PENGARUH DIET HIPERTENSI PADA LANSIA TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU DI DESA KUCUR DUSUN KLASEMAN RW 09 KECAMATAN DAU KABUPATEN MALANG Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Profesi Gerontologi Oleh : Kelompok IV PSIK B 2013 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENGARUH DIET HIPERTENSI PADA LANSIA TERHADAP
PERUBAHAN PERILAKU DI DESA KUCUR DUSUN
KLASEMAN RW 09 KECAMATAN DAU
KABUPATEN MALANG
Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Profesi Gerontologi
Oleh :
Kelompok IV
PSIK B
2013
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Lansia adalah proses yang mengubah seseorang dewasa sehat menjadi
seseorang yang frail dengan berkurangnya sebagian besar cadangan sistem
fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan
kematian. Seiring dengan bertambahnya usia, terjadi berbagai perubahan
fisiologis yang tidak hanya berpengaruh terhadap penampilan fisis, namun juga
terhadap fungsi dan tanggapannya pada kehidupan sehari-hari (Stanley, 2006).
Menurut Hawari (2007) lansia bukan merupakan suatu penyakit, namun
merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang sering disebut sebagai
proses penuaan atau ‘’senescene” dalam bahasa latinnya. Proses menua atau
’senescene” memiliki arti tumbuh menjadi tua dan merupakan suatu siklus
kehidupan yang ditandai dengan tahap-tahap menurunnya berbagai fungsi organ
tubuh.
Penurunan berbagai organ, fungsi, dan sistem tubuh yang terjadi pada
lansia dapat bersifat alamiah/fisiologi dan juga bersifat patologis. Perubahan
fisiologis meliputi penurunan, fungsi immunitas, fungsi pengindraan, fungsi
pendengaran, fungsi pencernaan, fungsi perkemihan, fungsi muskuloskeletal,
fungsi kardiovaskuler, dan lain-lain. Penurunan fungsi tersebut disebabkan
berkurangnnya jumlah dan kemampuan sel tubuh (Pudjiastuti, 2003). Beberapa
penurunan fungsi yang terjadi pada lansia, yang perlu menjadi perhatian adalah
sistem kardiovaskuler, karena jumlah lansia yang menderita penyakit akibat
penurunan fungsi kardiovaskuler masih dalam jumlah yang banyak. Perubahan
sistem kardiovaskuker meliputi perubahan struktur dan mekanik dan atau fungsi
dari dinding pembuluh darah, sehingga mengakibatkan penebalan dinding
dengan peningkatan kekakuan, lumen yang melebar dan kemudian diikuti
dengan penurunan vascular compliance. Dampak dari perubahan pada
pembuluh darah tersebut mengakibatkan peningkatan tekanan darah (hipertensi)
dan penumpukan plak aterosklerosis yang berdampak pada penyakit
kardiovaskuler lainnya seperti penyakit jantung koroner, infark jantung, stroke
dan penyakit pembuluh darah. (Lakatta & Levy, 2003; Klatz & Goldman, 2003;
Najjar et al., 2005; Jani & Rajkumar, 2006; Nilson, 2008).
Jumlah lansia yang mengalami hipertensi diketahui masih tinggi, diketahui
di Indonesia sekitar 50-60% pada populasi lansia menderita hipertensi (Depkes
RI, 2009). Hal tersebut juga didukung oleh data yang didapatkan pada lahan
Binaan di Dusun Klaseman, Desa Kucur, Kecamatan Dau bahwa pada 3 bulan
terakhir (April-Mei) kunjungan terbanyak lansia adalah dengan masalah
hipertensi yaitu sebanyak 21 lansia dari 47 lansia. Data tersebut, menunjukkan
bahwa masalah kesehatan yang dialami oleh mayoritas lansia di lahan Binaan
adalah masalah kesehatan pada sistem kardiovaskuler khususnya penyakit
hipertensi.
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah persisten/menetap
dengan tekanan sistolik sedikitnya 140 mmHg dan tekanan diastolik sedikitnya
90 mmHg dalam pembuluh darah arteri secara terus - menerus lebih dari satu
periode (Price dan Wilson, 2005). Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya
hipertensi adalah faktor yang dapat dimodifikasi dan faktor yang tidak dapat
dimodifikasi. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi meliputi genetik, umur, seks,
dll, sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi adalah merokok, obesitas, emosi,
stress dan lain-lain (Bustan, 2007). Selain faktor penyebab, perlu juga diketahui
tanda dan gejala penyakit hipertensi. Tanda dan gejala penyakit hipertensi yang
dirasakan pada masing-masing invidu adalah berbeda-beda, bahkan ada yang
sama sekali tidak memunculkan atau tidak merasakan gejala hipertensi sama
sekali, tetapi diketahui menderita hipertensi saat dilakukan pengukuran tekanan
darah, sehingga hipertensi sering juga disebut sebagai ”silent killer” atau
pembunuh secara diam-diam.
Hal tersebut sangat berbahaya mengingat bahwa hipertensi akan
memunculkan beberapa komplikasi jika tidak ditangani atau tidak terkontrol
akibat sifat ”silent killer” daripada hipertensi. Komplikasi tersebut dapat berupa
kerusakan/kematian target organ meliputi retinopati dan penyakit arteri perifer,
gagal jantung, insufisiensi ginjal kronis dan CVA atau stroke, dan pada akhirnya
akan mengakibatkan kematian. Oleh sebab itu, untuk mencegah terjadinya
komplikasi tersebut, maka diperlukannya beberapa menejemen kesehatan baik
pada individu yang menderita hipertensi ataupun keluarga yang memiliki anggota
keluarga dengan hipertensi. Menejemen kesehatan dapat berupa perubahan
perilaku atau gaya hidup dari yang tidak sehat menuju gaya hidup yang sehat,
mengontrol stress, teratur berolah raga, serta mengontrol hipertensi dengan
patuh terhadap pengobatan.
Tugas profesi keperawatan dalam membantu proses pelaksanaan
menejemen kesehatan tersebut baik pada invidu (lansia) dengan hipertensi
maupun pada keluarga yang memiliki anggota keluarga (lansia) dengan
hipertensi adalah dengan melaksanakan asuhan keperawatan yang meliputi
pengkajian, perumusan diagnose keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan
monitoring.
Pelaksanaan menejemen kesehatan baik pada individu maupun keluarga
bukan mudah untuk dilakukan, karena mengingat kemungkinan adanya
keterbatasan yang dimiliki baik individu maupaun keluarga .Kemungkinan
keterbatasan individu meliputi pengobatan hipertensi yang secara kontinu, jika
dikaitkan dengan lansia yang secara fisiologis mengalami penurunan daya ingat
dan daya serap terhadap informasi yang diberikan, maka hal tersebut akan
mempengaruhi lansia dalam proses pengobatan yang sedang atau yang akan
dijalankan. Kemungkinan keterbatasan keluarga meliputi kurang pengetahuan
akan bahaya yang ditimbulkan akibat dari penyakit hipertensi yang dialami
anggota keluarga, ketidakmampuan dalam melakukan pemantauan pengobatan
serta penyajian diet, dan lain-lain.
Berdasarkan fenomena yang ada di lokasi binaan, melalui survey
menejemen hipertensi yang telah dilakukan oleh kelompok melalui kuisioner,
didapatkan hasil bahwa mayoritas lansia yang hipertensi di Dusun Klaseman RW
09 memiliki masalah tentang pengetahuan dalam penatalaksanaan diet
hipertensi yang tepat. Oleh sebab itu, kelompok tertarik untuk melakukan
penelitian tentang pengaruh diet hipertensi pada lansia dengan hipertensi
terhadap perubahan perilaku di. Dusun Klaseman, Desa Kucur, Kecamatan Dau.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Bagaimana diet hipertensi pada lansia di Dusun Klaseman RW 09,
Desa Kucur, Kecamatan Dau?
1.2.2. Bagaimana perilaku lansia di Dusun Klaseman RW 09, Desa Kucur,
Kecamatan Dau?
1.2.3. Adakah pengaruh diet hipertensi terhadap perubahan perilaku pada
lansia di Dusun Klaseman RW 09, Desa Kucur, Kecamatan Dau?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui perubahan perilaku pada lansia di Dusun Klaseman
RW 09, Desa Kucur, Kecamatan Dau setelah dilakukan intervensi
keperawatan
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi diet hipertensi pada lansia di Dusun Klaseman RW
09, Desa Kucur, Kecamatan Dau?
2. Mengidentifikasi perilaku lansia di Dusun Klaseman RW 09, Desa
Kucur, Kecamatan Dau?
3. Mengetahui adakah pengaruh diet hipertensi terhadap perubahan
perilaku pada lansia di Dusun Klaseman RW 09, Desa Kucur,
Kecamatan Dau setelah dilakukan intervensi keperawatan?
1.4. Manfaat Penelitian
1.1.1.1. Bagi Lahan Binaan
Memberi informasi mengenai diet hipertensi dan perlunya
perubahan perilaku lansia dalam mengontrol hipertensi.
1.1.1.2. Bagi Responden
Mendapat perubahan pengetahuan, perilaku dan sikap dalam
mengontrol hipertensi.
1.1.1.3. Bagi Keluarga
Mendapat pengetahuan baru tentang cara merawat,
memanajemen kesehatan dan memaksimalkan dukungan pada lansia
dengan hipertensi, sehingga dapat membantu memaksimalkan
kesehatan lansia melalui pengontrolan perilaku dan sikap lansia
terhadap diet hipertensi sesuai dengan standar
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Lansia
2.1.1 Pengertian Lansia
Lansia menurut UU no 4 tahun 1965 adalah seseorang yang
mencapai umur 55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk
keperluan hidupnya sehari – hari dan menerima nafkah dari orang lain
(wahyudi, 2000). Sedangkan menurut UU no.12 tahun 1998 tentang
kesejahteraan lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang telah mencapai
usia diatas 60 tahun (Depsos,1999). Proses penuaan disebut pula
dengan nama “senescene”, kata ini diambil dari bahasa latin yang artinya
tumbuh menjadi tua. Proses penuaan adalah siklus kehidupan yang
ditandai dengan tahap-tahap menurunnya berbagai fungsi organ tubuh
misalya pada sistem kardiovaskuler dan pembuluh darah, pernafasan,
pencernaan, endokrin, dan lain sebagainya. (FKUI, 2007).
Lansia adalah proses yang mengubah seseorang dewasa sehat
menjadi seseorang yang frail dengan berkurangnya sebagian besar
cadangan sistem fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap
berbagai penyakit dan kematian. Seiring dengan bertambahnya usia,
terjadi berbagai perubahan fisiologis yang tidak hanya berpengaruh
terhadap penampilan fisis, namun juga terhadap fungsi dan tanggapannya
pada kehidupan sehari-hari (Ilmu Penyakit Dalam, 2006).
Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari
suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan
tubuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan. Penurunan berbagai
organ, fungsi, dan sistem tubuh itu bersifat alamiah/fisiologi atau patologis.
Penurunan tersebut disebabkan berkurangnnya jumlah dan kemampuan
sel tubuh (Pudjiastuti, 2003).
2.1.2 Teori Penuaan
1. Teori Biologis
Teori Biologis mencoba untuk menjelaskan proses fisik penuaan,
termasuk perubahan fungsi dan struktur, panjang usia, dan kematian.
Perubahan-perubahan dalam tubuh termasuk perubahan molekular dan
seluler dalam sistem organ utama dan kemampuan tubuh untuk berfungsi
secara adekuat dan melawan penyakit. Teori Biologis yang
mempengaruhi kualitas tidur antara lain:
a. Riwayat Lingkungan
Menurut teori ini, faktor-faktor di dalam lingkungan (misalnya
karsinogen dari industri, cahaya matahari, trauma, dan infeksi) dapat
membawa perubahan dalam proses penuaan. Walaupun faktor-faktor
ini diketahui dapat mempercepat penuaan, dampak dari lingkungan
lebih merupakan dampak sekunder dan bukan merupakan faktor
utama dalam penuaan.
b. Teori Imunitas
Teori imunitas menggambarkan suatu kemunduran dalam
sistem imun yang berhubungan dengan penuaan. Ketika orang
bertambah tua, pertahanan mereka terhadap organisme asing
mengalami penurunan, sehingga mereka lebih rentan untuk menderita
berbagai penyakit seperti kanker dan infeksi. Seiring dengan
berkurangnnya fungsi sistem imun, terjadilah peningkatan dalam
respon autoimun tubuh. Ketika orang mengalami penuaan, mereka
mungkin mengalami penyakit autoimun seperti artritis reumatoid dan
alergi terhadap makanan dan faktor lingkungan lain.
c. Teori Neuroendokrin
Para ahli telah memikirkan bahwa penuaan terjadi oleh karena
adanya suatu perlambatan dalam sekresi hormon tertentu yang
mempunyai suatu dampak pada reaksi yang diatur oleh sistem saraf.
Salah satu area neurologi yang mengalami gangguan secara universal
akibat penuaan adalah waktu reaksi yang diperlukan untuk menerima,
memproses, dan bereaksi terhadap perintah.
2. Teori Psikososial
Teori psikososial memusatkan perhatian pada perubahan sikap
dan perilaku yang menyertai peningkatan usia, sebagai lawan dari
implikasi biologi pada kerusakan anatomis. Teori psikososial antara lain :
a. Teori Kepribadian
Teori kepribadian menyebutkan aspek-aspek pertumbuhan psikologis
tanpa menggambarkan harapan atau tugas spesifik lansia. Jung
mengembangkan suatu teori pengembangan kepribadian orang
dewasa yang memandang kepribadian sebagai ekstrovert atau
introvert..
b. Teori Tugas Perkembangan
Tugas perkembangan adalah aktivitas dan tantangan yang harus
dipenuhi oleh seseorang pada tahap-tahap spesifik dalam
kehidupannya untuk mencapai penuaan yang sukses. Tugas utama
lansia adalah mampu melihat kehidupan seseorang sebagai kehidupan
yang dijalani dengan integritas. Pada kondisi tidak adanya pencapaian
perasaan bahwa ia telah menikmati kehidupan yang baik, maka lansia
tersebut berisiko untuk disibukkan dengan rasa penyesalan atau putus
asa.
c. Teori Disengagement
Teori disengagement (teori pemutusan hubungan), dikembangkan
pertama kali pada awal tahun 1960-an, menggambarkan proses
penarikan diri oleh lansia dari peran masyarakat dan tanggung
jawabnya. Lansia dikatakan akan bahagia apabila kontak sosial telah
berkurang dan tanggung jawab telah diambil oleh generasi yang lebih
muda. Manfaat pengurangan kontak sosial bagi lansia adalah agar ia
dapat menyediakan waktu untuk merefleksikan pencapaian hidupnya
dan untuk menghadapi harapan yang tidak terpenuhi.
d. Teori Aktivitas
Lawan langsung dari teori disengagement adalah teori aktivitas
penuaan, yang berpendapat bahwa jalan menuju penuaan yang
sukses adalah dengan cara tetap aktif. Havighurts yang pertama kali
menulis tentang pentingnya tetap aktif secara sosial sebagai alat untuk
penyesuaian diri yang sehat untuk lansia pada tahun 1952. Sejak saat
itu, berbagai penelitian telah memvalidasi hubungan positif antara
mempertahankan interaksi yang penuh arti dengan orang lain dan
kesejahteraan fisik dan mental orang tersebut.
e. Teori Kontinuitas
Teori kontinuitas, juga dikenal sebagai suatu teori perkembangan,
merupakan suatu kelanjutan dari kedua teori sebelumnya dan
mencoba untuk menjelaskan dampak kepribadian pada kebutuhan
untuk tetap aktif atau memisahkan diri agar mencapai kebahagiaan
dan terpenuhinya kebutuhan di usia tua. Teori ini menekankan pada
kemampuan koping individu sebelumnya dan kepribadian sebagai
dasar untuk memprediksi bagaimana seseorang akan dapat
menyesuaikan diri terhadap perubahan akibat penuaan (Stanley,
2006).
2.1.3 Perubahan pada lansia
1. Perubahan fisik
a. Perubahan sel
Perubahan ini meliputi jumlah sel lebih sedikit dan lebih besar
ukurannya, berkurangnya cairan tubuh dan berkurangnya cairan intra
seluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, hati,
dan sejumlah sel otak menurun, dan terganggunya mekanisme
perbaikan sel (Nugroho, 2000 ).
b. Sistem Persarafan
Berat otak menurun 10-20% (setiap orang berkurang sel saraf
otaknya setiap hari). Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi,
khususnya dengan stres. Mengecilnya saraf panca indra,
2.3.2 Aturan Diet yang Dianjurkan pada Penderita Hipertensi
Diet Rendah Garam adalah diet yang dianjurkan untuk penderita
hipertensi. Diet ini mengandung cukup zat-zat gizi. Sesuai dengan
keadaan penyakit dapat diberikan berbagai tingkat Diet Rendah Garam.
Beberapa syarat Diet Rendah Garam adalah:
1. Cukup energi, protein, mineral, dan vitamin
2. Bentuk makanan sesuai dengan keadaan penyakit
3. Jumlah natrium disesuaikan dengan berat tidaknya retensi garam atau air
dan/ atau hipertensi
2.3.3 Macam-Macam Diet Rendah Garam
1. Diet Rendah Garam I (200-400 mg Na)
Diet Rendah Garam I diberikan kepada pasien dengan hipertensi
berat (>180/100). Pada pengolahan makanannya tidak ditambahkan
garam dapur. Dihindari bahan makanan yang tinggi kadar natriumnya
2. Diet Rendah Garam II (600-800 mg Na)
Diet Rendah Garam II diberikan kepada pasien dengan
hipertensi tidak terlalu berat (160/100-179/109). Pemberian makanan
sehari sama dengan Diet Rendah Garam I. Pada pengolahan
makanannya boleh menggunakan ½ sdt garam dapur (2 gr). Dihindari
bahan makanan yang tinggi kadar natriumnya.
3. Diet Rendah Garam III (1000-1200 mg Na)
Diet Rendah Garam III diberikan kepada pasien dengan
hipertensi ringan (140/90-159/99). Pemberian makanan sehari sama
dengan Diet Rendah Garam I. Pada pengolahan makanannya boleh
menggunakan 1 sdt (4 gr) garam dapur.
2.3.4 Ukuran Bahan Makanan Sehari-Hari yang Dianjurkan
Bahan Makanan Berat (gr) Urt (ukuran rumah tangga)
Beras 300 5 gelas nasi
Daging 100 2 potongan sedang
Telur ayam 50 1 butir
Tempe 100 4 potong sedang
Kacang hijau 25 2½ sdm
Sayuran 200 2 gelas
Buah 200 2 potong sedang papaya
Minyak 25 2½ sdm
Gula pasir 25 2½ sdm
Ukuran di Atas Disajikan Dengan Pembagian Sebagai Berikut:
Pagi Siang dan Sore
Beras 70 gr = 1 gelas nasi
Telur 50 gr = 1 butir
Sayuran 50 gr = ½ gelas
Minyak 5 gr = ½ sdm
Gula pasir 10 gr = 1 sdm
Beras 140 gr = 2 gelas nasi
Daging 50 gr = 1 potong sedang
Tempe 50 gr = 2 potong sedang
Sayuran 75 gr = ¾ gelas
Buah 100 gr = 1 potong sedang
Minyak 10 gr = 1 sdm
Pukul 10.00
Kacang hijau 25 gr = 2½ sdm
Gula pasir 15 gr = 1½ sdm
2.3.5 Cara Pengolahan Makanan Pada Penderita Hipertensi
1. Rasa yang kurang asin bisa diperbaiki dengan menggunakan bumbu-
bumbu yang tidak mengandung natrium, seperti bawang, jahe, kunir,
daun salam, cuka, dll.
2. Cara memasak yang baik adalah dengan merebus, mengukus,
mengungkep, manumis, memanggang, atau membakar.
3. Hindari menggoreng dengan banyak minyak (disesuaikan pada tabel
ukuran kebutuhan pada)
4. Sayur bisa dimakan mentah atau dilalap.
5. Ubah olahan makanan bersantan dengan jenis olahan tumis atau lainnya.
2.3.6 Contoh Menu Sehari
Pagi Siang Malam
Nasi
Telur rebus
Tumis kacang
panjang
Nasi
Ikan acar kuning
Tahu bacam
Sayur Sop
Pepaya
Nasi
Daging pepes
kukus/pepes tongkol
Keripik tempe
Cah sayuran
Pisang
Untuk meningkatkan pemahaman dan kemampuan anda, dalam
menyajikan menu diet hipertensi, diharapkan anda melakukan kegiatan
memasak sesuai menu di atas.
2.3.7 Beberapa Menu Rekomendasi
1. Tongkol Bumbu Tomat :
a. Lumuri ikan tongkol dengan air jeruk nipis, sisihkan. diamkan 10-15
menit, sisihkan.
b. Panaskan minyak (disesuaikan pada tabel ukuran kebutuhan pada
halaman 5), tumis bawang bombai, bawang putih dan jahe hingga
harum. Masukkan tomat, gula pasir, merica dan air. masak diatas api
kecil hingga mendidih dan matang.
c. Masukkan ikan sesaat sebelum matang. tambahkan daun kemangi
dan tutup wajan. Masak hingga matang. angkat dan sajikan.
2. Tahu Telur Asam Manis
Bahan:
2 putih telur kocok
50 gram tahu putih, iris kotak
1 batang daun bawang
1 batang daun seledri
Saus :
1 siung bawang putih
1 cm jahe, haluskan
¼ sdt merica bubuk
100 ml sari tomat
1 sdm tepung maizena
Cara membuat tahu telur asam manis :
1. Campur tahu, putih telur, daun bawang, daun seledri. aduk rata. Tuang
adonan ke dalam cetakan tahan panas, kukus hingga matang. Angkat,
sisihkan.
2. Saus : panaskan minyak (disesuaikan pada tabel ukuran kebutuhan),
tumis bawang putih dan jahe hingga harum. Masukkan sari tomat dan
gula pasir. tambahkan larutan maizena, masak hingga mendidih.
3. Tata tahu telur kukus di atas piring saji lalu siram dengan saus asam
manis dan sajikan
2.4
BAB III
METODE
3.1 Design
Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain
“Pretest posttest group design”. Penelitian ini adalah untuk mengetahui
perubahan pengetahuan, sikap, dan perilaku dalam melakukan
penatalaksanaan diit individu dengan hipertensi.
3.2 Populasi Dan Sampel
3.2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua semua lansia dengan
hipertensi di dusun Klaseman Selatan Desa Kucur Kecamatan Dau
Kabupaten Malang.
3.2.2 Teknik Sampling
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive
sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang dilakukan tidak
mendasarkan diri pada sastra, random atau daerah, tetapi mendasarkan
adanya tujuan tertentu (Arikunto, 2002) dari jumlah populasi 47 orang yang
dibatasi oleh kriteria inklusi dan eksklusi dan didapatkan 26 orang.
3.2.3 Kriteria Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah lansia dengan hipertensi dengan
kriteria sebagai berikut :
a. Kriteria inklusi
1) Lansia di atas umur 60 tahun
2) Lansia menderita hipertensi
3) Lansia yang berada di RW 09 desa Kucur
b. Kriteria eksklusi
1) Lansia yang tidak mengalami hipertensi
2) Saat penelitian menolak untuk melanjutkan menjadi responden
3.3 Kerangka Kerja
Gambar 4.3 Kerangka kerja penelitian
Populasi: Seluruh lansia dengan hipertensi di dusun Klaseman Selatan Desa Kucur kecamatan Dau Kab.Malang.
Sampel (kriteria inklusi)
Identifikasi Variabel Dependent
Pengetahuan, sikap, dan perilaku dalam diit hipertensi
Identifikasi Variabel Independent
Penatalaksanaan diit hipertensi pada lansia
Baik / kurang baik Posiitif/ negatif
Penatalaksanaan diit lansia hipertensi Penatalaksanaan keluarga lansia
hipertansi
Pengumpulan Data
Menggunakan lembar monitoring (observasional)
Analisa data: Chi Square
Pengolahan data : Editing, Coding, Skoring, Tabulating
Hasil penelitian
Rumusan Masalah
Bagaimanakah penatalaksanaan diit hipertensi pada lansia terhadap perilaku lansia dalam manajemen diit hipertensi di dusun Klaseman Selatan Desa Kucur Kecamatan Dau Kabupaten
Desain : Pretest posttest group design
Kesimpulan
3.4 Variabel Penelitian
3.4.1 Variabel Independent
Penatalaksanaan diit hipertensi pada lansia dan keluarga lansia
3.4.2 Variabel Dependent
Perubahan pengetahuan, sikap, dan perilaku dalam manajemen diit
hipertensi.
3.5 Lokasi Dan Waktu
Dilaksanakan di dusun Klaseman Selatan desa Kucur kecamatan Dau
kabupaten Malang dari tanggal 3 - 29 Juni 2013.
3.6 Instrumen
Lembar observasional
3.7 Metode pengumpulan data
Penelitian ini menggunakan data primer dan skunder. Data primer
diambil dari responden dengan observasi pengetahuan, sikap, dan perilaku
manajemen kesehatan individu (lansia dengan hipertensi) dan keluarga
dengan lansia yang menderita hipertensi. Lembar observasi diisi langsung
oleh peneliti dengan cara wawancara dan mengamati secara langsung
terhadap responden dan keluarga.
Data sekunder diambil dari dokumen-dokumen dan informasi yang
ada di Puskesmas, kantor desa maupun posyandu lansia untuk melihat data
demografi dan riwayat pengobatan lansia.
3.8 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang
diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut (Nursalam, 2003)
Tabel 3.8 Definisi Operasional
No Variabel Definisi operasional Parameter Alat ukur Skala Hasil ukur
1. Penatalaksanaan diit
hipertensi pada
Individu (lansia)
Pemberian
penatalaksanaan
hipertensi terhadap
individu dari segi afektif,
kognitif, dan psikomotor
(promosi
kesehatan/penyuluhan)
Kemampuan kognitif diit hipertensi
Kemampuan afektif diit hipertensi
Kemampuan psikomotor diit
hipertensi
- - -
2. Perubahan
pengetahuan, sikap,
perilaku dalam
Pengetahuan,sikap,
dan perilaku setelah
dilakukan
Penggunaan garam, penyedap
Konsumsi kopi, rokok, sayuran
yang tidak dianjurkan, makanan
Lembar
observasi
Nominal Pengetahuan:
- Baik= >=71
- Kurang baik=
melakukan
manajemen diit
hipertensi
penatalaksanaan diit
hipertensi pada lansia
bersantan/ berminyak, jeroan, ikan
asin/ makanan yang diasinkan
Kesediaan untuk memilih dan
bahan makanan sesuai diit
hipertensi,
memasak sesuai cara yang
dianjurkan
Menu masakan diit
Rasa masakan
Penyajian makanan
<=70
Sikap
- positif= 3
- negatif=<3
Perilaku:
- Patuh=11
- Tidak patuh=<11
3.9 Prosedur pengumpulan data
Sebelum proses pengumpulan data responden dijelaskan tentang tujuan
dan inform consent. Setelah responden diberikan penjelasan, responden
diberikan sejumlah pertanyaan dan dilakukan observasi langsung terhadap
responden dan keluarga. Setelah pengisian lembar observasi selesai
kemudian dilakukan pengolahan data.
3.10 Pengolahan Dan Analisa Data
3.10.1 Pre Analisa
Pada pre analisa,dilakukan pengolahan data melalui tahapan, edit
(editing), kode (coding), skor (scoring), dan tabulasi (tabulating).
a. Editing
Data yang telah terkumpul diperiksa kembali satu persatu untuk
mengecek apakah telah diisi sesuai dengan petunjuk yang
ditentukan.
b. Coding
Dilakukan dengan cara mengubah identitas responden menjadi
kode berupa angka.
c. Scoring
Setelah data terkumpul kemudian dilakukan pemberian skor.
d. Tabulating
Mengelompokkan responden sesuai dengan tingkat kepuasan
kerja dan kinerja. Data yang terkumpul diubah dalam bentuk
persentase kemudian disajikan dalam bentuk diagram pie chart.
3.10.2 Analisa Data
a. Univariat
Analisa univariat ini digunakan untuk analisa hasil tabulasi
terhadap data perilaku lansia dan keluarga terhadap
penatalaksanaan diit hipertensi
1) Pengolahan untuk data pengetahuan lansia
Untuk menghitung data mengenai pengetahuan (kognitif)
penatalaksanaan diit lansia hipertensi dengan metode
pengelompokan nominal.
Interpretasi hasil dari data penatalaksanaan diit lansia
hipertensi yaitu akan dikatakan baik apabila didapatkan skor ≥
50 dan dikatakan buruk apabila didapatkan skor <50
2) Pengolahan untuk data sikap dan perilaku lansia
Untuk menghitung data mengenai sikap (afektif) dan