BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah salah satu penyakit yang menjadi penyebab kematian dan dapat mengakibatkan anemia secara langsung di Indonesia. Pada tahun 2009 angka kematian per 1000 penduduk adalah 1,85 . MDGs menargetkan untuk dapat menghentikan penyebaran dan mengurangi prevalensi malaria pada tahun 2015 dan bebas tertular malaria pada tahun 2030 ke depan (Kemenkes 2011). Plasmodium penyebab malaria ada beberapa jenis, yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium ovale, Palsmodium vivax, dan ada yang gabungan. Plasmodium falciparum menjadi penyebab tertinggi pada tahun 2010 (Riskesdas 2010 dalam Kemenkes 2011). Yang kita kenal obat anti malaria adalah terapi kombinasi berbasis artermisinin (ATC) dan obat ini sangat mahal (WHO 2009 dalam Ratnani dkk 2012). Sehingga hal tersebut dapat diatasi dengan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Malaria adalah salah satu penyakit yang menjadi penyebab kematian dan dapat
mengakibatkan anemia secara langsung di Indonesia. Pada tahun 2009 angka
kematian per 1000 penduduk adalah 1,85 . MDGs menargetkan untuk dapat
menghentikan penyebaran dan mengurangi prevalensi malaria pada tahun 2015
dan bebas tertular malaria pada tahun 2030 ke depan (Kemenkes 2011).
Plasmodium penyebab malaria ada beberapa jenis, yaitu Plasmodium falciparum,
Plasmodium ovale, Palsmodium vivax, dan ada yang gabungan. Plasmodium
falciparum menjadi penyebab tertinggi pada tahun 2010 (Riskesdas 2010 dalam
Kemenkes 2011). Yang kita kenal obat anti malaria adalah terapi kombinasi
berbasis artermisinin (ATC) dan obat ini sangat mahal (WHO 2009 dalam Ratnani
dkk 2012). Sehingga hal tersebut dapat diatasi dengan pengupayaan produksi obat
anti malaria yang mudah ditemukan, dan berasal dari kearifan lokal.
Indonesia merupakan Negara yang kaya akan bahan alam. Penelitian tentang
manfaat bahan alam juga sudah banyak dilakukan, termasuk salah satunya
penelitian pada Carica papaya. Carica papaya adalah tumbuhan yang berasal dari
Amerika yang kemudian tersebar ke daerah Afrika dan Asia, termasuk Indonesia
(Setiaji 2009 dalam Farid 2015). Daun papaya sudah banyak dimanfaatkan pada
berbagai jenis penyakit. Daun pepaya mengandung sejumlah komponen aktif yang
dapat meningkatkan kekuatan total antioksidan di dalam darah dan menurunkan
perooxidation level, seperti papain, chymopapain, cystatin, α-tocopherol, ascorbic
acid, flavonoid, cyanogenic glucosides dan glucosinolates (Seigler 2002 dalam
Wardani 2012). Ekstrak etanol daun papaya memiliki efek inhibisi yang paling
kuat pada Plasmodium sp. dibandingkan dengan ekstrak daun johar, biji mahoni,
dan daun tapak dara (Fitriningsih dkk 2010). Daun Pada penelitian secara in vitro,
ekstrak daun papaya dengan etil asetat secara signifikan dapat menyaring
Plasmodium falciparum dengan index 249,25 untuk strain D10 dan 185,37 untuk
strain DD2 (Melariri dkk 2011).
Seperti halnya daun papaya, daun sambiloto (Andrographis paniculata Nees)
juga sangat mudah ditemukan di seluruh daerah di Indonesia, bahkan sejak zaman
dahulu sudah digunakan sebagai obat antipiretik, dan juga telah diteliti daun
sambiloto memiliki efek sebagai analgesik, anti inflamasi, antibakteri,
antiperiodic, antiviral, vermicidal dan memperbaiki imunitas (Zein 2005).
Beberapa penelitian daun sambilito memiliki senyawa andrographolide bersinergi
dengan kurkumin yang memiliki aktivitas anti malaria 81% dibandingkan kontrol
dan mampu memperpanjang umur 2-3 hari (Mishra 2011). isolat sambiloto
mampu menghambat Plasmodium falciparum pada stadium gametosit in vitro
(Widyowati 2003 dalam Ratnani dkk 2012).
Berdasarkan uraian di atas kami ingin mengetahui efek daun papaya (Carica
papaya) dan daun sambiloto (Andrographis paniculata) pada Plasmodium
falciparum sebagai alternatife pencegahan penyakit malaria di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah kombinasi ekstrak daun papaya dan daun sambiloto akan
memberikan efek inhibisi terhadap Plasmodium falciforum pada mencit?
2. Apakah kombinasi ekstrak daun papaya dan daun sambiloto dapat digunakan
sebagai alternatif pengobatan penyakit malaria?
1.3 Tujuan
1. Membuktikan bahwa kombinasi ekstrak daun papaya dan daun sambiloto
dapat memberikan efek inhibisi terhadap Plasmodium falciforum pada
mencit.
2. Membuktikan efek kombinasi ekstrak daun papaya dan daun sambiloto dapat
digunakan sebagai alternative pengobatan penyakit malaria.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Keilmuan
1. Mengetahui efek inhibisi dari kombinasi ekstrak daun papaya dan daun
sambiloto terhadap Plasmodium falciforum.
2. Sebagai salah satu dasar teori tentang pengaruh pemberian kombinasi
ekstrak daun papaya dan daun sambiloto terhadap Plasmodium falciforum.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Dapat digunakan sebagai pengobatan alternatif malaria yang disebabkan
oleh Plasmodium falciforum.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Malaria
2.1.1 Definisi
Malaria adalah penyakit yang banyak mengancam jiwa manusia
didaerah subtropics. Penyakit ini menjadi ancaman serius. Malaria
adalah penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles
betina yang mengandung parasite Plasmodium. Parasit ini berkembang
dalam sel darah merah manusia . Gejala awal malaria adalah panas tinggi
secara berkala dan sakitkepala yang hebat, terasa mual muntah yang
disertai dengan penurunan nafsu makan. Selain itu badan terasa lemah
dan wajah menjadi pucat karena kekurangan sel darah merah. Mata
berwarna kuning dan air seni berwarna coklat tua jika tidak mendapatkan
pertolongan langsung akan menjadi kejang-kejang (WHO 2008).
Daerah endemic malaria terletak pada daerah yang terletak pada
posisi 64oLintang Utara sampai 32oLintang Selatan dengan ketinggian
400 meter dibawah permukaaan laut dan 2600 meter di atas permukaan
laut. Sebagian besar wilayah Indonesia merupakan daerah endemic
infeksi malaria, Indonesia bagian timur seperti Papua, Maluku, Nusa
tenggara, Sulawesi dan Kalimantan (Harijanto 2011)
Sumber : WHO
2.1.2 Etiologi
Penyebab dari malaria adalah parasit protozoa Plasmodium.
Plasmodium ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina.
Nyamuk ini menggigit manusia pada waktu antara senja dan fajar. Ada
empat jenis Plasmodium yang ditularkan nyamuk anopheles betina :
1. Plasmodium Falciparum
2. Plasmodium malariae
3. Plasmodium ovale
4. Plasmodium vivax
Diantara keempatnya yang paling banyak menginfeksi adalah
plasmodium falciparum. Plasmodium jenis ini juga mudah resisten
terhadap obat-obatan yang telah ditemukan. Selain itu plasmodium
falciparum penyebab kematian yang paling banyak dibanding
plasmodium lainnya (WHO 2008).
Berikut adalah gambar dari masing-masing plasmodium dari fase
tropozoit, schizont dan gametosit.
2.1.3 Klasifikasi
Berdasarkan parasite yang menginfeksi malaria dibedakan
menjadi :
1. Malaria tertiana disebabkan Plasmodium vivax , malaria ini memiliki
gejala demam muncul setiap hari ketiga.
2. Malaria quartana disebabkan Plasmodium falciparum, malaria ini
memiliki gejala demam setiap hari keempat
3. Malaria serebral disebabkan Plasmodium Falciparum, malaria ini
ditandai gejala demam tidak teratur dengan terserangnya bagian otak
dan sering kali terjadi kematian mendadak
4. Malaria pernisiosa disebabkan Plasmodium vivax menimbulkan
gejala mirip stroke dan koma yang mendadak disertai gejala malaria
yang berat (Depkes 2008).
2.1.4 Patofisiologi
Faktor parasite, faktor penjamu dan faktor sosial lingkungan
saling berkaitan dalam manifestasi klinik malaria dari yang paling ringan
sampai yang berat biasanya disertai dengan komplikasi gagal organ
(Sutanto 2009).
Diawali dengan gigitan nyamuk anopheles betina yang membawa
sporozoit ke peredaran darah kemudian akan menginfeksi sel-sel hati
dan memasuki tahapan ekso-eritrosit. Sporozoit yang lolos dari system
imun akan berkembangbiak dalam sel hati. Sporozoit akan menuju
eritrosit. Eritrosit yang mengandung parasite akan di fagositosis
sehingga menyebabkan anemia. Parasit malaria melepaskan factor
nekrosis tumor (TNF) . TNF dan sitokin lainnya akan menimbulkan
gejala demam. TNF juga mempunyai tugas untuk menghancurkan
P.falciparum in vitro dan meningkatkan perlekatan eritrosit yang
mengandung parasite pada endotel kapiler. Hal itu akan menimbulkan
tonjolan-tonjolan pada permukaan endotel. Tonjolan itu mengandung
antigen malaria yang berinteraksi dengan antibody. Hal tersebut akan
menyebabkan gumpalan dalam pembuluh darah dan akan memperlambat
mikrosirkulasi dan menghambat fungsi ginjal, otak dan syok (Syaifuddin
2005).
Malaria memepengaruhi sebagian besar siklus darah dan
menyebabkan anemia, trombositopenia, splenomegaly, limfositosis
ringan hingga berat. Gejala yang paling sering dilaporkan adalah anemia
dan trombositopenia dan mempengaruhi mortalitas. Semua jenis malaria
menginfeksi eritrosit. Eritrosit yang terinfeksi akan pecah dan
menyebabkan hemolysis. Jika kejadian tersebut terjadi berulang akan
mengalami anemia hemolitik hipokromik mikrositik (Dinkes 2010).
2.1.5 Pengobatan malaria
Pengobatan diberikan untuk membunuh semua stadium parasite
yang ada dalam tubuh penderita. Pengobatan radikal ini bertujuan untuk
mendapatkan kesembuhan klinis dan parasitologik dan memutuskan
rantai penularan (Depkes 2013).
1. Pengobatan malaria tanpa komplikasi disebut juga pengobatan lini
pertama berikut ini merupakan pengobatan lini pertama menurut
kelompok umur:
Hari JenisObat
Jumlah tablet perharimenurutkelompokumur
0-1 Bulan2-11
Bulan1-4 Tahun
5-9
Tahun
10-14
Tahun
≥15
Tahun
1
Artesunat ¼ 1/2 1 2 3 4
Amodiakuin 1/4 1/2 1 2 3 4
Klorokuin *) *) 3/4 1 1/2 2 2-3
2
Artesunat 1/4 1/2 1 2 3 4
Amodiakuin 1/4 1/2 1 2 3 4
3
Artesunat 1/4 1/2 1 2 3 4
Amodiakuin 1/4 1/2 1 2 3 4
2. Pengobatan lini kedua diberikan, jika pengobatan lini pertama tidak
efektif dimana ditemukan: gejala klinis tidak memburuk tetapi
parasite aseksual tidak berkurang (persisten) atau timbul kembali
(rekrudesensi)
Tabel III.1.2. Lini kedua = Kina + Doksisiklin atau Tetrasiklin +
Primakuin
Pengobatan Lini Kedua Untuk Malaria Falsiparum
Hari JenisObat
Jumlah tablet perhari menurut kelompok umur
0-11 Bulan 1-4 Tahun 5-9 Tahun10-14
Tahun>15 Tahun
1
Kina *) 3 X 1/2 3 X 1 3 X 11/2 3 X (2-3)
Tetrasiklin - - - *) 4 X 1**)
Primakuin - 3/4 11/2 2 2-3
2 - 7
Kina *) 3 X 1/2 3 X 1 3 X 11/2 3 X (2-3)
Tetrasiklin - - - *) 4 X 1**)
Hari JenisObat
Jumlah tablet perharimenurutkelompokumur
0-11 Bulan 1-4 Tahun 5-9 Tahun10-14
Tahun>15 Tahun
1
Kina *) 3 X 1/2 3 X 1 3 X 11/2 3 X (2-3)
Doksisiklin - - - 2 X 1**) 2 X 1**)
Klorokuin - 3/4 11/2 2 2-3
2
Kina *) 3 X 1/2 3 X 1 3 X 11/2 3 X (2-3)
Doksisiklin - - - 2 X 1**) 2 X 1**)
*) Dosisdiberikan kg/bb
**) 2x50 mg Doksisiklin
***) 2x100 mg Doksisiklin
2.2 Plasmodium falciparum
2.2.1 Taksonomi dan morfologi
Kalsifikasi Plasmodium dalam taksonomi
Kingdom : Protista
Subkingdom : Protozoa
Phylum : Apicomplexa
Class :Sporozoasida
Ordo :Eucoccidiorida
Family :Plasmodiidae
Genus : Plasmodium
Spescies :Falciparum, malariae, ovale, vivax
Dari klasifikasi diatas kita dapat menyimpulkan bahwa
plasmodium adalah organisme sel tunggal yang mirip hewan,
mempunyai selubung inti sel, mempunyai kemampuan hidup di sel lain
yaitu eritrosit (Sarkar 2008).
Sumber :Lab. Parasitologi UNAIR
Gambar diatas menunjukkan plasmodium falciparum dalam
eritrosit. gambaran P. falciparum seperti koma
2.2.2 SiklushidupPlasmodium falciparum
Sumber : (WHO 2008)
1. Nyamuk betina anopheles menggigit manusia dan meginjeksikan
sporozoit kemudian sporozoit memasuki aliran darah menuju ke
hepar. Setelah sampai di liver sporozoit akan menginfeksi sel hepar
dan membentuk schizont. Daur hidup ini disebut siklus eksoeritrosit.
2. Schizont yang ada di hepar sewaktu-waktu bisa pecah kemudian
akan ikut aliran darah dalam bentuk tropozoit. Tropozoit yang matur
akan memasuki eritrosit dan membentuk schizont dalam eritrosit dan
begitu seterusnya. Fase ini disebut dengan siklus eritrosit.
3. Tropozoit yang matur dalam eritrosit akan membentuk fase
gametosit kemudian gametosit akan menjadi gamet betina yang
termasuk gamet betina. Jika nyamuk betina anopheles menggigit lagi
maka plasmodium dalam fase gamet akan ikut terhisap ke dalam
tubuh nyamuk.
4. Di dalam tubuh nyamuk anopheles betina gametosit dari plasmodium
berkembang menjadi macrogametosit kemudian berkembang
menjadi ookinet kemudian menjadi oosit dan oosit akan pecah
menjadi sporozoit yang akan ditularkan kembali ke manusia. Siklus
ini disebut siklus sporogonic (WHO 2010).
2.3. Pepaya (Carica papaya L.)
Pepaya (Carica papaya L.) termasuk salahsatu jenis tanaman obat
yang produktif, dengan laju pertumbuhan cepat dan masa hidup yang
singkat. (Peter 1991 dalam Wardani 2012). Di daerah Jawa, tanaman ini
dikenal dengan nama kates. Daunnya mengandung metabolit sekunder
alkaloid yang cukup banyak dibandingkan dengan yang terdapat dalam
buah. Banyak masyarakat yang menggunakan pepeya sebagai pelunak
daging karena daunnya memiliki kandungan enzim papain. Dan juga,
banyak masyarakat Indonesia dan Australia yang memanfaatkan daunnya
sebagai antikanker. (Dalimartha, 2003; Tietze, 2002 dalam Sukardiman,dkk
2006). Bunga pepaya sudah dibuktikan dapat digunakan sebagai antibakteri,
sedangkan daunnya banyak terbukti efektif melawan ulcer gastrik dan
antisikling pada menggunakan tikus pada beberapa studi penelitian. (Halim,
et al, 2011 dalam Wardani 2012).
2.3.1. Taksonomi dan Morfologi Pepaya
Tanaman pepaya diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)
Sub-Divisi : Angiosperma (Biji Tertutup)
Kelas : Dicotyledonae (Biji berkeping dua)
Ordo : Caricales
Famili : Caricaceae
Spesies : Carica papaya L.(Rukmana 1995 dalam Wardani
2012)
Tanaman pepaya merupakan perdu tinggi kurang lebih 10
meter, tidak berkayu, silindris, berongga, putih, kotor. Daun
tunggal, bulat, ujung runcing, pangkal bertoreh, tepi bertoreh, tepi
bergerigi, diameter 25-75 cm, pertulangan menjari, panjang tangkai
25-100 cm, hijau. Bunga tunggal, bertekuk bintang, di ketiak
daun, berkelamin satu atau berumah dua. Bunga jantan terletak pada
tandan yang serupa malai, kelopak kecil, kapala sari bertangkai
pendek atau duduk, kuning, mahkota bentuk terompet, tepi bertajuk
lima, bertabung panjang, putih kekuningan. Bunga betina berdiri
sendiri, mahkota lepas, kepala putik lima, duduk, bakal buah beruang
satu, putih kekuningan. Biji bulat atau bulat panjang, kecil, bagian
luar dibungkus selaput tipis yang berisi cairan, masih muda putih,
setelah tua hitam. Akarnya tunggang, bercabang bulat, putih
kekuningan (Depkes 2000 dalam Astuti 2009).
2.3.2. Kandungan Kimia Pepaya (Carica papaya)
Daun pepaya mengandung sejumlah komponen aktif yang
dapat meningkatkan kekuatan total antioksidan di dalam darah dan
menurunkan level perooxidation level, seperti papain,
Mencit albino jantan galur swiss yang berusia 8-12 minggu,
sebanyak 25 ekor dengan berat 20-30 gram diadaptasi selama 2 minggu
dengan pemberian pakan standar dan minum ad libitum.
Setelah 2 minggu mencit diinjeksi oleh P. berghei dan dibagi
menjadi 5 kelompok (5 mencit setiap kelompok) yaitu 3 kelompok
perlakuan dan 2 kelompok control.
4.5.2 Pembuatan Ekstraksi Daun Sambiloto dan Daun Pepaya
a. Ektraksi Daun Sambiloto
1. Pembuatan larutan etanol 80 %
100 gram simplisia daun sambiloto dengan etanol 80% sebanyak
500 ml (Fitrianingsih, dkk., 2010).
N1 x V1 = N2 x V2
96 % x V1 = 80 % x 500 ml
V1 = 4000 / 96
= 416,6
= 417 ml
Untuk membuat larutan etanol 80 %, ambil etanol 96%
sebanyak 416,67 ml ke dalam gelas ukur. Selanjutnya
ditambahkan aquadest sampai mencapai 500 ml, sehingga
didapatkan larutan etanol 80% sebanyak 500 ml.
2. Pembuatan Simplisia kering
Daun Sambiloto yang bagus dan tidak busuk dipilih serta
dikumpulkan sebanyak 100 gram. Kemudian dipotong kecil-
kecil dan dikeringkan dibawah sinar matahari sampai kering.
Daun sambiloto yang sudah kering diblender hingga menjadi
serbuk.
3. Proses Ekstraksi, Maserasi Shacker
Ambil etanol 96% sebanyak 416,67 ml, ditambahkan dengan
aquades sampai mencapai 500 ml. Sehingga menjadi larutan
etanol 80% sebanyak 500 ml (untuk tiap 100 gram simplisia
yang dilarutkan dalam 500 ml larutan etanol 80%). Kemudian
diaduk hingga homogen. Setelah itu, dimasukkan ke dalam
shacker, diaduk selama 5-6 jam, dan diamkan selama 24 jam.
Kemudian saring dengan kertas saring dan diperoleh filtrat I
serta residu. Residu yang tersisa dilakukan perlakuan yang sama
dengan larutan etanol baru sebanyak 3-4 kali. Semua hasil
filtrate di gabungkan, kemudian dievaporasi sampai didapatkan
ekstrak pekat (Purnomo dalam Susilowati, 2010).
b. Ekstraksi Daun Pepaya
1. Pembuatan simplisia
Daun pepaya kering yang bagus, tidak busuk, dan sudah tua
dikering dibawah sinar matahari. Selanjutnya dijadikan serbuk
dengan cara di blender dan ditimbang sebanyak 100 gram.
2. Proses Ekstraksi, Maserasi Shacker
Serbuk daun pepaya kering 100 gram direndam dengan pelarut
etanol 96% sebanyak 500 ml, diaduk hingga homogen.
Kemudian dimasukkan ke dalam shacker, diaduk selama 5-6
jam. Setelah pengadukan didiamkan selama 24 jam. Setelah
didiamkan disaring dengan kertas saring dan diperoleh filtrat I
serta residu. Residu yang tertinggal dimaserasi ulang dengan
etanol 500 ml baru sebanyak 4 kali (Rehena, 2010). Ekstrak
yang diperoleh dipekatkan dengan menggunakan rotavator
sampai diperoleh ekstrak kental.
4.5.3 Pemberian Injeksi Plasmodium berghei pada Mencit Albino Jantan
Galur Swiss
Setelah adaptasi selama 2 minggu yaitu hari ke 15 dihitung sebagai
hari pertama perlakuan (D0). Pada D0 dilakukan uji Rane test dengan
semua mencit diinjeksi Plasmodium berghei secara intraperitoneal dan
dibiarkan selama 72 jam (Chandel, dan Bagai, 2008). Mencit diinjeksi
P. berghei sebanyak 1x104/0,1cc (Sihardo dan Dharmawan, 2006).
Kemudian diperiksa angka paresitemia dengan membuat apusan darah
tipis dari ekor mencit yang diwarnai dengan pewarnaan Giemsa.
4.5.4 Perlakuan terhadap Mencit yang Terinfeksi Plasmodium berghei
dengan Pemberian Kombinasi Ekstrak Etanol Daun Sambiloto dan
Daun Pepaya.
Pada D2 (hari ke 17) setelah diinjeksi dan positif terinfeksi, mencit
dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan dimana masing-masing terdiri
dari 5 mencit. Kelompok perlakuan ini terdiri dari 3 kelompok
perlakuan dan 2 kelompok control (kelompok kontrol positif serta
kelompok kontrol negatif). Perlakuan dilakukan selama 5 hari
(D2,D3,D4,D5,D6) dimana setiap harinya diberikan kombinasi ekstrak
daun sambiloto dan daun papaya secara per oral dengan sonde lambung.
Dengan kelompok perlakuan sebagai berikut :
Kelompok perlakuan Jenis perlakuan
Kontrol negatif = 5 ekor Mencit yang sudah diinjeksi
Plasmodium berghei dan tidak
diberikan perlakuan.
Kontrol positif = 5 ekor Mencit yang sudah diinjeksi
Plasmodium berghei dan diberikan
kloroquinne 5mg/kg/hari (Chandel
dan Bagai, 2008).
Perlakuan 1 = 5 ekor Mencit yang sudah diinjeksi
Plasmodium berghei dan diberikan
ekstrak daun sambiloto dan daun
pepaya 3:1, sambiloto 400 mg/kg/hari
: daun pepaya 100 mg/kg BB
Perlakuan 2 = 5 ekor Injeksi plasmodium berghei +
ekstraksi sambiloto dan daun pepaya
2:2, sambiloto 250 mg/kg/hari : daun
pepaya 250 mg/kg/hari
Perlakuan 3 = 5 ekor Injeksi plasmodium berghei +
ekstraksi sambiloto dan daun pepaya
3:3, sambiloto 100 mg/kg/hari : daun
pepaya 400 mg/kg/hari
Selanjutnya dinilai angka parasitemia dengan membuat preparat
ulas darah tepi pada gelas obyek, yang difiksasi menggunakan etanol,
kemudian diwarnai dengan larutan Giemsa yang dicampur dengan
larutan Buffer hematologi (1:3) (Winarno, dkk., 2005). Darah diambil
dari ekor mencit. Selanjutnya dihitung angka parasitemianya dengan
menggunakan mikroskop dengan pembesaran 1000 kali. Pemeriksaan
dilakukan selama 5 hari berturut-turut, setelah diberikan kombinasi
ekstrak daun sambiloto dan daun papaya selama 3 hari awal
(D5,D6,D7,D8,D9).
4.6 Teknik Analisis Data
Yang dilakukan pertama kali adalah memasukkan data, setelah itu
dilakukan proses uji normalitas data dan homogenitas. Apabila data itu
bersifat terdistribusi normal dan bersifat homogen, bisa dilanjutkan dengan
analisa data berupa metode statistik parametrik yaitu one way ANOVA yang
bentuk penyajiannya dalam table dan diagram. Uji parametrik menggunakan
one way ANNOVA karena mempunyai lebih dari 2 kelompok uji dengan
syarat data terdistribusi normal dan homogen. Hasil dikatakan bermakna
apabila p ≤ 0,05 (Winarno, dkk., 2005). Uji selanjutnya dengan uji LSD 5%
untuk mengetahui perbandingan seluruh pasangan rata-rata perlakuan setelah
uji analisis data ragam dilakukan. Hasil uji LSD 5% digambarkan dengan
grafik yang menunjukkan perbandingan jumlah plasmodium tiap kelompok
perlakuan. Analisis data menggunakan SPSS.
4.7 Alur Diagram Penelitian
Penghitungan tingkatan parasitemia:
apusan darah tepi dengan pewarnaa giemsa
Hitung plasmodium dibawah mikroskop
Analisis Data
Kelompok control (+)
Kelompok Perlakuan 1
Kelompok Perlakuan 2
Kelompok Perlakuan 3
Kelompok control (-)
Mencit albino jantan galur Swiss
DiInjeksi Plasmodium berghei
Dibagi 5 kelompok perlakuan
Uji positif terinfeksi: apusan darah tepi pewarnaan Giemsa
Tanpa perlakuan
Diberikan Klorokuin 5 mg/Kg BB tiap hari (5
hari) per-oral
Diberikan kombinasi
ekstrak daun sambiloto dan daun papaya
(3:1); 400 mg/kg
BB+100 mg/kg BB tiap
hari (5 hari) per-oral
Diberikan kombinasi
ekstrak daun sambiloto dan daun papaya
(1:1); 250 mg/kg
BB+250 mg/kg BB tiap
hari (5 hari) per-oral
Diberikan kombinasi
ekstrak daun sambiloto dan daun papaya
(1:3); 100 mg/kg
BB+400 mg/kg BB tiap
hari (5 hari) per-oral
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi, R. 1973. Ilmu Makanan Ternak Umum. Jakarta: Gramedia.
Arrington, L. 1972. Introductory Laboratory Animal. The Breeding, Care, and Management of Experimental Animal Science. New York: The Interstate Printers and Publishing, Inc.
Astuti, SD. 2009. “Efek Ekstrak Etanol 70% Daun Pepaya (Carica papaya L.) terhadap Aktivitas AST & ALT pada Tikus Galur Wistar Setelah Pemberian Obat Tuberkulosis (Isoniozid & Rifamisin)”. Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas Setya Budi.
Chandel, S. dan Bagai, U. 2010. “Antiplasmodial activity of Ajuga bracteosa against Plasmodium berghei infected BALB/c mice”. Indian J Med Res, 131, hal. 440-444. Departemen Zoologi, Universitas Panjab, Chandigarh, India.
Dinas Kesehatan Kalimantan Barat. 2010. Profil Kesehatan Kalimantan Barat 2010. Pontianak.
Djiwanti, S.P., & Supriyadi. 2007. “Determinasi Nematoda Parasit Aphelenchoides sp. Penyebab penyakit Hawar Daun Sambiloto (Andrographis paniculata)”. Majalah Kedokteran Nusantara, volume 40, no.03. hal. 61.
Farid AM. 2015. “Effectivity Of Papaya Leaves (Carica Papaya L) As Inhibitor Of Aedes Aegypti Larvae”. Vol.4. No. 5. Hal 2.
Fitrianingsih, S.P., Supriyatna, Diantini, A., dan Muis, A. 2010. “Aktivitas Antiplasmodium Ekstrak Etanol Beberapa Tanaman Obat terhadap Mencit yang Diinfeksi Plasmodium berghei”. Prosiding SNaPP2010 Edisi Eksakta, hal. 1-13. ISSN: 2089-3582.
Harijanto,P. 2011. “Tatalaksanan Malaria untuk Indonesia”. Di dalam: Sekretaris JendralnKemkes RI, BuletinnJendela Data dan Informasi Kesehatan.;1(1):23-28.
Ivan, P. & Lukito. 2012. Khasiat & Manfaat Sambiloto Raja Pahit Penakhluk Penyakit. Available at : <www.plantamor.com/index.php?plant=96>. [Diakses tanggal 11 juni 2015]
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Epidemiologi Malaria di Indonesia.
Kusumawardhani, D., Widyawaruyanti, A., & Kusumawati., I. 2005. “Efek Antimalaria Ekstrak Sambiloto Terstandar (Parameter Kadar Andrografolida) Pada Mencit Terinfeksi Plasmodium Berghei”. Majalah Farmasi Airlangga, vol.5, no.1. hal. 29.
Leids Universitair Medisch Centrum. The genome of P. berghei. <On line at: https://www.lumc.nl/con> [ diakses tanggal 25 Januari 2013].
Malole, M., & Pramono, C. S. (1989). Penggunaan Hewan Percobaan di Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Bogor: IPB.
Melariri, P., Campbell, W., Etusim, P., and Smith, P. 2011. “Antiplasmodial Properties and Bioassay-Guided Fractionation of Ethyl Acetate Extracts from Carica papaya Leaves”. Journal of Parasitology Research. Vol. 2011. Hal 3.
Mishra, K., Dash, A.P., dan Dey, N. 2011. “Andrographolide: Anovel Antimalarial Diterpene Lactone Compound from Andrographis paniculata and Its Interaction With Curcumin and Artesunate”, Journal of Tropical Medicine, vol 2011, 1-6
Nafiu, L. O. (1996). Kerenturan Fenotipik Mencit Terhadap Ransum Berprotein Rendah. Bogor: IPB.
Pujiasmanto, B., Moenandir, J., Bahri, S., & Kuswanto. 2007. “Kajian Agro dan Morfologi Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) pada Berbagai Habitat”. Biodiversitas, vol.8, no. 4, hal. 327.
Ratnani, RD., Hartati, I., & Kurniasari, L. 2012. “Potensi Produksi Andrographolide dari Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) melalui Proses Ekstraksi Hidrotropi”. Semarang Momentum, vol.8, no.1 hal.6-10.
Rehena, J.F. 2010. “Uji Aktivitas Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya. LINN) sebagai Antimalaria in vitro”. Jurnal ILMU DASARI, vol. 11, no. 1, hal. 96 –100. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Pattimura.
Setyawati, I. 2009. “Morfologi Fetus Mencit (Mus muculus L.) Setelah Pemberian Ekstrak Daun Sambiloto (Andrographis paniculata Nees)”. Jurnal Biologi, vol. XII, no. 2, hal.41.
Sihardo, L., dan Dharmana, E. 2006. Pengaruh Pemberian Minyak Pandanus conoideus Terhadap Gambaran Histologis Ginjal Pada Mencit Swiss Yang Diinfeksi Plasmodium berghei ANKA. Skripsi. Departmen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Smith, B. (1988). Pemeliharaan, pembiakan, dan Penggunaan Hewan Coba di Daerah Tropis. Jakarta: UI Press.
Sukardiman, Ekasari, W., & Hapsari PP. 2006. “Aktivitas Antikanker dan Induksi Apoptosis Fraksi Kloroform Daun Pepaya (Carica papaya L.) terhadap Kultur Sel Kanker Mieloma”. Media Kedokteran Hewan, volume.22, no. 2.
Sutanto I. Pribadi W. 2009. Parasit Malaria. Di dalam: Buku Ajar Parasitologi Kedokteran, Ed ke-4. Jakarta: BalaiPenerbit FKUI;
Wardani FR. 2012. “Potensi Perasan Daun Pepaya (Carica Papaya L.) terhadap Jumlah Makrofag Pasca Gingivektomi Pada Tikus Wistar Jantan”. Bagian Biomedik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember.
WHO. 2009. “Antimalarial Drug Combination Therapy”.
Widyawati, T. 2007. “Aspek Farmakologi Sambiloto (Andrographis paniculata Nees)”. Majalah Kedokteran Nusantara, volume 40, no.03. hal.217-218
Widyowati, R., Santa, I.G.P., Rahman, A., Tantular, I., Widyawaruyanti, A., 2003. “Uji In Vitro aktivitas Antimalaria Isolat Dari Andrographis paniculata Terhadap Plasmodium Falciparum Pada Stadium Gametosit”, Majalah Farmasi Erlangga, Vol 3 No 3, 99-102
Winarno, M.W., Hargono, D., dan Murdiani L.S. 2005. “Efek Antimalaria Ekstrak Daun Pepaya Gantung (Carica papaya L.) pada Tikus Terinfeksi Plasmodium berghei”. Jurnal Bahan Alam Indonesia, vol. 4, no. 1, hal. 219-220.
World Health Organization (WHO).Guidelines for the Treatment of Malaria. 2nded.Jeneva: WHO; 2010
Zein, U. 2005. Pemanfaatan Tumbuhan Obat Dalam Upaya Pemeliharaan Kesehatan. Universitas Sumatra Utara: Palembang
---------. 2009. Perbandingan Efikasi Antimalaria Herba Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) Tunggal dan Kombinasi Masing-masing dengan Artesunat dan Klorokuin Pada Pasien Malaria Falcifarum Tanpa Komplikasi. Sumatra Utara: Fakultas Kedokteran Univesitas Sumatra Utara.