diesel. Hazelnut Sunan (Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw) is a plant that produces oil from the seeds. Vegetable oils produced by plants is a source of biofuel (BBN) potential with a variety of derivatives such as biofuels, biobriket, biogas, organic fertilizer, and fodder (Dibyo, 2009). Relatively high oil content is a major potential such as glycerol, free fatty acids, and other oleochemicals material. Government program of planting trees that are being developed at this time will increase oil production in large quantities in the future. Therefore, the need for biodiesel feedstock can be supplied from the availability Sunan pecan oil more.
Biodiesel is the best alternative diesel fuel substitute derived from fossils. This study was conducted to direct the manufacture of biodiesel from non-edible materials, one of which is the Sunan pecan. The process used is through transesterification two stages, while the catalyst used is a heterogeneous catalyst CaO from waste eggshells in order to produce biodiesel yield great.
In this study will be reviewed biodiesel production from Sunan pecan oil through a two-stage process of transesterification with CaO catalyst of waste eggshells. Additionally, it will be assessed the effect of variable mole ratio mixture of oil with methanol in the transesterification of the second stage is 1: 3, 1: 4, 1: 5, 1: 6, 1: 7, then the temperature of heating a mixture of metanol with oil in the second stage is 30oC, 40oC, 50oC, 60oC, 70oC, and the reaction time is 30 minutes, 45 minutes, 60 minutes, 75 minutes, 90 minutes, the second stage transesterification of the characteristics of biodiesel produced. Characteristics of biodiesel tested in this study is the viscosity, density. yield of biodiesel, acid value, iodine number, saponification number and cetane number. In this study we will get the best operating conditions to obtain the highest yield of biodiesel and biodiesel characteristics expected in accordance with ISO and ASTM standards.
Keywords: biodiesel, Sunan pecan oil, two-stage transesterification, CaO catalyst
of eggshells.
PRAKATA
Puji dan syukur kami panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan karuniaNya, sehingga kami mampu menyelesaikan proposal penelitian ini.
Proposal penelitian yang berjudul “Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Kemiri
Sunan (Reutealis Trisperma (Blanco) Airy Shaw) Melalui Proses
Transesterifikasi Dua Tahap Menggunakan Katalis Heterogen (Cao) Dari Kulit
Telur” bertujuan untuk mendapatkan kondisi operasi yang sesuai untuk mendapatkan
biodiesel berstandar ASTM dan SNI dari minyak kemiri sunan dan katalis . Begitu
banyak orang yang terlibat dalam pembuatan proposal ini, maka dari itu kami
mengucapkan terima kasih dengan tulus kepada:
1. Dr. Ir. Budiyono,M.Si, selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia Universitas
Diponegoro.
2. Dr. Andri Cahyo Kumoro, S.T., M.T. sebagai koordinator penelitian yang
minyak nabati berpotensi sebagai bahan bakar nabati, biobriket, biogas, pupuk
organik, dan pakan ternak (Dibyo, 2009). Tanaman ini, berasal dari Philipina,
berkembang di Indonesia khususnya di daerah Jawa Barat. Tanaman ini dapat
8
menghasilkan 300-500 kg biji kering per pohon per tahun dengan kadar minyak 50-
56 persen. Suatu potensi yang sangat menjanjikan. Dengan kadar minyak dan
potensi produksi seperti ini berarti dalam satu hektar dengan populasi 100 pohon
dapat menghasilkan 50 ton biji kering, setara dengan 15-25 ton minyak, lebih tinggi
dibanding potensi produksi yang dihasilkan Kelapa Sawit. Kemiri sunan dapat
ditemukan pada ketinggian hingga 1000 m di atas permukaan laut (Maman, 2009).
Tanaman kemiri sunan yang dibudidayakan secara baik dapat menghasilkan buah
setelah berumur lebih dari 3 tahun, namun tanaman yang berumur lebih dari 10
tahun menghasilkan buah yang lebih banyak (Aguilar dan Oyen, 2002). Ditinjau
dari potensi hasil buah dan bijinya, kemiri sunan memiliki potensi hasil yang relatif
tinggi dibandingkan dengan kemiri sayur (Aleurites moluccana). Bijinya banyak
mengandung minyak dengan rendemen berkisar 40–60%.
Kandungan minyaknya yang relatif tinggi merupakan potensi utama dari
tanaman ini. Minyak nabati yang dihasilkan tanaman ini merupakan sumber bahan
bakar nabati (BBN) yang sangat potensial dengan berbagai variasi derivasinya
seperti gliserol, asam lemak bebas, terpenting, dan bahan oleokimia lainya. Potensi
lainnya yang dimiliki tanaman ini adalah dari kulit buah dan bungkil sisa
ekstraksinya yang berpotensi sebagai sumber atau bahan dasar dalam pembuatan
pupuk organik dan pakan ternak. Sesuai dengan nama umumnya, yaitu kemiri racun
maka buah dari tanaman ini mengandung bahan yang bersifat racun sehingga
mempunyai potensi yang baik untuk dikembangkan sebagai bahan dasar
biopestisida.
Untuk menunjang pengembangan kemiri sunan secara luas, telah dilepas
dua varietas kemiri sunan, yaitu Kemiri Sunan 1 sesuai dengan Keputusan Menteri
Pertanian Nomor 4000/Kpts/SR.120/9/2011 dan Kemiri Sunan 2 sesuai dengan
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 4044/Kpts/SR.120/ 9/2011. Kedua varietas
tersebut memiliki keunggulan spesifik masing-masing. Kemiri Sunan 1 memiliki
rendemen sebesar 38,10- 42,00%. Nilai ini lebih kecil dari rendemen minyak
Kemiri Sunan 2, yaitu sebesar 47,21-56,00 %. Selain itu, kualitas minyak Kemiri
Sunan 1 memiliki karakter yang kurang baik untuk digunakan sebagai bahan dasar
biodiesel, dilihat dari lebih tingginya asam lemak bebas dibanding Kemiri Sunan 2.
Tingginya asam lemak bebas pada minyak, dapat mempengarui biaya produksi
9
biodiesel. Oleh karena pengembangan kemiri sunan 1 hanya ditujukan untuk
konservasi lahan, namun jika ingin mengembangkan untuk konservasi sekaligus
digunakan untuk menghasilkan bahan baku biodiesel, disarankan menggunakan
varietas Kemiri Sunan 2. (Pranowo et al.,2014)
Staf Khusus Presiden Bidang Pangan dan Energi tahun 2012 menginformasikan
data sebaran pohon kemiri sunan di Indonesia yang tercantum dalam tabel berikut :
Tabel 2.2 Persebaran Kemiri Sunan Di Indonesia
No Kota Populasi Pohon Kemiri Sunan (pohon)
1 Jakarta 3.5002 Bekasi 30.0003 Kuningan 10.0004 Majalengka 10.0005 Jati Gede 10.0006 Bandung 3.0007 Ngawi 40.0008 Lamongan 13.0009 Nusa Penida Bali 15.00010 Lombok 14.500
Tanaman kemiri sunan, Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw sudah tumbuh 3-4 generasi sebelumnya di Jawa Barat. Tanaman kemiri sunan tergolong tanaman menahun tinggi > 15 meter dengan mahkota yang sangat rindang, kanovi daun lebar, struktur daun sangat rapat, ranting yang banyak, dan memiliki perakaran yang dalam, tanaman berumur panjang lebih dari 30 tahun usianya, tanaman ini dapat tumbuh di lahan datar, bergelombang, bertebing curam, lahan kritis dan buah kemiri sunan beracun terutama bijinya, sehingga tumbuhan ini baik untuk pohon peneduh, konservasi alam dan bahan bakar nabati biodiesel (Dibyo et al., 2009)
Proses bahan dasar biodiesel yang dimiliki oleh Reutealis trisperma
(Blanco) Airy Shaw memperhatikan keunggulan bahan dasar biodiesel sebagai
berikut:
1. Bahan dasar biodiesel tidak digunakan untuk bahan dasar makanan (non
edible oil) sehingga tidak timbul konflik antara bahan dasar makan dan
keamanan sumber energi,
2. Minyak bereaksi cepat tanpa memodifikasi mesin biodiesel,
3. Transesterifikasi bekerja pada katalis basa lebih baik dari katalis asam,
10
4. Kinerja biodiesel meningkat ditandai dengan rendahnya emisi debu, CO dan
HC, (Yaliwal et al., 2011).
Karakteristik dan komponen minyak kemiri sunan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.3 Karakteristik Minyak Kemiri Sunan
No.
Parameter Nilai
Komposisi Asam Lemak Bebas (%)1 Asam Stearat 9 %2 Asam Palmitat 10 %3 Asam Oleat 12 %4 Asam Linoleat 19 %5 Asam α-eleostearic 50 %
Sifat Fisiko Kimia1 Densitas (25 OC) 0,89 2 Bilangan Iod 1603 Bilangan Asam 1,74 Bilangan Penyabunan 192-2005 Titik Leleh 2- 4 OC6 Titik Beku -6, 5 OC
(Vossen dan Umali, 2002)
Tabel 2.4 Komponen Minyak Kemiri Sunan
Komponen Minyak %Trigliserida 99,6FFA 0,4
(Ditjen Migas, 2011)
2.3. TransesterifikasiTransesterifikasi atau alkoholisis adalah reaksi pertukaran gugus alkohol
dari suatu ester dengan ester lain. Penambahan katalis basa akan mempercepat
reaksi transesterifikasi dalam pembentukan ester. Minyak nabati dan hewani
dikenal dengan nama trigliserida. Trigliserida adalah ester dari tiga molekul asam
lemak dan mengandung sejumlah atom oksigen dalam strukturnya, sedangkan
asam-asam lemak tersebut mempunyai perbedaan dalam panjang rantai karbonnya
dan jumlah ikatan gandanya (Istadi, 2011). Alkohol-alkohol yang dapat digunakan
pada proses transesterifikasi trigliserida adalah metanol, etanol, propanol, butanol,
dan amil alkohol.
Biodiesel dapat berupa metil ester atau etil ester tergantung jenis alkohol
yang digunakan. Tetapi yang paling sering diproduksi adalah metil ester karena
11
metanol mudah didapat dan tidak mahal. Metanol lebih reaktif dibandingkan
dengan etanol, sehingga penggunaan metanol menghasilkan mono dan diasilgliserol
yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan etanol pada kondisi
reaksi yang sama (Utami dan Solikhah, 2011). Secara umum reaksi transesterifikasi
antara trigliserida dan alkohol (metanol) dapat digambarkan sebagai berikut:
Trigliserida alkohol gliserida ester-asam lemak
Gambar 2.1 Reaksi Transesterifikasi antara Trigliserida dan Metanol
Secara teoritis perbandingan mol trigliserida dengan alkohol adalah 1 : 3.
Reaksi antara minyak atau lemak dengan alkohol merupakan reaksi yang bersifat
bolak-balik.Oleh karena itu, alkohol harus ditambahkan berlebih untuk membuat
reaksi berjalan ke arah kanan mengikuti pseudo first order. Menurut azas Le
Chatelier bahwa: “Setiap perubahan pada salah satu variabel sistem keseimbangan
akan menggeser posisi keseimbangan ke arah tertentu yang akan
menetralkan/meniadakan pengaruh variabel yang berubah tadi”. Yield biodiesel
akan meningkat ketika perbandingan mol alkohol dengan trigliserida di atas 3.
Namun penambahan alkohol lebih lanjut di atas perbandingan optimal tidak akan
meningkatkan yield, tapi akan meningkatkan biaya recovery alkohol.
Adanya katalis dalam reaksi (asam atau basa kuat) dapat mempercepat
reaksi transesterifikasi. Transesterifikasi trigliserida dapat menghasilkan ester alkil
asam lemak dan gliserol. Fasa gliserol akan terpisah di bagian bawah reaktor.
Mekanisme dasar transesterifikasi dengan katalis basa melalui beberapa tahap
antara lain (Schuchardt et al., 1998):
1) Reaksi katalis basa dengan alkohol, menghasilkan alkoksida dan katalis
terprotonasi.
12
2) Serangan nukleofilik dari alkoksida pada gugus karbonil dari trigliserida
yang menghasilkan senyawa intermediet tetrahedral.
3) Alkil ester dan anion trigliserida terbentuk
4) Pada tahap akhir akan terjadi deprotonasi dari katalis, yang selanjutnya
menghasilkan katalis aktif yang baru, katalis tersebut bereaksi kembali
dengan molekul alkohol lainnya, sampai terbentuk monogliserida dan
mengalami reaksi yang sama hingga menghasilkan alkil ester dan gliserol
Transesterifikasi dengan katalis asam menghasilkan yield alkil ester tinggi,
namun reaksi berjalan lambat sampai beberapa hari pada suhu 600C.
Transesterifikasi dengan katalis asam dapat dijalankan dalam waktu 30-45 menit
dengan pemanasaan 1300C untuk mendapat yield tinggi (Gerpen et al., 2004).
Transesterifikasi umumnya menggunakan katalis basa/alkali seperti CaO, NaOH
atau KOH. Biasanya yield mencapai nilai optimal saat kadar katalis yang digunakan
1,5% berat dan yield akan menurun jika kadar katalis ditambahkan lebih lanjut.
Yield akan turun pada kadar katalis berlebih karena akan banyak trigliserida yang
bereaksi dengan katalis basa membentuk banyak sabun (Leung et al., 2010).
Minyak dan lemak yang mengandung asam lemak bebas dalam jumlah
banyak tidak dapat dikonversi secara langsung menjadi metil ester dengan
menggunakan katalis basa. Pengaruh negatif katalis basa pada reaksi
transesterifikasi minyak yang memiliki kandungan asam lemak bebas tinggi akan
mengakibatkan asam lemak bebas bereaksi dengan katalis yang ditambahkan
13
selanjutnya akan bereaksi menghasilkan sabun, disamping itu sebagian katalis akan
dinetralisasi. Jika terdapat air dalam reaksi, sabun akan terbentuk terlebih dahulu
membentuk emulsi dengan metanol dan minyak, sehingga reaksi metanolisis tidak
dapat terjadi. Adanya sabun akan mengakibatkan naiknya koefisien viskositas dan
pembentukan gel yang akan mengganggu jalannya reaksi transesterifikasi serta
berpengaruh terhadap proses pemisahan gliserol.
Sebagai bahan bakar alternatif, biodiesel terdiri dari Fatty Acid Methyl Ester
(FAME). Selama bahan baku memiliki kandungan trigliserida tinggi, maka bahan
tersebut dapat dikonversi menjadi biodiesel melalui proses transesterifikasi.
Namun, bilangan asam yang tinggi membutuhkan persiapan terlebih dahulu melalui
proses esterifikasi untuk menghilangkan kadar FFA sebelum melalui proses
transesterifikasi. Penetralan dilakukan untuk menghilangkan FFA yang kadarnya
kurang dari 2,5%, sedangkan untuk kadar FFA lebih dari 2.5 % dibutuhkan proses
esterifikasi asam lemak (Leung et al., 2010).
2.4. Reaksi Transesterifikasi Dua TahapProses transesterifikasi dua tahap berdasarkan dilakukan dengan dua tahap
reaksi dengan pemisahan gliserol pada setiap tahapnya. Gliserol pada
transesterfikasi pertama dipisahkan dari biodiesel menggunakan dekanter
berdasarkan ketidaklarutan metil ester dengan gliserol. Kemudian, setelah gliserol
dipisahkan larutan yang terdiri dari biodiesel, metanol dan minyak yang belum
bereaksi masuk ke dalam reaktor kedua (transesterifikasi tahap kedua) dengan
tambahan metanol dan katalis (Jianchu, 2010). Tahap yang paling menentukan
dalam proses mengubah minyak menjadi metil ester adalah transesterifikasi yang
merupakan reaksi dua arah. Untuk menggeser reksi ke arah kanan dapat dilakukan
dengan menambahkan reaktan berlebih atau dengan cara mengambil produk (Herry
et al., 2013). Pada transesterifikasi dua tahap, pengambilan produk yang terbentuk
pada proses transesterifikasi tahap pertama diharapkan dapat meningkatkan yield
biodisel dari minyak biji kemiri sunan.
Reaksi transesterifiksi dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor
internal adalah kondisi minyak itu sendiri misalnya kandungan air, kandungan asam
lemak bebas, dan kandungan zat terlarut maupun tidak terlarut. Faktor eksternal
adalah kondisi yang bukan berasal dari minyak, diantaranya adalah suhu, waktu,
14
kecepatan pengadukan, jenis dan konsentrasi katalis dan jumlah rasio molar
metanol terhadap minyak (Gerpen et al., 2004).
2.5. Katalis
Katalis didefinisikan sebagai zat kimia yang dapat menaikkan laju reaksi
dan terlibat dalam reaksi kimia walaupun zat itu sendiri tidak ikut bereaksi secara
permanen. Peningkatan laju reaksi ini diakibatkan oleh adanya jalur reaksi baru
yang diciptakan dengan energi aktivasi yang lebih rendah, sehingga katalis dapat
berfungsi mengarahkan reaksi ke arah reaksi yang diinginkan. Katalis tersebut
dapat mengarahkan reaksi untuk mendapatkan produk yang diinginkan dengan
selektivitas yang lebih tinggi (Istadi, 2011). Pada dasarnya katalis dibagi menjadi
tiga bagian yaitu katalis homogen, katalis heterogen dan katalis enzim.
1. Katalis Homogen
Pada sistem katalis homogen, katalis mempunyai fasa yang sama dengan
reaktan dan produk reaksi. Sebagai contoh adalah hidrolisis ester dengan asam
(cair-cair). Proses katalitis terjadi melalui perubahan senyawa komplek dan
terjadi pengubahan susunan molekul dan ligan katalis. Reaksi kimia dapat pula
spesifik dengan yield produk yang tinggi. Saat ini hampir seluruh reaksi
pengolahan biodiesel skala komersial menggunakan katalis basa homogen.
Katalis basa lebih umum digunakan pada reaksi transesterifikasi karena
menghasilkan metil ester yang tinggi dan waktu yang cepat. Konsentrasi katalis
yang umum digunakan adalah 0,5 – 4% dari berat minyak (Mittelbach dan
Remschmidt, 2004).
2. Katalis Heterogen
Pada sistem katalis heterogen, katalis dan pereaktan berbeda fasanya.
Biasanya katalis adalah berupa padatan dengan reaktan berupa cairan atau gas,
atau kadang-kadang fasa cair-gas. Dengan perbedaan fasa antara katalis dan
pereaktan, maka mekanisme reaksi menjadi sangat kompleks. Fenomena
antarmuka menjadi sesuatu yang sangat penting dan berperan. Laju reaksi
dikendalikan oleh fenomena-fenomena adsorbsi, absorbsi dan desorbsi (Istadi,
2011).
3. Katalis Enzim
15
Enzim adalah molekul-molekul protein dengan ukuran koloid yang
berada diantara ranah homogen molekular dan heterogen makroskopik. Enzim
merupakan gaya penggerak di dalam reaksi-reaksi biokimia. Biasanya enzim
merupakan katalis yang sangat efisien dan selektif (Istadi, 2011). Namun, enzim
hanya dapat bereaksi pada rentang suhu tertentu dikarenakan apabila terlalu
tinggi maka protein akan terdenaturasi dan enzim tidak dapat bekerja secara
optimal.
2.5.1. Katalis CaO dari Kulit TelurDalam penelitian ini katalis yang digunakan adalah CaO. Katalis
CaO dapat dibuat melalui proses kalsinasi CaCO3. Salah satu sumber CaCO3
yang mudah diperoleh disekitar kita adalah kulit telur. CaO dibuat dengan
melakukan kalsinasi pada suhu 1000oC selama 2 jam terhadap kulit telur
yang telah dibersihkan dan dihaluskan. Katalis kulit telur yang dihasilkan
memiliki kandungan CaO 98.52%-b, luas permukaan katalis 62,04 m2/g,
total volume pori 0,1596 cc/g, dan radius pori rata-rata 51,44 Å. katalis basa
heterogen seperti CaO, meskipun memiliki kemampuan katalisator yang sedikit
lebih rendah dibandingkan dengan katalis basa homogen, dapat menjadi
alternatif yang baik dalam proses pembuatan biodiesel. Katalis basa heterogen
dapat dengan mudah dipisahkan dari campuran reaksi sehingga dapat
digunakan kembali, mengurangi biaya pengadaan dan pengoperasian peralatan
pemisahan yang mahal serta meminimasi persoalan limbah yang dapat
berdampak negatif terhadap lingkungan.
Meskipun katalis basa memiliki kemampuan katalisator yang tinggi
serta harganya yang relatif lebih murah dibandingkan dengan katalis asam,
untuk mendapatkan performa proses yang baik, penggunaan katalis basa
dalam reaksi transesterifikasi memiliki beberapa persyaratan penting,
diantaranya alkohol yang digunakan harus dalam keadaan anhidrous dengan
kandungan air < 0.1 - 0.5 %-berat serta minyak yang digunakan harus
memiliki kandungan asam lemak bebas < 0.5% (Lotero et al., 2005).
Keberadaan air dalam reaksi transesterifikasi sangat penting untuk
diperhatikan karena dengan adanya air, alkil ester yang terbentuk akan
terhidrolisis menjadi asam lemak bebas. Lebih lanjut, kehadiran asam lemak
16
bebas dalam sistem reaksi dapat menyebabkan reaksi penyabunan yang
sangat menggangu dalam proses pembuatan biodiesel. (Herry dkk., 2013)
BAB IIIMETODE PENELITIAN
3.1. Prosedur Penelitian
17
Transesterifikasi I1 Jam (60 OC)
iJam
Lapisan bawah (gliserol)
Filtrasi Katalis
Dekantasi20 Jam
Lapisan atas (metil ester+minyak)
Katalis (CaO) + Metanol (sesuai variabel)
Transtesterifikasi II( suhu dan waktu sesuai variabel)
Filtrasi
Dekantasi20 jam
Lapisan atas (Metil ester)
Metanol
Katalis (CaO)
Metanol
Katalis CaO + Metanol 60 OC OC Minyak Kemiri sunan60 OC
Destilasi
Katalis (CaO)
Destilasi
Lapisan bawah
Gambar 3.2 Diagram Alir Proses Pembuatan Biodiesel
3.2. Bahan dan Alat:
Bahan yang digunakan:
1. Minyak Kemiri Sunan
2. Metanol
3. Katalis CaO alami
4. Aquadest
5. Kloroform
6. Indikator phenolphtalein
Alat yang digunakan:
1. Rangkaian Alat Transesterfikasi
Gambar 3.2 Rangkaian Alat TransesterifikasiKeterangan:
1. Klem dan statif
2. Labu leher tiga
3. Thermometer
4. Magnetic stirrer
5. Pendingin balik
6. Saliran air masuk
7. Saluran air keluar
8. Water bath
18
2. Rangkaian Alat Distilasi
Gambar 3.3 Rangkaian Alat Distilasi
Keterangan :
1. Labu Distilasi 6. Erlenmeyer
2. Pendingin Balik 7. Kaki Tiga
3. Termometer 8. Statif dan Klem
4. Heater 9. Waterbath
5. Kompok Listrik
3. Rangkaian Alat Titrasi
Gambar 3.4. Rangkaian Alat Titrasi
19
Keterangan :
1. Buret
2. Erlenmeyer
3. Klem
4. Statif
3.3. Variabel Percobaan:
1. Variabel tetap:
Tahap Transesterifikasi I
- Volume minyak kemiri sunan Transesterifikasi I : 200 ml
trisperma (Blanco) Airy Shaw] Menggunakan Proses Transesterifikasi Dua Tahap.
Bulletin of Research on Spice and Industrial Crops. ISSN: 2085-1685
Aguilar, NO& Oyen, LPA. 2002. Reutealis trisperma (Blanco) Airy Shaw. In van der Vossen HAM, Umali BE (Editors): Plant Resources of South-East Asia No.14. Vegetable Oils and Fats. Bogor (ID): PROSEA. p112-115.
BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi)., 2013. Outlook Energi Indonesia 2013:
Pengembangan Energi dalam mendukung Sektor Transportasi dan Industri., Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi: Jakarta.
Chen, Kang-Shin., Y Lin., K Hsu., H Wang, 2012. Improving biodiesel yields from
waste cooking oil by using sodium methoxide and a microwave heating system.
Energy, Sun Yat-sen University, Kaohsiung 804, Taiwan
Direktorat Jendral Perkebunan Kementerian Pertanian., 2012. Peningkatan Produksi,
Produktivitas dan Mutu Tanaman Tahunan: Pedoman Teknis Pengembangan Tanaman
Kemiri Sunan Tahun 2013. Kementerian Pertanian: Jakarta
Gerpen, J. Van, Shanks, B., Pruszko, R., Clements, D., & Knothe, G. 2004. Biodiesel
Production Technology. National Renewable Energy Laboratory, Colorado.
Herman, Maman., N. Heryana, dan H. Supriadi. 2009. Prospek Kemiri Sunan Sebagai
Penghasil Minyak Nabati. Kemiri Sunan Penghasil Biodiesel. Bunga Rampai,
Solusi Masalah Energi Masa Depan. Unit Penerbitan dan Publikasi Balittri.
Sukabumi. Hlm. 5-12
Istadi. 2011. Teknologi Katalis untuk Konversi Energi ; Fundamental dan Aplikasi
(1sted.). Yogyakarta: Graha Ilmu.
Kumar, D. & Ali, A., 2012. Nanocrystalline K–CaO for the transesterification of a
variety of feedstocks: Structure, kinetics and catalytic properties. Biomass and
Bioenergy, Thapar University, India
Leung, D.Y.C., Wu, X. & Leung, M.K.H., 2010. A review on biodiesel production
using catalyzed transesterification. Applied Energy, 87(4), pp.1083–1095.
25
Lotero, E., Liu, Y., Lopez, D.E., Suwannakarn, K., Bruce, D.A., & Goodwin, J.G., Jr.,
2005, Synthesis of Biodiesel via Acid Catalysis, Industrial & Engineering
Chemistry Research, 44(14), 5353-5363
Ma F, Hanna MA. Biodiesel production: a review. Biores Technol 1999;70(1):1e15