Evaluasi Stimulasi Hydraulic Fracturing pada Sumur “X” TUGAS AKHIR Oleh APFIA GRACE Y.M.L 071.11.04 5 JURUSAN TEKNIK PERMINYAKAN FAKUTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA 2014
Evaluasi Stimulasi Hydraulic Fracturing pada
Sumur “X”
TUGAS AKHIR
Oleh
APFIA GRACE Y.M.L
071.11.04 5
JURUSAN TEKNIK PERMINYAKAN
FAKUTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2014
PROPOSAL TUGAS AKHIR TEKNIK PERMINYAKAN
FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI
UNVERSITAS TRISAKTI
I. JUDUL
Evaluasi Stimulasi Hydraulic Fracturing pada Sumur “X”
II. LATAR BELAKANG
Permeabilitas batuan sangat mempengaruhi besar kecilnya produktivitas suatu
sumur. Permeabilitas batuan yang kecil akan menyebabkan kecilnya harga indeks
produktivitas (PI) sumur sebagai indikasi rendahnya produktivitas sumur. Kecilnya harga
permeabilitas dapat terjadi karena permeabilitas alamiah reservoir yang dari asalnya kecil
dan juga dapat disebabkan oleh penurunan permeabilitas reservoir dikarenakan kerusakan
formasi (formation damage). Penurunan permeabilitas ini akibat adanya material lain
yang masuk kedalam porositas batuan dan naiknya produksi air dan gas. Kerusakan
formasi ini dapat terjadi pada waktu pemboran, well completion dan operasi produksi.
Perekahan hidrolik (hydraulic fracturing) merupakan metode yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan permeabilitas batuan formasi sehingga diharapkan
produktivitas sumur juga akan meningkat. Metode ini dilakukan dengan memompakan
fluida perekah pada laju dengan tekanan injeksi yang tinggi melebihi tekanan formasi,
yang bertujuan membuat rekahan, kemudian diganjal dengan menggunakan propant agar
rekahan tidak menutup lagi. Keberhasilan perekahan hidrolik dapat ditinjau berdasarkan
perbandingan indeks produksivitas (PI) dari sumur yang telah direkahkan dengan indeks
produktivitas sumur sebelum direkahkan.
III. PERUMUSAN MASALAH
Sejauh mana tingkat keberhasilan dari operasi stimulasi perekahan hidrolik
(hydraulic fracturing) yang telah dilakukan jika ditinjau berdasarkan kenaikan indeks
produktivitas yang terjadi setelah perekah
IV. MAKSUD DAN TUJUAN
4.1. Maksud
Mengevaluasi tingkat keberhasilan pelaksanaan suatu operasi perekahan hidrolik
(hydraulic fracturing) yang telah dilakukan dalam usaha untuk meningkatkan
produktivitas suatu sumur.
4.2. Tujuan
Melakukan evaluasi operasi stimulasi perekahan hidrolik (hydraulic fracturing)
dengan melakukan analisa terhadap indeks produktivitas (PI).
V. TEORI DASAR
5.1. Pengertian Perekahan Hidrolik
Perekahan hidrolik ialah usaha membuat rekahan untuk jalan mengalirnya fluida
reservoir ke lubang sumur dengan cara menginjeksikan fluida perekah pada tekanan
diatas tekanan rekah formasi. Setelah formasi mengalami perekahan fluida terus
diinjeksikan untuk memperlebar rekahan yang terjadi. Untuk menjaga agar rekahan tidak
menutup kembali, maka rekahan yang terjadi diganjal dengan pengganjal berupa pasir
(proppant). Proppant yang digunakan harus mampu mengalirkan fluida dan dapat
menahan agar rekahan tidak menutup kembali, oleh karena itu proppant tersebut harus
memiliki permeabilitas yang besar dan kekuatan yang cukup baik agar tidak mudah
hancur terkena tekanan dan temperatur yang tinggi.
5.2. Mekanika Batuan
Untuk dapat merekahkan batuan reservoir, maka pada batuan tersebut harus
diberikan tekanan sampai melebihi tekanan dari gaya-gaya yang mempertahankan
keutuhan batuan tersebut. Sehingga jika tensile stress terlewati, maka batuan akan
merekah pada bidang yang tegak lurus terhadap stress utama terkecil. Dengan kata lain,
jika arah stress utama terkecil horisontal, maka rekahan yang terjadi adalah vertikal.
Sebaliknya jika stress utama terkecil vertikal, maka rekahan yang terjadi adalah
horisontal. Hal ini dapat dilihat seperti Gambar 5.1 :
Gambar 5.1
Besar Ketiga StressUtama dan Arah Rekahan
Dari Gambar 5.1 tersebut akan kita dapatkan hubungan ketiga stress sebagai berikut::
Stress vertikal (overburden stress) dapat dinyatakan dengan persamaan:
(5.1)
Jika overburden memiliki harga absolute, maka berlaku persamaan efektif stressnya :
(5.2)
Stress efektif horizontal dapat dinyatakan dengan persamaan :
(5.3)
Stress horizontalnya dapat dinyatakan dalam persamaan :
(5.4)
Stress minimum absolutnya adalah :..
(5.5)
Stress absolute minimumnya adalah :
(5.6)
Dengan melihat adanya stress-stress tersebut, maka dimungkinkan arah rekahan
dapat terjadi secara vertikal, horisontal, maupun menyudut. Untuk menentukan arah
rekahan tersebut dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Jika gradien rekah (Gf) < 0,95 psi/ft, maka arah rekahan terjadi secara vertikal.
2. Jika gradien rekah (Gf) > 1,1 psi/ft, maka arah rekahan terjadi secara
horisontal.
3. Jika gradien rekah (Gf), harganya diantara 0,95 – 1,1 psi/ft, maka arah
rekahan yang terjadi menyudut.
Parameter-parameter lain yang termasuk daiam mekanika batuan antara lain :
1. Young modulus (E), merupakan kemiringan di daerah linier pada grafik stress
vs strain.
2. Plane strain Modulus (E' ) dinyatakan dengan persamaan :
E' =
E (5.7)
1 – v
3. Shear stress (G) dinyatakan dengan persamaan :
E
G = 2(1 + v) (5.8)
5.3. Mekanika Fluida
Fluida perekah digunakan agar rekahan yang terjadi cukup besar sehingga
proppant dapat masuk ke dalam tanpa mengalami mampat (Bridging) atau pengendapan
(settling). Untuk itu, fluida perekah harus berviskositas besar dan kehilangan fluida juga
harus diperkecil, dengan jalan menambahkan polimer, yang akan membentuk sifat wall
building.
5.3.1. Rheology
Pengetahuan tentang theology fluida perekah diperlukan untuk mendapatkan
harga viskositas yang cukup berdasarkan besarnya harga shear rate dan shear stressnya.
Di dalam rheology, dikenal tiga jenis fluida perekah, yaitu newtontan, bingham plastik
dan power law.
Untuk fluida newtonian berlaku hubungan :
τ = µγ (5.9)
Sedangkan untuk fluida bingham plastic berlaku :
τ = µγ + τy .......................................................(5.10)
Dan untuk power law berlaku hubungan :
τ = Kγn ...................................................................(5.11)
Perbedaan ketiga jenis fluida tersebut dapat diperlihatkan pada Gambar (5.2).
Gambar (5.3) memperlihatkan hubungan antara shear rate dan shear stress untuk
fluida power law pada skala linear dan log-log. Untuk fluida perekah yang berlaku
adalah power law.
Gambar 5.2
Harga-harga Shear Rate vs Shear Stres
Gambar 5.3
Plot Fluida Power Law Pada Skala Linear dan Log-log
5.3.2. Fluid Loss (Leak-Off)
Kehilangan fluida adalah terjadinya aliran fluida perekah masuk ke dalam batuan. Secara
umum leak-off yang berlebihan dapat disebabkan oleh ketidakseragaman (heterogenity)
reservoirnya, seperti adanya rekahan alamiah (natural fissures).
Cooper eet al. Memperkenalkan harga koefisien leak-off total (Ct) yang terdiri dari tiga
mekanisme yang terpisah, yaitu :
Viskosity controlled (Cµ), adalah suatu kehilangan fluida yang dipengaruhi oleh
viskositas. Penentuan besarnya harga Cµ dapat dilakukan dengan persamaan :
Cµ = 0,0469 K φ ∆P (5.13)
Compressibility Controlled (Cc) adalah suatu kehilangan fluida yang
dipengaruhi oleh kompressibilitas. Penentuan besarnya harga Cc dapat
dilakukan dengan persamaan :
Dalam banyak hal harga Cµ dan CC sering dikombinasikan menjadi :
5.3.3. Fluida Perekah dan Additive
Fluida yang dipakai dalam operasi perekahan hidrolik dibedakan menjadi
tiga jenis yaitu :
1. Water base fluid (Fluida Perekah dengan bahan dasar air)
2. Oil base fluid (Fluida perekah dengan bahan dasar minyak)
3. Emulsion base Fluid (Fluida perekah dengan bahan dasar asam)
Adapun fungsi dari Fungsi fluida perekah adalah :
1. Menyalurkan tenaga pompa ke formasi batuan.
2. Memulai perekahan dan memperluas rekahan.
3. Membawa dan menempatkan materi pengganjal.
Proses pemompaan pada operasi perekahan hidrolik dapat dijabarkan sebagai
berikut :
1. Prepad, yaitu fluida dengan viskositas rendah dan tanpa proppant, biasanya minyak,
air, dan atau foam dengan gel berkadar rendah atau friction reducer agent, fluid loss
additive dan surfactant atau KCl untuk mencegah damage, dan ini dipompakan didepan
untuk membantu memulai membuat rekahan. Viscositas yang rendah dapat masuk ke
matrix lebih mudah dan mendinginkan formasi untuk mencegah degradasi gel..
2. Pad, yaitu fluida dengan viskositas lebih tinggi, juga tanpa proppant dipompakan
untuk membuka rekahan dan membuat persiapan agar lubang dapat dimasuki slurry
dengan proppant. Viskositas yang lebih tinggi mengurangi leak-off (kebocoran fluida
meresap masuk ke formasi). Pad diperlukan dalam jumlah cukup agar tidak terjadi terjadi
100 % leak-off sebelum rekahan terjadi dan proppant ditempatkan.
3. Slurry dengan proppant, yaitu proppant dicampur dengan fluida kental, proppant
ditambahkan sedikit demi sedikit selama pemompaan, dan penambahan proppant ini
dilakukan sampai harga tertentu pada alirannya (tergantung pada karakteristik formasi,
sistem fluida, dan gelling agent).
4. Flushing, yaitu fluida untuk mendesak slurry sampai dekat dengan perforasi,
viskositasnya tidak terlalu tinggi dengan friksi yang rendah.
Operasi perekahan hidrolik suatu fluida perekah harus menghasilkan friction
yang kecil tetapi mempunyai viskositas yang tinggi untuk dapat menahan proppant, dan
dapat diturunkan kembali setelah operasi dengan mudah. Dalam hal ini additive atau zat
tambahan diperlukan untuk mengkondisikan fluida perekah sesuai dengan kebutuhan.
Adapun additive yang perlu ditambahkan dalam fluida dasar adalah sebagai berikut :
1. Thickener , berupa polimer yang ditambahkan sebagai pengental fluida dasar.
Contohnya adalah guar, HPG (Hydroxypropyl Guar Gum), CMHPG (Carboxymethyl
Hydroxypropyl Guar), HEC (Hydroxyethylcellulose) dan Xantan gum.
2. Crosslinker , (pengikat molekul agar rantai menjadi panjang) diperlukan untuk
meningkatkan viskositas dengan jalan mengikat satu molekul atau lebih sehingga
proppant yang dibawa tidak mengalami settling (pengendapan) serta memperkecil leak-
off fluida ke formasi. Biasanya organometalic atau transition metal compounds yang
biasanya borate, titan dan zircon.
3. Buffer , (pengontrol pH) dimana pada pencampuran setempat, polimer dalam
bentuk powder ditambahkan dalam fluida dasar. Untuk dapat terpisah dengan
baik, pH harus berkisar 9, yang didapat dari pencampuran dengan basa seperti NaOH,
NH4OH, asam asetat dan asam sulfamic (HSO3NH3).
4. Bactericides/biocides , (anti bakteri) dimana bakteri penyerang polimer merusak
ikatan polimer dan mengurangi viskositasnya, sehingga perlu ditambahkan anti bakteri
seperti glutaraldehyde, chlorophenate squaternaryamines dan isothiazoline. Zat ini perlu
ditambah ditanki sebelum air ditambahkan, karena enzim yang terlanjur dihasilkan bisa
memecah polimer. Bactericides tidak dipergunakan apabila fluida dasarnya minyak.
5. Gelling agent , (pencampur gel) untuk menghindari mengumpulnya gel,
seringkali gel dicampur terlebih dahulu dengan 5% methanol atau isopropanol.
Penggunaan zat ini bisa diperbesar kadarnya untuk formasi yang sensitive.
6. Fluid Loss additive , fluid loss harus diperkecil. Untuk formasi homogen,
biasanya sudah cukup dengan filter cake yang terbentuk di dinding
formasi.Material yang umum dipakai antara lain : pasir 100-mesh, silica fluor (325-
mesh), baik untuk rekahan kecil alamiah (silica flour 200 mesh untuk rekahan kecil < 50
micron dan 100 mesh untuk yang lebih besar >50 micron), Oil Soluble Resins, Adomite
Regain (Con Starch), Diesel 2-5 % (diemulsikan), Unrefined Guar dan Karaya gums.
7. Breakers , untuk memecahkan rantai polimer sehingga menjadi encer
(viskositasnya kecil) setelah penempatan proppant agar produksi aliran minyak kembali
mudah dilakukan. Breakers harus bekerja cepat, konsentrasinya harus cukup untuk
mengencerkan polimer yang ada.
Untuk pemilihan fluida perekah yang sesuai, harus dipenuhi kriteria sebagaiberikut :
1. Memiliki harga viskositas cukup besar, yaitu 100 – 1000 cp pada
temperature normal.
2. Filtrasi yang terjadi jangan sampai menutup pori-pori batuan.
3. Stabil pada tekanan tinggi.
4. Tidak bereaksi dengan fluida reservoir, karena dapat menimbulkan endapan
yang menyebabkan terjadinya kerusakan formasi.
5. Tidak membentuk emulsi di dalam lapisan reservoir.
6. Viskositas cairan dapat berubah menjadi kecil setelah terjadinya perekahan,
sehingga mudah disirkulasikan keluar dari sumur.
7. Dari segi ekonomi harus memiliki harga yang relative murah.
5.4. Material Pengganjal (Proppant)
Proppant merupakan material untuk mengganjal agar rekahan yang terbentuk
tidak menutup kembali akibat closure pressure ketika pemompaan dihentikan dan
diharapkan mampu berfungsi sebagai media alir yang lebih baik bagi fluida yang
diproduksikan pada kondisi tekanan dan temperatur reservoir yang bersangkutan.
1. Pasir Alami
Berdasarkan sifat-sifat fisik yang terukur, pasir dapat dibagi ke dalam kondisi
baik sekali, baik, dan dibawah standat. Golongan yang paling baik menurut standart API
adalah premium sands yang berasal dari Illinois, Minnesota, dan Wisconsin. Biasanya
disebut „Northern Sand”, “White Sand”, “Ottawa Sand”, atau jenis lainnya misalnya
“Jordan Sand”.Golongan yang baik berasal dari
Hickory Sandstone di daerah Brady, Texas, yang memiliki warna lebih gelap dari
pada pasir Ottawa. Umumnya disebut “Brown Sand”, “Braddy Sand”, atau “Hickory
Sand”. Berat jenisnya mendekati 2,65. Salah satu kelebihan pasir golongan ini dibanding
pasir Ottawa adalah harganya yang lebih murah.
2. Pasir Berlapis Resin (Resin Coated Sand)
Lapisan resin akan membuat pasir memiliki permukaan yang lebih rata (tidak
tajam), sehingga beban yang diterima akan terdistribusi lebh merata di setiap bagiannya.
Ketika butiran proppant ini hancurkarena tidak mampu menahan beban yang diterimanya,
maka butiran yang hancur tersebut akan tetap melekat dan tidak tersapu oleh aliran fluida
karena adanya lapisan resin. Hal ini tentu saja merupakan kondisi yang diharapkan,
dimana migrasi pecahan butiran (fine migration) penyebab penyumbatan pori batuan bias
tereliminasi. Proppant ini sendiri terbagi menjadi dua jenis, yaitu :
a. Pre-cured Resins
Berat jenisnya sebesar 2,55 dan jenis ini dibuat dengan cara pembakaran alam
proses pengkapsulan.
b. Curable Resins
Penggunaan jenis ini lebih diutamakan untuk menyempurnakan kestabilam efek
pengganjalan. Maksudnya adalah, proppant ini dinjeksikan dibagian belakang
(membuntuti slurry proppant) untuk mencegah proppant mengalir balik ke sumur
(proppant flow back). Setelah membeku,
5.4.1. Jenis Proppant
Beberapa jenis proppant yang umum digunakan sampai saat ini adalah pasir
alami, pasir berlapis resin (Resin Coated Sand), dan proppant keramik (Ceramic
Proppant).
proppant ini akan membentuk massa yang terkonsolidasi dengan daya tahan
yang lebih besar.
3. Proppant Keramik (Ceramic Proppant)
Proppant jenis ini dikelompokkan menjadi empat golongan sebai berikut :
a. Keramik berdensitas rendah (Low Density Ceramic)
Jenis ini memiliki berat jenis hampir sama dengan pasir (SG = 2,7), memiliki
kemampuan untuk menahan tekanan penutupan (Clossure pressure) sampai 6000 psi,
serta banyak digunakan di Alaska.
b. Keramik berdensitas sedang (Inter mediate Ceramic)
Jenis ini lebih ringan dan lebih murah dibandingkan Sintered Bauxite, memiliki
specific gravity 3,65. Karena harganya yang mahal maka proppant ini hanya digunakan
untuk mengatasi tekanan yang benar-benar
tinggi. Proppant jenis ini mampu menahan tekanan sebesar 12000 psi, biasa
digunakan untuk temperature tinggi dan sumur yang sour (mengandung H2S).
c. Resin Coated Ceramic
Suatu jenis baru yang merupakan kombinasi perlapisan resin dan butiran
keramik. Jenis ini terbukti memberikan kinerja yang lebih baik. Khusus untuk resin
coated proppant, variasi yang dimunculkan semakin banyak. Resin Coated Ceramic
memiliki ketahanan terhadap closure pressure sebesar 15000 psi dan temperature hingga
450 oF.
5.4.2. Konduktivitas Rekahan
Sifat fisik proppant yang mempengaruhi besarnya konduktivitas rekahanantara
lain :
1. Kekuatan proppant, apabila rekahan telah terbentuk, maka tekanan
formasi akan cenderung untuk menutup kembali rekahan tersebut yang dinotasikan
sebagai closure stress (stress yang diteruskan formasi kepada proppant pada waktu
rekahan menutup). Sehingga proppant harus dapat menahan closure stress tersebut
2. Ukuran proppant, dimana semakin besar ukuran proppant, biasanya
memberikan permeabilitas yang semakin baik.
3. Kualitas proppant, dimana prosentase kandungan impurities yang besar
dapat memberikan pengaruh pada proppant pack.
4. Bentuk butiran proppant, Semakin bulat dan halus permukaannya,
semakin tahan tekanan.
5. Konsentrasi (densitas proppant), yang akan berpengaruh dalam
transportasi proppant dan penempatannya dalam rekahan, dimana proppant dengan
densitas yang tinggi akan membutuhkan fluida berviskositas tinggi untuk mentransport ke
dalam rekahan.
5.5. Model Geometri Rekahan
Untuk menghitung pengembangan rekahan, diperlukan prinsip hukum konversi
momentum, massa dan energi, serta kriteria berkembangnya rekahan, yang berdasarkan
interaksi batuan, fluida dan distribusi enersi. Volume rekahan dibatasi oleh besarnya
kehilangan tekanan dalam peralatan dalam sumur.
Luas rekahan tergantung kepada besarnya laju injeksi serta terutama pada sifat fluida
perekah (koefisien fluida perekahan,Dalam penjelasan di sini akan dibicarakan model
perekahan 2D.
Di bawah ini adalah dua model dimensi perekahan, yakni :
1. PKN atau Perkins, Kern (ARCO) & Nordgren
2. KGD atau Kristianovich, Zheltov (Russian Model ) lalu diperbaharui oleh
Geertsma dan de Klerk (Shell).
1. PKN Model
Model PKN mempunyai irisan berbentuk elips di muka sumur dengan lebar
maksimumnya terletak di tengah-tengah elips tersebut. Gambar (5.6) berikut
mengilustrasikan bentuk dari model PKN. Model tersebut berdasarkan anggapan bahwa :
1. Panjang rekahan / Penetrasi rekahan jauh lebih besar daripada tinggi rekahannya
(Xf >>Hf).
2. Tinggi rekahannya sama dengan tebal reservoir.
3. Tekanan dianggap konstan pada arah irisan vertikal, stiffness batuan bereaksi
vertikal.
Gambar 5.4
Model Skematis PKN
Berdasarkan anggapan diatas, metoda ini cocok diterapkan pada formasi dengan
permeabilitas kecil. Model ini memiliki bentuk eliptikal pada lubang bor, lebar
maksimum pada pusat elip, dengan lebar nol pada bagian puncak dan dasar.
Untuk fluida Newtonian, lebar maksimum ketika panjang rekahan setengahnya adalah
sama dengan Xf:
dimana G adalah shear modulus elastik dan dihubungkan dengan modulus young, E,
dengan :
: faktor adalah kira-kira sama dengan 0.75, sehingga bentuk /4 = 0.59. Dalam
suatu lapangan, dimana w dihitung dalam satuan inch, qi dalam bbl/min, dalam
cp, Xf dalam satuan feet dan G dalam psi, maka :
untuk fluida perekah non-newtonian, perhitungan dipengaruhi oleh rheology (power law)
dari fluida. Dengan asumsi efek fluid loss diabaikan maka Economides memberikan
persamaan untuk lebar rekahan maksimum dengan non-newtonian fluid (dalam satuan
lapangan) adalah :
2. KGD Model
Model KGD – seperti yang terlihat pada Gambar (5.5) merupakan hasil rotasi
sebesar 90o dari model PKN, dan pada umumnya lebih cocok dengan sebagian besar
geometri rekahan yang terbentuk. Model KGD mempunyai lebar yang sama (seperti segi
empat) di sepanjang rekahannya dan berbentuk setengah elips di ujungnya. Model KGD
rekahannya relatif lebih pendek, lebih lebar dengan konduktivitas yang lebih besar dari
model PKN.
Asumsi-asumsi yang digunakan pada model KGD yaitu :
1. Tinggi rekahan lebih panjang daripada panjang rekahan (hf >> xf)
2. Tinggi rekahan sama dengan tebal reservoir.
3. Stiffness batuan bekerja pada arah horizontal.
Gambar 5.5
Model Skematis KGD
Dimana w adalah lebar rata-rata rekahan (inch), qi adalah laju injeksi (bbl/min), μ adalah
viskositas (cp), Xf adalah panjang rekahan (feet), hf adalah tinggi rekahan (feet) dan G
adalah shear modulus elastik (psi).
5.6. Perencanaan Perekahan Hidrolik
Perencanaan perekahan (datafrac) dilakukan untuk memperoleh parameter-
parameter perekahan setempat secara tepat. Data yang diukur antara lain tekanan
menutup rekahan (clossure pressure), pengukuran leak-off dan efisiensi fluida. Prosedur
pada datafrac ini meliputi antara lain : formation breakdown, data perekahan yang pernah
dilakukan pada formasi tersebut, step rate test (test laju bertingkat), shut-in decline test
(test penutupan), back flow test (test aliran balik), minifrac (rekahan mini), leak-off test
(test kebocoran fluida).
5.7. Operasi Perekahan Hidrolik
Dalam operasi perekahan hidrolik, analisa tekanan perekahan yang dihasilkan
dari pump schedule memegang peranan amat penting. Analisis tekanan lebih mudah di
interpretasikan bila alirannya konstan, tanpa ada pengembangan rekahan yang dipercepat,
formasi homogen, tanpa ada proppant bridging, atau ada rekahan alamiahnya, terbukanya
perforasi yang tadinya yang tadinya ada sebagian yang menutup atau bercabangnya
rekahan dan seterusnya.
Tekanan akan bertambah sejalan dengan injeksi dan dilanjutkan dengan
penghentian pemompaan (ISIP = Instantenous Shut In Pressure) dimana dimulai fase
penurunan sampai rekahan mulai menutup bersamaan dengan fluid loss sampai rekahan
sudah tertutup. Pada fase ini fluid loss masih berlanjut dengan pola yang berbeda sejalan
dengan penurunan laju fluid loss dan menuju ke tekanan reservoirnya. Baik kenaikan
tekanan pada waktu injeksi maupun grafik penurunan selama penutupan rekahan dan
penurunan tekanan akan dapat dianalisa secara kuantitatif maupun kualitatif. Kenaikan
tekanan sesaat pada waktu rekahan mulai pecah tidak terlihat karena waktunya sangat
sigkat. Harga closure pressure adalah sedikit dibawah titik defleksi (fracture close on
proppant) karena proppant masih mengalami pemampatan sampai berhenti dan harga ini
sedikit lebih besar dari tekanan tersebut.
5.8. Evaluasi Hasil Perekahan Hidrolik
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui apakah pelaksanaan perekahan hidrolik
berhasil atau tidak. Secara umum ukuran keberhasilan suatu proyek stimulasi adalah
berhubungan dengan indeks produktivitas sumur. Keberhasilan suatu perekahan hidrolik
dapat dilakukan dengan melakukan evaluasi kenaikan productivity index, yaitu secara
teoritis maupun secara operasional.
5.8.1. Evaluasi Keberhasilan Perekahan Hidrolik berdasarkan Productivity Index secara
Teoritis
Perekahan Hidrolik bisa dikatakan berhasil bila terdapat kenaikan
productivity index yang cukup berarti. Biasanya dengan membandingkan antaraharga
productivity index open hole dengan productivity index setelah rekahan. Untuk
menganalisa suatu perekahan hidrolik dapat dipergunakan beberapa metode. Metode yang
umum digunakan adalah Prats, Tinsley et al, dan McGuire & Sikora untuk sumur pada
steady state dan pseudo steady state. Menurut Gilbert, productivity index suatu sumur
minyak dapat dituliskan sebagai berikut :
Jika ada skin faktor maka Persamaan (5.26) menjadi :
Metode yang akan dibahas pada proposal ini ada dua, yaitu Metode Prats dan Metode
McGuire Sikora.
1. Metode Prats
Anggapan dalam persamaan Prats adalah steady state, didaerah silinder,
inkompressible, konduktivitas rekahan tak terhingga dan tinggi rekahan sama dengan
tinggi formasi. Prats menunjukkan bahwa bila radius lubang sumur kecil dan
kapasitas rekahan besar maka radius sumur efektif bisa dianggap ¼ dari total panjang
rekahan. Persamaan Prats adalah sebagai berikut :
Prats menganalogikan perekahan dengan penambahan harga radius sumur. Aliran
fluida dari formasi ke area perekahan, dianggap seperti aliran radial dari formasi ke
lubang sumur, tanpa perekahan dengan radius efektif sumur sebagai fungsi dari
konduktifitas rekahan tanpa dimensi. Persamaannya adalah :
Asumsi-asumsi yang digunakan dalam persamaan Prats adalah :
Fluida incompressible dan steady state
Konduktifitas rekahan tidak terbatas
Tinggi rekahan sama dengan tinggi formasi
Kelemahan metode ini adalah bahwa semua keadaan dianggap ideal.
2. Metode McGuire-Sikora
McGuire dan Sikora mempelajari tentang efek rekahan vertikal pada produktifitas
pada reservoir dengan tenaga pendorong solution gas. Asumsi yang digunakan
adalah:
aliran adalah pseudo steady state
laju aliran konstan tanpa ada aliran dari luar batas re
fluida inkompressible
daerah pengurasan berbentuk segiempat sama sisi
lebar rekahan sama dengan lebar formasi
Prosedur metode ini dengan menggunakan grafik McGuire dan Sikora (Gambar
5.8), yaitu :
1) Menghitung perbandingan panjang rekahan (xf) dengan jari-jari pengurasan
sumur (re).
2) Menghitung harga konduktifitas relatif (absis pada grafik McGuire dan Sikora).
3) Dari perpotongan kurva xf/re pada grafik McGuire dan Sikora, maka akan
didapatkan harga pada sumbu y.
4) Menghitung rasio PI sesudah rekahan dengan PI sebelum rekahan (open hole).
Metode McGuire dan Sikora ini adalah yang paling banyak digunakan
saat ini. Dari grafik McGuire dan Sikora kita bisa mengambil beberapa kesimpulan:
1. Pada permeabilitas yang rendah (dengan perekahan yang
konduktifitasnya tinggi), maka hasil kenaikkan produktifitas akan makin
besar terutama karena panjang rekahan dan bukan dari konduktifitas relatif rekahan.
2. Untuk suatu panjang rekahan Lf akan ada konduktifitas rekahan
optimal.Menaikkan konduktifitas rekahan tidak akan menguntungkan. Misalnya
untuk harga Lf / Lc = 0,5 kenaikkan selanjutnya tak ada artinya untuk harga
konduktifitas relatif diatas 105.
3. Maksimum kenaikan perbandingan produktifitas indeks teoritis untuk sumur
yang tidak rusak adalah 13,6.
Gambar 5.6
Grafik McGuire Sikora
5.8.2. Evaluasi Keberhasilan Perekahan Hidrolik berdasarkan Productivity Index secara
Operasional
Evaluasi keberhasilan perekahan hidrolik berdasarkan productivity index secara
operasional, maksudnya adalah membandingkan harga productivity index sebelum
rekahan dengan harga productivity index setelah rekahan sesuai dengan data-data aktual
di lapangan (operasional). Data operasional tersebut meliputi data sumur, data reservoir,
dan data test produksi.
VI. METODA YANG DIGUNAKAN
Evaluasi stimulasi perekahan hidrolik (hydraulic fracturing) yang dilakukan
meliputi evaluasi terhadap program stimulasi serta evaluasi terhadap keberhasilannya.
Evaluasi terhadap program stimulasi dimaksudkan dengan evaluasi terhadap pemilihan
fluida perekah, pemilihan material pengganjal (proppant) dan pemodelan geometri
perekahan. Evaluasi terhadap tingkat keberhasilan perekahan hidrolik dilakukan
berdasarkan parameter productivity index (PI). Analisa terhadap PI ini dilakukan dengan
membandingkan antara nilai PI setelah dilakukan perekahan hidrolik dengan PI
sebelumnya dengan menggunakan metode perhitungan secara teoritis yang dianggap
sesuai dengan kondisi di lapangan.
Jika dari evaluasi yang telah dilakukan didapatkan bahwa perekahan hidrolik
meningkatkan harga PI, maka operasi stimulasi perekahan hidrolik dinyatakan berhasil.
Sebaliknya jika dari evaluasi yang dilakukan didapatkan bahwa perekahan hidrolik tidak
menaikkan harga PI, maka operasi stimulasi perekahan hidrolik dinyatakan tidak berhasil
dan perlu untuk dievaluasi kembali
VII. RENCANA PELAKSANAAN
Adapun perkiraan lamanya pelaksanaan tugas akhir ini adalah selama 2 bulan ( 8
minggu ) dimulai dari 29 Januari-29 Maret . Tahap pelaksanaan adalah sebagai berikut
:
MINGGU PERTAMA
1.Penenuan Lokasi evaluaso
2.Pengenalan lapangan
3.Pengambilan dan pengolahan data dari lapangan
MINGGU KEDUA
1.Pengambilan dan pengolahan data dari lapangan
2.Diskusi
3.Evaluasi
MINGGU KETIGA
1.Mempelajari mekanika Batuan
2.Mempelajari mekanika fluida
3.Diskusi
MINGGU KEEMPAT
1.Lab Analysis
2.Pemilihan material pengganjal
3.Diskusi
MINGGU KELIMA
1.Pemodelan Geometri rekahan
2.Reservoir Study
MINGGU KEENAM
1.Prosedur Perencanaan Perekahan
2.Diskusi
3.evaluasi
MINGGU KETUJUH
1.Pelaksanaan Operasi Stimulasi Hydraulic Fracturing
2.Diskusi
MINGGU KEDELAPAN
1.Evaluasi Keberhasilan Stimulasi Hydraulic Fracturing
2.Evaluasi Perbandingan Indeks Produktivitas
3.Diskusi
4.Evaluasi
VIII. RENCANA DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I. PENDAHULUAN
BAB II. TINJAUAN UMUM LAPANGAN “X”
2.1. Sejarah Lapangan “X”
2.2. Struktur Geologi dan Stratigrafi Lapangan “X”
2.3. Karakteristik Reservoir Lapangan ”X”
BAB III. DASAR TEORI STIMULASI HYDRAULIC FRACTURING
3.1. Mekanika Batuan
3.2. Mekanika Fluida Hydraulic Fracturing
3.2.1. Rheology
3.2.2. Leak-off Fluida (Kebocoran Fluida)
3.2.3. Fluida Perekah dan Additive
3.3. Material Pengganjal (Proppant)
3.3.1. Jenis Proppant
3.3.2. Spesifikasi Ukuran Proppant
3.3.3. Konduktivitas Proppant
3.3.4. Transportasi Proppant
3.4. Model Geometri Perekahan
3.4.1. PAN American Model
3.4.2. PKN Model
3.4.3. KGD Model
3.5. Prosedur Perencanaan Perekahan
3.5.1. Formation Breakdown
3.5.2. Data Perekahan pada Lapangan yang lalu 3.5.3..Step
Rate Test
3.5.4. Shut-in Decline Test
3.5.5. Back Flow Test
3.5.6. Minifrac
3.5.7. Leak-off Test
3.6Operasi Stimulasi Hydraulic Fracturing
3.6.1. Tekanan Injeksi
3.6.2. Analisis Penurunan Tekanan
BAB IV. EVALUASI STIMULASI HYDRAULIC FRACTURING
4.1. Alasan Dilakukan Stimulasi Hydraulic Fracturing
4.2. Preparasi Data Awal
4.3. Pemilihan Fluida Perekah dan Proppant
4.4. Pelaksanaan Operasi Stimulasi Hydraulic Fracturing
4.4.1. Fill Up
4.4.2. Step Rate Test
4.4.3. Minifrac
4.4.4. Evaluasi Minifrac (Minifrac Matching)
4.4.5. Main Fracturing
4.5. Evaluasi Keberhasilan Stimulasi Hydraulic Fracturing
4.5.1. Evaluasi Desain
4.5.2. Perhitungan Geometri Rekahan
4.5.3. Evaluasi Perbandingan Indeks Produktivitas
4.5.3.1. Metode Prats
4.5.3.2. Metode McGuire-Sikora
BAB V. PEMBAHASAN
BAB VI. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN