1
MENINGKATAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MELALUI PROBLEM BASIC
LEARNING
BAB 1
A. Latar BelakangKeberhasilan pembelajaran dalam arti
tercapainya standart kompetensi, sangat bergantung pada kemampuan
mengolah pembelajaran yang dapat menciptakan situasi yang
memungkinkan siswa belajar sehingga memperoleh titik awal
berhasilnya pembelajaran (semiawan, 1985). Banyaknya teori dan
hasil penelitian para ahli pendidikan yang menunjukkan bahwa
pembelajaran akan berhasil bila siswa berpartisipasi aktif dalam
pembelajaran atas dasar ini munculah istilah Cara Belajar Siswa
Aktif (CBSA). Salah satu pendekatan pembelajaran yang mengakomodasi
CBSA adalah Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) dikembangkan dari
pemikiran nilai nilai demokrasi, belajar efektif perilaku kerjasama
dan menghargai keanekaragaman dimasyarakat.Siswa mempunyai struktur
mental yang berbeda dengan orang dewasa. Mereka bukan orang dewasa
dalam bentuk anak kecil, mereka mempunyai cara yang khas untuk
menyatakan kenyataan dan untuk mengahayati dunia sekitarnya. Maka
memerlukan pelayanan tersendiri dalam belajar. Perkembangan mental
melalui tahap tahap tertentu, menurut suatu urutan yang sama bagi
semua siswa walaupun berlangsungnya tahap tahap perkembangan itu
melalui suatu urutan tertentu tetapi jangka waktu untuk berlatih
dari satu tahap ketahap yang lain tidaklah selalu sama pada setiap
siswa. Dengan menggunakan PBL siswa tidak hanya sekedar menerima
informasi dari guru saja, karena dalam hal ini guru sebagai
motivator dan fasilitator yang mengarahkan siswa agar terlibat
secara aktif dalam seluruh proses pembelajaran dengan diawali pada
masalah yang berkaitan dengan konsep yang dipelajari. Karakteristik
PBL lebih mengacu pada aliran pendidikan kontruktivisme, dimana
belajar menggunakan proses aktif dari pembelajaran uuntuk membangun
pengetahuan. Proses aktif yang bermaksud tidak hanya bersifat
secara mental tetapi juga secara fisik. Artinya, melalui aktivitas
secara fisik pengetahuan siswa secara aktif dibangun berdasarkan
proses asimilasi pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan
pengetahuan yang telah dimiliki dan ini berlangsung secara mental.
Matthews (suparno. 1997:56).Pembelajaran berbasis masalah digunakan
untuk merangsang berfikir tingkat tinggi dengan situasi
berorientasi pada masalah, termasuk didalamnya belajar bagaimana
belajar. Menurut Ibrahim dan Nur (2000:@ dalam Nurhadi
dkk,2004),Pembelajaran Berbasis Masalah dikenal dengan nama lain
seperti Project-Based Learning (Pembelajaran Proyek),
Eksperience-Based Education (Pendidikan Berdasarkan Pengalaman),
Aunthentic Learning (Pembelajaran Autentik), dan Anchored
Instruction (Pembelajaran Berakar Pada Dunia Nyata). Peran guru
dalam pembelajaran berbasis masalah adalah menyajikan masalah,
mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyidikan dan dialog.
Pembelajaran berbasis masalah tidak dapat dilaksanakan tanpa guru
pengembang lingkungan kelas yang memungkinkan terjadinya pertukaran
ide secara terbuka secara garis besar pembelajaran berbasis masalah
terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik
dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk
melakukan penyelidikan secara inkuiri.Tercapainya pendidikan yang
bermutu membutuhkan upaya terus menerus untuk selalu meningkatkan
kualitas pembelajaran (Hamdani, 2011 : 295). Upaya ini memerlukan
upaya meningkatkan kualitas pembelajaran karena tujuan dari
berbagai program pendidikan adalah terlaksanannya program
pembelajaran yang berkualitas. Pencapaian pembelajaran yang
berkualitas dapat dilihat dari beberapa jauh yaitu komponen
komponen yaitu guru, siswa, kurikulum dan bahan ajar, iklim
pembelajaran, media belajar, fasilitas belajar dan materi
pembelajaran mampu menghasilkan proses, hasil belajar yang optimal
sesuai dengan ketentuan tuntutan kurikuler (Depdiknas, 2004
:6)Menurut Santyasa (2008:3) belajar dimulai dari suatu
permasalahan. (Muhsetyo, 2008:1.20) menyatakan bahwa pemecahan
masalah merupakan realisasi dari keinginan meningkatkan
pembelajaran matematika sehingga siswa mempunyai pandangan dan
wawasan yang luas serta mendalam ketika menghadapi suatu masalah
lebih lanjut berdasarkan pemendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang
standart isi dikemukakan bahwa salah satu tujuan mata pelajaran
matematika adalah agar peserta didik memiliki kemampuan untuk dapat
memahami dan memecahkan masalah dan lebih menghargai kegunaan
matematika dalam kehidupan, yang dibuktikan dengan rasa ingin tahu,
perhatian, dan minat yang besar dalam mempelajari matematika,
terutama dalam pemecahan masalah.dengan kata lain pembelajaran
matematika akan lebih bermakna ketika guru membimbing siswa dan
mengikut sertakan siswa agar terlibat dalam situasi pemecahan
masalah.Herman (2007:42) kenyataan yang terjadi saat ini hasil
belajar matematika siswa sangat rendah baik di jenjang pendidikan
dasar maupun pendidikan atas. Rendahnya hasil belajar matematika
siswa menurut hasil survei IMSTEP-JICA (Development Of Science And
Mathematis Teaching For Primary And Second Education In
Indonesia)-(Japan International Cooperation Agency) dikarenakan
dalam proses pembelajaran matematika guru umumnya berkonsentrasi
pada latihan penyelesaian soal. Dalam kegiatan pembelajaran, guru
menjelaskan konsep secara informatif memberikan contoh soal dan
latihan latihan soal. Guru merupakan pusat kegiatan sedangkan siswa
dalam pembelajaran cenderung pasif. Siswa hanya mendengarkan,
mencatat penjelasan dan mengerjakan soal latihan sehingga
pengalaman belajar yang mereka dapatkan tidak berkembang. Menurut
Saragih (2007:33) matematika sekolah merupakan konsep essensial
sebagai dasar untuk memahami konsep yang lebih tinggi, yang pada
umumnya mempunyai banyak aplikasi dalam kehidupan dimasyarakat,.
Konsep konsep tersebut dapat dipahami melalui pendekatan induktif
maupun deduktif disesuaikan dengan perkembangan kognitif siswa.
Kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa sampai saat ini keluhan dan
kekecewaan terhadap hasil belajar matematika siswa masih sering
disuarakan baik melalui media massa maupun lewat seminar
seminar.Hudojo (Saragih, 2007:33) mengatakan bahwa sikap siswa
memandang pelajaran matematika membosankan, tidak bermanfaat dan
sulit dapat jadi karena mereka tidak mengetahui manfaat materi yang
di pelajarinya atau mereka tidak dapat melihat keterkaitan materi
yang dipelajari dengan kondisi nyata yang dihadapinya. Dari
pandangan Hudojo ini bisa di tarik kesimpulan bahwa saat ini
pembelajaran matematika masih menekankan pada perolehan hasil dan
mengesampingkan proses. Akibatnya siswa merasa tertekan, jarang
mengaitkan pembelajaran dengan kehidupan sehari hari dan yang pasti
siswa akan mudah lupa materi yang di berikan guru.Problem-Based
Learning (PBL) atau Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) adalah
metode pengajaran bercirikan adanya permasalahan nyata sebagai
konteks untuk para peserta didik belajar berfikir kritis dan
keterampilan memecahkan masalah, dan memperoleh pengetahuan
(Duch,1995). Finkle dan Torp (1995) menyatakan bahwa PBM merupakan
pengembangan kurikulum dan sistem pengajaran yang mengembangkan
secara simultan strategis pemecahan masalah dan dasar dasar
pengetahuan dan keterampilan Dengan menempatkan peserta didik dalam
peran aktif sebagai pemecah permasalahan yang tidak terstruktur
kdengan baik. Dua definisi diatas mengandung arti bahwa PBL atau
PBM merupakan setiap suasana pembelajaran yang diarahkan oleh suatu
permasalahan sehari hari.Menurut Boud dan Felleti (1991, dalam
saptono, 2003) menyatakan bahwa Problem Basic Learning ia a way of
constructing and teaching course using problem as a stimulus and
focus on student activity. H.S. Barrows (1982), sebagai pakar PBL
menyatakan bahwa definisi PBL adalah sebuah metode pembelajaran
yang didasarkan pada prinsip bahwa masalah (problem) dapat
digunakan sebagai titik awal untuk mendapatkan atau
mengintegrasikan ilmu (knowledge) baru. PBL adalah metode belajar
yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan
dan mengintegrasikan pengetahuan baru (Suradijono,2004).Berdasarkan
pendapat pakar pakar tersebut maka disimpulkan bahwa PROBLEM BASIC
LEARNING (PBL) merupakan metode pembelajaran yang mendorong siswa
untuk mengenal cara belajar dan bekerjasama dalam kelompok untuk
mencari penyelesaian masalah masalah didunia nyata. Sehingga dapat
diartikan bahwa PBL adalah proses pembelajaran yang titik awal
pembelajaran berdasarkan masalah dalam kehidupan nyata lalu dari
masalah ini siswa dirangsang untuk mempelajari masalah berdasarkan
pengetahuan dan pengalaman yang telah mereka punyai sebelumnya
(prior knowledge) sehingga dari prior knowledge ini akan terbentuk
pengetahuan dan pengalaman baru. Diskusi dengan menggunakan
kelompok kecil merupakan point utama dalam penerapan PBL. PBL
merupakan satu proses pembelajaran dimana masalah merupakan pemandu
utama ke arah pembelajaran tersebut.dengan demikian, masalah yang
digunakan sebagai sarana agar anak didik dapat belajar sesuatu yang
dapat menyokong keilmuannya.disini peneliti akan melakukan
penelitian dengan judul : MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN
MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL PROBLEM BASIC LEARNING
B. Pembatasan dan Perumusan MasalahMelihat luasnya cakupan
masalah-masalah yang teridentifikasi dibandingkan waktu dan
kemampuan yang dimiliki peneliti, maka peneliti merasa perlu
memberikan batasan terhadap masalah yang akan dikaji agar analisis
hasil penelitian ini dapat dilakukan dengan lebih mendalam dan
terarah. Masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini terbatas
yaitu: Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa masih rendah di
kelas IX SMP swasta Purwasari.Berdasarakan latar belakang di atas,
maka yang menjadi fokuspermasalahan dalam penelitian ini adalah:
Apakah penerapan model pembelajaran Problem Based Learning dapat
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa SMP
swasta kelas VII Purwasari C. Tujuan PenelitianSejalan dengan
rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah:Untuk mengetahui
apakah model pembelajaran Problem Based Learning dapat meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah siswa dalam memecahkan masalah
matematika siswa kelas VII SMP swasta PurwasariD. Manfaat
Penelitisesuai dengan tujuan penelitian di atas, maka hasil
penelitian yangdiharapkan akan memberi manfaat sebagai berikut:1.
Bagi peneliti, dapat memperoleh pengalaman langsung dalam
menerapkan model pembelajaran matematika melalui Problem Based
Learning dan sebagai bekal peneliti sebagai calon guru mata
pelajaran matematika dalam menjalani praktik mengajar dalam
institusi formal yang sesungguhnya.2. Bagi guru matematika, sebagai
alternatif melakukan variasi dalam mengajar dengan menggunakan
model pembelajaran Problem BasedLearning dan memberi masukan dalam
melaksanakan proses pembelajaran sehingga kualitas pembelajaran
yang lebih baik.
3. Bagi siswa, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan
masalah matematika melalui penerapan model pembelajaran Problem
Based Learning.4. Bagi sekolah, bermanfaat untuk mengambil
keputusan yang tepat dalam peningkatan kualitas pengajaran serta
menjadi bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan inovasi
pembelajaran matematika di sekolah.5. Bagi peneliti lain,
penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan peneliti
dan pembaca yang tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai
penerapan model pembelajaran Problem Based Learning dan kemampuan
pemecahan masalah siswa SMK.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. Belajar Berbasis Masalah/Problem Basic Learning (PBL)1.
Definisi Pendekatan Berbasis Masalah (PBL)Belajar berbasis masalah
adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berlandaskan pada
paradigma kontruktivisme, yaitu berorientasi pada proses belajar
siswa (student-centered learning). PBL merupakan model pembelajaran
yang sangat popular dalam dunia kedokteran sejak 1970-an. PBL
berfokus pada penyajian suatu pemasalahan (nyata atau stimulus)
kepada siswa, kemudian siswa diminta mencari pemecahannya melalui
serangkaian penelitian dan investigasi berdasarkan teori, konsep,
prinsip yang dipelajarinya dari berbagai bidang ilmu (multiple
perspective). Adapun aspek aspek yang mempengaruhi proses
pembelajaran PBL diantaranya: a. Aspek psikologi model pembelajaran
PBL bersandarkan kepada psikologi kognitif yang berangkat dari
asumsi bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat
adanya pengalaman. Belajar bukan semata mata proses menghafal
sejumlah fakta, tetapi suatu proses interaksi secara sadar antara
individu dengan lingkungannya. Artinya perkembangan siswa tidak
hanya terjadi pada aspek kognitif dan aspek afektif tetapi secara
internal akan problema yang dihadapi.b. Aspek filosofis model
pembelajaran PBL merupakan strategi yang memungkinkan dan sangat
penting untuk dikembangkan. Hal ini disebabkan pada kenyataan
setiap manusia akan selalu dihadapkan kepada masalah. Dengan adanya
model pembelajaran PBL inilah diharapkan siswa dapat memberikan
latihan dan kemampuan setiap individu untuk dapat menyelesaikan
masalah yang dihadapinya.c. Aspek perbaikan kualitas pendidikan,
maka PBL merupakan salah satu strategi pembelajaran yang dapat
digunakan untuk memperbaiki sistem pembelajaran. Kita menyadari
bahwa selama ini kemampuan siswa untuk dapat menyelesaikan masalah
kurang diperhatikan oleh setiap guru. Akibatnya, manakala siswa
menghadapi masalah, walaupun masalah itu dianggap sepele, banyak
siswa yang tidak dapat menyelesaikannya dengan baik. Adapun dengan
metode PBL itu sendiri mempunyai banyak variasi, diantaranya
sebagai berikut :a. Permasalahan sebagai pemandu: masalah menjadi
acuan kongkret yang harus menjadi perhatian pemelajar dan bacaan
diberikan sejalan dengan masalah sedangkan masalah tersebut menjadi
kerangka berfikir pemelajar dalam mengerjakan tugas.b. Permasalahan
sebagai kesatuan dan alat evaluasi: masalah disajikan setelah tugas
tugas dan penjelasan diberikan. Tujuannya memberikan kesempatan
bagi pembelajar untuk menerapkan pengetahuan pemecahkan masalah.c.
Permasalahan sebagai contoh: masalah dijadikan contoh dan bagian
dari bahan belajar. Masalah digunakan untuk menggambarkan teori,
konsep atau prinsip dan dibahas antara pemelajar dan guru.d.
Permasalahan sebagai fasilitas proses belajar: masalah dijadikan
alat untuk melatih pemelajar bernalar dan berfikir kritis.e.
Permasalahan sebagai stimulus belajar: masalah merangsang pemelajar
untuk mengembangkan keterampilan mengumpulkan dan menganalisis data
yang berkaitan dengan masalah dan keterampilan
metakognitif.Definisi pendekatan belajar berbasis masalah (problem
based Learning) adalah suatu lingkungan belajar dimana masalah
mengendalikan proses belajar mengajar. Hal ini berarti sebelum
pelajar belajar, mereka diberikan umpan berupa masalah. Masalah
diajukan agar pelajar mengetahui bahwa mereka harus mempelajari
beberapa pengetahuan baru sebelum mereka memecahkan masalah
tersebut.Pendekatan ini juga mencangkup keduanya yaitu sebagai
sebuah kurikulum dan sebuah proses. Kurikulum pembelajaran berbasis
masalah terdiri atas masalah masalah yang telah dirancang dan
dipilih dengan teliti, yang menuntut kemahiran pembelajar dalam
prosesnya, pendekatan belajar berbasis masalah ini meniru
pendekatan sistem yang biasa digunakan untuk memecahkan masalah
atau menemukan tantangan tantangan yang dihadapi dalam hidup
ataupun karir (Siregar dan Nara,2010). Para ahli lainnya
mengemukakan bahwa, pendekatan berbasis masalah adalah suatu
pendekatan untuk membentuk struktur kurikulum yang melibatkan
pelajar menghadapi masalah dengan latihan yang memberikan stimulus
untuk belajar (Siregar dan Nara, 2010). Pendekatan ini juga
merupakan suatu pengajaran yang menantang pelajaran untuk
bekerjasama dalam sebuah group untuk mencari solusi dari masalah
masalah yang nyata didunia ini. Masalah masalah ini digunakan untuk
menarik rasa keingintahuan pelajar dan menginisiasikan pokok pokok
perkara. Metode ini mempersiapkan pelajar untuk berfikir kritis dan
analitis, serta untuk menemukan dan menggunakan sumber sumber
belajar. 2. Konsep Dasar dan Karakteristik PBLPBL dapat diartikan
sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada
proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah.Terdapat 3
ciri utama dari PBL. Pertama, PBL merupakan rangkaian aktivitas
pembelajaran, artinya dalam implementasi PBL ada sejumlah kegiatan
yang harus dilakukan siswa. PBL tidak mengharapkan siswa hanya
sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi
pelajaran, akan tetapi melalui PBL siswa aktif berfikir,
berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya
menyimpulkan. Kedua, aktivitas pembelajaran diarahkan untuk
menyelesaikan masalah. PBL menempatkan masalah sebagai kata kunci
dari proses pembelajaran. Artinya, tanpa masalah maka tidak mungkin
ada proses pembelajaran. Ketiga, pemecah masalah dilakukan dengan
menggunakan pendekatan berfikir secara ilmiah. Berfikir dengan
menggunakan metode ilmiah adalah proses berfikir deduktif dan
induktif. Proses berfikir ini dilakukan secara sistematis dan
empiris. Sistematis artinya berfikir ilmiah dilakukan melalui
tahapan tahapan tertentu; sedangkan empiris artinya proses
penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas
(Sanjaya, 2010).Untuk mengimplementasikan PBL, guru perlu memilih
bahan pelajaran yang dimiliki permasalahan yang dapat dipecahkan.
Permasalahan tersebut bias diambil dari buku teks atau sumber
sumber lain misalnya dari peristiwa yang terjadi dilingkungan
sekitar, dari peristiwa dalam keluarga atau dari peristiwa
kemasyarakatan.Strategi pembelajaran dengan masalah dapat di
terapkan:a. Manakala guru menginginkan agar siswa tidak hanya
sekedar dapat mengingat materi pembelajaran, akan tetapi menguasai
dan memahaminya secara utuh.b. Apabila guru bermaksud untuk
mngembangkan keterampilan berfikir rasional siswa, yaitu kemampuan
menganalisis situasi, menerapkan pengetahuan yang mereka miliki
dalam situasi baru, mengenal adanya perbedaan antara fakta dan
pendapat, serta mengembangkan kemampuan dalam membuat judgment
secara objektif.c. Manakala guru menginginkan kemampuan siswa untuk
memecahkan masalah serta membuat tantangan intelektual siswa. d.
Jika guru ingin mendorong siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam
belajarnya.e. Jika guru ingin agar siswa memahami hubungan antara
apa yang dipelajari dengan kenyataan dalam kehidupannya (hubunga
antara teori dengan kenyataan).3. Hakikat Masalah dalam PBLMasalah
dalam PBL adalah masalah yang bersifat terbuka. Artinya jawaban
dari masalah tersebut belum pasti. Setiap siswa, bahkan guru, dapat
mengembangkan kemungkinan jawaban. Dengan demikian PBL memberika
kesempatan pada siswa untuk berekspolarasi mengumpulkan dan
menganalisis data secara lengkap untuk memecahkan masalah yang
dihadapi. Tujuan yang ingin dicapai oleh PBL adalah kemampuan siswa
untuk berfikir kritis, analitis, sistematis, dan logis untuk
menemukan alternative pemecahan masalah melalui eksplorasi data
secara empiris dalam rangla menumbuhkan sikap ilmiah (Sanjaya,
2010).Hakikat dalam masalah PBL adalah Gap atau kesenjangan antara
situasi nyata dan kondisi yang diharapkan. Kesenjangan tersebut
bisa dirasakan dari adanya keresahan, keluhan, kerisauan, atau
kecemasan. Oleh karena itu maka materi pembelajaran atau topik
tidak terbatas pada materi pembelajaran yang bersumber dari
peristiwa peristiwa tertentu sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
Di bawah ini diberikan kriteria pemilihan bahan pelajaran dalam
PBL.1. Bahan pelajaran harus mengandung isu isu yang mengandung
konflik (conflict issue) yang bias bersumber dari berita, rekaman
video, dan yang lainnya.2. Bahan yang di pilih adalah bahan yang
bersifat familiar dengan siswa, sehingga setiap siswa dapat
mengikutinya dengan baik.3. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang
berhubungan dengan kepentingan orang banyak (universal), sehingga
terasa manfaatnya.4. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang
mendukung tujuan atau kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa
sesuai dengan kurikulum yang berlaku.5. Bahan yang dipilih sesuai
dengan minat siswa sehingga setiap siswa merasa perlu untuk
mempelajarinya.4. Tahapan tahapan PBLBanyak ahli yang menjelaskan
bentuk penerapan PBL. John Dewey seorang ahli pendidikan
berkebangsaan ameriak menjelaskan 6 langkah PBL yang kemudian dia
namakan metode pemecahan masalah (problem solving), yaitu:1.
Merumuskan masalah, yaitu langkah siswa menentukan masalah yang
akan dipecahkan2. Menganalisis masalah, yaitu langkah siswa
meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang3.
Merumuskan hipotesis, yaitu langkah siswa merumuskan berbagai
kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya4.
Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan menggambarkan
informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah5. Pengujian
hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil atau merumuskan kesimpulan
sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan6.
Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yaitu langkah siswa
menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil
pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.David Johnson &
Johnson mengemukakan ada 5 langkah PBL melalui kegiatan kelompok:1.
Mendefinisikan masalah, yaitu merumuskan masalah dari peristiwa
tertentu yang mengandung isu konflik, hingga siswa menjadi jelas
masalah apa yang akan dikaji. Dalam kegiatan ini guru bias meminta
pendapat dan penjelasan siswa tentang isu isu hangat yang menarik
untuk dipecahkan.2. Mendiagnosis masalah, yaitu menentukan sebab
sebab terjadinya masalah, serta menganalisis berbagai factor baik
factor yang bias mengahambat maupun factor yang dapat mendukung
dalam penyelesaian masalah. Kegiatan ini bias dilakukan dalam
diskusi kelompok kecil, hingga pada akhirnya siswa dapat
mengurutkan tindakan tindakan prioritas yang dapat dilakukan sesuai
dengan jenis penghambat yang diperkirakan.3. Merumuskan alternative
strategi, yaitu menguji setiap tindakan yang telah dirumuskan
melalui diskusi kelas. Pada tahapan ini setiap siswa didorong untuk
belajar mengemukakan pendapat dan argumentasi tentang kemungkinan
setiap tindakan yang dapat dilakukan.4. Menentukan dan menerapkan
strategi pilihan, yaitu pengambilan keputusan tentang strategi mana
yang dapat dilakukan.5. Melakukan evaluasi, baik evaluasi proses
maupun evaluasi hasil. Evaluasi proses adalah evaluasi terhadap
seluruh kegiatan pelaksanaan kegiatan; sedangkan evaluasi hasil
adalah evaluasi terhadap akibat dari penerapan strategi yang
diterapkan.5. Keunggulan dan kelemahan PBLa. Keunggulan1. Pemecahan
masalah (problem solving) merupakan teknik yang cukup bagus untuk
lebih memahami isi pelajaran2. Pemecahan masalah (problem solving)
dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk
menemukan pengetahuan baru bagi siswa.3. Pemecahan masalah (problem
solving) dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa4. Pemecahan
masalah (problem solving) dapat membantu siswa bagai mana
mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam
kehidupan nyata.5. Pemecahan masalah (problem solving) dapat
membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan
bertanggung jawab dalam pelajaran yang mereka lakukan. Di samping
itu, pemecahan masalah juga dapat mendorong untuk melakukan
evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya.6.
Melalui pemecahan masalah (problem solving) bias memperlihatkan
kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran pada dasarnya merupakan
cara berfikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan
hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku buku saja.7.
Pemecahan masalah (problem solving) dianggap lebih menyenangkan dan
disukai siswa.8. Pemecahan masalah (problem solving) dapat
mengembangkan kemampuan siswa untuk berfikir kritis dan
mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan kemampuan
baru.9. Pemecahan masalah (problem solving) dapat memberikan
kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka
miliki dalam dunia nyata.10. Pemecahan masalah (problem solving)
dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar
sekalipun belajar pada pendidikan formal berakhir.B. Keunggulan1.
Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai
kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan,
maka mereka merasa enggan untuk mencoba.2. Keberhasilan strategi
pembelajaran melalui problem solving membutuhkan cukup waktu untuk
persiapan 3. Tanpa pemahamna mengapa mereka berusaha untuk
memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan
belajar apa yang mereka ingin pelajari.B. Metode pembelajaran
Ceramah1. Definisi Metode CeramahMetode ceramah dapat diartikan
sebagai cara menyajikan pelajaranMelalui penuturan secara lisan
atau penjelasan langsung kepada kelompok siswa. Metode ceramah
merupakan metode yang sampai saat ini sering digunakan oleh setiap
guru atau instruktur. Hal ini selain disebabkan oleh beberapa
pertimbangan tertentu, juga adanya faktor kebiasaan baik dari guru
ataupun siswa. Guru biasanya belum merasa puas menakala dalam
proses pengelolaan pembelajaran tidak melakukan ceramah. Demikian
juga dengan siswa, mereka akan belajar manakala ada guru yang
memberikan materi pembelajaran melalui ceramah, sehingga ada guru
yag berceramah berarti ada proses belajar dan tidak ada guru
berarti tidak belajar.
2. Langkah langkah Menggunakan Metode CeramahAgar metode ceramah
berhasil, maka ada beberapa hal yang harus dilakukan, baik pada
tahap pelaksanaan a. Tahap persiapan1. Merumuskan tujuan yang ingin
dicapai.2. Menentukan pokok- pokok materi yang akan diceramahkan.
b. Tahap pelaksanaanPada tahapan ini ada tiga langkah utama yang
harus dilakukan:1. Langkah pembukaan2. Langkah penyajian3. Langkah
mengakhiri atau menutup ceramah3. Kelebihan dan kelemahan Metode
Ceramah Ada beberapa alesan mengapa ceramah sering digunakan.
Alasan ini sekaligus merupakan keunggulan metode ini.a. Ceramah
merupakan metode yang murah dan mudah untuk dilakukan.b. Ceramah
dapat menyajikan materi elajaran yang luas.c. Ceramah dapat
memberikan pokok pokok materi yang perlu ditonjolkand. Melalui
ceramah, guru dapat mengontrol keadaan kelas, oleh karena
sepenuhnya kelas merupakan tanggung jawab guru yang yang memberikan
ceramah.e. Organisasi kelas dengan menggunakan ceramah dapat diatur
menjadi lebih sederhanaDisamping beberapa kelebihan diatas, ceramah
juga memiliki beberapa kelemahan diantaranya :a. Materi yang dapat
dikuasai siswa sebagai hasil dari ceramah akan terbatas pada apa
yang dikuasai guru.b. Ceramah yang tidak disertai dengan peragaan
dapat mengakibatkan terjadinya verbalisme. Verbalisme adalah
penyakit yang sangat mungkin disebabkan oleh proses ceramah.c. Guru
yang kurang memiliki kemampuan bertutur yang baik, ceramah sering
dianggap sebagai metode yang membosankan.d. Melalui ceramah, sangat
sulit untuk mengetahui apakah seluruh siswa sudah mengerti apa yang
dijelaskan atau belum.C. Kemampuan AkademisDalam perjalanan waktu,
belajar sering dikonotasikan hanya untuk memenuhi salah satu ranah
atau tambahan stock modal yang dimiliki oleh manusia. Semakin
terdidik manusia biasanya semakin lebih baik. Dalam terminology
ekonomi, pendidikan adalah sebagai sebuah proses untuk meningkatkan
nilai tambah manusia. Di dalam khasanah pedagogik, maka ranah
pendidikan sering diklasifikasikan ke dalam 3 hal. Menurut
klasifikasi bloom yakni: ranah kognitif, ranah psikomotorik dan
ranah afektif.1. Knowledge (pengetahuan/kognitif)Perilaku yang
merupakan proses perfikir atau perilaku yang termasuk hasil kerja
otak. Beberapa kemampuan kognitif tersebut, antara lain sebagai
berikut.a. Pengetahuan, tentang suatu materi yang telah
dipelajarib. Pemahaman, memahami makna materic. Aplikasi atau
penerapan penggunaan materi atau aturan teoritis yang prinsipd.
Analisa, sebuah proses analisis teoretis dengan menggunakan
kemampuan akal.e. Sintesa, kemampuan memadukan konsep, sehingga
menemukan konsep baruf. Evaluasi, kemampuan melakukan evaluative
atas penguasaan materi pengetahuan.2. Affective Domain (kawasan
afektif)Perilaku yang dimunculkan seseorang sebagai pertanda
kecenderungan untuk membuat pilihan atau keputusan beraksi di dalam
lingkungan tertentu. Kawasan afektif meliputi tujuan belajar yang
berkenan dengan minat, sikap dan nilai serta pengembangan
penghargaan dan penyesuaian diri. Kawasan ini dibagi dalam lima
jenjang tujuan yaitu:a. Penerimaan (receiving) : meliputi kesadaran
akan adanya suatu system nilai,ingin menerima nilai, dan
memperhatikan nilai tersebut.b. Pemberian respons (responding) :
meliputi sikap ingin merespon terhadap system.c. Pemberian nilai
atau penghargaan (valuing) : penilaian meliputi penerimaan terhadap
suatu system nilai.d. Pengorganisasian (organization) : meliputi
memilah dan menghimpun system nilai yang akan digunakane.
Karakteristik (characterization) : karakteristik meliputi perilaku
secara terus menerus sesuai dengan system nilai yang telah
diorganisasikannya.3. Psychomotor Domain (kawasan
psikomotor)Perilaku yang dimunculkan oleh hasil kerja fungsi tubuh
manusia. Tujuan belajar pada ranah psikomotor kelima jenjang tujuan
tersebut adalah sebagai berikut.a. Meniru: kemampuan mengamati
suatu gerakan agar dapat meresponsb. Menerapkan : kemampuan
mengikuti pengarahan, gerakan pilihan dan pendukung dengan
membayangkan gerakan orang lainc. Memantapkan : kemampuan
memberikan respons yang terkoreksi atau respons dengan kesalahan
kesalahan terbatsa atau minimal.d. Merangkai : koordinasi rangkaian
gerak dengan membuat aturan yang tepate. Naturalisasi : gerakan
yang dilakukan secara rutin dengan menggunakan energy fisik dan
psikis yang minimal.
Kerangka berfikirDalam belajar matematika ada 2 objek yang dapat
diperoleh siswa, yaitu objek langsung dan tidak lanngsung. Untuk
mengetahui apakah kedua objek tersebut telah diperoleh siswa dapat
dinilai dari hasil belajar matematika siswa. Hasil belajar
matematika adalah skor tentang hasil belajar untuk tes yang
didapatkan siswa setelah menerima pengalaman belajar untuk
penilaian bersifat kognitif. Menurut para ahli hasil belajar yang
dicapai oleh para peserta didik dipengaruhi oleh dua factor utama,
yaitu factor internal dan factor eksternal. Adapun metode
pembelajaran termasuk dalam factor eksternal, maka setiap guru
perlu mengembangkan dan merevisi metode metode pembelajaran yang
sesuai untuk siswa dan materi yang diajarkan untuk meningkatkan
hasil belajar siswa.Metode Problem Basic Learning adalah metode
pembelajaran yang mendorong siswa untuk mengenal cara belajar dan
bekerja sama dalam kelompok untuk mencari penyelesaian masalah
masalah dalam dunia nyata. Selama kegiatan pembelajaran berlangsung
sebagian besar aktivitas yang ada didalam kelas dilakukan oleh
iswa, guru hanya sebagai motivator dan fasilitator bagi siswa,
dimulai dengan pemberian masalah yang memiliki konsep dunia nyata.
Sehingga konsep materi statistika dan peluang ditemukan oleh siswa
selama melakukan kegiatan pembelajaran, dan diduga siswa akan
mengingat konsep temuan mereka dan konsep yang digunakan sesuai
dengan yang telah disepakati dalam pemecahan masalah matematika.
diharapkan metode problem basic learning mampu meningkatkan
komunikasi hasil belajar siswa tersebut.
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah terdapat pengaruh yang signifikan dari metode
pembelajaran problem basic learning terhadap peningkatan hasil
belajar siswa
BAB IIIMETODE DAN DESAIN PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode kuasi eksperimen, dimana unsur pemilihan secara acak
diabaikan. Variabel-varibel penelitian yang dimaksud adalah
pembelajaran matematika menggunakan model Problem Based Learning
sebagai variabel bebas, dan Upaya meningkatkan komunikasi matematis
SMP sebagai variabel terikat.A. Desain PenelitianPada penelitian
ini akan digunakan dua kelas, satu kelas sebagai kelas eksperimen
dan satu kelas sebagai kelas kontrol. Kelas eksperiman akan
mendapat pembelajaran menggunakan model Problem Based Learning,
sedangkan kelas kontrol memperoleh pembelajaran menggunakan
pendekatan konvensional. Dengan demikian desain eksperimen dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
AOXOA OOO = tes awal/ tes akhirX = pembelajaran dengan model
Problem Based LearningB. Populasi dan SampelPopulasi yang diambil
dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI di tempat
penelitian akan diadakan. Dari populasi di atas dan berdasarkan
desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, dipilih 2
kelas yaitu XI-A yang menerima pembelajaran Problem Based Learning
dan XI-B yang menerima pembelajaran biasa atau konvensional.C.
Prosedur Pengolahan Data1. Uji Validitas InstrumenValiditas
instrumen menurut Suherman (2003: 102) adalah ketepatan dari suatu
instrumen atau alat pengukur terhadap konsep yang akan diukur,
sehingga suatu instrumen atau alat pengukur terhadap konsep yang
akan diukur dikatakan memiliki taraf validitas yang baik jika
betul-betul mengukur apa yang hendak diukur. Untuk menguji
validitas tes uraian, digunakan rumus Korelasi Produk-Moment
memakai angka kasar (raw score) (Suherman, 2003:121).
2) ReliabilitasReliabilitas menurut Suherman (2003: 131) adalah
ketetapan atau keajegan alat ukur dalam mengukur apa yang akan
diukur. Kapan pun alat ukur tersebutdigunakan akan memberikan hasil
ukur yang sama, tidak terpengaruh oleh pelaku, situasi, dan
kondisi. Reliabilitas merujuk pada suatu pengertian bahwa satu
instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat
pengumpul data karena instrumen tersebut baik atau dapat memberikan
hasil yang tetap. Rumus yang digunakan untuk mencari koefisien
reliabilitas bentuk uraian (Suherman, 2003: 154), interpretasi yang
lebih rinci mengenai derajat reabilitas alat evaluasi dapat
digunakan tolak ukur yang dibuat oleh Guilford, J.P (Suherman,
2003: 139).
3) Daya PembedaDaya pembeda dari sebuah butir soal menyatakan
seberapa jauh kemampuan butir soal tersebut untuk membedakan antara
test yang mengetahuijawabannya dengan benar dengan test yang tidak
dapat menjawab soal tersebut.
4) Indeks KesukaranUntuk mencari indeks kesukaran (Suherman,
2003:154), untuk melihat sukar tidaknya sebuah butiran soal,
pemeriksaannya tergantung daripadasistem penilaian yang kita
pakai.
1. Instrumen Non Test
Instrumen non tes digunakan untuk memperoleh data kualitatif.
Data kualitatif diolah atau dianalisis dengan cara membandingkan
antara data yang diperoleh dengan teori yang ada. Instrumen non tes
yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket. Angket yang
diberikan kepada siswa yang berada di kelas eksperimen dengan
tujuan untuk mengetahui sejauh mana respon siswa terhadap Model
Pembelajaran Problem Basic Learning.Angket dianalisis dengan
menggunakan Skala Likert. Dengan skala likert, maka variabel yang
akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian
indikator tersebut dijadikan titik tolak untuk menyusun item-item
instrumen yang dapat berupa pernyataan atan pertanyaan. Instrumen
penellitian dengan Skala Likert dibuat dalam bentuk checklist
karena mudah mentabulasikan data dan secara visual lebih
menarik.
A. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini dibagi ke dalam 3 tahap, yaitu :1. Tahap Persiapan,
persiapan yang dipandang perlu sebelum penelitian antara lain
:Mengidentifikasi masalah, menyusun proposal penelitian, melakukan
seminar proposal, menyusun instrumen penelitian,melakukan uji coba
instrumen penelitian dan menganalisisnya, melakukan perizinan
penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap
ini adalah :a. Penentuan sampel dan populasi b. Pemberian tes awal
( pretes )c. Menerapkan model pembelajaran Problem Basid Learningd.
Pemberian tes akhir pada kelas eksperimen dan kelas kontrol sebagai
evaluasi pembelajarane. Pemberian angket terhadap siswa kelas
eksperimen
3. Tahap akhir a. Melakukan analisis data kuantitatif terhadap
hasil tes awal dan tes akhirb. Penarikan kesimpulan
B. Teknik Analisis DataSetelah data diperoleh, maka tahapan
selanjutnya adalah mengolah dan menganalisis data. Analisis data
hasil tes dilakukan untuk mengetahui perbedaan pengruh model
pembelajaran Problem Basic Learning dengan model pembelajaran
konvensional terhadap hasil tes belajar matematika siswa.Analisis
data terbagi ke dalam dua bagian, yaitu analisis data yang bersifat
kuantitatif dan kualitatif yang berbentuk data angket. Namun dalam
hal ini hanya dibatasi pada analisis data kuantitatif.
Analisis data kuantitatifData kuantitatif meliputi data hasil
pretes dan postes yang didapatkan setelah melakukan penelitian.
Analisis data pretes dan postes dilakukan dengan menggunakan
bantuan program SPSS 2.1 for Windows. Adapun langkah-langkah yang
dilakukan untuk menguji data kuantitatif adalah :a. Analisis data
pretesAnalisis data hasil pretes dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut :1. Statistik Deskriptif DataMencari nilai
maksimum, nilai minimum, rerata dan simpangan baku dari tes kelas
eksperimen dan kelas kontrol.
2. Uji NormalitasUji normalitas data bertujuan untuk mengetahui
apakah data tersebut berasal dari populasi yang berdistribusi
normal atau tidak. Perumusan hipotesis untuk uji nnormalitas dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :Ho : sampel berasal dari
populasi yang berdistribusi normalH1 : sampel berasal dari populasi
yang tidak berdistribusi normalUji normalitas dilakukan dengan Uji
Shapiro Wilk dengan taraf signifikasi 0,05Kriteria pengujian
hipotesisnya sebagai berikut : 1. Jika nilai signifikansi lebih
kecil dari 0,05 maka Ho ditolak2. Jika nilai signifikansi lebih
besar dari 0,05 maka Ho diterima
3. Uji HomogenitasUji homogenitas bertujuan untuk mengetahui
apakah varians dari populasi mempunyai varians yang homogen atau
tidak. Pasangan hipotesis nol dan hipotesis tandingan yang
digunakan yaitu :Ho : tidak terdapat perbedaan varians antara kelas
eksperimen dan kelas kontrolH1 : terdapat perbedaan varians antara
kelas eksperimen dan kelas kontrolUji homogenitas dengan statistik
uji Levences test dengan taraf signifikansi 0,05. Kriteria
pengujian hipotesisnya sebagai berikut :1. Jika nilai signifikansi
lebih kecil dari 0,05 maka Ho ditolak2. Jika nilai signifikansi
lebih besar dari 0,05 maka Ho diterima
4. Uji Kesamaan Dua RerataUji kesamaan dua rerata bertujuan
untuk mengetahui perbedaan rata-rata yang signifikan antara hasil
belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol pada saat pretes.
Uji kesamaan dua rerata menggunakan uji t ( dua pihak ).Hipotesis
dirumuskan sebagai berikut :Ho : Kemampuan berpikir kreatif siswa
kelas eksperimen tidak lebih baik daripada kemampuan berpikir
kreatif siswa kelas kontrolH1 : Kemampuan berpikir kreatif siswa
kelas eksperimen lebih baik daripada kemampuan berpikir kreatif
siswa kelas kontrolKriteria pengambilan keputusannya yaitu :1. Jika
nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka HO ditolak2. Jika
nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka HO diterima
b. Analilsis data postesAnalisis data hasil postes dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut :1. Statistik Deskriptif
DataMencari nilai maksimum, nilai minimum, rerata dan simpangan
baku dari tes kelas eksperimen dan kelas kontrol.
2. Uji NormalitasUji normalitas data bertujuan untuk mengetahui
apakah data tersebut berasal dari populasi yang berdistribusi
normal atau tidak. Perumusan hipotesis untuk uji normalitas dalam
penelitian ini adalah :Ho : sampel berasal dari populasi yang
berdistribusi normalH1 : sampel berasal dari populasi yang tidak
berdistribusi normalUji normalitas dilakukan dengan Uji Shapiro
Wilk dengan taraf signifikasi 0,05Kriteria pengujian hipotesisnya
sebagai berikut :1. Jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05
maka Ho ditolak2. Jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05
maka Ho diterima
3. Uji HomogenitasUji homogenitas bertujuan untuk mengetahui
apakah varians dari populasi mempunyai varians yang homogen atau
tidak. Pasangan hipotesis nol dan hipotesis tandingan yang
digunakan yaitu :Ho : tidak terdapat perbedaan varians antara kelas
eksperimen dan kelas kontrolH1 : terdapat perbedaan varians antara
kelas eksperimen dan kelas kontrolUji homogenitas dengan statistik
uji Levences test dengan taraf signifikansi 0,05. Kriteria
pengujian hipotesisnya sebagai berikut :3. Jika nilai signifikansi
lebih kecil dari 0,05 maka Ho ditolak4. Jika nilai signifikansi
lebih besar dari 0,05 maka Ho diterima
4. Uji Kesamaan Dua RerataUji kesamaan dua rerata bertujuan
untuk mengetahui perbedaan rata-rata yang signifikan antara hasil
belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol pada saat pretes.
Uji kesamaan dua rerata menggunakan uji t ( dua pihak ).Hipotesis
dalam uji kesamaan rerata adalah sebagaii berikut :Ho : pada tes
akhir ( postes ) tidak terdapat perbedaan yanng signifikan antara
hasil belajar matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran
Quantum Learning dengan hasil belajar matematika siswa yang
menggunakan pembelajaran konvensional.H1 : Pada tes akhir ( postes
) hasil belajar matematika siswa yang menggunakan model
pembelajaran Quantum Learning lebih baik daripada hasil belajar
matematika siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional.Apabila
dirumuskan ke dalam hipotesis statistik adalah sebagai berikut :Ho
: 1 = 2H1 : 1 2
Karena pengujian dilakukan untuk uji satu pihak, maka dari itu
pengujian didasarkan pada kriteria uji yaitu terima Ho jika t
hitung t 1- dan tolak jika t memiliki harga-harga lain dengan taraf
signifikan 0,05.