BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia sekarang ini sedang mengalami berbagai persoalan diberbagai bidang kehidupan, dibidang pembangunan yang dibarengi dengan proses perubahan sosial, dimana bangsa Indonesia masih memiliki pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi dengan persebaran yang tidak seimbang antara wilayah pedesaan dan wilayah perkotaan. Fenomena ini merupakan implikasi dari pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang tidak seimbang, sehingga menimbulkan berbagai dampak, antara lain terjadinya mobilitas penduduk dari desa kekota. Dari berbagi fenomena tersebut, migrasi merupakan salah satu fenomena penting dalam hubungan antar bangsa, perubahan-perubahan cepat ekonomi pembangunan global paling sedikit dipengaruhi oleh berkembangnya aktivitas yang banyak dikenal dengan migrasi intrnasonal sampai kepada migrasi sirkuler, oleh karena 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bangsa Indonesia sekarang ini sedang mengalami berbagai
persoalan diberbagai bidang kehidupan, dibidang pembangunan yang
dibarengi dengan proses perubahan sosial, dimana bangsa Indonesia
masih memiliki pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi dengan
persebaran yang tidak seimbang antara wilayah pedesaan dan wilayah
perkotaan. Fenomena ini merupakan implikasi dari pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi yang tidak seimbang, sehingga menimbulkan
berbagai dampak, antara lain terjadinya mobilitas penduduk dari desa
kekota.
Dari berbagi fenomena tersebut, migrasi merupakan salah satu
fenomena penting dalam hubungan antar bangsa, perubahan-perubahan
cepat ekonomi pembangunan global paling sedikit dipengaruhi oleh
berkembangnya aktivitas yang banyak dikenal dengan migrasi intrnasonal
sampai kepada migrasi sirkuler, oleh karena itu merupakan hal yang
paling penting dan positif untuk disoroti. Hal yang patut diwaspadai adalah
bahwa aktivitas mobilitas yang dilakukan terutama pada Negara-negara
berkembang ke Negara-negara maju adalah sering dilakukakan dan di
ikuti oleh berkembangnya perdagangan manusia dengan berbagai
dimensi.
1
Fenomena ini tidak banyak orang yang memberikan perhatian
pada masalah migrasi dan berbagai rentetan resiko yang ada di dalam
seluruh aktivitas tersebut. Perubahan-perubahan cepat realitas sosial,
ekonomi dan politik dunia telah memberikan peluang besar bagi
terciptanya iklim perdebatan yang jauh lebih luas. Mobilitas penduduk
sebagai sebuah disiplin ilmu yang dianggap marginal pada masa lalu,
mengambil peran penting dalam proses perubahan dimasa kini dan masa
yang akan datang. Terbukanya isolasi antar Negara meleburkan batas-
batas formal politik ke dalam satu sistem global.
Persoalan migrasi secara umum sebenarnya sangat terkait
dengan pola hubungan antar manusia yang terbangun jauh sebelum
peradaban manusia modern terbangun. Dalam berbagai dimensi yang
mengikutinya aktivitas migrasi yang berkembang telah mengalami
berbagai pergeseran makna maupun konsepsi, disini jelas membicarakan
proses migrasi dalam konteks pembangunan regional, nasional maupun
lokal secara makro hampir tidak dapat dihindari, disamping itu
kecenderungan terjadinya konsentrasi kelompok-keompok migran baru di
suatu wilayah terutama di perkotaan menjadi sebuah fenomena yang tidak
bisa terhindarkan.
Melihat fenomena migrasi yang lebih kontemporer, aktivitas
migrasi diartikan sebagai suatu perubahan tempat tinggal, baik parmanen,
maupun semi parmanen yang dapat mencakup pendatang, imigran
pekerja temporer, pekerja tamu, mahasiswa maupun pendatang illegal
2
yang menyeberangi suatu batas wilayah tertentu, pengertian
mengesampingkan, kelompok wisatawan dan komunitas diplomatik yang
tidak berkaitan langsung dengan aktivitas ekonomi produksi, (Samuel
dalam, Abdul Haris, 2005).
Melihat sejarah perkembangan demografi di Indonesia, dikenal
adanya pola migrasi sirkuler yang merupakan salah satu gambaran dan
ketidak mampuan sistem ekonomi desa untuk memenuhi kebutuhan hidup
penduduknya, sehingga gerak perpindahan penduduk yang terjadi adalah
dari wilayah yang kering secarah ekonomi (desa), menuju wilayah yang
mudah memperoleh pendapatan (kota), kota dijadikan sentral kegiatan
non agraris dan wadah untuk memperoleh pekerjaan yang lebih luas
dengan upaya yang lebih menarik. Pada tahun 1970-an menunjukkan
bahwa luasnya migrasi sirkuler terdeteksi kira-kira seperlima dari seluruh
migran antar provinsi sekitar 1,53 juta orang (Rahbini, 1994). Ini
mengindikasikan bahwa fenomena ini merupakan suatu persoalan yang
patut diperhatikan.
Data yang diungkapkan oleh Menteri Pembangunan Desa
Tertinggal kala itu, diketahui bahwa jumlah desa di Indonesia adalah
sekitar 70.611 desa, dan 45 % diantaranya masuk ke dalam kategori desa
tertinggal. Untuk meningkatkan pembangunan ekonomi Indonesia,
tentunya tak dapat lepas dari pembangunan ekonomi di desa-desa yang
ada di negara ini. Oleh karena itu, kiranya menarik untuk mengkaji lebih
jauh dan dalam mengenai hubungan antara migrasi dan pertumbuhan
3
ekonomi di desa, dalam artian sejauh mana peranan pembangunan
ekonomi desa melalui migrasi sirkuler dapat meningkatkan pembangunan
dan pemerataan kesejahteraan ekonomi di Indonesia dalam rangka
pengentasan kemiskinan di daerah-daerah tertinggal tersebut.
Secara sosiologis, migrasi desa-kota tidak sekedar gerak yang
berkenaan dengan lintasan batas-batas geografi. Lebih mendasar lagi,
gerak ini merupakan wahana melintasi batas-batas budaya agraris-
tradisional dengan budaya industrial–modern. Migran berasal dari desa,
dimana wujud kesatuan atas dasar tinggal dekat dan atas dasar keturunan
masih dijunjung tinggi. Kehidupan sosial dan ekonomi bertumpangtindih
dalam tindakan kolektif karena adanya saling ketergantungan ekologi
maupun proses-proses biologi dalam berproduksi (Everett, dalam
terjemahan Hans Daeng; 1984). Interaksi antar tetangga rumah, tetangga
dusun dan tetangga desa berlangsung dengan berhadapan muka dan
bersifat mendalam. Waktu senggang yang digunakan untuk membangun
hubungan silaturahmi dan bercengkerama dengan masyarakatnya cukup
besar dan dipandang sebagai kebutuhan mendasar.
Dengan menyandang konsep diri berupa nilai-nilai agraris
tradisional di atas, para migran bekerja di kota, dimana interaksi antar
warga relatif longgar. Pekerja terpisah dari hasil kerja maupun dari alat-
alat produksinya. Pekerja industri dituntut bersifat efisien, rajin, teratur,
tepat waktu, sederhana, dan rasional dalam memutuskan tindakan.
Sebagian besar indikator produksi dan status dinilai dengan uang.
4
Perubahan tempat bekerja dari desa ke kota atau dari agraris ke industri
yang memiliki kebiasaan, simbol-simbol, nilai dan norma yang berbeda,
mensyaratkan adanya proses adaptasi yang meliputi seluruh tindakan
sosial-ekonomi-budaya seorang migran.
Wilayah Kabupaten Buton Propinsi Sulawesi Tenggara
merupakan salah satu wilayah yang masih memerlukan akselerasi
pembangunan guna mengejar ketertinggalan dari daerah-daerah lain di
Sulawesi tenggara, sementara bila kita buka lembaran sejarah tertoreh
dengan jelas kontributor Pendapatan Asli Daerah (PAD) Sulawesi
tenggara awalnya adalah Buton dengan aspalnya, menyusul kemudian
Muna dengan jatinya dan Kolaka dengan nikelnya. Kendari saat itu baru
berupa wilayah yang membentang dari Mata-Kendari Caddi hingga Tipulu
(kawasan Kendari Beach saat ini). Saat ini bila kita lihat perkembangan
pembangunan yang terjadi di daratan Kendari patutlah kita yang berada
digugusan kepulauan membulatkan tekad untuk melakukan perubahan
yang lebih fundamental menuju kesejahteraan. Upaya kearah itu
sesungguhnya telah dilakukan baik oleh pemerintah Kabupaten Buton
maupun masyarakat di jazirah Buton itu sendiri, meski dengan resiko
wilayah Buton yang demikian luas harus terbagi-bagi dalam bentuk
wilayah pemerintahan otonomi baru.
Kecamatan Lapandewa, khususnya Desa Gaya Baru adalah salah
satu wilayah daerah pesisir yang masyarakatnya memiliki mobilitas yang
5
cukup tinggi hampir sebagian lebih anggota keluarga yang melakukan
migrasi sirkuler setiap tahunnya.
Dari latar belakang dan permasalahan diatas, maka melalui
proposal tesis ini penulis tertarik meneliti tentang pola hubungan sosial
ekonomi keluarga migrasi sirkuler di Desa Gaya Baru Kecamatan
Lapandewa Kabupaten Buton dan dampak migrasi sirkuler oleh kepala
keluarga atau salah satu anggota keluarga terhadap kondisi sosial
ekonomi keluarga di pedesaan.
B. Rumusan Masalah
Dari Latar belakang pemikiran yang ada dan melihat
permasalahan sesuai dengan judul penelitian yakni Pola Hubungan sosial
keluarga migrasi Sirkuler Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi di Desa
Gaya Baru Kecamatan Lapandewa Kabupaten Buton, maka penulis
mengemukakan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Proses faktor pendorong terjadinya migrasi sirkuler di Desa
Gaya Baru.
2. Bagaimana pola hubungan sosial ekonomi keluarga migrasi
sirkuler pada masyarakat Desa Gaya Baru.
3. Dampak migrasi sirkuler terhadap kehidupan sosial ekonomi
pada keluarga di Desa Gaya Baru.
6
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk menganalisa pola hubungan keluarga migrasi sirkuler
pada masyarakat Desa Gaya Baru.
2. Untuk menganalisa dampak migrasi sirkuler terhadap
kehidupan sosial ekonomi pada keluarga di Desa Gaya Baru.
3. Untuk menganalisa faktor pendorong terjadinya migrasi
sirkuler di Desa Gaya Baru.
D. Kegunaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan yang ingin dicapai,
maka penelitian ini diharapkan berguna:
1. Menjadi sumber informasi dan bahan pertimbangan bagi pihak
yang ingin memperdalam kajian tentang migrasi sirkuler
khususnya di desa Gaya Baru Kecamatan Lapandewa
Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi Tenggara.
2. Menghasilkan kajian ilmiah untuk menjadi salah salah satu
referensi tentang migrasi sirkuler sekaligus sebagai bahan
masukan untuk pemerintah Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi
Tenggara.
7
BAB. II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Migrasi Sirkuler
Dalam konsep sosiologi, menurut Kimball Young dan Raymond W.
Mack (dalam Soekamto, 1999) menyatakan bahwa gerak sosial (social
structure) yaitu: pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu
kelompok social. Struktur sosial mencakup sifat-sifat hubungan antara
individu dalam kelompok dan hubungan antara individu dengan
kelompoknya. Misalnya seseorang yang berprofesi sebagai guru
kemudian pindah dan beralih pekerjaan menjadi pemilik toko buku, maka
ia melakukan gerak sosial (mobilitas sosial).
Menurut Sorokin (Soekamto, 1999) tipe-tipe gerak sosial yang
prinsipil ada dua macam yaitu: gerak sosial yang horizontal dan gerak
sosial vertikal. Gerak sosial yang horizontal adalah merupakan peralihan
individu atau objek-objek sosial lainnya yang sederajat. Sedangkan gerak
sosial yang vertikal dimaksudkan sebagai perpindahan individu atau objek
sosial dari suatu kedudukan sosial kekedudukan lainnya, yang tidak
sederajat, dan melihat makna gerak sosial penduduk (population mobility)
sebagai gerak spesial, fisik atau geografis dengan berbagai tujuannya.
Namun sebenarnya makna utamanya adalah untuk kepentingan
peningkatan ekonomi dan perbaikan tingkat pendidikan. Gerak penduduk
tersebut berlangsung dari desa ke kota, jarang terjadi sebaliknya.
8
Berdasarkan bentuk-bentuk/pola gerak penduduk menurut
dimensi ruang, waktu dan hasrat sebelum pindah dengan penduduk
digolongkan atas:
1. Migrasi permanen, yaitu meninggalkan desa asal dan tinggal
secara permanen ditempat tujuan paling kurang satu tahun,
seterusnya dengan hasrat sebelum pindag ingin menetap atau
nanti muncul hasrat setelah lebih satu tahun ditempat tujuan.
2. Migrasi semi permanen adalah meninggalkan desa asal atau
lebih banyak menetap di tempat tujuan atau mengubah tempat
tingggal sementara, minimal satu hari sampai satu tahun dan
seterusnya 5 tahun sampai dengan 10 tahun, dan masih punya
rencana untuk kembali ke desa asal.
3. Gerak sirkuler adalah gerak penduduk keluar desa asal secara
teratur dan berulang kali tetapi tempat tinggal di daerah asal
minimal satu hari sampai dengan satu tahun dan sama sekali
tidak beminat akan pindah.
4. Gerak ulang aling adalah gerak penduduk keluar dan kembali
dari desa asal secara teratur dalam waktu beberapa jam
(sekitar 6 jam sampai satu hari atau sampai 24 jam), (Abustam,
dalam Baso; 1991).
Singhanarto (Jumadi, 2000) mengemukakan bahwa migrasi
adalah mengubah tempat tinggal secara pasti dan sekurang-kurangnya
satu minggu sampai perpindahan secara pasti dan sekurang-kurangnya
9
satu minggu sampai perpindahan secara mutlak, gerak sirkulasi adalah
gerak meninggalkan desa selama satu minggu sampai selama satu tahun,
dan komutasi adalah gerak penduduk setiap hari atau setiap minggu untuk
bekerja atau untuk tujuan bersekolah dan pergi untuk musiman.
Perpindahan penduduk atau migrasi merupakan suatu gejala yang
sudah ama dikenal dalam sejarah kehidupan Manusia. Andi Lolo (dalam
Baso, 1990) mengemukakan bahwa migrasi seumuran dengan usia
kemanusiaan dan telah berlangsung dari waktu dengan jumlah serta jarak
perpindahan yang semakin meningkat.
Dalam arti luas, migrasi adalah perubahan tempat secara
permanen tanpa memperhatikan jarak perpindahan maupun sifatnya, yaitu
apakah bersifat sukarela atau terpaksa, serta tidak dibedakan antara
perpindahan dalam dan migrasi keluar negeri. (Everett, terjemahan Hans
Daeng; 1984).
Migrasi biasanya juga disebut mobilitas permanen, sedang
sirkulasi atau migrasi sirkuler disebut mobilitas non permanen. Perbedaan
kedua pengertian itu tergantung pada adanya niat untuk menetap atau
tidak di daerah tujuan. (Everett, terjemahan Hans Daeng; 1984).
Mantra (1984) mengatakan bahwa migrasi sirkuler adalah
perpindahan penduduk dari dusun dalam waktu lebih dari satu hari, tetapi
kembali dalam waktu paling lama satu tahun. Biasanya perpindahan ini
akan di ulangi pada musim-musim tertentu.
10
Zelinsky (Pardoko, 1984) mengatakan bahwa migrasi sirkuler
dibedakan dengan Commuter sebab walaupun keduanya mencakup
perpindahan, namun yang pertama berlangsung dalam jangka waktu
singkat, berulang-ulang tetapi tidak bermaksud menetap di suatu tempat
secara permanen.
Menurut Petersen (Baso, 1990) ada dua tipe migrasi, yaitu migrasi
konservatif (Konservative migration) dan migrasi inovatif (innovative
migration). Migrasi Koservatif adalah perpindahan dari satu tempat
ketempat lain untuk mempertahankan gaya hidup tertentu, sedangkan
migrasi inovatif adalah migrasi yang bertujuan untuk memperoleh gaya
hidup baru.
Selanjutnya Patersen (dalam Baso,1990) mengemukakan adanya
empat macam migrasi, yaitu:
1. Migrasi primitif (Primitive migration) yaitu migrasi yang
disebabkan oleh semakin menurunnya daya dukug alam.
2. Migrasi paksaan (impelled or forced migration), yaitu migrasi
yang disebabkan oleh kekuatan politis atau kekuatan ekonomis
yang memaksa orang untuk pindah.
3. Migrasi bebas (Free migration), yaitu migrasi yang didasarkan
pada keinginan individu untuk pindah.
4. Migrasi massal (mass migration), yaitu migrasi yang terjadi
karena adanya kekuatan-kekuatan sosial atau pola-pola sosial
yang merupakan suatu kebiasaan atau tingkah laku sosial.
11
Selain keempat macam migrasi diatas di Indonesia setidak-
tidaknya dikenal dua tipe migrasi, yaitu :
1. Transmigrasi, yaitu migrasi struktural yang direncanakan dan
dikendalikan oleh pemerintah,
2. Migrasi yang bersifat sosio-kultural.
Ravenstein (dalam Haris, 1990) yang dikenal sebagai peletak
dasar teori gravitasi, mengemukakan suatu hukum migrasi yang kemudian
popular sebagai “hukum Ravenstein”. Hukum itu terdiri atas tujuh bagian,
yaitu:
1. Semakin jauh jarak, semakin kurang volume migrant.
2. Turunnya jumlah penduduk di pedesaan sebagai akibat
migrasi, akan diganti secara bertahap oleh migran dari daerah-
daerah yang terpencil.
3. Setiap arus yang besar akan menimbulkan arus balik sebagai
penggatinya.
4. Adanya perbedaan desa dengan kota akan mengakibatkan
timbulnya migrasi.
5. Wanita cenderung migrasi kedaerah-daerah yang dekat
letaknya.
6. Kemajuan teknologi akan mengakibatkan intensitas migrasi.
7. Motif utama migrasi adalah ekonomi.
Pada dasarnya migrasi penduduk merupkan reaksi atas adanya
kesempatan ekonomi yang berbeda antara satu wilayah dengan wilayah
12
lain. Sehingga merupakan refleksi atas terjadinya perbedaan
pertumbuhan dan ketidakmerataan fasilitas pembangunan antara satu
daerah dengan daerah lainnya. Pola migrasi penduduk di Negara-negara
maju biasanya sangat kompleks yang menggambarkan kesempatan
ekonomi yang lebih seimbang dan saling ketergantungan antara wilayah
didalamnya. Sedangkan pada negara-negara berkembang, biasanya pola
mobilitas menunjukkan pemusatan arus migrasi kewilayah-wilayah
tertentu saja, khususnya kota-kota besar.
Konsep “Merantau” sebagai bentuk migrasi spontan, oleh Naim di
beri batasan sebagai “Meninggalkan batas kebudayaan secara sukarela
untuk jangka waktu singkat atau lama dengan tujuan untuk mencari
penghidupan, pengetahuan atau pengalaman dan biasanya masih berniat
untuk kembali kedaerah asal” (Baso, 1990).
Mirip dengan konsep merantau diatas menurut Hugo (Baso, 1990)
pada migrant sirkuler para migrant tetap mempertahankan tempat
tinggalnya didaerah asal selama berada dikota. Lagi pula, migran
semacam itu dikaitkan dengan adanya pekerjaan tetap pada daerah
tujuan, walaupun biasanya mereka hanya terlibat pada pekerjaan tidak
tetap dalam sektor informal. Oleh karenanya, migran sirkuler tetap
terorientasi pada pekerjaan di desa, sedangkan frekuwensi melakukan
migrasi ditentukan oleh jarak dan biaya yang dikeluarkan, tujuan yang
ingin dicapai didaerah tujuan dan tidak tersedianya pekerjan di daerah
13
asal. Pada umumnya migrant sirkuler bersifat musiman, biasaya antara
musim menanam padi dan musim panen.
Menurut Mantra (1991) model yang sering digunakan untuk
menganalisa migrasi penduduk disuatu wilayah adalah model dorong tarik
(push pull factors) kondisi sosial ekonomi didaerah asal yang tidak
menginginkan untuk memenuhi kebutuhan (needs) menyebabkan orang
tersebut ingin pergi kedaerah lain yang dapat memenuhi kebutuhan
tersebut, jadi antara daerah asal dan daerah tujuan terdapat perbedaan
nilai kefaedahan wilayah (place utility). Daerah tujuan mempunyai nilai
kefaedahan yang tinggi dibandingkan dengan daerah asal sehingga
menimbulkan terjadinya mobilitas penduduk.
Dari berbagai pendapat yang dikemukakan sebelumnya maka
penulis berkesimpulan bahwa yang dimaksud dengan migrasi sirkuler
adalah penduduk yang meninggalkan desa menuju kota dalam waktu
lebih dari satu hari dan kurang dari satu tahun serta tidak punya
niat/hasrat untuk menetap didaerah tujuan (kota). Jadi meskipun para
pelaku migrasi sirkuler bekerja di kota tetap bertempat tinggal di desa
bersama dengan keluarga.
B. Faktor-Faktor Migrasi
Faktor ekonomi masih merupakan alasan yang dominan sehingga
seseorang melakukan migrasi, walaupun juga terdapat faktor-faktor lain.
Dari hasil penelitian Mantra (1991) menunjukkan bahwa kekuatan yang
mendorong orang meninggalkan daerahnya timbul karena adanya ketidak
14
puasan penduduk dalam bidang pertanian, kurang kesempatan kerja, dan