PENGGUNAAN METODE SELF REGULATED LEARNING (SRL) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA SISWA KELAS XI IPA MAN LUBUK SIKAPING PROPOSAL Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur Mata Kuliah Metodologi Penelitian Oleh: IMELDA YUNITA NIM : 2411.009 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENGGUNAAN METODE SELF REGULATED LEARNING (SRL)
DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA SISWA KELAS XI
IPA MAN LUBUK SIKAPING
PROPOSAL
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur Mata Kuliah
Metodologi Penelitian
Oleh:
IMELDA YUNITA
NIM : 2411.009
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SJECH M. DJAMIL DJAMBEK BUKITTINGGI
2013 M/1434 H
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ada banyak definisi tentang matematika. Setiap pakar matematika
mempunyai definisi yang berbeda mengenai matematika. Tidak sedikit
matematikawan yang mendefinisikan bahwa matematika adalah ilmu yang
mempelajari mengenai teorema-teorema dan sistem aksiomatis. Definisi ini selalu
berkembang berdasarkan setiap penemuan pakarnya. Oleh karena itu, kebaharuan
matematika bersifat universal di seluruh dunia, sehingga matematika memainkan
peran yang fundamental terhadap ilmu pengetahuan modern.
Pentingnya peranan matematika ini tidak hanya dirasakan dalam bidang
ekonomi, teknologi, sosial, budaya, namun juga dalam ilmu agama, karena
matematika adalah ratunya ilmu dan sekaligus pelayan dari ilmu. Hal ini sesuai
dengan pendapat Erman Suherman yang menyatakan bahwa “Matematika tumbuh
dan berkembang untuk dirinya sendiri sebagai ilmu juga untuk melayani
kebutuhan pengetahuan dalam pengembangan dan operasionalnya”.1 Dikatakan
sebagai pelayan, karena matematika merupakan ilmu dasar yang mendasari dan
melayani ilmu lain. Sedangkan sebagai ratu, karena perkembangan matematika
tidak tergantung pada ilmu lain. Menurut Carl Fredrich Gauss, Matematika adalah
sebagai ratunya ilmu pengetahuan.2 Matematika sebagai ratu atau ibunya ilmu
1Erman Suherman, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2003), h. 25
2 http://id.wikipedia.org/wiki/Matematika#cite_ note -21 diakses 31 oktober 2013
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
adalah suatu kegiatan belajar mengajar yang didalamnya terdapat interaksi positif
antara guru dengan siswa dengan menggunakan segala potensi dan sumber yang
ada untuk menciptakan kondisi belajar yang aktif dan menyenangkan.
Berdasarkan etimologi “Perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan
yang diperoleh dengan bernalar”. Hal ini dimaksudkan bukan berarti ilmu
diperoleh dengan bernalar akan tetapi matematika lebih menekankan aktifitas
dalam dunia rasio (penalaran) sedangkan ilmu lain lebih menekankan pada hasil
observasi atau eksperimen disamping penalaran. 7
Dalam kamus matematika menyatakan, matematika adalah ilmu tentang
logika mengenai bentuk susunan, besaran dan konsep – konsep yang berhubungan
dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi menjadi tiga
bidang Aljabar, Analisis dan geometri.8
Dari pengertian diatas dapat kita simpulkan bahwa Pembelajaran
matematika adalah suatu proses atau kegiatan guru mata pelajaran matematika
didalamnya terkandung upaya guru untuk menciptakan iklim dan pelayanan
kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan siswa tentang matematika.
B. Self-Regulated Learning (SRL)
1. Pengertian Self-Regulated Learning
Ada beberapa kata yang dipadankan dengan self-regulated learning seperti
pengendalian diri (self-control), disiplin diri (self-disciplined), dan pengarahan
7 Elea Tinggih (1972 : 5 ), dikutip dari Erman Suherman dkk, ...............,hal. 188 James dan James (1976), dikutip dari Erman Suherman dkk.................. hal. 18
12
diri (self directed). Meski demikian, kesemuanya memiliki pengertian yang
berbeda-beda.
Self-regulated learning adalah kemampuan untuk menjadi partisipan yang
aktif secara metakognisi, motivasi, dan perilaku (behavior) di dalam proses
belajar.9 Secara metakognisi, self-regulated learner merencanakan,
mengorganisasi, mengarahkan diri, memonitor diri, dan mengevaluasi diri pada
tingkatan-tingkatan yang berbeda dari apa yang mereka pelajari. Secara motivasi,
mereka merasa diri mereka sendiri kompeten, selfefficacious, dan mandiri
(autonomous). Secara perilaku (behaviorly), mereka memilih, menyusun, dan
membuat lingkungan mereka untuk belajar yang optimal.
Di samping itu, self-regulated learning juga merupakan motivasi secara
intrinsik dan strategi.10 Pengertian lain diberikan oleh Corno dan Mandinach
bahwa self-regulated learning adalah suatu usaha untuk memperdalam dan
memanipulasi jaringan asosiatif dalam suatu bidang khusus (yang tidak perlu
membatasi pada isi akademik), dan memonitor serta meningkatkan proses-proses
yang mendalam.11
Self regulated learning mengacu pada perencanaan yang hati-hati dan
monitoring terhadap proses kognitif dan afektif yang tercakup dalam penyelesaian
tugas-tugas akademik yang berhasil dengan baik.12 Bandura mendefinisikan self-
regulation sebagai kemampuan untuk mengontrol perilaku mereka sendiri dan
9 B.J. Zimmerman, “A Social Cognitive View of Self-regulated Learning” dalam Journal of Educational, (81, 1989). hlm.4.10 P.H. Winne & N.E. Perry, “Measuring Self-regulated Learning” dalam M. Boekaerts et.al. (Ed.), Handbook of Self-regulation (Orlando, F.L: Academic Press, 2000). Lihat juga B.J. Zimmerman, “Self-regulated Learning and Academic Achievement: An Overview” dalam Educational psychologist, (25, 1990). hlm.3-17.11 L. Corno dan EB. Mandinach, “The Role of Cognitive Engagement in Classroom Learning and Motivation” dalam Educational Psychologist, 18 (2, 1983), hlm.95.12 Ibid.
13
juga pekerja keras. Bandura mengajukan tiga langkah self-regulation: (1)
observasi diri (selfobservation), kita melihat diri kita sendiri, perilaku kita, dan
menjaganya; (2) keputusan (judgment), membandingkan apa yang dilihat dengan
suatu standar; (3) respon diri (self-response), jika kita lebih baik dalam
perbandingan dengan standar kita, kita memberi penghargaan jawaban diri pada
diri kita sendiri.13 Jika menjadi kurang baik, kita memberi hukuman jawaban diri
pada diri kita sendiri.
Self-regulated learning dapat berlangsung apabila peserta didik secara
sistematis mengarahkan perilakunya dan kognisinya dengan cara memberi
perhatian pada instruksi-instruksi, tugas-tugas, melakukan proses dan
menginterpretasikan pengetahuan, mengulang-mengulang informasi untuk
mengingatnya serta mengembangkan dan memelihara keyakinan positifnya
tentang kemampuan belajar dan mampu mengantisipasi hasil belajarnya.14
Self-regulated learning merupakan proses dimana peserta didik
mengaktifkan pikirannya, perasaan dan tindakan yang diharapkan dapat mencapai
tujuan khusus pendidikan (Zimmerman, Bonner & Kovach, 2003). Selain itu
Schunk & Zimmermann (1998) menegaskan bahwa peserta didik yang bisa
dikatakan sebagai self-regulated learners adalah yang secara metekognisi,
motivasional dan behavioral aktif ikut serta dalam proses belajar. Peserta didik
dengan sendirinya memulai usaha belajar secara langsung untuk memperoleh
pengetahuan dan keahlian yang diinginkan tanpa bergantung pada guru, orang tua,
dan orang lain.
13 A. Bandura, Social Learning Theory (Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall Publishers, 1977).14 D.H. Schunk dan B.J. Zimmerman (Ed.), Self-regulation on Learning and Performance: Issues and Educational Applications. (Hillsdale: Lawrence Erlbaum Associates, 1998).
14
Mereka mengetahui gaya pembelajaran yang disukainya, apa yang mudah
dan sulit bagi dirinya, bagaimana cara mengatasi bagian-bagian sulit, apa minat
dan bakatnya, dan bagaimana cara memanfaatkan kekuatan/kelebihannya. Mereka
juga tahu subjek yang sedang dipelajarinya; semakin banyak subjek yang mereka
pelajari semakin banyak pula yang mereka ketahui, serta semakin mudah untuk
belajar lebih banyak (Alexander 2006.129)
Mereka mungkin mengerti bahwa tugas belajar yang berbeda memerlukan
pendekatan yang berbeda pula. Merekapun menyadari bahwa belajar seringkali
terasa sulit dan pengetahuan jarang yang bersifat mutlak; biasanya ada banyak
cara yang berbeda untuk melihat masalah dan ada banyak macam solusi (Pressley
1990.207)
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa self-regulated learning
adalah proses bagaimana seorang peserta didik mengatur pembelajarannya sendiri
dengan mengaktifkan kognitif, afektif dan perilakunya sehingga tercapai tujuan
belajar.
2. Perkembangan Self-Regulated Learning
Schunk dan Zimmerman (dalam Woolfolk, 2004) mengemukakan model
perkembangan self-regulated learning. Berkembangnya kompetensi self-regulated
learning dimulai dari beberapa faktor yaitu:
a) Pengaruh sumber sosial: Berkaitan dengan informasi mengenai akademik yang
di peroleh dari lingkungan teman sebaya.
b) Pengaruh lingkungan: Berkaitan dengan orang tua dan lingkungannya,
sehingga peserta didik dapat menetapkan rencana dan tujuan akademiknya secara
maksimal.
15
c) Pengaruh personal atau diri sendiri. Berkaitan dengan diri sendiri peserta didik
yang memiliki andil untuk memunculkan dorongan bagi dirinya sendiri untuk
mencapai tujuan belajarnya.
Di dalam faktor-faktor ini terdapat beberapa level berkembangnya self regulated
learning:
a. Level Pengamatan (Observasional)
Peserta didik yang baru awalnya memperoleh hampir seluruh strategi-
strategi belajar dari proses pengajaran, pengerjaan tugas, dan dorongan dari
lingkungan sosial. Pada level pengamatan ini, sebagian peserta didik dapat
menyerap ciri-ciri utama strategi belajar dengan mengamati model, walaupun
hampir seluruh peserta didik membutuhkan latihan untuk menguasai kemampuan
self-regulated learning.
b. Level Pesamaan (Emultive)
Pada level ini peserta didik menunjukkan performansi yang hampir sama
dengan kondisi umum dari model. Peserta didik tidak secara langsung meniru
model, namun mereka berusaha menyamai gaya atau pola umum saja. Oleh
karena itu, mereka mungkin menyamai tipe pertanyaan model tapi tidak meniru
kata-kata yang digunakan oleh model.
c. Level Kontrol Diri (Self-Controlled)
Peserta didik sudah menggunakan dengan sendiri strategi-strategi belajar
ketika mengerjakan tugas. Strategi-strategi yang digunakan sudah terinternalisasi,
namun masih dipengaruhi oleh gambaran standar performansi yang ditujukan oleh
model dan sudah menggunakan proses self-reward.
16
d. Level Pengaturan Diri
Level ini merupakan level terakhir dimana peserta didik mulai
menggunakan strategi-strategi yang disesuaikan dengan situasi dan termotivasi
oleh tujuan serta self-efficacy untuk berprestasi. Peserta didik memilih kapan
menggunakan strategi-strategi khusus dan mengadaptasinya untuk kondisi yang
berbeda, dengan sedikit petunjuk dari model atau tidak ada.
3. Strategi Self-Regulated Learning
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Zimmerman (dalam
Schunk & Zimmerman, 1998) ditemukan empat belas strategi self-regulated
learning sebagai berikut:
1. Evaluasi terhadap diri (self-evaluating)
Merupakan inisiatif peserta didik dalam melakukan evaluasi terhadap
kualitas dan kemajuan pekerjaannya.
2. Mengatur dan mengubah materi pelajaran (organizing and transforming)
Peserta didik mengatur materi yang dipelajari dengan tujuan meningkatkan
efektivitas proses belajar. Perilaku ini dapat bersifat covert dan overt.
3. Membuat rencana dan tujuan belajar (goal setting & planning)
Strategi ini merupakan pengaturan peserta didik terhadap tugas, waktu,
dan menyelesaikan kegiatan yang berhubungan dengan tujuan tersebut.
4. Mencari informasi (seeking information)
Peserta didik memiliki inisiatif untuk berusaha mencari informasi di luar
sumber-sumber sosial ketika mengerjakan tugas.
17
5. Mencatat hal penting (keeping record & monitoring)
Peserta didik berusaha mencatat hal-hal penting yang berhubungan dengan
topik yang dipelajari.
6. Mengatur lingkungan belajar (environmental structuring)
Peserta didik berusaha mengatur lingkungan belajar dengan cara tertentu
sehingga membantu mereka untuk belajar dengan lebih baik.
7. Konsekuensi setelah mengerjakan tugas (self consequating
Peserta didik mengatur atau membayangkan reward dan punisment bila
sukses atau gagal dalam mengerjakan tugas atau ujian.
8. Mengulang dan mengingat (rehearsing & memorizing)
Peserta didik berusaha mengingat bahan bacaan dengan perilaku overt dan
covert.
9. Meminta bantuan teman sebaya (seek peer assistance)
Bila menghadapi masalah yang berhubungan dengan tugas yang sedang
dikerjakan, peserta didik meminta bantuan teman sebaya.
10. Meminta bantuan guru/pengajar (seek teacher assistance)
Bertanya kepada guru di dalam atau pun di luar jam belajar dengan tujuan
untuk dapat membantu menyelesaikan tugas dengan baik.
11. Meminta bantuan orang dewasa (seek adult assistance)
Meminta bantuan orang dewasa yang berada di dalam dan di luar
lingkungan belajar bila ada yang tidak dimengerti yang berhubungan dengan
pelajaran.
18
12. Mengulang tugas atau test sebelumnya (review test/work)
Pertanyaan-pertanyaan ujian terdahulu mengenai topik tertentu dan tugas
yang telah dikerjakan dijadikan sumber infoemasi untuk belajar.
13. Mengulang catatan (review notes)
Sebelum mengikuti tujuan, peserta didik meninjau ulang catatan sehingga
mengetahui topik apa saja yang akan di uji.
14. Mengulang buku pelajaran (review texts book)
Membaca buku merupakan sumber informasi yang dijadikan pendukung
catatan sebagai sarana belajar.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Self-Regulated
Learning
Self regulated learning didasari oleh asumsi teori triadik resiprokalitas.
Menurut teori ini perilaku terjadi karena ada tiga determinan yang saling berkaitan
yakni diri (self), perilaku (behavior), dan lingkungan (environment) (Bandura,
1997:6). Berkaitan dengan hal ini maka faktor-faktor yang mempengaruhi self
regulated learning beasal dari tiga determinan ini. Zimerman menjelaskan faktor-
faktor yang mempengaruhi self regulated learning sebagai berikut : (Zimmerman,
1986, Journal of Continuing Education in Nuring, 78-87).
a. Faktor Personal
Termasuk dalam hal ini adalah pengetahuan peserta didik, proses
metakognisi, tujuan yang hendak dicapai, dan afeksi. Paris dan Winograd
membagi pengetahuan menjadi tiga yakni pengetahuan deklaratif, pengetahuan
prosedural, dan pengetahuan kondisional (Paris & Winograd 2002,
b) Kontrol enkoding (encoding control), dimana informasi yang dihubungkan
dengan intensi saat ini dikaji dalam proses yang lebih dalam.
c) Kontrol emosional (emotional control): mempengaruhi kondisi emosi untuk
merealisasikan suatu tindakan.
d) Kontrol lingkungan: memodifikasi lingkungan seseorang supaya mendukung
pemeliharaan intensi.
e) Kontrol pemrosesan informasi (information processing control): menghindari
pembuatan pertimbangan tindakan yang terlalu lama.
f) Mengatasi kegagalan (coping failure): mengambil jarak dengan tujuan yang
tidak dapat dicapai.
d) Lingkungan
Tugas yang dipersyaratkan berkaitan dengan lingkungan adalah
mengontrol lingkungan fisik. Atribut self regulation yang terdapat pada peserta
didik yang melakukan self regulated learning berkaitan dengan dimensi
lingkungan adalah adanya sensitivitas peserta didik terhadap lingkungan
(termasuk lingkungan sosial) dan sumber daya (resource) yang terdapat di
sekitarnya.
Berkaitan dengan kemampuan individu dalam mengenali sumber daya
yang terdapat pada lingkungan, (Smith, dkk. 2001. 761) menggunakan istilah
‘resourcefullness’ yang mengacu pada kemampuan untuk mengontrol lingkungan
fisik di sekitarnya dalam hal membatasi distraksi yang mengganggu kegiatan
belajar, dan secara sukses mencari dan menggunakan referensi dan keahlian yang
diperlukan untuk menguasai apa yang dipelajari.
25
Resourcefullness ditandai dengan adanya keaktifan peserta didik dalam
mencari informasi, mengorganisir lingkungan, dan meminimalisir distraktor
Bentuk proses regulasi diri yang berkaitan dengan aspek lingkungan adalah
menstruktur lingkungan (environmental structuring) dan mencari bantuan (help
seeking). Menstruktur lingkungan berkaitan dengan kegiatan menciptakan
lingkungan belajar yang dapat mendukung terlaksananya kegiatan belajar secara
optimal.
Penciptaan lingkungan belajar tidak hanya dilakukan di sekolah saja, tetapi
juga perlu dilakukan di rumah atau di tempat lain dimana di tempat itu kegiatan
belajar dapat dilaksanakan. Pengaruh lingkungan fisik terhadap proses belajar
diantaranya ditunjukkan oleh penelitian Sommer (bahwa peserta didik yang duduk
secara langsung di depan instruktur berpartisipasi paling optimal daripada peserta
didik yang lain yang duduk di belakangnya).
Peserta didik yang melaksanakan self regulated learning tidak selalu
menguasai materi pelajaran secara sempurna. Apabila hal tersebut terjadi maka
perlu untuk mencari bantuan (help seeking) kepada orang lain dan sumber-sumber
lainnya. (Zimmerman. 1986. 313) mengidentifikasi beberapa pihak yang dapat
dirujuk untuk mencari bantuan yakni teman sebaya, guru, dan orang dewasa
lainnya. Madden (2000: 267) mengajukan bahwa selain manusia ada beberapa
sumber yang dapat dirujuk ketika peserta didik mengalami hambatan dalam
belajar yakni internet dan perpustakaan.
26
C. Pembelajaran Konvensional
Menurut Ruseffendi (2005: 17) dalam metode konvensional, guru
dianggap sebagai gudang ilmu, guru bertindak otoriter, guru mendominasi kelas,
guru mengajarkan ilmu, guru langsung membuktikan dalil-dalil, guru
membuktikan contoh-contoh soal. Sedangkan murid harus duduk rapih
mendengarkan, meniru pola-pola yang diberikan guru, mencontoh cara-cara si
guru menyelesaikan soal, murid bertidak pasif. Murid-murid yang kurang
memahaminya terpaksa mendapat nilai kurang/jelek dan karena itu mungkin
sebagian dari mereka tidak naik kelas.
Dalam pembelajaran metode konvensional ditandai dengan ceramah yang
diiringi dengan penjelasan, serta pembagian tugas dan latihan. Sejak dahulu guru
dalam usaha menularkan pengetahuannya pada siswa, ialah secara lisan atau
ceramah. Pembelajaran konvensional yang dimaksud adalah pembelajaran yang
biasa dilakukan oleh para guru. Pembelajaran konvensional (tradisional) pada
umumnya memiliki kekhasan tertentu, misalnya lebih mengutamakan hapalan
daripada pengertian, menekankan kepada keterampilan berhitung, mengutamakan
hasil daripada proses, dan pengajaran berpusat pada guru.
Metode ceramah yang dianggap sebagai penyebab utama dari rendahnya
minat belajar siswa terhadap pelajaran memang patut dibenarkan, tetapi juga
anggapan itu sepenuhnya kurang tepat karena setiap metode atau model
pembelajaran baik metode pembelajaran klasik termasuk metode ceramah maupun
metode pembelajaran modern sama-sama mempunyai kelebihan dan kekurangan
masing-masing yang saling melengkapi satu sama lain.
27
Menurut Nasution, pembelajaran konvensional memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:15
1) Tujuan tidak dirumuskan secara spesifik ke dalam kelakuan yang dapat diukur.
2) Bahan pelajaran diberikan kepada kelompok atau kelas secara keseluruhan tanpa memperhatikan siswa secara individu.
3) Bahan pelajaran umumnya berbentuk ceramah, kuliah, tugas tertulis dan media lain menurut pertimbangan guru.
4) Berorientasi pada kegiatan guru dan mengutamakan kegiatan belajar. 5) Siswa kebanyakan bersifat pasif mendengar uraian guru.6) Semua siswa harus belajar menurut kecepatan guru.7) Penguatan umumnya diberikan setelah dilakukan ujian.8) Keberhasilan belajar umumnya dinilai guru secara subjektif.9) Pengajar umumnya sebagai penyebar atau penyalur informasi utama.10) Siswa biasanya mengikuti beberapa tes atau ulangan mengenai bahan
yang dipelajari dan berdasarkan angka hasil tes atau ulangan itulah nilai rapor yang diisikan.
Kelebihan dan kekurangan pembelajaran konvensional adalah:16
1) Kelebihan pembelajaran konvensionala. Dapat menampung kelas yang besar.b. Konsep yang disajikan secara hirarki akan memberikan fasilitas
belajar kepada siswa.c. Guru dapat memberi tekanan terhadap hal-hal yang penting,
hingga waktu dan energi dapat digunakan sebaik mungkin.d. Isi silabus dapat diselesaikan dengan mudah, karena guru tidak
harus menyesuaikan dengan kecepatan belajar siswa.2) Kelemahan pembelajaran konvensional
a. Pelajaran membosankan siswa-siswi menjadi pasif, karena tidak berkesempatan unsiswa tidak mamputuk menemukan sendiri konsep yang diajarkan.
b. Tidak semua siswa memiliki cara belajar yang baik dengan mendengarkan.
c. Kepadatan konsep-konsep yang diberikan dapat berakibat siswa tidak mampu menguasai bahan yang diajarkan.
d. Pengetahuan yang diperoleh lebih cepat terlupakan.e. Ceramah menyebabkan siswa menjadi “belajar menghafal” yang
tidak mengakibatkan timbulnya pengertian.
15 Nasution, Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: bumi aksara, 2000), h. 20916Suherman, Strategi Pembelajaran, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer ,(Bandung: JICA 2001), h.202.
28
Pada metode ekspositori dominasi guru banyak berkurang, karena tidak
terus – menerus bicara, ia berbicara pada awal pelajaran, menerangkan materi dan
contoh soal pada waktu-waktu yang diperlukan saja. Siswa tidak hanya
mendengar dan membuat catatan tetapi juga membuat soal latihan dan bertanya
kalau tidak mengerti, guru dapat memeriksa pekerjaan siswa secara individu atau
kelompok.17
Dari uraian di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud
dengan pembelajaran matematika secara konvensional adalah suatu kegiatan
belajar mengajar yang kebanyakan dilakukan oleh guru dimana guru mengajar
secara klasikal dengan metode ekspositori dan siswa hanya menerima apa yang
disampaikan oleh guru, begitupun aktivitas siswa untuk menyampaikan pendapat
sangat kurang sehingga siswa menjadi pasif dalam belajar.
D. Aktivitas Belajar
Proses belajar mengajar tidak terlepas dari aktifitas, sebab belajar dan
mengajar adalah berbuat tingkah laku melalui kegiatan. Di dalam belajar siswa
harus menggunakan pikiran, pengetahuan, dan pengalaman agar siswa dapat ikut
secara aktif dalam konsep matematika . Siswa dapat merasakan kepuasan dengan
apa yang telah dipahaminya selama belajar.
Strategi belajar harus dapat mendorong aktivitas siswa. Aktivitas tidak
dimaksudkan terbatas pada aktivitas fisik, akan tetapi juaga meliputi aktivitas
psikis seperti aktivitas mental.18
17 Suherman,Erman dkk.Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.(Bandung:JICA Universitas Pendidikan Indonesia, 2003) hal.17118 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), cet ke. 5, hal.132
29
Kegiatan belajar siswa harus melakukan berbagai aktivitas karena tanpa
aktivitas proses belajar tidak mungkin terjadi. Dalam proses pembelajaran
aktivitas tidak berdiri sendiri tetapi harus saling melingkapi dan mendukung.
Dalam pemelajaran matematika aktivitas sangat membantu siswa dalam
memahami konsep secara menyeluruh. Apabila dalam diri siswa sudah tertanam
perasaan senang dan gembira dalam belajar, maka akan timbul keaktifan siswa
untuk belajar dan berbuat, karena dengan adanya aktifitas maka belajar akan
berlangsung dengan baik. Dalam kegiatan belajar segala pengetahuan itu
diperoleh dengan pengamatan sendiri ,baik secara rohani maupun teknis19.
Adapun Jenis – jenis aktivitas siswa dalam belajar adalah sebagai
berikut:20
a. Visual Activities, misalnya : membaca, memperhatikan, gambar,
demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.
b. Oral Activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya,
memberi saran, mengeluarkan pandapat, mengadakan wawancara,
dan diskusi.
c. Listening Aktivities, misal : mendengarkan uraian, percakapan.
d. Writing Activities, misal: menulis cerita, karngan,laporan, angket
dan menyalin.
e. Drawing Activities, misal: manggambar, membuat grafik, peta da
diagram.
19 Rousseau dalam Sardiman. Interaksi dan motivasi belajar mengajar.(Jakarta: PT. Raja Gravindo, 2001), hal.95 20 Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi. Pengelolaan Pengajaran. ( Jakarta: PT Rineka Cipta, 1995) cet ke. Perbaikan. hal. 8
30
f. Motor Activities, misal: melakukan percobaan, membuat
konstruksi dan bermain.
g. Mental Activities, misal: menanggapi, mengingat, memecahkan
soal, menganalisa melihat hubungan dan mengamil keputusan.
h. Emotional Activities, seperti : manaruh minat, merasa bosan,
gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang dan gugup.
Beberapa aktivitas yang ingin diamati yaitu:
1. Oral Activities
Komponen:
i. Mengajukan pertanyaan
ii. Memberikan tanggapan atau ide
iii. Menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru
atau teman.
2. Drawing Activities
3. Mental Activities
Mengajar merupakan upaya yang dilakukan oleh guru agar siswa belajar.
Dalam pengajaran siswalah yang menjadi subjek, dialah pelaku kegiatan belajar.
Agar siswa berperan sebagai pelaku dalam kegiatan belajar, maka gurulah
hendaknya merencanakan pengajaran yang menuntut siswa banyak melakukan
aktifitas belajar. Aktifitas yang dikerjakan siswa hendaklah menarik minat siswa ,
dibutuhkan dalam perkembangannya serta bermanfaat bagi masa depannya.21
Pengelolaan pembelajaran menjadi hal terpenting karena berkaitan
langsung dengan aktivitas belajar siswa. Guru harus berupaya memikirkan dan
21Ibrahim. Perencanaan Pengajaran.. Jakarta: Rineka Cipta.(2003) cet ke -2 .h. 27
31
membuat perencanaan secara seksama untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
Untuk mendapatkan proses dan hasil belajar siswa yang berkualitas tentu
memerlukan kinerja guru yang maksimal.22
Jadi dapat disimpulkan aktivitas guru yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran yang mencakup
menyampaikan informasi tentang materi pelajaran, emngorganisasikan siswa
dalam klompok belajar, memberikan petunjuk / membimbing siswa, membimbing
siswa merangkum pelajaran dan mengelola kegiatan belajar mengajar.
E. Respon Siswa
Dalam kamus psikologi istilah respon diartikan sebagai satu jawaban
khusus, khususnya satu jawaban dari pertanyaan tes atau kuesioner.23
Respon adalah proses pengorganisasian rangsangan. Rangsangan
proksimal diorganisasikan sedemikian rupa sehingga terjadi representasi
fenomenal dari rangsang proksimal itu. Proses ini lah yang disebut respon.24
Menurut Willis konsekuensi dari modus(“modus”,cara) respons akan
mempengaruhi persepsi orang lain terhadap individu tersebut dan pada giliranya
akan mempengaruhi intraksi sosial antar individu.25
Respon yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah tanggapan siswa
terhadap penerapan metode Self Regulated learning (SRL) dalam pembelajaran
matematika.
22 http:// www.gudang materi.com/2010/06/kinerja-dan-kompetensi-guru.html diakses 5 november 201323 J.p. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi,(Jakarta: PT Raja Grfindo Persada,2006) ed. 1 hal.432 24 Sarlito Wirawan Sarwono,Teori –teori Psikologi Sosial. (Jakarta : PT Raja Grfindo Persada 2008,) hal. 8725 Dikutip dari Sarlito Wirawan Sarwono. Teori – teori Psikologi Sosial (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2008) hal. 78