BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Minyak akar wangi merupakan salah satu jenis minyak atsiri yang banyak digunakan dalam industri parfum, kosmetika dan pewangi sabun. Minyak akar wangi memiliki daya fiksasi yang kuat sehingga banyak digunakan sebagai pengikat aroma (fixative agent) dalam parfum dan kosmetika. Manfaat lain minyak akar wangi adalah sebagai bahan insektisida alami, sedangkan dalam obat herbal berfungsi sebagai carminative, stimulant, dan diaphoretic 3,4. Sifat dan kegunaan minyak akar wangi tersebut berkaitan dengan komponen kimia yang dikandungnya. Komponen utama minyak akar wangi adalah senyawa golongan seskuiterpen (3-4%), seskuiterpenol (18-25%) dan seskuiterpenon seperti asam benzoat, vetiverol, furfurol, α dan β-vetivon, vetiven dan vetivenil vetivenat (.Emmyzar SRoechan, A.M,2000). Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak akar wangi terbesar di dunia setelah Haiti dan Bourbon. Minyak akar wangi yang dihasilkan oleh genus vetiveriae yang banyak digunakan dalam industri parfum sebagai fiksatif, sebagai komponen
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Minyak akar wangi merupakan salah satu jenis minyak atsiri yang
banyak digunakan dalam industri parfum, kosmetika dan pewangi sabun.
Minyak akar wangi memiliki daya fiksasi yang kuat sehingga banyak
digunakan sebagai pengikat aroma (fixative agent) dalam parfum dan
kosmetika. Manfaat lain minyak akar wangi adalah sebagai bahan insektisida
alami, sedangkan dalam obat herbal berfungsi sebagai carminative, stimulant,
dan diaphoretic 3,4. Sifat dan kegunaan minyak akar wangi tersebut berkaitan
dengan komponen kimia yang dikandungnya. Komponen utama minyak akar
wangi adalah senyawa golongan seskuiterpen (3-4%), seskuiterpenol (18-
25%) dan seskuiterpenon seperti asam benzoat, vetiverol, furfurol, α dan β-
vetivon, vetiven dan vetivenil vetivenat (.Emmyzar SRoechan, A.M,2000).
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak akar wangi
terbesar di dunia setelah Haiti dan Bourbon. Minyak akar wangi yang
dihasilkan oleh genus vetiveriae yang banyak digunakan dalam industri
parfum sebagai fiksatif, sebagai komponen campuran dalam industri sabun
dan kosmetik, dan untuk aromaterapi. Vetiverol merupakan komponen utama
minyak akar wangi yang menjadi penentu dari kualitas minyak. Minyak akar
wangi diperoleh dengan cara distilasi akar tanaman akar wangi. Harga minyak
ini relatif lebih tinggi dibandingkan dengan harga minyak atsiri lainnya.
Semakin tinggi kadar vetiverol dalam minyak akar wangi, maka harganya
semakin mahal (Guenther,1987;1990).
Sentra budidaya tanaman dan produksi minyak akar wangi di Indonesia
berada di Kabupaten Garut, Jawa Barat. Minyak atsiri diproduksi dengan
menggunakan teknologi yang sederhana/konvensional, sehingga kualitasnya
masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Penurunan kualitas minyak atsiri
dapat disesbabkan oleh terjadinya burning pada proses penyulingan.
Akibatnya terjadi penurunan nilai ekonomisnya. Minyak atsiri yang telah
disimpan satu tahun ternyata lebih baik daripada minyak atsiri yang baru di
produksi. Belum diketahui secara pasti apa faktor penyebab perubahan
kualitas ini. Untuk mengetahui hal ini maka dilakukan penelitian analisis
minyak atsiri akar wangi yang telah disimpan selama satu tahun dengan
menggunakan kromatografi gas (KG)(…….).
Kromatografi gas adalah teknik kromatografi yang didasarkan atas
pemisahan komponen campuran senyawa kimia berbentuk gas dengan sistem
adsorpsi pada fasa diam padat atau sistem partisi diantara fase diam cair yang
melapisi penyangga padat dan fase gerak gas. Kromatografi gas mempunyai
keunggulan dalam hal kecepatan analisis dan sensitivitasnya yang tinggi.
Sampel yang dapat dianalisis menggunakan kromatografi gas adalah zat-zat
yang mudah menguap sewperti halnya minyak atsiri. Oleh karena itu pada
penelitian ini kromatografi gas digunakan untuk analisis minyak atsiri akar
wangi (setiadarma,dkk,2004)
1.1 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang penilitian diatas, dapat di identifikasi
masalah sebagai berikut:
1. Apakah terjadi perubahan kandungan senyawa kimia dari minyak atsiri
akar wangi?
2. Apakah kadar senyawa kimia dari minyak atsiri akar wangi yang sudah di
simpan selama satu tahun masih sama dengan minyak atsiri yang baru?
1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan
perbedaan kualitas minyak atsiri yang baru dengan minyak atsiri akar wangi
yang sudah disimpan selama satu tahun.
1.3 Manfaat Penelitian
Untuk memberikan informasi yang dapat digunakan untuk meningkatkan
kualitas minyak atsiri akar wangi.
1.4 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai bulan Januari sampai Juni 2016 di
Laboratorium kimia Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia Jalan Soekarno –
Hatta No. 354 Bandung.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Akar wangi
2.1.1 Taksonomi akar wangi
(Anonim 5, 2012)
2.1.1 Gambar Ttumbuhan Akar Wangi
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus :Chrysopogon
Spesies : C.zizanoides
(Wikipedia 2011)
2.1.2 Deskripsi Tanaman Akar Wangi
Tanaman akar wangi termasuk keluarga Gramineae, berumpun lebat,
memiliki akar tinggal yang bercabang banyak dan berwarna kuning pucat atau
abu-abu sampai merah tua. Dari akar-akar yang halus itu tersembul tangkai
daun yang panjangnya dapat mencapai sekitar 1,5 – 2 meter. Rumpun
tanaman akar wangi terdiri dari beberapa anak rumpun yang nantinya dapat
dijadikan bibit. Daunnya sedikit kaku, berbentuk pita, berwarna hijau,
panjangnya sekitar 75 – 100 cm dan tidak mengandung minyak. Tanaman ini
berbunga yang warnanya hijau atau ungu dan berada di pucuk tangkai daun
(Damanik, 2006). Bunga akar wangi bentuknya menyerupai padi dan berduri.
Akar wangi memiliki batang yang tumbuh tegak namun lunak.Warna
batangnya putih, dengan ruas-ruas di sekeliling batang (Anonim3, 2013).
Terdapat 2 tipe akar wangi yaitu tipe India Utara (tumbuh liar dan berbiji) dan
tipe India Selatan (tidak berbiji atau steril). Akar wangi yang banyak
dibudidayakan dan diusahakan diberbagai negara untuk diambil minyaknya
berasal dari tipe India Selatan (Hadipoentyanti, 2008).
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan kualitas minyak akar
wangi antara lain keadaan tanah dan iklim. Berdasarkan penelitian Hermanto
dkk, 1996 jenis tanah Andosol cenderung memberikan pengaruh terbaik
terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman akar wangi. Hal ini dikarenakan
tanah andosol memiliki kapasitas air dan kesuburan yang tinggi sehingga
dapat menunjang pertumbuhan akar wangi (Kaunang, 2008). Akar wangi
memerlukan derajat keasaman tanah (pH) sekitar 6-7. Tanaman akar wangi
dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian sekitar 300 – 2.000 meter di atas
permukaan laut dan akan berproduksi dengan baik pada ketinggian 600 –
1.500 meter di atas permukaan laut. Tanaman akar wangi memerlukan curah
hujan yang cukup yaitu sekitar 140 hari per tahun, sedang suhu yang cocok
untuk pertumbuhan tanaman sekitar 17-27 derajat Celcius. Akar wangi
menyukai sinar matahari langsung, bila ditanam di tempat yang teduh akan
berpengaruh terhadap sistem pertumbuhan akar dan mutu minyaknya
(Anonim 4, 2012).
Akar wangi (Vetiveria zizanoides) merupakan salah satu tanaman
penghasil minyak atsiri yang potensial. Tanaman dari famili Gramineae ini
telah lama dikenal di Indonesia dan menjadi salah satu komoditas ekspor
nonmigas. Rumpun tanaman akar wangi terdiri dari beberapa anak rumpun
yang memiliki sejumlah akar-akar halus, berwarna kuning pucat atau abu-abu
sampai kemerahan (Ketaren 1985 dan Santoso 1993).
Tanaman tersebut terbagi dalam beberapa famili, genus dan spesies.
Salah satu tanaman yang banyak dijumpai di beberapa wilayah Indonesia
adalah tanaman yang termasuk dalam famili Poaceae. Poaceae merupakan
famili tanaman keempat terbesar yang memiliki 700 genus dan 8000 spesies.
Tanaman yang termasuk dalam famili Poaceae diklasifikasikan ke dalam dua
subgenus, yaitu Poaoideae dan Panicoideae. Poaoideae terbagi menjadi tiga
genus yaitu : Paniceae, Maydeae, dan Andropogoneae sedangkan subgenus
Panicoideae terbagi menjadi dua genus yaitu Cymobopogan dan Vetiveria.
Beberapa spesies dari Famili Poaceae memiliki karakteristik aromatik mampu
menghasilkan minyak atsiri yang dapat digunakan untuk kepentingan
komersial seperti parfum, kosmetik dan farmasi (Khanuja dkk, 2005).
Tanaman genus Vetiveria merupakan salah satu tanaman penghasil
minyak atsiri. (Champagnat dkk, 2008). Minyak atsiri yang dihasilkan oleh
tanaman yang berasal dari genus Vetiveria sebagian besar mengandung
terpen, siskuiterpen alifatik, turunan hidrokarbon teroksigenasi dan
hidrokarbon aromatik.Komponen utama dari minyak atsiri akar wangi adalahn
senyawa golongan seskuiterpen (30-40 %), seskuiterpenol (18-25 %) dan
seskuiterpenon seperti asam benzoat, vetiverol, vetiverol, furfurol, α dan β
vetivone, vetivene dan vetivenil vetivenat (Anon, 2006; Kamal and Ashok,
2006; Emmyzar et al., 2000). Selain memiliki senyawa siskuiterpen yang
merupakan komponen mayor dalam minyak atsiri, Genus Vetiveria dari
Perancis juga mengandung senyawa flavonoid. Beberapa senyawa flavonoid
tersebut adalah carlinoside, neocarlinoside, 6,8-di-C-
arabinopyranosylluteolin, isoorientin, dan tricin-5-O-glukoside (Champagnat
dkk, 2008).
Tanaman ini menghasilkan minyak akar wangi (vetiver oil) yang
banyak digunakan dalam pembuatan parfum, kosmetik, pewangi sabun, obat-
obatan, serta pembasmi dan pencegah serangga. Minyak vetiver mempunyai
aroma yang lembut dan halus karena ester dari asam vetivenat dan adanya
senyawa vetivenol (Taringan,2006).
2.2 Minyak akar wangi
Minyak akar wangi merupakan salah satu minyak atsiri yang
mengandung campuran seskuiterpen alkohol dan hidrokarbon yang sangat
kompleks (Cazaussus 1988; Akhila & Rani 2002), dan jenis minyak atsiri
yang sangat kental dengan laju volatilitas yang rendah (Akhila & Rani
2002). Luu (2007) menyebutkan, komponen utama penyusun minyak akar
wangi terdiri dari sesquiterpen hidrokarbon (γ-cadinene, clovene, a-
amorphine, aromadendrene, junipene, dan turunan alkoholnya), vetiverol
(khusimol, epiglobulol, spathulenol, khusinol, serta turunan karbonilnya),
dan vetivone (a-vetivone, b-vetivone, khusimone dan turunan esternya).
Diantara komponen-komponen tersebut, a- vetivone, b-vetivone, dan
khusimone merupakan komponen utama sebagai penentu aroma minyak
akar wangi. Ketiga komponen ini disebut sebagai sidik jari (finger print)
minyak akar wangi (Demole et al. 1995).
Minyak akar wangi merupakan cairan kental, berwarna kuning
kecoklatan hingga coklat gelap, memiliki aroma sweet, earthy, dan woody
(Martinez et al. 2004). Minyak akar wangi secara luas digunakan untuk
pembuatan parfum, bahan kosmetika, pewangi sabun dan obat-obatan, serta
pembasmi dan pencegah serangga (Kardinan 2005). Minyak akar wangi dapat
juga digunakan sebagai aroma terapi dan pangan, yaitu sebagai penambah
aroma dalam pengalengan asparagus dan sebagai flavor agent dalam minuman
(Martinez et al. 2004).
Metode penyulingan yang digunakan produsen minyak akar wangi
Garut adalah penyulingan uap (steam) dengan tekanan tinggi berkisar 4–5 bar.
Penyulingan ini menghasilkan minyak dengan mutu yang kurang baik, seperti
bau gosong dan warna gelap. Pada tekanan uap 4 bar suhu mencapai 1500 C,
sehingga terbentuk uap kering (superheated steam) yang dapat
menghanguskan bahan-bahan organik yang rentan terhadap panas. Metode
dan kondisi operasi proses penyulingan merupakan tahapan penting untuk
menghasilkan minyak atsiri dengan jumlah dan mutu yang tinggi. Jumlah
minyak yang menguap ditentukan oleh tekanan uap, berat molekul komponen-
komponen dalam minyak, dan laju penyulingan (Ketaren, 1985)
Umumnya minyak akar wangi yang baik ditandai oleh berat jenis dan
putaran optiknya yang tinggi, komposisi bau lebih sempurna, dan ketahanan
bau lebih lama (Lutony dan Rahmayati, 2002).
Table 2.1 Syarat mutu vetiver oil yang di tetapkan berdasar kan SNI 06-2386-
2006 sebagai berikut:
No Parameter Zat/Ukuran
1 Warna Bau Kuning muda – kecoklatan khas
akar wangi
2 Berat jenis pada 200 C 0,980 – 1,003
3 Indeks bias 1,520 – 1,530
4 Kelarutan dalam etanol 95% 1:1 jernih, seterusnya jernih
5 Bilangan Asam 10 – 35
6 Bilangan Ester 5 -26
7 Bilangan ester setelah asetilasi 100 – 150
8 Vetiverol total Minimum 50%
Menurunnya volume ekspor dan rendahnya harga minyak akar wangi Indonesia
disebabkan oleh rendahnya produksi dan mutu minyak akar wangi. Rendemen
minyak akar wangi yang dihasilkan rendah, hanya sekitar 1,2% dari potensi minyak
2-3% dan kadar vetiverolnya dibawah 50% (anonymous,2006). Kondisi tersebut
merupakan akumulasi dari kurang baiknya mutu bahan baku, penggunaan alat
penyuling dan teknologi proses yang belum terstandar serta tidak adanya insentif
harga bagi minyak akar wangi yang bermutu baik (anonymous,2006). Mutu minyak
akar wangi Indonesia merosot tajam sejak akhir tahun 90-an sebagai akibat terjadinya
burning pada proses penyulingan yang menyebabkan adanya aroma gosong (smoky
burn), sehingga dalam perdagangannya mendapat harga yang rendah. Menurut
Chomchalow, akibat mutunya kurang baik tersebut maka minyak akar wangi asal
Indonesia di pasar dunia sering mendapatkan potongan harga yang sangat merugikan.
Minyak akar wangi diproduksi dengan cara distilasi (penyulingan) akar tanaman.
Dibandingkan dengan minyak atsiri lainnya, proses penyulingan minyak akar wangi
relatif lebih sulit dilakukan, karena sel-sel minyaknya terletak pada bagian dalam
jaringan akar yang relatif keras. Untuk mengekstraknya, minyak harus berdifusi dari
bagian dalam jaringan akar ke permukaan yang umumnya berjalan lambat. Fraksi
senyawa yang paling bernilai pada minyak akar wangi adalah vetiverol dan vetivon
yang memiliki titik didih dan bobot jenis tinggi. Senyawa tersebut akan tersuling
pada akhir proses penyulingan sehingga fraksi-fraksi tersebut memiliki kontribusi
yang besar terhadap lamanya waktu penyulingan (chamcalow,2001).
Minyak akar wangi diproduksi dengan cara distilasi (penyulingan)
akar tanaman. Dibandingkan dengan minyak atsiri lainnya, proses
penyulingan minyak akar wangi relatif lebih sulit dilakukan, karena sel-sel
minyaknya terletak pada bagian dalam jaringan akar yang relatif keras. Untuk
mengekstraknya, minyak harus berdifusi dari bagian dalam jaringan akar ke
permukaan yang umumnya berjalan lambat. Fraksi senyawa yang paling
bernilai pada minyak akar wangi adalah vetiverol dan vetivon yang memiliki
titik didih dan bobot jenis tinggi. Senyawa tersebut akan tersuling pada akhir
proses penyulingan sehingga fraksi-fraksi tersebut memiliki kontribusi yang
besar terhadap lamanya waktu penyulingan (Chamcalou N, 2001)
2.2.1 Kandungan Kimia Minyak Akar Wangi
Komponen utama penyusun minyak akar wangi terdiri dari
Sastrohamidjojo, H., (2004), Kimia Minyak Atsiri, Penerbit Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Gunawan, D, Mulyani, S., (2004), Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid I, Penerbit
Penebar Swadaya, Jakarta.
Lutony, T. L. dan Y. Rahmayati, 2002. Produksi dan Perdagangan Minyak Atsiri.
Penebar Swadaya, Jakarta. DSN (Dewan Standarisasi Nasional). (1995) SNI 06-
3735-1995.” Mutu dan Cara Uji Gelatin’, Jakarta.
Hadipoentyanti, E. & Wahyuni, S., 2008, Keragaman Selasih (Ocimum Spp.)
Berdasarkan Karakter Morfologi, Produksi, dan Mutu Herba, Jurnal Littri, 14(4),
141-148.
Anonymous. Akar Wangi. Makalah disampaikan oleh PT Jasula Wangi pada
Konferensi Nasional Minyak Atsiri. Solo: 18-20 September 2006.
Chomchalow N. The utilization of vetiver as medicinal and aromatic plants with
specialreference to Thailand. Technical Bulletin No. 2001/1. Office of the Royal
Development Projects Board. Bangkok, Thailand. 2001.
Emmyzar SRoechan, A.M. Kurniawansyah dan Pulung. Produktivitas dan kadar minyak tanaman akar wangi (Vetiveria zizanioides Stapt) di tanah tercemar logam berat cadmium. Jurnal ilmiah Pertanian Gakuryoku; 2000. VI (2): 129-179.