USULAN HIBAH PENELITIAN KOLABORASI DOSEN – MAHASISWA PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA TANAH LONGSOR MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH STUDI KASUS KECAMATAN KOKAP KABUPATEN KULON PROGO DIY Abdul Basith, S.T.,M.Si.,Ph.D NIP. 197112271998031003 Defri Nur Ariffah NIM. 08/270444/TK/34549 FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
1. Judul Penelitian : Pemetaan Daerah Rawan Bencana Tanah Longsor Menggunakan Sistem Informasi Geografis dan Teknologi Penginderaan Jauh Studi Kasus Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo DIY
2. Ketua Pelaksana Kegiatana. Nama Lengkap : Abdul Basith, ST, M.Si., Ph.D.b. NIP dan GOL (jika ada) : 197112271998031003c. Fakultas / Jurusan : Teknik/ Teknik Geodesid. Perguruan Tinggi : Universitas Gadjah Madae. Alamat Kantor /No Tel./Fax : Jln. Grafika No. 2 Yogyakarta/6492121/520220f. Alamat Rumah /No Tel./Fax : Jln. Suharno No. 1 Rejodani I RT03 RW03
Sariharjo, Sleman/0274-4360374g. Alamat email / No. HP : [email protected]/085725904600h. Bidang Ilmu : Mitigasi Bencana Alam, Penginderaan
Jauh, Oseanografi3. Anggota Pelaksana Kegiatan I
a. Nama Lengkap / NIM : Defri Nur Ariffah / 08/270444/TK/34549b. Fakultas / Prodi : Teknik/ Teknik Geodesic. Alamat Rumah / No HP / E-mail : Beneran RT 01/ RW 23 Purwobinangun Pakem
(Prof. Dr. Danang Parikesit, M.Sc)NIP. 19650603 199003 1 002
2
JUDUL
PEMETAAN DAERAH RAWAN BENCANA TANAH LONGSOR MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH STUDI KASUS KECAMATAN KOKAP KABUPATEN KULON PROGO DIY
ABSTRAK
Tanah longsor termasuk dalam bencana alam yang sering terjadi di Indonesia. Dari sisi letak geografis, Indonesia terletak pada pertemuan lempeng-lempeng tektonik besar senantiasa aktif bergerak. Tanah longsor dapat dipicu oleh gempa bumi akibat dinamika pergerakan lempeng. Aktifitas manusia yang mengganggu lereng-lereng alami baik untuk ekspansi tempat tinggal, pembukaan lading/perkebunan dan sebagainya dapat memperbesar potensi terjadinya bencana tanah longsor.
Bencana tanah longsor sering mengakibatkan hilangnnya jiwa maupun kerusakan infrastruktur. Untuk meminimalkan dampak bencana salah satunya adalah dengan cara pembuatan peta zonasi daerah rawan bencana yang dengan ini lokasi kegiatan pembangunan dapat diarahkan ke daerah yang aman dari ancaman bencana. Tersedianya data-data spasial seperti DEM (Digital Elevation Model), citra satelit, dan peta-peta faktor penyebab tanah longsor mendukung untuk dibuatnya peta daerah rawan tanah longsor.
Penelitian yang diusulkan ini dimaksudkan untuk membuat peta daerah rawan bencana tanah longsor untuk Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo DIY yang terindikasi sebagai daerah rawan bencana tanah longsor. Data-data spasial yang digunakan untuk memetakan kawasan rawan longsor meliputi peta kemiringan lereng, peta ketinggian, peta tata guna tanah, peta geologi, peta bentuk morfologi medan, peta jenis tanah dan peta jalan. Peta kemiringan dan morfologi lereng diturunkan dari DEM misi satelit SRTM (Shuttle Radar Topographic Mission). Peta tataguna lahan diturunkan dari citra sensor ASTER (Advanced Spaceborne Thermal Emission and Reflection Radiometer) pada satelit TERRA. Penggunaan citra ASTER dimaksudkan untuk menghasilkan peta tataguna lahan terkini. Modifikasi lereng dapat diasosiasikan dengan kedekatannya dengan jalan raya. Masing-masing peta ini dibagi kedalam beberapa kelas dan diberikan bobot menggunakan pendekatan AHP (Analitycal Hierarchy Process). operasi tumpang tindih dilakukan untuk menghasilkan peta kerawanan bencana tanah longsor. Daerah-daerah yang diindikasikan mempunyai status kerawanan tinggi dilakukan pengecekan.
3
I. PENDAHULUAN
I.2. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara yang mempunyai bentang alam yang sangat unik dan
kompleks. Unik dan kompleks karena dari segi geologi, merupakan posisi bertemunya tiga
lempeng besar, yaitu lempeng Pasifik di sebelah timur, lempeng Australia di sebelah selatan
dan Lempeng Euro-Asia di sebelah barat. Pertemuan ketiga lempeng benua ini
memunculkan jalur Mediterania, jalur Pasifik (circum pasifik) dan jalur Australia yang
bersifat vulkanis seismis. Sehingga Indonesia mempunyai aktivitas vulkanis dan seismis yang
tinggi. Misal dengan tingginya frekuensi aktivitas gunung api yang fluktuatif, aktivitas
kegempaan, bencana tanah longsor dan lain sebagainya. Dinamika lempeng yang cukup
intensif juga telah membentuk relief permukaan bumi yang khas dan cukup bervariasi, dari
wilayah pegunungan dengan lereng-lerengnya yang curam dan seakan menyiratkan potensi
longsor yang tinggi hingga wilayah yang landai sepanjang pantai dengan potensi ancaman
banjir, penurunan tanah dan tsunaminya (Sadisun, 2005-2006).
Bencana geologi yang sering terjadi di Indonesia salah satunya adalah bencana tanah
longsor, yang dapat disebabkan oleh faktor alamiah dan faktor non-alamiah. Faktor alamiah
yang mengakibatkan tanah longsor, salah satunya adalah jenis tanah, tingkat kelerengan
tanah, faktor iklim, kelembapan dan lain sebagainya. Sedangkan faktor non-alamiah,
misalnya penggunaan tanah oleh manusia. yang secara signifikan mengubah keadaan tanah
dalam periode yang relatif lama. Banyaknya aktivitas yang dilakukan oleh manusia terhadap
tanah, banyak mempengaruhi sifat-sifat alami tanah sehingga keadaannya berubah dan
diiringi dengan pertumbuhan penduduk yang meningkat sehingga akhirnya menggeser
fungsi tanah yang secara signifikan mengubah keadaan tanah dalam periode yang relatif
lama.
Dampak dari bencana yang terjadi dapat dipastikan merugikan baik terhadap manusia
maupun terhadap ekosistem yang ada disekitarnya. Untuk mereduksi kerugian yang
diakibatkan maka diperlukan suatu informasi yang memuat daerah rawan bencana tanah
longsor. Hal ini berkaitan dengan tingkat kepadatan penduduk dan kegiatan ekonomi yang
ada. Oleh karena itu lokasi-lokasi yang rawan terjadinya bencana tanah longsor perlu
4
dipetakan dan diperhatikan untuk dilakukan pemantauan. Namun tidak semua lokasi
dengan tingkat kerawanan tinggi mempunyai resiko yang tinggi pula.
Informasi mengenai tingkat potensi suatu daerah terhadap bencana tanah longsor dapat
diwujudkan dalam suatu peta. Untuk mengetahui potensi dari bencana tersebut,
pendekatan yang digunakan untuk menyusun peta, pendekatan yang digunakan haruslah
berdasar sifat dan karakteristiknya. Terjadinya bencana tanah longsor mempunyai pemicu
yang sangat spesifik, sehingga dalam melakukan analisis harus berdasar pada variabel-
variabel memiliki pengaruh terhadap bencana tersebut.
Sistem Informasi Geografi adalah suatu sistem yang diaplikasikan untuk memperoleh,
menyimpan, menganalisa dan mengelola data yang terkait dengan atribut, yang mana
secara spasial mengacu pada keadaan bumi. Dalam kondisi yang khusus sistem komputer
yang handal dalam mengintegrasikan, menyimpan, mengedit, menganalisa, membagi data
menampilkan informasi geografi yang diacu (Muktaf, 2008). Perangkat Sistem Informasi
Geografis (SIG) merupakan perangkat yang mempunyai kemampuan untuk
mengintegrasikan data, baik data spasial maupun data non-spasial menjadi susunan
informasi yang dapat dimanfaatkan untuk pengambilan keputusan. Secara spesifik SIG,
dalam penelitian ini berfungsi untuk melakukan prediksi dan menyajikan hasil dalam bentuk
visualisasi dengan baik dan efektif. Penyajian dalam bentuk visualisasi merupakan salah
satu cara untuk menyampaikan informasi berdasarkan data yang ada. Baik data spasial
maupun non-spasial.
Dalam penerapannya, didalam perangkat SIG terdapat tools untuk melakukan analisis
spasial, operasi aritmatika, operasi logika dan lain sebagainya. Yang nantinya dipergunakan
untuk melakukan melakukan investigasi teknis, manajemen sumberdaya, manajemen asset,
melakukan kajian dampak peristiwa alamiah maupun non-alamiah terhadap lingkungan
maupun manusia, membantu dalam perencanaan wilayah, melakukan fungsi kartografi
dalam penyajian informasi dalam bentuk peta dan lain sebagainya. Sebagai contohnya, SIG
membantu dalam prediksi potensi daerah yang rawan dengan bencana tanah longsor,
banjir, tsunami dan lain sebagainya.
Salah satu data spasial utama yang dibutuhkan untuk membuat peta rawan bencana tanah
longsor dengan perangkat SIG adalah peta ketinggian. DEM (Digital Elevation Model) adalah
5
suatu matriks yang terdiri dari susunan angka yang menggambarkan persebaran informasi
ketinggian diatas permukaan bumi terhadap suatu bidang datum referensi (Smith,2005).
DEM berformat digital, karena menyajikan nilai ketinggian untuk sembarang titik pada suatu
area. Pada DEM yang paling mudah dikenali adalah dengan adanya garis kerangka (skeleton
line), yaitu garis yang membentuk sebuah punggungan bukit maupun patahan dari lembah
yang menjadi karakteristik terrain. Untuk menampilkan DEM yang lebih realistis, dapat
divisualisasikan dalam tampilan 3D.
Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon progo DIY, merupakah salah satu daerah dengan
bentang alam yang kompleks. Memiliki morfologi tanah yang berbukit dan datar yaitu
sekitar 2955 Ha (41,1%) mempunyai kemiringan >40%, dan sekitar 2769 Ha (38,5%)
mempunyai kemiringan 15-40% dari total luas area 7184Ha (Kulon Progo Regency, 2005).
Selain itu kondisi fisik lahannya berupa lereng yang curam, dengan jenis tanah yang
mendominasi adalah tanah lempungan disertai dengan curah hujan yang cukup tinggi
(Sartohadi & Fitria, 2008). Sehingga sangat berpotensi terjadinya tanah longsor. Serta
belum adanya peta bencana tanah longsor tingkat kecamatan yang dibuat dan
dipublikasikan kepada masyarakat.
Dengan kodisi morfologi diatas, kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo memiliki potensi
terhadap terjadinya bahaya bencana tanah longsor. Salah satu contoh pada hari Minggu, 1
Januari 2012 terjadi bencana tanah longsor yang terjadi di empat kecamatan. Dari data yang
sudah masuk ke BPBD, jumlah titik longsoran di seluruh Kulonprogo mencapai belasan yang
tersebar di Kecamatan Samigaluh, Kalibawang, Girimulyo, dan Kokap (Tribun Jakarta Edisi
Pagi, 30 April 2012). Dalam liputan yang dimuat di http://jogja.siagabencana.net pada 7
Januari 2012 menyebutkan bahwa Empat Kecamatan di wilayah Kabupaten Kulonprogo
dimusim penghujan ini rawan terhadap bencana tanah longsor. Ke empat kecamatan itu
adalah, Kecamatan Samigaluh,kecamatan Kalibawan, Kecamatan Girimulyo dan Kecamatan
Kokap di Desa Kalirejo. Relawan Jogja Siaga Bencana yang bertugas di Kulonprogo,
melaporkan bahwa BPBD Kabupaten Kulonprogo, sampai saat ini masih terus melakukan
pemetakan terhadap titik-titik rawan di wilayah Kulonprogo yang berpotensi mengalami
Tersedianya peta rawan bencana telah dirintis pada tingkat desa, di Kecamatan Kokap hanya
Desa Hargotirto yang membuat peta rawan bencana dengan berbasis pengetahuan lokal
menggunakan peta desa turunan dari peta rupa bumi skala 1:25.000
(http://tekno.kompas.com). Tetapi tidak banyak warga yang bisa membaca peta tersebut,
sehingga dikhawatirkan nantinya informasi yang sudah dipetakan tidak dapat tersampaikan
dengan baik kepada masyarakat di daerah rawan bencana tanah longsor. Oleh karena itu,
peneliti ingin melakukan pemetaan daerah rawan longsor dengan teknologi penginderaan
jarak jauh sehingga dapat mencakup tingkat kecamatan.
Potensi degradasi lahan di Kecamatan Kokap memiliki tingkat potensi yang tinggi, meliputi
bentuk lahan Pegunungan yang secara administratif meliputi sebagian daerah di Desa
Hargowilis, Hargorejo, Hargotirto, Kalirejo dan Hargomulyo (Sartohadi & Fitria, 2008).
Degradasi lahan ini terjadi terus menerus karena penggunaan lahan untuk pertanian.
Daerah yang mempunyai kemungkinan terkena imbas dari bencana tanah longsor secara
langsung maupun tidak adalah daerah yang mencakup wilayah pertanian dan pemukiman.
Hal ini semakin menguatkan potensi terjadinya bencana tanah longsor di Kecamatan Kokap
I.2. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang penelitian diatas maka dapat dirumuskan tentang perlunya
pembuatan peta area rawan bencana tanah longsor di Kecamatan Kokap Kabutapen Kulon
Progo menggunakan SIG yang melibatkan data-data spasial faktor penyebab tanah longsor
dan teknologi penginderaan jauh (inderaja).
I.3. TUJUAN
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah membuat peta daerah rawan bencana tanah
longsor menggunakan SIG dan teknologi inderaja untuk kecamatan Kecamatan Kokap
Kabutapen Kulon Progo.
7
I.4 KEGUNAAN PENELITIAN
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat berfungsi untuk
1. Sebagai salah satu sumber informasi kebencanaan untuk mitigasi bencana
2. Sebagai alternatif pembelajaran untuk masyarakat.
II. STUDI PUSTAKA
Penelitian yang akan dilakukan adalah pemetaan daerah rawan bencana tanah longsor
menggunakan media perangkat sistem informasi geografis, menggunakan data DEM. Untuk
melakukan pemetaan dibutuhkan beberapa data spasial dan non-spasial, salah satu data
spasial terpenting adalah data DEM yang memberikan informasi berupa data ketinggian,
dan nantinya dapat dibuat peta kelerengan.
Peta rawan bencana tanah longsor adalah satu satu bentuk informasi kebencanaan yang
sangat dibutuhkan. Terlebih pada daerah-daerah yang mempunyai karakteristik kompleks
dan mempunyai potensi terjadinya bencana tanah longsor karena faktor alamiah dan faktor
dinamika kehidupan manusia. Secara umum, makin curam kemiringan lereng suatu
kawasan, maka makin besar pula kemungkinan terjadinya tanah longsor. Semua material
bumi pada daerah lereng, memiliki “sudut mengaso” atau sudut di mana material akan
tetap stabil. Material ini akan tetap stabil hingga kemiringan 30 derajat, akan tetapi tanah
yang basah akan mulai meluncur jika sudut lereng lebih dari 1 atau 2 derajat saja (Mustafa,
2006).
Menurut Kementrian Negara Lingkungan Hidup (2007) batuan yang mudah desintegrasi,
pola patahan batuan, perlapisan batuan, ketebalan tanah lapuk, kemiringan curam,
kandungan air tinggi dan getaran gempa merupakan sifat geologis yang mempengaruhi
proses longsoran, manusia dapat sebagai faktor pemacu proses longsoran, misalnya secara
sengaja melakukan penambahan beban, penambahan kadar air dan penambahan sudut
lereng. Karena faktor kadar air yang cukup dominan, maka bencana tanah longsor sering
terjadi di musim hujan.
8
Menurut Sugalang dan Siagian (1991) analisis longsor didasarkan pada lima faktor yang
menyebabkan kelongsoran, yaitu :
1. Geologi : meliputi sifat fisik batuan, sifat keteknikan batuan, batu/tanah
pelapukan, susunan dan kedudukan batuan (stratigrafi) dan struktur geologi;
2. Morfologi : aspek yang diperhatikan adalah kemiringan lereng dan permukaan
lahan
3. Curah hujan: meliputi intensitas dan lama hujan;
4. Penggunaan lahan : meliputi pengolahan lahan dan vegetasi penutup
5. Kegempaan : meliputi intensitas gempa.
Berdasarkan pda faktor-tersebut disusun tingkatan kerawanan bencana tanah longsor
dengan mengacu pada tabel 1.
Tabel 1 : Kriteria Klas Kerawanan Longsor
No. Kelas Kerawanan Kriteria 1. Tidak Rawan a. Jarang atau tidak pernah terjadi bencana longsor atau
baru, kecuali di sekitar tebing sungaib. Topografi datar hingga landai bergelombangc. Kelerengan < 15%d. Material bukan lempung atau rombakan (talus)
2. Rawan a. Jarang terjadi longsor kecuali bila lerengnya terganggub. Topografi landai hingga sangat terjalc. Lereng berkisar antara (5-15%) dan (<=70%)d. Vegetasi penutup antara kurang hingga sangat rapate. Batuan penyusun lereng umumnya lapuk tebal
3. Sangat rawan a. Dapat dan sering terjadi longsorb. Longsor lama dan baru aktif terjadic. Curah hujan tinggid. Topografi landai hingga sangat curame. Kelerengan (5-15%) dan (>=70%)f. Vegetasi penutup antara kurang hingga sangat kurangg. Batuan penyusun lereng lapuk tebal dan rapuh
Sumber : Sugalang dan Siagian (1991)
Analisis yang serupa juga dipergunakan oleh Wiyono (2004) yang mengacu pada Van Zuidam
dan Van Zuidam Cancelado (1979). Dalam analisis penentuan rawan longsor didasarkan
pada kondisi fisik daerah, yaitu penggunaan lahan, kemiringan lereng, jenis tanah dan curah
9
hujan. Yang kemudian dilakukan pembobotan untuk mendapatkan kelas-kelas daerah rawan
longsor. Variabel pendukung tingkat kerawanan tinggo diberi skor tertinggi dan variabel
yang kurang mendukung tingkat kerawanan diberi skor terendah.
III. METODE PENELITIAN
III.1. LOKASI PENELITIAN
Penelitian akan dilakukan di Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo Provinsi D.I
Yogyakarta.
III.2. DATA YANG DIGUNAKAN
1. Data spasial
a. Data DEM
b. Citra ASTER
c. Peta geologi
10
d. Peta jenis tanah
e. Peta Rupa Bumi
2. Perangkat keras dan lunak:
a. Notebook/ Laptop untuk pengolahan data
b. External Hardisk untuk penyimpanan data spasial dalam bentuk digital
c. Flash USB untuk transfer data
d. Perangkat Lunak ARCGIS 9.3 dan Autocad Map 2004 untuk pengolahan data
e. Microsoft Office 2007 untuk pengolahan data dan pelaporan
III.3. TAHAPAN PENELITIAN
Penelitian direncanakan akan dilaksanakan selama 6 bulan dengan diagram alir yang
ditunjukkan pada gambar 1. Pada bulan pertama sampai ke dua penelitian difokuskan pada
persiapan bahan dan alat. Persiapan bahan penelitian dilakukan dengan pengumpulan data-
data yang dibutuhkan serta studi literatur yang lebih luas dan lebih banyak. Selanjutnya
akan dilakukan proses pengolahan dan analisa hasil pengolahan. Detail tahapan penelitian
secara berikut :
1. Persiapan yang meliputi penyediaan perangkat lunak (software) dan keras
(hardware)
2. Studi literatur dan Pengumpulan bahan penelitian
- Studi literatur laporan penelitian, jurnal, skripsi dan lain sebagainya
- Pengumpulan data spasial daerah penelitian
- Pengumpulan data non-spasial daerah penelitian
3. Pengolahan data meliputi
- Melakukan penyeragaman sistem proyeksi masing-masing data spasial
- Melakukan cropping daerah penelitian sesuai dengan batas
administrasi kecamatan pada data spasial
- Melakukan klasifikasi penggunaan lahan dengan menggunakan teknik
interpretasi visual dari citra sebagai salah satu data spasial
- Melakukan ekstraksi data SRTM menjadi data DEM yang kemudian
11
dipergunakan untuk data kelerengan
- Melakukan penggabungan dan klasifikasi data spasial maupun non-
spasial sebagai variabel pendukung tingkat kerawanan terjadinya tanah
longsor.
- Melakukan overlay data spasial dari tiap variabel pendukung tingkat
kerawanan tanah longsor
4. Tahap Analisa hasil pengolahan
- Melakukan cek lapangan untuk menguji hasil klasifikasi penggunaan
lahan
- Melakukan analisa berdasarkan pada pembobotan tiap variabel sesuai
dengan tingkat pendukung terhadap terjadinya bencana tanah longsor
- Melakukan pengklasan tingkat rawan tanah longsor menjadi 3 tingkat
yaitu tidak rawan, rawan dan sangat rawan
5. Visualisasi hasil analisa dilakukan dengan proses kartografi agar informasi yang
disajikan dapat dikomunikasikan oleh masyarakat.
6. Pelaporan dan diseminasi, dimana proses penelitian dilaporkan secara
terstruktur sesuai dengan yang telah dilaksanakan. Dan hasil penelitian akan
dipublikasikan kepada masyarakat di daerah penelitian dan kamunitas
keilmuan/akademik.
12
III.4. DIAGRAM ALIR
13
Mulai
Persiapan perangkat keras dan perangkat lunak
Persiapan data dan peta
Pengumpulan data spasial berupa data dan peta
Pengumpulan data non-spasial
Penyeragaman format data dan sistem proyeksi peta
Pembobotan sesuai tingkatan pendukung terhadap kerawanan tanah longsor
Penggabungan data spasial dan non-spasial
Melakukan overlay data
Melakukan analisis hasil overlay
Pengecekan lapangan
Selesai
Pelaporan dan diseminasi
III.5. INDIKATOR CAPAIAN PENELITIAN
Indikator yang menunjukkan tercapainya tujuan penelitian adalah dengan
a. Bahan penelitian berupa data spasial dan non-spasial merupakan data terbaru dan
sesuai dengan keadaan di lapangan.
b. Perangkat yang dipergunakan dapat mengoptimalkan jalannya pemrosesan data.
c. Pembobotan yang dilakukan merupakan pembobotan relatif antar variabel
sehingga menjadi pembobotan yang proporsional
d. Analisis hasil tumpang-tindih/ overlay merupakan analisis berdasar data dengan
menggunakan beberapa macam analisis spasial
e. Dihasilkan peta yang mudah dipahami oleh pengguna (akademika, pemerintah,
masyarakat)
IV. LUARAN PENELITIAN
Penelitian yang diusulkan ini diharapkan mempunyai luaran sebagai berikut:
1. Laporan penelitian berupa substansi dan keuangan
2. Peta rawan bencana tanah longsor
3. Makalah dalam jurnal nasional
V. JADWAL PENELITIAN
Pelaksanaan penelitian direncanakan sesuai tabel berikut ini:
No. Kegiatan Waktu Pelaksanaan
Indikator Kinerja
1. Persiapan perangkat lunak dan keras
21 Mei – 4 Juni 2012
Tersedianya perangkat lunak dan keras yang digunakan untuk mengolah data.
2. Studi literatur dan Pengumpulan data (spasial dan non-spasial)
5 Juni – 5 Juli 2012
Didapatkan informasi mengenai penelitian yang lebih banyak dalam untuk mendukung selama proses pengolahan sampai dengan analisa hasil pengolahan data. Serta tersedianya data –data yang dibutuhkan untuk dilakukan pengolahan. Baik data spasial dan non-spasial.
14
3. Pengolahan data 6 Juli- 6 Agustus 2012
Melakukan pengolahan data spasial berupa peta dan menggabungkan dengan data non-spasia. Sehingga menjadi data yang siap dilakukan analisis.
4. Melakukan analisis hasil pengolahan data
7 Agustus – 7 September 2012
Melakukan analisis hasil pengolahan dalam bentuk zona-zona rawan longsor sesuai dengan keadaan spasialnya.
5. Melakukan visualisasi hasil analisis
8 September - 30 September 2012
Visualisasi hasil analisis dalam bentuk peta rawan bencana dengan tingkatan tidak rawan, rawan dan sangat rawan.
6. Membuat pelaporan
1 - 22 oktober 2012
Membuat buku laporan Akhir dalam bentuk laporan substansi dan laporan keuangan, manuskrip publikasi dan makalah seminar
7. Penyerahan laporan akhir dan naskah publikasi
23 oktober – 20 November 2012
Naskah dan laporan akhir diterima oleh LPPM
VI. ORGANISASI TIM PENELITI
No. Nama dan Gelar, NIP/NIM Bidang Keahlian TugasTanggung Jawab
BIODATA PENGUSUL PENELITIAN KOLABORASI DOSEN – MAHASISWA TA 2012
I. IDENTITAS DIRI
1. Nama Lengkap (dengan gelar) Abdul Basith, ST, M.Si., Ph.D.2. Jabatan Fungsional Lektor3. NIP 1971122719980310034. Tempat dan Tanggal Lahir Demak, 27 Desember 19715. Alamat Rumah Jln. Suharno No. 1 Rejodani I RT03 RW03 Sariharjo,
Ngaglik, Sleman, Yogyakarta 6. Nomor Telepon/Fax Rumah 0274-4360374/-7. Nomor HP 0857259046008. Alamat Kantor Jln. Grafika No. 2 Yogyakarta9. Nomor Telepon/Fax Kantor 0274-6492121/52022010. Alamat e-mail [email protected]