Page 1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmat serta hidayah-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan
proposal penelitian yang berjudul “PENGARUH SUHU DAN LAMA
PENGOVENAN TERHADAP KADAR β – KAROTEN DAN MUTU
ORGANOLEPTIK PADA MUFFIN LABU KUNING (Cucurbita Moschata
Duch.)” yang disusun berdasarkan tugas mata kuliah Metode Penelitian.
Dalam hal ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak – pihak
yang telah membantu penulis baik dari segi moral maupun material hingga
terselesaikannya proposal penelitian ini, yaitu kepada:
1. B. Doddy Riyadi, SKM, M.M selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Malang.
2. I Dewa Nyoman Supariasa, MPS selaku Ketua Jurusan Gizi.
3. Ibnu Fajar, SKM, M.Kes selaku dosen PJMK Metodologi Penelitian
4. Yohanes Kristianto, GradDipFoodSci, MFT selaku dosen mata kuliah
metodologi penelitian di bidang pangan yang telah begitu banyak
memberikan informasi-informasi guna terselesaikannya proposal ini.
5. Keluarga dan teman - teman penulis yang selalu memberi dukungan dan
semangat kepada penulis.
6. Serta pihak – pihak lain yang bersangkutan dalam penyusunan proposal
penelitian ini dan memberi informasi sehingga dapat terselesaikan dengan
baik.
Semoga proposal penelitian ini bermanfaat dalam pengembangan Ilmu
Pengetahuan dan Telknologi (IPTEK) terutama dalam perkembangan Ilmu Gizi di
masa yang akan datang. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari
kesempurnaan.Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun dari pembaca sekalian.
Malang, Juni 2012
Penulis
i
Page 2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
DAFTAR TABEL.................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................v
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Tujuan Penelitian..........................................................................................3
C. Manfaat Penelitian........................................................................................3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. KVA (Kekurangan Vitamin A).....................................................................4
B. Labu Kuning (Cucurbita Moschata Duch.)..................................................6
C. Pengolahan Muffin Labu Kuning (Cucurbita Moschata Duch.)................11
D. Beta Karoten...............................................................................................12
E. Mutu Organoleptik......................................................................................13
BAB III. KERANGKA KONSEPTUAL
A. Hipotesis Penelitian....................................................................................16
B. Kerangka Konsep........................................................................................17
BAB IV. METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian.........................................................................18
B. Tempat dan Waktu Penelitian.....................................................................20
C. Alat dan Bahan............................................................................................21
D. Definisi Operasional...................................................................................24
ii
Page 3
E. Metode Pengumpulan Data.........................................................................27
F. Analisis dan Pengolahan Data....................................................................28
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................32
LAMPIRAN..........................................................................................................35
iii
Page 4
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Komposisi Zat Gizi Labu Kuning per 100 gram bahan.............................8
Tabel 2. Komposisi Kimia Aneka Tepung Umbi - Umbian dan Buah - Buahan. .10
Tabel 3. Rancangan Acak Lengkap Faktorial........................................................19
Tabel 4. Randomisasi Taraf Perlakuan pada Unit Percobaan................................19
Tabel 5. Lay Out Percobaan...................................................................................20
Tabel 6. Alat Pengolahan Tepung Labu Kuning...................................................21
Tabel 7. Alat Pengolahan Muffin Labu Kuning....................................................21
Tabel 8. Alat Uji Mutu Organoleptik.....................................................................22
Tabel 9. Alat Uji Kadar β – Karoten......................................................................22
Tabel 10. Bahan Pembuatan Tepung Labu Kuning...............................................22
Tabel 11. Bahan Pembuatan Muffin Labu Kuning................................................23
Tabel 12. Bahan Uji Mutu Organoleptik...............................................................23
Tabel 13. Bahan Analisi Kadar β – Karoten..........................................................23
Tabel 14. Analisis Two Way Anova......................................................................29
Tabel 15. Analisis Kruskall Wallis.......................................................................30
iv
Page 5
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Diagram Alir Pengolahan Tepung Pisang Kepok................................25
Gambar 2. Diagram Alir Pengolahan Muffin (Soewitomo, 2011).......................26
Gambar 3. Diagram Alir Analisis Kadar β-Karoten..............................................27
v
Page 6
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan masyarakat dunia dewasa ini bukan dihadapkan pada
masalah defisiensi gizi makro, tetapi pada masalah defisiensi gizi mikro.
Masalah defisiensi gizi mikro yang yang utama dihadapi adalah anemia gizi
besi, gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI) dan kekurangan vitamin A
(KVA) (Martianto, 2011).
KVA atau yang biasa disebut dengan kekurangan vitamin A
merupakan suatu kondisi rendahnya kadar vitamin A di dalam jaringan tubuh
untuk mempertahankan sistem imunitas tubuh yang dapat mengakibatkan
kebutaan. Gejala awal yang khas pada KVA adalah ketidakmampuan untuk
melihat, menurunya sistem inunitas, anemia, pertumbuhan dan perkembangan
yang terhambat (WHO, 2004).
WHO memperkirakan bahwa prevalensi kejadian KVA terbesar
terdapapat di benua Asia, yaitu sebesar 69% dengan kategori 1,45 juta jiwa
menderita KVA klinis dan 125 juta jiwa KVA subklinis. Sedangkan Afrika
berada di urutan kedua dengan prevalensi sebesar 49% (WHO, 2004)
Salah satu masalah sosial yang dihadapi Indonesia adalah rendahnya
status gizi masyarakat. Hal ini mudah dilihat, misalnya dari berbagai masalah
gizi seperti maslah gizi, anemia gizi besi, gangguan akibat kekurangan
yodium, dan kurang vitamin A. Rendahnya status gizi jelas berdampak pada
kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, status gizi mempengaruhi
kecerdasan, daya tahan tubuh terhadap penyakit, kematian bayi, kematian ibu
dan produktivitas kerja (Puspita,2008).
Meski dinyatakan bebas xerhopthalmia atau kurang vitamin A pada
tahun 1992, namun di Indonesia masih dijumpai 50% dari anak balita
mempunyai serum retinol > 20 mcg/100ml. Tingginya proporsi anak balita
dengan serum retinol > 20 mcg/100ml disertai pola makan anak balita yang
belum seimbang menyebabkan anak balita di Indonesia beresiko dan menjadi
1
Page 7
amat tergantung kapsul vitamin A dosis tinggi, terutama pada daerah – daerah
dengan tingkat kemiskinan tinggi. (Siswono,2004).
Kurang vitamin A akan mengakibatkan penurunan daya tahan tubuh
terhadap penyakit yang berpengaruh pada kelangsungsungan hidup anak.
Dengan demikian penanggulangan masalah kurang vitamin A saat ini bukan
hanya untuk mencegah kebutaan, tetapi juga dikaitkan dengan upaya memacu
pertumbuhan dan kesehatan anak guna menunjang penurunan angka kematian
bayi (Depkes, 2000). Menurut Alamtsier (2009), KVA dapat menyebabkan
kebutaan, mengurangi daya tahan tubuh sehingga mudah terserang infeksi,
yang sering menyebabkan kematian pada anak-anak. Penyebab masalah KVA
adalah kemiskinan dan kurangnya pengetahuan tentang gizi.
Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk menurunkan prevalensi
penyakit KVA, dan untuk memenuhi tuntutan konsumen akan pangan
fungsional dapat dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya pangan lokal
yang tinggi akan vitamin A atau provitamin A (betakaroten) salah satunya
labu kuning (Cucurbita Moschata Duch.).
Menurut Murdijati - Gardjito (1988) labu kuning (Cucurbita
Moschata Duch.) merupakan salah satu sumber provitamin A (betakaroten)
yang potensial di Indonesia dengan kandungan provitamin A sebesar 180 SI
tetapi labu kuning ini belum dikembangkan dengan layak. Salah satu cara
pengolahan labu kuning adalah dengan cara membuat menjadi tepung agar
awet dan mudah distribusinya. Tepung labu mempunyai kandungan
provitamin A sebesar 115 RE.
Karena ketersediaan sayuran di Indonesia sangat tergantung pada
musim dan dan sayur-sayuran dapat diperoleh sepanjang tahun, perlu
dilakukan upaya pengawetan. Salah satu cara pengawetan tersebut adalah
dengan melakukan pengeringan atau penepungan. Pada proses pengeringan,
kandungan air akan hilang sehingga konsentrasi β-karoten dalam sayuran yang
telah dikeringkan akan lebih tinggi (Depkes, 2000).
Namun Vitamin A merupakan vitamin yang peka terhadap oksidasi,
oleh karena itu berdasarkan paparan di atas, maka diperlukan adanya suatu
2
Page 8
penelitian mengenai pengaruh suhu dan lama pengovenan terhadap kadar β-
karoten Muffin labu kuning (Cucurbita Moschata Duch.).
A. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut , maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut : ”Bagaimana pengaruh suhu dan lama
pengovenan terhadap kadar kadar β-karoten mutu organoleptik dan Muffin
labu kuning (Cucurbita Moschata Duch.) ?”
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh suhu dan lama pengovenan terhadap kadar kadar β-
karoten dan mutu organoleptik Muffin labu kuning (Cucurbita Moschata
Duch.).
2. Tujuan Khusus
a. Mengukur kadar β-karoten Muffin labu kuning (Cucurbita Moschata
Duch.).
b. Menganalisis pengaruh suhu dan lama pengovenan terhadap kadar β-
karoten Muffin labu kuning (Cucurbita Moschata Duch.).
c. Menganalisis pengaruh suhu dan lama pengovenan terhadap mutu
organoleptik Muffin labu kuning (Cucurbita Moschata Duch.).
C. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai alternatif labu
kuning (Cucurbita Moschata Duch.). sebagai sumber β-karoten (provitamin
A) guna menurunkan prevalensi kejadian KVA (Kekurangan Vitamin A),
dimana juga dapat menunjang program diversifikasi pangan dengan
menggunakan sumber daya lokal.
3
Page 9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KVA (Kekurangan Vitamin A)
Kekurangan vitamin A merupakan penyakit sistemik yang merusak
sel dan organ tubuh dan menghasilkan metaplasia keratinasi pada epitel,
saluran nafas, saluran kemih, dan saluran cerna. Penyakit kekurangan vitamin
A tersebar luas dan merupakan penyebab gangguan gizi yang sangat penting.
Prevalensi kekurangan vitamin A terdapat pada anak – anak di bawah usia
lima tahun. Sampai akhir tahun 1960-an kekurangan vitamin A merupakan
penyebab utama kebutaan pada anak (Arisman, 2004).
Kekurangan vitamin A juga menggerogoti ratusan ribu anak setiap
tahun. Sekitae 2,8 juta orang anak balita (WHO, 1995) menampakkan tanda –
tanda klinis xerophthalmia, sementara 251 juta anak lainnya mengalami
kekurangan vitamin A sehingga resiko kematian akibat infeksi berat
meningkat. Seperempat anak balita dinegara sedang berkembang beresiko
lebih tinggi terjangkit penyakit infeksi umum. Sementara 2% mengalami
kebutaan atau gangguan penglihatan yang serius. WHO (2001) melaporkan
bahwa dalam setiap 1 menit 12 orang anak di dunia menjadi buta dan 4 di
antaranya bermukim di Asia Tenggara. Lebih mengenaskan lagi penyandang
tunanetra itu akan meninggal 10 tahun kemudian (Pudjiadi, 2000).
Defisiensi vitamin A telah lama dikenal sebagai penyakit terkait gizi
yang serius, tetapi sejauh mana populasi telah terkena dan implikasinya bagi
kesehatan dan kelangsumhan hidup baru disadari belakangan. Penelitian dasar
secara meyakinkan memperlihatkan efek biologis dari defisiensi vitamin A.
defisiensi vitamin A awalnya merupakan ancaman yang tidak kelihatan, yang
apabila tidak ditangani dapat merampas penglihatan seseorang (anak – anak).
Dampak selanjutnya adalah ketika mereka tidak lagi bisa melihat pada cahaya
yang suram dan akan menderita apa yang disebut night blindness (buta senja)
atau xerophthalmia. Apabila [penderita terus berlanjut ke conjunctiva dan
kornea mata menjadi kuning kemudian muncul bercak pada kornea dan
4
Page 10
selanjutnya berakibat pada kebutaan yang permanen. Kekurangan vitamin A
(KVA) juga meningkatkan resiko terkena penyakit yang lazim pada anak –
anak, misalnya campak, infeksi saluran pernafasan dan penyakit diare. Anak –
anak dengan status vitamin A yang cukup atau mereka yang mendapatkan
vitamin A memiliki sistim kekebalan yang diperlengkapi untuk menghadapi
permasalahan yang berkaitan dengan penyakit – penyakit campak (Sigian,
2003).
Penyuluhan gizi, penambahan vitamin A ke dalam margarin atau
bumbu masak, pemberian tablet vitamin A dosis tinggi kepada anak balita dan
prasekolah di pos – pos penimbangan dan posyandu, pemberian susu diantara
anak – anak sekolah secara rutin semua ini dapat dilakukan untuk mengurangi
insidensi defisiensi vitamin A. walaupun begitu, di negara – negara
berkembang seperti India, Afrika, Srilangka, dan bahkan di Indonesia sendiri
masih banyak terdapat defisiensi vitamin A yang merupakan penyebab
kebutaan pada anak – anak (Beck, 1995)
Menurut Arisman (2004) pencegahan dan penanggulangan KVA
sebaiknya dimulai dengan menganalisis keadaan setempat. Faktor yang perlu
sekali dikaji :
1) Siapa yang mengalami kekurangan vitamin A dan kebutaan akibat
malnutrisi.
2) Tempat keadaan ini berlangsung dan menjadi masalah kesehatan
masyarakat.
3) Pola pemberian ASI, diet, dan penyakit yang melatarbelakangi masalah
4) Ketersediaan dan konsumsi pangan yang mengandung vitamin A dan
Provitamin A oleh golongan rentan.
5) Keadaan demografi dan ekologi
6) Kebiasaan pangan yang sudah membudi daya.
Tiga macam intervensi utama yang dilaksanakan kini ialah peningkatan
asupan pangan yang kaya vitamin A dan provitamin A, penyebaran vitamin A
dosis tinggi secara berkala, dan fortifikasi makanan yang lazim disantap.
5
Page 11
Salah satu intervensi gizi yang dilakukan adalah untuk mengatasi
masalah KVA adalah memberikan makanan tinggi vitamin A. makanan yang
diberikan sebagai intervensi gizi antara lain MP – ASI dan makanan formula
dengan harga yang terjangkau dan dapat dibuat sendiri oleh masyarakat
(Arisman, 2004).
B. Labu Kuning (Cucurbita Moschata Duch.)
1. Gambaran Umum Labu Kuning (Cucurbita Moschata Duch.)
Labu termasuk genus Cucurbita, kelas Dycotyledonae, division
Angiospermae, phylum spermatophyte. Labu Kuning (Cucurbita moschata
dutc) adalah sejenis sayuran dari tanaman menjalar, termasuk famili
Cucurbitaceae (Iskandar, 1995). Famili Cucurbitaceae terdiri dari lima
spesies, yaitu C. fisifolia, C. mixta, C. maxima, C. moschata, dan C. pepo
(Budiman, et al., 1984). Dari segi taksonomi tumbuhan, buah labu kuning
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantarum
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Sub kelas : Sympetalae
Ordo : Cucurbitales
Familia : Cucurbitaceae
Genus : Cucurbita
Spesies : Cucurbita moschata Durch
Tanaman labu kuning merupakan jenis tanaman sayuran menjalar
dari family Curcubitaceace, yang tergolong dalam jenis tanaman semusim
yang setelah berbuah akan langsung mati. Tanaman ini berbentuk semak
yang tumbuh merambat dengan bentuk batang yang khas, yaitu berbentuk
segi lima (Hendrasty, 2003). Tanaman labu dapat tumbuh didaerah tropis,
6
Page 12
pada ketinggian 0 – 1500 meter diatas permukaan laut, pada suhu 18º -
27ºC, diatas tanah dengan pH 5,5 – 7,0 (Iskandar, 1995).
Labu kuning yang dikenal dengan nama lain labu parang ini
buahnya mempunyai berat rata – rata berkisar 2 - 3 kg. Ukuran
pertumbuhannya sangat cepat, yaitu dapat mencapai 350 gram per hari
(Wijayakusuma, 2005). Bentukdari buah labu bermacam – macam
tergantung dari jenisnya, ada yang berbentuk bokor (bulat pipih dan
beralur), berbentuk oval, berbentuk panjang dan berbentuk piala. Buah
yang masih muda kulitnya hijau sedangkan yang sudah tua berwarna
kuning, hijau kotor, jingga dan bercak – bercak kuning kehijauan. Buah
terdiri dari lapisan kulit luar yang keras dan lapisan daging buah yang
merupakan tempat timbunan makanan. Tekstur daging tergantung
jenisnya, ada yang halus, padat, lunak, dan pulen (Sudarto, 1993).
Mutu buah labu dan daya awetnya selama penyimpanan ditentukan
oleh tingkat kematangan buah pada waktu pemetikan. Tingkat kematangan
yang tepat akan mengurangi kerusakan dan akan mempunyai umur
kesegaran yang lebih panjang. Buah labu yang dipetik muda segera
mengalami perubahan sifat fisiko-kimia dan menyebabkan kerusakan buah
(Budiman, et al., 1984).
2. Manfaat dan Kandungan Zat Gizi (Cucurbita Moschata Duch.)
Labu kuning atau waluh merupakan bahan pangan yang kaya vitamin
A, C dan E, mineral, serta karbohidrat. Daging buahnya pun mengandung
antioksidan sebagai penangkal berbagai jenis kanker. Selain itu, didalam
waluh juga terkandung 34 kalori, lemak 0.8 g, 45 mg kalsium, dan mineral
0.8 mg sehingga labu kuning sangat baik dikonsumsi oleh anak-anak
maupun orang tua, karena kandungan gizi yang terdapat didalamnya
sangat baik untuk kesehatan tubuh. Pada anak-anak dapat digunakan untuk
menambah nafsu makan dan sebagai obat cacingan (Hidayah, 2011).
Labu kuning atau waluh merupakan bahan pangan yang kaya vitamin
A, B dan C, mineral, serta karbohidrat. Daging buahnya pun mengandung
7
Page 13
antioksidan sebagai penangkal berbagai jenis kanker. Sifat labu yang lunak
dan mudah dicerna serta mengandung karoten (pro vitamin A) cukup
tinggi, serta dapat menambah warna menarik dalam olahan pangan
lainnya. Tetapi, sejauh ini pemanfaatannya belum optimal (Jerry, 2011).
Waluh atau sering disebut labu kuning menjadi salah satu bahan
alternatif untuk substitusi tepung terigu karena dapat menggantikan
sumber karbohidrat yang ada pada tepung terigu. Buah waluh dapat diolah
menjadi bermacam – macam produk olahan makanan yang menyehatkan
tubuh (sebagai pangan fungsional). Mengingat kandungan karbohidrat
yang tinggi, kaya vitamin (A dan C) dan mineral (Ca, Fe, dan Na). Sekitar
100 gram waluh mengandung vitamin A 29.030 IU, vitamin C 23 mg,
magnesium 66 mg, kalsium 113 mg, fosfor 118 mg, zat besi 1.8 mg,
sodium 9 mg dan potasium 1.089 mg (Anam dkk, 2010). Kandungan gizi
labu kuning dan komposisinya lengkap disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Zat Gizi Labu Kuning per 100 gram bahan
Komponen Jumlah
Kalori (Kal) 29
Protein (g) 1,1
Lemak (g) 0,3
Karbohidrat (g) 6,6
Kalsium (mg) 45
Fosfor (mg) 64
Besi (mg) 1,4
Vitamin A (SI) 180
Vitamin B1 (mg) 0,08
Vitamin C (mg) 52
Air (g) 91,2
BDD (%) 77
Sumber : Departemen Kesehatan RI., (1996).
8
Page 14
3. Pembuatan Tepung Labu Kuning (Cucurbita Moschata Duch.)
Pengolahan produk setengah jadi merupakan salah satu cara
pengawetan hasil panen, terutama untuk komoditas pangan yang berkadar
air tinggi, seperti umbi-umbian dan buah-buahan. Keuntungan lain dari
pengolahan produk setengah jadi, sebagai bahan baku yang fleksibel untuk
industri pengolahan lanjutan, aman dalam distribusi, serta hemat ruang dan
biaya penyimpanan. Teknologi pembuatan tepung merupakan salah satu
proses alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan karena lebih tahan
disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), dibentuk, diperkaya zat
gizi, dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang
serba praktis. Dari segi proses, pembuatan tepung hanya membutuhkan air
relatif sedikit dan ramah lingkungan dibandingkan dengan pembuatan pati
(Suaramedia, 2010)
Menurut Prof. Dr. Made Astawan, Dosen di Departemen
Teknologi Pangan dan Gizi IPB, tahapan pembuatan tepung dari buah labu
kuning sebagai berikut: labu kuning harus dipilih yang mengkal, yaitu
buah sudah tua tetapi belum masak optimum. Buah dipanen kira-kira 5-10
hari Iebih awal dari umur panen semestinya. Buah yang masak optimum
tidak sesuai dibuat tepung karena kadar airnya tinggi, daging buahnya
lembek, serta kadar patinya rendah. Setelah dikupas kulitnya, labu dibelah-
belah dan dilakukan pemblansiran, yaitu perlakuan dengan uap panas
selama 5-10 menit. Dalam skala rumah tangga, tahapan ini dapat
dilakukan seperti mengukus nasi tetapi tidak perlu ditutup. Selanjutnya
labu dirajang dengan ketebalan 0,1-0,3 cm yang hasilnya dinamakan
sawut. Sawut dikeringkan sampai diperoleh kadar air sekitar 14 persen,
selanjutnya ditepungkan agar Iebih efisien, penepungan sawut dilakukan
dalam dua tahapan, yaitu penghancuran sawut untuk menghasilkan butiran
kecil (lolos 20 mesh) dan penggilingan/penepungan menggunakan
saringan Iebih halus (80 mesh).
Tepung labu kuning adalah tepung dengan butiran halus, lolos
ayakan 60 mesh, berwarna putih kekuningan, berbau khas labu kuning,
9
Page 15
kadar air + 13%. Kondisi fisik tepung labu kuning ini sangat dipengaruhi
oleh kondisi bahan dasar dan suhu pengeringan yang digunakan. Semakin
tua labu kuning, semakin tinggi kandungan gulanya. Oleh karena
kandungan gula labu kuning yang tinggi ini, apabila suhu yang digunakan
pada proses pengeringan terlalu tinggi, tepung yang dihasilkan akan
bergumpal dan berbau karamel (Hendrasty, 2003).
Kualitas tepung labu kuning ditentukan oleh komponen
penyusunnya yang menentukan sifat fungsional adonan maupun produk
tepung yang dihasilkan serta suspensinya dalam air. Protein tepung labu
kuning mengandung protein jenis gluten yang cukup tinggi sehingga
mampu membentuk jaringan tiga dimensi yang kohesif dan elastis. Tepung
labu kuning mempunyai kualitas tepung yang baik karena mempunyai
sifat gelatinisasi yang baik, sehingga akan dapat membentuk adonan
dengan konsistensi, kekenyalan, viskositas maupun elastisitas yang baik.
Karbohidrat tepung labu kuning juga cukup tinggi (Hendrasty, 2003).
Tepung labu kuning mengandung 77,65 % karbohidrat, 0,08 %
lemak, 5,04 % protein, 11,14 % air, 5,89 % abu. Kandungan protein
tepung labu kuning lebih tinggi dibandingkan dengan tepung pisang,
tepung sukun, tepung ubi kayu dan tepung ubi jalar. Perbandingan
kandungan gizi tepung labu kuning dengan tepung umbi - umbian dan
tepung buah – buahan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi Kimia Aneka Tepung Umbi - Umbian dan Buah -
Buahan
KomoditasKadar (%)
Air Abu Protein Lemak KHPisang 10,11 2,66 3,05 0,28 84,01Sukun 9,09 2,83 3,64 0,41 84,03Labu Kuning 11,14 5,89 5,04 0,08 77,65Ubi Kayu 7,80 2,22 1,60 0,57 87,87Ubi Jalar 7,80 2,16 2,16 0,83 86,05
Sumber : Widowati, dkk. 2011
10
Page 16
C. Pengolahan Muffin Labu Kuning (Cucurbita Moschata Duch.)
1. Pengolahan Muffin Labu Kuning
Muffin merupakan kue khas negeri Inggris dan lahir pada
zaman Victoria. Pada saat itu muffin banyak dijual oleh pedagang
keliling dengan diletakkan di nampan di atas kepala. Muffin merupakan
sejenis makanan tradisional berbentuk gulungan, bundar dan tipis. Bahan
dasarnya terbuat dari adonan roti yang diberi ragi. Paling enak, kue manis
ini dinikmati saat musim dingin dan disajikan bersama minuman hangat
seperti teh atau kopi. Cara makannya pun unik, harus disobek dulu dan
diberi olesan mentega kemudian dipanggang lagi. Agar citarasanya lebih
bervariasi, permukaannya diolesi dengan selai buah buatan
sendiri.Amerika juga punya muffin, tetapi bahan pengembangnya
menggunakan baking powder dengan proses dipanggang. Bahan utama
tepung biasanya dapat diganti dengan tepung jagung. Proses pembuatan
muffin adalah dengan metode baking atau pengovenan (Wikipedia, 2011).
Baking adalah mengolah makanan dalam oven dengan panas dari
segala arah.Teknik baking ada yang menggunakan Loyang berisi air dalam
oven di manaloyang itu masuk kedalam Loyang yang satunya
(au bain marie) contoh hidangannya puding caramel, teknik baking sering
dipergunakan untuk pastry danroti. Prinsip dasar baking yaitu panaskan
oven sesuai dengan suhu yangdiperlukan sebelum bahan makanan masuk
ke dalam oven, suhu yangdipergunakan harus tetap di pantau selama
proses pembakaran. Dalam makanancontinental makanan yang dip roses
dengan baking macam, sepertipastry, roti, cake dan pudding (Wikipedia,
2011).
2. Efek Suhu dan Lama Pengovenan
Beta karoten merupakan salah satu unsur pokok dalam bahan
pangan yang mempunyai peranan sangat penting, yaitu memberikan
11
Page 17
kontribusi terhadap warna bahan pangan (warna orange) dan juga nilai gizi
sebagai provitamin A (Goldman et al. 1983 dalam Histifarina et al. 2004).
Degradasi karoten yang terjadi selama pengolahan diakibatkan
oleh proses oksidasi pada suhu tinggi yang mengubah senyawa karoten
menjadi senyawa ionon berupa keton. Aktivitas vitamin A dan provitamin
A akan hilang pada produk-produk yang dikeringkan akibat proses
oksidasi, sehingga makin lama pengeringan kerusakan yang terjadi akan
semakin meningkat yang dapat mengakibatkan penurunan nilai gizi
(Andarwulan & Koswara, 1992).
D. Beta Karoten
Beta karoten adalah provitamin A atau karotenoid yang paling aktif
dari bermacam – macam karotenoid yang ada dialam, dan mempunyai
aktivitas vitamin A yang paling tinggi (Kertawiguna, 1998). Beta karoten
merupakan zat gizi yang paling murah untuk memperoleh vitamin A guna
keperluan tubuh. Pada saat ini dilaporkan adanya lebih dari 500 macam
kerotenoid, akan tetapi hanya 50 – 60 diantaranya yang merupakan provitamin
A (Suwandi, 1991).
Diantara beberapa kelompok vitamin A yang dijimpai di alam, yang
dikenal lebih baik adalah α, β, γ, neo β – karoten, dan kriptosantin. Karoten
mengandung gua gugus cicin β ionone dan dapat terpecah menjadi dua
molekul vitamin A, sedangkan yang lain hanya mempunyai satu gugus
sehingga kurang kadar vitamin A (Apriyantono, et al., 1998).
Waluh merupakan salah satu jenis buah yang mengandung karotenoid
tinggi. Itulah sebabnya mendapat julukan "raja betakaroten". Betakaroten
berfungsi melindungi mata dari serangan katarak. Betakaroten dalam waluh
juga berperan untuk melindungi diri dari serangan kanker, jantung, diabetes
melitus, aneka kanker, proses penuaan dini, dan gangguan respon imun.
Betakaroten merupakan salah satu senyawa karotenoid yang mempunyai
aktivitas vitamin A sangat tinggi. Dalam saluran pencernaan, betakaroten
dikonversi oleh sistem enzim menjadi retinol, yang selanjutnya berfungsi
12
Page 18
sebagai vitamin A. Betakaroten dan karotenoid lain yang tidak terkonversi
menjadi vitamin A, mempunyai sifat antioksidan, sehingga dapat menjaga
integritas sel tubuh (Anam dkk, 2010).
Vitamin A relative stabil terhadap panas dan cahaya, tetapi mudah
dihancurkan oleh proses oksidasi, sedangkan pengeringan akan mengurangi
kadar beta karoten didalam wortel, labu kuning, brokoli, dan bayam. Proses
pemasakan akan menaikkan kadarnya. Vitamin A dengan lemak yang
menyertainnya diabsorpsi sempurna dan siap digunakan tubuh, sedangkan
beta karoten sebaliknya, terkurung dalam sel – sel senyawa yang tidak
berlemak sehingga harus dibebaskan selama pencernaan dan memerlukan
untuk melakukan absorpsi (Kertawiguna, 1998).
E. Mutu Organoleptik
Penentuan bahan makanan pada umumnya sangat bergantung
padabeberapa faktor di antaranya citarasa, warna, tekstur dan nilai gizinya.
Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak dan teksturnya sangat baik tentu tidak
akan dimakan apabila mempunyai warna yang tidak menarik untuk dilihat.
Penerimaan warna suatu bahan makanan berbeda-beda tergantung dari faktor
alam, geografis, dan aspek sosial masyarakat penerima (Winarno, 2002).
Penilaian dengan indera yang juga disebut penilaian organoleptik atau
penilaian sensori ini merupakan suatu cara penilaian yang paling sederhana.
Penilaian dengan indera banyak digunakan untuk menilai mutu komoditi hasil
pertanian dan makanan. Penilaian cara ini banyak desenangi karena dapat
dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Kadang – kadang penilaian ini dapat
memberi hasil penelitian yang sangat teliti tergantung sensitivitas indera kita
(Soekarto, 1985). Hal ini diperkuat oleh pernyataan Pudjirahayu (2001), yang
menyatakan bahwa mutu suatu produk pada umumnya ditentukan atau diuji
oleh beberapa sifat sensories. Dalam pengujian ini banyak sekali sifat
sensories yang dinilai dan dianalisis sebagai keseluruhan. Dalam industri
pangan terutama dalam pengembangan produk, analisis deskriptif digunakan
untuk menilai mutu produk baru terhadap produk lama, mutu produk terhadap
13
Page 19
saingannya, pengaruh penanganan terhadap suatu produk atau terhadap
beberapa perubahan dalam pengolahan
S. Moehyi (1992) mengatakan bahwa citarasa makanan ditimbulkan
oleh terjadinya rangsangan terhadap berbagai indra di dalam tubuh manusia,
terutama indra penglihatan, indra penciuma, indra pengecap. Makanan yang
mempunyai cita rasa tinggi adalah makanan yang disajikan dengan menarik,
menyebarkan bau sedap dan memberikan rasa yang sedap pula.
Menurut S. Moehyi (1992), bebrapa faktor yang mempengaruhi
penampilan makanan adalah:
1. Warna
Warna makanan memegang peranan utama dalam penampilan
makanan karena dengan warna, makanan akan mempercantik penampilan,
dan jika penampilan tidak menarik waktu disajikan akan mengakibatkan
selera konsumen yang akan memakannya menjadi hilang.
2. Aroma
Aroma merupakan daya tarik yang sangat kuat dan mampu
merangsang indra penciuman sehingga membangkitkan selera. Timbulnya
aroma makanan disebabkan oleh terbentuknya suatu senyawa yang mudah
menguap. Terbentuknya senyawa yang sudah menguap tersebut dapat
sebagai akibat reaksi karena pekerjaan enzim, tetapi dapat juga terbentuk
tanpa adanya reaksi enzimatis.
3. Tekstur
Konsistensi atau tekstur makanan juga merupakan komponen yang
turut menentukan cita rasa makanan karena sensitifitas indra citarasa
dipengaruhi oleh konsistensi makanan. Makanan yang berkonsistensi
padat atau kental akan memberikan rangsangan yang lebih lambat
terhadap indra kita.
4. Rasa
14
Page 20
Rasa juga merupakan salah satu faktor sebagai penentu citarasa
makanan setelah penampilan makanan itu sendiri. Apabila penampilan
makanan yang disajikan merangsang syaraf indra penglihatan sehingga
mampu membangkitkan selera untuk mencicipi makanan itu, maka pada
tahap berikutnya cita rasa makanan itu akan ditentukan oleh rangsangan
terhadap indra penciuman dan indra pengecap.
15
Page 21
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL
A. Hipotesis Penelitian
1. Ada pengaruh suhu dan lama pengovenan terhadap kadar β-karoten
Muffin labu kuning (Cucurbita Moschata Duch.).
2. Ada pengaruh suhu dan lama pengovenan terhadap mutu organoleptik
Muffin labu kuning (Cucurbita Moschata Duch.).
16
Page 22
B. Kerangka Konsep
Keterangan :
= variable yang di teliti
= variable yang tidak diteliti
17
Kualitas Labu Kuning
Lama Pengovenan
Suhu Pengovenan
Proses Pengolahan
Proses Pengolahan Muffin Labu Kuning
Pemanfaatan Labu Kuning sebagai OlahanMuffin Labu Kuning
Mengkonsumsi Bahan Makanan TinggiVitamin A
Prevalensi Kekurangan Vitamin A(KVA)
Rasa Warna Aroma Tekstur
Kadarβ - Karoten
Mutu Fisik Mutu Kimia MutuOrganoleptik
Mutu Muffin Labu Kuning
Page 23
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian Experimental yakni True
Experimental dengan desain percobaan Rancangan Acak Lengkap Faktorial
(RAL Faktorial), dimana dua variable bebas sebagai perlakuan, yaitu :
Variabel A : Lama Pemanasan Variabel B : Suhu Pemanasan
A1 = 20 menit B1 = 160 0C
A2 = 25 menit B2 = 180 0C
A3 = 30 menit
Satuan percobaan/unit percobaan (P) = t x r
= 6 x 3
= 18 unit percobaan
Keterangan :
t = Taraf Perlakuan
r = Replikasi
Menurut Nazir (1983), bahwa jumlah replikasi yang digunakan adalah
sedemikian rupa, sehingga df (degree of freedom) dalam analisa variance
nantinyatidak boleh kurang dari 10-15.
df = (t – 1)(r – 1)
= (6 – 1)(3 – 1)
= 10
Hasil dari df adalah 10, sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah replikasi
telah memenuhi syarat dalam penelitian.
Masing – masing taraf perlakuan dilakukan replikasi sebanyak 3 kali,
sehingga jumlah unit percobaan adalah 18 unit percobaan, sebagaimana
disajikan pada Tabel 3 Sedangkan randomisasi dan Lay out percobaan masing
– masing disajikan pada Tabel 4 dan 5.
18
Page 24
Tabel 3. Rancangan Acak Lengkap Faktorial
Variabel A :Lama Pemanasan
(Menit)
Variabel B :Suhu (0C)
Replikasi
1 2 3
20160 X111 X112 X113
180 X121 X122 X123
25160 X211 X212 X213
180 X221 X222 X223
30160 X311 X312 X313
180 X321 X322 X323
Tabel 4. Randomisasi Taraf Perlakuan pada Unit Percobaan
No. UrutAngka
RandomRangking Replikasi
1 852 17 X111
2 215 4 X112
3 366 8 X113
4 513 11 X121
5 260 5 X122
6 424 9 X123
7 309 6 X211
8 128 1 X212
9 701 15 X213
10 326 7 X221
11 603 13 X222
12 471 10 X223
13 139 3 X311
14 764 16 X312
15 988 18 X313
16 131 2 X321
17 689 14 X322
18 594 12 X323
19
Page 25
Tabel 5. Lay Out Percobaan
1
X212
2
X321
3
X311
4
X112
5
X122
6
X211
7
X221
8
X113
9
X123
10
X223
11
X121
12
X323
13
X222
14
X322
15
X213
16
X312
17
X111
18
X313
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Pembuatan tepung labu kuning, pembuatan muffin labu kuning, dan
pengukuran mutu organoleptik akan dilakukan di Laboratorium Ilmu Bahan
Makanan Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang. Sedangkan
analisis kadar β – karoten dilakukan di Laboratorium Kimia Universitas
Muhammadiyah Malang. Penelitian ini terdiri dari dua tahap penelitian yaitu :
1. Percobaan pendahuluan :
Percobaan pendahuluan adalah percobaan yang dilakukan sebelum
percobaan utama dilakukan. Dengan kegiatan pembuatan bahan dasar,
yakni tepung labu kuning yang akan dilaksanakan pada bulan Januari -
Maret 2013.
2. Percobaan utama :
Penelitian utama adalah penelitian yang dilakukan dengan kegiatan
pembuatan muffin labu kuning, kemudian dilanjutkan dengan uji
kesukaan (Hedonic Scale Test) oleh 15 orang panelis terlatih. Percobaan
ini dilaksanakanpada bulan Januari - Maret 2013.
20
Page 26
C. Alat dan Bahan
1. Alat
Tabel 6. Alat Pengolahan Tepung Labu Kuning
Nama Alat Jumlah (buah)
Risopan (dandang) 1
Pisau 2
Baskom 1
Talenan 1
Loyang 6
Timbangan Triple Beam 2
Ayakan 1
Kompor gas 1
Tampah 5
Oven penepungan 2
Sendok makan 3
Tabel 7. Alat Pengolahan Muffin Labu Kuning
Nama AlatJumlah
(buah)
Oven listrik 1
Mixer 1
Baskom 6
Solet 6
Timbangan triple beam 1
Cetakan Muffin kecil - kecil 1
Pisau 2
Sendok makan 5
21
Page 27
Tabel 8. Alat Uji Mutu Organoleptik
Nama Alat Jumlah (buah)
Baki atau nampan kecil 20
Cup kertas kecil 120
Kertas label 120
Garpu kecil 20
Tabel 9. Alat Uji Kadar β – Karoten
Nama Alat Jumlah (buah)
Timbangan digital 1
Gelas arloji 1
Gelas kimia 6
Corong pemisah 1
Erlenmeyer pengaduk 6
Kertas saring 1
Spektrofotometer 1
2. Bahan
Tabel 10. Bahan Pembuatan Tepung Labu Kuning
Nama Bahan Jumlah (kg)
Labu kuning 4
22
Page 28
Tabel 11. Bahan Pembuatan Muffin Labu Kuning
Nama Bahan Berat (gram)
Tepung Labu Kuning 125
Tepung Terigu 125
Telur (isi utuh) 120
Gula Pasir Halus 100
Garam 2.5
Baking Powder 10
Susu Cair 240
Mentega 100
Vanili 5
Tabel 12. Bahan Uji Mutu Organoleptik
Nama Bahan Jumlah (buah)
Aqua gelas 25
Tabel 13. Bahan Analisi Kadar β – Karoten
Nama Bahan Jumlah
Petroleum eter (PE) 25 ml
Aquadest 50 ml
Na2SO4 anhidr 1 gram
23
Page 29
D. Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Cara Ukur Alat UkurHasil
Ukur
Skala
Data
1Suhu
Pemanasan
Suhu yang
diperlukan untuk
menghasilkan
muffin labu kuning
pada waktu yang
telah ditentukan.
Metode
Kovensional
Termometer
digital
1600C dan
1800CInterval
2Lama
Pemanasan
Waktu yang
diperlukan untuk
menghasilkan
muffin labu kuning
Menyalakan
stopwatch pada
waktu awal
pemanasan atau
pengovenan dan
mematikannya
saat produk
muffin matang
Stopwatch20 , 25, dan
30 menitRasio
3Kadar β –
Karoten
Banyaknya beta
karoten
(provitamin A)
pada 100 gram
muffin labu kuning
Metode
spektrofotometri
Timbangan
digital, gelas
arloji, gelas
kimia, corong
pemisah
mg/100
gram
muffin labu
kuning
Rasio
4Mutu
Organoleptik
Tingkat kesukaan
panelis atribut
warna, aroma,
tekstur dan rasa
terhadap
karakteristik
produk muffin
labu kuning
Ditentukan
dengan Hedonic
Scale Test.
Form penilaian
panelis
4 = sangat
suka
3 = suka
2 = tidak
suka
1 = sangat
tidak suka
Ordinal
24
Page 30
B. Prosedur Penelitian
1. Proses Pengolahan Tepung Labu Kuning
Labu kuning
Mencuci labu kuning hingga bersih
Memotong bagian ujung pisang kepok
``
Mengukus labu kuning dengan uap selama 15 menit
Mengiris labu kuning dengan ketebalan 0.1 – 0.3 cm yang hasilnya
dinamakan sawut
Mengeringkan sawut dengan cara menjemur dengan intensitas cahaya
matahari yang tinggi hingga kering
Mengeringkan dengan oven pada suhu 60 – 70 0C selama ± 1 – 2 jam
Penggilingan dan pengayakan (lolos 80 mesh)
Tepung labu kuning
Gambar 1. Diagram Alir Pengolahan Tepung Pisang Kepok
(Astawan, dalam Kamsiati 2010)
25
Page 31
2. Proses Pengolahan Muffin Labu Kuning
Menyiapkan bahan-bahan pembuatan muffin labu kuning
Mencampur tepung terigu, tepung labu kuning, baking powder, gula pasir halus dan garam. Aduk rata, ayak lalu sisihkan.
Mencampur mentega, vainili, susu cair, dan telur, lalu aduk rata. Masukkan campuran tepung. Aduk rata kembali.
Menuang adonan ke dalam cetakan muffin
Panggang hingga matang
Muffin labu kuning
Gambar 2. Diagram Alir Pengolahan Muffin (Soewitomo, 2011)
26
Page 32
E. Metode Pengumpulan Data
1. Data Kadar β – Karoten (Metode Spektrofotometri)
Mengambil sampel yang telah halus sebanyak 1 gram
Menambah 15 ml petroleum eter (PE) – PE (1:1), lalu mengaduknya selama 10’
Menyaring dengan kertas saring dan menampung filtrat dalam corong pemisah
Menambah 15 ml aquadest dan memisahkannya, bagian berwarna kuning dalam fase eter-karoten, pencucian aquadest dilakukan 2 kali
Memasukkan fase eter-karoten ke dalam erlenmeyer
Menambah 1 gram Na2SO4 anhidrat kemudian larutan dibuat menjadi 10 ml dengan menambah PE
Mengukur serapan maksimal pada panjang gelombang 450 nm dengan spektrofotometer
Menghitung jumlah β-karoten dalam mg/100 gram dengan rumus:
Jumlah β-karoten (mg/100 gram) = ( Absorbansi ×Volume)(0.25 × gram bahan)
× 1000
Keterangan:
Volume = 10 ml 0,25 = slope kurva standart
Gambar 3. Diagram Alir Analisis Kadar β-Karoten
(Fauzi, dkk, 1991 dalam Ireka, 2010)
27
Page 33
2. Mutu Organoleptik
Uji organoleptik dilakukan dengan menggunakan metode Hedonic
Scale Test. Atribut organoleptik yang digunakan adalah rasa, aroma,
warna, dan tekstur (Soekarto, 1985). Dengan skala sebagai berikut :
4 = Sangat Suka
3 = Suka
2 = Tidak Suka
1 = Sangat Tidak Suka
Panelis yang digunakan untuk uji organoleptik adalah panelis yang
berfungsi sebagai konsumen yaitu 20 orang dari mahasiswa Jurusan Gizi
Tingkat II Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang dengan Kriteria :
a. Bersedia menjadi panelis.
b. Dalam keadaan sehat.
c. Tidak mempunyai pantangan terhadap produk yang dinilai.
d. Sebelum pelaksanaan tidak dalam keadaan lapar atau kenyang.
Panelis diharapkan untuk menilai sampel dan diminta mengisi form
penilaian mutu organoleptik yang terlampir pada Lampiran 1.
F. Analisis dan Pengolahan Data
1. Data Kadar β – Karoten Muffin Labu Kuning
Dat hasil uji laboratorium mengenai pengaruh suhu dan lama
pengovenan pada proses pembuatan muffin labu kuning terhadap kadar β
– karoten muffin labu kuning pada tingkat kepercayaan 95% akan
dianalisis dengan uji stasitik Two Way Anova. Pengolahan data statistik ini
akan diolah dengan menggunakan SPSS 16.0 for Windows. Tabel uji
statistik Two Way Anova disajikan pada Tabel 14.
28
Page 34
Tabel 14. Analisis Two Way Anova
SourceType III Sum
of Squares dfMean
Square F Sig.ModelSuhuLamaSuhu*LamaErorTotal
H0 : - Tidak ada pengaruh lama pengovenan terhadap kadar β – karoten
muffin labu kuning.
- Tidak ada pengaruh suhu pengovenan terhadap kadar β – karoten
muffin labu kuning
- Tidak ada pengaruh suhu dan lama pengovenan terhadap kadar β –
karoten muffin labu kuning
H1 : - Ada pengaruh lama pengovenan terhadap kadar β – karoten muffin
labu kuning.
- Ada pengaruh suhu pengovenan terhadap kadar β – karoten muffin
labu kuning
- Ada pengaruh suhu dan lama pengovenan terhadap kadar β –
karoten muffin labu kuning
2. Mutu Organoleptik
Pengolahan data pengaruh suhu dan lama pengovenan pada proses
pembuatan muffin labu kuning terhadap mutu organoleptik pada tingkat
kepercayaan 95% yaitu digunakan dengan analisis statistik Kruskal Walis.
Pengolahan data statistik ini akan diolah dengan menggunakan SPSS 16.0
for Windows. Tabel uji statistik Kruskal Walis seperti yang disajikan pada
Tabel 15.
Rumus yang digunakan :
KW = [ 12 / N (N + 1) ∑ nj R-2 j ] – 3 (N + 1)
Keterangan :
29
Page 35
KW = banyaknya taraf perlakuan
Nj = banyaknya replikasi pada taraf perlakuan ke -j
N = ∑ nj
Rj = rata-rata dari ranking skor taraf perlakuan ke –j
Tabel 15. Analisis Kruskall Wallis
Ranks
Taraf Perlakuan N Mean Rank
Skor kesukaan P1
P2
P3
P4
P5
P6
Test Statisticsa,b
Skor kesukaan
Chi-Square
df
Asymp sig.
Keterangan :
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: sampel
Hipotesis statistik :
Ho : Tidak ada pengaruh suhu dan lama pengovenan pada proses
pembuatan muffin labu kuning terhadap mutu organoleptik
muffin labu kuning.
H1 : Ada pengaruh suhu dan lama pengovenan pada proses
pembuatan muffin labu kuning terhadap mutu organoleptik
muffin labu kuning..
30
Page 36
Penarikan kesimpulan :
Tolak Ho : apabila Sig. < 0,05 berarti ada pengaruh suhu dan lama
pengovenan pada proses pembuatan muffin labu kuning
terhadap mutu organoleptik muffin labu kuning.
Terima Ho : diterima apabila Sig > 0,05 berarti tidak ada pengaruh
suhu dan lama pengovenan pada proses pembuatan
muffin labu kuning terhadap mutu organoleptik muffin
labu kuning.
Jika Ho ditolak, maka dilanjutkan uji statistik perbandingan ganda
Mann Whitney untuk menentukan pasangan perlakuan mana yang berbeda
signifikan.
31
Page 37
DAFTAR PUSTAKA
Vitamin and Mineral Requirements in Human Nutrition. Second Edition. 2004.
World Heallth Organization. Geneva
Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar ILMU GIZI. PT Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Andarwulan, N. dan S. Koswara. 1992. Kimia vitamin. Penerbit CV. Rajawali,
Jakarta.
Apriyanto, A, D. Fardiaz, N. L. Puspitasari, Sedarnawati, S. Budiyanto. 1989.
Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. IPB-Press. Bogor
Arisman. 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan. EGC. Jakarta
Beck, Merry E. 1985. Ilmu Gizi dan diet Hubungannya dengan Penyakit –
Penyakit.Yayasan Essentia Medica. Yogyakarta.
Budiman, L., Soekarto, S. T., dan Apriyantono, A. 1984. Karakteristik Buah Labu
(Cucurbita moschata D.). Bul. Pen. Ilmu & Teknol Pangan Vol. III.
Departemen Kesehatan RI., 1996. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhratara
Karya Aksara, Jakarta
Hebdrasty, H.K. 2003. Tepung Labu Kuning Pembuatan dan Pemanfaatannya.
Penerbit Kanisius. Yogyakarta
Hidayah, R., 2010. Manfaat dan Kandungan Gizi Labu Kuning (Waluh). (Online),
available : http://www.borneotribune.com (12 Mei 2012).
Histifarina, D., D. Musaddad, dan E. Murtiningsih. 2004. Teknik Pengeringan
dalam Oven untuk Irisan Wortel Kering Bermutu. Balai Penelitian
Tanaman Sayuran. Bandung
Iskandar, W. 1995. Pembuatan Keripik Buah Labu (Cucurbita moschata D.). IPB,
Bogor.
32
Page 38
Jerry, Dodon. 2011. Kue Talam Labu Kuning (Peringgi). (Online), available :
http://dodonjerry.blogspot.com (24 Mei 2012).
Kertawiguna, E. 1998. Vitamin yang Dapat Berfungsi sebagai Antioksodan.
Majalah Ilmu Fakultas Kedokteran USAKTI. Jakarta
Moehyi, Sjahmien B.Sc. 1992. Penyelenggaraan MAKANAN INSTITUSI dan
JASA BOGA. Bhratara. Jakarta
Murdijati-Gardjito. 1988. Potensi Vitamin A Tepung Buah Waluh. Proyek
Penelitian DPP/SPP FTP UGM. Yogyakarta.
Pemanfaatan Sayuran dan Buah-Buahan Kering Untuk Peningkatan Konsumsi
Vitamin A. 2000. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta
Pudjiadi, Solihin. 2000. Ilmu Gizi klinis pada Anak. Fakultas Kedokteran UI.
Jakarta
Pudjirahayu. 2001. Teknologi Fermentasi Produk Perikanan. IPB. Bogor.
Puspita, Ayu Widya. 2008. Rekayasa Sosial Budaya Terhadap Perubahan Prilaku
Diet Dalam Upaya Mengatasi Permasalahan Gizi Buruk Di Indonesia.
(Online), available : http://www.paud-usia-dini.blogspot.com/2008/06 (24
April 2012).
Sediaoetama, 1993. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi di Indonesia. Jilid II.
Dian Rakyat. Jakarta
Sigien, Albiner. 2003. Pendekatan Fortifikasi Pangan untuk Mengatasi Masalah
Kekurangan Zat Gizi Mikro. (Online), available :
http://library.usu.ac.id/../fkm-albiner5.pdf (2 Juni 2012)
Siswono, 2008. Balita Indonesia Kekurangan Vitamin A (KVA). (Online), available
: http://www.gizi.net/pedoman-gizi/download/bkm-5.doc (24 April 2012).
Soekarto, Soewarno T. 1985. PENILAIAN ORGANOLEPTIK. Bhratara Karya
Aksara. Jakarta
33
Page 39
Soewitomo, Sisca. 2011. 1000 Resep Masakan & Kue. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta
Sudarto, Y. 1993. Budidaya Waluh. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Suwandi, U. 1991. Manfaat Beta Karoten bagi Kesehatan. Cermin dunia
Kedokteran.
Widowati, S., N. Richana, Suarni, P. Raharto dan I.G.P. Sarasutha., 2001. Studi
Potensi dan Peningkatan Dayaguna Sumber Pangan Lokal untuk
Penganekaragaman Pangan di Sulawesi Selatan. Laporan Hasil Penelitian
Puslitbangtan. Bogor.
Wijayakusuma, M. Hembing 2005. Penyembuhan dengan Labu Parang
(Cucurbita Moschata Duch.). Pustaka Populer Obor. Jakarta
Wikipedia. 2011. Muffin. (Online), available : http://
http://id.wikipedia.org/wiki/Muffin. (1 Juni 2012)
Wikipedia. 2011. Teknik Memasak. (Online), available : http://
http://id.wikipedia.org/wiki/Teknik-Memasak. (1 Juni 2012)
Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. M Brio Press. Jakarta
34
Page 40
Lampiran 1
Form Uji Skala Kesukaan (Hedonic Scale Test )
Uji Skala Kesukaan (Hedonic Scale Test)
Panelis : ………………………………………………………………………
Tanggal : ………………………………………………………………………
Produk : Muffin Labu Kuning dengan Suhu dan Lama Pengovenan Berbeda
Kriteria Mutu yang Dinilai : Rasa, Warna, Aroma, dan Tekstur.
Instruksi :
Dihadapan Anda disediakan produk Muffin Labu Kuning dengan suhu dan lama pengovenan berbeda. Anda diminta untuk memberikan penilaian mengenai rasa, warna, aroma, dan tekstur dengan cara menentukan nilai sesuai dengan tingkat kesukaan pada kolom yang telah disediakan.
4 = Sangat Suka3 = Suka2 = Tidak Suka1 = Sangat Tidak Suka
Setelah Anda mencicipi salah satu sampel, Anda harus berkumur dengan air putih yang telah disediakan sebelum mencicipi sampel yang lain. Selain itu Anda juga diminta memberi komentar atau alasan mengenai rasa, warna, aroma, dan tekstur dari masing-masing kode sampel.
KodeSkor Penilaian Kesukaan
Rasa Warna Aroma Tekstur852260128603988131
Komentar :
Saran :
Terimakasih Atas Partisipasinya
35
Page 41
Lampiran 2
Daftar Nama Panelis
Daftar Nama Panelis
No Nama Kelas
1 Ajeng R IIA
2 Amanda Nurqisthy IIA
3 Ananda Adji P IIA
4 Anisa Rahmawati IIA
5 Anisa Setia Putri IIA
6 Arfi Marta IIA
7 Aries Tika IIA
8 Dian Mustikawati IIA
9 Iga Ema Dini IIA
10 Isti Dyah P IIA
11 Leny Eka T W IIA
12 Marieta Mutiara Semeru IIA
13 Muthya Octavianty IIA
14 Reza Yuanita IIA
15 Sari Rahmawati Hasan IIA
16 Tiara Puspita IIA
17 Titis Dwi IIA
18 Vanny Mahendra IIA
19 Yulia Aldila IIA
20 Yusita Ika IIA
36
Page 42
Lampiran 3
Anggaran Dana Percobaan
ANGGARAN DANA
Nama BahanJumlah
Harga (Rp.)Jumlah Satuan
Labu Kuning 15 Kg 100000
Tepung Terigu 2 Kg 18000
Telur (isi utuh) 2 Kg 34000
Gula Pasir 2 Kg 20000
Garam 250 Gram 3000
Mentega/Butter 1.5 Kg 40000
Susu Cair Ultra 3 Liter 39000
Vanili 100 Gram 10000
Baking Powder 200 Gram 20000
Aqua Gelas 1 Karton 30000
Total 297000
37